Peran Konseling Individu Dengan Pendekatan Behavior Therapy dalam. Mengatasi Hubungan Peer Group Pada Siswa Kelas XI IPA 5 (IMERSI)

Peran Konseling Individu Dengan Pendekatan Behavior Therapy dalam Mengatasi Hubungan Peer Group Pada Siswa Kelas XI IPA 5 (IMERSI) SMA Negeri Colomadu Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/2016

Oleh: Agnes Tacia Anung Mintasih Program Studi Bimbingan dan Konseling

ABSTRAK Agnes Tacia Anung Mintasih. PERAN KONSELING INDIVIDU DENGAN PENDEKATAN

BEHAVIOR

THERAPY

DALAM

MENGATASI

HUBUNGAN PEER GROUP PADA SISWA KELAS XI IPA 5 (IMERSI) SMA NEGERI COLOMADU KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Slamet Riyadi Surakarta, Februari 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran konseling Individu dengan pendekatan Behavior Therapy dalam mengatasi hubungan peer group pada siswa kelas XI IPA 5 (IMERSI) SMA Negeri Colomadu Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/2016. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data dilaksanakan melalui metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi sumber, triangulasi waktu dan triangulasi teknik. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Subyek dalam penelitian ini adalah 1

2 siswa yang mengalami penolakan dalam hubungan peer group, sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah peran layanan konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy dalam mengatasi hubungan peer group. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah tiga kali proses pelaksanaan konseling individu melalui pendekatan Behavior Therapy dengan 3 teknik yaitu Assertive Training, Aversion Therapy dan Covert Sensitization yang dikombinasikan dengan 4 strategi yaitu membuat klien menyadari sepenuhnya perasaan sehat dan perasaan tidak sehat, mengajak klien untuk menyelesaikan masalah praktis dan emosional, mengubah pikiran dan perasaan dengan bertindak melawannya, mengajak klien dengan sungguhsungguh mengubah keyakinan, pikiran, dan perilakunya, akhirnya pada saat ini kedua siswa yang menjadi subyek penelitian tersebut sudah berhasil memiliki perilaku yang lebih sehat dalam menjalin hubungan bersama peer group-nya. Pendekatan Behavior Therapy juga telah berperan dalam melebur 2 geng yaitu Solo dan Colomadu yang terdapat di kelas XI IPA 5 (IMERSI). Sehingga pada saat ini hubungan peer group antar siswa kelas XI IPA 5 (IMERSI) sudah terjalin dengan lebih efektif, sehat dan harmonis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy berhasil berperan dalam mengatasi hubungan peer group pada siswa kelas XI IPA 5 (IMERSI) SMA Negeri Colomadu Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/2016. Kata kunci: konseling individu, behavior therapy, peer group

2

ABSTRACT Agnes

Tacia

Anung

Mintasih.

THE

ROLE

OF

INDIVIDUAL

COUNSELING USING BEHAVIOR THERAPY APPROACH THROUGH PEER GROUP RELATIONS TOWARD THE STUDENTS CLASS XI IPA 5 (IMMERSION) SMA

N COLOMADU

KARANGANYAR IN

THE

2015/2016 ACADEMIC YEAR. Thesis. Surakarta. Teacher Training and Education Faculty. Slamet Riyadi University of Surakarta, February 2016. This research aims to know the role of individual counseling using behavior therapy approach through peer group relations toward the students class XI IPA 5 (Immersion) SMA N Colomadu Karanganyar in the academic year 2015/2016. The research used qualitative method. The data collecting technique used in this research is interview, observation and documentation. The validity of data using sources triangulation, time triangulation and technique triangulation. The data analysis technique using interactive model analysis which is consists of data reduction, data presentation and verification. The subject is two students who get rejection in peer group, whereas, the object of this research is the rule of individual counseling service using behavior therapy to overcome peer group. The result of the observation and interview shows that after three times of the process of individual counseling conducted using behavior therapy namely assertive training, aversion therapy and covert sensitization. It is combined with four strategies, those are, make the client fully understood healthy life and sickness, help the client to overcome the problems that is practice and emotional, change the mindset and soul to against, make the client change their believe, mind and behavior. And the result shows that the clients make better relation in peer 3

group. The behavior therapy succeeds to overcome the problem faced by the students in class XI IPA 5 (Immersion). The conclusion in this research shows that the individual counseling using behavior therapy is successful to be implemented to the students in class XI IPA 5 (Immersion) in the academic year of 2015/2016. Keyword: individual counseling, behavior therapy, peer group.

