PERAN ORANGTUA DALAM PENYESUAIAN DIRI ANAK TUNAGRAHITA
Oleh : Ria Ulfatusholiat
ABSTRAKSI Anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi orangtua karena anak merupakan lambang pengikat cinta kasih bagi kedua orangtuanya. Bila anak yang lahir dalam keadaan cacat mental atau tunagrahita, maka orangtua akan mulai bertanya apa yang harus mereka lakukan dalam membesarkan anak tersebut. Kenyataan yang terjadi di masyarakat tentang pengasuhan anak tunagrahita yaitu banyaknya orangtua yang justru membiarkan bahkan menyembunyikan anak tunagrahita, tetapi ada pula orangtua yang memberikan pengasuhan yang baik kepada mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan memberi gambaran tentang bentuk penyesuaian diri dan faktor penyebab anak tunagrahita, faktor-faktor penyebab penyesuaian diri pada anak tunagrahita, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri anak tunagrahita serta untuk mengetahui bagaimana peran orangtua dalam membantu penyesuaian diri pada anak tunagrahita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita yang berusia 32 tahun dan berjenis kelamin laki-laki, sedangkan karakteristik responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang memiliki anak tunagrahita yang berusia 25-50 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk penyesuaian diri anak tunagrahita di antaranya yaitu ingin mandiri, memiliki keinginan sama dengan orang normal, interaksi sosial, memiliki kontrol diri, serta percaya diri. Penyebab anak tunagrahita adalah karena sakit campak dan kesulitan ekonomi keluarga subjek, sehingga anak mereka terlambat untuk mendapatkan pengobatan yang akhirnya menyebabkan tunagrahita. Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyesuaian diri pada anak tunagrahita yaitu faktor fisik dan psikologis serta faktor lingkungan, yaitu adanya perhatian dari lingkungan, seperti anggota keluarga dan tetangga sekitar tempat tinggal subjek. Dalam upaya penyesuaian dirinya, anak tunagrahita membutuhkan peran orangtua yang baik, yaitu yang memberikan dukungan dan pengasuhan yang tepat. Peran orangtua meliputi dukungan materi, dukungan perhatian, penerimaan orangtua, nasehat dan pengasuhan. Kata kunci: Penyesuaian Diri, Anak Tunagrahita
PENDAHULUAN Istilah anak berkelainan subnormal dapat disebut juga keterbelakangan mental, lemah (feebleminded), tunagrahita.
mental dengan ingatan Semua
makna di atas menunjuk kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental di bawah normal (Efendi, 2006). Sebagai makhluk individu dan sosial, individu tunagrahita mempunyai hasrat untuk memenuhi segala kebutuhan
sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya individu tersebut lebih sering mengalami hambatan atau kegagalan yang berarti karena kesulitan melakukan penyesuaian diri dan memenuhi tuntutan lingkungan. Lazarus (1976) mengatakan bahwa penyesuaian diri itu dilakukan karena adanya tuntutan yang bersifat internal maupun eksternal. Individu tunagrahita tentunya tidak akan sampai melakukan penyesuaian diri yang salah jika orang tua dapat menerima kehadiran mereka sekaligus membimbing mereka dalam menghadapi tuntutan lingkungan, karena pada hakekatnya mereka membutuhkan perhatian dan dukungan dari keluarga terutama orangtua. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan fisik dan mental anak karena dengan orangtualah anak pertama kali berinteraksi. Nurhayati (2008) menjelaskan peran orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan suasana rumah yang hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma baik dan buruk yang ada dalam masyarakat. Kenyataan yang terjadi di masyarakat tentang pengasuhan anak tunagrahita yaitu banyak orangtua yang justru menyembunyikan anaknya yang tunagrahita dan membiarkannya tanpa dilatih keterampilan sedikit pun. Orangtua pun terkesan menutup diri dari lingkungan, sehingga anak menjadi tidak mandiri dan pada akhirnya tidak dapat menyesuaikan dirinya di lingkungan. Tetapi ada pula orangtua yang justru memberikan dukungan yang besar karena merasa bahwa anak tunagrahita pun perlu diangkat harkat dan martabatnya di masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan melatih mereka
