Peran Identitas dalam Perubahan Sikap Rusia terkait Aksesi ke World Trade Organization Radityo Dharmaputra Dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga
ABSTRACT After the disintegration of the Soviet Union, Russia had begun some major transformation in its political and economic structure. One of the biggest change in the transformation was the effort of Russian accesion into the World Trade Organization. The accesion effort has been going for about 15 years when somehow it went into chaos when Prime Minister Vladimir Putin said on June, 9, 2009 that Russia will stop it’s effort to join WTO as a single country and will start negotiating after the formation of custom union between Russia, Kazakhstan, and Belarus in 2010. The move puzzled other countries such as USA and European Union whose just recently stated that the process is going well. This article will examine the reason of the foreign policy change in Russia regarding the WTO issue. Using Charles Hermann’s concept and theory of foreign policy change, this article will explore the domestic structure and bureaucratic change in contemporary Russia and the values and identities hold by the group or person in power regarding the economic and WTO issues. Keywords: accesion, WTO, foreign policy change, domestic politics, identity. Setelah pecahnya Uni Soviet, Rusia telah mengalami transformasi besar dalam hal struktur ekonomi dan politiknya. Salah satu perubahan besar yang terjadi adalah upaya aksesi Rusia untuk masuk ke World Trade Organization (WTO). Upaya masuk ke WTO telah dilakukan selama 15 tahun saat secara mendadak Perdana Menteri Vladimir Putin mengatakan pada 9 Juni 2009 bahwa Rusia akan menghentikan upaya masuk ke WTO sebagai kesatuan negara dan akan memulai negosiasi baru setelah pembentukan custom union dengan Kazakhstan dan Belarus tahun 2010. Perubahan ini menyebabkan kebingungan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang sebelumnya telah mengatakan bahwa prosesnya berjalan baik. Dalam artikel ini, diulas struktur domestik dan perubahan birokratis di Rusia kontemporer serta nilai dan identitas kelompok atau individu berkuasa terkait ekonomi dan isu WTO. Kata-Kata Kunci: aksesi, WTO, perubahan politik luar negeri, politik domestik, identitas.
237
Radityo Dharmaputra
Pasca keruntuhan Uni Soviet di akhir dekade 1980an, Rusia sebagai pewaris Soviet mengadakan banyak upaya perbaikan hubungan dengan Barat. Salah satu yang paling kentara adalah upaya untuk menjadi anggota World Trade Organization (WTO) yang sudah berlangsung sejak tahun 1995. Bila dilihat sebelumnya, upaya Rusia bergabung dengan WTO sebetulnya sudah berlangsung sejak organisasi itu masih dalam format General Agreement on Trade and Tariffs (GATT) pada tahun 1993. Aplikasi keanggotaan Rusia telah diterima WTO (saat itu GATT) pada bulan Juni tahun 1993 (WTO.org, diakses tanggal 17 Juni 2009). Sampai era Vladimir Putin, Rusia menjadi satu-satunya negara industri besar yang belum masuk kedalam keanggotaan WTO (EurActiv.com, diakses 17 Juni 2009). Di era Putin (2000-2008), upaya aksesi menjadi anggota WTO adalah salah satu prioritas utama pemerintahan. Hal ini berbeda dengan apa yang sebelumnya dilakukan oleh Boris Yeltsin, yaitu upaya yang lambat dan setengah hati (Aslund 2006). Pemerintahan Putin dengan German Gref sebagai Menteri Perekonomian dan Perdagangan menjadikan keanggotaan WTO sebagai salah satu tujuan utama. Hal ini ditunjukkan melalui pernyataan-pernyataan kepresidenan dan keputusan untuk menjadikan tahun 2003 sebagai tenggat akhir bergabungnya Rusia ke WTO (Aslund 2006). Selain itu perubahan struktur perekonomian Rusia menjadi lebih liberal yang ditandai dengan pergeseran ekspor menjadi lebih berorientasi industri metal dan kimia, bergabungnya para pebisnis besar kedalam wadah organisasional yang memiliki kekuatan politik, dan munculnya kelompok-kelompok kepentingan yang reformis dan mendukung penuh upaya Putin membawa Rusia sebagai anggota WTO menciptakan suasana yang benar-benar kondusif bagi upaya tersebut (Aslund 2006). Kemajuan dicapai dalam perundingan antara Rusia dengan WTO terkait upaya Rusia masuk sebagai