PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN PADA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBERASAN (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR)
Muhammad Sukri Nasution
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Muhammad Sukri Nasution NIM P054050151
ii
ABSTRACT NASUTION M.S. The Role of Political Communication of Interest Functionary on Rice Policy Implementation (Case on Farmer Organization, Government, Rice Entrepreneur Asosiation and House of Representative). Under direction of AIDA VITAYALA S. HUBEIS and AMIRUDDIN SALEH. Rice in Indonesia as basic need has a strategic role especially in economic. Rice issues also playing a sensitive role on social and political security. Rice is also a prime food for the majority of Indonesian people; therefore need a good and right management from upper course up to lower course. The strong role of political communication become one of the way on the making of rice policy implementation especially by involving those interest functionary on rice. This research was designed as survey research with descriptive correlation, respondent comprised of farmer organization, government, rice entrepreneur and house of representative. Quantitative analysis used by descriptive statistical and correlation analysis with rank Spearman correlation statistical test. The role of political communication of farmer organization are on the middle category, government on strong category, rice entrepreneur on middle category and house of representative on middle category. At the personal characteristic of farmer organization on formal education, experiences and average income on farmer organization and house of representative correlated significant (p<0,05) with the role of political communication on rice policy implementation. At the situational characteristic on communication access of government and house of representative, political participation of all interest functionary are high significantly correlated (p<0,01) and only house of representative political perception that not correlate (p>0,05) with the role of political communication on rice policy implementation. At political communication behavior, the information dependency on mass media on government correlated significant. Respons on public opinion for house of representative is correlate and political attitude all of interest functionary correlated with the role of political communication of rice policy implementation. Mass media has their role as one of the information source which is considerably objective and public opinion on the subject of rice policy implementation has also considerably become one of intake correction. The choices of Political attitude at the current time are valuable to bring out cooperation and re-actualize strong and powerful policy implementation in the future. Key words: political communication, interest functionary, rice policy
iii
RINGKASAN NASUTION M.S. Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR). Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan AMIRUDDIN SALEH. Ketersediaan beras sebagai komoditas makanan pokok memerlukan penataan dan manajemen yang berbasis pada kemampuan sumberdaya masyarakat dalam negeri. Kebijakan perberasan dengan mekanisme impor telah memberi dampak dan konsekuensi politik yang tinggi bagi kemampuan dan kemandirian bangsa dalam pengadaan makanan pokok nasional. Kebijakan impor beras menjadi pro-kontra di tengah-tengah masyarakat, karena hal ini tidak sesuai dengan komitmen pemerintah merealisasikan kebijakan revitalisasi pertanian. Hal ini juga bertentangan dengan realitas tingginya jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian khususnya padi. Terjadinya kekurangan beras dalam jumlah besar akan cepat mempengaruhi kondisi stabilitas sosial masyarakat. Pentingnya peranan beras terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, mendorong kebijakan beras menjadi sorotan dan menjadi fokus perhatian publik. Pemerintah mengeluarkan instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan meliputi: penetapan harga pembelian pemerintah (HPP), mekanisme melakukan impor, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur (Deptan, 2004). Hal ini merupakan kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah untuk menjawab persoalan perberasan di dalam negeri. Berhasilnya Indonesia dalam swasembada beras di tahun 1984 juga merupakan salah satu peran komunikasi (Levis,1996). Kebijakan perberasan merupakan kebijakan yang sarat dengan muatan kepentingan berbagai pihak, sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut harus terbuka dan dapat dikritisi semua pihak. Lembaga legislatif (DPR) memiliki kewajiban untuk mengawasi kinerja eksekutif (pemerintah), organisasi masyarakat atau institusi sosial berkewajiban mengawasi dan memberi masukan terhadap lembaga negara baik eksekutif maupun legislatif. Peranan komunikasi politik menjadi sangat penting dalam menyampaikan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik sebab diperlukan pengetahuan yang luas terutama proses pendekatan dalam penyampaian suatu maksud agar dapat diterima di masyarakat (Budiharsono, 2003). Peran komunikasi politik pemangku kepentingan khususnya pemerintah tergolong kuat atau masih lebih dominan dibanding peran organisasi tani, pengusaha beras dan DPR dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Peranan komunikasi politik dalam pelaksanaan kebijakan perberasan yang diamati adalah peran para pemangku kepentingan pada penentuan instrumen kebijakan; Harga Pembelian Pemerintah, Melakukan Impor Beras, Subsidi Benih dan Pupuk, Pengembangan Teknologi dan Perbaikan Infrastruktur. Rush dan Althoff (2003) menjelaskan bahwa peranan komunikasi politik adalah sebagai katalisator karena peranan ini memberikan unsur sarana dinamik dengan nama informasi yang secara politis relevan bisa membentuk orientasi tujuan politik.
iv
Tingkat pendidikan formal pemangku kepentingan pemerintah berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Jadi, semakin tinggi pendidikan formal yang dimiliki oleh pemangku kepentingan pemerintah maka peran komunikasi politik yang dilakukan juga makin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki, maka tingkat penguasaan atas kebijakan perberasan semakin tinggi. Lamanya pengalaman menjabat pemangku kepentingan organisasi tani dan DPR berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin lama menjabat bagi pengurus organisasi tani dan menjadi anggota DPR bagi DPR maka, peran komunikasi politik yang dilakukan semakin tinggi. Tingkat pendapatan pengurus organisasi tani dan DPR berhubungan nyata negatif dengan peran komunikasi politik pada politik perberasan di Indonesia. Saluran komunikasi politik pemangku kepentingan pemerintah dan DPR berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan komunikasi politik yang dilakukan pada politik perberasan di Indonesia. Artinya, semakin tinggi memanfaatkan saluran komunikasi politik pada situasi politik perberasan saat ini, maka makin tinggi komunikasi politik pemerintah dan DPR didalam pengaturan kebijakan beras. Organisasi tani dan pengusaha beras tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan pemanfaatan saluran komunikasi politik. Dengan demikian, saluran komunikasi politik yang tersedia saat ini tidak optimal mendukung komunikasi politik pemangku kepentingan organisasi tani dan pengusaha beras. Partisipasi politik pemangku kepentingan perberasan berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan komunikasi politik yang dilakukan pada politik perberasan Indonesia. Artinya, semakin tinggi partisipasi politik yang dilakukan maka diikuti dengan peran komunikasi politik yang makin tinggi. Semua pemangku kepentingan perberasan memiliki partisipasi politik yang tinggi didalam menyampaikan aspirasi masing-masing lembaga atau suara kostituenya. Dengan demikian, semua pemangku kepentingan perberasan punya pandangan yang sama bahwa perlu dilakukan pembenahan dalam implementasi instrumen politik perberasan di Indonesia. Persepsi politik pengurus organisasi tani dan pemerintah berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik. Semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan pengurus organisasi tani dan pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan maka semakin kuat persepsi politiknya. Dengan demikian, tingkat penilaian atas implementasi politik perberasan berhubungan terhadap frekuensi peran komunikasi politik yang dilakukan. Persepsi politik DPR tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan politik perberasan. Situasi ini disebabkan bahwa persepsi politik tidak selamanya akan diteruskan dengan tindakan politik seperti berpihak pada konstituen utama mereka yaitu petani padi. Persepsi akan cepat berubah sesuai dengan pandangan dan analisa terhadap politik perberasan dalam waktu periode tertentu. Biasanya, persepsi politik anggota DPR dari partai pendukung pemerintah cenderung sepaham dengan keinginan pemerintah. Sebaliknya anggota DPR yang berada di luar pemerintahan atau oposisi memiliki persepsi politik berbeda atau menolak politik perberasan saat ini. Keterdedahan organisasi tani, pengusaha beras dan DPR pada media massa berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik. Artinya, semakin tinggi tingkat pemberitaan politik perberasan pada media massa maka, peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi.
v
Asumsi ini dapat dikemukakan, karena semua pemangku kepentingan banyak mengakses berbagai media massa di dalam menambah informasi mengenai kebijakan politik perberasan. Respons terhadap opini publik berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan organisasi tani pada politik perberasan di Indonesia. Berarti, semakin tinggi respons terhadap opini publik maka peran komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi tani juga semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin banyak opini yang berupa tulisan, komentar baik pro maupun kontra yang terkait dengan implementasi kebijakan perberasan maka semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan. Respons terhadap opini publik berhubungan sangat nyata negatif (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi respons terhadap opini publik maka peran komunikasi politik yang dilakukan oleh pemerintah semakin menurun. Hal ini disebabkan pemerintah sendiri merasa bahwa belum maksimal melakukan pembenahan pada beberapa implementasi pelaksanaan kebijakan perberasan karena keterbatasan anggaran. Respons terhadap opini publik berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik DPR pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Berarti, semakin tinggi respons terhadap opini publik maka peran komunikasi yang dilakukan oleh DPR dalam politik perberasan semakin tinggi. Dengan kata lain, makin tinggi sorotan publik dalam merespons implementasi kebijakan perberasan maka seiring dengan tingginya respons yang dilakukan oleh DPR terhadap instrumen kebijakan perberasan pemerintah. Hal tersebut diperkuat dengan fungsi kontrol dan evaluasi melalui rapat dengarpendapat dan melakukan hak interpelasi dan hak angket. Sikap politik semua pemangku kepentingan perberasan berhubungan sangat nyata (p<0,01) terhadap peran komunikasi politik pada pelaksanaan politik perberasan. Hal ini berarti bahwa semakin kuat sikap politik yang dimiliki maka, peran komunikasi politik juga semakin tinggi. Ini menggambarkan bahwa semua pemangku kepentingan telah melakukan peran aktif di dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Dengan demikian hal ini menggambarkan bahwa sikap politik akan mempertegas posisi masing-masing terhadap beberapa implementasi kebijakan perberasan. Keputusan akhir akan melahirkan sikap politik seperti menerima, abstain dan menolak. Sikap politik yang dipilih berpengaruh pada tingkat capaian perbaikan dan konsistensi keberlanjutan implementasi kebijakan perberasan. Kata kunci: komunikasi politik, pemangku kepentingan, kebijakan perberasan
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vii
PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN PADA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBERASAN (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR)
Oleh:
Muhammad Sukri Nasution
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
viii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
: Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR)
Nama
: Muhammad Sukri Nasution
NIM
: P054050151
Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ketua
Dr. Ir. Amiruddin Saleh, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2008
Tanggal Lulus:
ix
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dan dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Desember 2007 adalah Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR). Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr.Ir.Aida Vitayala S. Hubeis selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir.Amiruddin Saleh, M.S. selaku anggota komisi pembimbing. Terima kasih kepada Dr.Ir.Basita Ginting, MA selaku dosen penguji luar komisi. Terima kasih kepada Dr.Ir.Rahmat Pambudy, M.S., Dr.Ir.Pasril Wahid, APU, Dr.Ir.Arie Lestario K.D. MSc, atas rekomendasinya melanjutkan studi Mangister Sains di SPs IPB. Terima kasih kepada Tanoto Foundation atas kepercayaannya menyediakan beasiswa pendidikan. Terima kasih
kepada
Yayasan
Damandiri
dan
Lembaga
Riset
AROPI
atas
kepercayaannya menyediakan bantuan penelitian. Terima kasih disampaikan kepada responden dan pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda Muhri Nasution dan Ibunda Aripah Rangkuti atas peran dan dedikasinya dalam mendidik anak-anaknya hingga tumbuh dewasa. Ucapan terima kasih kepada Ir. Soepriyatno, MBA, Ahmad Farhan, PhD atas bantuan dan dukungannya selama ini. Terima kasih disampaikan kepada keluarga Mamak Ican, Saleh dan Etek Bibah atas bantuannya selama penulis menjalani perkuliahan di Bogor. Terimakasih buat Fitri atas semua kebaikan dan motivasinya selama ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada kawan-kawan Pascasarjana IPB atas kebersamaan
dan
persahabatannya
selama
ini
dan
rekan-rekan
yang
mendorong penyelesaian tesis ini (Usnul, Iksan, Riska, Fahir, Yusup, Erianus dan Melati) semoga hari-hari mendatang hubungan silaturrahmi tetap terbina. Semoga kebaikan dan kebesaran hati dalam membantu penulis tercatat sebagai amal ibadah dan mendapat pahala dariNya. Bogor, Agustus 2008 Muhammad Sukri Nasution P054050151
x
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madina, Sumatera Utara pada tanggal 07 Februari 1981 dari ayah Muhri Nasution dan ibu Aripah Rangkuti. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Pendidikan SLTA ditempuh di SMUN 4 Padang Sidempuan. Pendidikan Sarjana ditempuh di jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNB, lulus tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Tanoto Foundation. Penulis bekerja sebagai konsultan bidang Agribisnis, mitra kerja PT. Dahlia Duta Utama Jakarta tahun 2007 sampai 2008. Saat ini penulis sebagai Project Head di PT. Sampoerna Padi Jakarta, khususnya sektor Agribisnis Tanaman Pangan. Penulis juga aktif sebagai pengurus di organisasi HKTI pusat sejak tahun 2004. Selama mengikuti program S2, penulis pengurus Forum Wacana mahasiswa Pascasarjana IPB. Organisasi yang didirikan oleh mahasiswa pascasarjana IPB dan tergabung dalam Forum wacana Indonesia.
xi
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.... ............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
iv
DAFTAR ISI .............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vii
PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ................................................................................ Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan Penelitian ............................................................................. Manfaat Penelitian ........................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ Kerangka Pemikiran dan Hipotesis .................................................
1 1 5 6 6 7 8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. Pengertian Komunikasi Politik ......................................................... Paradigma Komunikasi Politik ......................................................... Teori Model Komunikasi Politik ....................................................... Peranan Komunikasi Politik ............................................................. Faktor Situasional Politik Nasional .................................................. Saluran Komunikasi Politik .............................................................. Partisipasi Politik ............................................................................. Persepsi Politik ................................................................................ Perilaku Komunikasi Politik ............................................................. Keterdedahan Pada Media Massa .................................................. Opini Publik ..................................................................................... Sikap Politik ..................................................................................... Pemangku Kepentingan Perberasan ............................................... Kebijakan Perberasan Nasional ......................................................
11 11 13 14 16 18 19 19 20 21 22 23 23 25 28
METODE PENELITIAN ............................................................................ Desain Penelitian ............................................................................. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... Populasi dan Sampel ....................................................................... Teknik Pengambilan Data .............................................................. Instrumentasi Penelitian .................................................................. Definisi Operasional ........................................................................ Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi .......................................... Analisis Data ....................................................................................
29 29 29 29 31 32 33 36 38
xii
Halaman HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... Gambaran Umum Pemangku Kepentingan Perberasan ................. Gambaran Umum Kebijakan Perberasan Indonesia ....................... Karakteristik Personal Pemangku Kepentingan Perberasan .......... Karakteristik Situasional Pemangku Kepentingan Perberasan ...... Perilaku Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan .. Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ...................................... Hubungan Karakteristik Personal dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ...................................................................................... Hubungan Karakteristik Situasional dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ...................................................................................... Hubungan Perilaku Komunikasi Politik dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ......................................................................................
39 39 47 49 53 65 76
96
100
101
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ Simpulan .......................................................................................... Saran ...............................................................................................
123 123 124
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
125
LAMPIRAN ..............................................................................................
130
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah sampel penelitian pemangku kepentingan perberasan ……..
30
2. Distribusi sampel menurut karakteristik personal yang diamati...........
52
3. Respons politik pada karakteristik situasional.....................................
55
4. Respons politik pada perilaku komunikasi politik ...............................
65
5. Peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan Perberasan...........................................................................................
74
6. Hubungan karakteristik personal dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.................................
85
7. Hubungan karakteristik situasional dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan..............
89
8. Hubungan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan..............
99
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan..……………..
10
2. Perkembangan produksi, kebutuhan dan impor beras.......................
77
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil uji reliabilitas karakteristik personal………………………………
130
2. Hasil uji reliabilitas karakteristik situasional……………………………
131
3. Hasil uji reliabilitas perilaku komunikasi politik………………………...
132
4. Hasil uji reliabilitas peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan…………………………………………………….
133
5. Kuesioner penelitian ……………………………………………………..
167
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan pangan pokok utama sebagian besar masyarakat di Indonesia. Terjadinya kekurangan beras dalam jumlah besar akan cepat mempengaruhi kondisi stabilitas sosial masyarakat. Pentingnya peranan beras terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, mendorong kebijakan beras menjadi sorotan dan menjadi fokus perhatian publik. Setiap negara akan berupaya untuk mencukupi kebutuhan pangan pokok masyarakatnya dari produksi dalam negeri sendiri. Ketersediaan beras memerlukan penataan dan manajemen yang berbasis pada kemampuan sumberdaya masyarakat di dalam negeri. Kebijakan perberasan dengan mekanisme impor telah memberi dampak dan konsekuensi politik yang tinggi bagi kemampuan dan kemandirian bangsa dalam pengadaan makanan pokok nasional. Kebijakan impor beras menjadi pro-kontra di tengah-tengah masyarakat, karena hal ini tidak sesuai dengan komitmen pemerintah merealisasikan kebijakan revitalisasi pertanian. Hal ini juga bertentangan dengan realitas tingginya jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian khususnya tanaman padi. Pemerintah telah mengeluarkan pelaksanaan kebijakan perberasan, meliputi: (1) penetapan harga pembelian pemerintah (HPP); (2) mekanisme melakukan impor; (3) subsidi benih dan pupuk; (4) pengembangan teknologi beras; dan (5) penyediaan infrastruktur pendukung (Deptan, 2004). Hal ini merupakan kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah untuk menjawab persoalan perberasan di dalam negeri. Pemerintah, petani, organisasi tani, asosiasi pengusaha beras, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan masyarakat pengkonsumsi beras tentu punya kepentingan suksesnya kebijakan tersebut. Sukses
atau
gagalnya
kebijakan
perberasan
di
Indonesia,
sangat
dipengaruhi oleh adanya informasi dan komunikasi yang tepat diterima oleh para petani dan pemangku kepentingan perberasan. Khususnya posisi keberpihakan para pengambil kebijakan perberasan di Indonesia, dengan dasar kepentingan produsen atau konsumen. Berhasilnya Indonesia dalam swasembada beras di tahun 1984 juga merupakan salah satu peran komunikasi (Levis,1996). Peranan komunikasi
2
politik menjadi sangat penting dalam menyampaikan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik sebab diperlukan pengetahuan yang luas terutama proses pendekatan dalam penyampaian suatu maksud agar dapat diterima masyarakat. Budiharsono (2003) mengemukakan kebijakan adalah kumpulan keputusan yang dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk membangun masyarakat yang ingin dicapai bersama. Komunikasi politik bersifat serbahadir dan multimakna, banyak definisi yang sudah dirumuskan (Arifin, 2003). Lasswell dalam Arifin (2003) membuat formula komunikasi politik dengan siapa berkata apa, kepada siapa, melalui saluran apa dan bagaimana efeknya (who says what, to whom, with what channel and with what effect). Selain itu, politik juga dipahami sebagai pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang, kekuasaan dan pemegang kekuasaan. Kebijakan perberasan diharapkan lahir melalui konsensus dan legitimasi politik yang kuat, sehingga terbangun tertib politik dan terhindar konflik di antara pemangku kepentingan perberasan. Pro-kontra terhadap kebijakan perberasan sering terjadi, dalam komunikasi politik dikenal sebagai proses komunikasi dari pemerintah sebagai sumber dan kepada masyarakat sebagai khalayak penerima serta dimungkinkan adanya respons balik. Peran komunikasi politik dan partisipasi aktif melalui saluran yang ada diharapkan mampu menjembatani perbedaan guna melahirkan konsensus bersama pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Komunikasi
politik
mengantarkan
setiap
lembaga
atau
pemangku
kepentingan untuk menentukan sikap politik dengan berpegang pada kepentingan dan cakupan konsekuensi atas bergulirnya kebijakan tersebut. Nimmo (2004) menyebutkan cakupan komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media komunikasi politik, khalayak komunikasi politik dan efek (akibat) komunikasi politik. Robin dan Ring (1985) menyatakan komunikasi politik sebagai penyebaran arti, makna atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik. Komunikasi politik bisa juga dikatakan merupakan proses melakukan ekspresi pendapat, pandangan atau perilaku, baik perorangan maupun kelompok lembaga yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan mengenai masalah yang berhubungan dengan pemerintah dan pembangunan.
3
Keberlanjutan realisasi kebijakan politik pemerintah sangat tergantung dari sejauh mana hal tersebut mendapat dukungan kuat melalui sikap politik dari semua kalangan
khususnya
yang
berkepentingan
terhadap
kebijakan
perberasan.
Kebijakan perberasan dapat berjalan mulus apabila komunikasi yang dijalankan sesama pemangku kepentingan menghasilkan komunikasi yang efektif. Lasswell dalam Vardiansyah (2004) mengemukakan bahwa komunikasi yang efektif dan sesuai dengan yang diharapkan apabila faktor-faktor kunci dalam komunikasi seperti sender, enconding, pesan, media, decoding, penerima, respons, feedback dan gangguannya diperhatikan dengan baik. Era globalisasi informasi seperti saat ini, memerlukan pendekatan partisipasi politik yang lebih besar dan kuat dari berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk mendorong terakomodirnya aspirasi dalam membangun manajemen perberasan yang tepat di Indonesia. Pendekatan partisipasi politik dan berhimpunnya petani dalam organisasi tani akan lebih memungkinkan terjalinnya integrasi antara kepentingan
petani
beras
(produsen)
dengan
kepentingan
masyarakat
pengkonsumsi beras (konsumen) dimana pemerintah sebagai regulator utama. Pendekatan tersebut lebih menempatkan martabat petani secara lebih layak, sebagai produsen beras. Keberadaan keduanya dengan aspek kepentingan dan kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai, sehingga lebih mendorong terjalinnya partisipasi dan peran politik aktif masing-masing. Kesamaan makna komunikasi politik pemerintah, sebagai pengambil keputusan kebijakan perberasan dengan pemangku kepentingan lainnya sangat penting dilakukan. Budiharsono (2003) mengemukakan, komunikasi modern bukan saja harus sanggup mengubah sikap dan suasana yang makin kondusif, melainkan harus mampu membangun budaya baru yang sanggup menjaga perubahan itu sebagai suasana yang makin kondusif sehingga setiap insan makin mampu, bebas dan sanggup mengembangkan prakarsa serta berpartisipasi secara utuh dengan pilihan yang banyak dan demokratis dalam memutuskan kebijakan. Beberapa organisasi tani di Indonesia memiliki tipologi dengan membangun basis ideologi politik sebagai salah satu cara agar dapat diperhitungkan pemerintah dalam melahirkan kebijakan. Di samping organisasi tani, kalangan DPR, pengusaha beras dan pemerintah sendiri memiliki kepentingan besar dalam membangun manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri.
4
Salah satu cara dalam merealisasikan kebijakan politik adalah dengan turun langsung mensosialisasikan kebijakan tersebut. Selanjutnya membuka kesempatan kepada pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat kebijakan tersebut melalui peran komunikasi politik. Proses komunikasi politik berjalan dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat menjadi input sistem politik, pada waktu yang bersamaan ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau output sistem politik (Rudini, 1993). Kebijakan politik perberasan akan menemui jalan buntu ketika pesan kebijakan tersebut tidak memunculkan peran komunikasi politik yang melibatkan seluruh komponen pemangku kepentingan dari pesan kebijakan tersebut. Upaya untuk melahirkan konsensus dan legitimasi menjadi sangat sulit, sehingga yang terjadi pada akhirnya adalah respons “agitasi politik” dari pihak-pihak yang terimbas dampak kebijakan tersebut. Agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan politik (Blumer, 1969 dalam Arifin, 2003). Peran komunikasi politik pemangku kepentingan kebijakan perberasan sangat menentukan dalam pencitraan dari masing-masing kepentingan di mata publik. Proses komunikasi politik yang dilakukan pada akhirnya akan melahirkan kesimpulan politik atau sering disebut sikap politik. Sikap politik dan partisipasi komunikasi politik pemerintah, organisasi tani, kalangan DPR dan pengusaha beras diharapkan berperan dalam membangun manajemen perberasan yang adil bagi petani (produsen beras) dan kuat bagi pemerintah selaku otoritas utama di dalam mengatur perpolitikan beras di Indonesia. Wilayah Indonesia masih memiliki potensi besar dalam pengembangan tanaman padi, di samping secara historis mampu berswasembada beras. Kasus masalah pelaksanaan kebijakan perberasan, seperti penetapan HPP, melakukan impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan penyediaan infrastruktur perlu kebijakan yang tepat. Permasalahan pada pelaksanaan kebijakan perberasan di dalam negeri dan adanya perbedaan sikap politik pemerintah dengan pemangku kepentingan lainnya menjadi masalah yang menarik untuk diteliti secara ilmiah. Hal ini sekaligus melihat peran komunikasi politik
masing-masing
pemangku
kepentingan
pada
pelaksanaan
kebijakan
perberasan. Sehingga pada tahap idealnya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras sendiri dan mengekspor dalam jumlah besar, apabila masalah kebijakan di atas dapat dibenahi, termasuk mengikis budaya impor beras.
5
Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian di atas, maka fokus penelitian ini adalah pada pentingnya peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional di Indonesia.
Penelitian
dilakukan
dengan
mengungkapkan
hubungan
antara
karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik terhadap peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada kebijakan perberasan nasional meliputi: penetapan harga pembelian pemerintah (HPP), penentuan melakukan impor, penerapan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi perberasan dan penyediaan infrastruktur perberasan. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan dipengaruhi karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan berhubungan erat dengan pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Secara spesifik, beberapa pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Seperti apa karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan? 2. Bagaimana peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan? 3. Sejauh mana hubungan karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan?
6
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Secara spesifik tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah meliputi: 1. Mendeskripsikan karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan. 2. Menjelaskan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Manfaat Penelitian Secara umum hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh komponen masyarakat yang berkepentingan dalam membangun manajemen perberasan nasional. Secara khusus hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai rekomendasi untuk: 1. Bahan informasi bagi stakeholder pertanian, khususnya pemerintah, seperti Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum BULOG. 2. Bahan masukan bagi kalangan legislatif, khususnya komisi IV DPR dalam melakukan tugas dan fungsinya. 3. Bahan informasi dan masukan dalam melakukan advokasi kebijakan perberasan bagi organisasi tani dan LSM yang berbasis pertanian. 4. Bahan masukan dan studi banding bagi peneliti, pengusaha beras dan pihakpihak yang membutuhkan data pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia. 5. Data dasar bagi penelitian selanjutnya, terutama pihak-pihak yang mau melanjutkan penelitian berikutnya khususnya keterkaitan kebijakan ekonomi politik pangan global dan starategi politik perberasan yang dianut Indonesia.
7
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Metode survei digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta yang faktual, baik tentang sosial, ekonomi dan politik dari kelompok pemangku kepentingan perberasan pada sejumlah sampel yang dipilih. Populasi penelitian adalah para pemangku kepentingan perberasan, pernah terlibat dalam perumusan kebijakan perberasan, berperan dalam mempengaruhi kebijakan perberasan dan memiliki fokus perhatian pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional serta memiliki konsentrasi terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan minimal satu tahun terakhir. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan yang diteliti, adalah peran komunikasi politiknya dalam pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan yang dimaksud terkait dengan perannya dalam merespons pelaksanaan kebijakan perberasan nasional yang meliputi; penetapan harga pembelian pemerintah, mekanisme melakukan impor beras, penerapan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan penyediaan infrastruktur. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama di dalam negeri yang menjadi sampel dalam penelitan ini meliputi: 1. Organisasi tani, merupakan organisasi kemasyarakatan petani di Indonesia yang secara ideologis cenderung bergerak melalui saluran dan partisipasi politik. 2. Pemerintah, merupakan aktor utama pada pelaksanaan kebijakan perberasan sekaligus bertanggung jawab dalam regulator manajemen perberasan di dalam negeri. Unsur utama pemerintah meliputi; Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum Bulog yang masing-masing memiliki fungsi dan otoritas dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. 3. Asosiasi pengusaha beras, merupakan para pengusaha yang terkait langsung dengan bisnis beras di dalam negeri dan tergabung dalam asosiasi atau organisasi pengusaha beras. 4. Dewan Perwakilan Rakyat, merupakan lembaga DPR yang membidangi masalah pertanian dan pangan, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan kelautan, Bulog dan Dewan Maritim Nasional yaitu komisi IV DPR.
8
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kerangka Pemikiran Pemangku kepentingan perberasan merupakan orang-orang yang memiliki kepentingan dan peran strategis serta pengaruh di dalam pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Peran strategis tersebut ditandai dengan terbangunnya manajemen perberasan yang andal berbasis atau bertumpu pada kemampuan di dalam negeri sehingga tidak bergantung pada mekanisme impor. Pihak organisasi tani, asosiasi pengusaha beras, pemerintah dan DPR diduga punya peranan dalam mencapai
suksesnya
pelaksanaan
kebijakan
perberasan
nasional.
Peran
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan diduga dipengaruhi oleh karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik. Selanjutnya melalui peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan diduga berhubungan dan berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Untuk
mengetahui
peran
komunikasi
politik
pemangku
kepentingan
perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional, maka dilakukan penelitian dengan mengkaji karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik sebagai peubah bebas. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan sebagai peubah tidak bebas. Penelitian ini mengamati dua peubah, yaitu peubah bebas atau sering juga disebut sebagai peubah pengaruh, dan peubah tidak bebas atau sering juga disebut sebagai peubah terpengaruh (Singarimbun dan Effendi, 2006) Karakteristik personal, yang menjadi fokus pengamatan meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman menjabat, dan pendapatan. Karakteristik situasional, yang menjadi fokus penelitian meliputi respons pemanfaatan saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi politik. Perilaku komunikasi politik pemangku kepentingan yang menjadi fokus pengamatan adalah respons mereka terhadap peran media massa khususnya yaitu keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Indikator peubah peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan dilihat dari respons mereka sehubungan pelaksanaan kebijakan perberasan yang
9
meliputi: penentuan harga pembelian pemerintah (HPP), melakukan impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan penyediaan infrastruktur. Keterkaitan antar peubah, seperti tersaji pada Gambar 1 berikut ini, diharapkan
mampu
mengungkap
peran
komunikasi
politik
masing-masing
pemangku kepentingan (organisasi tani, pemerintah, asosiasi pengusaha beras dan DPR) pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Sehingga dapat menghasilkan bahan rekomendasi membangun manajemen perberasan yang kuat dan tepat bagi produsen serta konsumen di dalam negeri untuk masa yang akan datang. Peubah Bebas
Peubah Tidak Bebas
Karakteristik Personal X1 Umur X2 Pendidikan Formal X3 Pengalaman Menjabat X4 Pendapatan
H1
Karakteristik Situasional (X5) X5.1 Saluran Komunikasi Politik X5.2 Partisipasi Politik X5.3 Persepsi Politik
H2
Perilaku Komunikasi Politik (X6) X6.1 Keterdedahan pada Media Massa X6.2 Respons terhadap Opini Publik X6.3 Sikap Politik
Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Y) 1. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) 2. Melakukan Impor Beras 3. Subsidi Benih dan Pupuk 4. Pengembangan Teknologi 5. Perbaikan Infrastruktur
H3
Gambar 1. Kerangka pemikiran peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan
10
Hipotesis Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas dirumuskan hipotesis utama dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik personal dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. 2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik situasional dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. 3. Terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Politik Komunikasi politik merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi (organisasi, kelompok, media massa dan saluransaluran khusus) dan determinan sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut (Nasution, 1990). Komunikasi
politik
adalah
suatu
proses
dan
kegiatan-kegiatan
membentuk sikap dan tindakan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan mengunakan simbol-simbol yang berarti (Harun dan Sumarno, 2006). Tindakan komunikasi politik dapat dilakukan dalam beragam konteks, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Komunikasi politik merupakan proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian ke bagian lainnya, dan di antara sistemsistem
sosial
dengan
sistem
politik,
serta
merupakan
proses
yang
berkesinambungan, dan melibatkan pertukaran informasi di antara individuindividu yang satu dengan kelompoknya pada semua tingkat masyarakat (Rush dan Althoff, 2003). Penjelasan cakupan bidang komunikasi politik, maka perlu dijelaskan arti dua istilah penting pada aspek ini yaitu politik dan komunikasi. Pengertian pertama tentang politik sebagai berikut (Budiharsono, 2003): Satu, politik adalah bermacam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan sistem tersebut. Dua, politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari masyarakat secara keseluruhan (public goals) dan bukan tujuan pribadi (private goals). Tiga, Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum menyangkut tindakan umum, terutama menyangkut kegiatan pemerintah (Jenkins dalam Budiharsono, 2003). Empat, politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat secara menyeluruh (Mitchell dan Jefkins dalam Budiharsono, 2003). Lima, politik adalah himpunan nilai, ide dan norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok yang mendasari penentuan sikapnya terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya dan menentukan tingkah laku politiknya (Jenkins dalam Budiharsono, 2003).