dengan berbagai macam keterampilan dan menciptakan iklim yang kondusif di masyarakat bahwa mereka adalah kelompok yang membutuhkan. Salah satu wujud peran orangtua yang besar adalah adanya anak tunagrahita yang menjadi atlet dan tergabung dalam SOIna (Special Olympics International untuk Indonesia) (Wirawan, 2008). Langkah individu tunagrahita untuk mencapai penyesuaian dirinya memang sangat berat, tapi semua itu akan terwujud jika keluarga khususnya orangtua dapat memberikan dukungan pada mereka. TINJAUAN PUSTAKA Peran Orangtua Peran orangtua tidak terlepas dari pola asuh yang diterapkan orangtua dalam keluarga, dan dukungan orangtua dalam setiap perkembangan anak. Oleh karena itu, maka dalam hal ini penulis juga akan menjelaskan tentang pola asuh dan dukungan orangtua. Peran orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan suasana rumah yang hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma baik dan buruk yang ada dalam masyarakat (Nurhayati, 2008). Santrock (2002) menjelaskan bahwa terdapat dua orientasi mengenai peranan ayah dan ibu, yaitu orientasi tradisional dan orientasi perkembangan anak. Dalam orientasi tradisional, peranan ibu itu adalah ekspresif, sedangkan orientasi perkembangan bersifat lebih luas, yaitu melihat peranan ayah sebagai proses psikologis yang memberikan pemenuhan kebutuhan emosional.
Pola Asuh Pola asuh orangtua adalah pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis, tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat (Gunarsa, 2002). Menurut Santrock (2002), ada tiga pola asuh yang biasa diterapkan orangtua kepada anak, yaitu: Pola asuh authoritarian, pola asuh authoritative, pola asuh permissive. Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) menjelaskan bahwa terdapat 4 tipe pola asuh demandingness, control, responsiveness accepting. Dukungan Orangtua Pengertian dukungan orangtua mengacu pada pengertian dukungan sosial. Pengertian dukungan sosial menurut Sarafino (1994) dapat diartikan sebagai kenyamanan, perhatian, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain, dimana orang lain disini bisa berarti individu secara perorangan atau kelompok. Sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Menurut Rook dan Dooley (dalam Sarafino, 1994), ada 2 sumber dukungan sosial yaitu: dukungan sosial artificial, dan dukungan sosial natural. Adapun jenis dukungan sosial menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994), antara lain adalah : dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi. Penyesuaian Diri Menurut Haber dan Runyon (1984), penyesuaian diri adalah suatu proses dan
bukan keadaan yang statis sehingga efektivitas dari penyesuaian diri itu sendiri ditandai dengan seberapa baik individu mampu menghadapi situasi serta kondisi yang selalu berubah, dimana seseorang merasa sesuai dengan lingkungan dan merasa mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya. Menurut Haber dan Runyon (1984) terdapat lima karakteristik penyesuaian diri yang efektif, yaitu: persepsi yang akurat tentang realitas, kemampuan mengatasi stres dan kecemasan, memiliki citra diri (self image) yang positif,, mampu mengekspresikan kenyataan, memiliki hubungan interpersonal yang baik Untuk menyesuaikan diri diperlukan beberapa faktor pendorong yang turut menentukan, menurut Lazarus (1976) yaitu: faktor primer atau internal, dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu. Tunagrahita PPDGJ (1993) mendefinisikan tunagrahita yaitu suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial (Kaplan dkk, 1997). Klasifikasi berdasarkan skor IQ WISC (dalam Efendi, 2006): ringan (Mild/Debil/Moron), sedang (Imbecil/Moderate), berat/Idiot (IQ 025). Menurut Kirk (dalam Efendi, 2006), penyebab tunagrahita yaitu karena faktor