PENDAHULUAN Sungguh sengit jika melihat konflik yang terjadi dalam hubungan peer group di kalangan remaja putih abu-abu. Muhammad Al-Mighwar (2006:125) mengemukakan bila dibandingkan dengan konflik antara remaja dengan orangtua, konflik remaja dengan teman sekelompoknya tergolong lebih sengit. Fenomena inilah yang juga terjadi pada siswa kelas XI IPA 5 (IMERSI) SMA Negeri Colomadu Karanganyar. Menghadapi kondisi seperti ini peran layanan konseling individu sangatlah dibutuhkan. Kathryn Geldard (2012:9) mengungkapkan peran layanan konseling individu dalam menangani siswa terutama remaja akan efektif ketika guru pembimbing mampu mendasari hubungan kolaborasi dengan rasa respek, kepercayaan dan sikap tidak menghakimi. Disini siswa diajak berkolaborasi

dalam

mengungkapkan

masalah,

mencari

solusi

dari

permasalahannya, mengajaknya berubah menjadi lebih baik, hingga mengajaknya mempertahankan perilaku baru yang lebih baik. Terciptanya hubungan semacam itu akan membuat guru pembimbing terlibat dalam percakapan kolaboratif dengan dialog partisipatorik dan bersahabat bersama siswa, hingga akhirnya tujuan konseling dapat tercapai dengan optimal. Melalui peran dari layanan konseling 4

individu, para siswa juga dapat diberi pengarahan mengenai bagaimana hubungan peer group yang efektif dan tidak sering memicu munculnya konflik.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif kualitatif. Sedangkan strateginya adalah memberikan treatment pada siswa yang mengalami penolakan dalam hubungan peer group-nya dengan menggunakan layanan Konseling Individu pendekatan Behavior Therapy (Terapi Perilaku). Peneliti mengumpulkan data dengan melaksanakan observasi untuk mencemati dan mengamati konflik yang terjadi dalam hubungan peer group. Dari hasil observasi terdapat 2 siswa yang tengah mengalami konflik penolakan oleh peer group-nya, sehingga menjadi subyek dalam penelitian penulis yang kemudian dibantu oleh guru Bimbingan dan Konseling dan teman sebaya siswa. Kerjasama dengan guru Bimbingan dan Konseling serta teman sebaya siswa ini berperan untuk mengungkapkan identitas pribadi atau tindakan serta kegiatan siswa di sekolah, baik dalam kegiatan akademik maupun non akademik. Penggunaan layanan Konseling Individu dengan pendekatan Behavior Therapy ini diprediksi akan dapat berhasil dalam mengurangi konflik yang seringkali terjadi dalam hubungan peer group.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Setelah konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy diterapkan terhadap kedua siswa yang mengalami penolakan, kedua siswa tersebut kini 5

berhasil berubah menjadi pribadi lebih baik dan dapat diterima peer group-nya. Senada dengan ungkapan Sofyan Willis (2011:35) dimana layanan konseling individu berperan untuk memberikan bantuan kepada seluruh siswa dengan tujuan agar para siswa dapat mengembangkan potensi dalam dirinya, mampu mengatasi masalah dan dapat menyesuaikan diri terhadap masyarakat secara positif. Adanya perubahan dalam diri konseli R dan S setelah proses pelaksanaan konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy juga senada dengan pemaparan Namora Lumongga Lubis (2011:171) dimana tujuan pendekatan Behavior Terapi adalah menciptakan kondisi baru yang lebih baik melalui proses belajar, sehingga perilaku negatif dapat diubah dan dihilangkan dengan cara memperkuat perilaku yang diharapkan dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta berusaha menemukan cara-cara bertingkah laku yang tepat. Peneliti sangat mengapresiasi progress hubungan peer group yang signifikan dari kelas XI IPA 5 (IMERSI) dimana hubungan peer group mulai terbina dengan lebih sehat dan efektif. Geng Solo dan Colomadu mulai dapat melebur dan membaur. Hal tersebut terlihat dari kekompakan siswa merayakan ulang tahun Hauqalah Nela yang diposting di akun instagramnya. Tempat duduk siswa mulai rolling. Teman sebangku yang sebelumnya itu-itu saja kini mulai saling bertukar. Ketika jam istirahat semua siswa sudah dapat bercanda tawa bersama tanpa ada jarak dan rasa sungkan diantara mereka. Selain itu, para siswa juga sudah mulai saling mengingatkan ketika temannya ada yang berperilaku negatif.

