perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGUNGKAPAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK NEGARA
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh: WAHYU BUDI UTAMA NIM. F0306085
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO "Setiap permulaan memang sulit. Dengan memulai, setengah pekerjaan sudah selesai, kata pepatah.” “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” "Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan." (Bumi Manusia, 1980) -Pramoedya Ananta Toer"Kelahiran suatu pikiran sering menyamai kelahiran seorang anak. Ia didahului dengan penderitaan-penderitaan pembawaan kelahirannya." (Naar de 'Republiek Indonesia', 1925) ”Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu, dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putra tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah.” (Massa Actie, 1926) “Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri.” (Madilog, 1943) -Tan Malaka“It is true: we love life not because we are used to living, but because we are used to loving.” (Thus Spoke Zarathustra, 1885) “Only sick music makes money today.” (Der Fall Wagner) ♫♫♫ -Friedrich Nietzsche-
”Dream, dare and deliver. Take every chances, it’s worth a try. If you aim high, u’ll got high.” -Kamilia Alfi Naily-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
I dedicate this research for
”My Mom” "Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat, dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan.” -Pramoedya Ananta Toer-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Corporate Governance dalam Pengungkapan Sosial dan Lingkungan: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”, sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 3. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku pembimbing skripsi atas semua kritik, teguran, saran, nasihat, dan perhatiannya dalam mencapai hasil yang terbaik. 4. Ibu Dra. Setianingtyas H, MM, Ak., selaku pembimbing akademik yang memberikan nasihat dan dukungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Para dosen yang telah membagi ilmunya yang bermanfaat. Kepada Ibu Yasmin Umar, Bapak Imam Mahdi, Bapak Agung Prabowo, dan semua dosen yang telah memberi saya nilai 4 (A). 6. Ibu, almarhum Bapak, dan kakak-kakakku dan keponakanku. Ibu yang selalu memberikan kasih sayang yang tak pernah putus atau berkurang sedikit pun. Ibu yang selalu jadi tempat bermanja dan bercerita. Ibu yang selalu lebih memikirkan kepentinganku daripada dirinya sendiri. Almarhum Bapak yang selalu saya banggakan karena kejujurannya yang luar biasa, semoga almarhum mendapatkan nikmat surga (amīn) dan berbahagialah Bapakku, karena hidup lebih pendek tidaklah berarti selalu buruk. Mbak End semoga mendapatkan jalan terbaik atas segala masalahnya (amīn). Mas Jon sebagai kakakku yang paling perhatian dengan kuliahku, terima kasih atas printernya yang sangat (sangat) berguna. Mbak Ning yang paling baby face, tetaplah berjiwa muda. Mbak Epi yang ada di Jakarta, “Pokok é om wahyu meh ngenteni gawean nang omahmu lho, mbak!” Semua keponakanku yang ada 8 orang, Om Wahyu janji kalau lebaran nanti, kalian dapat angpao (kalau sudah bekerja, hehehe). 7. Kamilia Alfi Naily, yang selalu menjadi yang terbaik untuk aku dan untuk hubungan kita, saat susah apalagi saat senang. J L J ♫♫♫ “You’re a part time lover and a full time friend. The monkey on your back is the latest trend. I don’t see what anyone can see in anyone else…but you.”(Moldy Peaches-Anyone Else but You) ♫♫♫
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Keluarga Besar Boyolali dan Banyumas, pakdhe-budhe, paklik-bulik, sepupu, keponakan yang selalu dikangeni. Pakdhe-Budhe Tarmo, Pakdhe-Budhe Yanto, Mas-Mbak Basuki, Om O’o, dan Paklik-Bulik Hela. 9. Haryo Purnomo Sidhi dan Ardyan Mohammad Erlangga, beruntunglah kalian karena masih hidup dan dapat berbuat kemungkaran di dunia ini. 10. The Trio Autis Gang (I, Rojak ‘n Ujo). Sungguh teramat menyesal masa muda di kampus dihabiskan dengan bergaul bersama kalian. 11. Yudha, Arif, Riza, Bimo, Jalu, Willy, Onggo, Afit, Davit, Dadang, Adri, Yoga, Irfan, Irwan, Galih, Wisnu, Agung, Adit, Mimbi, Fajar, Dian, Dedy, Vadil, Yono, Hendy, Udin, dan semua member Kelas C. Tetap kompak! 12. Anjuras Purwadika, Almateus Adam Arseto, Raditya Kuntoro, Bayu Nugroho, Iksan Setiawan, dan semua sahabat yang sering aku buat repot. 13. Teman-teman yang sudah membantuku saat kuliah, ujian kompre, dan skripsi. Ian (kosnya), Boy (SPSS-nya), Reisya (kompre), Warih (printer dan komputer), Deny (buku), dan semua teman lainnya yang sudah membantuku. 14. Anak-anak kos tempatku maen: Miko, Bagas, Dodi, Kipli, Ulin, Yono, Wastu, dan semuanya yang ada di kos. Work hard! 15. Anak-anak kantin: Wisnu, Jagad, Andre, Gery, Wawan, Anto, Sayid, Albert, Putra, dan lainnya. Ayo cepat lulus! Semangat! 16. The Djs’s Troopers (Anne-Erna-Fira-Umi), terima kasih sudah melewati tahap skripsi bersama-sama dan terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya, semoga kita cepat lulus (amīn).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17. Barjos, Bryan, Ika, Kris, Latipe, Hanny, Mora, Aulia, PJ, Cahyo, Destia, Dewi, Dhina, Dika, Dyah, Tata, Mur, Ery, Melati, Famera, Fela, Finik, Hakim, Harmini, Irham, Kurnia, L. Yeni, Monik, Yach, Natali, Nicky, Alfin, Putri, Ragil, Ayu, Ratih, Ratri, Ririn, Kiky, Rofi, Sekar, Tantri, Toni, Darmo, Trias, Vidya, Windy, Wida, Yusuf, Manda, Lita, Gani, Tita, Hanung, Loggar, Nova, Rena, Rina, Supri, Unggul, dan semua angkatan 2006 yang pernah bersama saat kuliah. Work hard! 18. Semua mahasiswa selain angkatan 2006 yang pernah satu kelas saat kuliah. 19. Macanan Tanon: Begog, Mogol, Gaweng, Colox, Casey, Heru, Mathintha, Prokol, Wardi, Arfan, Firman, Pakdhe, Supri, Senja, Mamin, Jangkung, Didik, Rudy, Rus, Anik, Ari, Iyem, Lody, dan semua warga kampung. 20. Pak Man, Pak Pur, Pak Timin, Pak Taufik, dan semua karyawan yang sering saya butuhkan di kampus. Semoga sehat selalu (amīn). Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan karya ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih. Surakarta,
April 2011
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI …………………………………………………………...
ii
ABSTRACT ………………………………………………………........
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………...................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………….............
v
HALAMAN MOTTO ……………………………………………..........
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………….........
vii
KATA PENGANTAR …………………………………………….........
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………........
xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
xv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...........
xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….........
xvii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………............
1
A. Latar Belakang ...............………………………………........
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………….......
10
C. Tujuan Penelitian ………………………………………….....
10
D. Manfaat Penelitian ……………………………………….......
10
E. Sistematika Laporan …………………………………............
11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Tinjauan Pustaka…………………………..............................
13
1. Laporan Tahunan dan Pengungkapan ….......................... 13 2. Pengungkapan Sosial dan Lingkungan ...………......….... 15 3. Sustainability Reporting Guidelines ................................. 23 4. Corporate Governance …….………………….……........ 25 B. Kaitan Corporate Governance dengan Pengungkapan Sosial dan Lingkungan ....................................................................... 30 C. Skema Konsep Penelitian ........................................................ 33 D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis................ 34 BAB III. METODE PENELITIAN …………………………................... 39 A. Desain Penelitian...................................................................... 39 B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel............... 39 C. Data dan Metode Pengumpulan Data ...................................... 40 D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...................... 41 E. Teknik Analisis Data ............................................................... 45 BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………...................... 50 A. Deskriptif Data........................................................................ 50 1. Seleksi Sampel................................................................... 50 2. Statistik Deskriptif ............................................................ 51 B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ..................................... 63 1. Analisis Regresi Berganda ................................................ 63
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. T-test ……………………………………………………..
75
BAB V. PENUTUP ..................................................................................
78
A. Kesimpulan ............................................................................
79
B. Saran ......................................................................................
81
C. Keterbatasan .........................................................................
81
D. Rekomendasi .........................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
83
LAMPIRAN ..............................................................................................
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
2.1
Perbandingan PKBL dengan CSR ........................................
2.2
Indikator GRI (2006) dan Regulasi Tanggung Jawab Sosial
19
dan Lingkungan di Indonesia ..………………………………
20
2.3
Daftar Aspek Kinerja Sosial dan Lingkungan ......................
25
4.1
Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian .......…....................
50
4.2
Statistik Deskriptif Social and Environmental Disclosure .....
51
4.3
Statistik Deskriptif Variabel Independen ...............................
59
4.4
Statistik Deskriptif Pengalaman Komisaris Utama ................
62
4.5
Hasil Regresi Berganda ..........................................................
64
4.6
Group Statistik ..................................................................
76
4.7
Hasil Independent Sample Test ..........................................
76
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1
Skema Konsep Penelitian ............................................
33
4.1
Grafik Pengungkapan Lingkungan ...............................
53
4.2
Grafik Pengungkapan Tanggung Jawab Produk .............
55
4.3
Grafik Pengungkapan Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak ...............................................................................
56
4.4
Grafik Pengungkapan Hak Azasi Manusia ....................
57
4.5
Grafik Pengungkapan Masyarakat ................................
58
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Item Pengungkapan Sosial dan Lingkungan GRI (2006)
Lampiran II
Daftar Perusahaan Sampel dengan Skor Pengungkapan
Lampiran III
Statistik Deskriptif
Lampiran IV
Uji Asumsi Klasik
Lampiran V
Analisis Regresi Berganda
Lampiran VI
Uji Beda-t (t-test)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGUNGKAPAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK NEGARA Wahyu B. Utama F0306085 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran corporate governance dalam pengungkapan sosial dan lingkungan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan untuk menganalisis perbedaan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Corporate governance direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi anggota komite audit independen. Penelitian ini juga menggunakan profitabilitas sebagai variabel kontrol. Pengukuran pengungkapan sosial dan lingkungan menggunakan item yang terdapat dalam Sustainability Reporting Guidelines dari Global Reporting Initiative (2006). Berdasarkan teknik purposive sampling, sampel yang digunakan sebanyak 56 laporan tahunan BUMN tahun 2007-2009. Rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 42,11% dan terdapat perbedaan signifikan dalam pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di BEI. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi dalam pengungkapan sosial dan lingkungan adalah proporsi komisaris independen. Variabel jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen tidak mempengaruhi pengungkapan sosial dan lingkungan.
Kata kunci: corporate governance, pengungkapan sosial dan lingkungan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Global Reporting Initiative (GRI)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGUNGKAPAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK NEGARA Wahyu B. Utama F0306085 ABSTRACT The purposes of this study are to examine the effect of corporate governance to social and environmental disclosure of Indonesian State-Owned Enterprises (SOEs) and to examine the degree of social and environmental disclosure between listed public entities and non-listed public entities. Corporate governance are identified as the the proportion of independent commissioners, the number of board meetings, experience of president commissioner and the proportion of independent audit committee members. This study also uses profitability as control variable. The level of social and environmental disclosure is measured based on identified items of Sustainability Reporting Guidelines from Global Reporting Initiative (2006). Under purposive sampling, secondary data of 56 annual reports year 2007-2009 of SOEs in Indonesia. The average level of social and environmental disclosure is at 42,11% and there is significant gap of the level of social and environmental disclosure between listed public entities and non-listed public entities. In accordance to the purpose of the study, the result of multiple regression shows that corporate governance affects the level of social and environmental disclosure through the variable proportion of independent commissioners. Other variables, the number of board meetings, the proportion of independent audit committee members and the experience of president commissioner are not good predictors for level of social and environmental disclosure.
