Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011
Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja di Indonesia Subijanto Kepala Bagian Perencanaan, Sekretariat Balitbang Kemdiknas
Abstrak: Tujuan penulisan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi peran Pemerintah terhadap ketenagakerjaan di Indonesia dan hubungannya dengan organisasi ketenagakerjaan. Permasalahan tenaga kerjaan di Indonesia sampai saat ini masih belum sirna dari permasalah yang mendasar yaitu kurang memiliki keterampilan fungsional bagi calon pencari kerja. Era globalisasi menuntut calon pencari kerja mampu berkompetisi dan memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan persyaratan tutututan kualifikasi pekerjaan. Dari aspek yuridis formal, tenaga kerja di Indonesia telah dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, antara lain: (a) UUD Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen, Pasal 27 ayat (2) yaitu “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”; (b) UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,Pasal 38 ayat (1); Ayat (2); Ayat (3); Ayat (4); dan (c) UU Nomor 13/2003 tentang Ketenaga-kerjaan. Dalam aspek pendidikan, Kemdiknas berkewajiban untuk meningkatkan mutu dan relevansi hasil pendidikan, sedangkan Kemenakertrans bertanggungjawab dalam pemberian hak melakukan sertifikasi kompetensi melalui Badan Nasional Standar Profesi (BNSP) dan Lembaga Sertifikat Profesi (LSP). Kata kunci: peran negara dan tenaga kerja Abstract: The aim of this writing article is to identify the function of the Indonesian Government in relation with Indonesian labor force and the relation of labor force organization. Until now, the foundamental problem of the Indonesian job seekers is lack of functional basic skill. Globalization era, has requirement for every job seekers to have competence and to be able to competitive in certain job qualification requirement. Based on the legal formal, the Indonesian labourforce has been protecting by a number of laws, namely: 1) the amandement of the 1945 Constitutionof the Republic of Indonesia (article,27 sub article (2) stated that every citizen shall have the right job and welfare for human being; 2) the act number 39, year 1999 about Human Right an article 38 sub article 1 stated that every citizen, according to potential talent, skill, and smart, shal have the right job. Furthermore, subarticle 2 stated that every people shall have the freedom of choice according to interest and requirement accordingly. Subarticle 3 stated that every people, event women or man to be equal in doing job according to the status of bwckground to get wage in order to be sustainable life; and 3) the act number 13, year 2003 about labour force. In relation with preparation of job seekers the Ministry of National Education (MoNE) has obligation to improve the quality of education and relevance with outcome of education.Meanwhile, the Ministry of Manpower and Transmigration has responsible anda specific task to do the competence of certification through National Board of Proffesional Standard (BNSP) and Institution of Proffesional Standar (LSP) Key words: the function of country and workforce
Pendahuluan Secara sosiologis, posisi pekerja/buruh di Indonesia
kelemahan struktural (Finawati.http://www.
tidak pernah bebas sebagai pencari kerja yang
pemantauanperadilan.com). Ketidak-seimbangan
kurang memiliki keterampilan (unskill labor)
hubungan pekerja/buruh dan majikan tercermin
yang dipersyaratkan oleh dunia kerja. Di satu
manakala seseorang melamar pekerjaan yang tanpa
sisi, mereka terpaksa bekerja pada orang lain
disadari ia tidak berani menentukan persyaratan
(majikan) dan di sisi lain, majikan memiliki otoritas
kerja, misalnya gaji/upah yang diinginkan. Kondisi
untuk menentukan persyaratan pekerja/buruh.
ini mengandung risiko manakala majikan/pengusaha
Dalam konteks hubungan pribadi dengan pribadi
tidak menyetujui lamarannya karena ia tidak memiliki
(pekerja dengan majikan) disebutnya sebagai
posisi bargening yang kuat untuk tawar-menawar
608
Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja di Indonesia
dalam menentukan kebutuhannya. Ke depan, hal
di Indonesia pada hakikatnya telah diatur dalam
ini dapat diubah jika persyaratan pekerja/buruh
undang-undang, antara lain UUD 1945 Amandemen
berbasis kompetensi. Standar kompetensi inilah
Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap
yang seharusnya dikembangkan dan dibakukan
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
sebagai acuan standar persyaratan bagi dunia usaha
yang layak bagi kemanusiaan”. Selanjutnya, Pasal 34
dan dunia industri (DUDI) dalam merekrut karyawan
ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan
sesuai kebutuhan.