anggota. Bahkan, perwakilan Uni Eropa dan Amerika Serikat menyatakan bahwa negosiasi dengan Rusia terkait upaya Rusia bergabung dengan WTO bisa diselesaikan sebelum akhir tahun 2009 (Field 2009). Komisi Eropa, diwakili oleh Lutz Gullner sebagai juru bicara, menyatakan bahwa perwakilan dari Rusia telah menyatakan keinginannya untuk segera menyelesaikan permasalahan Rusia-WTO ini sebelum akhir tahun (EUBusiness.com, diakses tanggal 17 Juni 2009). Dari kedua pernyataan yang telah dikutip tersebut memperlihatkan bahwa sampai beberapa pekan terakhir, Rusia masih berkeinginan kuat untuk masuk sebagai anggota WTO. Namun, keadaan menjadi berubah setelah pada tanggal 9 Juni 2009, Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Rusia menghentikan upayanya bergabung ke WTO sebagai satu negara dan hanya akan bergabung dengan WTO sebagai sebuah kesatuan custom union dengan Belarusia dan Kazakhstan (Bryanski 2009). Pernyataan 238
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Peran Identitas dalam Perubahan Sikap Rusia terkait Aksesi ke WTO
ini dikeluarkan oleh Putin disaat ia mengadakan konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Kazakhstan Karim Masimov dan Perdana Menteri Belarusia Sergei Sidorsky seusai pertemuan Eurasian Economic Community (EurAsEc) (Field 2009). Konferensi pers itu juga berisikan pernyataan bahwa negosiasi ketiga negara secara terpisah akan dihentikan dan akan dimulai kembali sebagai satu kesatuan pasca terbentuknya custom union pada tanggal 1 Januari 2010 (EurActiv.com, diakses tanggal 17 Juni 2009). Pernyataan Putin ini segera didukung oleh tindakan dan pernyataan dari pejabat pemerintahan lain. Wakil Ketua Komisi Luar Negeri Parlemen Rusia, Andrei Klimov mengatakan bahwa keputusan Putin tersebut logis dan telah dipertimbangkan dengan baik (Belton dan Gorst 2009). Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan bahwa kebijakan baru Rusia ini tidak berarti Rusia menolak masuk ke WTO, walaupun selama ini proses aksesi telah berlangsung terlalu lama dan membuang tenaga (Belton dan Williams 2009). Menteri Keuangan Rusia Alexei Kudrin juga menyatakan bahwa Rusia hanya akan memulai kembali negosiasi dengan WTO pasca terbentuknya custom union dengan Belarusia dan Kazakhstan di sekitar pertengahan tahun 2011 dan Rusia akan menghentikan semua upaya bergabung ke WTO sebelum masa tersebut (Vorobyova 2009). Inilah kemudian yang menimbulkan pertanyaan besar bagi penulis. Upaya Rusia untuk bergabung ke WTO sebagai satu negara sudah berlangsung lebih dari 15 tahun. Proses inipun diakui oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat, walaupun memiliki hambatan-hambatan tertentu, memiliki potensi untuk segera diselesaikan. Dengan begitu, Rusia sebagai negara industri besar terakhir yang berada diluar WTO akan menjadi anggota dalam waktu dekat. Kebijakan Putin sebelumnya, ketika ia masih menjadi Presiden pun menunjukkan adanya prioritas untuk menjadi anggota WTO. Namun, mengapa kemudian Rusia mengubah kebijakannya dengan menghentikan upaya aksesi ke WTO sebagai satu negara dan memilih untuk mengupayakan bergabung ke WTO sebagai satu kesatuan custom union bersama Belarusia dan Kazakhstan, padahal kedua negara ini bukan negara yang mapan secara ekonomi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menggunakan beberapa konsep dan kerangka pemikiran. Namun sebelum masuk kepada konsep dan pemikiran, penulis ingin menekankan terlebih dahulu mengenai kebijakan luar negeri. James Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah tindakan negara ataupun keinginan negara untuk melakukan tindakan demi menjaga atau menghilangkan aspek-aspek tertentu dalam lingkup internasional (Rosenau dalam Dugis 2007). Charles Hermann mengatakan bahwa kebijakan luar Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
239
Radityo Dharmaputra