12
Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya. Komunikasi ialah hubungan; kontak. Jika terminologi politik dan komunikasi digabungkan, pengertiannya menunjuk pada salah satu dari ilmu terapan dari kelompok ilmu sosial yang mempelajari sikap penguasa dalam suatu negara terhadap komunikasi massa dan khalayak pada periode tertentu (Budiharsono, 2003). Pada paradigma interaksional komponen utama komunikasi politik adalah peran, orientasi, kesearahan, konsep kultural dan adaptasi. Sehingga sumber atau penerima pesan atau umpan balik dan saluran, sama sekali tidak penting. Konsepsi ini sering juga dikatakan sebagai komunikasi dialogis atau komunikasi yang dipandang sebagai dialog (Arifin, 2003). Paradigma interaksional memberi penekanan pada faktor manusia, hal ini sangat relevan diterapkan dalam komunikasi politik yang demokratis. Konsep demokrasi yang memandang manusia sebagai mahluk rasional dan menunjang hak-hak asasi manusia serta mengembangkan prinsip-prinsip egaliter dan populis sangat sesuai dengan paradigma interaksional. Hal ini juga akan mendorong partisipasi politik yang tinggi karena komunikasi politik yang terbangun bersifat dialogis. Lebih lanjut Arifin (2003) menjelaskan, pada paradigma pragmatis komunikasi politik mengingkari prinsip-prinsip utama mekanistik, psikologi dan interaksional. Sehingga paradigma pragmatis, teori sistem sosial dan teori informasi diterapkan secara bersama-sama dalam komunikasi. Komponen pokok dalam perspektif pragmatis adalah pola interaksi, fase, siklus, sistem, struktur dan fungsi. Sehingga jika diterapkan dalam komunikasi politik tindakan yang menyangkut kekuasaan, pengaruh, autoritas dan konflik. Karena tindakan dan perilaku sama dengan komunikasi dalam perspektif pragmatis, maka dapat dikatakan bahwa setiap orang tidak mungkin tidak berkomunikasi karena setiap orang tidak berhenti bertindak atau berperilaku. Pada pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dijelaskan bahwa pemerintah adalah lembaga kekuasaan, legislatif dan media massa sebagai pengontrol kekuasaan. Pengusaha beras sebagai kelompok pelaku ekonomi dan masyarakat petani padi serta organisasi tani dan konsumen beras adalah masyarakat yang menjadi bagian dari kebijakan tersebut. Selanjutnya berlaku
13
aturan kebijakan perberasan yang secara keseluruhan dimana aturan hukum dan sistem politik sama-sama memiliki peran dalam membangun manajemen perberasan di dalam negeri. Komunikasi politik memelihara dan menggerakkan kehidupan manusia, sebagai penggerak dan alat yang menggambarkan aktivitas masyarakat dan peradaban; yang dapat mengubah naluri menjadi inspirasi melalui pelbagai proses untuk menjelaskan, bertanya, memerintah dan mengawasi (Budiharsono, 2003). Selanjutnya akan diuraikan beberapa paradigma dan teori model komunikasi politik. Paradigma Komunikasi Politik Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan berdasarkan empat perspektif atau paradigma sebagaimana disampaikan oleh Fisher (1990) meliputi; (1) paradigma mekanistis, (2) paradigma psikologis, 3) paradigma interaksional dan 4) paradigma pragmatis. 1. Paradigma Mekanistis Paradigma mekanistis dalam komunikasi dan komunikasi politik adalah model yang paling lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia. Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh media massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan populer di Indonesia. Paradigma mekanistik adalah paradigma yang paling tua dan tunduk pada dominasi ilmu fisika (Arifin, 2003). 2. Paradigma Psikologis Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap, keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu. Arifin (2003) menyebutkan komunikasi dalam model paradigma psikologis merupakan masukan dan luaran stimuli yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam lingkungan informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah penyandi yang aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan salurannya.
14
3. Paradigma Interaksional Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma ini menurut Fisher (1990) komunikasi dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masingmasing individu. Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat dan buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan mempertimbangkan diri manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling manusiawi di antara semua paradigma komunikasi yang ada. 4. Paradigma Pragmatis Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini memusatkan perhatian pada tindakan. Dalam model komunikasi pragmatis tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam konteks waktu dalam sebuah sistem sosial. Fisher (1990) menjelaskan bahwa perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku bukan hasil atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu sendiri sama dengan komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan berperilaku adalah sama-sama komunikasi, sehingga berperilaku secara politik maka sama dengan tindakan komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis sesungguhnya yang terjadi adalah komunikasi (tindakan atau perilaku). Dalam komunikasi politik paradigma pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik yang penting (Arifin, 2003). Teori Model Komunikasi Politik Berdasarkan
keempat
paradigma
komunikasi
politik
pada
teori
komunikasi politik juga terdapat empat teori dasar yang dapat digunakan dalam komunikasi politik, yaitu (1) teori jarum Hipodermik atau teori peluru (2) Teori khalayak kepala batu (The Obstinate Audience), (3) Teori empati dan teori homofili, dan (4) Teori informasi dan teori nonverbal (Arifin, 2003). 1. Teori Jarum Hipodermik Tiap individu ternyata sangat aktif dalam menyaring, menyeleksi dan bahkan memiliki daya tangkal atau daya serap terhadap semua pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Meskipun demikian teori Hipodermik tidak sepenuhnya runtuh, karena tetap dapat diaplikasikan atau digunakan untuk menciptakan efektivitas dalam komunikasi politik (Arifin, 2003).
Hal ini tergantung kepada
sistem politik, sistem organisasi dan situasi, terutama dalam sistem politik otoriter
15
dengan bentuk kegiatan indoktrinisasi, perintah, instruksi, penugasan dan pengarahan. Pada negara demokrasi model hipodermik atau teori peluru dibangkitkan dengan berkembangnya agenda setting. Model ini dimulai dengan asumsi, bahwa media massa menyaring berita, artikel dan tulisan yang disiarkan dan memusatkan perhatian pada efek kognitif khalayak. Sedangkan teori jarum hipordemik atau teori peluru memusatkan perhatian kepada efek afektif dan behavioral (Rahkmat, 2007b). 2. Teori Khalayak Kepala Batu Teori khalayak kepala batu dikembangkan oleh pakar psikologi, Raymond Bauer (1964) dalam Arifin (2003). Komunikasi tidak lagi bersifat linear tetapi merupakan transaksi. Media massa memang berpengaruh namun pengaruh tersebut disaring, diseleksi dan diterima atau ditolak oleh penyaring konseptual atau faktor personal. Teori khalayak kepala batu ini sangat penting, juga menjadi kerangka acuan dalam melaksanakan peran komunikasi politik di negara demokrasi. Itulah sebabnya di negara-negara demokrasi kegiatan public relation politic tumbuh dan berkembang, sebaliknya kegiatan agitasi politik dan propaganda politik ditolak (Arifin, 2003). Komunikasi politik dalam model uses and gratification yang masuk dalam komunikasi politik paradigma psikologis berlangsung secara internal dalam diri individu, yang juga dikenal dengan nama komunikasi intrapersonal. Artinya, komunikasi berjalan hanya pada satu orang. Berbeda dengan komunikasi politik yang berjalan antara dua orang atau lebih yang dikenal dengan nama komunikasi antar personal. Pada dasarnya proses berpikir dimulai dengan rangsangan pesan politik dari luar yang diterima individu, kemudian diteruskan ke otak dan timbullah pengamatan. Dari pengamatan kemudian lahirlah pemikiran politik, yang biasa dikenal dengan ideologi politik atau filsafat politik. 3. Teori Empati dan Homofili Teori empati dikembangkan oleh Berlo (1960); Larner (1978) dalam Arifin (2003) sedangkan teori homofili diperkenalkan oleh Rogers dan Shoemaker (1995). Secara sederhana dapat disebutkan bahwa empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi orang lain. Berlo (1960) memperkenalkan teori yang dikenal dengan nama influence theory of emphaty (teori penurunan dari penempatan diri dalam diri orang lain) artinya komunikator mengandaikan diri, bagaimana kalau ia berada pada posisi komunikan. Homofili dapat digambarkan sebagai suasana dan kondisi kepribadian dan kondisi fisik
16
dua orang yang berinteraksi dengan lancar karena memiliki kebersamaan usia, bahasa, pengetahuan, kepentingan, organisasi, partai, agama, suku, bangsa dan pakaian. Komunikasi politik model homofili dengan mudah dilihat pada politikus atau kader partai di Indonesia, yaitu memiliki kostum yang seragam. Setiap bentuk komunikasi politik harus dimulai dan mempertimbangkan harkat manusia. Nimmo (2004) mengemukakan beberapa prinsip homopili dalam komunikasi dari hasil risetnya yaitu; pertama, orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain, lebih sering berkomunikasi dibanding dengan orang yang tidak memiliki persamaan sifat dan pandangan. Kedua, komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila sumber dan penerima adalah homofili karena orang-orang yang mirip cenderung menemukan makna sama dan diakui secara bersama. Ketiga, homofili dan komunikasi saling memelihara karena makin banyak komunikasi di antara mereka, makin cenderung dapat berbagi pandangan dan melanjutkan komunikasi. 4. Teori Informasi dan Nonverbal Sejumlah pakar ilmu komunikasi telah mengembangkan teori informasi yang banyak digunakan dalam kegiatan komunikasi politik. Schramm dan Kincaid (1977) merumuskan informasi adalah setiap hal yang membantu kita dalam menyusun atau menukar pandangan tentang kehidupan. Informasi dapat diartikan sebagai semua hal yang dapat dipakai dalam bertukar pengalaman. Komunikasi politik nonverbal adalah merupakan tindakan dalam peristiwa komunikasi politik yang dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh khalayak. Titik berat studinya adalah perilaku politik atau tindakan politik dalam bentuk ucapan dan bukan ucapan oleh seorang politikus atau kader partai dalam sebuah peristiwa komunikasi politik (Arifin, 2003). Peranan Komunikasi Politik Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) sesuai dengan kedudukannya dalam menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2005). Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan komunikasi politik dimaksud dalam hal ini adalah peranan yang dilakukan untuk terlibat dan ikut serta sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi tidaklah menyebabkan perubahan langsung melainkan di antara simbol-simbol dalam pesan dan perbendaharaan simbol si penerima. Peran komunikasi politik tidak mutlak
17
membawa perubahan, namun demikian komunikasi politik bisa memegang peranan kunci dalam melakukan perubahan. Pada tingkat organisasi berlaku bahwa semakin kita dapat memahami konsep peranan, maka semakin kita dapat memahami tepatnya keselarasan atau integrasi antara tujuan dan misi organisasi (Thoha, 1993). Peran komunikasi politik unsur kelembagaan para pemangku kepentingan perberasan didasari pada tujuan dan misi yang masing-masing kelembagaan untuk membangun manajemen perberasan di Indonesia serta bagaimana membawa aspirasi yang diinginkan para konstituennya. Komunikasi politik memainkan peranan penting dalam proses pembuatan undang-undang, peraturan, kebijakan ataupun bentuk ketentuan lainnya yang memiliki dampak kepada khalayak. Dampak yang ditimbulkan bisa secara positif dan bisa juga negatif tergantung penafsiran audiens/khalayak dalam melihat dan merasakan konsekuensi dari keputusan politik. Peningkatan frekuensi peranan komunikasi politik oleh rakyat merupakan indikator peningkatan demokrasi politik, melalui terbukanya saluran komunikasi politik (Rauf, 1993). Soekanto (2005) mengemukakan peranan mencakup tiga hal; 1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2) peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) peranan dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Pada perkembangannya peranan komunikasi politik akan melahirkan beberapa kebijakan seperti pelaksanaan harga pembelian pemerintah di tingkat petani, melakukan impor pada waktu dan kondisi yang tepat, adanya subsidi dalam
mendorong
peningkatan
pendapatan,
pengembangan
infrastruktur
perberasan guna mendorong produktivitas, pengembangan teknologi perberasan guna peningkatan mutu dan kualitas serta strategi manajemen perberasan dalam negeri. Peranan di sini termasuk juga posisi keterlibatan dalam membuat peraturan, lobi-lobi politik, lobi-lobi ekonomi dan bisnis (pengaturan harga tarif, harga pembelian, subsidi/nonsubsidi) aturan main pada pelaksanaan kebijakan sistem perberasan di dalam negeri.
18
Faktor Situasional Politik Nasional Secara umum perkembangan komunikasi politik dan pembangunan menyeluruh merupakan masalah nasional yang harus dipecahkan oleh setiap negara dengan kekuatannya sendiri. Keputusan pada pelaksanaan kebijakan perberasan yang dilahirkan tidak lepas dari rangkaian proses politik yang terjadi dimana kebijakan perberasan melibatkan beberapa institusi seperti organisasi petani, peran pengusaha beras, pihak pemerintah dan komisi IV DPR. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dikenal adanya lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Di antara pelbagai bentuk kekuasaan politik ada satu bentuk yang penting yaitu kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan. Untuk menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa, yaitu pelaku yang memegang kekuasaan. Agar penggunaan kekuasaan pemerintah baik harus ada alat/sarana kekuasaan (Budiharsono, 2003). Kondisi demokrasi akan terukur melalui beberapa pendekatan faktor situasional politik nasional dan peran komunikasi politik yang biasa dilakukan. Persepsi politik, budaya komunikasi politik yang bergulir, saluran komunikasi politik dan partisipasi politik yang dilakukan dalam mengkritisi konsekuensi dari proses keputusan politik yang berlangsung. Berdasarkan sifatnya sistem politik dapat di bagi dua, pertama sistem politik yang demokratis dan kedua sistem yang otoriter (Suryadi, 1993). Kedua sistem politik ini akan mempengaruhi pola situasional perpolitikan nasional, yakni pada sistem politik yang demokratis akan terlihat pola komunikasi politik dari satu masyarakat, sehingga membentuk partisipasi politik yang tergolong aktif. Pola kedua yakni sistem otoriter menampilkan komunikasi politik dari satu kepada semua, dimana pembicaraan politik lebih banyak ditemukan dalam media massa, yang didominasi oleh elite politik (Nimmo, 2001). Saluran Komunikasi Politik Saluran komunikasi politik adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Terdapat tiga saluran komunikasi politik. Pertama, satu kepada banyak/komunikasi massa. Kedua, satu kepada satu/komunikasi interpersonal. Ketiga, penggabungan satu kepada satu dan satu kepada banyak/komunikasi organisasi (Nimmo, 2001).
19
Model interaksional merupakan salah satu model yang ideal dalam menyalurkan aspirasi individu, kelompok maupun organisasi. Blumer dalam Mulyana (2005) mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model ini. Pertama manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya (simbol verbal, simbol nonverbal, lingkungan fisik). Kedua, makna itu berhubungan langsung dengan interaksi sosialnya. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Saluran komunikasi yang dimanfaatkan organisasi petani bisa melalui komunikasi interpersonal, saluran komunikasi formal organisasi dan memanfaatkan saluran komunikasi massa dalam menyalurkan aspirasinya ke pengambil keputusan. Organisasi petani sering dalam menyampaikan aspirasinya melalui demonstrasi besar-besaran untuk menuntut kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Demonstrasi di sini dianggap sebagai salah satu media yang dapat dimanfaatkan petani dalam menyalurkan aspirasinya, di samping peran komunikasi massa yang juga efektif dalam mensosialisasikan aspirasi petani. Komunikasi politik mencakup bermacam-macam saluran komunikasi yang dapat mempengaruhi kebijakan berwenang dan telah diterima oleh masyarakat sebagai sarana yang umum di gunakan. Alat serta sarana yang memudahkan
penyampaian
pesan
serta
mempengaruhi
cara
untuk
melaksanakan kebijakan tersebut meliputi media massa cetak dan elektronik. Pesan-pesan politik disampaikan melalui cara-cara yang memiliki nilai politis, sehingga pada kesempatan tertentu memiliki pengaruh dan nilai tawar dalam struktur politik. Rauf (1993) mengatakan pesan-pesan politik yang disampaikan harus
mempunyai
ciri
politik,
yaitu
berkaitan
dengan
kekuasaan
politik/pemerintahan komunikator dan komunikan terlibat di dalamnya dan bertindak sebagai pelaku kegiatan politik. Partisipasi Politik Biasanya diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitas partisipasi politik dalam kelompok kepentingan. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik dan kepuasan atau ketidakpuasan warga negara atau kelompok massa terhadap suatu kebijakan (Rahman, 2007). Huntington (2004) memandang partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang
bertindak
sebagai
pribadi-pribadi,
dengan
maksud
mempengaruhi
20
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal dan efektif atau tidak efektif. Partisipasi politik rakyat menghasilkan masukan (input) yang memberikan petunjuk tentang aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sehingga diharapkan kebijakan politik yang dihasilkan dapat memenuhi sebagian besar kepentingan yang diajukan rakyat (Rauf, 1993). Partisipasi politik akan menjadi pertimbangan pihak kekuasaan dalam merumuskan kebijakan. Partisipasi merupakan suatu tingkat derajat keterlibatan seseorang dalam suatu tingkat aktivitas di lingkungan masyarakat. Partisipasi sendiri diartikan suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam suatu proses kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu (Soekanto, 2005). Dengan demikian partisipasi politik adalah tingkat derajad keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik. Kekuasaan politik biasanya terbentuk dari hubungan dalam arti ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (the rules and the ruled). Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi dari yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Setiap manusia pasti merupakan subyek dan obyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang presiden membuat undang-undang (subyek dari kekuasaan), tetapi di samping itu ia tunduk pula pada undang-undang yang sama (obyek dari kekuasaan). Partisipasi politik muncul dan berhadapan dengan pengambil kebijakan dengan sikap kritisme. Partisipasi politik tinggi ketika ada momen yang menarik perhatian untuk terlibat atau mendukung atau menolak suatu kebijakan oleh penguasa. Persepsi Politik Menurut
KBBI
(1995),
persepsi
didefinisikan
sebagai
tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Rakhmat (2007b) mengartikan persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Komunikasi politik dalam perspektif paradigma psikologis adalah persepsi politik, citra diri khalayak politik, penolakan konsep politik, motif yang menggerakkan unjuk rasa dan pemberontakan, dan perubahan pola pikir (Arifin, 2003). Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang
21
menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita serap dan apa makna yang kita berikan dalam kesadaran (Devito, 1997). Persepsi yang terbangun selama ini adalah adanya ketidakadilan pada nasib petani padi di dalam negeri. Petani padi sering menjadi sasaran ketidakadilan dari buah suatu kebijakan. Gitosudarmo dan Sudita (1997) mengemukakan persepsi adalah suatu proses memperhatikan, menyeleksi dan menafsirkan stimulus lingkungan, dimana proses tersebut terjadi karena interpretasi seorang berdasarkan
pengalaman
yang
dialami
maupun
stimulus
yang
datang
kepadanya. Perilaku Komunikasi Politik Perilaku komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik personal yang dimilikinya. Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa karakteristik personal akan mempengaruhi persepsi sesorang dimana persepsi akan mempengaruhi perilakunya. Menurut penelitian Jauhari (2004) peranan komunikasi politik dalam proses legislasi menyebutkan di masa orde baru, perilaku komunikasi politik anggota dewan lebih banyak dipengaruhi dan bahkan ditentukan oleh kepentingan yang dikehendaki eksekutif (pemerintah saat itu). Anggota DPR yang banyak bertanya, serba tahu, menggugat persoalan suatu kebijakan serta kritis dan korektif terhadap eksekutif, justru tidak disukai pimpinan fraksi maupun partai yang bersangkutan. Perilaku yang dilihat pada penelitian ini adalah menyangkut perilaku yang diakibatkan sebagai efek dari pemberitaan media massa terhadap tingkat perubahan perilaku dan pengaruh opini publik yang mempengaruhi persepsi dan perilaku pemangku kepentingan. Suciawati (1997) membagi tujuan kognisi dalam kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam penelitian ini akan melihat bagaimana perilaku dan tindakan politik responden
berdasarkan
mempengaruhi
kekuatan
perilakunya
kebijakan perberasan.
dalam
dan
sumber
peranan
informasi
komunikasi
media
massa
politiknya
terkait
22
Keterdedahan pada Media Massa Keterdedahan terhadap media massa adalah mendengarkan, melihat membaca, atau secara lebih umum mengalami dan dengan sedikitnya ada perhatian minimal pada pesan media (Rakhmat, 2007b). Rogers (2003) menjelaskan tiap indikator keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomikan sebagai sedikitnya pernah terdedah (minimalnya membaca surat kabar dalam seminggu) dan tidak terdedah. Peran media massa dalam komunikasi politik menggambarkan cara-cara tertentu dalam seluruh proses politik terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas, pada umumnya media massa mutlak bersifat politis ataupun padat dengan masalahmasalah politik (Rush dan Althoff, 2003). Melalui media massa perannya dalam politik sangat penting bagi pemangku kepentingan perberasan terutama terkait dengan informasi perkembangan pelaksanaan kebijakan perberasan.
Surat
kabar, radio dan televisi pada umumnya memberikan banyak informasi kepada para pemakainya khususnya ke para pemangku kepentingan dalam merespons pelaksanaan kebijakan perberasan. Suatu komunikasi publik berhasil apabila publik sasaran terdedah oleh aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh media massa. Keterdedahan dipakai sebagai padanan kata media exposure yang umum dipakai dalam penelitian media massa. Keterdedahan terkait dengan aktivitas pencarian informasi berupa aktivitas mendegarkan, melihat, membaca atau secara umum mengalami, dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media. Keterdedahan seseorang terhadap media massa mempunyai korelasi yang sangat tinggi antara satu dengan lainnya, sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa (Rogers, 2003). Tubbs dan Moss, (1996) menjelaskan khalayak menerima pesan secara langsung dari sumber suatu medium tertentu dan jika suntikan tersebut cukup kuat maka akibat yang di timbulkan pada khalayak penerima ialah bentuk terpengaruh untuk bertindak menurut isi pesan yang dikomunikasikan. Pandangan serupa ini sering dikemukakan sebagai ” Model Jarum Hypodermis” (Rogers, 2003). Gonzales dalam Jahi (1988) membagi efek komunikasi ke dalam tiga dimensi, yaitu efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran belajar dan tambahan pemahaman individu terhadap sesuatu. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap individu. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan tindakan dan niat individu untuk melakukan
23
sesuatu. Efek komunikasi ini juga erat terkait dengan tingkat keterdedahan terhadap informasi yang diterima dari media massa oleh khalayak. Rakhmat (2007b) menjelaskan bahwa seseorang akan mendengar dan membaca apa yang diinginkannya serta menolak apa yang tidak dikehendakinya. Bentuk keterdedahan terhadap media diduga berperan dalam mendapatkan informasi tentang kebijakan perberasan para pemangku kepentingan perberasan, sehingga informasi dari media massa juga mempengaruhi persepsi dan sikap politik pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Opini Publik Opini publik adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbedabeda (Santoso, 2004). Pengertian yang lain tentang opini yaitu pendapat, pikiran atau pendirian. Opini adalah pendapat terlepas secara teknis dari berita. Opini publik adalah pandangan orang banyak yang tidak terorganisir, tersebar dimanamana, karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara sadar atau tidak dapat bergerak serentak dan bersatu padu menyikapi. Opini atau pendapat bisa berbentuk komentar, tulisan artikel, rubrik tanya jawab dalam media cetak dan wawancara khusus mengenai sebuah berita dari narasumber. Mengingat komunikasi politik di masing-masing lembaga memiliki fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif, dimana komunikasi yang efektif merupakan sebuah proses yang dapat merubah pendapat, sikap dan tindakan. Maka keputusan organisasi dan tingkat keefektivan komunikasi politik menjadi indikator tingkat pemahaman dan sikap masing-masing terhadap keputusan dan sikap politik terkait pelaksanaan kebijakan perberasan. Sikap Politik Sikap adalah kecenderungan untuk memberi respons terhadap suatu masalah atau suatu situasi tertentu. Sikap dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan perbuatan yang berdasar pada pendirian atau pendapat atau keyakinan. Dalam kebijakan perberasan sikap politik pemangku kepentingan merupakan sikap politik individu dan hasil keputusan lembaga masing-masing dalam bentuk sikap terhadap suatu kebijakan politis. Sikap politik mempertegas posisi masing-masing individu/lembaga terhadap suatu hal yang diputuskan melalui mekanisme politik atau pengambil kebijakan. Komunikasi politik juga
24
berperan dalam mekanisme adanya saling memberi masukan dan keputusan menerima, netral/abstain serta menolak jika hal tersebut bertentangan satu sama lain. Sehingga pada keputusan akhir melahirkan sikap politik seperti menerima, abstain (tidak menerima/menolak) dan menolak. Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik, 1999). Aktivitas politik bisa bergerak dari ketidakterlibatan memberikan suara (abstain) sampai dengan menduduki berbagai jabatan sistem politik. Aktivitas komunikasi politik juga melahirkan sikap politik apakah menerima, abstain dan menolak hal itu yang lumrah dalam proses-proses politik yang berlangsung di dalam sistem politik demokrasi. Sikap politik lahir tidak lepas dari efek komunikasi yang ditimbulkan seperti melalui media massa. Dimana media massa juga cukup mempengaruhi opini yang berkembang seputar kebijakan impor beras pemerintah sehingga dalam opini publik hal ini cepat menyebar dan mendapat respons yang beragam. Sejauh mana perilaku komunikasi seseorang berpengaruh juga pada sikap politik yang dihasilkan individu dan hal ini juga bisa menjadi cerminan lembaga/institusi politik masing-masing. Menurut Vardiansyah (2004), efek komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat dibedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku (konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Dalam komunikasi politik orientasi orang untuk bertindak dan bersikap terdiri dari dua elemen dasar, yaitu orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasional menunjuk pada keyakinan
individu
yang
bertindak
untuk
membesarkan
kepuasan
dan
mengurangi kekecewaan. Orientasi nilai menunjuk pada standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda. Orientasi motivasional terdiri dari dimensi kognitif, afektif dan evaluatif.
25
Pemangku Kepentingan Perberasan Pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia merupakan bagian dari kontribusi beberapa pemangku kepentingan perberasan di tingkat pusat. Kebijakan perberasan selama ini tidak lepas dari rangkaian proses negosiasi politik, ekonomi dan sosial. Proses keputusan menjadi kebijakan dan bentuk implementasinya. Kebijakan perberasan melibatkan institusi/lembaga seperti organisasi tani, peran pengusaha beras, pihak pemerintah dan komisi IV DPR. Satu sama lain memiliki fungsi dan tugas berbeda, namun memiliki tujuan untuk membangun manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri. Faktor situasional politik nasional, sistem pemerintahan dan perpolitikan di Indonesia diduga berpengaruh terhadap beragamnya sikap dan persepsi politik yang terjadi ketika pelaksanaan kebijakan perberasan bergulir. Adanya surplus produksi beras dan murahnya harga beras di pasaran internasional serta kuatnya tekanan liberalisasi perdagangan beras global berpengaruh pada kondisi manajemen perberasan dalam negeri. Pada prakteknya semua pemangku kepentingan perberasan masuk dalam wilayah mempengaruhi pengambilan keputusan dan implementasi. Sehingga pada wilayah kepentingan
komunikasi politik semuanya berusaha
dalam menyalurkan aspirasi dan masukannya. Pada kondisi tertentu komunikasi politik tidak begitu terbangun pada semua level. Ada hambatan komunikasi politik, kuatnya lobi-lobi politik pihak tertentu yang berkepentingan terhadap kelompoknya. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama di dalam negeri meliputi; (1) organisai tani, (2) pengusaha beras, (3) pihak pemerintah dan (4) komisi IV DPR. 1. Organisasi Tani Organisasi petani merupakan organisasi sosial kemasyarakatan petani di Indonesia yang secara ideologi cenderung bergerak melalui saluran dan partisipasi politik. Pengurus organisasi petani adalah personal-personal yang menjadi penanggung jawab kepengurusan organisasi petani selama periode tertentu. Kelahiran organisasi petani berangkat dari tuntutan adanya sikap politik keberpihakan terhadap kepentingan petani. Hal ini juga dibarengi dengan tingkat kompleksitas masalah yang dialami oleh petani sebagai dampak dari liberalisasi sektor pertanian dan adanya kebijakan negara yang tidak berpihak pada petani.
26
Aspek ekonomi, sosial dan politik erat mempengaruhi tumbuhnya organisasi petani baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal. Penelitian Purwandari (2006) dengan judul tesis Perlawanan Tersamar Organisasi Petani, menyebutkan dalam beberapa hal tumbuhnya organisasi petani tidak lepas dari tujuan petani dalam mencapai kemandirian atas tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan politik. Keterlibatan organisasi tani pada pembuatan, pengawasan implementasi pada setiap kebijakan merupakan bagian dari proses komunikasi politik baik ke luar maupun ke dalam organisasi tani sekaligus hal tersebut merupakan fungsi dan tugas organisasi tani. Komunikasi politik merupakan alat administrasi, manajemen pengorganisasian dan tujuan organisasi tani dalam berkontribusi pada kebijakan yang berkaitan dengan perberasan di Indonesia. 2. Pemerintah Pemerintah merupakan aktor utama pada pelaksanaan kebijakan perberasan sekaligus bertanggung jawab dalam manajemen perberasan di dalam negeri. Unsur utama pemerintah yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan beras adalah Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum Bulog yang masing-masing memiliki fungsi dan otoritas dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Departemen Pertanian bertangung jawab dalam pelaksanaan kebijakan produksi, peningkatan produktivitas, pengelolaan lahan dan irigasi, pengolahan dan pemasaran hasil, pengembangan sumberdaya manusia (penyuluhan, pendidikan, dan latihan), penelitian dan pegembangan ketahanan pangan. Departemen Perdagangan bertangung jawab dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan sistem distribusi di dalam negeri, bea masuk, proteksi, tataniaga dan pengembangan ekspor. Perum Bulog bertangung jawab melaksanakan pengadaan beras terutama yang berasal dari produksi dalam negeri, melakukan pengamanan harga, pengelolaan cadangan pemerintah dan distribusi beras kepada masyarakat miskin( DKP, 2006). Ketika terjadi swasembada beras tahun 1984, timbul kesan pangan bukan lagi menjadi masalah, tugas pemerintah hanya mempertahankan swasembada beras dan meningkatkan produksi komoditi nonberas. Namun pada beberapa tahun terakhir pemerintah melakukan impor untuk mengisi stok beras nasional yang terus terkuras. Monopoli impor beras pun dikembalikan lagi kepada Bulog, hal ini juga seiring dengan status Bulog yang menjadi Perum (Sawit, 2006).
27
3. Asosiasi Pengusaha Beras Pengusaha beras adalah para pengusaha yang terkait langsung dengan bisnis beras di dalam negeri. Pengusaha beras memainkan peranan penting dalam melakukan transaksi penerimaan beras baik dari dalam negeri maupun impor. Pusat perdagangan beras terbesar di Indonesia terdapat di daerah Cipinang Jakarta. Asosiasi atau organisasi pengusaha beras terbesarPeran pengusaha untuk melakukan impor diduga cukup besar, hal ini dikarenakan harga beras impor lebih murah dibanding dengan harga beras dalam negeri. Pedagang beras besar merasa diuntungkan jika hal ini melalui mekanisme impor sehingga kepentingan untuk mendapatkan untung lebih besar tercapai. Peran pengusaha beras adalah bermain di tingkat harga dan lobi-lobi politik. Harga beras saat ini di pasar internasional lebih murah dibanding dengan harga dalam negeri, sehingga marak penyelundupan. Selama ini hampir tidak mungkin pemerintah mampu mengendalikan harga dalam negeri dan mencegah spekulasi harga, apabila pemerintah tidak memiliki instrumen impor atau ekspor beras (Sawit, 2006). Dalam konteks dunia politik peran pengusaha sangat berpengaruh dalam melakukan lobi-lobi politik untuk melakukan impor beras. Beberapa pengusaha juga bisa sekaligus berprofesi sebagai politikus sehingga dalam beberapa kebijakan terkadang lebih banyak yang berpihak kepada pengusaha dibanding ke petani padi. Manajemen perberasan yang tidak baik dimanfaatkan pengusaha untuk mengambil keuntungan sehingga yang menjadi korban adalah para petani padi, karena akses untuk melakukan komunikasi politik dengan pemerintah sulit dibanding para pengusaha. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Dewan
Perwakilan
Rakyat
memiliki
kepentingan
dalam
menjalin
komunikasi politik dengan semua lembaga yang terkait pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi politik DPR memiliki dampak politis pada keputusan kebijakan dan implementasi kebijakan sektor pertanian. Sikap politik DPR selalu menjadi penentu pada beberapa implementasi kebijakan perberasan. Lembaga DPR memiliki alat kelengkapan yang membidangi masalah pertanian dan pangan, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan kelautan, Bulog dan Dewan Maritim Nasional yaitu komisi IV DPR. Memiliki tiga fungsi yaitu anggaran, kontrol dan legislasi, hal ini menegaskan bahwa kewenangan
28
komisi IV DPR penting dalam pembuatan kebijakan sektor pertanian berupa undang-undang untuk dilaksanakan pemerintah. Dengan kewenangan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi kontrol diharapkan mampu menyampaikan aspirasi keinginan petani di Indonesia. Komitmen komisi IV DPR, untuk berpihak pada dunia pertanian diharapkan menjadi pertimbangan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Kebijakan Perberasan Nasional Mustopadidjaja (1992) mendefinisikan bahwa kebijakan publik merupakan suatu keputusan untuk mengatasi masalah tertentu, kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang secara formal dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan Budiharsono (2003) mengemukakan kebijakan adalah kumpulan keputusan yang dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk membangun masyarakat yang ingin dicapai bersama. Kebijakan perberasan merupakan produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan sasaran semua warga negara. Pemerintah telah mengeluarkan pelaksanaan kebijakan perberasan nasional, meliputi: (1) penetapan harga pembelian pemerintah (HPP); (2) mekanisme melakukan impor atau penerapan tarif impor dan larangan impor pada saat panen raya; (3) subsidi benih dan pupuk; (4) pengembangan teknologi beras; dan (5) penyediaan infrastruktur pendukung (Deptan, 2004). Beras memiliki peranan yang cukup besar baik masa lalu, masa kini dan masa mendatang yang antara lain tercermin dari sumbangannya terhadap Product Domestic Bruto (PDB) terbesar dibanding komoditas lainnya dan juga terhadap penyediaan lapangan kerja dan usaha. Kontribusi PDB padi tahun 2003 mencapai 66 persen dari total PDB subsektor tanaman pangan. Di samping itu usahatani padi menjadi lapangan pekerjaan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga (Deptan, 2004).
