PERAN PEMUDA SOSIALIS INDONESIA (PESINDO) DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA 1949-1950 Norman Joshua, Linda Sunarti Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Kampus UI Depok Jawa Barat 16424 Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai peran Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia (1945-1950). Pesindo merupakan salah satu organisasi pemuda terbesar pada tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia. Dalam perkembangannya, Pesindo kemudian akan berperan besar bagi Republik Indonesia dalam perjuangan bersenjata di dalam negeri ataupun perjuangan diplomatik di luar negeri. Hal ini ditandai dengan partisipasi Pesindo dalam pertempuran, berbagai konferensi internasional, serta kegiatan Pesindo yang bersifat sosial. Pesindo sendiri kemudian menemukan ajalnya setelah terlibat dalam Peristiwa Madiun 1948 dan berintegrasi ke dalam Partai Komunis Indonesia dengan nama Pemuda Rakyat.
The Role of Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) in the Indonesian National Revolution 1945-1950 Abstract This graduate's thesis discusses about the role of the Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) in the Indonesian National Revolution (1945-1950). During the early years of Indonesian independence, Pesindo is one of the largest and the most well-organized youth organization. During its development, Pesindo will play a major role in the Indonesian struggle for complete independence, whether it is by participating in combat in the country, participation in the various international conferences overseas, or by doing domestic social activities. Eventually, Pesindo will find its downfall after being implicated in the Madiun Incident of 1948. After Madiun, Pesindo integrates itself with the Communist Party of Indonesia as its youth wing, the Pemuda Rakyat. Keywords: Youth, Socialist, Pesindo, Youth Diplomacy, Indonesian Revolution
Pendahuluan Perang Dunia II yang berlangsung pada tahun 1939 hingga tahun 1945 merupakan salah satu peristiwa penting bagi Republik Indonesia. Serangan Jepang atas Hindia Belanda berakibat dengan keluarnya Belanda dari wilayah tersebut. Pendudukan militer Jepang atas Indonesia yang berlangsung dari tahun 1942 hingga tahun 1945 merupakan masa-masa sulit sekaligus penuh harapan bagi rakyat Indonesia, karena periode ini menandai akhir daripada masa-masa kolonial di Indonesia. Setelah dijatuhkannya bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, Jepang dengan segera menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Peristiwa ini mendorong para pejuang kemerdekaan di Indonesia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Republik 1
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut tidak serta merta mendapatkan pengakuan secara de jure dari Belanda ataupun sebagian besar dari dunia internasional hingga tahun 1949. Belanda masih menganggap bahwa wilayah Republik Indonesia merupakan koloninya. Sebagian besar dunia internasional, terutama negara-negara Barat lainnya juga masih mendukung klaim tersebut karena masih ingin menjaga hubungan baik dengan Belanda. Sebagai konsekuensi kekalahan Jepang terhadap Sekutu, wilayah Indonesia yang sebelumnya dikuasai oleh Jepang dapat diambil alih kembali oleh Sekutu. Pada tanggal 29 September 1945, pasukan Sekutu mendarat untuk pertama kalinya, setelah menyerahnya Jepang, di Jakarta. Peristiwa ini mengawali sederetan insiden konflik bersenjata yang terjadi antara pasukan Sekutu dan para pejuang Republik. Hal ini terjadi karena pasukan Sekutu yang diwakili dengan satuan dari tentara Inggris ini kemudian akan dibarengi oleh unit-unit NICA atau Netherlands Indies Civil Administration, satuan administrasi sipil Belanda untuk Hindia Belanda. Tentunya sikap ini terlihat sebagai usaha Belanda untuk menegakkan kembali hegemoninya terhadap Indonesia, sehingga mendapat perlawanan keras dari pihak Republik. Gerakan perlawanan masyarakat dapat dilihat tidak lama setelah peristiwa tersebut disiarkan melalui radio. Semangat perlawanan terlihat hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia, terutama di Jawa. Berita proklamasi berakibat dengan munculnya gerakan massa yang bergerak untuk merebut titik-titik strategis seperti gudang senjata dan pabrik-pabrik yang masih dikuasai Jepang. Situasi tersebut memicu munculnya kelompok-kelompok pemuda yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Definisi kaum “pemuda” di dalam konteks Revolusi Indonesia adalah sebuah kelompok masyarakat, terlepas dari batasan umurnya, yang ikut turun dan berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mayoritas kelompok-kelompok pemuda ini ikut berjuang untuk Republik Indonesia dengan mengamankan aset-aset peninggalan Jepang, berunding dengan pihak Sekutu, hingga ikut membantu tentara Republik dalam bertempur. Sebagian besar daripada kelompok pemuda ini bermunculan di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, dan Batavia. Kelompok-kelompok ini berjumlah sangat banyak dan memiliki ciri khas serta identitasnya masing-masing. Organisasi kemasyarakatan yang berorientasi perjuangan pada saat itu bermunculan di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan pemuda. Pada tanggal 10 November 1945, diadakan suatu Kongres Pemuda Seluruh Indonesia 2