6

Pembahasan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy dalam mengatasi hubungan peer group pada siswa kelas XI IPA 5 (IMERSI) SMA Negeri Colomadu Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/2016. Di usia remaja biasanya banyak yang mengelompokkan dirinya dan teman-temannya ke dalam kelas strata serta memberikan sebutan pada teman di sekolah yang kurang mereka sukai karena sikap, perilaku, atau perkataannya (Donny Andrian & Adhiramsyah Choesin, 2014; Jemima Avalova & Ariani Kinanti, 2014). Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat sejumlah ahli psikologi yang tertulis dalam Muhammad Al-Mighwar (2006:128) bahwa di masa remaja akan terbentuk berbagai kelompok seperti sahabat karib, komplotan sahabat, kelompok banyak remaja, kelompok yang terorganisasi, dan kelompok geng. Fenomena seperti itulah yang juga terjadi dalam kelas XI IPA 5 (IMERSI). Ironis memang, dimana kelas yang sebenarnya merupakan kelas unggulan di sekolah ternyata menyimpan konflik yang begitu pelik di dalamnya. Sebelumnya konflik ini tidak terlihat oleh guru bimbingan dan konseling karena kelas XI IPA 5 (IMERSI) dianggap sebagai kelas unggulan yang kondusif. Hal tersebut di dukung dengan kondisi seluruh siswa yang selalu terlihat ceria dan bersemangat, seolah-olah tidak terjadi konflik. Dari peristiwa tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa kurangnya peran layanan konseling individu dalam hubungan peer group akan berdampak pada terjalinnya hubungan peer group yang kurang efektif dan cenderung sering menimbulkan konflik di dalamnya. Oleh karena itulah peneliti ingin menerapkan peran dari konseling individu

7

dengan pendekatan Behavior Therapy (Terapi Perilaku) untuk memecahkan konflik yang terjadi dalam hubungan peer group kelas XI IPA 5 (IMERSI). Adanya Geng Solo dan Colomadu di Kelas XI IPA 5 (IMERSI) Pendekatan Behavior Therapy (Terapi Perilaku) dilaksanakan peneliti sebanyak 2 kali pertemuan melalui bimbingan klasikal dengan layanan informasi. No. Hari, tanggal 1. Jumat, 05 Februari 2016 2.

Jumat, 12 Februari 2016

Kegiatan Tahap 1: Teknik renungan.

Tahap 2: Teknik introspeksi diri.

Wantu & Tempat Hasil Penelitian W: 08.00 - 09.15 • Tempat duduk T : Ruang kelas mulai rolling. XI IPA 5 • Bisa berbaur dan (IMERSI) saling menghargai. W: 08.15 – 09.15 • Mulai rolling teman sebangku. T : Ruang kelas • Lebih akrab dan XI IPA 5 harmonis. (IMERSI)

Pertemuan pertama dibuka peneliti dengan ice breaking kemudian memberikan soal cerita yang harus diisi sesuai dengan kondisi kelas sekarang ini. Seusai mengerjakan soal cerita, peneliti memberikan materi “Hubungan Sosial Antar Peer Group”. Kemudian masuk pada inti pertemuan, yaitu renungan. Disini peneliti membagi siswa dalam 2 kelompok yang setiap kelompoknya berisi 10 orang dalam satu lingkaran besar dan satu lingkaran kecil. Setelah memberikan renungan, peneliti meminta 3 siswa bersikap sebagai ksatria untuk meminta maaf apabila selama ini sering bersikap dan bertutur kata tidak baik pada peer groupnya. Sebagai penutup pertemuan, peneliti memberikan pemahaman bahwa kelas ini adalah rumah kedua, sehingga para anggota di dalamnya adalah anggota keluarga. Peneliti juga berpesan agar para siswa menghapus geng Solo dan Colomadu dan bisa membaur satu sama lain karena pada dasarnya mereka adalah keluarga. 8

