Peran Implementasi Manajemen Rantai Pasokan dalam Perekonomian Era Global (Studi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia)
Lina Anatan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Abstract Supply chain management is one of the economic decisions that uses a strategic tool to achieve competitiveness and sustainability in the global economy era. The focus of this study investigate the moderating role of supply chain uncertainty (supplier uncertainty, process uncertainty, demand uncertainty) on the relationship of supply chain management practices and supply chain management performance. Data are collected through mailed questionnaire. The total questionnaires are 500 sent to CEOs firms in Indonesia. Seventy three of useable questionnaires returned yielding the response rate of 14,60%. Through the simple regression the analysis and moderated regression analysis, three hypotheses are supported and one hypothesis is not supported. It means that supply chain management practices have significant effects on supply chain performance, and supply chain uncertainty has a role as moderating variable between the relationship of supply chain management practices and supply chain performance. Keywords: Supply Chain Management practices, supply chain uncertainty, supply chain performance.
I. Pendahuluan Perekonomian era global memiliki karakteristik yang khas, yaitu adanya ketidakstabilan pasar yang mengakibatkan perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif baik dalam hal harga maupun kualitas. Dampak nyata era ekonomi global adalah munculnya liberalisasi perdagangan yang membawa dampak hilangnya batas geografis yang membatasi ruang lingkup perdagangan suatu perusahaan. Pada era ini kegiatan operasional perusahaan telah berbasis pada teknologi informasi seperti internet yang mendorong pada perkembangan paradigma perusahaan yang semula hanya memfokuskan pada downstream yaitu konsumen menjadi fokus pada upstream yaitu kemitraan bisnis. Kemitraan bisnis sangat diperlukan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam memperoleh sumber daya yang dibutuhkan dalam proses produksi, salah satunya adalah melalui manajemen rantai pasokan (supply chain management). Implementasi manajemen rantai pasokan perlu memfokuskan pada kecepatan, kualitas, dan fleksibilitas sebagai cara untuk merespon kebutuhan konsumen untuk menciptakan superior customer value. Dalam perkembangan bisnis saat ini, karakteristik rantai pasokan dalam fleksibilitas perusahaan dan praktik-praktik manajemen rantai pasokan telah mengalami perubahan untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan (Stonebraker dan Liao, 2004). Praktik-praktik manajemen rantai pasokan dalam konteks ini terkait dengan serangkaian aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi untuk mencapai keefektifan manajemen rantai pasokan, yang meliputi kemitraan strategik pemasok, hubungan dengan konsumen, tingkat information sharing, kualitas informasi, postponement (Li et al., 2006). Praktik-praktik manajemen rantai pasokan tersebut merupakan faktor yang penting untuk mencapai koordinasi yang efektif dalam rantai pasokan dan menjadi pengendali disepanjang rantai pasokan. Studi-studi mengenai manajemen rantai pasokan telah banyak dilakukan pada negara-negara maju seperti Amerika dan Australia, tetapi hanya sedikit penelitian dilakukan di Asia, khususnya di 122
Peran Implementasi Manajemen Rantai Pasokan dalam Perekonomian Ea Global (Studi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia) (Lina Anatan
Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, pengelolaan rantai pasokan khususnya di negara kepulauan seperti Indonesia pada dasarnya sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup perusahaan karena makin kompetitifnya tuntutan persaingan yang memaksa perusahaan untuk memperluas pangsa pasar tanpa mempedulikan batasan geografis antar daerah, antar propinsi, antar pulau, bahkan antar negara, sehingga keterlibatan dalam suatu rantai pasokan sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan dalam bidang manajemen rantai pasokan. Penelitian dimotivasi oleh alasan yaitu: Pertama, masih kurangnya penelitian empiris yang sistematis yang secara simultan menguji pengaruh praktik-praktik manajemen (kemitraan strategik pemasok, hubungan dengan konsumen, tingkat information sharing, kualitas information, postponement) terhadap kinerja rantai pasokan yang dikaji dari perspektif customer facing (reliabilitas, responsiveness, fleksibilitas) dan internal facing (biaya, dan aset). Kedua, Untuk memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan praktik-praktik manajemen rantai pasokan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam rantai pasokan. Model rantai pasokan dalam studi ini dikembangkan berdasarkan literatur konseptual manajemen rantai pasokan yang dikemukakan oleh Li et al., (2006) yang menunjukkan adanya keterkaitan antara praktik-praktik manajemen rantai pasokandan kinerja bisnis perusahaan. Modifikasi model dengan menambahkan ketidakpastian dalam manajemen rantai pasokan sebagai variabel moderator mengacu pada studi oleh Batnagar dan Sohal (2005). Studi ini memfokuskan pada pembahasan empat pertanyaan penelitian yang diajukan meliputi: 1) Apakah praktik-praktik manajemen rantai pasokan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja rantai pasokan? 2) Apakah ketidakpastian dalam rantai pasokan memoderasi hubungan antara praktik-praktik manajemen dan kinerja rantai pasokan?
II. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis 2.1 Praktik-Praktik Manajemen Rantai Pasokan Dalam implementasi manajemen rantai pasokan, praktik-praktik manajemen rantai pasokan memainkan peranan yang penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Praktik-praktik manajemen didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi untuk mencapai keefektifan manajemen rantai pasokan. Beberapa penulis memberikan pandangan yang berbeda-beda tentang praktik-praktik manajemen seperti dijelaskan pada Tabel 1. Dalam penelitian ini, praktik-praktik manajemen rantai pasokan yang digunakan meliputi lima variabel yang mewakili upstream (kemitraan pemasok strategik), downstream (hubungan dengan konsumen, pergerakan informasi diantara rantai pasok), level dan kualitas information sharing, dan proses rantai pasokan internal. Kemitraan strategik pemasok merupakan hubungan jangka panjang antara organisasi dengan pemasoknya dan dibentuk untuk memfasilitasi masing-masing organisasi untuk mencapai keuntungan jangka panjang (Sheridan, 1998; Claycomb et al., 1999; Noble, 1997). Kemitraan strategis menekankan pada hubungan jangka panjang secara langsung yang mendukung proses perencanan dan usaha pemecahan masalah (Gunasekaran et al., 2001) yang memungkinkan perusahaan untuk bekerja lebih efektif dengan pemasok yang memiliki kemauan untuk berbagi tanggung jawab untuk menjamin keberhasilan produk sehingga diperlukan peran pemasok sejak dimulai keputusan desain produk untuk membantu memilihkan komponen dan teknologi terbaik, pilihan desain yang efektif, dan penilaian desain. Hubungan dengan konsumen mengacu pada paktik-praktik secara menyeluruh yang dilakukan untuk mengelola keluhan konsumen, mengembangkan hubungan jangka panjang dengan konsumen, dan memperbaiki kepuasan konsumen (Claycomb et al., 1999; Tan et al., 1998). Pengelolaan hubungan dengan konsumen merupakan komponen penting dalam praktik manajemen rantai pasokan karenadapat digunakan sebagai hambatan dalam kompetisi (Noble, 1997). Hubungan yang baik dengan konsumen diperlukan untuk mencapai kesuksesan manajemen rantai pasokan dan 123
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
memungkinkan organisasi untuk memiliki keunggulan khusus dibanding pesaing yaitu kepuasan dan loyalitas konsumen (Magretta, 1998). Tabel I Fokus Praktik-praktik Manajemen Rantai Pasokan pada Penelitian Terdahulu Peneliti Praktik-Praktik Manajemen Rantai Pasokan Tan et al. (1998) Pembelian, kualitas, hubungan dengan konsumen Kovarado & Koto Kompetensi inti yang meliputi Electronic Data Interchange (EDI) dan (2001) eliminasi persediaan yang berlebihan dengan mengurangi customization pada rantai pasok akhir Tan et al. (2002) Integrasi rantai pasokan, pembagian informasi, kaakteristik SCM, manajemen pelayanan konsumen, kapabilitas just in time (JIT) Chen & Paultaj (2004) Penguangan pemasok, hubungan jangka pendek, komunikasi cross functional team, keterlibatan pemasok untuk mengukur hubungan pembeli dan pemasok Mon & Mentzer (2004) Visi dan tujuan, information sharing, sharing resiko dan prestasi, kerjasama, integrasi proses, hubungan jangka panjang, dan kepemimpinan rantai pasokan. Li et al. (2006) Kemitraan strategik pemasok, hubungan dengan konsumen. Tingkat information sharing, kualitas information, postponement Sumber: Diolah Tingkat pembagian informasi berkaitan dengan tingkat kepentingan dan ketepatan informasi yang dikomunikasikan ke mitra bisnis dalam rantai pasokan. Information sharing merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi manajemen rantai pasokan (Lalonde, 1998; Yu et al., 2001; Childhouse dan Towill, 2003). Lalonde (1998) mengemukakan bahwa information sharing merupakan salah satu dari ”building blocks” yang menunjukkan hubungan yang solid antar mitra bisnis yang tergabung dalam rantai pasokan. Information sharing pada dasarnya memiliki dua aspek penting yaitu kuantitas dan kualitas information sharing yang keduanya dianggap sebagai konstruk yang mempengaruhi information sharing. Aspek kuantitas (tingkat) information sharing mengacu pada kepentingan dan ketepatan informasi yang dikomunikasikan pada mitra rantai pasokan (Monezka, 1998). Informasi yang dibagikan bisa bervariasi dari level strategik hingga taktis, baik informasi tentang aktivitas logistik