1 PERAN MOTIVASI INTRINSIK TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI KARYAWAN Aditya Nanda Priyatama Universitas Sebelas Maret Abstract This research was conducted to analyze the role of intrinsic motivation on organizational commitment. Intrinsic motivation are derived form the worker’s sense of accomplishment and competence at performing and mastering works tasks, and from a sense of autonomy or control over one’s own work. PT. Apac Inti Corpora was used on the research. 80 employees from four departments: Cotton Clean Removal, Spinning 6, Engineering Workshop, and Engineering electrical were selected on research sample. The research results were analyzed by using linear regression analysis. It was found that intrinsic motivation had positive impact on organizational commitment. The correlation index of intrinsic motivation on organizational commitment was 0.667 with coefficient determination of 0.445; it meant that 44.5% of commitment organization could be predictive for intrinsic motivation. Key Words : intrinsic motivation, organizational commitment
PENDAHULUAN Pendayagunaan sumber daya alam yang optimal haruslah datang dari sumber daya manusia yang berkualitas, maju, produktif, dan profesional dalam iklim usaha yang sehat. Sejalan dengan itu, perlu dikembangkan sumber daya manusia sebagai tenaga ahli dan terampil yang mampu melaksanakan alih berbagai jenis teknologi, termasuk mampu memilih teknologi tepat serta menerapkan, menguasai, dan mengembangkannya sebagai teknologi hasil sendiri yang serasi. Sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena peralatan produksi, teknologi, serta sistem manajemen pada hakekatnya merupakan karya manusia. Sumber daya manusia juga memegang peranan penting dalam tujuan organisasi. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Sebutan sosial mengandung arti bahwa manusia cenderung mengembangkan kerjasama dan hubungan yang saling bergantung dengan manusia lain. Perilaku manusia senantiasa diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu, tetapi, yang menjadi masalah adalah keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dalam mencapai tujuan tersebut. Menurut Dale (1992) organisasi merupakan bentuk lembaga yang dominan dalam masyarakat modern kita. Organisasi merupakan bagian fundamental keberadaan kita, yang meliputi dan meresapi seluruh aspek kehidupan sekarang ini. Organisasi pada umumnya dikembangkan sebagai instrumen bagi pencapaian tujuantujuan tertentu. Organisasi sebagai suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai sifat dinamis, dalam arti dapat menyesuaikan diri kepada perubahan, pada hakekatnya merupakan suatu bentuk yang dengan sadar diciptakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang sudah diperkirakan. Agar suatu organisasi tetap bisa meraih sukses di masa-masa mendatang, maka organisasi harus mampu belajar dan berubah dengan cepat sesuai dengan tuntutan pasar, oleh karena itu hal yang paling bernilai dari sebuah organisasi perusahaan adalah karyawan atau pekerjanya. Bila suatu perusahaan ingin mendapatkan keberhasilan, berarti mereka membutuhkan pengabdian, kesetiaan,
2 kekuatan, kreativitas juga motivasi yang tinggi. Ketidakbahagiaan pekerja dapat terwujud berupa kekacauan pemikiran, produktivitas yang rendah dan lebih parah lagi bahwa pekerja akan mencari pekerjaan lain. Sebagian besar karyawan bekerja untuk kepuasan pribadi dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta juga karena keinginan kelompok dan tekanan dari masyarakat. Persaingan yang tajam serta tekanan akan membuat karyawan bekerja lebih keras lagi. Tingkat semangat seseorang berbeda dari yang satu dengan yang lain. Sebagian mungkin bekerja keras tanpa suatu motivasi, sedang yang lain perlu diberikan dorongan agar bekerja dengan baik. Motivasi untuk karyawan tergantung kepada kekuatan motifnya, motif tersebut dapat berupa suatu kedudukan, keinginan, dorongan atau impuls dari pribadi yang bersangkutan (Ingle, 1989). Kebutuhan motivasi kerja berbedabeda antara orang satu dengan yang lain. Oleh karena itu suatu perusahaan perlu memahami tipe para karyawan yang dipekerjakannya lalu mencoba untuk menerapkan suatu program yang bisa meningkatkan motivasi karyawannya, khususnya motivasi kerja intrinsik di dalam bekerja. Menurut Deci dan Ryan (1987) menyatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan suatu bentuk motivasi yang memiliki kekuatan besar yang dapat membuat seseorang merasa nyaman dan senang dalam melakukan tugas yang disesuaikan dengan nilai tugas itu. Weirsma (1992) mengatakan juga bahwa motivasi intrinsik muncul tidak semata-mata karena adanya reward (hadiah) kecuali untuk aktivitas itu sendiri. Meningkatnya motivasi, kesanggupan dan kesediaan anggota atau karyawan suatu organisasi maupun kelompok untuk mencurahkan perhatiannya dan usahanya bagi perkembangan organisasi, merupakan hal yang sangat didambakan oleh setiap organisasi. Komitmen organisasi yang kuat pada diri setiap karyawan dalam suatu organisasi dapat berfungsi untuk menjembatani segala permasalahan yang ada. Adanya komitmen organisasi yang tinggi pada setiap diri
karyawan, maka keadaan perusahaan akan lebih tertata dengan baik, karyawan memiliki rasa memiliki terhadap perusahaan tempat bekerja. Mowday (dalam Brooke, 1988) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif individu berkaitan identifikasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dikarakteristikkan dengan keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, kemauan untuk melakukan upaya demi kepentingan organisasi dan berkeinginan kuat untuk memelihara keanggotaan organisasi. Pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata motivasi intrinsik yang dimiliki oleh para karyawan juga berpengaruh terhadap tingkat komitmen organisasi karyawan tersebut