Keywords: corporate governance, social and environmental disclosure, Indonesian State-Owned Enterprises, Global Reporting Initiative (GRI)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama ini menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika dari penulisan penelitian ini. A. Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran corporate governance dalam pengungkapan sosial dan lingkungan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Corporate governance direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi anggota komite audit independen. Penelitian ini juga menganalisis perbedaan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan pada BUMN yang listing dan non-listing di BEI. Selama lebih dari 30 tahun, pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan menjadi isu yang menarik bagi para peneliti (Hackston dan Milne, 1996; Hossain, Islam, dan Andrew, 2006). Perhatian atas isu tentang polusi, penyusutan sumber daya alam, limbah pabrik, mutu serta keamanan produk, dan hak serta status karyawan mengalami peningkatan (Gray, Owen, dan Maunders, 1987). Di Indonesia, masyarakat semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha semenjak keruntuhan rezim Orde Baru (Daniri, 2008). Masyarakat menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
semakin bertanggungjawab dengan tidak hanya mencari keuntungan semata, melainkan mereka pun diminta untuk memberikan kontribusi positif melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat di sekitar perusahaan (Daniri, 2008). Menurut Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 3 menyebutkan: “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” Sejalan dengan bunyi UU di atas, tanggung jawab sosial perusahaan merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari komitmen dan pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi yang bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas (Febriyanti, 2010). Skandal perusahaan besar seperti Ahold, Worldcom, Enron, dan Parmalat memicu pengembangan konsep tentang corporate governance sebagai isu yang penting dalam menjalankan bisnis perusahaan (Kolk dan Pinkse, 2008). Perkembangan
yang
terus-menerus
atas
corporate
governance
tersebut
mempengaruhi pula terhadap konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) menyatakan bahwa konsep
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
corporate governance dan tanggung jawab sosial dapat dilakukan bersama-sama di dalam perusahaan. Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008: 5) menyatakan, “…improving the expenditure of CSR to a higher level compared with maximizing the values of the company. They do those things because they want to obtain the benefit of CSR. Good rating of CSR can improve the company’s reputation, so that it can satisfy the employees, community, environment, and care about the society.” Berdasarkan hal tersebut, keputusan manajemen perusahaan dapat berpengaruh terhadap stakeholders, seperti karyawan, pelanggan, dan komunitas di sekitar perusahaan berdiri. Untuk mengimbangi praktik tanggung jawab sosial tersebut, dibutuhkan praktik corporate governance yang sehat. Di Indonesia, adanya catatan buruk tentang BUMN antara lain disebabkan oleh penerapan kaidah tata kelola perusahaan yang tidak baik (Bappenas, 2008). Berita tentang 50 BUMN1 yang berperingkat buruk dalam PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, menunjukkan bahwa kinerja lingkungan BUMN masih rendah (Kompas, 2009). Buruknya kondisi BUMN mengindikasikan prinsip tata kelola perusahaan belum diimplementasikan dengan baik. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, salah satu sasaran dalam peningkatan pengelolaan BUMN adalah dengan meningkatkan pelaksanaan tata kelola yang benar pada BUMN (Cahyaningrum, 2009). Berkaitan dengan pengungkapan sosial dan lingkungan, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) adalah bentuk tanggung jawab sosial (Corporate
1
10 BUMN berperingkat hitam, 9 BUMN berperingkat merah minus, dan 31 BUMN berperingkat merah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Social Responsibility) milik BUMN (Suharto, 2008). BUMN mempunyai peran untuk memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi, dan masyarakat. Peraturan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk BUMN yang lebih terperinci adalah UU No. 19 Tahun 2003. UU ini kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri (Permen) Negara BUMN No. Per05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaan dan pengungkapan praktik sosial dan lingkungan. Pengungkapan sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan menjadi penting karena dapat mengurangi asimetri informasi yang menyebabkan kerugian bagi stakeholders. BUMN memiliki stakeholders yang lebih banyak daripada perusahaan yang bukan BUMN, seperti pengusaha kecil dan menengah, koperasi, dan masyarakat. Kualitas laporan perusahaan dan pengungkapannya menjadi penting dan berarti bagi manajemen sebagai sarana untuk mengkomunikasikan kemampuan corporate governance dan kinerja perusahaan kepada stakeholders (Healy dan Palepu, 2001). Komunikasi menjadi penting karena dapat meminimalisasi dan mengantisipasi benturan kepentingan antara BUMN dengan stakeholders (Cahyaningrum, 2009). Schuster dan O’Connel (2006) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar yang
ada.
Pertama,
pengungkapan
wajib
(mandatory
disclosure)
adalah
pengungkapan informasi yang diharuskan untuk disampaikan oleh peraturan yang berlaku. Kedua, pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
yang melebihi dari apa yang diwajibkan oleh standar, seperti pengungkapan sosial dan lingkungan. Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan umumnya masih bersifat sukarela di Amerika Serikat dan sebagian besar negara Eropa, namun Perancis dan Spanyol telah mewajibkan perusahaan untuk menerbitkan laporan praktik sosial dan lingkungan (Tschopp, 2005). Di Indonesia, regulasi mengenai praktik sosial dan lingkungan BUMN diatur di UU No. 19 Tahun 2003 dan pelaporan PKBL diatur di dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007. Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 Permen BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar dua (2) persen yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan (PKBL). Pasal 22 ayat 1 menyebutkan, “Direksi BUMN Pembina wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL kepada Menteri/Pemegang Saham dengan tembusan kepada Komisaris/Dewan Pengawas, sebagai berikut : a. Laporan Triwulanan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan; b. Laporan Tahunan termasuk laporan keuangan (audited) paling lambat 5 (lima) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.” Pasal tersebut menjelaskan bahwa BUMN wajib menyampaikan laporan pelaksanaan PKBL kepada menteri dan pemegang saham. Dengan kata lain, pengungkapan PKBL yang dianggap sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial oleh BUMN di Indonesia merupakan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) bagi BUMN.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Ketentuan mengenai peraturan pengungkapan sosial dan lingkungan oleh perusahaan di Indonesia diperkuat dengan berlakunya Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 66 (2) yang mengatur bahwa laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan harus termuat di dalam laporan tahunan perseroan terbatas (PT) yang bidang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. Haniffa dan Cooke (2005) mengungkapkan terdapat hubungan positif antara corporate governance yang direpresentasikan dewan komisaris yang didominasi oleh pribumi dan executive directors dengan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Said, Zainuddin, dan Haron (2009) menguji hubungan antara karakteristik corporate governance terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan publik di Malaysia. Hasil penelitian menemukan bahwa keberadaan komite audit berhubungan positif dengan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) meneliti pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan publik di Indonesia dan menghasilkan bukti bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Penelitian terkait kinerja tanggung jawab sosial pada BUMN dan perusahaan publik dilakukan oleh Fauzi, Rahman, Hussain, dan Priyanto (2008). Penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kinerja sosial dan lingkungan dengan kinerja keuangan perusahaan. Di Indonesia, penelitian terkait pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan pada BUMN belum pernah dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance dalam pengungkapan sosial dan lingkungan pada Badan Usaha Milik Negara. Corporate governance direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen. Variabel tersebut dipilih karena merupakan elemen penting dalam terlaksananya corporate governance yang baik. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tahun 2001 menyatakan bahwa corporate governance bertujuan menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Menurut Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia (2006), terdapat lima prinsip dasar dalam penerapan corporate governance. yaitu transparansi
(transparency),
akuntabilitas
(accountability),
responsibilitas
(responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja BUMN serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate covernance yang baik (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Variabel proporsi komisaris independen sering digunakan untuk menguji pengaruh corporate governace terhadap tingkat pengungkapan karena keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris didukung oleh keberadaan komisaris independen dalam proporsi dewan komisaris (Permatasari, 2009). Penelitian Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) menyatakan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
perusahaan. Tugas dewan komisaris dalam memonitor kinerja manajemen dapat dilihat dari jumlah rapat dewan komisaris, semakin banyak jumlah rapat dewan komisaris, semakin meningkatkan kinerja perusahaan (Karamanou dan Vafeas, 2005). Variabel pengalaman komisaris utama digunakan dalam penelitian ini karena pengalaman komisaris utama dapat berpengaruh atas peningkatan nilai perusahaan dan kinerja perusahaan (Artha, 2010). Komisaris utama yang memiliki pengalaman kerja, dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugasnya (Martoyo, 2002). Seorang komisaris utama lebih baik jika mempunyai pengalaman kerja, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan, seperti melakukan peningkatan kualitas dalam pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya, berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No. Kep-103/MBU/2002, dapat membentuk komite audit untuk membantu melaksanakan tugas dewan komisaris dan bekerja secara kolektif. Komite audit adalah salah satu komponen yang mendukung terlaksananya corporate governance yang baik di perusahaan (FCGI, 2001). Sejalan dengan hal tersebut, Ho dan Wong (2001) menyatakan bahwa dengan adanya komite audit, perusahaan dapat lebih meningkatkan kualitas pelaporannya, sehingga pengungkapan dalam laporan tahunan dapat diperluas sesuai dengan aktivitas perusahaan sesungguhnya. Semakin independen komite audit, diharapkan dapat memperbaiki internal control sehingga meningkatkan kualitas pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan (Said, Zainuddin, dan Haron, 2009). Hasil penelitian Said, Zainuddin, dan Haron (2009) menyatakan bahwa semakin besar proporsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
anggota independen dalam komite audit, semakin tinggi tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan. Penelitian ini penting dilakukan karena beberapa hal, pertama karena BUMN mempunyai tujuan untuk turut aktif dalam memberikan bimbingan dan bantuan kepada masyarakat dan lingkungan sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial. Alasan kedua adalah karena BUMN memiliki bidang usaha yang luas, menyerap tenaga kerja yang banyak, dan memiliki aset yang besar sehingga keberhasilan pengelolaan BUMN berarti bagi negara. Penelitian ini pun melihat bahwa pengembangan tata kelola BUMN belum menyentuh kepada substansi governance dalam struktur dan mekanismenya, sehingga permasalahan BUMN belum terselesaikan, misalnya tidak efisien, berdaya saing rendah, dan belum professional (Syakhroza, 2005). Penelitian ini pun bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing maupun yang non-listing di BEI. Alasan yang terakhir adalah penelitian mengenai peran corporate governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan di BUMN yang listing dan non-listing di BEI belum pernah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti melakukan penelitian2 dengan judul “Peran Corporate Governance dalam Pengungkapan Sosial dan Lingkungan: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”.
2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), pengaruh merupakan daya yang timbul dari seseorang, sedangkan peran merupakan sesuatu yang diharapkan dimiliki seseorang. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kata peran digunakan untuk merepresentasikan kata pengaruh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, sehingga yang menjadi pokok permasalahan adalah: 1. Apakah corporate governance mempengaruhi pengungkapan sosial dan lingkungan? 2. Apakah terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan antara perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah implementasi corporate governance berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. 2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan antara perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap berbagai pihak di bawah ini: 1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi khususnya
mengenai
penerapan
corporate
pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
commit to user
governance
terhadap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
2. Bagi
investor,
dapat
membantu
memberikan
gambaran
mengenai
pengungkapan sosial dan lingkungan BUMN dengan melihat penerapan corporate governance sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang tepat. 3. Bagi perusahaan, dapat membantu memberikan gambaran tentang kinerja sosial dan lingkungan BUMN, dalam hal ini penerapan corporate governance, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan di masa mendatang dan memberikan wacana tentang pentingnya pengungkapan sosial dalam laporan tahunan untuk mencapai competitive advantage di dunia bisnis. 4. Bagi akademisi, bisa dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.
E. Sistematika Penulisan BAB I
:
Pendahuluan Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur terkait dengan topik penelitian; kaitan variabel independen dengan
variabel
dependen;
commit to user
kerangka
konseptual;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
pengembangan hipotesis. BAB III
: Metode Penelitian Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.
BAB IV
: Analisis Data Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian hipotesis dan pembahasan hasil analisis.
BAB V
: Penutup Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisis
data,
menjelaskan
mengenai
keterbatasan penelitian, dan memberikan saran bagi pihak yang terkait, serta rekomendasi bagi peneliti berikutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Setelah membahas pendahuluan di Bab I. Pada Bab II ini menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, kaitan corporate governance dengan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan, kerangka konseptual, dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini. A. Telaah Literatur Tinjauan pustaka ini menjelaskan literatur yang mendasari komponen maupun variabel penelitian.
1.