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
Dalam hal kompetensi keterampilan/keahlian
masyarakat sesuai dengan martabat ke-manusiaan.
yang dipersyaratkan pada setiap jenis pekerjaan,
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 39,
Pemerintah telah membentuk suatu badan
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal
independen terkait dengan stadarisasi, yaitu Badan
38 menyebutkan bahwa 1) Setiap warga negara,
Nasional Standarisasi Profesi (BNSP). Badan tersebut
sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan,
diperluas sampai ke tingkat kabupaten/kota yang
berhak atas pekerjaan yang layak; 2) Setiap orang
dikenal dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang
LSP-LSP inilah yang memiliki otoritas memberikan
disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat
sertifikasi kompetensi/profesi bagi setiap calon
pekerjaan; 3) Setiap orang, baik pria maupun wanita
tenaga kerja yang telah mengikuti ujian kompetensi.
melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara
Sertifikat kompetensi tersebut semestinya dijadikan
atau sesuai syarat-syarat perjanjian kerja yang
dasar penerimaan pekerja/buruh oleh pengusaha/
sama; 4) Setiap orang, baik pria maupun wanita
majikan apabila merekrut tenaga kerja.
dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan
Selanjutnya, Pemerintah telah melakukan upaya
martabat kerja upah yang adil sesuai prestasinya
menciptakan hubungan industrial bagi para pekerja/
dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan
buruh semenjak awal kemerdekaan, Bahkan,
keluarganya.
menjelang akhir pemerintahan Presiden Soeharto,
Salah satu permasalahan yang masih sering
Pemerintah mengeluarkan UU Ketenagakerjaan
terjadi yaitu belum optimalnya upaya Pemerintah
Nomor 25/1997 yang oleh para pekerja/buruh serta
dalam mengimplementasikan produk peraturan
para aktivis HAM ditentang untuk diterapkannya.
perundang-undangan dan menangani kasus-kasus
Hal ini karena dinilai memasung kebebasan para
ketenagakerjaan di Indonesia. Adapun tujuan
pekerja/buruh untuk berserikat dan menyatakan
penulisan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
pendapat. Pada akhirnya, perjuangan penolakan UU
peran Pemerintah terhadap ketenagakerjaan di
tersebut oleh para pekerja/buruh serta para aktivis
Indonesia dan hubungannya dengan organisasi
HAM membuahkan hasil dengan ditundanya pelak-
ketenagakerjaan yang ada.
sanaan UU tersebut oleh Presiden Habibi (Kompas, Politik Perburuhan yang “Amburadul”, 6 Maret 2000). Pemasungan kebebasan pekerja/buruh untuk
Kajian Literatur dan Pembahasan Pengertian Hubungan Ketenagakerjaan dan
berserikat dan menyatakan pendapat, dapat terlihat
implikasi di lapangan
pada upaya menyatukan wadah tunggal organisasi
Hubungan ketenagakerjaan (industrial) atau
pekerja/buruh yang terkesan men-dapat intervensi
hubungan perburuan pada hakikatnya merupakan
dari Pemerintah dan pengusaha untuk kepentingan
hubungan antarpihak-pihak terkait dengan
stabilisasi ekonomi. Sebagai salah satu indikator
kepentingan, yaitu antara pekerja (buruh) dan
bahwa pemimpin serikat buruh direkrut dan dikuasai
pengusaha (majikan), serta organisasi buruh
oleh salah satu partai politik besar yang waktu itu
(serikat pekerja) dan organisasi pengusaha
berkuasa. Pola ini patut diduga sama dengan gaya
(Kepmenaker Nomor 648/Men/1985).
politik yang diterapkan pada zaman orde lama yaitu
Secara harfiah “buruh” dimaknai sebagai orang
mensub-ordinasikan “gerakan buruh/pekerja “ ke
yang bekerja di bawah perintah orang lain, di mana
dalam politik (anonim, Pentingnya Serikat Buruh,
ia menerima upah karena melakukan pekerjaan
http://www. (ppi) (ppiindia).
di perusahaan tempat bekerja. Istilah “buruh” di
Mengacu pada peraturan perundang-undangan,
mata masyarakat Indonesia nampaknya masih
tanggung jawab Negara terhadap pekerja/buruh
terkesan “negatif” di mana istilah tersebut kurang
609
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011
menguntungkan dengan beberapa alasan sebagai
netral memanusiakan manusia.
