PERAN PENYUNTING BUKU TERJEMAH ARAB-INDONESIA DALAM DUNIA PENERBITAN (Studi Kasus Penerbit Serambi) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh Herawati NIM: 103024027544
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagian penyuntingan merupakan inti sebuah penerbitan. Fungsi utamanya adalah mengembangkan pernaskahan. Di bagian inilah bahan baku penerbitan, yaitu naskah, diolah dan dipersiapkan sehingga naskah yang tadinya masih mentah menjadi siap dan layak untuk diterbitkan.1 Dalam aktifitas penerbitan buku, penyuntingan naskah menjadi mata rantai kedua yang menentukan suksesnya sebuah buku setelah pengadaan naskah. Tanpa penyuntingan yang baik, sebuah naskah tidak mungkin menggugah keinginan membaca seseorang. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya (1) judul yang menarik; (2) isi buku yang dibutuhkan; (3) kemasan yang baik; (4) promosi yang gencar; (5) penulis yang terkenal.2 Apabila harapan terhadap buku yang enak dibaca dan minus dari kesalahan tidak dapat terpenuhi maka keinginan baca seseorang akan mati yang kemudian diikuti oleh lunturnya kepercayaan kepada institusi penerbitan. Karena itu, penyuntingan naskah pun menjadi sangat penting sebagai aktifitas inti dalam proses editorial. Seorang penyunting harus melayani tiga konstituen yang memiliki kepentingan dan pengaruh dalam penerbitan buku. Ketiga konstituen itu adalah (1) penulis (author) yaitu orang yang menulis atau menyusun naskah; (2) penerbit yaitu institusi atau perusahaan yang membiayai penerbitan dan percetakan buku; (3) pembaca sasaran yaitu masyarakat yang menjadi target 1
Sofia Mansoor-Niksolihin, Pengantar Penerbit, (Bandung: Penerbit ITB, 1993), h. 44. Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku, (Jakarta: IKAPI DKI, 2005), h. 9. 2
pembaca dari buku yang diterbitkan. Oleh karena itu, untuk memenuhi ketiga konstituen itu, penyunting harus bersifat fleksibel dengan kemampuan negosiasi dan komunikasi antar personal dengan baik,3 khususnya kepada semua pihak yang terkait dengan ketiga konstituen itu. Dalam
proses penerbitan buku, tugas penerbit adalah menyampaikan
gagasan dan informasi dari pengarang kepada pembaca buku. Setelah mendapatkan naskah yang isi dan penyajiannya sudah baik, penerbit membantu pengarang agar karyanya dapat lebih enak dan mudah diterima oleh pembaca sasaran melalui proses editing dan penyuntingan naskah. Artinya, penyuntingan naskah itu sangat diperlukan, karena pada umumnya naskah dari pengarang belum siap untuk langsung diproduksi atau diterbitkan. Aktor di balik sebuah buku bukan hanya pada penulis atau pengarang saja. Namun, seorang penyunting dan editor juga memiliki peranan yang penting. Penyunting dan editor ibarat pemeran pembantu yang juga menentukan suksesnya sang aktor utama. Akan tetapi, namanya kadang tercantum dan kadang tidak tercantum dalam riwayat sebuah buku (halaman copyright). Penyunting naskah tentu memiliki peran yang sangat penting. Bahkan, dia merupakan tulang punggung penerbit dan bertanggung jawab atas mutu terbitan. Ironisnya, meski penyuntingan begitu penting, namun belum banyak penerbit di Indonesia yang memiliki penyunting handal, sehingga hal itu mempengaruhi proses kerja penyuntingan dan berdampak pula pada naskah yang disuntingnya.
3
Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku,h. 10.
Banyak anggapan masyarakat dan penerbit yang mengira bahwa penyuntingan adalah pekerjaan yang menyangkut masalah kebahasaan saja. Karenanya, penerbit sudah merasa cukup mempunyai tenaga lepas yang dapat dimintai bantuannya sewaktu-waktu saja. Padahal peran dan kontribusi seorang penyunting sangat penting dalam meningkatkan mutu terbitan. Selain itu, background seorang penyunting juga sangat mempengaruhi proses kerjanya sebagai seorang penyunting. Beranjak dari masalah itulah, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang sejauh mana peran penyunting naskah terjemah Arab-Indonesia dalam dunia penerbitan di Indonesia sehingga mereka mampu meningkatkan mutu terbitan melalui proses penyuntingan. Oleh karena itu, penelitian yang akan penulis garap berjudul “Peran Penyunting Buku Terjemah Arab-Indonesia Dalam Dunia Penerbitan Di Indonesia: Studi Kasus Penerbit Serambi.” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk mempermudah penelitian dan menghindari perluasan masalah, maka penulis membatasi masalah penelitian ini mengenai peran penyunting buku terjemah Arab-Indonesia dalam dunia penerbitan di Indonesia, khususnya di penerbit Serambi yang merupakan salah satu penerbit buku islami terbesar di Jakarta. Penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana peran penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi?
2. Bagaimana proses kerja penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi? 3. Kendala apa saja yang dihadapi penyunting buku terjemah Arab-Indonesia dalam proses penyuntingan serta solusi yang ditempuh di penerbit Serambi? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui peran penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi. 2. Mengetahui proses kerja penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi. 3. Mengetahui kendala apa saja yang dihadapi penyunting buku terjemah Arab-Indonesia dalam proses penyuntingan serta solusi yang ditempuh di penerbit Serambi. Manfaat penelitian ini adalah penulis ingin memberikan informasi mengenai peran, kontribusi, dan proses kerja penyuntingan naskah terjemah Arab-Indonesia secara umum; khususnya berdasarkan prosedur di Penerbit Serambi. Dengan harapan penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa Terjemah atau siapa saja yang ingin mengasah kemampuannya untuk terjun ke dalam dunia penyuntingan. D. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode eksploratif, yaitu dengan cara mengumpulkan data yang terkait dengan masalah yang diteliti. Setelah itu, penulis mendeskripsikan masalah tersebut sesuai dengan data yang
ada sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian. Selain itu, penulis juga melakukan kajian pustaka (library research), mengadakan wawancara, dan melakukan observasi ke penerbit Serambi. Secara teknis, penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Font yang digunakan dalam penulisan ini adalah Times New Roman dengan ukuran 12 dan penulisan footnote pada setiap bab dimulai dengan nomor baru. E. Sistematika Penulisan Agar penulisan skripsi ini dapat terarah dan sistematis, langkah yang penulis tempuh adalah sebagai berikut: Bab I:
Pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II:
Wawasan dunia penerbit dan penyuntingan. Pembahasannya meliputi (1) wawasan dunia penerbit, terdiri dari definisi penerbit dan tugas penerbit. (2) Penyuntingan, terdiri dari definisi penyuntingan naskah, langkah-langkah penyuntingan naskah, prinsip kerja penyuntingan naskah, jenis penyunting, kode etik penyunting naskah, dan perbedaan penyunting naskah dengan posisi yang lain.
Bab III:
Profil penerbit Serambi. Bab ini terdiri dari sejarah singkat penerbit Serambi, visi dan misi penerbit Serambi, dan Organisasi penerbit Serambi.
Bab IV:
Penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi. Bab ini memaparkan tentang peran penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi, background pendidikan penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi, proses kerja penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi, kendala penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi dalam penyuntingan naskah terjemah, dan contoh analisis penyuntingan di penerbit Serambi.
Bab V:
Penutup berisi kesimpulan
BAB II WAWASAN DUNIA PENERBITAN DAN PENYUNTINGAN A. Wawasan Dunia Penerbitan 1. Definisi Penerbit Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata penerbit berada di bawah kata terbit. Kata terbit antara lain berarti keluar untuk diedarkan (tentang surat kabar, buku, dsb). Kata penerbit sebagai bentukan kata terbit berarti orang atau perusahaan yang menerbitkan buku, majalah, dsb.4 Menurut Kurniawan Abdullah selaku Chief Editor di Penerbit Serambi bahwa definisi penerbit secara konvensional adalah sebuah perusahaan untuk menghasilkan buku kemudian mendistribusikannya. Menurutnya, penerbit yang ideal adalah pertama, penerbit yang mampu membaca dengan baik apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ia tidak hanya menjadi trend follower, melainkan menjadi trend setter. Kedua, penerbit adalah sebuah lembaga yang bisa menjadikan aktifitas penerbitannya sebagai media dalam misi islami, khususnya untuk penerbit islami.5 Pada umumnya, penerbit adalah sebuah perusahaan yang menyediakan sumber daya manusia, bahan baku, dan modal untuk memproduksi barang. Salah satu produk yang dihasilkan oleh penerbit adalah buku.6 Penerbit buku adalah sebuah badan usaha resmi yang khusus bergerak di bidang penerbitan, penggandaan, dan pemasaran buku. 4
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1182. 5 Wawancara Pribadi dengan Kurniawan Abdullah, Jakarta, 15 Juni 2007. 6 Dadi Pakar, Bagaimana dan Mengapa Penerbitan Buku: Pengantar Ihwal Penerbitan, (Jakarta: IKAPI DKI, 2005), h. 17.
Buku adalah produk intelektual, karena isinya merupakan hasil pemikiran seseorang. Bahkan, ketika proses penyuntingan pun diperlukan kegiatan intelektual para penyunting. Buku juga dikatakan produk seni, karena proses penyuntingan sering dikatakan sebagai kegiatan seni menyunting, selain itu ketika memproduksi buku diperlukan unsur-unsur seni seperti desain cover maupun ilustrasi isi buku. Buku juga dikatakan sebagai produk industri, karena tahap produksinya melibatkan teknologi dan mesin. Bahkan, buku juga merupakan produk ekonomi, karena merupakan barang dagangan.7 2. Tugas Penerbit Untuk menjalankan usaha penerbitan, diperlukan sumber daya manusia dan organisasi, serta cara kerja tertentu dalam menangani masing-masing bagian penerbitan. Oleh karena itu, sebuah penerbit harus memiliki bagianbagian khusus untuk menangani semua tahap penerbitan buku. Secara umum, bagian tersebut terhimpun dalam tiga bagian, yaitu:8 a. Bagian Editorial Tugas bagian editorial atau bagian redaksi adalah: 1) Mendapatkan dan mempertimbangkan naskah. Pada bagian editorial—dalam hal ini adalah Editor Pemeroleh Naskah (Acquisition Editor)—akan menerima naskah untuk dipertimbangkan apakah naskah tersebut layak diterbitkan atau tidak. Dalam pertimbangan itu juga diteliti apakah naskah itu memuat
hal
baru
yang
belum
diterbitkan
oleh
penerbit
bersangkutan atau penerbit lain. 7
Dadi Pakar, Bagaimana dan Mengapa Penerbitan Buku: Pengantar Ihwal Penerbitan,
h. 17 8
Ibid., h. 25.
