perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Agribisnis Minat Utama: Ekonomi Pertanian
Diajukan Oleh: Eka Dewi Nurjayanti S 640809001
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO
TESIS Disusun oleh: Eka Dewi Nurjayanti S 640809001
Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Dr. Ir. Kusnandar, M.Si NIP. 19670703 199203 1 004
........................
..............
Sekretaris
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001
........................
..............
Anggota 1
Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si NIP. 19660611 199103 1 002
........................
..............
Anggota 2
Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP NIP. 19480808 197612 2 001
........................
..............
Mengetahui: Ketua Program Studi Magister Agribisnis Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001
........................ ..............
Direktur PPs UNS Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. commit to user NIP. 19570820 198503 1 004 ii
........................ ..............
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO, dengan tujuan untuk melengkapi persyaratan guna mendapatkan gelar Magister Agribisnis Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, M.S, selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga sebagai penguji yang banyak memberikan masukan, saran, dan motivasi dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan sebagai bagian dari keluarga besar Program Studi Magister Agribisnis dan semoga program studi ini semakin berkembang dan sukses pada waktu yang akan datang.
3.
Dr. Ir. Kusnandar, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga sebagai penguji. Terima kasih telah memberikan arahan, motivasi dan saran selama proses perkuliahan. commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si, selaku pembimbing utama yang sangat inspiratif dan solutif. Terima kasih telah berkenan mendampingi, meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, serta banyak memberikan arahan, motivasi, kritik, dan saran selama proses penyusunan tesis ini.
5.
Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP, selaku pembimbing pendamping yang inspiratif dan solutif. Terima kasih telah memberikan banyak arahan, masukan, kritik dan saran, serta motivasi dan nasihat selama proses penyusunan tesis ini.
6.
Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7.
Staff administrasi Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak bantuan dalam hal administrasi dan seminar.
8.
Bappeda Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
9.
Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistika, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo dan BPS Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan banyak informasi dan data-data penting dalam penelitian penulis ini.
10. Orang tuaku tercinta Bapak Ilyas Zainal S.Pd dan Ibu Esti Handayani S.Pd, terima kasih atas segala bimbingan, didikan, doa, dukungan, motivasi, commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nasihat, dan kasih sayang, serta kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 11. Adik-adikku Ristiya Dwi Anggraeni dan Wahyu Tri Widyastuti terima kasih atas doa, dukungan, dan semangat yang semakin mempererat persaudaraan kita. 12. Seluruh Keluarga Besar Eyang Djamat Suharjono dan Eyang Kasmad yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan bantuan bagi penulis. 13. Sahabat terbaikku Ika Dewi Puspita Sari (Alm.) terima kasih untuk indahnya kebersamaan dan persahabatan yang akan selalu memotivasi penulis untuk terus berkarya. 14. Sahabat sekaligus saudaraku, Nita, Dede, Ncit, Putri, Yaning, Wilis, Era, abang Arief, dan Heri. Tidak hanya sahabat tapi kalian adalah teman, saudara, dan keluarga yang senantiasa menemaniku untuk lebih memahami makna hidup. 15. Untuk “abang” yang telah mengajarkan banyak hal untuk selalu sabar dan terus berusaha. Terima kasih untuk kebersamaan, kesabaran, motivasi, nasehat dan semangat yang diberikan. 16. Teman seperjuangan, Tri R. Setyowati. Kebersamaan, perjuangan, dan kesabaran yang dilalui bersama telah memberikan banyak warna dan cerita hingga pada akhirnya kita berhasil menyelesaikan penelitian ini. 17. Teman-teman Magister Agribisnis, Tri Rahayu S., Umi Nur S., Tria Rosana, Sasono Kurniadi, Candra Sukmana, Irma Wardhani, Putriesti Mandasari, commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
Suratno,
Farid
digilib.uns.ac.id
Sunarto,
Endang
Tien,
dan
Sutopo.
Teman-teman
seperjuangan yang memberikan banyak cerita, kebersamaan, motivasi dan bantuan serta persahabatan yang unik dan penuh warna. 18. Teman-teman “siap dan pasti kaya team”, Agrobisnis 2005: diantaranya Siti, Niken, Triana, Pandan, Hafid, Simbah, Gulan, Luthfi, Cecep. Bersama kalian banyak memberikan warna dalam hidup. Terima kasih juga untuk bantuannya. 19. Sekartaji crew: Lina, Kuning, Rima, Sarah, Umi, Sari, Sulis terima kasih untuk keceriaan, kebersamaan, bantuan dan semuanya. 20. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tesis ini dan memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis untuk terus berjuang. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di kesempatan yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga sumbangan pemikiran ini akan dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak . Terimakasih. Wassalaamu’alaikum. Wr. Wb.
Surakarta, Agustus 2011
Penulis
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv RINGKASAN .................................................................................................... xvi SUMMARY ....................................................................................................... xvii I.
PENDAHULUAN ................................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................ B. Perumusan Masalah ........................................................................ C. Tujuan Penelitian ............................................................................ D. Kegunaan Penelitian .......................................................................
1 1 11 15 15
II.
LANDASAN TEORI .............................................................................. A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 1. Beras ................................................................................... 2. Otonomi Daerah ...................................................................... 3. Permintaan ............................................................................. 4. Penawaran ............................................................................. 5. Regresi Atas Variabel Dummy .............................................. 6. Model Persamaan Simultan .................................................... 7. Peramalan ............................................................................. 8. Penaksiran dan Peramalan Permintaan ................................... 9. Analisis Deret Waktu (Time Series) ...................................... 10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) .............................................. 11. Penelitian Terdahulu ................................................................ a. Analisis Penawaran dan Permintaan................................. b. Analisis Peramalan Penawaran dan Permintaan ............. B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ............................................ 1. Metode ARIMA (Box-Jenkins)............................................... 2. Model Persamaan Simultan .................................................... C. Pembatasan Masalah ...................................................................... D. Asumsi - Asumsi ...................................................................... E. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ..............
16 16 16 18 20 24 27 29 30 32 34 37 46 46 49 54 54 57 60 60 60
III. METODE PENELITIAN ...................................................................... A. Metode Dasar Penelitian ................................................................. B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian........................................ commit to user C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................
63 63 63 63
vii
perpustakaan.uns.ac.id
D.
digilib.uns.ac.id
Metode Analisis Data...................................................................... 1. Model ARIMA Permintaan dan Penawaran Beras.................. 2. Uji Variabel Dummy ................................................................ 3. Model Persamaan Simultan ..................................................... 4. Uji Kelayakan Model ...............................................................
64 64 68 69 71
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ..................................... A. Keadaan Alam ................................................................................. B. Luas Wilayah................................................................................... C. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja ........................................... D. Keadaan Perindustrian .................................................................... E. Keadaan Umum Pertanian .............................................................. F. Keadaan Sektor Tanaman Bahan Makanan................................... G. Keadaan Perekonomian .................................................................
75 75 76 76 79 81 84 86
V.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... A. Dinamika Penawaran dan Permintaan Beras................................. 1. Dinamika Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo ............ 2. Dinamika Permintaan Beras di Kabupaten Sukoharjo ........... B. Model ARIMA Penawaran dan Permintaan Beras ...................... 1. Penawaran Tahunan Beras ....................................................... a. Tahap Identifikasi ................................................................. b. Tahap Estimasi ..................................................................... c. Tahap Uji Diagnostik ........................................................... 2. Permintaan Tahunan Beras........................................................ a. Tahap Identifikasi ................................................................. b. Tahap Estimasi ..................................................................... c. Tahap Uji Diagnostik ........................................................... C. Uji Variabel Dummy ...................................................................... D. Model Persamaan Simultan ........................................................... E. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras ............................... F. Pembahasan ....................................................................................
88 88 88 92 95 95 95 98 100 106 106 108 110 117 119 123 127
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 136 A. Kesimpulan ...................................................................................... 136 B. Saran ................................................................................................ 138 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 141 LAMPIRAN ...................................................................................................... 145
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Judul
Hal
Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 .......................................................
9
Penawaran, Permintaan dan Surplus Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 .......................................................
10
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009 .......................................
76
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009....................................................................
78
Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009 ..........................................................
79
Industri Menurut Kelompok Usaha di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ......................................................................................
80
Luas Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 .................................................................................................
82
Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Jenis di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ................................................
82
Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Status di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ................................................
83
Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Jenisnya di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2009 (Ton) ......
84
Produksi Bersih Padi dan Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 ....................................
89
Jumlah Penduduk dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 ......................................................
93
Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo .................................................................
97
Hasil Estimasi Parameter Model Tentatif Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo.......................................................
99
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
digilib.uns.ac.id
Perbandingan Uji Diagnostik Beberapa Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo....................
101
Hasil Pengujian Model ARIMA (0,1,1) Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo.......................................................
104
Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo .................................................................
107
Hasil Estimasi Model Tentatif Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo......................................................................
109
Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model ARIMA Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ...................
111
Hasil Pengujian Model ARIMA (2,2,1) Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo.......................................................
114
Nilai F-statistic dan Tingkat Probabilitas Hasil Chow Breakpoint Test Variabel Dummy .................................................
118
Hasil Estimasi Model Persamaan Simultan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ...................
122
Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton) ........................
124
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1.
Kurva Permintaan ...................................................................
23
2.
Kurva Penawaran ....................................................................
25
3.
Kerangka Pemikiran Analisis Peramalan Permintaan dan Penawaran Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo ................................................................................
59
Plot Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton)......................................................................
96
4. 5.
Plot Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton)...................................................................... 106
6.
Plot Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton) . 124
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Judul
Halaman
1
Permintaan dan Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010.......................................................................
146
2
Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras..
3
Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras..
148
4
Collerogram Data Penawaran Tahunan Beras..............................
149
5
Collerogram Data Permintaan Tahunan Beras.............................
6
Hasil Estimasi Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo...................................................................
151
Hasil Estimasi Model ARIMA Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo...................................................................
156
7
147
150
8
Uji Chow Breakpoint Test............................................................
9
Estimasi Model Persamaan Simultan...........................................
163
10
Hasil Peramalan Penawaran Dan Permintaan Tahunan Beras Di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015...................................