endogen, yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen (hereditary transmission of psycho-biological insufficiency) dan faktor eksogen, yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dalam Kaplan, dkk (1997), dampak dari tunagrahita adalah: gangguan neurologis, sindroma genetik, faktor psikososial, citra diri yang negatif dan harga diri yang buruk. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang berbentuk studi kasus. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah individu tunagrahita yang berusia 25-50 tahun, sedangkan karakteristik responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang memiliki anak tunagrahita yang berusia 25-50 tahun. Untuk mempermudah proses pengumpulan data, peneliti menyusun pedoman wawancara, menggunakan catatan lapangan, alat perekam dan alat tulis. Adapun untuk mencapai keakuratan penelitian, peneliti menggunakan teknik triangulasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bentuk penyesuaian diri anak tunagrahita adalah adanya keinginan dari anak tunagrahita untuk dapat hidup mandiri. Selain itu adalah adanya keinginan untuk sama dengan orang normal, diwujudkan oleh anak tunagrahita yang selalu memposisikan dirinya seperti orang normal, dengan selalu ingin memiliki apa yang dimiliki orang normal. Hal ini sesuai dengan
teori dari Haber dan Runyon (1984) bahwa salah satu bentuk penyesuaian diri efektif adalah memiliki citra diri (self image) yang positif. Bentuk penyesuaian diri lainnya adalah dengan memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, terbukti dengan anak tunagrahita yang selalu melakukan kontak dengan lingkungan sekitar, dan selalu membagi perasaannya dengan orangtua. Hal ini sesuai dengan teori Haber dan Runyon (1984), bahwa salah satu bentuk penyesuaian diri efektif adalah memiliki hubungan interpersonal yang baik. Anak tunagrahita juga memiliki kontrol diri yang baik, dengan dapat mengontrol setiap ungkapan kemarahannya dengan baik walaupun masih dengan bantuan dari orangtua. Serta tidak merasa malu saat bergabung dengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan teori Haber dan Runyon (1984), bahwa salah satu bentuk penyesuaian diri efektif adalah mampu mengekspresikan kenyataan. Menurut Devenport (dalam Efendi, 2006), salah satu penyebab tunagrahita adalah adanya kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan kanakkanak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa penyebab tunagrahita adalah karena subjek pernah terkena penyakit campak yang pada akhirnya menyebabkan adanya hambatan dalam proses perkembangan anak dan menyebabkan tunagrahita. Selain itu, penyebab tunagrahita adalah karena faktor ekonomi, dimana pada saat terkena penyakit campak, subjek tidak langsung mendapatkan pengobatan dikarenakan kesulitan ekonomi keluarga. Penyebab tunagrahita karena faktor ekonomi sesuai dengan teori dari Kaplan (1997), yang menyebutkan bahwa faktor sosiokultural atau sosial
budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia. Dari hasil penelitian juga diketahui faktor penyebab mengapa subjek melakukan penyesuaian diri. Faktor penyebab yang pertama mengapa subjek mampu melakukan penyesuaian diri yang baik adalah karena subjek memiliki citra diri yang positif, memandang dirinya sama dengan orang lain dan dapat melakukan apa yang orang lain lakukan. Hal ini sesuai dengan teori dari Haber dan Runyon (1984) bahwa karakteristik penyesuaian diri yang efektif adalah memiliki citra diri yang positif dengan dapat memandang dirinya secara positif dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Faktor penyebab lainnya adalah karena subjek mampu untuk melakukan hubungan interpersonal yang baik dengan keluarga dan lingkungan. Oleh karena itu salah satu bentuk penyesuaian diri subjek adalah mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan teori dari Haber dan Runyon (1984) bahwa karakteristik penyesuaian diri yang efektif adalah memiliki hubungan interpersonal yang baik. Faktor penyebab lainnya adalah kemampuan mengontrol emosi dan percaya diri. Subjek dapat melakukan itu semua karena subjek mampu mengekspresikan kenyataan dengan tidak pernah mengeluhkan keadaannya dan tidak memiliki rasa malu saat bergabung dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan teori dari Haber dan Runyon (1984), bahwa salah satu karakteristik penyesuaian diri yang baik adalah mampu mengekspresikan kenyataan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri subjek. Faktor yang pertama adalah karena adanya