maupun informasi pelanggan. Kualitas information sharing penting untuk mencapai keefektifan rantai pasokan, tetapi dampak information sharing akan dirasakan signifikan tergantung pada informasi yang dibagikan, kepada siapa informasi tersebut dibagikan, kapan dan bagaimana informasi tersebut dibagikan (Monezka et al., 1998). Dampak information sharing sangat dipengaruhi oleh kualitas informasi yang mencakup aspek seperti akurasi, ketepatan waktu, kecukupan informasi, dan kredibilitas pertukaran informasi. Jarell (1998) mengemukakan bahwa information sharing di sepanjang rantai pasokan dapat menciptakan fleksibilitas, tetapi untuk mencapai fleksibilitas tersebut diperlukan informasi yang akurat dan tepat waktu, untuk itu distorsi informasi harus dihilangkan yaitu dengan mencapai informasi seakurat mungkin dan perusahaan harus memastikan bahwa pergerakan informasi berjalan lancar tanpa penundaan atau keterlambatan dan tidak terjadi distorsi atau paling tidak diupayakan seminimum mungkin. Penundaan didefinisikan sebagai praktik-praktik pembuatan, penyediaan, bahan, dan pengiriman) dalam rantai pasokan yang memungkinkan perusahaan untuk lebih fleksibel dalam mengembangkan variasi produk yang berbeda untuk memenuhi perubahan kebutuhan konsumen dan membedakan suatu produk untuk memodifikasi fungsi permintaan.. Dua pertimbangan utama dalam mengembangkan suatu strategi postponement adalah dengan menentukan seberapa besar penundaan, penentuan langkah mana yang digunakan untuk melalukan penundaan. Strategi ini perlu disesuaikan dengan tipe-tipe produk, permintaan pasar, dan struktur hambatan dalam system manufaktur dan logistic (Pagh dan Cooper. 1998).
124
Peran Implementasi Manajemen Rantai Pasokan dalam Perekonomian Ea Global (Studi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia) (Lina Anatan
2.2 Kinerja Rantai Pasokan Salah satu model acuan yang dipakai dalam pengukuran kinerja adalah model SCOR (Supply Chain Operation Reference). Model SCOR mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu business process reengineering (BPR), benchmarking, dan process measurement (Hwang et al., 2008). Model SCOR membagi proses-proses rantai pasokan menjadi lima proses inti yaitu plan, source, make, deliver, dan return. Plan merupakan proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman yang mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan material, perencanan kapasitas, dan melakukan penyesuaian perencanaan manajemen rantai pasokan dan perencanaan finansial. Source adalah proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan, proses ini mencakup penjadwalan pengiriman dari pemasok, menerima, mengecek, dan memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim pemasok, memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok, dan sebagainya. Make merupakan proses untuk menstransformasi bahan baku atau komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan, meliputi penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, dan memelihara fasilitas produksi. Deliver merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa. Proses deliver meliputi order management, transportasi, dan distribusi. Sedangkan return merupakan proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan. Kegiatan yang terlibat meliputi identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian produk cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian. Dalam penelitian ini pengukuran dimensi kinerja rantai pasokan dilihat dari berbagai dimensi umum yaitu reliabilitas, responsiveness, fleksibilitas, biaya, dan aset. 2.3 Ketidakpastian dalam Rantai Pasokan Ketidakpastian dalam persaingan dan kondisi lingkungan bisnis membawa dampak pada ketidakpastian yang terjadi dalam rantai pasokan baik terkait dengan ketidakpastian pemasok, proses, maupun permintaan (Wong dan Boon, 2008; Kinra dan Kotzab, 2008). Ketidakpastian yang terjadi menimbulkan banyak masalah yang berdampak pada total biaya produksi, misalnya kemungkinan stock out akan menyebabkan rush-order, dan kelebihan stock. Kemungkinan lain adalah biaya promosi penjualan dan biaya discount yang terjadi karena ketidaktepatan waktu proses penyampaian barang ke konsumen akhir sehingga perusahaan harus menanggung lost sales. Fenomena tersebut lebih dikenal dengan bullwhip effect