Laporan Tahunan dan Pengungkapan Laporan tahunan digunakan oleh perusahaan dalam menyampaikan informasi
financial maupun non-financial seperti pengungkapan sosial dan lingkungan kepada stakeholders (Barako, 2007). Laporan tahunan tersebut dapat meyakinkan stakeholders bahwa pengelolaan perusahaan dikontrol dengan baik oleh pihak manajemen (Jaswadi dan Purnomo, 2006). Definisi mengenai pengungkapan menurut Na’im dan Rakhman (2002) adalah pengungkapan dalam arti sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi (the release of information). Informasi yang dikeluarkan perusahaan yaitu informasi financial dan non-financial perusahaan, pengungkapan non-financial antara lain adalah pengungkapan tentang praktik sosial dan lingkungan perusahaan yang dapat
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
dibuat dalam laporan tahunan maupun laporan pengungkapan yang terpisah (Guthrie dan Matthews, 1990). Hal tersebut sejalan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf Kesembilan yang menyatakan: ”Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”. Barako (2007) menyatakan bahwa laporan tahunan menjadi topik yang menarik karena praktik pengungkapan termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan di dalam laporan tahunan berhubungan dengan kredibilitas perusahaan dan kepercayaan stakeholders. Laporan tahunan berhubungan dengan kredibilitas perusahaan dan kepercayaan stakeholders karena tujuan laporan tahunan antara lain adalah memberikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi dan kredit, menjelaskan sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan perubahannya (Jaswadi dan Purnomo, 2006). Schuster dan O’Connel (2006) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar. Pertama, pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan informasi yang diharuskan untuk disampaikan oleh peraturan yang berlaku. Kedua, pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang melebihi dari apa yang diwajibkan oleh standar, seperti pengungkapan tanggung jawab sosial
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
perusahaan dalam praktik sosial dan lingkungan. Madhani (2007) menyatakan bahwa manfaat pengungkapan sukarela yang paling utama adalah dalam peningkatan kredibilitas perusahaan. Pada saat perusahaan mempunyai kredibilitas, pemegang pemegang saham dapat mendukung kebijakannya, bahkan saat kebijakan tersebut menyebabkan berkurangnya laba perusahaan dalam jangka pendek. Pengungkapan sosial dan lingkungan, sebagai salah satu bentuk pengungkapan yang dapat membuat perusahaan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan terkait dengan kinerja sosial dan lingkungan. Self-assesment melalui pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan alat pembelajaran organisasi yang dapat menyebabkan perubahan dinamis yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan (Utama, 2007).
2.
Pengungkapan Sosial dan Lingkungan Keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan dapat digunakan untuk
memperoleh value added bagi perusahaan, meningkatkan kredibilitas perusahaan, serta mampu meraih kepercayaan stakeholders (Rahayu, 2008; Madhani, 2007). Keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan berhubungan dengan kredibilitas perusahaan dan kepercayaan stakeholders karena tujuan pengungkapan tersebut adalah untuk membantu stakeholders dalam memperoleh gambaran umum serta dapat mengevaluasi kinerja perusahaan terkait dengan ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial (Utama, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Mathews (1997:483) mendefinisikan pengungkapan sosial dan lingkungan sebagai berikut: “Voluntary disclosures of information, both qualitative and quantitative made by organizations to inform or influence a range of audiences. The quantitative disclosures may be in financial or non-financial terms.” Berdasarkan definisi tersebut, pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan pengungkapan informasi sukarela, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang dibuat oleh organisasi untuk menginformasikan aktivitasnya (Nurdin dan Cahyandito, 2006). Global Reporting Initiative (2006) pun menyebutkan bahwa sebaiknya laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak hanya mengungkapkan praktik sosial dan lingkungan perusahaan secara kualitatif tetapi juga berusaha mengkuantifikasi secara keseluruhan atas dampak sosial dan lingkungan atas kegiatan perusahaan. Implikasi dari pernyataan tersebut adalah bahwa sistem akuntansi perusahaan sebaiknya tidak hanya mencatat pendapatan dan biaya perusahaan semata, tetapi juga mengestimasi manfaat sosial (social benefit) dan biaya sosial (social cost) dari berbagai kegiatan perusahaan, termasuk yang terkait dengan praktik sosial dan lingkungan perusahaan (Utama, 2007). Chambers (2008) mengidentifikasi pengungkapan sosial dan lingkungan meliputi keterlibatan komunitas dan lingkungan, proses produksi dan hubungan yang bertanggungjawab sosial terhadap karyawan. Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dapat dijelaskan sebagai bagian dari informasi financial dan non-financial yang berhubungan dengan interaksi perusahaan dengan lingkungan, yang dituangkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
ke dalam laporan tahunan atau di dalam laporan sosial dan lingkungan yang terpisah (Hackston dan Milne, 1996). Menurut Gray, Owen, dan Adams (1996), pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dapat diungkapkan melalui bermacam-macam media (laporan tahunan, iklan, booklets, brosur, dan press releases), namun laporan tahunan tetap menjadi yang sering digunakan dalam penelitian untuk menganalisis pengungkapan sosial dan lingkungan seperti yang disebutkan oleh Kuasirikun (2004:635): “…annual reports remain the most extensively used document in the analysis of corporate social reporting due (arguably) to their credibility, usefulness to various stakeholders, regularity, accessibility and completeness in terms of the company’s communication on social issues.” Pengungkapan (disclosure) sosial dan lingkungan merupakan sebuah wujud dari pertanggungjawaban sosial perusahaan (Hadi, 2006), sedangkan definisikan pertanggungjawaban sosial atau corporate social responsibility (CSR) itu sendiri menurut Robins (2005) adalah: “CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and stakeholder relations on a voluntary basis; it is about managing companies in a socially responsible manner.” Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial adalah konsep yang tindakan etis perusahaan yang mengintegrasi perhatian sosial dan lingkungan secara sukarela ke dalam operasi bisnis perusahaan dan memperhatikan kepentingan stakeholders dengan harapan memberikan manfaat atau kesejahteraan bagi masyarakat (Said, Zainuddin, dan Haron, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempunyai peraturan yang mewajibkan tanggung jawab sosial yang berbentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 19 Tahun 2003, dimana pasal 2 ayat 1 huruf e, menyebutkan bahwa: “Salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.” Pasal 88 ayat 1 menyebutkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil atau koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. UU tersebut mewajibkan semua BUMN untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dalam bentuk PKBL. Peraturan Menteri (Permen) Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 merupakan peraturan praktik sosial dan lingkungan yang lebih terperinci dan merupakan penjabaran dari UU No. 19 Tahun 2003, karena mengatur besaran dana (pasal 9), tatacara pelaksanaan praktik sosial dan lingkungan BUMN, dan laporan pelaksanaan PKBL (Pasal 21). Melalui UU No. 19 Tahun 2003 dan Permen Negara BUMN No. Per05/MBU/2007, mewajibkan BUMN untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) serta mewajibkan menyampaikan laporan praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut. Di berbagai perdebatan tentang Ke-CSR-an PKBL yang dilakukan oleh BUMN, Lingkar Studi CSR (2007) menganggap bahwa PKBL bukanlah CSR, karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
CSR haruslah berada di luar regulasi. Menurut pandangan Suharto (2008), kalau CSR bersifat wajib, singkatannya harus diubah menjadi Corporate Social Obligation (CSO), karena kata “responsibility” merupakan tindakan yang bersifat sukarela. Dahlsrud (2006) menyatakan bahwa berbagai definisi CSR secara konsisten menunjukkan unsur sukarela (voluntary), yang berarti sebuah perusahaan menjalankan terlebih dahulu seluruh ketentuan dalam peraturan legal, kemudian menambahkan dengan hal yang melampaui apa yang diatur (beyond compliance). Tabel 2.1 Perbandingan PKBL dengan CSR PKBL Sifat Sasaran
Sumber dana Pelaksanaan
CSR
Wajib Pemangku kepentingan eksternal saja: pengusaha kecil (dalam Kemitraan) dan masyarakat setempat (dalam Bina Lingkungan)
Sukarela Pemangku kepentingan internal (pemegang saham, karyawan dan keluarganya, dan lain-lain); eksternal (masyarakat, media massa, pemerintah, organisasi masyarakat, dan lain-lain) After profit Before profit Tidak diwajibkan melakukan Mengupayakan terlebih dahulu minimalisasi dampak negatif minimalisasi dampak negatif, terlebih dahulu kemudian baru melakukan maksimalisasi dampak positif
Sumber: Lingkar Studi CSR (2007)
Berdasarkan Tabel 2.1 terdapat perbedaan yang membuktikan bahwa PKBL milik BUMN masih belum bisa dianggap sebagai CSR yang sesungguhnya. PKBL tidak mewajibkan perusahaan untuk terlebih dahulu meminimumkan dampak negatifnya, PKBL tidak mengurus para pemangku kepentingan internalnya, PKBL tidak mengandung voluntarisme untuk melampaui regulasi, dan PKBL juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
merupakan pengeluaran yang disandarkan atas keuntungan dan bukan dipandang sebagai investasi oleh perusahaan (Lingkar Studi CSR, 2007). Tabel 2.2 Indikator GRI (2006) dan Regulasi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia Indikator GRI Regulasi di Indonesia Indikator Lingkungan
1. UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 2. UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 3. UU RI No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 4. UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan 5. PP RI No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan 6. PP RI No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
Indikator Sosial Aspek Tanggung Jawab Produk Aspek Praktik Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak Aspek Hak Asasi Manusia
Aspek Masyarakat
UU RI No. 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 1. UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) 2. UU RI No. 11 Tahun 2005 tentang Kovenan ECOSOC UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sumber: GRI (2006) dan www.csrindonesia.com (2010).
Di Indonesia, ketentuan mengenai kewajiban praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat ditemukan dalam Undang-undang (UU) maupun Peraturan Pemerintah (PP) yang kemudian dalam penelitian ini dibandingkan dengan indikator
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
sosial dan lingkungan dari GRI (2006). Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2. Berdasarkan Tabel 2.2, aspek sosial dan lingkungan dari GRI sejalan dengan peraturan di Indonesia, yaitu: 1. Aspek lingkungan 2. Aspek sosial: tanggung jawab produk, praktik tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, hak asasi manusia, dan masyarakat. Aspek sosial dan lingkungan yang dipakai mengacu pada Sustainability Reporting Guidelines tahun 2006 (G3) yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Guidelines dari GRI dipilih karena semakin banyak perusahaan di dunia yang menggunakan GRI (Ballou, Heitger, dan Landes, 2006) dan per 15 Desember 2010 jumlahnya mencapai hampir 2537 perusahaan di lebih dari 60 negara (GRI Report List, 2010). Di Indonesia terdapat enam BUMN yang sudah menerapkan G3, yaitu PT Antam Tbk, PT TB Bukit Asam Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT PGN Tbk, PT Telkom Tbk, dan PT Timah Tbk. Pemilihan tahun sampel (tahun 2007-2009) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan pada BUMN sejak dikeluarkannya edisi terbaru guidelines untuk sustainability reporting dari GRI pada tahun 2006. Peraturan Menteri Negara BUMN No. Kep-5/MBU/2007 merupakan landasan utama yang mengatur pelaksanaan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi BUMN di Indonesia. Kementerian Negara BUMN merupakan lembaga yang bertugas mengatur dan mengawasi BUMN di Indonesia, oleh karena itu setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara BUMN harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
dipatuhi dan dilaksanakan oleh BUMN di Indonesia. Bagi BUMN yang berbentuk PT harus mematuhi dan melaksanakan UU RI No. 40 Tahun 2007 yang mengatur kewajiban perseroan untuk melaporkan tanggung jawab sosial perusahaan. Terdapat pula Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. Kep-13BL/2006 yang mengatur kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi BUMN yang sudah go public di Bursa Efek Indonesia. Peraturan tersebut memuat ketentuan mengenai pengungkapan praktik dan biaya yang dikeluarkan perusahaan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan di dalam laporan tahunan. Di Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan hidup (Suhardjanto, 2008). SAK merupakan standar yang mengatur pelaporan keuangan, namun belum ada standar yang mengatur pelaporan yang sifatnya non-keuangan (Hasyir, 2009). Tidak adanya standar mengenai item kinerja apa saja yang digunakan sebagai dasar pengukuran tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dikarenakan belum adanya regulasi yang baku mengenai aspek sosial dan lingkungan apa saja yang harus diungkapkan oleh perusahaan di Indonesia (Utama, 2007). Dalam peraturan yang ada tidak dijelaskan secara spesifik mengenai item apa saja yang harus diungkapkan. Hal tersebut menjadikan penafsiran yang berbeda antar satu BUMN dengan BUMN lainnya mengenai item apa saja yang harus diungkapkan dalam laporan tahunan. Berdasarkan hal tersebut, item pengungkapan sosial dan lingkungan dalam penelitian ini menggunakan item Sustainability Reporting Guidelines dari GRI yang dikeluarkan pada tahun 2006.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Supaya pengungkapan sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan mencukupi kebutuhan informasi para stakeholders dan sesuai dengan peraturan yang ada, diperlukan adanya perbaikan praktik corporate governance. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Cooper dan Owen (2007) yang menyatakan bahwa pengungkapan saja tidaklah cukup untuk tercapainya akuntabilitas, pengungkapan tersebut perlu didukung oleh governance yang dapat mendorong perusahaan untuk melaksanakan dan melaporkan praktik sosial dan lingkungan perusahaan secara obyektif.
