PERAN PERPUSTAKAAN DALAM MENDUKUNG PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MENYONGSONG MASYARAKAT ASEAN 2015 Anita Tri Widiyawati Program Studi Ilmu Perpustakaan, Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang (Indonesia) E-mail:
[email protected]
Abstract Pendidikan dan perpustakaan merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Perpustakaan dapat dikatakan sebagai jantung dari pendidikan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Hal ini dapat dilihat dari fungsi perpustakaan. Adapun fungsi perpustakaan tersebut adalah: sebagai preservasi (pelestarian ilmu pengetahuan), informasi, pendidikan, penelitian, rekreasi, dan kultural. Perpustakaan sebagai pusat sumber daya informasi menjadi tulang punggung gerak majunya suatu institusi terutama institusi pendidikan, di mana tuntutan untuk adaptasi terhadap perkembangan informasi sangat tinggi. Perpustakaan menurut fungsinya, memposisikan diri sebagai tempat yang menyediakan berbagai informasi, baik yang berkaitan dengan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan informasi lainnya.Pengelolaan perpustakaan yang ideal dari segi pustakawan, sarana dan prasarana, serta koleksi perpustakaan dapat dijadikan sebagai tolok ukur pendidikan yang berkualitas.Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka (user), meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberadaan suatu perpustakaan adalah untuk memberdayakan masyarakat agar memiliki kesadaran informasi yang baik. Kesadaran akan arti penting informasi ini disebut literasi informasi. Keberadaan masyarakat yang literat terhadap informasi akan semakin membekali masyarakat untuk menghadapi ASEAN Community 2015. Di sinilah letak dari peran perpustakaan dalam mendukung pendidikan sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia menyongsong masyarakat ASEAN 2015. Keywords: Education, Library, Information literacy, and The ASEAN Community 2015
1
KAITAN PENDIDIKAN DAN PERPUSTAKAAN
“Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandek.” (Barbara Tuchman). Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat dalam sambutan yang diberikannya dalam buku Perpustakaan sebagai Jantung Sekolah karya Suherman, M.Si. menyatakan bahwa “Perpustakaan merupakan cermin sebuah organisasi, merupakan indikator kemajuan sebuah bangsa, dan gambaran citra seorang individu. Untuk melihat performa atau budaya kerja sebuah bangsa, organisasi, atau individu, lihatlah bagaimana perlakuannya terhadap perpustakaan”. Pergeseran pradigma lembaga pendidikan menandakan gerak dinamisnyapendidikan sekaligus sebagai jawaban konsekuensi logis sebagai upaya beradaptasi dengan tuntutan jaman yang juga selalu berkembang. Agar pendidikan di daerah dan bangsa ini dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka harus ada perubahan dan pembaruan paradigma (Irwan, 2001). Sehingga dimunculkanlah UURI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan untuk mendukung pendidikan.Bahkan dikatakan bahwa setiap lembaga pendidikan, diwajibkan untuk menyelenggarakan perpustakaan.