penyertanya. Pertama, ada “buruh” berarti ada
Hal ini sejalan dengan pedoman pelaksanaan
“majikan” sehingga menimbulkan kesenjangan yang
Hubungan Industrial Pancasila, yang mencakup: 1)
tidak setara dan menimbulkan polarisasi “kasta”
Pengusaha, istilah “pengusaha” digunakan sebagai
atau kelas (golongan status sosial) yang berbeda
pengganti istilah “majikan”. Majikan pada umumnya
kepentingan. Kedua, kata “buruh” menimbulkan
dikaitkan dengan kelompok “buruh”. Istilah
konotasi sebagai kelompok tenaga kerja dari
“pengusaha” dirasa lebih mencerminkan kedudukan
golongan bawah yang bekerja dengan hanya
dalam hubungan industrial Pancasila. Secara
mengandalkan kekuatan fisik (otot), dan bukan
definitif, pengusaha adalah orang yang memiliki
mengandalkan pemikiran (daya nalar). Ketiga,
otoritas mempekerjakan pekerja dengan memberi
masih ada kesan di masyarakat kata “buruh” teringat
imbalan upah kerja pada pekerjanya; 2) Serikat
dengan ajaran “marxisme” atau setidak-tidaknya
pekerja (labor union), pada hakikatnya antara
dengan Gerakan 30 September, di mana saat itu
pekerja dan pengusaha bukanlah dua kekuatan yang
buruh tani sebagai “Barisan Tani Indonesia” sebagai
memiliki perbedan kepentingan, sehingga saling
salah satu organisasi “onderbow” PKI. Di samping
berusaha untuk memenangkan kepentingannya
itu, buruh dianggap sebagai kelompok kelas yang
dengan kekuatan tertentu. Namun, justru keduanya
dapat dieksploitisir oleh majikan sebagai budak
saling membutuhkan dan bekerja sama untuk dapat
(dieksploitasi sebagai perbudakan) dengan tidak
mencapai tujuan yaitu kesejahteraan bersama atas
mengindahkan hak asasi manusia (HAM). Bahkan
dasar kemitraan. Salah satu perwujudan upaya
sampai saat ini, buruh masih dianggap sebagai
tersebut adalah mendirikan suatu organisasi pekerja
kelompok yang selalu berusaha menghancurkan
yang diberi nama “Serikat Pekerja”. Serikat Pekerja
“majikan/pengusaha” dalam memperjuangkan
sekaligus sebagai pengganti “Serikat Buruh” dan hal
hak-haknya.
ini sesuai dengan UUD 1945 (Penjelasan Pasal 2)
Pemikiran yang cukup netral terhadap istilah
yang menyatakan bahwa “yang disebut golongan-
“buruh” apabila kata “buruh” diganti dengan
golongan ialah badan-badan seperti koperasi,
kata “pekerja” sekalipun masih terdapat istilah
serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif”.
lainnya seperti “pegawai” atau “karyawan”. Istilah
Hubungan Industrial Pancasila seharusnya
pegawai telah melekat dimiliki oleh seseorang
disosialisasikan kepada para anggota “Serikat
yang bekerja di instansi Pemerintah (sebut PNS),
Pekerja” secara bertahap dan berkesinambungan.
sedangkan “karyawan” dapat dimaknai sebagai
Hal ini perlu mendapat perhatian khususnya dari
orang yang melakukan karya atau berkarya. Istilah
Pemerintah dan serikat pekerja maupun pengu-saha
karyawan lebih bersifat umum, sehingga masyarakat
karena hal ini dapat menciptakan suasana kerja
mengenalnya dengan sebutan karyawan buruh,
yang saling menguntungkan yaitu dapat menumbuh
karyawan pengusaha, karyawan ABRI, dsb.
kembangkan suasana kekeluargaan, kegotong-
Secara empirik, istilah “pekerja” semestinya
royongan, dan musyawarah untuk mufakat dalam
lebih luas, yaitu orang yang melakukan pekerjaan,
aktivitas dan perolehan hak-haknya di perusahaan.
baik dalam hubungan kerja maupun di luar kerja.
