Topik Utama PERAN PENTING KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM MEWUJUDKAN EKONOMI BERBASIS PENGETAHUAN Jann H. Tjakraatmadja, Dedy Sushandoyo, dan Didin Kristinawati Centre of Knowledge for Business Competitiveness (CK4BC) Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung
[email protected]
SARI Indonesia sekarang ini sedang menghadapi tantangan berat, khususnya terkait dengan persaingan ekonomi antar bangsa. Hingga saat ini, pertumbuhan ekonomi nasional lebih mengandalkan pada pemanfaatan sumber daya alam (nature-based economy). Terbukti, bahwa tingkat percepatan pertumbuhan kesejahteraan rakyat Indonesia yang diukur dengan nilai GDP per kapita, relatif tertinggal dibandingkan dengan negara-negara yang mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy) seperti Singapura atau Korea Selatan. Belajar dari pertumbuhan masa lalu, tentu ke depan diharapkan Indonesia juga mampu mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan/teknologi. Salah satu titik krusial yang perlu diperhatikan dalam implementasi ekonomi berbasis pengetahuan adalah bagaimana agar Indonesia mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menunjang inovasi produk-produk nasional yang dihasilkan, sehingga nilai tambah ekonomi akan lebih besar. Lebih khusus lagi, bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat mendukung agar produk atau jasa yang dihasilkan mempunyai keunggulan kompetitif yang tinggi bagi perusahaan dan bangsa Indonesia. Tulisan ini akan membahas peran Knowledge Management, sebagai kerangka berpikir pengelolaan pengetahuan/teknologi dalam mewujudkan ekonomi berbasis pengetahuan. Kata kunci : ekonomi, ekonomi berbasis sumber daya alam, ekonomi berbasis pengetahuan, knowledge management, persaingan 1. PENDAHULUAN Kondisi ekonomi global sekarang ini diwarnai dengan persaingan tinggi antar negara yang umumnya terjadi untuk memperebutkan sumber daya alam yang semakin terbatas atau untuk memperebutkan pasar yang semakin tanpa batas. Di era global ini, akan sangat sulit bagi sebuah negara untuk memproteksi perekonomiannya dibandingkan dengan beberapa dekade lalu (Mankiw, 2007). Masingmasing negara dituntut untuk membuka pasarnya bagi negara lain. Sebagai contoh, untuk kawasan ASEAN, yang sudah menerapkan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai awal tahun 2015, mengharuskan negara ASEAN untuk membuka pasar bagi negara
4
anggota ASEAN lainnya (Antara, 2015). Indonesia dengan jumlah sumber daya manusia dan perekonomian terbesar di ASEAN, tentunya dihadapkan pada sebuah dilema, yaitu pada satu sisi penerapan MEA membuka kesempatan untuk melakukan ekspansi ke negara lainnya, tetapi juga pada saat bersamaan menghadapai sebuah ancaman, di mana Indonesia dengan pangsa pasar terbesar akan menjadi lahan perebutan bagi perusahaan dari negara lain untuk memasarkan produk-produknya (BBC, 2015). Pada tingkat yang lebih luas, Indonesia juga terikat dengan kesepakatan-kesepakatan APEC dan WTO, di mana keduanya menandai semakin terbukanya perdagangan di tingkat regional dan dunia.