Perpustakaan sebagai pusat sumber daya informasi menjadi tulang punggung gerak majunya suatu institusi terutama institusi pendidikan, dimana tuntutan untuk adaptasi terhadap perkembangan informasi sangat tinggi. Hal ini dikarenakan pengguna/pemustaka (user) dominan dari kalangan akademisi yang kebutuhannya akan informasi begitu kuat, sehingga mau tidak mau perpustakaan harus pula berfikir untuk berupaya mengembangkan diri guna memenuhi kebutuhan penguna (user). Perpustakaan telah menemukan jati dirinya sebagai tempat perubahan (agen of change), tempat dimana berbagai informasi disimpan, dan tempat dimana embrio intelektual diciptakan. Pada masa lalu, perpustakaan dianggap sebagai tempat buku saja, kini berkembang menjadi pusat sumber daya informasi. Artinya, perpustakaan tidak lagi sebagai penyimpanan buku semata, melainkan menjadi tampat dimana pengguna (user) mampu menciptakan lagi sesuatu yang mampu dibaca dan digunakan orang lain. Konsekuensi dari perkembangan itu adalah tuntutan bagi perpustakaan untuk selalu berkembang pula mengikutinya dengan berupaya memberikan layanan terbaik bagi pengguna. Perkembangan yang nampak sekarang adalah mulai digalakkannya perpustakaan digital, yang mana koleksi yang dimiliki berupa informasi yang terekam dalam bentuk digital, dan aksesnya pun perlu media yang bernama komputer. Di Perguruan Tinggi, perpustakaan sering diistilahkan sebagai “jantungnya perguruan tinggi”. Hal ini berarti perpustakaan memiliki peranan penting di dunia pendidikan. Jika jantungnya lemah, tubuh lainnya juga akan menjadi lemah. Ini artinya jika perpustakaan lemah, akan berpengaruh pula terhadap institusi tempat perpustakaan bernaung, sebaliknya jika jantungnya baik, maka akan membuat baik pula tubuhnya. Sehingga jika perpustakaan baik, maka akan baik pula lembaga/institusinya. Pemisalan lain, perpustakaan dan lembaga pendidikan sekarang ini seperti dua sisi mata uang. Keduanya akan menjadi bernilai jika keduanya ada. Demikian pula dengan informasinya. Perpustakaan dengan informasi juga tidak boleh dipisahkan, sebab kekuatan perpustakaan ada pada informasi yang disajikannya. Perpustakaan memiliki kaitan dengan lembaga pendidikan, dimana hubungan itu secara kasat mata dapat dilihat dari pendekatan kelembagaan. Sedangkan baik perpustakaan dan lembaga pendidikan, keduanya memiliki tugas yang sama, yaitu menyebarkan informasi. Perbedaannya, lembaga pendidikan memberikan informasi kepada para siswa melalui proses pembelajaran dengan informasi yang mengacu kepada kurikulumnya, sedangkan perpustakaan menyebarkan informasi secara langsung kepada pengguna/pemustaka tanpa terikat langsung oleh kurikulum.Namun demikian, perpustakaan yang bernaung di bawah institusi pendidikan, bergerak maju mengikuti pola perkembangan kurikulum. Hal ini dapat dimaklumi karena perpustakaan di sini berperan sebagai pendukung program lembaga induknya. (Suwarno, 2013)