3. Sustainability Reporting Guidelines Penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan saat ini berkembang pesat di Indonesia adalah sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan risiko usaha menuju sustainability (keberlanjutan) dari kegiatan usahanya (Daniri, 2007). Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan perusahaan atas pentingnya pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, kebutuhan terhadap standar pelaporan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat laporan pun meningkat, namun hingga kini belum ada kesepakatan standar mana yang dapat diberlakukan secara global sehingga terdapat variasi dalam pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Utama, 2007). Beberapa item pelaporan sosial dan lingkungan yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya antara lain adalah Guidelines Reporting Initiative (GRI) yang digunakan oleh Bhattacharyya (2008) di India dan Suhardjanto, Tower, dan Brown
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
(2008) di Indonesia. Domini Social Index dan Jantzi Sosial Index digunakan di dalam penelitian Fauzi, Mahoney, dan Rahman (2007). GRI memfokuskan pengungkapan pada kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan pemanfaatan sustainability reporting (Utama, 2007). Standar pengungkapan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu strategi, profil pendekatan manajemen, dan indikator kinerja. Indikator kinerja dibagi menjadi tiga komponen, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial yang mencakup hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan dan lingkungan kerja, tanggung jawab produk, dan hubungan dengan masyarakat. Di dalam penelitian ini, indikator kinerja yang digunakan adalah dua dari tiga komponen G3, yaitu kinerja sosial dan kinerja lingkungan hidup. Dua indikator kinerja tersebut dipakai karena penelitian ini menganalisis pengungkapan sosial dan lingkungan pada BUMN. Global Reporting Initiative (2006) merekomendasikan beberapa aspek lingkungan dan sosial yang selayaknya diungkapkan dalam laporan tahunan, yaitu terdapat sembilan aspek lingkungan dan 22 aspek sosial. 31 aspek tersebut yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan BUMN. Aspek indikator kinerja sosial dan lingkungan yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Tabel 2.3 Daftar Aspek Kinerja Sosial dan Lingkungan Global Reporting Initiative 2006 Aspek Indikator Kinerja Lingkungan
6-
Pekerjaan
1-
Material
7-
Tenaga kerja atau Hubungan Manajemen
2-
Energi
8-
Kesehatan dan Keselamatan Jabatan
3-
Air
9-
Pelatihan dan Pendidikan
4-
Keanekaragaman Hayati
10-
Keberagaman dan Kesempatan Setara
5-
Emisi, Efluen dan Limbah
11-
(Praktik) Investasi dan Pengadaan
6-
Produk dan Jasa
12-
Non-diskriminasi
7-
Kepatuhan
13-
Kebebasan Berserikat dan Perjanjian Bersama
8-
Pengangkutan atau Transportasi
14-
Pekerja Anak
9-
Menyeluruh
15-
Kerja Paksa dan Kerja Wajib
16-
Praktek Pengamanan
Aspek Indikator Kinerja Sosial
17-
Hak Penduduk Asli
1-
Kesehatan dan Keamanan Pelanggan
18-
Komunitas
2-
Pemasangan Label bagi Produk dan Jasa
19-
Korupsi
3-
Komunikasi Pemasaran
20-
Kebijakan Publik
4-
Keleluasaan Pribadi (privacy) Pelanggan
21-
Kelakuan Tidak Bersaing
5-
Kepatuhan Penggunaan Produk dan Jasa
22-
Kepatuhan Hukum dan Peraturan
4.
Corporate Governance Salah satu akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan berbagai
negara Asia pada tahun 1997 adalah buruknya pelaksanaan corporate governance di hampir semua perusahaan yang ada saat itu, baik state-owned enterprises maupun perusahaan swasta (Baird, 2000). Buruknya pelaksanaan corporate governance, mengakibatkan penurunan tingkat kepercayaan investor, sehingga investor lebih memilih untuk menanamkan modalnya di negara yang mempunyai aplikasi corporate governance yang lebih baik (Maksum, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
FCGI (2001) menyatakan bahwa corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang saham intern dan eksteren lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka. Forum for Corporate Governace in Indonesia (2000: 1) mendefinisikan corporate governance sebagai: "Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." Tujuan corporate governance pada intinya adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Dalam praktiknya corporate governance berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip corporate governance, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan (Arifin, 2005). Menurut Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia (2006), terdapat lima prinsip dasar dalam penerapan corporate governance. Prinsip tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh corporate governance diterapkan di dalam perusahaan. Penjelasan kelima prinsip dasar menurut KNKG (2006) adalah: a. Transparansi (transparency). Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor tergantung atas kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu, dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama. Dengan kata lain prinsip transparansi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian (disclosure)
informasi
yang dimiliki
perusahaan. b. Akuntabilitas (accountability). Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit pengawasan yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan komisaris, direksi independen, dan komite audit. Praktik-praktik yang diharapkan
muncul
dalam
menerapkan
akuntabilitas
diantaranya
pemberdayaan dewan komisaris untuk melakukan monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen guna memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. c. Responsibilitas (responsibility). Responsibilitas diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial. Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
d. Independensi (Independency).
Untuk melancarkan
pelaksanaan asas
corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. e. Kewajaran dan kesetaraan (fairness). Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Li dan Qi (2008) menyatakan bahwa corporate governance dapat memberikan jaminan kualitas terhadap informasi akuntansi yang diungkapkan. Corporate governance yang baik dapat menguatkan kontrol internal perusahaan dan dapat mengurangi perilaku oportunis manajemen dan mengurangi asimetri informasi. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer mampu memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak berkeinginan mencuri, menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997). FCGI (2001) menjelaskan bahwa di Indonesia yang sebagian besar hukumnya berasal dari Belanda, civil law menjadikan setiap PT memiliki dua dewan (two tiers system), yaitu dewan komisaris dan dewan direksi sehingga terdapat pembagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
wewenang pengelolaan (dewan direksi) dan pengawasan (dewan komisaris) perusahaan (Maksum, 2005). Definisi dewan komisaris menurut UUPT No. 40 tahun 2007 adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate covernance yang baik (KNKG, 2006). Dewan komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris non-independen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi (KNKG, 2006). Peraturan Menteri BUMN No. 5 tahun 2006 pasal 3 yang mengatur tugas komite audit mengenai perannya dalam membantu komisaris untuk memastikan efektivitas sistem pengendalian internal. Komite audit juga membantu untuk memastikan akuntansi keuangan dan sistem pengendali bekerja dengan baik sehingga pembentukan komite audit dimaksudkan untuk menyediakan sebuah kemudahan untuk auditor eksternal perusahaan untuk mengkomunikasikan hasil audit mereka (Nasir dan Abdullah, 2005). Ho dan Wong (2001) menyatakan bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya disclosure.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
B. Kaitan
Corporate
Governance
dengan
Pengungkapan
Sosial
dan
Lingkungan Salah satu tujuan perusahaan mengeluarkan pelaporan praktik sosial dan lingkungan adalah untuk mendapatkan citra positif dari masyarakat, sehingga perusahaan dimungkinkan hanya mengungkapkan informasi yang positif mengenai perusahaan (Hartanti, 2003). Tujuan demi citra positif semata dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas pengungkapan sosial dan lingkungan karena laporan tersebut tidak menggambarkan kegiatan perusahaan yang sebenarnya (Utama, 2007). Menurut Said, Zainuddin, dan Haron (2009), diperlukan mekanisme corporate governance yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Prinsip responsibilitas menyatakan bahwa perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan (KNKG, 2006), sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. Hal tersebut sejalan dengan teori stakeholders dimana tujuan perusahaan tidak hanya untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham, namun juga memikirkan kepentingan pemangku kepentingan yang lain (Gray, Owen, dan Adams, 1996). Prinsip transparansi pun dapat
meningkatkan
kualitas
pengungkapan
karena
keterbukaan
dalam
mengemukakan informasi yang material dan relevan mengenai perusahaan, dapat menyebabkan laporan praktik sosial dan lingkungan mudah dipahami oleh semua pemangku kepentingan (Utama, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Corporate governance yang dijalankan dengan benar dapat berpengaruh terhadap pelaporan perusahaan (Eng dan Mak, 2003), termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan sehingga diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dan stakeholders. Ettredge, Johnstone, Stone, dan Wang (2010) menemukan bukti bahwa kualitas corporate governance memiliki hubungan positif dengan kepatuhan pengungkapan. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), dewan komisaris bertugas mengawasi tindakan direksi dan memberikan nasehat kepada direksi dan memantau efektifitas praktik corporate governance yang diterapkan perusahaan. Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan efektifitas corporate
governance
mengutamakan
karena
komisaris
independen
dituntut
kepentingan seluruh stakeholders (Utama,
untuk
2007).
lebih
Ettredge,
Johnstone, Stone, dan Wang (2010) menyatakan bahwa komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan. Menurut Keputusan Menteri
BUMN
No.
Kep-117/M-MBU/2002,
dewan
komisaris
wajib
menyelenggarakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Dalam keadaan perusahaan yang membutuhkan kontrol yang ketat, dewan komisaris seharusnya meningkatkan frekuensi rapatnya (Khanchel, 2007). Peningkatan frekuensi rapat dewan komisaris dapat membenahi kinerja perusahaan yang buruk dengan lebih cepat (Vafeas, 1999). Berdasarkan hal tersebut, semakin banyak rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris, semakin mendorong perbaikan kualitas pengungkapan perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Variabel lain yang dapat digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan adalah pengalaman komisaris utama karena dengan pandangan dan pengalaman yang luas, seperti memiliki pemahaman di bidang sosial,
budaya,
dan
lingkungan,
komisaris
utama
dapat
mengembangkan
pengungkapan tanggung jawab sosial di perusahaannya (Utama, 2007). Diharapkan dengan pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan komisaris utama dapat meningkatkan kualitas pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Menurut Keputusan Menteri (Kepmen) BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002, komite audit adalah komite yang bekerja secara kolektif dengan dewan komisaris dan berfungsi membantu komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit bertugas untuk memastikan bahwa terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, forecast, dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada pemegang saham. Dalam pasal 4 ayat 1 Kepmen BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002, komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga anggota, terdiri satu anggota dewan komisaris dan dua orang ahli yang bukan pegawai BUMN yang bersangkutan. Salah satu dari anggota tersebut merupakan anggota dewan komisaris yang sekaligus merangkap sebagai ketua. Anggota independen komite audit tidak terafiliasi dengan perusahaan dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari (FCGI, 2001) sehingga kemandiriannya dalam membantu dewan komisaris dapat dipercaya. Keberadaan anggota komite audit independen, mempunyai pengaruh yang sama seperti komisaris independen dalam mendorong peningkatan kualitas pengungkapan (Cheng dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Courtenay,
2006).