2) Membuat perjanjian penerbitan. Apabila naskah yang diterima telah diputuskan untuk diterbitkan, maka diadakan perjanjian antara pengarang dan penerbit. Perjanjian tersebut mencakup penyerahan hak menerbitkan naskah dari pengarang kepada penerbit, serta hak dan kewajiban pengarang maupun penerbit. Perjanjian itu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan menjadi pegangan bagi kedua pihak dalam kerja sama tersebut. 3) Pengolahan naskah. Setelah mendapat naskah yang layak diterbitkan, bagian editorial menyiapkan naskah agar siap dicetak. Kegiatan itu disebut penyuntingan atau editing. Proses tersebut sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan menyempurnakan naskah yang diterima dari pengarang agar siap untuk diperbanyak menjadi buku. b. Bagian Produksi Bagian produksi bertanggung jawab terhadap produksi atau pembuatan buku dalam bentuk fisik. Pada beberapa penerbit, bagian produksi berhubungan dengan pihak-pihak luar yang membantu proses produksi buku, misalnya perusahaan setting, reprografi, dan separasi warna. Tugas bagian produksi dapat dirinci sebagai berikut: 1) Merancang bentuk buku. Apabila proses penyuntingan telah selesai atau dapat juga secara bersamaan, bagian produksi mulai merancang buku. Perancang
atau desainer buku menentukan bentuk, ukuran, tata letak, ilustrasi, cara penjilidan, jenis dan ukuran huruf, serta kertas sampul dan isi. Prinsip fisik buku harus efektif dalam menyampaikan isi buku dan efisien. Kemudian, naskah dan desain buku dikirim ke percetakan untuk diproduksi. 2) Memproduksi buku. Pada tahap produksi, naskah mengalami beberapa tahap, yaitu pracetak, tahap percetakan, dan tahap penyelesaian. Tahapan pertama adalah setting atau penyusunan huruf. Kemudian, hasil setting diperiksa oleh korektor untuk disesuaikan dengan isi naskah asli yang telah diedit. Tahap selanjutnya adalah lay out atau paste up, yaitu spenyusunan hasil setting digabungkan dengan ilustrasi, tabel, dan grafik untuk menjadi halaman-halaman buku. Lembaran-lembaran cetak yang terdiri dari jumlah halaman disusun sesuai dengan ukuran kertas dan mesin. Pekerjaan tersebut biasa disebut imposisi. Kemudian, dengan menggunakan lembaran plat cetak, lembaran halaman tersebut dicetak pada mesin cetak yang menghasilkan lembaran kertas bercetak. Lembaran cetak tesebut dinamakan katern, lalu dilipat-lipat sehingga diperoleh ukuran besar halaman buku secara berurutan. Lembaran-lembaran besar yang telah dilipat, kemudian disusun menurut urutan halaman isi buku agar diperoleh susunan
isi buku lengkap, lalu diberi jilid. Setelah dijilid, buku dirapikan dan dipotong tiga sisinya sehingga diperoleh buku jadi. Setelah selesai dicetak semua buku diserahkan ke penerbit dan percetakan dibayar atas jasanya mencetak buku. c. Bagian Pemasaran Buku yang telah selesai dicetak, ditangani oleh bagian pemasaran. Secara garis besar, tugas bagian pemasaran adalah melakukan promosi, distribusi, dan penjualan buku. Bagian inilah yang bertugas memperkenalkan buku kepada masyarakat, baik melalui pengiriman ke tempat-tempat penjualan atau melalui distributor. Secara terperinci, tugas penerbit adalah sebagai berikut:9 1) Mencari
naskah—penerbit
harus
meneliti
pasar
dan
memperkirakan buku apa yang perlu diterbitkan untuk mengisi kebutuhan pasar. 2) Mencari pengarang dan menyediakan diri untuk dicari pengarang. 3) Meneruskan hasil penelitian pasar kepada pengarang yang mungkin berminat untuk menulis buku tentang masalah yang diinginkan masyarakat. 4) Menilai
naskah
pengarang,
memperkirakan
biaya
untuk
menerbitkan naskah, dan memprediksikan kelarisannya. 5) Mengolah naskah sehingga memenuhi harapan pengarang dan pembaca.
9
Sofia Mansoor dan Niksolihin, Pengantar Penerbit, h. 8-9.
6) Menghubungi perancang dan percetakan yang sesuai dengan buku terbitannya. 7) Mempromosikan buku terbitannya kepada pembaca melalui media massa, distributor, ataupun toko buku. 8) Mengatur pengadaan dan penyimpanan buku dalam gudang sehingga memudahkan bila ada pemesanan. 9) Menjalin hubungan baik dengan jaringan penjualan buku. 10) Mengurus kontrak dengan pengarang dan membayarkan uang jasa kepadanya. B. Penyuntingan 1. Definisi Penyuntingan Naskah` Kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan menyunting (verba); penyunting (nomina); dan penyuntingan (nomina). Kata menyunting bermakna menyiapkan naskah menjadi siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan sistematika penyajian, isi, dan bahasa (meliputi ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit.10 Orang yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting. Kata penyuntingan bermakna proses atau cara menyunting; segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaaan menyunting; pengeditan.11 Dengan demikian, penyuntingan naskah adalah proses atau cara menyunting naskah.
10
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1106. 11 Ibid.
Istilah penyunting naskah lazim dipadankan dengan kopieditor yang berasal dari bahasa Inggris yaitu copyeditor. 12 Dalam dunia penerbitan buku di Indonesia, seorang penyunting naskah atau copyeditor lazim dianggap sebagai pembantu editor. Naskah yang sudah disetujui penerbit untuk diterbitkan akan diberikan kepada editor untuk disunting dari segi materi (substantial editing). Setelah itu, naskah diserahkan kepada penyunting naskah untuk disunting dari segi kebahasaan (mechanical editing).13 Penyunting naskah dalam dunia penerbitan buku menjadi pemberi saran instruksi penanganan naskah. Penyunting naskah berwenang melihat lebih jauh sebuah naskah atas kelayakan terbitnya sebuah naskah. Karenanya, penyunting naskah harus memiliki intuisi yang baik agar mengetahui kapan dia harus intervensi, kapan dia memutuskan sebuah naskah sudah cukup baik, dan kapan dia meminta penulis untuk memperbaiki naskah.14 Dengan demikian, tugas penyunting naskah dapat diperinci sebagai berikut: 15 a. Menyunting naskah dari segi kebahasaan (ejaan, diksi, dan struktur kalimat). b. Memperbaiki naskah dengan persetujuan penulis/pengarang. c. Membuat naskah enak dibaca dan tidak membuat pembaca bingung (memperhatikan keterbacaan naskah).
12
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2005), h. 8. 13 Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah, h. 9. 14 Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku ( Jakarta: IKAPI DKI, 2005), h. 30. 15 Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah, h. 9.
d. Membaca dan mengoreksi cetak coba (pruf). Selain itu, untuk menjadi seorang penyunting naskah ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya:16 a. Menguasai ejaan. b. Menguasai tatabahasa. c. Bersahabat dengan kamus. d. Memiliki kepekaan bahasa. e. Memiliki pengetahuan luas. f. Memiliki ketelitian dan kesabaran. g. Memiliki kepekaan terhadap SARA dan pornografi. h. Memiliki keluwesan. i. Memiliki kemampuan menulis. j. Menguasai bidang tertentu. k. Menguasai bahasa asing. l. Memahami kode etik penyuntingan naskah. 2. Langkah-langkah Penyuntingan Naskah Sebelum menyunting naskah, tentu ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh penyunting naskah. Demikian pula ketika dan sesudah naskah disunting. a. Pra-Penyuntingan Naskah Pra-penyuntingan naskah adalah proses mendeteksi awal kelemahankelemahan yang terdapat pada naskah. Proses ini biasa disebut baca pertama. Seorang penyunting akan melakukan proses baca cepat dan
16
Ibid., h. 15.
baca cerdas untuk mendeteksi naskah.17 Beberapa hal yang perlu diperhatikan penyunting sebelum menyunting naskah adalah: 1) Kelengkapan Naskah Sebelum menyunting naskah, penyunting naskah harus memeriksa terlebih dahulu kelengkapan naskah. Hal itu perlu dilakukan untuk mengetahui apakah semua unsur naskah sudah lengkap atau belum. Kelengkapan naskah meliputi (1) halaman judul naskah; (2) halaman prancis; (3) halaman utama; (4) halaman hak cipta (copyright); (5) halaman persembahan (dedikasi); (6) daftar isi; (7) daftar tabel; (8) daftar singkatan; (9) daftar lambang; (10) daftar ilustrasi/gambar; (11) prakata; (12) kata pengantar; (13) kata pendahuluan; (14) bab-bab; (15) daftar kata asing; (16) daftar istilah; (17) daftar pustaka (bibliografi); (18) lampiran; (19) indeks; dan (20) biografi singkat (biodata).
17
Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku, h. 19.
Berikut ini dilampirkan contoh form kelengkapan naskah sebuah penerbit di Jakarta.18 FORMULIR KELENGKAPAN NASKAH Judul naskah Penulis : Tebal Jenis naskah Bidang studi Untuk Tanggal terima Batas pertimbangan
: : : : : : :
No Unsur Naskah 1. Daftar isi 2. Prakata 3. Kata pengantar 4. Daftar tabel/gambar/ilustrasi 5. Gambar/ilustrasi 6. Keterangan gbr./ilustasi/tbl. 7. Judul bab 8. Subjudul bab 9. Sub-subjudul bab 10. Catatan kaki 11. Kepustakaan 12. Daftar istilah 13. Lampiran 14. Indeks 15. Biografi singkat 16. Nomor halaman 17. Foto penulis 18. Disket Catatan:
18
Ada
Tidak Ada
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah, h. 29.
Keterangan
2) Daftar Isi Setelah memeriksa unsur-unsur kelengkapan naskah, penyunting menyesuaikan daftar isi dengan isi buku. Proses itu dapat dibantu dengan menjawab pertanyaan seperti di bawah ini: a) Apakah daftar isi sudah sesuai dengan naskah? b) Bagaimana sistematika penulisan naskah? c) Apakah penulis menggunakan kata bab atau tidak? d) Apakah sistematika pada daftar isi sesuai dengan sistematika pada naskah? 3) Subbab dan Sub-subbab Penyunting naskah perlu memeriksa apakah penomoran subbab dan sub-subbab sudah serasi atau belum. Dalam hal ini, ada beberapa kemungkinan yang diterapkan penulis, misalnya: a) Angka Romawi (I, II, III, dan seterusnya). b) Angka Arab (1, 2, 3, dan seterusnya). c) Huruf Latin (A, B, C, dan seterusnya) 4) Ilustrasi/Tabel/Gambar Penyunting naskah harus memeriksa apakah naskah yang akan ditangani memuat ilustrasi, tabel, atau gambar. Jika ada, maka pada naskah tersebut perlu diberi tanda atau disiapkan ruangan. Jika sudah tersedia ilustrasi, tabel, atau gambar, perlu diperiksa juga apakah sudah ada teksnya (caption). Jika belum ada teksnya, hal itu perlu dicatat untuk dimintakan ke penulisnya.
5) Catatan Kaki Tidak semua naskah memiliki catatan kaki. Buku yang biasanya menggunakan catatan kaki adalah buku referensi dan buku untuk perguruan tinggi. Jika catatan kaki ini ada pada naskah, penyunting naskah perlu memperhatikan cara penempatannya dan mengetahui cara penulisannya. 6) Informasi Mengenai Penulis Sebelum mulai menyunting naskah, penyunting harus sudah memperoleh informasi mengenai penulis naskah. Bukan hanya informasi mengenai pendidikan dan latar belakangnya saja, tetapi juga wataknya. Ada tiga tipe penulis yang hendaknya perlu diketahui oleh penyunting, yaitu a) penulis yang gampang; b) penulis yang sulit; dan c) penulis yang sulit-sulilt gampang. 7) Membaca Naskah secara Keseluruhan Sebelum mulai memberikan tanda, membenarkan, dan mengoreksi naskah,
hendaknya
penyunting
membaca
naskah
secara
keseluruhan. Proses ini agar penyunting naskah memperoleh gambaran secara umum tentang apa dan bagaimana naskah yang akan disunting. b. Penyuntingan Naskah19 Pada dasarnya, tugas penyunting naskah adalah membuat sebuah naskah dapat dibaca, dipahami, dan dimaknai. Jadi, naskah yang sudah
19
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah, h. 37.
ditulis oleh penulis harus diolah kembali hingga menghasilkan naskah yang baik saat sampai ke tangan pembaca. Pada tahap kedua inilah tugas penyunting memeriksa dan memperbaiki bagian naskah dari segi kebahasaan. Dalam tahap ini, proses otak kiri membantu menjaga kebenaran buku secara substansial dan juga logika bahasa. Seorang penyunting adalah perantara penulis dan pembaca. Bagannya dapat dilihat sebagai berikut: Penulis
Penyunting
Pembaca
Untuk dapat melaksanakan penyuntingan naskah dengan baik, seorang penyunting naskah perlu memeriksa hal-hal berikut: 1) Ejaan Salah satu syarat menjadi seorang penyunting naskah adalah menguasai ejaan bahasa Indonesia yang berlaku saat itu. Tanpa menguasai ejaan, tidak mungkin seseorang bisa menyunting naskah dengan maksimal. Ejaan yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Ejaan ini mulai berlaku tanggal 17 agustus 1972 dan direvisi tanggal 9 September 1987. Kaidah ejaan ini telah diterbitkan dalam buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1987 edisi Balai Pustaka; 1993 edisi yang direvisi terbitan Grasindo). Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mengatur halhal sebagai berikut: a). Pemakaian huruf
b). Pemenggalan kata c). Pemakaian huruf kapital d). Pemakaian huruf miring e). Pemakaian tanda-tanda baca f). Penulisan kata g). Penulisan singkatan dan akronim h). Penulisan angka dan bilangan i). Penulisan unsur serapan 2) Tata bahasa Jika ejaan menyangkut hal-hal yang elementer (penulisan huruf, penulisan kata, penggunaan tanda baca, dan sebagainya), tata bahasa berkaitan dengan hal-hal yang lebih kompleks dan rumit, yaitu mengenai kata dan kalimat. Jika tidak menguasai ejaan, penyunting
akan
mengalami
kesulitan
untuk
menguasai
tatabahasa. Tatabahasa yang harus dikuasai oleh penyunting mencakup: a) Bentuk kata Seorang penyunting naskah tentunya harus memahami selukbeluk bentuk kata dalam bahasa Indonesia. Dia harus mengetahui mana yang termasuk bentuk yang baku, bentuk yang tidak baku, dan bentuk yang salah kaprah. Selain itu, dia juga harus memahami makna kata yang dipilihnya.