164
commit to user
xii
162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RINGKASAN Eka Dewi Nurjayanti. S640809001. 2011. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika penawaran dan permintaan beras pada era sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo dan menganalisis peramalan penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive), yaitu Kabupaten Sukoharjo. Data dianalisis dengan (1) metode Box-Jenkins (ARIMA) melalui empat tahap yaitu identifikasi, estimasi parameter, uji diagnostic, dan peramalan; (2) uji titik patah Chow (Chow Breakpoint Test); dan (3) metode persamaan simultan. Hasil penelitian data penawaran tahunan beras mempunyai pola fluktuatif dengan trend cenderung meningkat. Data belum stasioner dan menjadi stasioner pada differencing pertama. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk penawaran tahunan beras adalah ARIMA (0,1,1). Pada uji diagnostik ditetapkan bahwa model ARIMA yang terbaik adalah ARIMA (0,1,1) dengan RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 0,850311; nilai F-statistic sebesar 79,52704; dan parameter MA signifikan karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Data permintaan tahunan beras memiliki trend meningkat dan cenderung linier. Data permintaan tahunan beras tidak stasioner dan menjadi stasioner pada differencing kedua. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk permintaan tahunan beras adalah ARIMA(1,2,1). Setelah dilakukan uji diagnostik, model terbaik untuk permintaan tahunan beras yang dipilih adalah ARIMA (2,2,1) dengan RMSE sebesar 677,4671; R2 sebesar 0,947327; nilai F-statistic sebesar 53,95478; dan parameter AR(1) dan MA(1) signifikan karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Hasil Chow Breakpoint Test menunjukkan periode yang berpengaruh terhadap structural break data penawaran dan permintaan tahunan beras adalah tahun 2000, dengan nilai F-statistic sebesar 3,033932 dan tingkat probabilitasnya juga signifikan. Pada model persamaan simultan hasil estimasi menunjukkan bahwa model mempunyai nilai R2 0,644626; F-statistic sebesar 5,462146; RMSE sebesar 8.823,807; dan nilai probabilistik dari F-statistic sudah signifikan. Otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras, karena peran pemerintah daerah di sektor perberasan relatif kecil dan sebagian besar kebijakan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hasil peramalan penawaran dan permintaan tahunan beras tahun 2011 – 2015 menunjukkan bahwa permintaan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan penawaran cenderung mengalami penurunan. Saran yang diberikan adalah perbaikan varietas benih padi yang ditanam dengan menciptakan varietas benih unggul yang lebih tahan pada hama dan penyakit, terutama hama wereng; menggunakan sistem serentak dan massal untuk menangani hama wereng; dancommit peningkatan to user alokasi anggaran biaya untuk penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi petani. xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SUMMARY Eka Dewi Nurjayanti. S640809002. 2011. The Forecasting Supply and Demand of Rice in Era of Regional Autonomy in Sukoharjo Regency. The purpose of this research is to know the dynamics of suppling and demanding rice in era before and after regional autonomy in Sukoharjo Regency and to analyzed forecast of them in Sukoharjo Regency on 2011 – 2015. The basic method applied in this research is analytical descriptive method. The research object is taken purposively, that is Sukoharjo Regency. The method of analysis data in this research is (1) Box-Jenkins (ARIMA) method with fourth steps, include identification, parameter estimation, diagnostic checking, and forecasting; (2) Chow Breakpoint Test; and (3) simultaneous equation method. The result got from this research is the annual supply rice data have a fluctuation pattern with increase trend. It is not stationary and become stationary in first differencing. The result of parameter estimation judged that tentative model for the annual supply rice is ARIMA (0,1,1). The result of diagnostic checking judged that the best ARIMA model is ARIMA (0,1,1) with RMSE value is 5.186,376; R2 value is 0,850311; F-statistic value is 79,52704; and parameter of MA is significant because probabilistic value is less than 0,05. The annual demand rice data have an increased and linear trend. It is not stationary and become stationary in second differencing. The result of parameter estimation judged that tentative model for the annual demand rice is ARIMA (1,2,1). After diagnostic checking test, the best ARIMA model for the annual demand rice is ARIMA (2,2,1) with RMSE value is 677,4671; R2 value is 0,947327; F-statistic value is 53,95478; and parameter of MA(1) and AR(1) are significant because the value of probability is less than 0,05. Chow Breakpoint Test showed that in 2000 was a period which affected annual supply and demand of rice, with F-statistic value is 3,033932 and this probability is significant. In simultaneous equation model, estimation result showed that the model had value of R2 is 0,644626; value of F-statistic is 5,462146; value of RMSE is 8.823,807; and probabilistic value of F-statistic is significant. Regional autonomy not affected in supply and demand of rice. It is because rule of regional government less than main government in capital country. The result of forecasting annual supply and demand of rice in 2011 – 2015 showed annual demand rice tended increase while annual supply decreased. The suggestion based on this research is to increase the variety of rice seed through find out the best rice seed that resistant from plant disease; to change plant system for protect the element and quality of soil; to use together and massive system for eliminate plant disease, and to increase budget allocation for agriculture communication and also assistance for rice farmer if the farmer got any problems about rice cultivation. commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN
Nama
: Eka Dewi Nurjayanti
NIM
: S640809002
Program Studi
: Agribisnis
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda tersendiri dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh atas tesis tersebut.
Surakarta,
Agustus 2011
Yang menyatakan,
Eka Dewi Nurjayanti
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO
TESIS Disusun oleh: Eka Dewi Nurjayanti S 640809001
Telah disetujui oleh:
Jabatan
Nama
Pembimbing Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si Utama
Tanggal
........................
..............
........................
..............
NIP. 19660611 199103 1 002
Pembimbing Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP Pendamping
Tanda Tangan
NIP. 19480808 197612 2 001
Mengetahui: Ketua Program Studi Magister Agribisnis
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 commit to user
xvi
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan. Hal ini menjadikan pangan sebagai komoditas penting dan strategis. Kecukupan dan ketersediaan pangan akan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Kecukupan dan ketersediaan pangan berkaitan dengan ketahanan pangan. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan, disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dengan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Made, 2008: 52). Dalam pengertian tersebut pemenuhan kebutuhan pangan dapat disediakan melalui hasil produksi dalam negeri atau impor. Indonesia kaya akan beraneka ragam sumber bahan pangan baik nabati maupun hewani untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, sehingga kondisi ini sangat mendukung untuk mencapai ketahanan pangan yang mantap. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan peran strategis sektor pertanian. Secara empiris peran sektor pertanian tidak hanya berkontribusi dalam aspek penyediaan (food availability), tetapi juga memproduksi pangan dan secara global merupakan gantungan nafkah utama sekitar 36 % penduduk dunia. Bahkan untuk negara berkembang angkanya commit to user 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih tinggi lagi, berkisar antara 40 – 50 % (Sumaryanto, 2009: 7). Di Indonesia menurut BPS (2009: 51), sampai dengan bulan Februari, dari total 104,49 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja, terdapat sekitar 43,03 juta penduduk (41,2 %) yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Perkembangan sektor pertanian sebagaimana yang terdapat pada kebijakan pembangunan pertanian Indonesia, lebih menitik beratkan pada produksi makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia yaitu beras. Beras merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia. Beras menjadi penting karena merupakan bahan makanan pokok
masyarakat
Indonesia,
dan
menjadi
strategis
karena
dapat
mempengaruhi stabilitas ekonomi (melalui inflasi) dan stabilitas nasional (gejolak sosial) (Hasyim, 2007: 3). Sebagai bahan makanan pokok, maka kebutuhan beras setiap saat harus dapat dipenuhi dan perlu diupayakan ketersediaanya dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebagai bahan pangan pokok, beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik. Begitu pentingnya beras sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara berhati-hati, terutama dalam hal kebijaksanaan perberasan yang ditetapkan pemerintah. Dalam sejarah perberasan Indonesia, pemerintah mempunyai peran besar dalam commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengatur ekonomi perberasan nasional (Saifullah, 2001: 1). Salah satu campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan adalah melalui Keputusan Presiden No. 114/U/Kep/1976 pada tanggal 10 Mei 1967 tentang pembentukan Badan Urusan Logistik (Bulog). Badan ini dibentuk sebagai lembaga pembeli tunggal untuk beras (Kepres No. 272/1967) sedangkan Bank Indonesia ditetapkan sebagai penyandang dana tunggal untuk beras (Inpres No. 1/1968) (Emperadani, 2005: 2; Himateta, 2010: 1). Kebijakan pemerintah membentuk Bulog tidak terlepas dari situasi ekonomi saat itu. Memasuki
1967,
krisis
ekonomi
terus
berlanjut
sehingga
hampir
menghancurkan sendi-sendi pokok kehidupan bangsa. Negara dihadapkan pada masalah kosongnya stok pangan di gudang-gudang BPUP (Badan Pelaksana Urusan Pangan), habisnya devisa negara, dan tingkat inflasi yang membumbung tinggi (Darwis, 2010: 2). Bulog dalam perkembangannya mengalami beberapa perubahan fungsi dan tugas. Selain sebagai pengelola cadangan pangan, Bulog juga diberi kewenangan sebagai importir tunggal gula pasir dan gandum, serta distributor gula pasir, kedelai, dan tepung terigu. Bahkan selama tahun 1977 – 1979, Bulog mendapat tugas menerapkan kebijakan harga dasar untuk jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Perubahan tugas dan fungsi yang dituangkan dalam beberapa Keputusan Presiden ini menjadikan Bulog tidak hanya menangani bidang perberasan nasional saja, tetapi juga mengendalikan harga dan mengelola persediaan gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
bahan pangan lainnya (Emperadani, 2005: 3; Darwis, 2010: 2; Himateta, 2010: 1; Saifullah, 2001: 1-2). Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini diharapkan mendukung perberasan nasional. Instrumen yang dibentuk pemerintah adalah penetapan pengendalian harga dasar gabah yang setiap tahun disesuaikan dengan masukan, inflasi, dan faktor lainnya. Bulog juga dibentuk untuk mengamankan harga dasar gabah dan stabilitas domestik, selain itu juga diberi hak monopoli impor pengadaan pangan. Melalui berbagai kebijakan ini, ekonomi perberasan dalam negeri dapat ditangkal dari gejolak perubahan global. Akan tetapi mulai tahun 1997, kondisi perberasan nasional mengalami perubahan dikarenakan Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter ini memberikan dampak yang luas terhadap perekonomian Indonesia. Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah melakukan pembenahan di bidang moneter salah satunya dengan menerima bantuan dana moneter dari IMF (Irawan, 2002: 3-5). Pemerintah banyak melakukan perubahan kebijakan untuk memulihkan situasi ekonomi bangsa dan mengembalikan kepercayaan masyarakat Indonesia maupun global. Perubahan kebijakan juga terjadi pada sektor perberasan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap Bulog (Gaybita, 2008: 3). Tugas pokok Bulog kemudian diperbarui melalui Keppres RI No. 19/1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang tugas pokok Bulog, yaitu hanya mengelola beras saja sedangkan komoditas lainnya diserahkan kepada mekanisme pasar (Darwis, 2010: 2). Perlindungan kepada petani melalui commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Sedangkan peran dalam menjaga stabilitas harga konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus tertekannya harga beras domestik. Sebaliknya, peran Bulog untuk membantu kelompok miskin yang rawan pangan semakin menonjol (Gaybita, 2008: 3). Adanya kebijakan baru ini dipandang sebagai era liberalisasi komoditas pangan. Sebab, sejak Kepres tersebut dibuat tugas pokok Bulog hanya mengelola beras. Kemudian melalui Keppres No. 103/2001 tanggal 13 September 2001, pemerintah mengatur kembali tugas dan fungsi Bulog. Bulog hanya melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku dengan kedudukan sebagai lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden (Darwis, 2010: 1; Perum Bulog, 2010: 1). Sejak berdirinya Bulog sampai terjadinya krisis ekonomi, manajemen Bulog tidak banyak berubah dari waktu ke waktu, meskipun ada perbedaan tugas dan fungsi dalam berbagai periode. Pada awal berdirinya status Bulog adalah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berdasarkan Keppres RI No. 39 tahun 1978. Akan tetapi, krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 menimbulkan tekanan yang sangat kuat agar peran pemerintah dipangkas secara drastis sehingga semua kepentingan nasional termasuk pangan harus diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Tekanan tersebut terutama mucul dari negara-negara maju pemberi pinjaman khususnya AS dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan World Bank (Perum Bulog, 2010: 1). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Banyaknya tekanan tersebut memberi konsekuensi bahwa Bulog harus berubah secara total. Adanya perubahan kebijakan pangan pemerintah dan pemangkasan tugas dan fungsi Bulog seperti yang tertuang dalam beberapa Keppres dan SK Menperindag sejak tahun 1998, serta Keppres RI No. 103 tahun 2001 menegaskan bahwa Bulog harus beralih status menjadi BUMN selambat-lambatnya Mei 2003, merupakan