TINJAUAN PUSTAKA Komitmen Organisasi Salah satu bagian penting yang berperan dalam menentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi adalah dengan pembinaan tenaga kerja secara profesional, dan oleh karena itulah organisasi memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan perilaku individu dan kelompok dalam pencapaian komitmen terhadap organisasi. Komitmen organisasi itu sendiri telah banyak menjadi perhatian untuk diteliti oleh praktisi dan ilmuwan. Beberapa peneliti seperti Angel, Perry, Cohen, Mowday, Porter, dan Steers (dalam Cohen dan Gattiler, 1994) memfokuskan diri pada komitmen organisasi karena komitmen organisasi telah menunjukkan diri sebagai satu prediktor penting yang berkaitan dengan keluaran organisasi seperti absenteeism, turn over dan kemalasan. Adanya komitmen organisasi yang tinggi, kontrol yang timbul cenderung lebih bersifat internal, artinya terjadi melalui disiplin diri, tanggung jawab individu antar kelompok atas tugas-tugas yang diembannya. Meyer dan Allen (1988) sendiri mengemukakan bahwa komitmen organisasi menjadi suatu variabel yang multidimensional yang mempengaruhi
3 perkembangan dari psikologi organisasi, terutama keterkaitan dengan turn over. Banyak pengertian maupun definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai komitmen. Salancik (dalam Steers dan Porter, 1983) memberikan definisi komitmen organisasi sebagai suatu keadaan yang menjadikan individu dibatasi oleh tindakan-tindakan dan melalui tindakan tersebut digunakan untuk meyakinkan dirinya untuk mempertahankan kegiatankegiatan dan keterlibatannya. Becker dkk (1995) mengatakan bahwa komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat normatif, mengandung keterikatan, serta adanya kekuatan identifikasi individu terhadap suatu organisasi. Komitmen organisasi juga dapat diartikan sebagai kelekatan emosi, identifikasi dan keterlibatan individu dengan organisasi, serta keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, Meyer dkk (1990). Komitmen juga bisa merupakan suatu sikap yang relatif stabil dan dapat didefinisikan sebagai suatu keyakinan dan penerimaan yang kuat atas nilai-nilai dan tujuan organisasi, suatu kemauan untuk berusaha menggunakan segala daya bagi kepentingan organisasi, dan keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, Cohen dan Gattelier (1994). Penelitian yang dilakukan oleh Allen dan Meyer, Meyer dan Allen, (dalam Shore dan Wayne, 1988) mengatakan bahwa terdapat dua komponen pokok pembentuk komitmen organisasi, kedua komponen pokok tersebut adalah affective commitment (komitmen afektif) dan yang kedua adalah continuance commitment (komitmen kontinyu). Shore dan Wayne (1993) juga menyatakan bahwa komitmen afektif adalah afeksi atau pendekatan emosional individu kepada organisasi yang membuat diri individu tersebut memiliki keyakinan dan komitmen kuat, individu tersebut terlibat didalamnya dan memiliki kepuasan dalam bergabung di suatu organisasi, sedangkan komitmen kontinyu adalah kecenderungan individu untuk ikut serta pada aktivitas di dalam suatu organisasi dimana individu tersebut memiliki beberapa investasi yang telah ditanamkan kepada organisasi.
Penelitian lanjutan dari Meyer dkk (1993) menambahkan satu komponen dari komitmen organisasi, yaitu normative commitment (komitmen normatif). Komitmen normatif merupakan suatu bentuk komitmen untuk tetap berada di dalam organisasi, dan tetap menjadi bagian dari suatu organisasi. Meyer dkk (1993) telah mendefinisikan ketiga bentuk komitmen organisasi. Komitmen afektif didefinisikan sebagai pendekatan secara afeksi atau perasaan individu terhadap organisasi tempat individu tersebut bekerja. Komitmen kontinyu didefinisikan sebagai komitmen investasi dari individu yang telah ditanamkan ke dalam suatu organisasi, sehingga individu memiliki rasa memiliki terhadap perkembangan organisasi tersebut. Komitment normatif didefinisikan sebagai pengalaman sosial indivdiu yang berakhir kepada loyalitas tinggi individu terhadap organisasi. Komitmen organisasi sangat terkait dengan faktor individu dan juga faktor organisasi (Schultz dan Ellen, 1994). Individu yang telah berada di dalam suatu organisasi lebih dari dua tahun, dan individu yang memiliki keinginan untuk berkembang, memiliki komitmen organisasi yang tinggi dibanding dengan individu yang baru masuk di dalam suatu organisasi (Schultz dan Ellen, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh O’Driscoll (dalam Schultz dan Ellen, 1994) pada 119 karyawan di daerah New Guinea, menunjukkan bahwa perkembangan komitmen organisasi akan terlihat setelah enam bulan individu bergabung didalam suatu organisasi, dan selanjutnya penelitian tersebut menemukan hubungan yang positif antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi seorang karyawan. Menurut Fukami dan Larson (1984) ada tiga hal yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang, yaitu karakteristik personal, karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi. Dessler (1995) sendiri mengemukakan bahwa tingginya komitmen karyawan dalam suatu perusahaan dipengaruhi oleh nilai-nilai kemanusiaan; komunikasi dua arah yang