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) desain penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan
data
yang
pokok.
Kerlinger
(2004)
mengemukakan desain penelitian korelasional bukanlah untuk mengetahui hal-hal khusus tertentu melainkan mengetahui hubungan atau relasi antara fenomenafenomena. Metode survei digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta yang faktual, baik tentang sosial, ekonomi dan politik dari kelompok pemangku kepentingan perberasan pada sejumlah sampel yang dipilih. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kantor pusat Jakarta. Pemilihan lokasi ditentukan
secara
sengaja
(purposive)
dengan
mempertimbangkan
bahwa
perumusan dan pusat aktivitas pengambilan keputusan dan kebijakan perberasan terpusat di Jakarta, sekaligus domisili para pemangku kepentingan berdomisili di Jakarta. Penelitian ini dilakukan bulan Mei sampai Desember 2007. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah para pemangku kepentingan perberasan, pernah terlibat dalam perumusan kebijakan perberasan, berperan dalam mempengaruhi kebijakan perberasan dan memiliki fokus perhatian pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional serta memiliki konsentrasi terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan minimal satu tahun terakhir di masing-masing lembaga dimaksud. Berdasarkan kriteria tersebut hasil prasurvei diketahui populasi penelitian ini di fokuskan pada unsur pemangku kepentingan perberasan yang utama. Populasi penelitian dimaksud adalah para pemangku kepentingan yang terdiri dari organisasi tani, pemerintah, pengusaha beras dan anggota DPR. Organisasi tani terdiri dari unsur pengurus pusat organisasi tani yang memiliki kewenangan dan punya konsentrasi terhadap kebijakan perberasan. Pengusaha beras diambil dari organisasi pengusaha beras yang berhimpun dalam organisasi pengusaha beras dan memiliki kesesuaian kelayakan yang terdapat
30
dalam karakteristik responden serta memenuhi syarat pada ketentuan purposif sampling. Untuk unsur pemerintah populasi amatan penelitian adalah para pengambil kebijakan perberasan yang terdiri dari para dirjen/deputi dan direktur (setara eselon I dan II). Untuk kalangan DPR populasi yang diambil adalah para anggota komisi IV DPR yang membidangi pertanian. Adapun distribusi populasi penelitian dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Menggunakan teknik purposif sampling mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang-orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel (Bungin, 2006). Pengambilan sampel dalam penelitian ini bersifat tidak acak, dimana sampel dipilih berdasarkan purposif sampling dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Purposif sampling pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut pautnya dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Ruslan, 2004). Biasanya teknik purposif sampling dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan (Kriyantono, 2006). Pemilihan responden didasarkan pada penilaian dan prasyarat karakteristik yang dianggap mempunyai hubungan dengan populasi dan sesuai dengan responden yang dimaksud dalam penelitian (Kriyantono, 2006). Jumlah sampel dalam penelitian diambil sebanyak 60 orang responden dari unsur populasi penelitian/pemangku kepentingan perberasan utama di dalam negeri, masingmasing 15 reponden dari tiap unsur populasi penelitian. Tabel 1. Jumlah sampel penelitian pemangku kepentingan perberasan No.
Unsur Pemangku Kepentingan Perberasan
Jumlah Sampel (Orang)
1.
Organisasi Petani
15
2.
Pengusaha Beras
15
3.
Kalangan Pemerintah
15
4.
Kalangan Legislatif
15 Total
60
31
Rahkmat (2007a) menjelaskan purposif sampling, yaitu memilih orang-orang tertentu karena dianggap berdasarkan penilaian tertentu, mewakili statistik, tingkat signifikansi dan prosedur pengujian hipotesis. Menggunakan teknik purposif sampling berarti mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Selanjutnya penentuan sampel dilakukan berdasarkan keterwakilan masing-masing kelembagaan, memilih orang-orang tertentu karena dianggap sesuai berdasarkan penilaian dan kewenangan otoritas kebijakan yang dimiliki dalam peran komunikasi politik. Penentuan sampel berdasarkan pendapat Arikunto (2002) yang menyatakan bila subyek kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya agar menjadi penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10 – 15%, atau 20 – 25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya, dari (a) kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana; (b) sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data; (c) besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Sedangkan menurut Gay dan Diehl dalam Ruslan (2004), ukuran sampel minimum penelitian deskriptif, yaitu sekurangkurangnya 10% dari populasi dan penelitian korelasi sekitar 30 subyek sebagai obyek penelitian. Teknik Pengambilan Data Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Selain itu peneliti juga melakukan observasi lapangan dan memanfaatkan data-data tertulis lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian, termasuk hasil-hasil penelitian terdahulu. Pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu : 1. Survei pendahuluan, yakni tahap awal dengan melakukan pengamatan dan penelitian pendahuluan guna mengumpulkan data-data yang berguna untuk memperkuat permasalahan yang terjadi sehingga peneliti yakin penelitian ini perlu dan dapat dilaksanakan. 2. Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara. Data primer penelitian di peroleh secara langsung dari responden melalui suatu pedoman pertanyaan baik dilakukan secara wawancara atau
32
pengisian secara terinci berupa pertanyaan yang sudah terstruktur yang bisa meliputi semua peubah (Arikunto, 2002). 3. Pengumpulan data sekunder, yaitu data-data pendukung yang berkaitan dengan penelitian. Untuk memperoleh data sekunder, dilakukan telaah dokumen dan pustaka dari berbagai sumber, serta data statistik dari lembaga berkompeten. Untuk mendapatkan informasi dan pendapat para pejabat pemerintahan dibutuhkan waktu selama satu bulan. Departemen dan lembaga pemerintah yang diambil sebagai responden meliputi dari Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum Bulog.
Sebanyak 15 (lima belas) orang responden di
ambil dari tiga lembaga tersebut masing-masing lima responden yang dianggap representatif mewakili dan sesuai dengan subyek kriteria serta tujuan penelitian. Pengurus pusat organisasi petani yang menjadi responden dalam penelitian berjumlah 15 (lima belas) orang. Responden tersebut merupakan pengurus inti di pusat dalam organisasi pertanian yang menjadi subyek penelitian. Para pengurus tersebut merupakan orang-orang yang dianggap mewakili sekaligus memahami apa yang menjadi topik penelitian. Untuk mendapatkan pengusaha beras 15 (lima belas) orang
sebagai
responden
dilakukan
selama
3
minggu
pengamatan
dan
penyeleksian, dengan harapan dari beberapa pengusaha beras yang ditemui merupakan orang yang tepat berdasarkan kriteria yang diharapkan peneliti. Penelusuran data dari DPR sebanyak 15 responden di peroleh melalui wawancara langsung di mana sebelumnya membuat janji terlebih dahulu. Kebanyakan responden bersedia diminta pendapatnya di kantor komisi IV DPR. Instrumentasi Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner sebagai alat bantu dalam kegiatan mengumpulkan data dan hal ini diharapkan dapat sistematis dan mudah. Kuesioner terdiri dari empat bagian, bagian pertama menggambarkan karakteristik personal yang meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman menjabat dan pendapatan. Bagian kedua menggambarkan karakteristik situasional yang meliputi: saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi politik. Bagian ketiga menggambarkan perilaku komunikasi politik yang meliputi: keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik. Bagian keempat yaitu peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan
33
perberasan yang meliputi: harga pembelian pemerintah (HPP), melakukan impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi perberasan dan penyediaan infrastruktur perberasan. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini bertujuan untuk memudahkan penginterpretasian data. Definisi operasional yang digunakan adalah sebagai berikut. A. Karakteristik Personal Karakteristik personal yaitu ciri-ciri yang melekat pada diri responden pada saat dilakukan penelitian, pengumpulan data karakteristik personal meliputi: 1. Umur adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan dihitung dengan satuan tahun yang dibulatkan ke tanggal ulang tahun terdekat, yang diukur menggunakan skala rasio dan dikategorikan menjadi tiga, yaitu usia muda, dewasa dan tua. 2. Pendidikan formal adalah tingkat belajar formal yang terakhir ditempuh responden. Indikatornya status pendidikan formal yang pernah diikuti responden, diukur menggunakan skala nominal dan dikategori menjadi rendah (tamat SLTA), sedang (tamat Diploma) dan tinggi (tamat Sarjana). 3. Pengalaman menjabat adalah lamanya menjabat posisi/periode sekarang dalam ukuran satuan tahun pada posisi jabatan saat ini sewaktu penelitian dilakukan di organisasi tani, organisasi pengusaha beras, pemerintah dan menjadi anggota DPR. Indikatornya yaitu lama menjabat atau menjadi pengurus/jabatan pada posisi/periode
sekarang,
diukur
menggunakan
skala
ordinal
dengan
pengkategorian ke dalam baru (1-<3tahun), cukup (3-4 tahun) dan lama (>4 tahun). 4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan tetap responden dalam satu bulan terakhir saat penelitian dilakukan, diukur menggunakan skala ordinal dengan pengkategorian ke dalam tiga kategori yakni menengah, tinggi dan sangat tinggi. B. Karakteristik Situasional Aspek situasional yaitu kondisi sosial dan politik yang ada dan sesuai dengan kebiasaan
politik
dan
realitas
sosial
yang
terkait
dengan
perkembangan
pelaksanaan kebijakan perberasan yang sedang berlangsung di Indonesia. Hal ini
34
juga didasarkan pada keadaan yang mempengaruhi berlangsungnya peran-peran komunikasi politik pada sistem perpolitikan Indonesia saat ini, yang diukur menggunakan skala ordinal dengan skala Likert. Aspek situasional yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi hal berikut. 1. Saluran komunikasi politik adalah sejauh mana saluran komunikasi politik yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini. Saluran komunikasi politik diukur menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori yaitu : (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju. 2. Partisipasi politik adalah bentuk keperdulian dan tingkat responsif secara politik terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Partisipasi politik diukur dengan menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori yaitu : (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju. 3. Persepsi politik adalah tanggapan, pendapat atau bentuk respons terhadap kebijakan politik pelaksanaan kebijakan perberasan pada saat penelitian di lakukan. Persepsi politik pemangku kepentingan diukur menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori yaitu : (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju. C. Perilaku Komunikasi Politik Perilaku komunikasi politik yaitu bentuk tindakan responden terkait dengan peranan komunikasi politiknya terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Perilaku komunikasi politik bisa juga diartikan sebagai pendapat, sikap dan tindakan seseorang dalam menerima, menafsirkan dan menyampaikan kembali pesan yang diterima. Perilaku komunikasi yang dimaksud meliputi hal berikut. 1. Keterdedahan pada media massa yaitu kecenderungan memanfaatkan media, baik cetak maupun elektronik sebagai sumber informasi dan ada ketergantungan pada isi pesan media massa tersebut seperti kecenderungan menonton televisi, mendengarkan radio dan membaca surat kabar dalam upaya memperoleh informasi pelaksanaan kebijakan perberasan. Keterdedahan pada media massa diukur dengan menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat sangat tidak setuju.
35
2. Respons terhadap opini publik adalah bentuk respons dan tindakan pemangku kepentingan terhadap opini yang berkembang di media massa terkait kebijakan perberasan.
Respons
terhadap
opini
publik
di
media
massa
diukur
menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju. 3. Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik, 1999). Sikap politik adalah keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perilaku komunikasi politik pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Sikap politik responden pada pelaksanaan kebijakan perberasan diukur menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju. D. Peranan Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) sesuai dengan kedudukannya dalam menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2005). Peranan meliputi fungsi, kedudukan dan respons yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan komunikasi politik dimaksud dalam hal ini adalah peranan yang dilakukan untuk terlibat dan ikut serta sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan perberasan yang diukur menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju. Secara spesifik peran komunikasi politik yang dimaksud terdiri dari respons peranan komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan khususnya pada hal berikut ini: 1. Harga pembelian pemerintah (HPP) adalah penentuan dan penetapan kebijakan harga pembelian pemerintah (Bulog) terhadap beras/gabah petani. 2. Melakukan/mekanisme impor beras adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri dengan mendatangkan beras dari luar negeri. 3. Subsidi benih dan pupuk adalah kebijakan perberasan yang dilakukan dengan melakukan subsidi pada benih dan pupuk petani padi. 4. Pengembangan teknologi adalah kebijakan perberasan yang dilakukan terkait dengan pengembangan teknologi perberasan/penunjang produksi padi dimana kondisi sekarang sudah tidak efisien produktivitasnya.
36
5. Penyediaan infrastruktur perberasan adalah kebijakan perberasan yang berkaitan dengan penyediaan infrastruktur yang mendukung produksi padi di dalam negeri. Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Validitas atau tingkat ketepatan adalah tingkat kemampuan instrumen penelitian mengungkapkan data sesuai dengan masalah yang hendak diungkapkan. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Untuk memperoleh validitas instrumen diusahakan dengan cara; (a) menyesuaikan daftar pertanyaan dengan judul penelitian; (b) memperhatikan saran-saran para ahli dan (c) teori-teori dalam pustaka. Instrumen dapat dikatakan valid apabila: (a) mampu mengukur apa yang diinginkan, (b) dapat mengungkap data dari peubah yang diteliti secara tepat, dan (c) dapat menggambarkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang peubah yang dimaksud (Arikunto, 2002; Kerlinger, 2004). Menguji validitas alat pengukur dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mencari definisi dan rumusan konsep yang dikemukakan para ahli yang tertulis di dalam literatur. 2. Menyesuaikan dengan instrumen yang telah dipakai para peneliti lain untuk mendapat data yang sama. 3. Mendiskusikan konsep tersebut dengan para ahli dan dosen pembimbing. 4. Menyusun kuesioner dengan mempertimbangkan kondisi responden dan melakukan
studi
banding
pada
penelitian
yang
pernah
dilakukan
(Singarimbun dan Effendi, 2006). . Agar
kuesioner
mempunyai
tingkat
validitas
tinggi,
maka
daftar
pertanyaan disusun dengan cara: a) mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur, b) melakukan ujicoba skala pengukuran tersebut pada sejumlah responden, c) mempersiapkan tabulasi jawaban, d) menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi “product moment” Spearman Brown.
37
Uji kuesioner dilakukan terhadap mahasiswa IPB sebanyak 15 responden yang aktif di organisasi kemahasiswaan. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai koefisien validitas “product moment” sebesar 0,6349. Karena nilai tersebut lebih besar dari nilai koefisien validitas tabel dengan taraf α 5 %, maka kuesioner penelitian dinyatakan valid. Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui sejauh mana instrumen tersebut konsisten atau hasil pengukurannya relatif tidak berbeda bila digunakan untuk mengukur aspek yang sama. Maksud reliabilitas suatu tes mengacu kepada kemantapan, konsistensi, ketepatan dan akurasi suatu tes (Kerlinger, 2004). Reliabilitas atau tingkat keajekan instrumen adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan (Singarimbun dan Effendi, 2006). Pengujian Reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana kuesioner yang digunakan dapat dipercaya atau dapat memberikan perolehan hasil penelitian yang konsisten apabila alat ukur ini digunakan kembali dalam pengukuran gejala yang sama. Metode yang digunakan dalam pengujian reliabilitas ini adalah dengan menggunakan metode alpha cronbach berikut :
ri =
k k-1
1 – Σ S 2i St
= Nilai koefisien reliabilitas alpha cronbach Keterangan : ri Σ S 2i = Jumlah ragam skor tiap-tiap item St = Ragam total k = Jumlah item Pada kuesioner yang diujicobakan terhadap 15 mahasiswa IPB yang aktif di organisasi kemahasiswaan didapat nilai koefisien Reliabilitas Cronchbach Alpha untuk karakteristik personal = 0,6095; karaktersitik situasional = 0,6674; perilaku komunikasi = 0,6737 dan peran komunikasi politik = 0,5909. Bila dibandingkan daya nilai r-tabel (α = 5%, db = 13) yang sebesar 0,3893, maka butir-butir pernyataan di keempat bagian dari kuesioner dinyatakan reliabel.
38
Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan analisis kuantitatif, menggunakan statistik deskriptif berupa frekuensi, presentase, rataan skor, total rataan skor dan analisis korelasi rank Spearman. Tujuannya adalah untuk melihat keeratan hubungan dan kecenderungan dalam komunikasi politik yang dilakukan responden pemangku kepentingan perberasan. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2006). Sesuai dengan karakteristik orang dan bentuk pertanyaan yang terdapat pada responden maka mengukur pendapat, peran dan sikap politik responden diukur dengan skala pengukuran ordinal (berskala Likert). Koefisien korelasi rank Spearman digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang keduanya mempunyai skala pengukuran ordinal. Analisis hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas dilakukan dengan uji korelasi rank Spearman (Siegel, 1992) dan menggunakan program SPSS 14,0 For Windows (Sarwono, 2006). Untuk menghitung koefisiensi korelasi rank Spearman menggunakan rumus sebagai berikut:
N
6 Σ di2 rs = 1 -
i=1 __________
N3 - N
Keterangan: rs = Koefisien korelasi Rank Spearman N = Banyaknya jenjang di = Selisih jenjang untuk faktor yang sama
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pemangku Kepentingan Perberasan Bagi Indonesia beras memiliki peran yang sangat strategis, politis, ekonomis sekaligus memiliki nilai sensitif karena mengandung konsekuensi politik yang sangat besar. Beras menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga tidak menjadi urusan pemerintah semata. Sejarah perberasan di Indonesia tidak pernah lepas dari peranan pemerintah yang lebih dominan dalam mengatur perberasan nasional. Peran beras yang sangat khusus menjadi alasan utama keterlibatan atau campur tangan berbagai kelembagaan terhadap masalah perberasan. Beberapa pihak yang terlibat merupakan pemangku kepentingan perberasan yang utama, memiliki kewajiban sekaligus mendapat tugas untuk dapat menyampaikan dan menyalurkan aspirasi kepentingan konstituen yang diwakilinya. Beberapa pemangku kepentingan perberasan yang utama dalam pelaksanaan kebijakan perberasan yaitu pemerintah, organisasi tani, asosiasi atau organisasi pengusaha beras dan DPR. Masing-masing memiliki tujuan dan fungsi sesuai dengan kepentingan dan tujuan kelembagaan masing-masing. Pemerintah
berkewajiban
menyediakan
beras
sebagai
makanan
pokok
masyarakat dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi, di pihak lain pemerintah juga harus memberi perlindungan kepada petani dengan harga yang layak. Organisasi tani menginginkan kebijakan beras yang adil dan tidak merugikan
kepentingan
petani
pada
pelaksanaan
instrumen
kebijakan
perberasan. Asosiasi atau organisasi pengusaha beras menginginkan harga yang stabil, memberi nilai tambah keuntungan dan tidak dirugikan dalam menjalankan usahanya. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki kepentingan yang lebih luas dan berkewajiban memberi perlindungan dan kontrol politik terhadap beberapa instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia. Pelaksanaan kebijakan perberasan melibatkan berbagai pihak, sehingga pada tahap implementasi instrumen kebijakan perberasan dapat memenuhi keinginan, kepuasan dan rasa keadilan bagi semua pemangku kepentingan perberasan. Kebijakan perberasan saat ini sudah lebih mengakomodir kepentingan berbagai pihak dengan adanya lembaga Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Dewan Ketahanan Pangan dibentuk oleh pemerintah sesuai dengan tuntutan beberapa kalangan mulai dari tuntutan organisasi tani, swasta, saran kalangan akademisi serta dorongan politik DPR. Hal ini bertujuan untuk
40 mengoptimalkan kerjasama di dalam implementasi pelaksanaan beberapa instrumen
kebijakan
perberasan
nasional.
Perkembangan
manajemen
ketahanan pangan saat ini, khususnya yang mengurusi kebijakan beras melibatkan peran pemerintah pusat, daerah, swasta dan masyarakat (DKP, 2006). Evaluasi kebijakan perberasan selalu dilakukan secara rutin dalam lingkup DKP dan merupakan wadah yang dibentuk pemerintah dalam menyerap informasi implementasi kebijakan perberasan. Lembaga ini tidak hanya melibatkan unsur departemen atau institusi pemerintah, namun
sudah
melibatkan unsur masyarakat dari berbagai kalangan seperti organisasi tani, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi atau asosiasi pengusaha beras, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan kalangan akademisi. Melalui DKP peran komunikasi politik juga berjalan dalam melakukan evaluasi beberapa instrumen pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Organisasi DKP menjadi wadah di dalam melakukan evaluasi, koreksi, mediasi dan konsolidasi politik guna membangun konsensus politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Bidang komunikasi politik dikenal dari adanya konsensus politik dengan tujuan mengurangi konflik kepentingan publik yang terkait dengan beberapa instrumen yang diputuskan. Konflik politik yang besar dapat dihindari apabila implementasi kebijakan dapat memberikan rasa keadilan, kepuasan dan tidak ada pihak yang dirugikan pada saat beberapa instrumen dilaksanakan. Parsons (2006) mengemukakan, pembuatan keputusan politik membutuhkan peningkatan komunikasi, pemahaman, kepercayaan, diskusi terbuka dan kerjasama antara berbagai pihak yang merasa terlibat dalam area kebijakan. Pada dasarnya analisis kebijakan adalah bagian dari proses politik dan analisis tersebut bertujuan untuk melengkapi argumentasi politik dalam implementasi kebijakan publik. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama diuraikan berikut ini. 1. Organisasi Tani Pemangku kepentingan perberasan yang utama di dalam negeri salah satunya adalah organisasi tani. Organisasi tani merupakan salah satu institusi kunci dalam menyukseskan implementasi pelaksanaan beberapa instrumen kebijakan perberasan. Fokus utama kepentingan organisasi tani adalah mengawal bergulirnya berbagai kebijakan yang tidak merugikan, hal ini terkait kepentingan basis utama yang diwakili dalam organisasi tani yaitu petani. Beras menjadi komoditas pangan utama yang seharusnya dikelola dengan kebijakan
41 yang tepat, adil, terjangkau dan terjamin ketersediaannya. Beras menjadi makanan utama masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan kebijakan yang tepat dengan manajemen pengelolaan yang berkelanjutan. Organisasi tani menginginkan adanya perbaikan beberapa instrumen kebijakan dalam rangka peningkatan pendapatan petani. Organisasi tani sebagai wadah perlindungan terhadap petani diperlukan, untuk mengatasi ketakutan petani atas derasnya keinginan beberapa pihak untuk terus melakukan impor beras. Impor merupakan konsekuensi dari kuatnya kecenderungan pilihan liberalisasi ekonomi yang nantinya dikhawatirkan akan semakin merugikan petani di dalam negeri. Pengurus organisasi tani adalah personal-personal yang menjadi penanggungjawab kepengurusan organisasi tani selama periode tertentu. Kelahiran organisasi tani berangkat dari tuntutan adanya sikap politik keberpihakan terhadap kepentingan petani di dalam negeri. Hal ini juga dibarengi dengan bagaimana organisasi tani turutserta di dalam menyuarakan tingkat kompleksitas implementasi beberapa kebijakan yang ada. Organisasi tani yang berbasis pada produksi beras sering dirugikan ketika kebijakan yang diputuskan tidak berpihak kepada petani padi didalam negeri. Organisasi tani di Indonesia memiliki beberapa tipologi pergerakan dan basis perjuangan. Tumbuhnya organisasi tani tidak lepas dari tujuan petani dalam mencapai kemandirian atas tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan politik. Organisasi tani bergerak mengorganisir diri dalam pembaruan pengelolaan pertanian baik yang sangat mendasar seperti status kepemilikan lahan maupun penanganan aspek produksi, teknologi dan pascapanen. Organisasi tani bergerak atas dasar kesamaan kepentingan dan bergerak berbasis pada jenis komoditas pertanian. Kepentingan organisasi tani adalah turut andil dalam mendukung melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap kepentingan petani guna mendapatkan keadilan dengan kebijakan yang tidak merugikan dan mampu meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani di dalam negeri. Beberapa organisasi masyarakat, LSM yang sering menyuarakan kepentingan petani di dalam negeri adalah Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Bina Desa, Institute for Global Justice (IGJ), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Kebijakan yang sering menjadi sorotan dan tuntutan adanya perbaikan antara lain menyangkut kebijakan harga, kebijakan impor, kebijakan subsidi, kebijakan
42 penyediaan teknologi dan perbaikan infrastruktur. Tuntutan adanya perbaikan dalam kebijakan dilakukan melalui beberapa pendekatan seperti negosiasi, mediasi, demonstrasi dan komunikasi politik kepada para pengambil keputusan. Lembaga swadaya masyarakat FSPI dan KPA merupakan organisasi yang memiliki tujuan dan bergerak di dalam mendukung penyelesaian hak-hak mendasar para petani seperti akses terhadap kepemilikan lahan dan mendorong adanya reformasi agraria di Indonesia. Fokus kepentingan FSPI dan KPA sama yaitu dilandasi oleh keinginan dalam mendapatkan keadilan dan perlindungan atas sumberdaya. Bina Desa merupakan LSM yang fokus pergerakannya dimulai dari advokasi, penelitian beberapa persoalan pertanian dan melakukan pemberdayaan serta pelatihan bagi para petani khususnya di pedesaan. Lembaga IGJ merupakan organisasi yang bergerak pada advokasi dan gerakan sosial khususnya program kajian dan edukasi publik seputar isu-isu pertanian dan dampak dari liberalisasi pertanian bagi negara berkembang (Setiawan, 2003). Organisasi tani HKTI merupakan organisasi gabungan beberapa organisasi
tani
di
Indonesia,
yang
sejarah
pendiriannya
merupakan
penggabungan beberapa organisasi tani dari beberapa ormas dan partai politik dan organisasi tani yang dengan sukarela bergabung. Organisasi tani KTNA merupakan organisasi tani yang embrionya lahir dari beberapa kelompok tani dan para petani sukses, pada perkembangannya menjadi organisasi tani massa yang memiliki struktur dari pusat sampai daerah. HKTI dan KTNA memiliki fokus pada advokasi dan pergerakan pada pembelaan hak-hak politik, ekonomi, akses permodalan petani dan menyoroti berbagai kebijakan pemerintah khususnya pada aspek produksi dan pasca panen. Organisasi tani APTRI merupakan organisasi yang bergerak atas dasar perjuangan jenis komoditas pertanian yaitu asosiasi para petani tebu yang awal kelahirannya bertujuan untuk menyuarakan aspirasi para petani tebu, khususnya di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat ini juga sudah berdiri beberapa organisasi yang berbasis pada jenis komoditas pertanian seperti asosiasi petani kelapa sawit, kakao dan beberapa jenis komoditas perkebunan.
43 Pelaksanaan implementasi beberapa kebijakan perberasan saat ini jauh berbeda dengan periode pelaksanaan revolusi hijau. Ada perbedaan yang jauh dengan kebijakan perberasan selama periode Revolusi Hijau di tahun 1970-an dan 1980-an. Kebijakan perberasan telah menjadi sorotan dan kritikan banyak pihak, khususnya ketika instrumen kebijakan yang dipilih adalah impor dari negara lain. Mengurangi subsidi untuk pertanian, tidak adanya teknologi baru dan lemahnya perbaikan infrastruktur serta berkurangnya perlindungan terhadap komoditas pertanian lokal merupakan bentuk ketidakberpihakan. Beberapa kalangan organisasi tani memberi pendapat bahwa sejak pertengahan 1990-an, dan terutama sejak krisis ekonomi pertengahan 1997, kebijakan perberasan tidak memberi dampak positif jangka panjang bagi petani padi dalam negeri. Artinya, pada tahap implementasi beberapa instrumen kebijakan banyak yang tidak berpihak pada perbaikan nasib petani padi untuk jangka panjang. 2. Pemerintah Peran pemangku kepentingan perberasan pada unsur pemerintah dilihat dari pendekatan fungsi departemen atau institusi pemerintah. Departemen Pertanian fokus pada ketahanan pangan, peningkatan produksi, penyediaan teknologi dan infrastruktur pertanian seperti pembenahan irigasi dan pembukaan sawah baru. Pada pembenahan dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti penataan saluran irigasi dan pembangunan irigasi baru tidak lagi mutlak menjadi tanggungjawab Departemen Pertanian melainkan melibatkan kewenangan kementerian Prasarana Umum (PU). Departemen Perdagangan fokus pada instrumen pengaturan kebijakan yang mengurusi perdagangan dalam negeri seperti pengaturan distribusi saprodi dan produksinya serta aturan mekanisme melakukan impor. Perum Bulog fokus pada fungsi penyerapan gabah petani, distribusi dan pemasaran serta kepentingan melakukan stabilitas harga. Pemerintah bertugas melaksanakan kebijakan yang menyangkut aspek pra produksi, proses produksi dan pasca produksi beras. Tugas pemerintah dalam pasca produksi khususnya di bidang harga, pemasaran dan distribusi adalah Badan Urusan Logistik (Bulog). Bulog merupakan lembaga pemerintah yang memiliki peranan dalam pengendalian harga, pembelian gabah petani, mengatur distribusi, menyalurkan beras “raskin” dan fokus utamanya berbeda antar waktu.
44 Bulog sebagai lembaga pemerintah yang dibentuk tahun 1967, awalnya bertugas hanya mengendalikan harga dan penyediaan bahan makanan pokok terutama di tingkat konsumen. Dalam perkembangan Bulog bertambah fungsi yaitu turut mengendalikan harga produsen melalui instrumen harga dasar untuk melindungi petani. Mulai tahun 1998, Bulog kembali pada tugas utamanya sebagai pemegang kendali utama masalah perberasan. Tugas yang diberikan kepada Bulog juga mengalami perubahan, karena berubahnya kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah. Perlindungan kepada petani melalui harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Sedangkan peran dalam rangka menjaga stabilitas harga konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus tertekannya harga beras domestik. Sebaliknya tugas Bulog untuk membantu kelompok miskin semakin menonjol (Sawit, 2006). Pada prinsipnya, pemerintah membuat strategi pembangunan pertanian dengan memilih seperangkat kebijakan untuk mencapai berbagai tujuan yang ditetapkan, dengan memperhitungkan kendala-kendala ekonomi yang ada. Kerangka konseptual ini telah diuraikan dengan membandingkan dua periode kebijakan perberasan Indonesia, yaitu periode Revolusi Hijau tahun 1970-an dan tahun 1980-an dengan periode krisis ekonomi tahun 1997 sampai sekarang tahun 2008. Kebijakan pada periode pertama telah dianalisis berbagai pihak dimana strategi
pembangunan
perberasan
pada
masa
revolusi
hijau
adalah
memperkenalkan teknologi baru dalam bentuk varietas unggul, perbaikan pengelolaan sistem pengairan, penggunaan pupuk kimia, sistem pemasaran yang lebih baik serta pembangunan irigasi. Subsidi pupuk, harga beras yang stabil, air irigasi tanpa bayar, jalan yang lebih baik, kondisi makro ekonomi yang stabil melengkapi pengenalan teknologi baru dan merangsang penyebaran teknologi tersebut secara cepat. Hal tersebut telah mampu mengatasi kendalakendala ekonomi yang ada, memungkinkan terjadinya peningkatan produksi dan pendapatan dari sektor perberasan menjadi tiga kali lipat (Sawit, 2006). Selama krisis ekonomi, strategi perberasan tidak lagi tersusun dengan baik. Strategi perberasan ditujukan untuk membantu meningkatkan pendapatan petani dalam situasi harga dunia yang luar biasa rendahnya. Berbeda dengan masa sebelumnya, pada strategi kali ini tidak ada teknologi baru yang disebarkan. Saat ini hampir seluruh petani padi Indonesia telah menggunakan varietas unggul.
45 Beban berat negara dalam penyediaan anggaran saat ini yang berakibat pada ketatnya belanja negara, telah menghambat kemampuan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan sarana irigasi dan transportasi. Terganjal oleh keterbatasan fiskal, kebijakan yang kontradiktif serta beban yang timbul dari korupsi dan “salah urus” pertanian Indonesia. Bulog tidak mampu menstabilkan harga beras, turunnya nilai tukar rupiah yang besar dalam waktu singkat telah meningkatkan ketidakpastian produksi dan pemasaran beras. Instrumen kebijakan utama yang dilakukan saat ini adalah penerapan tarif bea masuk impor yang telah meningkatkan harga beras di dalam negeri, serta subsidi konsumsi beras terbatas bagi kelompok miskin di perdesaan dan perkotaan melalui program “raskin” (Pearson, et al. 2005). Para pengambil kebijakan unsur pemerintah cenderung sepakat dan mendukung instrumen kebijakan perberasan yang sedang berlangsung saat ini. Walaupun ada kritikan terhadap beberapa implementasi kebijakan perberasan yang dilaksanakan oleh beberapa departemen, pemerintah beranggapan telah maksimal. Unsur pemerintah cenderung menempatkan beras sebagai komoditas strategis, dimana komoditas beras dijadikan sebagai stabilisator politik, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah lebih berkepentingan dalam menjamin ketersediaan pangan dan masyarakat memiliki akses terhadap pangan. Pada kondisi tertentu pemerintah juga mempertimbangkan instrumen melakukan impor beras
dari
negara
lain.