2
FUNGSI PERPUSTAKAAN
Terdapat beberapa fungsi perpustakaan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat menurut Sulistyo Basuki (1991, hh. 27-28). Oleh karena itu, eksistensi perpustakaan di masyarakat tetap dipertahankan. Adapun fungsi perpustakaan di masyarakat tersebut adalah. a. Sebagai Sarana Simpan Karya Manusia Perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan karya manusia, khususnya karya cetak seperti buku, majalah, dan sejenisnya serta karya rekaman seperti kaset, piringan hitam, dan sejenisnya. Perpustakaan berfungsi sebagai “arsip umum” bagi produk masyarakat berupa buku dalam arti luas. Dalam kaitannya dengan fungsi simpan, perpustakaan bertugas menyimpan khazanah budaya hasil masyarakat. Salah satu jenis perpustakaan yang benar-benar berfungsi sebagai sarana simpan ialah Perpustakaan Nasional. b. Fungsi Informasi Perpustakaan menyediakan informasi untuk pemustaka (user) dalam memperoleh informasi yang diinginkan. Informasi yang diminta dapat berupa informasi mengenai tugas sehari-hari, pelajaran maupun informasi lainnya. Dengan koleksi yang ada, perpustakaan harus berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan ke perpustakaan. c. Fungsi Rekreasi Perpustakaan menyediakan koleksi yang dapat menghibur dan menghilangkan kebosanan. Masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan cara membaca dan bacaan ini disediakan oleh perpustakaan. Fungsi rekreasi ini tampak nyata pada Perpustakaan Umum. d. Fungsi Edukasi (Pendidikan) Perpustakaan merupakan sarana pendidikan formal dan informal, artinya perpustakaan merupakan tempat belajar di luar bangku sekolah maupun juga tempat belajar dalam lingkungan pendidikan sekolah. Dalam hal ini yang berkaitan dengan pendidikan nonformal ialah Perpustakaan Umum, sedangkan yang berkaitan dengan pendidikan formal ialah Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan
Perguruan Tinggi. Perpustakaan mempercepat penguasaan dalam bidang pengetahuan dan teknologi baru. Dalam memberikan layanannya, perpustakaan ditujukan bagi semua lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang. e. Fungsi Kultural Perpustakaan merupakan tempat untuk mendidik dan mengembangkan apresiasi budaya masyarakat. Pendidikan ini dapat dilakukan dengan cara menyelenggarakan pameran, ceramah, pertunjukan kesenian, pemutaran film, bahkan bercerita untuk anak-anak. Dengan cara demikian masyarakat dididik mengenal budayanya. Budaya di sini memiliki arti segala ciptaan manusia. f. Fungsi Penelitian Artinya sumber-sumber informasi yang ada di dalam perpustakaan dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian (Lasa, 2009, h. 13).