4 komprehensif; rasa kebersamaan dan kerukunan; visi dan misi; nilai sebagai dasar perekrutan; kestabilan kerja; dan penghayatan finansial. Steers dan Porter (1983) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah : (1) karakeristik personal yang meliputi pendidikan, dorongan berprestasi, masa kerja dan usia; (2) karakteristik kerja yang didalamnya terdapat tantangan kerja, umpan balik, stres kerja, identifikasi tugas, kejelasan peran, pengembangan diri, karier dan tanggung jawab; (3) karakteristik organisasi yang meliputi desentralisasi dan tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan; serta (4) sifat dan kualitas pekerjaan. Tjosvold dan Tjosvold (1995) menyatakan bahwa lebih mudah mengartikan komitmen internal yang dimiliki individu daripada menciptakan komitmen organisasi pada karyawan. Cara tradisional untuk membangun komitmen organisasi adalah dengan menawarkan keamanan dalam bekerja dan promosi yang bersifat reguler pada karyawan. Komitmen sendiri akan terbentuk setelah karyawan merasakan kepuasan kerja, dari berbagai pengalaman kerja yang mereka alami, jenis pekerjaan yang pernah mereka tekuni, proses pengawasan, serta gaji yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi saat karyawan memulai memasuki organisasi. Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor penting bagi kelanggengan suatu organisasi. Tanpa adanya komitmen organisasi yang kuat dalam diri individu, tidak akan mungkin suatu organisasi dapat berjalan dengan maksimal. Banyak sekali penelitian-penelitian yang mengupas dan memahami permasalahan komitmen organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Dunham, Grube, dan Castaneda (1994) mengatakan bahwa adanya komitmen organisasi yang tinggi pada setiap diri individu sangat berhubungan erat dengan rasa memiliki individu terhadap organisasi. Miner (1988) menjelaskan bahwa ada tiga tahap proses pembentukan komitmen terhadap organisasi. Tahap-tahap
tersebut merupakan serangkaian waktu yang digunakan oleh individu untuk mencapai puncak karier. Tahap-tahap ini adalah: a. Komitmen awal. Ini terjadi karena adanya interaksi antara karakteristik personal dan karakteristik pekerjaan. Interaksi tersebut akan membentuk harapan karyawan tentang pekerjaannya. Harapan tentang pekerjaan inilah yang akan mempengaruhi sikap karyawan terhadap tingkat komitmen terhadap organisasi. b. Komitmen selama bekerja. Proses ini dimulai setelah individu bekerja. Selama bekerja karyawan mempertimbangkan mengenai pekerjaan, pengawasan, gaji, kekompakan kerja, serta keadaan organisasi, dan ini akan menimbulkan perasaan tanggung jawab pada diri karyawan tersebut. c. Komitmen selama perjalanan karir. Proses terbentuknya komitmen pada tahap masa pengabdian terjadi selama karyawan meniti karir didalam perusahaan. Dalam kurun waktu yang lama tersebut, karyawan telah banyak melakukan berbagai tindakan, seperti investasi, keterlibatan sosial, mobilitas pekerjaan dan pengorbanan-pengorbanan lainnya. Motivasi Intrinsik Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi. Motivasi sendiri adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Petri, 1981). Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Konsep motivasi intrinsik timbul ketika motivasi ekstrinsik sudah dipenuhi (Petri, 1981). Motivasi ekstrinsik sendiri pada dasarnya merupakan tingkah laku yang digerakkan oleh kekuatan eksternal individu. Ia menambahkan bahwa segala bentuk tingkah laku yang dikontrol oleh sumbersumber penguatan ekternal, akan menjadikan individu tersebut cenderung memiliki motivasi ektrinsik dibanding dengan motivasi intrinsik. Menurut Harter
5 (1981) individu dikatakan termotivasi secara ektrinsik jika individu tersebut memilih pekerjaan yang mudah, rutin, sederhana dan dapat diramalkan, bekerja untuk mendapatkan hadiah, bekerja tergantung bantuan orang lain, lebih percaya kepada pernyataan orang lain dibanding pendapatnya sendiri, dan menggunakan kriteria ekternal di dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan. Petri (1981) membatasi motivasi intrinsik sebagai suatu nilai atau kesenangan dalam mengerjakan aktivitas, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan tujuan eksternal dari aktivitas tersebut. Motivasi intrinsik merupakan nilai atau gabungan dari kenikmatan atau kesenangan dalam menjalankan suatu tugas untuk suatu tujuan tertentu. Dapat dikatakan bahwa dalam motivasi intrinsik yang berfungsi sebagai imbalan adalah tingkah laku individu dalam melaksanakan aktivitas tersebut, bukan imbalan yang bersifat luar, seperti upah. Elliot dkk (2000) mendefinisikan motivasi intrinsik sebagai sesuatu dorongan yang ada di dalam diri individu dimana individu tersebut merasa senang dan gembira setelah melakukan serangkaian tugas. Bekerja menurut mereka merupakan hal yang menyenangkan dan terutama juga pada individu-individu yang tertarik di dalamnya. Wiersma (1992) mengatakan bahwa motivasi intrinsik adalah seseorang yang termotivasi secara intrinsik ketika individu tersebut bekerja dan beraktivitas bukan untuk mendapatkan reward (hadiah) itu sendiri. Ryan (1982) mengemukakan bahwa teori evaluasi kognitif memiliki asumsi bahwa individu yang memiliki perasaan untuk berkompetensi dan memiliki perasaan dalam melakukan suatu aktivitas termasuk di dalam individu yang mendasarkan kepada motivasi intrinsik. Lepper dan Ryan (dalam Elliot dkk, 2000) menjelaskan bahwa motivasi intrinsik didefinisikan sebagai ketertarikan dan kenyamanan di dalam melakukan aktivitas di dalam pekerjaan itu sendiri, sedangkan Hirst (1988) mengatakan bahwa motivasi intrinsik adalah keyakinan individu tentang tingkat dimana sesuatu aktivitas dapat dilakukan dengan nyaman dan atas dasar
