PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERAN GANDA PEREMPUAN DALAM ISINGA
ROMAN PAPUA
KARYA DOROTHEA ROSA HERLIANY KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Oleh Theresia Chrisantini Hariate Wungo NIM 124114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERAN GANDA PEREMPUAN DALAM ISINGA
ROMAN PAPUA
KARYA DOROTHEA ROSA HERLIANY KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Oleh Theresia Chrisantini Hariate Wungo NIM 124114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
¬
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI ヽ 夕 Ⅳ P4Pa′ PERAN GANDA PERERIPUAIRIDALA■ lf≦轟ヽ/C4Rθ 」 KARYA DOROTHEA ROSA HERLIANY STRA FEMINIS
″К)tら .
.1L'-j
ir
I)is.B.Rahmanto,M.Hum`
脚 毬
J
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSi
PERA:N GANDA PERE卜 IPUA》 ll〕 Al,A卜 l
fJfハ「Ctt Rθ 144Ⅳ λ´ 」 1
KARYA l)OROTHEA R41][I´ 主 :iERI」 IANY Fヾ J!′ へ
憩
:F'I]卜
`′
/11NIS
u:li syalit il11● 1■‐ c,1● ‐ ‐ Dantは・ dinyatttkan t,1・ tt` 中 `ぬtcl〔 ,し ヽ .… ― │ヽ 一■ ― …・ ・ り り υ
'
Susullan Palliti3 1〕 cll=Lji
::奪
嚢 It〔 :じ tlプ
■
: I〕 IS
Alltollo.■ i
Hi:」
´
■
SekIItalisi S.E All=11)ia :Dl・ .YV
S.EP● lli
A街 :,S_S;│卜 i.lIじ 11■
.
Drs iB It」 11■ 雲、 :● .M Hl:1:l.
`
iFO gVモ lk'「 1■
11)rll11 11'11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis
ini tidak memuat karya
atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yo野 よ a血 ,29
Juli 2016
ф碑 Theresia Chrisantini Hariate Wungo
iV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan Persetuj uan
Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis Yang bertanda tangan dibawah ini, saya masahasiswa Universitas Santa Dharma: Nama
: Theresia Chrisantini Hariate Wungo
Nim
:124114013
Demi pengembangan ilmu pengetahua& saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul *Peran Ganda Perempuan dalam ISINGA RoMAN PAPUA Karya Dorothea Rosa Herliany
Kajian Kritik Sastra Feminis". Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya
di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakart4 Pada tanggal, 29
luli 2016
Theresia ChriLntini Hariate Wungo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Sebuah perjuangan yang dilakukan dengan hati yang tulus, menjadikan kita manusia yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain
Karya ini saya persembahkan untuk keluarga : Bernardus B. Wungo dan Mariety P. Winye, Sebatianus Tanggu Dendo Wungo, Maximilian Tara Kapu Wungo, Wilhelmus Jefry Ade Wungo, dan Angelina Wahyuni Nd. Wungo
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Jika kita bilang kita tidak bisa, berarti kita tidak akan bisa, tetapi jika kita bilang kita bisa, kita akan menjadi luar biasa
Dalam kehidupan ini kita tidak dapat selalu melakukan hal yang besar. Tetapi kita dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar “Mother Teresa”
Serahkanlah segala kekuatiran kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu 1 Petrus 5:7
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan restuNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Ganda Perempuan dalam Novel ISINGA ROMAN PAPUA Kajian Kritik Sastra Feminis. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Sastra Indonesia. Penulis menyadari bahwa banyak bantuan dan dukungan yang diterima dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dari hati yang paling dalam serta tidak mengurangi rasa hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum, selaku Pembimbing I yang dengan sabar membimbing penulis
serta memberi semangat dan setia memberikan
waktu kepada penulis dalam bimbingan skripsi. 2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan waktunya dan masukan-masukan kepada penulis serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu sabar memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia, Drs. Hery Antono, M. Hum, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum, Prof. Dr.I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, Drs. F.X Santosa, M.Hum, Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A serta dosen-dosen mata kuliah tertentu. 5. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Sastra yang telah membantu penulis dalam administrasi akademik selama kuliah.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma yang telah membantu dalam menyediakan buku-buku referensi yang dibutuhkan oleh peneliti. 7. Kedua orang tua penulis Bernardus B. Wungo dan Mariety P. Winye yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara moril dam materil, kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Keempat kakak penulis Bobby Wungo, Ronny Wungo, Jefry Wungo, dan Angelin Wungo, dan tak lupa juga ketiga kakak ipar penulis Juary Ama, Andrayana Sabrina, dan Karina yang telah memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis. Kedua ponakan penulis Axelia Ina dan Sean Wungo. 9. Untuk yang terkasih Valentino Milla terima kasih atas dukungan, kesabaran dan nasihat yang diberikan kepada
penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. 10. Untuk teman-teman Djisansi, Aksosegen, dan Genexiis yang mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Untuk Ibu Agnes Triana Sulistyaningsih terima kasih atas kesabaran, motivasi dan nasihat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia Angkatan 2012: Bella, Carlos, Gaby, Kasi, Lina, Mey, Novia, Ovy, Patrik, Peng, Retha, Roby, Silvy, Venta, dan Wily. Terima kasih atas kebersaman dan kekompakaan yang luar biasa dalam mengerjakan skripsi ini. 13. Untuk sahabat dan sepupu penulis Beccy, Venty, dan Oppy. Terima kasih atas persaudaraan dan persahabatan serta dukungan dan nasihat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 14. Untuk sahabat
tersayang Ellen Boro di Kupang terima kasih untuk
dukungan dan nasihat yang diberikan kepada penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15,Untuk temanlteman teFdOktt yang scllalll Fncnぬ
■13n Day9 Ansy Frandskち
聯 g pencliti lra Lodmg9
dan lka Palldi.Terima lkasih tclah mcttadi
tempat curhat serta準 銀ihat‐ yang dibe」 kan kcpada pcnul、
dalaln
menyelesaikan skripsi ini.
16.Scluruh kelu=ga Ben3kcl Sastra yang“ 14h banyak mcnttarkan dullれ sas無 l serta berorganisasi sclama masa sm薇
Sem"luruh Pihak yang andil dalam prOscs penyelesaiano scmOga jasa baik mereka mendapat balasan yang semestinya dari Tuhan Yang Maha ESa,Pcnulis menyadtt skripsi ini jdak sempllma Oleh karena itu,pcnulお
sangtt mengha.rapkan
mastan,saran dan kFitik yang memttun dari para pernbaca demi baiknya sbipsi lnio Akhir nta selnOga skripsiini dapat bcmanfaat.
Theresia
C. H. Wungo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Wungo, Theresia Chrisantini Hariate. 2016. “Peran Ganda Perempuan dalam ISINGA: ROMAN PAPUA Karya Dorothea Rosa Herliany Kajian Kritik Sastra Feminis”. Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Peneliti menganalisis peran ganda perempuan dalam ISINGA: ROMAN karya Dorothea Rosa Herliany dengan kajian kritik sastra feminis. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur roman IRP yang terdiri dari alur, tokoh dan penokohan, dan latar serta (2) mendeskripsikan gambaran peran ganda perempuan dalam roman IRP. Penelitian ini menggunakan teori struktural untuk menganalisis struktur roman serta teori kritik sastra feminis juga untuk menganalisis gambaran peran ganda perempuan dalam IRP. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis isi. Metode penyajian hasil analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. PAPUA
Alur dalam novel ini terdiri atas tiga tahap yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Tahap awal digambarkan ketika Irewa dan Meage bertemu di Sungai Warsor. Pertemuan ini membuat mereka saling mengingat satu sama lain. Akhirnya, Meage memutuskan untuk menikahi Irewa. Akan tetapi, Irewa diculik Malom saat masa menstruasi pertama Irewa. Penculikan ini menimbulkan peperangan antara Kampung Aitubu dan Kampung Hobone. Tahap tengah digambarkan dengan perang yang terus berlanjut dan demi menghentikan perang tersebut, Irewa harus menjadi istri Malom. Mendengar pernikahan Malom dan Irewa, Meage meninggalkan Kampung Aitubu. Tahap akhir digambarkan dengan kehidupan Irewa yang sudah berubah. Irewa bekerja sebagai seorang guru yang bertugas membimbing perempuan Papua. Hasilnya itu ia gunakan untuk membiayai kehidupan rumah tangganya dan anak-anaknya. Tokoh protagonis dalam roman ini adalah Irewa, karena Irewa paling banyak diceritakan dan memiliki hubungan langsung dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh antagonis adalah Malom karena ia yang menjadi penyebab masalah yang menimpa tokoh protagonis. Tokoh tritagonis adalah Meage, Jingi dan Ibu Selvi karena ketiga tokoh ini mempunyai keterkaitan dengan tokoh protagonis. Latar terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat (Kampung Aitubu, Kampung Hobone, Distrik Yark, Belanda, dan Jerman), latar waktu (pemilu tahun 1977), dan latar sosial (latar sosial budaya yang meliputi rangakaian adat-istiadat dan pembagian kerja lakilaki dan perempuan menurut kepercayaan Kampung Hobone). Analisis peran ganda perempuan yang terdapat dalam roman ISINGA:ROMAN PAPUA antara lain (1) peran pada ranah domestik dan (2) peran pada ranah publik. Peran perempuan pada ranah domestik meliputi (1) proses regenerasi, (2) pendidikan anak, (3) tanggung jawab rumah tangga,dan (4) melayani suami. Peran perempuan pada ranah publik meliputi (1) tanggung jawab ekonomi rumah tangga, (2) aktualisasi diri, dan (3) politik/pemerintahan.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Wungo, Theresia Chrisantini Hariate. 2016. Women’s Double Role in ISINGA, Papua Romance by Dorothea Rosa Herliany: A Study of Feminist Literary Criticism. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesia Literature Study Program, Literature Faculty, Sanata Dharma University. This research analyzes women’s double role in ISINGA, a Papua romance by Dorothea Rosa Herliany, and uses feminism literary criticism approach. The purposes of this research are (1) to describe the romance structure of IRP romance which consists of plot, character and characterization, and settings and (2) to describe the illustration of double role as a figure in IRP romance. This research uses structural theory to analyze the romance’s structure and feminism literary criticism theory to analyze the illustration of women’s double role in IRP romance. The data collection method used is library research. The method of this research is content analysis methods. Moreover, the method of result presenting analysis used is qualitative descriptive. The plot of this novel consists of three stages and starts from early stage, middle stage, and last stage. The early stage is described when Irewa and Meage met in Warsor river. The meeting makes them remember each other. Finally, Meage decided to marry Irewa. However, Irewa is being kidnap by Malom in her first menstruate. This caused a war between Aitubu village and Hobone village. The middle stage describes the war that happen continuously and in order to stop the war Irewa must become Malom’s wife. When Meage heard this news, he decided to left Aitubu village. The final stage is described with Irewa life has changed . Irewa worked as a teacher in charge of guiding the women of Papua . The result is that he used to finance his home life and her children. The protagonist character in this romance is Irewa because she becomes the most-told and has direct relationship with others characters. The antagonist character is Malom because he becomes the reason of the problem happen to protagonist character. While the tritagonist characters are Meage, Jingi and Madam Selvi because these characters have relationship with protagonist character. The setting consists of three parts which are setting of place (Aitubu Village, Hobone Village, Yark District, Dutch and Germany), setting of time (Indonesia general election in 1977), and the social setting (cultural social setting which consists of custom and tradition and the division of men and women according to Hobone village belief) The analyses of double roles which found in the ISINGA roman: Papua Roman are (1) the role in domestic area and (2) the role in public area. The role in domestic area consists of (1) regeneration process, (2) children education, (3) household responsibility, and (4) the husband serving. The role in public environment consist of household economy responsibility, (2) self-actualization, and (3) politic/government.
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING …………………………….ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………...iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………………………...v HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………...vi MOTTO ……………………………………………………………………….vii KATA PENGANTAR ………………………………………………………..viii ABSTRAK …………………………………………………………………….xi ABSTRACT ……………………………………………………………………xii DAFTAR ISI …………………………………………………………………..xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 I.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 6 1.4 Manfaat Hasil Penelitian .................................................................... 7 1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7 1.6 Landasan Teori ................................................................................... 8 1.6.1 Kajian Struktural .......................................................... 9 1.6.1.1 Alur .................................................................. 10 xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.6.1.2 Tokoh dan Penokohan ...................................... 11 1.6.1.3 Latar ................................................................. 12 1.6.2 Kritik Sastra Feminis .................................................... 13 1.6.2.1 Peran Ganda Perempuan .................................. 16 1.7 Metode Penelitian ............................................................................ 17 1.7.1 Metode Pengumpulan Data .................................................... 17 1.7.2 Metode Analisis Data ............................................................. 18 1.8.3 Metode Penyajian Data .......................................................... 18 1.9 Sumber Data ..................................................................................... 18 1.10 Sistematika Penyajian .................................................................... 18 BAB II STRUKTUR ROMAN ISINGA ROMAN PAPUA 2.1 Pengantar .......................................................................................... 20 2.2 Alur .................................................................................................. 20 2.2.1 Tahap Awal ............................................................................ 21 2.2.2 Tahap Tengah ........................................................................ 22 2.2.3 Tahap Akhir ........................................................................... 23 2.3 Tokoh dan Penokohan ...................................................................... 25 2.3.1 Protagonis: Irewa ................................................................... 25 2.3.2 Antagonis: Malom ................................................................. 35 2.3.3 Tritagonis ............................................................................... 39 2.4 Latar ................................................................................................. 48
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.4.1 Latar Tempat .......................................................................... 49 2.4.1.1 Latar Tempat Luas ..................................................... 49 2.4.1.2 Latar Tempat Sempit ................................................. 53 2.4.2 Latar Waktu ........................................................................... 54 2.4.2.1 Latar Waktu Luas ...................................................... 54 2.4.2.2 Latar Waktu Sempit ................................................... 55 2.4.4 Latar Sosial ............................................................................ 57 2.5 Rangkuman ...................................................................................... 62 BAB III GAMBARAN PERAN GANDA PEREMPUAN DALAM ISINGA ROMAN PAPUA 3.1 Pengantar ....................................................................................... 65 3.2 Peran pada Ranah Domestik .......................................................... 65 3.2.1 Proses Regenerasi ................................................................ 66 3.2.2 Pendidikan Anak-anak ......................................................... 69 3.2.3 Tanggung Jawab Rumah Tangga ........................................ 70 3.2.4 Melayani Suami ................................................................... 72 3.3 Peran pada Ranah Publik ............................................................... 74 3.3.1 Tanggung Jawab Ekonomi Rumah Tangga ......................... 75 3.3.2 Aktualisasi Diri .................................................................... 77 3.3.3 Politik/Pemerintahan ........................................................... 81 3.4 Rangkuman .................................................................................... 83
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan .................................................................................... 85 4.2 Saran .............................................................................................. 90 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 91 PROFIL PENULIS ........................................................................................... 93
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seringkali kita dihadapkan dengan persoalan terkait feminis. Persoalanpersoalan yang sering terjadi adalah kekerasan gender berupa pemerkosaan, perdagangan perempuan, pelecehan seksual. Akan tetapi, muncul persoalan baru tentang peran ganda yang terdiri dari peran domestik dan peran publik. Berdasarkan peran tersebut timbullah pertanyaan tentang siapa yang pantas berada di ranah domestik atau pun ranah publik. Peran ganda merupakan sebuah persoalan penting dalam kajian feminisme. Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak antara kaum perempuan dan laki-laki (Moeliono, dkk, 1988:241 dalam Sugihastuti, 2002:18). Dalam pandangan tradisional, peran antara perempuan dan laki-laki seringkali dibedakan secara tegas. Ada tugas dan fungsi tertentu yang dianggap menjadi tugas dan fungsi perempuan yang tidak layak dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, dalam kritik sasta feminis, dikenal istilah peran publik (yang dipercaya menjadi peran laki-laki) dan peran domestik (yang dipercaya menjadi peran perempuan). Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Kaum laki-laki dianggap sebagai sosok yang kuat, tangguh dan lebih berkuasa, mencari nafkah, dan pekerjaan yang berat semuanya hanya bisa dilakukan oleh laki-laki, berakibat semua pekerjaan publik menjadi tanggung jawab laki-laki pula (Fakih, 2012:21). ISINGA ROMAN PAPUA (selanjutnya ditulis IRP) merupakan roman yang ditulis oleh seorang yang dikenal sebagai penyair yaitu, Dorothea Rosa Herliany yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada Januari 2015 dan mendapat penghargaan sastra bergengsi Kusala Sastra Khatulistiwa 2015. Roman ini memiliki latar belakang penceritaan beberapa daerah di pedalaman Papua. Daerah Papua yang dimaksudkan ini adalah suatu kampung di daerah Pegunungan Megafu, yaitu dari Kampung Hobone dan Kampung Aitubu. Kedua kampung yang sangat melekat dengan antropologis, menceritakan tentang adat istiadat yang masih ditaati oleh masyarakat. Kedua kampung ini menjadi pusat penceritaan dalam roman IRP. Penceritaannya tentang peran ganda pun nampak dalam novel ini. Cerita dalam roman ini berawal dari 2 anak kecil. Irewa Ongge dan Meage Aromba. Penceritaan dimulai dari Meage yang saat itu berumur 9 tahun sudah mengikuti upacara wit. Upacara wit ini tidak hanya diikuti oleh Meage, tetapi seluruh laki-laki remaja Kampung Aitubu dengan tujuan mereka dibersihkan, dihindarkan dari kutukan dan bahaya lain. Setelah mengikuti upacara wit, mereka dipisahkan dari keluarga mereka dan tinggal di rumah Yowi. Rumah tempat tinggal yang dikhususkan untuk laki-laki yang sudah mengikuti upacara wit tadi. Setelah melaksanakan upacara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
wit, upacara muruwal yang dipercaya sebagai upacara perkenalan ke alam, mereka dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan upacara ini tidak boleh diketahui oleh kaum perempuan diselenggarakan. Meage tampak tampil gagah dan dewasa sambil memainkan tifanya. Irewa berlari masuk ke dalam area penari, namun tatapan Irewa kembali bukan ke arah penari. Irewa mengalihkan pandangan ke arah laki-laki yang sedang memainkan tifa, Sejak saat itu Irewa mengagumi tifa dan pemain alat musik itu. Beberapa hari kemudian, mereka dipertemukan lagi di Sungai Warsor. Saat itu Meage sedang berjalan di sekitar sungai itu tepatnya disuatu jembatan. Ia melihat Irewa seperti membutuhkan pertolongan. Melihat Irewa yang sedang melambaikan tangannya mencari pegangan. Meage menuju ke arah Irewa, menolong dan menggendong Irewa. Saat itulah tubuh Irewa dan Meage berdekatan, menempel dan mereka merasakan getaran yang berbeda. Jantung yang berdegup kencang. Meage memutuskan untuk menyatakan cinta pada Irewa. Meage begitu yakin kalau Irewa memang memiliki rasa yang sama seperti yang dirasakan Meage. Betatas dan sayuranlah yang menjadi sarana dalam tradisi Aitubu untuk mengetahui isi hati perempuan. Akhirnya, keinginan Meage terwujud betatas dan sayuran itu diterima Irewa. Tanpa pikir panjang Meage bertemu Mama dan neneknya dan kedua orang tua angkatnya Bapak Leon dan Mama Lea. Semuanya menyetujui keinginan Meage memperistri Irewa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Setelah mengikuti upacara adat Irewa dan Meage sudah bisa dikatakan resmi menjadi suami istri. Namun, Meage harus bersabar karena ia harus menunggu Irewa menstruasi pertama terlebih dahulu lalu upacara besar bisa diadakan. Apabila Irewa belum menstruasi ia masih tinggal bersama orangtuanya. Kejadian mengejutkan menimpa Meage. Irewa diculik oleh Malom. Seorang laki-laki yang memang dari dulu kala mengagumi dan menaruh hati pada Irewa. Sayangnya, Irewa sama sekali tidak membalas perasaan Malom. Kampung Hobone dan kampung Aitubu perang, karena penculikan Irewa. Malom tetap mempertahankan Irewa untuk menjadi istrinya. Melihat perang terus berlanjut akhirnya kampung Hobone memberi penawaran kepada kampung Aitubu apabila perang dihentikan maka kedua kampung ini berdamai tapi Irewa tetap menjadi istri Malom, tetapi kalau perang tetap berjalan Irewa tetap menjadi istri Malom. Akhirnya kampung Aitubu memilih untuk berdamai dan Irewa menjadi istri Malom. Meage marah besar. Meage lari dan menghilang saat terjadi peperangan dan mendengar Irewa akan menikah dengan Malom. Kehidupan Irewa berubah, Irewa menjadi istri Malom. Malom memiliki latar belakang harus mempunyai anak laki-laki sebanyak-banyaknya. Irewa dipaksa melayani Malom selang 10 hari melahirkan, sampai Irewa sakit. Irewa harus menghidupi keluarga kecilnya, anak-anaknya termasuk suaminya. Jika tidak, Irewa akan dipukul dan disiksa. Begitupun seterusnya sampai Irewa mangalami keguguran dan penyakit malaria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
Irewa kemudian
dipertemukan dengan Jingi. Jingi adalah saudara kembar
Irewa. Adapun kepercayaan masyarakat Aitubu, apabila seorang wanita melahirkan anak kembar salah satunya harus dibuang atau dibunuh. Namun, saat mama Kame melahirkan bayi kembar dan suster Karolin dan Suster Wawuntu yang membantu persalinan Mama Kame bersedia merawat Jingi sampai Jingi menjadi seorang dokter. Tak lama Irewa mengidap penyakit sifilis, hal ini disebabkan Malom melakukan hubungan intim dengan para pelacur. Jingi berhasil menyembuhkan saudara kembarnya. Setelah itu Jingi harus memperdalam ilmu kedokterannya ke Belanda. Kehidupan Irewa tetap berlanjut. Irewa banyak mengalami perubahan positif, ia menjadi guru yang dipercaya mengajar kepada para perempuan Papua tentang menjaga kesehatan dan tubuh mereka. Begitu juga kehidupan Meage, sampai suatu hari Meage tinggal sementara di Jerman, karena ia sering dipanggil polisi untuk dimintai keterangan perihal grup
musik
Farandus yang dianggap melawan
pemerintah. Meage cukup lama tinggal di sana. Suatu ketika Jingi mencium bibir Meage karena yakin kalau Meage juga mencintai dia dan juga yakin karena Irewa menitipkan pesan kepada Jingi untuk menikah dengan Meage. Sayangnya, Meage tidak memiliki rasa apa-apa terhadap Jingi. Dalam benak Meage ia ingin pulang ke Papua. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik memilih dan meneliti topik tersebut sebagai objek penelitian berdasarkan beberapa alasan berikut ini. Pertama, peneliti ingin meneliti tokoh Irewa yang menjalankan peran gandanya dari sisi kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
daerah Papua. Peran ganda yang harus dijalaninya dengan beberapa masalah yang menghampirinya. Kedua, sampai dengan saat ini penelitian dari sisi feminis khususnya tentang peran gnada belum banyak yang meneliti, oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian tentang peran ganda. Ketiga, roman IRP memiliki alur cerita yang berlatarbelakang sisi kehidupan orang timur dan menghadirkan penceritaan yang sangat mendalam baik dari sisi antropologis maupun kehidupan sosial. 1.2 Rumusan Masalah Masalah-masalah yang mendasari penelitian ini dibuktikan lewat beberapa pertanyaan di bawah ini: 1.2.1 Bagaimanakah struktur roman IRP yang terdiri dari alur, tokoh, penokohan, dan latar? 1.2.2 Bagaimanakah gambaran peran ganda pada tokoh Irewa dalam roman IRP? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk: 1.3.1 Mendeskripsikan struktur roman IRP yang terdiri dari alur, tokoh, penokohan, dan latar. 1.3.2 Mendeskripsikan gambaran peran ganda tokoh Irewa dalam roman IRP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
1.4 Manfaat Hasil Penelitian Hasil dalam penelitian ini adalah gambaran tentang peran ganda perempuan yang terdapat dalam roman IRP karya Dorothea Rosa Herliany yang dikaji menurut kritik sastra feminis. Penelitian ini memliki dua jenis manfaat yaitu manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis. Manfaat teoretis diharapkan berguna bagi ilmu pengetahuan dalam ilmu sastra yang secara spesifik membahas tentang peran ganda melalui kritik sastra feminis. Adapun manfaat secara praktis yaitu menambah wawasan pembaca serta menjadi salah satu referensi bacaan tentang peran ganda dalam roman IRP.