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
pertama di Yogyakarta. Peristiwa ini merupakan inisiatif dari Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin. Kongres ini pada awalnya bertujuan untuk menyatukan seluruh organisasiorganisasi pemuda di Indonesia di dalam satu wadah. Pada awalnya disebutkan bahwa persatuan ini diperlukan agar perlawanan bersenjata kaum Republik dapat dikoordinasikan dengan baik. Tetapi di lain pihak, dapat dikatakan pula bahwa Amir Sjarifuddin sedang berusaha untuk mengkonsolidasikan dukungan dari kaum pemuda bagi Partai Sosialis yang dipimpinnya. Pada akhirnya Kongres Pemuda Indonesia yang pertama tersebut melahirkan sebuah Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI). BKPRI terdiri dari seluruh organisasi pemuda yang hadir pada saat itu. Sejumlah dua puluh delapan organisasi pemuda yang hadir dalam Kongres tersebut bergabung seluruhnya ke dalam BKPRI. Selain itu, tujuh kelompok pemuda yang hadir pada saat itu juga berfusi menjadi sebuah organisasi pemuda yang menyebut dirinya sebagai Pemuda Sosialis Indonesia. Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) merupakan salah satu kelompok pemuda terbesar dan paling berpengaruh di Jawa. Pesindo didirikan pada Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang bertempat di Yogyakarta pada tanggal 10 November 1945. Kelompok ini kemudian berkembang menjadi salah satu kelompok pemuda yang terbesar di kancah Revolusi Indonesia. Jumlah anggotanya merupakan yang terbanyak di antara kelompok pemuda lainnya, serta manajemen organisasinya tersusun rapih secara sistematis. Secara politis dan kekuatan bersenjatanya, disebutkan bahwa Pesindo lebih unggul daripada organisasi pemuda lainnya. Kegiatan mereka sangat luas, dari penerbitan koran dan majalah, propaganda melalui radio, hingga perjuangan bersenjata melalui unit-unit kelaskaran yang diperbantukan kepada tentara Republik Indonesia pada masa itu. Pesindo memiliki sebuah Badan Pembelaan yang tugasnya adalah untuk melaksanakan perlawanan secara militer terhadap musuh yang dapat mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Kelompok-kelompok seperti ini kerap disebut sebagai para laskar yang bekerjasama dengan TNI. Di samping perjuangan bersenjata, Pesindo juga memiliki sebuah Badan Penerangan yang bertugas menerbitkan selebaran dan pamflet yang berisi advokasi serta propaganda yang berkaitan dengan perjuangan pemuda pada saat itu. Pesindo juga memiliki sebuah majalah bernama “Revolusioner” yang diterbitkan setiap bulannya. Majalah tersebut berisi kumpulan tulisan para tokoh-tokoh Pesindo, serta berita keorganisasian seperti perubahan AD/ART dan pergantian pimpinan dalam kongres-kongres Pesindo, serta propaganda yang fungsinya untuk membangkitkan semangat kepemudaan dalam konteks zaman itu. 3
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
Pesindo juga memiliki peranan di dalam diplomasi Indonesia. Selain aktif dalam perjuangan revolusi di Tanah Air, para anggota Pesindo juga turut terlibat secara aktif di berbagai forum internasional. Salah satu contoh peran anggota Pesindo di dunia internasional adalah dalam Insiden Suripno tahun 1947 dan peristiwa Konferensi Pemuda Se-Asia Tenggara atau yang dikenal sebagai Konferensi Kalkuta 1948. Peristiwa konferensi besar yang melibatkan pemuda dari berbagai wilayah di Asia Tenggara ini dihadiri oleh tiga anggota Pesindo, yaitu Maruto Darusman, Supeno, dan Francisca Fanggidaej. Konferensi yang dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 1948 ini sering disebut sebagai ajang pemberian perintah dari Uni Soviet melalui Cominform kepada partai-partai Komunis di Asia Tenggara. Keterlibatan Pesindo di forum internasional ini memberikan ciri khas tersendiri bagi Pesindo yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi kepemudaan lainnya. Pesindo mengalami kemundurannya secara tragis setelah berperan besar dalam Peristiwa Madiun 1948. Para anggota Pesindo terlibat secara luas dalam peristiwa tersebut, dimana Pesindo sendiri tergabung dalam kelompok Front Demokrasi Rakyat (FDR). Peristiwa ini berakhir dengan kekalahan kelompok FDR oleh tentara Republik, dan kemudian pemimpin-pemimpinnya dieksekusi. Setelah peristiwa ini, Pesindo berhenti aktif sebagai sebuah organisasi pemuda. Stigma masyarakat yang negatif terhadap PKI dan kelompok kiri di dunia perpolitikan Indonesia turut memperburuk kondisi ini. Pesindo pada akhirnya bertransformasi menjadi Pemuda Rakyat pada Kongres Pesindo ke-III tahun 1950. Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa Pesindo merupakan sebuah organisasi massa besar yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada masa itu. Dinamika politik pada masa Revolusi Indonesia dapat dikatakan tidak dapat lepas dari pengaruh Pesindo ataupun anggota-anggotanya. Jumlahnya yang besar, organisasinya yang tertata sistematis dan dukungan politiknya membuat Pesindo menjadi penggerak massa pemuda yang utama di masa itu. Penelitian ini berniat untuk memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap peranan pemuda Indonesia dalam Revolusi Indonesia dengan studi kasusnya para pemuda dari Pemuda Sosialis Indonesia. Penulisan ini juga akan mengkaji lebih lanjut bagaimana peran Pesindo dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, baik melalui perjuangan bersenjata ataupun diplomasi. Untuk itu, penulis memberikan beberapa pertanyaan penelitian. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor apa saja yang melatarbelakangi berdirinya Pesindo? 4