dari keinginan diri sendiri. Konsep dari motivasi intrinsik tidak hanya ada pada definisi praktisnya, namun konsep motivasi intrinsik juga masuk dalam teori-teori utama di dalam motivasi kerja, seperti teori hirarkinya Maslow (Wiersma, 1992) yang menyatakan bahwa motivasi intrinsik ada di dalam hierarki yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Penelitian yang dilakukan oleh Deci, Harter, dan White (dalam Elliot dkk, 2000) menemukan dua faktor motivasi intrinsik. Kedua faktor tersebut adalah percieved competence (mengerti akan kemampuan) dan competence valuation (penilaian kemampuan). Mengerti akan kemampuan adalah efek yang mengikuti umpan balik motivasi intrinsik, sebelum atau pada saat hasil pekerjaan dari sebuah tugas, atau sebagai tingkat dari keyakinan seseorang untuk melakukan pekerjaan secara baik, Elliot dkk (2000), sedangkan penilaian kemampuan merupakan derajat tingkat aktivitas individu yang bekerja secara bagus. Mengerti akan kemampuan dan penilaian kemampuan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Elliot dkk (2000) merupakan suatu bentuk mediator bebas yang memiliki pengaruh yang kuat bagi faktor dari motivasi intrinsik. Pengetahuan mengenai kemampuan dan keinginan untuk memiliki kemampuan yang merupakan bagian dari ketertarikan penelitian tersebut mengenai motivasi intrinsik dan kepuasan, sangat mendukung dan saling berhubungan. Penelitian yang dilakukan oleh Harackiewicz dan Elliot (1998) menyatakan bahwa ada dua tingkatan dari tujuan, yang pertama adalah level tertinggi tentang maksud dari tujuan. Maksud dari tujuan ditujukan kepada individu yang mencoba untuk menyelesaikan masalah pada suatu situasi tertentu, sedangkan yang kedua adalah target tujuan untuk tugas spesifik. Target tujuan untuk tugas tertentu dimaksudkan adanya konsep yang jelas yang dilakukan oleh individu untuk mencapai tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Ryan (1982) tentang cognitive evaluation theory menyatakan bahwa ada dua komponen penting yang berkaitan dengan motivasi
6 intrinsik, yang pertama yaitu percaya kepada diri sendiri dan orang lain atau paling tidak memiliki kemampuan untuk belajar, sehingga tugas yang diterima oleh individu menjadi tugas yang menyenangkan, sedangkan yang kedua adalah mengandung aspek perasaan pada determinasi individu yang didalamnya termasuk persepsi kebebasan untuk memilih, memiliki pilihan untuk menentukan tugas, dan mampu mengontrol terhadap apa yang telah dikerjakan. DeCharms (dalam Bumpus dkk, 1998) mengatakan bahwa perasaan dari penyebab diri individu bisa menjadi sebagai komponen yang penting dalam motivasi intrinsik. Motivasi yang ada di dalam diri individu ketika ingin melakukan suatu tugas pekerjaan akan mengalami suatu benturan dan ketidaksesuaian antara pengalaman masa lalu dengan informasi yang baru diperoleh. Ketidaksesuaian ini akan menjadikan tingkah laku dari individu bermacam-macam. Individu yang telah memiliki motivasi di dalam diri tanpa mempertimbangkan adanya reward luar yang akan diperoleh cenderung memiliki motivasi intrinsik yang lebih tinggi dari motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik ini timbul karena adanya sautu nilai atau gagasan dari dalam diri individu yang mempunyai sikap untuk melakukan pekerjaan dilandasi dengan kesenangan dan kenyamanan dalam melakukannya. Di dalam motivasi intrinsik itu sendiri ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Weirsma (1992) mengatakan, menurut Maslow faktor yang mendasari tingkah laku manusia adalah kebutuhan-kebutuhan dasar yang dapat disusun dalam sebuah hirarki. Tingkatan dalam hirarki ini dari yang paling rendah yaitu pemenuhan kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan akan penghargaan sampai kepada kebutuhan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Davis dan Newstrom (1989) membagi hirarki kebutuhan Maslow tersebut menjadi dua bagian tingkatan yaitu kebutuhan dengan tingkatan rendah yaitu kebutuhan fisik dan kebutuhan akan rasa aman, dengan kebutuhan dengan tingkatan
tinggi yaitu kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Mitchell (1978) mengatakan bahwa teori Maslow tersebut memberikan perubahan pandangan mengenai faktor-faktor motivasional dalam bekerja, dari bentuk motivator yang lebih rendah seperti upah, promosi dan jenis kerja, sampai ke dalam bentuk motivator yang lebih tinggi, yaitu otonomi, tanggung jawab, serta tantangan kerja.
METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan masalah yang penting dalam penelitian. Kesalahan dalam menentukan metode penelitian akan mengakibatkan kesalahan pengambilan data serta kesalahan dalam pengambilan keputusan. Berarti, berhasil atau tidaknya suatu penelitian dalam usaha mengkaji kebenaran suatu hipotesis sangat tergantung dalam menentukan metode penelitian yang diperoleh. Penelitian ini ingin melihat sejauhmana peran dari variabel bebasnya berupa mitivasi intrinsik terhadap variabel terikatnya yaitu komitmen organisasi karyawan. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Apac Inti Corpora dari bagian non produksi yang berjumlah 250 orang. PT. Apac Inti Corpora ini adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang tekstil di daerah Ungaran, Kabupaten Semarang. Dalam penelitian ini digunakan proportional sampel dengan asumsi bahwa jumlah subjek telah ditetapkan akan dipenuhi sesuai dengan proporsi masingmasing. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 80 orang karyawan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan random, artinya bahwa semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Alat pengumpulan data yang dilakukan didalam penelitian ini adalah skala psikologi. Alat pengumpulan data
7 yang dimaksud adalah alat atau teknik pengumpulan data dimana dalam mengumpulkan data melalui daftar pertanyaan yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi atau
keterangan dari sumber data yaitu orang atau responden. Skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sakala psikologi motivasi intrinsik dan skala psikologi komitmen organisasi karyawan.