M&E, Vol. 13, No. 1, Maret 2015
Topik Utama Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan peran penting Knowledge Management (KM) dalam mewujudkan Ekonomi Berbasis Pengetahuan. Struktur tulisan ini adalah sebagai berikut: • Setelah Pendahuluan di poin1 berlanjut ke poin 2 yang akan memaparkan bagaimana kondisi perekonomian Indonesia sekarang ini dan apa-apa saja yang menjadi tantangan perekonomian Indonesia ke depannya. • Poin 3 berisi penjelasan tentang perbedaan nature-based economy dan knowledgebased economy. • Poin 4 membahas konsep KM secara singkat, khususnya tipe-tipe pengetahuan dan konversi dari satu tipe pengetahuan menjadi tipe pengetahuan yang lain terjadi. • Poin 5 menjelaskan tentang salah satu model KM (Jann Model), terkait dengan bagaimana KM diterapkan di sebuah organisasi, agar berujung pada inovasi yang memberikan keuntungan (nilai tambah positif) bagi organisasi tersebut. • Terakhir, menyimpulkan apa yang telah dibahas pada tulisan ini. 2. PEREKONOMIAN INDONESIA DAN TANTANGANNYA Pertumbuhan ekonomi suatu negara yang utamanya disokong oleh hasil eksploitasi terhadap sumber daya alamnya, disebut dengan istilah nature-based economy. Perlu kita sadari bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat digolongkan ke dalam nature-based economy. Bukti bahwa Indonesia menganut sistem naturebased economy, dapat dilihat di antaranya dari pertumbuhan nilai ekspor nasional selama ini, yang bertumpu pada produk-produk berbasis sumber daya alam. Sebagai contoh, pada tahun 2013 jumlah ekspor Indonesia sebanyak 149.918,8 juta dolar, terutama berasal dari minyak, gas dan bahan-bahan mineral (Kemendag, 2015). Lebih lanjut, Indonesia selama ini juga mengekspor nonmigas yang masih dalam bentuk bahan baku, misalnya karet, kopi, dan kakao (Kemendag, 2015).
Pada skala yang masih relatif kecil, Indonesia melalui PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) yang merupakan perusahan lokal Indonesia, telah berhasil menjual produk pesawat andalan mereka CN-235. Pesawat ini adalah produk hasil kerja sama antara PTDI dengan CASA Spanyol (Ibrahim dan Triyatna, 2013). Pesawat jenis ini telah terjual ke berbagai belahan dunia. Negaranegara yang selama ini menggunakan produk PTDI di antaranya Malaysia, Korea Selatan, Pakistan dan Turki (Ibrahim dan Triyatna, 2013). Kemampuan Indonesia dalam memproduksi dan menjual produk berbasis teknologi juga dilakukan oleh PT. Pindad. Produk Pindad, baik itu berupa amunisi, senapan serbu, maupun mobil tempur, juga telah merambah ke pasar luar negeri. PT. PAL selama ini juga telah berhasil menjual produk-produknya ke mancanegara seperti beberapa saat lalu, perusahaan kapal ini berhasil memenangkan kontrak dari Filipina untuk pembuatan dua kapal perang (Detik, 2015). Sebagaimana yang dipaparkan di atas, dengan implementasi teknologi yang tepat guna atas produk-produk Indonesia, sudah terbukti telah meningkatkan nilai tambah atau daya saing produk-produk nasional, yang pada akhirnya telah meningkatkan perekonomian Indonesia. Lebih lanjut, sekiranya teknologi-teknologi yang digunakan tersebut hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, dengan melibatkan aktor-aktor, baik itu universitas, pusat-pusat penelitian, dan juga industriindustri terkait, maka teknologi tersebut akan menjadi milik bangsa Indonesia dan memberikan nilai tambah lebih besar pada pertumbuhan ekonomi nasional. Di negara-negara maju seperti di Swedia, pemerintah berusaha untuk mempertahankan kegiatan riset dan pengembangan berada di Swedia. Di sana, pemerintah bersama-sama dengan industri/perusahaan swasta dan universitas, menentukan pilihan teknologi yang akan menjadi keunggulan kompetitif mereka. Kemampuan untuk menumbuhkembangkan teknologi nasional, bukan hanya akan bermanfaat bagi industri, tetapi juga bagi universitas maupun ekonomi Swedia di masa yang