3
PERPUSTAKAAN IDEAL
Menurut Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007, perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan uraian dari UURI tersebut terdapat satu benang merah yang dapat ditarik bahwa perpustakaan adalah tempat untuk melayankan informasi melalui koleksi bahan pustaka yang dimilikinya. Keberadaan suatu perpustakaan adalah untuk memberdayakan masyarakat agar memiliki kesadaran informasi yang baik. Kesadaran akan arti penting informasi inilah yang lazim disebut dengan literasi informasi. Perpustakaan yang ideal pada dasarnya adalah sebuah perpustakaan yang mampu memberdayakan masyarakat. Perpustakaan yang mampu melakukan revolusi minat baca pada masyarakat. Mampu mengubah karakter masyarakat dari tidak suka membaca menjadi suka membaca. Mengubah masyarakat tuna informasi menjadi masyarakat yang berliterasi atau melek informasi. Untuk itu sebuah perpustakaan yang ideal harus memiliki karakteristik sebagai berikut. a. Struktur kelembagaan yang kuat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan hanya mengatur kelembagaan perpustakaan secara normatif. Selama ini aspek kelembagaan perpustakaan masih belum jelas, masih menumpang pada peraturan perundangan lain. Untuk mewujudkan aspek kelembagaan yang kuat, peraturan pelaksana (dalam bentuk Peraturan Pemerintah) perlu secara tegas menentukan status eselon bagi masing-masing jenis perpustakaan. Perpustakaan Umum Provinsi berbentuk Badan (Eselon II A), Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota Berbentuk Kantor (Eselon III A), Perpustakaan Umum Kecamatan berbentuk UPTD (Eselon IVA), Perpustakaan Desa dan Sekolah ber-Eselon IV B. Dengan aturan semacam ini perpustakaan akan lebih diperhatikan oleh pemerintah daerah dan peluang untuk mendapat anggaran yang memadai akan semakin besar. b. Memiliki desain ruang yang menarik. Selama ini ruang perpustakaan terkesan sebagai ruang yang serius dan kaku. Padahal perpustakaan dapat didesain dengan menarik dan terkesan santai. Perpustakaan dapat didesain seperti tata ruang sebuah kafe. Penuh pernik-pernik dan warna yang kontras.Perpustakaan juga dapat menghadirkan taman dalam ruang baca. Kehadiran taman ini diharapkan akan semakin membuat pemustaka betah untuk melakukan aktivitas membaca, diskusi, belajar, dan mendengarkan musik di perpustakaan. Desain ruang yang menarik tak harus mahal. Semua jenis perpustakaan dari yang besar, menengah, bahkan yang tergolong pas-pasan dapat melakukan hal ini. Perpustakaan yang sederhana jika melakukan desain interior yang optimal akan mampu mengubah citra perpustakaan menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi sekaligus dirindukan oleh penggemarnya. c. Memiliki koleksi yang variatif sesuai keinginan pemustaka. Semakin bervariasi koleksi sebuah perpustakaan akan semakin menarik hati pemustaka. Menu sajian perpustakaan yang lengkap akan berpeluang besar untuk menghadirkan pemustaka dari berbagai lapisan masyarakat. Galileo Gallilei pernah mengatakan,“Anda tidak bisa mengajari sesuatu kepada seseorang, melainkan Anda hanya dapat membantu orang itu menemukan sesuatu dalam dirinya”. Perpustakaan
hadir untuk mendobrak belenggu yang merantai minat baca masyarakat. Belenggu minat baca masyarakat bersumber pada tiga hal. Pertama, belenggu genetika. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak suka membaca cenderung akan melahirkan anak-anak yang juga tidak suka membaca. Inilah yang disebut dengan tingkah laku imitasi. Seorang anak akan meniru kebiasaan orang tua.Kedua, belenggu sekolah. Orientasi pendidikan di sekolah yang saat ini mengutamakan kelulusan dalam ujian akhir nasional secara tidak langsung akan mematikan minat baca peserta didik. Demi menggapai kelulusan dalam beberapa mata pelajaran yang di –UN- kan, peserta didik menempuh cara praktis dengan mengikuti bimbingan belajar model “drilling soal“. Model pembelajaran semacam ini memasung kreativitas dan inovasi peserta didik yang hanya bisa didapat dengan proses membaca. Ketiga, belenggu pergaulan. Pergaulan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk membentuk karakter seseorang. Teman bermain di sekolah maupun di rumah yang tidak suka membaca akan mengakibatkan seseorang juga tidak suka membaca. Ketiga macam belenggu tersebut akan mampu dibuka oleh perpustakaan jika perpustakaan bersikap permisif dan terbuka