Serikat Pekerja merupa-kan serikat atau asosiasi
Fakta menunjukkan bahwa istilah “buruh” terasa
para pekerja untuk jangka waktu yang cukup lama
kurang proporsional pada zaman penjajahan, yaitu
dan berlangsung secara terus-menerus dibentuk
orang yang melakukan pekerjaan “kasar”, misalnya
dan diselenggara-kan dengan tujuan memajukan/
kuli angkut barang, tukang batu, montir mobil,
mengembangkan kerja sama dan tanggung jawab
dsb. Kelompok buruh ini dikenal dengan sebutan
bersama, baik antara para pekerja, maupun antara
pekerja yang kerah bajunya berwarna biru-gelap
pekerja dengan pengusaha.
(blue collar), sebaliknya, untuk kelompok kerja perkantoran (bidang administrasi) yang bekerja
Teori hubungan industrial
di belakang meja, dikenal dengan sebutan “white
Ada lima teori yang terkait dengan serikat buruh.
collar”. Menurut hemat penulis, sudah cukup tepat
Pertama, Teori Kemakmuran Umum, teori ini
pergantian istilah “buruh” diganti “pekerja” akan
cenderung mengarah pada pemahaman bahwa
menimbulkan kesan secara psikologis yang lebih
apa yang baik bagi Serikat Pekerja baik pula untuk
610
Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja di Indonesia
kepentingan bangsa. Upah tenaga kerja yang tinggi
yaitu bahwa “Pekerja/buruh adalah setiap orang
merupakan sumber tenaga beli yang mendorong
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dan memperkuat pertumbuhan ekonomi. Hal ini
dalama bentuk lain”. Selanjutnya, batasan Serikat
berakibat pada setiap kenaikan upah mendorong
Pekerja/Serikat Buruh sebagaimana dimaksud
ke arah ekspansi dan per-tumbuhan. Perlindungan
dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 21/2000 adalah
Serikat Pekerja yang diberikan kepada para
bahwa “Serikat Pekerja/Buruh adalah organisasi
anggotanya terhadap tindakan sewenang-wenang
yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh
para majikan/pengusaha, diidentifikasikan dengan
baik di perusahaan maupun di luar perusahaan,
kemajuan ekonomi. Begitu pula tuntutan jaminan
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis,
sosial dan kesehatan oleh serikat-serikat pekerja,
dan bertanggung jawab
dipandang sebagai suatu tuntutan yang akan
membela serta melindungi hak dan kepentingan
memberi manfaat bagi mereka yang berada di luar
pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/
Serikat Pekerja. Kedua, Teori Labor Marketing, teori
buruh dan keluarganya”. Atas dasar batasan itu,
ini cenderung mengarah pada pernyataan bahwa
maka tertutup kemungkinan seseorang yang bukan
pada umumnya kondisi di tempat pekerja/buruh
pekerja/buruh dapat menjadi anggota atau apalagi
bekerja ditentukan oleh kekuatan dan pengaruh
sebagai pemimpin Serikat Pekerja/Serikat Buruh
buruh di pasar dengan tenaga kerja. Serikat
dimaksud.
guna memperjuangkan,
Pekerja mengganggap dirinya sebagai “economist
Untuk menyalurkan partisipasi pekerja/buruh
agent” di bursa tenaga kerja. Manakala persedia-an
dalam dunia usaha dan duia industri, dapat dibentuk
tenaga kerja lebih besar dari permintaan (demand)
Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagai wahana
maka harga tenaga kerja akan murah, begitu juga
untuk menyampaikan berbagai aspirasi dalam
sebaliknya. Ketiga, Teori Produktivitas, dalam hal
mewujudkan partisipasi industri melalui organisasi/
ini, produktivitas kerja sangat menentukan besar
perusahaan. Pembentukan Serikat Pekerja atau
kecilnya upah pekerja/buruh di suatu perusahaan.
asosiasi para pekerja dapat direncanakan jangka
Keempat, Teori Bargaining, di mana tingkat upah
waktu yang cukup lama dan berlangsung secara
pekerja/buruh di tingkat pasar tenaga kerja
terus-menerus dibentuk dan diselenggarakan
sangat dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi yang
dengan tujuan memajukan/ mengembangkan
berlawanan dari pekerja dan majikan. Apabila buruh
kerjasama dan tanggung jawab bersama, baik
meningkatkan ekonominya dengan cara bertindak
antara para pekerja, maupun antara pekerja dengan
bersama-sama melalui serikat pekerja sebagai
pengusaha.
bargaining agent maka mereka dapat meningkatkan
Selanjutnya, Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/
upah mereka. Kelima, Oposisi Loyal terhadap mana-
SB) dapat dibentuk di satu atau lebih perusahaan
jemen, Serikat Pekerja berpendapat bahwa fungsi
dan dapat digabung menjadi suatu Federasi.