Peran Penting Knowledge Management Dalam Mewujudkan .... ; Jann H. Tjakraatmadja, Dedy S, Didin K
5
Topik Utama akan datang. Sebagai contoh, Swedia telah menetapkan hybrid-electric technology sebagai salah satu teknologi unggulan dan penting di masa depan, khususnya bagi industri otomotif mereka. Setelah penentuan itu, maka pemerintah, universitas dan industri bahu membahu untuk mengembangkan teknologi tersebut, baik di universitas maupun di industri. Para pemangku kepentingan ini, bekerja sama untuk mendirikan pusat penelitian yang dibiayai oleh ketiga pemangku kepentingan tersebut. Penelitian dan pengajaran di universitasuniversitas Swedia akan menghasilkan insinyurinsinyur yang mumpuni. Selepas menamatkan studinya, mereka akan menjadi tenaga-tenaga kerja yang siap pakai bagi industri. Dengan demikian, kecukupan tenaga-tenaga kerja ahli tersebut dapat dipenuhi didalam negeri. Dengan berkembangnya hybrid electric technology, baik di universitas maupun di industri, akan semakin meningkatkan daya saing produk Swedia. Di samping itu, dengan berkembangnya teknologi di dalam negeri Swedia, tentu akan semakin kecil kemungkinan bagi industri untuk merelokasi pusat penelitian dan industrinya ke luar negeri. Dengan demikian, ekonomi Swedia yang ditunjang oleh pajak yang dibayarkan oleh industri dan atau karyawan perusahaan, sebagai penggerak ekonomi negara tersebut. Pertanyaannya, bagaimana dengan Indonesia? Produk apa yang hendak menjadi andalan dan dikembangkan secara bersama-sama di dalam negeri, sehingga menjadikan keunggulan kompetitif baik untuk perusahaan, universitas dan swasta? 3. NATURE-BASED ECONOMY VERSUS KNOWLEDGE-BASED ECONOMY Indonesia dikaruniai jumlah penduduk dan sumber daya alam yang berlimpah. Jumlah penduduk Indonesia berada pada nomor empat terbanyak di dunia, dengan mayoritas adalah usia produktif (BPS, 2015). Dengan jumlah penduduk seperti tersebut, Indonesia sering kali disebut mendapatkan bonus demografi (BKKBN, 2013). Namun demikian, jika kualitas
6
manusia Indonesia ini tidak dikembangkan dengan baik, maka jumlah penduduk yang luar biasa ini, tidak akan menjadi aset yang berharga bagi negara, tetapi malah akan menjadi beban bagi negara. Demikian pula, sumber daya alam Indonesia, baik itu cadangan emas yang merupakan terbesar di dunia, ikan yang melimpah dengan dua pertiga bagian Indonesia adalah berupa lautan, cadangan gas alam yang terbesar di dunia, tanah yang sangat subur, hutan tropis terbesar ke dua di dunia, serta kaya akan keragaman budaya, tidak akan memberikan berkah kesejahteraan bagi bangsa dan negara, kalau bangsa Indonesia tidak memiliki pengetahuan dan semangat untuk mengelola sumber daya alam yang berlimpah tersebut. Fakta menunjukkan bahwa potensi sumber daya alam maupun manusia yang luar biasa, belum mampu dikelola secara optimal dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga nilai tambah yang dihasilkannya tersebut, masih jauh dari normal. Pertumbuhan ekonomi dengan berdasar atas eksploitasi sumber daya alam sebagaimana terjadi di Indonesia, pada jangka pendek memang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Namun demikian, berdasar studi yang dilakukan oleh Tjakraatmadja (2012), pertumbungan ekonomi yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesenjangan ekonomi antar warga negara, akan menimbulkan berbagai dampak negatif. Artinya, analisis Tjakraatmadja tersebut menunjukkan bahwa untuk kasus kondisi ekonomi Indonesia terbukti bahwa makin tinggi nilai GDP per kapita nasional, akan makin menurunkan kualitas lingkungan nasional (EPI = Environment Performance Index), dan akan meningkatkan nilai GINI Index, yaitu kesenjangan (gap) pendapatan antara golongan ekonomi kelas tinggi dengan ekonomi kelas rendah. Lebih lanjut, studi Tjakraatmadja juga berkesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi berbasis pada eksploitasi sumber daya alam tidak dapat memberikan pertumbuhan ekonomi