Keberadaan
anggota
independen
komite
audit
dapat
mempengaruhi secara positif terhadap kualitas pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Di dalam penelitian Ho dan Wong (2001) menjelaskan bahwa corporate governance diperkenalkan untuk memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan tujuan perusahaan. Praktik yang baik atas corporate governance dapat meningkatkan kualitas pengungkapan di laporan tahunan (Ho dan Wong, 2001). C. Skema Konsep Penelitian Di bawah ini adalah kerangka mengenai hubungan masing-masing variabel: Variabel Dependen
Pengungkapan Step Sosial dan I
Lingkungan (Y)
Variabel Independen H1 (+)
1. Proporsi komisaris independen (X1)
H2 (+)
2. Frekuensi rapat dewan komisaris (X2)
H3 H4 (+)
3. Pengalaman komisaris utama (X3) 4. Proporsi komite audit independen (X4)
Variabel Kontrol Profitabilitas T-test BUMN listing di BEI
Pengungkapan Step Sosial dan Lingkungan II (Y)
BUMN non-listing di BEI
Gambar 2.1 Skema Konsep Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Berdasarkan konsep tersebut dapat diketahui bahwa model penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah model regresi untuk menjelaskan pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen ditambah satu variabel kontrol yaitu profitabilitas. Tahap kedua adalah uji beda t (t-test) untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rerata yang berbeda. Sampel yang diuji beda t adalah skor pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji implementasi corporate governance (proporsi dewan komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen). Berikut ini merupakan pengembangan hipotesis yang dilakukan: 1. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan Keberadaaan
komisaris
independen
dalam
dewan
komisaris
dapat
meningkatkan kontrol terhadap aktivitas manajemen (Permatasari, 2009). Komisaris yang berasal dari luar perusahaan dapat meningkatkan keefektifan dewan komisaris dalam melakukan fungsi utamanya, yaitu mengawasi pengelolaan perusahaan oleh manajemen (Fama dan Jansen, 1983).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Hasil penelitian yang dilakukan di Hong Kong oleh Ho dan Wong (2001) menemukan bukti bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat keluasan pengungkapan termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan. Di Indonesia, penelitian dilakukan oleh Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) menemukan bukti bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Diharapkan dengan semakin besarnya proporsi komisaris independen, semakin meningkatkan keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis: H1:
Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan
2. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan pertemuan rutin melalui rapat dewan komisaris. Menurut Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002, dewan komisaris wajib menyelenggarakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andersson dan Daoud (2005) menemukan bahwa jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan. Penelitian yang dilakukan oleh Brick dan Chidambaran (2007) menemukan bukti bahwa semakin tinggi frekuensi rapat yang diselenggarakan dewan komisaris, semakin meningkatkan kinerja perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Xie, Davidson III, dan Dalt (2001) berpendapat bahwa semakin sering dewan komisaris mengadakan rapat, fungsi pengawasan terhadap manajemen menjadi semakin efektif dan dapat mengurangi asimetri informasi. Vafeas (2003) dan Brick dan Chidambaran (2007); menyatakan bahwa semakin banyak frekuensi rapat yang diselenggarakan dewan komisaris, semakin meningkatkan kinerja perusahaan dan pengungkapan, termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan. Diharapkan dengan semakin tingginya jumlah rapat dewan komisaris, semakin meningkatkan keluasan pengungkapan
sosial
dan
lingkungan.
Berdasarkan
uraian
tersebut,
dapat
dikembangkan hipotesis: H2:
Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan
3. Pengaruh pengalaman komisaris utama Martoyo (2002) menyatakan bahwa pengalaman adalah faktor yang dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja selain kemampuan intelegensi yang menjadi dasar pertimbangan. Seorang komisaris yang pernah memiliki pengalaman kerja cenderung memiliki kinerja yang lebih baik (Chemmanur dan Paeglis, 2004). Pengalaman komisaris utama dapat mempengaruhi keputusan dan masukan yang diberikan kepada dewan direksi, walaupun tidak ada keharusan bagi komisaris utama untuk memiliki pengalaman kerja di bidang sosial, lingkungan, dan budaya, namun lebih baik jika komisaris utama mempunyai pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan. Pengalaman komisaris utama diperlukan karena tugas komisaris utama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
adalah sebagai primus inter pares yang mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris (KNKG, 2006). Penelitian Chemmanur dan Paeglis (2004); Reeb dan Zhao (2009); Chemmanur, Paeglis, dan Simonyan (2009); Artha (2010) menyatakan bahwa pengalaman dewan komisaris merupakan faktor yang menentukan dalam peningkatan nilai perusahaan dan kualitas pengungkapan perusahaan. Diharapkan komisaris utama yang mempunyai pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan, memiliki kemampuan untuk meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis: H3:
Pengalaman
komisaris
utama
berpengaruh
terhadap
tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan 4. Pengaruh proporsi komite audit independen terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan Menurut FGCI (2001), komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Komite audit menjadi perhatian pemegang saham karena perannya dalam memonitor praktik pelaporan keuangan (Karamanou dan Vafeas, 2005). Nasir dan Abdullah (2005) menyatakan bahwa keberadaan komite audit yang semakin besar membantu menjamin kualitas pengungkapan dan sistem pengendalian internal dapat berjalan dengan baik. Ho dan Wong (2001); Nasution dan Setiawan (2007) ; Li, Pike, dan Haniffa (2008) menyatakan bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
tingkat pengungkapan, termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan. Diharapkan semakin tinggi proporsi anggota komite audit independen, semakin luas mengungkapkan informasi praktik sosial dan lingkungan perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis: H4:
Proporsi komite audit independen berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
BAB III METODE PENELITIAN
Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II, pada Bab III menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dalam proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Menurut Sekaran (2006), pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variabel atau lebih.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh BUMN yang listing dan nonlisting di BEI pada tahun 2007-2009. Tahun 2007-2009 dipilih karena tahun tersebut dipilih karena Global Reporting Initiative (GRI) pada tahun 2006 mengeluarkan standar terbaru tentang pelaporan praktik dan pelaporan sosial dan lingkungan, yaitu
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Sustainability Reporting Guidelines (G3). Pada tahun 2007 terdapat 18 BUMN, 2008 terdapat 19 BUMN, dan 2009 terdapat 19 BUMN. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, di mana perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan di website BUMN dan/atau di website BEI pada tahun 2007-2009 dan mempunyai data yang lengkap. Jumlah sampel yang dapat digunakan adalah 56 BUMN. Ukuran sampel sudah memenuhi kriteria penelitian karena ukuran sampel yang tepat untuk kebanyakan penelitian adalah lebih dari 30 dan kurang dari 500 (Sekaran, 2006).
C. Data dan Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari laporan tahunan BUMN yang listing dan non-listing di BEI pada tahun 2007-2009. Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi (Zeghal dan Ahmed, 1999), selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah stakeholders sebagai sumber utama informasi yang pasti (Deegan dan Gordon, 1996). Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari jurnal, situs BUMN, situs www.idx.co.id dan dari situs masing-masing perusahaan sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Berikut ini dijelaskan mengenai definisi variabel penelitian dan pengukurannya. 1. Variabel Independen Variabel independen direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen. a. Proporsi komisaris independen Komisaris independen adalah komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006). Proporsi komisaris independen diukur dengan persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan (Suhardjanto dan Afni, 2009). Indikator yang digunakan sesuai dengan penelitian Eng dan Mak (2005), Haniffa dan Cooke (2005), dan Suhardjanto dan Afni (2009), yaitu:
b. Jumlah rapat dewan komisaris Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan antara dewan komisaris dalam suatu perusahaan (Suhardjanto, 2010). Semakin sering dewan komisaris mengadakan rapat, semakin efektif pengawasan terhadap kinerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
manajemen (Xie, Davidson III, dan Dalt, 2001). Indikator yang digunakan sesuai dengan penelitian Ettredge, Johnstone, Stone dan Wang (2010) yaitu jumlah rapat yang dilakukan dewan komisaris dalam waktu satu tahun.
c. Pengalaman komisaris utama Komisaris utama yang memiliki pengalaman kerja, seperti di bidang sosial, budaya, dan lingkungan cenderung memiliki kualitas dan reputasi kerja yang lebih baik (Artha, 2010). Pengalaman direpresentasikan dengan penghargaan yang diterima, keikutsertaan dalam organisasi, atau jabatan pekerjaan yang berhubungan dengan sosial, budaya, dan lingkungan (Reeb dan Zhao, 2009). Indikator yang digunakan sesuai dengan Chemmanur dan Paeglis (2004), yaitu komisaris utama yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan diberi kode 1, dan selain berlatar pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan diberi kode 0. d. Proporsi komite audit independen Anggota komite audit independen adalah anggota komite audit yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Suhardjanto, 2010). Indikator yang digunakan sesuai dengan penelitian Suhardjanto dan Afni (2010) dan Suhardjanto (2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2. Variabel dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan sosial dan lingkungan. Pengukuran pengungkapan sosial dan lingkungan menggunakan sustainability reporting dari Guidelines Reporting Initiative (GRI) tahun 2006. Pengungkapan sosial dan lingkungan di dalam penelitian ini menggunakan item yang terdapat pada indikator kinerja lingkungan dan sosial yang terdapat di dalam GRI tahun 2006. Terdapat sembilan aspek pengungkapan lingkungan dan 22 aspek pengungkapan sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan disclosure scoring atau yang disebut dichotomous, yaitu jika sebuah perusahaan mengungkapkan item yang terdapat dalam daftar, diberi nilai 1 (satu), dan 0 (nol) jika tidak mengungkapkan (Cooke, 1989). Skor total pengungkapan sesuai dengan yang digunakan oleh Hossain, Islam, dan Andrew (2006).
Dimana: STP = skor total pengungkapan untuk perusahaan i di = 1 jika item diungkapkan, 0 jika tidak diungkapkan n = jumlah item pengungkapan yang diungkapkan oleh perusahaan Indeks pengungkapan sosial dan lingkungan setiap perusahaan diukur dengan rumus:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Skor pengungkapan maksimum (SPM) adalah skor pengungkapan total yang bisa dicapai oleh sebuah perusahaan. SPM untuk pengungkapan sosial dan lingkungan adalah 31. Social and Environmental Disclosure Score (SEDS) adalah skor pengungkapan sosial dan lingkungan untuk perusahaan i, yang merupakan ukuran tingkat keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan. Social and Environmental Disclosure Score (SEDS) maksimum adalah 100%. 3. Variabel kontrol Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol hubungan kausalnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang lebih lengkap dan lebih baik (Hartono, 2004). Dalam penelitian ini terdapat satu variabel kontrol yang digunakan yaitu profitabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Wallace, Naser, dan Mora (1994) menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi dapat meningkatkan keluasan pengungkapan informasi di dalam laporan tahunan perusahaan. Dalam penelitian Kusumawati (2006) dinyatakan bahwa return on equity (ROE) adalah representasi yang cocok untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Alasannya adalah ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari ekuitas pemegang saham. Indikator profitabilitas sesuai dengan penelitian Haniffa dan Cooke (2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
E. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS release 16. 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum. Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut (Ghozali, 2006). 2. Pengujian Hipotesis Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006). Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah: SEDS = β0 + β1PROKI + β2RPTDK + β3EXPKU + β4PROKAI + β5PROFIT + ε
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Keterangan Persamaan Regresi Berganda Simbol Keterangan SEDS Social and Environmental Disclosure Score PROKI Proporsi Komisaris Independen RPTDK Jumlah Rapat Dewan Komisaris EXPKU Pengalaman Komisaris Utama PROKAI Proporsi Anggota Komite Audit Independen PROFIT Profitabilitas β Koefisien Regresi ε Tingkat kesalahan a.
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel
independen mampu menerangkan variabel dependen. Untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan yaitu adjusted R2 (Ghozali, 2006). Besarnya koefisien determinasi adalah 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Semakin mendekati nol, semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen (X) terhadap nilai variabel dependen (dengan kata lain semakin kecil kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen). b.
Nilai F Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2006). Dengan pengujian ini dapat diketahui apakah proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi anggota komite audit independen berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
c. Nilai t Dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Nilai t dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%. Variabel independen (proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen) dikatakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (pengungkapan sosial dan lingkungan) apabila nilai signifikan (p-Value) dibawah 5%. Dengan demikian, H1, H2, H3, atau H4 diterima apabila nilai signifikan (p-Value) dibawah 5%. d. T-test T-test digunakan untuk menguji rata-rata atau pengaruh perlakuan dari suatu percobaan yang menggunakan 1 faktor, dimana 1 faktor tersebut memiliki 2 level (Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebagai persyaratan pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). 1. Uji Normalitas Untuk menguji data yang berdistribusi normal dapat digunakan alat uji normalitas, yaitu One Sample Kolmogorov-Smirnov (Ghozali, 2006 Hasil pengujian data dilakukan dengan menguji Kolmogorov-Sminorv. Kriteria
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
pengujian apabila ρ-value > 5% berarti data berdistribusi secara normal, sedangkan apabila ρ-value < 5% data tidak berdistribusi normal. 2. Uji Multikolineritas Multikolienaritas merupakan suatu kondisi dimana satu atau lebih variabel independen terdapat korelasi dengan variabel lainnya. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah masalah yang sering muncul dalam analisis regresi terjadi, yaitu dimana terdapat korelasi yang tinggi antar dua atau lebih variabel independen (Ghozali, 2006). Menurut Ghozali (2006), salah satu cara untuk mendeteksi multikolinieritas pada suatu model regresi dengan melihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor), yaitu : i.
Jika nilai tolerance > 0,100 dan VIF < 10, dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut.
ii.
Jika nilai tolerance < 0,100 dan VIF > 10, dapat diartikan bahwa terjadi gangguan multikolinearitas pada penelitian tersebut.