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
2. Bagaimana peran Pesindo dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, baik melalui cara perjuangan bersenjata ataupun perjuangan diplomasi? 3. Bagaimana kedudukan Pesindo dalam dinamika pengorganisasian pemuda di Indonesia pada masa Revolusi Indonesia? Pada dasarnya studi mengenai Pesindo secara khusus masih sedikit atau bahkan belum terdapatnya penelitian yang membahas mengenai Pesindo tersebut secara mendalam, terutama apabila ditinjau dari struktur organisasi serta dasar ideologinya. Sejauh ini belum ada karya yang membahas Pesindo secara komprehensif. Penulis yang melihat hal tersebut berharap bahwa penelitian ini dapat menjadi suatu studi yang dapat memberi pemahaman terhadap Pesindo serta perannya dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik yang terdiri dari proses pencarian sumber, baik sumber primer ataupun sekunder. Tahap berikutnya adalah verifikasi atau tahap kritik sumber, dimana penulis melakukan kritik terhadap sumber yang telah diperoleh melalui kritik eksternal ataupun kritik internal. Tahap berikutnya adalah tahap interpretasi, dimana penulis harus menafsirkan sumber-sumber yang didapat secara cermat, karena tentunya sumber-sumber tersebut tidak lepas dari kepentingan para stakeholder di masa itu. Tahap yang terakhir adalah tahap historiografi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari sebuah penulisan sejarah. Di dalam proses penelitian ini, penulis menemukan berbagai arsip yang berkaitan dengan Pesindo. Arsip ini antara lain mengandung Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Pesindo. Selain itu, sumber-sumber arsip pendukung lainnya seperti laporan-laporan intelijen Belanda serta keterangan-keterangan mengenai tokoh-tokoh yang terkait dengan Pesindo. Sumber-sumber ini berasal dari berbagai tempat, di antaranya adalah National Archief Nederlands, International Instituut voor Sociale Geschiedenis, Koninklijk Instituut voor Taal, Land, en Volkenkunde, serta Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie. Selain itu, koran-koran sezaman juga didapatkan dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sumber-sumber sekunder dalam bentuk buku didapatkan dari berbagai perpustakaan, seperti Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan Perpustakaan Erasmus Huis Jakarta. Sumber yang didapatkan melalui internet juga digunakan dalam penelitian ini, 5
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
seperti artikel jurnal dari JSTOR. Berbagai kendala penulis dapatkan dalam pencarian sumber. Waktu yang terbatas dan ketersediaan sumber, menjadi permasalahan yang muncul dalam penelitian ini. Pemuda Sebagai Kekuatan Politik Dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia Awal mula kebangkitan nasionalisme, ataupun kesadaran kebangsaan di Indonesia khususnya dari golongan pemuda dapat ditelusuri kembali dari awal abad ke-20. Kebangkitan nasionalisme ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi politik di Hindia Belanda. Pergerakan politik yang dimotori oleh kaum “Elit Modern” di Nusantara membuka jalan bagi masuknya berbagai pemikiran dan ideologi dalam dinamika perpolitikan di Nusantara. Ide serta pemikiran ini kemudian tertuang dalam organisasi politik seperti Boedi Oetomo, Sarekat Islam dan organisasi lainnya. Pada periode ini juga mulai muncul banyak organisasiorganisasi pemuda, misalnya Jong Java (Pemuda Jawa) yang berdiri pada 7 Maret 1915 dan organisasi lainnya. Pada 30 April 1926 hingga 2 Mei 1926, Kongres I Pemuda Indonesia dibuka di Jakarta. Setahun setelahnya, berdiri sebuah organisasi pemuda seluruh Indonesia yang dikenal dengan Jong Indonesia. Inisiatif perjuangan kaum pemuda nasionalis di Indonesia diambil oleh Jong Indonesia yang berhasil mengadakan Kongres keduanya pada tanggal 26-28 Oktober 1928. Kongres tersebut melahirkan apa yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Pada tahun 1930, sebagian besar dari organisasi-organisasi pergerakan berbasis pemuda membubarkan dirinya. Hal ini terjadi karena didirikannya organisasi pergerakan pemuda nasional yang bernama Indonesia Muda pada 31 Desember 1930 dengan tokoh-tokohnya Mohammad Yamin dan Sukarni. Selain itu, berdiri juga Suluh Pemuda Indonesia pada 27 September 1930 di Malang dengan tokohnya Legimo dan Krissubanu, serta Persatuan Pemuda Rakjat Indonesia di Jogjakarta dengan tokoh-tokohnya Mantoro Tirtonegoro dan Lagiono. Pada periode ini, pergerakan kaum nasionalis di Hindia Belanda mengalami stagnasi karena adanya pengawasan yang ketat dari otoritas kolonial. Hal ini dapat terjadi karena pergerakan nasionalisme masih terbatas kepada segelintir pemuda berpendidikan yang terpusat di kota-kota besar, terutama di Jawa. Keadaan ini berubah setelah pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1939. Setelah jatuhnya Hindia Belanda ke tangan Jepang pada 12 Maret 1942, para kaum elit politik Indonesia pada saat itu menyambut kedatangan Jepang dengan tangan terbuka. Kebijakan pendudukan Jepang pada dasarnya bersifat lebih populis terhadap masyarakat Indonesia. 6