M&E, Vol. 13, No. 1, Maret 2015
Topik Utama yang signifikan pada jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang demikian, juga harus dibayar mahal dengan menipisnya sumber daya alam dan kerusakan lingkungan negara bersangkutan. Dibandingkan dengan Korea Selatan, perekonomian Indonesia sekarang ini sangat tertinggal jauh. Tahun 1960, Gross Domestic Product (GDP) kedua negara relatif sama, yakni berada pada kisaran di bawah 1.000 USD. Namun demikian, data tahun 2013 menunjukkan bahwa perbedaan GDP perkapita antara kedua negara tersebut sangat berbeda jauh. Indonesia baru mencapai nilai pada kisaran 3.500 USD (WE Forum, 2014a), sedangkan Korea Selatan sudah berada di atas 24.000 USD (WE Forum, 2014b). Perbedaan tajam ini dapat dijelaskan dengan keterlibatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi landasan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan. Sedangkan untuk Indonesia, pertumbuhan ekonominya lebih didasarkan atas eksploitasi sumber daya alam. Negara-negara maju semacam Korea Selatan telah menggunakan pengetahuan dan teknologinya sebagai mesin penggerak perekonomian. Dengan demikian, Korea Selatan bisa disebut sebagai salah satu negara yang mendasarkan perekonomian berdasar konsep knowledge-based economy. Bagaimana Korea Selatan mencapai kemajuan ekonomi yang luar biasa sebagaimana dipaparkan di atas? Ternyata Korea Selatan telah menerapkan rumus World Bank untuk pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan, yaitu setidaknya ada empat langkah yang meraka lakukan. Pertama, mereka fokus untuk berinvestasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Kedua, mereka mendorong inovasi nasionalnya melalui investasi dalam bidang penelitian dan pengembangan. Ketiga, mereka membangun infrastruktur informasi yang modern dan mudah diakses oleh rakyatnya. Keempat, ketiga hal tersebut didukung oleh kebijakan ekonomi nasionalnya, yang mampu menciptakan kondisi perekonomian yang stabil dan institusi yang kondusif, yang memungkinkan ilmu pengetahuan terkait investasi berkembang
dengan baik (World Bank, 2012). Dengan berbagai upaya tersebut, pada tahun 2014, daya saing Korea Selatan berada pada tingkat 26, sedangkan daya saing Indonesia berada pada peringat sekitar 34 (WE Forum, 2014c). Indikatorindikator yang membuat daya saing Indonesia relatif rendah di antaranya akibat rendahnya skor terkait kesiapan teknologi (technological readiness) dan inovasi (WE Forum, 2014a). Sebagian besar negara-negara maju yang ada sekarang ini, sebagai contoh Korea Selatan, Jepang, dan Singapura, dengan mayoritas (sekitar 80%) GDP-nya disumbangkan oleh kontribusi modal manusia, bukan oleh kekayaan sumber daya alam. Negara-negara tersebut memang relatif tidak mempunyai sumber daya alam yang melimpah sebagaimana Indonesia. Dengan demikian, bisa dibayangkan hasil luar biasa akan didapat, seandainya Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam ini mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk yang dihasilkannya. Namun demikian, tentunya yang harus dilakukan tidak hanya terkait dengan investasi signifikan yang harus dikucurkan untuk pengembangan teknologi, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dikelola, sehingga memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan bangsa?. 4. APA ITU KM? KM adalah sebuah konsep terkait dengan bagaimana pengetahuan perusahaan dikelola, untuk menjawab beberapa pertanyaan kunci, seperti: bagaimana pengetahuan perusahaan diciptakan, disimpan, dikembangkan dan didistribusikan atau ditransfer kepada yang membutuhkan. Tiga komponen penting dari KM adalah manusia, teknologi dan proses (Tjakraatmadja dan Lantu, 2006). Di antara ketiga komponen tersebut, manusia adalah komponen paling penting untuk diperhatikan, karena komponen tersebut merupakan komponen yang hidup dan