3.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi
antar masing-masing anggota dari serangkaian pengamatan tersusun dalam rangkaian waktu dan dalam rangkaian ruang (cross section). Untuk mengetahui dan menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa digunakan cara pengujian dengan run test. Run test digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi, jika antar residual tidak terdapat korelasi dapat dikatakan bahwa residual adalah random. Run test
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (Ghozali, 2006). H0 : residual (res_1) random (acak) HA : residual (res_1) tidak random 4.
Uji Heteroskedastisitas Heterokedastisitas berarti terdapat varian yang tidak sama dalam kesalahan
pengganggu. Untuk menentukan tidak terjadi heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot, titik yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y (Ghozali, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil pengujian yang dilakukan selama penelitian. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan pengujian hipotesis.
A. Deskriptif Data Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif. 1.
Seleksi Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan tahun 2007
hingga 2009. Data ini diperoleh dari situs www.bumn.go.id, www.idx.co.id, dan dari situs masing-masing perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari tahun 2007 hingga 2009, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Sampel Tahun Populasi Digunakan 2007 115 18 2008 115 19 2009 114 19 Total 344 56
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Populasi dalam penelitian ini adalah BUMN selama tahun 2007-2009 yang berjumlah 344 perusahaan. Pada Tabel 4.1 dijelaskan bahwa pada tahun 2007 terdapat 18 BUMN, pada tahun 2008 terdapat 19 BUMN dan 19 BUMN pada tahun 2009. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memenuhi beberapa kriteria tertentu yang sudah dijelaskan di Bab III (hal. 40). Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 56 perusahaan. 2.
Statistik Deskriptif Pada Tabel 4.2 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel
dependen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai minimum, maksimum, rerata (mean), dan standar deviasi yang dihitung dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut ditampilkan pada Tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Social and Environmental Disclosure N Min (%) Max (%) Mean (%) Std. Deviation (%) SEDS 56 9,700
93,500
42,109
15,941
Statistik deskriptif pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan pada 56 perusahaan sebesar 42,109% atau ratarata baru dapat memenuhi 13 aspek sosial dan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan pada laporan tahunan perusahaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
BUMN masih belum memenuhi separuh dari skor total pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini dan memenuhi 31 aspek pengungkapan sosial dan lingkungan. Dari 56 perusahaan sampel, 19 perusahaan yang skor pengungkapan diatas rerata dan 37 perusahaan lainnya di bawah rerata. Struktur governance yang direpresentasikan oleh RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), dewan komisaris, dan dewan direksi yang mempunyai tujuan hanya untuk memaksimumkan laba, menyebabkan kegiatan sosial dan lingkungan beserta pengungkapannya menjadi sulit berkembang, (Utama, 2007). Kurangnya pengungkapan sosial dan lingkungan oleh BUMN dapat dimaklumi dengan masih terjadinya kasus korupsi di dalam BUMN, seperti yang diberitakan bahwa PT Pupuk Sriwidjaja terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan mark up pengadaaan barang (www.situshukum.com, 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa perusahaan tidak mengungkapkan aspek korupsi dalam indikator masyarakat (GRI, 2006). Kasus lain yang terjadi pada BUMN adalah kasus perampasan tanah garapan petani yang dilakukan PT Perkebunan Nasional VIII (www.pedulirakyat-online.com, 2010). Berdasarkan kasus yang terjadi, BUMN dipersepsikan oleh publik sebagai perusahaan yang tidak menghormati hak penduduk asli dan penuh dengan korupsi dan kolusi (Cahyaningrum, 2009). Belum lama ini BUMN memberitakan bahwa terjadi pergantian dewan komisaris dan dewan pengawas di 12 BUMN pada tahun 2011 (www.bumn.go.id, 2010). Pergantian dewan komisaris BUMN tersebut menjadi bukti sebagai salah satu usaha pemerintah untuk memperbaiki lemahnya penerapan prinsip corporate governance. Rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
sebesar 42,109% menunjukkan prinsip corporate governance oleh BUMN belum diterapkan dengan baik. Nilai minimum pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini adalah 9,700% yaitu PT Perusahaan Pengelola Aset (2007) yang hanya mengungkapkan tiga (3) aspek sosial dan lingkungan saja, yaitu aspek biodiversity, overall, dan komunitas. Nilai maksimum pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini adalah sebesar 93,500% yaitu oleh PT Telkom Indonesia Tbk (2009). Hal ini dikarenakan PT Telkom Indonesia Tbk mengikuti Sustainabilty Reporting Guidelines dari GRI dengan baik dalam mengungkapkan praktik sosial dan lingkungan. Skor pengungkapan sosial dan lingkungan dalam penelitian ini diperoleh dengan membagi skor total pengungkapan yang dilakukan perusahaan dengan jumlah total pengungkapan. Berdasarkan Sustainability Reporting Guidelines dari GRI, terdapat 31 aspek sosial dan lingkungan yang dapat diungkapkan.
Gambar 4.1 Grafik Pengungkapan Lingkungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Gambar 4.1 menunjukkan grafik mengenai pengungkapan aspek lingkungan yang dilakukan oleh BUMN selama tahun 2007, 2008, dan 2009. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa aspek biodiversity (keanekaragaman hayati) merupakan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut. Rerata tingkat pengungkapan aspek biodiversity berada pada tingkat 87,329% setiap tahunnya. Salah satu contoh BUMN yang memperhatikan isu perlindungan lingkungan hidup adalah PT Telkom Tbk (2007). PT Telkom Tbk (2007) dalam laporan tahunannya menyatakan, “TELKOM menjadi perusahaan yang dipercaya untuk mendukung bidang TI dalam acara konferensi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007. TELKOM adalah perusahaan telekomunikasi yang dipilih PBB setelah mengalahkan dua perusahaan telekomunikasi lainnya, yaitu Indosat dan XL. UNFCCC adalah salah satu badan milik PBB di bidang penanganan perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya, terutama menyangkut pergantian iklim yang menyebabkan pemanasan bumi yang menjadi masalah internasional. Dengan keikutsertaan TELKOM sebagai perusahaan yang mendukung acara konferensi tersebut, TELKOM telah menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu pemanasan global” (Laporan Tahunan PT Telkom Tbk, 2007: 21). Pada tahun 2009 pemerintah mengeluarkan UU yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu UU RI No. 32 Tahun 2009. Hal
tersebut
membuktikan
bahwa
dengan
adanya
UU
tersebut
dan
diselenggarakannya konferensi Global Warming and Climate Change membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang memperhatikan isu lingkungan hidup (Suhardjanto dan Permatasari, 2010). Tingkat pengungkapan yang paling rendah adalah aspek transportasi dengan rerata tingkat pengungkapan sekitar 5,361% setiap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
tahunnya. Selama tiga tahun berturut-turut, tingkat pengungkapan aspek transportasi selalu menjadi yang terendah. Hal ini terjadi dimungkinkan karena aspek transportasi belum menjadi topik atau isu menarik bagi perusahaan (Suhardjanto dan Permatasari, 2010) Regulasi di Indonesia belum ada yang mengatur aspek transportasi. Perundangan yang terbaru tentang perlindungan lingkungan hidup, yaitu UU RI No. 32 Tahun 2009 tidak menyebutkan peraturan yang mengatur aspek transportasi.
Gambar 4.2 Grafik Pengungkapan Tanggung Jawab Produk Gambar 4.2 menunjukkan bahwa aspek pemasangan label bagi produk dan jasa merupakan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan selama tiga tahun berturut-turut. Rerata tingkat pengungkapan aspek pemasangan label bagi produk dan jasa berkisar pada tingkat 87,524% setiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan bahwa UU RI No.8 Tahun 1999 pasal 7 (b) telah dipatuhi, yaitu pasal yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha, dimana pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
memberi penjelasan tentang penggunaan dan pemeliharaan. Tingkat pengungkapan yang paling rendah adalah aspek privasi pelanggan atau konsumen dengan rerata tingkat pengungkapan sekitar 10,624% setiap tahunnya. Selama tiga tahun berturutturut, tingkat pengungkapan aspek privasi pelanggan atau konsumen selalu menjadi yang terendah. Hal ini terjadi dimungkinkan karena di dalam UU RI No.8 Tahun 1999 tidak terdapat peraturan yang mengatur tentang aspek privasi pelanggan.
Gambar 4.3 Grafik Pengungkapan Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak Gambar 4.3 menunjukkan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek pelatihan dan pendidikan. Rerata tingkat pengungkapan aspek pelatihan dan pendidikan berkisar pada tingkat 98,148% setiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan bahwa UU RI No. 13 Tahun 2003 telah dipatuhi oleh BUMN, terutama pada Bab V yang mengatur tentang pelatihan kerja. Pasal 9 dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa tujuan pelatihan kerja adalah untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.
Gambar 4.4 Grafik Pengungkapan Hak Azasi Manusia Gambar 4.4 menunjukkan grafik mengenai pengungkapan aspek hak asasi manusia yang dilakukan oleh BUMN selama tahun 2007, 2008, dan 2009. Aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek kebebasan berserikat dan perjanjian bersama. Rerata tingkat pengungkapan aspek kebebasan berserikat dan perjanjian bersama berkisar pada tingkat 55,263% setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi karena terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang aspek kebebasan berserikat, antara lain UU RI No. 39 Tahun 1999. Dalam pasal 39 berbunyi, “Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Gambar 4.5 Grafik Pengungkapan Masyarakat Gambar 4.5 menunjukkan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek komunitas. Rerata tingkat pengungkapan aspek komunitas berkisar pada tingkat 98,246% setiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan bahwa tingginya kepatuhan BUMN atas Peraturan Menteri Negara BUMN No. Kep-5/MBU/2007, dalam peraturan tersebut berisi tata cara pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dan jumlah laba BUMN yang harus disisihkan. Tingginya angka pengungkapan tesebut menunjukkan bahwa BUMN konsisten dengan tujuannya untuk memberikan bimbingan dan bantuan terhadap masyarakat, hal tersebut sesuai dengan peraturan tentang tujuan BUMN dalam UU RI No. 19 Tahun 2003.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen N Minimum Maximum Mean Std. Deviation PROKI (%)
56
0,000
71,400 29,080
22,844
RPTDK (kali/tahun) 56
3,000
51,000 17,020
9,044
PROKAI (%)
56
0,333
1,000 82,361
17,813
PROFIT (%)
56
4,000
58,600 21,016
13,227
Valid N (listwise)
56
Rerata proporsi dewan komisaris independen adalah 29,080%. Proporsi ini sudah baik karena berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/MMBU/2002 yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen adalah 20% dari total anggota dewan komisaris. Komisaris independen mempunyai peranan penting dalam pengungkapan informasi sosial dan lingkungan pada laporan tahunan. Ada 19 perusahaan yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen kurang dari 20%, sebagai contohnya adalah PT Bank Tabungan Negara (2007), dalam laporan tahunannya, PT BTN mengungkapkan, “Ketiga orang komisaris bank belum ada yang secara eksplisit diangkat sebagai komisaris independen, meskipun masing-masing individu sudah memenuhi persyaratan sebagai komisaris independen dan pelaksanaan tugas para komisaris sudah dilakukan secara independen.” (Laporan Tahunan PT BTN, 2007:51) Proporsi dewan komisaris independen kurang dari 20% yang berjumlah 19 sampel mengindikasikan bahwa masih terdapat perusahaan yang belum menerapkan corporate governance dengan baik karena tidak mematuhi keputusan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
dikeluarkan oleh Kementerian BUMN yang terkait dengan proporsi dewan komisaris independen. Rerata proporsi komisaris independen sebesar 29,080% dapat diartikan bahwa perusahaan menerapkan corporate governance dengan baik karena semakin besarnya proporsi dewan komisaris independen dapat mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan (corporate governance) di dalam perusahaan melalui tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif serta lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan (KNKG, 2006). Agar proses pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris berjalan efektif, berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002, rapat komisaris harus diadakan secara berkala, yaitu sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rerata jumlah rapat dewan komisaris sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebanyak 17 kali (17,020) dalam setahun, namun terdapat pula 15 perusahaan yang mengungkapkan bahwa jumlah rapat dewan komisaris perusahaan masih dibawah ketentuan yang ada, perusahaan tersebut antara lain adalah PT Jamsotek (2009), PT Wijaya Karya Tbk (2008), PT Asuransi Jasa Indonesia (2007), dan PT Garuda Indonesia (2009), dimana nilai minimum diperoleh PT Jamsotek (2009) yang hanya mengadakan pertemuan dewan komisaris sebanyak tiga kali dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran BUMN di Indonesia terhadap ketentuan yang berlaku. Menurut McMullen (1996), keberadaan anggota komite audit yang independen dapat meningkatkan transparasi komite audit dalam menjalankan tugasnya. Jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
rerata proporsi komite audit independen perusahaan BUMN adalah 82,361%. Tingginya rerata proporsi komite audit independen mengindikasikan bahwa kualitas kontrol oleh komite audit terhadap aktivitas perusahaan semakin baik (Forker, 1992). Rerata profitabilitas sampel pada penelitian ini sebesar 21,016%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari modal perusahaan untuk menghasilkan laba bagi pemegang saham sebesar 21,016%. Profitabilitas tertinggi sebesar 58,600% diperoleh PT Antam Tbk (2007), sedangkan untuk profitabilitas terendah didapat oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (2009) sebesar 4,000%. Jaswadi dan Purnomo (2006) mengungkapkan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pengungkapan baik yang wajib maupun sukarela. Berdasarkan hal tersebut, semakin tinggi tingkat profitabilitasnya, semakin lengkap perusahaan mengungkapkan informasi. Di dalam penelitian ini, tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dengan tingkat profitabilitas tertinggi, yaitu PT Antam Tbk (2007) lebih banyak mengungkapkan informasi daripada perusahaan dengan profitabilitas terendah, yaitu PT Perusahaan Pengelola Aset (2009). Dalam penelitian ini, terdapat satu variabel independen yang merupakan variabel dummy,
yaitu pengalaman komisaris utama sehingga tidak ikut
diperhitungkan dalam statistik deskriptif. Perbandingan jumlah pengalaman komisaris utama sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Pengalaman Komisaris Utama Tahun Sosial, Budaya, Non-Sosial, Budaya, dan Lingkungan dan Lingkungan 2007 4 14 2008 5 14 2009 4 15 Total 13 43 Pada Tabel 4.4 di atas dapat dilihat mengenai statistik pengalaman komisaris utama. Pada tahun 2007 terdapat empat (4) komisaris utama yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan dan 14 komisaris utama lainnya tidak memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan. Pada tahun 2008 terdapat 5 (lima) komisaris utama yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan dan 14 komisaris utama lainnya tidak memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan. Pada tahun 2009 terdapat 4 komisaris utama yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan dan 15 komisaris utama lainnya tidak memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan. O’Neal dan Thomas (1996) menyatakan bahwa strategi dalam memilih anggota dewan komisaris seharusnya mempertimbangkan kompetensi, termasuk pengalaman komisaris karena komisaris tersebut berpotensi untuk meningkatkan kinerja dewan komisaris. Pengalaman komisaris utama turut menentukan keputusan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. Tidak ada keharusan bagi komisaris utama untuk memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan, tetapi lebih baik jika komisaris utama memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
karena komisaris utama memiliki kemampuan untuk meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan. Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 42,109%; rerata proporsi komisaris independen sebesar 29,080%; rerata jumlah rapat dewan komisaris sebanyak 17 kali per tahun; rerata proporsi komite audit independen sebesar 82,361; dan rerata profitabilitas sebesar 21,016%.