1.5 Tinjauan Pustaka Roman IRP pernah dibahas oleh B. Rahmanto (2016) berjudul “Isinga Roman Multi Dimensional”. Makalah tersebut membahas tinjauan kritis terhadap struktur cerita IRP dan dimensinya dengan latar waktu yang panjang namun dalam jumlah halaman yang terbatas. IRP juga diteliti oleh Thatit Nirmala Arismaningtyas (2016) dalam bentuk skripsi dengan judul “Campur Kode dalam Novel Isinga Roman Papua, Karya Dorothea Rosa Herliany”. Dalam skripsi ini, peneliti membahas wujud campur kode dan fungsi campur kode yang terdapat dalam novel Karya Dhorotea Rosa Herliany. IRP juga diteliti oleh Hosniyeh (2015) dengan judul “Tokoh Utama dalam Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany”. Permasalahan yang dibahas adalah citra diri perempuan, citra peran sosial perempuan dalam keluarga, dan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
masyarakat, citra diri tokoh utama perempuan dalam novel IRP yang terdiri dari citra fisik dan citra psikis. Peneltian tentang IRP juga
dilakukan oleh Rahmi Rahmayati dengan judul
“Representasi Stereotip Perempuan Papua dalam Roman Papua Isinga Karya
Dorothea Rosa Herliany (Kajian Kritik Sastra Feminis)”. Penelitian ini membahas 1) satu atau beberapa tokoh perempuan yang terdapat pada sebuah karya sastra, 2) status atau kedudukan tokoh perempuan tersebut di dalam masyarakat, 3) tujuan hidup dari tokoh perempuan tersebut di dalam masyarakat, 4) apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dikatakan oleh tokoh-tokoh perempuan tersebut. Berdasarkan tinjauan penelitian di atas, peneliti menggunakan bahan-bahan kajian tersebut untuk menambah kajian penelitian ini. Peneliti belum menemukan penelitian dengan subyek yang sama dengan penelitian ini terkait peran ganda. Namun, peneliti melihat terdapat beberapa penelitian yang sama yaitu mengkaji IRP dengan Kritik Feminis dan Kajian Struktural.
1.6
Landasan Teori Dalam studi ini, peneliti menggunakan dua landasan teori, yaitu teori kajian
struktural (yang dibatasi pada kajian alur, tokoh, penokohanan, dan latar), dan kritik sastra feminis khususnya tentang peran ganda. Pembatasan pada alur, tokoh, penokohan, dan latar dimaksudkan peneliti karena alur, tokoh, penokohan, dan latar merupakan unsur paling penting dalam menganalisis peran ganda yang dijalankan oleh tokoh perempuan dalam novel ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
1.6.1
Kajian Struktural
IRP karya Dorothea Rosa Herliany ini merupakan sebuah karya yang tergolong dalam roman. Ditelaah dari arti katanya, roman merupakan karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing; (cerita) percintaan (KBBI edisi keempat, 2008: 1180). Analisis roman ini yang digunakan untuk menganalisis kajian struktural. Nurgiyantoro, (2005:37) menjelaskan bahwa analisis struktural karya sastra dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, amanat, dan tema. Dengan demikian pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra secara bersama. Hal yang paling penting dalam analisis struktural adalah bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan kompleks yang unik, di samping setiap karya sastra memiliki ciri kekompleksan dan keunikannya sendiri dan hal inilah yang membedakan karya sastra yang satu dengan karya yang lain. Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dalam mikroteks, satu keseluruhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
wacana, dan relasi intertekstual (Hartoko & Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 1994:38). Analisis mikroteks berupa analisis kata-kata dan kalimat, atau kalimatkalimat dalam alinea atau konteks wacana yang lebih besar.
1.6.1.1 Alur Alur merupakan cerminan, atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan (Nurgiyantoro, 2005:114). Menurut Stanton (dalam Sugihastuti, 2002:46) alur adalah cerita yang berisi urutan peristiwa, tetapi setiap peristiwa itu dihubungkan secara kausal. Peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Berdasarkan kriteria urutan waktu alur dibedakan atas plot lurus atau plot progresif yang dimaksudkan ialah peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama kali diikuti oleh (atau menyebabkan terjadinya) peristiwaperistiwa yang kemudian. Secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian) (Nurgiyantoro, 2005:153-154) Kedua, alur sorot balik atau flash-back yaitu urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal ceita yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2005:154).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
1.6.1.2 Tokoh dan Penokohan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2002:165) memaparkan tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan). Penokohan mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2005:166). Berdasarkan peran, maka tokoh dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
A. Tokoh Protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, (2005:178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. Maka, kita sering mengenalinya sebagai memeilki kesamaan dengan kita, pemasalahan yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Singkatnya, segala apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili kita. Identifikasi diri terhadap tokoh yang demikian merupakan empati yang diberikan oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2005:179).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
B. Tokoh Antagonis Nurgiyantoro (2005:179) menjelaskan tokoh antagonis penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Penyebab terjadinya konflik dalam novel, berupa tokoh antagonis, kekuatan antagonis, atau keduanya sekaligus.
C. Tokoh Tritagonis Tjahjono (1988:143) menjelaskan tokoh tritagonis adalah tokoh yang selalu bertindak sebagai pihak ketiga yang berusaha menjadi juru damai dalam konflik yang terjadi antara tokoh protagonis dengan tokoh-tokoh antagonis. Orang-orang lain yang berpihak pada kedua kubu, atau yang berada di luar keduanya disebut sebagai tokoh tritagonis (Hamzah, 1985:106).
1.6.1.3 Latar Latar atau setting yang disebut sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2005:216). Selanjutnya Nurgiyantoro juga menyebutkan latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas kepada para pembaca. Berbicara mengenai latar akan ditemukan beberapa unsur dalam latar yaitu latar tempat (latar luas dan sempit), latar waktu (luas dan sempit), latar sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuh karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. 1.6.2 Kritik Sastra Feminis Kritik sastra feminis merupakan alat yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seseorang dapat membaca sebagai perempuan, mengarang sebagai perempuan, dan menafsirkan karya sastra sebagai perempuan (Sugihastuti, 2002:5-6). Yoder (dalam Sugihastuti, 2002:5) menyebut bahwa kritik sastra feminis itu bukan berarti pengkritik perempuan atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan, arti sederhananya kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang. Kritik sastra feminis adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak yang meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Jika perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
mempunyai hak untuk menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang dimiliki oleh kaum laki-laki (Djayanegara dalam Sugihastuti, 2002:61). Feminisme adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dalam pengertian yang lebih sempit jika dikaitkan dalam karya sastra baik dalam kaitannya dengan
proses produksi maupun resepsi. Emansipasi wanita dengan
demikian merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak, sedangkan dalam ilmu kontemporer dikenal sebagai gerakan kesetaraan gender (Ratna, 2012:184). Ratna menyebutkan sejarah munculnya feminisme pada akhir abad ke-20, khususnya di Barat, feminisme dan pascamodernisme merupakan gejala-gejala masyarakat yang sangat penting. Feminisme termasuk salah satu kasus yang menggoncangkan sistem nilai yang telah mapan, mendekonstruksi sistem pemikiran tunggal, narasi-narasi besar, religi, patriarki, ideologi, dan sebagainya (Ratna, 2012, 185). Dalam sastra perihal feminisme sudah dipermasalahkan sejak tahun 1920-an yang ditandai dengan hadirnya novel-novel Balai Pustaka dengan mengemukakan masalah-masalah kawin paksa. Kemudian dilanjutkan pada periode 1930-an yang diawali dengan novel Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana (Ratna, 2012:191). Dalam feminisme terdapat isu-isu dominan yaitu marginalisasi perempuan (kaum perempuan semakin miskin dan tersingkir), subordinasi (perempuan tidak bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
menjadi pemimpin, dan menempatkan perempuan pada tempat yang tidak penting), stereotipe (pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu), kekerasan (serangan atau invasi (assaut) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang), beban kerja (kaum perempuan dianggap sebagai peran domestik dan menjadi tanggung jawab mereka) (Fakih, 2012:14-21). Berbagai macam isu yang terjadi perihal feminisme, namun, peneliti tidak menganalisis semua bentuk isu-isu feminisme tersebut, peneliti hanya menganalisis peran ganda perempuan yang dalam hal ini dimaksudkan adanya beban kerja dalam novel yang diteliti oleh peneliti. Tanpa dipungkiri, ternyata sampai dengan saat ini masih ditemukan juga masalah-masalah beban kerja yang dilakukan oleh perempuan. Teori feminisme bukan merupakan teori yang tunggal. Gadis Arivia (2003:87110) mengatakan bahwa teori feminisme
berbicara tentang feminisme liberal,
feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis. Feminisme liberal merupakan konsep pembicaraan mengenai perjuangan membebaskan kaum perempuan dari penindasan peranan gender, yaitu peranan yang diberikan kepada perempuan karena berdasarkan jenis kelaminnya. Feminisme radikal memfokuskan diri pada akar permasalahan ketertindasan perempuan. Feminisme marxis dan sosialis, feminisme sosialis lebih menekankan penindasan gender di samping penindasan kelas sebagai salah satu sebab dari penindasan terhadap perempuan. Sementara itu, feminisme marxis membicarakan persoalan utama yang hanya terletak pada masalah kelas yang menyebabkan perbedaan fungsi dan status perempuan (Arivia, 2003:99-110). Penelitian pada roman IRP ini termasuk dalam perspektif feminisme liberal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
1.6.2.1 Peran Ganda Perempuan Peran ganda merupakan peran yang terdiri dari dua peran, yaitu peran pada ranah domestik dan peran pada ranah publik.
A. Peran Perempuan pada Ranah Domestik Menurut Djoharwinarlien (2012:68) pekerjaan sektor domestik di rumah tangga menghantui dua puluh empat jam, setiap hari, satu minggu penuh. Mulai dari membereskan urusan rumah, melayani suami hingga mengurus anak. Seolah-olah ada konstruksi alam bawah sadar yang membingkai bahwa setiap pekerjaan domestik adalah tanggung jawab seorang perempuan. Menurut pandangan sejarah, wanita di berbagai masyarakat memainkan banyak peran. Peran seorang perempuan dalam ranah domestik pada umumnya ialah mengandung, melahirkan, merawat anak, melakukan pekerjaan rumah, mendidik anak, dan melayani suami. Sifat keibuan inilah yang paling dasar dalam diri perempuan.
B. Peran Wanita pada Ranah Publik Fakih (1996:21) mengatakan kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga yang berakibat bahwa semua pekerjaan domestik merupakan tanggung jawab kaum perempuan. Menurut Djoharwinarlien (2012:70-71) terdapat istilah kuno yang menjelaskan bahwa dalam posisi ini peran mereka (perempuan) tak jauh-jauh dari sumur, kasur,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
dan dapur. Perempuan berhak mengejar visi hidupnya, termasuk berkarier di ruang publik, masuk ranah politik. Munandar (1985:50) menyebutkan selain menjadi anggota keluarga inti, setiap orang juga menjadi anggota dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Seorang wanita yang telah berkeluarga, di samping perannya sebagai istri, sebagai ibu dan pengurus rumah tangga, juga dapat berperan sebagai anggota keluarga RT, anggota keluarga arisan, mencari nafkah, tampil di hadapan publik dan tentu saja sebagai anggota masyarakat Indonesia, yang paling penting bagi setiap wanita ialah bahwa ia menyadari bermacam-macam perannya, dan tahu yang diharapkan daripada sebagai anggota dari tiap-tiap kelompok sosial tersebut, sebagai anggota keluarga inti maupun sebagai anggota keluarga dalam arti yang lebih luas.
1.7
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, (i) pengumpulan data, (ii) analisis
data, (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masing-masing tahap dalam penelitian ini. 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka. Studi pustaka yang dilaku kan adalah membaca teks karya sastra, dalam hal ini yaitu novel menjadi sumber data dalam penelitian ini, membaca buku-buku teori sastra,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
artikel-artikel dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan objek penelitian yakni peran ganda perempuan dalam roman IRP. 1.7.2 Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan adalah metode formal dan metode analisis isi. Metode formal adalah metode yang tidak bisa dilepaskan dengan teori strukturalisme. Sementara itu, metode analisis isi berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal (Ratna, 2012, 48-49).
1.7.3 Metode Penyajian Data Metode penyajian data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif berupa hasil analisis struktur dan feminisme.
1.8 Sumber Data Judul
: ISINGA ROMAN PAPUA
Pengarang
: Dorothea Rosa Herliany
Penerbit
: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2015
Halaman
: 209 halaman
1.9 Sistematika Penyajian Laporan hasil penelitian ini terdiri dari 4 bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan sistematikan penyajian. Latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
belakang menguraikan alasan penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menguraikan masalah-masalah yang ditemukan saat penelitian. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian. Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diperoleh dari hasil penelitian. Tinjauan pustaka mengemukakan pustaka tentang beberapa kajian tentang roman IRP dan resepsi sastra terhadap karya sastra ini. Landasan teori memaparkan teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian. Metode penelitian memberikan perincian teknik pengumpulan data, teknik analisis, data yang digunakan dalam penelitian ini. Bab II berisi struktural yang dibatasi pada alur, tokoh, penokohan, dan latar dalam roman IRP karya Dorothea Rosa Herliany. Dalam bab III dibahas gambaran peran ganda perempuan dalam roman IRP karya Dorothea Rosa Herliany. Bab IV adalah kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II STRUKTUR ROMAN ISINGA ROMAN PAPUA 2.1 Pengantar Dalam Bab II ini, peneliti akan menganalisis struktur roman IRP yang dibatasi pada unsur alur, tokoh dan penokohan, dan latar. Alur berkaitan dengan sebab-akibat terjadinya peristiwa dalam novel. Tokoh dan penokohan digunakan untuk mengungkapkan tokoh-tokoh serta watak dari tokoh-tokoh dalam roman. Latar digunakan untuk menjelaskan situasi yang dialami oleh tokoh. 2.2 Alur Alur merupakan cerminan, atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan (Nurgiyantoro, 2005:114). Nurgiyantoro (2005:153-154) menyebutkan secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Alur dalam roman IRP
dibagi
menjadi tiga tahap yaitu tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik) tahap tengah (konflik meningkat, klimaks), dan tahap akhir (penyelesaian).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
2.2.1 Tahap Awal Irewa dan Meage dipertemukan pertama kali saat mereka bersekolah di “sekolah dasar”. Kedua remaja yang berasal dari Kampung Aitubu itu dipertemukan kembali di Sungai Warsor. Saat itu, Irewa sedang mencuci sayur-sayuran. Setelah selesai mencuci sayuran, ia menuju ke tengah sungai, namun ia tidak sadar bahwa aliran air sungai itu sangat deras. Irewa terjatuh dan kemudian melambaikan tangan mencoba mencari benda yang dapat dijadikannya pegangan untuk menahan tubuhnya agar tidak terbawa arus air. Meage melihat ke arah tangan tersebut dan dengan cepat menolong lalu menggendong Irewa keluar dari sungai Warsor. Tubuh mereka bersentuhan dan mereka sama-sama merasakan getaran yang berbeda. Sejak kejadian itu, Meage meyakinkan diri untuk mengungkapkan perasaannya lewat betatas dan sayur-sayuran. Irewa menerima cinta Meage dan Meage ingin menikahi Irewa. Keputusan menikahi Irewa semakin bulat. Kabar gembira tersebut disampaikan Meage kepada keluarganya. Semua rangkaian adat sudah diikuti mereka berdua, tinggal satu upacara adat yang akan diikuti mereka yaitu ketika Irewa mendapat menstruasi pertama. Setelah itu mereka diperbolehkan tinggal bersama. Beberapa waktu sebelum Meage menyatakan cintanya kepada Irewa, ada pemuda lain bernama Malom Wos dari Kampung Hobone yang sudah berulang kali menyatakan cinta kepada Irewa bahkan ingin memperistri Irewa. Akan tetapi, cinta Malom selalu ditolak Irewa. Saat Irewa sendiri di rumahnya setelah mengikuti upacara adat menstruasi pertamanya, Irewa diculik oleh Malom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
2.2.2. Tahap Tengah Mendengar Irewa diculik, Meage marah besar. Meage kemudian menghilang dan tidak kembali ke kampung Aitubu. Penawaran perdamaian disampaikan Kampung Hobone kepada Kampung Aitubu. Penawaran pertama apabila ingin berdamai, perang dihentikan tetapi Irewa akan menjadi isteri Malom, penawaran kedua apabila tidak ingin berdamai perang berlanjut dan Irewa juga akan menjadi isteri Malom. Kampung Aitubu menerima penawaran pertama dan dengan terpaksa Irewa bersedia dinikahi Malom. Kehidupan Irewa berubah karena ia menjadi tulang punggung keluarga barunya. Ia mencari makan, ke kebun, ke sungai, mengandung dan melahirkan anak dengan jarak yang sangat dekat. Irewa mengalami keguguran karena saat hamil ia menanggung banyak pekerjaan yang berat. Malom tidak peduli dengan keadaan Irewa. Malom meminta bersetubuh dan kemudian Irewa hamil. Lahirlah anak kedua perempuan. Malom marah dan meminta bersetubuh lagi karena Malom ingin mempunyai anak laki-laki sebanyak-banyaknya. Irewa hamil dan lahir anak laki-laki. Tak puas dua anak, Malom meminta bersetubuh lagi. Hamil, keguguran, hamil melahirkan, itulah yang dirasakan Irewa. Irewa juga mendapat perlakuan kasar dari Malom, Irewa disiksa, dipukul, ditendang apabila makanan tidak tersedia di rumah juga saat Irewa melawan perlakuan kasar dari suaminya itu. Irewa menderita sakit malaria dan dibawa ke rumah sakit lalu diperiksa oleh Suster Wawuntu dan satu suster pembantu bernama Jingi. Setelah mendengar cerita panjang dari Suster Wawuntu tentang Jingi bahwa Jingi adalah saudara kembar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
Irewa. Jingi dan Irewa tampak bahagia karena mereka saling mengetahui bahwa mereka adalah saudara kembar. Tak lama kemudian Irewa menderita penyakit sifilis. Penyakit kelamin ini berasal dari Malom semenjak Malom ke kota Surabaya untuk mengikuti suatu perlombaan. Malom berhubungan intim dengan wanita penghibur di sebuah tempat bernama “dolly”. Irewa kemudian dirawat oleh Jingi dan akhirnya sembuh. Jingi mengingatkan kepada Irewa untuk selalu menyampaikan kepada perempuanperempuan di Papua agar menjaga kesehatan mereka. Irewa juga harus menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan penyakit kelamin tersebut kepada perempuan Papua sehingga mereka terhindar dari penyakit-penyakit menular.
