PERAN MEDIA DALAM MENUMBUHKAN INTENSI REMAJA PENGENDARA MOTOR UNTUK MENGGUNAKAN HELM
William Cahyawan, Manuella Sarlita, Kanti Pernama, Asri Christine, Edira Putri, M. Th. Asti Wulandari, Nani Nurrachman Sutojo Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
Abstrak Jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia semakin tahun semakin memprihatinkan. Kecelakaan lalu lintas paling banyak dialami oleh remaja. Salah satu dari kelalaian yang sering dilakukan oleh remaja pengendara motor adalah tidak menggunakan helm tertutup sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji usaha-usaha yang dapat meningkatkan intensi penggunaan helm tersebut. Penulis menggunakan beberapa penelitian dalam menganalisis perilaku remaja. Remaja tidak menggunakan helm saat berkendara karena helm dianggap membebani kepala, membuat panas, dan sesak di kepala. Variabel yang memengaruhi intensi penggunaan helm adalah pengetahuan, pengaruh sosial, dan kondisi lingkungan. Untuk menumbuhkan kesadaran remaja, penulis menggunakan teori media yaitu multiple stage flow dan uses and gratification. Juga digunakan praktik dari kotakota yang mampu membangun kesadaran safety riding. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, penulis mengajukan beberapa rekomendasi yaitu penggunaan role model yang sesuai seperti selebritas sebagai product endorsement ataupun orang-orang yang berkompeten serta memiliki daya tarik bagi remaja. Informasi yang disampaikan kepada remaja harus berhubungan dengan pengetahuan tentang dampak positif dari penggunaan helm dan penyampaiannya dilakukan melalui medium-medium yang digemari, serta memiliki tingkat keterbacaan tinggi pada karakteristik remaja. Penulis menyadari usaha ini harus disertai dengan penegakkan hukum yang lebih baik sehingga mendukung terciptanya kesadaran remaja dalam menggunakan helm. Kata kunci: kecelakaan lalu lintas, penggunaan helm, sepeda motor, role model
Pendahuluan Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada 26 Januari 2014, Indonesia merupakan negara ke-5 dengan jumlah kematian akibat kecelakaan terbanyak di dunia. Indonesia berada di posisi ke-5 di bawah negara Tiongkok, India, Nigeria, dan Brazil (Andika, 2014). Di Indonesa sendiri, kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga, setelah penyakit
123
jantung dan tuberkulosis. Jumlah korban jiwa yang disebabkan karena kecelakaan masih sangat tinggi (Priliawito & Budiawati, 2014). Jumlah korban jiwa akibat kecelakaan menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, jumlah kecelakaan sebanyak 62.690 unit kendaraan dan korban meninggal berjumlah 19.979 orang. Jumlah tersebut meningkat drastis sejak tahun 2011, korban kecelakaan mencapai 108.696 unit dan yang meninggal sebanyak 31.195. Tahun 2012, jumlahnya kembali meningkat menjadi 117.949 unit, meskipun jumlah korban meninggal berkurang sedikit yaitu 29.544 orang (Badan Pusat Statistik). Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan butuh penanganan segera dari berbagai pihak agar nantinya risiko dari kecelakaan bisa diminimalisir. Data terbaru dari Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Pudji Hartanto, total kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada tahun 2013 mencapai 168.183 unit kendaraan di seluruh Indonesia (Sarono, 2014). Jumlah kecelakaan ini turut dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Susantoso (2014) dalam event AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia) dengan tema “Teknologi, Keselamatan dan Sikap” mengatakan bahwa laju pertumbuhan yang paling besar dari semua kendaraan adalah sepeda motor yang mencapai 13,12%. Jumlah sepeda motor mencapai 76 juta lebih, yang berarti mencapai 81% dari jumlah total kendaraan yang ada di Indonesia (Badan Pusat Statistik dalam Susantono, 2014). Selaras dengan tingginya laju pertumbuhan, sepeda motor merupakan moda transportasi yang paling rentan terlibat kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas sepanjang tahun 2013 lalu yang melibatkan sepeda motor mencapai119.560 unit atau sebesar 71% dari total jumlah kendaraan (Susantono, 2014; Gunawan, 2014; Priliawito & Budiawati, 2014). Berdasarkan usia pengendara motor, kecelakaan dengan jumlah terbesar berdasarkan usia adalah usia 15-19 tahun dan 20-24 tahun. Pada tahun 20112013, remaja berusia 15-19 tahun yang mengalami kecelakaan motor berjumlah hampir 18.000 orang, sementara usia 20-24 tahun berjumlah 16.000 orang. Setelah itu, baru diikuti orang berusia 25-29 tahun dengan jumlah hampir 12.000 orang (Kementerian Perhubungan, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa remaja dan anak muda merupakan usia yang paling rentan untuk mengalami kecelakaan