Berikut in ada beberapa bentuk kata dalam bahasa Indonesia, yaitu: (1). Bentuk sama, makna berbeda Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang sama bentuknya, tetapi berbeda artinya. Dalam hal ini penyunting harus lebih teliti untuk menentukan kata yang akan dipilihnya. Contoh: Mengarang (novel)
Mengarang (batu)
Menguap (air)
Menguap (tanda mengantuk)
Mengukur (tanah, jalan)
Mengukur (kepala)
(2). Bentuk mirip, makna bebeda Ada pula sejumlah kata yang mirip bentuk maupun bunyinya, sehingga membuat penyunting terkecoh jika tidak waspada. Contoh: kedelai
keledai
kelapa
kepala
lajur
jalur
pengalaman
pengamalan
penerbitan
penertiban
sah (resmi)
syah (raja)
salah
salak
pengajian (Alquran)
pengkajian (teknologi)
bawa
bahwa
gaji
gajih
(3). Bentuk yang benar an bentuk salah kaprah Selain itu, ada pula sejumlah kata dalam bahasa Indonesia yang sering salah penulisannya. Kesalahan ini sering terjadi karena pengaruh bahasa lisan atau kata dasarnya berasal dari bentuk yang keliru/salah. Dalam hal seperti ini, penyunting harus berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berikut ini ada sejumlah bentuk kata yang benar dan bentuk kata yang salah kaprah. Bentuk yang Benar
Bentuk yang Salah Kaprah
andal
handal
anutan
panutan
dimungkiri
dipungkiri
imbau
himbau
mengkritik
mengeritik
memproduksi
memroduksi
rapi
rapih
silakan
silahkan
tampak
nampak
b) Pilihan kata Dalam bahasa Indonesia, ada sejumlah kata yang maknanya mirip, namun bentuk dan pemakaiannya berbeda. Oleh karena itu, seorang penyunting naskah harus tahu betul perbedaan kata-kata tersebut. Berikut ini didaftarkan sejumlah kata yang sepintas maknanya mirip, tetapi bentuknya berbeda.
(1). Segala:
Film itu untuk segala umur
(2). Segenap:
Segenap lapisan masyarakat ikut merayakan Proklamasi Kemedekaan RI ke-60
(3). Seluruh: Seluruh ruangan kampus ini akan digunakan untuk ujian SPMB tahun 2007. (4). Semua:
Semua bertepuk tangan ketika Rektor UIN Jakarta
selesai
berpidato
di
Auditorium
Utama. c) Pemakaian kata tertentu Pada praktiknya, seorang penyunting naskah sering kali mengalami kesalahan kecil yang tampaknya tidak terlihat secara signifikan. Di antara kesalahan tersebut adalah penggunaan kata adalah/ialah, yaitu/yakni, antar-, beberapa, banyak, para, berbagai/pelbagai, saling, sedangkan, sehingga, dari/daripada, acuh, semena-mena, dan bergeming. d) Kalimat Tugas penyunting naskah adalah meluruskan kalimat naskah yang masih rancu agar mudah dipahami pembaca.oleh karena itu, penyunting harus mengetahui selub-beluk kalimat yang benar. Tanpa pengetahuan ini, kalimat rancu akan tetap menjadi rancu. Kalimat yang seharusnya digunakan oleh penyunting adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, yaitu kalimat yang terdiri dari subjek, predikat, objek, dan
keterangan (jika diperlukan). Selain itu, kalimat efektif juga menjadi pertimbangan penting dalam penyuntingan. Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada di dalam pikiran pembicara
atau
penulis.
Kalimat
seperti
ini
sangat
mengutamakan keefektifan informasi, sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin. Sebuah kalimat efektif memiliki ciri-ciri khas, yaitu kesepadanan struktur, kepararelan bentuk, kehematan kata, kecermatan penalaran, kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa.20 e) Pemenggalan judul Penyunting naskah perlu mengetahui dan memahami cara pemenggalan judul, judul bab, judul subbab, dan judul subsubbab. Meskipun terlihat bahwa pemenggalan judul ini sederhana, tetapi pada kenyataannya banyak ditemukan pemenggalan judul yang tidak benar di buku, media cetak, atau di tempat lain. Contoh:
20
Benar
Tidak benar
KHUSUS
KHUSUS
UNTUK
UNTUK
DOSEN DAN
DOSEN
KARYAWAN
DAN KARYAWAN
Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 2004), h. 89.
3) Kebenaran Fakta Salah satu
syarat untuk menjadi penyunting naskah adalah
ketelitian dan kesabaran. Jika penyunting naskah lengah membaca satu kata atau kalimat, bukan tidak mungkin akibatnya fatal di kemudian hari. Hal itu dikhawatirkan menyangkut tentang SARA atau pornografi. Di pihak lain, penyunting naskah dituntut kepekaannya terhadap hal-hal yang meragukan kebenarannya, terutama yang berkaitan dengan fakta geografis, fakta sejarah (historis), nama diri (nama orang), fakta ilmiah (rumus-rumus), dan angka-angka statistik/nonstatistik. Oleh karena itu, penyunting naskah harus selalu memastikan hal-hal yang masih diragukan sebelum memutuskan untuk mengoreksi naskah. 4) Legalitas Penyunting naskah seharusnya mengetahui bahwa tidak semua naskah yang masuk ke penerbit bisa diterbitkan. Dari segi mutu, bisa saja naskah itu diterbitkan, tetapi dari segi yang lain bisa saja tidak layak terbit. Dalam hal itu, rambu-rambu yang perlu diperhatikan penyunting naskah adalah menyangkut hak cipta (copyright) dan Kejaksaan Agung RI. 5) Konsistensi Bahasa yang digunakan dalam sebuah naskah sebaiknya konsisten dari awal sampai akhir. Dengan bahasa yang konsisten akan terlihat
bahwa naskah itu rapi dan tidak membingungkan pembaca. Kekonsistenan naskah menyangkut beberapa hal, yaitu a) sistematika bab; b) jenis huruf; c) nama geografis; d) nama diri; dan e) ejaan. 6) Gaya Penulis Dalam penulisan naskah, gaya yang ditonjolkan adalah gaya penulis, bukan gaya penyunting naskah. Perubahan yang dilakukan oleh penyunting naskah hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada penulis naskah. Tentunya, hal itu juga terkait dengan kode etik penyunting naskah dalam proses penyuntingan. 7) Konvensi Penyuntingan Naskah Ada beberapa kebiasaan yang tidak tertulis (konvensi) yang berlaku dalam penyuntingan naskah. Konvensi ini tentu berlainan antara satu negara dengan negara lain dan satu penerbit dengan penerbit lain. Di antara konvensi yang berlaku pada sebuah penerbit adalah a) penulisan titel akademis; b) kata/istilah asing; c) bahasa daerah; d) penulisan kata almarhum; (5) nomor urut; (6) singkatan dan kepanjangannya; (7) nama orang dan singkatan; dan (8) bentuk huruf. 8) Gaya Selingkung Penerbit Gaya selingkung adalah gaya khas yang diterapkan oleh sebuah penerbit untuk menampilkan terbitannya. Gaya selingkung ditampilkan dalam bentuk buku yang biasa disebut buku gaya
selingkung (house style book). Buku itu kemudian menjadi rujukan bagi para editor, pengarang, dan staf pracetak. c. Pasca Penyuntingan Naskah21 Jika naskah sudah disunting secara keseluruhan, penyunting naskah meneruskan ke bagian produksi. Namun, penyunting naskah perlu memeriksa naskah sekali lagi dari awal sampai akhir. Hal-hal yang perlu diperhatikan penyunting naskah pada tahap ini tentunya mencakup point-point pada tahap pra-penyuntingan naskah dan penyuntingan naskah. Hal-hal tersebut mencakup: 1) Kelengkapan naskah 2) Nama penulis 3) Kesesuaian daftar isi dan isi naskah 4) Tabel/ilustrasi/gambar 5) Prakata/kata sambutan/kata pengantar 6) Sistematika bab 7) Catatan kaki 8) Daftar pustaka 9) Daftar kata/istilah 10) Lampiran 11) Indeks 12) Biografi singkat 13) Sinopsis 14) Nomor halaman
21
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah, h. 101.
15) Siap diserahkan
3. Prinsip Kerja Penyuntingan Naskah Dalam alur editorial, prinsip kerja penyunting naskah dapat dibagi ke dalam empat tugas sebagai berikut:22 a. Mechanical Editing Mechanical Editing adalah praktik penyuntingan dasar untuk memeriksa dan memperbaiki bagian naskah dari segi kebahasaan. Jenis editing ini menggunakan tanda-tanda koreksi (correction mark) untuk dibubuhkan pada naskah secara manual. Komponen yang diedit adalah penggunaan tata bahasa, penerapan gaya selingkung, dan inkonsistensi. Mechanical Editing membenarkan intervensi editorial untuk menjamin penerapan gaya selingkung (house style). Artinya, naskah yang mengandung perbedaan misalnya dalam gaya penulisan istilah ataupun tanda baca seperti yang telah digariskan penerbit, dapat diperbaiki langsung. Tiada yang dapat diandalkan dalam Mechanical Editing selain (1). perlunya ketajaman mata; (2). pedoman yang kukuh dari sebuah konvensi yang multiinterpretasi; dan (3). Keputusan yang tepat. Secara umum, fokus Mechanical Editing mencakup: 1) Ejaan 2) Pemenggalan kata 3) Huruf kapital 22
Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku, h. 34.