Pada pertemuan kedua peneliti memberikan materi “Be a Good Peer Group” yang artinya menjadi teman sebaya yang baik. Dalam materi tersebut terdapat soal “Lemari Es Dua Sisi” dimana para siswa diminta untuk memposisikan diri, mengekspresikan perilaku dan tindakan apa yang akan dilakukan ketika ada di posisi pemeran Fadli dan Ipan dalam soal “Lemari Es Dua Sisi”. Seusai itu, siswa diminta untuk mengerjakan soal “Modifikasi Perilaku”, disini siswa diminta untuk introspeksi diri mengenai seperti apa sosok pribadinya dalam menjalin hubungan bersama peer group-nya selama ini dan mencari pemecahan dari perilaku negatifnya tersebut agar bisa menjadi perilaku yang lebih positif. Seusai mengisi soal Modifikasi Perilaku peneliti meminta 3 orang siswa untuk mengungkapkan sikap negatifnya selama di kelas, kemudian meminta maaf, serta berani mendengarkan kritik dan saran atas sikap dan perilakunya yang kurang disukai oleh peer group-nya. Sebagai penutup perjumpaan peneliti kembali memberi penguatan bahwa kelas XI IMERSI adalah keluarga yang harus saling menjaga, menghormati, bahu-membahu, tidak saling menjatuhkan dan membicarakan satu sama lain di belakang tetapi bisa saling menegur ketika ada yang salah. Sebab dengan cara itulah hubungan peer group akan dapat terjalin lebih harmonis, sehat dan efektif. Adanya Siswa yang Mengalami Penolakan oleh Peer Group-nya Konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy (Terapi Perilaku) diberikan sebanyak 4 kali pertemuan pada masing-masing konseli (R dan S), dengan tabel dan penjabaran sebagai berikut: No.

Siswi

1.

R

Hari, tanggal Selasa,

Kegiatan Tahap 1: 9

Waktu & Hasil Tempat 13.15 - 14.15 • Intensitas perilaku

02 Februari 2016

2.

3.

4.

• Teknik Covert Sensitization. • Strategi: membuat klien menyadari perilaku sehat dan tidak sehat.

S

Rabu, 03 Februari 2016

R

Kamis, Tahap 2: 04 Februari • Teknik Aversion 2016 Therapy.

S

Jumat, 05 Februari 2016

R

Selasa, 09 Februari 2016

S

Rabu, 10 Februari 2016 Senin, 15 Februari 2016

R

S

Senin, 15 Februari 2016

negatif berkurang. • Mulai sedikit diam dan sopan. 08.20 - 09.20 • Mulai terjadi progress Ruang BK yang cukup baik. • Lebih diam, sopan dan kalem. Ruang BK

13.30 - 14.15 • Mulai menunjukkan Ruang Agama perilaku positif, sehat dan efektif. • Tidak lagi sombong dan seenaknya sendiri. 11.30 - 12.15 • Intensitas celometan Ruang Kelas sudah berkurang. X IMERSI • Mulai mampu menghilangkan perilaku negatif dengan menunjukkan perilaku yang lebih baik dan positif. Tahap 3: 13.30 - 14.00 • Mulai mampu Ruang BK memanage emosi dan • Teknik Assertive mengatur tutur katanya Training. terhadap peer group • Strategi: mengajak dan gurunya. klien dengan • Lebih menghargai peer sungguh-sungguh group-nya. mengubah 10.00 - 10.30 • Mulai bisa mengakui keyakinan, pikiran Ruang BK kesalahannya. • Lebih diam dan sopan. dan perilakunya. Tahap 4: Evaluasi bersama konseli R.

Tahap 4: Evaluasi bersama konseli S.

10

09.30 - 10.00 • Mampu mendengarkan Ruang BK masukan dari orang lain. • Lebih sabar. • Mulai mampu berfikir sebelum bertindak dan berucap. 10.00 - 10.30 • Mampu bersikap jujur Ruang BK dengan segala konsekuensinya. • Mampu menghilangkan kebiasaan celometan yang tidak penting. • Lebih rajin.