2.2.3 Tahap Akhir Meage menghilang dan tidak pulang ke Kampung Aitubu. Meage akhirnya bertemu kawan lamanya saat di “sekolah dasar” yaitu Silak di kampung Yebikon. Silak memperkenalkan Meage ke masyarakat Kampung Yebikon. Meage cukup lama tinggal di kampung Yebikon. Meage banyak membantu masyarakat di Yebikon dan banyak ilmu yang ia ajarkan kepada mereka. Meage kemudian pergi meninggalkan Yebikon dan bergabung bersama tim musik tradisional di bawah pimpinan Bapa Rumanus, pendiri grup musik Farandus. Bapa Ramanus ditangkap oleh pihak pemerintah dan meninggal. Bapa Rumanus dan grup musik Farandus dianggap melawan pemerintah. Akhirnya, Meage menggantikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
posisi bapa Rumanus. Meage juga mengalami hal yang sama. Meage ditahan polisi, disiksa oleh puluhan orang, ditendang dan dipukul. Akhir cerita, Meage diminta oleh orang tua angkatnya untuk pergi ke Jerman dan tinggal bersama mereka. Dokter Leon selalu mendengar kabar buruk yang dialami anak angkatnya itu. Meage tinggal di Jerman sekitar belasan tahun. Meage mulai akrab dengan kehidupan kota. Akan tetapi, Meage selalu memikirkan kampung halamannya. Sementara itu, kehidupan Irewa pun di Papua juga menjadi lebih baik. Irewa bekerja di Distrik Yar tepatnya di ruangan Ruang Marya. Irewa ditugaskan sebagai perempuan yang dapat membimbing perempuan-perempuan Papua dengan mengajarkan kesehatan, membuat kerajinan tangan seperti noken dengan bahan yang lebih modern, yaitu dari benang wol. Irewa menjadi perempuan yang bisa mengubah sedikit demi sedikit kehidupan perempuan Papua menjadi lebih baik. Perempuanperempuan Papua rajin membuat noken dan hampir setiap hari bertemu Irewa dan belajar bersama. Marya artinya busur. Oleh sebab itu Irewa mengatakan Irewa dan kawannya Selvi menjadi busur dan panahnya adalah para perempuan yang dipakai untuk membunuh hal-hal buruk. Kehidupan Irewa menjadi lebih baik. Akan tetapi, suaminya Malom lebih buruk karena setiap hari selalu pergi ke tempat pelacuran. Malom tidak bertanggung jawab atas Irewa juga anak-anaknya. Kejadian yang menimpa Malom tidak dihiraukan Irewa. Irewa saat itu hanya memikirkan hidupnya bersama anak-anaknya dan tugasnya menjadi guru bagi perempuan Papua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
2.3 Tokoh dan Penokohan Berdasarkan peran tokoh dalam novel ini, tokoh terdiri dari tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh tritagonis dan tokoh tambahan. Tokoh protagonis dalam roman IRP adalah Irewa, sedangkan tokoh antagonis adalah Malom, tokoh tritagonis adalah Meage, sementara tokoh tambahan adalah Jingi dan Ibu Selvi. Tokoh Irewa menjadi tokoh protagonis dalam roman IRP karena Irewa paling banyak diceritakan serta menjadi tokoh yang memiliki hubungan langsung dengan tokoh-tokoh lain. Irewa juga menjadi tokoh yang banyak menghadapi permasalahan. Tokoh Malom merupakan tokoh antagonis dalam roman IRP karena ia yang menjadi penyebab masalah yang menimpa tokoh Irewa. Masalah itu juga menimbulkan peperangan antara dua kampung, akibat ia menculik Irewa yang harusnya menjadi istri Meage. Tokoh Meage, Jingi dan Ibu Selvi merupakan tokoh tritagonis dalam roman IRP karena ketiga tokoh ini berpihak pada tokoh protagonis dan mempunyai keterkaitan dengan tokoh protagonis (Irewa). Berikut ini akan dipaparkan penokohan masing-masing tokoh.
2.3.1 Protagonis: Irewa Pada awal cerita, secara fisik Irewa digambarkan sebagai gadis cilik yang memiliki kulit berwarna hitam. Hal tersebut dapat dibuktikan lewat kutipan di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
1) Irewa Ongge tampak berlari dari atas lereng gunung menuju ke lapangan di bawah. Gadis cilik ini lalu bergabung di rumunan banyak orang. Karena di tanah berdebu, kulitnya pun kusam. Menempel pada kulitnya yang hitam. Ia sendirian saja (Dorothea, 2015: 8). Irewa juga digambarkan sebagai anak yang selalu ingin tahu tentang hal baru yang belum diketahui atau dipahaminya. Di Kampung Aitubu terdapat “sekolah dasar” yang dibangun oleh salah seorang pendeta dan Irewa mulai mengenyam pendidikan di sekolah tersebut. Irewa menjadi satu-satunya murid perempuan yang tampak bersemangat untuk belajar dengan penuh rasa keingintahuannya. Berikut bukti kutipannya. 2) Pada awal tahun pelajaran, sekolah hanya menerima lima belas siswa. Karena sekolah merupakan hal yang baru bagi orang Aitubu, pada hari pertama sekolah dimulai, banyak anak-anak Aitubu menonton dari luar. Kebanyakan hanya anak laki-laki. Hanya satu yang perempuan, Irewa. Hari-hari berikutnya, rasa ingin tahu sudah selesai. Yang ikut datang jadi berkurang. Lama-lama tinggal satu-dua. Irewa tetap di situ. Tidak pernah merasa bosan. Ia senang mendengarkan semua pelajaran yang diberikan untuk para murid di dalam kelas (Dorothea, 2015:16) Irewa mengikuti pelajaran yang disampaikan. Banyak hal-hal baru yang baru diketahui Irewa saat di sekolah. Kehidupan Irewa semakin hari terus berlanjut. Irewa kemudian dipertemukan dengan Meage. Pertemuan Irewa dan Meage terjadi saat Meage menolong Irewa yang hampir terhanyut di Sungai Warsor. Pertemuan kali ini membuat mereka saling mengingat satu sama lain. Meage memutuskan untuk mengutarakan isi hatinya kepada Irewa lewat betatas dan sayur-sayuran
dan cinta Meage diterima oleh Irewa. Meage
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
menyampaikan kabar bahagia ini kepada keluarganya. Adat demi adat sudah diikuti mereka berdua. Namun, kali ini Irewa dan Meage harus bersabar karena Irewa harus mendapat menstruasi pertama dan kemudian mereka diperbolehkan untuk tinggal bersama. 3) Tak lama, dilanjutkan upacara adat perkawinan. Ada banyak babibabi lagi dibakar batu panas. Betatas. Sayur-sayuran. Mantra. Dukun. Tarian sampai pagi. Musik. Irewa teringat tifa dan seorang laki-laki yang memikat hatinya (Dorothea, 2015:55) Irewa mendapat menstruasi pertama dan langsung mengikuti upacara adat. Setelah upacara adat selesai, Irewa sendiri di rumahnya dan tidak diperbolehkan keluar rumah, karena ia harus mengikuti upacara adat lain untuknya. Malom sudah lama menanti upacara menstruasi pertama bagi seorang gadis dan Irewa diculik Malom. Berikut bukti kutipannya. 4) Setelah Irewa makan betatas suci dan minum air suci, ia harus tinggal di dalam rumah. Tidak boleh keluar-keluar. Begitulah larangan yang merupakan bagian dari upacara ini. Besok pagi masih ada lanjutan upacara lain untuknya. Mama Kame lalu pergi berkebun. Dukun dan bapa Labobar pergi ke Rumah Yowi. Saat Irewa sendirian itulah, Malom datang dan menculik Irewa (Dorothea, 2015:45) Penculikan Irewa menyebabkan perang antara Kampung Hobone dan Aitubu. Demi perdamaian kedua kampung tersebut, Kampung Hobone memberikan dua syarat, pertama kedua kampung berdamai dan Irewa menjadi istri Malom dan syarat kedua, kedua kampung tetap berperang tapi Irewa menjadi istri Malom. Kampung Aitubu memilih syarat pertama. Irewa terpaksa harus menjadi istri Malom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Kehidupan Irewa berubah setelah menikah dengan Malom. Perubahan pertamanya ia banyak menanggung beban kerja. Ia menjadi tulang punggung rumah tangganya, mencari makan, ke kebun, ke sungai, hamil, keguguran, hamil dan melahirkan. Irewa harus banyak belajar menjadi seorang istri dan kepala rumah tangga serta yang paling penting ia harus menjadi perempuan Hobone yang kuat. 5) Cara menangkap ikan adalah satu hal baru yang harus dipelajari Irewa agar bisa menyesuaikan diri untuk hidup di Hobone. Kalau cara mengolah (menokok) sagu, Irewa sudah tahu, tapi ia tidak pandai (Dorothea, 2015:58)
Irewa selalu mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Irewa selalu mendapat tamparan ketika Irewa membela diri dari perlakuan kasar Malom ditambah lagi ketika makanan tidak tersedia di rumah. Irewa juga berkali-kali hamil, pernah keguguran dan pernah melahirkan. Hal ini disebabkan karena Irewa banyak menanggung pekerjaan berat dan kurangnya zat gizi makanan yang dibutuhkan layaknya ibu hamil. Berikut bukti kutipannya. 6) Mama Fos yang baru datang mengantarkan betatas, kaget. Ia memeriksa keadaan Irewa. Ia tahu, Irewa keguguran (Dorothea, 2015:63) 7) Irewa sudah hamil anaknya yang kedua. Melalui lagu-lagu yang dinyanyikan mama-mama Hobone, Irewa mendapatkan banyak nasihat. Ada seorang mama-mama yang tinggal di dusun lain yaitu dusun Onef mengatakan, bekerja saat hamil membuat seseorang dapat melahirkan dengan mudah… (Dorothea, 2015:65)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
8) Proses persalinan berlangsung sekitar dua jam. Setelah itu mama bidan membimbing Irewa kembali ke Rumah Humia. Bayi Irewa dalam dekapan tangannya. Malom diberitahu, anaknya sudah lahir. Perempuan. Mama bidan lalu pergi ke sungai. Tali pusar dibuang sambil mengucapkan mantra (Dorothea, 2015: 69) Setelah hamil, Irewa keguguran, lalu hamil lagi dan melahirkan anak perempuan yang diberi nama Kiwana. Belum cukup lama Irewa melahirkan, sekitar sepuluh hari Irewa terpaksa harus memenuhi permintaan Malom untuk berhubungan intim. Namun, keadaan Irewa tidak dikhawatirkan oleh suaminya sendiri. Berikut bukti kutipannya. 9) Hanya sepuluh hari setelah Irewa melahirkan, Malom sudah minta Irewa melayani bersetubuh. Malom bilang, ia ingin anak laki-laki. Anak laki-laki adalah tuntutan. Istri pertama Malom dulu belum memberi anak pada Malom sudah keburu meninggal. Saudara-saudara Malom yang laki-laki, semuanya meninggal pada saat berperang. Itulah sebab orangtua Malom mendukung ketika Malom ingin punya istri lagi… (Dorothea, 2015:69-70) 10) Irewa memaksakan diri melayani permintaan Malom. Tak senang. Tegang. Kelaminnya terasa nyeri. Sakit. Irewa harus menghadapi apa saja yang terjadi atas dirinya. Begitulah juga yang dialami semua
Anak kedua Irewa sudah berumur satu tahun. Irewa juga sudah melahirkan anak ketiga berjenis kelamin perempuan dan ia melahirkan sendiri. Setelah menikah dengan Malom Irewa harus menjadi perempuan mandiri dan kuat sesuai kepercayaan masyarakat Hobone. Irewa juga harus pandai membedakan mana yang sakit perut biasa dan sakit perut akan melahirkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
11) Ketika Kiwana masih berumur satu tahun, Irewa sudah hamil lagi. Sembilan bulan kemudian melahirkan. Kali ini Irewa sudah tahu segala sesuatu urusan melahirkan. Ia lakukan persalinan itu sendirian. Di rumah. Di dekat tungku. Di situ ada abu panas. Irewa akan membutuhkannya nanti. Irewa menyiapkan selembar daun pisang yang lebar. Kini Irewa sudah bisa membedakan perut sakit. Sakit biasa atau sakit akan melahirkan. Ketika perutnya sudah merasakan akan melahirkan, ia jongkok di atas daun pisang itu. Kakinya gemetaran. Perempuan hamil merasakan segala macam rasa sakit saat melahirkan bayi. Kesakitan yang dulu dirasakan, kini mengatur napas. Menekan lagi beberapa kali pada waktu yang tepat. Akhirnya bayi keluar. Perempuan lagi (Dorothea, 2015:70-71) Irewa kini mempunyai dua anak perempuan, anak pertama diberi nama Kiwana dan kedua Mery. Belum lama melahirkan, Irewa hamil lagi. Namun, karena banyak pekerjaan berat yang ditanggungnya selama hamil ketiga ini, Irewa mengalami keguguran. Lagi-lagi Malom tidak peduli dengan keadaan Irewa. Irewa diminta untuk bersetubuh lagi dan Irewa hamil untuk yang keempat kalinya dengan jarak yang begitu singkat. Setelah Irewa melahirkan anak laki-laki, jarak 4 tahun lagi Irewa hamil dan melahirkan anak perempuan diberi nama Nela. Irewa pernah hamil lagi namun keguguran dan kemudian hamil tetapi melahirkan bayi yang tidak mempunyai kulit perut dan meninggal. Selain itu, Irewa pernah hamil dan melahirkan namun anaknya meninggal karena menderita penyakit diare. Beginilah nasib Irewa, ia harus hamil, melahirkan, keguguran, dan kehilangan bayi. Jika dihitung sejak awal kehamilan Irewa sampai anak yang terakhir, ia hamil sebanyak 8 kali, memiliki 4 anak diantaranya 3 anak perempuan, dan 1 anak laki-laki,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
1 anaknya meninggal karena tidak memiliki tali perut dan satunya terkena penyakit diare serta mengalami keguguran 2 kali. Berikut kutipannya. 12) Begitulah hari-hari Irewa. Seperti sudah ditetapkan bahwa ia harus terus-menerus bekerja. Juga harus terus-menerus beranak. Setelah anak yang kedua itu, Irewa hamil lagi. Tapi akrena karena pekerjaan berat dan makan kurang, kembali Irewa keguguran. Tak lama, Malom mengajak bersetubuh lagi seorang laki-laki. Lalu Irewa hamil lagi. Anak yang lahir dan hidup kali ini seorang laki-laki. Diberi nama Ansel . Jadi dalam waktu yang singkat Irewa sudah punya tiga orang anak. Perempuan, perempuan, laki-laki. Irewa tahu perkara anak, tak ada selesai. Ia harus terus-menerus mau menerima ajakan Malom bersetubuh. Malom ingin anak laki-laki sebanyak-banyaknya (Dorothea, 2015:73) 13) Akibat tanah banyak yang longsor, tanaman betatas yang dikerjakan Irewa juga hilang. Irewa hanya berharap dari ladang yang lain yang tidak longsor…. Anaknya yang pertama, Kiwana, untung saja sudah bersuami dan hidup terpisah. Tapi anak Irewa sudah bertambah seorang lagi, Nella. Waktu itu, Ansel anaknya yang ketiga, masih menyusu sampai umur 4 tahun. Setelah Ansel lepas dari menyusui itu, Irewa hamil lagi dan setahun kemudian lahir anaknya yang paling kecil itu. Jadi 3 anak… (Dorothea, 2015:137)
14) Jingi berhasil mengeluarkan bayi dalam kandungan Irewa. Tapi sayang sekali, bayi itu lahir tanpa kulit perut sehingga ususnya terburai. Jingi sedih. Ia menanyakan pada Irewa, ini bayinya yang keberapa? Biasanya ibu-ibu Papua tak bisa menhghitung bila ditanya seperti itu. Sebab mereka terlalu sering hamil, bayi meninggal, lalu melahirkan lagi. Jadi, susah dihitung. Tapi Irewa memang tak seperti perempuan lain. Ia, bilang, ini anak kedelapan dalam kandungannya. Dan akan menjadi anaknya yang kelima nanti. Setelah bertemu Jingi di Aitubu dulu itu, Irewa masih melahirkan lagi dan anaknya yang ketujuh. Tapi meninggal umur enam bulan karena diare (Dorothea, 2015:144)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Kecerdasan Irewa dengan tidak mengabaikan jumlah kehamilannya membedakan Irewa dan perempuan Hobone yang lain. Setelah melewati masa hamil dan keguguran, Irewa harus memikirkan nasib anak-anaknya. Irewa harus memikirkan bagaimana mendapatkan makanan untuk anak-anaknya dan apa yang dibutuhkan di rumah tangganya. Pada akhir cerita, Irewa mulai menjual sayursayuran, menjual babi-babi yang dipeliharanya, menyewa kios untuk berdagang dan pada akhirnya ia ditawarkan bekerja sama oleh camat baru di Disyark yaitu ibu Selvi. Semua usaha yang dilakukan Irewa untuk mendapatkan uang karena ia harus membiayai kehidupan rumah tangganya dan pada waktu Kiwana dan Mery nanti menikah. Berikut kutipannya. 15) Malom tak bekerja . Kalau ia menjual tanah, uang itu dipakainya untuk dirinya sendiri. Jadi Irewa yang harus memikirkan semua kebutuhan keluarga. Yang terakhir babi milik Irewa hanya tinggal dua ekor saja. Ladang yang dulu tanahnya longsor, sudah dijual oleh Malom. Begitu pula ladang-ladangnya yang lain. Untuk menghidupi keluarga, Irewa lalu menjual dua ekor babinya itu. Uangnya dipakai untuk beberapa keperluan. Untuk sewa kios di pasar. Sedikit untuk mencicil utang pedagang pasar waktu Ansel masuk SMA. Sedikit untuk pegangan biaya hidup dan anak-anaknya. Sejak saat itu Irewa tak lagi menjual hasil kebun miliknya sendiri, tapi menjual sayur, buah, dan lainnya milik para perempuan di kampung-kampung. Dari situlah anak-anaknya bisa makan dan ada sedikit uang untuk biaya lain (Dorothea, 2015:183-184) Selain membiayai kehidupan rumah tangga, Irewa mementingkan pendidikan untuk anak-anaknya, walaupun kondisi ekonomi Irewa tidak stabil dan tidak adanya tanggung jawab Malom sebagai pencari nafkah. Irewa merasa pendidikan itu penting, oleh sebab itu ia berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya. Berikut kutipannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
16) Malom sering pergi ke “kota” distrik sejak sore. Pagi baru pulang… Irewa sudah merasakan hidupnya lebih ringan kalau ia tak memikirkan Malom. Ia hanya tinggal memikirkan bagaimana bisa terus menghidupi anak-anaknya. Mery sudah punya suami juga. Tinggal Ansel dan Nella. Nella masih SD di Hobone. SD adalah satusatunya sekolah yang ada di Hobone. Ansel SMP di Distrir Yar (Dorothea, 2015:152) 17) Setelah mereka sekeluarga pindah, Irewa langsung mencarikan sekolah dasar baru bagi Nella. Nella tak harus tak harus lama mengganggur. Ia meneruskan sekolahnya di situ. Ansel masih tetap di kelas satu SMA. Meneruskan sekolahnya di situ… (Dorothea, 2015:184) Hidup Irewa menjadi lebih baik, karena banyak disibukkan dengan kegiatan yang positif. Setelah Irewa selesai berdagang di pasar, ia melanjutkan kegiatan menyampaikan kepada para perempuan bahayanya penyakit HIV-AIDS. Mendengar kegiatan positif yang dijalankan Irewa di Papua, Ibu Selvi menawarkan kerja kepada Irewa menjadi seorang guru. Irewa dan Ibu Selvi kini menjadi tim yang kompak untuk membimbing perempuan Papua. Irewa dan Ibu Selvi memang belum lama saling mengenal satu sama lain, tetapi mereka menjadi rekan kerja yang sudah sangat akrab, baik dalam membagi pengalaman mereka maupun saling memberi pendapat. Berikut bukti kutipannya. 18) “Irewa, kalau sa (saya) membangun sebuah ruang di kantor distrik ini untuk kegiatan perempuan, apakah kau mau menjadi guru bagi mereka?” 19) Irewa lalu menceritakan kembali pengalamannya dengan anaknya Ansel. Karena pengalaman buruk yang pernah terjadi pada Ansel saat ia SMP itu dan sekolah baru Ansel di SMA. Ia menemui kepala sekolah di situ dan mengatakan, ia ingin membagikan pengalaman pada guru atau para murid. Irewa ingin diberi kesempatan berbicara di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
sekolah itu. Ia tidak ingin ada remaja lain melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Ansel. Kepala sekolah mengatakan muridmuridnya tidak ada masalah apa-apa… “Kalau begitu, harus dicari jalan lain agar remaja mendapat pengetahuan yang cukup dan benar mengenai hal ini,” “Sa pikir kita langsung mendekati muridnya saja, Ibu. Kita cari murid yang berpengaruh. Sa bisa bicara dengan murid itu nanti. Biar dia nanti yang cerita ke teman-temannya,” kata Irewa (Dorothea, 2015:187) 20) Dua perempuan ini sungguh telah menjadi pasangan yang saling mendukung satu sama lain. Tanpa jawaban “ya” dari Irewa, Ibu Selvi sudah tahu bahwa Irewa menerima rencananya (Dorothea, 2015:191) Tokoh Irewa dapat disimpulkan sebagai tokoh perempuan yang pandai dan mau bekerja keras, penuh tanggung jawab, serta mementingkan pendidikan, melihat masalah-masalah yang dihadapinya dan mampu diatasinya. Hal ini dapat dibuktikan saat Irewa belajar di “sekolah dasar” dan ia menjadi satu-satunya murid perempuan yang gigih dalam belajar. Ditambah lagi ketika ia menyekolahkan anak-anaknya meskipun tidak sampai pada perguruan tinggi. Tokoh Irewa memang digambarkan pasrah saat ia harus menikah dengan lakilaki yang tidak dicintainya demi mendamaikan dua kampung yang berperang. Sejak menjadi istri Malom, kehidupannya berubah, Irewa harus bertanggung jawab atas rumah tangganya. Irewa menjadi perempuan yang kuat, ia banyak belajar dan tetap berusaha menjadi istri yang baik dan ibu yang baik, meskipun ia selalu mendapat kekerasan fisik dari suaminya. Irewa tetap bertahan menjalankan tugas-tugasnya sebagai perempuan Hobone yang dikenal kuat. Akhirnya, irewa mendapat pekerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