4) Tanda baca 5) Penerapan angka dan rumus 6) Penerapan kutipan 7) Penggunaan singkaatan dan akronim 8) Penggunaan huruf miring dan huruf tebal 9) Penerapan elemen khusus (judul, daftar, tabel, grafik, dan diagram) 10) Format catatan kaki dan catatan akhir b. Bagian yang Saling Berhubungan Penyunting naskah harus mencurahkan perhatian penuh untuk menghubungkan setiap bagian dari naskah yang selayaknya saling terkait, kecuali pada naskah pendek dan sederhana. Beberapa tugas itu adalah: 1) Melakukan verifikasi setiap rujukan silang yang terdapat pada naskah. 2) Mengecek nomor catatan kaki, catatan akhir, tabel, dan ilustrasi. 3) Menempatkan tabel atau ilustrasi sesuai dengan posisinya. 4) Mengecek isi atau visualisasi ilustrasi sesuai dengan keterangan ilustrasi (caption) dan juga isi teks. 5) Membaca daftar ilustrasi yang dihubungkan dengan ilustrasi. 6) Membaca daftar isi yag kemudian dihubungkan dengan isi naskah. 7) Membaca catatan kaki atau catatan akhir dihubungkan dengan bibliografi (daftar pustaka).
c. Editing Bahasa: Tata Bahasa, Penggunaan Kalimat, dan Diksi (Pilihan Kata) Perhatian penyunting naskah boleh jadi hanya tertuju pada tata bahasa, tata bentuk, tata kalimat, dan diksi (pilihan kata). Namun, idealnya seorang penyunting dapat memperbaiki semua kesalahan bahasa, seperti ambiguitas (makna ganda), kalimat rancu, kalimat panjang, dan sebagainya. Ketepatan penyunting dalam perbaikan sebuah naskah memang harus dipertanggungjawabkan. Untuk itu, penyunting membutuhkan “peluru” argumentasi pada setiap perubahan yang dilakukan dengan keputusannya sendiri (subjektivitas tinggi). d. Perizinan Jika isi naskah mengutip banyak bagian dari penerbitan yang masih dilindungi undang-undang hak cipta, penyunting diharapkan dapat mengingatkan
penulis/pengarang
untuk
mengusahakan
izin
pengutipan. Izin ini biasanya diperlukan untuk bahan, seperti tabel, diagram, grafik, dan ilustrasi yang telah dipublikasikan dalam suatu terbitan. Aturan-aturan lebih khusus tentu akan diberlakukan berkaitan dengan reproduksi bahan yang tidak pernah diterbitkan, misalnya buku harian dan surat-surat. Pengutipan bahan hendaknya mencantumkan sumber bahan.
4. Jenis Penyunting Tidak dapat terpisahkan dari penerbit. Pengaranglah yang menyediakan bahan baku bagi penerbit berupa naskah. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah penyunting yang “memburu” pengarang untuk memperoleh naskah. Ada beberapa jenis penyunting dalam dunia penerbitan, tentunya hal itu tergantung dari besar kecilnya sebuah penerbit, di antaranya adalah:23 a. Penyunting kepala atau penyunting pengelola Penyunting jenis ini biasanya ada dalam sebuah penerbit besar. Dialah yang memimpin para penyunting dan membawahi sejumlah penyunting sesuai dengan tugasnya. Selain itu, penyunting pengelola juga berperan mewakili pemimpin penerbit mengetuai dewan penyunting. Para penyunting di bawah pengelolaannya bertanggung jawab kepadanya tentang kelancaran tugas mereka masing-masing. b. Penyunting pelaksana atau penyunting naskah Penyunting jenis ini langsung bekerja sama dengan pengarang dalam menangani naskah yang akan diterbitkan. c. Penyunting nas Tugas penyunting nas adalah menjaga keseragaman dalam naskah. Dia juga bertugas memperhatikan penerapan EYD dan menerapkan gaya selingkung penerbit.
23
Sofia Mansoor dan Niksolihin, Pengantar Penerbit, h. 23-24.
d. Penyunting pengurus kontrak Tugas penyunting jenis ini adalah menangani segala hal yang berkaitan dengan kontrak antara penerbit dan pengarang. Biasanya jenis penyunting ini terdapat dalam penerbit besar. Sedangkan, pada penerbit kecil, urusan kontrak ditangani langsung oleh penyunting naskah, yang memang sangat erat hubungannya dengan pengarang. Semua jenis penyunting di atas hanya dikenal pada penerbit besar, misalnya pada Penerbit Gramedia. Sementara, pada penerbit kecil, semua tugas yang diemban oleh para penyunting di penerbit besar mungkin dirangkap oleh satu atau dua orang saja. 5. Kode Etik penyuntingan Naskah24 Dalam penyuntingan naskah, ada enam rambu yang perlu diperhatikan sebagai pedoman bagi penyunting naskah sebelum mulai menyunting, yaitu: a. Penyunting naskah harus mencari informasi mengenai penulis naskah sebelum mulai menyunting. Ada tiga cara yang bisa ditempuh untuk memperoleh informasi tentang penulis, yaitu 1) menghubungi penulis secara langsung, melalui temu muka, telepon, atau surat; 2) melalui editor penerbit bersangkutan, yang pernah berhubungan dengan penulis itu; dan 3) melalui penerbit lain yang pernah menerbitkan karya penulis itu. b. Penyunting naskah bukanlah penulis naskah. Pada dasarnya tugas penyunting adalah membantu penulis/pengarang dalam menyampaikan naskahnya kepada pembaca. Namun, tanggung
24
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah, h. 23.
jawab isi/materi naskah tetap ada pada penulis, bukan pada penyunting. Oleh karena itu, penyunting naskah hendaknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis. c. Penyunting naskah harus menghormati gaya penulis naskah. Gaya penulis naskah perlu ditonjolkan dalam naskah, bukan gaya penyunting naskah. Meskipun penyunting naskah boleh mengubah naskah di sana-sini, hanya saja yang penting ditampilkan adalah gaya penulis. d. Penyunting naskah harus merahasiakan informasi dalam naskah yang disuntingnya. Sebelum sebuah naskah terbit, informasi yang terdapat di dalamnya bersifat rahasia. Tidak boleh ada yang tahu isi informasi tersebut selain penulis dan penyunting/penerbit. Oleh karena itu, penyunting tidak boleh membocorkan informasi itu sehingga orang lain bisa mengetahuinya dan kemudian menerbitkan buku dengan tema yang sama terlebih dahulu. Dalam dunia penerbitan hal semacam itu dianggap tidak etis. e. Penyunting naskah harus mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diubahnya dalam naskah. Kewewenangan
penyunting
dalam
mengubah
naskah
harus
dikonsultasikan kepada penulis. Hal itu agar ide/gagasan yang dimaksudkan oleh penulis dapat dipahami oleh penyunting ketika berencana untuk mengubah naskah.
f. Penyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya. Penyunting naskah harus menjaga keberadaan naskah dengan baik. Jika naskah tersebut tercecer atau bahkan hilang maka bisa saja penulis mengajukan penyunting/penerbit ke pengadilan. Hal itu tentu akan merugikan penyunting/penerbit. Jadi, penyunting naskah harus menjaga dengan baik naskah yang masih berada dalam tanggung jawabnya. 6. Perbedaan Penyunting Naskah (copyeditor) dengan Posisi yang Lain25 a. Copyeditor bukanlah seorang editor Editor menyunting naskah dari segi materi (substantial editing), sedangkan copyeditor menyunting naskah dari segi kebahasaan (mechanical editing) yang meliputi ejaan, diksi, struktur kalimat, dan sebagainya. b. Copyeditor bukanlah seorang proofreader. Copyeditor bekerja pada naskah asli terketik (typesetting) dan berkonsentrasi terhadap inkonsistensi mekanik yang
mengganggu;
mengoreksi penyimpangan tata bahasa; penggunaan kalimat; dan diksi; serta menanyakan ketidakkonsistenan dalam fakta. Proofreader, secara teknis dituntut memperbaiki kekeliruan yang dimulai sejak naskah selesai ditata letak (galley proofs), diformat, atau dikonversi file-nya ke dalam dokumen akhir serta mengidentifikasi secara serius yang tidak ditemukan selama copyediting. 25
Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku, h. 45-46.
c. Copyeditor bukanlah desainer (art director) Copyeditor diharapkan mengeluarkan berbagai bagian naskah yang berpotensi menyulitkan selama proses produksi, misalnya sebuah tabel tampaknya terlalu lebar untuk ditempatkan dalam halaman cetak. Namun, copyeditor tidak memiliki tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang bentuk rupa dari terbitan tersebut. Semua bentuk rupa (typefaces), perwajahan halaman, bentuk tabel, penerapan tipografis pada judul maupun bab, dan seterusnya ditentukan oleh desainer.
BAB III PROFIL PENERBIT SERAMBI A. Sejarah Singkat Penerbit Serambi PT. Serambi Ilmu Semesta terletak di Jalan Kemang Timur Raya No. 16 Jakarta Selatan 12730. PT. Serambi Ilmu Semesta adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di bidang penerbitan buku. Penerbit ini didirikan sejak tanggal 16 Mei 1999 didasarkan pada akte pendirian No.6 notaris Muhani Salim, SH. dan rekan. PT. Serambi Ilmu Semesta telah berpartisipasi dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan minat baca dan pengetahuan masyarakat. PT. Serambi Ilmu Semesta didukung oleh personil profesional yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang cukup baik dalam bidang penerbitan buku. Jumlah karyawan tetap saat ini sebanyak 35 orang yang sebagian mengisi jabatan struktural dan fungsional di perusahaan. Selain itu, penerbit ini juga didukung oleh mitra kerja yaitu penimbang buku, penerjemah, editor, dan desain artistik yang telah diseleksi kompetensinya sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan teknis.26 Sampai saat ini, jumlah produk buku yang dihasilkan PT. Serambi Ilmu Semesta sebanyak 255 buku. Berikut ini adalah rincian jumlah produk berdasarkan mulai dibentuknya lini-lini yang terdapat di penerbit Serambi:27
26
Wawancara Pribadi dengan Kurniawan Abdullah (Chief Editor Serambi), Jakarta, 15
Juni 2007. 27
Data diakses pada 20 Juni 2007 dari www.serambi.co.id.
1. Bentara Harmoni Keluarga: menghasilkan 8 buku mulai Oktober 2003Juni 2007. 2. Cerdas Jiwa Sehat Raga: menghasilkan 18 buku mulai Juli 2002-Mei 2007. 3. Gemala Ilmu & Hikmah Islam: menghasilkan 126 buku mulai Agustus 2000-Mei 2007. 4. Gita Cerita Utama: menghasilkan 52 buku mulai Mei 2004-Juli 2007. 5. Nafiri Negeri: menghasilkan 4 buku mulai Juli 2003-Juni 2005 6. Pustaka Islam Klasik: menghasilkan 29 buku mulai April 2000-Mei 2007 7. Risalah Ilmu & Falsafah: menghasilkan 13 buku mulai September 2004Februari 2007. 8. Taktis Untuk Bisnis: menghasilkan 5 buku mulai September 2003Januari 2006. PT. Serambi Ilmu Semesta terus mengalami perkembangan yang progresif. Hal itu terlihat sejak berdirinya hingga sekarang ini. Menurut Kurniawan Abdullah selaku Chief Editor memaparkan perkembangan penerbit ini dari berbagai sudut pandang, di antaranya:28 1. dari segi terbitan buku. Pada awalnya penerbit Serambi adalah penerbit buku islami. Kemudian pada tahun 2002 penerbit ini mulai mengembangkan sayapnya dengan membentuk lini-lini penerbitan hingga mencakup buku-buku non-keislaman, baik fiksi maupun non-fiksi. 2. dari segi distribusi dan pemasaran buku. 28
Wawancara Pribadi dengan Kurniawan Abdullah (Chief Editor Serambi), Jakarta, 12
Juli 2007.
Pada awalnya yang berperan dalam mendistribusikan dan memasarkan buku adalah para distributor yang bekerja sama dengan penerbit Serambi. Namun, seiring perkembangan itu, penerbit Serambi mulai mengambil alih sebagian peran distributor terutama di Jakarta. Hingga saat ini, distribusi buku-buku Serambi di Jakarta khususnya untuk pasar modern ditangani sendiri oleh penerbit Serambi, bahkan saat ini mencakup 11 Toko Buku Gramedia. 3. dari segi tim redaksi. Pada awalnya, penerbit Serambi hanya memiliki tim redaksi yang masih bersifat global. Hampir setiap bagian redaksi itu merangkap tugas dan perannya
dalam
mekanisme
kerja
penerbitannya.