Tabel 1. Blue print Skala Komitmen Organisasi No Indikator Faktor Favorable Unfavorable Kenyamanan bekerja 1, 13, 25, 34 10, 12 1 Afektif Kompetensi 7, 19, 30 4, 16, 28, 32 Besarnya investasi karyawan kepada 11, 23 2, 14, 26 organisasi 2 Kontinyu Persepsi alternatif 5, 17, 22 8, 20 lowongan yang ada 3, 15, 27, 29, Loyalitas 24, 36, 40 35, 39 3 Normatif Rasa memiliki terhadap 9, 21, 33, 37, 41 6, 18, 31, 38, 42 perusahaan 23 19 TOTAL Tabel 2. Blue print Skala Motivasi Kerja Intrinsik No Indikator Favorable Unfavorable 1. Kesenangan (enjoyment) 1, 14, 20, 30, 37, 41 15, 16, 31, 32, 33, 45 2. Tertarik (interest) 17, 18, 22, 29, 38, 42 2, 19, 21, 34, 39, 46 3. Mengerti akan kemampuan 3, 6, 10, 13, 23, 43 4, 5, 11, 12, 24, 47 4. Kekebasan untuk memilih 7, 9, 25, 26, 28, 44 8, 27, 35, 36, 40, 48 24 24 TOTAL Dalam skala komitmen organisasi yang telah di ujicobakan pada 47 karyawan PT. Apac Inti Corpora, dari 42 buah butir terdapat 34 butir sahih. Untuk dimensi afektif dengan faktor kenyamanan kerja, butir yang sahih nomor 10, 12, 13, 25, 34, dan faktor kompetensi butir yang sahih nomor 4, 7, 16, 19, 28, 30, 32. Dimensi kontinyu faktor besarnya investasi karyawan kepada organisasi butir sahih nomor 2, 11, 14, 23, 26, dan faktor persepsi alternatif lowongan yang ada butir yang sahih nomor 5, 8, 17. Dimensi normatif dengan faktor
Total 6 7 5 5 9 10 42
Total 12 12 12 12 48
loyalitas butir sahih nomor 3, 15, 27, 29, 35, 36, 39, 40 , dan dimensi rasa memiliki terhadap perusahaan butir sahih nomor 9, 18, 31, 37, 38, 42. Terdapat butir gugur sebanyak 8 butir, yaitu butir nomor 1, 6, 17, 20, 21, 24, 33, 41. Taraf signifikansi p bergerak diantara 0,000 sampai dengan 0,049. Taraf signifikansi yang terendah terdapat pada butir nomor 2 sebesar 0,049 dengan rbt sebesar 0,242. Distribusi butirbutir komitmen organisasi untuk penelitian terangkum pada tabel di bawah ini.
8 Tabel 3. Distribusi butir-butir Komitmen Organisasi untuk Penelitian Nomor Butir Dimensi Faktor Favorable Unvaforable Lama Baru Lama Baru 1, 13, 25, 11, 19, Kenyamanan bekerja 10, 12 8, 10 Afektif 34 27 4, 16, 28, 3, 14, 22, Kompetensi 7, 19, 30 5, 16, 24 32 26 Besarnya investasi karyawan kepada 11, 23 9, 18 2, 14, 26 2, 12, 20 organisasi Kontinyu Persepsi alternatif 5, 17, 22 4, 17 8, 20 6 lowongan yang ada 3, 15, 27, 2, 13, 21, 24, 36, Normatif Loyalitas 29, 35, 23, 28, 29, 33 40 39 32 Rasa memiliki 9, 21, 33, 6, 18, 31, 15, 25, 7, 30 terhadap perusahaan 37, 41 38, 42 31, 34 Skala motivasi intrinsik terdiri dari 4 faktor yang secara keseluruhan terdiri dari 44 butir terbagi menjadi kesenangan sebanyak 12 butir, tertarik sebanyak 12 butir, mengerti akan kemampuan sebanyak 11 butir, dan kebebasan untuk memilih sebanyak 9 butir. Dalam skala komitmen organisasi yang telah di ujicobakan pada 47 karyawan yang berada di dalam PT. Apac Inti Corpora, dari 48 buah butir terdapat 44 butir sahih. Untuk dimensi kesenangan, butir sahih ada pada nomor 1, 14, 15, 16, 20, 30, 31, 32, 33, 37, 41, 45. Dimensi tertarik, butir sahih ada pada nomor 2, 17, 18, 19, 21, 22, 29, 34, 38, 39, 46. Dimensi mengerti akan kemampuan butir sahih ada pada nomor 3, 4, 5, 6, 10, 11, 12,13, 23, 24, 43. Dimensi kebebasan untuk memilih butir sahih pada nomor 7, 8, 27, 28, 35, 36, 40, 44, 48. Terdapat 4 butir gugur, yaitu butir nomor 9, 25, 26, dan 47. Taraf signifikansi bergerak dari 0,000 sampai dengan 0,041. Taraf signifikansi terendah ada pada butir nomor 44 sebesar 0,041 dengan rbt sebesar 0,253. Tabel 4. Distribusi Butir-butir Motivasi Intrinsik Untuk Penelitian Nomor butir Dimensi Favorable Unfavorable Lama Baru Lama Baru Kesenangan 1, 14, 20, 1, 13, 19, 27, 15, 16, 31, 32, 14, 15, 28, 29, (enjoyment) 30, 37, 41 34, 38 33, 45 30, 42 Tertarik 17, 18, 22, 16, 17, 21, 26, 2, 19, 21, 34, 2, 18, 20, 31, (interest) 29, 38, 42 35, 39 39, 46 36, 43 Mengerti 3, 6, 10, 13, 3, 6, 9, 12, 22, 4, 5, 11, 12, 4, 5, 10, 11, akan 23, 43 40 24, 47 23 kemampuan Kebebasan 7, 9, 25, 26, 8, 27, 35, 36, 8, 24, 32, 33, untuk 7, 25, 41 28, 44 40, 48 37, 44 memilih
9 Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis Kesahihan Faktor Komitmen Organisasi Faktor rxy rbt p SE% Status 1. Afektif 0,928 0,813 0,000 37,897 Sahih 2. Kontinyu 0,828 0,725 0,000 19,610 Sahih 3. Normatif 0,944 0,832 0,000 42,493 Sahih Sumbangan efektif pada faktor afektif sebesar 37,897%, sumbangan efektif faktor kontinyu sebesar 19,610% dan sumbangan efektif faktor normatif sebesar 42,493%. Dari hasil uji coba tersebut dapat diketahui persentasi besarnya sumbangan efektif komitmen organisasi dari yang terbesar yaitu komitmen normatif, komitmen afektif dan yang paling kecil komitmen kontinyu. Tabel 6. Rangkuman Hasil Analisis Kesahihan Faktor Motivasi Intrinsik Faktor rxy rbt p SE% Status 1. Kesenangan 0,930 0,864 