Peran Penting Knowledge Management Dalam Mewujudkan .... ; Jann H. Tjakraatmadja, Dedy S, Didin K
7
Topik Utama mempunyai initiatif, untuk mengelola komponen KM lainnya, yaitu komponen teknologi dan proses. Dapat dikatakan, bahwa komponenkomponen teknologi dan proses merupakan komponen pendukung, untuk memudahkan/ mempercepat kerja komponen manusia. Namun demikian, sebagian organisasi justru cenderung lebih mendahulukan untuk mengembangkan komponen technologi (ICT tools/infrastructure) daripada menyiapkan manusianya. Banyak organisasi beranggapan bahwa penerapan KM di organisasinya cukup dilakukan dengan menyediakan infrastruktur ICT yang canggih, dan kurang serius dalam menyiapkan manusianya. Ketika komponen manusianya tidak siap, baik secara mental maupun keterampilannya, maka dapat dipahami jika implementasi KM pada sebuah organisasi berujung dengan kegagalan. Bagaimana pengelolaan pengetahuan terkait dengan tipe pengetahuan itu sendiri? Secara garis besar, pengetahuan dapat dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama, tacit knowledge adalah ilmu pengetahuan yang tersimpan pada individu dalam bentuk idea/gagasan atau konsep yang dimiliki oleh individu (Polanyi, 1966; Nonaka dan Takeuchi, 1996). Tipe yang kedua adalah explicit knowledge, dengan pengetahuan telah termanifestasi dalam bentuk di antaranya tulisan, gambar kerja, prototipe atau produk. Selanjutnya, Nonaka (1996) menjelaskan bahwa proses kreasi pengetahuan dalam sebuah organisasi terjadi melalui proses konversi di antara dua tipe pengetahuan tersebut di atas, yang dia sebut sebagai proses SECI (Socialisation, Externalisation, Combination, and Internalisation). Keempat bentuk konversi pengetahuan tersebut tergambar dalam SECI model (lihat Gambar 1). Socialisation adalah proses sosial (diskusi atau komunikasi secara tatap muka) yang dibutuhkan saat kita akan konversi (ditransferkan) pengetahuan eksplisit kepada pihak lain menjadi pengetahuan eksplisit pula. Externalisation adalah proses konversi pengetahuan tasit menjadi pengetahuan eksplisit. Contoh proses ini dapat berupa pendokumentasian ide/gagasan seseorang
8
Gambar 1. SECI Model
pada sebuah tulisan/buku atau konversi pengetahuan tasit para perancang menjadi produk, sebagai perwujudan dari pengetahuan eksplisit. Combination adalah proses konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan eksplisit lain. Misal, proses sintesa sebuah konsep baru, yang berasal dari gabungan dua konsep pembentuknya. Internalisation adalah proses konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan tasit. Proses ini terjadi misalnya saat seseorang mempunyai pemahaman baru atas berbagai konsep yang dia peroleh dari berbagai referensi yang telah dibacanya. Pada dasarnya, pengetahuan dimiliki oleh individu (karyawan), sebagai pengetahuan tasit. Pengetahuan tasit yang dimiliki dan dibawa individu tidak akan memberi manfaat sepanjang belum dieksplisitkan (diwujudkan dalam bentuk produk yang bernilai guna). Mengingat permasalahan yang ada cenderung kompleks (misal dalam kasus pembuatan mobil atau pesawat), maka untuk bisa mewujudkan produk mobil atau pesawat, dibutuhkan kerjasama antarberbagai individu dengan berbagai macam disiplin (misal teknik mesin, elektro, kimia, manajemen). Pada saat kerja sama antar berbagai individu tersebut, biasanya terjadi pada suatu organisasi (tim, perusahaan, atau negara), maka sifat dari pengetahuan tersebut tidak lagi dimiliki oleh individu, tetapi sudah menjadi