diakibatkan oleh adanya distorsi informasi permintaan dari rantai bawah (enduser) ke rantai diatasnya, sehingga kuantitas permintaan sering tidak dapat terpenuhi secara maksimal. Schroeder (2000) mengemukakan empat faktor penyebab timbulnya Bullwhip Effect, yaitu: 1). Peramalan permintaan yang kurang tepat, karena tidak adanya pembagian informasi. Solusi permalan dapat dilakukan dengan menggunakan smoothing method dari data keseluruhan penjualan yang ada, 2) Order Batching, dapat terjadi jika ada penumpukan order, 3) Fluktuasi harga, memicu timbulnya bullwhip effect karena jika ada diskon rush demand dan akan menyebabkan rush order material, artinya menyelesaikan pemenuhan permintaan yang meningkat menimbulkan masalah pada rantai lain karena rush order material meningkat, kemungkinan biaya pesan menjadi tinggi dan sebaliknya, 4) Rationing, artinya jika permintaan melebihi penawaran maka permintaan tersebut akan dijatah dengan menggunakan perbandingan yang sama atas pemesanannya. 2.4 Model Penelitian dan Pengembangan Hipotesis Gambar 1 menunjukkan model penelitian manajemen rantai pasokan yang dalam penelitian ini. Model penelitian menjelaskan bahwa praktik-praktik manajemen rantai pasokan yang meliputi lima dimensi utama adalah manajemen kemitraan strategik pemasok, hubungan dengan konsumen, tingkat information sharing, kualitas information, postponement memiliki pengaruh terhadap kinerja rantai pasokan. Berdasarkan literatur yang ada maka dikembangkan model penelitian yang
125
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
menujukkan hubungan praktik-praktik manajemen rantai pasokan, ketidakpastian dalam rantai pasokan, dan kinerja rantai pasokan. Gambar 1 Model Penelitian Ketidakpastian Dalam Rantai Pasokan Praktik-Praktik Manajemen Rantai Pasokan Kemitraan Strategik Pemasok Hubungan Dengan Konsumen Level Information Sharing Kualitas Information Postponement
Ketidakpastian Pemasok Ketidakpastian Proses Ketidakpastian Permintaan
H2 H1
Kinerja Rantai pasokan Reliabilitas Responsiveness Fleksibilitas Biaya Aset
Sumber: Batnagar dan Sohal (2005) dan Li et al., (2006) Model konseptual rantai pasokan yang dikembangkan dalam studi ini menunjukkan bahwa praktik-praktik manajemen rantai pasokan memiliki dampak langsung terhadap kinerja rantai pasokan (Shin et al., 2000; Stock et al., 2000). Praktik-praktik manajemen rantai pasokan diharapkan dapat meningkatkan kinerja rantai pasokan secara menyeluruh. Misalnya kemitraan stratejik pemasok memiliki pengaruh langsung terhadap biaya dan tingkat respon terhadap kebutuhan konsumen (Carr dan Person, 1999), praktik-praktik hubungan dengan konsumen juga memiliki pengaruh terhadap tingkat responsif perusahaan terhadap kebutuhan konsumen (De Toni dan Nassimbeni, 2000). Makin tingginya level information sharing akan mengakibatkan makin rendahnya biaya (Lin et al, 2002). Berdasarkan argumen-argumen dan hasil studi empiris yang dilakukan beberapa peneliti sebelumnya, maka maka dikembangkan hipotesis: Hipotesis 1: Praktik-praktik manajemen rantai pasokan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja rantai pasokan Bhatnagar dan Sohal (2005) mengemukakan bahwa interaksi yang kompleks dan dinamis antara pemasok diantara rantai pasokan membawa dampak pada ketidakpastian perencanaan dalam suatu rantai pasokan. Ketidakpatian dalam rantai pasokan ini dikelompokkan dalam tiga sumber ketidakpastian yaitu ketidakpastian pemasok, ketidakpastian proses, dan ketidakpastian permintaan. Ketidakpastian pemasok disebabkan oleh variabilitas kinerja pemasok terkait dengan keterlambatan pengiriman. Ketidakpastian pemasok didefinisikan sebagai tingkat perubahan kualitas produk dan kinerja pengiriman pemasok yang tidak dapat diprediksi. Lee dan Billington (1992) mengemukakan beberapa sumber ketidakpastian pemasok yang meliputi: tingkat penguasaan teknologi pemasok, waktu tunggu, kinerja pengiriman, dan kualitas material atau bahan baku. Ketidakpastian yang diakibatkan oleh pemasok seperti keterlambatan pengiriman material/bahan baku, kerusakan material, dan waktu tunggu yang tidak pasti akan menghambat proses produksi perusahaan yang akan mengakibatkan terjadinya inefisiensi dalam segala bidang baik dalam hal variabilitas pemesanan, peningkatan safety stock, peningkatan biaya logistik, dan penggunaan