kekurangan baik secara fisik dan psikologis. Anak tunagrahita mengalami banyak hambatan yang menyulitkan ia untuk melakukan penyesuaian diri dengan baik di lingkungan. Dengan demikian, kondisi tubuh, seperti faktor fisik dan psikologis yang baik merupakan syarat tercapainya proses penyesuaian diri yang baik pula. Hal ini sesuai dengan teori dari Fatimah (2006) bahwa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri salah satunya adalah faktor fisik dan psikologis. Subjek juga mendapat perhatian dari lingkungan sekitar yang turut membantu penyesuaian dirinya. Hal ini sesuai dengan teori dari Fatimah (2006) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah karena adanya perhatian, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, kebudayaan dan agama. Peran orangtua tidak terlepas dari pola asuh yang diterapkan orangtua dalam keluarga, dan dukungan orangtua dalam setiap perkembangan anak. Menurut Santrock (2002) tentang jenisjenis pola asuh, salah satu jenis dari pola asuh adalah pola asuh authoritative, yaitu pola asuh yang memberikan dorongan pada anak untuk mandiri namun tetap menerapkan berbagai batasan yang akan mengontrol perilaku mereka. Adanya saling memberi dan menerima, mendengarkan dan didengarkan, akan mengakibatkan kompetensi sosial yang adekuat pada anak, terutama karena interaksinya diwarnai kehangatan. Hetherington dan Park (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa pola asuh orangtua adalah cenderung mengarah pada adanya dua ukuran besar dari tingkah laku yaitu emosi dan kontrol. Ukuran yang pertama adalah emosi, dalam hal ini ditunjukkan oleh adanya
orangtua yang penuh kehangatan, berespon, terpusat pada anak di dalam pendekatan pada anak-anak mereka. Atau sebaliknya, dimana orangtua dapat menolak dan tidak berespon terhadap anak-anak mereka serta lebih terfokus pada kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka sendiri. Sedangkan ukuran yang kedua yaitu kontrol, orangtua dapat menyerahkan kebebasan kepada anak untuk mengatur tingkah lakunya atau untuk memilih tanggung jawabnya sendiri. Kehangatan dan hasil asuhan orangtua berhubungan dengan respon mereka terhadap anaknya sendiri dan dapat menghilangkan kecemasan, membangun rasa aman serta harga diri mereka. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tentang pengasuhan yang diterapkan responden pada anak yang terdiri dari emosi yang mencakup tentang perhatian dan kehangatan hubungan antara orangtua dan anak serta tidak membedakan anak tunagrahita dengan anaknya yang lain. Sedangkan kontrol mencakup tentang bagaimana responden mengasuh anak tunagrahita, memberikan perlakuan pada anak tunagrahita, serta bersikap lembut pada anak. Selain itu, orangtua juga memberikan dukungan pada anak tunagrahita untuk membantu penyesuaian dirinya di lingkungan. Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terbagi atas lima bentuk, beberapa diantaranya adalah dukungan emosional (emotional support), dukungan instrumental (instrumental support) serta dukungan informasi (information support). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa responden memberikan dukungan perhatian kepada anaknya, dengan selalu lebih memperhatikan anak tunagrahita dibandingkan anaknya yang normal, dan selalu berusaha agar anaknya tidak
dilecehkan oleh orang lain, selalu memberikan apapun keinginan anaknya serta selalu memberikan nasehat pada subjek. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa bentuk penyesuaian diri anak tunagrahita diantaranya yaitu adanya keinginan dari anak tunagrahita untuk dapat hidup mandiri. Keinginannya ini diwujudkan dengan selalu bekerja agar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan bahkan membantu meringankan beban orangtuanya. Selain itu adalah adanya keinginan untuk sama dengan orang normal, diwujudkan oleh subjek yang selalu memposisikan dirinya seperti orang normal, dengan selalu ingin memiliki apa yang dimiliki orang normal, mempunyai keinginan untuk bersekolah seperti orang normal. Bentuk penyesuaian diri lainnya adalah dengan memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, terbukti dengan subjek yang selalu melakukan kontak dengan lingkungan sekitar, dan selalu membagi perasaannya dengan orangtua. subjek juga memiliki kontrol diri yang baik, dengan dapat mengontrol setiap ungkapan kemarahannya dengan baik walaupun masih dengan bantuan dari orangtua, serta tidak merasa malu saat bergabung dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa subjek dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik, walaupun masih agak terbatas, karena masih memerlukan bantuan dari orangtua. Terdapat dua faktor yang menyebabkan tunagrahita, yaitu karena penyakit