124
motor, baik mereka sebagai pengendara motor ataupun orang yang diboncengi motor. Penggunaan helm sebagai perlengkapan pengendara sepeda motor merupakan atribut penting untuk mengurangi risiko kecelakaan. Helm merupakan perlengkapan wajib yang digunakan oleh pengendara sepeda motor. Menurut penelitian yang berjudul helmets reduce death and brain injury in motorcycle and push-bike accidents, penggunaan helm dapat mengurangi risiko kematian sebesar 42% dan risiko cedera di kepala sebesar 70%. Helm juga berpotensi untuk mengurangi risiko keparahan cedera otak sebesar 63-68% (Hakim, 2010). Jenis helm yang digunakan harus Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pengendara diharapkan menggunakan helm tertutup yang memberikan proteksi lebih kepada kepala (Kementerian Perhubungan, 2014). Pemerintah sebenarnya sudah melakukan upaya untuk membangun kesadaran remaja dan anak muda agar menggunakan helm saat berkendara sepeda motor, termasuk melalui media. Sayangnya, upaya tersebut masih butuh ditingkatkan
dan
dimaksimalkan,
mengingat
jumlah korban jiwa
akibat
kecelakaan terus meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mengkaji upaya yang telah dilakukan sejauh ini, serta membuat rancangan program melalui peran media supaya intensi penggunaan helm pada remaja dan anak muda meningkat. Kajian yang dilakukan penulis menggunakan hasil penelitian-penelitian
terdahulu
dan
teori
media
yang
relevan
dalam
menumbuhkan kesadaran remaja dan anak muda. Kajian penelitian dilakukan oleh penulis untuk mengetahui konten pesan seperti apa yang seharusnya disampaikan agar dapat mengubah perilaku remaja dan anak muda untuk memiliki intensi menggunakan helm. Penulis melakukan tinjauan terhadap penelitian tentang persepsi risiko dan sikap remaja pengendara motor terhadap penggunaan helm. Juga digunakan kajian dari kotakota yang telah mampu membangun kesadaran safety riding. Hal ini diharapkan dapat membantu penulis untuk mengetahui alasan remaja dan anak muda tidak menggunakan helm saat berkendara motor. Penulis menggunakan teori media agar dapat mengetahui bagaimana peran media dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien. Dalam kaitannya antara media dan remaja, salah satu hal terpenting dari media adalah menyediakan remaja seorang figur yang lebih dewasa yang memiliki peran
125
sentral dalam memengaruhi hidupnya. Secara umum, remaja adalah masa di mana mereka mencari figur yang mampu melampaui orang-orang di lingkungan sosialnya, yang bisa menjadi pahlawan, idola, dan role model. Giles (2003) dalam teorinya menjelaskan bahwa remaja lebih dipengaruhi oleh figur orang dewasa di luar peran keluarga. Erikson (dalam Giles, 2003) mengacu pada hubungan yang disebut dengan secondary attachments yang menjadi batas antara primary attachments pada orangtua dan adult attachments seperti intimacy. Salah satu figur role model yang berperan dalam memengaruhi promosi suatu iklan adalah selebritas. Penggunaan selebritas sebagai role model biasa disebut dengan product endorsement. Dalam penerapannya, penulis melihat multi-step flow theory dapat menjelaskan bagaimana role model mampu berperan dalam mengubah perilaku remaja dan anak muda. Secara singkat multi-step flow theory mengatakan bahwa informasi, bergerak dalam berbagai arah, masing-masing konsumen yang telah menerima informasi akan menyebarkan informasi tersebut kepada konsumen lain (Bennett & Manheim dalam Stansberry, 2012). Dalam tipe penyampaian pesan ini, pesan tidak hanya dapat disampaikan oleh media massa saja, opinion leader atau role model juga dapat digunakan sebagai strategi untuk menyampaikan pesan. Peran role model adalah membantu media massa dan mempercepat penyampaian pesan sampai kepada konsumen.Penulis juga menggunakan teori uses and gratification, teori ini mengatakan bahwa penggunaan media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut, dengan kata lain konsumen adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi (Blumer, Katz, & Gurevitch, 1974). Teori ini digunakan oleh penulis untuk mengetahui media apa yang digemari dan memiliki tingkat keterbacaan tinggi pada karakteristik remaja. Penelitian akan mengkaji ulang program yang dilakukan sebagai upaya untuk menumbuhkan intensi masyarakat untuk menggunakan helm saat berkendara motor, terutama remaja. Fungsi dan peran media dapat dijadikan sarana dalam penyebaran pesan mengenai pentingnya penggunaan helm untuk mencegah risiko dari kecelakaan.