sumber daya yang tidak efisien (Yu, et al., 2001). Ketidakpastian proses atau ketidakpastian teknologi merupakan akibat dari proses produksi yang tidak reliabel misalnya karena kerusakan mesin. Ketidakpastian teknologi didefinisikan sebagai perubahan teknologi dalam suatu industri yang tidak dapat diprediksi. Perkembangan teknologi informasi yang pesat akan dapat memberikan berbagai manfaat dan kesempatan bagi perusahaan jika perusahaan dapat memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada dengan benar. Kondisi ini memberikan manfaat bagi perusahaan tetapi akan dapat menjadi hambatan dan tantangan yang merugikan jika perusahaan tidak dapat beradaptasi dan menguasai perkembangan teknologi yang ada, khususnya bagi perusahaan yang bersaing secara individual (stand-alone competition). Ketidakpastian konsumen didefinisikan sebagai tingkat perubahan permintaan yang tidak dapat diprediksi dan dirasakan. Kondisi persaingan bisnis yang terjadi telah mengalami perubahan paradigma dari supplier-driven, dimana produk dan jasa dihasilkan tergantung pada kemampuan 126
Peran Implementasi Manajemen Rantai Pasokan dalam Perekonomian Ea Global (Studi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia) (Lina Anatan
produsen menjadi customer-driven, dimana setiap keputusan produksi ditentukan oleh keinginan dan kebutuhan konsumen. Dalam kondisi ini, permintaan konsumen cenderung tidak dapat diprediksi dan tidak pasti baik dalam hal volume, waktu, maupun tempat. Konsumen saat ini menginginkan lebih banyak pilihan produk, pelayanan yang lebih baik, kualitas yang lebih tinggi, dan pengiriman yang lebih cepat. Studi yang dilakukan Bhatnagar dan Sohal (2005) membuktikan bahwa ketidakpastian dalam rantai pasokan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja rantai pasokan yang diukur dari pespektif waktu tunggu, persediaan, kualitas, pelayanan konsumen, dan fleksibilitas. Ketika tingkat ketidakpastian tinggi, serta kebutuhan konsumen cenderung bersifat fluktuatif, rantai pasokan yang memiliki kinerja baik akan menguntungkan perusahaan yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengaruh ketidakpastian dalam rantai pasokan terhadap kinerja rantai pasokan akan lebih besar dalam kondisi lingkungan yang dinamis dibandingkan dalam kondisi persaingan yang stabil (Wong dan Boon, 2008; Kinra dan Kotzab, 2008; Boyle et al., 2008; Trkman dan Mac Cormack, 2009). Untuk itu dikembangkan hipotesis: Hipotesis 2: Ketidakpastian dalam rantai pasokan memoderasi hubungan antara praktik-praktik manajemen dan kinerja rantai pasokan
III.
Metode Penelitian
3.1 Sampel Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data Populasi penelitian meliputi seluruh perusahaan manufaktur yang beroperasi di Indonesia yang terdaftar dalam Direktori Perusahaan Manufaktur yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik, tahun 2005. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dan sampel yang dipilih adalah perusahaan manufaktur dengan kriteria memiliki skala besar, bergerak di bidang usaha otomotif, permesinan, elektronik, dan komputer. Studi pada penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner (mailed questionnaires) pada perusahaanperusahaan manufaktur. Target responden menggunakan yaitu CEO (manajemen puncak). Pendistribusian kuesioner dilakukan selama dua bulan dengan batas pengembalian selama empat minggu setelah diterimanya surat oleh perusahaan. 3.2 Variabel dan Pengukuran Praktik-praktik manajemen rantai pasokan. Praktik-praktik manajemen didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi untuk mencapai keefektifan manajemen rantai pasokan.Praktik-praktik manajemen rantai pasokan dalam penelitian ini meliputi: manajemen kemitraan strategik pemasok, hubungan dengan konsumen, tingkat information sharing, kualitas information, postponement (Li, 2006; Chen & Paultaj (2004). Skala Likert 5 point digunakan untuk mengukur tingkat perhatian perusahaan terhadap strategi operasi (1= sangat tidaksetuju, 5 = sangat setuju). Ketidakpastian Rantai Pasokan. Ketidakpastian rantai pasokan dalam penelitian ini diadopsi dari studi yang dilakukan Bhatnagar dan Sohal (2005) yang meliputi ketidakpastian pemasok, ketidakpastian proses, dan ketidakpastian permintaan). Ketidakpastian pemasok didefinisikan sebagai tingkat