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
Misalnya, memperbolehkan pengibaran bendera Merah Putih dan dinyanyikannya lagu Indonesia Raya. Lebih jauh lagi, Jepang memberikan wadah-wadah bagi para pemuda untuk berorganisasi, misalnya melalui organisasi-organisasi Seinendan, Keibodan, Heiho, hingga Pembela Tanah Air (PETA). Peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi titik balik perjuangan rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan yang bebas dari dominasi kekuatan asing. Melalui momentum ini, perjuangan para pemuda juga mencapai titik puncaknya. Secara praktis, setelah peristiwa menyerahnya Jepang kepada Sekutu dan Proklamasi Kemerdekaan, situasi dan kondisi di Indonesia mencapai suatu tahap vacuum of power. Hal ini yang membuka jalan bagi munculnya pihak-pihak tertentu dalam kancah perebutan kekuasaan di Indonesia. Salah satu pihak yang memiliki andil besar adalah kaum pemuda. Istilah pemuda merupakan sebuah konsep yang memiliki beberapa akar dan maknanya tersendiri. Salah satu penjelasan mengenai konsep tersebut dikemukakan oleh Benedict Anderson, yang menyebutkan bahwa pemuda adalah salah satu tahap di dalam kehidupan seorang pria, dalam hal ini pria dari etnis Jawa. Tahap kehidupan ini seringkali identik dengan pendidikan Barat dan sifat memberontak. Golongan pemuda ini juga dapat diartikan sebagai generasi yang masih mengecap pendidikan menengah ataupun tinggi pada tahun 1930-an. Para pemuda memiliki sebuah tendensi untuk terlibat di dalam perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Namun, sebagian besar dari para pemuda yang memegang peranan penting di tengah momentum perubahan sosial masyarakat adalah sekelompok kecil, kelompok yang oleh Taufik Abdullah disebut sebagai “golongan terpilih” atau para pemuda “elite”. Mereka terdiri dari kelompok pemuda yang mempu mengenyam pendidikan tinggi serta berdomisili di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Posisi mereka membuat para pemuda elite ini memiliki kepekaan yang tinggi terhadap isu sosial dan peralihan kekuasaan. Pada masa akhir pendudukan Jepang di Indonesia, kita dapat melihat adanya beberapa pusat-pusat pendidikan dan kaderisasi politik para pemuda. Misalnya Asrama Prapatan 10 dengan tokohnya Sjarif Thayeb dan Djohar Nur yang dipengaruhi oleh Sutan Sjahrir Selain itu ada Asrama Menteng 31 dengan tokoh-tokohnya Chaerul Saleh, Sukarni, A.M.Hanafi, dan lainnya. Terakhir adalah Asrama Indonesia Merdeka dengan tokohnya Ahmad Subarjo, Wikana dan Mr.Jusuf. Pada tanggal 29 September 1945, pasukan Sekutu mendarat untuk pertama kalinya, setelah menyerahnya Jepang, di Jakarta. Sekutu juga mendarat di Semarang pada 20 Oktober 7
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
1945, Surabaya pada 25 Oktober 1945, Medan dan Padang pada 10 Oktober 1945, serta di Palembang pada tanggal 25 Oktober 1945. Peristiwa ini mengawali sederetan insiden-insiden konflik yang terjadi antara pasukan Sekutu dan para pejuang Republik. Hal inilah yang kemudian membuka jalan bagi munculnya kelompok-kelompok pemuda yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia kala itu. Kemunculan kelompok pemuda menjadi sebuah ciri khas daripada masa-masa transisi kekuasaan dari Jepang ke status quo. Organisasi pemuda pertama yang didirikan setelah Proklamasi Kemerdekaan adalah Angkatan Moeda Minyak pada tanggal 21 Agustus 1945 di Surabaya. Kelompok-kelompok pemuda di Surabaya sendiri akhirnya bergabung menjadi PRI atau Pemuda Republik Indonesia pada tanggal 23 September 1945. Di Semarang, muncul sebuah organisasi pemuda yang dikenal sebagai Angkatan Muda Republik Indonesia atau AMRI. Di Jogjakarta, muncul Gerakan Pemuda Republik Indonesia (GERPRI). Para pemuda Menteng 31 di Jakarta juga mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API) pada tanggal 1 September 1945. Tidak membutuhkan waktu lama bagi para pemuda untuk menyadari bahwa perlawanan mereka yang terbagi antara organisasi-organisasi serta semangat-semangat yang berbagai macam bentuknya ini memiliki potensi yang sangat besar apabila dapat terkoordinir dengan baik. Sehari sebelum meletusnya peristiwa Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, dilaksanakan sebuah Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Yogyakarta,. Kongres ini dibuka oleh Menteri Penerangan Republik Indonesia, Amir Sjarifuddin. Kongres Pemuda pertama di Republik muda ini akhirnya dapat menghasilkan sebuah badan koordinasi pemuda Indonesia yang disebut dengan BKPRI atau Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia. Resolusi Kongres Pemuda ini adalah terbentuknya organisasi Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang merupakan gabungan dari 7 organisasi pemuda, yaitu Angkatan Pemuda Indonesia, Angkatan Muda Republik Indonesia, Gerakan Pemuda Republik Indonesia, Pemuda Republik Indonesia, Angkatan Muda Kereta Api, Angkatan Muda Gas dan Listrik, Angkatan Muda Pos, Telegraf dan Telepon. Pemuda Sosialis Indonesia Pemuda Sosialis Indonesia didirikan pada tanggal 10 November 1945 di Yogyakarta. Tokoh-tokoh yang berperan dalam pendirian Pesindo adalah Wikana, Sudisman, Djalaludin Jusuf Nasution, Djokosoedjono, Ruslan Widjajasastra, dan Krissubanu. Pesindo kemudian berkembang menjadi salah satu organisasi pemuda yang memiliki pengaruh besar dikalangan