Tahap 1 Pada pertemuan awal peneliti mengajak konseli untuk memperjelas dan mendefinisikan masalah dengan menunjukkan hasil penilaian sikap konseli dari peer group-nya. Setelah itu, peneliti mengajaknya untuk berefleksi dengan sejenak merenung agar konseli mampu menyadari perilaku sehat dan tidak sehat yang ada dalam dirinya. Memasuki tahap penaksiran dan penjajakan peneliti mengajak konseli untuk introspeksi diri menganalisis perilaku sehat dan tidak sehat yang ada dalam diri konseli. Pada tahap ini peneliti juga meminta konseli untuk memodifikasi perilaku tidak sehat yang menurutnya nyaman tetapi ternyata merugikan orang lain melalui kerjasama dengan teman dekat atau keluarga untuk membantu mengingatkannya selama proses merubah perilaku tidak sehat. Tahap akhir konseling peneliti mengajak konseli memikirkan langkah apa yang akan dilakukan konseli setelah pertemuan ini. Selain itu, peneliti juga memberikan Home Work kepada konseli untuk kembali introspeksi diri untuk lebih menyadari perilaku tidak sehat apa yang ada dalam dirinya. Tahap 2 Pada pertemuan kedua, peneliti memberikan Formulir Menolong Diri yang fungsinya adalah sebagai acuan refleksi, introspeksi, serta pengingat mengenai perilaku apa yang harus diperbuat konseli ketika perilaku tidak sehatnya mulai akan muncul. Dalam hal ini peneliti membimbing konseli untuk mengisinya. Setelah selesai mengisi Formulir Menolong Diri, peneliti mengajak konseli untuk melawan 2 perilaku tidak sehat yang telah dituliskannya. Kemudian peneliti mengajak konseli menganalisis langkah apa yang akan ditempuh dalam melawan 2 perilaku tidak sehatnya tersebut. Setelah itu, peneliti mendorong konseli untuk 11

berubah tetapi dengan tetap menjadi dirinya sendiri. Peneliti mendorongnya untuk membenahi apa yang negatif dari dalam dirinya dengan tidak menjadi sosok pribadi yang berbeda, tetapi tetap menjadi dirinya sendiri namun yang lebih baik. Pada tahap akhir konseling peneliti memberikan masukan dan penguatan pada konseli untuk mau berubah ke arah yang lebih baik. Selain itu, peneliti juga mengajak konseli untuk bersikap tegas terkait dengan proses perubahannya dengan tidak memaksakan diri, melainkan berproses step by step untuk menjadi pribadi yang lebih baik, karena merubah perilaku memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tahap 3 Pada pertemuan ketiga peneliti menanyakan bagaimana perekembangan dan kesungguhan konseli dalam berubah. Pada kesempatan ini peneliti juga mengajak konseli untuk bersikap tegas atas perilaku yang ingin dirubahnya dengan menganalisis hal apa yang harus dan tidak harus di lakukan ke depannya agar proses perubahan perilaku konseli dapat berjalan efektif. Pada akhir konseling peneliti berpesan agar konseli berubah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain. Peneliti pun menegaskan bahwa konseli harus memiliki niat, kesungguhan dan ketegasan dengan berubah yang tidak merugikan diri sendiri, tetapi juga tidak merugikan orang lain. Hal tersebut disampaikan oleh peneliti agar konseli tidak merasa tertekan dan berat hati dalam menjalani proses perubahannya, tetapi bisa tetap enak, asik dan enjoy. Pada kesempatan ini peneliti juga meyakinkan konseli, bahwa ia pasti bisa berubah menjadi sosok pribadi yang lebih baik dengan perilaku yang lebih sehat.