0,000 27,687 Sahih 2. Tertarik 0,894 0,796 0,000 27,109 Sahih 3. Mengerti akan kemampuan 0,823 0,670 0,000 25,441 Sahih 4. Kebebasan memilih 0,850 0,761 0,000 19,763 Sahih Sumbangan efektif untuk faktor kesenangan sebesar 27,687%, sumbangan efektif untuk faktor tertarik sebesar 27,109%, sumbangan untuk faktor mengerti akan kemampuan sebesar 25,441%, sumbangan untuk faktor kebebasan memilih sebesar 19,763%. Dari tabel diatas dapat diketahui persentasi besarnya sumbangan efektif motivasi intrinsik yang paling besar ada pada faktor kesenangan, disusul faktor tertarik, mengerti akan kemampuan, dan yang terakhir kebebasan untuk memilih. Uji reliabilitas skala komitmen organisasi dan motivasi intrinsik dilakuan dengan menggunakan analisis SPS 2000 edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih. Berdasarkan analisis keseluruhan butir yang sahih pada skala komitmen organisasi tanpa memperhatikan faktor-faktor yang ada, diperoleh harga sebesar 0,915 dengan p = 0,000. Analisis keseluruhan butir yang sahih pada skala motivasi intrinsik tanpa memperhatikan faktor-faktor yang ada diperoleh harga sebesar 0,932 dengan p = 0,000. Keseluruhan uji reliabilitas ketiga skala berstatus andal. Setelah dilakukan analisis keandalan faktor dari setiap butir yang sahih pada masingmasing faktor, dapat diketahui bahwa semua faktor di ketiga skala tersebut dinyatakan andal. Hasil uji analisis keandalan faktor skala komitmen organisasi dan motivasi intrinsik, dirangkum dalam tabel berikut dibawah ini. Tabel 7. Rangkuman Hasil Analisis Keandalan Faktor Nama Variabel Faktor Koef. Harga Status Apha p Komitmen efektif 0,827 0,000 Andal Komitmen Komitmen kontinyu 0,684 0,000 Andal organisasi Komitmen Normatif 0,827 0,000 Andal Kesenangan 0,815 0,000 Andal Motivasi intrinsik Tertarik 0,787 0,000 Andal Mengerti akan 0,805 0,000 Andal kemampuan Kebebasan memilih 0,773 0,000 Andal
10 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi. Sebelum melakukan analisis data, ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi sebelum melakukan analisis regresi. Asumsi dasar tersebut adalah: a). untuk setiap nilai variabel terikat, distribusi nilai variabel terikat adalah normal; b). hubungan antara variabel bebas atau prediktor dengan variabel terikat atau kriterium adalah linier; c). antara sesama variabel bebas nilai korelasinya tidak terlalu tinggi. Ada beberapa uji prasarat yang harus dilakukan ketika akan melakukan analisis regresi, yaitu uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan. Uji Normalitas Sebaran Uji normalitas sebaran ini menggunakan model kai kuadrat (2). Uji tersebut dimaksudkan untuk melihat normal atau tidaknya suatu distribusi variabel terikat penelitian. Kaidah yang digunakan dalam penentuan sebaran normal atau tidak adalah jika p > 0,05 maka sebarannya normal, namun jika p < 0,05 maka sebarannya tidak normal. Jika p > 0,05 dapat diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara frekuensi empiris dengan frekuensi teoritis dari suatu kurva normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran untuk variabel tergantung adalah normal. Hasil uji normalitas sebaran dengan menggunakan bantuan program SPS 2000 edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, diperoleh keterangan bahwa variabel kriterium (variabel terikat) yaitu komitmen organisasi diperoleh p = 0,406 berarti sebarannya normal. Uji Linearitas Hubungan Pengujian ini dimaksudkan untuk membuktikan apakah variabel bebas memiliki hubungan yang linear dengan variabel terikat. Model statistika untuk mencari linieritas hubungan adalah regresi, dengan mengacu pada asumsi bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung akan linier jika harga p > 0,05. Uji linearitas hubungan antara variabel bebas motivasi intrinsik didapatkan p sebesar 0,982, berarti hubungannya linear. Uji linearitas hubungan antara variabel bebas Motivasi intrinsik dengan komitmen organisasi karyawan terangkum dalam tabel dibawah ini
Tabel 8. Analisis Uji Linearitas Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Komitmen Organisasi Karyawan Sumber Derajat R2 db Var F P Regresi Ke1 0,445 1 0,445 62,522 0,000 Residu 0,555 78 0,007 Regresi Ke2 0,445 2 0,222 30,861 0,000 Beda Ke2-Ke1 0,000 1 0,000 0,000 0,982 Residu 0,555 77 0,007 Korelasinya linear Analisis regresi linear sederhana antara motivasi intrinsik dengan komitmen organisasi sebesar 0,667 dengan p sebesar 0,000, dan R2 sebesar 0,445. Artinya terdapat peran motivasi intrinsik terhadap komitmen organisasi karyawan sebesar
0,667, dan motivasi intrinsik memiliki sumbangan efektif bagi komitmen organisasi sebesar 44,5%. Dibawah ini terdapat tabel rangkuman hasil analisis regresi antara variabel bebas motivasi intrinsik dengan variabel terikat komitmen organisasi karyawan.