M&E, Vol. 13, No. 1, Maret 2015
Topik Utama organisasional. Sifat pengetahuan yang sudah organisasional inilah yang akan memberikan manfaat yang lebih signifikan (Tjakraatmadja dan Lantu, 2006). 5. KM FRAMEWORK UNTUK INOVASI: MODEL JANN Sebagaimana dipaparkan di atas, implementasi KM dalam organisasi tidak akan membawa hasil yang optimal dan berkelanjutan, ketika organisasi tersebut hanya menekankan pada pengembangan komponen KM sisi teknologi (ICT). Program-program KM di sebuah organisasi akan berjalan berkelanjutan, jika landasan dan pilar yang mendukung organisasi tersebut sudah memiliki karakteristik sebagai sebuah organisasi pembelajar (learning organization). Fondasi yang dibutuhkan untuk terjadinya organisasi pembelajar, yaitu berupa iklim kerja yang memiliki nilai-nilai tentang rasa saling percaya (trust culture) dan kebiasaan belajar (learning habit) di antara para karyawannya. Diatas fondasi organisasi pembelajar yang kokoh, kita bisa membangun dua pilar dari organisasi pembelajar yang kokoh, yakni karyawan berpengetahuan (knowledge workers) serta pilar fasilitas-fasilitas penunjang belajar (learning facilities). Untuk membangun fondasi serta pilar organisasi pembelajar di atas, dibutuhkan pemimpin yang mampu menggerakkan ketiga hal tersebut (lihat Gambar 2; Tjakraatmadja dan Lantu, 2006).
Gambar 2. Model Rumah Jann KM untuk inovasi
Sebuah organisasi akan mampu mengimplementasikan KM dengan baik, jika organisasi tersebut sudah memiliki karakteristik sebagai organisasi pembelajar (tahap pertama dari rumah KM model Jann Hidajat (pada Gambar 2). Ketika pimpinan KM organisasi mulai memberikan pelatihan-pelatihan yang intensif tentang mekanisme dan proses (methods) tentang KM, serta teknik-teknik implementasi KM (KM tools), baik yang didukung oleh teknologi ICT maupun yang bersifat manual, akan menjadikan organisisasi tersebut cepat dalam belajar dan merespon berbagai tantangan perubahan yang terjadi di lingkungannya (Tjakraatmadja dan Lantu, 2006). Dengan pengelolaan pengetahuan yang baik, maka organisasi memperoleh berbagai keuntungan. Sebagai contoh, organisasi akan lebih mudah untuk mendapatkan mencari informasi yang dibutuhkan atau memudahkan proses pengambilan keputusan atau penyelesaian masalah. Lebih lanjut, dengan KM memungkinkan berbagai pengetahuan yang tersimpan pada unit kerja atau pada repository organisasi, dapat diakses oleh semua karyawan yang membutuhkan. Dengan terintegrasinya pengetahuan yang ada di organisasi, maka organisasi semacam itu dapat merespon perubahan dengan mengeluarkan produk atau jasa yang sesuai dengan perubahan dan kebutuhan pelanggan. Tantangan yang dihadapi organisasi-organisasi di Indonesia dalam implementasi KM, di antaranya adalah: a. Pertama, penyiapan kultur yang saling percaya dan kebiasaan belajar di sebuah organisasi tidak bisa diperoleh dalam waktu sekejap, namun membutuhkan usaha yang terus-menerus, sehingga tumbuh keyakinan dan kemampuan untuk menerapkannya. b. Kedua, struktur organisasi dan juga sistem manajemen performansi organisasi tersebut umumnya tidak mendukung implementasi KM. c. Ketiga, pemimpin yang berada pada organisasi tersebut tidak dapat memainkan
Peran Penting Knowledge Management Dalam Mewujudkan .... ; Jann H. Tjakraatmadja, Dedy S, Didin K
9