faktor pendorong untuk
melakukan perubahan pada Bulog. Selain hal tersebut, fakor lainnya adalah berlakunya beberapa UU baru, khususnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli, dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang membatasi kewenangan Pemerintah Pusat dan dihapusnya instansi vertikal. Selanjutnya Bulog melakukan berbagai kajian-kajian baik oleh intern Bulog maupun pihak ekstern. Berdasarkan hasil kajian, ketentuan dan dukungan politik DPR RI, disimpulkan bahwa status hukum yang paling sesuai bagi Bulog adalah Perum. Dengan bentuk Perum, Bulog tetap dapat melaksanakan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam pengamanan harga dasar pembelian gabah, pendistribusian beras untuk masyarakat miskin yang rawan pangan, pemupukan stok nasional untuk berbagai keperluan publik menghadapi keadaan darurat dan kepentingan publik lainnya dalam upaya mengendalikan gejolak harga. Disamping itu, Bulog dapat memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi. Berdasarkan hal ini maka sejak tanggal 20 Januari 2003 LPND Bulog secara resmi berubah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
menjadi Perum Bulog berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi PP RI No. 61 Tahun 2003 (Darwis, 2010: 1; Perum Bulog, 2010: 1). Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang selanjutnya direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menjadikan urusan di sektor perberasan diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan secara teknis beras merupakan produk sektor pertanian yang merupakan salah satu bidang kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan hal ini maka pemerintah daerah secara proaktif harus berperan dalam menangani persoalan perberasan yang terjadi di daerahnya. Ini disebabkan sejak perubahan status Bulog dari LPND menjadi Perum, harga sejumlah komoditas pangan termasuk beras selalu mengalami perubahan. Pemerintah tidak lagi bisa mengendalikan harga sebab harga terbentuk berdasarkan mekanisme pasar. Perubahan pada harga beras, tidak banyak mempengaruhi permintaan beras, hal ini disebabkan orang akan berusaha mempertahankan kuantitas beras yang dikonsumsinya meskipun harga beras mengalami perubahan yang besar. Akan tetapi perubahan harga beras yang berkepanjangan tentu akan merugikan masyarakat sebagai konsumen. Keseimbangan antara ketersediaan pasokan beras dan permintaan konsumen merupakan hal yang dapat menjaga stabilitas harga beras. Ketersediaan pasokan beras di pasar tidak luput dari dukungan pemerintah terutama pada teknis produksi, sarana dan prasarana usaha tani, penanganan pasca panen, serta berbagai kebijakan mikro dan makro. Pada era commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
otonomi daerah sekarang ini, manajemen sistem kebijakan perberasan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah adalah sistem kebijakan yang menyangkut aspek penyediaan sarana dan prasarana usahatani, misalnya menyangkut pembangunan jaringan irigasi, penyediaan bibit unggul, fasilitas penanganan pasca panen yang memadai dan penyuluhan pertanian tentang informasi pasar dan teknologi (Sutrisno, 2009: 2). Dengan adanya otonomi daerah ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih baik pada para pelaku sektor perberasan, karena tidak lagi tergantung pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan sumber daya daerah yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sehingga kesejahteraan rakyat menjadi lebih terjamin. Demikian juga yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penghasil beras di propinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi pemasok kebutuhan beras nasional. Produktivitas padi yang terbesar di propinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Sukoharjo (BPS, 2009: 207). Menurut data Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 total produksi bersih beras sebesar 210.726,38 ton. Produksi bersih beras tersebut berasal dari produksi padi sebanyak 357.525 ton yang diperoleh dari lahan sawah dengan luas panen 50.448 ha dan rata-rata produktivitas 70,87 ku/ha. Total produksi bersih beras ini mampu mencukupi kebutuhan penduduk 843.127 jiwa, bahkan masih terdapat kelebihan sebanyak 132.417 ton. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selama kurun waktu 6 tahun, yaitu tahun 2005-2010, luas lahan panen dan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo mengalami fluktuasi. Selain karena perubahan luas lahan panen, curah hujan atau iklim juga sangat mempengaruhi budidaya tanaman padi yang pada akhirnya akan ikut berpengaruh pada jumlah hasil panen atau produksi padi. Perkembangan luas lahan panen, produktivitas, dan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Luas Panen (Ha) 46.440 49.422 46.171 48.248 50.448 51.876
Produktivitas (Ku/Ha) 64,43 65,24 69,88 69,90 70,87 64,70
Produksi (Ton) 299.206 322.426 322.656 337.244 357.525 335.638
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010) Sebagaimana disajikan pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa luas panen, produktivitas, dan produksi padi selama tahun 2005 – 2010 cenderung mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu sangat mendukung untuk menjamin ketersediaan beras guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten Sukoharjo. Jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap tahunnya tentu akan berpengaruh pada peningkatan permintaan beras sebagai bahan pangan utama. Permintaan yang terus meningkat tentu harus diimbangi dengan ketersediaan beras yang cukup untuk memenuhi permintaan tersebut. Perkembangan penawaran, permintaan, dan surplus beras di Kabupaten Sukoharjo selama tahun 2005commit – 2010 to terdapat user pada Tabel 2 berikut ini.
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Penawaran, Permintaan dan Surplus Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Penduduk (jiwa) 821.213 826.289 831.613 837.279 843.127 849.016
Penawaran (Ton)
Permintaan (Ton)
Surplus (Ton)
167.287,872 177.413,144 170.016,216 190.569,488 196.239,792 165.172,568
76.266,05 76.737,46 77.231,90 77.758,10 70.763,65 71.257,91
91.021,82 100.675,68 92.784,31 112.811,38 125.476,14 93.914,65
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2010 Surplus yang terdapat pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa masih terdapat kelebihan produksi beras dikurangi dengan konsumsi beras. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah Kabupaten Sukoharjo dapat memenuhi permintaan beras masyarakat. Surplus beras tersebut selanjutnya dapat diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berada di luar Kabupaten Sukoharjo. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung sektor perberasan dan berhasil mengoptimalkan sumberdaya pertanian yang terdapat di Kabupaten Sukoharjo. Kondisi surplus ini diharapkan dapat terus berlangsung, akan tetapi hal ini tidak dapat dipastikan sebab adanya desakan pengurangan luas lahan pertanian dan perubahan iklim yang tidak menentu. Sisi lainnya adalah pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat tentu membutuhkan bahan pangan, terutama beras, yang semakin banyak pula. Selama tahun 2005 – 2010, kondisi permintaan dan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo cenderung mengalami perubahan. Perubahan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
terjadi pada tahun-tahun sebelumnya ini dapat digunakan untuk meramalkan kondisi tahun berikutnya dengan menggunakan metode Box-Jenkins (ARIMA). Pada metode ARIMA, hasil peramalan sangat dipengaruhi oleh kondisi variabel terikat pada periode sebelumnya, atau merupakan nilai-nilai time-laged dari variabel tak bebas yang disebut autoregressive. Selain itu, pada metode ini juga memperhitungkan adanya hubungan ketergantungan antara nilai-nilai kesalahan yang berurutan, yang dikenal dengan moving average. Berdasarkan pertimbangan ini, selanjutnya dengan menambahkan variabel dummy untuk menguji pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo, maka dapat dilakukan analisis tentang peramalan penawaran dan permintaan beras. Analisis peramalan permintaan dan penawaran ini menjadi penting untuk perencanaan kebijakan di sektor perberasan. Pemerintah daerah selanjutnya dapat menyusun perencanaan kebijakan-kebijakan untuk mendukung penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo. B. Perumusan Masalah Bagi Indonesia, pangan diidentikkan degan beras, karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Nilai strategis beras antara lain disebabkan karena beras adalah makanan pokok paling penting. Beras memiliki pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi (penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan dinamika sosial pedesaan), lingkungan (menjaga tata guna air dan udara bersih), dan sosial politik commit to user Beras juga merupakan sumber (perekat bangsa, ketertiban dan keamanan).
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
utama pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan vitamin (Abubakar, 2008: 2). Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan beras bagi masyarakat. Pertimbangan tersebut menjadi penting sebab jumlah penduduk yang terus bertambah, untuk itu diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo terus berupaya untuk meningkatkan produksi padi guna menjamin ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten Sukoharjo. Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan pembaharuan dari UU otonomi daerah sebelumnya, telah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi daerahnya dengan lebih maksimal demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sama halnya, dalam sektor perberasan yang tercakup dalam sektor pertanian, diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih giat dan optimal dalam meningkatkan ketersediaan beras di daerahnya, yang dapat diterapkan melalui berbagai kebijakan yang mendukung sektor perberasan. Dukungan pemerintah misalnya dapat melalui penyaluran pupuk kepada petani, penyediaan sarana produksi budidaya padi, dan penyuluhan tentang teknologi baru yang tepat guna serta informasi harga hasil pertanian. Dukungan pemerintah yang baik diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan petani, selanjutnya akan commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memicu kerja petani yang pada akhirnya akan menjamin peningkatan hasil produksi. Adanya perubahan kepengurusan sektor perberasan, yang pada awalnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan sekarang diserahkan ke pemerintah daerah merupakan peluang bagi pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan ketersediaan pangan bagi masyarakatnya. Selain itu perubahan peran Bulog selaku lembaga yang mengelola perberasan, merupakan peluang bagi lembaga ini di tingkat daerah untuk menjamin ketersediaan bahan pangan yang cukup dan merata. Meskipun harga beras sekarang ini diserahkan pada mekanisme pasar, akan tetapi Bulog tetapi mepunyai peran tersendiri yaitu dengan menjamin keseimbangan antara ketersediaan pasokan dan permintaan konsumen untuk stabilitas harga beras agar tidak merugikan produsen dan konsumen. Meskipun pada kenyataannya produksi beras tidak hanya ditentukan oleh dukungan pemerintah daerah saja. Banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan penawaran beras di pasaran, misalnya harga beras itu sendiri, luas panen padi, harga pupuk dan iklim juga ikut berpengaruh. Produksi beras harus selalu ditingkatkan karena semakin meningkatnya jumlah penduduk, yang berdampak pada peningkatan konsumsi bahan pangan. Walaupun sekarang banyak terdapat bahan pangan lain, seperti roti, gandum, dan mie, akan tetapi sampai saat ini beras masih menjadi bahan pangan utama. Untuk itulah ketersediaan beras harus selalu dijaga untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Produksi beras di Kabupaten Sukoharjo selama beberapa tahun ini selalu dapat memenuhi permintaan masyarakat (surplus), akan tetapi kondisi ini tidak dapat dipastikan untuk beberapa tahun ke depan. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi iklim, terjadinya penyimpangan iklim akan sangat mempengaruhi produktivitas padi. Jika produktivitas semakin turun sedangkan permintaan beras terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk, dikhawatirkan produksi beras tidak dapat memenuhi permintaan
masyarakat, kondisi
ini tentu
sangat
mengkhawatirkan.
Berdasarkan hal ini maka penting untuk mengetahui peramalan penawaran dan permintaan beras, untuk mengetahui gambaran kondisi ke depan. Peramalan ini menjadi penting mengingat beras merupakan kebutuhan pangan paling pokok yang kebutuhannya harus selalu terpenuhi. Melalui hasil peramalan yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan sebagai lat bantu untuk merumuskan kebijakan-kebijakan terkait dengan kondisi perberasan. Berdasarkan uraian tersebut maka disusun perumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah dinamika penawaran dan permintaan beras pada era sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo?
2.
Bagaimanakah peramalan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 ?
3. Bagaimanakah peramalan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 ? commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui dinamika penawaran dan permintaan beras pada era sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo.
2.
Menganalisis peramalan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015.