negeri adalah tindakan-tindakan yang dihasilkan dari keputusankeputusan politis di tingkat individu maupun kelompok (Hermann dalam Neack 2008, 9). Kebijakan luar negeri akhirnya bisa diartikan sebagai tindakan ataupun pertimbangan yang diambil pemerintahan suatu negara dengan tujuan-tujuan tertentu dalam hubungannya dengan pemerintahan negara lain ataupun dengan entitas lain diluar batas teritorialnya (Dugis 2007). Dari konsep ini, keputusan Rusia untuk membentuk custom union dengan Belarusia dan Kazakhstan serta keputusan untuk menghentikan upaya aksesi ke WTO sebagai satu entitas negara merupakan sebuah kebijakan. Keputusan Rusia yang dapat dilihat dari pernyataanpernyataan resmi beberapa pejabat pemerintah ini merupakan sebuah tindakan atau pertimbangan yang diambil pemerintahan Rusia berkaitan dengan entitas lain diluar batas teritorinya. Ini berarti bahwa keputusan tersebut merupakan kebijakan luar negeri Rusia terhadap Belarusia, Kazakhstan dan WTO sendiri. Selain konsep mengenai kebijakan luar negeri, penulis akan memakai konsep mengenai peringkat analisis. Dalam konteks studi mengenai analisis kebijakan luar negeri, Hudson memberikan lima peringkat analisis yang bisa digunakan yaitu individu, grup, identitas nasional dan kultur, politik domestik, serta sistem internasional (Hudson 2007, v). Dalam tulisan ini, peringkat analisis yang akan digunakan adalah politik domestik. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kondisi domestik suatu negara mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Untuk itu pula, apabila diperlukan, penulis akan mengambil beberapa elemen domestik lain seperti individu dan identitas nasional untuk mendukung pengaruh politik domestik tersebut. Untuk menelaah perubahan kebijakan luar negeri ini, penulis menggunakan beberapa pemikiran. Yang pertama adalah konsep dan teori mengenai perubahan kebijakan luar negeri. Charles Hermann (1990, 5) menyatakan ada empat macam perubahan kebijakan luar negeri yang biasa dilakukan oleh suatu negara. Yang pertama adalah adjustment, yaitu berupa penyesuaian kebijakan tanpa mengubah program dan tujuan dari suatu kebijakan. Perubahan kedua berupa perubahan program atau cara mendapatkan tujuan tanpa mengubah tujuan. Yang ketiga adalah perubahan pada tujuan kebijakan luar negeri itu sendiri dan yang terakhir adalah adanya perubahan orientasi internasional. Kasus perubahan kebijakan Rusia terkait dengan keanggotaan WTO ini bisa kita masukkan dalam kategori perubahan orientasi internasional. Ini merupakan asumsi penulis karena dengan mengutamakan negara-negara Asia Tengah daripada Eropa dan Amerika Serikat, Rusia sedang mengalihkan orientasinya pada kawasan
240
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Peran Identitas dalam Perubahan Sikap Rusia terkait Aksesi ke WTO
Asia Tengah dan dengan begitu juga mengubah tujuan serta cara yang mereka lakukan demi mencapai tujuan tersebut. Teori yang kemudian bisa digunakan untuk memahami perubahan kebijakan tersebut adalah pendapat Charles Hermann (1990, 11-12) bahwa perubahan kebijakan luar negeri disebabkan oleh empat faktor yaitu visi dari pemimpin negara, keinginan kuat dari kelompok dalam pemerintahan (birokrasi), perubahan struktur politik domestik, dan adanya tekanan ataupun perubahan eksternal yang mengubah kebijakan. Dalam kasus Rusia, tidak terjadi adanya perubahan kepemimpinan yang berarti karena sejak tahun 2000 sampai sekarang pemerintahan Rusia masih dikuasai oleh Vladimir Putin (yang walaupun tidak menjadi Presiden namun memegang jabatan Perdana Menteri). Oleh karenanya, penulis merasa bahwa yang bisa menjelaskan perubahan kebijakan di Rusia adalah adanya kelompok dalam pemerintahan yang menginginkan adanya perubahan tersebut dan adanya perubahan struktur politik domestik Rusia. Selain itu, Charles Hermann (1990, 7) menekankan bahwa keadaan politik domestik, dalam hal ini keinginan birokrasi maupun perubahan struktur domestik, hanya akan mempengaruhi kebijakan luar negeri apabila didasarkan adanya kepercayaan dan nilai-nilai bersama yang kemudian mengalami perubahan. Disinilah kemudian diskursus mengenai kultur dan identitas nasional akan menjadi salah satu faktor yang berperan penting. Untuk melihat kultur dan identitas yang mempengaruhi kebijakan luar negeri, Valerie Hudson (1997, 17) menyarankan agar kita mencoba merelasikan kultur dengan faktorfaktor lain seperti individu dan kelompok yang mempengaruhi pembuatan kebijakan luar negeri. Relasi antara nilai-nilai dengan kelompok dalam