perubahan kualitas produk dan kinerja pengiriman pemasok yang tidak dapat diprediksi. Ketidakpastian teknologi didefinisikan sebagai perubahan teknologi dalam suatu industri yang tidak dapat diprediksi. Ketidakpastian konsumen didefinisikan sebagai tingkat perubahan permintaan yang tidak dapat diprediksi dan dirasakan. Skala Likert 5 point digunakan untuk melihat kinerja perusahaan dibandingkan kinerja rata-rata industri (1= sangat tidak setuju, 5= sangat setuju). Kinerja rantai pasokan. Kinerja rantai pasokan diukur dengan menggunakan metode SCOR yang meliputi lima dimensi penting yaitu reliabitas, responsiveness, fleksibilitas, biaya, dan aset (Pujawan, 2005). Skala Likert 5 point digunakan untuk melihat kinerja perusahaan dibandingkan kinerja rata-rata industri (1= Jauh lebih rendah, 5= Jauh lebih tinggi)
127
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
IV. Hasil Analisis Data 4.1 Tingkat Pengembalian dan Profil Responden Sejumlah 500 kuesioner dikirimkan melalui pos pada perusahaan yang menjadi target responden. Dari total kuesioner yang dikirimkan 73 kuesioner kembali dan diisi secara lengkap digunakan dalam analisis data seperti disajikan dalam Tabel II. Tabel II Sampel dan Tingkat Pengembalian Total kuesioner yang dikirimkan Perusahaan tutup/pindah alamat Perusahaan menolak berpartisipasi Total Kuesioner kembali Tingkat pengembalian Tingkat pengembalian berdasarkan kuesioner yang diolah
500 17 5 84 84/500 x 100%= 16,8% 73/500 x 100%= 14,6%
Sumber: Data Diolah Dari 73 perusahaan yang telah berpartisipasi dalam studi ini, semuanya adalah perusahaan manufaktur berskala besar, menurut kriteria yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki masing-masing perusahaan. Profil perusahaan yang berpartisipasi dalam penelitian ini semuanya adalah perusahaan swasta yang terjun dalam bidang usaha masingmasing selama lebih dari lima tahun. sebagian besar perusahaan yang berpartisipasi dalam penelitian ini telah beroperasi lebih dari 30 tahun (58,9%). Berdasarkan bidang usaha sebagian besar perusahaan bergerak dalam barang logam, permesinan, otomotif, elektronik , dan komputer (42.5%). Sebagian besar perusahaan merupakan milik pengusaha lokal (64.4%), berdasarkan jumlah tenaga kerja sebagian besar perusahaan memiliki tenaga kerja diatas 100-999 orang (56.2%), dan berdasarkan aset yang dimiliki sebagian besar perusahaan memiliki asset lebih dari 1 trilyun Rupiah (30.1%). 4.2 Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Hasil pengujian reliabilitas dan validitas instrumen disajikan dalam Tabel III. Hasil studi ini menunjukkan reliabilitas instrument yang cukup tinggi. Cronbach alpha untuk semua instrumen untuk mengukur masing masing variabel berkisar dari 0,785 – 0,900. Dilihat dari koefisien homogenitasnya semua signifikan pada alpha .01, Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua item yang digunakan dalam penelitian ini reliabel dan valid, kecuali item pertanyaan dua kemitraan strategik pemasok harus dibuang karena memiliki homogenitas item yang tidak signifikan. Table III Chronbach Alpha and Homogenitas item Untuk Semua Variabel Variable Jumlah Jumlah item yang Cronbach Homogenitas items di keluarkan Alpha item Praktik SCM 25 2 .824 .327- .672 Ketidakpastian Lingkungan 9 0 .785 .256 - .695 Kinerja SCM 13 0 .850 .397 - .694 Sumber: Data Diolah 4.3 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan 4.3.1 Pengujian Hipotesis 1 Untuk menguji hipotesis 1 yaitu bahwa praktik-praktik manajemen rantai pasokan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja rantai pasokan dalam penelitian ini digunakan model regresi sederhana (simple regression). Tabel IV. menunjukkan hasil pengujian pengaruh praktik-praktik 128
Peran Implementasi Manajemen Rantai Pasokan dalam Perekonomian Ea Global (Studi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia) (Lina Anatan
manajemen rantai pasokan terhadap kinerja rantai pasokan. Semua penyimpangan terhadap asumsi klasik seperti normalitas, homoskedastisitas, non multikolinieritas dan autokorelasi telah diuji. Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa praktik-praktik manajemen rantai pasokan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja rantai pasokan didukung Dep Var KRP
Para meter intercept Praktik SCM Sumber: Data Diolah