Artinya,
pemerintah
berperan
sesuai
dengan
kedudukannya yaitu sebagai regulator utama dalam menyediakan beras sebagai makanan pokok masyarakat dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi serta melakukan berbagai intervensi guna menjaga stabilitas di masyarakat. 3. Asosiasi Pengusaha Beras Pengusaha beras adalah para pedagang beras utama yang menjalani profesi usaha berdagang beras di sentra pasar utama perdagangan beras. Lahirnya organisasi atau asosiasi pengusaha beras merupakan bentuk solidaritas dalam menyampaikan dan menampung aspirasi para pedagang sekaligus sebagai bentuk respons secara politik terhadap beberapa instrumen kebijakan yang diberlakukan selama ini. Organisasi pengusaha beras terbesar di Indonesia adalah Asosiasi Pengusaha Beras PERPADI yang memiliki struktur kepengurusan sampai ke daerah dimana kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PERPADI berkantor di Jakarta.
46 Pengusaha beras di dalam negeri tidak hanya membeli dari petani di dalam negeri, melainkan melakukan impor dari negara lain. Pasar Induk Cipinang Jakarta dapat dikategorikan sebagai salah satu sentra pemasaran beras utama di Indonesia. Pengusaha beras sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam perberasan nasional adalah para pengusaha yang berhimpun dalam organisasi atau asosiasi pengusaha beras dan umumnya berada di daerah pasar induk Cipinang dan sentra produksi beras utama di Indonesia. Fokus utama sasaran penelitian dari aspek pengusaha beras adalah para pengusaha yang sudah berhimpun dalam organisasi atau asosiasi pengusaha beras. Sampel yang diambil dari asosiasi pengusaha beras umumnya merupakan pedagang dengan kriteria memiliki tingkat pengetahuan dan intensitas komunikasi politik dan pertemuan dengan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan kewenangan dalam organisasinya. Artinya para responden merupakan orang-orang yang sudah direkomendasikan oleh para pengurus sewaktu dilakukan survei awal. Sampel merupakan orang yang dianggap representatif mewakili kepentingan para pengusaha beras dan memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terkait dengan topik yang diteliti. Para pengusaha beras memiliki animo yang tinggi ketika diwawancara. Dalam pertemuan tersebut terungkap kegelisahan para pengusaha beras selama ini, yang terkait dengan beberapa kebijakan perberasan yang tidak berkelanjutan dan secara psikologis terkadang tidak dapat memberi kepastian seperti harga, biaya tambahan “pungli” dalam perdagangan antar daerah dan aturan perdagangan di dalam negeri yang terkadang tidak berpihak kepada kepentingan pengusaha. Beberapa produk pengusaha beras merupakan produk kemasan berlabel dengan dukungan pemerintah tumbuh beberapa merek beras. Melalui program ini pemerintah mengeluarkan logo jaminan varietas di setiap kemasan beras yang berlabel sebelum didistribusikan ke pasar tradisional dan modern. Dalam meningkatkan nilai jual dan kualitas produksi beras bermerk beberapa pengusaha melakukan kerjasama dengan kelompok tani dan institusi kampus seperti yang dilakukan oleh CV. Quasindo yang mengeluarkan merek dagang Xiang Mi dan merupakan beras Pandan Wangi asli.
47 Untuk mengatasi tingkat kebutuhan pangan yang tinggi di dalam negeri khususnya beras, disikapi beberapa pengusaha beras dengan mengatakan bahwa ”kebijakan impor beras dalam jumlah besar jangan hanya dilakukan oleh pemerintah.” Pernyataan sikap politik pengusaha beras berdampak pada maraknya penyeludupan beras di dalam negeri. Menutup impor beras yang pernah diberlakukan tahun 2004, ternyata tidak menjamin tidak adanya penyeludupan beras. Selanjutnya, pengusaha beras menyampaikan pemerintah seharusnya melihat inti persoalan utama perberasan nasional. Inti masalah sesungguhnya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan efisiensi, perbaikan infrastruktur, pengembangan teknologi guna mengurangi secara signifikan
tingkat
kehilangan
hasil
panen,
mendorong
berkembangnya
penggilingan padi moderen, sehingga Indonesia mampu menghasilkan beras yang berkualitas tinggi. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga negara yang menjadi mitra kerja pemerintah sekaligus merupakan institusi yang mewakili aspirasi rakyat, dipilih rakyat setiap pemilihan umum dilakukan. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki beberapa komisi dan badan pekerja, salah satunya adalah komisi IV DPR yang merupakan salah satu alat kelengkapan DPR. Komisi IV DPR, membidangi Pertanian, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan Bulog. Komisi IV DPR merupakan pengelompokan anggota dewan berdasarkan ruang lingkup bidang penugasan dan patner kerja. Penempatan anggota dewan dalam komisi merupakan kewenangan masing-masing fraksi partai politik di DPR. Fungsi dan tugas komisi IV DPR adalah membidangi dan mengurusi bidang pertanian meliputi pembuatan undang-undang, anggaran dan pengawasan mitra kerja di pemerintahan. Komisi IV DPR memiliki ruang lingkup tugas tidak hanya membuat undang-undang, anggaran dan pengawasan kinerja eksekutif, melainkan juga memiliki tugas menelusuri pengaduan masyarakat dan menampung aspirasi masyarakat. Konsekuensi dari adanya pengaduan berarti ada yang merasa dirugikan dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Perjalanan perpolitikan Indonesia biasanya ketidaksetujuan terhadap pelaksanaan instrumen kebijakan pertanian atau perberasan dilakukan melalui penyampaian aspirasi langsung. Penyampaian aspirasi bisa juga dilakukan melalui saluran komunikasi politik yang tersedia atau melakukan audiensi bahkan dengan cara berdemonstrasi ke
48 DPR. Frekuensi jumlah audiensi paling banyak dilakukan perseorangan dan lembaga non pemerintah ke DPR terjadi pada saat pembahasan interpelasi rencana impor beras dan terjadinya kelangkaan pangan di beberapa tempat seperti di Papua serta kasus gizi buruk di beberapa tempat seperti di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2007. Kelompok ormas yang melakukan audiensi adalah dari ormas Islam, Kristen, organisasi tani dan beberapa LSM. Sedangkan tingkat demonstrasi yang paling banyak melibatkan beberapa organisasi tani, ormas, petani, organisasi mahasiswa dan beberapa LSM terjadi pada bulan Juni 2007 dengan tuntutan utama menolak impor beras serta mendukung hak angket dan interpelasi DPR. Peran komunikasi politik DPR sangat menentukan dalam implementasi kebijakan perberasan, karena sebagai pengawas kebijakan pemerintah maka DPR memiliki tanggungjawab untuk mensukseskan pelaksanaan kebijakan perberasan. Di samping itu, DPR memiliki tanggung jawab untuk melindungi kepentingan petani dalam negeri dan masyarakat pengkonsumsi beras. Bentuk perlindungan yang diberikan adalah dengan berkontribusi di dalam mengawasi implementasi pelaksanaan instrumen kebijakan perberasan serta membuat undang-undang perlindungan terhadap kepentingan petani. Anggota DPR antusias untuk diminta pendapatnya tentang kebijakan perberasan. Hal ini terkait dengan sikap politik DPR yang menolak impor beras. Ternyata antusiasme sikap politik tersebut didukung oleh tingginya perhatian publik pada kebijakan perberasan pemerintah. Hal ini tercermin dari frekuensi tingginya penyampaian aspirasi publik yang dibuktikan dengan maraknya demonstrasi penolakan impor beras oleh organisasi tani, organisasi mahasiswa dan LSM. Komisi IV DPR menyampaikan bahwa sebelum diputuskan kebijakan yang terkait dengan pertanian termasuk pelaksanaan kebijakan perberasan terlebih dahulu dilakukan rapat kerja dengan mitranya dari pemerintah. Bila perlu mengundang para pakar khususnya dari kalangan akademisi, melibatkan kalangan organisasi tani dan asosiasi pegusaha beras di dalam negeri. Beberapa organisasi tani yang sering diminta pendapat dan masukannya adalah HKTI, KTNA dan beberapa LSM. Secara politik DPR menjalankan fungsinya dengan tetap melibatkan para pemangku kepentingan perberasan guna menghasilkan kebijakan yang bisa sama-sama diterima, sehingga dapat mengurangi dampak penolakan di masyarakat.
49 Gambaran Umum Kebijakan Perberasan Indonesia Selama krisis ekonomi, strategi perberasan tidak lagi tersusun dengan baik. Berbeda dengan masa 1970-1980-an, pada strategi saat ini tidak ada teknologi baru yang disebarkan (Pearson, et.al. 2005). Regulasi di bidang pangan dan perberasan nasional bermuara dari pemerintah melalui Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum Bulog. Ketersediaan pangan, khususnya beras terdiri atas produksi, net import (impor dikurangi ekspor) dan perubahan stok. Pemerintah bertugas melaksanakan kebijakan perberasan mulai dari aspek produksi sampai pasca produksi. Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah bersama-sama masyarakat. Pemerintah menyusun norma-norma, standar, prosedur, monitoring, evaluasi, supervisi, fasilitas dan urusan eksternal di bidang pangan nasional (DKP, 2006). Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari UU nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, pasal satu ayat 17 yang menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, merata dan terjangkau. UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara pada Word Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan pada setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan setiap waktu demi keperluan hidup yang sehat dengan prasyarat penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (DKP, 2006). Implikasi kebijakan dari konsep UU nomor 7 tahun 1996 adalah bahwa pemerintah di satu pihak, berkewajiban menjamin kecukupan pangan khususnya beras dalam arti jumlah dengan mutu yang baik serta stabilitas harga dan di pihak lain peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya dari golongan berpendapatan rendah. Hal inilah yang menjadi peran utama pemerintah dalam mengatur regulasi instrumen kebijakan perberasan dalam bentuk kebijakan publik. Mustopadidjaja (1992) mendefinisikan bahwa kebijakan publik merupakan suatu keputusan untuk mengatasi masalah tertentu, kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang secara formal dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sementara
50 Budiharsono (2003) mengemukakan bahwa kebijakan adalah kumpulan keputusan yang dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk membangun masyarakat yang ingin dicapai bersama. Kebijakan perberasan merupakan produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan sasaran semua warga negara. Kebijakan perberasan yang tepat adalah ketika kebijakan perberasan didasari oleh pertimbangan konsekuensi politik yang ditimbulkan dan memberi dampak positif bagi semua pihak yang menjadi sasaran keputusan politik tersebut. Pertumbuhan laju penduduk yang tinggi setiap tahun, sementara lahan semakin sempit, dikhawatirkan menimbulkan kekurangan pangan khususnya beras di dalam negeri. Pearson, et.al. (2005) mengemukakan bahwa beberapa puluh tahun ke depan beras masih menjadi bahan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Sementara laju pertumbuhan produksi masih relatif rendah (0,82%) selama periode tahun 2000-2005. Peningkatan produksi jika dibandingkan dengan laju kebutuhan relatif sangat kecil, hal ini disebabkan terbatasnya penerapan teknologi, penurunan kapasitas produksi khususnya di Jawa sebagai kontributor terbesar beras nasional. Produksi beras Indonesia sejak Pelita pertama (akhir 1960-an) hingga tahun 2000 terus mengalami peningkatan, walaupun tahun-tahun tertentu ada penurunan produksi dan bahkan pada tahun 1984 mencapai swasembada beras. Menurut Suryana et.al. (2001), pada tahun 1990 hingga 1991 volume produksi berada di bawah kebutuhan konsumsi beras domestik dan pada tahun 1992 sampai dengan pertengahan 1993 produksi meningkat hingga melebihi kebutuhan pasar dalam negeri. Tahun 1994-1995 produksi kembali berkurang dan pada tahun 1996 meningkat kembali sampai melebihi kebutuhan dalam negeri. Tahun 1997 produksi merosot sebesar 3,4 persen akibat iklim musim kering yang panjang (El Nino). Tahun 1998, pada saat krisis ekonomi, Indonesia juga mengalami krisis beras yang ditandai dengan kelangkaan artifisial sehingga harga beras tinggi. Produksi tertinggi periode 1990-2000 terjadi tahun 2000 mencapai 29,1 juta ton yang disebabkan cuaca yang mendukung setelah tahun sebelumnya mengalami gangguan El Nino. Sekitar 56% dari total produksi nasional berada di Pulau Jawa selebihnya tersebar di Sumatera (22%), Sulawesi (10%), Kalimantan lima persen dan tujuh persen tersebar di daerah lainnya.
51 Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 menyebutkan bahwa perumusan kebijakan, pengendalian dan evaluasi dilakukan melalui peran DKP serta difungsikan merumuskan kebijakan strategis (kebijakan impor, subsidi, harga, cadangan pangan dan raskin). Khusus untuk pembangunan perberasan nasional pemerintah telah mengeluarkan Inpres nomor 13 tahun 2005 tentang kebijakan perberasan yang mewajibkan kementerian terkait untuk melaksanakan upaya peningkatan pendapatan petani melalui pemberian dukungan pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas, diversifikasi usaha dan pengembangan pasca panen, kebijakan harga, kebijakan ekspor dan impor beras, penyaluran beras bersubsidi dan pengelolaan beras nasional (DKP, 2006). Beberapa kebijakan untuk tercapainya ketersediaan beras dilihat dari beberapa aspek adalah sebagai berikut: (1) Aspek ketersediaan diarahkan kepada peningkatan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan; pengembangan infrastruktur pertanian dan perdesaan; peningkatan produksi beras untuk memenuhi
kebutuhan
dalam
negeri
dan
pengelolaan
cadangan
beras
pemerintah dan masyarakat; (2) Aspek distribusi diarahkan pada efisiensi distribusi dan perdagangan; mengurangi atau menghilangkan Perda yang menghambat distribusi antar daerah; mengembangkan kelembagaan dan sarana fisik pengolahan dan pemasaran, menyusun kebijakan harga untuk melindungi produsen dan konsumen; (3) Aspek konsumsi diarahkan pada meningkatkan kemampuan akses rumah tangga sesuai kebutuhan dari segi jumlah, mutu, keamanan
dan
keseimbangan
gizi;
mendorong,
mengembangkan
dan
memfasilitasi peranserta LSM, organisasi profesi dan organisasi massa dalam memenuhi hak atas pangan dan mempercepat diversifikasi pangan ke arah konsumsi beragam dan bergizi (DKP, 2006). Elemen penting di dalam kebijakan perberasan yang dilakukan pemeritah adalah pengembangan lahan abadi 15 juta ha beririgasi dan 15 juta ha lahan kering,
pengembangan
konservasi
dan
rehabilitasi
lahan,
pelestarian
sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran sungai, pengembangan dan penyediaan benih, bibit unggul dan alsintan, pengaturan pasokan gas untuk produksi pupuk, pengembangan skim permodalan bagi petani, peningkatan produktivitas melalui perbaikan genetis dan teknologi budidaya, peningkatan efisiensi penanganan pasca panen dan pengolahan, penyediaan insentif investasi di bidang pangan dan penguatan penyuluh serta kelembagaan petani (DKP, 2006).
52 Karakteristik Personal Pemangku Kepentingan Perberasan Karakteristik
personal
menggambarkan
kondisi
para
pemangku
kepentingan perberasan pada saat dilakukan penelitian dengan menggabungkan informasi mengenai responden yang diambil dari data pada masing-masing lembaga responden. Karakteristik personal pemangku kepentingan perberasan yang diamati dalam penelitian meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman organisasi atau menjabat dan pendapatan (Tabel 2). Berikut ini gambaran umum responden yang dianalisis berdasarkan karakteristiknya. Tabel 2. Distribusi sampel menurut karakteristik personal yang diamati No 1
Karakteristik Personal Umur
2
Pendidikan Formal
3
Pengalaman Menjabat
4
Pendapatan
Kategori Pengukuran Muda (<36 Tahun) Dewasa (36-55 Tahun) Tua (>55 Tahun) Rendah (Tamat SLTA) Sedang (Tamat Diploma) Tinggi (Tamat Sarjana ) Baru (<3 Tahun) Cukup Lama (3-4Tahun) Lama (> 4 Tahun) Menengah ( 4,5 Jt-59,5 Jt ) Tinggi ( 60 Jt -115 Jt) Sangat Tinggi (116 Jt-170 Jt)
Jumlah (Jiwa) 9 40 11 2 11 47 2 40 18 28 21 11
Persentase (%) 15,0 66,6 18,4 4,0 18,0 78,0 3,3 66,7 30,0 46,7 35,0 18,3
Berdasarkan Tabel 2, karakteristik personal umur responden sebagian besar berusia dewasa. Tingkat pendidikan formal responden sebagian besar berpendidikan sarjana. Pengalaman menjabat responden sebagian besar cukup lama yaitu antara 3–4 tahun. Tingkat pendapatan perbulan responden sebagian besar tergolong menengah antara Rp 4.500.000 hingga Rp 59.500.000. Bila di bandingkan PDRB DKI, ternyata tingkat pendapatan responden pemangku kepentingan perberasan tergolong tinggi. Umur Umur seseorang berpengaruh dalam setiap aktivitas individu internal yang kuat kepada fungsi biologis dan psikologis individu. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa struktur umur responden sebagian besar terbagi pada usia dewasa (66,6%) yaitu antara 36 – 55 tahun. Mengacu pada umur produktif menurut Depnakertrans (15 – 55 tahun), maka sebagian besar responden tergolong pada usia produktif.
53 Berdasarkan hasil penelitian Tabel 2, terlihat bahwa umur responden lainnya sebagian kecil tergolong tua (18,4%) dan sisanya sebanyak 15% tergolong muda dengan umur di bawah 36 tahun. Data usia tersebut mengambarkan bahwa usia responden tergolong matang dan masih produktif dalam menjalankan kerjanya. Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar pemangku kepentingan perberasan masih cukup produktif dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya kepada konstituen yang diwakilinya. Pendapat ini didukung oleh Mardikanto (1993) yang mengatakan bahwa kelompok usia muda produktif cenderung responsif atau tanggap terhadap suatu pembaharuan. Hal ini memungkinkan kelompok usia produktif dapat berpartisipasi aktif dalam program dan kegiatan yang menunjang kesuksesan dan kelancaran program tersebut. Pendidikan Formal Tingkat pendidikan formal menjadi cermin bagi penguasaan seseorang terhadap pengetahuan dan penerapan di dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap kecepatan daya tangkap dan daya analisis terhadap suatu masalah. Begitu pula tingkat pendidikan berpengaruh pula terhadap tingkat penyesuaian dan perubahan lingkungan yang ada di sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal responden sebagian besar adalah berpendidikan sarjana (78%), lulusan Diploma sebanyak 18% dan sisanya empat persen berpendidikan SLTA, sebagian besar responden yang mempunyai jabatan di kalangan pemerintah lebih banyak bergelar Doktor (S3). Pengalaman Menjabat Pengalaman menjabat merupakan modal utama dalam memahami suatu persoalan di organisasi. Lamanya pengalaman menjabat menjadi suatu ukuran di dalam mengambil suatu kebijakan atau keputusan yang berkaitan dengan posisinya
pada suatu organisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden memangku jabatan dalam suatu organisasi, sebagian besar (66,7%) tergolong cukup lama yaitu antara 3 - 4 tahun. Sisanya sebanyak 30% responden menjabat di suatu organisasi tergolong lama dan 3,3% tergolong baru.
54 Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa proses pergantian jabatan seseorang dalam suatu organisasi dilakukan melalui mekanisme khusus, yaitu pemilihan dan penunjukan; organisasi tani memiliki pergantian pengurus, sekali dalam empat tahun melalui Musyawarah Nasional; organisasi pengusaha beras sekali dalam tiga tahun melalui mekanisme Rapat Pimpinan Nasional; pemerintah melakukan perombakan jabatan umumnya sekali dalam lima tahun sesuai dengan masa kepemimpinan departemen. Kondisi tersebut tidak mutlak ada karena acap terjadi penggantian pejabat yang dilakukan sebelum atau setelah lima tahun menjabat karena tergantung pada kebijakan pimpinan departemen atau lembaga pemerintah bersangkutan; pergantian anggota DPR terjadi sekali dalam lima tahun sesuai dengan mekanisme pemilihan umum. Namun pada waktu tertentu bisa juga terjadi pergantian antar waktu atau pindah komisi sesuai dengan keputusan partai atau fraksi masing-masing. Pendapatan Tingkat pendapatan diukur berdasarkan jumlah uang yang diterima setiap bulan dari berbagai sumber pendapatan. Pendapatan merupakan penghasilan seseorang yang didapat dari usahanya dengan bekerja pada suatu instansi atau mempunyai usaha sendiri. Mengacu kepada pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Jakarta per kapita perbulan berdasarkan harga yang berlaku sebesar Rp 65,79 juta maka sebanyak 46,7% responden tergolong mempunyai pendapatan kategori menengah, sebanyak 35% berpendapatan tinggi antara Rp 60 juta – Rp115 juta/bulan dan sebanyak 18,3% responden memiliki pendapatan yang tergolong sangat tinggi. Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan, bahwa tingkat pendapatan terendah ternyata adalah pemangku kepentingan perberasan dari kalangan organisasi tani, yakni sebesar Rp 4.500.000,- perbulan dan yang tertinggi ada pada komisi IV DPR yakni sebesar Rp 170.000.000,- perbulan.
55 Karakteristik Situasional Pemangku Kepentingan Perberasan Karakteristik situasional yaitu situasi kondisi sosial dan politik yang sedang berlangsung sesuai dengan kebiasaan politik dan realitas sosial politik nasional terkait dengan perkembangan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Komunikasi
politik
didasarkan
pada
keadaan
yang
mempengaruhi
berlangsungnya peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada sistem perpolitikan Indonesia. Karakteristik situasional yang diamati dalam penelitian ini yaitu saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Kebijakan perberasan merupakan kebijakan yang sarat dengan muatan kepentingan berbagai pihak, sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut harus terbuka dan dapat dikritisi semua pihak. Lembaga legislatif (DPR) memiliki kewajiban
untuk
mengawasi
kinerja
eksekutif
(pemerintah),
organisasi
masyarakat atau institusi sosial dan memberi masukan terhadap lembaga negara baik eksekutif maupun legislatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik situasional yang ada pada masing–masing pemangku kepentingan dalam pelaksanaan kebijakan perberasan mempunyai kondisi dan situasi yang saling berbeda berdasarkan hasil hitungan rataan skor. Selanjutnya, respons politik masing-masing pemangku kepentingan perberasan pada karakteristik situasional dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Respons politik pada karakteristik situasional Respons Politik*) Organisasi Pemerintah Pengusaha Tani Beras 1 Saluran Komunikasi Politik 3,13 3,59 3,43 2 Partisipasi Politik 3,19 3,37 3,04 3 Persepsi Politik 3,25 3,42 3,36 Rataan Skor 3,19 3,46 3,27 Keterangan: *) Rataan skor 1,00-1,80 = buruk; 1,81-2,60 = kurang; 2,61-3,40 = cukup; 3,41-4,20 = baik; 4,21-5,00 = sangat baik No
Karakteristik Situasional
DPR 3,31 3,41 3,36 3,36
Saluran Komunikasi Politik Saluran komunikasi politik adalah alat dan sarana yang memudahkan penyampaian pesan kepada khalayak. Menurut Nimmo (2001), ada tiga saluran komunikasi politik yaitu; pertama, perseorangan kepada banyak orang atau komunikasi massa; kedua, perseorangan kepada perseorangan atau komunikasi interpersonal; ketiga, penggabungan perseorangan kepada perseorangan atau perseorangan kepada banyak orang atau komunikasi organisasi.
56 Pemanfaatan saluran komunikasi politik diukur dari lima instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia yang meliputi: kebijakan HPP, impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur. Berikut penjelasan pemanfaatan saluran komunikasi politik para pemangku kepentingan perberasan utama yakni: organisasi tani, pemerintah, pengusaha beras dan komisi IV DPR. 1. Saluran Komunikasi Politik Organisasi Tani Organisasi tani dinilai cukup di dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik yang ditunjukkan dengan skor rataan 3,13. Hal ini menggambarkan bahwa saluran komunikasi politik organisasi tani pada situasi politik nasional tergolong cukup di dalam menyampaikan aspirasi organisasi tani. Organisasi tani menggunakan saluran komunikasi politiknya secara kuat hanya ketika ada instrumen kebijakan perberasan dari pemerintah yang dianggap merugikan petani padi seperti jatuhnya harga gabah di tingkat petani, realisasi subsidi benih dan pupuk serta adanya impor beras dalam jumlah besar. Sepanjang kebijakan perberasan berjalan dengan normal maka saluran komunikasi politik yang tersedia
tidak
digunakan
oleh
organisasi
tani.
Sedangkan
instrumen
pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur bukan menjadi topik utama yang dikomunikasikan secara politik oleh organisasi tani, sehingga kurang mendapatkan efek komunikasi politik bagi organisasi tani di dalam mendorong pemanfaatan saluran komunikasi politik secara efektif. Padahal, menurut Pearson et.al. (2005) kondisi pertanian di Indonesia relatif tertinggal karena kurangnya teknologi baru dan sarana prasarana infrastruktur irigasi dan pertanian yang sudah rusak karena salah urus. Pada kondisi tertentu, aspirasi politik organisasi tani tidak dapat disosialisasikan dengan baik ke petani dan pengambil keputusan, karena belum optimalnya organisasi tani memanfaatkan saluran komunikasi politik yang ada. Seperti rapat dengar-pendapat dengan komisi IV DPR atau menghadiri pertemuan dengan pihak pemerintah (DKP). Ketika saluran komunikasi politik menjadi terhambat, organisasi tani biasanya memanfaatkan komunikasi interpersonal dalam pertemuan resmi sebagai media komunikasi, sehingga kurang kuat dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik.
57 2. Saluran Komunikasi Politik Pemerintah Kalangan
pemerintah
dinilai
baik
dalam
memanfaatkan
saluran
komunikasi politik yang ditunjukkan dengan rataan skor 3,59. Pemerintah menunjukkan situasi yang tergolong setuju memanfaatkan saluran komunikasi politik untuk menyampaikan pesan komunikasi yang sarat dengan muatan politis perberasan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mampu memanfaatkan dengan maksimal berbagai saluran komunikasi politik pemerintah di bidang perberasan. Situasi ini ditunjukkan dengan publikasi dan pemanfaatan media massa dengan menyediakan serta menerbitkan beberapa jenis media sebagai sarana saluran komunikasi politik untuk dapat menjelaskan peran komunikasi politik yang dilakukan. Salah satu yang dilakukan kalangan pemerintah untuk melakukan sosialisasi politik seputar perberasan dan informasi pertanian adalah dengan menerbitkan jenis media cetak seperti “Sinar Tani” yang umumnya sarat dengan isu seputar perberasan dan pertanian. Berdasarkan beberapa instrumen kebijakan yang diputuskan, pemerintah memiliki perhatian kuat untuk mensosialisasikannya ke berbagai pihak dengan segera. Pada kondisi tertentu, kalangan pemerintah menyampaikan agenda politik berupa keputusan kebijakan perberasan HPP tiap musim panen dan melakukan impor beras. Hal ini relatif tinggi mendapat liputan dari media massa karena pemerintah sudah terbiasa menggunakan saluran komunikasi dengan media cetak dan elektronik. Isi pesan yang disampaikan juga menjadi lebih mudah
tersosialisasi
dan
lebih
cepat
mempengaruhi
khalayak,
karena
pemerintah dianggap sebagai sumber informasi yang banyak menjadi perhatian publik. Situasi ini sekaligus merupakan indikator pendukung pemerintah yang sangat baik dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik yang tersedia pada situasi politik nasional saat ini. Umumnya setiap pertemuan dengan pemangku kepentingan yang digolongkan formal, seperti pertemuan dengan DKP dan rapat dengar pendapat dengan komisi IV DPR selalu mendapat peliputan dari media massa
yang
cenderung
menjadi
saluran
komunikasi
politik
dalam
menyebarluaskan inti pembahasan kebijakan antara pihak yang terkait. Frekuensi pemerintah mendapat liputan yang lebih kuat karena beberapa instrumen kebijakan perberasan lebih banyak menjadi otoritas pemerintah.
58 3. Saluran Komunikasi Politik Pengusaha Beras Pengusaha beras tergolong baik di dalam menyalurkan aspirasi komunikasi politiknya secara intensif dan efektif dengan memanfaatkan saluran komunikasi politik. Hal ini ditunjukkan dengan memanfaatkan saluran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan dengan rataan skor 3,43. Ini menggambarkan bahwa pengusaha beras pada beberapa instrumen kebijakan memiliki tingkat perhatian yang tinggi seperti melakukan impor beras, pengembangan
teknologi
dan
perbaikan
infrastruktur,
berbeda
dengan
pemerintah yang memiliki fokus perhatian pada semua instrumen kebijakan perberasan yang ada. Organisasi pengusaha beras sudah memiliki media massa internal sebagai sarana untuk mendukung menyalurkan aspirasi politik terhadap kebijakan perberasan yang ada. Hal ini menjadi pendorong adanya perubahan pada beberapa instrumen yang berlaku sesuai dengan aspirasi pengusaha beras. Penerbitan media komunikasi dalam bentuk media cetak seperti majalah “Padi” tiap bulan oleh organisasi pengusaha beras telah membantu pengusaha beras dalam mensosialisasikan aspirasinya yang terkait dengan instrumen kebijakan perberasan, di samping melakukan komunikasi interpersonal dengan pengambil kebijakan. Fokus membahas isu perberasan setiap edisi setidaknya telah banyak mensosialisasikan beberapa agenda politik pengusaha beras pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Pesan komunikasi politik yang tinggi pada situasi politik nasional dan memiliki dukungan luas dari anggota adalah keinginan untuk tetap dibukanya katup impor beras. Hal ini juga sering disuarakan lewat pertemuan dalam wadah DKP. Analisis tersebut didukung Rush dan Althoff (2003) yang mengemukakan bahwa saluran komunikasi politik internal yang tersedia bermanfaat dan mendapat respons kuat dari anggota. Komunikasi politik merupakan proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian ke bagian lainnya, di antara sistem-sistem sosial dengan sistem politik, serta merupakan proses yang berkesinambungan, melibatkan pertukaran informasi di antara individu-individu yang satu dengan kelompoknya pada semua tingkat masyarakat.
59 4. Saluran Komunikasi Politik DPR Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara yang mengawasi kebijakan pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan pada situasi politik perberasan nasional saat ini mengindikasikan tingkat skor cukup (3,31) dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik. Hal ini terlihat dari komitmen DPR di dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik untuk mengintervensi beberapa instrumen kebijakan yang diputuskan pada pelaksanaan kebijakan perberasan dengan mengundang berbagai elemen pemangku kepentingan pada saat membahas instrumen kebijakan tersebut. Selain itu, anggota dewan cukup memanfaatkan saluran komunikasi politik melalui media massa sebagai sumber informasi utama dalam menyampaikan hasil pembahasan berbagai instrumen kebijakan perberasan. Dengan demikian, untuk meningkatkan komunikasi politik DPR, maka diperlukan peningkatan frekuensi memanfaatkan saluran komunikasi politik seperti dengan menggunakan media massa. Partisipasi Politik Partisipasi politik akan menjadi pertimbangan di dalam merumuskan kebijakan. Partisipasi politik di dalam pelaksanaan kebijakan perberasan adalah bentuk keperdulian dan tingkat responsif secara politik terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Partisipasi politik diukur dari lima aspek instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia yaitu: kebijakan HPP, impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur. Tingkat partisipasi politik memiliki perbedaan dalam pelaksanaan kebijakan perberasan yang diukur dengan rataan skor pada masing-masing pemangku kepentingan. Selanjutnya tingkat partisipasi politik masing-masing para pemangku kepentingan perberasan akan dijelaskan dalam pembahasan berikut meliputi: 1. Partisipasi Politik Organisasi Tani Partisipasi
politik
yang
dilakukan
oleh
organisasi
tani
terhadap
pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor 3,19. Artinya, organisasi tani memiliki tingkat partisipasi politik yang cukup pada lima instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan dalam situasi politik perberasan nasional. Tingkat partisipasi politik yang dilakukan tidak setinggi ketika ada instumen yang dianggap kontroversial. Partisipasi politik organisasi tani semakin meningkat apabila ada pelaksanaan instrumen kebijakan yang dianggap ekstrim, seperti impor beras dalam jumlah besar, penerapan HPP yang tidak tepat dan dianggap
60 merugikan petani dan subsidi benih dan pupuk yang tidak tepat waktu. Jika kebijakan tentang hal ini masih berjalan normal maka organisasi tani menempatkan posisinya sebagai organisasi sosial dalam menolong hak–hak petani. Namun, organisasi tani juga terkadang melakukan pressure kepada pihak pengambil kebijakan seperti pada persoalan pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur perberasan. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi tani masih tergolong cukup memberikan kontribusinya terhadap penyampaian aspirasi petani. 2. Partisipasi Politik Pemerintah Partisipasi politik pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor 3,37. Artinya, pemerintah memiliki tingkat partisipasi politik yang cukup pada lima instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan dalam situasi politik perberasan nasional. Namun, dengan semakin banyaknya departemen yang mengurusi beberapa instrumen kebijakan perberasan menyebabkan peran partisipasi politik pemerintah menjadi tidak kuat karena sebagian besar otoritas instrumen kebijakan perberasan banyak dipengaruhi dan diputuskan melalui masukan beberapa departemen terkait. Selain itu, partisipasi politik pemerintah sebagai pemangku kepentingan perberasan juga dipengaruhi oleh media massa dalam konteks pemberitaan pelaksanaan kebijakan perberasan yang belum kuat terakomodasi karena terhambat birokrasi antar departemen. Akibatnya informasi tentang berbagai kebijakan perberasan menjadi terhambat. 3. Partisipasi Politik Pengusaha Beras Partisipasi politik yang dilakukan oleh pengusaha beras memiliki tingkatan rataan skor 3,04. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi politik pengusaha beras tergolong cukup pada beberapa instrumen yang menjadi fokus kebijakan yang dianggap menguntungkan mereka dalam hal pelaksanaan kebijakan perberasan. Untuk beberapa kebijakan instrumen perberasan seperti penetapan HPP, partisipasi politik pengusaha belum baik, cenderung apatis. Pengusaha beras selama ini cenderung membeli gabah petani di atas harga HPP sehingga terkesan pengusaha beras tersebut tidak mendukung kebijakan tersebut tetap ada. Instrumen yang lain mengindikasikan bahwa partisipasi politik pengusaha beras tinggi mendukung impor beras dan perbaikan infrastruktur pada
pelaksanaan
kebijakan
perberasan.