birokrasi dan struktur politik domestik inilah yang menyebabkan berpotensi menyebabkan perubahan kebijakan luar negeri Rusia. Cara untuk melihat nilai-nilai apa yang mempengaruhi kelompok pengambil keputusan adalah dengan melihat latar belakang dari individu dalam kelompok tersebut dan bagaimana diskursus identitas yang berkembang dalam masyarakat yang diwakili oleh kelompok tersebut. Ini dikarenakan identitas nasional adalah sebuah hal yang politis dan terbentuk dari interaksi dan diskursus dalam masyarakat (Hudson 2007, 105). Hipotesis yang kemudian bisa dimunculkan dari pendekatan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah bahwa perubahan kebijakan luar negeri Rusia terkait dengan rencana keanggotaan WTO dikarenakan adanya perubahan pada struktur birokrasi dan politik domestik yang saat ini dikendalikan oleh kelompok-kelompok nasionalis dan siloviki. Nilainilai serta identitas yang dianut kelompok nasionalis dan siloviki inilah
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
241
Radityo Dharmaputra
yang kemudian mengakibatkan perubahan pada kebijakan luar negeri Rusia. Artikel ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama berisi gambaran singkat mengenai kebijakan Rusia terkait keanggotaannya di WTO yang kemudian memunculkan adanya permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Bagian pertama ini juga berisi kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam analisis ini. Bagian kedua artikel berisikan analisis mengenai perubahan konstelasi politik di Rusia, terutama munculnya kelompok siloviki dan nasionalis di pemerintahan, yang kemudian mempengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negerinya. Bagian ketiga artikel akan mencoba melihat bagaimana diskursus identitas yang menjadi arus utama saat ini di Rusia dan nilainilai yang mana yang dianut oleh kelompok-kelompok yang saat ini berkuasa di pemerintahan Rusia. Di bagian akhir, tulisan ini akan mencoba memberikan simpulan mengenai permasalahan yang telah diangkat. Perubahan Struktur Domestik dan Birokrasi di Rusia Analisis mengenai perubahan struktur domestik dan birokrasi di Rusia ini amat menarik, terutama bila dikaitkan dengan masalah keanggotaan di WTO. Untuk melihat adanya perubahan ini, kita harus membandingkan Rusia di era ketika dukungan terhadap keanggotaan Rusia di WTO masih kuat dan ketika kebijakan terkait WTO ini berubah. Titik perubahan ini, penulis mengutip pandangan dari Anders Aslund (2006) yang menyatakan bahwa perubahan komposisi domestik Rusia terjadi pada paruh kedua pemerintahan Putin yaitu tahun 2004-2008. Oleh karenanya, dalam bagian ini, penulis akan memaparkan perubahan yang terjadi di era 1993-2004 dan pasca 2004. Di era pemerintahan Boris Yeltsin dan paruh pertama pemerintahan Putin, yang berlangsung sejak tahun 1993 sampai tahun 2004, dukungan terhadap bergabungnya Rusia dengan WTO mengalir deras. Ini dikarenakan, selain adanya perubahan sistem ekonomi menjadi lebih liberal, juga oleh adanya tokoh-tokoh reformis yang memegang jabatan penting dalam pemerintahan Rusia. Dari beberapa jabatan penting, salah satu diantaranya adalah jabatan Menteri Luar Negeri. Sejak era Yeltsin sampai paruh pertama pemerintahan Putin, ada tiga orang yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri yaitu Andrey Kozyrev, Yevgeny Primakov, dan Igor Ivanov. Andrey Kozyrev yang menjabat sejak tahun 1991 sampai 1996 merupakan salah satu pendukung gagasan bergabungnya Rusia ke WTO. Ia dikenal sebagai seorang Liberal Westernist (Light 2004, 43; Isakova 2005, 15) yang mengutamakan pendekatan ala Barat untuk kebijakan luar negeri dan permasalahan 242
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Peran Identitas dalam Perubahan Sikap Rusia terkait Aksesi ke WTO