Namun,
seiring
perkembangan yang terus diupayakan, Serambi mulai mengembangkan struktur pengadaan dan penggarapan naskah menjadi lebih spesifik, yaitu: a. Dewan Penimbang Naskah. Bagian ini bertugas mencari buku-buku yang layak terbit b. Penggarap Naskah, terdiri dari editor dan copyeditor. c. Tim Artistik, terdiri dari perancang sampul dan perwajahan isi. 4. dari segi jumlah buku yang diterbitkan. Pada awalnya, penerbit Serambi hanya menerbitkan 3 buku, baik terjemahan maupun karya lokal setiap bulan. Namun, sekarang ia sudah mampu menerbitkan 9 buku. Perkembangan itu tentunya didukung dengan berbagai aspek, baik dari proses editorial, produksi, maupun distribusi.
5. dari segi organisasi
Penerbit Serambi menerapkan ISO 9000:2001 untuk memantapkan sistem organisasinya. Dengan pengelolaan sistem inilah, Serambi menspesifikan porsi tema terbitannya dan membidik segmen pasar buku-buku keislaman yang telah terbentuk sebelumnya, yaitu di lini Gema Ilmu & Hikmah Islam dan Pustaka Islam Klasik. B. Visi dan Misi Penerbit Serambi Visi penerbit Serambi adalah menebarkan informasi dan ilmu yang mendukung terwujudnya sumber daya manusia Indonesia dengan kematangan emosional, intelektual, dan spiritual, sehingga menjadi mitra masyarakat dalam membangun bangsa yang cerdas. Adapun misi didirikannya penerbit Serambi adalah sebagai garda depan dalam bacaan intelektual yang demokrasi, pluralis, dan terbuka lewat penerbitan buku berkualitas, bernilai, dan bergaya ubah tinggi. Untuk mewujudkan visi dan misinya itu, Serambi menerbitkan buku-buku yang bertema agamis maupun non-agamis; dan fiksi maupun non-fiksi. Tema agamis meliputi keislaman, spiritualitas, dan teologi. Tema non-agama meliputi filsafat, sains, budaya, ilmu-ilmu sosial, kesehatan, pengembangan diri, keluarga, pengasuhan anak (parenting), keuangan, bisnis, dan keindonesiaan. Berdasarkan program penerbitannya, Serambi membentuk delapan lini produk. Lini ini didasarkan pada tema bahasan, kawasan yang menjadi subjek bahasan, masa penulisan, dan bentuk tulisan. Lini-lini ini bisa saja bertambah,
berkurang, dimekarkan, ataupun dileburkan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. Berikut ini adalah nama lini-lini tersebut dan bidang terbitannya:29 1. Bentara Harmoni Keluarga: memberi pegangan bagi kehidupan keluarga agar berlangsung damai dan produktif. Contoh buku pada lini ini adalah The Baby Book, The Wonder Of Boys, Penindas, Tertindas, dan Penonton, Tak Ada Lagi Tangis, dan sebagainya. 2. Cerdas Jiwa Sehat Raga: menggali dan melesatkan potensi diri Anda hingga ke batas pencapaiannya yang tertinggi. Contoh buku pada lini ini adalah Agar Siapa Saja Mau Melakukan Apa Saja Untuk Anda, Mengelola Kemarahan, The Art Of Happiness, dan sebagainya. 3. Gemala Ilmu & Hikmah Islam: menyajikan informasi dan ulasan kontemporer yang dinamis dan progresif seputar Islam, konsep, maupun aksi. Contoh buku pada lini ini adalah Aku Beriman, Maka Aku Bertanya, Perang Salib, Jilbab, Quran Menurut Perempuan, Muhammad, Ibrahim: Sang Sahabat Tuhan, dan sebagainya. 4. Gita Cerita Utama: menghadirkan kisah-kisah pilihan, fiksi, maupun non-fiksi yang cerdas sekaligus melipur. Contoh buku pada lini ini adalah The Da Vinci Code, Malaikat & Iblis, Deception Point, Digital Fortress, Kitab Salahuddin, dan sebagainya. 5. Nafiri Negeri: menyajikan kajian-kajian terbaik seputar keindonesiaan dalam berbagai aspeknya. 29
Data diakses pada 20 Juni 2007 dari www.serambi.co.id.
Contoh buku pada lini adalah Sejarah Indonesia Modern, dan sebagainya 6. Pustaka Islam Klasik: mempersembahkan buku-buku karya ulama dari abad I hingga XII Hijriyah untuk menyambungkan tradisi pemikiran Islam klasik dan modern. Contoh buku pada lini adalah Al-Hikam, Argumen Puncak Allah, Mengapa Harus Berserah, Bijak dan Bahagia, Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi, Pendar Kearifan, dan sebagainya. 7. Risalah Ilmu & Falsafah: menyuguhkan telaah paling monumental di bidang filsafat, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Contoh buku pada lini adalah The Templar Revelation: Para Pelindung Identitas Sejati Kristus, Mapping Human 8. Taktis Untuk Bisnis: mengantar Anda memasuki dunia usaha dan karier dengan kecakapan baru yang inspiratif dan aplikatif. Contoh buku pada lini ini adalah Blue Ocean St rategi, 90 Hari pertama, Perbankan Syariah, Solusi Sang Inovator, dan sebagainya. C. Organisasi Penerbit Serambi Secara umum, setiap penerbit memiliki empat komponen dalam organisasi penerbitnya, yaitu Dewan Penyunting, Bagian Penyuntingan, Bagian Produksi, dan Bagian Promosi dan Penjualan. Ke empat bagian inilah saling bekerja sama dalam melaksanakan tugas penerbitan.30 Demikian halnya dengan Penerbit Serambi yang mengembangkan struktur organisasinya menjadi beberapa bagian, yaitu (1). Bagian Pemasaran terdiri dari Bagian Promosi dan Bagian Penjualan yang meliputi online selling, 30
5.
30
Sofia Mansoor dan Niksolihin, Pengantar Penerbit (Bandung: Penerbit ITB, 1993), h.
offline selling,dan administrasi penjualan; (2). Bagian Redaksi terdiri dari Pengadaan Naskah, Penggarap Naskah, Administrasi Redaksi, dan Layout; (3). Bagian Cetak terdiri dari Bagian Produksi; (4). Bagian Keuangan, SDM, dan Umum terdiri dari bagian keuangan, Accounting, Umum, SDM, dan Gudang; (5). Bagian IT terdiri dari Jaringan Internal dan Website; dan (6). Little Serambi terdiri dari Pengadaan Naskah, Penggarap Naskah, Layout, dan Sekretaris Redaksi.31
31
Data diperoleh dari penerbit Serambi, Jakarta, 15 Juni 2007. Bagan struktur organisasi
terlampir.
BAB IV PENYUNTING BUKU TERJEMAH ARAB-INDONESIA DI PENERBIT SERAMBI A. Peran Penyunting Buku Terjemah Arab-Indonesia di Penerbit Serambi Setelah penulis melakukan penelitian mengenai peran penyunting buku terjemah Arab-Indonesia khususnya di penerbit Serambi, ternyata peran tersebut tidak terlalu signifikan perbedaannya dengan penyunting naskah lokal, karena pada dasarnya naskah yang disunting sudah tertulis ke dalam bahasa Indonesia. Meskipun demikian, peran penyunting naskah terjemah Arab-Indonesia memiliki beban yang lebih berat dalam menyelesaikan tugasnya dibandingkan dengan penyunting naskah lokal, karena terjemahan naskah Arab lebih membutuhkan banyak pemikiran setelah ditransfer ke dalam bahasa Indonesia. Mereka mengupayakan naskah yang akan dijadikan buku enak dibaca dan terlepas dari kesalahan teknik penulisan. Penyunting menjadi penghubung antara penulis dan pembaca. Mereka bertugas memudahkan penulis dalam menyampaikan idenya sehingga dapat dipahami pembaca. Tugas itu tentunya memerlukan pengetahuan yang luas di samping penguasaan aspek teknikal dalam penyuntingan. Apalagi naskah Arab yang membutuhkan keterampilan dalam menilai naskah hasil terjemahan, baik dari segi pemilihan kata maupun penyesuaian kaidah Arab ke dalam kaidah bahasa Indonesia. Penyuntingan juga merupakan peluang untuk mempersembahkan kreasi. Namun, hal yang perlu dipahami ketika penyunting menghadapi naskah
adalah tidak semua bagian naskah tesebut salah. Dengan demikian, ada dua keputusan dalam penyuntingan yaitu perbaiki atau abaikan.32 Oleh karena itu, peran penyunting dalam menjaga kualitas naskah dari segi bahasa, penulisan, pesan, logika, dan keindahan kalimat harus dipahami dan diterapkan sesuai dengan mekanisme penyuntingan Satu hal yang merupakan kesalahan besar dalam penyuntingan adalah mengubah substansi yang benar menjadi salah. Karena itu, penyunting harus melewati proses berfikir yang matang sebelum mengambil keputusan. Proses tersebut dapat digambarkan dengan segitiga, yaitu membaca, mamahami, dan mamaknai.33
Keliru
Perbaiki sesuai dengan prinsip-prinsip editorial dan kode etik editing.
32
Benar
Biarkan sesuai dengan apa adanya.
Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku ( Jakarta: IKAPI DKI, 2005), h. 34. 33 Ibid.,h.33.
Peran penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di penerbit Serambi adalah (1). memastikan bahwa terjemahan telah sesuai dengan isinya, baik dari segi pemindahan pesan maupun kalimatnya; (2). penyunting melengkapi hal-hal penting yang tertinggal, yang mungkin tidak dilakukan oleh penerjemah, misalnya penulisan ejaan yang masih belum tepat. Kehadiran penyunting sangat terkait dengan penerjemah. Semakin penyunting mengenal penerjemah, karakteristik kekeliruan atau ketidaksempurnaan naskah yang diterjemahkannya maka hal itu semakin membantu proses penyuntingan; dan (3). memberikan masukan kepada penerjemah jika terlihat substansi kaidah bahasa Indonesia belum diterapkan dengan baik dan benar. Tentunya hal itu bertujuan agar tidak terjadi kesalahan yang kedua kalinya. Untuk membantu kerja sama antara penerjemah dan penyunting dalam mengolah naskah menjadi buku yang layak terbit, tim redaksi Serambi mempertemukan mereka untuk sharing terhadap naskah yang akan digarap, sehingga mereka dapat saling memberikan masukan.34 Peran penyunting juga tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap naskah dan penerbit Serambi, di antaranya sebagai berikut:35 1. Penyunting diberi waktu selambat-lambatnya seminggu untuk mempelajari dan memutuskan apakah akan meneruskan pekerjaan naskah atau tidak. 2. Penyunting bertanggung jawab untuk menyerahkan ke penerbit sebuah naskah yang aman dibaca publik, kalimat logis, jalinan ceritanya koheren, maknanya jelas dan tepat, serta tidak mengintroduksi hal-hal yang sensitif secara tidak bertanggung jawab. 34
Wawancara Pribadi dengan Kurniawan Abdullah, Jakarta, 15 Juni 2007. Tim Redaksi Serambi, Panduan Menyusun Naskah Penerbit Serambi (Jakarta: Penerbit Serambi, TT), h. 34. 35
3. Penyunting harus menginformasikan kepada penerbit hal-hal yang dianggap sensitif—baik secara teologis, politis, maupun sosial budaya— dari suatu naskah. 4. Penyunting hendaknya menghindari spekulasi terhadap naskah yang sulit dipahami dan melakukan sharing kepada bagian-bagian redaksi. 5. Penyunting mampu mempertahankan cita rasa kalimat dalam naskah. 6. Penyunting hendaknya menggunakan search engine pada internet untuk mengecek, membandingkan, memperkaya pilihan kata atau istilah, dan memperjelas sebuah uraian, gagasan, dan teori. 7. Penyunting harus akrab dengan segala bentuk kamus. Meskipun demikian, peran penyunting tidak terlepas dari peran editor dalam menyelesaikan sebuah naskah. Mereka bertugas mengedit naskah. Hanya saja seorang penyunting mengedit mekanisme penulisan (Mechanical Editing), sedangkan editor mengedit substansi naskah (Substantial Editing)36 Meskipun demikian, perbedaan peran editor dan penyunting terlihat tidak terlalu signifikan di penerbit Serambi. Seseorang disebut sebagai editor ketika dia berperan dalam proses memilih, menambahkan, ataupun mengambil dari bagian buku yang lain dalam menyunting sebuah buku. Misalnya, ada buku setebal 500 halaman, ternyata yang marketable untuk diterbitkan hanya beberapa bab saja, kemudian dia menentukan bagian mana saja yang layak untuk diterbitkan sesuai dengan pangsa pasar. Sedangkan, seseorang disebut penyunting ketika pemilihan bagian buku yang marketable dilakukan oleh tim
36
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2005), h. 9.