Table IV Hasil Pengujian Hipotesis 1 B SE t Sig F 1.906 .421
.601 .151
3.171 2.783
.002 .007
7.743
Sig .007a
R2 .314a
4.3.2 Pengujian Hipotesis 2 Pengujian Hipotesis 2 dilakukan untuk memberikan bukti empiris adanya pengaruh pemoderasian ketidakpastian dalam rantai pasok terhadap hubungan praktik-praktik manajemen rantai pasok dan kinerja rantai pasok. Hasil Pengujian Hipotesis 4 dirangkum dalam Tabel 5. Kolom blok pada Tabel V. memperlihatkan urutan pemasukan variabel kedalam persamaan untuk pengujian hipotesis peran pemoderasian ketidakpastian dalam rantai pasok terhadap hubungan praktik-praktik manajemen rantai pasok dan kinerja rantai pasok.. Blok 1 memperlihatkan bahwa yang pertama dimasukkan adalah variabel praktik-praktik manajemen rantai pasokan. Blok ini menunjukkan nilai R2 sebesar 0.098. Ketika variabel ketidakpastian dalam rantai pasokan dimasukkan dalam persamaan (Blok 2), nilai R2 meningkat menjadi 0. 181 dan ΔF sebesar 7.741. Peningkatan tersebut adalah signifikan dengan nilai signifikansi 0.001 < 0.05 (sig 5%). Ini menunjukkan bahwa sebesar 7.741% variasi variabel kinerja rantai pasokan dapat dijelaskan oleh variabel ketidakpastian dalam rantai pasokan sedangkan 92.359% dijelaskan oleh faktor lain. Pada tahap selanjutnya (Blok 3) ketika variabel interaksi dimasukkan kedalam persamaan, nilai R2 meningkat 0.190 dari blok 2 sehingga menjadi 0.330 dan ΔF= 7.741. Peningkatan tersebut signifikan karena nilai signifikansi sebesar 0.01 lebih kecil dari 5% (sign < 5%). Berdasarkan kriteria MRA seperti dikemukakan pada bagian metode penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ketidakpastian dalam rantai pasokan merupakan quase moderator. Table V Hasil Pengujian Hipotesis 2 Model Standardized Uji t R2 Δ R2 ΔF Sign Coeffisien B T Sign 1 (Constant) 1.906 3.171 .002 .098 .086 7.743 .007a Praktik SCM .421 2.783 .007 2 (Constant) 2.083 3.586 .001 .181 .158 7.741 .001a Praktik SCM .687 3.896 .000 Uncertainty -.334 -2.660 .010 3 (Constant) -1.817 -.392 .696 .190 .154 5.380 .002a Praktik SCM 1.631 1.448 .152 Uncertainty .769 .589 .558 Moderator -.266 -.848 .399 Sumber: Data Diolah
V. Penutup Hasil pengujian hipotesis pertama mendukung hipotesis yang diajukan yaitu bahwa praktikpraktik manajemen rantai pasokan juga terbukti memberikan pengaruh dalam meningkatkan kinerja rantai pasokan. Hipotesis kedua yang menguji peran moderasi dalam studi ini didukung dan hasil studi empiris menunjukkan bahwa variabel ketidakpastian lingkungan berperan sebagai moderating variabel 129
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
yang memoderasi hubungan antara praktik-praktik manajemen rantai pasokan dan kinerja rantai pasokan. Dengan memahami berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja rantai pasokan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan daya saing organisasi yang pada akhirnya akan membawa dampak positif dalam meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan dalam ekonomi global. Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan antara lain: Pertama, Sampel penelitian meliputi beberapa industri (multiple industry). Komposisi industri dalam sampel mungkin menunjukkan adanya variabilitas kinerja antar industri sehingga efek industri perlu dikontrol. Tetapi dalam penelitian ini kontrol atas efek industri belum dilakukan Kedua, Dalam pengukuran kinerja rantai pasokan perusahaan, responden masih menggunakan perceptual method sehingga dapat menimbulkan bias dalam pengukuran. Ketiga, studi ini menggunakan data yang sebagian besar diperoleh melalui mail survey yang mungkin terdapat ketidakseriusan responden dalam menjawab pertanyaan penelitian sehingga dapat menimbulkan bias dan membuat hasil analisis tidak bagus. Terlepas dari beberapa keterbatasan penelitian yang dimiliki, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi bahan pertimbangan perusahaan dalam mengimplementasikan praktikpraktik manajemen rantai pasokan dan memformulasikan strategi bersaing secara tepat dalam merespon kondisi lingkungan bisnis yang makin turbulence dan tidak dapat diprediksi. Hasil penelitian ini diharapkan juga memberikan kontribusi terhadap akademisi maupun praktisi terutama dalam mengembangkan literatur manajemen operasi pada umumnya dan manajemen rantai pasokan serta manajemen strategik pada khususnya.