sebagai guru dengan hasil kerja yang dapat membantunya dalam menghidupi rumah tangganya. Selain itu, Irewa merupakan guru yang dapat membimbing para perempuan Papua dengan hasil yang baik pula. Dalam hal ini selain pekerjaan sebagai gurunya
menguntungkan
baginya,
pekerjaannya
juga
menguntungkan
bagi
perempuan-perempuan di Papua. 2.3.2 Antagonis: Malom Malom adalah seorang duda yang berasal dari Kampung Hobone. Istrinya meninggal karena mengidap penyakit malaria. Malom adalah laki-laki yang dulunya sangat mencintai Irewa dan mau memperistri Irewa. Berulang kali Malom mengutarakan perasaanya kepada Irewa dan selalu ditolak Irewa. Penolakan tersebut tidak menutup rasa putus asa Malom untuk memperistrikan Irewa. Usaha Malom mendapatkan Irewa adalah karena Malom tidak bisa hidup tanpa perempuan dan ingin mewujudkan keinginannya mempunyai banyak anak, apalagi anak laki-laki dan dari istri pertamanya ia tidak mendapatkan keturunan. Berikut bukti kutipannya. 21) Malom adalah pemuda dari lembah Tolabugi. Perkampungan Hobone tempat Malom tinggal letaknya cukup jauh dari perkampungan Aitubu. Istri Malom baru saja meninggal karena terserang penyakit gemetar. Dukun tak bisa menolongnya. Malom tak bisa hidup tanpa perempuan di sampingnya. Itulah sebabnya ia mencari perempuan yang bisa dikawininya (Dorothea,2015:28) Cara curang yang digunakan Malom agar segera memperistri Irewa yaitu dengan menculik Irewa. Setelah penculikan itu terjadilah perang antara kampung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
dari Irewa dan Kampung dari Malom dan untuk mendamaikan kedua kampung tersebut, Irewa harus menjadi istri Malom. Malom sudah tidak sabar menyentuh tubuh Irewa, sedangkan Irewa terus menolak ajakan Malom. Malom tidak memperdulikan hal itu dan tetap mempertahankan keinginannya untuk segera melakukan hubungan intim. Berikut bukti kutipannya 22) Irewa sudah makin tak bertenaga lagi. Malom berkuasa atas tubuh Irewa. Malom telah menjadi seorang suami. Laki-laki Iko harus mengawini tubuh perempuan. Irewa tak bisa melawan lagi. Malom menyenangkan diri dan keinginan batinnya pada tubuh Irewa. Anak panah dalam tubuh Malom dilepaskan (Dorothea, 2015:57) Secara psikis, Malom termasuk laki-laki yang sangat egois, ia tidak pernah memikirkan keadaan Irewa yang sudah letih bekerja dari matahari terbit sampai terbenam. Malom selalu meminta Irewa untuk melayaninya keinginan seksualnya dan juga untuk mewujudkan impian Malom memiliki anak yang banyak. Berikut bukti kutipannya. 23) Hanya sepuluh hari Irewa melahirkan, Malom sudah minta Irewa melayaninya bersetubuh. Malom bilang, ia ingin anak laki-laki. Anak laki-laki adalah tuntutan (Dorothea,2015:69-70) 24) Malom tak memahami bahwa suami perlu menahan diri untuk tidak terus-menerus menyetubuhi seorang istri (Dorothea,2015:91)
Sudah cukup lama Malom menjadi suami Irewa. Malom tidak pernah memperlakukan Irewa dengan baik sebagai istrinya. Malom juga tidak menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
rasa pedulinya terhadap Irewa. Apabila tidak ada makanan di rumah dan ketika Irewa memberi alasan kenapa makanannya tidak tersedia di rumah, Malom selalu marah. Malom tidak memperdulikan alasan yang diberikan Irewa dan menampar Irewa. Malom tidak menghiraukan ketika Irewa sakit. Malom bukanlah suami yang bertanggung jawab. Berikut bukti kutipannya. 25) Pada hari keempat, Irewa belum juga sembuh dari sakitnya. Malom mulai memarahinya. Irewa bilang, ia merasa tidak ada tenaga untuk bekerja. Malom mengatakan betatas harus selalu ada. Ia lapar. Babibabi harus diberi makan. Irewa menjelaskan tentang sakitnya. Malom kesal. Irewa dianggap banyak bicara. Mulut Irewa yang sedang bicara itu ditamparnya. Malom bilang, besok Irewa harus sudah bekerja lagi (Dorothea,2015:73) Malom masih tetap dengan sifatnya yang buruk, ia selalu kasar memperlakukan Irewa ketika keinginannya tidak terpenuhi. Kali ini Malom memiliki kesibukan yang rutin ia lakukan. Malom hampir setiap hari pergi ke “kota” di Distrik Yark, ia senang dengan pergaulan perempuan muda kota. Semakin hari berlanjut sifat buruk Malom yang lainnya perlahan mulai muncul. Malom membutuhkan uang untuk bersenang-senang dan karena tidak punya pekerjaan, ia menjual tanah dan uangnya dipakai sendiri untuk bersenang-senang. Ladang, tanah milik Malom sudah dijual, dan Malom semakin terpesona untuk menjual rumahnya agar ia lebih mudah bertemu teman-temannya sambil minum minuman keras. Malom dan Irewa pindah ke Distrik dan membeli rumah baru yang kecil sehingga uang sisa penjualan rumah itu dapat dipakai Malom untuk dirinya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
26) Malom tak bekerja. Kalau ia menjual tanah, uang itu dipakainya untuk dirinya sendiri. Jadi Irewa yang harus memikirkan semua kebutuhan keluarga. Yang terakhir babi milik Irewa hanya tinggal dua ekor saja. Ladang yang dulu tanahnya longsor, sudah dijual oleh Malom. Begitu pula ladang-ladangnya yang lain… (Dorothea, 2015:183) 27) Suatu hari, ada pedagang dari lain perkampungan mencari-cari rumah yang bisa dijual. Pendatang dan keluarganya itu akan pindah ke daerah tempat Malom dan Irewa tinggal. Malom tadinya tidak punya pikiran untuk pindah rumah. Tapi, mendengar hal itu, ia jadi tertarik. Ia berpikir, kalau saja ia pindah ke pusat “kota” distrik, maka tak harus pulang ke rumahnya yang jauh itu. Ia akan bisa lebih sering berada di dekat teman-temannya. Kebutuhan hidupnya untuk minumminum dan kesenangan lain juga lebih tersedia di Distrik Yar. Maka, Malom lalu menjual rumahnya ke orang yang membutuhkan itu. Ia lalu membeli sebuah rumah baru di “kota” distrik. Tak perlu rumah bagus. Cukup kecil saja. Asal dia bisa tidur. Yang lebih penting, ia bisa memgang uang sisa yang banyak. Malom menyimapan sisanya untuk dirinya sendiri (Dorothea, 2015:184) Pada bukti kutipan (21), (22), (23), (24), (25), (26) dan (27) dapat disimpulkan bahwa Malom merupakan tokoh yang sangat egois, tidak bertanggung jawab, dan tidak menghargai istrinya. Tindakan di atas dengan jelas menunjukkan sikap Malom yang tidak berperikemanusian. Malom tidak menjadi suami yang memberi panutan baik kepada istri dan anak-anaknya, tetapi Malom menjadi suami yang sangat kasar. Dalam IRP ditunjukkan sikap kasar Malom terhadap Irewa. Setiap kali Irewa menjawab pernyataan yang disampaikan Irewa kepada Malom selalu saja membuat Malom marah, menampar Irewa, ditambah lagi apabila tidak tersedia makanan juga beberapa keinginan malom yang tidak terpenuhi. Segala bentuk kekesalan yang tidak disukai Malom kepada Irewa selalu diakhiri dengan memberi perlakuan kasar kepada Irewa. Selanjutnya, kutipan-kutipan diatas juga menunjukkan sikap Malom yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
tidak berubah, ia tetap pergi ke “kota” untuk mewujudkan kesenangannya sendiri. Malom menjual segala harta miliknya demi memuaskan kesenangannya sendiri tanpa memikirkan nasib anak-anak dan istrinya.
2.3.3 Tritagonis 2.3.3.1 Meage Meage adalah mantan calon suami Irewa. Laki-laki yang memiliki latar belakang hidup berbeda dari tokoh-tokoh lainnya dalam novel ini. Saat Meage lahir ia hidup sendiri bersama ibunya. Kedua kakaknya dan ayahnya meninggal saat berperang. Akhirnya, Meage diasuh oleh Dokter Leon dan Mama Lea. Boleh dikatakan Meage merupakan anak yang memiliki pengetahuan luas dibandingkan teman sebaya lainnya. Semua pengetahuan itu, ia dapat dari kedua orangtua angkatnya. Berikut bukti kutipan di bawah ini. 28) Tak lama setelah itu, terjadi peperangan antar perkampungan. Mama Meage baru saja melahirkan anak. Bayi laki-laki. Itulah Meage. Dua kakak laki-laki Meage juga meninggal dalam perang. Sedang kakak perempuannya meninggal tahun lalu karena wabah itu. Jadi sebetulnya bapak Meage pasti senang ia punya anak lagi. Sayang ia meninggal dalam perang itu. Meage lalu diangkat sebagai anak asuh oleh Dokter Leon. Lea, istrinya sudah mendambakan anak sejak lama. Jadi, sejak bayi, Meage diasuh bersama-sama oleh keluarganya sendiri dan keluarga Dokter Leon. Ia diberi susu botol oleh Mama Lea dan susu ibu dari mamanya sendiri (Dorothea,2015:12) Meage merupakan laki-laki yang sopan. Ketika Meage mulai jatuh hati kepada Irewa, ia tidak menggunakan cara curang untuk mendapatkan hati Irewa. Meage menggunakan tata cara mengungkapan perasaan kepada lawan jenis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
sudah menjadi tradisi Aitubu untuk mengetahui perasaan seorang perempuan. Meage memberikan betatas dan sayur-sayuran kepada Irewa. 29) Hati Meage sudah mantap mengatakan ia mencintai Irewa. Ia ingin melamar gadis cantik itu. Tapi sebelum itu, ia harus mengetahui dulu bagaimana isi hati Irewa padanya. Ia tahu juga suka padanya. Tapi ia ingin tambah yakin. Betatas dan sayuran adalah sarana dalam tradisi Aitubu untuk mengetahui isi hati perempuan yang dicintai (Dorothea, 2015:26-27) Setelah cinta Meage diterima oleh Irewa, Meage langsung melamar Irewa. Mereka berdua mengikuti seluruh rangkaian upacara adat. Namun, Irewa diculik Malom dan menyebabkan peperangan antara Kampung Aitubu dan Kampung Hobone. Meage tampak sangat marah dan di tengah terjadi peperangan Meage meninggalkan peperangan itu lalu pergi begitu saja. Meage kemudian sampai di kampung Yebikon dan ia banyak memberikan perubahan yang positif untuk kampung tersebut. Meage sempat menolong seorang perempuan yang terjerat di hutan dalam keadaan yang tak berdaya. Begitulah setiap kali ada yang sakit dan membutuhkan bantuan Meage, pasti ditolong olehnya. Ia selalu ingat pendidikan yang diajarkan orangtua angkatnya bahwa menolong orang sakit adalah tugas utama. Berikut bukti kutipannya. 30) Setelah menolong kelompok korban gempa dari lembah Aifu, Meage cepat-cepat datang ke pertemuan di rumah Yowi (Dorothea, 2015:37) 31) Meage mengelap luka-luka panah dengan hati-hati. Setelah itu, memijat pelan-pelan tangan dan kaki perempuan itu. Meage juga minta dicarikan kayu pohon yang berbau wangi. Selanjutnya Meage melakukan tindakan-tindakan lain untuk menolong perempuan itu. Sampai akhirnya perempuan itu membuka mata. Lalu muntah. Ia sudah sadar kembali. Setelah itu Meage turun sendiri mencari daun-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
daunan di sekitar yang kira-kira bisa dipakai menyembuhkan lukaluka bekas panah… (Dorothea, 2015:93) 32) Sejak itu, Meage dibantu Silak menjadi guru di perkampungan itu. Sebelumnya, Meage dengan cepat belajar bahasa orang setempat. Meage mengajarkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah diketahuinya. Membaca, menulis, berhitung, pengetahuan di bidang kesehatan, pertanian, dan agama. Silak sudah punya sebuah kebun percontohan di tempat tak jauh dari pemukiman penduduk. Meage dibantu Silak dan laki-laki Mbireri lain membangun pondok untuk tempat tinggal Meage di situ. Meage lalu mengembangkan perkebunan yang sudah ada dengan memperluas lahan pertanian. Lalu menanami dengan sayur-sayuran, juga buah nanas dan papaya (Dorothea, 2015:95) Kehidupan Meage terus berlanjut sampai Meage bergabung dengan salah satu grup musik tradisional bernama Farandus. Meage memang termasuk sangat mahir dalam bermain tifa. Hal inilah yang membuat Irewa mengagumi Meage. Meage mulai bergabung bersama grup musik tradisional ini ketika ia memainkan alat musik tifa dan diajak bergabung oleh Bapa Rumanus. Bapa Rumanus merasa Meage mempunyai jiwa pemimpin dan nanti dapat menggantikan bapa Rumanus. 33) “Suatu saat akhirnya mungkin aku akan ditangkap, Meage. Lalu dimasukkan ke penjara,” kata Bapa Rumanus dengan nada datar. “ Kalau itu terjadi. Aku percayakan Farandus padamu. Teruskan apa yang sudah aku lakukan,” katanya lagi. (Dorothea, 2015:122) 34) Sejak itu, Meage mulai menjadi pencatat unuk semua hasil yang didapatkan oleh bapa Rumanus. Menjelang akhir bulan November selesai, tercatat pada buku Meage, ada pejabat penting dari Jakarta, salah satu orang terkuat, datang ke Pulau Papua. Ia datang datang bersama istri dan para anggota-anggotanya para tentara. Farandus diminta tampil menghibur. Mereka bermain dengan sebaik-baiknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
Memakai pakaian nyanyi yang sebagus-bagusnya. Menghias badan dengan seindah-indahnya (Dorothea, 122-123) 35) Meage terus bermain bersama musik dengan kelompok Farandus. Kini ia bermain denga tifa miliknya sendiri… (Dorotheaa, 2015:161) Beberapa waktu lalu, sejak Meage bergabung
bersama Farandus, Meage
kemudian terjerumus dalam suatu masalah. Meage dipanggil oleh pihak polisi karena polisi merasa kelompok musik Farandus menentang pemerintah. Mendengar semua masalah tentang Meage, orangtua angkatnya menyuruh Meage untuk pergi ke Jerman dan tinggal bersama mereka. Tetapi, saat di Jerman, Meage selalu ingat tentang Papua. 36) Ternyata kesempatan lain, petugas keamaan yang berbeda juga meminta Meage datang ke kantor polisi dan bertanya macam-macam. Yang dialami Bapa Rumanus dulu, kini terjadi pada Meage. Tapi selalu saja polisi tak bisa membuktikan bahwa tuduhan terhadap Meage benar. Melalui Farandus, Meage dicurigai ia dan musiknya bermaksud melawan pemerintah (Dorothea, 2015:168) 37) Melalui rantai komunikasi yang sama, Meage disiapkan untuk secara diam-diam dibawa ke Jerman. Tak mudah. Yang paling awal saja, Meage tidak memiliki bukti diri resmi pemerintah. Juga bukti bahwa ia pernah lahir di dunia. Di Indonesia kedua hal itu penting untuk mengurus surat jalan. Bapa Leon sudah menyiapkan surat kelengkapan dari Jerman. Untung saja, istri Bapa Rumanus mendengar ini dan mengulurkan tangan. Meage dimasukkan sebagai anggota keluarganya… (Dorothea, 2015:171) 38) Kehidupan Meage di hutan Papua telah berakhir. Meage mengawali hidupnya di ladang pertanian yang berbeda. Tempat itu terletak di daerah pegunungan Eifel. Tempat yang indah. Sejauh mata memandang, menghampar, menghampar warna hijau…. (Dorothea, 2015:172)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
39) Meage termangu. Merasa tidak cocok berada di mana-mana. Badannya ada di Duria. Tapi pikirannya jauh di Papua. Tak bisa lepas dari itu. Apakah karena Irewa? Atau mama dan neneknya? Telinga Meage mendengar suara. Hanya sayup. Mama-mama Papua memanggil namanya (Dorotehs, 2015:209) Berdasarkan penjelasan diatas yang disertakan dengan bukti kutipankutipannya, dapat disimpulkan bahwa Meage adalah laki-laki yang sangat penyayang dan menghargai perempuan. Meage juga termasuk laki-laki yang peka dengan keadaan orang lain, saat ia menolong seorang perempuan yang sakit dan banyak membawa perubahan positif di tanah Yebikon. Namun, disisi lain Meage bisa dikatakan pengecut ketika ia meninggalkan gadis yang ia cintai, dan membiarkan direbut orang lain. Masalah inilah yang tidak tuntas diatasi Meage. 2.3.3.2 Jingi Jingi adalah saudara kembar Irewa dan ia yang sehat berisi, dan penampilannya bersih, serta selalu senyum. Namun, Jingi tidak tinggal bersama Irewa. Oleh sebab itu, Irewa dan Jingi mendapat pengalaman yang berbeda. Jingi dirawat oleh suster yang membantu persalinan ibu mereka berdua. Menurut kepercayaan masyarakat Aitubu, anak kembar adalah hasil selingkuhan dari suami dengan perempuan lain saat istrinya sedang hamil dan apabila ada anak kembar dan salah satunya tampak lemah harus dibunuh atau dibuang atau alirkan ke sungai. Pernyataan di atas dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. 40) Mama Kame kaget. Tak menyangka sama sekali. Perempuan muda dan cantik ini adalah anaknya sendiri. Kembaran Irewa. Dia tampak lebih bersih dan lebih segar (Dorothea, 2015:87)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
41) Jingi tampak sehat dan lebih berisi. Penampilannya juga tampak lebih bersih dan senyum selalu mengembang. Hidupnya ringan. Tak ada kesusahan yang ia alami. Jingi hidup bahagia sejak kecil…. (Dorothea, 2015:89) Jingi Pigay adalah nama yang diberikan oleh suster yang merawatnya sejak bayi. Jingi yang dianggap lemah saat lahir ternyata sekarang lebih kuat. Jingi sedang menempuh pendidikan pada salah satu perguruan tinggi, sekolah dokter di Manado. Jingi selalu ke rumah sakit untuk membantu suster menolong orang sakit termasuk saat saudara kembarnya sakit Sifilis. Berikut bukti kutipannya. 42) Diterangkan lagi, sekarang Jingi masih sedang belajar di perguruan tinggi. Sekolah dokter di Manado (Dorothea, 2015:87) 43) Jingi beberapa tahun ini sudah jadi dokter penuh. Ia ingin memperdalam ilmu yang sudah dimilikinya ke Belanda. Mama Karolin yang sudah tambah tua memberi tahu Jingi, Belanda adalah tempat yang baik kalau Jingi ingin memperdalam ilmu pengetahuannya. Ia senang kalau Jingi bisa tinggal bersamanya. Jingi ingin pergi dengan biaya sendiri. Ia lalu bekerja lebih banyak. Rumah sakit tempat ia bekerja membutuhkan dokter keliling. Jingi tak masalah bertugas menjadi dokter keliling (Dorothea, 2015:134) 44) Jingi memeriksa kondiri tubuh Irewa. Juga bagian kelaminnya. Ada bisul di vaginanya. Bernanah. Ada bintik-bintik merah di seluruh telapak tangan dan kakinya. Bintik merah yang lebih lebar juga ada dipunggungnya. Ditanya Jingi, Irewa mengatakan penyakit ini sudah beberapa minggu dirasakannya. Jingi menjelaskan Irewa terkena sakit kelamin. Itu penyakit berbahaya… (Dorothea, 2015:135) 45) Tapi untunglah, hal itu belum terlambat untuk diobati. Begitu yang dikatakan Jingi ke Irewa. Irewa nanti bisa sembuh. Jingi lalu memberikan suntikan penisilin. Lalu Irewa diberi obat yang harus diminum sampai habis. Irewa berjanji untuk menuruti hal itu. Irewa juga disarankan untuk tidak melakukan hubungan badan dengan Malom sampai sakitnya sembuh (Dorothea, 2015:135)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
Jingi ingin memperdalam lagi ilmu kedokterannya di Belanda. Jingi banyak membaca dan mendengar cerita dari dosennya bahwa lulusan kedokteran terbaik merupakan lulusan dari salah satu universitas di Belanda. Berikut kutipannya. 46) Jingi sudah tiba di Belanda. Mama Karolin tinggal di Maastricht, sebuah kota kecil yang berbatasan dengan negeri Jerman dan Belgia. Jingi mantap memperdalam ilmu kedokteran karena dari dosennya di Manado dan bacaan sejarah, ia tahu banyak tokoh Indonesia adalah lulusan sekolah kedokteran Belanda… (Dorothea, 2015:191) 47) Hari-hari awal kuliah dilalui Jingi dengan cukup baik. Jingi sibuk. Kuliah cukup berat (Dorothea, 2015:193)
Jingi dan Irewa saling mengirimkan e-mail sejak mereka berpisah. Jingi merasa ada hal yang membuatnya terikat dengan Irewa dan harus selalu berkomunikasi dengan Irewa. Waktu terus berjalan, Jingi dan Irewa hampir setiap hari mengirimkan e-mail. Mereka berdua saling memberi kabar, Jingi menceritakan perkuliahannya dan Irewa mengabarkan kegiatannya di Ruang Marya. Namun, entah kenapa Irewa meminta Jingi menikah dengan Meage. Jingi merasa ada yang aneh dan merasa berkhianat dengan saudara kembarnya itu, karena sebelum Irewa meminta Jingi menikah dengan Meage. Jingi sudah mencium bibir Meage. Kejadian inilah yang membuat Jingi marah karena ia menganggap menyakiti Irewa. Berikut bukti kutipannya. 48) Malam gelap. Musik keras. Dunia anak-anak muda. Ada yang bergoyang-goyang da mengikuti irama musik. Segelas bir di tangan. Jingi juga ikut menggerak-gerakkan badannya….