Karena
dengan
suksesnya
61 pelaksanaan instrumen tersebut memberi nilai tambah keuntungan bagi pengusaha beras. Kebijakan perberasan dewasa ini memberi nilai keuntungan yang rendah kepada pengusaha beras dengan adanya kecenderungan pemerintah untuk membatasi pemberian ijin impor beras secara terbatas dan dengan tingkat kenaikan bea masuk impor yang tidak normal sehingga tidak ada jaminan kepastian bahwa dalam jangka panjang ijin impor tersebut tetap berlaku. Meskipun demikian, ternyata masih ditemukan adanya pengusaha beras yang masih memperoleh surat ijin impor dari Departemen Perdagangan karena pengusaha tersebut dapat melobi pemerintah agar mereka dapat melakukan impor beras khususnya untuk beberapa jenis beras kualitas tinggi. Hal ini diperkuat oleh hasil ”wawancara” dengan para pengusaha beras yang menyatakan bahwa walaupun ada larangan impor beras dari luar negeri tetapi ternyata masih banyak beras impor yang masuk ke tanah air. 4. Partisipasi Politik DPR Partisipasi politik DPR yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan perberasan tergolong baik dengan rataan skor 3,41. Partisipasi politik Komisi IV DPR semakin tinggi, pada saat sorotan publik semakin tinggi terhadap instrumen kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah, seperti penentuan impor beras, penetapan HPP dan realisasi subsidi benih dan pupuk. Dengan kata lain, DPR juga berupaya mempertahankan citra politik mereka di publik dengan cara berpihak kepada aspirasi petani. Partisipasi politik komisi IV DPR semakin tinggi dengan semakin banyaknya tuntutan dari publik ke pemerintah untuk segera melakukan perbaikan pada implementasi kebijakan perberasan. Kritikan publik
kepada
pemerintah juga semakin kuat di dalam menentang isu kebijakan perberasan yang tidak memihak ke petani seperti pilihan impor beras. Persepsi Politik Persepsi politik adalah pandangan atau pendapat politik dari para pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan yang berlaku saat ini. Persepsi politik para pemangku kepentingan perberasan mempunyai tingkatan yang berbeda terhadap lima instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia yang meliputi; kebijakan HPP, impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tingkat rataan skor masing-masing pemangku
62 kepentingan terhadap lima instrumen kebijakan, dimana kalangan pemerintah dikategorikan baik persepsi politiknya. Selanjutnya, penjelasan persepsi politik antar pemangku kepentingan perberasan akan dijelaskan dalam uraian berikut meliputi: 1. Persepsi Politik Organisasi Tani Persepsi
politik
organisasi
tani
sebagai
pemangku
kepentingan
perberasan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan tergolong cukup dengan rataan skor 3,25. Organisasi tani memaknai bahwa kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah saat ini, dipersepsikan pada posisi mendukung penerapan HPP, subsidi benih dan pupuk serta larangan impor beras demi mendukung kepentingan petani. Namun, dalam hal pengembangan teknologi dan
perbaikan
infrastruktur
secara
politik
dipersepsikan
masih
kurang
mendukung kepentingan rakyat. Karena saat ini pengurus organisasi tani melihat infrastruktur khususnya saluran irigasi masih kurang dan lemah di dalam memacu produksi beras nasional. Inti ketidaksetujuan organisasi tani juga terkait dengan ketika mekanisme impor beras dilakukan oleh pemerintah sebagai pilihan mengatasi kekurangan stok beras. Menurut mereka, hal ini sebenarnya tidak perlu dilakukan karena akan berdampak pada ketidakpastian bagi petani padi di dalam berusaha. Hasil wawancara dengan pengurus organisasi tani menunjukkan bahwa impor beras seharusnya merupakan solusi terakhir di dalam memenuhi kebutuhan beras dalam negeri karena adanya gagal panen dan bencana alam. Selama produksi beras dalam negeri masih mencukupi pemerintah tidak perlu melakukan impor dan sebaiknya melakukan perbaikan infrastruktur dan menerapkan teknologi baru yang dapat memacu produksi beras dalam negeri yang diikuti dengan konsistensi pemerintah di dalam menerapkan HPP terhadap gabah petani ketika musim panen. Untuk memacu produksi beras dalam negeri dan bahkan dapat melakukan ekspor, maka perbaikan infrastruktur irigasi dan membuka lahan persawahan baru adalah hal-hal yang dikemukakan oleh organisasi tani sebagai solusi.
63 2. Persepsi Politik Pemerintah Persepsi politik pemerintah terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor tergolong baik (3,42). Artinya, kebijakan perberasan yang ditempuh pemerintah sudah sesuai dengan pilihan kebijakan yang dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari tahap penyusunan kebijakan sampai tahap implementasi di lapangan. Namun, anggaran pemerintah untuk melakukan perbaikan dan penerapan teknologi baru dan perbaikan infrastruktur irigasi sangat terbatas dengan adanya tumpang tindih kepentingan kebijakan sektoral yang terkait dengan kebijakan perberasan. Secara tidak langsung, hal ini memperparah kondisi pembangunan pertanian, khususnya tanaman padi pada beberapa instrumen kebijakan. Hal ini diungkapkan oleh pejabat Departemen Pertanian yang merasa bahwa haknya untuk pengelolaan pertanian justru sangat terkait dengan kebijakan pada departemen lain. Secara politik, urusan kebijakan pertanian khususnya tanaman padi merupakan tanggungjawab Departemen Pertanian. Namun temuan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa kewenangan kebijakan yang semula ditangani oleh Departemen Pertanian sekarang ditangani oleh beberapa departemen. Kebijakan terkait irigasi diserahkan wewenangnya kepada Departemen PU, kebijakan produksi pupuk di Departemen BUMN dan Departemen Perdagangan, pemasaran dan distribusi hasil pertanian terletak pada wewenang Departemen Perdagangan dan Perum Bulog. Dengan demikian, terlihat tidak adanya sinergi pengelolaan perberasan di institusi pemerintah sendiri. 3. Persepsi Politik Pengusaha Beras Persepsi politik pengusaha beras terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor tergolong cukup (3,36). Artinya, persepsi politik pengusaha beras kategori cukup pada situasi politik perberasan nasional. Kecenderungan
persepsi
politik
mereka
terhadap
kebijakan
perberasan
menunjukkan bahwa instrumen yang ada selama ini dinilai buruk sebagian atau mendukung
beberapa
instrumen
kebijakan
yang
selama
ini
dilakukan
pemerintah. Di samping itu, pengusaha beras mendukung pemerintah tetap membuka katup impor beras dalam negeri apabila tidak mampu untuk diarahkan pada upaya memperbaiki sistem pertanian dan perbaikan pada beberapa instrumen dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Alasan lain yang dikemukakan adalah harga beras impor justru lebih murah dibanding dengan harga lokal yang dibeli
64 dari petani. Ketatnya larangan impor seperti saat ini malah justru memberi peluang terjadinya penyeludupan beras di beberapa titik. Sebagai contoh, beberapa pengusaha yang mempunyai pengaruh kekuasaan dan dapat memperoleh ijin impor beras terbatas, ternyata kini sudah mendistribusikannya ke beberapa kota besar. Berdasarkan temuan beberapa pengusaha PERPADI, ternyata beras impor sudah ada yang masuk ke pasar tradisional dan bahkan diijinkan dipasarkan di Hypermarket dan pusat perbelanjaan besar. Sebenarnya, menurut beberapa pengusaha beras, nilai pendapatan dan keuntungan yang akan mereka peroleh menjadi lebih tinggi bila mereka turun langsung membeli gabah ke petani. Dengan demikian dapat bersaing dengan harga beras impor yang lebih murah dibanding beras dalam negeri. 4. Persepsi Politik DPR Persepsi politik DPR terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor tergolong cukup (3,36) dalam menilai beberapa kebijakan perberasan yang berlaku saat ini. Hal ini terlihat dari kecenderungan anggota DPR di dalam mendukung beberapa instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan seperti tetap menerapkan HPP dalam pembelian gabah petani pada situasi panen raya, mendistribusikan benih dan pupuk bersubsidi tepat waktu dan sasaran serta tidak melakukan impor beras dalam jumlah besar. Hasil pengamatan anggota DPR dalam kunjungan mereka ke daerah menemukan beberapa kasus kelangkaan pupuk, benih palsu dan beberapa tempat mengalami kekeringan karena rusaknya saluran irigasi. Para anggota DPR mengatakan setuju jika pemerintah tidak melakukan impor beras. Namun dalam kebijakan perbaikan infrastruktur dan pegembangan teknologi persepsi politik DPR masih lemah. Artinya, anggota DPR berpersepsi bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kebijakan ini masih dianggap belum baik. Dilihat dari kebijakan stabilitas harga beras tidak memperlihatkan hasil yang diharapkan.
65 Perilaku Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan Perilaku komunikasi politik pada penelitian ini menyangkut perilaku yang diakibatkan oleh dampak atau efek pemberitaan media massa seperti keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik responden terhadap pemberitaan media massa seputar pelaksanaan kebijakan perberasan. Perilaku komunikasi politik dalam penelitian meliputi: keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku komunikasi politik yang ada pada masing–masing pemangku kepentingan dalam pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan adanya perbedaan berdasarkan hasil hitungan rataan skor. Selanjutnya, respons politik masing-masing pemangku kepentingan perberasan pada perilaku komunikasi politik dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Respons politik pada perilaku komunikasi politik Respons Politik*) Organisasi Pemerintah Pengusaha No Tani Beras 1 Keterdedahan Media Massa 3,34 3,16 3,35 2 Respons Opini Publik 3,48 3,24 3,26 3 Sikap Politik 3,14 3,71 2,87 Rataan skor 3,32 3,37 3,16 Keterangan: *) Rataan skor 1,00-1,80 = buruk; 1,81-2,60 = kurang; 2,61-3,40 = cukup; 3,41-4,20 = baik; 4,21-5,00 = Sangat baik Perilaku Komunikasi Politik
DPR 3,07 3,42 3,29 3,26
Keterdedahan pada Media Massa Keterdedahan pada media massa yaitu kecenderungan memanfaatkan media cetak maupun elektronik sebagai sumber informasi sehubungan pelaksanaan kebijakan perberasan. Rakhmat (2007) menjelaskan bahwa seseorang akan mendengar dan membaca apa yang diinginkannya serta menolak apa yang tidak dikehendakinya. Keterdedahan pada media massa antar masing–masing pemangku kepentingan berbeda pada pelaksanaan kebijakan perberasan, selanjutnya diuraikan dalam pembahasan berikut ini. 1. Keterdedahan Organisasi Tani pada Media Massa Keterdedahan organisasi tani terhadap media massa pada pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor 3,34. Ini berarti keterdedahan organisasi tani mengenai isi pesan tentang pemberitaan seputar kebijakan perberasan di media massa tergolong cukup. Informasi dari media massa tersebut cukup dimanfaatkan oleh organisasi tani sebagai rujukan pelaksanaan kebijakan perberasan. Perilaku keterdedahan pada media massa di kalangan organisasi tani ini perlu terus dipacu tentunya melalui pemanfaatan media massa
66 yang sarat dengan isi pesan seputar politik perberasan. Hal ini penting dilakukan, karena informasi media massa masih dianggap memiliki peran dalam membangun pandangan politik para pengurus organisasi tani. Keterdedahan pada media massa semakin nyata andilnya ketika masalah kebijakan perberasan dan pertanian menjadi pemberitaan yang terus-menerus. Beberapa bentuk efek dari keterdedahan media massa oleh organisasi tani adalah tindakan demonstrasi saat kebijakan pemerintah dianggap merugikan seperti melakukan impor beras pada saat kondisi surplus beras di dalam negeri. Hasil pengamatan terhadap organisasi tani menunjukkan peran media massa masih dianggap sebagai salah satu sumber informasi penting dalam memperkuat beberapa isu kebijakan politik perberasan. Keterdedahan pada media massa oleh organisasi tani terhadap informasi pelaksanaan kebijakan perberasan juga memanfaatkan media cetak internal organisasi tani seperti majalah
“Tani
Merdeka.”
Media
tersebut
sarat
dengan
berita
seputar
implementasi kebijakan perberasan dan informasi seputar dunia pertanian. 2. Keterdedahan Pemerintah pada Media Massa Pemerintah sebagai pengatur regulasi kebijakan perberasan ternyata memiliki tingkat keterdedahan atau ketergantungan pada informasi media massa tergolong cukup dengan rataan skor 3,16. Berarti, tingkat ketergantungan pemerintah atas informasi dari media massa cukup berpengaruh dalam membentuk perilaku komunikasi politik, di dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan politik perberasan. Informasi seputar kebijakan perberasan di media massa terbatas dibanding berita lainnya, dengan demikian informasi media internal pemerintah juga masih menjadi salah satu rujukan utama. Hasil wawancara dengan kalangan pemerintah mengemukakan bahwa pada kondisi tertentu mereka beranggapan bahwa Informasi dari media massa hanya jadi pelengkap data pemerintah, namun di pihak lain isi berita media massa bisa juga menjadi salah satu pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan. Artinya, informasi media massa juga bisa mempengaruhi tindakan politik pemerintah terkait implementasi kebijakan perberasan. Informasi media massa sendiri menurut pemerintah juga bisa melebih-lebihkan kondisi “buruk” perberasan di Indonesia.
67 Menurut pejabat pemerintah, ketika ada instrumen kebijakan yang sifatnya polemik di masyarakat maka “koran” ramai-ramai memberitakannya. Namun, ketika informasi yang sifatnya prestasi pemerintah dalam kebijakan perberasan seperti tahun 2004-2005 yang telah kembali swasembada beras, media massa tidak optimal mensosialisasikannya. Dengan demikian mereka lebih cenderung menggunakan informasi media internal sebagai informasi utama dan menjadi salah satu rujukan untuk disampaikan ke masyarakat. 3. Keterdedahan Pengusaha Beras pada Media Massa Keterdedahan pengusaha beras terhadap informasi media massa seputar kebijakan politik perberasan menunjukkan angka rataan skor 3,35. Berarti pengusaha beras tergolong cukup menggunakan media massa sebagai informasi seputar politik perberasan di Indonesia. Bagi pengusaha beras, informasi dan ketergantungannya terhadap media massa merupakan bentuk keingintahuan pada implementasi perkembangan informasi harga di tingkat petani dan daya beli konsumen, di samping informasi terkini seputar pelaksanaan kebijakan perberasan di beberapa tempat. Ketergantungan pada media massa oleh pengusaha beras memiliki tingkat ketergantungan yang cukup dimana mereka juga berlangganan media cetak. Pengusaha beras memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengetahui informasi komoditas beras setiap saat, hal ini berdasarkan temuan di lapangan bahwa pengusaha beras memiliki atau berlangganan tetap pada majalah yang diterbitkan oleh pengurus PERPADI yaitu majalah “Padi.” Majalah pengurus PERPADI umumnya sarat dengan informasi seputar politik perberasan. Artinya, keterbatasan pada pemberitaan media massa yang umum, menjadikan majalah “Padi” sebagai salah satu pilihan mereka. 4. Keterdedahan DPR pada Media Massa Keterdedahan
DPR
pada
media
massa
terkait
kebijakan
politik
perberasan menunjukkan rataan skor 3,07. Berarti, komisi IV DPR masih tergolong cukup ketergantungannya atas informasi perberasan yang bersumber dari media massa. Hal ini sangat dimungkinkan karena media massa sendiri memiliki keterbatasan di dalam memuat informasi perberasan, dengan kata lain frekuensi pemberitaan politik perberasan minim dibanding informasi seputar politik, sosial dan ekonomi. Mereka banyak memanfaatkan media massa sebagai sumber informasi kebijakan perberasan ketika hal tersebut biasanya menyangkut
68 yang sifatnya polemik di publik seperti rencana impor beras atau ada beberapa implementasi pemerintah yang bermasalah di tingkat petani. Kalangan DPR sendiri juga bisa memperoleh informasi kebijakan perberasan dari pemerintah, akademisi, asosiasi pengusaha dan organisasi tani pada waktu rapat kerja dan rapat dengar-pendapat sehingga tidak mutlak hanya bersumber dari media massa. Selanjutnya, komisi IV DPR sendiri memiliki akses terhadap berbagai sumber informasi relevan, karena dengan posisi dan fungsinya sebagai anggota legislatif yang banyak mengontrol dan kerjasama dengan pemerintah. Respons terhadap Opini Publik Respons terhadap opini publik yang dimaksud adalah bentuk respons dan tindakan politik pemangku kepentingan terkait kebijakan perberasan di Indonesia. Opini publik adalah pandangan orang yang tidak terorganisir, tersebar dimanamana karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara sadar atau tidak dapat bergerak serentak dalam menyikapinya. Santoso (2004) mengemukakan opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial dan menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Respons terhadap opini publik seputar implementasi instrumen kebijakan perberasan di Indonesia masing-masing pemangku kepentingan memiliki perbedaan. Organisasi tani dan komisi IV DPR tergolong memiliki respons yang baik terhadap opini yang berkembang di publik. Berikut penjelasan respons antar pemangku kepentingan terhadap politik perberasan di Indonesia seperti dalam uraikan berikut ini. 1. Respons Organisasi Tani terhadap Opini Publik Respons organisasi tani terhadap opini publik mengenai kebijakan politik perberasan menunjukkan kategori baik dengan rataan skor 3,48. Ini berarti, respons mereka terhadap opini publik tergolong baik dalam mempengaruhi peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Dimana organisasi tani memiliki pandangan yang sama dengan beberapa pendapat yang dikemukakan di publik terkait politik perberasan di Indonesia. Hal ini bisa juga menjelaskan bahwa semakin banyak kontribusi pendapat, opini, tulisan, kritikan dan masukan seputar implementasi kebijakan perberasan maka sangat baik dalam mempengaruhi perilaku tindakan komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
69 Tindakan komunikasi politik yang dilakukan organisasi tani dalam menanggapi opini publik seputar kebijakan yang sifatnya merugikan petani maupun organisasi petani adalah dengan melakukan tindakan demonstrasi, lobby politik, audiensi dan korespondensi ke DPR dan Pemerintah. Data organisasi tani menunjukkan bulan Juli 2007 merupakan tingkat demonstrasi yang paling banyak melibatkan beberapa organisasi tani, ormas, petani, organisasi mahasiswa dan beberapa LSM menolak impor beras. Hal ini menggambarkan bahwa organisasi tani juga memiliki pandangan yang sama dengan publik, yakni merasa keberatan atas kebijakan impor beras. Dengan demikian, organisasi tani memiliki respons yang baik atas opini masyarakat yang menolak impor beras dilakukan pemerintah. 2. Respons Pemerintah terhadap Opini Publik Respons pemerintah terhadap opini publik mengenai kebijakan politik perberasan menunjukkan rataan skor 3,24. Ini berarti respons pemerintah terhadap opini publik pada pelaksanaan kebijakan perberasan tergolong cukup. Dengan kata lain, pemerintah juga memiliki keinginan menanggapi opini publik. Hal ini juga mempengaruhi tindakan politik untuk mengakomodir masukan dari masyarakat. Dengan tidak memberikan ijin untuk melakukan ekspor walau tingkat permintaan tinggi di luar negeri merupakan salah satu tindakan yang tepat dalam merespons keinginan masyarakat. Kondisi ini menggambarkan dimana pemerintah cukup tepat didalam merespons opini masyarakat baik yang disalurkan melalui media massa maupun masukan dari beberapa pihak. Opini yang berkembang di dalam masyarakat saat ini berupa terjadi ketakutan dan kekhawatiran stok beras di dalam negeri berkurang apabila pemerintah “tergoda” melakukan ekspor dalam jumlah besar. 3. Respons Pengusaha Beras terhadap Opini Publik Respons pengusaha beras terhadap opini publik mengenai politik pelaksanaan kebijakan perberasan mempunyai rataan skor 3,26. Berarti respons pengusaha beras terhadap kebijakan politik perberasan tergolong cukup. Ini menggambarkan pengusaha beras memiliki tingkat penilaian yang seiring pada beberapa opini publik dalam merespons perbaikan beberapa instrumen kebijakan di dalam negeri.
70 Pengusaha beras berpendapat setuju dengan masukan masyarakat bahwa perlu dilakukan modernisasi sektor pertanian khususnya tanaman padi. Karena
hal
ini
berdampak
pada
pemulihan
produksi
padi,
sehingga
meningkatkan produksi beras di dalam negeri dan mampu melakukan ekspor ketika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi. Pengusaha beras menolak opini publik yang tidak memperbolehkan impor beras, artinya tidak semua opini publik bisa diterima para pengusaha. Karena menurut beberapa pengusaha sepanjang belum dapat membenahi implementasi beberapa kebijakan di dalam negeri, semestinya pemerintah memberi izin impor setiap saat. Hal ini seperti diungkap oleh pengusaha beras di pasar Cipinang yang mengatakan untuk kondisi saat ini melakukan impor tidak masalah sepanjang demi menjaga harga dapat dijangkau konsumen. 4. Respons DPR terhadap Opini Publik Respons anggota DPR terhadap opini publik terkait pelaksanaan kebijakan perberasan ditunjukkan dengan rataan skor 3,42. Berarti respons anggota DPR terhadap opini publik seputar kebijakan politik perberasan tergolong baik. Hal ini terlihat bahwa komisi IV DPR sejalan dengan beberapa opini publik yang berkembang mengenai beberapa instrumen kebijakan yang harus dibenahi. Bentuk tanggungjawab para anggota dewan untuk merespons beberapa komentar dan pemberitaan di media massa. Kritikan para akademisi seputar pelaksanaan kebijakan perberasan tergolong baik diterima oleh DPR. Bentuk dukungan terhadap opini publik dilakukan komisi IV DPR dengan tindakan politik seperti hak interpelasi ke pemerintah terkait impor beras. Menolak impor beras, mendukung melakukan perbaikan infrastruktur merupakan bentuk respons baik atas opini publik. Berdasarkan data “jaring aspirasi” diterimanya audiensi beberapa kalangan saat pembahasan interpelasi rencana impor beras dan terjadinya kelangkaan pangan di Papua merupakan sikap baik dukungan pada aspirasi rakyat. Merespons opini publik ditandai juga dengan menerima audiensi ormas Islam, Kristen, organisasi tani dan beberapa LSM pada saat komisi IV DPR menilai pemerintah lemah dalam mengimplementasikan kebijakan pangan di Papua.
71 Sikap Politik Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan tindakan politik yang mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik, 1999). Sikap politik dari masing–masing pemangku kepentingan perberasan berdasarkan lima instrumen kebijakan perberasan di Indonesia terdapat perbedaan. Sikap politik diukur berdasarkan rataan skor atas kebijakan perberasan yang selama ini diberlakukan. Pemerintah memiliki sikap politik yang sangat baik penilaiannya atas politik perberasan yang berlaku, sementara organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR memiliki penilaian yang berbeda dengan sikap politik pemerintah. Berikut penjelasan sikap politik masing-masing pemangku kepentingan seperti diuraikan berikut ini. 1. Sikap Politik Organisasi Tani Sikap politik yang dilakukan oleh organisasi tani terhadap politik pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan angka rataan skor 3,14. Artinya, sikap politik pengurus organisasi tani pada perilaku komunikasi politik tergolong cukup. Pilihan sikap politik ini berarti mengindikasikan bahwa beberapa instrumen belum memberi keuntungan bagi petani. Bagi organisasi tani jika instrumen pemerintah berpihak pada nasib petani maka hal itu akan didukung, sebaliknya jika beberapa kebijakan yang dikeluarkan tidak berpihak, maka yang dilakukan adalah penolakan. Untuk pelaksanaan penerapan HPP pada musim panen raya, petani memiliki sikap mendukung. Namun untuk impor beras, organisasi tani memiliki sikap menolak. Banyaknya organisasi tani berdemonstrasi ketika kebijakan perberasan dilanggar merupakan bukti nyata bahwa sikap politik beberapa organisasi tani di Indonesia tetap konsisten. Dengan tidak adanya perbaikan dan pengembangan teknologi pertanian menunjukkan bahwa organisasi tani menilai pemerintah lemah pada tahap implementasi. Sehingga sikap yang ditunjukkan adalah menolak beberapa instrumen dan mendukung beberapa instrumen yang telah dilakukan pemerintah pada kelima instrumen. 2. Sikap Politik Pemerintah Sikap politik pemerintah terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan angka rataan skor 3,71. Berarti pemerintah memiliki sikap politik baik dalam menilai kebijakan perberasan yang berlaku. Dengan demikian pemerintah merasa bahwa kebijakan politik perberasan sudah sesuai. Pilihan
72 sikap mendukung mengarahkan perilaku komunikasi dan tindakan politiknya mempertahankan lima instrumen tetap berlaku. Sikap politik pemerintah didasari atas penilaian mereka selama ini, bahwa kebijakan yang dikeluarkan sudah tepat. Hal ini turut mempengaruhi sikap politik dalam institusinya bahwa kebijakan yang ada sudah sesuai dengan kemampuan anggaran dan dukungan dari berbagai departemen pemerintah. Sikap politik pemerintah mengindikasikan bahwa mereka adalah tetap menjadi penentu utama dalam mengatur berbagai rumusan pilihan instrumen yang dijalankan di Indonesia. Walaupun tetap melibatkan pihak di luar pemerintah, namun sikap politik pemerintahlah yang tetap mendominasi pada beberapa keputusan politik perberasan. 3. Sikap Politik Pengusaha Beras Sikap politik oleh pengusaha beras terhadap kebijakan perberasan ditunjukkan oleh angka rataan skor 2,87. Hal ini berarti pengusaha beras memiliki tingkat dukungan cukup dan cenderung memiliki sikap politik yang menolak pada beberapa instrumen kebijakan yang berlaku. Kecenderungan penolakan oleh pengusaha beras berkaitan dengan kebijakan perberasan yang sekarang mengarah tidak adanya ijin impor beras dalam jumlah besar. Sementara pengusaha beras menilai dengan kondisi tersebut masih tepat untuk impor beras dengan pertimbangan bahwa implementasi kebijakan yang ada tidak berdampak baik pada mereka. Sepanjang pemerintah belum mampu mengatasi berbagai persoalan dalam politik perberasan seperti persoalan benih, pupuk, infastruktur irigasi dan pengembangan teknologi. Maka, pemerintah seharusnya tetap memberi izin untuk impor dalam jumlah besar. Pengusaha beras menilai adanya impor beras, akan lebih efisien dibanding bila membeli beras di beberapa daerah karena biaya yang dikeluarkan lebih mahal. Harga beras impor lebih murah dan dijual dengan harga tinggi karena bersaing dengan tingkat kualitas dan kuantitas. Hasil wawancara dengan pengusaha beras mengemukakan bahwa ketika melakukan pembelian beras di daerah untuk didatangkan ke Jakarta sering mendapatkan kasus “pungli” sehingga hal ini menambah biaya.
73 Berdasarkan
sikap
politik
pengusaha
beras
untuk
instrumen
pemberlakuan HPP, menilai hal ini berdampak pada kecenderungan harga lebih tinggi. Padahal menurut mereka pada kondisi tertentu pembelian gabah petani bisa di bawah harga HPP. Penerapan HPP akan merugikan pengusaha beras sehingga menolak adanya instrumen tersebut tetap berlaku. Untuk Instrumen yang lain seperti pembenahan irigasi dan pemakaian teknologi baru mereka menganggap pemerintah lemah dalam melakukan pembenahan. 4. Sikap Politik DPR Sikap politik anggota DPR terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan angka rataan skor 3,29. Berarti, anggota DPR memiliki sikap politik cukup pada pelaksanaan kebijakan perberasan yang
berlaku. Hal ini
menjelaskan bahwa pelaksanaan kebijakan perberasan yang berjalan saat ini memiliki sikap mendukung dan menunjukkan penolakan pada beberapa kebijakan perberasan yang belum dijalankan oleh pemerintah secara optimal. Perilaku komunikasi politik yang dijalankan selama ini dalam membentuk sikap politik diilhami oleh pilihan kebijakan yang selama ini ditempuh pemerintah. Penolakan kalangan anggota DPR pada impor beras merupakan bentuk sikap politik yang konsisten dan solusi yang salah dipilih pemerintah di dalam memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Beberapa kebijakan perberasan yang memiliki sikap penolakan cukup tinggi terutama terhadap impor beras, tidak tepatnya dalam penyaluran subsidi benih dan pupuk serta tidak adanya perbaikan infrastruktrur. Sedangkan untuk penerapan HPP, komisi IV DPR menilai pemerintah sudah tepat dalam implementasinya, sehingga petani tidak mengalami kerugian pada musim panen raya.
74 Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan Peran komunikasi politik dilihat dari status, fungsi, keberpihakan dan respons
masing-masing
pelaksanaan
kebijakan
pemangku perberasan.
kepentingan Menurut
Rush
terhadap dan
instrumen
Althoff
(2003)
menyatakan bahwa komunikasi politik adalah sebagai katalisator karena memberikan unsur sarana dinamik dengan nama informasi yang secara politis relevan bisa membentuk orientasi tujuan politik. Dengan demikian, peran komunikasi politik yang dilakukan setiap pemangku kepentingan perberasan lebih berpihak pada kepentingan konstituen yang diwakilinya. Oleh karena itu, masing-masing pemangku kepentingan menginginkan kepentingannya lebih diutamakan di dalam pelaksanaan instrumen kebijakan perberasan. Hasil perhitungan rataan skor peran komunikasi politik di dalam merespons kebijakan perberasan yang meliputi: Harga Pembelian Pemerintah, Melakukan Impor Beras, Subsidi Benih dan Pupuk, Pengembangan Teknologi dan Perbaikan Infrastruktur menunjukkan adanya perbedaan. Secara politik adanya perbedaan di dalam merespons kebijakan perberasan akan diteruskan dengan melakukan lobi-lobi politik, negosiasi politik dan keinginan untuk terlibat aktif di dalam membuat peraturan implementasi instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan. Selanjutnya, peran komunikasi politik masing-masing pemangku kepentingan di dalam merespons kebijakan perberasan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Peran komunikasi politik pelaksanaan kebijakan perberasan No 1 2 3 4 5
Pelaksanaan Kebijakan Perberasan Harga Pembelian Pemerintah Melakukan Impor Beras Subsidi Benih dan Pupuk Pengembangan Teknologi Perbaikan Infrastruktur Rataan Skor
Keterangan: *)
Peran Komunikasi Politik *) Organisasi Tani
Pemerintah
Pengusaha Beras
DPR
3,53 2,58 3,40 3,49 3,46 3,29
3,27 3,28 3,39 4,15 4,20 3,65
3,04 3,70 3,28 3,39 3,55 3,39
4,11 2,59 3,17 3,19 3,31 3,27
Rataan Skor 1,00-1,80 = Sangat Tidak Setuju; 1,81-2,60 = Tidak Setuju; 2,61-3,40 = Ragu- ragu; 3,41-4,20 = Setuju; 4,21-5,00 = Sangat Setuju
Berdasarkan perhitungan rataan skor peran komunikasi politik masingmasing pemangku kepentingan perberasan, ternyata pemerintah masih lebih dominan dalam memberi respons politik terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Selanjutnya dijelaskan peran komunikasi politik masing-masing
75 pemangku kepentingan dalam merespons kebijakan perberasan yang selama ini berlaku, di dalam uraian berikut ini. 1. Peran Organisasi Tani Organisasi tani memiliki respons yang tergolong setuju dengan rataan skor 3,53 terhadap kebijakan HPP, skor 3,49 untuk pegembangan teknologi dan skor 3,46 untuk perbaikan infrastruktur pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Selanjutnya respons organisasi tani yang tergolong pada kategori ragu-ragu yaitu rataan skor 3,40 untuk subsidi benih dan pupuk. Sedangkan respons organisasi tani yang tergolong pada kategori tidak setuju yaitu rataan skor 2,58 untuk melakukan impor beras. Kalangan pengurus organisasi tani merespons setuju adanya penerapan HPP diberlakukan. Dengan demikian, peran komunikasi politik yang dilakukan juga setuju di dalam mempengaruhi kebijakan perberasan untuk tetap mempertahankan penerapan instrumen kebijakan HPP. Jadi organisasi tani memfungsikan perannya sebagai penghubung dalam menyampaikan aspirasi yang berkembang di tingkat petani. Harga pembelian pemerintah dianggap sebagai standar harga dasar dalam membeli gabah petani, sehingga organisasi tani
setuju
untuk
mengemukakan,
tetap
dipertahankan.
pemerintah
harus
tetap
Pengurus
organisasi
memerankan
tani
fungsinya
juga dalam
mengontrol pembelian gabah petani dengan menerapkan HPP. Selanjutnya respons yang dilakukan terhadap pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur menunjukkan organisasi tani memiliki respons setuju. Artinya, organisasi tani mendukung kebijakan realisasi pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur melalui peran komunikasi politik yang disampaikan kepada para pengambil kebijakan. Bagi organisai tani terbangunnya infrastruktur seperti irigasi dan teknologi berdampak pada meningkatnya pendapatan petani, sehingga kesejahteraannya juga membaik. Terbangunnya irigasi yang baik dan petani mengadopsi teknologi baru dapat mempercepat meningkatnya produksi beras nasional, sehingga mengurangi peluang masuknya beras luar negeri dalam jumlah besar. Dengan demikian, ada keberpihakan terhadap peningkatan produksi beras nasional, sehingga tidak tergantung pada produksi negara lain. Argumen demikian sesuai pendapat Arifin (2007) yang mengemukakan terbentuknya saluran irigasi yang baik merupakan hal utama untuk memacu produksi padi, di samping dukungan kebijakan lainnya. Perbaikan irigasi dan pengenalan teknologi diharapkan mampu meningkatkan produksi beras nasional.