11
X 0 1
Tabel 9. Koefisien Beta dan Korelasi Parsial MI dengan KO Beta (b) Stand.Beta () SB (b) r-parsial t p 53,563770 0,000000 0,776804 0,667029 0,098241 0,667 7,907 0,000 Galat baku Est : 8,576 Korelasi r : 0,667
Sumber Variasi Regresi penuh Residu Penuh Total
Tabel 10. Rangkuman Anareg MI dengan KO JK db RK F 4.598.100 1 4.598.100 62.522 5.736.401 78 73.544 10.334.500 79 -
Berdasarkan pada hasil pengujian hipotesis melalui analisis regresi linier sederhana di atas maka hipotesis yang menyatakan akan ada peran positif Motivasi Intrinsik terhadap Komitmen Organisasi dapat terbukti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini mendukung beberapa pendapat atau hasil penelitian para ahli sebelumnya yang mengatakan bahwa motivasi intrinsik memiliki peran pada komitmen organisasi karyawan. Komitmen karyawan itu sendiri menurut Minner (1988) sudah terbentuk ketika seorang karyawan tersebut memasuki lingkungan kerja baru. Karyawan telah memiliki komitmen dasar terhadap perusahaan. Potensi ini sebenarnya dapat dijadikan andalan bagi pihak perusahaan bahwa komitmen yang telah terbentuk tersebut mampu dipertahankan bahkan dikembangkan oleh pihak perusahaan, sehingga individu-individu yang telaah menjadi bagian dari perusahaan tersebut mampu mempertahankan komitmen awalnya atau bahkan mengembangkan komitmennya sehingga mampu menjadi bagian dari perusahaan tersebut. Menurut Becker, 1960; Farrel & Rusbult, 1981 (dalam Allen dan Meyer, 1990) komitmen individu tidak hanya berhubungan dengan seberapa besar tingkat keluar masuknya karyawan dalam suatu perusahaan, melainkan juga berkaitan dengan tingkat kerelaan karyawan untuk berkorban bagi perusahaannya.
R2 P 0.445 0.000 -
Meyer dan Allen (1993) sendiri mengatakan bahwa ketiga bentuk komitmen yang ada, berkembang sesuai dengan bentuk dan kondisi yang ada. Komitmen afektif akan berkembang berdasarkan pertimbangan yang bersifat psikologis, karena melibatkan aspek afeksi. Komitmen kontinyu akan berkembang berdasarkan pertimangan yang lebih bersifat ekonomik, dimana adanya pertimbangan yang rasional mengenai untung rugi untuk tetap berada dalam sebuah organisasi. Komitmen normatif berkembang berdasarkan dengan titik beratnya yaitu tingkah laku yang timbul karena adanya suatu keyakinan tentang apa yang benar serta berkaitan dengan masalah moral. Analisis data tentang korelasi faktorfaktor konstrak komitmen organisasi didapatkan bahwa dari ketiga faktor komitmen organisasi ternyata faktor komitmen normatiflah yang paling berperan dalam diri individu sebesar 42,493%, disusul dengan komitmen afektif sebesar 37,897%, dan terakhir komitmen kontinyu sebesar 19,610%. Hasil korelasi diatas menunjukkan bahwa komitmen normatif merupakan komitmen yang berpengaruh pada setiap diri individu. Dalam komitmen normatif ini menurut Meyer dkk (1993) merupakan suatu bentuk komitmen untuk tetap berada di dalam suatu organisasi, dan tetap menjadi bagian dari organisasi. Komitmen normatif ini timbul sejalan dengan perjalanan sosial individu yang pada akhirnya mengarahkan
12 individu kepada loyalitas yang tinggi kepada suatu organisasi. Hasil penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa motivasi yang terbangun secara intrinsik dalam diri individu mampu meningkatkan komitmen organisasi karyawan. Menurut Campbell dan Campbell (1996), motivasi intrinsik adalah penghargaan internal yang dirasakan seseorang jika mengerjakan tugas. Ada hubungan langsung antara kerja dan penghargaan, artinya bila tugas sudah selesai dikerjakan, maka dapat langsung dirasakan adanya perasaan menyenangkan pada diri seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Deci dan Ryan, (1987) menyatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan suatu bentuk motivasi yang memiliki kekuatan besar dimana seseorang merasa nyaman dan senang dalam melakukan tugas yang disesuaikan dengan nilai tugas itu. Beach (1980) juga menyatakan bahwa motivasi intrinsik sebagai suatu hal yang terjadi selama seseorang menikmati suatu aktivitas dan memperoleh kepuasan selama terlibat dalam aktivitas tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis sebagaimana yang telah disajikan pada bab 4, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peran positif motivasi intrinsik terhadap komitmen organisasi sebesar 0.667 dengan sumbangan efektif sebesar 44,5%. Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat diajukan. Pertama. Kepada pimpinan perusahaan, diharapkan dengan hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi yang lebih baik lagi bagi peningkatan komitmen organisasi karyawan. Kedua. Kepada karyawan, adanya hasil penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat peran positif yang signifikan antara motivasi intrinsik terhadap komitmen organisasi, bisa dijadikan dasar bagi pengembangan secara berkelanjutan. Ketiga. Dalam penelitian ini diperoleh peran positif yang tinggi dari motivasi intrinsik terhadap komitmen
organisasi karyawan, oleh karena itu diharapkan informasi mengenai penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha untuk meningkatkan komitmen organisasi.
DAFTAR PUSTAKA Allen, N. J., & Meyer, J. P. 1990. The Measurement and Antecendents of Affective, Continuance and Normative Commitment to The Organizational. Journal of Occupational Psychology. 63. 1-18 Atkinson, J. W & Raynor, J. O. 1978. Personality, Motivation and Achievement. New York: John Wiley and Sons. Inc Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Beach, D. S. 1980. Personnel: The Management of People at Work. New York: MacMilland Publishing.Co Becker, T. E., Randall, D. M., & Riegeel, C. D. 1995. The Multidimensional View of Commitment and The Theory of Reasoned Action. A Comparative Evaluation. Journal of Management. Vol 21:4. 616-638 Bishop, J. W., & Scott, K. D. 2000. An Examination of Organizational and Team Commitment in a Self-Directed Team Environment. Journal of Applied Psychology. Vol 85:3. 439450 Bumpus, M. A., Olbetre, S., Glover, S. H. 1998. Influence of Situational Characteristics on Intrinsic Motivation. Journal of Psychology. Vol 134:4. 451-463 Brooke, P. P., Russell, D. V. V., Price, J. L. 1988. Discriminant Validation of Measures of Job Involvement and
13 Organizational Commitment. Journal of Applied psychology. Vol 73:2. 139145
Motivation Process. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 26:7. 780-794
Campbell, J. P & Campbell, R. J. 1990. Productivity in Organizations New Perspective From Industrial and Organizational Psychology. San Fransisco: Jossey Bass Publishers.