126
Metode Penulis menggunakan metode kajian penelitian dan membandingkannya dengan studi kasus mengenai kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan untuk membangu kesadaran remaja pengendara motor. Hal ini penulis gunakanuntuk menelaah fenomena danmelihat bagaimana kegiatan-kegiatan yang seharusnya efektif dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran pengendara motor untuk menggunakan helm. Analisis ini diharapkan dapat mengkaji lebih jauh kekurangan-kekurangan dari upaya tersebut dan bagaimana caranya supaya program yang telah dilakukan dapat ditingkatkan dan dimaksimalkan agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Berikut ada beberapa studi yang coba penulis uraikan: Kepolisian Republik Indonesia (RI) telah melakukan sejumlah cara untuk menyampaikan pesan penggunaan helm kepada para pengendara sepeda motor. Cara penyampaian pesan yang dilakukan menggunakan media umumnya merupakan tindakan preventif. Penulis mengalami kesulitan untuk menemukan upaya spesifik Kepolisian RI untuk membangun kesadaran remaja pengendara motor, oleh karena itu penulis mengkaji upaya yang dilakukan dalam upaya penyadaran keselamatan berlalu lintas, termasuk pemakaian helm. Berdasarkan
hasil
pencarian
penulis,
terdapat
beberapa
cara
penyampaian pesan penggunaan sepeda motor yang telah dilakukan oleh Polisi Lalu Lintas. Upaya-upaya tersebut bersifat preventif dan dilakukan melalui media, yaitu kampanye melalui media sosial ataupun kampanye melalui media outdoor seperti poster dan baliho di jalan. Kampanye melalui media sosial contohnya twitter di-account @TMCPoldaMetro. Kalimat seperti “Demi keselamatan diri sendiri, gunakan helm saat mengendarai sepeda motor” beberapa kali pernah ditweet oleh administrator dari twitter tersebut. Kampanye yang dilakukan melalui media outdoor. Ada beberapa jenis kampanye yang dilakukan, seperti: (1) Kampanye “Kepeloporan dalam Keselamatan Berkendara” yang dilakukan secara umum untuk semua aspek keselamatan dalam berkendara; (2) Kampanye “Penggunaan Helm Klik” yang dilakukan hanya di beberapa daerah di Indonesia; dan (3) Kampanye penggunaan helm standar yang muncul pada tulisan berjalan saat lampu merah di
beberapa
daerah
di
Indonesia.