76 Kebijakan impor beras organisasi tani memberi respons tidak setuju berdasarkan hasil rataan skor. Dengan demikian, para pengurus organisasi tani menolak impor beras terus dilakukan. Artinya, organisasi tani masih memiliki keberpihakan terhadap nasib petani, sesuai dengan peran yang melekat pada kedudukannya sebagai wakil kepentingan petani di dalam negeri. Hal ini juga mempertegas posisi organisasi tani yang cenderung membela kepentingan petani di dalam negeri dibanding dengan kemauan beberapa pihak yang merasa diuntungkan dengan impor beras. Kondisi ini juga diperkuat dengan beberapa sikap politik organisasi tani yang selalu menolak impor beras setiap ada keinginan dari pemerintah atau pengusaha beras untuk melakukan impor beras. Bagi organisasi tani impor beras merupakan instrumen kebijakan yang salah dalam politik perberasan Indonesia, sekaligus gambaran “penghianatan” para pengambil kebijakan atas nasib para petani di dalam negeri. Organisasi tani melakukan peran komunikasi politik dengan mengusulkan impor beras tidak dilakukan, guna memberi kepastian berusaha bagi petani. 2. Peran Pemerintah Pemerintah memiliki respons yang tergolong ragu-ragu dengan rataan skor 3,27 terhadap kebijakan HPP pada pelaksanaan kebijakan perberasan, skor 3,28 untuk melakukan impor beras, skor 3,39 untuk subsidi benih dan pupuk. Sedangkan respons pemerintah yang tergolong pada kategori setuju yaitu skor 4,15 untuk pengembangan teknologi dan skor 4,20 untuk perbaikan infrastruktur. Kalangan pejabat pemerintah merespons dengan ragu-ragu untuk tetap memberlakukan HPP setiap saat, yang berarti bahwa tidak semua kalangan pemerintah di dalam melakukan komunikasi politik memiliki suara bulat di dalam menginginkan hal tersebut diberlakukan secara kontinu. Pejabat pemerintah menginginkan pemberlakuan HPP hanya pada waktu musim panen raya. Artinya, pemerintah di satu pihak tidak berkeinginan harga jatuh di musim panen raya, tapi di pihak lain menginginkan petani mendapat harga pembelian padi yang lebih baik atau tetap tinggi pada musim paceklik. Umumnya, harga di tingkat petani jatuh pada saat panen raya, dan mengalami kenaikan harga pada musim paceklik yaitu di atas HPP. Dengan demikian, petani dapat menjual gabah pada harga lebih tinggi.
77 Pengadaan beras oleh pemerintah sebagian besar dilakukan pada bulan Februari sampai Juli, sesuai periode panen raya. Pada saat itu, Perum Bulog menjadi lebih proaktif untuk mengindentifikasi daerah-daerah yang mengalami harga di bawah HPP (DKP, 2006). Biasanya pemerintah melalui DKP mengundang organisasi tani dalam penentuan penerapan standar HPP tiap tahun. Dengan demikian hal ini juga dimanfaatkan dengan baik oleh para pemangku
kepentingan
dalam
menyampaikan
aspirasi
mereka.
Peran
komunikasi politik dapat dipengaruhi pihak lain dalam memutuskan penetapan HPP seperti organisasi tani, pengusaha beras dan kalangan DPR. Ada beberapa alasan kebijakan pemerintah melakukan pengaturan HPP, seperti menjaga kestabilan harga beras, mendorong minat investasi di tingkat usahatani agar tetap baik. Hal ini juga akan merangsang petani menggunakan teknologi baru serta alat-alat pertanian baru apabila harga tetap menguntungkan mereka. Apabila petani merasa rugi di setiap musim panen, maka berakibat pada berkurangnya minat petani untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan bertani serta berlanjut pada kerugian masyarakat secara keseluruhan. Untuk melakukan impor beras pejabat pemerintah memiliki respons yang tergolong ragu-ragu sebagai salahsatu komponen pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya pemerintah berada pada posisi yang mendukung impor beras ketika stok beras di dalam negeri sudah berada pada tahap tidak mencukupi atau stok beras menghawatirkan sehingga dapat mengganggu stabilitas politik. Dengan demikian, peran komunikasi politik yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengoptimalkan sumber stok beras yang berasal dari petani di dalam negeri, walaupun tidak tertutup untuk melakukan impor beras. Kebijakan impor beras merupakan kebijakan yang dilakukan melalui keputusan politik pemerintah sebagi regulator utama. Pada kondisi tertentu pemerintah lebih memperioritaskan tersedianya beras dengan harga yang stabil. Apabila beras berada pada stok terbatas dan harga cenderung naik, menjadi pendorong pemerintah untuk melakukan impor beras. Dalam hal ini, peran pemerintah di satu pihak menerima aspirasi petani dengan optimal melakukan pemenuhan kebutuhan bersumber dari petani di dalam negeri, namun di pihak lain pemerintah juga berpihak pada konsumen dengan menyediakan harga beras yang terjangkau oleh masyarakat luas. Oleh sebab itu, pemerintah juga berpihak pada konsumen dengan cara melakukan impor beras demi harga yang lebih
78 murah. Oleh karena itu, pemerintah memfungsikan Bulog sebagai stabilisator harga beras di dalam negeri. Beberapa hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa beralihnya fungsi Bulog menjadi Perum berperan untuk mendorong tetap melakukan impor beras. Dengan fungsinya sebagai Perum akan berdampak pada berkurangnya fungsi sosial dan daya serap terhadap pembelian gabah petani. Tujuannya juga lebih condong mencari keuntungan bisnis semata, meninggalkan beberapa peran sosial seperti dalam melakukan stabilitas harga dan menyalurkan “raskin.” Hasil temuan di lapangan juga mengemukakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah lebih murah jika melakukan impor beras dibanding dengan membeli gabah petani atau membangun pertanian yang sudah terlanjur rusak atau “salah urus.” Pada prakteknya, data impor beras juga sering terjadi perbedaan, dimana ternyata lebih banyak jumlah beras yang diimpor dibandingkan dengan jumlah yang disampaikan ke publik. Hal ini disinyalir karena adanya praktek penyelundupan beras dan tidak adanya keakuratan data. Gambar 2, menunjukkan perkembangan produksi kebutuhan dan impor beras dari tahun 2002-2007. 35.000.000 30.000.000 25.000.000 20.000.000
produksi beras
15.000.000
kebutuhan beras
10.000.000
impor
5.000.000 0 2002
2003
2004
2005
2006
Gambar 2. Perkembangan produksi, kebutuhan dan impor beras (Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, 2007)
Pada periode 2004-2005 misalnya, rataan impor beras Indonesia dicatat oleh The Rice Report (TRR), United States Departement of Agriculture (USDA) dan Food and Agriculture Organization (FAO), masing-masing sebanyak 555 ribu ton, 575 ribu ton dan 650 ribu ton (Sawit, 2006). Hal tersebut berarti ada perbedaan data impor beras antara yang dipublikasikan pemerintah dengan yang dikeluarkan organisasi internasional.
79 Bila melihat potensi pengembangan tanaman padi yang dikeluarkan Departemen Pertanian, sebenarnya Indonesia tidak memerlukan impor beras. Potensi cadangan beras masyarakat terdiri dari stok beras di rumah tangga petani, stok rumah tangga konsumen, stok di penggilingan dan stok beras di pedagang. Secara keseluruhan stok beras masyarakat di luar Jawa lebih besar dibandingkan persediaan beras di Jawa berdasarkan jumlah populasi penduduk di Indonesia (DKP, 2006). Untuk kebijakan implementasi subsidi benih dan pupuk respons yang dilakukan pemerintah tergolong ragu-ragu. Artinya, pemerintah sendiri secara politik mengalami kesulitan dalam merealisasi kebijakan subsidi benih dan pupuk tepat waktu dan sasaran. Hal ini disebabkan, karena ada keterbatasan kewenangan pada peran departemen sebagai pengambil kebijakan. Adanya sikap politik ragu-ragu dari pemerintah juga disebabkan oleh anggaran yang tersedia masih dialokasikan untuk sektor lain di luar pertanian. Dengan demikaian berdampak pada tidak mampunya menyediakan subsidi benih dan pupuk. Untuk pendukung produksi pupuk seperti gas, dialihkan untuk memenuhi ekspor
pemerintah.
Sehingga
alokasi
yang
seharusnya
untuk
alokasi
memproduksi pupuk jadi berkurang di dalam negeri. Kalangan pejabat pemerintah berpendapat bahwa terjadinya kelangkaan pupuk disebabkan oleh adanya keterlambatan anggaran subsidi untuk produksi pupuk dan benih. Berdasarkan informasi Departemen Perdagangan sebagai pengatur penyaluran pupuk bersubsidi terhambat anggaran. Hambatan ini terletak di Departemen Keuangan yang menyalurkan anggaran subsidi kepada BUMN yang bertugas memproduksi benih dan pupuk bersubsidi. Akibatnya kebutuhan pupuk dan benih yang bersubsidi terbatas. Kondisi ini memicu tingginya harga benih dan pupuk di tingkat petani, karena tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Respons politik pemerintah terhadap pengembangan teknologi pada pelaksanaan kebijakan perberasan ternyata tergolong setuju. Artinya, pemerintah memiliki sikap mendukung dan mendorong tindakan pengembangan teknologi melalui peran komunikasi politik. Pemerintah membutuhkan teknologi dalam meningkatkan pendapatan petani. Pengembangan teknologi tidak terbatas hanya teknologi budidaya, pemerintah juga mendorong swasta untuk membantu dalam peningkatan produksi beras nasional melalui pendekatan teknologi. Pemerintah sendiri mulai berubah paradigma dalam memandang sektor pertanian artinya
80 kalangan swasta terlibat membantu produksi beras nasional. Hal ini terkait adanya ketebatasan anggaran untuk pengembangan teknologi. Perusahaan BUMN juga terus didorong untuk terlibat dalam penyediaan benih unggul dan teknologi pertanian. Sawit (2006) menjelaskan bahwa negara yang mengalami pertumbuhan sektor pertanian khususnya tanaman pangan padi biasanya melakukan investasi riset teknologi. Untuk mengadopsi teknologi dari lembaga riset pemerintah mensubsidi para petani. Respons infrastruktur
politik
yang
dilakukan
pemerintah
terhadap
perbaikan
tergolong setuju (4.20). Berarti, komunikasi politik pemerintah
secara politis dalam penyelesaian perbaikan infrastruktur baik kepada beberapa pihak. Artinya, pemerintah menyadari bahwa infrastruktur perberasan sudah memerlukan perbaikan saat ini. Dengan demikian peran komunikasi politik kuat dilakukan ke berbagai pihak di kalangan pemerintah. Kesulitan selama ini adalah alokasi anggaran perbaikan kurang karena pemerintah fokus pembiayaan pada aspek di luar pertanian. Hal ini juga menjelaskan komunikasi politik kuat dilakukan, namun terdapat kelemahan pada tingkat sinkronisasi kebijakan antar pemerintah. Beberapa pejabat pemerintah di Departemen Pertanian mengemukakan pada beberapa usulan anggaran untuk perbaikan irigasi belum dapat realisasi melalui APBN. Disamping itu, kewenangan perbaikan irigasi tidak lagi mutlak di bawah tanggungjawab Departemen Pertanian melain Pihak Departeman PU. Penelitian Pearson, et.al. (2005) mengemukakan, banyak jaringan irigasi yang harus direhabilitasi dan dipelihara membutuhkan biaya besar. Kesulitan dana karena
krisis
ekonomi,
membuat
pemerintah
menemui
kesulitan
untuk
mengembangkan infrastruktur pertanian di Indonesia . Sejak krisis ekonomi 1997, pemerintah tidak memilki anggaran yang cukup dalam perbaikan infrastruktur pertanian. Pemerintah seharusnya berperan penting menyediakan prasarana sosial-ekonomi pertanian, pengairan, irigasi dan sarana pendukung produksi beras. Untuk saat ini tidak bisa karena besarnya dana pembagunan untuk membanyar utang luari (DKP, 2006). Selanjutnya Arifin (2007), menjelaskan dalam 10 tahun terakhir tidak ada pembangunan irigasi baru dan minimnya dana operasional dan pemeliharaan.
81 3. Peran Pengusaha Beras Pengusaha beras memiliki respons yang tergolong ragu-ragu dengan rataan skor 3,04 terhadap kebijakan HPP pada pelaksanaan kebijakan perberasan, skor 3,28 untuk subsidi benih dan pupuk serta skor 3,39 untuk pengembangan teknologi. Sedangkan respons pengusaha beras yang tergolong pada kategori setuju yaitu rataan skor 3,70 untuk melakukan impor beras dan skor 3,55 untuk perbaikan infrastruktur. Kalangan pengusaha beras ternyata memiliki respons politik tergolong ragu-ragu
terhadap
implementasi
kebijakan
HPP.
Dengan
demikian,
keberpihakan pengusaha beras terhadap persoalan petani seperti penerapan HPP
tergolong
kurang.
Artinya
pengusaha
beras
hanya
menginginkan
keuntungan dengan harga yang sesuai dengan harga pasar dan tidak terlalu memikirkan apa yang menjadi keinginan petani mengenai pemberlakuan HPP. Peran komunikasi politik yang dilakukan juga lebih mendorong para pengambil kebijakan untuk tidak memberlakukan HPP seperti pada saat panen raya. Berdasarkan hasil pengamatan pengusaha beras lebih menginginkan pembelian gabah petani disesuaikan menurut harga pasar yang berlaku di petani. Biasanya
petani menjual gabahnya ke pembeli yang harganya lebih
tinggi. Kecenderungan harga turun yaitu saat panen raya dan tinggi pada musim paceklik. Sehingga pengusaha beras menyesuaikan dengan harga pasar dan menginginkan keuntungan sesuai harga di petani, karena harga gabah juga bisa lebih rendah dari HPP. Artinya, pengusaha beras tidak terlalu memikirkan apa yang menjadi keinginan petani seperti penerapan HPP. Melainkan yang utama adalah mencari keuntungan dari harga gabah yang berlaku. Selanjutnya kalangan pengusaha beras ternyata memiliki respons politik ragu-ragu terhadap reasilasi ketersediaan subsidi benih dan pupuk. Artinya, pengusaha beras kurang berpihak pada kepentingan petani seperti tersedianya subsidi benih dan pupuk. Sehingga pengusaha beras cenderung hanya berpihak pada kepentingan aspirasi pengusaha beras, tidak terlalu memikirkan keinginan petani untuk mendapatkan subsidi benih dan pupuk. Untuk kebijakan pengembangan teknologi, pengusaha beras bersikap ragu-ragu merespons terhadap realisasi kebijakan tersebut. Dengan demikian, peran komunikasi politik pengusaha beras tidak maksimal dalam menyuarakan pengembangan teknologi bagi petani. Berarti, keberpihakan pengusaha beras terhadap persoalan petani seperti dalam pengembangan teknologi tergolong
82 kurang. Dengan demikian, pengusaha beras pada kebijakan perberasan cenderung hanya menyuarakan kepentingan mereka kurang dalam menyuarakan kepentingan para petani. Pemangku kepentingan pengusaha beras memiliki respons politik setuju dengan impor beras, sehingga peran komunikasi politik yang dilakukan adalah mendorong para pengambil kebijakan untuk tetap melakukan impor beras. Artinya, pengusaha beras memiliki kecenderungan untuk tetap mempengaruhi instrumen kebijakan perberasan supaya tetap ada impor beras dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan demikian, mereka cenderung tidak memiliki keberpihakan pada aspirasi petani yang tidak menginginkan adanya impor beras di Indonesia. Bisnis impor beras memiliki nilai ekonomis menguntungkan bagi pengusaha beras dibanding membeli langsung ke petani. Beberapa hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa impor beras merupakan bisnis menguntungkan bagi pengusaha beras dan sangat merugikan bagi petani di Indonesia untuk jangka panjang. Pengusaha beras cenderung melakukan pendekatan dengan melakukan lobi politik, mediasi politik melalui komunikasi politik ke pejabat atau pengambil keputusan supaya impor beras tetap berlaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Muis (2000), bahwa komunikasi politik merupakan proses komunikasi yang menggunakan kecerdasan, kepintaran, kecerdikan bahkan kelicikan (sagacity, expediency, craftiness, judiciusness, schemmingness) dengan tujuan mengatur masyarakat dan negara. Dalam pengertian ini segala macam komunikasi politik optimal
dipakai pengusaha beras atau kelompok pelaku
ekonomi (presure groups) untuk mengontrol, menguasai serta mengatur masyarakat dan negara. Untuk perbaikan infrastruktur pengusaha beras memiliki respons yang setuju. Dengan demikian peran komunikasi politik yang dilakukan adalah dengan mendorong
adanya
keberpihakan
dalam
perbaikan
infrasturuktur
demi
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi beras di dalam negeri agar dapat memenuhi kebutuhan pengusaha beras dan mengurangi keinginan melakukan impor.
83 4. Peran Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat memiliki respons yang tergolong setuju dengan rataan skor 4,11 terhadap kebijakan HPP pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Selanjutnya respons DPR tergolong kategori tidak setuju yaitu, rataan skor 2,59 untuk kebijakan impor beras. Sedangkan respons DPR yang tergolong pada kategori ragu-ragu yaitu rataan skor 3,17 untuk subsidi benih dan pupuk, skor 3,19 untuk pengembangan teknologi dan skor 3,31 untuk perbaikan infrastruktur. Kalangan
DPR
ternyata
memiliki
respons
setuju
untuk
tetap
mempertahankan HPP pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, peran komunikasi politik yang dilakukan DPR adalah tetap mendukung kebijakan HPP pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi politik DPR adalah dengan mempengaruhi pemerintah melalui rapat kerja dan rapat dengar pendapat setiap musim panen raya. Pertemuan DPR dengan para pemangku kepentingan perberasan yang lain juga cenderung menginginkan HPP direalisasikan. Sehingga peran komunikasi politik DPR selalu menjadi perhatian utama publik dalam memberi rambu-rambu terhadap kebijakan yang diputuskan pemerintah. Kesalahan dalam mengambil sikap politik, membuat rakyat kecewa terhadap kinerja DPR khususnya para petani. Selanjutnya kalangan DPR memiliki respons yang tidak setuju terhadap kebijakan impor beras. Berarti, DPR memiliki sikap politik menolak setiap ada impor beras. Dengan demikian, peran komunikasi politik yang dilakukan adalah sikap tidak setuju kepada pihak-pihak yang mengiginkan adanya impor beras. Artinya, DPR memberi dukungan lemah untuk melakukan impor beras pada kebijakan perberasan di Indonesia. Sehingga, peran komunikasi politik mereka cenderung selalu menolak impor beras. Bentuk sikap politik demikian menunjukkan DPR masih ada keberpihakan terhadap nasib petani. Respons tindakan politik yang dilakukan DPR adalah dengan melakukan monitoring pelaksanaan kebijakan perberasan khususnya impor beras. Dewan Perwakilan Rakyat juga menerima aspirasi kalangan yang tidak setuju impor beras. Berdasarkan hasil temuan di lapangan menunjukkan audiensi pengaduan beberapa ormas dan LSM yang melakukan pertemuan dengan DPR untuk menolak impor beras, pada bulan Juni-Agustus 2007 ada 10 organisasi tani dan LSM. Dengan demikian, partisipasi publik juga menjadi pendorong penolakan DPR terhadap impor beras diberlakukan.
84 Untuk kebijakan subsidi benih dan pupuk DPR memiliki respons yang ragu-ragu. Artinya, kalangan DPR kurang merespons secara politik terhadap realisasi subsidi benih dan pupuk pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Dengan demikian peran komunikasi politik yang dilakukan juga tidak kuat mempengaruhi pemerintah dalam mengatasi subsidi benih dan pupuk. Berarti peran komunikasi politik yang dilakukan DPR berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan subsidi benih dan pupuk. Kondisi ini juga menjadi gambaran bahwa kurangnya perhatian DPR terhadap kebijakan subsidi benih dan pupuk secara ekonomi, menambah mahalnya harga saprodi di tingkat petani. Kebijakan subsidi benih dan pupuk serta perbaikan infrastruktur kurang diperhatikan oleh DPR. Situasi ini dibuktikan dengan respons yang ragu-ragu dalam bersikap secara politik. Dengan demikian peran komunikasi politik DPR untuk penyediaan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur masih tergolong lemah. Kebijakan pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur kalangan DPR memiliki respons politik yang ragu-ragu. Artinya, DPR lemah dalam menyikapi persoalan pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur pertanian. Hal ini berdampak pada tidak kuatnya peran komunikasi politik yang disampaikan ke pengambil kebijakan untuk mengatasi persoalan para petani. Kalangan DPR cenderung perduli terhadap persoalan pertanian atau perberasan hanya ketika mendapat perhatian kuat dari masyarakat. Pengembangan teknologi merupakan persoalan yang hampir tiap musim menjadi persoalan petani, namun hal ini bukan isu kebijakan yang menarik bagi DPR sehingga kurang direspons secara politik. Sementara kebijakan impor beras merupakan kebijakan
yang
banyak
mengundang
perhatian
publik,
sehingga
ada
kecenderungan cepat ditanggapi. Hal ini juga untuk membangun citra lembaga DPR ketika impor beras dilakukan, segera direspons secara politik untuk menunjukkan bahwa DPR peduli terhadap petani.
85 Hubungan Karakteristik Personal dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan Karakteristik personal yang dianalisis derajat keterhubungannya dengan peubah terikat peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman menjabat dan tingkat pendapatan perbulan, menggunakan rank Spearman. Analisis hubungan antara karakteristik personal dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dilihat padaTabel 6 berikut ini. Tabel 6. Hubungan karakteristik personal dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan Peran Komunikasi Politik pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (rs) N Organisasi Pemerintah Pengusaha DPR o Tani Beras 1 Umur 0,282 -0,050 -0,207 0,110 2 Pendidikan Formal -0,121 0,500* 0,197 0,437 3 Pengalaman Menjabat 0,536* 0,153 0,306 0,525* 4 Pendapatan -0,478* -0,124 -0,318 -0,526* Keterangan: * taraf nyata pada p< 0,05 rs = rank Spearman Karakteristik Personal
Berdasarkan Tabel 6 di atas, karakteristik personal seperti pendidikan formal, pengalaman menjabat dan pendapatan perbulan berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan formal berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pejabat pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi pendidikan formal yang dimiliki oleh responden kalangan pemerintah, maka frekuensi komunikasi politik kebijakan perberasan yang diperankannya semakin tinggi. Hal ini bisa dipahami bahwa semakin tinggi pendidikan formal pejabat tersebut maka tingkat penguasaan atas bidangnya semakin tinggi, sehingga akan berpengaruh terhadap bentuk penyampaian komunikasi politik yang dilakukan. Hal ini sangat menentukan atas penguasaan masalah seputar kebijakan perberasan yang ada. Dengan demikian, solusi yang ditawarkan juga memiliki dasar yang kuat untuk dapat dikomunikasikan ke berbagai pihak dengan baik. Jenjang pendidikan ternyata masih menjadi penentu dalam penempatan individu di lembaga pemerintah dan berdampak pada peningkatan peran komunikasi politiknya karena berada pada posisi tersebut. Pada struktur pemerintahan,
tingkat pendidikan masih menjadi salah satu indikator dalam
86 menempatkan individu pada posisi tanggungjawab pekerjaannya sehingga sangat dimungkinkan pemberlakuan pendidikan sebagai syarat utama di dalam melakukan komunikasi politik dengan pihak internal dan eksternal. Kondisi ini diperkuat dengan deskripsi karakteristik pendidikan responden di kalangan pemerintah yang sebagian besar berpendidikan sarjana dan pascasarjana. Dimana dengan tingkat pendidikan yang tinggi tersebut, menyebabkan pejabat pemerintah ini menempati posisi atau kedudukan serta jabatan strategis di bidang perberasan nasional. Pada Tabel 6 di atas, menunjukkan pula bahwa pendidikan formal pendidikan tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan yang dilakukan oleh organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR. Hal ini bisa dipahami, karena tingkat pendidikan formal responden kalangan organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR tidak dijadikan prasyarat utama untuk mereka berkontribusi memainkan peran komunikasi politik perberasan. Secara umum dalam politik maupun organisasi masyarakat, tingkat pendidikan formal tidak menjadi syarat mutlak untuk menjadi anggota atau pengurus. Demikian pula dalam UU partai politik, menjadi anggota dewan, gubernur, bupati dan bahkan presiden hanya mensyaratkan lulusan SMU. Bahkan pada pemilu 2004 untuk menjadi anggota legislatif, KPU tetap meloloskan yang berpendidikan formal setara SLTP. Sehingga untuk organisasi massa dan partai politik, strata pendidikan tidak menjadi ukuran mutlak dalam penempatan posisi atau jabatan. Namun yang lebih menentukan peran dalam politik adalah adanya dukungan politik dari massa dan konstituennya. Seperti, Megawati menjadi presiden maupun Harmoko menjadi ketua MPR cukup dengan Ijasah SLTA. Artinya kemampuan dan penguasaan keahlian dalam komunikasi politik dan kepemimpinan yang lebih utama dalam melakukan peran komunikasi politik dibanding pendidikan formal yang tinggi. Pada peubah pengalaman menjabat berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan terutama pada organisasi tani dan komisi IV DPR. Artinya, pengalaman menjabat semakin lama pada posisi dalam suatu organisasi atau instansi, membuat peran komunikasi politik pengurus organisasi tani dan anggota komisi IV DPR pada pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi tani dan komisi IV DPR
87 mempunyai kontribusi dalam mengkomunikasikan berbagai persoalan dalam implementasi kebijakan perberasan. Hal ini dapat dikemukakan karena kebijakan yang ada saat ini bisa saja diputuskan oleh pejabat sebelumnya, pejabat sekarang hanya tinggal menjalankan atau mengikuti kebijakan yang sudah ada. Pada prakteknya, implementasi kebijakan perberasan yang menjadi fokus perhatian pihak organisasi tani dan komisi IV DPR adalah persoalan yang timbul pada setiap musim panen maupun musim paceklik. Hal ini mengakibatkan organisasi tani dan komisi IV DPR harus memikirkan bentuk penyelesaian persoalan yang dihadapi oleh petani dengan cara mengkomunikasikan kepada pemerintah sebagai regulator kebijakan. Dalam beberapa kasus seperti penentuan HPP, jika tidak ada desakan dari petani dan organisasi tani, maka pemerintah enggan menaikkan harga HPP tetapi mengikuti mekanisme harga pasar. Pengalaman menjalankan suatu peran dalam masyarakat masih menjadi penentu pada bidang-bidang tertentu di berbagai kehidupan masyarakat. Lama seseorang dalam menjalankan profesi yang selama ini digeluti berhubungan dengan tingkat penguasaan yang dilakukan. Begitu pula pengalaman lamanya menjabat tidak selalu menjadi penentu tingginya peran komunikasi politik yang dilakukan oleh pengusaha beras dan kalangan pemerintah. Namun tidak demikian dengan organisasi tani dan anggota DPR. Hasil penelitian yang dilakukan Jauhari (2004) menyatakan terdapat 56% anggota legislatif telah menduduki jabatannya di legislatif lebih dari satu periode, sedangkan yang baru pertamakali menjadi anggota dewan hanya 44 persen. Hal ini berarti bahwa semakin lama periodisasi menjadi anggota dewan, menyebabkan perilaku komunikasi politik semakin akomodatif dan tinggi tingkat penyaluran aspirasi mereka pada pembahasan legislasi UU. Hal ini disebabkan karena aksesibilitas responden terhadap lingkungan internal dan eksternal lembaga legislatif lebih banyak dibanding dengan mereka yang baru pertama menjadi anggota dewan. Peubah pendapatan pada karakteristik personal berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan peran komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi tani dan komisi IV DPR. Artinya, semakin tinggi pendapatan yang dimiliki oleh responden organisasi tani dan DPR, maka peran komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan perberasan semakin menurun. Dengan kata lain, semakin besar pendapatan per bulan pengurus organisasi tani dan anggota komisi IV DPR menyebabkan peran komunikasi politik mereka untuk melakukan
88 lobi, mediasi, advokasi maupun kontrol terhadap kebijakan pemerintah di dalam perberasan cenderung menurun. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pendapatan pengurus organisasi tani maupun anggota legislatif yang tinggi bukan semata-mata diperoleh dari aktivitasnya sebagai pengurus organisasi tani dan anggota dewan. Hal itulah yang menyebabkan pengalokasian pendapatan mereka yang tinggi tersebut tidak digunakan (berkorelasi negatif) untuk mengkomunikasikan berbagai aspirasi yang berpihak kepada kepentingan petani. Pendapatan yang tinggi bukan menjadi faktor penentu dalam memotivasi pekerjaan dan tugas yang diembankan oleh pengurus organisasi tani dan anggota DPR, termasuk dalam melaksanakan kelima aspek peran komunikasi politik perberasan. Walaupun peubah pendapatan tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik yang dilakukan pejabat pemerintah di bidang perberasan dan pengusaha beras dalam pelaksanaan kebijakan perberasan, tetapi hubungan positif masih terlihat antar kedua peubah. Seperti halnya, pejabat pemerintah sebagai pengatur utama kebijakan perberasan mempunyai tanggungjawab di dalam mengemban tugas tersebut. Untuk itu mereka diberi insentif (pendapatan) yang secara resmi dan sudah diatur dalam peraturan yang ada. Begitu pula, pengurus asosiasi pengusaha beras sebagai suatu organisasi mempunyai tugas dan wewenang memainkan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Penghasilan mereka cenderung tinggi dari bisnis beras, tidak secara otomatis memudahkan pengurus asosiasi pengusaha beras memberikan respons optimal memainkan peran komunikasi politik kebijakan perberasan. Berdasarkan analisis uji korelasi rank Spearman menunjukkan, hipotesis I yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara karakteristik personal dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan sebagian besar diterima.
89 Hubungan Karakteristik Situasional dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan Karakteristik situasional yang dianalisis derajat keterhubungannya dengan peubah terikat peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan meliputi: saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi politik, menggunakan uji rank Spearman. Analisis hubungan antara karakteristik situasional dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Hubungan karakteristik situasional dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan No
Karakteristik Situasional
Peran Komunikasi Politik pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (rs) Organisasi Pemerintah Pengusaha DPR Tani Beras
1
Saluran Komunikasi Politik 0,148 0,401** 2 Partisipasi Politik 0,348** 0,309** 3 Persepsi Politik 0,296** 0,558** Keterangan: * Taraf nyata pada p< 0,05; ** Sangat nyata pada p<0,01
0,091 0,556** 0,284*
0,356** 0,331** 0,062
rs = rank Spearman
Berdasarkan Tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa karakteristik situasional saluran komunikasi politik berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan oleh pemerintah dan DPR. Ini berarti semakin tinggi memanfaatkan saluran komunikasi politik yang dilakukan oleh responden pemerintah dan DPR, maka peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan perberasan semakin tinggi. Kondisi ini dapat dikemukakan bahwa tumbuhnya berbagai saluran komunikasi politik pada situasi politik nasional mempermudah dan memanfaatkan saluran komunikasi politik untuk mendukung menyampaikan aspirasi ataupun dalam sosialisasi pelaksanaan kebijakan perberasan. Analisis ini diperkuat bahwa kalangan pemerintah dan DPR merupakan pusat informasi utama pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Kalangan media massa sendiri lebih optimal dalam menyalurkan informasi kepada khalayak dengan mengambil sumber utamanya pemerintah dan DPR. Dengan demikian, keputusan dan implementasi beberapa instrumen kebijakan lebih banyak ditentukan kedua lembaga tersebut serta sosialisasi aspirasi kedua lembaga lebih optimal dalam pemanfaatan saluran komunikasi politik pada situasi politik nasional. Selanjutnya tingkat intensitas pertemuan antara DPR dan pemerintah lebih sering terjadi dengan mekanisme rapat kerja dan pertemuan formal sebagai mitra kerja antara legislatif
90 dan eksekutif dalam lingkup hubungan tatanegara di Indonesia. Sehingga frekuensi memanfaatkan saluran komunikasi politik masing-masing kelembagaan lebih optimal dimanfaatkan. Begtiu pula aktivitas pemerintah pada situasi politik nasional dalam kebijakan perberasan lebih banyak memanfaatkan saluran komunikasi politik yang ada dibanding pemangku kepentingan yang lain. Penyelenggaraan diskusi, seminar dengan mengundang berbagai pakar pertanian, pelaku ekonomi dan beberapa asosiasi yang terkait dengan kebijakan perberasan merupakan salah satu saluran komunikasi politik yang dilakukan pemerintah. Pada beberapa kasus pemerintah relatif banyak mendapat liputan media dalam menjelaskan program pertanian dan kebijakan perberasan. Dalam situasi politik nasional saat ini pemerintah lebih mudah menyalurkan komunikasi politiknya dengan media komunikasi yang tersedia. Hal ini juga ditunjukkan dengan posisi pemerintah sebagai salah satu sumber informasi sehingga kuat dalam memanfaatkan saluran komunikasi yang ada. Dengan posisi tersebut, tidak semua instrumen kebijakan perberasan banyak mendapat liputan media. Pemerintah memanfaat dan banyak menggunakan saluran komunikasi politik biasanya pada instrumen yang mendapat perhatian banyak dari publik. Untuk
situasi
politik
nasional
DPR
memiliki
kesempatan
dalam
memanfaatkan saluran komunikasi politik. Hal ini seiring dengan posisi DPR sebagai salah satu institusi sumber informasi pelaksanaan kebijakan perberasan. Fungsi dan kewenangan yang dimiliki juga berpengaruh pada pemanfaatan saluran komunikasi politik untuk menyampaikan aspirasi dan sosialisasi kebijakan kepada pihak pemerintah dan publik. Pada situasi politik perberasan DPR sendiri bisa mengundang berbagai elemen pemangku kepentingan pada pembahasan beberapa instumen kebijakan perberasan, dengan sendirinya berbagai jenis saluran komunikasi politik dapat dimanfaatkan. Berkembangnya berbagai media massa telah membantu menyalurkan berbagai aspirasi yang berkembang sehingga pengambil kebijakan lebih mudah menangkap apa yang menjadi tuntutan dan keinginan berbagai pihak. Analisis di atas seiring dengan pendapat Nimmo (2001) bahwa saluran komunikasi politik sebagai alat dan sarana yang memudahkan penyampaian pesan, dimana saluran komunikasi politik yang digunakan meliputi
satu kepada orang banyak atau komunikasi
massa, komunikasi interpersonal, dan gabungan komunikasi personal dengan komunikasi massa.