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
“…. Jingi merangkulkan dua tangganya ke leher Meage. Musik masih mengalun. Syahdu. Jingi menatap mata Meage. Tiba-tiba Jingi lalu mencium bibir Meage. Setelah ciuman itu terjadi, Jingi kaget dan seperti baru sadar. Meage diam saja…. (Dorothea, 2015:204) 49) “Menikahlah kau dengannya, Jingi,” kata Irewa dalam suratnya ke Jingi. Tulus. Irewa menyayangi keduanya. Ia memang mencintai Meage. Tapi statusnya sebagai istri Malom tak bisa diubah lagi. Malom tetap adalah suaminya (Dorothea, 2015:205) 50) Kadang desir dan degup itu masih datang. Jingi mengusirnya jauhjauh. Ia merasa itu menyakiti Irewa. Jingi sayang sekali padanya. Sedangkan kalau ingat soal ciuman, Jingi marah pada dirinya sendiri. Itu hal memalukan yang seharusnya tidak ia lakukan. Ia lalu menyalahkan karnaval. Orang-orang mabuk senang. Ia kini jadi merasa tak punya muka berhadapan dengan Meage. ia ingin peristiwa itu jadi tak ada. Ingin mengahapus bahwa itu pernah terjadi…. (Dorothea, 2015:206) Berdasarkan penjelasan di atas yang disertakan bukti kutipan-kutipan dapat disimpulkan bahwa Jingi memiliki paras yang sangat cantik, pintar dan mandiri. Jingi tampak begitu tulus merawat saudara kembarnya. Jingi dikatakan mandiri, karena ia ingin memperdalam ilmunya menggunakan biaya sendiri hasil dari ia menjadi dokter keliling dan membantu suster merawat pasien-pasien di rumah sakit. Kehidupannya berbeda dengan saudara kembarnya Irewa. Ia adalah seorang dokter dan belum menikah sedangkan Irewa adalah ibu rumah tangga. 2.3.3.3 Ibu Selvi Selvi Warobay adalah rekan kerja Irewa di salah kantor di Distrik Yar. Semenjak bertemu Ibu Selvi kehidupan ekonomi Irewa pelan-pelan mulai terbantu. Ibu Selvi adalah camat baru atau kepala distrik baru. Ibu Selvy begitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
mengkhawatirkan penyakit yang sedang menyebar di daerah tempat kerjanya. Mendengar beberapa kegiatan kecil yang dijalankan oleh Irewa. Ibu Selvi mengajak Irewa untuk bekerja sama dengannya untuk membimbing perempuan-perempuan Papua mengikuti kegiatan positif . Berikut bukti kutipannya 51) Distrik Yar punya camat atau kepala distrik baru. Camat lama baru saja diganti karena terbukti melakukan korupsi dana pinjaman daerah. Penggantinya seorang perempuan, Ibu Selvi Warobay. Dari seorang warganya, Ibu Selvi mendengar tentang kegiatan yang dilakukan Irewa. Ibu Selvi juga merasa cemas dengan adanya penyakit ini di wilayah yang menjadi tempat kerjanya. Suatu hari ia memanggil Irewa. Dua perempuan ini saling bicara antarperempuan. Pembicaraan hati antara dua orang ibu dari anak Papua (Dorothea, 2015:185) Pembicaraan Ibu Selvi dan Irewa semakin berlanjut. Wabah penyakit HIVAIDS semakin menyebar bahkan sampai ke anak-anak kecil dari bayi sampai umur dua tahunan. Akhirnya, Ibu Selvi menawarkan kerja sama bersama Irewa dan Irewa menerimanya. Irewa diminta oleh Ibu Selvi menjadi seorang guru. Namun, Irewa merasa kata “guru” begitu asing, karena pengetahuan Irewa memang terbatas. Tetapi, dalam hal ini Irewa sadar kalau tujuan Ibu Selvi adalah menolong para perempuan Papua. Berikut bukti kutipannya. 52) “Irewa, kalau sa (saya) membangun sebuah ruang di kantor di distrik ini untuk kegiatan perempuan, apakah kau mau menjadi guru bagi mereka?” (Dorothea, 2015:187) Irewa memang belum terlalu paham apa yang harus dilakukan ketika menjadi seorang guru. Ia hanya ingin melaksanakan pesan Jingi kepadanya, ditambah lagi Irewa dan Ibu Selvi ingin membebaskan masalah penyakit kelamin yang menyebar di menyampaikan info pentingnya menjaga kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Ibu Selvi baru saja kehilangan suaminya. Ia memiliki dua anak yang sudah besar dan sedang menempuh pendidikan. Ibu Sevi mempunyai beberapa kegiatan yang tentunya berkaitan dengan para perempuan. 53) Ibu Selvi adalah dua anak yang sudah besar-besar. Yang pertama, laki-laki, kuliah di sebuah universitas di Kota Anjaya. Yang kedua, perempuan, sudah kelas tiga SMA. Suaminya baru saja meninggal. Sebelum menjadi kepala distrik, Ibu Selvi punya kegiatan dengan para perempuan lain di kelompok kerja. Kegiatan mereka antara lain mengumpulkan noken dari mama-mama di kampung dan membantu menjualkannya. Noken ini adalah noken khusus yang terbuat dari kulit tali kayu yang susah didapat. Juga kalung dari manik-manik dan mata kalungnya dari buah di hutan. Jadi Ibu Selvi memang sudah melakukan kegiatan yang berkaitan dengan perempuan sejak lama (Dorothea, 2015:189) Pada bukti-bukti kutipan di atas menjelaskan bahwa Ibu Selvi memiliki sifat keibuan dan sangat peduli dengan perempuan. Meskipun pada awalnya dia belum menjadi kepala distrik dan mempimpin di wilayah sekarang, tetapi ia sudah memiliki kegiatan-kegiatan positif yang berhubungan dengan perempuan. Ibu Selvi menjadi rekan kerja yang juga mempengaruhi ruang gerak peran ganda Irewa, baik dari segi ekonomi maupun sosial.
2.4. Latar Latar dalam novel ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Namun, selain latar sosial, latar tempat dan latar waktu akan dibagi lagi menjadi latar luas dan latar sempit, sedangkan latar sosial akan dijelaskan tentang adat istiadat serta pembagian kerja secara adat yang dipercayai oleh Kampung Hobone yang begitu melekat dalam roman IRP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
2.4.1 Latar Tempat 2.4.1.1 Latar Luas A. Kampung Aitubu Kampung Aitubu merupakan kampung tempat Irewa dan Meage tinggal. Di kampung inilah tepatnya di Sungai Warsor Meage dan Irewa bertemu. Di kampung Aitubu, Irewa dan Meage bersekolah di “sekolah dasar” dan tumbuh dewasa sampai sama-sama menaruh perasaan. Meage dan Irewa jatuh cinta dan siap untuk berumah tangga. Mereka dengan bahagianya mengikuti semua rangkaian upacara adat. Akan tetapi ada kenangan lebih pahit terjadi pada Irewa dan Meage. Irewa diculik oleh laki-laki yang sangat tergilagila dengan Irewa di kampung Aitubu tepatnya di rumah Irewa. Penculikan inilah yang menyebabkan semua kehidupan Irewa berubah. Berikut kutipannya. 54) Suatu hari lain, ada seorang dari Hobone memukuli orang Aitubu. Orang-orang Aitubu tambah marah. Tapi pada pertemuan di rumah Yowi induk perkampungan Aitubu, Bapa Labobar menenangkan mereka. Lalu, di waktu yang berebeda lagi, seorang pemuda Aitubu dibunuh oleh pemuda Hobone bernama Kwamki. Dan terakhir, yang terbaru, adalah itu: Malom dari Hobone menculik Irewa! (Dorothea, 2015:34-35) B. Kampung Hobone Kampung Hobone menjadi tempat tinggal Irewa setelah menikah dengan Malom. Di kampung ini Irewa banyak mengalami perubahan. Irewa banyak belajar tentang kehidupan Kampung Hobone yang berbeda dengan Kampung Aitubu tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
tinggalnya. Irewa belajar bagaimana menjadi perempuan Hobone yang kuat. Irewa juga belajar bagaimana cara mencari nafkah di Kampung Hobone. Di Kampung Hobone Irewa harus menjalani peran ganda. Irewa mencari nafkah, ke kebun, ke sungai, mencari betatas dan sayur-mayur. Di kampung Hobone di rumahnya bersama Malom, Irewa mendapat perlakuan kasar dari Malom. Malom yang awalnya sangat mengagumi Irewa dan begitu berjuang mendapatkan Irewa, ternyata setelah memperistri Irewa dan dibawa ke Kampung Hobone Berikut bukti kutipannya. 55) Begitulah, Irewa langsung mempelajari banyak hal. Hal yang benarbenar baginya adalah seputar danau. Mama Fos Malom memberi tahu, perempuan Hobone menangkap ikan dengan menggunakan jaring. Jalanya harus dibuat sendiri. kadang juga orang Hobone yang menangkap ikan pada malam hari. Lebih sulit pasti. Juga dingin dan gelap. Untuk penerang, mereka membawa obor yang terbuat dari pelepah sagu atau pelepah kelapa. Cara yang lain adalah dengan menyelam. Irewa yang pernah hampir mendapat celaka di Sungai Warsor sangat ketakutan dengan soal menyelam ini. Namun Mama Fos mengatakan, “semua perempuan Hobone bisa menyelam dan kamu juga harus bisa. Sekarang kamu orang Hobone, “katanya (Dorothea, 2015:60)
C. Distrik Yar (Disyark) Disyark merupakan tempat tinggal baru Irewa dan Malom. Pindahnya Irewa dan Malom karena Malom merasa lebih mudah dan cepat untuk tiba “kota”. Berikut kutipannya. 56) Suatu hari, ada pendatang dari lain perkampungan mencari-cari rumah yang bisa dijual. Pendatang dan keluarganya itu akan pindah ke daerah tempat Malom dan Irewa tinggal. Malom tadinya tidak punya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
pikiran untuk pindah rumah. Tapi, mendengar hal itu, ia jadi tertarik.Ia berpikir, kalau saja ia pindah ke pusat “kota” distrik, maka ia tak harus pulang ke rumahnya yang jauh itu. Ia akan bisa lebih sering berada di dekat teman-temannya. Kebutuhan hidupnya untuk minum-minum dan kesenangan lain juga lebih tersedia di Distrik Yar. Maka, Malom lalu menjual rumahnya ke orang yang membutuhkan itu. Ia lalu membeli sebuah rumah baru di “kota” distrik. Tak perlu rumah bagus. Cukup kecil saja. Asal dia bisa tidur. Yang lebih penting, ia bisa memegang uang sisa yang banyak. Malom menyimpan sisanya untuk dirinya sendiri (Dorothea, 2015:184) Di Disyark Irewa mendapat pekerjaan baru karena Irewa diajak oleh camat perempuan baru di Disyrak, yaitu Ibu Selvi. Mulanya, Irewa merasa tidak percaya dengan pekerjaan baru yang didapatkannya, setidaknya dapat membantunya untuk membiayai anak-anaknya yang masih sekolah. Irewa menjadi perempuan yang dapat membawa perubahan positif untuk perempuan Papua. 57) Ruang Marya adalah nama ruang yang baru dibangun di kantor distrik. Ibu Selvi dan Irewa yang memberi nama itu setelah lama tak menemukan nama yang dirasa cocok… (Dorothea, 2015:193) 58) Ruang Marya juga dipakai untuk kegiatan lainnya. Tempat baru baru bagi para perempuan untuk berbicara satu sama lain. Juga tukarmenukar informasi. Irewa yang diminta mengatur semua it. Ditetapkan kegiatan berkumpul dilakukan pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Sore hari mulai pukul empat sampai pukul enam, setelah para perempuan selesai mengurus rumah tangga masing-masing (Dorothea, 2015:194) D. Jerman Jerman merupakan tempat tinggal orangtua angkat Meage, Dokter Leon dan Mama Lea. Meage diminta Dokter Leon ke Jerman karena mendengar kasus tentang kelompok
musik farandus yang dikejar-kejar oleh polisi. Ditambah lagi Meage
ditangkap polisi dan disiksa oleh puluhan polisi. Di jerman Meage banyak mendapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
pengetahuan baru, Meage banyak tahu tentang hal-hal baru yang lebih modern. Di Jerman Meage dan Jingi memutuskan untuk bertemu saat karnaval. Berikut bukti kutipannya. 59) Di Jerman Meage juga sering ke tempat-tempat yang ada hutannya. Ia seperti menyatu dengan tempat yang seperti itu. Tak hanya hutan yang ada di dekat rumah Bapa Leon saja. Hutan-hutan di tempat lain pernah ia masuki (Dorothea, 2015:174) 60) Jingi dan Meage bertemu di Aachen, yang merupakan kota di Jerman yang berada di tengah, antara Köln dan Maastricht. Köln adalah kota terdekat dari Duria. Mereka sudah memutuskan tempat untuk bertemu…. (Dorothea, 2015:200) E. Belanda Belanda adalah negara yang diimpikan Jinggi untuk memantapkan sekolah dokternya. Oleh sebab itu, negara Belanda menjadi negara yang dipilih Jingi termasuk salah satu saran dari suster yang mengasuhnya. Negara Belanda menjadi negara yang banyak meluluskan sekolah kedokteran. Meskipun Jingi di Belanda dan terpisah dari saudara kembarnya, Jingi dan Irewa selalu menyempatkan diri untuk saling mengirim e-mail, memberikan kabar tentang Jingi ataupun tentang Irewa di Papua. 61) Jingi sudah tiba di Belanda. Mama Karolin tinggal di Maastricht, sebuah kota kecil yang berbatasan dengan negeri Jerman dan Belgia. Jingi mantap meperdalam ilmu kedokteran karena dari dosennya di Manado dan bacaan sejarah, ia tahu banyak tokoh Indonesia adalah lulusan kedokteran Belanda. Seperti Wahidin Soedirohusuodo, Sutomo, Abdul Rivai, Tjipto Mangunkusumo, Abdul Muis, A.K. Gani, Boedi Oetomo, dan banyak lainnya. Jingi memperdalam ilmu bedah. Banyak rumah-rumah sakit di Papua yang belum punya dokter spesialis. Pulau itu sangat membutuhkan spesialis THT (telinga, hidung, tenggorokan), anak, gigi, penyakit dalam, dan kandungan…. (Dorothea, 2015:205)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
2.4.1.2 Latar Tempat Sempit A. Rumah Sakit Rumah sakit di kampung Hobone ini merupakan tempat Irewa di rawat saat mengalami penyakit malaria juga penyakit sifilis. Sebelumnya Irewa tidak mengetahui penyakit apa yang dialaminya itu. Di rumah sakit ini juga terungkap bahwa Jingi adalah saudara kembar Irewa yang dulu dibuang ke sungai. Jingi merawat saudara kembarnya itu sampai sembuh. Jingi sadar bahwa kehidupannya dengan saudara kembarnya itu berbeda. Dulu, Jingi dianggap sangat lemah dan dibuang ke sungai, sekarang sebaliknya, Jingi adalah perempuan yang sudah sukses menjadi seorang dokter. Suster Wawuntu kemudian memperkenalkan siapa Irewa, kepada Jingi dan Mama Kame mama kandung Irewa. 62) Irewa lalu dibawa ke rumah sakit yang letaknya tak jauh dari tempat Mama Kame tinggal. Sudah ada listrik sekarang di Aitubu. Pendeta Ruben dan Doker Leon yang membuatnya. Mereka mengukur aliran sebuah sungai yang tepat. Lalu aliran itu diubah jadi tenaga listrik dengan bantuan mesin turbin air. Dibantu perempuan muda tadi, suster Wawuntu sibuk melakukan pertolongan pada Irewa di sebuah ruangan khusus. Kondisi Irewa kritis. Keguguran dan Malaria….. (Dorothea, 2015:84-85) 63) “Inilah anak Mama Kame yang dibuang dulu itu, Mama, “kata suster Wawuntu pada Mama Kame (Dorothea, 2015:87)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
B. Sungai Warsor Sungai Warsor adalah sungai yang sangat menarik dan menyenangkan. Di Sungai Warsor juga merupakan pertama kali Irewa dan Meage bertemu secara lebih dekat. Tubuh dan tubuh lebih dekat. Mereka mulai mengingat terus menerus wajah satu sama lain. Mulai dari Sungai Warsor lah Meage memberanikan diri dan memutuskan untuk mengutarakan perasaannya kepada Irewa. 64) Sungai Warsor memang tampak menyenangkan bagi seorang anak. Sungai itu panjang. Airnya jernih. Tak jauh dari situ juga ada air terjun. Irewa tidak melewati jembatan dari kayu rotan dan tali-tali hutan yang melintang di atas sungai…(Dorothea, 2015:17-18) 65) Tepat pada saat itu, Meage sedang akan melangkah ke atas jembatan, menuju pulang ke tempat tinggalnya yang terletak di seberang sungai itu. Ke dusun Eryas. Ia melihat tubuh perempuan dan tangan yang menggapai. Meage berlari. Cepat. Sigap. Turun dan langsung masuk ke dasar sungai. Tangan Irewa ditarik. Tubuhnya didekap. Lalu digendong ke pinggir. Ah, Irewa ternyata!.... (Dorothea, 2015:18) 2.4.2 Latar Waktu 2.4.2.1 Latar Waktu Luas Latar waktu luas dalam novel ini terjadi pada tahun 1977. Pada tahun ini adalah masa pemilihan umum atau biasa disebut pemilu. Dalam novel ini tidak dijelaskan secara dalam tentang kehidupan Irewa, mulai dari Irewa lahir, menikah dan bahkan sampai mendapat pekerjaan. Dalam novel ini latar luas waktunya hanya dijelaskan terjadinya peristiwa pemilu. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa cerita kehidupan Irewa, Meage, Malom, Jingi dan tokoh lainnya dimulai sekitar tahun 1977. Berikut bukti kutipannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
66) Pemilu 1977. Penduduk dewasa dimina memilih dengan cara mencoblos salah satu gambar. Ada 3 gambar. Orang Rao di perkampungan Doken diberi tahu orang Kapak Besi bahwa mereka bisa memilih gambar apa saja. Sesungguhnya orang Rao tak terlalu tahu apa yang harus dipilih. Beda satu gambar dengan gambar yang lain apa. Tapi tentra memaksa untuk memilih yang bergambar pohon. Orang Rao ingat apa yang dikatakan orang Kapak Besi. Begitu pula yang dikatakan para guru dan pendeta yang ada di Doken (Dorothea, 2015:107) 2.4.2.2 Latar Waktu Sempit A. Pagi Setelah
menikah
dengan
Malom
meskipun
secara
terpaksa
demi