campak yang dialami subjek dan adanya kesulitan ekonomi keluarga subjek. Faktor kedualah yang semakin menyuburkan kondisi subjek, karena keadaan ekonomi keluarga yang buruk menyebabkan anaknya terlambat mendapat pengobatan dari dokter dan menyebabkan tunagrahita. Terdapat beberapa faktor penyebab penyesuaian diri anak tunagrahita, yaitu karena subjek memiliki citra diri yang positif, memiliki hubungan interpersonal yang baik serta mampu mengekspresikan kenyataan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri anak tunagrahita, yaitu karena faktor fisik dan psikologis, seperti kesulitan dalam berkomunikasi dan menjalin interaksi dengan orang lain. Faktor kedua yaitu karena adanya perhatian dari lingkungan, seperti dari anggota keluarga dan tetangga sekitar tempat tinggal subjek. Peran orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari dua hal, yaitu pola asuh dan dukungan orangtua. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tentang pengasuhan yang diterapkan responden pada subjek yang terdiri dari emosi yang mencakup tentang perhatian dan kehangatan hubungan antara orangtua dan anak serta tidak membedakan subjek dengan anaknya yang lain. Sedangkan kontrol mencakup tentang bagaimana responden mengasuh subjek, memberikan perlakuan pada subjek, serta bersikap lembut pada subjek. Responden memberikan dukungan perhatian kepada subjek, dengan selalu lebih memperhatikan subjek dibandingkan anaknya yang normal, dan selalu berusaha agar subjek tidak dilecehkan oleh orang lain. Responden juga selalu memberikan dukungan materi kepada subjek dengan
menyediakan dan memberikan apapun yang diinginkan subjek, tentunya yang sesuai dengan kemampuannya. Bentuk dukungan yang diberikan responden lainnya adalah dengan selalu memberikan nasehat pada subjek untuk selalu melakukan hal-hal baik. Responden juga dapat menerima subjek dengan apa adanya, walaupun subjek bukan merupakan anak yang normal. Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya, agar dapat mengembangkan penelitian tentang peran orangtua dan menggali lebih dalam tentang bentuk penyesuaian diri anak tunagrahita, misalnya tentang interaksi sosial dan kemandiriannya. 2. Untuk para orangtua yang memiliki anak tunagrahita, diharapkan memberikan pengasuhan dan dukungan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang lebih besar pada anak guna penyesuaian dirinya. 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar lebih menggali lagi lebih dalam tentang peran orangtua yang memiliki anak tunagrahita agar penelitian yang dihasilkan dapat lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT.Bumi Aksara. Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung : CV. Pustaka Setia.
Gunarsa, S.D. (2002). Dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.
Hadapan Anak?. http://www.alshia.com. Diakses tanggal 4 Agustus 2008.
Haber, A. & Runyon, R.P. (1984). Psychology of Adjustment. Homewood : The Dorsey Press.
Santrock, J.W. (2002). Life Span Development. Dallas: Brown and Benchmark.
Kaplan, H.L., Saddock, B.J, & Grebb, J.A. (1997). Synopsis of Psychiatry : Behavioiural Science/Clinical Psychology. 8th ed. Baltimore, USA : Lipincott Williams & Wilkins.
Sarafino, E.P. (1994). Health Psychology : Biopsychology Interactions. New York: McGraw-Hill.
Lazarus, R.S.(1976). Patterns of Adjustment. 3rd ed. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Inc. Nurhayati. (2008). Penyimpangan Sosial:Apa Tugas Orangtua di
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo. Wirawan, U. (2006). Badan Kesehatan Dunia. http://www.suarapembaruan.com . Diakses tanggal 23 Juli 2008.