ekonomi Rusia. Menteri Luar Negeri Igor Ivanov yang menjabat sejak tahun 1998-2004 menyatakan bahwa fokus dari kebijakan luar negeri Rusia adalah melakukan perbaikan hubungan dengan Eropa dan salah satu program terbesarnya adalah upaya aksesi Rusia ke WTO (Light 2004, 52-53). Selain di Kementerian Luar Negeri, kelompok-kelompok yang kemudian berpengaruh di Rusia saat itu merupakan kelompok reformis. Beberapa tokohnya antara lain adalah German Gref yang menjabat sebagai Menteri Ekonomi dan Perdagangan serta Alexei Kudrin yang menjabat sebagai Menteri Keuangan (Aslund 2006). Keduanya merupakan tokoh dibalik upaya Rusia yang cukup gencar dalam hal aksesi keanggotaan WTO. Keduanya, bersama dengan Menteri Kesehatan Mikhail Zurabov merupakan tokoh-tokoh Liberal Reformer yang berada dalam kabinet Putin di awal pemerintahannya. Selain di kabinet, kelompok kepentingan yang berada di luar seperti Russian Union of Industrialists and Entrepreneurs (RSPP) yang salah satu tokohnya adalah Alexei Mordashov juga memainkan peranan penting dalam proses aksesi Rusia kedalam struktur WTO (Aslund 2006). Komposisi domestik ini kemudian berubah pasca terpilihnya kembali Putin sebagai Presiden untuk masa jabatan kedua kalinya. Perubahan pertama yang dilakukan Putin adalah mengangkat Mikhail Fradkov sebagai Perdana Menteri. Fradkov dikenal sebagai seorang pejabat pemerintah yang pasif dan tak banyak melakukan tindakan. Ia bahkan disindir oleh German Gref sebagai salah seorang Duta Besar paling tidak kompeten di Rusia semasa Fradkov menjadi Duta Besar untuk Uni Eropa. Inilah, menurut Aslund, penanda dimulainya dominasi kelompok Siloviki dalam perpolitikan Rusia (Aslund 2006). Bahkan kehadiran Gref serta Kudrin yang reformis tidak bisa mengimbangi dominasi tersebut. Salah satu perubahan domestik yang juga amat penting adalah kemenangan Partai Rusia Bersatu milik Putin dalam Pemilu Parlemen tahun 2003 dan kasus Yukos serta penahanan CEO Yukos Mikhail Khodorkovsky (Aslund 2006; Bremmer dan Charap 2007, 84). Kelompok Siloviki yang dianggap berada di belakang kasus Yukos, pengambilan aset perusahaan swasta oleh negara, menjadi faksi kuat di tubuh pemerintahan Rusia (Bremmer dan Charap 2007, 84). Menurut Bremmer dan Charap, di akhir masa kepresidenan Putin, faksi di pemerintahan Rusia terbagi menjadi tiga yaitu kelompok liberal, teknokrat, dan Siloviki (Bremmer dan Charap 2007, 85). Kelompok Liberal diwakili oleh Gref dan Kudrin yang merupakan faksi terlemah. Bagian dari kelompok teknokrat antara lain adalah mantan Deputi Perdana Menteri yang kini menjabat Presiden Rusia, Dmitry Medvedev. Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
243
Radityo Dharmaputra
Sedangkan kelompok siloviki, yang pengertian dasarnya merupakan kelompok mantan tentara dan agen intelijen, diwakili oleh Igor Sechin yang merupakan wakil ketua Administrasi Presidensial, Penasihat Presiden Viktor Ivanov, dan Direktur FSB (semacam KGB) Nikolai Patrushev. Ketiganya memiliki hubungan yang amat dekat dengan Putin dan mengontrol hal-hal penting seperti jadwal kegiatan Presiden dan surat menyurat yang masuk serta rekrutmen pejabat dan penempatannya. Namun, hanya dengan melihat adanya perubahan signifikan dalam tubuh pemerintahan bukanlah sebuah jawaban nyata akan terjadinya perubahan kebijakan luar negeri. Untuk memahami bagaimana sebuah perubahan struktur birokrasi domestik mempengaruhi kebijakan luar negeri maka kita harus memahami nilai-nilai apa yang dibawa oleh kelompok siloviki dan nasionalis yang saat ini menguasai pemerintahan Rusia. Identitas dan Nilai-Nilai Nasionalis dalam Pemerintahan Rusia Seperti yang kita ketahui, Rusia pasca Perang Dingin bukan sebuah negara dengan kekuatan ideologi yang kuat seperti Uni Soviet (Light 2004, 54). Perlu dicatat bahwa pasca runtuhnya Uni Soviet, Rusia mengalami sebuah krisis identitas yang memunculkan banyak pemikiran-pemikiran mengenai identitas nasional Rusia. Menurut Margot Light, paling tidak ada tiga paradigma utama mengenai identitas di Rusia saat ini. Ketiga paradigma tersebut adalah Liberal Westernist, Pragmatic Nationalist, dan Fundamental Nationalist (Light 2004, 43). Liberal Westernist atau dalam bahasa Rusia disebut Zapadniki beranggapan bahwa fokus utama Rusia adalah modernisasi, yang hanya bisa dicapai melalui kerjasama dengan Barat. Para penganut Zapadniki, seperti Andrei Kozyryev (Menteri Luar Negeri pertama Federasi Rusia) dan Menteri Perekonomian dan Perdagangan era Vladimir Putin German Gref, beranggapan bahwa kerjasama dengan Barat akan menunjukkan bahwa Rusia dan negara-negara eks-Soviet lainnya bisa menjadi mitra kerjasama yang potensial (Piotrowski 2002). Ini dilandaskan pada asumsi kultural bahwa Rusia merupakan bagian dari daratan Eropa. Pemikiran ini menganggap bahwa Rusia harus melupakan impiannya menjadi bangsa besar di Eurasia maupun menjadi jembatan antara Eropa dan Asia, melainkan seharusnya Rusia menyadari bahwa mereka adalah bagian dari Eropa dan seharusnya memakai nilai-nilai Eropa (Light 2004, 43). Inilah salah satunya nilainilai yang dianut oleh Kelompok Reformis yang mendukung aksesi Rusia kedalam WTO. 244