Topik Utama perannya sebagi motor penggerak dalam membangun iklim saling percaya dan kebiasaan belajar. d. Keempat, kondisi sosial, politik dan ekonomi dengan organisasi tersebut berada tidak kondusif untuk pelaksanaan KM. Sering kali penerapan KM di sebuah organisasi dirasakan sebagai beban bagi organisasi tersebut. Hal ini terjadi di antaranya karena program-program KM dijalankan tanpa keterkaitan dengan target (misal sales, revenue, profit) yang hendak dicapai oleh organisasi. Dengan kata lain, program-program KM harus dijalankan untuk mendukung pencapaian target yang telah ditentukan oleh perusahaan. Setelah menentukan target organisasi, kemudian diindentifikasi kondisi organisasi sekarang ini. Dari analisa kesenjangan antara kondisi organisasi saat ini dengan kondisi organisasi seharusnya agar mampu mencapai target yang diinginkan, diperoleh kesenjangan kemampuan (capability gap). Kesenjangan kemampuan ini akan memberi informasi untuk menganalisis
kesenjangan pengetahuan (knowledge gap), antara pengetahuan yang dimiliki saat ini dengan tingkat kemampuan yang seharusnya dimiliki, agar organisasi mampu mencapai target yang diinginkan. Dengan meningkatkan pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi, diharapkan dapat berkontribusi untuk meningkatkan kemampuan organisasi, yang pada akhirnya organisasi dapat mencapai target yang diharapkan. Dengan melakukan analisa tersebut, maka programprogram KM harus diarahkan untuk menghilangkan kesenjangan pengetahuan tersebut (lihat Gambar 3). Sebagaimana paparan di atas, literatur KM banyak membahas penerapan KM pada tingkat individual, tim atupun organisasi. Namun demikian, pada dasarnya, KM juga potensial untuk diterapkan pada tingkat yang lebih luas, misal pada skala negara. Dengan demikian, studi/penelitian terkait dengan implementasi KM pada skala negara, juga sangat penting ke depannya untuk dilakukan.
Gambar 3. Hubungan antara Target Organisasi, Kesenjangan Kompetensi dan Pengetahuan
10
M&E, Vol. 13, No. 1, Maret 2015
Topik Utama 6. KESIMPULAN Tulisan ini memaparkan peran penting KM dalam mewujudkan ekonomi berbasis pengetahuan. Lebih detil, tulisan ini memaparkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini bergantung pada eksploitasi sumber daya alam, sehingga pertumbuhan ekonominya sulit bersaing dengan negara-negara tetangga sekali pun. Tulisan ini mengemukakan pengelolaan ilmu pengetahuan melalui KM, dan lebih khususnya Model Jann, dapat digunakan sebagai framework untuk mengelola pengetahuan di organisasi, sehingga organisasi tersebut dapat menghasilkan inovasi. Model ini menggarisbawahi bahwa organisasi harus menyiapkan fondasi berupa budaya saling percaya dan juga kebiasaan belajar. Fondasi ini harus kuat untuk mendukung pilarpilar organisasi pembelajar, yang berupa pekerja yang berpengetahuan (knowledge workers) dan fasilitas-fasilitas penunjang proses belajar. Fondasi dan pilar-pilar inilah yang membentuk sebuah organisasi pembelajar. Tulisan ini juga menggarisbawahi akan peran penting pemimpin dalam menggerakkan organisasi menjadi organisasi pembelajar. Selanjutnya, organisasi pembelajar yang baik, akan menjadi fondasi untuk tumbuhnya (implementasi) KM yang efektif pada sebuah organisasi, sehingga organisasi tersebut akan mempunyai kemampuan belajar yang lebih cepat dan semakin responsif terhadap perubahan yang ada di lingkungannya. Dengan demikian, organisasi tersebut akan mampu menghasilkan inovasi. Sekali pun tulisan ini lebih mengedepankan peran KM untuk sebuah organisasi, penerapan KM pada tingkat negara sangat potensial untuk dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Antara News, 2013. Indonesia Siap Hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, http:// www.antaranews.com/berita/391308/ indonesia-siap-hadapi-masyarakatekonomi-asean, Publikasi tanggal 19 Agustus 2013. Diakses tanggal 28 Januari 2015.