127
Kampanye-kampanye
ini
umumnya
memberikan pesan kepada pengendara motor untuk menggunakan helm yang sesuai dengan peraturan, yaitu helm tertutup rapat sehingga dapat memproteksi kepala dari cidera bila mengalami kecelakaan. Penulis melakukan kajian pada dua penelitian yang dilakukan oleh Yogatama (2013) dan Ridho (2012). Penelitian Yogatama (2013) yang berjudul “Analisis Pengaruh Attitude, Subjective Norm, Dan Perceived Behavior Control Terhadap Intensi Penggunaan Helm Saat Mengendarai Motor Pada Remaja Dan Dewasa Muda Di Jakarta Selatan” membahas mengenai persepsi seseorang akan kemampuannya mengontrol perilakunya sendiri untuk menggunakan helm. Penelitian Ridho (2012) yang berjudul “Hubungan Persepsi Risiko Keselamatan Berkendaran denan Perilaku Pemakaian Helm pada Mahasiswa Universitas Indonesia Depok Tahun 2012” membahas hubungan antara persepsi risiko keselamatan berkendara dengan perilaku pemakaian helm. Hasil dari penelitian Yogatama (2013) menunjukkan bahwa variabel sikap dan perceived behavior control berpengaruh terhadap intensi pengendara motor untuk menggunakan helm. Perceived behavior control adalah persepsi seseorang mengenai kemampuannya mengontrol perilakunya sendiri untuk menggunakan helm meski ada hambatan yang dirasakan, seperti perasaan panas atau sesak saat menggunakan helm. Sementara itu, subjective norms seperti sanksi yang diberikan oleh pihak berwenang tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi menggunakan helm (Yogatama, 2013). Penelitian Ridho (2012) melihat hubungan antara persepsi risiko keselamatan berkendara dengan perilaku pemakaian helm. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengalaman berkendara dan kemampuan berkendara dengan penggunaan helm saat berkendara pada individu usia remaja. Sedangkan pengetahuan mengenai helm, pengetahuan mengenai keselamatan berkendara, pengaruh sosial, dan pengaruh lingkungan memiliki hubungan perilaku individu untuk menggunakan helm saat berkendara (Ridho, 2012). Untuk mendukung hasil di atas, penulis mencoba mencari penelitian dari negara-negara luar. Hasil penelitian dari negara Amerika dan Yunani (Mock et al., 1995, Skalkidou et al., 1999, Eby & Molnar, 1998) menunjukkan hal serupa. Penelitian tersebut menjelaskan kampanye sebaiknya disertai dengan konten yang menekankan pada informasi tentang penggunaan helm juga secara
128
signifikan telah berhasil meningkatkan penggunaan helm pada pengendara sepeda dan sepeda motor. Penelitian juga menjelaskan bahwa hukum saja tidak cukup untuk memengaruhi intensi untuk menggunakan helm saat berkendara.
Hasil dan Analisis Apabila dikaitkan antara uraian hasil penelitian dengan studi yang telah kami jelaskan di atas, maka upaya yang telah dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia masih perlu dioptimalkan.Berdasarkan hasil studi, kebanyakan konten yang disampaikan berisi ajakan menggunakan helm, cara penggunaan helm yang benar, dan peraturan serta hukuman bagi pelanggar aturan tersebut. Namun berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas, hal tersebut bukanlah poin utama yang dapat membuat seorang remaja menjadi tergerak untuk menggunakan helm. Penulis menilai bahwa kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran remaja pengendara motor dalam menggunakan helm harus memperhatikan konten informasi dan cara penyampaian informasinya. Konten media sebaiknya menekankan pengetahuan yang argumentatif mengenai pentingnya penggunaan helm, seperti seberapa efektif helm dalam menyelamatkan cedera di bagian kepala, bagaimana cara helm melindungi kepala, dan sebagainya. Sementara itu,
penyampaian
informasi
harus
disesuaikan
dengan
karakteristik
perkembangan remaja. Penyampaian informasi harus memerhatikan siapa orang yang menyampaikan informasi, bagaimana cara menyampaikannya, dan media apa yang digunakan dalam penyampaian informasi. Poin utama yang harus ditampilkan oleh media adalah dalam sisi kontennya. Pesan ini harus disampaikan kepada pengendara motor untuk membangun sikap yang positif mengenai helm, yaitu menilai pemakaian helm berdasarkan fungsinya, bukan dari perasaan negatif seperti panas atau sesak.Remaja yang tidak memiliki kebiasaan menggunakan helm tidak akan sadar dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya pengalaman dan kemampuannya
dalam
berkendara.
Kedua
hal
tersebut
terbukti
tidak
berpengaruh terhadap intensi penggunaan helm, sehingga kampanye dan upaya untuk meningkatkan penggunaan helm harus tetap dilakukan sedini mungkin, sejak seorang mulai menggunakan kendaraan, khususnya sepeda motor.