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Peran Identitas dalam Perubahan Sikap Rusia terkait Aksesi ke WTO
Kelompok kedua adalah kelompok Fundamental Nationalist. Kelompok ini sering juga disebut Vielikorossy (Great Russians). Pemikiran ini mendasarkan pemikirannya pada pandangan-pandangan Eurasianis dan geopolitik klasik yang menganggap bahwa Eurasia merupakan entitas geografis, kultural, dan ekonomi tersendiri yang terlepas dari Eropa maupun Asia (Light 2004, 43). Pemikiran-pemikiran Eurasianisme Fundamentalis ini menganggap bahwa Rusia adalah bagian dari sebuah entitas geografis Eurasia. Keberadaan Eurasia secara langsung akan menyebabkan konsekuensi logis bahwa orang-orang yang tinggal di kawasan Eurasia memiliki kesamaan nilai-nilai kultural, dan orangorang tersebut harus ditampung didalam satu entitas negara (Laruelle 2008, 202). Walaupun begitu, Laruelle menyebutkan bahwa Eurasianisme, di awal pemikirannya, menganggap bahwa Eurasia lebih dekat dengan Asia daripada Eropa, yang ditandai adanya Romantic Orientalism di era 1930an (Laruelle 2008, 205). Selain itu, kelompok Fundamentalis atau Eurasianis juga amat dekat dengan pemikiran-pemikiran geopolitik (Marketos 2005). Pendekatan Eurasianisme, terutama di era pasca Perang Dingin, memiliki premis dasar yang menginginkan kembalinya Rusia sebagai kekuatan besar di dunia. Demi tujuan tersebut Rusia harus bisa mengontrol kawasan Heartland karena kawasan itu adalah jalan utama menuju penguasaan dunia (Payne 2004). Selain mencoba menguasai Eurasia, untuk kembali menjadi kekuatan besar Rusia juga harus menyatukan kekuatan antiAmerika Serikat di dunia dibawah kepemimpinan Rusia (Smith 1999). Pendekatan identitas ketiga yang dianggap sampai saat ini merupakan mainstream pemikiran di Rusia adalah Pragmatic Nationalist. Pemikiran pragmatic nationalist ini mencoba menjembatani pemikiran-pemikiran Westernis dengan Fundamentalis. Kelompok ini mendukung adanya proses demokrasi namun juga mengambil nilai-nilai nasionalis dari pemikiran fundamentalis (Light 2004, 43). Memang pemikiran ini tidak menghendaki kembalinya kekuasaan Uni Soviet seperti dulu, namun menghendaki adanya integrasi antar negara-negara eks Soviet. Secara umum, pemikiran ini mencoba melihat Rusia sebagai jembatan antara Eropa dan Asia. Sementara itu, salah satu cabang pemikiran Pragmatic Nationalist yaitu Democratic Statism memberikan pandangan bahwa di masa sekarang, kekuatan ekonomi akan menjadi tulang punggung kemajuan Rusia, dan kemajuan ekonomi yang dipelopori oleh negara ini tidaklah seharusnya diarahkan pada perbaikan hubungan dengan Eropa (Kerr 1995). Setelah memahami adanya ketiga aliran pemikiran yang berkembang di Rusia, penulis mencoba mengklasifikasikan kelompok siloviki dan nasionalis yang saat ini memegang peranan penting di Rusia kedalam kategori yang ada tersebut. Beberapa karakteristik kelompok siloviki Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
245
Radityo Dharmaputra
yang bisa dijadikan petunjuk antara lain adalah upaya kelompok siloviki untuk mempromosikan negara yang tersentralisasi secara politik dan ekonomi. Mereka mengutamakan stabilitas diatas nilai-nilai demokrasi (Bremmer dan Charap 2007, 89). Dari sini terlihat bahwa kelompok siloviki bukannya menolak demokrasi ala Barat seperti yang ditekankan nilai-nilai fundamentalis, namun hanya menomorduakan demokrasi dan civil society serta mengutamakan negara yang stabil dan kuat didukung oleh pertahanan dan keamanan yang kuat pula. Nilai penting lain yang dianut kelompok siloviki adalah nasionalisme ekonomi (Bremmer dan Charap 2007, 89). Kelompok