8
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
pemuda, khususnya di pulau Jawa. Sejak di dirikan pada 10 November 1945 hingga tahun 1947, Jumlah keanggotaan Pesindo mencapai kira-kira lebih dari 300.000 orang. Pada Kongres Pesindo I yang diadakan pada 11 November 1945 di bawah pimpinan Chairul Saleh, Pesindo memiliki perwakilan dari Jakarta, Bogor, Priangan, Banten, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Banyumas, Kedu, Mataram, Surakarta, Pati, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Surabaya, Malang, Besuki, Madura, Sunda Kecil, Palembang, Bengkulu, Lampung, dan Kalimantan. Dalam perkembangan selanjutnya, identitas Pesindo mencapai Sumatera dan mampu menginspirasi para pemuda di Aceh, Sumatera Utara, Tapanuli, serta Sumatera Timur , namun mereka tidak memiliki korespondensi langsung dengan Pesindo di Jawa. Dapat dikatakan bahwa para pemuda Sumatra mengadopsi identitas Pesindo sebagai sebuah common identity saja. Sebagai sebuah organisasi massa, Pesindo memiliki pengaruh besar dari generasi 1945, terutama dari kaum mudanya. Hal ini terbukti dari peran besar Wikana dan Chaerul Saleh (API Jakarta), Soemarsono, Ruslan Widjajasastra, dan Krissubanu (PRI Surabaya), Ibnu Parna (AMRI Semarang) beserta tokoh-tokoh lainnya. Dengan demikian kita dapat melihat adanya sebuah alur pemikiran yang sama antara para tokoh-tokoh Pesindo tersebut, yaitu semangat revolusioner dan anti-fasis. Hal ini dapat menjelaskan dasar ideologi yang kemudian diadopsi oleh Pesindo, yaitu sosialisme. Secara orientatif, Pesindo bukanlah sebuah organisasi onderbouw ataupun simpatisan organisasi politik lainnya. Namun, apabila dilihat dari sejarah pendiriannya, Pesindo tentunya tidak dapat lepas dari peran seorang Amir Sjarifuddin. Tokoh-tokoh Pesindo seperti Wikana, Krissubanu, Djokosoejono, Ruslan Widjajasastra dan Soemarsono pada dasarnya memiliki koneksi yang kuat dengan Amir Sjarifuddin. Dengan demikian, ideologi dan dasar pemikiran yang diangkat oleh Pesindo sebagian besar dipengaruhi oleh figur Amir. Terciptanya Pesindo memiliki tujuan untuk memperkuat negara Republik Indonesia yang masih baru merdeka tersebut berdasarkan prinsip Kedaulatan Rakyat yang penuh atau Sosialistis. Pesindo didirikan dengan azas Kedaulatan Rakyat tersebut dalam aspek politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia. bentuk perjuangannya terdiri dari dua rencana perjuangan, yaitu memperjuangkan kesatuan negara Republik Indonesia serta penguasaan sumber daya alam strategis oleh negara, sehingga dapat digunakan kepentingan masyarakat. Kedua hal tersebut ini dianggap sebagai titik tercapainya sebuah bentuk masyarakat yang sosialistis di Indonesia. Pesindo memiliki lambang yang berwujud bintang putih dengan latar belakang merah yang melambangkan cita-cita yang suci dan murni dan darah rakyat. Pesindo juga memiliki 9
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
mars atau lagu organisasi yang dikenal dengan judul Darah Rakyat. Para anggota Pesindo terdiri dari para pemuda warga negara Republik Indonesia yang berumur diatas 15 tahun serta memiliki kesamaan nasib, paham, serta perjuangan yang mendapatkan rekomendasi dari dua anggota aktif Pesindo. Organisasi Pesindo diatur melalui badan-badan yang dipimpin oleh sebuah Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Dalam melaksanakan program kerjanya, Pesindo memiliki badanbadan operasional yang ada di DPP serta cabang-cabangnya. Terdapat delapan badan operasional di dalam DPP Pesindo, yakni Badan Konsul Pesindo, Badan Konsul Organisasi Luaran (Humas), Badan Penerangan, Badan Pembelaan, Badan Penyelidikan, Badan Perhubungan, Badan Perbendaharaan, Badan Sosial, dan Badan Keputrian. Badan Penerangan Pesindo bertugas untuk menerbitkan selebaran dan pamflet yang berisi advokasi serta propaganda yang berkaitan dengan perjuangan pemuda pada saat itu. Badan ini juga bertanggung jawab untuk penerbitan surat kabar atau majalah. Surat kabar Bintang Poetih, Soeara Pemoeda, Keadilan, majalah Revolusioner, serta Penghela Rakyat merupakan produk dari badan ini. Selain media cetak, Pesindo juga memiliki fasilitas stasiun radio. Misalnya Radio Pesindo Jawa Barat di gelombang 85.6 M dan Radio Pesindo Jawa Tengah di gelombang 103 M. Kedua radio ini bekerjasama dengan Radio Gelora Pemuda milik BKPRI yang berbasis di Madiun. Badan Pembelaan Pesindo atau laskar Pesindo memiliki tugas untuk melaksanakan