3. Menganalisis peramalan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah wawasan terutama yang berkaitan dengan peramalan penawaran dan permintaan. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan terutama terkait dengan permintaan dan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo. 3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi
dan
referensi
dalam
commit to user selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.
penyusunan
penelitian
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Beras Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (hull), disebut beras pecah kulit (brown rice). Tinggi-rendahnya tingkat penyosohan menentukan tingkat kehilangan zat-zat gizi. Proses penggilingan dan penyosohan yang baik akan menghasilkan butiran beras utuh (beras kepala) yang maksimal dan beras patah yang minimal. Lapisan yang menyelimuti bagian luar beras pecah kulit, yakni dedak dan/atau bekatul (rice bran) mengandung sekitar 65% dari zat gizi mikro penting dalam beras. Dedak mengandung vitamin (tiamin, niasin, vitamin B6), mineral (besi, fosfor, magnesium, potasium), asam amino, asam lemak esensial, serta antioksidan. Kandungan zat gizi tersebut memberi manfaat dalam meningkatkan
kesehatan
tubuh,
bersifat
hipoalergenik
(rendah
kemungkinan untuk memicu alergi), sumber serat makan yang banyak digunakan dalam berbagai industri pangan, farmasi dan pangan suplemen (dietary supplement). Beras giling (milled rice) berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak padi sekitar 5-7 % dari berat beras pecah kulit (brown rice). Makin tinggi commit to user 16
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
derajat penyosohan dilakukan makin putih warna beras giling yang dihasilkan, namun makin miskin zat-zat gizi (Rahmat, 2010: 1). Pola konsumsi masyarakat pada masing-maisng daerah berbedabeda, tergantung dari potensi daerah dan struktur budaya masyarakat. Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh padi-padian, khususnya beras yang diindikasikan oleh tingginya starchy staple ratio. Masyarakat umumnya mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras maka perlu menggali potensi lokal yang berbasis non-beras
untuk memenuhi kebutuhan pangannya
(Made, 2008: 52). Menurut Lassa (2006: 3-4) dominasi beras atas sumber daya pangan lainnya di Indonesia dapat ditemukan dalam istilah-istilah lokal seperti “palawija” (Sansekerta, phaladwija) yang harfiahnya berarti sesuatu yang bukan
beras
(sekunder) atau
pangan
kelas
dua, sesuatu
yang
terkonstruksikan secara budaya (culturally constructed). Dalam penelitian ini Van der Eng (2001:190) juga mengatakan bahwa beras telah menjadi sumber pangan dominan yang tercermin dari 50% total konsumsi nasional. Hari ini, 96% penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber pangan lainnya (Simatupang, 1999: 4). Beras merupakan komoditas yang penting karena merupakan kebutuhan pangan pokok yang setiap saat harus dapat dipenuhi. Kebutuhan pangan pokok perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sasaran pembangunan pertanian adalah memantapkan neraca ketersediaan beras (Nurmalina, 2008: 48). 2. Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah membuka saluran baru bagi pemerintah propinsi dan kabupaten untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat, untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan berkesinambungan, pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah diwujudkan melalui Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 104, 105, 106, 107, 108, 109, dan 110 Tahun 2000 dan ketentuan lainnya yang relevan (Widjaja, 2004: 1-2). Pemberlakuan UU N. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah atau lebih akrab degan sebutan otonomi, adalah salah satu hasil reformasi politik dan pemerintahan di Indonesia sebagai dampak krisis ekonomi yang begitu hebat. Undang-Undang ini memberikan banyak kewenangan kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri kecuali di sektorsektor agama, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, moneter dan commit user sepenuhnya menjadi hak dan kehakiman. Di laur kelima sektortotersebut
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggung jawab daerah. Dengan kewenangan ini, Pemerintah Daerah dapat merekayasa pembangunan sesuai kebutuhan dan kapasitas sumberdayanya tanpa harus menunggu ijin dari Pemerintah Pusat. Pada pasal 10 (1) UU No. 22/1999 disebutkan daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pasal 11 (2) menyebutkan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal. Lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja (Sudantoko, 2003: 33-34). Otonomi
daerah
merupakan
fenomena politis
yang
sangat
dibutuhkan dalam era globalisasi dan demokrasi, apalagi jika dikaitkan dengan tantangan masa depan memasuki era perdagangan bebas yang antara lain ditandai dengan tumbuhnya berbagai bentuk kerja sama regional, perubahan pola atau sistem informasi global. Melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam
membuka peluang memajukan
identifikasi
potensi
sumber-sumber
daerah dengan melakukan pendapatannya
dan
mampu
menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk
kemampuan
perangkat daerah commit to user
meningkatkan
kinerja,
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada publik/masyarakat (Widjaja, 2004: 7). Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan atau pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem pengelenggaraan Pemerintahan Negara. Dalam kenyataannya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tidak sesuai dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, perlu diganti (direvisi) dan kemudian disahkan UndangUndang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125, TLNRI Nomor 4437) (Widjaja, 2007: 37). 3. Permintaan Konsep permintaan mewakili perilaku konsumen secara umum di pasar. Perilaku konsumen dalam hal ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan suatu produk oleh konsumen dan bagaimana pengaruh dari perubahan faktor-faktor tersebut terhadap permintaan produk tersebut. Konsep permintaan menjelaskan bahwa permintaan atas suatu produk dipengaruhi oleh bauran pemasaran produk commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut, bauran pemasaran produk pesaing, pendapatan konsumen, jumlah penduduk, ekspektasi konsumen, dan lain-lain (Herlambang, 2002: 29). Menurut
Arsyad
(2000:
125-128)
pada
tingkat
individual,
permintaan ditentukan oleh dua faktor, yaitu nilai dari cara mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa dan kemampuan untuk mendapatkan barang dan jasa. Kedua faktor tersebut merupakan prasyarat bagi permintaan efektif individual. Suatu hasrat saja tanpa didukung daya beli (purchasing power) hanyalah keinginan bukan permintaan. Permintaan individual tersebut apabila dijumlahkan akan membentuk permintaan pasar. Permintaan pasar selanjutnya akan membentuk fungsi permintaan pasar suatu produk yang menunjukkan hubungan antara jumlah produk yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhi permintaan tersebut. Berbagai variabel penentu permintaan dapat digolongkan menjadi variabel strategis (harga barang yang bersangkutan, advertensi, kualitas dan desain barang, serta saluran distribusi barang), variabel konsumen (tingkat pendapatan, selera konsumen, dan harapan konsumen terhadap harga di masa yang akan datang), variabel pesaing (harga barang substitusi dan barang komplementer, advertensi dan promosi barang lain, saluran distribusi barang lain, serta kualitas dan desain barang lain) dan variabel lainnya (kebijakan pemerintah, jumlah penduduk, dan cuaca). Ketika pendapatan total seseorang meningkat, dengan asumsi hargaharga tidak berubah, maka kuantitas barang yang dibeli untuk setiap barang
juga
akan
meningkat. Barang-barang commit to user
yang
memiliki
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecenderungan seperti ini disebut barang normal. Sebagian besar barang merupakan barang normal, jika pendapatan meningkat, dalam prakteknya orang cenderung untuk membeli lebih banyak barang. Permintaan untuk barang-barang ”mewah” akan meningkat lebih cepat jika pendapatan naik, tetapi permitaan barang “untuk keperluan sehari-hari” akan meningkat lebih lambat (Nicholson, 2002: 92-94). Jika harga suatu jenis barang berubah, perubahan ini memiliki dua efek yang berbeda pada pilihan-pilihan seseorang. Dengan efek subtitusi, meskipun individu tetap bertahan pada kurva indiferens yang sama, konsumsinya harus diubah agar MRS-nya sama dengan rasio harga yang baru dari kedua barang. Dengan efek pendapatan, karena perubahan harga berarti perubahan daya beli “riil”, orang akan berpindah ke kurva indiferens
baru
yang
konsisten
dengan
daya
beli
baru
ini.
Kecenderungannya adalah orang memilih untuk meningkatkan konsumsi barang yang harganya menurun dan mengurangi konsumsi barang yang harganya meningkat. Selain berdampak terhadap barang itu sendiri, perubahan harga suatu barang juga akan berdampak pada kuantitas barang lain yang diminta. Pada dua barang yang bersifat komplemen, kenaikan harga suatu barang akan menurunkan kuantitas konsumsi barang lain. Sedangkan pada barang yang bersifat subtitusi, kenaikan harga suatu barang akan meningkatkan konsumsi barang lain (Nicholson, 2002: 96110). commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Permintaan pasar atau permintaan agregat atas suatu komoditi menunjukkan jumlah alternatif dari komoditi yang diminta per periode waktu, pada berbagai harga alternatif oleh semua individu di dalam pasar. Jadi, permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan permintaan individu, dan selanjutnya pada jumlah pembeli komoditi tersebut di pasar. Secara geometris, kurva permintaan pasar atas suatu komoditi diperoleh melalui penjumlahan horizontal dari semua
kurva
permintaan
individualitas
komoditi
tersebut
(Salvatore, 2006: 13). P (Harga)
P1
P2
Q Q1 Q2 Gambar 1. Kurva Permintaan Hubungan antara harga dan jumlah penjualan jika digambarkan akan membentuk kurva permintaan, yang menunjukkan jumlah total produk yang ingin dan mampu dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga yang ditawarkan oleh produsen, dengan mempertahankan faktor-faktor lain konstan (Herlambang, 2002: 30). Pergeseran sepanjang kurva permintaan menunjukkan commit perubahan jumlah barang yang diminta apabila to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadi perubahan harga, faktor lain dianggap cateris paribus. Sedangkan apabila terjadi perubahan satu variabel atau lebih (selain harga) dalam fungsi permintaan produk tertentu akan mengakibatkan terjadinya pergeseran dari suatu kurva permintaan ke kurva permintaan lainnya (Arsyad, 2000:132-133). 4. Penawaran Penawaran
adalah
salah
satu
kekuatan
yang
menentukan
keseimbangan pasar. Penawaran pasar atas suatu produk menunjukkan total penawaran seluruh produsen yang ada di pasar, yang ditentukan oleh harga produk itu sendiri, harga produk lain, biaya produksi, teknologi, kebijakan pemerintah, besar pajak dan subsidi, dan lain-lain. Jika harga suatu produk semakin murah, maka jumlah penawaran produk tersebut oleh produsen akan semakin kecil, demikian sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah penawaran suatu produk dengan harganya dan jika digambarkan akan membentuk kurva penawaran. Kurva penawaran menunjukkan jumlah penawaran suatu produk pada berbagai tingkat harga, sementara faktor lain dianggap tetap (Herlambang, 2002: 39-40). Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi memberikan jumlah alternatif dari penawaran komoditi dalam periode waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen komoditi tersebut dalam pasar. Penawaran pasar komoditi itu tergantung commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu, dan seterusnya pada jumah produsen dalam pasar (Salvatore, 2006: 15). Kurva penawaran (supply curve) menunjukkan jumlah barang yang produsen bersedia menjual dengan harga yang akan diterimanya di pasar dengan mempertahankan setiap faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran agar tetap. Kurva penawaran menunjukkan bagaimana jumlah barang yang ditawarkan untuk dijual berubah seiring dengan perubahan harga barang tersebut. Kurva penawaran naik kemiringannya, semakin tinggi harganya, semakin banyak perusahaan mampu dan bersedia (Pindyck dan Daniel, 2007: 24). Kurva penawaran memperlihatkan apa yang terjadi dengan kuantitas barang yang ditawarkan ketika harganya berubah, dengan menganggap seluruh faktor penentu lainnya konstan. Jika satu dari faktor-faktor tersebut berubah, kurva penawaran akan bergeser (Mankiw, 2000: 88). P (Harga)
P1 P2
Q Q1 Q2 Gambar 2. Kurva penawaran
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konsep dasar dari fungsi penawaran suatu produksi dapat dinyatakan dalam hubungan antara kuantitas yang ditawarkan (kuantitas penawaran) dan sekumpulan variabel spesifik yang mempengaruhi penawaran produk sebagai berikut (Gaspersz, 2000: 71): Qsx = f(Px, Pr, T, Pe, Nf, O) Keterangan : Qsx
: kuantitas penawaran produk
f
: notasi fungsi yang berarti penawaran dari
Px
: harga dari produk x
Pr
: harga dari input yang digunakan untuk memproduksi produk x
T
: tingkat teknologi yang tersedia
Pe
: ekspektasi produsen akan harga produk x di masa mendatang
Nf
: banyaknya produsen yang memproduksi produk sejenis
O
: faktor spesifik lain yang berkaitan dengan penawaran produk x Pada berbagai kasus sederhana, kurva penawaran mengukur berapa
banyak barang yang akan disediakan untuk konsumen pada setiap tingkat harga. Sebagai tambahan, definisi dari kurva penawaran adalah untuk setiap tingkat harga, kita menentukan berapa banyak barang yang akan ditawarkan. Jika kita mempunyai sejumlah penawaran individu dari suatu barang, kita dapat menambahkan penawaran individu tersebut untuk membentuk penawaran pasar (Varian, 2003: 289).