redaksi Serambi. Kemudian, penyunting hanya mengedit mekanisme penulisan saja, tidak pada pemilihan bagian buku. Pada intinya, seseorang disebut editor ketika dia melakukan proses kerja yang lebih berat tanggung jawabnya dibanding dengan proses kerja penyunting. Editor melakukan take and select, bahkan merangkai beberapa hal yang terkadang tidak terkait di dalamnya menjadi sebuah bacaan yang enak dan memberikan pengetahuan yang luas. Sementara penyunting tidak melakukan hal itu. Penyunting juga dapat melakukan intervensi ke dalam sebuah naskah jika naskah tersebut membutuhkan kelugasan, penegasan, atau efektifitas. Namun, hal itu tidak sepenuhnya dapat dilakukan penyunting. Mereka tetap disarankan oleh tim redaksi untuk mengkonfirmasikan perubahan mendasar kepada penerjemah. Perubahan mendasar itu biasnya terkait sistematika buku. Sedangkan, perubahan dalam kalimat diberikan keleluasaan sepanjang tidak keluar dari pesan buku itu. Hal lain yang juga ditegaskan kepada penyunting adalah nuansa, yaitu perbedaan sekecil apapun harus tetap dipertahankan dari penulis. Jika gaya tutur penulis adalah puitis, maka penyunting harus mengikuti gaya penulisnya.37 B. Background Pendidikan Penyunting Buku Terjemah Arab-Indonesia di Penerbit Serambi Background pendidikan penyunting sangat mempengaruhi hasil suntingan. Namun, pada kenyataannya hal tersebut sedikit diabaikan oleh beberapa
37
Wawancara Pribadi dengan Kurniawan Abdullah, Jakarta, 15 Juni 2007.
penerbit. Mereka tidak hanya melihat dari pendidikan formal saja, tetapi juga mempertimbangkan
pendidikan
nonformal.
Misalnya,
keahlian
dan
keterampilan menyunting dengan cara autodidak, yaitu orang yang memiliki keahlian dengan belajar sendiri.38 Berdasarkan data penerbit Serambi mengenai Sumber Daya Manusia di bidang pekerja buku, mayoritas memiliki keterampilan dengan cara autodidak. Bahkan, di penerbit Serambi sampai saat ini belum ada penyunting yang khusus dari Program Studi Editing atau Jurusan Penerbitan. Namun, Serambi tetap berusaha untuk merekrut penyunting dari program tersebut, karena mereka dapat membantu lebih total dalam penyuntingan naskah Bentuk motifasi penyunting secara autodidak yang dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan membuka kamus dan buku-buku referensi lainnya yang terkait dengan suntingannya. Tentunya hal itu bisa dilakukan oleh siapapun yang berkeinginan untuk terjun ke dunia penyuntingan. Banyak latar belakang pendidikan para penyunting, baik terikat maupun bebas di berbagai penerbit mengasah kemampuannya dengan sistem autodidak, di antaranya penerbit Serambi. Meskipun demikian, sistem autodidak yang diterapkan beberapa penyunting juga memiliki beberapa dampak negatif. Para penyunting yang kurang dengan referensi tentang penyuntingan dan tata bahasa akan mengalami kesulitan, bahkan bisa terjadi kekeliruan dalam penerapan tata bahasa.
38
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 77.
Satu hal yang mutlak harus dimiliki oleh seorang penyunting adalah pengetahuan tentang kebahasaan. Bahkan dalam dunia penerbitan Indonesia kerap merekrut penyunting sebagai Content Editor yaitu orang yang menguasai bidang buku yang diedit. Tata bahasa yang dibutuhkan penyunting salah
satunya
dapat
diperoleh
dari
buku
Pedoman
Ejaan
Yang
Disempurnakan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan House Style Book di masing-masing penerbit yang juga memiliki peran penting dalam proses penyuntingan. Fenomena yang terjadi di dunia penerbitan buku Indonesia adalah kebanyakan para autodidak atau orang yang tidak pernah memformat diri mereka menjadi penyunting mencoba terjun ke dunia penerbitan. Fenomena ini ternyata sama dengan yang terjadi di Amerika. Sebuah penelitian di AS menunjukkan bahwa 80% penyunting yang diteliti tidak langsung memiliki keinginan untuk menjadi penyunting. Kebanyakan mereka menceburkan diri ke dalam industri perbukuan secara kebetulan atau accidental.39 Selain itu, publishing science pun sebagai bidang ilmu masih kurang populer. Hal itu terbukti dengan belum adanya pendidikan tinggi setinggat S1, S2, bahkan S3 bidang ilmu penerbitan di Indonesia. Pendidikan formal terkait dunia penerbitan baru dimulai pada akhir 80-an yaitu Program Studi Editing D3 di Universitas Padjajaran dan D3 Penerbitan di Politeknik Negeri Jakarta.40
39
Bambang Trim, Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah Untuk Penerbitan Buku, h. 3. 40 Ibid.
Berikut ini adalah daftar nana-nama penyunting di Penerbit Serambi:41 1. Abdurrahman. ASS
: alumni Fakultas Adab IAIN Bandung
2. Ahmad Kusairi Hasyim
: alumni Fakultas Adab IAIN Jakarta
3. Asyari Khatib
: alumni Fakultas Syariah STKIA Situbondo
4. Dedi Ahimsa Riyadi
: alumni IAIN Bandung
5. Ervan Nurwahab
: alumni UIN Jakarta
6. Hilman Subagyo
: alumni Paramadina Jakarta
7. Izza Rohman Nahrowi
: alumni UIN-McGill Jakarta
8. Lukman Junaidi
: alumni Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta
9. Muhammad Mustofa
: alumni Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta
10. Muhammad Al-Fayyad
: alumni Fakultas Ushuluddin UIN DIY
11. Syarif Hade Masyah
: alumni Fakultas Ilmu Budaya UI
C. Proses Kerja Penyunting Buku Terjemah Arab-Indonesia di Penerbit Serambi Secara garis besar, proses kerja penyuntingan di penerbit Serambi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pra penyuntingan, penyuntingan, dan pasca penyuntingan. Alur penyuntingan yang diidealkan di Serambi pada saat pra penyuntingan adalah setelah naskah diterima dari penyunting, kemudian dicek kelengkapan naskah dan substansinya oleh chief editor. Lalu, chief editor memberikan kepada copyeditor untuk melakukan spelling checker. Kelengkapan naskah di Serambi meliputi (a) data copyright; (b) daftar isi; (c) daftar tabel/ilustrasi/singkatan/istilah; (d) pengantar; (e) ucapan terima kasih; (f) daftar pustaka; (g) lampiran; (h) indeks; (i) biografi pengarang; (j) 41
Wawancara Pribadi dengan Kurniawan Abdullah (Chief Editor Serambi), Jakarta, 15
Juni 2007.
sinopsis; (k) pastikan bahwa tidak ada lagi kesalahan pengetikan, ejaan, tanda baca, dan tata bahasa.42 Bahkan, untuk mempermudah pengecekan naskah, Serambi membuat software pendeteksi kesalahan ketik dalam bahasa Indonesia. Copy editor melakukan proses kerja itu tanpa membacanya terlebih dahulu untuk mempersingkat waktu, karena kesalahan ketik secara otomatis akan bergaris merah, lalu langsung diperbaiki. Setelah itu, semua kelengkapan naskah diceklis berdasarkan urutannya. Kemudian diprint out yang disebut dengan print out I. Print out I itu digunakan oleh copy editor untuk melakukan screening dengan membaca. Tentunya tidak ada lagi kesalahan, karena telah selesai dibenahi pada tahap pertama. Setelah itu, naskah diinput ke dalam komputer dalam bentuk microsoft word. Lalu, naskah diserahkan ke lay out kemudian diprint lagi. Print out II diperiksa lagi oleh copy editor lain supaya hal-hal yang tidak dicermati oleh copy editor pertama bisa ditemukan. Untuk tahap ini, chief editor juga terlibat. Setelah koreksi kedua selesai, naskah diinput menjadi film kemudian dicetak. D. Kendala Penyunting Buku terjemah Arab-Indonesia di Penerbit Serambi dalam Penyuntingan Naskah Terjemah Secara umum, penyunting naskah lokal harus mempersiapkan berbagai referensi yang memadai untuk mengedit mekanisme penulisan. Ada beberapa referensi yang disarankan untuk dimiliki seorang penyunting, di antaranya Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, Kamus Kata-Kata
42
Tim Redaksi Serambi, Panduan Menyusun Naskah Penerbit Serambi, h. 8
Serapan Bahasa Asing dalam Bahasa Indonesia karya Jus Badudu terbitan Penerbit Kompas, Pedoman Penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Buku Pintar Penerbitan Buku terbitan Grasindo, Kamus Inggris-Indonesia karya John Mc Echols & Hasan Shadily terbitan Gramedia, dan Oxford Dictionary terbitan Oxford. Selain itu, diperlukan kamus khusus untuk bidang tertentu sesuai dengan naskah yang digarap dan berbagai ensiklopedia. Begitupun
halnya
dengan
penyunting
teks
Arab-Indonesia
juga
membutuhkan referensi yang sama dengan penyunting teks lokal secara umum, namun harus diperkaya lagi dengan kamus-kamus Arab, di antaranya Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir karangan Ahmad Warson Munawwir dari penerbit Pustaka Progresif, Kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab AlBisri karangan KH. Adib Bisri dan KH. Munawwir A. Fatah dari penerbit Pustaka Progressif, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Al-‘Ashri karangan Atabik Ali dan ahmad Zuhdi Muhdlor dari penerbit Yayasan Ponpes Krapyak Yogyakarta, Kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab Muthohhar karangan Ali Mutahar dari penerbit Hikmah-Mizan, dan kamus – kamus khusus di bidang tertentu. Terkait dengan masalah kamus, sampai saat ini menjadi kendala pertama bagi penerbit Serambi dalam berlangsungnya proses penyuntingan, terutama bagi penerjemah maupun penyunting. Selain itu, kamus Arab seperti Lisanul ‘Arab sangat terbatas keberadaannya sehingga menjadi kendala bagi para penerjemah maupun penyunting untuk memperolehnya. Keterbatasan kamus itulah yang membuat naskah terjemahan Arab di Serambi mengalami banyak
masalah teknis dibandingkan dengan naskah terjemahan Inggris dalam proses penyuntingan. Untuk naskah terjemahan Inggris tidak terlalu mengalami banyak masalah teknis, karena didukung oleh banyak kamus yang mudah diperoleh. Bahkan tersedia software kamus Inggris yang memuat entri yang lengkap, sehingga memperlancar proses kerja penerjemah dan penyunting untuk naskah InggrisIndonesia. Sedangkan, hal itu tidak terjadi pada naskah Arab-Indonesia. Kendala kedua adalah penerjemah ataupun penyunting sering terjebak dengan gaya tutur Arab yang terkadang berisi pengulangan atau bahkan penuh dengan penegasan, sehingga penyunting masih terpengaruh oleh struktur Indonesia yang terlihat masih kearab-araban. Solusi dari kedua masalah di atas adalah tentunya jam terbang bagi para penerjemah maupun penyunting dan sering adanya sharing dari bagian redaksi untuk meningkatkan kualitas kerja. Untuk solusi kamus, masih menjadi hal yang terus diusahakan oleh penerbit Serambi dalam mendukung proses kerja penyuntingan untuk naskah Arab-Indonesia. Kendala ketiga adalah mayoritas teks Arab berupa teks klasik. Sebagian besar problemnya adalah pemindahan gaya bahasa klasik menjadi gaya bahasa modern, serta peralihan struktur kebudayaan klasik menjadi kebudayaan modern. Sehingga, penyunting harus mengetahui dengan jelas perkembangan bahasa maupun kebudayaan yang terus berkembang agar tidak terjadi kesalahan dalam proses penyuntingan.