129
Demikian juga halnya dengan hukum dan sanksi. Langkah yang difokuskan pemerintah dalam membuat maupun menegakkan hukum dengan berbagai sanksi ternyata tidak cukup untuk menumbuhkan intensi menggunakan helm. Oleh karena itu, perlu ada cara lain seperti sosialisasi dan penggunaan media dalam rangka menanamkan pengetahuan dan kesadaran serta sikap positif terhadap helm, karena hal-hal tersebutlah yang penting dan memiliki pengaruh terhadap intensi penggunaan helm. Selain dari segi konten, cara penyampaian informasi
juga tak kalah
penting. Penulis menggunakan teori-teori psikologi dan media untuk mengkaji hal tersebut. Adanya perbedaan karakteristik perkembangan remaja dengan tahap perkembangan lainnya dan perkembangan new media di kalangan remaja saat ini dirasa membuat upaya peningkatan kesadaran penggunaan helm di kalangan remaja membutuhkan upaya khusus. Dalam teori perkembangan Erik Erikson (dalam Giles, 2003), remaja ada pada tahap identity versus identity confusion. Dalam tahap ini remaja berusaha menemukan identitas dirinya yang sebenarnya melalui “arahan” dari figur yang ia anggap role model di dalam kehidupan sehari-hari. Contoh yang diberikan oleh si role model cenderung lebih berguna bagi remaja ketika kualitas yang mereka tawarkan dapat dicapai dan dimengerti oleh si remaja. Selain itu, kecocokan dengan budaya dimana remaja tersebut berasal juga menjadi variabel penentu dari tertarik tidaknya remaja pada figure tersebut.Role model sendiri disarankan menggunakan tokoh laki-laki dan perempuan, karena penulis melihat risiko kecelakaan tidak hanya dapat dialami oleh pengendara sepeda motor, tapi juga orang yang menjadi penumpang sepeda motor. Orang-orang tersebut bisa lakilaki ataupun perempuan, sehingga contoh dari role model juga harus memerhatikan aspek tersebut. Dalam tipe penyampaian informasi ini, opinion leader digunakan sebagai strategi untuk menyampaikan informasi. Seiring dengan perkembangan sosial media, maka opinion leader yang aktif di sosial media lebih banyak digunakan untuk menjangkau pengguna media. Peran dari opinion leader dan target penonton sendiri juga signifikan dalam memengaruhi orang-orang lainnya. Opinion leader disini salah satunya dapat berasal dari role model seperti yang penulis sebutkan di atas. Salah satu role model atau opinion leader yang berpengaruh adalah selebritas atau tokoh terkenal lainnya. Terdapat empat
130
syarat pemilihan tokoh yang akan digunakan sebagai endorser, yaitu: (1) sosok yang dikenal oleh target konsumen, (2) memiliki image atau diaggap sebagai sumber informasi yang reliabel, (3) memiliki keterkaitan dengan sesuatu yang dipromosikan, (4) atau juga tidak adanya seseorang yang cocok dengan ketiga syarat sebelumnya maka buatlah tokoh baru yang terasosiasi dengan sesuatu yang dipromosikan tersebut. Menurut Harris (2004), tokoh yang dihormati dan tampak berwibawa lebih mudah mempersuasi konsumen, meskipon tokoh tersebut tidak berkompeten dengan sesuatu yang ia promosikan. Cara yang terakhir ialah memaksimalkan teori multi-step flowdan uses and gratification pada remaja. Berdasarkan teori tersebut, penyampaian informasi tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Dalam hal ini, keberadaan internet bisa menjadi medium yang ampuh dalam memengaruhi sikap dan perilaku remaja, penggunaan twitter, facebook, youtube, dan aplikasi lainnya di internet bisa menjadi satu contoh. Penggunaan ini tentu dapat diawali oleh role model yang telah disebutkan di atas. Untuk televisi, tentu kita harus melihat kategori film yang disukai dan sering ditonton oleh remaja, dan waktu remaja dalam menonton film tersebut di Indonesia. Dengan mengetahui hal tersebut, maka kontinuitas dan tingkat frekuensi iklan mengenai pentingnya penggunaan helm ditayangkan dan diperbanyak di waktu dan ketika jeda film tersebut. Cara menyampaikan pesan sebaiknya juga interaktif dan disesuaikan dengan karakteristik remaja. Konten berupa pengetahuan argumentatif mengenai urgensi penggunaan helm dirasa lebih tepat untuk membangun kesadaran dan intensi remaja untuk menggunakan helm. Selain itu, penting pula untuk memanfaatkan peran role model atau opinion leader dalam menumbuhkan kesadaran dan perilaku remaja dan usia muda yang mengendarai sepeda motor untuk menggunakan helm. Penyampaian pesan oleh role model dapat dilakukan dengan menggunakan new media, termasuk media sosial yang saat ini sering digunakan oleh remaja dan anak muda. Penulis
menyadari
bahwa
penelitian
ini
masih
memiliki
banyak
kekurangan. Hasil dari penelitian ini baru sampai pada tahap analisis tinjauan berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan agar hasil dari penelitian ini dapat dibuktikan melalui penelitian eksperimental. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa efektif
131
peranan konten dan penyampaian pesan dalam membentuk kesadaran dan perilaku remaja dan anak muda untuk menggunakan helm saat mengendarai motor.