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Regresi Atas Variabel Dummy Analisis regresi tidak saja digunakan untuk data-data kuantitatif, tetapi juga bisa digunakan untuk data kualitatif. Jenis data kualitatif tersebut seringkali menunjukkan keberadaan klasifikasi (kategori) tertentu, sering juga dikategorikan variabel bebas (X) dengan klasifikasi pengukuran nominal dalam persamaan regresi. Sebagai contoh, bila ingin meregresikan pengaruh kondisi kemasan produk dodol nenas terhadap harga jual. Pada umumnya, cara yang dipakai untuk penyelesaian adalah memberi nilai 1 (satu) kalau kategori yang dimaksud ada dan nilai 0 (nol) kalau kategori yang dimaksud tidak ada (bisa juga sebaliknya, tergantung tujuannya). Dalam kasus kemasan ini, bila kemasannya menarik diberi nilai 1 dan bila tidak menarik diberi nilai 0. Variabel yang mengambil nilai 1 dan 0 disebut variabel dummy dan nilai yang diberikan dapat digunakan seperti variabel kuantitatif lainnya (Pusdatin, 2011: 5). Menurut (Gujarati, 2004: 263-267) variabel yang mengambil nilai seperti 1 dan 0 disebut variabel dummy, nama lainnya adalah variabel indikator, variabel binary (2 angka), variabel bersifat katagori, variabel kualitatif, dan variabel yang membagi dua (dichotomous). Ciri model regresi variabel dummy adalah: a. Jika suatu variabel kualitatif mempunyai m kategori, maka hanya menggunakan m-1 variabel dummy. b. Penetapan nilai 1 dan 0 untuk dua kategori adalah tanpa suatu dasar (bersifat arbitrary).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
c. Kelompok, kategori, atau klasifikasi yang diberi nilai nol seringkali disebut sebagai kategori dasar, kontrol, perbandingan, atau yang diabaikan merupakan dasar dalam arti bahwa perbandingan dibuat dalam kategori ini. d. Koefisien yang diberikan untuk variabel dummy D dapat disebut
koefisien intersep deferensial karena koefisien tadi menyatakan berapa banyak nilai unsur intersep dari kategori yang mendapat nilai 1 berbeda dari koefisien intersep dari kategori dasar. Seringkali topik penelitian yang dibuat menggunakan jenis data
kualitatif. Misalnya laki-laki dan wanita, industri sandang, pangan, peralatan, dst. Jika jenis kelamin atau industri diberi kode dengan angka, maka sama sekali tidak menunjukkan bahwa angka yang lebih tinggi menunjukkan nilai yang lebih besar. Angka-angka (numerik) tersebut hanya kode untuk membedakan jenis atau kategori yang satu dengan yang lain. Jika kategori seperti itu merupakan variabel penjelas maka dapat digunakan variabel dummy. Jika kita memiliki tiga kategori, maka kita hanya bisa membuat variabel dummy sebanyak dua (n-1) kategori. Hal ini dilakukan untuk menghindari multikolinearitas yang sempurna. Misalnya kita punya sembilan kelompok industri, maka kita dapat memasukkan delapan variabel (Nachrowi, 2008: 27). Meskipun merupakan suatu alat yang serba guna, teknik variabel dummy perlu ditangani secara hati-hati. Pertama, jika model regresi berisi suatu unsur konstanta, banyaknya commit tovariabel user dummy harus lebih kecil dari
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
banyaknya klasifikasi tiap variabel kualitatif. Kedua, koefisien yang diberikan pada variabel dummy selalu harus diinterpretasikan dalam hubungannya dengan kelompok dasar, yaitu kelompok yang mendapat nilai nol. Akhirnya, jika suatu model mempunyai beberapa variabel kualitatif dengan beberapa kelas, pengenalan variabel dummy dapat menghasilkan banyak derajat kebebasan (Gujarati, 2004: 278). 6. Model Persamaan Simultan Seringkali hubungan satu arah atau hubungan sebab akibat satu arah tidak berarti. Ini terjadi jika Y tidak hanya ditentukan oleh X tetapi beberapa dari X sebaliknya, ditentukan oleh Y. Secara ringkas, terdapat hubungan dua arah atau simultan antara X dan (beberapa dari) X, yang membuat perbedaan antara variabel tak bebas dan variabel yang menjelaskan menjadi meragukan. Pada persamaan simultan yang dilakukan adalah mengumpulkan secara bersama-sama sejumlah variabel yang dapat ditentukan secara simultan oleh kumpulan variabel sisanya. Dalam model persamaan seperti ini terdapat lebih dari satu persamaan, satu untuk tiap variabel tak bebas, atau bersifat endogen atau gabungan atau bersama. Tidak seperti model persamaan tunggal, dalam model persaman simultan orang tidak mungkin menaksir dari satu persamaan tunggal tanpa memperhitungkan informasi yang diberikan oleh persamaan lain dalam sistem (Gujarati, 2004: 307). Salah satu bentuk model persamaan simultan adalah model commit to user struktural, yaitu model yang menggambarkan struktur hubungan yang
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lengkap antara berbagai variabel ekonomi. Persamaan struktural dari suatu model mengandung variabel endogen, variabel eksogen, dan variabel gangguan. Parameter struktural mencerminkan pengaruh langsung dari setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel endogen dalam persamaan struktural adalah variabel tak bebas dalam persamaan yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan, meskipun variabel tersebut mungkin juga muncul sebagai variabel bebas dalam persamaan. Variabel eksogen merupakan variabel yang nilainya ditentukan di luar model, yang meliputi lagged endogenous variable. Variabel eksogen dan variabel endogen
beda
kala
disebut
predetermined
variables
(Johnston, 1984: 450-460). Dari struktur rekursif ini tampak bahwa hubungan kausal antara variabel endogen dan variabel penjelas bersifat searah, dimana tidak terdapat ketergantungan di antara variabel endogen. Dengan demikian dapat diketahui bahwa 俰1 mempengaruhi 俰2 , namun 俰2 tidak mempengaruhi 俰1 . Demikian pula 俰1 dan 俰2 mempengaruhi 俰3 , namun 俰3
tidak mempengaruhi 俰1 dan 俰2 , berarti setiap persamaan mempelihatkan hubungan ketergantungan unilateral (Gujarati, 2004: 339-340). 7. Peramalan Sering terdapat senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya tenggang waktu (lead time) ini merupakan alasan utama bagi perencanaan commit to userini nol atau sangat kecil maka dan peramalan. Jika waktu tenggang
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perencanaan tidak diperlukan. Jika waktu tenggang ini panjang dan hasil peristiwa akhir tergantung pada fakta-fakta yang dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang peranan penting. Dalam situasi seperti itu peramalan
diperlukan untuk menetapkan kapan suatu peristiwa akan
terjadi atau timbul sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan (Makridakis et al., 1999: 3). Herlambang (2002: 86) menjelaskan bahwa tujuan peramalan adalah untuk meminimalkan resiko dan ketidakpastian yang mungkin akan dihadapi perusahaan untuk operasi perusahaan dalam jangka pendek maupun untuk perencanaan jangka panjang perusahaan. Kedudukan peramalan menjadi semakin penting karena organisasi bisnis dan lingkungan menjadi semakin kompleks dan berubah dengan tempo yang semakin cepat. Semua organisasi bisnis beroperasi dalam suatu lingkungan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Oleh karena itu, hasil dari peramalan dapat digunakan oleh manajer sebagai pegangan untuk menentukan masa depan perusahaan. Situasi peramalan sangat beragam dalam horizon waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil sebenarnya, tipe pola data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapinya dikembangkan beberapa teknik yang dikategorikan menjadi dua kategori utama, yaitu metode kualitatif atau teknologis dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi deret berkala dan metode kausal, sedangkan metode kualitatif dapat dibagi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
menjadi eksploratoris dan normatif. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut: a. Tersedianya info tentang masa lalu; b. Info tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data yang unik; c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa yang akan datang. Terdapat berbagai alat peramalan yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah tentang peramalan. Akan tetapi berbagai alat tersebut jarang yang digunakan untuk meramalkan secara langsung, tetapi lebih sebagai komponen yang lebih besar dan lebih komprehensif dari sistem peramalan. Secara garis besar terdapat dua metode peramalan yaitu scientific and judgmental methods. Pada scientific method dapat menjelaskan secara eksplisit bahwa peneliti menggunakan tehnik pengaturan sama dengan asumsi akan menghasilkan ramalan yang sama. Sedangkan pada judgmental method berdasarkan anggapan bahwa terdapat beberapa hal yang tidak dapat diperkirakan. Anggapan ini menimbulkan adanya ramalan yang ‘baik’ dan ‘buruk’. Suatu ramalan yang ‘baik’ hasilnya harus mendekati akurat yang berarti mendekati standar statistika yang telah ditetapkan (Butler et al., 1996: 4-6). 8. Penaksiran dan Peramalan Permintaan Arsyad (2000: 166) menjelaskan bahwa penaksiran permintaan merupakan proses untuk menemukan nilai dari koefisien-koefisien fungsi commit to user permintaan akan suatu produk pada masa kini (current value). Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
prakiraan permintaan merupakan proses penemuan nilai-nilai permintaan pada periode waktu yang akan datang (future value). Nilai-nilai masa kini dibutuhkan untuk mengevaluasi optimalitas penentuan harga sekarang dan kebijaksanaan promosi dan untuk membuat keputusan sehari-hari. Nilainilai pada waktu yang akan datang diperlukan untuk perencanaan produksi, pengembangan produk baru, investasi, dan keadaan-keadaan lain dimana keputusan yang harus dibuat mempunyai dampak pada periode waktu yang panjang. Peramalan permintaan adalah upaya untuk mengetahui kemungkinan perubahan permintaan atau jumlah produk yang diminta oleh konsumen di masa yang akan datang. Peramalan permintaan dapat dibagi menjadi dua metode yaitu kuantitatif dan kualitatif. Metode peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas judgement dari seseorang atau kelompok orang. Hasil dari peramalan kualitatif dapat berupa angka-angka tetapi biasanya tidak didasarkan atas suatu data historis. Metode peramalan kuantitatif adalah metode peramalan yang menggunakan data historis sebagai dasar pijakannya. Metode kuantitatif dibagi menjadi dua bagian yaitu metode deret waktu dan metode kausal. Dasar pemikiran peramalan dengan deret waktu adalah bahwa sekumpulan data mempunyai pola dan karakteristik tertentu. Jika pola tersebut dipelajari dan diketahui, maka dapat digunakan untuk memproyeksikan data yang akan datang. Metode yang dapat digunakan diantaranya moving average, eksponential smoothing, model Box-Jenkins, dan metode dekomposisi. Peramalan commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permintaan dengan metode kausal dilakukan dengan mencari hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk (variabel bebas) terhadap permintaan suatu produk (variabel tak bebas) (Herlambang, 2000: 105-108). 9. Analisis Deret Berkala (Time Series) Makridakis et al. (1999: 329-331) menjelaskan bahwa penggunaan metode-metode peramalan umum meliputi dua tugas dasar yaitu analisis deret data dan seleksi model peramalan yang paling cocok dengan deret data tersebut. Kategori utama teknik peramalan deret berkala adalah pemulusan (smoothing) dan dekomposisi (decomposition). Metode pemulusan
mendasarkan
ramalannya
pada
prinsip
perata-rataan
(penghalusan) kesalahan-kesalahan masa lalu dengan menambahkan persentase kesalahan pada persentase ramalan sebelumnya. Metode dekomposisi deret berkala didasarkan pada prinsip “pemecahan” data deret berkala ke dalam masing-masing komponennya yaitu musiman, trend, siklus dan unsur random, dan kemudian dilakukan peramalan terhadap nilai masing-masing dan komposisi tersebut secara terpisah dan akhirnya menggabungkan kembali ramalan-ramalan tersebut. Pada suatu persamaan dengan metode deret berkala, variabel bebas persamaan merupakan nilai sebelumnya dari variabel tak bebas. Nilai-nilai ini merupakan nilai-nilai time-laged dari variabel tak bebas, sehingga digunakan istilah auotoregresi (AR) untuk menjelaskan persamaan tersebut.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
俰
1俰
1
2俰
Kemudian dilakukan
俰
2
…
(1)
pembobotan terhadap nilai-nilai sebelumnya
sehingga persamaan (1) menjadi bentuk sebagai berikut : 俰
1
1
2
2
Keterangan: 俰 Y a
尳
…
(2)
= variabel terikat pada saat t …Y
1
= variabel terikat pada saat time lag t – 1 …. t – k = konstanta
b1 … bk
= parameter dari Y
e
= nilai kesalahan pada periode sebelumnya
1
…e
1
…Y
= nilai kesalahan pada saat t
Pada persamaan (2) secara eksplisit ditetapkan hubungan ketergantungan antara nilai-nilai kesalahan yang berurutan dan persamaan disebut model moving average (MA). Model-model autoregresif (AR) dapat secara efektif digabungkan dengan model moving average (MA) untuk membentuk kelas model yang sangat umum dan berguna dalam model deret
berkala
yang
biasanya
dinamakan
pola
atau
proses
autoregresive/moving average (ARMA). Alat-alat metodologi untuk menganalisis data deret berkala diantaranya adalah (Makridakis et al., 1999: 337-348) :
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Plot data Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data deret berkala adalah memplot data tersebut secara grafis. Hal ini akan bermanfaat untuk memplot berbagai versi data moving average untuk menetapkan adanya trend (penyimpangan nilai tengah) untuk menghilangkan pengaruh musim pada data (deseasonilize the data). b. Koefisien autokorelasi Statistik kunci di dalam analisis deret berkala adalah koefisien autokorelasi, yaitu korelasi deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0, 1, 2 periode atau lebih. c. Distribusi sampling autokorelasi Konsep dari distribusi sampling sangat penting di dalam analisis deret berkala karena dapat memberikan petunjuk untuk menilai koefisien autkorelasi dan bagaimana hubungannya dengan signifikansi. d. Periodogram dan analisis spektral Dilakukan dengan menguraikan data dalam himpunan gelombang sinus (siklus) pada frekuensi yang berbeda-beda. Nilai pengujian kumpulan amplitude dari berbagai gelombang tersebut dapat membantu penentapan unsur random, unsur musiman, dan autokorelasi positif atau negatif dalam deret berkala. e. Koefisien autokorelasi parsial Autokorelasi parsial digunakan utnuk mengukur tingkat keeratan (association) antara