perlawanan militer terhadap musuh yang mengganggu kedaulatan Republik Indonesia dan membantu tentara. Satuan kelaskaran Pesindo memiliki basis di kota-kota seperti Malang, Surabaya, Jember, Bojonegoro, Madiun, Jogjakarta, Surakarta, Semarang, Jakarta, Bandung, dan Medan. Satuan-satuan Badan Pembelaan Pesindo ini memiliki persenjataan seadanya yang diperoleh dari sisa-sisa persenjataan Jepang serta hasil rampasan dari pihak Inggris dan Belanda. Selain berjuang melalui cara-cara perang fisik (pertempuran) ataupun psikologis (propaganda), Pesindo juga memiliki perhatian besar dalam bidang sosial. Badan Sosial Pesindo tugasnya membantu masyarakat dalam bidang sosial, misalnya pendidikan, budaya, serta bantuan bagi masyarakat. Kegiatan Pesindo dalam bidang pendidikan dan kebudayaan salah satunya adalah pendirian sekolah-sekolah di berbagai wilayah Republik. Misalnya pendirian Sekolah Menengah Proletar di Magelang pada tanggal 15 November 1945, Sekolah Menengah Putri di Pematang Siantar pada tanggal 19 Februari 1947, serta pendidikan informal seperti kursus bahasa Prancis di Pesindo Surakarta yang dijalankan sejak 1 Desember 1946. 10
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
Pesindo juga diketahui memiliki sebuah kelompok ludruk yang dikenal sebagai “Ludruk Pesindo”. Selain memiliki andil di dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, Pesindo juga memberikan perhatian besar terhadap kelompok masyarakat yang tidak mampu di Indonesia seperti pengemis, para pengungsi ataupun keluarga pejuang yang terlantar. Misalnya, pada tanggal 16 Desember 1945 anggota Pesindo membantu 209 orang bekas Romusha di Cikampek. Pada 29 Januari 1946, Pesindo Jogjakarta mendirikan apa yang disebut sebagai “Barisan P”. Barisan ini terdiri dari 500 orang pengemis, anak-anak terlantar, ataupun anak yatim piatu. Pesindo juga mempunyai sebuah Badan Perhubungan yang mengurus masalah logistik, Badan Perbendaharaan yang bertanggung jawab atas keuangan organisasi, serta Badan Keputrian yang mengurus masalah pemberdayaan perempuan serta kursus-kursus khusus seperti kemampuan Palang Merah (P3K dan pengobatan di lapangan). Dari uraian ini, kita dapat melihat wujud organisasi Pesindo yang bukan terdiri dari laskar saja, tetapi memiliki aspek-aspek lainnya. Pesindo dalam Dinamika Politik Revolusi Kemerdekaan Indonesia Kekuatan Pesindo bergantung kepada dua faktor utama. Pertama, Pesindo memiliki tokoh-tokoh pemuda yang berpengalaman serta memiliki cukup koneksi sehingga dapat menarik basis pemuda yang luas. Kedua adalah peran dan bantuan figur yang menjadi patron utamanya, yaitu Amir Sjarifuddin. Faktor kedua ini menjadi penting bagi Pesindo dalam mengamankan sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya politik, ataupun sumber daya materiil. Sebagai sebuah organisasi politik, posisi Pesindo di dalam dinamika perpolitikan di Indonesia tentunya mengalami berbagai perubahan dan orientasi. Namun, Pesindo memiliki garis pandu yang jelas dalam sikap politiknya, yaitu membentuk sebuah oposisi yang sehat dan bersifat korektif dan konstruktif terhadap pemerintah. Konsep ini kemudian akan tercermin dalam keputusan Pesindo dalam bergabung ke dalam Persatuan Perjuangan (PP) yang terbentuk atas prakarsa Tan Malaka pada tanggal 4-5 Januari 1946. Pada tanggal 6 Maret 1946, perwakilan Pesindo secara resmi mengambil sikap untuk berdiri bersama pemerintah RI – dalam hal ini Kabinet Sjahrir-Amir – serta menarik perwakilannya di PP. Hal ini dilakukan karena oposisi PP dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas politik pemerintah Kabinet Sjahrir-Amir pada saat itu. Kekuatan Pesindo dapat terlihat melalui penempatan tokoh-tokoh Pesindo dalam posisi-posisi strategis di dalam struktur kepemimpinan BKPRI, misalnya Chairul Saleh yang 11
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
menduduki kursi Pimpinan Umum, Soemarsono yang menduduki posisi Pimpinan Dewan Pekerja Perjuangan BKPRI, serta Wikana di posisi Pimpinan Dewan Pekerja Pembangunan BKPRI. Secara de facto, Pesindo dapat dikatakan mendominasi BKPRI. Pesindo juga memiliki kedekatan khusus dengan tentara sejak pendiriannya pada tanggal 10 November 1945. Pesindo terlibat dalam Dewan Pertahanan Negara, pembentukan Staf Pendidikan Politik Tentara (Pepolit) Kementerian Pertahanan, serta di dalam Panitia Pembentukan Tentara Nasional Indonesia yang dibuat atas inisiatif Presiden Soekarno sendiri. Melalui pengaruhnya di dalam BKPRI, Pesindo juga memiliki andil dalam perjuangan diplomasi Indonesia di luar negeri. Sejak tanggal 6 Februari 1947, BKPRI secara resmi telah bergabung menjadi anggota World Federation of Democratic Youth (WFDY) yang berbasis di Paris, Prancis. Peristiwa ini membuka jalan bagi Pesindo untuk mengirimkan tokohtokohnya untuk hadir dalam konferensi dan pertemuan tingkat internasional di luar negeri. Perwakilan Pesindo sempat ikut dalam Inter-Asian Relations Conference, sebuah konferensi antar negara-negara Asia yang diadakan di di New Delhi, India pada 23 Maret hingga 2 April 1947. Tercatat bahwa Republik Indonesia pada saat itu mengirimkan 25 delegasi dan 7 pengamat. Pada