Daftar Pustaka Andika, M. L. (2014). Tingkat Kematian Akibat Kecelakaan di Indonesia ke-5 Tertinggi Dunia. Diambil dari http://oto.detik.com/read/2014/09/03/081314/2679633/648/tingkatkematian -akibat-kecelakaan-di-indonesia-ke-5-tertinggi-dunia pada tanggal 9 Desember 2014 Badan Pusat Statistik. (t.th.). Jumlah kecelakaan, korban mati, luka berat, luka ringan, dan kerugian materi yang diderita pada tahun 1992-2012. Diambil dari bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=17¬a b=14 pada tanggal 8 November 2014 Blumer, J.G., Katz, E., & Gurevitch, M. (1974) The uses of mass communication: current perspective on gratification research. London: Sage Publication. Giles, D. (2003). Media Psychology. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Gunawan, H. (2014). Motor jadi penyumbang terbesar kematan di jalan. Diambil dari industri.kontan.co.id/news/motor-jadi-penyumbang-terbesarkematian-di-jalan pada tanggal 8 November 2014 Hakim, E.A. (2010). Helmets reduce death and brain injury in motorcycle and push bike accidents. (Versi Elektronik). South Sudan Medical Journal, 69. Harris, R. J. (2004). A Cognitive Psychology of Mass Communication. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Kementerian Perhubungan. (2014). Sepeda Motor dan Keselamatan Berlalu Lintas. Diambil dari www.aisi.or.id/fileadmin/user_upload/Download/02.DirKTD.pdf pada tanggal 8 November 2014 Mock et al. (1995). Injury Prevention Strategies to Promote Helmet Use Decrease Severe Head Injuries at a Level I Trauma Center. Diambil dari http://journals.lww.com/jtrauma/Abstract/
132
1995/07000/Injury_Prevention_Strategies_to_Promote_Helmet_Use.4.asp x pada tanggal 9 Desember 2014 Priliawito, E., & Budiawati, A.D. (2014). Mengerikan, Angka Kematian di Jalan Lampaui Korban Perang Teluk. Diambil dari fokus.news.viva.co.id/news/read/ 476357-mengerikan--angka-kematian-dijalan-lampaui-korban-perang-teluk pada tanggal 8 November 2014 Ridho, M. (2012). Hubungan Persepsi Risiko Keselamatan Berkendaran denan Perilaku Pemakaian Helm pada Mahasiswa Universitas Indonesia Depok Tahun 2012. Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta Shimp, Terence A. (2000). Periklanan Promosi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Skalkidou et al. (1999). Factors affecting motorcycle helmet use in the population of Greater Athens, Greece. Diambil dari http://injuryprevention.bmj.com/content/5/4/264.full pada tanggal 9 Desember 2014 Stansberry, K. S. (2012). One-Step, Two-Step, Or Multi-Step Flow: The Role Of Influencers. Diambil dari https://scholarsbank.uoregon.edu/xmlui/ bitstream/handle/1794/12416/ Stansberry_oregon_ 0171A_10407.pdf?sequence=1 pada tanggal 11 Desember 2014 Susantono, B. (2014). Sepeda Motor: Peran Dan Tantangan. Diakses pada tanggal 9 Desember 2014dari http://www.aisi.or.id/ fileadmin/user_upload/Download/01.BambangSusantono.pdf Teori komunikasi. (t.th.). Diambil dari directory.ung.ac.id/bei/ CONTOH%20PENELITIAN/BAB%203%20%20TEORI%20KOMUNIKASI.pdf pada tanggal 9 November 2014 Yogatama, L. A. M. (2013). Analisis Pengaruh Attitude, Subjective Norm, Dan Perceived Behavior Control Terhadap Intensi Penggunaan Helm Saat Mengendarai Motor Pada Remaja Dan Dewasa Muda Di Jakarta Selatan. Proceeding PESAT. 5, 1-10.
133