Fukami, C. V., & Larson, E. W. 1984. Commitment to Company and Union. Parallel Models. Journal of Applied Psychology. Vol 69:3. 367-371
Cherrington, D. J. 1994. Organizational Behavior. The Management of Individual and Organizational Performance. Masachusetts: Allyn and Bacon Cohen, A., & Gattilier, V. E. 1994. Rewards and Organizational Commitment Across Structural Characteristic: A Meta Analysis. Journal of Bussiness and Psychology. Vol 9:2. New York. Human Science Press Inc Davis, K. 1975. Human Behavior at Work. New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing Company Davis, K & Newstrom, J.W. 1989. Human Behavior at Work. Organizational Behavior. Singapore: McGraw Hill Book Inc Dessler, G. 1995. Managing Organization In Era of Change. Florida: The Dryden Press Dubrin, A. J., Ireland, R. D., Williams, J. C. 1996. Management and Organization. Ohio: South Western Publishing Co Dunham, R. B., Grube, J. A & Castaneda, M. B. 1994. Organizational Commitment, The Utility of An Integrative Definition. Journal of Applied Psychology. Vol 79:2. 370380 Elliot, A. J., Faler, J., Mc Gregor, H. A., Campbell, W. F., Sedikes, C., Harackiewiz, J. M. 2000. Competence Valuation As a Strategic Intrinsic
Greenberg, J. 1996. Managing Behavior In Organization. New Jersey: Prentice Hall Inc Hadipranata, A. F. 1996. Produktivitas Insani. Buletin Psikologi. Tahun IV No 2. Yogyakarta. Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada. Harackiewicz, J. M., & Elliot, A. J. 1998. The Joint Effect of Target and Purpose Goal on Intrinsic Motivation: A Mediational Analysis. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 27:7. 675-689 Harter, S. 1981. A New Self Report Scale of Intrinsic Versus Extrinsic Orientation In The Clasroom: Motivational and Informational Component. Journal of Developmental Psychology. Vol 17:3. 300-312 Herscovitch, L., & Meyer, J. P. 2002. Commitment to Organizational Change: Extension of a ThreeComponent Model. Journal of Applied Psychology. Vol 87:3. 474487 Herzberg, F., Mausner, B., Snyderman, B. B. 1959. Motivation At Work. New York: John Willey & Sons. Hirst, M. K. 1988. Intrinsic Motivation as Influence by Task Interdependence and Goal Setting. Journal of Applied Psychology. Vol 73:1. 96-101 Irving, P. G., Coleman, D. F., & Coopers, C. L. 1997. Futher Asessment of a Three Component Model of
14 Accupational Commitment. Journal of Applied Psychology. Vol 82. 444452 Keeping, L. M., & Levy, P. E. 2000. Performance Appraisal Reactions. Measurement, Modeling, and Method Bias. Journal of Applied Psychology. Vol 85:5. 708-723 Kerlinger, F. N. 1973. Foundation of Behavioral Research. New York: Holt Minehart and Winstons Kern, J. P., Riley, J. J., Jones, L. N. 1987. Human Resources Management. New York: ASQC Quality Press. Landy, F. J. 1989. Psychology of Work Behavior. California: Brook and Cole Publishing Co. Laughlin, P. R., & Barth, J. M. 1981. Group to Individual and Individual to Group Problem Solving Transfer. Journal of Personality and Social Psychology. Vol: 41. 1087-1093 Mathieu, J. E., & Zajac, D. M. 1990. A Review and Meta Analysis of The Antecendents, Correlates, and Consequences of Organizational Commitment. Psychological Bulletin. 108. 171-194 Meyer, J. P., & Allen, N. J. 1988. Links between Work Experience and Organizational Commitment During The First Year of Employment: A Longitudinal Analysis. Journal of Applied Psychology. Vol 61. 195-209 Meyer, J. P., Allen, N. J., Gellatly, L. R. 1990. Affective and Continuance Commitment to Organization: Evaluation of Measures and Analysis of Concurrent and Time-Lagged Relations. Journal of Applied Psychology. Vol 75. 710-720 Meyer, J. P., Allen, N. J., Smith, C. A. 1993. Commitment to Organizations
and Occupations: Extension and Test of a Three-Component Conseptualization. Journal of Applied Psychology. Vol 78:4. 538-551 Minner, J. B. 1988. Organizational Behavior, Performance and Productivity. New York: Random House. Inc Mitchell, T. R. 1978. People In Organization: Understanding Their Behavior. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakuska LTD O’Reilly III, C. A., & Caldwell, D. F. 1980. Job Choice: The Impact of Intrinsic and Extrinsic Factors on Subsequent Satisfaction and Commitment. Journal of Applied Psychology. Vol 65:5. 599-565 Petri, H. L. 1981. Motivation: Theory and Research. California: Woodworth Publishing Company Ryan, R. M. 1982. Control and Information in The Intrapersonal Sphere: An Extension of Cognitive Evaluation Theory. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 43:3. 450-461 Robbin, S. P 1998. Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall Inc Russell, B. 1998. Human Resource Management. Singapore: McGraw Hill International Editions Schemerhorn, J.R., Hurt, J.G., & Osborn, R. N. 1985. Managing Organizational Behavior. Canada : John Woley & Sons Inc. Schultz, O. P & Ellen, S. 1994. Psychology at Work Today. An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. New York: Mac Millan Publishing Company
15 Shore, L. M & Wayne, S. J. 1993. Commitment and Employee Behavior: Comparison of Affective Commitment and Continuance Commitment With Perceived Organizational Support. Journal of Applied Psychology. Vol 78:5. 774780 Steers, R. M., & Porter, L. M. 1983. Motivation and Work Behavior. New York: Mac Graw Hill Book Inc
Tjosvold, D & Tjosvold, M. M. 1995. Psychology for Leader. Canada: John Willey and Son’s Inc Wiersma, V. J. 1992. The Effect of Extrinsic Rewards in Intrinsic Motivation: A Meta Analysis. Journal of Occupational and Organizational Psychology. Vol 65. 101-114