dan , apabila pengaruh dari time lag 1, 2, commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3, … dan seterusnya sampai autokorelasi berorde
1 dianggap terpisah. Koefisien
didefinisikan sebagai koefisien autoregresif
terakhir dari model AR 晦 . 10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) Terdapat alat peramalan baru yang dikenal dengan metode BoxJenkins (BJ) atau lebih dikenal dengan metode ARIMA. Metode ini tidak menekankan pada analisis probabilistik atau stokastik, tetapi lebih kepada kelengkapan data ekonomi deret berkala (time series) dengan filosofi “let the data speak themselves”. Tidak seperti model regresi, dimana Yt dijelaskan oleh k regresi X1, X2, X3, …, Xk, jenis model time series BJ mengijinkan Yt dijelaskan oleh masa lalu, atau lag, nilai dari Y itu sendiri dan stochastic error terms. Untuk alasan tersebut, model ARIMA seringkali disebut model atheoretic karena model ini tidak berdasarkan dari berbagai teori ekonomi, dan teori ekonomi seringkali berbentuk model persamaan simultan (Gujarati, 2003: 837). Menurut Hyndman (2001: 1) ARIMA adalah suatu model matematika yang digunakan untuk peramalan. ARIMA merupakan singkatan dari autoregressive, integrated, moving average. Setiap kata dari singkatan tersebut menjelaskan suatu bentuk model matematika yang berbeda. ARIMA telah dipelajari secara ekstensif dan merupakan bagian utama dari analisis time series. Model ini dipopulerkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins pada awal 1970-an dan sekarang dikenal dengan commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
model Box-Jenkins. Pendekatan ARIMA yang digunakan untuk peramalan adalah berdasarkan pada hal-hal berikut: a. peramalan berdasarkan pada fungsi linear dari sampel yang diobservasi b. tujuannya adalah untuk menemukan model yang paling sederhana yang mampu memberikan diskripsi yang cukup dari data yang diobservasi, kadangkala ini disebut prinsip parsimony. Setiap proses ARIMA terdiri dari tiga bagian, yaitu autoregressive (AR), integrated (I), dan moving average (MA) (Hyndman, 2001: 1-2). a. AR : bagian ini menjelaskan bagaimana setiap observasi adalah suatu fungsi dari p observasi sebelumnya. Sebagai contoh, jika p = 1, maka setiap observasi adalah suatu fungsi hanya dari satu observasi sebelumnya. 俰
dimana 俰
1俰
1
menunjukkan nilai observasi pada waktu t, 俰
menunjukkan nilai observasi sebelumnya pada waktu t – 1, menunjukkan beberapa random eror dan c dan
1
1
adalah konstanta.
Nilai lain yang diamati dapat dimasukkan pada sisi kanan persamaan jika p > 1: 俰
1俰
1
2俰
2
俰
b. I : bagian ini menentukan apakah nilai observasi dibentuk secara langsung, atau apakah ada perbedaan (differences) antara observasi yang berurutan dengan model. Jika d = 0, observasi dibentuk secara commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
langsung. Jika d = 1, differences dilakukan sekali. Jika d = 2, differences dilakukan dua kali. Dalam prakteknya jarang sekali nilai d lebih dari 2. c. MA : bagian ini menjelaskan bagaimana setiap observasi adalah suatu fungsi dari q eror sebelumnya. Sebagai contoh, jika q = 1, maka setiap observasi adalah suatu fungsi hanya dari satu eror sebelumnya 俰
1
1
menunjukkan random eror pada waktu t dan
1
menunjukkan
random eror sebelumnya pada waktu t – 1. Eror yang lain dapat dimasukkan pada sisi kanan persamaan jika q > 1. Menurut Sugiarto dan Harijono (2000) dalam Ratna (2004: 26-27) metode ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena metode ini tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Secara teoritis, metode Box-Jenkins merupakan metode yang canggih terutama untuk melakukan peramalan jangka pendek. Akan tetapi secara praktis terdapat beberapa kelemahan diantaranya: 1. jumlah data yang dibutuhkan relatif sangat besar. untuk data bulanan yang bersifat musiman misalnya, paling tidak dibutuhkan 72 data. 2. apabila terdapat data baru yang tersedia, seringkali parameter dari model ini harus diestimasi ulang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya revisi total terhadap model yang sudah dibuat. 3. waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk mencari model yang tepat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Selanjutnya Hanke et al. (2001) dalam Ratna (2004: 27) juga menyatakan bahwa jumlah data yang dibutuhkan pada metode ini relatif besar. Untuk data non musiman paling tidak dibutuhkan 40 data atau lebih untuk membangun sebuah model ARIMA, sedangkan untuk data musiman paling tidak data sekitar 6-10 tahun tergantung pada masa periode musiman yang digunakan. Menurut Gujarati (2003 : 840-848) metode Box-Jenkins terdiri dari empat tahap, yaitu identifikasi, penaksiran parameter, pemeriksaan diagnostik, dan peramalan. a. Identifikasi Aspek-aspek AR
dan MA dari model ARIMA hanya
berhubungan dengan deret berkala yang stasioner, sedangkan banyak data deret berkala yang bersifat non-stasioner. Suatu data deret berkala dikatakan stasioner apabila data deret berkala tersebut diplot dan kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dan varian yang jelas dari waktu ke waktu (Makridakis et al., 1999: 332-333). Makridakis et al. (1999: 351) menambahkan bentuk visual dari plot deret berkala dapat digunakan untuk menguji apakah suatu data deret berkala telah stasioner atau tidak stasioner, demikian pula plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstasioneran. Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time-lag kedua atau ketiga, sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai-nilai tersebut berbeda signifikan dari nol untuk commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik, autokorelasi data yang tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah time-lag (selisih waktu). Alat utama pada tahap identifikasi adalah autocorrelation function (ACF), partial autocorrelation function (PACF), dan hasil correlogram. Konsep dari autokorelasi parsial adalah analogi dari konsep koefisien regresi parsial. Pada model regresi berganda k variabel, koefisien regresi
mengukur tingkat perubahan nilai tengah
dari regresi untuk suatu unit perubahan pada tingkat regresi ke-k, dimana pengaruh seluruh regresor lainnya dianggap konstan. Pada trend yang sama autokorelasi parsial
mengukur korelasi antara
observasi time series pada periode k setelah dibandingkan dengan korelasi pada lag pertengahan (misalnya pada periode lag kurang dari k). Dengan kata lain, autokorelasi parsial adalah korelasi antara Yt dan 俰
setelah
perubahan
dampak
pada
nilai
tengah
Y
(Gujarati, 2003: 841-842). Penetapan karakteristik data deret berkala seperti stasioner, musiman, dan sebagainya, memerlukan suatu pendekatan yang sistematis. Hal ini akan membantu untuk mendapatkan gambaran mengenai model-model yang akan dianalisis. Beberapa model yang sering digunakan adalah: commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Model MA (0,0,q) 0
2. Model AR (p,0,0) ′
Φ1
1
1
2
Φ2
1
Φ2
1
Φ
2
3. Model ARMA (p,0,q) Φ1
2
Φ
2
1
1
atau 1
Φ
Φ
_
Φ
1
θ
4. Model ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)s
1
1
θ1
Keterangan:
Φ1
θ2
2
Φ2
2
Φ θ
1
= variabel yang diamati
= konstanta moving average 0
…
′
= parameter
…
= konstanta autoregressive
Φ1 … Φ
= parameter
AR
= autoregressive
MA
= moving average
ARMA
= autoregressive moving average commit to user
1
…
θ
θ
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ARIMA
= autoregressive integrated moving average
p
= orde autoregressive tanpa musiman
d
= orde differencing tanpa musiman
q
= orde moving average tanpa musiman
P
= orde autoregressive dengan musiman
D
= orde differencing dengan musiman
Q
= orde moving average dengan musiman
s
= jumlah musim dalam satu periode
(Makridakis et al., 1999: 385-395). b. Penaksiran parameter Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya menetapkan parameter-parameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Menurut Makridakis et al. (1999: 406-407) terdapat dua cara mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter tersebut, yaitu : 1. Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residuals). 2. Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Pemeriksaan diagnostik Makridakis et al. (1999: 411-414) mengatakan setelah berhasil menaksir nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai. Terdapat dua cara mendasar untuk melakukannya, yaitu: 1. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa (kesalahan) yang tertinggal sesudah dilakukan proses pencocokan model ARIMA, diharapkan hanya merupakan gangguan random. Oleh karena itu, apabila autokorelasi, parsial dan spektrum garis dari nilai sisa telah diperoleh, kita berharap akan menemukan: (i) tidak ada autokorelasi yang signifikan, (ii) tidak ada parsial yang signifikan, dan (iii) adanya konsistensi dari amplitudo yang tinggi melalui seluruh nilai frekuensi pada spektrum garis. 2. Mempelajari statistik sampling dari pemecahan optimum untuk melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan. Asumsi-asumsi statistik yang mendasari model umum ARIMA, memberikan beberapa angka statistik yang harus dihitung setelah nilai-nilai koefisin optimum diukur. Sebagai contoh, untuk setiap koefisien akan terdapat kesalahan standart (standard error) untuk masing-masing koefisien tersebut dan karena seluruh commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
koefisien diukur bersama-sama maka akan terdapat distribusi sampling bersama-sama dari koefisien-koefisien tersebut. Hal ini akan menghasilkan matriks interkorelasi yang memperlihatan bagaimana bermacam-macam koefisien saling berhubungan satu dengan lainnya. d. Peramalan Metode ARIMA adalah suatu metode yang populer untuk peramalan karena metode ini dapat mengembangkan struktur matematika dengan baik dari berbagai hal yang mungkin untuk menghitung variasi model khusus seperti memprediksi interval. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting dalam peramalan untuk memastikan bahwa mereka mampu meramalkan hal yang tidak pasti agar dapat dikuantitatifkan (Hyndman, 2001: 2). Menurut Makridakis et al. (1999: 382), pendekatan Box-Jenkins pada tahap pertama (identifikasi) adalah merumuskan sekelompok model-model yang umum kemudian dilanjutkan dengan penetapan model untuk sementara. Tahap kedua meliputi penaksiran dan pengujian, yang dilakukan adalah penaksiran parameter pada model sementara dan pemeriksaan diagnosa untuk menentukan apakah model memadai atau tidak. Jika model sudah memadai maka dilanjutkan pada tahap ketiga (penerapan) yaitu menggunakan model untuk peramalan. Akan tetapi jika model belum memadai maka kembali pada tahap commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertama demikian seterusnya sampai ditemukan model yang memadai yang dapat digunakan untuk peramalan. 11. Penelitian Terdahulu a. Analisis Penawaran dan Permintaan Penelitian Maulana et al. (2006: 207-230) dengan judul Analisis Kendala Penawaran dan Kebijakan Revitalisasi Produksi Padi, metode analisis yang digunakan adalah tabulasi silang dan model ekonometrika untuk menduga fungsi penawaran dan data yang digunakan adalah data sekunder periode 1969-2005. Aspek yang menjadi fokus análisis dalam penelitian ini adalah (1) masalah dan kendala; (2) potensi dan prospek; dan (3) kebijakan strategis. Hasil análisis menunjukkan kecenderungan penurunan laju pertumbuhan produksi padi adalah akibat dari kombinasi: (a) penurunan luas baku lahan sawah, khususnya di Jawa, dan (b) kemandekan, bahkan penurunan produktivitas lahan. Berdasarkan kecenderungan historis dan bila program revitalisasi industri perberasan nasional tidak efektif, diperkirakan produksi beras akan mengalami pertumbuhan negatif pada periode tahun 2006-2010 dan Indonesia akan terpaksa mengimpor beras dalam jumlah yang semakin besar. Kebijakan pemerintah
dalam
meningkatkan
kapasitas
produksi
industri
perberasan nasional harus diorientasikan dari fokus kebijakan harga ke peningkatan
kapasitas
produksi,
melalui
(a)
rehabilitasi
dan
commit to user ekstensifikasi infrastruktur irigasi; (b) pembukaan lahan sawah baru,
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan (c) memacu inovasi teknologi, termasuk revitalisasi sistem penelitian dan pengembangan pertanian serta sistem diseminasi inovasi pertanian dengan deregulasi dan penciptaan iklim kondusif bagi investor swasta. Nuryanti (2005: 71-81) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia menggunakan model keseimbangan Cobweb hasilnya menunjukkan bahwa dalan jangka pendek dan jangka panjang kenaikan harga beras akan meningkatkan penawaran beras. Pengaruh kenaikan harga pupuk urea dalam jangka pendek akan menurunkan penawaran beras, sementara dalam jangka panjang akan meningkatkan penawaran beras serta menurunkan harga beras. Pengaruh peningkatan pendapatan per kapita dalam jangka pendek akan meningkatkan permintaan beras, dan dalam jangka panjang tidak mengakibatkan perubahan permintaan dan harga beras. Sementara itu peningkatan jumlah penduduk dalam jangka pendek dan jangka panjang akan menyebabkan peningkatan permintaan dan harga beras dengan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh peningkatan pendapatan per
kapita
terhadap
permintaan
dan
harga
beras.