91 Karakterisitik
situasional
untuk
saluran
komunikasi
politik
tidak
berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik oleh organisasi tani dan pengusaha beras pada pelaksanaan perberasan dapat dijelaskan bahwa saluran komunikasi politik yang tersedia selama ini belum optimal dalam mendukung peran komunikasi politik organisasi tani dan pengusaha beras. Peran komunikasi politik dengan saluran yang ada belum banyak bermanfaat dalam menyalurkan aspirasi organisasi tani dan pengusaha beras. Kondisi ini dapat dikemukakan karena media massa sebagai salah satu saluran komunikasi politik yang utama pemberitaannya tidak terlalu tinggi frekuensinya pada pelaksanaan kebijakan perberasan sehubungan dengan aspirasi keinginan organisasi tani dan pengusaha beras. Peran media massa dalam meliput dan pemberitaan perkembangan pelaksanaan kebijakan perberasan umumnya terbatas pada instrumen yang mendapat perhatian dari publik seperti impor beras dan penerapan HPP. Untuk kalangan organisasi tani dan pengusaha beras mekanisme
memanfaatkan
saluran
komunikasi
politik
terbatas
tingkat
frekuensinya ketika ada pertemuan resmi seperti pertemuan DKP dan rapat dengar-pendapat dengan DPR. Inilah yang menjadi indikator lemahnya organisasi tani dan pengusaha beras dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik pada situasi politik perberasan nasional. Saluran komunikasi politik erat kaitannya dengan sasaran yang dituju dan efek komunikasi yang diharapkan. Pelaksanaan kebijakan perberasan akan mudah disosialisasikan dan dimengerti masyarakat apabila sudah terbentuk saluran komunikasi yang tepat dan efektif dalam penyampaian pesannya. Kebijakan yang tidak sesuai dan ada pertentangan dari masyarakat akan langsung direspons dengan memanfaatkan jenis saluran komunikasi yang paling tepat dan efisien. Sebagai proses yang mekanis seperti yang dikemukakan Nimmo (2001), dalam komunikasi politik terdapat sesuatu (pesan) mengalir melintasi ruang dan waktu dari satu titik (sumber/penerima) kepada titik yang lain (sumber/ penerima) secara simultan. Eksistensi empiriknya terletak atau berada pada saluran komunikasi politik. Karakterisitik situasional untuk partisipasi politik merupakan suatu tingkat keterlibatan dalam proses politik dan penyelenggaraan aktivitas kebijakan pemerintah. Partisipasi politik organisasi tani cenderung tinggi apabila ada instrumen kebijakan yang dianggap berdampak merugikan pada kepentingan petani. Partisipasi politik muncul dan berhadapan dengan pengambil kebijakan
92 dengan sikap kritisme dan partisipatif. Partisipasi politik tinggi ketika ada momen yang menarik perhatian untuk terlibat atau mendukung atau menolak suatu kebijakan oleh penguasa (Budiharsono, 2003). Selanjutnya Huntington (2004) menjelaskan, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikutserta secara aktif dalam kehidupan politik seperti memilih pemimpin negara dan upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Keputusan yang dibuat pemerintah dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga negara maka warga negara berhak untuk berpartisipasi dalam menyalurkan aspirasi melalui partisipasi politik. Berdasarkan Tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa karakteristik situasional terutama partisipasi politik berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan responden organisasi tani, pemerintah, pengusaha beras dan DPR pada peran komunikasi politik yang dilakukan saat pelaksanaan kebijakan perberasan. Ini berarti semakin tinggi partisipasi politik yang dilakukan, maka semakin tinggi pula peran komunikasi politik yang dapat dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Dengan kata lain, partisipasi politik yang dilakukan oleh pemangku kepentingan perberasan mempunyai pengaruh di dalam peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan perberasan. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemangku kepentingan perberasan memiliki partisipasi politik yang tinggi dalam menyuarakan aspirasi yang berkembangan di masing-masing lembaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa semua pemangku kepentingan memiliki pandangan sama bahwa dalam pelaksanaan instrumen kebijakan yang selama ini berlangsung sebagai bentuk partisipasi politik yang dilakukan memiliki hubungan sangat nyata dengan tingkat frekuensi peran komunikasi politik yang diaktualisasikan guna perbaikan beberapa implementasi kebijakan yang selama ini ada. Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa partisipasi politik organisasi tani makin tinggi apabila kebijakan yang diputuskan menarik perhatian atau sifatnya kontroversial, sepanjang kebijakan tersebut dianggap sesuai tidak ada bentuk partisipasi politik dalam bentuk penolakan. Kondisi saat ini pemerintah tidak memberlakukan impor beras dalam jumlah besar, dimana ketika instrumen kebijakan impor beras dilakukan organisasi tani cenderung memiliki tingkat partisipasi politik yang tinggi untuk melakukan penolakan. Sehingga partisipasi politik yang ditunjukkan tinggi saat ini adalah sebagai bentuk dukungan adanya perbaikan beberapa instrumen kebijakan yang berlaku saat ini.
93 Begitu pula kondisi organisasi pengusaha beras dapat dikemukakan bahwa bentuk peran komunikasi politik yang di tunjukkan memiliki pandangan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan perberasan masih banyak yang harus di benahi. Pada beberapa kasus kecenderungan partisipasi politik tinggi karena ada kepentingan kelompok menyangkut keputusan tersebut memiliki dampak langsung. Pengusaha beras memiliki kepentingan bagaimana mendapatkan keuntungan yang tinggi dalam usahanya, sehingga berharap suatu keputusan instrumen
kebijakan
perberasan
berpihak
pada
kepentingannya
dan
konstituennya seperti impor beras. Kalangan pemerintah sendiri memiliki partisipasi politik yang tinggi dalam membenahi beberapa instrumen kebijakan yang ada selama ini. Kalangan pemerintah sendiri memiliki tingkat partisipasi politik yang tinggi dalam implementasi kebijakan yang selama ini berlangsung. Dengan demikian, partisipasi politik yang tinggi dilakukan pemerintah maka peran komunikasi politik yang dilakukan sehubungan dengan implementasi beberapa instrumen yang selama ini di putuskan bersama semakin banyak. Kondisi ini diperkuat wawancara responden pemerintah menyatakan bahwa instrumen kebijakan perberasan yang ada sekarang merupakan keputusan politik yang diputuskan oleh pejabat sebelumnya. Peran pemerintah sebatas bagaimana mengelola kebijakan tersebut berjalan sesuai dengan perkembangan situasi politik yang berlangsung. Manajemen pengelolaan keputusan politik seperti kebijakan perberasan merupakan kebijakan yang banyak dikelola banyak departemen, sehingga beberapa instrumen kebijakan perberasan lebih terdesentralisasi sesuai dengan undang-undang ketahanan pangan yang ada. Bagi kalangan DPR dapat dijelaskan bahwa partisipasi politik DPR semakin kuat jika kebijakan tersebut mendapat sorotan tinggi dari publik seperti pilihan pemerintah melakukan impor beras. Sepanjang kebijakan tersebut normal, pihak DPR juga cenderung rendah partisipasi politiknya. Peran komunikasi politik yang dilakukan adalah dengan mengadakan rapat dan menghasilkan rekomendasi kepada pihak terkait di pemerintahan guna melindungi kepentingan petani. Komisi IV DPR memiliki fungsi mengawasi kebijakan yang diambil pemerintah dan memiliki kewenangan untuk memanggil pihak instansi yang dianggap diperlukan dalam merespons dan mendukung kebijakan yang terkait dengan sektor pertanian, di samping kewenangan dan fungsi lainnya. Komisi IV DPR memiliki kepentingan besar dalam menjamin
94 harga pembelian gabah petani berlaku standar melalui HPP, subsidi tepat waktu dan sasaran, tidak melakukan impor pada saat panen raya sehingga dapat memberi kepastian bagi petani. Komisi IV DPR memiliki kewenangan dalam melakukan intervensi beberapa instrumen kebijakan yang dilaksanakan apabila mendapat penolakan dari publik khususnya petani. Peran komunikasi politik yang lain adalah bentuk pengawasan, membuat UU dan monitoring anggaran pertanian. Analisis di atas menggambarkan bahwa partisipasi politik penting dalam mengukur tingkat kapasitas dan evaluatif dalam mendukung atau menolak suatu kebijakan perberasan yang terdapat dalam sistem atau struktur politik perberasan Indonesia. Hal ini seiring dengan pendapat Rush dan Althoff (2003), identifikasi hierarki partisipasi politik dalam beberapa tingkatan kebijakan publik meliputi: pemberian dukungan atau menolak, partisipasi dalam diskusi sebagai bentuk respek pada kebijakan publik, berpartisipasi dalam rapat pengambilan keputusan dan tindakan demonstrasi apabila kebijakan tersebut merugikan, aktif dalam suatu organisasi kepentingan, aktif dalam suatu organisasi partai politik tertentu, dan menduduki jabatan politik. Sedangkan Page (1982) dalam Rahman (2007) menjelaskan model partisipasi politik menjadi empat tipe yaitu: Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka partisipasi politiknya cenderung aktif. Sebaliknya kesadaran dan kepercayaan politik sangat kecil maka partisipasi politik menjadi pasif dan apatis. Kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah lemah maka perilaku partisipasi politik yang muncul adalah militant radikal. Kesadaran politik rendah tetapi kepercayaan pada pemerintah tinggi maka partisipasinya menjadi sangat pasif, artinya hanya berorientasi pada output politik. Dalam PP nomor 68 tahun 2002 menyebutkan bahwa perumusan kebijakan serta pengendalian dan evaluasi ketahanan pangan nasional dilakukan dalam wadah DKP. Peran DKP adalah merumuskan kebijakan ketahanan pangan, merumuskan kebijakan strategis (kebijakan impor, subsidi, harga, cadangan pangan dan raskin). Khusus untuk pembangunan perberasan nasional pemerintah telah mengeluarkan Inpres nomor 13 tahun 2005 tentang kebijakan perberasan. Instruksi Presiden tersebut mewajibkan kementerian terkait untuk melaksanakan upaya peningkatan pendapatan petani melalui: pemberian dukungan pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas, diversifikasi usaha dan pengembangan pasca panen, kebijakan harga, kebijakan ekspor dan
95 impor beras, penyaluran beras bersubsidi dan pengelolaan beras nasional (DKP, 2006). Karakteristik
situasional
pada
persepsi
adalah
suatu
proses
memperhatikan, menyeleksi dan menafsirkan stimulus lingkungan dimana proses tersebut terjadi karena interpretasi seseorang berdasarkan pengalaman yang di alami maupun stimulus yang datang kepadanya. Berdasarkan Tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa karakteristik situasional pada persepsi politik oleh organisasi tani dan pemerintah memiliki hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Selanjutnya persepsi politik pengusaha beras memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Sedangkan persepsi politik DPR tidak terbukti berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Persepsi politik organisasi tani berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi persepsi politik responden organisasi tani menilai kelemahan implementasi kebijakan, maka semakin tinggi juga peran komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan guna mendukung perbaikan beberapa implementasi instrumen kebijakan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi politik responden organisasi petani cenderung melihat
bahwa
beberapa
kebijakan
perberasan
saat
ini
buruk
dalam
implementasinya di lapangan. Persepsi politik organisasi tani cenderung memandang instrumen penerapan HPP implementasinya memberi dampak positif bagi petani sebagai standar harga untuk menjual gabah petani sehingga peran komunikasi politiknya tinggi tetap dipertahankan sebagai instrumen kebijakan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Di lain pihak, instrumen kebijakan lain dipersepsikan buruk dalam penerapannya seperti implementasi subsidi benih dan pupuk, impor beras, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi politik pada situasi politik nasional saat ini, organisasi tani belum memiliki sikap setuju dengan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini. Pada situasi politik nasional yang ada bisa disimpulkan bahwa organisasi tani memiliki persepsi politik menolak beberapa kebijakan perberasan yang ada saat ini. Hanya pada instrumen kebijakan penerapan HPP yang memiliki tingkat dukungan pada
96 pelaksanaan kebijakan perberasan. Secara politis kebijakan yang buruk akan mendapat kritikan dari organisasi tani adanya perbaikan dari pengambil keputusan. Senada dengan uraian Rogers dan Shoemaker (1995), memberikan gambaran bahwa karakteristik personal dan situasional turut mempengaruhi persepsi seseorang dimana persepsi akan mempengaruhi perilakunya. Persepsi politik pemerintah berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin baik persepsi politik oleh pemerintah maka peran komunikasi politik di dalam implementasi kebijakan perberasan semakin kuat. Dengan kata lain, semakin kuat persepsi politik pemerintah, maka akan diikuti dengan tingkat peran komunikasi politik yang tinggi dalam memberi penjelasan dan melakukan beberapa perbaikan pada implementasi kebijakan perberasan. Kondisi ini dapat di jelaskan bahwa pemerintah tidak lagi melakukan impor beras dalam jumlah besar, guna dapat membantu petani dalam mencapai harga yang sesuai. Kebijakan subsidi tetap dipertahankan, walaupun dalam beberapa tahap akan ada pengurangan beberapa tahun ke depan. Persepsi politik pemerintah cenderung memiliki pandangan bahwa beberapa instrumen kebijakan yang ada saat ini sudah bagus sesuai dengan kemampuan yang saat ini dimiliki pemerintah. Kondisi ini diperkuat wawancara kalangan pemerintah bahwa akan segera di benahi infrastruktur pertanian, untuk pengembangan teknologi lebih di serahkan kepada keterlibatan swasta, sehingga di beberapa tempat swasta banyak membantu dalam menyediakan benih varietas hibrida. Penjelasan lain dapat dikemukakan bahwa situasi politik perberasan nasional yang berlangsung mengindikasikan pemerintah berpandangan bahwa yang
terpenting
dilakukan
adalah
membenahi
infrastruktur
dan
tetap
mempertahankan adanya penerapan HPP setiap musim panen dimulai. Instrumen melakukan impor beras sudah tidak dilakukan, penerapan subsidi benih dan pupuk dan pengembangan teknologi dianggap tepat sesuai dengan kemampuan anggaran pemerintah saat ini. Persepsi politik pengusaha beras berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin baik persepsi yang dimiliki oleh pengusaha beras maka peran komunikasi politik di dalam mendorong adanya perbaikan beberapa instrumen implementasi
kebijakan
kepada
pemerintah
semakin
kuat.
Kondisi
ini
menggambarkan bahwa pengusaha beras cenderung melihat kebijakan
97 perberasan masuk pada kategori buruk dengan kepentingan pengusaha beras di dalam negeri. Pengusaha beras mengangap bahwa beberapa implementasi kebijakan tersebut tidak berpihak pada kepentingan mereka. Beberapa bentuk implementasi yang ada selama ini menunjukkan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pengusaha beras ketika mengandalkan produksi beras dalam negeri. Pengusaha merasa sistem yang ada sekarang cenderung merugikan mereka bila dibandingkan dengan melakukan impor beras. Hal ini terbukti melalui opini publik selama ini bahwa pengusaha beras sangat menginginkan adanya dorongan dibukanya kran impor beras. Hasil wawancara di lapangan pengusaha beras mengemukakan bahwa beberapa implementasi yang ada selama ini menunjukkan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pengusaha beras ketika mengandalkan produksi beras dalam negeri. Mereka menganggap dengan sistem yang ada sekarang cenderung nilai keuntungan yang diperoleh lebih rendah dibanding masa diberlakukannya mekanisme impor beras. Hal ini juga menguatkan opini publik selama ini bahwa pengusaha beras kuat perannya dalam mendorong dibukanya kran impor beras. Beberapa pendapat pengusaha beras menunjukkan beberapa implementasi kebijakan tidak optimal dalam memacu produksi beras di dalam negeri. “Beras yang dihasilkan sudah ketinggalan dari jumlah dan kualitas dibanding dengan produksi petani di luar negeri seperti Vietnam dan Thailand yang sudah mencapai rata-rata delapan ton per hektar.” Persepsi politik DPR tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, persepsi politik DPR lemah dalam mendukung peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini juga memperkuat sinyalemen bahwa persepsi politik tidak selamanya akan diikuti dengan tindakan. Seperti melakukan komunikasi politik dan berkontribusi pada kebijakan yang berpihak pada petani padi. Selain itu, tingkat persepsi politik DPR berbeda dengan persepsi pemerintah dalam memandang pelaksanaan kebijakan perberasan. Umumnya persepsi politik anggota DPR dari kalangan partai pendukung pemerintah cenderung mendukung kebijakan pelaksanaan perberasan yang saat ini berlaku. Sebaliknya, anggota DPR yang berada di luar pemerintahan memiliki persepsi politik menolak bentuk implementasi kebijakan yang berlaku. Analisa tersebut didukung Mustopadidjaja (1992) mengatakan secara sistemik kebijakan
98 dapat dipandang sebagai output dari suatu proses transformasi bermacam input atau informasi yang dilakukan dalam suatu sistem administrasi negara ataupun niaga serta berbagai pelaku kebijakan lainnya, baik mengenai permasalahan intern, maupun ekstern yang timbul sebagai akibat kontingensi dan interaksinya dengan lingkungan. Angota DPR, berpendapat bahwa beberapa kebijakan yang dilaksanakan saat ini tidak memadai dalam menjawab tantangan perberasan di dalam negeri khususnya menghadapi krisis pangan global. Harusnya Indonesia mampu melakukan ekspor seperti Thailand guna meningkatkan pendapatan petani. Selanjutnya pada tataran implementasi tugas beberapa departemen seringkali tidak sinergis dan malah memperburuk kondisi perberasan di dalam negeri. “Sinyalemen bahwa kebijakan perberasan sudah salah urus dengan pemborosan biaya tinggi ada benarnya.” Kondisi ini juga menggambarkan pola komunikasi politik yang dilakukan cenderung terjadinya perbedaan antara persepsi politik petani dan para elit politik sebagai wakil rakyat, dimana sering terjadi perbedaan persepsi politik terhadap kebijakan pemerintah di Indonesia. Pola komunikasi politik Indonesia, berlangsung secara vertikal antara masyarakat dengan elit politik, maupun proses komunikasi politik secara horizontal antara satu elite politik dengan elite politik lainnya yang berada di dalam struktur politik (Suryadi, 1993). Berdasarkan analisis uji korelasi rank Spearman menunjukkan, hipotesis II yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara karakteristik situasional dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan sebagian besar diterima.
99 Hubungan Perilaku Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan dengan Peran Komunikasi Politik Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan Karakteristik situasional yang dianalisis derajat keterhubungannya dengan peubah terikat peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan meliputi: keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik, menggunakan uji rank Spearman. Analisis hubungan antara perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Hubungan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan No
Perilaku Komunikasi Politik
Peran Komunikasi Politik pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (rs ) Organisasi Pemerintah Pengusaha DPR Tani Beras
1
Keterdedahan Media Massa 0,249* 0,335** 0,259* 0,274* 2 Respons Opini Publik 0,241* -0,269** 0,123 0,510** 3 Sikap Politik 0,451** 0,391** 0,393** 0,860** Keterangan: * Taraf nyata pada p< 0,05; ** Sangat nyata pada p<0,01 rs = rank Spearman
Keterdedahan pada media massa adalah bagian dari usaha mencari dan menyebarkan informasi dimana individu dan masyarakat untuk memperoleh informasi melalui media massa, baik cetak maupun media elektronik. Studi-studi awal komunikasi massa, menyatakan bahwa perilaku komunikasi masyarakat umumnya fasif, dan hanya menerima informasi yang dihantarkan oleh media massa dan aliran informasi dari sumber ke penerima, selalu bersifat langsung dan segera (Rogers, 2003). Peran media massa dalam komunikasi politik menggambarkan cara-cara tertentu dalam seluruh proses politik terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas, pada umumnya media massa mutlak bersifat politis ataupun padat dengan masalah-masalah politik (Rush dan Althoff, 2003). Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan pada perilaku komunikasi dengan indikator keterdedahan pada media massa menunjukkan organisasi tani, pengusaha beras dan DPR berhubungan nyata (p<0,05) serta pemerintah berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin banyak pemanfaatan pada media massa yang dilakukan oleh pemangku kepentingan perberasan, maka peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi.
100 Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan keterdedahan media massa responden pemerintah yang memiliki hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran
komunikasi
politik
yang
dilakukan
pada
pelaksanaan
kebijakan
perberasan. Artinya, semakin sering adanya pemberitaan media massa seputar kebijakan perberasan maka semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan oleh pemerintah. Kondisi ini juga menjelaskan bahwa kalangan pemerintah memiliki ketergantungan atas informasi pemberitaan seputar pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini bisa terjadi karena media massa merupakan salah satu alat media politik yang memiliki pengaruh atas bergulirnya berbagai kebijakan yang diputuskan pemerintah sehingga dengan sendirinya ada ketergantungan pada informasi media massa bagi kalangan pemerintah. Analisis lain dikemukakan bahwa pemberitaan media massa yang terus menerus seputar kebijakan perberasan akan mengarahkan pada perubahan pandangan
politik
terhadap
bergulirnya
kebijakan
yang
ada.
Kalangan
pemerintah sendiri menghimpun berbagai informasi dari berbagai media massa yang memuat isu-isu pertanian baik terbitan media nasional maupun terbitan daerah artinya pemerintah memiliki perhatian dan ketergantungan informasi seputar kebijakan perberasan yang berlangsung diberbagai tempat. Sehingga wajar kalangan pemerintah memiliki tingkat keterdedahan yang tinggi pada media massa. Berdasarkan hasil temuan di lapangan responden pemerintah ditemukan beberapa kumpulan kliping koran media cetak seputar kebijakan perberasan, isi kliping media cetak tersebut banyak memuat isu-isu seputar pertanian dan kegiatan departemen yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan perberasan seperti isu seputar HPP, informasi masalah pupuk bersubsidi dan isu seputar rencana impor beras dari pemerintah. Artinya, pemerintah sendiri memiliki perhatian yang kuat atas berita yang dimuat oleh media massa khususnya implementasi dan masalah perberasan di berbagai daerah. Hal ini yang membedakan dengan responden dari pemangku kepentingan lain, sehingga keterdedahan pada media massa seputar kebijakan perberasan lebih tinggi di pemangku kepentingan pemerintah. Kondisi ini wajar karena porsi kebijakan perberasan berada pada pemerintah sebagai penanggung jawab utama. Sekaligus menjelaskan bahwa tingkat perilaku komunikasi politik lebih banyak porsinya dipengaruhi media massa pada kalangan pemerintah dibanding pemangku kepentingan yang lain.
101 Selanjutnya berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan perilaku komunikasi politik indikator keterdedahan pada media massa berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik organisasi tani pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin sering pemberitaan seputar kebijakan perberasan khususnya yang sifatnya merugikan petani, maka peran komunikasi politik yang dilakukan organisasi tani juga makin tinggi. Dengan kata lain, perilaku komunikasi politik responden organisasi tani banyak dipengaruhi dengan informasi media massa dalam peran komunikasi politiknya dalam pelaksanaan kebijakan perberasan terhadap isu tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa responden banyak menerima informasi seputar kebijakan perberasan dari media massa hanya pada isu-isu tertentu terbatas pada isu seputar kebijakan perberasan namun biasanya yang banyak diberitakan adalah yang memiliki dampak pada publik khususnya petani. Berdasarkan tingkat jumlah informasi yang diterima kalangan organisasi petani melalui media massa isu instrumen kebijakan HPP merupakan yang lebih dominan dibanding informasi instrumen kebijakan yang lain. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perilaku komunikasi politik yang dilakukan banyak menyuarakan untuk tetap mempertahankan kebijakan tersebut konsisten dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Analisis lain dapat dikemukakan bahwa tingkat keterdedahan informasi beberapa instrumen kebijakan perberasan rendah disebabkan kurangnya pemberitaan media massa seputar kebijakan tersebut. Umumnya media massa di Indonesia isi berita seputar politik, ekonomi dan berita informasi yang sifatnya menghibur. Sehingga bisa saja terjadi tinggi keterdedahan pada pemberitaan media massa namun terbatas untuk informasi seputar kebijakan perberasan dan hanya pada bidang instrumen tertentu. Selanjutnya, perilaku komunikasi politik dengan indikator keterdedahan pada media massa pengusaha beras memiliki hubungan nyata (p<0,05) terhadap peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini berarti semakin tinggi pemberitaan media massa seputar kebijakan perberasan, maka makin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan oleh penguaha beras. Kondisi ini menunjukkan perilaku komunikasi politik pengusaha beras memiliki ketergantungan ingin tahu dengan berita di media massa dalam mendukung perberasan.
peran
komunikasi
politiknya
pada
pelaksanaan
kebijakan
102 Analisis lainnya dapat dikemukakan bahwa umumnya pengusaha beras berlangganan Ketergantungan
media
massa
terhadap
cetak
terbitan
pemberitaan
nasional
media
massa
setiap
harinya.
menunjukkan
keingintahuan terhadap beberapa isu dan berita yang sedang berlangsung setiap saat. Responden pengusaha beras memiliki banyak pilihan dan bergantung pada media massa, sehingga membeli media atau menonton tidak semata-mata hanya memperhatikan seputar kebijakan perberasan. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman pelaksanaan kebijakan perberasan banyak sumber dan sarana untuk memantapkan pengetahuan dan pendorong peranperan komunikasi politiknya di samping media massa. Keterdedahan pada media massa oleh DPR berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, pemanfaatan media massa oleh anggota DPR untuk mencari informasi seputar kebijakan perberasan maka peran komunikasi politiknya memberi kontribusi kepada pemerintah mengenai implementasi kebijakan seputar semakin tinggi. Dengan kata lain, pemanfaatan media massa menjadi alasan bagi DPR untuk mencari informasi seputar informasi kebijakan dan implementasi perberasan yang menjadi persoalan di kalangan masyarakat, organisasi maupun kepada petani. Hal ini diperkuat wawancara dengan responden angota DPR bahwa keterdedahan pada media massa cukup kuat dijadikan salah satu modal sumber informasi utama responden untuk membantu peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini juga memiliki kelemahan mengingat pemberitaan media massa tidak sepenuhnya hanya memberitakan seputar kebijakan perberasan. Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa media massa memiliki pengaruh lebih dominan dalam tingkat kognitif (pengetahuan) saja, tetapi berkurang pada sikap dan tindakan (Arifin, 2003). Sehingga sangat tergantung pada situasi dan kondisi khalayak, di samping daya tarik isi dan kredibilitas komunikator. Opini publik adalah pandangan orang yang banyak tidak terorganisir, tersebar dimana-mana, karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara sadar atau tidak dapat bergerak serentak dan bersatu padu menyikapi. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-beda (Santoso, 2004). Dalam sistem
103 demokrasi yang sudah mapan opini publik akan ditopang oleh media massa yang bebas, kritis, mendidik, obyektif, kuat dan beritanya berpengaruh terhadap publik. Opini atau pendapat bisa berbentuk komentar, tulisan artikel, rubrik tanya jawab dalam media cetak dan wawancara khusus mengenai sebuah berita dari narasumber (Santoso, 2004). Melalui opini publik baik berupa tulisan maupun beberapa komentar banyak memberikan kontribusi bagaimana para pengambil kebijakan melakukan dan menjalankan kebijakan perberasan. Hal ini mengigat bahwa pada pelaksanaan kebijakan perberasan bentuk implementasi sering menjadi sorotan dan kritikan publik. Kritikan yang umum muncul terkait penerapan HPP di tingkat petani, impor beras, tertinggalnya teknologi pertanian dan rusaknya beberapa irigasi persawahan di sentra pangan nasional. Selanjutnya Rachbini (2006) menjelaskan, tradisi kebijakan yang dilahirkan di Indonesia lebih menonjol otoritas politis daripada keabsahan ilmiahnya. Masyarakat sebagai obyek kebijakan mengalami posisi yang dilematis dalam menghadapinya. Tidak jarang kebijakan yang diterapkan bukan hanya tidak bisa menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru bagi masyarakat. Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan pada perilaku komunikasi politik respons terhadap opini publik menunjukkan responden anggota DPR memilikii hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi respons anggota DPR terhadap opini publik, maka semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan oleh kalangan DPR dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Dengan kata lain, makin tinggi respons terhadap opini publik pada perilaku komunikasi politik maka makin tingginya perilaku komunikasi politik yang dilakukan responden DPR ke pemerintah melalui peran komunikasi politik. Analisis lain dapat dikemukakan bahwa anggota DPR memiliki respons yang positif atas beberapa masukan yang muncul di publik serta berpengaruh pada perilaku komunikasi politiknya yang dilakukan pada beberapa instrumen kebijakan yang selama ini ada. Responden memiliki tingkat responsif yang tinggi terhadap persoalan yang muncul di publik, sehingga opini publik tersebut menjadi bahan dan masukan berarti dalam mendorong peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini. Komisi IV DPR juga memiliki fungsi
dalam
menampung
berbagai
masukan
dari
berbagai
kalangan
104 masyarakat. Situasi ini sebagai pendorong perilaku komunikasi politiknya dengan peran komunikasi politik yang
dilakukan
dalam pelaksanaan
kebijakan
perberasan. Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa anggota DPR memiliki respons yang positif atas beberapa masukan yang muncul dipublik serta berpengaruh pada perilaku komunikasi politiknya yang di lakukan pada beberapa instrumen
kebijakan yang selama ini ada. Pada beberapa kesempatan DPR
memiliki kewenangan melakukan tindakan sebagai bentuk perilaku politik dengan mekanisme interpelasi dan hak angket terhadap beberapa pilihan kebijakan yang dijalankan pemerintah seperti tahun 2007 seperti seputar impor beras. Kondisi ini memperjelas bahwa makin tinggi respons terhadap opini publik, maka peran komunikasi politik yang dijalankan juga makin tinggi. Kondisi ini diperkuat wawancara dengan responden anggota dari Partai Keadilan Sejahtera berpendapat bergulirnya hak angket seputar isu impor beras bukan hanya menyoroti tindakan pilihan kebijakan impor beras yang dilakukan. Melainkan keingintahuan dan pertanggungjawaban pemerintah kepada publik terhadap berbagai instrumen pelaksanaan kebijakan yang dijalankan selama ini termasuk isu ketersediaan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur. Berdasarkan Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa respons terhadap opini publik organisasi tani berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi respons yang diberikan oleh organisasi tani maka peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin banyak opini berupa tulisan, komentar baik pro-kontra yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan perberasan, maka semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi tani. Hal ini dapat dijelaskan bahwa organisasi tani sebagai wadah kumpulan petani sangat memperhatikan beberapa isu seputar kebijakan pemerintah di bidang perberasan terutama implementasi beberapa instrumen perberasan. Dengan demikian, semakin tingginya peran komunikasi politik yang dilakukan terhadap kebijakan pemerintah mengenai perberasan maka responsnya semakin tinggi seputar implementasi kebijakan tersebut kepada petani.