BBC, 2014, Apa yang harus Anda ketahui tentang Masyarakat Ekonomi Asean, http://www. bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/ 08/140826_pasar_tenaga_kerja_aec, Publikasi tanggal 27 Agustus 2014, Diakses tanggal 28 Januari 2015. BKKBN, 2013. Bonus Demografi., http://www. bkkbn.go.id/ViewSekapurSirih.aspx? SekapurSirihID=23, Diakses 28 Januari 2015. BPS, 2015, Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010, http://www.bps.go.id/tab_sub/view. php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_ subyek= 12¬ab=1, Diakses 28 Januari 2015. Detik , 2015, Menangkan Pesanan Perang dari Filipina, RI Kalahkan Sang 'Guru'., http:// finance.detik.com/read/2015/01/23/143616/ 2812019/1036/menangkan-pesanan-kapalperang-dari-filipina-ri-kalahkan-sang-guru, Diakses tanggal 26 Januari 2015. Gregory N.M., 2007, Makroekonomi Edisi Keenam, Worth Publishers, New York. H.218, Diterjemahkan oleh Penerbit Erlangga. Ibrahim, S.S. dan Triyatna, R. (Eds), 2013, Perjalanan Anak Bangsa Menguasai Teknologi Dirgantara, PT. Dirgantara Indonesia, Bandung. Tjakraatmadja, J.H. & Donald Crestofel Lantu, 2006, Knowledge Management Dalam Konteks Organisasi Pembelajar. SBM -ITB (Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung), ISBN 979-5458-0-4. Tjakraatmadja, J.H., 2012, Membangun Ekonomi Indonesia yang Berkelanjutan dengan Ekonomi Berbasis Pengetahuan, http://www.itb.ac.id/news/3714.xhtml. Diakses 28 Januari 2015. Kemendag, 2015. Perkembangan Ekspor NonMigas (Komoditi) Periode : 2009-2014, http://www.kemendag.go.id/id/economicprofile/indonesia-export-import/growth-ofnon-oil-and-gas-export-commodity, Diakses 28 Januari 2015.
Peran Penting Knowledge Management Dalam Mewujudkan .... ; Jann H. Tjakraatmadja, Dedy S, Didin K
11
Topik Utama Nonaka, I. and Takeuchi, H., 1995, The Knowledge-Creating Company, New York, Oxford University Press. Polanyi, M., 1983, The Tacit Dimension, First published Doubleday & Co, 1966, Reprinted Peter Smith, Gloucester, Mass, 1983. Chapter 1: "Tacit Knowing". WE Forum, 2014a, Indonesia Global Competitiveness Index, http:// reports.weforum.org/globalcompetitiveness-report-2014-2015/ economies/#indexId=GCI&economy=IDN, Diakses28 Januari 2015.
12
WE Forum, 2014b, Rep. Korea Global Competitveness Index, http:// reports.weforum.org/globalcompetitiveness-report-2014-2015/ economies/#indexId=GCI&economy= KOR, Diakses 28 Januari 2015. WE Forum, 2014c, Competitiveness Ranking, http://reports.weforum.org/globalcompetitiveness-report-2014-2015/ rankings/. Diakses 28 Januari 2015. World Bank, 2012, GDP per capita (current US$, http://data.worldbank.org/indicator/ NY.GDP.PCAP.C, Diakses 28 Januari 2015.
M&E, Vol. 13, No. 1, Maret 2015