Stabilitas
keseimbangan sistem penawaran dan permintaan beras dalam jangka pendek keluar dari keseimbangan, namun dalam jangka panjang sistem menuju pada harga keseimbangan dan sistem kembali stabil. Implikasi dari kajian ini adalah bahwa kebijakan harga input (pupuk urea) dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
harga output (gabah) tidak menimbulkan gangguan stabilitas pasar, penawaran dan permintaan beras relatif stabil, artinya cukup aman untuk dilaksanakan. Kariyasa (2001: 1-21) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi Swasembada Daging Sapi 2005 menggunakan metode Three Stage Least Squares (3SLS) untuk menganalisis data time series periode 1970-1999. Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah-peubah yang secara ekonomi (sesuai dengan hipotesis) berpengaruh terhadap produksi daging sapi dalam negeri adalah: harga daging sapi dalam negeri, suku bunga, populasi ternak sapi, harga ternak sapi, dan harga pakan. Pada persamaan impor daging sapi Indonesia ada empat peubah yang berpengaruh secara ekonomi yaitu harga daging sapi impor, kurs rupiah terhadap dolar AS, tarif impor, dan peubah harga daging sapi dalam negeri. Sedangkan pada persamaan permintaan daging sapi dalam negeri peubah-peubah yang berpengaruh secara ekonomi adalah harga daging sapi dalam negeri, harga ikan, harga telur, harga daging kambing, pendapatan per kapita dan selera. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang, produksi daging sapi dalam negeri hanya respon terhadap perubahan peubah harga daging sapi itu sendiri dan harga ternak sapi. Sementara itu permintaan daging sapi dalam negeri hanya respon terhadap perubahan peubah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
harga daging sapi itu sendiri dan pendapatan per kapita. Saat krisis ekonomi produksi dan permintaan daging sapi dalam negeri masingmasing 1,3 dan 0,5 kali lebih rendah dibanding sebelum krisis ekonomi. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa harga riil daging sapi dalam negeri saat krisis ekonomi sebenarnya sekitar 3,7 kali lebih rendah dibanding sebelum krisis ekonomi. Hal ini diduga terjadi akibat laju peningkatan inflasi lebih dari 3 kali dibanding laju peningkatan harga nominalnya. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun kedepan ketergantungan Indonesia akan daging sapi impor semakin besar. Hal ini terlihat pada tahun 2000, produksi daging sapi dalam negeri masih mampu memenuhi kebutuhan konsumsi daging dalam negeri sebesar 93%, sedangkan pada tahun 2009 diperkirakan proporsi tersebut berubah menjadi 79% dibanding 21%. b. Analisis Peramalan Penawaran dan Permintaan Penelitian Contreras et al. (2003: 1014-1020) dengan judul ARIMA Models to Predict Next-Day Electricity Prices menggunakan dua model ARIMA untuk meramalkan harga perjam pada penggunaan listrik di Spanyol dan California. Pada model Spanyol perlu lima jam untuk meramalkan harga yang akan datang, sebaliknya pada model California hanya memerlukan dua jam saja. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan struktur penawaran dan kepemilikan. Ratarata eror pada pasar Spanyol commit toberkisar user antara 10% dengan dan tanpa
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
variabel penjelas, dan berkisar 5% pada periode yang stabil dari pasar California (berkisar 11% selama tiga minggu, dan tanpa variabel penjelas). Di Spanyol, variabel penjelas hanya diperlukan pada bulan dengan korelasi yang tinggi antara produksi hidro yang tersedia dan harga. Sedangkan pada bulan yang lainnya, dampak ini tidak ada. Untuk kedua pasar tersebut, tidak ada eror yang layak, diambil dalam jumlah sifat yang kompleks dari harga time series dan hasil sebelumnya dilaporkan dalam literature teknis, sebagian berasal dari Artificial Neural Networks. Peramalan harga menjadi semakin dibutuhkan oleh produsen dan konsumen pada pasar listrik kompetitif yang baru. Baik untuk penempatan pasar dan kontrak jangka panjang, peramalan harga diperlukan untuk mengembangkan penawaran strategi atau kemampuan negosiasi dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan. Penelitian ini menggunakan metode untuk meramalkan harga listrik harian dengan metode ARIMA. Teknik ARIMA digunakan utnuk menganalisis data time series, dahulu dipakai untuk meramalkan beban penggunaan listrik, dengan tingkat akurasi dan matematika yang baik. Nochai dan Titida (2006: 1-7) dalam penelitiannya yang berjudul ARIMA Model for Forecasting Oil Palm Price menggunakan tiga model untuk meramalkan harga minyak yaitu harga petani, harga grosir, dan harga minyak murni untuk periode lima tahun, 2000-2004. Tujuan dari penelitian ini adaah untuk menemukan model ARIMA commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tepat untuk meramalkan ketiga bentuk harga minyak sawit dengan memperhatikan rata-rata persentase eror absolute yang minimum (the minimum of mean absolute percentage error – MAPE). Hasil peramalannya adalah sebagai berikut: a) Model ARIMA untuk meramalkan harga minyak sawit di tingkat petani adalah ARIMA (2,1,0) dengan bentuk model 俰 0,4621 俰 13,23 %.
1
俰
0,3899 俰
2
2
俰
dengan
3
俰
1
MAPE
b) Model ARIMA untuk meramalkan harga minyak sawit di tingkat grosir adalah ARIMA (1,0,1) atau ARMA (1,1) dengan bentuk model 俰 9,01 %.
3,106
0,8039 俰
1
0,3466
1
dengan MAPE
c) Model ARIMA untuk meramalkan harga minyak sawit murni adalah ARIMA (3,0,0) atau AR (3) dengan bentuk model 俰 1,8778
1,4313 俰
MAPE 5,27 %.
1
0,8840 俰
2
0,3781 俰
3
dengan
Penelitian Ratna Allyne (2004: 1-152) dengan judul Peramalan Permintaan Beberapa Komoditi Sayuran Pada PT. Saung Mirwan, Bogor bertujuan untuk (i) mengetahui bagaimana pola permintaan brokoli, kedelai jepang, lettuce head, tomat ceri, dan tomat rianto, dan (ii) mengetahui metode peramalan apa yang sesuai untuk peramalan permintaan kelima jenis sayuran tersebut. Penelitian ini menggunakan commit to user metode kuantitatif yang terdiri dari metode time series dan kausal
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(regresi). Metode time series menggunakan data permintaan aktual tahun 2000 – Agustus 2003, sedangkan metode regresi menggunakan data tahun 2000 – Agustus 2003 dengan variabel independen permintaan sebelumnya, harga jual rata-rata dan periode waktu. Peramalan
dilakukan
menggunakan
pada
metode
masing-masing
kuantitatif
komoditi
terbaik.