terhadap segala hobi, kesenangan, dan kebiasaan yang ada di masyarakat.Perpustakaan ideal ialah perpustakaan yang mampu melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk membangkitkan potensi membaca yang ada di masyarakat. Pendekatan ini disesuaikan dengan kegemaran, hobi, kesenangan, dan kebiasaan yang ada di masyarakat. d. Peningkatan kualitas dan kuantitas pustakawan Pustakawan yang berkualitas ialah pustakawan yang mampu berperan sebagai agen informasi, ilmuwan, dan pendidik. Sebagai ilmuwan, pustakawan harus mampu memberdayakan informasi bukan sekadar melayankan informasi. Andy Alayyubi (2001) mengungkapkan bahwa pustakawan yang ideal selain profesional ia juga seorang ilmuwan.Selain itu, salah satu kendala utama dalam pengembangan perpustakaan di tanah air adalah masih minimnya jumlah pustakawan. Cukup banyak perpustakaan sekolah yang belum memiliki tenaga pustakawan. Pemerintah perlu menyelesaikan masalah ini dengan mengangkat pustakawan kontrak. Kalau untuk memenuhi kekurangan tenaga pengajar pemerintah mengangkat guru kontrak, apa salahnya jika sekarang pemerintah mengangkat pustakawan kontrak. Karena kebutuhan dunia pendidikan terhadap tenaga pengajar hakekatnya sama pentingnya dengan kebutuhan perpustakaan sekolah terhadap pustakawan. e. Mempunyai layanan yang berkualitas. Karakteristik layanan yang baik ini dapat dirangkum dalam akronim COMFORT, yaitu Caring (peduli), Observant (suka memperhatikan), Mindful (hati-hati/cermat), Friendly (ramah), Obliging (bersedia membantu), Responsible (tanggung jawab), dan Tacful (bijaksana). Untuk mewujudkan hal tersebut layanan otomasi perpustakaan merupakan suatu keniscayaan. Biaya bukanlah penghalang karena saat ini sudah ada program otomasi perpustakaan yang bersifat open source, seperti PS Senayan.Selain itu, perpustakaan perlu meningkatkan ragam layanan perpustakaan. Ragam layanan ini antara lain. Pertama, membentuk klub pembaca. Perpustakaan dapat memfasilitasi pembentukan kelompok pembaca, klub buku, kelompok penggemar buku, maupun kelompok diskusi berdasarkan selera pembaca terhadap buku-buku tertentu. Termasuk dalam klub baca ini adalah pembentukan keaksaraan fungsional untuk menekan angka buta huruf di Indonesia. Kedua, membentuk klub penulis. Pembukaan layanan khusus tentang kepenulisan ini sangat penting, mengingat budaya menulis merupakan tindak lanjut dari budaya membaca yang menjadi misi perpustakaan. Mengembangkan budaya baca tanpa diikuti dengan budaya tulis, ibarat “membangun rumah tanpa atap”, sangat rentan terhadap terpaan angin budaya lainnya. Ketiga, membuka layanan lifeskill/kecakapan hidup. Hal ini dapat ditempuh dengan membuka aneka kursus di perpustakaan. Kursus komputer, Bahasa Inggris, jarimatika/sempoa, dan elektronika akan menjadi menu layanan yang menyenangkan di perpustakaan. Sehingga setelah membaca buku-buku tentang pengembangan kecakapan hidup dapat langsung mempraktikkan di perpustakaan juga. Keempat, membuka layanan hotspot. Layanan hotspot dengan memberi akses internet gratis akan memudahkan pemustaka untuk mendapatkan informasi secara optimal di perpustakaan. Kelima, membentuk klub blogger. Saat ini aktivitas ”ngeblog” sudah cukup menjamur di tanah air. Bahkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah blogger yang cukup banyak. Aktivitas ”ngeblog” yang sangat berkaitan dengan dunia baca-tulis sudah selayaknya dilakukan di perpustakaan.
Keenam, membuka layanan perpustakaan secara online. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat blog perpustakaan di dunia maya. Blog perpustakaan ini merupakan salah satu media yang cukup murah-meriah untuk membentuk jaringan kerja-sama antarperpustakaan. Ketujuh, membuka layanan galeri seni budaya. Perpustakaan dapat menjadi salah satu pusat kebudayaan masyarakat dengan menggelar secara periodik seni tari, musik, teater, mendongeng (story telling) dan puisi. (Saputro, 2012)
4
LITERASI INFORMASI