mendamaikan dua kampung yang sering terlibat konflk dan perang, Irewa mulai menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru tempat tinggalnya. Irewa mulai menjalankan kehidupan barunya sebagai seorang istri. Iewa menjadi perempuan tangguh, ia ke kebun untuk menanam benih yang bisa di tanam untuk dijadikan makanan. Irewa bekerja mencari nafkah. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan lewat pernyataan berikut. 67) Pagi itu Irewa akan berangkat ke kebun sayur. Kemarin ia sudah berencana akan membuat lubang di kebun. Lalu menanam benih. Juga akan mencabuti rumput liar… (Dorothea, 2015:63) 68) Tak lama, matahari mulai memperlihatkan diri dari timur. Ia seperti memanjat dari bawah. Lalu naik ke atas gunung-gunung. Dari celahcelahnya yang tinggi, matahari memancarkan cahaya. Irewa merasakan sakit. Tapi sinar pagi yang hangat membuat Irewa bertenaga. Irewa menyalakan api. Asap bergulung di dalam rumah humia yang tak berjendela itu. Ia, juga anak-anaknya sudah terbiasa menghirup asap sejak mereka masih bayi. Bahkan sejak dalam kandungan (Dorothea, 2015:81)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Irewa sangat rajin, ia selalu bangun pagi-pagi sekali untuk memulai aktivitasnya. Irewa mulai bekerja, mencari kayu dan membelah kayu yang dipakai untuk memasak, meskipun saat itu ia sedang sakit. Berikut bukti kutipannya. 69) Irewa bangkit dari tikar pandan tipisnya. Gelap di rumah humia. Perapian sudah padam sejak tadi malam. Tapi Irewa sudah terbiasa bergerak di tempat gelap. Di luar juga masih gelap. Tanah basah. Hujan sudah berhenti. Udara juga sangat dingin. Lebih dingin daripada saat malam. Irewa keluar untuk membelah kayu. Rantingranting pohon sudah habis. Tinggal batang ohon yang harus dibelah. Betapa keras kayunya. Peluhnya keluar ketika kapak Irewa membelah potongan kayu terakhir. Namun ia merasa menjadi lebih segar. Tak dirasakannya lagi rasa di tubuhnya (Dorothea, 2015:81) B. Malam Selesai mengikuti upacara adat. Irewa harus menunggu masa menstruasinya tiba dan akan diizinkan tinggal bersama Meage. Irewa tampak begitu bahagia. Hal itu juga dirasakan oleh
Mama kame, mama kandung Irewa. Mama kame begitu
mengenal sifat anaknya dan entah mengapa Mama Kame memang belum mau ditinggalkan anak perempuan satu-satunya itu. Mama kame menunjukkan bentuk ketidakikhlasannya kalau anaknya harus berumah tangga dan meninggalkannya sendiri. Berikut bukti kutipannya. 70) Malam datang. Mama Kame yang tidur disamping Irewa mengerti anaknya sedang merasa bahagia. Tak ada bulan. Ada bulan pun kamar tidur mereka di lantai atas rumah itu sehari-hari memang gelap. Tak ada sinar bisa masuk ke dinding papan. Mama Kame memeluk anaknya dengan hangat (Dorothea, 2015:31).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
2.4.3 Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual seperti yang dikemukakan sebelumnya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas, (Nurgiyantoro, 2005:233-234). Di dalam roman IRP, ditemukan latar sosial budaya (adat-istiadat) yang digambarkan sebagai ritual-ritual adat yang begitu erat dengan budaya di Papua secara spesifik di Kampung Hobone dan Kampung Aitubu, latar sosial pemilu tahun 1977 . Berikut bukti kutipannya. 71) Semua laki-laki memakai koteka dari labu panjang yang dikeringkan. Itu adalah penutup penis laki-laki. Koteka itu lurus dan panjang sampai ke dada. Ada benang dililit di dekat ketiak. Lalu diikat di punggung, sehingga koteka jadi bisa rapat dan membungkus kelamin laki-laki… (Dorothea, 2015:6) 72) Para perempuan tua duduk menggerombol. Leher berhiaskan manikmanik warna-warni. Tali noken tertamat di kepala. Benda ini suda menjadi satu dengan tubuh mereka. Seperti merupakan pakaian saja. Sekaligus juga hiasan tubuh. Beberapa lelaki tampak mengenakan kalung. Terbuat dari kerang. Tapi rata-rata para lelaki menghias diri dengan gigi babi. Gigi dipasangkan di antara kedua lubang hidung yang sudah dilubangi bagian tengahnya. Juga banyak yang mengenakan hiasan di telingan. Kedua lubang telinga dipasangi potongan bambu memanjang sudah diukir (Dorothea, 2015:6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Keseharian masyarakat Papua memang tidak jauh dari adat-istiadat baik pakaian maupun ritual-ritual adat. Begitu juga dengan Meage dan Irewa. Mereka mengikuti rangkain adat yang diadakan di Kampung Aitubu. Upacara wit merupakan upacara adat yang dijalankan oleh laki-laki. Upacara wit ini bertujuan untuk menghindarkan mereka dari kutukan dan bahaya lain. Mereka lalu diberi busur panah dan noken serta perhiasan leher lainnya. Tubuh mereka diolesi dengan jelang dan lemak babi. Setelah mengikuti upacara wit, anak-anak boleh tinggal di Rumah Yowi yang berarti mereka dipisahkan dari keluarganya dan sudah boleh masuk dalam ritual adat keramat. Mereka diberikan busur dan anak panah supaya mereka menjadi lakilaki petarung yang kuat dan ulet. 73) Angin gunung mengehembuskan aroma daging babi matang pada masakan bakar batu. Beberapa lelaki dewasa baru saja selesai melaksanakan prosesi panjang upacara syukur atas keselamatan kampung dari tanah longsor. Ada berbagai ritus dan mantra-mantra. Lalau dilanjutkan upacara wit. Anak-anak kecil laki-laki yang akan menjalani upacara wit sudah berada di depan dukun. Mulanya rambut mereka dipotong dengan pisau tajam dari bambu. Disisakan satu ikat rambut di tengah kepala. Lalu seseorang mengambilkan sepotong daging yang sudah masak dan diberikan kepada anak-anak itu. Selanjutnya ada bebrapa tahapan lain yang dijalani dengan patuh. Beberapa bapak menyanyikan lagu-lagi khusus. Dukun melafalkan mantra-mantra. Melalui upacara ini seorang anak dibersihkan. Dihindarkan dari kutukan dan bahaya lain. Dikuatkan. Makananmakanan yang ada disucikan. Lalu si anak diberi busur, noken, dan perhiasan leher. Tubuhnya diolesi dengan jelanga dan lemak babi (Dorothea, 2015:9-10)
Meage sudah tuntas mengikuti upacara wit, akhirnya ia mulai berlatih berburu begitu juga dengan anak lainnya yang sudah mengikuti upacara wit. Mereka diperbolehkan berburu. Meage memang belum mahir berburu, ia dibimbing oleh adik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
mamanya yaitu Falimo. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan lewat kutipan berikut ini. 74) Meage sudah mengikuti upacara wit saat ia berumur 9 tahun. Sehari setelah upacara wit, ia diajak Falimo berburu ke hutan. Falimo adalah adik mamanya. Selain merupakan paman sendiri, Falimo memang diberi tugas oleh perkumpulan warga di dusun itu untuk memberi bekal pendidikan pada anak yang baru menjalani upacara wit. Tugas itu harus dijalankan sampai bulan purnama muncul…(Dorothea, 2015:10-11) 75) Meage mempelajari, bila buruan sudah terkepung, kadang Falimo menangkap dengan jerat. Kalau itu babi hutan, ia akan membidikannya dengan busur dan anak panah. Kelak setelah lebih besar, Meage membawa tombak. Ia kadang melemparkan alatnya itu kalau buruannya belum mati. Tapi tak selalu ia bunuh. Kadang ia hanya melukai saja. Selanjutnya babi itu diserahkan pada mama dan neneknya (Dorothea,2015:11). Setelah mengikuti upacara wit, Meage mengikuti upacara muruwal. Upacara muruwal merupakan upacara perkenalan ke alam penciptaan manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan di zaman dahulu kala. Berikut bukti kutipannya. 76) Sekitar dua tahun setelah upacara wit, perkampungan Aitubu menyelanggarakan upacara adat yang lebih besar. Yakni upacara muruwal . ini adalah upacara paling penting di seluruh Lembah Piriom. Sebuah upacara rahasia untuk laki-laki. Sakral. Diadakan hanya sekali dalam dua puluh atau tiga puluh tahun. Mereka yang sudah di-wit selanjutnya harus mengikuti upacara ini (Dorothea,2015:19). Adat istiadat masyarakat Papua, khususnya Kampung Hobone dan Kampung Aitubu dalam IRP dijalankan dengan tahap demi tahap yang jelas dan patuh pada aturan adat yang sudah berlaku. Diceritakan dalam roman ini, ketika seorang perempuan yang akan menikah, ia harus mengikuti upacara adat, sampai ketika ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
sudah menstruasi pertama dan akan diizinkan untuk tinggal bersama suaminya. Hal inilah yang dialami oleh tokoh Irewa. Berikut bukti kutipannya. 77) Berbagai ritual tata cara pelamaran antara keluarga Meage dan keluarga Irewa dilaksanakan. Bapak Meage diwakili oleh Falimo dan saudara laki-laki Mama Meage yang lain. Sebetulnya sudah ada persetujuan di antara kedua keluarga. Dengan demikian secara resmi Meage sudah diterima sebagai suami Irewa. Namun, Meage masih harus menunggu beberapa waktu. Karena Irewa belum menstruasi, Irewa masih tetap tinggal di rumah bersama mama dan saudarasaudaranya yang lain…. (Dorothea, 2015:31) Latar sosial lainnya dapat digambarkan pada saat pemilu tahun 1977 dan juga tentang grup musik tradisional Farandus yang dianggap melawan pemerintah. Selain itu juga pemaksaan yang dilakukan oleh tentara untuk meminta tanah-tanah di perkampungan Doken yang akan dijadikan lokasi perpindahan penduduk luar Papua ke Papua atau transmigrasi. Berikut bukti kutipan. 78) Pemilu 1977. Penduduk dewasa dimina memilih dengan cara mencoblos salah satu gambar. Ada 3 gambar. Orang Rao di perkampungan Doken diberi tahu orang Kapak Besi bahwa mereka bisa memilih gambar apa saja. Sesungguhnya orang Rao tak terlalu tahu apa yang arus dipilih. Beda satu gambar dengan gambar yang lain apa. Tapi tentara memaksa untuk memilih yang brgambar pohon. Orang Rao ingat apa yang dikatakan orang Kapak Besi. Begitu pula yang dikatakan para guru dan pendeta yang ada di Doken (Dorothea, 2015:107). 79) Meage meminta Uream berbaring. Ia lalu memberikan pertolongan untuk luka-luka di kaki Urem…… Tentara meminta paksa tanah-tanah milik penduduk di perkampungan Doken. Hal itu karena pemerintah punya program transmigrasi. Penduduk dari luar Papua dipindah ke Papua… (Dorothea, 2015:106107).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Latar sosial yang digambarkan dalam IRP ditunjukkan pada kondisi perempuan dan laki-laki di Kampung Hobone yang berkaitan dengan budaya-budaya yang dipercayai oleh kampung tersebut. Perempuan Hobone harus menjadi perempuan yang kuat dalam keadaan apapun itu. Hal tersebut dibuktikan oleh Irewa lewat peran ganda yang dikerjakan oleh dirinya sendiri. Irewa mulai bekerja di ladang, merawat kebun sagu dan belajar menyelam dan hasilnya dijual ke pasar. Akan tetapi, posisi laki-laki Hobone berbeda dibanding dengan perempuan Hobone. Laki-laki Hobone melakukan perburuan bukan untuk kebutuhan makan dan minum melainkan untuk membuktikan bahwa mereka sudah menjadi laki-laki Hobone yang tangguh. 80) Cara menangkap ikan adalah satu hal baru yang harus dipelajari Irewa agar bisa menyesuaikan diri untuk hidup di Hobone. Kalau cara mengolah (menokok) sagu, Irewa sudah tahu, tapi ia tidak pandai (Dorothea, 2015:58). 81) Kebun sagu milik keluarga Malom tersebar di beberapa tempat. Salah satunya adalah yang baru saja dibuka oleh Malom dan dibantu para laki-laki Dusun Egiwo. Letaknya cukup jauh dari tempat Irewa tinggal. Aslinya memeang “hutan” sagu, tapi orang Hobone lebih senang menyebutnya kebun. Setelah kebu sagu dibuka oleh para lakilaki sedusun, selanjutnya kebun harus diurus oleh seorang perempuan. Ini tugas Irewa (Dorothea, 2015:60).
82) Dua atau tiga kali dalam seminggu Irewa harus pergi ke hutan sagu untuk merawat pohon sagunya. Ia berjalan menuju danau. Lalu naik perahu. Mendayung. Lalu jalan kaki lagi, baru tiba di kebun sagu. Di sana sudah menunggu banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Membersihkan semak-semak belukar. Mengumpulkan. Membiarkan kering dulu, lalu membakarnya. Kebun sagu harus dalam keadaan bersih agar hasilnya sagu nanti bisa baik. Lalu meremas sagu kslsu tiba waktu panen. Untung saja merawat sagutidak harus dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
setiap hari. Irewa kadang mengambil daun pandan hutan saat berada di hutan sagu. Jika ada sisa waktu di sore hari, daun pandan itu dianyam dan dibuat tikar. Begitulah kurang lebih hidup yang dijalani Irewa (Dorothea, 2015, 64-65). 83) Irewa melihat ada kehidupan yang berbeda. Ia yang selama ini hanya makan betatas, kangkung, dan ikan, kini jadi tak bosan lagi makan. Irewa ikut-ikutan perempuan lain. Kalau ada betatas. Keladi, dan kangkung yang lebih dari hasil ladangnya, ia bawa ke pasar…(Dorothea, 148-149). Latar belakang sosial berdasarkan bukti-bukti kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan budayalah yang paling melekat pada masyarakat Kampung Hobone dan Aitubu. Kedua kampung ini begitu taat pada upacara adat juga budaya pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki. Setiap acara yang diadakan oleh mereka berkaitan dengan adat- istiadat, mulai dari ritual menstruasi pertama, membuang ari-ari, upacara bagi anak remaja laki-laki, dan kepercayaan terhadap adat-adat mereka. 2.5 Rangkuman Demikianlah hasil analisis tokoh dan penokohan, latar dan alur dalam IRP. Berdasarkan analisis alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang dialami oleh tokoh Irewa. Meskipun Irewa mendapat perlakuan kasar dari suaminya, tetapi ia tetap bertahan menjalani tugasnya bahakan ia menjalani peran ganda sebagai pencari nafkah, mengurus anaknya, dan melayani suaminya. Tahap awal dalam novel ini menceritakan tentang pertemuan pertama kalinya Irewa dan Meage. Pertemuan ini membuat mereka saling mengingat satu sama lain sampai Meage berani mengutarakan cintanya dan segera memperistri Irewa. Namun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
hal buruk terjad ketika Irewa diculik oleh Malom yang juga mengagumi kecantikan Irewa dan berniat memperistri Irewa. Tahap tengah dalam novel ini dilanjutkan dengan terjadinya peperangan antara kedua Kampung, yaitu Kampung Hobone dan Kampung Aitubu. Hal ini disebabkan karena Irewa diculik dan sampai Irewa menikah dengan Malom demi mendamaikan kedua kampung tersebut agar tidak berperang lagi. Tahap terakhir dalam IRP ketika Irewa sudah mengalami perubahan hidup yang lebih baik. Irewa bekerja di salah satu kantor di Disyark dan mendapat peran yang penting demi membimbing para perempuan Papua dalam menjaga kesehatan mereka seperti menjaga dan mengenal fungsi alat reproduksi mereka masing-masing serta menyampaikan dampak negatif jika tidak menjaga alat reproduksi dengan baik. Mereka juga diajarkan kerajinan tangan membuat noken, dan kegiatan-kegiatan postif lainnya. irewa memang mengalami kekerasan, tetapi kejadian ini tidak membuatnya menyerah untuk bertahan hidup bertanggung jawab terhadap anak dan tugasnya sebagai seorang istri. Dalam tokoh dan penokohan, tokoh Irewa menjadi istri Malom dan mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Meskipun mendapat perlakuan kasar, tetapi Irewa tetap mejalani perannya sebagai seorang istri dan seorang ibu, serta sebagai kepala rumah tangga dalam mencari nafkah. Hal ini karena Malom tidak bertanggung jawab mencari nafkah untuk kebutuhan keluarganya. Malom hanya bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Adapun kehadiran beberapa tokoh sebagai tokoh tritagonis yaitu Meage mantan suami Irewa, dan sebagai tokoh tambahan yaitu Jingi saudara kembar Irewa, dan Ibu Selvi yang membawa Irewa ke dalam dunia pekerjaan untuk
membantunya
membimbing perempuan Papua. Kehadiran ketiga tokoh inilah yang memiliki kaitan erat dengan kehidupan peran ganda yang dijalankan oleh Irewa. Alur digunakan untuk menganalisis tokoh dan penokohan tokoh-tokoh dalam IRP. Latar tempat, waktu dan sosial digunakan untuk membantu menganalisis latar peristiwa dalam IRP. Latar sosial dalam analisis struktur IRP menggambarkan kondisi budaya pada kampung Hobone dan Kampung Aitubu. Selain budaya yang berkaitan dengan adatistiadat pada kedua kampung tersebut, pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan juga menjadi hal penting yang hanya terjadi pada Kampung Hobone. Kondisi peran perempuan tidak hanya mengurus kebutuhan rumah tangga, mengandung dan melahirkan, tetapi perempuan Hobone menjadi tulang punggung keluarga. Hal ini terjadi karena budaya Kampung Hobone mengahruskan seorang perempuan Hobone harus menjadi perempuan yang kuat. Dari analisis struktur dalam IRP pada bab II, dapat ditemukan adanya permasalahan kekerasan gender dan peran ganda pada perempuan. Selanjutnya, peneliti akan menganalisis peran ganda perempuan dalam IRP pada bab III. Peran ganda yang akan diteliti ini adalah peran domestik dan peran publik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III GAMBARAN PERAN GANDA PEREMPUAN DALAM ISINGA ROMAN PAPUA 3.1 Pengantar Setelah analis struktural dalam bab II, selanjutnya akan dibahas mengenai gambaran peran ganda yang dialami oleh tokoh perempuan dalam roman IRP. Peran tersebut meliputi peran pada ranah domestik yang terdiri atas proses regenerasi, pendidikan anak, tanggung jawab rumah tangga, dan melayani suami. Peran pada ranah publik meliputi tanggung jawab ekonomi rumah tangga, aktualisasi diri, dan politik/pemerintahan. Berikut ini akan dipaparkan terlebih dahulu peran perempuan pada ranah domestik yang meliputi proses regenerasi, tanggung jawab rumah tangga, pendidikan anak, dan melayani suami dalam IRP.