Daftar Pustaka Bhatnagar,R., Sohal, A.S., 2005. Supply chain competitiveness: measuring the impact of location factors, uncertainty and manufacturing practices. Technovation, 25, 443–456 Boyle,E., Humphreys,P., McIvor, R., 2008. Reducing supply chain environmental uncertainty through eintermediation: An organisation theory perspective. International Journal of Production Economics. 114, 347– 362 Carr, A.S., Person, J.N., 1999. Strategically managed buyers and seller relationship and performance outcome. Journal of Operation Management, 17 (5), 497-519. Childhouse, D.R. Towill, S., 2003. Simplified material flow holds the key to supply chain integration, Omega, 31 (1), 17–27. Claycomb C, Droge C, Germain R., 1999. The effect of justin- time with customers on organizational design and performance. International Journal of Logistics Management, 10(1), 37–58. De Toni A., Nassimbeni G., 2000. Just in time purchasing: an empirical study of operational practice, supplier development and performance. Omega, 28 (6), 631-651 Gunasekaran A, Patel C, Tirtiroglu E., 2001. Performance measures and metrics in a supplychain environment. International Journal of Operations and Production Management, 21(1/2), 71–87. Hwang,D.Y.,Lin,Y.C., Lyu, J., 2008. The performance evaluation of SCOR sourcing process—The case study of Taiwan’s TFT-LCD industry. International Journal of Production Economics. 115, 411– 423 Kinra, A., Kotzab, H., 2008. A macro-institutional perspective on supply chain environmental complexity. International Journal of Production Economics115, 283– 295 Jarrel, J.L., 1998. Supply chain economics. World Trade, 11 (11), 58-61 Lalonde,BJ., 1998. Building a supply chain relationship, Supply Chain Management Review, 2 (2), 7–8.
130
Peran Implementasi Manajemen Rantai Pasokan dalam Perekonomian Ea Global (Studi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia) (Lina Anatan
Li, S., Lin, B., 2006. Accessing information sharing and information quality in supply chain management. Decision Support System, 1-16. Li, S., Nathan, B.R., Nathan, T.S., Rao, S.S., 2006. The impact of supplychain management practices on competitive advantage and organizational performance. Omega. 34, 107-124 Lin, F., Huang, S., Lin, S., 2002. Effects of information sharing on supply chain performance in electronic commerse, IEEE Transaction on Engineering Management, 49 (3), 258 – 268. Magretta J., 1998. The power of virtual integration: an interview with Dell computers’ Michael Dell. Harvard Business Review,76(2), 72–84. Monczka, K.J. Petersen, R.B. Handfield, G.L. Ragatz, 1998. Success factors in strategic supplier alliances: the buying company perspective, Decision Science, 29 (3), 5553–5577. Noble D., 1997. Purchasing and supplier management as a future competitive edge. Logistics Focus, 5(5), 23–7 Pagh JD, Cooper MC., 1998. Supplychain postponement and speculation strategies: how to choose the right strategy. Journal of Logistics Management 19(2), 13–33. Pujawan, I.Y, 2005. Supply Chain Management. Edisi 1. Penerbit Guna Widya, Surabaya. Sheridan JH., 1998. The supply-chain paradox. Industry Week. 247(3), 20–9. Shin, H., Collier, D.A., Wilson, D.D., 2000. Supply management orientation and supplier/buyer performance. Journal of Operation Management, 18 (3), 317-333. Trkman, P., Cormack, K., 2009. Supply chain risk in turbulent environments—A conceptual model for managing supply chain network risk. International Journal of Production Economics. Available online 18 March 2009 Spekman RE, Kamauff Jr JW, Myhr N., 1998. An empirical investigation into supplychain management: a perspective on partnerships. Supply Chain Management, 3(2), 53–67. Stock, G.N., Greis, N.P., Kasarda, J.D.,2000. Entreprise Logistics and supply chain structure: the role of fit. Journal of operations management, 18 (5), 531-547. Stonebraker, P.W., Liao, J, 2004. Environmental turbulence, strategic orientation: Modeling supply chain integration. International Journal of Operations & Production Management. 24 (9), 1037-1054 Yu, Z.X, H. Yan, T.C.E., Cheng, 2001. Benefits of information sharing with supply chain partnership, Industrial Management and Data Systems, 101 (3), 114-116.
131