manajemen adalah mengelola, sedangkan Serikat
Hal ini sejalan dengan UU Nomor 21/2000 yang
Pekerja mempunyai tanggung jawab pengawas-an/
menyebutkan bahwa tujuan pendirian SP/SB,
pengendalian atas kualitas manajemen. Dengan
federasi dan konfederasi SP/SB adalah untuk
tanggung jawab ini, manajemen dipaksa untuk
memberikan perlindungan, pembelaan hak dan
selalu berusaha bekerja sebaik mungkin terutama
kepentingan, serta meningkatkan kesejah-teraan
bidang pengunaan tenaga kerja. Namun, teori
yang layak bagi pekerja/ buruh dan keluarganya
ini tidak mensyaratkan Serikat Pekerja sebagai
(Pasal 4).
manajer, akan tetapi justru menganjurkan Serikat
Hak berserikat atau berorganisasi dipandang
Pekerja menolak tanggung jawab atas manajemen
sebagai suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
(Anonim, tanpa tahun, Teori Hubungan Industrial,
sebagai sarana memperjuangkan terpenuhinya
diunduh pada 27 Januari, 2009).
hak-hak pekerja/buruh seperti hak atas upah, hak pekerja/buruh perempuan atas fungsi reproduksi
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dan hak atas kesehatan dan keselamatan kerja.
Secara yuridis formal, batasan pekerja/buruh
Esensi pembentukan serikat pekerja/serikat buruh
secara jelas diungkapkan dalam Pasal 1 angka
telah ditegaskan dalam UU Nomor 21/2000 tentang
2 UU Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan,
Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Secara eksplisit
611
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011
konsideran UU tersebut menyebutkan bahwa
atas pakar-pakar kegiatan pekerja/buruh. Tim ini
serikat/pekerja/serikat buruh merupakan sarana
bertanggung jawab mendorong partisipasi serikat
untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela
pekerja/serikat buruh dalam kegiatan-kegiatan ILO
kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh
dan memastikan bahwa program dan proyek yang
beserta keluarga-nya, serta mewujudkan hubungan
dijalankan sesuai dengan kebutuhan serikat/pekerja
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
secara efektif.
Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 110 ayat
Biro pendidikan Pekerja (ACTRAV) merupakan
(1), (2), dan (3) menyebutkan bahwa peraturan
suatu unit khusus di ILO, berfungsi untuk memelihara
perusahaan disusun dengan memperhatikan saran
jaringan/hubungan antarserikat pekerja/buruh di
dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh. Dalam
negara-negara anggota, menempatkan sumber
hal ini, di perusahaan-perusahaan telah terbentuk
daya yang dimiliki ILO untuk kepentingan serikat
serikat-serikat pekerja/serikat-serikat buruh
pekerja/buruh dan untuk menjaga agar ILO tetap
otomatis notabene mewakili sebagai pengurus
berhubungan dekat dengan agenda, prioritas,
perserikatan. Dalam menajalankan sebagai
kepentingan, dan pandangan dari serikat pekerja/
fungsinya, serikat pekerja/serikat buruh dituntut
buruh (anonim, tanpa tahun).
untuk berperan aktif manakala terjadi perselisihan
Skala prioritas ACTRAV mempromosikan: a)
antara buruh dan pengusaha, dengan tetap
pengembangan dan penguasaan organiasasi serikat
berdiri di atas kepentingan pekerja/buruh. Namun
pekerja/buruh yang representatif, independen, dan
demikian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151
demokratis, b) penguatan kapasitas organisasi
ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 13/2003 pada
serikat pekerja/buruh untuk terlibat dalam
intinya diharapkan agar pengusaha tidak melakukan
pengambilan keputusan di level legal, sosial, dan
pemutusan hubungan kerja (PHK) manakala terjadi
ekonomi, c) forum koordinasi bagi semua kegiatan,
perselisihan yang berkepanjangan (Anonim,tanpa
program, dan proyek ILO agar sesuai dengan
tahun, Gabungan Federasai Serikat Pekerja/Serikat
kebutuhan serikat pekerja/buruh, dan d) partisipasi
Buruh, 20 Februari 2008).
aktif pekerja/buruh dalam kegiatan-kegiatan ILO. Di samping itu, ACTRAV juga menyediakan
Organisasi Buruh Internasional
bantuan teknis untuk serikat pekerja/buruh
(International Labour Organization)
melalui program konsultasi/advisory dan pelatihan,
International Labour Organization (ILO) didirikan
seperti seminar dan kursus-kursus dalam bidang:
pada tahun 1919, setahun setelah Perang Dunia
1) Standar legislasi dan standar perburuhan
I berakhir. Organisasi ILO bertujuan untuk
internasional; 2) Hubungan internasional dan
memperbaiki kondisi para pekerja sebagai upaya
perundingan bersama (collective bargaining); 3)
mewujudkan keadilan sosial di seluruh dunia.