3.2 Peran pada Ranah Domestik Menurut Djoharwinarlien (2012:68) pekerjaan sektor domestik di rumah tangga menghantui dua puluh empat jam, setiap hari, satu minggu penuh. Mulai dari membereskan urusan rumah, melayani suami hingga mengurus anak. Seoalah-olah ada kontruksi alam bawah sadar yang membingkai bahwa setiap pekerjaan domestik adalah tanggung jawab seorang perempuan. Menurut pandangan sejarah, wanita di berbagai masyarakat memainkan banyak peran. Peran seorang perempuan dalam ranah domestik pada umumnya ialah mengandung, melahirkan, merawat anak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
melakukan pekerjaan rumah, mendidik anak, dan melayani suami. Sifat keibuan inilah yang paling dasar dalam diri perempuan. Konsep tentang pekerjaan perempuan pada umumnya adalah perempuan harus mengurus hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga dan perempuan dianggap tidak sanggup mencari nafkah serta tampil publik. Namun, lewat IRP, khususnya tokoh perempuan Irewa, tergambar bahwa perempuan layak tampil di hadapan publik dan sanggup mencari nafkah, bahkan menjalankan dua peran sekaligus yaitu peran domestik maupun peran publik. 3.2.1 Proses Regenerasi Proses regenerasi yang dimaksudkan dalam IRP adalah proses Irewa mengandung, melahirkan dan merawat anak-anaknya. Setelah menjadi istri Malom banyak perubahan yang dialami Irewa. Hari terus berlanjut, Irewa hamil anak pertamanya. Akan tetapi, Irewa mengalami keguguran karena banyak menanggung pekerjaan berat yang harus ditangani oleh Irewa. 85) Mama Fos yang baru datang mengantarkan betatas, kaget. Ia memeriksa keadaan Irewa. Ia tahu, Irewa keguguran (Dorothea, 2015:63) Selang beberapa minggu Irewa mengalami keguguran anak pertamanya, ia kembali mengandung anak kedua. Salah satu hal yang diwajibkan bagi perempuan Hobone adalah melahirkan sendiri. Akan tetapi Irewa masih dibantu oleh mama bidan karena ia belum pandai melahirkan sendiri dan ia masih dalam tahap belajar menjadi tipe perempuan Hobone dari mama-mama di Kampung Hobone. Proses melahirkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
ini tidak boleh dilakukan di kampung, sebab berdasarkan kepercayaan masyarakat Megafu percaya bahwa darah dan kotoran persalinan bisa menjadi penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak-anak. Selain itu, darah tersebut dipercaya dapat menghilangkan keampuhan dan berkat dari alat-alat perang yang tersimpan di rumah adat keramat. Sudah waktunya Irewa melahirkan, ia merasakan sakit perut layaknya seorang ibu yang akan melahirkan. Sakit perut yang dirasakannya dianggap seperti sakit perut biasa pada umumnya. Irewa tidak menyadari bahwa ia akan melahirkan. 86) Irewa sudah hamil anaknya yang kedua. Melalui lagu-lagu yang dinyanyikan mama-mama Hobone, Irewa mendapatkan banyak nasihat. Ada seorang mama-mama yang tinggal di dusun lain yaitu dusun Onef mengatakan, bekerja saat hamil membuat seseorang dapat melahirkan dengan mudah… (Dorothea, 2015:65) 87) Proses persalinan berlangsung sekitar dua jam. Setelah itu mama bidan membimbing Irewa kembali ke rumah humia. Bayi Irewa dalam dekapan tangannya. Malom diberitahu, anaknya sudah lahir. Perempuan. Mama bidan lalu pergi ke sungai. Tali pusar dibuang sambil mengucapkan mantra (Dorothea, 2015: 69). Setiap hari Irewa harus belajar mengenal lingkungan Hobone. Irewa banyak belajar dari mama-mama Kampung Hobone. Tak lama melahirkan, Irewa mengandung anak yang ketiga. Biasanya, perempuan Hobone tidak menghitung berapa kali mereka mengandung. Tapi tidak untuk Irewa, ia menghitung kapan ia hamil, keguguran, dan melahirkan. Inilah salah satu sifat cerdas Irewa dan membedakannya dengan perempuan Hobone lainnya. 88) Ketika Kiwana masih berumur satu tahun, Irewa sudah hamil lagi. Sembilan bulan kemudian melahirkan. Kali ini Irewa sudah tahu segala sesuatu urusan melahirkan. Ia lakukan persalinan itu sendirian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Di rumah. Di dekat tungku. Di situ ada abu panas. Irewa akan membutuhkannya nanti. Irewa menyiapkan selembar daun pisang yang lebar. Kini Irewa sudah bisa membedakan perut sakit. Sakit biasa atau sakit akan melahirkan. Ketika perutnya sudah merasakan akan melahirkan, ia jongkok di atas daun pisang itu. Kakinya gemetaran. Perempuan hamil merasakan segala macam rasa sakit saat melahirkan bayi. Kesakitan yang dulu dirasakan, kini mengatur napas. Menekan lagi beberapa kali pada waktu yang tepat. Akhirnya bayi keluar. Perempuan lagi (Dorothea, 2015:70-71). Kini Irewa harus merawat dua anak perempuan. Kehadiran dua anak perempuan tidak menutup keinginan utama Malom untuk mempunyai anak yang banyak. Ditambah lagi, Irewa belum memberikan Malom anak laki-laki. Irewa kemudian hamil, sayangnya Irewa keguguran. Irewa kemudian hamil lagi dan melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Ansel. 89) Irewa memanfaatkan kesempatan itu untuk duduk di tanah dan menyusui Ansel… (Dorothea, 2015:83) Setiap perempuan diberikan anugerah yang berbeda dari laki-laki yang lain yaitu untuk mengandung dan melahirkan. Rahim perempuan akan lebih baik dan sehat jika hamil dengan jarak waktu yang lebih lama. Namun, Irewa mengalami nasib yang berbeda. Irewa harus hamil dan keguguran serta melahirkan dengan jarak yang sangat singkat. Jarak hamil yang singkat inilah yang menyebabkan Irewa harus mengalami keguguran serta melahirkan bayi yang cacat. Selang waktu yang singkat Irewa melahirkan, ia harus memenuhi keinginan Malom lagi. 90) Begitulah hari-hari Irewa. Seperti sudah ditetapkan bahwa ia harus terus-menerus bekerja. Juga harus terus-menerus beranak. Setelah anak yang kedua itu, Irewa hamil lagi. Tapi karena karena pekerjaan berat dan makan kurang, kembali Irewa keguguran. Tak lama, Malom mengajak bersetubuh lagi seorang laki-laki. Lalu Irewa hamil lagi. Anak yang lahir dan hidup kali ini seorang laki-laki. Diberi nama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Ansel . Jadi dalam waktu yang singkat Irewa sudah punya tiga orang anak. Perempuan, perempuan, laki-laki. Irewa tahu perkara anak, tak ada selesai. Ia harus terus-menerus mau menerima ajakan Malom bersetubuh. Malom ingin anak laki-laki sebanyak-banyaknya (Dorothea, 2015:73) 91) Akibat tanah banyak yang longsor, tanaman betatas yang dikerjakan Irewa juga hilang. Irewa hanya berharap dari ladang yang lain yang tidak longsor…. Anaknya yang pertama, Kiwana, untung saja sudah bersuami dan hidup terpisah. Tapi anak Irewa sudah bertambah seorang lagi, Nella. Waktu itu, Ansel anaknya yang ketiga, masih menyusu sampai umur 4 tahun. Setelah Ansel lepas dari menyusui itu, Irewa hamil lagi dan setahun kemudian lahir anaknya yang paling kecil itu. Jadi 3 anak… (Dorothea, 2015:137) Begitulah takdir yang harus dijalani oleh Irewa. Hamil, mengandung, dan melahirkan dan juga pernah mengalami keguguran. Di tengah Irewa menjalani peran sebagai seorang istri yang harus melayani suaminya kapan pun, Irewa harus mengurus anak-anaknya mulai dari memberi makan, menyusui anak-anaknya. Ini merupakan tugas Irewa sebagai seorang istri dan tugas sebagai seorang ibu harus dijalankannya. 3.2.2 Pendidikan Anak-anak Selain Irewa mengandung dan melahirkan berkali-kali, Irewa memilki tugas dan tanggung jawab memikirkan masa depan untuk anak-anaknya. Hal ini dibuktikan lewat kerja keras Irewa mencari sekolah yang baru untuk anak-anaknya termasuk dalam hal membiayai sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
92) Malom sering pergi ke “kota” distrik sejak sore. Pagi baru pulang… Irewa sudah merasakan hidupnya lebih ringan kalau ia tak memikirkan Malom. Ia hanya tinggal memikirkan bagaimana bisa terus menghidupi anak-anaknya. Mery sudah punya suami juga. Tinggal Ansel dan Nella. Nella masih SD di Hobone. SD adalah satu-satunya sekolah yang ada di Hobone. Ansel SMP di Distrik Yar (Dorothea, 2015:152) 93) Setelah mereka sekeluarga pindah, Irewa langsung mencarikan sekolah dasar baru bagi Nella. Nella tak harus tak harus lama mengganggur. Ia meneruskan sekolahnya di situ. Ansel masih tetap di kelas satu SMA. Meneruskan sekolahnya di situ… (Dorothea, 2015:184) Irewa bekerja keras menyekolahkan anak-anaknya karena ia sadar pendidikan itu penting dan anak-anaknya harus mendapat pendidikan yang lebih dari dirinya. Latar belakang pendidikan Irewa tidak sama seperti anak-anaknya sekarang, Irewa hanya mengenyam ilmu di “sekolah dasar”. Oleh sebab itu, bagi Irewa anak-anaknya layak mendapatkan pendidikan yang lebih baik. 3.2.3 Tanggung Jawab Rumah Tangga Konsep tentang perempuan pada umumnya juga sama dengan konsep perempuan menurut masyarakat Hobone. Secara adat, perempuan mempunyai tugas untuk merawat dan menjaga sebuah kelangsungan hidup. Bagi masyarakat Hobone perempuan itu harus berwatak cantik, baik, lemah lembut, sopan, penurut, tidak membantah. Itulah beberapa konsep perempuan yang harus ditaati perempuan Hobone. Selain Irewa harus menjadi tipe perempuan Hobone, ia harus melaksanakan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga. Irewa harus mengurus hal-hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
berkaitan dengan apa yang dibutuhkan dan apa yang dikerjakan dalam rumah tangganya. 94) Irewa memasak betatas. Sisa akhir yang dipunyainya. Bagian yang lebih banyak diletakkan didekat tungku. Itu untuk Malom. Bagian yang lebih sedikit dimasukkan ke dalam noken. Ia juga mengambil ruas bambu yang sudah berisi air. Keduanya masuk ke dalam noken yang sama, juga berisi air. Keduanya masuk ke dalam noken yang sama. Anak-anaknya sudah mulai bangun satu per satu. Ansel yang paling kecil, umur dua tahun, di panggul di dua bahu. Ia masih menyusu. Kiwana diminta menggandeng Mery, adiknya (Dorothea, 2015:81) 95) Di hutan, Irewa mendayung perahu, pergi ke tengah danau menjaring ikan, ia harus membelahnya dengan kapak. Kalau ada buah yang sudah bisa dipetik, juga diambilnya. Setelah itu, Irewa memasak. Lalu pergi ke sungai. Kantong-kantong labu di rumahnya diisi air dari mata air. Itulah persediaan minum untuk keluarga…. (Dorothea, 2015:64) Irewa menjadi seorang ibu dan istri yang bertanggung jawab. Ia pun menjadi kepala rumah tangga yang juga bertanggung jawab. Hal ini dapat dibuktikan pada saat Irewa bekerja di kebun, ladang, dan sungai untuk apa yang bisa dimakan oleh keluarganya. 96) Kalau pagi Irewa mendayung perahu, pergi ke tengah danau menjaring ikan. Setelah mendapat ikan, ia pulang. Ikan dikeringkan . nanti akan dimasak untuknya dan Malom. Setelah itu , Irewa pergi ke kebun yang letaknya jauh. Tanah dibersihkan dari alang-alang dan segala tanaman pengganggu. Jika ada ulat atau serangga dibuang. Ia lalu memetik sayur yang sudah bisa dipanen untuk dibawa pulang (Dorothea, 2015:64) Tanggung jawab Irewa semakin hari semakin banyak. Irewa
memenuhi
tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, ia juga harus memenuhi tanggung jawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya. Di tengah kesibukkan Irewa mengurus anak-anaknya ia harus sadar bahwa ia juga memiliki tugas sebagai istri yang siap melayani suaminya baik batin dan rohani. 3.2.4 Melayani Suami Dalam roman IRP tidak ditemukan perihal melayani suami mengurus kebutuhan sehari-hari sebagaimana yang dibutuhkan oleh seorang suami seperti makan dan minum. Pada bagian melayani suami lebih banyak ditemukan melayani suami dalam hal seksual. Saat Irewa beranjak istirahat malam, ia begitu lelah mengikuti upacara adat yang cukup banyak. Belum terhitung menit Irewa berada di tempat tidur, Malom sudah mendekati tubuh Irewa. Malom sudah lama tidak menyentuh perempuan dan ketika menyentuh tubuh Irewa, Malom berusaha agar keinginannya sebagai seorang laki-laki terwujud. Irewa diminta oleh malom untuk bersetubuh. 97) Irewa sudah makin tak bertenaga lagi. Malom berkuasa atas tubuh Irewa. Malom telah menjadi seorang suami. Laki-laki iko harus mengawini tubuh perempuan. Irewa tak bisa melawan lagi. Malom menyenangkan diri dan keinginan batinnya pada tubuh Irewa. Anak panah dalam tubuh Malom dilepaskan (Dorothea, 2015:57) Irewa terpaksa melayani keinginan seksual suaminya. Irewa sadar kalau ia melawan, maka tidak akan ada hasilnya. Tenaga Irewa tidak cukup kuat untuk melakukan perlawanan terhadap Malom. Malom adalah laki-laki yang kuat, sedangkan Irewa hanya seorang perempuan muda. Inilah keinginan Malom yang mau atau tidak mau harus dipenuhi oleh Irewa sebagai istri. Besar keinginan malom untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
memiliki banyak anak, oleh sebab itu Malom akan terus-menerus meminta berhubungan dengan Irewa dan memberikannya banyak anak sesuai keinginannya. 98) Irewa memaksakan diri melayani permintaan Malom. Tak senang. Tegang. Kelaminnya terasa nyeri. Sakit. Irewa harus menghadapi apa saja yang terjadi atas dirinya. Begitulah juga yang dialami semua perempuan lain di bawah pegunugan Megafu. Mereka rata-rata mengalami hal yang sama.... (Dorthea, 2015:70) Irewa sudah melahirkan anak perempuan yang diberi nama Kiwana. Sudah sepuluh hari lamanya sejak Irewa melahirkan anak pertamanya, Irewa diminta suaminya untuk berhubungan intim lagi. Irewa masih belum pulih pasca melahirkan, karena masih merasakan perih pada saluran melahirkan. Tapi, keinginan suaminya lebih kuat dibandingkan rasa sakit Irewa. Sebagai istri ia harus memenuhi kewajibannya, ditambah lagi dengan kegeoisan suaminya, Irewa terpaksa
harus
memenuhi keinginan suaminya. 99) Hanya sepuluh hari setelah Irewa melahirkan, Malom sudah minta Irewa melayani bersetubuh. Malom bilang, ia ingin anak laki-laki. Anak laki-laki adalah tuntutan. Istri pertama Malom dulu belum memberi anak pada malom sudah keburu meninggal. Saudara-saudara Malom yang laki-laki, semuanya meninggal pada saat berperang. Itulah sebab orangtua Malom mendukung ketika Malom ingin punya istri lagi… (Dorothea, 2015:69-70) Berdasarkan kutipan-kutipan
peran pada ranah domestik yang tergambar
dalam roman IRP adalah proses regenerasi, pendidikan anak, tanggung jawab rumah tangga dan melayani suami, dapat disimpulkan bahwa Irewa dapat menjalani perannya sebagai seorang ibu dan istri dengan baik. Meskipun dalam perannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
sebagai istri yang harus melayani kebutuhan seksual suami, ia mengalami kekerasan seksual dari suaminya. Irewa dipaksa melayani keinginan Malom saat Irewa pasca melahirkan dengan jarak yang singkat. Mungkin saja, jika Irewa membantah apa yang diinginkan Malom, akan membuat Malom marah dan bahkan dapat bersikap kasar terhadap Irewa. Dalam perannya sebagai ibu Irewa harus sabar mengahadapi masamasa kehamilannya tanpa dukungan dan perhatian dari suaminya. ia juga harus sabar mengurus semua kebutuhan anak-anaknya sejak melahirkan sampai dewasa tanpa perhatian dan tanggung jawab dari suaminya. Irewa harus sabar dan tetap berusaha menjadi perempuan Hobone yang kuat. Irewa harus bertahan menghadapi keegoisan Malom yang memintanya untuk melayani kebutuhan seksual Malom tanpa memikirkan kondisi kesehatan Irewa. Setelah memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri, Irewa juga memenuhi kewajibannya sebagai seorang Ibu, ia mengandung, merawat anaknya, memberi ASI dan bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Irewa juga harus mencari makan untuk suami dan anak-anaknya dengan cara apapun sehingga anak-anaknya memperoleh makan setiap hari dan Irewa tidak mendapat perlakuan kasar dari Malom apabila makanan tidak tersedia di rumah. 3.3 Peran pada Ranah Publik Fakih (1996:21) mengatakan kaum perempuan memilki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga yang berakibat bahwa semua pekerjaan domestik merupakan tanggung jawab kaum perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
Munandar (1985:50) menyebutkan selain menjadi anggota keluarga inti, setiap orang juga menjadi anggota dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Seorang wanita yang telah berkeluarga, di samping perannya sebagai istri, sebagai ibu dan pengurus rumah tangga, juga dapat berperan sebagai anggota keluarga RT, anggota keluarga arisan, mencari nafkah, tampil dihadapan publik dan tentu saja sebagai anggota masyarakat Indonesia, yang paling penting bagi setiap wanita ialah bahwa ia menyadari bermacam-macam perannya, dan tahu yang diharapkan daripada sebagai anggota dari masing-masing kelompok sosial tersebut, sebagai anggota keluarga inti maupun sebagai anggota keluarga dalam arti yang lebih luas. Dalam IRP selain menjalankan peran domestik, perempuan juga layak menjalankan peran publik. Meskipun perempuan dianggap sebagai manusia yang paling lemah, tetapi melalui Irewa digambarkan bahwa perempuan tidak lemah. Irewa berhasil menyekolahkan anak-anaknya dengan hasil kerjanya dan menjadi perempuan yang dapat membawa perubahan positif bagi perempuan Papua. Berikut ini akan dipaparkan peran perempuan pada ranah publik yang meliputi tanggung jawab ekonomi rumah tangga, aktualisasi diri, dan politik diri. 3.3.1 Tanggung Jawab Ekonomi Rumah Tangga Tanggung jawab ekonomi rumah tangga yang harus dikerjakan oleh Irewa yang digambarkan dalam IRP tidak semata-mata mengurus kebutuhan sehari-hari saja. Tetapi Irewa harus bekerja untuk kebutuhan pendidikan anak-anaknya dan kebutuhan pernikahan Kiwana dan Mery.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Irewa mulai mencari pekerjaan baru, ia menjual sayur-sayur yang ia dapat dari kebun dan juga menjual sayur-sayur dari mama-mama yang sudah tidak sanggup ke pasar untuk berdagang. Terdapat istilah kuno yang menjelaskan dimana dalam posisi ini peran mereka (perempuan) tak jauh-jauh dari sumur, kasur, dan dapur. Perempuan berhak mengejar visi hidupnya, termasuk berkarier di ruang publik, masuk ranah politik (Djoharwinarlien, 2012:70-71) 100) Irewa melihat ada kehidupan yang berbeda. Ia yang selama ini hanya makan betatas, kangkung, dan ikan, kini jadi tak bosan lagi untuk makan. Irewa ikut-ikutan perempuan lain. Kalau ada betatas keladi, dan kangkung yang lebih dari hasil ladangnya, ia bawa ke pasar. Berat saat membawa semuanya itu dalam noken. Tapi Irewa sudah biasa sejak punya anak membawa noken yang isinya beratberat. Irewa juga menjaring ikan. Ada jumlah lebih dari yang dibutuhkan ia bawa ke pasar. Tak banyak. Kadang ia bawa dua puluh ekor ikan saja. Kadang hanya lima belas ekor. Bahkan kadang hanya sepuluh ekor saja. Jumlah berapa pun, tak apa. selalu ada yang membeli. Uangnya dipakai Irewa untuk membeli sayur yang tidak sama dengan yang ia makan selama ini. Juga membeli dan merasakan buah yang berbeda itu. Sering ada uang sisa yang hanya sedikit saja (Dorothea, 2015: 148-149) Irewa bekerja mencari nafkah untuk kebutuhan rumah tangganya. Selain menjual sayur, ikan di pasar, Irewa tiba-tiba mendapat masalah yang cukup mengganggu ekonomi rumah tangga. Irewa terpaksa harus menjual babi-babi yang selama ini dirawatnya. Irewa memikirkan keperluan uang sekolah Ansel dan Nella juga untuk pernikahan Kiwana dan Mery. 101) Irewa sebetulnya memiliki banyak babi-babi peliharaan. Namun sejak masyarakat mengenal uang merah, Irewa terpaksa menjual babi-babinya satu demi satu. Misalnya saat musim kering panjang dan ladangnya tak bisa menghasilkan apa-apa, padahal ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
membutuhkan uang untuk keperluan sekolah Ansel dan Nella. Atau pada waktu Kiwana dan Mery menikah. Ia tak bisa diam saja ketika mereka membutuhkan uang pada tahun-tahun awal rumah tangga mereka (Dorothea, 2015:183) Malom suami Irewa tidak memiliki pekerjaan yang hasilnya dapat membantu Irewa untuk mengurus kebutuhan ekonomi rumah tangga mereka. Keseharian malom hanyalah menjual tanah, ladang bahkan rumah mereka tetapi hasil penjualan tersebut dipakai Malom untuk bersenang-senang dan mabuk-mabukkan. Irewa istrinya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka mulai menjual babi-babi yang sudah dirawat Irewa, dan juga berdagang di pasar. Usaha dan kesabaran Irewa menguntungkannya karena ia mendapatkan pekerjaan baru sebagai seorang guru. Irewa ditawarkan pekerjaan oleh seorang camat perempuan baru di Kampung Hobone untuk bekerja sama bersamanya. Pekerjaan baru Irewa adalah ia ditugaskan membimbing perempuan-perempuan Papua untuk menjaga kesehatan mereka maupun anak-anak mereka.