Literasi informasi yang digunakan di sini merupakan terjemahan kata information literacy. Sebelum ini istilah yang digunakan dalam Bahasa Indonesia adalah melek huruf, kemelekan huruf (Glosarium, 2007) namun istilah yang diterima di kalangan pustakawan adalah literasi (Sulistyo-Basuki).Pada mulanya Litercy mempunyai arti kemampuan membaca dan menulis.Akan tetapi, ada beberapa jenis literasi, antara lain: audiovisual literacy (literasi audiovisual),print literacy (literasi bahan tercetak), computer literacy (literasi terhadap komputer), media literacy (literasi terhadap media), web literacy (literasi terhadap web), technical literacy (literasi terhadap hal-hal teknis), functional literacy (literasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan fungsional), library literacy(literasi terhadap perpustakaan) dan information literacy (literasi informasi), dan lain-lain. Dari jenis-jenis literasi tersebut dapat dilihat bahwa fokus dari literasi adalah membuat orang mempunyai kesadaran akan arti pentingnya membaca dan menulis dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Literasi informasi merupakan kombinasi dari semua konsep yang melatarbelakangi adanya jenis-jenis literasi. Menurut American Library Association, literasi informasi adalah kemampuan untuk "recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information" ("mengenali kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan secara efektif informasi yang dibutuhkan") (ACRL, 2000, h. 1). Dari pernyataan ini menunjukkan bahwa tujuan dari literasi informasi adalah keasadaran orang terhadap kebutuhan informasi pada tempat dan waktu yang tepat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan secara efektif informasi yang dibutuhkan. American Library Association ‘Presidential Committeeon Information Literacy’menjelaskan bahwa literasi informasi (1989) adalah "Ultimately, information literate people are those who have learned how to learn. They know how to learn because they know how knowledge is organized, how to find information, and how to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or decision at hand." Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa orang yang melek terhadap informasi adalah orang yang telah belajar bagaimana caranya belajar. Mereka tahu bagaimana untuk belajar karena mereka tahu bagaimana pengetahuan terorganisir, bagaimana menemukan informasi, dan bagaimana menggunakan informasi sedemikian rupa sehingga orang lain dapat belajar dari mereka. Mereka adalah orang-orang yang selalu siap untuk belajar sepanjang hayat, karena mereka selalu dapat menemukan informasi yang dibutuhkan untuk setiap tugas yang telah diputuskan. Unsur-unsur literasi informasi didefinisikan oleh Bundy (2004) yang terdiri atas tiga unsur. Adapun tiga unsur tersebut adalah. 1. Keterampilan umum: a) pemecahan masalah; b) kolaborasi; c) kerjasama dalam tim; d) komunikasi; dan e) berpikir kritis. 2. keterampilan Informasi: a) pencarian informasi; b) penggunaan informasi; dan c) penguasaan terhadap teknologi informasi. 3. Nilai-nilai dan keyakinan: a) dapat menggunakan informasi dengan bijak dan etis; dan b) mempunyai tanggung jawab sosial & partisipasi masyarakat.
Bruce (1997) telah menetapkan beberapa konsep yang mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan dengan literasi (melek) informasi, antara lain: 1) literasi terhadap komputer; 2)literasi terhadap teknologi informasi; 3)mempunyai keterampilan dalam mengakses perpustakaan; 4) memiliki keterampilan dalam melakukan pencarian informasi; dan 5)mempelajari bagaimana cara belajar. Menurut Californian University Information literacy fact sheet (2000) (dalam Ranaweera, n.d., h.3); literasi informasi individual memungkinkan untuk: 1) menentukan sejauh mana informasi yang dibutuhkan; 2) mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien; 3) mengevaluasi informasi dan sumber-sumber informasi secara kritis; 4) memasukkan informasi terpilih menjadi satu basis pengetahuan; 5) menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu; serta 6) memahami isu-isu ekonomi, hukum, dan sosial yang melingkupi penggunaan dan pengaksesan informasi secara etis dan legal. Adapun konsep literasi informasi yang dikemukakan oleh Jasus (2006) tersusun dari beberapa konsep dasar perpustakaan, seperti: library instructions(instruksi perpustakaan), bibliographic education (pendidikan bibliografi), user education (pendidikan pemustaka/pengguna), dan information literacy pragrammes(program-program literasi informasi).
Gambar 1. Konsep Literasi Informasi
Bundy, (2004) mendefinisikan hubungan antara literasi informasi dan belajar sepanjang hayat adalah, “dasar untuk belajar mandiri dan belajar seumur hidup”. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah.