Kebijakan ketenagakerjaan; 4) Jaminan sosial; 5)
Untuk mencapai tujuan tersebut, ILO mengadopsi
Keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan
struktur tripartit yang khas, yaitu terdiri atas
kerja; 6) Persamaan kesempatan dan gerakan
perwakilan pemerintah, pekerja, dan pengusaha.
anti diskriminasi; 7) Metode pelatihan dan belajar
Ketiga unsur tersebut secara bersama-sama
jarak jauh yang modern; dan 8) Manajemen dan
bertugas merencanakan strategi dan cara yang
administrasi serikat pekerja/buruh.
terbaik untk mencapai tujuan ILO (Anonim, tanpa
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ILO
tahun, Organisasi Buruh Internacional (ILO) Biro
memberikan kesempatan kepada negara-negara
Pendidikan Pekerja (Actrav): ILO dan Pekerja)
anggotanya untuk bersama-sama berpartisipasi
Kebijakan ILO dalam kemitraan diberikan dalam
dalam mewujudkan program dan kegiatan ILO serta
bentuk bantuan khusus yang diberikan kepada
memberi kesempatan kepada serikat pekerja/buruh
serikat pekerja/buruh dalam kerangka kemitraan
untuk mendorong anggotanya mengkuti berbagai
aktif. Prioritas dan kemitraan aktif adalah pemberian
kesempatan mengiuti program-program ILO yang
bantuan dan advokasi teknis dalam penerapan
telah ditetapkan.
standar perburuhan internasional, khusunya konvensi dasar ILO tentang pokok-pokok Hak
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
Asasi Manusia (HAM). Tim multidisipliner ini terdiri
Asosiasi Pengusaha Indonesia merupakan organisasi
612
Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja di Indonesia
para pengusaha Indonesia atau disingkat APINDO.
getcountry. pnp?IDLang=EN&IDCountry=IDN&ID
Organisasi ini merupakan wadah kesatuan para
Supp=…18/10/2008).
pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan
Istilah gerakan buruh secara umum meliputi
kesejahteraan sosial dalam usahanya melalui
berbagai macam asosiasi yang timbul dalam kondisi
kerjasama yang terpadu dan serasi antara Pemrintah,
ekonomi industri. Gerakan buruh merupakan
pengusaha dan pekerja. APINDO berbentuk badan
seluruh aktivitas para penerima upah (buruh)
hukum, bersifat demokratis, dengan lingkup
untuk memperbaiki kondisi kerja mereka (The
kegiatan sosial-ekonomi, khususnya di bidang
Encyclopedia of Social Science). Serikat buruh
hubungan industrial dan ketenagakerjaan (Blog at
atau serikat pekerja merupakan asosiasi para
WordPress.com).
penerima upah (buruh) yang bersifat sukarela dan
Selanjutnya, beberapa hal terkait dengan
berkesinambungan dan memiliki tujuan jangka
tujuan organisasi sesuai dengan Anggaran Dasar
panjang untuk melindiungi para anggotanya
(AD) Pasal 7, menyebutkan antara lain bahwa:
dalam hubungan kerja maupun meningkatkan
1) Menciptakan dan memelihara keseimbangan,
taraf hidup mereka. Lebih lanjut, sebagaimana
ketenangan, dan kegairahan kerja dalam lapangan
dikatakan oleh tokoh perburuhan seperti Kerr,
hubungan perburuhan dan ketenaga-kerjaan, 2)
Dunlop, Herbison, dan Myers menyimpulkan
Mengusahakan peningkatan produktivitas kerja
bahwa industrialisasi menciptakan berbagai macam
sebagai peran serta akktif untuk mewujudkan
organisasi kaum buruh, sekalipun beda fungsi,
pembangunan nasional menuju kesejahteraan
struktur kepemimpinan, dan ideologi (http://www.