12

Evaluasi Pada tahap evaluasi peneliti menanyakan bagaimana proses perkembangan konseli selama 2 minggu. Dalam kesempatan ini peneliti pun mengajak konseli untuk menganalisis hal apa yang bisa dijadikan sebagai pelajaran dari pertemuan konseling pertama hingga pertemuan konseling yang terakhir. Pada akhir pertemuan, peneliti kembali berpesan agar konseli berproses dengan hati bukan emosi, karena hati akan bisa mengarahkannya pada tujuan yang terbaik dari antara yang paling baik. Selain itu peneliti juga mengucapkan terimakasih atas waktu yang telah diberikan konseli untuk mau berproses bersama peneliti. Pada kesempatan ini peneliti juga memberikan coklat kepada konseli sebagai tanda ucapan terimakasih.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy berperan dalam mengatasi hubungan peer group pada siswa kelas XI IPA 5 (IMERSI) SMA Negeri Colomadu Karanganyar. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan perilaku dari konseli R dan S yang lebih sehat setelah diberikan penerapan 4 kali layanan konseling individu dengan pendekatan Behavior Therapy oleh peneliti sehingga pada saat ini kedua konseli mulai dapat diterima oleh peer group-nya dengan perilaku baru yang lebih sehat. Pendekatan Behavior Therapy juga telah berperan dalam melebur 2 geng yaitu Solo dan Colomadu yang terdapat di kelas XI IPA 5 (IMERSI). Sehingga pada saat ini hubungan peer group di kelas XI IPA 5 (IMERSI) sudah terjalin

13

dengan lebih efektif, sehat dan harmonis. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku siswa yang sudah lebih bisa membaur dan akrab dari yang sebelumnya. Selain itu, para siswa juga sudah mulai menerapkan rolling tempat duduk dari yang sebelumnya tidak pernah rolling sama sekali.

SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka penulis mengajukan saransaran yang diharapkan dapat diterapkan. Saran-saran tersebut antara lain adalah: Bagi Guru Pembimbing Guru Bimbingan dan Konseling wajib menciptakan interaksi bersahabat dan membangun komunikasi intens dengan seluruh siswa. Hal tersebut dapat diaplikasikan melalui layanan konseling individu secara rutin sehingga siswa tidak merasa takut ataupun sungkan datang berkonsultasi kepada guru Bimbingan dan Konseling. Disisi lain, guru Bimbingan dan Konseling juga dapat mengenal tipe kepribadian dan kondisi siswa secara lebih mendalam. Setelah itu, ada baiknya jika guru Bimbingan dan Konseling membuat buku catatan pribadi dari seluruh siswa yang diampunya, sehingga guru Bimbingan dan Konseling dapat mengetahui perkembangan siswa dari waktu ke waktu. Bagi Siswa Hendaknya para siswa dapat menjalin hubungan peer group yang lebih sehat, efektif dan harmonis. Apabila terjadi masalah, ada baiknya jika siswa berkonsultasi kepada guru Bimbingan dan Konseling agar segera ditangani, sehingga tidak memperluas masalah dan mengganggu proses kegiatan belajar. Saat ini, para siswa juga tidak boleh merasa takut ataupun sungkan untuk 14

berkonsultasi kepada guru Bimbingan dan Konseling. Sebab guru Bimbingan dan Konseling adalah sahabat dari para siswa. Bagi Orang Tua Orang tua wajib memberikan pendidikan karakter, moral, sopan santun dan tata krama terhadap anak agar anak dapat menerapkannya dalam hubungan interaksi dengan orang lain. Selain itu, orang tua juga harus menciptakan hubungan

komunikasi

bersahabat

dengan

anak

agar

dapat

memantau

pergaulannya saat berada di luar rumah. Sebab, dengan hubungan komunikasi bersahabat tersebut anak tidak akan merasa sungkan ataupun malu untuk menceritakan berbagai hal seputar pergaulannya di luar rumah.

DAFTAR PUSTAKA Donny Andrian & Adhiramsyah Choesin. 2014. Dumb Ways To Survive. Jakarta: PT. Lintas Kata Jemima Avalova & Ariani Kinanti. 2014. Masbuloh!! Again. Jakarta: PT.Lintas Kata Kathryn Geldard. 2012. Konseling Remaja Intervensi Praktis Bagi Remaja Berisiko. Yogyakarta: Pustaka Belajar Muhammad Al-Mighwar. 2006. Psikologi Remaja. Bandung. CV.Pustaka Setia Namora Lumongga Lubis. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: KENCANA Prenada Media Group Sofyan S. Willis. 2011. Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta

15