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pengujian analisis regresi berganda. Selain itu, penelitian ini menambahkan t-test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia. Sebagai prasyarat pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa macam pengujian, meliputi: Normalitas, Multikolinieritas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik. Hasil pengujian asumsi klasik tersebut dapat dilihat pada Lampiran IV. 1.
Analisis Regresi Berganda Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah yaitu menguji apakah corporate governance berpengaruh terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Pengujian regresi berganda ini dilakukan dengan metode enter. Metode enter adalah salah satu metode pengolahan data dengan cara memasukkan semua prediktor ke dalam analisis sekaligus (Widhiarso, 2010). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan komite audit independen, terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan dengan profitabilitas perusahaan sebagai variabel kontrol. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Regresi Berganda Variabel Koefisien t (constant) 0,141 1,323 PROKI 0,231 2,100 RPTDK 0,000 -0,090 EXPKU -0,029 -0,643 PROKAI 0,149 1,083 PROFIT 0,475 3,521 R Square 0,376 Adjusted R Square 0,313 F 6,022 Sig 0,000 *Secara statistik signifikan pada tingkat 5%
commit to user
p-value 0,192 0,041* 0,929 0,523 0,284 0,001*
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan yaitu Adjusted R2 (Ghozali, 2006). Dari Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,376 dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,313. Berdasarkan nilai Adjusted (R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 31,300% variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variabel kontrol dan sisanya sebanyak 68,700% dijelaskan oleh faktor lain. Nilai F hitung sebesar 6,022 dengan probabilitas 0,000 (ρ-value < 5%). Nilai F lebih besar dari 4,000 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 5%, maka model regresi ini menunjukkan good overall model fit sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengungkapan sosial dan lingkungan atau dapat dikatakan bahwa proporsi komisaris independen, pengalaman komisaris utama, jumlah rapat dewan komisaris, komite audit independen, dan profitabilitas perusahaan secara bersamasama berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan (Ghozali, 2006). Berdasarkan pengujian hipotesis yang dilakukan, hasilnya menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen (variabel independen) dan profitabilitas (variabel kontrol) berpengaruh positif signifikan (p-value < 5%) terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan, sedangkan jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
utama, dan proporsi komite audit independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Proporsi komisaris independen3 berpengaruh positif signifikan (p-value sebesar 0,041) terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan tanggung jawab dijalankan dengan baik oleh anggota komisaris independen. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008), bahwa keberadaan anggota komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Konsisten pula dengan penelitian Suhardjanto dan Choiriyah (2010), bahwa proporsi komisaris berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan. Di Indonesia, jumlah komisaris independen diatur oleh Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002, yaitu minimal 20% jumlah dari dewan komisaris. Pihak independen diharapkan memiliki pandangan segar dan tidak memiliki hubungan historis dengan perusahaan sehingga kemungkinan kolusi dengan manajemen dapat diperkecil sehingga independensinya dapat dipercaya. Pada penelitian ini, rerata proporsi komisaris independen di Indonesia (sebesar 31,700%) sudah di atas persyaratan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah (minimal 20%), menunjukkan bahwa penetapan komisaris independen dalam perusahaan bukan hanya sekedar untuk memenuhi regulasi dari pemerintah saja. Tingginya rerata proporsi komisaris independen mengindikasikan bahwa kualitas 3
Berdasarkan hasil t-test (t = 3,492 dan ρ-value = 0,001), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki proporsi komisaris independen di atas rerata (29,080%) dengan yang memiliki di bawah rerata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
kontrol oleh komisaris terhadap aktivitas perusahaan semakin baik sehingga semakin besar proporsi komisaris independen dalam perusahaan semakin baik pula kinerja sosial dan lingkungan perusahaan. Keberhasilan
komisaris
independen
tidak
hanya
dikarenakan
oleh
independensinya saja, tetapi dikarenakan pula oleh manfaat yang dibawa oleh komisaris independen, seperti yang diungkapkan oleh Mace (1971) dalam Nasir dan Abdullah (2005:7), “These outside directors bring to the board their expertise, vast experience, contact and prestige. However, non-executive directors’ are also argued to play limited roles as advisors rather than active decision makers.” Peran terbatas yang dimiliki oleh komisaris independen sebagai penasihat manajemen dijalankan secara efektif. Tidak hanya bertugas melakukan pengawasan dan menjadi penasihat manajemen, komisaris independen pun berperan dalam mewakili kepentingan pemegang saham minoritas. Keberadaannya dimaksudkan untuk mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif dan menempatkan kewajaran (fairness) dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya. Sejalan dengan keterangan tersebut, Healy dan Palepu (2001) mengungkapkan bahwa dewan komisaris dibentuk agar dapat mengurangi asimetri informasi antara stakeholders dengan manajemen. Penelitian Webb (2004) menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat tanggung jawab sosial yang tinggi mempunyai komisaris independen yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
lebih banyak daripada perusahaan yang tingkat tanggung jawab sosialnya rendah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komisaris independen mempunyai dorongan untuk melindungi kepentingan pemegang saham secara baik (Said, Zainuddin, dan Haron, 2009). Said, Zainuddin, dan Haron (2009) menyatakan bahwa bahwa komisaris independen memainkan sebuah peran yang penting untuk meningkatkan image baik perusahaan dan bertugas memonitoring untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan oleh manajemen dengan baik. Di sisi lain, konsekuensi adanya pengungkapan sosial dan lingkungan tidak dapat membuat image perusahaan menjadi buruk. Anggraini (2006) menerangkan hubungan antara pengungkapan sosial dan lingkungan dengan mekanisme corporate governance, yaitu tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan dan memiliki tata kelola perusahaan yang baik dapat menekan perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Mekanisme corporate governance seperti struktur kepemilikan dan proporsi dewan komisaris independen adalah mekanisme yang dapat memberikan arahan dan kontrol terhadap perusahan dalam pelaksanaan dan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Dewan komisaris dipandang oleh banyak pihak sebagai alat untuk memonitor kinerja manajemen. Dewan komisaris yang melakukan pertemuan secara rutin memungkinkan
untuk
membahas
mengenai
praktik
corporate
governance,
permasalahan yang dihadapi perusahaan dan bersama-sama mencari penyelesaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
terbaik untuk perusahaan serta memungkinkan untuk mengevaluasi pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Koefisien positif yang dimiliki proporsi komisaris independen menunjukkan hubungan
positif
antara
proporsi
komisaris
independen
terhadap
tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xiao, Yang, dan Chow (2004); Xiao dan Yuan (2007); Suhardjanto dan Choiriyah (2010) yang menemukan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan yang dilakukan perusahaan. Hasil ini sejalan dengan hipotesis pertama dalam penelitian ini, sehingga hipotesis pertama dinyatakan diterima. Variabel yang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan adalah jumlah rapat dewan komisaris4. Rapat tersebut merupakan media komunikasi dan koordinasi diantara anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas kinerja manajemen. Jumlah rapat dewan komisaris memiliki ρvalue sebesar 92,900% jauh di atas 5% menunjukkan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan. Koefisien positif sebesar 0,000 menunjukkan apabila variabel lain tetap (tidak berubah), peningkatan proporsi komisaris independen sebesar 1 satuan tidak dapat meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan, karena koefisiennya sebesar 0,000%. 4
Berdasarkan hasil t-test (t = 1,143 dan ρ-value = 0,258), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan tidak berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki jumlah rapat dewan komisaris di atas rerata (17) dengan yang memiliki di bawah rerata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Tingginya rerata jumlah pertemuan dewan komisaris di perusahaan BUMN sebesar 17 kali dalam setahun dimungkinkan hanya untuk mematuhi peraturan yaitu minimal satu kali dalam sebulan. Cety dan Suhardjanto (2008) menyatakan bahwa peraturan yang ada di Indonesia masih dijalankan sebagai formalitas dan demi menjaga image perusahaan. Tingginya frekuensi dewan komisaris melakukan rapat tidak menjadikan fungsi pengawasan dewan komisaris perusahaan semakin baik dan efektif, sehingga tidak menjamin perusahaan memiliki pengungkapan sosial dan lingkungan yang baik. Kondisi ini seperti yang terjadi pada PT Bank BTN (2007), dimana dalam setahun frekuensi pertemuan komisaris sebanyak 35 kali, tetapi memiliki pengungkapan sosial lingkungan yang kurang baik dimana dalam persentase pengungkapan hanya 25,806% dan di bawah rerata pengungkapan perusahaan BUMN sebesar 42,109%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Vafeas (2003); Brick dan Chidambaran (2007) yang menyatakan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan perusahaan. Suhardjanto dan Permatasari (2010) menyatakan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan lingkungan. Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis kedua dalam penelitian ini, sehingga hipotesis dinyatakan ditolak. Variabel lain yang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan adalah pengalaman komisaris utama. Variabel pengalaman komisaris utama harus dilihat secara hati-hati dalam menginterpretasikan karena variabel ini merupakan variabel dummy. Arah positif dan negatif tergantung dari cara pemberian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
kodenya seperti sudah disebutkan dalam Bab III (hal. 41). Pengalaman komisaris utama mempunyai nilai ρ-value sebesar 52,300% pada tingkat signifikansi 5% menunjukkan bahwa pengalaman komisaris utama tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan. Komisaris utama harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman (Purwati, 2006). Tidak berpengaruhnya pengalaman komisaris utama terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan dimungkinkan karena komisaris utama tidak memiliki kompetensi yang cukup. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian ini, dimana 13 komisaris utama yang memiliki pengalaman di bidang sosial, lingkungan, dan budaya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan pengalaman yang dimiliki. Komisaris utama tersebut tidak memiliki pendidikan yang mengajarkan tentang ilmu sosial, lingkungan, dan budaya, seperti mata ajaran humaniora yang relevan dengan praktik dan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan (Utama, 2007). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chemmanur dan Paeglis (2004) dan Artha (2010). Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis ketiga dalam penelitian ini, sehingga hipotesis dinyatakan ditolak. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi kinerja manajemen, sehingga keberadaan komite audit dapat meringankan tugas tersebut. Komite audit memiliki pihak eksternal yang independen untuk meningkatkan kualitas kontrol perusahaan (Forker, 1992).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Proporsi komite audit independen5 memiliki ρ-value 28,400% jauh di atas 5% menunjukkan bahwa variabel proporsi komite audit independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Abdullah dan Nasir (2004); Nasir dan Abdullah (2005); Suhardjanto (2010); Suhardjanto dan Permatasari (2010), karena seharusnya keberadaan komite audit independen mendukung prinsip responsibilitas dalam penerapan corporate governance, yang menekan perusahaan untuk memberikan informasi lebih baik terutama keterbukaan dan penyajian yang jujur dalam laporan tahunan (FCGI, 2002). Menurut Keputusan Menteri BUMN No. Kep-103/MBU/2002, komite audit bertugas untuk menelaah informasi keuangan termasuk laporan keuangan, ditambah dengan tugas lain. Berdasarkan hasil penelitian ini, dimungkinkan komite audit tidak melakukan review laporan tahunan atau laporan perusahaan yang terkait dengan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Sommer (1991) menyatakan bahwa banyak komite audit yang hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti review laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen. Penyebabnya diduga karena tidak memiliki kompetensi serta independensi yang memadai dan belum memahami peran pokoknya (Manao, 1997). Faktor tersebut dapat menyebabkan kurangnya pemahaman komite audit independen 5