105 Selanjutnya, respons politik yang dilakukan oleh pemerintah berhubungan sangat nyata (p<0,01) negatif dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi respons yang diterima oleh pemerintah maka peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan semakin menurun. Kondisi ini dapat dipahami bahwa
kalangan
pemerintah tidak terlalu merespons apa yang menjadi polemik dalam publik, tanpa merespons opini yang terus bergulir di publik peran komunikasi politiknya tetap tinggi pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Berdasarkan analisis di atas dapat dijelaskan bahwa respons terhadap opini publik pada perilaku komunikasi politik tidak banyak berhubungan dengan perilaku komunikasi politik yang dilakukan responden pemerintah dalam peran komunikasi politiknya dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal lain dapat dijelaskan bahwa apa yang dilakukan pemerintah selama ini sudah sesuai dengan kemampuan sehingga opini publik berpengaruh pada perilaku komunikasi politiknya. Tambunan (2003) menjelaskan bahwa implikasi kebijakan perberasan saat ini bagi pemerintah di satu pihak, berkewajiban menjamin kecukupan pangan dalam arti jumlah dengan mutu yang baik serta stabilitas harga di pihak lain. Pemerintah berpendapat apa yang sudah dilakukan sudah sesuai dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada masing-masing departemen, sehingga opini publik tidak berhubungan banyak dengan apa yang dilakukan. Pada tataran kebijakan makro, Departemen Pertanian berkewajiban pada implementasi produksi beras, departemen lain sebagai pendukung khususnya Departemen PU pada perbaikan Infrastruktur, Departemen Perdagangan pada pengaturan pemasaran dan perdagangan, Perum Bulog sebagai penyerap dan distribusi beras serta melakukan impor apabila di perlukan. Departemen Pertanian banyak bertanggungjawab pada tataran teknis,bekerjasama dengan berbagai pihak departemen dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia dari berbagai sudut pandang termasuk pandangan para pengusaha beras, akademisi, organisasi masyarakat dan budayawan, dimana sangat beragam padangannya terhadap strategi membangun manajemen perberasan di Indonesia. Pearson et.al. (2005) mengemukakan beberapa opini publik yang berpihak kepada petani beras berargumen untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan tarif bea masuk impor terutama untuk menghilangkan
106 pengaruh buruk dari menurunnya harga beras dunia. Pendapat publik yang berpihak
kepada
konsumen,
berargumentasi
bahwa
pemerintah
harus
mengambil manfaat dari menurunnya harga beras dunia demi perbaikan gizi masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Opini publik muncul sebagai reaksi atas pilihan-pilihan instrumen yang dijalankan pemerintah dalam menerjemahkan persoalan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Perilaku komunikasi politik dapat dipengaruhi oleh respons seseorang terhadap sumber dan pesan apabila ditinjau pengertian model komunikasi linier. Perilaku komunikasi politik adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan dan pengaruh lingkungan terkait dengan isu opini publik yang berpengaruh pada peran komunikasi politik. Pada teori khalayak kepala batu, komunikator, komunikan atau khalayak, mengkaji faktorfaktor yang membuat individu itu mau menerima pesan-pesan komunikasi. Pergeseran ini juga melahirkan model uses and gratification (Katz et.al. dalam Arifin, 2003). Model ini dibangun dengan asumsi bahwa manusia adalah mahluk yang sangat rasional dan sangat aktif, dinamis dan selektif, terhadap semua pengaruh dari luar dirinya. Jadi opini publik juga bisa menjadi faktor menentukan pada perilaku komunikasi politik karena terkait dalam menyerap informasi sekaligus bisa merubah perilaku dan tindakan politik. Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik, 1999). Informasi dalam komunikasi politik dapat berarti sikap politik, pendapat politik dan media politik. Menurut teori informasi, komunikasi politik adalah semua hal harus dianalisis sebagai tindakan politik (bukan pesan) yang mengandung sebuah kemungkinan alternatif. Jadi, bertindak melakukan tindakan politik sama dengan berkomunikasi melakukan komunikasi politik (Arifin, 2003). Berdasarkan Tabel 8 di atas, menunjukkan perilaku komunikasi politik pada indikator sikap politik responden organisasi tani, pengusaha beras, pemerintah dan anggota DPR terbukti berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, pilihan sikap politik responden semakin tinggi maka akan diikuti dengan peran komunikasi politik yang tinggi dan berhubungan langsung dalam perilaku komunikasi politik merespons seputar perkembangan perberasan yang selama ini berjalan.
107 Organisasi tani memiliki sikap politik yang berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada perbaikan berbagai instrumen kebijakan yang ada seperti sikap politik yang mendukung penentuan tetap berlakunya HPP, tidak ada mekanisme melakukan impor, realisasi subsidi benih dan pupuk, penerapan teknologi dan adanya perbaikan pada infrastruktur. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pilihan sikap politik organisasi tani maka akan diikuti dengan kuatnya peran komunikasi politik mendukung dan menuntut adanya perbaikan beberapa implementasi kebijakan yang selama ini ditempuh dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. dengan kata lain, organisasi tani memiliki sikap politik pada perilaku komunikasi politik bahwa yang utama dibenahi dalam instrumen kebijakan adalah perbaikan beberapa kebijakan yang selama ini ditempuh. Sikap politik mempertegas posisi masing-masing lembaga terhadap suatu hal yang diputuskan melalui mekanisme politik atau pengambil kebijakan. Komunikasi politik juga berperan dalam mekanisme adanya saling memberi masukan dan keputusan menerima, netral/abstain serta menolak jika hal tersebut bertentangan satu sama lain. Sehingga pada keputusan akhir melahirkan sikap politik seperti menerima, abstain dan menolak. Sikap politik yang dipilih akan berpengaruh pada tingkat capaian perbaikan dan konsistensi implementasi kebijakan perberasan. Selanjutnya berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa sikap politik responden organisasi tani pada perilaku komunikasi politik organisasi tani berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada instrumen penentuan HPP. Kondisi ini memperlihatkan bahwa organisasi tani memiliki sikap politik bahwa instrumen kebijakan HPP tetap di pertahankan. Hal ini dibuktikan dengan hubungan perilaku komunikasi politik yang memiliki hubungan nyata dengan peran komunikasi politik yang dilakukan organisasi tani. Kondisi ini selanjutnya menjelaskan bahwa organisasi tani memiliki sikap politik mempertahankan HPP yang stabil. Ini penting dalam memberikan perlindungan bagi harga gabah petani padi di dalam negeri. Sikap politik berhubungan sangat erat (p<0,01) dengan peran komunikasi politik yang dilakukan organisasi tani pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Sikap politik yang di pilih berpengaruh pada tingkat capaian perbaikan dan konsistensi implementasi kebijakan perberasan. Semakin kuat sikap politik yang ditunjukkan, berarti mengarah pada tuntutan perbaikan dan konsistensi
108 implementasi yang dituntut. Jika sikap politik yang dilakukan organisasi tani tidak mendapat respons yang tinggi bisa berubah, berlanjut pada perilaku komunikasi dengan bentuk tindakan komunikasi politik yang lain. Seperti, melakukan demonstrasi menolak impor beras. Selanjutnya Tabel 8 menunjukkan sikap politik responden pemerintah berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini menunjukkan sikap politik pemerintah tersebut mendukung berbagai instrumen yang diputuskan dan ditempuh selama ini. Artinya, pemerintah memiliki sikap politik bahwa yang utama dibenahi dalam instrumen kebijakan perberasan adalah memperioritaskan perbaikan apa yang selama ini menjadi hambatan produksi beras. Sehingga ke depan tidak melakukan impor seperti tahun-tahun sebelumnya. Semakin kuat sikap politiknya mendukung apa yang sudah dilakukan, makin tinggi frekuensi peran komunikasi politik yang dilakukan. Kemampuan pemerintah sudah maksimal dalam melakukan perbaikan pada beberapa instrumen yang ada. Kondisi ini juga yang dilakukan untuk merespons kritikan yang selama ini disampaikan ke pemerintah oleh berbagai kalangan. Pemerintah memiliki kewajiban dalam melindungi kepentingan petani dalam negeri dari serbuan masuknya beras impor. Pembangunan pangan dan pertanian di Indonesia ditopang oleh sejumlah besar petani tradisional dengan unit usaha yang sangat kecil. Untuk menjaga kepentingan petani dalam negeri, maka perlu ditemukan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan tindakan kolektif petani dalam kaitannya dengan produksi pangan. Pendekatan kebijakan untuk mobilisasi partisipasi politik dalam pembangunan perberasan, maka perlu dicari cara yang tepat sehingga potensi dinamik berkelanjutan muncul sebagai faktor pendukung pembangunan pertanian dan swasembada pangan (Rachbini, 2006). Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan sikap politik responden pengusaha beras berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi sikap politik pengusaha beras dalam mendukung perbaikan implementasi kebijakan perberasan, makin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya pengusaha beras memiliki sikap politik yang kuat dan peran komunikasi politik untuk membenahi berbagai persoalan implementasi kebijakan perberasan di dalam negeri.
109 Pengusaha beras menghimpun diri dalam organisasi/asosiasi profesi yang salah satu misinya adalah memperkuat jaringan dan memperkuat posisi tawar politik dalam mempengaruhi beberapa instrumen kebijakan dalam pelaksanaan
kebijakan
perberasan.
Pengusaha
beras
berperan
dalam
mempengaruhi beberapa instrumen kebijakan dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Umumnya pengusaha beras dalam menjalankan usahanya memiliki tujuan
bagaimana
mendapatkan
keuntungan
seoptimal
mungkin.
Ketika
pemerintah memperketat melakukan impor beras pengusaha beras gencar melobi ke pengambil kebijakan untuk mengeluarkan izin impor. Komunikasi politik merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan dengan tujuan untuk dapat turutserta dalam mempengaruhi kebijakan. Salah satu tujuan membangun komunikasi politik yang efektif adalah dengan masuk dan membangun jaringan ke dalam struktur politik yang sudah ada, seperti partai politik, organisasi sosial, institusi demokrasi, kelompok aktivis dan organisasiorganisasi di luar pemerintah. Sehingga politisi juga banyak yang berlatar belakang pengusaha dan sebaliknya. Sehingga pada peran komunikasi politik juga akan berkaitan dengan kepentingan yang diuntungkan. Selanjutnya Tabel 8 menunjukkan sikap politik DPR berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini menunjukkan semakian kuat sikap politik DPR menolak implementasi yang berjalan selama ini, maka peran komunikasi politiknya dalam pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi. Sehingga dapat disimpukan bahwa
sikap
politik
DPR
pada
perilaku
komunikasi
politiknya
sangat
berhubungan nyata dengan peran komunikasi politiknya, seperti
tetap
menerapkan HPP, tidak melakukan impor beras, membenahi realisasi subsidi benih dan pupuk dan adanya dukungan penyediaan teknologi budidaya dan perbaikan infrastruktur dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Bergulirnya berbagai jenis pilihan kebijakan selama ini erat kaitannya dengan seberapa jauh sikap politik dalam bentuk peran komunikasi politik yang dijalankan DPR. Komisi IV DPR memiliki fungsi dalam mengawasi dan memiliki hak untuk intervensi pada beberapa keputusan yang dilakukan pemerintah. Sehingga pilihan sikap politik sangat menentukan perilaku komunikasi politik yang dilakukan, mendukung atau menolak suatu kebijakan yang berjalan di publik hal tersebut merupakan tindakan politik. Berubahnya sikap politik dalam kelembagaan berdampak pada timbulnya konflik politik dan hal ini berakibat tidak
110 terbentuknya konsensus bersama dalam manajemen perberasan di dalam negeri. Berdasarkan analisis uji korelasi rank Spearman menunjukkan, hipotesis III yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan sebagian besar diterima.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan serta pengujian hipotesis penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik personal pemangku kepentingan perberasan umumnya berumur dewasa dan tergolong produktif, berpendidikan tinggi, pengalaman menjabat cukup lama dan berpendapatan tergolong kategori menengah. Terdapat perbedaan respons politik pada karakteristik situasional antar masing-masing pemangku kepentingan perberasan, baik pada aspek saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi politik. Untuk aspek pemanfaatan saluran komunikasi politik pada organisasi tani dan DPR terlihat baik, tingkat partisipasi politik hanya DPR yang masuk kategori baik, sedangkan persepsi politik yang baik hanya di kalangan pemerintah
Respons politik pada perilaku komunikasi
politik pada keempat pemangku kepentingan perberasan tergolong kategori sedang. 2. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan khususnya pemerintah masih lebih dominan dan tergolong kategori kuat dibandingkan organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR pada pelaksanaan kebijakan perberasan. 3. A. Karakteristik personal pendidikan formal pemangku kepentingan pemerintah, pengalaman
menjabat
dan
tingkat
pendapatan
pemangku
kepentingan
organisasi tani dan komisi IV DPR berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. B. Karakteristik situasional saluran komunikasi politik pemangku kepentingan pemerintah dan komisi IV DPR, partisipasi politik semua pemangku kepentingan berhubungan sangat nyata, dan hanya persepsi politik pemangku kepentingan komisi IV DPR yang tidak berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. C. Perilaku komunikasi politik untuk keterdedahan pada media massa pemangku kepentingan
pemerintah
memiliki
hubungan
sangat
nyata,
pemangku
kepentingan organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Respons terhadap opini publik pemangku kepentingan komisi IV DPR,
112
pemerintah berhubungan sangat nyata, pemangku kepentingan organisasi tani berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Sikap politik semua pemangku kepentingan berhubungan sangat nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas untuk lebih meningkatkan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan disarankan beberapa hal berikut: 1. Faktor usia, tingkat pendidikan dan pengalaman diperlukan dalam memperkuat peran komunikasi politik. Para pemangku kepentingan perberasan perlu meningkatkan partisipasi politiknya dengan memanfaatkan saluran komunikasi politik yang tersedia sehingga persepsi politik yang buruk atas pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dikomunikasikan dengan baik. 2. Untuk pemangku kepentingan perberasan organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR perlu meningkatkan peran komunikasi politik guna mengimbangi dominasi kalangan pemerintah. 3. Sikap politik yang dimiliki masing-masing pemangku kepentingan perberasan perlu diakomodir dengan membangun konsensus politik bersama guna mewujudkan implementasi kebijakan yang baik dan kuat di masa depan, serta mampu membangun manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri..
DAFTAR PUSTAKA Buku Arifin,
A. 2003. Komunikasi Politik, Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi Komunikasi Politik Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Arifin, B. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta. Berlo, D.K. 1960. The Process of Communication, An Introduction to Theory and Practice. Hold, Reinhart and Winston, Inc, New York. Budiharsono, S.S. 2003. Politik Komunikasi. Grasindo, Jakarta. Bungin, B. 2006. Metodologi Penelitian Sosial: Format Kuantitatif dan Kualitatif. Universitas Airlangga Press. Surabaya. Chilcote. R.H. 2003. Teori Perbandingan Politik: Penelusuran Paradigma.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Deptan. 2004. ”Revitalisasi Pertanian, Perkebunan Kehutanan dan Kelautan.” Badan Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian RI, Jakarta. Devito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Kelima. Professional Books, Jakarta. Dirjen Dalam Negeri. 2007. “Simulasi Kebijakan Bisnis Komoditas Indonesia.” Dirjen Dalam Negeri, Departemen Perdagangan, Jakarta. DKP, 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta. Fisher, B. A. 1990. Teori-Teori Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung. Gitosudarmo, I. dan Sudita N. 1997. Perilaku Keorganisasian. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Harun dan Sumarno. 2006. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Mandar Maju, Bandung. Hessel, N.T. 2005. Manajemen Publik. Gramedia, Jakarta. Huntington, S.P. 2004. Tertib Politik Pada Masyarakat yang Sedang Berubah. Rajawali Pers, Jakarta.
114 Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di NegaraNegara Dunia Ketiga, Suatu Pengantar. Gramedia, Jakarta. Kantaprawira R. 2004. Sistem Politik Indonesia, Suatau Model Pengantar, Sinar Baru Algesindo, Bandung. KBBI, 1995. ”Bahasa Indonesia, Suatu Pegangan Praktisi Media.” Tempo, Jakarta Kerlinger, F. N. 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Kriyantono, 2006. Teknik Riset Ilmu Komunikasi, Kencana, Jakarta. Levis, L.R. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Citra Aditya Bakti, Bandung Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Muis, A. 2000. Titian Jalan Demokrasi. Peranan Kebebasan Pers Untuk Budaya Komunikasi Politik. Kompas, Jakarta. Mulyana, D. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosda Karya, Bandung. Mustopadidjaja, AR. 1992. Studi Kebijaksanaan, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Nasution, Z. 1990. Komunikasi Politik. Ghalia, Jakarta. Nimmo, D. 2001. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Remaja Rosda Karya, Bandung. ________, 2004. Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media. Remaja Rosda Karya, Bandung. Parsons W. 2006. Public Policy; Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Kencana, Jakarta. Pearson S., Gotsch C. dan Bahri S. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Rachbini, D. J. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Ghalia Indonesia, Bogor. Rahman, H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Graha Ilmu. Jakarta.
115 Rahkmat, J. 2007a. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung. __________, 2007b. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Cetakan ke-24 Remaja Rosdakarya, Bandung. Rauf, M. 1993. Komunikasi Politik Sebuah Bidang Kajian dalam Ilmu Politik Indonesia dan Komunikasi Politik. Gramedia, Jakarta. Riduwan, 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta, Bandung. Robin, P. dan Ring. 1985. Kamus Analisa Politik. Rajawali Pers, Jakarta. Rogers, E.M. 2003. Diffusions of Innovation. Free Press, New York. Rogers, E.M. and F.F. Shoemaker, 1995. Communication and Innovation. A Cross Cultural Approach. 3 rd Edition. The Free Press, New York. Rudini. 1993. Komunikasi Politik dalam Sistem Demokrasi Pancasila dan Komunikasi Politik. Gramedia, Jakarta. Rush, M. dan P. Althoff. 2003. Pengantar Sosiologi Politik. Rajawali, Jakarta. Ruslan, R. 2004. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Rajawali Pers, Jakarta. Sarwono, J. 2006. Paduan Cepat dan Mudah SPSS 14,0. Andi Offset, Yokyakarta Santoso, S. 2004. Dinamika Kelompok. Bumi Aksara, Jakarta Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan disiplin dalam Pembangunan Nasional. Rajawali Pers, Jakarta. Sawit, H. 2006. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Orde Reformasi. IPB Press, Bogor. Schramm, W. dan D.L. Kincaid. 1977. Azas-Azas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES, Jakarta. Setiawan, B. 2003. Globalisasi Pertanian; Ancaman Atas Kedaulatan Bangsa dan Kesejahteraan Petani. The Institute for Global Justice, Jakarta Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Gramedia, Jakarta. Singarimbun, M. dan S. Effendi. 2006. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi LP3ES, Jakarta. Soekanto, S. 2005. Sosiologi, Suatu Pengantar. Rajawali Pers, Jakarta.
116 Suciawati. 1997. ”Mengajar di Perguruan Tinggi.” Ditjen Dikti, Jakarta. Sudjana, 1990. Metode Statistik. Tarsito. Bandung. Suryadi, S. 1993. Elite Politik dalam Komunikasi Politik DPR RI pada Era Reformasi. Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta. Suryana, A., Mardianto, S., dan Ikhsan, M. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM- UI, Jakarta. Tambunan,T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta. Thoha, M. 1993. Pembinaan Organisasi: Proses Diagnosa dan Intervensi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tubbs S.L. dan S. Moss 1996. Human Comunication; Konteks-Konteks Komunikasi. Remaja Rosda Karya, Bandung. Vardiansyah, D. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Pendekatan Taksonomi Konseptual. Galia Indonesia, Bogor. Jurnal Ilmiah Malik, J.D. 1999. ”Pemilihan Langsung Presiden; Perspektif Budaya dan Komunikasi Politik.” Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung. Tesis Jauhari, A. 2004.”Peranan Komunikasi Politik dalam Proses Legislasi, Kasus Pada Pembahasan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman di Komisi-III DPR RI.” Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Purwandari, H. 2006. ”Perlawanan Tersamar Organisasi Petani, Upaya Memahami Gerakan Sosial Petani.” Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
117
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji reliabilitas karakteristik personal R E L I A B I L I T Y
1. 2. 3. 4.
Umur Pendidikan Formal Pengalaman Menjabat Pendapatan
A N A L Y S I S
-
S C A L E
Mean
Std Dev
Cases
1.6667 2.5333 1.3333 2.0000
.6172 .5164 .4880 .5345
15.0 15.0 15.0 15.0
Correlation Matrix
X1 X2 X3 X4
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
1.0000 .5976 .3953 .2165
1.0000 .6614 .0000
1.0000 .0000
1.0000
N of Cases =
Alpha =
.6095
(A L P H A)
15.0 N of Standardized item alpha = .5999
119
Lampiran 2. Hasil uji reliabilitas karakteristik situasional R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S Mean
1.Saluran Kom. Pol 2.Partisipasi Pol. 3.Persepsi Politik
Statistics for SCALE
Mean 9.2857
3.1333 3.1238 3.0286
-
S C A L E
Std Dev
(A L P H A)
Cases
.3641 .3278 .4805
15.0 15.0 15.0
N of Variables 3
Variance .8484
Std Dev .9211
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
6.1524 6.1619 6.2571
.4970 .4836 .3388
Item-total Statistics
1 Saluran KP 2 Partisipasi 3 Persepsi P.
Alpha if Item Deleted
.4263 .5644 .4983
.6382 .4968 .5829
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.6674
15.0
N of Items =
3
120
Lampiran 3. Hasil uji reliabilitas perilaku komunikasi politik R E L I A B I L I T Y
1.KP Media Massa 2.RT Opini Publik 3.Sikap Politik
Statistics for SCALE
Mean 8.7714
A N A L Y S I S
-
S C A L E
(A L P H A)
Mean
Std Dev
Cases
3.0000 3.0000 2.7714
.3818 .3102 .2341
15.0 15.0 15.0 N of Variables 3
Variance .5388
Std Dev .7340
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted KP.Media M RT OpiniP Sikap P
5.7714 5.7714 6.0000
.2414 .2647 .3294
Alpha if Item Deleted
.4041 .5572 .5749
.7488 .4846 .5310
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.6737
15.0
N of Items =
3
121
Lampiran 4. Hasil uji reliabilitas peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S Mean
1. 2. 3. 4. 5.
HPP MIB SBP PT PI
2.9278 2.9111 2.8722 2.9333 2.9212
Statistics for SCALE
Mean 14.5657
-
S C A L E
(A L P H A)
Std Dev
Cases
.2202 .1710 .2417 .2601 .3650
15.0 15.0 15.0 15.0 15.0 N of Variables 5
Variance .6392
Std Dev .7995
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted 1 2 3 4 5
HPP MIB SBP PT PI
11.6379 11.6545 11.6934 11.6323 11.6444
.4725 .5569 .5733 .4074 .2445
Alpha if Item Deleted
.3905 .2080 .0205 .4942 .7241
.5191 .5964 .6853 .4518 .2222
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.5909
15.0
N of Items =
5
122 Lampiran 5. Kuesioner Penelitian Kode Responden :
KUESIONER PENELITIAN Nama Responden
:
Instansi/Organisasi
:
Jenis Kelamin
:
Jabatan
:
Alamat
:
Nama Enumerator
:
Tanggal Wawancara
:
(L/P) *
Pilih salah satu
Oleh : MUHAMMAD SUKRI NASUTION P054050151
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
123 Bagian I. Personal Di bawah ini terdapat sejumlah pertayaan. Silahkan pilih jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dengan memilih/mengisi salah satu jawaban. Berilah tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang tersedia sesuai pilihan Bapak/Ibu. 1. Berapa tahun usia Bapak/Ibu saat ini ? Tanggal :........ Bulan :......... Tahun :.......... 2. Pendidikan Bapak/ Ibu yang terakhir ? SLTA
:
Lulus
Diploma
:
D1
Sarjana
:
S1
Tidak Lulus D2
D3 S2
S3
3. Berapa lama Bapak/Ibu menduduki jabatan/pengurus utama pada posisi yang saat ini ditekuni? Satu Tahun Dua Tahun Tiga Tahun Empat Tahun Lima Tahun 4. Berapa pendapatan rataan Bapak/ Ibu dalam satu bulan ? Gaji
: Rp................................
Pertanian
: Rp................................
Dagang
: Rp.................................
Usaha Bisnis Jasa Lainnya
: Rp................................. : Rp................................. Total : Rp ................................
Bagian II. Situasional Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang diajukan. Silahkan pilih jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dengan memilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang tersedia. Pilihan jawaban (5) SS = Sangat Setuju, (4) S = Setuju, (3) RR = Ragu-Ragu, (2) TS = Tidak Setuju, (1) STS = Sangat Tidak Setuju. Pernyataan Pilihan Jawaban (5) (4) (3) (2) (1) 1. Saluran komunikasi politik di Indonesia sudah maksimal digunakan Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan kebijakan perberasan ? 2. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) ? 3. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada penentuan kebijakan impor beras ?
Pernyataan
Pilihan Jawaban
124 (5) 4. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan kebijakan perberasan menentukan subsidi benih dan pupuk? 5. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan pengembangan teknologi perberasan? 6. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan penyediaan infrastruktur perberasan ? 7. Partisipasi politik aktif di Indonesia bermanfaat bagi Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan kebijakan perberasan? 8. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)? 9. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan penentuan melakukan impor beras? 10. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan kebijakan subsidi benih dan pupuk? 11. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pengembangan teknologi perberasan? 12. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan penyediaan infrastruktur perberasan ? 13. Persepsi politik saat ini berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan kebijakan perberasan? 14. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)? 15. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan penentuan melakukan impor beras? 16. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan kebijakan subsidi benih dan pupuk? 17. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan pengembangan teknologi perberasan? 18. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan penyediaan infrastruktur perberasan ?
(4)
(3)
(2)
(1)
125 Bagian III. Perilaku Komunikasi Politik Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang diajukan. Apakah pendapat Bapak/Ibu setiap pernyataan berikut? Silahkan pilih jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dengan memilih salah satu. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia. Pilihan jawaban (5) SS = Sangat Setuju, (4) S = Setuju, (3) RR = Ragu-Ragu, (2) TS = Tidak Setuju, (1) STS = Sangat Tidak Setuju. Pernyataan (5) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Bapak/ Ibu sering membaca surat kabar seputar kebijakan beras akhir-akhir ini ? Bapak/Ibu sering mendengar informasi dari radio seputar kebijakan perberasan akhir-akhir ini? Bapak/ Ibu suka menonton siaran atau berita tentang kebijakan perberasan akhir-akhir ini? Bapak/ Ibu memperoleh manfaat dari menonton televisi seputar kebijakan beras selama ini? Bapak/Ibu mendengar siaran berita tentang kebijakan perberasan di radio akhir-akhir ini? Bapak/Ibu pernah menonton televisi seputar informasi beras dalam seminggu seperti akhir-akhir ini? Bapak/ibu mendapat manfaat dari membaca surat kabar seputar kebijakan beras selama ini? Seputar kebijakan beras menjadi perhatian utama Bapak/Ibu dengan mendengarkan berita dari radio selama ini? Seputar kebijakan beras menjadi perhatian utama Bapak/Ibu dengan melihat berita di televisi selama ini? Seputar kebijakan beras menjadi perhatian utama Bapak/Ibu dengan membaca berita surat kabar selama ini? Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang kritikan kebijakan perberasan di media massa dan masyarakat selama ini ? Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di media massa dan masyarakat? Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang penentuan melakukan impor beras di media massa dan masyarakat selama ini? Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang pelaksanaan kebijakan subsidi benih dan pupuk di media massa dan masyarakat selama ini? Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang pengembangan teknologi perberasan di media massa selama ini? Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang perbaikan infrastruktur perberasan di media massa dan masyarakat saat ini? Respons Bapak/Ibu perdagangan beras antar daerah selama ini? Bagaimana sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional ? Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional tentang penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)? Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional tentang penentuan melakuakan impor beras? Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional tentang pelaksanaan kebijakan subsidi benih dan pupuk? Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional tentang pengembangan teknologi perberasan? Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional tentang penyediaan infrastruktur perberasan? Sikap politik Bapak/Ibu menilai kebijakan perberasan antar daerah selama ini?
Pilihan Jawaban (4) (3) (2)
(1)
126 Bagian IV. Respons Peran Komunikasi Politik Kebijakan Perberasan Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang diajukan. Apakah pendapat Bapak/Ibu setiap pernyataan berikut? Silahkan pilih jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dengan memilih salah satu. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia. Pilihan jawaban (5) SS = Sangat Setuju, (4) S = Setuju, (3) RR = Ragu-Ragu, (2) TS = Tidak Setuju, (1) STS = Sangat Tidak Setuju. Pernyataan Pilihan Jawaban (5) (4) (3) (2) (1) 1. Menurut Bapak/Ibu kebijakan HPP sudah tepat seperti yang berlaku selama ini? 2. Menurut Bapak/Ibu, kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sudah berpihak pada petani ? 3. Menurut Bapak/ Ibu, kebijakan HPP cukup ditetapkan dan diputuskan pemerintah saja ? 4. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya kebijakan HPP ditetapkan bersama Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha Beras dan Organisasi Tani di DKP? 5. Pendapat Bapak/ Ibu, penentuan HPP tiap tahun mengikuti harga pasar ditingkat petani saja ? 6. Pendapat Bapak/Ibu, penetapan HPP diserahkan ke Organisasi Tani saja? 7. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah berperan positif dalam mengakomodir aspirasi petani dalam pengaturan HPP? 8. Pendapat Bapak/Ibu, Komisi IV DPR berperan positif dalam mengakomodir aspirasi petani dalam pengaturan HPP? 9. Pendapat Bapak/Ibu, kalangan pengusaha beras berperan positif mengakomodir aspirasi petani mengatur HPP? 10. Pendapat Bapak/Ibu, organisasi Tani sudah berperan positif dalam membawa aspirasi petani menentukan HPP? 11. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah lebih berperan dan dominan dalam menentukan HPP di tingkat petani? 12. Pendapat Bapak/Ibu, diluar pemerintah (komisi IV, pengusaha beras, organisasi Tani), berperan juga dalam memutuskan HPP? 13. Menurut Bapak/Ibu kebijakan impor beras sudah tepat seperti yang diberlakukan selama ini? 14. Menurut Bapak/Ibu, kebijakan impor beras sudah sesuai keinginan petani di dalam negeri? 15. Menurut Bapak/ Ibu, penentuan melakukan impor beras ditetapkan pemerintah saja ? 16. Menurut Bapak/Ibu, penentuan impor beras ditetapkan bersama (Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha Beras, Organisasi Petani)? 17. Pendapat Bapak/Ibu, impor beras mengikuti mekanisme pasar saja ? 18. Pendapat Bapak/Ibu, kebijakan impor beras diserahkan melalui keputusan Organisasi Tani saja? 19. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah sudah berperan positif dalam kebijakan impor beras? 20. Pendapat Bapak/Ibu, Komisi IV DPR sudah berperan baik dalam kebijakan impor beras? 21. Pendapat Bapak/Ibu, kalangan pengusaha beras kuat dalam menentukan kebijakan impor beras?
127
Pernyataan 22. Pendapat Bapak/Ibu, organisasi tani kuat berperan dalam menentukan impor beras? 23. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah kuat berperan dalam menentukan impor beras? 24. Pendapat Bapak/Ibu, diluar pemerintah lebih kuat mempengaruhi impor beras? 25. Menurut Bapak/Ibu, penentuan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ditetapkan bersama (Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha Beras, Organisasi Petani)? 26. Pendapat Bapak/ Ibu, penentuan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk mengikuti mekanisme pasar saja ? 27. Pendapat Bapak/Ibu, penentuan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk diserahkan ke Organisasi petani saja? 28. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah sudah berperan positif dalam Penentuan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ? 29. Pendapat Bapak/Ibu, Komisi IV DPR sudah berperan dalam menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ? 30. Pendapat Bapak/Ibu, kalangan pengusaha beras berperan dalam menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ? 31. Pendapat Bapak/Ibu, organisasi petani sudah berperan dalam menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ? 32. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah lebih berperan dalam menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ? 33. Pendapat Bapak/Ibu, diluar pemerintah (komisi IV, pengusaha beras, organisasi Petani), lebih berperan dalam menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ? 34. Menurut Bapak/Ibu pengembangan teknologi perberasan sudah tepat seperti yang berlaku sekarang ini? 35. Menurut Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan sudah sesuai keinginan petani ? 36. Menurut Bapak/ Ibu, pengembangan teknologi perberasan di tetapkan pemerintah saja ? 37. Menurut Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan ditetapkan bersama Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha Beras, Organisasi Petani? 38. Pendapat Bapak/ Ibu, pengembangan teknologi perberasan mengikuti mekanisme pasar saja ? 39. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan diserahkan ke Organisasi petani saja? 40. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan pemerintah sudah berperan positif? 41. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan Komisi IV DPR sudah berperan? 42. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan kalangan pengusaha beras berperan? 43. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan organisasi petani sudah berperan ? 44. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan pemerintah lebih berperan? 45. Pengembangan teknologi perberasan diluar pemerintah (komisi IV, pengusaha beras, organisasi Petani), lebih berperan?
(5)
Pilihan Jawaban (4) (3) (2) (1)
128
Pernyataan (5)
Pilihan Jawaban (4) (3) (2) (1)
46. Menurut Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan sudah tepat seperti yang berlaku sekarang ini? 47. Menurut Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan sudah sesuai keinginan petani ? 48. Menurut Bapak/ Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan di tetapkan pemerintah saja ? 49. Menurut Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan ditetapkan bersama (Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha Beras, Organisasi Petani)? 50. Pendapat Bapak/ Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan mengikuti mekanisme pasar saja ? 51. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan diserahkan ke Organisasi petani saja? 52. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan pemerintah sudah berperan positif? 53. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan Komisi IV DPR sudah berperan ? 54. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan kalangan pengusaha beras sudah berperan? 55. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan organisasi petani sudah berperan? 56. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan pemerintah lebih berperan? 57. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan diluar pemerintah (komisi IV, pengusaha beras, organisasi Petani), lebih berperan? 58. Pedapat Bapak/Ibu kebijakan perberasan yang ditempuh Indonesia akhir-akhir ini sudah sesuai? 59. Pendapat Bapak/Ibu kebijakan perberasan yang ada saat ini dipengaruhi oleh dampak liberalisasi ekonomi? 60. Pendapat Bapak/Ibu sebaiknya membenahi kelemahan pertanian di dalam negeri dibanding melakukan impor? Pertanyaan Pandangan atau Pendapat Bapak/Ibu: 1.
Komentar Bapak/Ibu pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini: ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ......................................................................................................................
2.
Bagaimana peran Organiasai Tani pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini: ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ......................................................................................................................
129 3.
Bagaimana peran Pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini: ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ......................................................................................................................
4.
Bagaimana peran Organisasi Pengusaha beras pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini: ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ......................................................................................................................
5.
Bagaimana peran Komisi IV DPR pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini: ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ...................................................................................................................... Jakarta,..../............................2007
Responden
“ Terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu menjawab pertanyaan dan pernyataan sesuai pendapat Bapak/Ibu sekalian”