Kendala keempat adalah transliterasi nama. Hal itu selalu menjadi masalah yang sangat krusial bagi seorang penyunting, karena kesalahan pada penulisan nama akan mengurangi keakuratan hasil terjemahan dengan naskah aslinya. Berdasarkan pengalaman para penyunting, bahwa kesulitan nama itu sering muncul dari bahasa Jerman dan bahasa Perancis, karena sampai saat ini memang belum ada standar baku penulisannya. Solusi yang dilakukan pada kendala ini adalah penyunting harus sering membuka website terkait dengan nama-nama tokoh yang belum diketahui dengan jelas transliterasinya. 43 E. Contoh Analisis Penyuntingan di Penerbit Serambi Berikut ini adalah contoh analisis hasil penyuntingan yang dilakukan oleh penerbit Serambi pada buku Ayat Kursi (Khasiat dan Makna).44 (contoh-1) BAB KESATU (suntingan-1) 1 (analisis-1) Penggunaan kata BAB KESATU tidak efektif dibanding dengan penulisan angka 1 pada hasil suntingan. Menurut analisis penulis, penulisan angka satu terlihat lebih ringan untuk menyatakan bab pertama pada buku ini. (contoh-2) 1. ALLAH SWT. TIDAK PERNAH TIDUR (suntingan-2) 1. Allah Swt. Tidak Pernah Tidur
43
Wawancara Pribadi dengan Kurniawan Abdullah (Chief Editor Serambi), Jakarta, 15
Juni 2007. 44
Contoh naskah sebelum dan sesudah disunting terlampir.
(analisis-2) Pada hasil suntingan, penulisan sub bab ini tidak ditulis dengan huruf kapital seluruhnya, tetapi hanya di awal katanya saja. Hal itu menjadi pilihan penerbit untuk menentukan font yang menjadi house style. (contoh-3) “Allah, tidak ada tuhan selain Ia, Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri. Zat yang tidak terkena kantuk ataupun tidur.” (Q.S. al-Baqarah; 225). (suntingan-3) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang Mahahidup dan Berdiri sendiri. Zat yang tidak terkena kantuk ataupun tidur. (Q.S. al-Baqarah: 255). (analisis-3) Pertama, berdasarkan buku Panduan Menyusun Naskah Penerbit Serambi, terjemahan ayat menggunakan titik di akhir tanda kurung bila dalam paragraf. Sementara, penulisan ayat di atas berdiri sendiri dan tidak perlu menggunakan titik di akhir tanda kurung, tetapi pada hasil suntingan terdapat titik di akhir tanda kurung.45 Kedua, penulisan Quran Surah disingkat menjadi (Q. 2: 225) atau langsung menuliskan nama surah (al-Baqarah [2]: 225). Sementara pada hasil suntingan tertulis (Q.S. al-Baqarah: 255). Dari kedua teknis penulisan mengenai terjemahan ayat di atas terlihat penerbit Serambi kurang konsisten dengan beberapa ketentuan yang telah ditetapkan. Ketiga, pemilihan kata Dia sebagai kata ganti Allah pada hasil suntingan lebih tepat, karena kata ganti Dia digunakan untuk selain benda mati, sedangkan kata ganti Ia digunakan untuk benda mati. (contoh-4) Ayat Kursi dimulai dengan realitas besar ini dan dikatakan bahwa ayat Kursi ini merupakan ayat teragung di dalam Alquran. (suntingan-4) Ayat Kursi dimulai dengan realitas besar ini. Ada yang mengatakan, ayat Kursi ini merupakan ayat teragung di dalam Alquran.
45
Tim Redaksi Serambi, Panduan Menyusun Naskah Penerbit Serambi, h. 31.
(analisis-4) Kalimat
pada
contoh-4
bukan
merupakan
kalimat
efektif
karena
menggabungkan dua kalimat lengkap menjadi satu, sehingga dua ide terkumpul dalam satu kalimat. Selain itu, terdapat pengulangan kata “ini” yang mengacu pada referensi yang sama. Dalam penyuntingan, kalimat efektif juga ditunjukkan dengan menggunakan kata kerja aktif, bukan kata kerja pasif. Oleh karena itu, pemenggalan kalimat menjadi alternatif untuk lebih memahami pesan dalam kalimat. (contoh-5) Tatkala ayat ini diturunkan, Muhammad ibnu Hanafiyyah berkata: “Tatkala ayat Kursi diturunkan semua patung-patung merunduk ke bumi. Demikian pula para raja di dunia dan jatuhlah mahkota-mahkota dari kepala mereka. Syetan-syetan di bumi berlarian dan saling pukul satu sama lainnya. (suntingan-5) Tatkala ayat ini diturunkan, Muhammad ibn Hanafiyah berkata, “Tatkala ayat kursi diturunkan semua patung merunduk ke bumi. Demikian pula para raja di dunia, sehingga mahkota di kepala mereka berjatuhan. Selain itu, setan di bumi berlarian dan saling pukul satu sama lain.” (analisis-5) Pertama, Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyuntingan adalah penggunaan tanda baca. Di antaranya adalah penggunaan koma yang digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Pada contoh-5, penggunaan titik dua (:) sebelum tanda petik dalam petikan langsung dianggap salah; tanda baca yang benar adalah koma (,).46 Kedua, makna kata “semua” mencakup keseluruhan, sehingga kata setelahnya tidak perlu berbentuk kata ulang yang bermakna banyak. Ketiga, pada contoh5 penggunaan konjugasi “dan” tidak tepat dalam kalimat Demikian pula para raja di dunia dan jatuhlah mahkota-mahkota dari kepala mereka. Konjugasi “dan” digunakan untuk kalimat setara, sedangkan kalimat tersebut adalah kalimat bertingkat yang bermakna sebab akibat. Konjugasi yang tepat digunakan adalah “sehingga”, karena menunjukkan sebab akibat. 46
Ketiga,
Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 2004), h. 209.
pengulangan kata patung, mahkota, dan setan tidak tepat, karena makna “banyak” telah tercakup pada kata semua, para, dan saling pukul. Keempat, penggunaan partikel –nya pada kata satu sama lainnya tidak jelas referensinya, maka sebaiknya tidak digunakan untuk keefektifan bahasa.
Lampiran 1 SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Kurniawan Abdullah
Jabatan
: Chief Editor
Alamat
: Jl. Kemang Timur Raya No. 16 Jakarta 12730
Menerangkan bahwa di bawah ini: Nama
: Herawati
Status
: Mahasiswa Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NIM
: 103024027544
Alamat
: Jl. Pahlawan Revolusi Rt. 005 Rw. 03 No. 9 Pondok Bambu Jakarta Timur 13430
Telah mewawancarai saya untuk kepentingan skripsi dengan judul “Peran Penyunting Buku Terjemah Arab-Indonesia dalam Dunia Penerbitan (Studi Kasus Penerbit Serambi)” di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian surat keterangan ini saya buat untuk digunakan dengan semestinya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, 15 Juni 2007
Kurniawan Abdullah
Lampiran 2 Hasil Wawancara dengan Kurniawan Abdullah Chief Editor Serambi, 15 Juni 2007
Penulis
: Menurut Anda, apa definisi penyuntingan?
Mas Dul
: Penyuntingan adalah suatu proses menyiapkan naskah untuk siap cetak dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa.
Penulis
: Bagaimana proses kerja penyuntingan naskah buku terjemah Arab-Indonesia di Penerbit Serambi?
Mas Dul
:
Naskah
diterima
dari
penerjemah
kemudian
dipastikan
kelengkapannya sudah dipenuhi oleh penejemah. Kelengkapan naskah itu di antaranya dari segi penataan file. Bahkan pada naskah ilmiah bisa jadi ada indeks, sinopsis, dan lain-lain. Kemudian setelah kelengkapan itu sudah dipastikan, naskah diberikan kepada penyunting. Tahap pertama adalah bagian redaksi menawarkan
kepada
penyunting
atas
kesediaannya
untuk
menggarap naskah tersebut. Jika penyunting itu tertarik, maka dia pun mulai melihat dan mendeteksi naskah tersebut, kemudian menyatakan kesediaannya untuk menggarap naskah tersebut. Biasanya prosedur pernyataan kesiapan itu tidak terlalu formal, bisa jadi proses itu dinyatakan ketika berbincang-bincang santai. Setelah itu, bagian redaksi memberikan foto kopi buku asli berikut filenya. Di dalam file itu, disertakan pula Surat Perintah Kerja Penyuntingan, berisi tentanng identitas dan alamat penyunting, dan batas waktu kapan dia harus menyelesaikan tugasnya itu. Jika penyunting sudah memiliki buku Panduan Menyusun Naskah Penerbit Serambi, maka bagian redaksi hanya menyertakan formulir kelengkapan naskah yang mereka sebut sebagai ceklis untuk penyunting. Jika dia adalah penyunting yang baru pertama kali bekerja sama dengan Serambi, maka bagian redaksi meminta dia untuk
mengirim satu atau dua bab, atau beberapa halaman contoh suntingannya untuk dilihat dan diverifikasi. Kemudian, proses penyuntingan berjalan sesuai dengan deadline yang ditentukan penerbit serambi. Setelah bagian redaksi melakukan verifikasi pertama, penyunting mengirim hasil suntingannya dalam bentuk final disertakan dengan ceklis penyuntingan. Setelah itu, bagian redaksi memeriksa kembali apakah penyunting sudah memenuhi kelengkapan naskah dan apakah dari segi substansi materi masih memiliki masalah, karena asumsinya penyuntingan itu adalah zero false (kesalahan nol). Alur penyuntingan yang diidealkan di serambi adalah setelah naskah diterima dari penyunting, kemudian dicek kelengkapan naskah dan substansinya oleh chief editor. Lalu, chief editor melimpahkan ke kopi editor untuk melakukan spelling checker. Penerbit membuat software pendeteksi kesalahan ketik dalam bahasa Indonesia. Kopi editor melakukan proses kerja itu tanpa membacanya terlebih dahulu karena kesalahan ketik secara otomatis akan bergaris merah, lalu langsung diperbaiki. Setelah itu, segala kelengkapan naskah diceklis berdasarkan ururtannya. Kemudian naskah itu diprint yang disebut dengan print out I. Print out I itu dimanfaatkan oleh kopi editor untuk melakukan baca cepat. Tentunya tidak ada lagi kesalahan, karena dibenahi pada tahap pertama tadi. Setelah itu, naskah diinput ke dalam komputer masih dalam bentuk microsoft word. Lalu, naskah diserahkan ke lay out kemudian diprint lagi. Lalu, naskah itu diperiksa lagi oleh kopi editor lain supaya hal-hal yang tidak dicermati oleh kopi editor pertama bisa ditemukan. Untuk tahap ini, chief editor juga terlibat. Setelah koreksi kedua selesai, naskah diinput menjadi film kemudian dicetak Beberapa hal yang ditekankan kepada penyunting adalah redaksi yang secara substansi benar, akurat, dan tidak menyimpang dari
teks asli. Setelah itu, naskah diterima bagian redaksi dan penyunting mendapatkan bayarannya. Penulis
: Pada dasarnya, editor terfokus pada substantial editing, sedangkan penyunting terfokus pada mechanical editing. Terkait dengan hal itu, apakah di serambi juga membedakan antara editor dengan penyunting?