Berdasarkan hasil t-test (t = 2,407 dan ρ-value = 0,020), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki proporsi komite independen di atas rerata (82,361%) dengan yang memiliki di bawah rerata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
terhadap tugasnya dalam mengawasi manajemen dan merendahkan kualitas informasi perusahaan karena banyaknya kesempatan untuk memanipulasi dan mempermainkan data (Cety dan Suhardjanto, 2010). Mintara (2008) menyatakan bahwa proses penunjukkan anggota komite audit independen masih belum jelas dan terbuka, sehingga independensinya masih patut diragukan. Berdasarkan keterangan tersebut, dimungkinkan terjadi kekurang hati-hatian dalam proses pemilihan komite audit karena kurang mempertimbangkan intergritas serta kompetensi yang dimiliki. Hal ini dapat memberikan dampak negatif atas kualitas informasi yang diberikan perusahaan karena independensi komite audit belum memadai. Koefisien proporsi komite audit independen positif yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara proporsi komite audit independen dengan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan. Koefisien proporsi komite audit independen pada tabel 4.5 menunjukkan nilai positif sebesar 0,149. Apabila variabel lainnya tetap (tidak berubah), proporsi komite audit independen dapat meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 14,900% satuan bila faktor proporsi komite audit independen naik sebesar 1 (satu) satuan. Dalam penelitian ini terdapat satu variabel kontrol yang turut diujikan, yaitu profitabilitas (ROE).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Variabel profitabilitas6 berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Profitabilitas memiliki ρ-value = 0,005 yang lebih kecil daripada tingkat signifikasi 5%. Koefisien profitabilitas pada Tabel 4.5 menunjukkan nilai yang positif sebesar 0,427. Apabila variabel lainnya tetap (tidak berubah), profitabilitas dapat meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 42,700% satuan bila faktor profitabilitas (ROE) naik sebesar 1 (satu) satuan. Rerata profitabilitas perusahaan yang diukur dengan Return on Equity (ROE) sebesar 20,743% dimana perusahaan dengan profitabilitas yang besar memiliki dorongan untuk berinvestasi pada peningkatan kinerja lingkungan dan sosial sehingga dapat memotivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan demi menjaga reputasi perusahaan. Sembiring (2003) mengungkapkan bahwa manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial pun dapat mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Nurkhin (2009) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai peranan penting dalam memberikan keyakinan bagi perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial guna memperoleh legitimasi dan nilai positif dari masyarakat (stakeholders). Alasan lain dinyatakan oleh Jaswadi dan Purnomo (2006), yaitu perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi mengungkapkan informasi yang lebih lengkap dalam laporan tahunannya, hal tersebut dilakukan supaya dapat
6
Berdasarkan hasil t-test (t = 2,541 dan ρ-value = 0,014), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki profitabilitas di atas rerata (21,106%) dengan yang memiliki profitabilitas di bawah rerata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
meyakinkan investor
dan mengharapkan peningkatan kompensasi
terhadap
manajemen perusahaan. Pengaruh positif signifikan variabel profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas tinggi dapat mengungkapkan secara lebih informasi sosial dan lingkungan yang dilakukan. Hal ini mungkin dikarenakan persepsi atau anggapan bahwa aktivitas sosial dan lingkungan bukanlah aktivitas yang merugikan dan tidak bermanfaat bagi keberlangsungan perusahaan. Praktik sosial dan lingkungan dianggap sebagai langkah strategis jangka panjang yang dapat memberikan efek positif bagi perusahaan (Nurkhin, 2009). Hasil ini konsisten dengan penemuan penelitian sebelumnya seperti Haniffa dan Cooke (2005), Hossain, Islam, dan Andrew (2006), dan Suhardjanto dan Miranti (2009).
Semakin
tinggi
profitabilitas
perusahaan,
semakin
tinggi
tingkat
pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa profitabilitas yang tinggi suatu perusahan dapat mempengaruhi perusahaan tersebut untuk lebih banyak meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan. 2.
T–test T–test digunakan untuk menguji rata-rata atau pengaruh perlakuan dari suatu
percobaan yang menggunakan 1 (satu) faktor, dimana 1 (satu) faktor tersebut mempunyai 2 (dua) level. Dalam penelitian ini, t-test dilakukan terhadap variabel pengungkapan sosial dan lingkungan. T–test digunakan untuk menguji apakah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pengungkapan sosial dan lingkungan antara perusahaan BUMN yang listing dan nonlisting di Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai perbedaan signifikan. Dikarenakan sampel tidak berhubungan atau berasal dari populasi yang berbeda, sehingga t-test menggunakan independent sample test (Ghozali, 2006). Tabel 4.6 Group Statistik Perusahaan Mean (%) Std. Deviasi (%) SEDS 28 Listing 28 Non-Listing
49,875 34,343
16,337 11,211
Dari Tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan BUMN yang terdaftar (listing) di BEI sebesar 49,875% dan selisihnya lebih tinggi 15,532% dibandingkan dengan BUMN non-listing yang memiliki rerata pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 34,343%. Tabel 4.7 Hasil Independent Sample Test Levene's Test Equality of Variance F Sig. SEDS Equal variance assumed Equal variance non assumed
1,720
0,195
T - test Equality of Means t Sig (2tailed) 4,148 4,148
0,000 0,000
Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa F hitung levene test untuk pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 1,720 dengan probabilitas 19,500% (probabilitas > 5%) dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok populasi tersebut mempunyai variance yang sama. Analisi uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Dari nilai t sebesar 4,148 dan probabilitas 0,000%, hasil ini menunjukkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di BEI. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan antara perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di BEI, dimana perusahaan yang listing cenderung lebih luas dalam mengungkapkan praktik sosial dan lingkungan dibandingkan dengan perusahaan yang non-listing di BEI. Hal ini dikarenakan perusahaan listing mempunyai lebih banyak pemegang saham dan stakeholders daripada BUMN yang non-listing, sehingga dapat menimbulkan banyaknya tuntutan atas keluasan pengungkapan informasi dari pemegang saham dan stakeholders lain (Jaswadi dan Purnomo, 2006). Hal tersebut sejalan dengan Marwata (2001) yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan publik, semakin banyak pula informasi yang diungkapkan dalam pelaporan perusahaan. Pemilik saham selain dari pihak pemerintah berperan untuk mengawasi manajemen agar bertindak dengan benar, karena kesejahteraan pemegang saham tersebut tergantung kepada kinerja keuangan perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan banyaknya kepemilikan publik
dapat
memunculkan
agency
cost,
yang
dapat
dikurangi
dengan
mengungkapkan lebih banyak informasi di dalam pelaporan perusahaan (Xiao dan Yuan, 2007). Tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan yang rendah dari BUMN nonlisting membuktikan bahwa tujuan utamanya bukan hanya untuk memaksimalkan keuntungan, namun perusahaan tersebut yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah mempunyai tujuan lain, yaitu antara lain untuk pemerataan kesejahteraan dan sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
perusahaan pengemban misi sosial (Xu dan Wang, 1999). BUMN non-listing yang mempunyai tujuan sebagai pengemban misi sosial dan pelaksana pelayanan publik, meningkatkan nilai bagi pemegang saham bukanlah menjadi prioritas utama (Xiao dan Yuan, 2007). Selama tahun 1998-2002 dilaporkan bahwa empat BUMN mengalami kerugian dengan nilai yang fantastik yaitu Rp 17,090 triliun (Harian Umum Suara Merdeka, 2003). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Cahyaningrum (2009) bahwa kerugian sebesar itu timbul karena BUMN tersebut tidak menerapkan kaidah corporate governance secara benar. Dengan lemahnya penerapan corporate governance, dimungkinkan belum terjaminnya penerapan prinsip transparansi dalam pengungkapan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
BAB V PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada Bab IV, pada Bab V dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, keterbatasan dan rekomendasi untuk peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan dengan menguji peran corporate governance (proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen) dalam pengungkapan sosial dan lingkungan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan profitabilitas sebagai variabel kontrol. Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan: 1. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan corporate governance mempengaruhi tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan.
Variabel
independen
(corporate
governance)
yang
mempengaruhi tingkat tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan adalah proporsi komisaris independen. Semakin besar proporsi komisaris independen yang dimiliki perusahaan, semakin memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses pelaksanaan corporate governance karena proporsi komisaris independen yang besar dapat memberikan kontrol dan pengawasan terhadap manajemen dalam operasional perusahaan, termasuk dalam
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
pelaksanaan dan pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial. Komisaris independen memberikan tekanan kepada manajemen untuk melaksanakan aktivitas dan pengungkapan sosial dan lingkungan dengan baik (Nurkhin, 2009). Kinerja anggota independen dapat dipercaya dalam melakukan pengawasan, karena tidak mempunyai afiliasi dengan perusahaan dan komite lainnya (McMullen, 1996). Variabel lainnya yaitu jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. 2. Tingkat pengungkapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mengungkapkan informasi mengenai praktik sosial dan lingkungan tergolong rendah mengingat dari 56 perusahaan sampel, diketahui bahwa rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan BUMN sebesar 42,109%. Aspek komunitas dari indikator masyarakat menjadi aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN. Rendahnya tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan menunjukkan kurang baiknya penerapan prinsip corporate governance oleh BUMN di Indonesia. 3. Hasil t–test menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
B. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Diharapkan dewan komisaris sebagai komponen penting yang mendukung terlaksananya corporate governance dapat lebih efektif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga dapat meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan di BUMN.
2.
Pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN diharapkan secara aktif mendorong BUMN agar meningkatkan kualitas pengungkapan sosial dan lingkungan.
3.
Perlu diadakan sosialisasi mengenai pengungkapan sosial dan lingkungan di Badan Usaha Milik Negara, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
C. Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pemberian skor total pengungkapan yang hanya mengacu pada jumlah aspek sosial dan lingkungan dalam GRI (2006), yaitu sebanyak 31 aspek pengungkapan yang bersifat umum dengan tidak menggunakan 40 item pengungkapan sosial dan 30 item pengungkapan lingkungan yang lebih spesifik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
D. Rekomendasi Adapun rekomendasi bagi penelitian selanjutnya yang meneliti mengenai pengungkapan sosial dan lingkungan, antara lain: 1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan item pengungkapan yang lebih spesifik untuk masing-masing aspek sosial dan lingkungan. 2. Untuk penelitian selanjutnya bisa membandingkan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan di Indonesia dengan negara lain (studi komparatif).
commit to user