Gambar 2. Hubungan antara Literasi Informasi dan Belajar Seumur Hidup
5
PERAN PERPUSTAKAAN DALAM MENDUKUNG PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MENYONGSONG MASYARAKAT ASEAN 2015
ASEAN Community atau dalam bidang ekonomi lebih dikenal sebagai ASEAN Economic Community (AEC) merupakan sebuah komunitas yang beranggotakan 10 negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN demi terwujudnya ekonomi yang terintegrasi. Negara-negara yang tergabung dalam AEC memberlakukan sistem single market atau pasar tunggal terbuka untuk melakukan perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja. AEC direncakan terbentuk pada tahun 2015. 5.1 Masalah atau Tantangan Dengan diberlakukannya AEC tiap-tiap negara akan terintegrasi dalam bidang produksi untuk meningkatkan efisiensi. Kerjasama pelaku produksi antarnegara akan semakin berkembang untuk menciptakan efisiensi dengan nilai tinggi. AEC akan meningkatkan nilai kompetitif negara-negara ASEAN untuk menyediakan produk yang memiliki kualitas tinggi. Produk berkualitas tinggi akan menghimpit yang berkualitas rendah dan lama kelamaan akan ditinggalkan konsumen. "Misal, Jawa Barat dianggap sebagai provinsi dengan industri tekstil yang cukup bagus. Namun, upah pekerja Indonesia dengan kualitas yang sama lebih tinggi daripada Vietnam. Tentu sang pelaku industri akan lari ke Vietnam. Lalu produk akhirnya akan tetap dipasarkan di Indonesia".Tidak semua potensi dari kesepeluh negara yang tergabung dalam AEC sama, Indonesia menempati posisi yang dominan. Indonesia dominan dalam hal populasi (60% populasi ASEAN adalah warga Indonesia), luas wilayah, dan pasar yang besar. Sesuai dengan tema yang diangkat, posisi tersebut dapat menjadi masalah atau tantangan bangsa.Menurut Faisal (dalam Nida, 2014), saat ini setidaknya terdapat beberapa permasalahan ekonomi yang perlu dibenahi Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari defisitnya neraca perdagangan ekspor dan impor yang dimulai di tahun 2007 dan 2008. Defisit tersebut ditenggarai oleh permasalahan ekonomi regional di Indonesia. Komunitas ekspor Indonesia masih bergantung pada barang mentah dan setengah jadi, sedangkan barang impor yang masuk ke Indonesia rata-rata produk akhir atau produk yang telah diolah. Masalah berikutnya, perdagangan jasa antara Indonesia dan ASEAN juga masih defisit. Sektor transportasi bisa dibilang sektor yang mendorong defisit. Misalnya, Indonesia melakukan ekspor, tapi jasa yang digunakan untuk kegiatan ekspor masih menggunakan kapal asing. Pada saat AEC telah terbentuk, persaingan tenaga kerja di wilayah ASEAN akan lebih luas. Maka, tuntutan akan SDM yang berkualitas dalam segala hal menjadi suatu kewajiban baru. Menurut data, hampir 67% atau 2/3 penduduk Indonesia berpendidikan akhir SMP ke bawah. Jauh dibandingkan dengan negara lain, seperti Singapura, Malaysia, dan Filiphina yang 80% lulusannya berpendidikan akhir SMA dan pendidikan tinggi. 5.2 ASEAN Political-Security Community dan ASEAN Socio-Cultural Community ASEAN Community tidak hanya berdampak pada sektor perekonomian, dengan terbentuknya pasar yang terbuka juga akan mempengaruhi politik dan sosial-budaya negara masing-masing. Untuk itu dibentuk komunitas ASEAN Political-Security Community dan ASEAN Socio-cultural Community.
Komunitas Politik dan Keamanan diharapkan bisa mengatasi segala permasalahan yang menyangkut masalah politik dan keamanan di negara ASEAN. Contoh, kasus perselisihan tapal batas antara Indonesia dengan Malaysia misalnya blok ambalat yang diperselisihkan dulu. Komunitas Sosial dan Budaya diharapkan akan menjawab permasalahan yang ada. Misalnya, kasus klaim kebudayaan suatu bangsa antarnegara ASEAN, hal tersebut akan diselesaikan dengan ASEAN Socio-cultural Community. (Nida, 2014) 5.3 Peran Perpustakaan dalam Mendukung Pendidikan sebagai Upaya Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Menghadapi Asean Community 2015 Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusianya. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, dimungkinkanuntuk berpikir kritis, kreatif, dan produktif. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan mendengar dan minat baca yang besar. Apabila membaca sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat, maka jelas informasi dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Dalam kaitan inilah perpustakaan dan pelayanan perpustakaan harus dikembangkan sebagai salah satu instalasi untuk mewujudkan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan merupakan bagian yang vital dan besar pengaruhnya terhadap mutu pendidikan. Dalam menghadapi Asean Community 2015 dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam segala bidang. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan penentu mutu dari kemampuan anak bangsa.Dan perpustakaan menjadi ruh sempurnanya pendidikan. Perpustakaan sebagai jantung dalam pendidikan sebaiknya tidak dipandang sebelah mata. Sehingga eksistensi perpustakaan dalam masyarakat tetap harus dipertahankan karena perpustakaan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Untuk mewujudkan fungsi-fungsi tersebut, perpustakaan harus dapat menjadi perpustakaan yang ideal. Dengan adanya perpustakaan yang ideal bagi masyarakat penggunanya dapat dijadikan sebagai basis penumbuhan minat baca masyarakat. Sehingga diharapkan literasi informasi pada masyarakat menjadi terwujud. Dengan adanya kesadaran akan informasi (information awareness), maka Asean Community 2015 dapat dipastikan menjadi tantangan bukan masalah bagi Indonesia.