sosial, spiritual, dan material, serta 3) Menciptakan
(ppi) (ppiindia). Kondisi tersebut menye-babkan
adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan
ketidak seimbangan para pekerja, sehingga tujuan
kebijaksanaan perburuhan dari para pengusaha yang
gerakan buruh berubah-ubah dari waktu ke waktu.
disesuai-kan dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Keberadaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Lebih lanjut, dalam Anggaran Rumah Tangga
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
(ART) Pasal 8 lebih rinci memuat hal-hal yang antara
dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Hal ini
lain berkaitan dengan kerjasama, baik internal
terbukti dengan berbagai kebijakan Peme-rintah,
organisasi (pekerja dan pengusaha), pemerintah,
selalu direspon dengan beragam tanggapan/reaksi
maupun organisasi swasta, melakukan pendidikan
dari serikat-serikat pekerja/buruh (http://www.
dan pelatihan bagi para anggotanya, menyelesaikan
(ppi) (ppiindia). Namun, yang cukup diwaspadai
permasalahan, pembentukan badan-badan di
adalah pada akhir-akhir ini gerakan Serikat Pekerja
daerah, mem-berikan saraan kepada pemerintah,
seringkali terjebak dalam suasana kemelut muatan
pembinaan anggota, mebentuk forum diskusi,
politik sehingga meninggalkan nilai-nilai dasar
dsb. Hal tersebut mengindikasikan bahwa APINDO
perjuangan organisasi/asosiasi Serikat Pekerja itu
mendorong dan memberikan kesempatan kepada
sendiri. Hal ini layak diduga bahwa telah terjadi
para pekerja dan pengusaha untuk berpartisipasi
fenomena semakin banyaknya pemimpin serikat
secara aktif dalam hubungan industrial Pancasila
pekerja yang pada kenyataannya bukan berasal dari
sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
pekerja/buruh itu sendiri. Hal itu dirasa jelas kurang menguntungkan bagi para pekerja karena mereka
Gerakan Pekerja/Buruh
kurang menghayati hak-hak pekerja, perlakuan yang
P r o s e s i n d u s t r i a l i s a s i m e r u p a k a n wa h a n a
kurang menguntungkan bagi pekerja, dan nasib
tumbuh dan berkembangnya organisasi buruh.
pekerja di Indonesia pada umumnya. Sementara
Organisasi ini berusaha untuk mempengaruhi
itu, manakala terjadi perundingan “tripartrit” yang
dan memper-juangkan kondisi para pekerja,
membahas isu-isu perburuhan/ketenagakerjaan
kebijakan, dan praktik manajemen serta kebijakan
diwakili oleh orang-orang yang bukan dari unsur
Pemerintah mengenai kondisi, persyaratan kerja,
pekerja, sehingga jarang sekali hasil perundingan
dan hubungan kerja. Di Amerika dan Eropa
tersebut berpihak kepada kaum buruh/pekerja.
misalnya, para pengusaha membentuk organisaasi
Pe r m a s a l a h a n p e r b u r u a n d i I n d o n e s i a
untuk mengimbangi dan membatasi pengaruh
merupakan masalah yang akut yang dibiarkan
organisasi buruh (http://survey07.ituc-csi.0rg/
sampai menumpuk tanpa ada upaya untuk
613
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011
menuntaskan pemecahannya. Ketenagakerjaan
pekerja/buruh, antar lain dalam bentuk penyusunan
di Indonesia belum mendapatkan perhatian yang
berbagai peraturan perundang-undangan dan
proporsional oleh Pemerintah, terutama dari aspek
peraturan pemerintah maupun keputusan menteri
pemberian jaminan kebebasan berserikat dalam
sebagai pelengkap penyerta-nya. Selain itu, sebagai
menyatakan pendapat bagi pekerja, kebijakan
fasilitator dalam penye-lesaian persengketaan
pengupahan, dan jaminan sosial pekerja yang
perkerja/buruh dengan majikan/pengusaha dalam
kurang sesuai dengan kelayakan kebutuhan
mencari titik temu antara kedua pihak dalam
hidup minimal (KHM) dan lembaga peradilan
mendapatkan hak-hak sebagaimana diatur dalam
perburuhan (http://www.hukumonline. com/
undang-undang.