Mas Dul
: Di serambi tidak membedakan antara editor dengan penyunting dari segi sasaran fokusnya. Akan tetapi, serambi membedakan kedu posisi tersebut ketika posisi editor mengambil beberapa bagian dari buku dengan proses membuang, menambahi, ataupun mengambil dari bagian buku yang lain. Misalnya, ada buku setebal 500 halaman. Ternyata yang marketable untuk diterbitkan hanya bab dua dan bab tiga saja, maka ketika itulah dia disebit sebagai seorang editor. Sedangkan, seseorang tetap disebut sebagai penyunting ketika pemilihan bagian mana yang harus diterjemah itu dilakukan oleh bagian redaksi serambi. Jadi pada intinya, seseorang disebut editor ketika dia melakukan proses kerja yang lebih berat tanggung jawabnya dibanding dengan proses kerja seorang penyunting. Editor melakukan take and select, bahkan merangkai beberapa hal yang terkadang tidak terkait di dalamnya menjadi sebuah bacaan yang enak dan memberikan pengetahuan yang luas. Secara umum, pembedaan antara editor dan penyunting itu hanya terkait pada ketika dia berperan penuh untuk mengurangi dan menambah sebuah naskah. Akan tetapi, jika dia hanya melakukan penyuntingan pada sebuah naskah, maka dia disebut sebagai penyunting. Selain itu, kopi editor adalah orang yang melihat secara teknis terkait penulisan dan tata bahasa tetapi tidak menyangkur substansi buku atau akurasi dari pemindahan pesan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Penulis
: Sejauh mana intervensi penyunting terhadap naskah?
Mas Dul
: Tergantung kondisi naskah. Jika naskah membutuhkan kelugasan, penegasan, atau efektifitas, maka dia memiliki hak penuh untuk melakukannya.
Bagian
mengkonfirmasikan
redaksi
perubahan
menyarankan
mendasar
yang
untuk dilakukan
penyunting. Perubahan mendasar itu misalnya ketika sebuah pengantar di letakkan di belakang sebagai prolog atau epilog, atau biasanya perubahan-perubahan yang terkait dengan sistematika buku. Sedangkan, perubahan dalam kalimat diberikan keleluasaan sepanjang tidak keluar dari pesan buku itu. Hal lain yang juga ditegaskan ke penyunting adalah nuansa, yaitu perbedaan sekecil apapun harus tetap dipertahankan dari penulis. Jika gaya tutur penulis adalah puitis, maka dia harus mengikuti gaya penulisnya. Atau juga, gaya tutur Arab yang memiliki banyak penekanan dan pengulangan kata pada maksud yang sama, maka penyunting harus bisa menyesuaikan gaya penulis dengan menjadikan naskah tersebut tidak bosan dibaca oleh para pembaca. Penulis
: Bagaimana teknis penyuntingan naskah terjemah Arab-Indonesia di Penerbit Serambi?
Mas Dul
: Secara umum, teknis penyuntingan bisa berbeda antara satu penyunting dengan penyunting yang lain. Bagian redaksi melepas mereka untuk melakukan kreasi sebebas mungkin. Misalnya, ada penyunting yang mempunyai kapasitas untuk membuat judul atau sub judul menjadi sangat menarik. Serambi sangat meyukai penyunting yang seperti itu, karena mereka mampu menjadikan judul atau sub judul menjadi lebih puitis dan sangat mewakili isi, meskipun tentunya ada syarat-syarat yang telah ditetapkan. Mereka juga harus konfirmsi untuk melakukan perubahan tersebut, karena hal itu penting untuk menjajaki pemahaman pembaca terhadap buku tersebut. Bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan seperti itu disarankan untuk tidak melakukan perubahan seperti itu, tetapi tim redaksi yang melakukannya setelah menjadi sebuah
bacaan yang telah dipruf kemudian diserasikan dengan isi bacaannya. Penulis
: Siapakah tim redaksi yang lebih berperan untuk melakukan perubahan naskah ketika penyunting tidak maksimal?
Mas Dul
: Hal itu ditangani oleh chief editor. Di situlah peran chief editor yang memaksimalkan potensi sebuah naskah, meskipun hal itu merupakan peran sunat bagi seorang chief editor. Tentunya, naskah itu tidak memiliki potensi yang tiada batas. Semakin bagus sentuhan yang diberikan, maka naskah itu akan semakin bersinar di mata pembaca.
Penulis
: Apa peran penyunting buku terjemah Arab-Indonesia di Penerbit Serambi?
Mas Dul
: Penyunting adalah mitra redaksi dalam menjaga kualitas naskah dari segi bahasa, penulisan, logika kalimat, pesan, dan keindahan kalimat. Penyunting adalah garda depan penerbit serambi. Sekarang, di penerbit serambi sangat merekomendasikan seorang penerjemah untuk sekaligus menjadi penyunting. Ada beberapa orang yang mendapat posisi seperti itu karena kepiawaian dia dalam menerjemah, sehingga tidak dibutuhkan penyuntingan. Tentunya, dia akan mendapatkan bayaran lebih. Pada prinsipnya, buku terjemahan tidak membutuhkan penyunting. Namun, pada kenyataannya memang pengalihbahasaan pada sebuah naskah yang ditulis beberapa tahun bahkan puluhan tahun, kemudian penerjemah menggarapkannya dalam waktu tiga bulan, atau satu tahun, bahkan rentan kurang dari satu tahun kalau penggarapannya efektif, tentu hal itu meniscayakan ada dua pihak yang saling mendiskusikan naskah tersebut secara tidak langsung yaitu penerjemah dan penyunting. Sehandal apapun seorang penerjemah, masih saja dia menyisakan hal-hal yang tercecer, padahal itu penting untuk kesahihan dan keindahan naskah itu sendiri.
Peran penyunting secara terperinci pertama memastikan bahwa terjemahan telah sesuai dengan isinya, dari sisi pemindahan pesan maupun kalimatnya, kedua penyunting melakukan hal-hal penting yang tertinggal, yang tidak dilakukan oleh penerjemah. Kehadiran penyunting sangat terkait dengan penerjemah. Semakin penyunting mengenal
penerjemah,
karakteristik
kekeliruan
atau
ketidaksempurnaan naskah yang diterjemahkannya maka hal itu semakin baik bagi penyunting. Bahkan, ada kalanya tim redaksi mempertemukan penyunting dengan penerjemah dalam rangka mempermudah pemahaman antara penyunting dan penerjemah terhadap naskah dan mereka saling memberikan masukan. Menurut saya, itulah cara yang paling efektif. Penulis
: Apa saja kendala penyunting naskah terjemah Arab-Indonesia dan solusi apa yang ditempuhnya?
Mas Dul
: Kendala pertama adalah kamus, baik bagi penerjemah maupun penyunting. Penerbit serambi tidak memiliki kamus ArabIndonesia elektronik. Begitupun dengan kamus arab-inggris yang tidak semua orang memilikinya, selain harganya mahal karena buku itu merupakan barang import, kurang adanya pemguasaan bahasa inggris. Selain itu, kamus Arab-arab seperti Lisanul ‘Arab sangat terbatas keberadaannya
sehingga
juga
menjadi
kendala
bagi
para
penerjemah maupun penyunting. Keterbatasan kamus itulah yang membuat kenapa naskah terjemahan arab di serambi mengalami banyak masalah teknis dibandingkan dengan naskah terjemahan Inggris. Untuk naskah terjemahan Inggris tidak terlalu mengalami banyak masalah teknis, karena juga didukung oleh banyak kamus yang mudah diperoleh. Ada juga software kamus bahasa Inggris yang memuat entri yang lengkap, sehingga memperlancar proses kerja penerjemah dan penyunting untuk naskah Inggris-Indonesia. Sedangkan, hal itu tidak terjadi pada naskah Arab-Indonesia.
Kendala kedua adalah penerjemah ataupun penyunting masih saja kecolongan dengan gaya tutur arab yang kadang-kadang berteletele dan penuh penegasan; penyuting juga masih terpengaruh oleh struktur Indonesia yang terlihat masih kearab-araban. Solusi dari kedua masalah itu adalah tentunya jam terbang dan sering adanya fitback dari bagian redaksi untuk meningkatkan kualitas kerjanya. Untuk solusi kamus, tentu masih menjadi PR bagi penerbit serambi dalam menangani keberadaan kamus-kamus Arab yang mendukung proses kerja. Kendala ketiga adalah kebanyakan teks Arab adalah teks klasik yang sebagian besar problemnya adalah pemindahan gaya bahasa masyarakat klasik dan gaya bahasa modern; pemindahan struktur kebudayaan masyarakat ketika itu. Untuk naskah modern juga memiliki hal yang sama, ada istilah-istilah teknis filsafat yang beberapa kamus memberikan istilah yang berbeda-beda. Kendala keempat adalah transliterasi nama. Hal itu selalu menjadi masalah yang sangat krusial bagi seorang penyunting. Ternyata, kesulitan nama itu paling sering muncul dari bahasa Jerman atau bahasa Perancis. Akan tetapi, memang diakui bahwa belum ada standar baku penulisan. Penulis
: Apakah background pendidikan penyunting mempengaruhi proses kerja penyuntingan?
Mas Dul
: Tidak sepenuhnya background pendidikan itu mempengaruhi proses kerja penyunting. Berdaarkan data penerbit serambi sumber daya manusia pekerja buku memiliki keterampilannya dengan cara otodidak. Bahkan, di penerbit serambi belum ada penyunting dari lulusan jurusan penyuntingan. Akan tetapi, untuk hal ini kopi editor serambi tengah mengusahakan untuk merekrut penyunitng yang memang benar-benar dari lulusan jurusan penyuntingan, karena tentunya dia akan lebih tahu hal-hal tentang penyuntingan lebih mendalam. Selain itu, sistem otodidak yang dilakukan penyunting karena
dorongan untuk menyelesaikan suntingan
naskah Arab, sehingga dia harus mencari diksi yang sesuai dengan naskah Arabnya.
Struktur Organisasi PT. Serambi Ilmu Semesta
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Sekretaris Direksi Pengendali Dokumen
Wakil Manajemen
Redaksi
Pemasaran Promosi
Cetak Pengadaan Naskah
Penjualan Online Selling Offline Selling Administrasi Peenjualan
Corporate Secretary
Penggarap Naskah Administrasi Redaksi Lay Out
Produksi
Keuangan, SDM, Umum Keuangan
Accounting Umum SDM Gudang
CEKLIS UNTUK PENYUNTINGAN
Sebelum menyerahkan naskah kepada Penerbit Serambi, mohon Anda periksa kekelengkapan persyaratan naskah Anda dengan ceklis berikut : Naskah final ___________ Seluruh naskah diketik dua spasi atau satu setengah spasi ___________ Setiap bab disimpan dalam file terpisah ___________ Penamaan file berurut sesuai nomor bab ___________ Semua catatan kaki sudah diperiksa sesuai buku asli ___________ Penomoran catatan kaki diketik per bab ___________ Keterangan posisi dan nomor gambar, tabel, ilustrasi atau tulisan Arab tercantum dalam naskah. ___________ Halaman persembahan (jika ada) ___________ Daftar isi lengkap ___________ Biografi singkat setiap penulis dan kontributor ___________ Catatan-catatan, lampiran, dan kepustakaan ___________ Beberapa usulan judul dan anak judul ___________ Sinopsis untuk halaman belakang ___________ Pengantar penyunting (jika ada) ___________ Seluruh naskah sudah bebas dari salah ketik ___________ Hasil print-out selesai dengan versi terakhir yang tersimpan dalam disket
Catatan penting : 1. Format naskah Anda sesederhana mungkin. Anda tidak perlu melakukan setting dan lay-out pada naskah awal (draft). Setting dilakukan setelah editing naskah Anda selesai dan dilakukan oleh penata letak Serambi. 2. Jangan memenuhi disket lebih dari 90 % kapasitasnya. Mengisi disket sampai kapasitas penuhnya dapat menyebabkan hilangnya kemampuan rekam disket.