6
KESIMPULAN
Perpustakaan dan pendidikan seperti dua sisi mata uang. Keduanya akan bernilai jika keduanya ada. Begitu pula perpustakaan dengan informasi dan pengetahuan. Karena informasi dan pengetahuan yang berkualitas merupakan penentu keeksitensian perpustakaan. Agar perpustakaan tetap terjaga eksistensinya, maka perpustakaan harus mampu menjadi perpustakaan ideal bagi pemustaka/pengguna (user). Sehingga semua fungsi dari perpustakaan menjadi terpenuhi. Jika perpustakaan ideal sudah terwujud, diharapkan minat baca masyarakat menjadi semakin meningkat. Seiring meningkatnya minat baca, literasi informasi (melek informasi)/kesadaran informasipun ikut meningkat di kalangan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, sumber daya manusia di Indonesia semakin siap menjadikan masyarakat Asean 2015 sebagai tantangan bukan sebagai permasalahan.
Referensi ACRL (Association of College and Research Libraries). (2000). Information Literacy. [Internet] Available from:
[accessed: 21 Desember 2014]. Alayyubi, Andy. (2001). Pustakawan, Ilmuwan, dan Dialog Interaktif Metro TV. [Internet]. Available from:
[Accessed: 20 Desember 2014].
American Library Association. (1989). Presidential Committee on Information Literacy. Final Report. Chicago: American Library Association. Basri, Irwan. (2011). Antara Perpustakaan dan Lembaga Pendidikan. Kompasiana, 21 November 2011 [Internet]. Available from: [Accessed: 23 Desember 2014]. Bruce, Christine. (1997). The Seven Faces of Information Literacy. Adelaide: Auslib Press. Bundy, A. (2004). Australian and New Zealand Information Literacy Framework Principles, Standards and Practice, 2nd ed. Adelaid: Australian and New Zealand Institute Information Literacy. Lasa Hs. (2009). Manajemen Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Pinus. Lau, Jasus. (2006). Guidelines on Information Literacy for Lifelong Learning.Den Haag, Netherlands: IFLA. Nida. (2014). Kesiapan Indonesia Menuju Asean Community 2015. Berita Institut Teknologi Bandung. [Internet]. Available from: [accessed: 19 Desember 2014]. Pusat Bahasa. (2007). Glosarium Istilah Asing-Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Ranaweera, Prasanna. (n.d.). Importance of Information Literacy skills for an Information Literate society. Colombo: National Institute of Library & Information Sciences, University of Colombo. Saputro, Romy Febrianto. (2012). Menuju Perpustakaan Ideal sebuah Perpustakaan yang Memberdayakan.Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perpustakaan [Internet]. Available from: [accessed: 22 Desember 2014]. Suherman. (2009). Perpustakaan sebagai Jantung Sekolah. Bandung: Mutiara Qolbun Salim. Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sulistyo-Basuki. (2013). Literasi Informasi dan Literasi Digital.Sulistyo-Basuki’s Blog: Library and Information Science [Internet blog]. Available from: [accessed: 21 Desember 2014]. Suwarno, Wiji. (2013). Perpustakaan dan Pendidikan (Pergeseran Paradigma). Wiji Suwarno, STAIN Salatiga. [Internet blog]. Available from: [accessed: 20 Desember 2014]. UURI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta, Presiden Republik Indonesia.