detail.asp?id=18838&cl=Berita). Sebaliknya, di
Secara empirik, sampai saat ini masih sering
kalangan masyarakat dan serikat pekerja/serikat
terjadi konflik kepentingan antara pekerja/buruh
buruh belum tumbuh kesadaran yang berkembang
dan majikan/pengusaha, baik dimuat/disiarkan
terhadap budaya berorganisasi (labor union) yang
dalam media cetak maupun media elektronik.
sehat dan sportif serta dewasa dan bebas dari
Hubungan pekerja/buruh dan majikan/pengusaha
muatan politik, akibatnya pendewasan kepribadian
harus difahami bahwa posisi pekerja/buruh sebagai
kurang, sehingga muncul radikalisme tuntutan yang
subordinatif terhadap majikan/pengusaha. Hal
berlebihan dan sering tanpa membawa hasil.
ini sering dikemas dalam jargon politik adanya
Oleh karena itu, dalam mendorong para
ketidakseimbangan kekuasaan ekonomi yang pada
pekerja/buruh berpartisipasi aktif dan berkontri-
akhirnya menimbulkan ketidakseimbagan kekuasaan
busi pada sasaran kegiatan industri diharapkan
politik bagi pekerja/buruh dengan majikannya.
pengurus seerikat pekerja/serikat buruh mau dan
Beberapa kasus perburuhan di Indonesia
mampu melakukan advokasi dan memberikan
adakalanya cenderung memicu kerusuhan yang
motivasi kepada setiap anggotanya agar manajemen
mengarah pada perbuatan anarki. Hal ini merupakan
kinerja perusahaan selalu meningkat dari waktu
tugas Pemerintah untuk mencari akar permasalahan
ke waktu. Untuk itu, diperlukan upaya konkrit
dan mencari upaya pemecahannya dengan prinsip
dalam bentuk pembinaan dan bimbingan teknis
win-win solution dengan mengacu pada peraturan
yang dapat menciptakan saling pengertian (mutual
perundang-undangan. Dapat diasumsikan bahwa
understanding) dan saling menguntung-kan
perselisihan itu akan terjadi titik temu, manakala
(mutual benefit) bagi kedua belah pihak (pekerja
masing-masing pihak mengedepankan “kejujuran”.
dan pengusaha). Dengan demikian, diharapkan
Faktor “kejuruan” diyakini sebagai faktor yang mahal
dapat tercipta iklim kerja yang aman, nyaman, dan
dalam upaya pemecahan berbagai permasalahan
menyenangkan serta dalam koridor yang kondusif
atau konflik antara pekerja/buruh dengan majikan/
sehingga manajemen kinerja dapat meningkat.
pengu-saha. Di samping itu, faktor “kedewasaan”
Suatu hal yang perlu digaris bawahi ádalah
bagi pekerja maupun majikan dalam berorganisasi/
bahwa Undang-Undang menjamin atau Peme-
berserikat juga akan mewarnai upaya penye-lesaian
rintah memberikan perlindungan kepada para
setiap pemasalahan yang terjadi.
aktivis serikat pekerja/serikat buruh untuk tetap
Penyediaan lapangan kerja menjadi kebutuhan
melaksanakan aktivitasnya yang positif sepanjang
yang mendesak. Dalam situasi politik yang belum
tidak bertentangan dengan UU. Hal ini dengan
stabil, apa yang ditawarkan Pemerintah selain upah
tegas dijamin oleh: 1) UU Nomor 13/2003 tentang
pekerja murah? Namun, manakala kebijakan tersebut
Ketennagakerjaan Pasal 153 ayat (1) huruf g; 2)
diterapkan, maka Pemerintah akan terjebak dengan
UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh Nomor 21 /2000,
paradigma lama dalam politik perburuhannya.
Pasal 28 huruf a; dan 3) UU Serikat Pekerja/Serikat
Dalam hal ini semestinya Pemerintah tetap berpijak
Buruh Nomor 21 /2000Pasal 43 ayat (1).
pada dasar perhitungan UMR sebesar 80 persen dari kebutuhan hidup minimal (KHM). Pemerintah juga
Peran Negara dalam hubungan perburuhan
seharusnya memberikan pengertian dan mengajak
di Indonesia
para pekerja/buruh untuk menerima ketetapan
Dalam kaitannya dengan hubungan industrial,
pengupahan yang telah diperbaiki. Upaya tersebut
Pemerintah Indonesia berperan sebagai pelindung
seharusnya diimbangi dengan jaminan resmi bagi
614