ini menekankan pada peran negara yang besar dalam ekonomi dan pembatasan keterlibatan pihak luar dalam perekonomian Rusia. Inilah yang menjadi salah satu alasan penting mengapa kemudian kelompok siloviki begitu menolak aksesi Rusia ke WTO. Tentunya akan terjadi benturan nilai dengan kelompok liberal yang saat ini tinggal diwakili oleh Alexei Kudrin sebagai Menteri Keuangan. Namun apabila kita melihat bahwa Kudrin juga mendukung rencana Rusia untuk menghentikan upaya aksesi ke WTO dan memilih untuk berkonsentrasi terlebih dahulu kepada pembentukan custom union dengan negara-negara Asia Tengah dan Eropa Timur seperti Belarusia dan Kazakhstan, maka nampak jelas bahwa kekuatan kelompok siloviki masih dominan dalam pembentukan kebijakan luar negeri di era Medvedev-Putin saat ini. Konsep nasionalisme ekonomi ini juga didukung oleh nilai-nilai “Great Russia” yang merupakan cerminan dari pandangan pragmatic nationalist. Berbeda dengan nilai-nilai Great Russia yang dianut kelompok Fundamentalis, nilai yang dianut kelompok siloviki lebih mengarah pada nilai-nilai Eurasianisme yang menekankan kawasan Asia Tengah dan integrasi antara negara-negara eks-Soviet merupakan jalan menuju kekuatan Rusia yang lebih besar. Ini sejalan dengan nilainilai siloviki yang mengutamakan kembalinya kekuasaan Rusia dan integrasi kembali negara-negara eks-Soviet dengan Rusia (Bremmer dan Charap 2007, 89). Dari sinilah kemudian penulis setuju dengan anggapan umum bahwa identitas Rusia saat ini didominasi oleh diskursus pemikiran pragmatis, yang walaupun mencoba menerapkan demokrasi namun juga menekankan pada identitas Rusia sebagai bangsa besar, adanya sentralisasi ekonomi, dan kawasan Asia Tengah sebagai sentral dan fokus kebijakan Rusia (Light 2004, 44). Dengan asumsi dasar ini kemudian kita bisa melihat bagaimana pemikiran-pemikiran dan identitas bangsa Rusia sebagai bangsa yang pragmatis mempengaruhi kebijakan luar negeri melalui kelompok siloviki dan nasionalis yang menguasai pemerintahan.
246
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Peran Identitas dalam Perubahan Sikap Rusia terkait Aksesi ke WTO
Kesimpulan Perubahan kebijakan luar negeri suatu negara, seperti yang dikatakan Charles Hermann, merupakan sebuah proses yang tidak hanya disebabkan oleh satu faktor. Namun, Hermann sendiri menekankan bahwa dalam kasus-kasus tertentu, beberapa faktor bisa menjadi determinan yang lebih utama daripada faktor lainnya. Inilah yang kemudian tampak dalam kasus perubahan kebijakan luar negeri Rusia terkait rencana aksesi Rusia menjadi anggota WTO. Perubahan struktur birokrasi domestik menyebabkan adanya perubahan yang cukup signifikan di kalangan pengambil kebijakan luar negeri di Rusia. Namun itu saja belum cukup. Faktor mendasar dari hubungan antara perubahan struktur birokrasi dengan perubahan kebijakan adalah adanya nilai-nilai berbeda yang dibawa oleh kelompok baru yang menguasai pemerintahan. Disinilah kemudian hipotesa penulis terbukti ketika kemudian nilai-nilai yang dibawa oleh kelompok nasionalis dan siloviki ketika mereka menguasai pemerintahan sejalan dengan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah Rusia. Nilai positif yang ingin ditekankan oleh penulis dalam penelitian singkat yang dituangkan kedalam tulisan ini adalah bahwa perubahan politik luar negeri tidak hanya disebabkan oleh adanya tekanan dari luar maupun perubahan dari dalam. Charles Hermann hanya menyebutkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri yaitu pemimpin negara, perubahan struktur domestik, birokrasi, dan tekanan dari luar. Namun, dibalik semua itu, ada satu hal yang juga penting yaitu nilai-nilai yang dibawa oleh masing-masing agen perubahan tersebut. Inilah yang, dalam pandangan penulis, luput disampaikan atau ditekankan oleh Charles Hermann. Dan inilah yang menjadi titik tekan penulis bahwa perubahan kebijakan akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawa oleh agen perubahan tersebut, dan dalam kasus Rusia-WTO ini, nilai-nilai tersebut dibawa oleh kelompok nasionalis dan siloviki yang sejak era kedua pemerintahan Putin sampai saat pemerintahan Medvedev-Putin saat ini menguasai pemerintahan.