saat itu tokoh-tokoh Pesindo yang ikut serta adalah Yetty Zain dan Maruto Darusman. Pesindo juga mendapat undangan untuk mengikuti The 1st World Youth and Students Festival yang diadakan oleh WFDY dan International Union of Students (IUS) yang akan diadakan di Praha, Cekoslovakia pada Juli 1947. Delegasi pemuda RI yang hadir dalam festival ini adalah Francisca Fanggidaej (Pesindo), Suripno, dan Sugiono. Francisca Fanggidaej, tokoh Pesindo yang kemudian kerap dikirim ke luar negeri ini, kemudian akan hadir bersama Supeno (Pesindo), Otto Rondonuwu, dan Sjamsu Anwar dalam Conference of Youth and Students of Southeast Asia Fighting for Freedom and Independence di Kalkuta pada 17 Februari 1948. Konferensi ini dikenal luas sebagai Konferensi Kalkuta. Konferensi Kalkuta telah banyak dibahas oleh para sejarawan sebagai sebuah titik penting dari munculnya Perang Dingin antara blok Barat dan blok Komunis. Pandangan ini muncul karena Konferensi Kalkuta adalah konferensi internasional pertama yang diadakan setelah perubahan kebijakan politik Cominform yang tadinya lebih kolaboratif terhadap negaranegara kapitalis (“Doktrin Dimitrov”) menjadi doktrin yang lebih konfrontatif (“Doktrin Zhdanov”), sehingga Konferensi Kalkuta dianggap sebagai ajang pemberian perintah dari Cominform kepada negara-negara di Asia Tenggara untuk memberontak. Pesindo mengalami kemundurannya pada tahun 1947-1948. Kala itu, Pesindo yang tergabung dalam federasi politik “Sayap Kiri” yang mendukung kabinet Amir Sjarifuddin, 12
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
ikut mengalami pukulan setelah Amir Sjarifuddin menandatangani Perjanjian Renville. Setelah Amir mundur dari kursi Perdana Menteri dan digantikan oleh Kabinet Presidensial Hatta, kelompok Sayap Kiri mengubah orientasinya menjadi oposisi daripada pemerintahan Hatta. Pada periode ini, Sayap Kiri dan khususnya Pesindo mengalami tekanan dari Hatta yang menjalankan program Reorganisasi-Rasionalisasi (Re-Ra) Hatta. Ketegangan yang dipicu oleh program Re-Ra ini mencapai puncaknya pada bulan Juni-Juli 1948. Kala itu, Sayap Kiri yang telah berubah nama menjadi Front Demokrasi Rakyat (FDR) mensponsori pemogokan buruh perkebunan kapas dan pabrik-pabrik di Delanggu. Kemudian pada tanggal 2 Juli 1948, terjadi pembunuhan terhadap Kolonel Sutarto, komandan Divisi IV/Panembahan Senopati di Surakarta. Situasi ini kian diperburuk oleh datangnya Musso, seorang tokoh kawakan PKI, di Jawa. Musso yang kembali ke Indonesia bersama Suripno ini dengan segera mengkonsolidasikan dirinya dengan Amir Sjarifuddin dan kawan-kawan. Berbagai permasalahan ini kemudian akan memuncak pada tanggal 18 September 1948. Pada hari itu, Soemarsono mengumumkan pengambilalihan kekuasaan di Madiun. Peristiwa yang terkenal sebagai Pemberontakan Madiun 1948 ini menjadi titik awal kejatuhan Pesindo. Sebagai anggota FDR, tokoh-tokoh Pesindo kemudian ditangkapi dan surat kabarnya dilarang terbit oleh TNI. BKPRI sendiri kemudian memberi vonis skorsing terhadap Pesindo. Namun, Pesindo tidak segera menjadi organisasi terlarang, dan sebagian tokoh-tokohnya pun selamat dari eksekusi karena meletusnya Agresi Militer Belanda II. Setelah Peristiwa Madiun, Pada tanggal 4 hingga 12 November 1950 Pesindo mengadakan kongresnya yang ketiga di Jakarta. Resolusi yang diambil di dalam kongres ini adalah bahwa Pesindo akan merubah namanya menjadi Pemuda Rakyat, serta mengangkat Ir.Setiadi sebagai Pemimpin Umum I, Francisca Fanggidaej sebagai Pemimpin Umum II, Baharudin sebagai Pemimpin Umum III, serta Asmudji, Sukatno, dan Iskandar Subekti sebagai Sekretaris Umum I, II, dan III. Dengan demikian, Pesindo secara resmi menghilang dari panggung perpolitikan Indonesia dan digantikan dengan Pemuda Rakyat. Kesimpulan Pesindo merupakan sebuah produk dari Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 9-10 November 1945 di Jogjakarta, saat Kongres Pemuda Seluruh Indonesia Pertama. Patut dicatat, bahwa sebagian besar dari tokoh-tokoh organisasi pemuda yang melebur ke dalam Pesindo memiliki afiliasi dengan Amir Sjarifuddin. Anggota Pesindo saat itu terdiri dari kira-kira 300.000 orang, dengan cabang di Jakarta, Surabaya, Semarang, 13
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
Jogjakarta, Madiun, dan kota-kota lain. Pesindo juga terbentuk di Sumatera, namun mereka tidak memiliki korespondensi langsung dengan Pesindo di Jawa sehingga hal ini hanya sebagai identitas bersama. Pesindo merupakan sebuah organisasi pemuda yang berhaluan sosialis. Perjuangannya adalah utnuk menciptakan suatu masyarakat yang sosalistis di Indonesia dengan jalan “Radikal-Revolusioner”. Pengaruh pemikiran sosialis yang terlihat di dalam Pesindo ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari peran Amir Sjarifuddin. Dapat disimpulkan bahwa kekuatan Pesindo dalam menarik massa pemuda berada di dalam tokoh-tokohnya yang berpengalaman serta ideologinya yang bersifat reaksioner dan revolusioner. Struktur organisasi Pesindo sendiri terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat dan badanbadan. Badan yang memiliki peran besar dalam menjalankan program kerja Pesindo adalah Badan Penerangan (masalah propaganda), Badan Pembelaan (masalah kelaskaran), serta Badan Sosial (masalah sosial dan budaya). Selain itu Pesindo juga memiliki sebuah Badan Keputrian Pesindo. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa Pesindo bukanlah hanya sebuah organisasi kelaskaran, namun ia juga bekerja di berbagai aspek dalam masyarakat. Orientasi politik Pesindo selama Revolusi pada dasarnya berpatok kepada posisi Amir Sjarifuddin. Semasa Kabinet Sjahrir I – II dan Kabinet Amir Sjarifuddin, terlihat sikap Pesindo yang pro terhadap pemerintah. Di kala Republik sedang diguncang oleh masalahmasalah internal, Pesindo berada di sisi pemerintah. Selain itu, Pesindo juga memiliki peran tersendiri dalam politik militer, dimana Pesindo berperan dalam Staf Pendidikan Politik Tentara (Staf Pepolit) atau TNI-Masyarakat. Namun, perlu dicatat juga bahwa hal ini membawa Pesindo ke dalam konflik antara Tentara dan Kementerian Pertahanan perihal konsepsi sebuah Tentara Nasional kala itu. Dapat dilihat bahwa peran Pesindo dalam perjuangan bersenjata memiliki tempat tersendiri karena posisinya yang menguntungkan. Pesindo juga dikenal sebagai salah satu organisasi pemuda pertama yang berperan dalam perjuangan diplomasi. Tokoh-tokoh Pesindo turut serta dalam konferensi internasional seperti Inter-Asian Relations Conference tahun 1947 di New Delhi yang dihadiri oleh Yetty Zain dan Maruto Darusman, 1st World Youth and Students Festival tahun 1947 di Praha yang dihadiri oleh Francisca Fanggidaej, dan Conference of Youth and Students of Southeast Asia Fighting for Freedom and Independence tahun 1948 di Kalkuta yang dihadiri oleh Supeno dan Francisca Fanggidaej. Konferensi-konferensi tersebut berperan besar dalam menggalang dukungan dan pengakuan internasional bagi RI. Dengan ini dapat dikatakan bahwa Pesindo merupakan salah satu organisasi pemuda pertama yang melaksanakan usaha diplomasi budaya dalam sejarah Indonesia. 14
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
Dalam dinamika perpolitikan di dalam negeri, kedekatan Pesindo dengan figur seorang Amir Sjarifuddin ternyata merupakan sebuah pedang bermata dua. Setelah kejatuhan Kabinet Amir pada tahun 1948 saat ia mensponsori Perjanjian Renville, Pesindo ikut Amir dan menggabungkan dirinya ke dalam Sayap Kiri (kemudian dikenal sebagai Front Demokrasi Rakyat / FDR). Kebijakan Amir Sjarifuddin, yang kala itu mengubah posisinya untuk menentang Perjanjian Renville yang ditandatanganinya sendiri, merupakan pengaruh dari dinamika perubahan kebijakan Comintern pasca-Perang Dunia II dengan Doktrin Zhdanovnya. Orientasi politik ini pada akhirnya melibatkan Pesindo di dalam masalah Peristiwa Madiun 1948. Kala itu, banyak tokoh dan laskar Pesindo yang akhirnya harus ditangkap oleh pasukan TNI karena mendukung FDR. Pesindo akhirnya diskors oleh BKPRI karena keterlibatannya dalam Peristiwa Madiun 1948. Setelah insiden tersebut, Pesindo secara praktis kehilangan kekuatan politik dan para pendukungnya. Pada tahun 1950, Pesindo mulai muncul kembali di dalam BKPRI dan sempat menghadiri Kongres Pemuda Seluruh Indonesia ke-IV pada tanggal 8-15 Juni 1950. Namun, tidak lama setelah itu Pesindo mengadakan Kongres-nya yang ke-III di Jakarta pada 4-12 November 1950. Resolusi Kongres ini menyatakan bahwa Pesindo berubah nama menjadi Pemuda Rakyat. Sejak saat inilah, nama Pesindo secara resmi menghilang dari panggung politik Indonesia dan digantikan dengan Pemuda Rakyat.
15
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014
Daftar Referensi Arsip Koleksi International Instituut voor Sociale Geschiedenis (IISG), Azas dan Tudjuan Pesindo. Archief Joop Morrien No.495. Koleksi International Instituut voor Sociale Geschiedenis (IISG), Resolusi Kongres ke-III Pesindo : Pengumuman No 1/DPP/VI/50. Archief Joop Morrien No.495. Koran Kedaulatan Rakjat. 16 November 1945. Warta Indonesia, 12 November 1945. Buku Anderson, Benedict R.O’Gorman. Java in a Time of Revolution : Occupation and Resistance, 1944-1946. Singapore : Equinox Publishing, 2006. Brackman, Arnold. Indonesian Communism A History. New York : Praeger, 1963. Fanggidaej, Francisca C. Memoar Perempuan Revolusioner. Yogyakarta : Galang Press, 2006. Hardjito. Risalah Gerakan Pemuda. Jakarta : Pustaka Antara, 1952. Loebis, Abu Bakar. Kilas Balik Revolusi. Jakarta : UI Press, 1995. McVey, Ruth T. The Soviet View on the Indonesian Revolution. Ithaca : Cornell Modern Indonesia Project, 1957. Poesponegoro, Marwati Djoened, Sartono Kartodirdjo dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975. Poeze, Harry A. Madiun 1948 : PKI Bergerak. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Reid, Anthony J.S. Revolusi Nasional Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996. Sharan, Shankar. Fifty Years after The Asian Relations Conference. New Delhi : Tibetan Parliamentary and Policy Research Centre, 1997 Artikel dalam Buku Suyatno. “Revolusi Indonesia dan Pergolakan Sosial di Delanggu” dalam Revolusi Nasional di Tingkat Lokal. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989. 16
Peran pemuda…, Norman Joshua, FIB UI, 2014