3.3.2 Aktualisasi Diri Aktualisasi diri yang terdapat dalam IRP digambarkan lewat tiga tokoh perempuan yaitu Irewa, Jingi, dan Ibu Selvi . Hal tersebut dapat dibuktikan lewat tokoh Irewa menjalankan peran ganda yang meliputi peran pada ranah domestik dan pada ranah publik dan tidak bergantung pada suaminya juga tidak terpuruk untuk meratapi nasibnya. Selain itu tokoh Jingi yang memilih untuk melanjutkan sekolah dokternya ke Belanda dengan biayanya sendiri dari hasil kerja sebagai dokter keliling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
dan Ibu Selvi yang bekerja dalam bidang politik/pemerintahan sebagai seorang camat perempuan tanpa suami serta membiayai kebutuhan sehari-hari dan sekolah anakanaknya. Irewa tahu pekerjaan yang dijalaninya kini sangat melelahkan. Namun, Irewa ingat akan anak-anaknya apalagi suaminya yang membiarkan mereka begitu saja. Irewa dibantu saudara kembarnya Jingi yang banyak mengajarkan Irewa tentang kesehatan, dan mengajarkan cara menggunakan internet dan telepon genggam. Untungnya Irewa begitu cepat menangkap apa yang diajarkan oleh Jingi. Saat itu Jingi akan melanjutkan pendidikannya ke Belanda, oleh sebab itu Jingi mengingatkan hal-hal penting yang harus dilanjutkan oleh Irewa. Irewa harus membimbing perempuan Papua untuk menjaga kesehatan dan mengetahui fungsi alat kelamin mereka masing-masing. 102) Irewa mulai menyampaikan pendapatnya tentang pelacuran. Ia menceritakan pengalamannya saat terkena penyakit sifilis. Ia menceritakan walau perempuan hanya melakukan hubungan badan dengan suami saja, bisa saja terkena penyakit kelamin. Ia juga mengajak para perempuan pedagang di pasar menjaga anak-anak lakilakinya hati-hati (Dorothea, 2015:157) 103) Irewa menceritakan, anaknya sendiri sudah dia jaga dengan baik, tapi pergaulan menyebabkan anaknya tetap terbawa masuk ke pelacuran. Masih banyak yang disampaikan Irewa. Irewa yang dulu sering melihat bagaiamana kegiatan di “sekolah setahun”, kini jadi seperti seorang guru. Bicaranya mantap dan menarik bagi semua yang mendengarkan. Si perempuan dari Pulau Jawa itu ikut mendukung apa yang dikatakan Irewa bahwa perempuan harus berani melawan lakilaki. Perempuan lain yang selama ini telah diperlakukan tak baik oleh suami ikut mendukung. Semuanya jadi saling dukung-mendukung (Dorothea, 2015:157-158)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Irewa sudah bekerja di Disyark, tepatnya di Ruang Marya dan menjadi seorang guru yang membimbing perempuan Papua. Banyak hal-hal positif yang diajarkan Irewa kepada mereka. Ia mengajarkan tentang pentingnya menjaga kesehatan apalagi saat itu wabah penyakit HIV-AIDS mulai menyebar di wilayah mereka. Selain mengajarkan tentang kesehatan, Irewa juga mengajarkan keterampilan cara membuat noken. Hasil kerja keras dan kesabarannya membuktikan Irewa berhasil menjadi perempuan Hobone yang kuat. 104) Ruang Marya adalah nama ruang nama ruang yang baru dibangun di kantor distrik. Ibu Selvi dan Irewa yang memberi nama itu setelah lama tak menemukan nama yang dirasa cocok. Marya adalah dalam bahasa daerah berarti busur. Mereka berdua ingin agar ruang itu menjadi busur dan panahnya adalah para perempuan. Busur dan anak panah akan dipakai untuk membunuh hal-hal buruk. Hal-hal bodoh. Ibu Selvi dan Irewa mengajak para perempuan membunuh halhal lama yang tak baik. Membunuh tangis karena hidup serba kekurangan. Tidak punya uang. Tak bisa makan. Membunuh kebiasan buruk. Makan sayur tanpa dimasak dengan baik. Minum air yang tidak dimasak. Membunuh kebiasaan hidup kotor. Tidak menjaga kebersihan. Buang sampah sembarangan. Dan lain-lain. Seperti yang direncanakan, ruang itu dipakai membunuh hal-hal yang tidak dimengerti. Irewa memberi tahu hal-hal menyangkut kesehatan, anak, dan remaja pada sesama perempuan yang datang ke ruang itu. Jingi masih terus memberi Irewa informasi-informasi kesehatan kalau ada yang baru dan penting diketahui (Dorothea, 2015:193-194) 105) Ruang Marya juga dipakai untuk kegiatan lainnya. tempat baru bagi para perempuan untuk berbicara satu sama lain. Juga tukarmenukar informasi. Irewa yang diminta mengatur semua itu. Ditetapkan kegiatan berkumpul dilakukan pukul pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Sore hari mulai pukul empat sampai pukul enam, setelah para perempuan selesai mengurus rumah tangga masingmasing (Dorothea, 2015:194)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Banyak masalah dihadapi Irewa sejak menikah dengan Malom akan tetapi maslah yang dihadapinya menjadi motivasi dalam dirinya untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik. Irewa berhasil menyekolahkan anak-anaknya, berhasil membuat perempuan Papua menyibukkan diri dengan kegiatan positif. Irewa terus melanjutkan kegiatannya bersama Ibu Selvi. Lewat peran ganda yang dijalankannya, Irewa dapat membuktikan bahwa perempuan adalah manusia yang kuat dan dapat diandalkan. Tokoh Jingi termasuk tokoh yang memberikan pengaruh kepada Irewa dalam menjalankan peran ganda. Jingi adalah saudara kembar Irewa yang bekerja sebagai seorang dokter keliling. Sebelumnya, Jingi pernah menempuh pendidikannya di Manado. Peran Jingi dalam hidup Irewa tidak hanya sebagai saudara saja. Jingi membuktikan bahwa seorang perempuan dapat mandiri dan dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang perempuan tidak harus bergantung pada laki-laki. Hal ini dibuktikan, ketika Jingi lulus menjadi dokter dan kemudian bekerja sebagai dokter keliling di Kampung Aitubu. Hasil dari menjadi dokter keliling itulah yang dikumpulkan Jingi untuk memperdalam pendidikan kedokterannya di Belanda. 106) Jingi beberapa tahun ini sudah jadi dokter penuh. Ia ingin memperdalam ilmu yang sudah dimilikinya ke Belanda. Mama Karolin yang sudah tambah tua memberi tahu Jingi, Belanda adalah tempat yang baik kalau Jingi ingin memperdalam ilmu pengetahuannya. Ia senang kalau Jingi bisa tinggal bersamanya. Jingi ingin pergi dengan biaya sendiri. Ia lalu bekerja lebih banyak. Rumah sakit tempat ia bekerja membutuhkan dokter keliling. Jingi tak masalah bertugas menjadi dokter keliling (Dorothea, 2015:134)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Sebelum melanjutkan pendidikannya Jingi mengingatkan kepada Irewa agar selalu menjaga kesehatan, anak-anak dan remaja lainnya. Pesan Jingi tersebut mengingat ia pernah merawat Irewa yang menderita penyakit sifilis karena pergaulan Malom yang bebas. Pesan tersebut dijalankan Irewa sampai kegiatan moralnya ini didengar oleh seorang camat baru Ibu Selvi. 3.3.3 Politik/Pemerintahan Selain tokoh perempuan Irewa dan Jingi yang membuktikan kekuatan perempuan, adapun tokoh perempuan lainnya yaitu Ibu Selvi. Ibu Selvi adalah seorang ibu yang memiliki 2 anak dan kedua anaknya itu sedang menempuh pendidikan. Anaknya yang pertama adalah laki-laki sedang kuliah di sebuah universitas di Kota Anjaya dan yang kedua anak perempuan kelas 3 SMA. Ibu Selvi baru saja kehilangan suaminya. Namun, Ibu Selvi tidak terpuruk ketika ditinggalkan suaminya. Ibu Selvi menjadi perempuan yang memiliki kegiatan positif pada sebuah kelompok kerja perempuan dan juga seorang camat. 107) Ibu Selvi adalah ibu dua anak yang sudah besar-besar. Yang pertama, laki-laki, kuliah di sebuah universitas di Kota Anjaya. Yang kedua, perempuan, sudah kelas tiga SMA. Suaminya baru saja meninggal. Sebelum menjadi kepala distrik, Ibu Selvi punya kegiatan dengan perempuan lain di sebuah kelompok kerja. Kegiatan mereka antara lain mengumpulkan noken dari mama-mama di kampung dan membantu menjualkannya. Noken ini adalah noken khusus yang terbuat dari kulit kayu yang susah didapat. Juga kalung manik-manik dan mata kalungnya dari buah di hutan. Jadi Ibu Selvi memang sudah melakukan kegiatan yang berkaitan dengan perempuan sejak lama (Dorothea, 2015:189)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
Kehadiran Ibu Selvi dalam kehidupan Irewa tidak hanya dikenal sebagai seorang janda yang mempunyai 2 orang anak saja, tetapi kehadirannya sebagai seorang camat yang berkecimpung dibidang politik/pemerintahan dan memiliki semangat dalam diri untuk membebaskan perempuan mulai balita sampai dewasa dari bahaya penyakit HIV-AIDS. Setelah ditinggal suaminya ia bukanlah perempuan yang lemah melainkan ia menjadi perempuan yang kuat dalam melanjutkan hidupnya juga merawat kedua anaknya. Peran pada ranah domestik dalam roman IRP dialami oleh tokoh Irewa, sedangkan peran pada ranah publik dialami oleh tokoh Irewa, Jingi, dan Ibu Selvi. Ketiga tokoh perempuan ini telah menjadi bukti kepada publik bahwa perempuan dapat hidup mandiri dan bekerja di publik. Irewa sudah bisa membuktikan bahwa ia adalah perempuan Hobone yang kuat dan juga membuktikan bahwa perempuan itu mandiri dan tidak bergantung pada lakilaki. Selain Irewa bekerja dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya, Irewa juga mencari cara agar anak-anaknya bisa sekolah. Irewa sudah tidak memikirkan suaminya Malom yang masih betah dengan kehidupan kelamnya. Kejahatan Malom yang luar biasa adalah Malom selalu pergi ke tempat pelacuran dan masih saja mengabaikan keluarganya, Malom juga menjual tanah bahkan rumah mereka, dan uang hasil jualan tersebut dipakai untuk kebutuhannya sendiri. Kemandirian dari Jingi dan Ibu Selvi meyakinkan Irewa untuk mengerjakan peran ganda yang dijalaninya. Jingi selalu mendukung Irewa untuk melanjutkan kegiatannya dengan cara selalu menyampaikan info-info tentang kesehatan kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
perempuan Papua. Ibu Selvi menawarkan kerja sama bersama Irewa untuk menjadi seorang guru dalam membimbing perempuan Papua. Mereka menjadi satu tim yang menyatu dengan tujuan yang sama membimbing perempuan-perempuan agar selalu hidup sehat. Ketiga tokoh perempuan dalam IRP memberi bukti bahwa pandangan terhadap perempuan sebagai makhluk ciptaan yang lemah dan tidak dapat diandalkan merupakan pandangan yang salah. Ketiga tokoh perempuan ini telah menunjukkan bahwa perempuan adalah makhluk yang lebih kuat dibandingkan laki-laki. Mereka menjalankan peran ganda serta membuktikan seorang perempuan dapat hidup mandiri dan sukses tanpa harus bergantung pada laki-laki.
3.4. Rangkuman Dalam bab III ini telah dilakukan penelitian tentang peran ganda yang digambarkan melalui tokoh Irewa, Jingi, dan Ibu Selvi. Peran ganda dalam IRP karya Dorothea Rosa Herliany meliputi peran pada ranah domestik yang terdiri dari proses regenerasi, tanggung jawab rumah tangga, dan melayani suami. Peran pada ranah publik dalam IRP meliputi tanggung jawab ekonomi rumah tangga, aktualisasi diri, dan politik/pemerintahan. Irewa, Jingi dan Ibu Selvi dalam IRP termasuk tokoh perempuan yang secara tidak disengajai menjunjung emansipasi perempuan. Irewa dan Ibu Selvi berani membiayai anak-anaknya sendiri dengan hasil jerih payah mereka dan tidak bergantung pada laki-laki serta mau menjadi perempuan mandiri. Sementara itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
tokoh Jingi juga merupakan perempuan yang dapat hidup mandiri dengan membiayai sekolah dokternya dari hasil kerjanya sendiri seabagai dokter keliling. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan juga perjuangan ketiga tokoh perempuan ini termasuk tokoh perempuan yang berusaha menyetarakan hak dengan kaum laki-laki, secara khusus mereka membuktikkan bahwa perempuan layak tampil publik dan perempuan dapat hidup mandiri. Sementara itu, kesimpulan dari penelitian pada IRP dan saran bagi peneliti selanjutnya yang akan menggunakan IRP ini, akan dibahas pada bab IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Alur dalam roman IRP diceritakan secara runtut yang terdiri tiga tahap yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Tahap awal Irewa dan Meage bersekolah di Kampung Aitubu. Setelah dewasa mereka dipertemukan kembali di Sungai Warsor, mereka mulai jatuh cinta dan saling mengingat satu sama lain. Meage memutuskan untuk menikahi Irewa. Namun, hal buruk terjadi karena Irewa diculik oleh Malom laki-laki yang sudah lama mengagumi Irewa dan mau memperistri Irewa. Tahap tengah, Irewa harus menjadi perempuan Hobone yang kuat. Irewa harus menyesuaikan kehidupan Hobone yang berbeda dari Aitubu. Irewa juga harus menjalankan peran ganda karena Malom tidak bertanggung jawab atas dirinya dan anak-anaknya. Tahap akhir, Irewa mulai bangkit dan menjadi perempuan mandiri. Irewa harus memenuhi kebutuhan sekolah anaknya dan untuk kelangsungan hidup mereka. Pekerjaan Irewa dimulai dengan menjual sayur-sayur, babi-babi yang dipeliharanya sampai pada akhirnya bekerja sebagai guru di Distrik Yark. Peran tokoh dalam IRP terdiri atas tokoh protagonis yaitu Irewa, karena Irewa merupakan tokoh yang pertama kali mengalami masalah dan berperan sebagai penggerak alur. Selanjutnya, tokoh yang menimbulkan konflik adalah Malom yang disebut sebagai tokoh antagonis karena sumber masalahnya berasal dari Malom ketika ia menculik Irewa. Malom tidak mendapat perhatian dan pendidikan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
sama seperti Meage dari keluarganya. Oleh sebab itu, sifat dan perilaku Malom sudah menunjukkan latar belakang hidupnya. Sementara itu, tokoh tritagonis dalam novel IRP adalah Meage. Meage merupakan tokoh laki-laki yang berkembang lebih maju dibandingkan para tokoh lainnya dalam IRP. Meage termasuk laki-laki yang lebih cerdas karena sejak kecil ia hidup di Papua dan dididik oleh orangtua angkatnya. Akan tetapi, Meage harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di Jerman karena pada saat itu Meage mendapat masalah sejak bergabung bersama grup musik tradisional Farandus yang dianggap melawan pemerintah. Selanjutnya yang termasuk dalam tokoh tritagonis adalah Jingi dan Ibu Selvi. Tokoh Jingi adalah saudara kembar Irewa yang bekerja sebagai seorang dokter. Jingi adalah seorang perempuan yang mandiri dan memiliki hidup lebih baik dibandingkan Irewa. Adapun Ibu Selvi, seorang janda yang memutuskan hidup sendiri bersama anak-anaknya. Ia adalah seorang camat perempuan yang berhasil membantu Irewa keluar dari masalah-masalah yang dihadapi Irewa. Kedua tokoh ini mempunyai kaitan erat dengan tokoh protagonis. Analisis struktur cerita ini digunakan sebagai dasar untuk menganalisis peran ganda yang dialami oleh tokoh Irewa dalam ranah domestik dan dalam ranah publik yang juga dialami oleh Jingi dan Ibu Selvi.
IRP mencakup tiga latar, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat dalam roman IRP adalah Kampung Aitubu, Kampung Hobone, Distrik Yark (Disyark), Belanda, dan Jerman. Latar waktu dalam IRP terjadi pada masa pemilu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
tahun 1977 dan latar sosial dalam novel ini membahas tentang kebudayaan pada masyarakat Kampung Aitubu, tetapi lebih banyak memaparkan kebudayaan yang terjadi di Kampung Hobone. Perempuan Hobone harus menjadi perempuan yang kuat, mereka harus bisa menyelam, bekerja di ladang, merawat pohon sagu, melayani suami, mengandung, melahirkan sendiri, dan merawat anak. Selain itu, harus menjadi tipe perempuan Hobone yang cantik, patuh, dan tidak pernah melawan laki-laki (suami). Secara adat, laki-laki di Kampung Hobone dipercaya hanya bertugas memberi benih kepada perempuan untuk melahirkan keturunan yang banyak. Peran domestik yang tergambar pada IRP adalah proses regenerasi, pendidikan anak, tanggung jawab rumah tangga, dan melayani suami, sedangkan peran publik yang tergambar dalam IRP adalah tanggung jawab ekonomi rumah tangga, aktualisasi diri, dan politik/pemerintahan. Pada peran domestik yang dialami oleh Irewa dapat dilihat ketika ia mengandung dan keguguran berkali-kali, melayani keinginan seksual suaminya kapan pun suaminya mau serta mengurus semua hal yang berkaitan dengan kebutuhan rumah tangga dengan ekonomi yang sangat terbatas. Irewa kemudian mengubah nasibnya dan mulai bekerja menjual babi-babi yang dimilikinya, menyelam dan menangkap ikan lalu dijual ke pasar dan hasilnya digunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Irewa juga menjadi seorang guru yang mengajarkan perempuan Papua bagaimana cara menjaga kesehatan mereka, anak-anak, dan para remaja. Saat Jingi sedang kuliah kedokteran di Manado, Jingi sering ke rumah sakit Aitubu dan menyumbangkan tenaganya bersama ibu angkatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
untuk bekerja di rumah sakit. Setelah lulus, akhirnya Jingi memutuskan bekerja sebagai dokter keliling di Aitubu karena ia melihat banyak masyarakat Aitubu yang mengidap penyakit berbahaya seperti malaria dan HIV-AIDS. Hasil kerjanya dipakai Jingi untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya di Belanda. Ibu Selvi seorang camat perempuan juga memutuskan untuk tidak menikah dan turut membimbing perempuan Papua bersama Irewa. Melalui ketiga tokoh ini dapat dibuktikan bahwa mereka tidak mau hidup bergantung kepada laki-laki, mereka yakin bahwa mereka lebih mandiri dan kuat dibandingkan laki-laki. Dapat disimpulkan juga bahwa perempuan layak tampil publik. Perempuan juga dapat diandalkan dan bukan lagi makhluk yang dipandang lemah. Hal tersebut digambarkan lewat tokoh Irewa, Jingi, dan Ibu Selvi. Di samping pembahasan peran ganda perempuan, ditemukan kehidupan budaya yang sangat melekat pada Kampung Hobone dan Kampung Aitubu. Kedua kampung ini sangat taat pada adat yang sudah dipercayai mereka secara turuntemurun. Hal tersebut dapat dilihat lewat upacara-upacara adat yang dijalankan oleh mereka serta pembagian kerja antara laki-laki perempuan menurut kepercayaan masyarakat Kampung Hobone. Kedua aspek inilah yang sangat melekat dalam kehidupan kedua kampung ini. Berdasarkan hasil penelitian dalam IRP dapat dibuktikan bahwa pengaruh luarlah yang membawa perubahan bagi Meage, Jingi, dan Irewa. Meage mendapat ajaran dari orangtua angkatnya bahwa menolong orang sakit adalah yang paling diutamakan. Meage diajarkan untuk selalu peka kepada sesama yang membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
pertolongan. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika ia merawat seorang perempuan yang ditemukannya di hutan dalam keadaan terluka. Dilanjutkan dengan Jingi, sejak kecil ia selalu dibawa Suster Wawuntu atau Sustre Karolin ke rumah sakit Aitubu dan kedua ibu angkatnya ini selalu mengajarkan tentang ilmu kesehatan kepada Jingi. Akhirnya, saat Jingi sudah dewasa Jingi memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dan memilih jurusan kedokteran. Ilmu-ilmu kesehatan yang didapatkan Jingi dari Suter Wawuntu dan Suter Karolin juga dari kuliahnya diajarkan kepada Irewa. Irewa kemudian menerapkan ilmu-ilmu tersebut untuk membimbing perempuan Papua. Kegiatan-kegiatannya dilihat oleh Ibu Selvi sehingga
Irewa
ditawarkan bekerja sebagai guru dan akhirnya ia memiliki ekonomi yang memadai untuk biaya hidupnya bersama keempat anaknya. Oleh sebab itu, pengaruh-pengaruh dari luar inilah yang merubah mereka menjadi orang-orang yang berlatarbelakang lebih baik dibanding masyarakat Aitubu dan Hobone. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipastikan apabila Meage, Jingi, dan Irewa tidak mendapatkan pengetahuan dari luar, maka kehidupan Irewa tetap sebagai seorang istri yang terus-menerus pasrah mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Jingi mungkin sudah meninggal dan tidak akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Padahal pada waktu itu seorang dokter merupakan pekerjaan yang sangat mapan. Kemudian dilanjutkan dengan Meage, ia akan menjadi laki-laki yang tidak memperoleh perubahan lebih maju daripada laki-laki dari Kampung Aitubu dan Hobone dan hal yang terjadi pada diri Malom pun bisa terjadi pada diri Meage.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
4.2 Saran Dalam penelitian ini terhadap roman IRP karya Dorothea Rosa Herliany ini difokuskan pada peran ganda perempuan yang meliputi peran domestik dan peran publik. Di balik menjalankan kedua peran tersebut terdapat kekerasan seksual, dan perjuangan menyetarakan hak antara laki-laki dan perempuan. Sangat disarankan bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan IRP ini melakukan penelitian yang berkaitan dengan ilmu budaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
DAFTAR PUSTAKA Amongpraja, Kemala Motik, (ed. Munandar). 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjaun Psikolog. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press) Arismaningtyas, Thatit Nirmala. 2016. ”Campur Kode dalam Novel Isinga Roman Papua, Karya Dorothea Rosa Herliany”. Skripsi. Kediri. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Nusantara Persatuan Guru Republik Indonesia UN PGRI Arivia, Gadis, 2003. Filsafat Berspektif Feminis,Jakarta Penerbit Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) Djoharwinarlien Sri, 2012. Dilema Kesetaraan Gender Refleksi dan Respons Praktis:center for Politics and Govermant (PolGov) Fisipol UGM. Yogyakarta Fakih, Mansour. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Hamzah, a. adjib. 1985. Pengantar Bermain Drama, Bandung:CV ROSDA Herliany, Dorothea Rosa. 2105. ISINGA ROMAN PAPUA, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Hosniyeh. 2015. “Tokoh Utama dalam Novel Isinga Roman Papua Karya Dorothea Rosa Herliany. Dalam Jurnal Nosi Vol. 3, No. 2, Agustus 2015. Munandar, Ashar Sunyoto, (ed. Munandar) 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Kajian Psikologi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press) Nurgiyantoro, Burhan, 1994. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Rahmayanti. “Representasi Stereotip Perempuan dalam Roman Papua Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany (Kajian Kritik Sastra Feminis). Dalam Seminar Nasional dan Launching ADOBSI. Rahmanto, B. 2016. “Isinga Roman Multi Dimensional”, disajikan dalam seminar bedah buku yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, tanggal 04 Mey 2016, hlm. 1-2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Ratna, Nyoman Kutha, 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Tjahjono, Liberatus Tengsoe, tanpa tahun. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi: Nusa Indah Soegono,Dandy,dkk.,eds.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Suharto dan Sugihastuti, 2010. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Wahyuningtyas, Sri dan Santosa, Wijaya Heru. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi, Surakarta: Yuma Pustaka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
PROFIL PENULIS Theresia
Chrisantini
Hariate
Wungo
lahir
di
Weetobula pada 01 Juli 1994. Pada tahun 1998-2000, ia menempuh pendidikan pertama kali di TK Sta. Theresia, Weetobula, Sumba Barat Daya. Pada tahun 2000-2006 menempuh pendidikan SDK Weetobula, Sumba Barat Daya . Pada tahun 2006-2009, ia menempuh pendidikan SMP Katolik Stela Maris, Waikabubak, Sumba Barat. Pada tahun 2009-2012, ia menempuh pendidikan SMA Katolik Anda Luri, Waingapu, Sumba Timur. Kemudian, pada tahun 2012 ia memulai studi S1-nya di Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pada tahun 2016, ia mengakhiri masa studinya dengan penelitian untuk tugas akhirnya yang berjudul “Peran Ganda Perempuan dalam ISINGA ROMAN PAPUA Karya Dorothea Rosa Herliany Kajian Kritik Sastra Feminis”.