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
247
Radityo Dharmaputra
Daftar Pustaka Buku Hudson, V., 1997. “Culture and Foreign Policy: Developing a Research Agenda”. dalam Hudson, V. (ed.),1997. Culture and Foreign Policy. Boulder: Lynne Rienner Publishers. Hudson, V., 2007. Foreign Policy Analysis: Classic and Contemporary Theory. Plymouth: Rowman and Littlefield Publishers, Inc. Isakova, I., 2005. Russian Governance in the Twenty-First Century: Geo-strategy, geopolitics, and governance. New York: Frank Cass Publishers. Laruelle, M., 2008. Russian Eurasianism: An Ideology of Empire. Diterjemahkan dari Bahasa Perancis oleh M. Gabowitsch. Baltimore : The Johns Hopkins University Press. Light, M., 2004. “In Search of an Identity: Russian Foreign Policy and the End of Ideology”. dalam Fawn, R. (ed.), 2004. Ideology and National Identity in Post-Communist Foreign Policies. London: Frank Cass Publishers. Neack, L., 2008. The New Foreign Policy: Power Seeking in a Globalized Era. Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, Inc. Piotrowski, M., 2002. “Russia’s Security Policy”. dalam: Bugajski, J. (ed.), 2002. Toward an Understanding of Russia: New European Perspectives. New York: Council on Foreign Relations. Artikel Jurnal Bremmer, I. dan S. Charap, 2007. “The Siloviki in Putin’s Russia: Who They Are and What They Want”, The Washington Quarterly, 30(1): 83-92. Dugis, V., 2007. “Analysing Foreign Policy”, Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, 20(2): 41-52. Hermann, C., 1990. “Changing Course: When Governments Choose to Redirect Foreign Policy”, International Studies Quarterly, 34(1): 321.
248
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Peran Identitas dalam Perubahan Sikap Rusia terkait Aksesi ke WTO
Kerr, D., 1995. “The New Eurasianism: The Rise of Geopolitics in Russia's Foreign Policy”, Europe-Asia Studies, 47(6): 977-988. Smith, G., 1999. “The Masks of Proteus: Russia, Geopolitical Shift and the New Eurasianism”, Transactions of the Institute of British Geographers, New Series, 24(4): 481-494. Artikel Online Aslund, A., 2006. Russia’s WTO Accession. [online]. dalam http://www.iie.com/publications/papers/paper.cfm?ResearchID=68 6 [diakses 17 Juni 2009]. Belton, C. dan I. Gorst, 2009. WTO tries to make sense of Russia’s rethink. [online]. dalam http://www.ft.com/cms/s/0/4091fcb8-57a511de-8c47-00144feabdc0.html?nclick_check=1 [diakses 17 Juni 2009]. Belton, C. dan F. Williams, 2009. Russia puts its WTO entry in doubt. [online]. dalam http://www.ft.com/cms/s/0/63b31154-553f-11deb5d4-00144feabdc0.html [diakses 17 Juni 2009]. Bryanski, G., 2009. Russia Drop Unilateral WTO Bid for ex-Soviet Pact. [online]. dalam http://news.yahoo.com/s/nm/20090609/wl_nm/ us_russia_cis_2 [diakses 17 Juni 2009]. Eubusiness, 2009. EU seeks ‘clarity’ in Russia’s WTO bid as regional bloc. [online]. dalam http://www.eubusiness.com/newseu/1244639832.16 [diakses 17 Juni 2009]. EurActiv with Reuters, 2009. Russia’s WTO move creates ‘new situation’ for EU. [online]. dalam http://www.euractiv.com/ en/enlargement/russia-wto-move-creates-new-situation-eu/article183058 [diakses 17 Juni 2009]. Field, A., 2009. Russia Proposes to Join WTO With New Bloc. [online]. dalam http://www.joc.com/node/411812 [diakses 17 Juni 2009]. Marketos, T., 2005. Eurasianist Theory: Consequences to the Strategic Security of the Russian Muslim South. [online]. dalam http://www.fpa.org/topics_info2414/topics_info_show.htm?doc_id =305796 [diakses 10 Mei 2009]. Payne, J., 2004. Geopolitics, Globalization, and the Age of Terrorism. [online]. dalam http://www.raleightavern.org/geopolitics.htm. [diakses 10 Mei 2009]. Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
249
Radityo Dharmaputra
Vorobyova, T., 2009. Russia WTO entry not until 2011 – Finance Minister. [online]. dalam http://www.cnbc.com/id/31332682 [diakses 17 Juni 2009]. World Trade Organization, 2008. Accession Status: Russian Federation. [online]. dalam http://www.wto.org/english/thewto_e/acc_e/ a1_russie_e.htm#news [diakses 17 Juni 2009].
250
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011