Hasil
dengan penelitian
menunjukkan bahwa pola data permintaan pada kelima komoditi sayuran tidak stasioner dimana terdapat unsur trend dan musiman. Metode terbaik berdasarkan nilai MSE terkecil adalah ARIMA, kecuali pada komoditi kedelai Jepang. Persamaan permintaan untuk masing-masing komoditi adalah : a) brokoli → ARIMA (2,0,0) 俰
150,28
0,5649 俰
0,215俰
俰
2348,79
0,330530
;
1
0,7859
0,1383
1
1
0,5714
0,0937
1
2
;
b) kedelai jepang → dekomposisi multiplikatif
c) lettuce head → ARIMA (2,1,1)
d) tomat ceri → ARIMA (3,1,1)
2,4367
1
0,9915
;
俰
2,058
0,2035
1
1
0,9895
俰
e) tomat rianto → ARIMA (3,0,0) 俰
296,8
0,4884
1
0,1229俰
commit to user
2
0,2041俰
3
;
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Penelitian Kardoyo dan Mudrajat (2002: 7-20) tentang Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan Box-Jenkins: Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen, 1983.2-2000.3 menyimpulkan bahwa: (i) dengan cocok dan layaknya model kurs valas Frenkel-Bilson yang melibatkan variabel fundamental ekonomi jumlah uang beredar (JUB), tingkat pendapatan nasional, dan tingkat suku bunga, serta signifikannya variabel-variabel fundamental ekonomi tersebut dalam menjelaskan fluktuasi kurs Rp/US$, menghasilkan temuan bahwa doktrin paritas suku bunga (interest rate parity) berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs valas Rp/US$ ; (ii) model kurs valas kasus Indonesia yang melibatkan variabel fundamental ekonomi, jumlah uang beredar, tingkat pendapatan nasional, dan tingkat inflasi serta signifikannya variabel-variabel fundamental ekonomi dalam model tersebut dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$ memberikan hasil bahwa model tersebut layak dan cocok untuk diterapkan untuk menganalisis kurs Rp/US$. Variabel tingkat inflasi Indonesia terhadap Amerika Serikat signifikan dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$. Hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa doktrin paritas daya beli juga berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs Rp/US$; (iii) ketiga model kurs valas yaitu model kurs valas Frenkel-Bilson, Dornbusch-Frankel, maupun model Hooper-Morton tidak bisa diterapkan untuk menganalisis fluktuasi kurs Rp/Yen. Model kurs Rp/Yen dengan melibatkan variabel jumlah uang beredar dan tingkat commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
inflasi justru mampu menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/Yen. Variabel tingkat inflasi Indonesia terhadap inflasi Jepang bertanda positif dan signifikan. Ini berarti doktrin paritas daya beli (purchasing power parity) juga berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs Rp/Yen. B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah a. Metode ARIMA (Box-Jenkins) Metode yang digunakan
untuk peramalan
permintaan
dan
pernawaran beras adalah metode ARIMA (metode Box-Jenkins). Setiap proses ARIMA terdiri dari tiga bagian, yaitu autoregressive (AR), integrated (I), dan moving average (MA). Model ini sering ditulis dalam bentuk pendek ARIMA (p, d, q) dimana p menjelaskan AR, d menjelaskan bentuk integrated dan q menjelaskan MA. Menurut Gujarati (2003: 840-848) metode Box-Jenkins terdiri dari empat tahap, yaitu identifikasi, penaksiran parameter, pemeriksaan diagnostik, dan peramalan. a. Identifikasi Aspek-aspek AR
dan MA dari model ARIMA hanya
berhubungan dengan deret berkala yang stasioner, sedangkan banyak data deret berkala yang bersifat non-stasioner. Suatu data deret berkala dikatakan stasioner apabila data deret berkala tersebut diplot dan kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dan varian to user yang jelas dari waktucommit ke waktu. Alat utama pada tahap identifikasi
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah autocorrelation function (ACF), partial autocorrelaion function (PACF), dan hasil correlogram. Konsep dari autokorelasi parsial adalah analogi dari konsep koefisien regresi parsial. Autokorelasi parsial adalah korelasi antara Yt dan 俰
setelah perubahan dampak
pada nilai tengah Y (Gujarati, 2003: 841-842). b. Penaksiran parameter Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya menetapkan parameter-parameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Untuk mendapatkan parameter-parameter tersebut dapat dilakukan dengan cara perbaikan secara iteratif, yaitu dengan memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. c. Pemeriksaan diagnostik Makridakis et al. (1999: 411-414) mengatakan setelah berhasil menaksir nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai. Terdapat dua cara mendasar untuk melakukannya, yaitu: 1. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. 2. Mempelajari statistik sampling dari pemecahan optimum untuk melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
d. Peramalan Metode ARIMA adalah suatu metode yang popular untuk peramalan karena metode ini dapat mengembangkan struktur matematika dengan baik dari berbagai hal yang mungkin untuk menghitung variasi model khusus seperti memprediksi interval. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting dalam peramalan untuk memastikan bahwa mereka mampu meramalkan hal yang tidak pasti agar dapat dikuantitatifkan (Hyndman, 2001: 2). Model ARIMA merupakan suatu bentuk model umum yang digunakan untuk data forecasting. Menurut Chan dan Chan (2008) dalam Sukma (2010: 4) variasi dari model ARIMA adalah dengan adanya variabel tambahan yang disebut ARIMAX, dimana X menunjukkan variabel tambahan. Beberapa penelitian dengan menggunakan model ARIMAX, diantaranya adalah penelitian Sukma (2010), Sari (2010), dan Suci (2010). Pada penelitian Sukma (2010) dan Suci (2010) variabel tambahan yang digunakan adalah variabel dummy untuk efek variasi kalender. Uji variabel dummy dilakukan dengan menggunakan uji titik patah Chow (Chow’s breakpoint test). Uji variabel dummy terdapat dalam penelitian Darsono (2009) dengan hasil dummy 0 untuk data periode tahun 1975 – 1997 sedangkan dummy 1 untuk data periode tahun 1998-2009. Penelitian dengan uji variabel dummy juga terdapat pada penelitian commit user Kuncoro dan Inayah (2003) yang to menganalisis tentang studi perilaku kurs
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rp/US$ selama periode 1 Januari 1999 – 30 April 2002. Variabel dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk membedakan sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah. b. Model Persamaan Simultan Pada persamaan simultan nilai Y tidak hanya ditentukan oleh X tetapi beberapa dari X sebaliknya, ditentukan oleh Y. Secara ringkas, terdapat hubungan dua arah atau simultan antara X dan (beberapa dari) X, yang membuat perbedaan antara variabel tak bebas dan variabel yang menjelaskan menjadi meragukan. Dengan kata lain bahwa variabel tak bebas dalam satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dari sistem. Oleh karena itu, variabel yang menjelaskan tak bebas (dependent exsplanatory variable) menjadi stokastik dan biasanya berkorelasi dengan gangguan dari persamaan dimana variabel tadi muncul sebagai variabel yang menjelaskan. Pada persamaan simultan yang dilakukan adalah mengumpulkan secara bersama-sama sejumlah variabel yang dapat ditentukan secara simultan oleh kumpulan variabel sisanya. Dalam model persamaan seperti ini terdapat lebih dari satu persamaan, satu untuk tiap variabel tak bebas, atau bersifat endogen atau gabungan atau bersama. Dalam model persaman simultan kita tidak mungkin menaksir dari satu persamaan tunggal tanpa memperhitungkan informasi yang diberikan oleh persamaan lain dalam sistem (Gujarati, 2004: 307). commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model persamaan simultan dapat diterapkan pada analisis penawaran dan permintaan. Dengan menggunakan asumsi pada kondisi eseimbangan pasar permintaan beras akan sama dengan penawaran beras. Setelah memperoleh model persamaan penawaran dan permintaan beras dengan menggunakan metode ARIMA serta adanya penambahan variabel dummy, maka peramalan permintaan dan penawaran beras untuk tahun-tahun berikutnya
dilakukan
secara
bersama-sama dengan
persamaan
simultan.
Persamaan
yang
diperoleh
menggunakan pada
kondisi
keseimbangan pasar ini kemudian digunakan untuk peramalan permintaan dan penawaran beras.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
· Shock · Policy · Perubahan Iklim, dll Otonomi Daerah
Dinamika Penawaran dan Permintaan Beras
permintaan beras tahun 1994 – 2010 Model ARIMA Penawaran dan Permintaan Beras
penawaran beras tahun 1994 – 2010
Plot data Stasioner
Tidak stasioner Differencing (nilai d) Stasioner
Estimasi Model (model tentatif permintaan dan penawaran) Penaksiran Parameter (menetapkan nilai parameter AR dan MA) Pemeriksaan Diagnostik (membandingkan model tentatif dengan model alternatif)
Tidak
Ya
Model ARIMA(p,d,q) penawaran Uji Variabel Dummy Otonomi Daerah
Model ARIMA (p,d,q) permintaan
Chow Breakpoint Test D = 0, periode sebelum otda D = 1, periode setelah otda
Persamaan Simultan Penawaran dan Permintaan Beras
Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras
Model Persamaan Simultan (pada kondisi keseimbangan pasar) Peramalan Permintaan dan Penawaran Beras
user Gambar 3. Kerangka Pemikiran commit AnalisistoPeramalan Permintaan dan Penawaran Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
C. Pembatasan Masalah 1. Data yang digunakan adalah data time series selama 17 tahun, yaitu tahun 1994 – 2010. 2. Data permintaan adalah data permintaan beras secara agregat yang diperoleh dengan pendekatan konsumsi. Data permintaan merupakan data konsumsi beras di Kabupaten Sukoharjo. 3. Data penawaran adalah data penawaran beras secara agregat di Kabupaten Sukoharjo yang diperoleh dengan pendekatan produksi. Produksi beras diperoleh dengan mengkonversi produksi bersih padi sesuai dengan angka konversi Neraca Bahan Makanan Indonesia 2006/2007, yaitu 63,2 % dari gabah kering giling (GKG). D. Asumsi 1. Model persamaan simultan untuk penawaran dan permintaan beras dianalisis dalam kondisi equilibrium atau keseimbangan pasar. Pada kondisi ini penawaran beras akan sama dengan permintaan beras. E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Beras adalah makanan yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia yang dihasilkan dari tanaman padi (angka konversi sesuai dengan neraca bahan makanan Indonesia 2006/2007, yaitu 63,2 % dari gabah kering giling/GKG). 2. Penawaran beras adalah jumlah produksi bersih beras yang dihasilkan di Kabupaten Sukoharjo yang dihitung tahunan dan dinyatakan dalam satuan to user dengan mengkonversi produksi ton/tahun. Data penawarancommit beras diperoleh
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
padi yang berupa gabah kering giling (GKG) menjadi beras dengan angka konversi 63,2 % dari GKG. 3. Permintaan beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi oleh masyarakat di Kabupaten Sukoharjo yang dihitung tahunan dan dinyatakan dalam satuan ton/tahun. Data permintaan beras diperoleh dengan mengkalikan jumlah penduduk dengan angka konsumsi beras per jiwa per kg per tahun. Angka konsumsi beras tahun 1994 – 2008 sebesar 92,87 kg/jiwa/tahun dan tahun 2009 – 2010 sebesar 83,93 kg/jiwa/tahun. 4. Peramalan penawaran dan permintaan beras adalah jumlah beras yang ditawarkan dan yang diminta oleh masyarakat Kabupaten Sukoharjo di masa yang akan datang yang diukur dalam ton per tahun (ton/th). 5. Data time series adalah rangkaian data yang diamati pada interval ruang waktu yang sama, data digunakan adalah data penawaran dan permintaan beras selama kurun waktu 17 tahun, yaitu tahun 1994-2010. 6. Variabel dummy adalah variabel yang mengambil nilai seperti 1 dan 0. Dalam penelitian ini variabel dummy akan membedakan periode sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah. Untuk penentuan nilai 0 dan 1 menggunakan uji titik patah Chow (Chow’s breakpoint test). 7. Autoregressive (AR) adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang menghubungkan variabel tak bebas dengan variabel bebas, melainkan menghubungkan nilai-nilai sebelumnya (past value) variabel itu sendiri pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu model commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
autoregresif akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-nilai sebelumnya dari deret berkala tertentu. 8. Differencing adalah suatu proses untuk menstasionerkan deret berkala yang tidak stasioner, dilakukan dengan membuat pembedaan pertama deret berkala tersebut. Jika pembedaan pertama tidak menstasionerkan data, maka dapat dilakukan pembedaan dengan orde kedua. 9. Integrated adalah merupakan bagian model-model deret berkala (I dalam model ARIMA) di mana satu atau lebih perbedaan-perbedaan deret berkala tercakup dalam model. 10. Moving Average (MA) (rata-rata bergerak) adalah nilai deret berkala pada waktu t dipengaruhi oleh unsur kesalahan pada saat ini dan (mungkin) unsur kesalahan terbobot pada masa lalu. 11. ARIMA adalah kependekan dari Autoregressive (AR) Integrated (I) Moving Average (MA). Nama ini berkenaan dengan suatu kelompok luas model-model deret berkala (time series models). 12. Model persamaan simultan adalah suatu persamaan dimana variabel tak bebas dalam satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dari sistem. Pada penelitian ini model persamaan simultan digunakan untuk menganalisis penawaran dan permintaan beras pada kondisi equilibrium.
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu kejadian sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Penelitian deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2) menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu-persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment) (Kountur, 2005: 105-106). B. Penentuan Lokasi/Daerah Penelitian Daerah
penelitian
ditentukan
secara sengaja (purposive), yaitu
Kabupaten Sukoharjo. Pertimbangannya adalah Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten dengan produktivitas padi terbesar di propinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2009 jumlah produktivitas padi berhasil mencapai 70,87 ku/ha. Angka produktivitas ini merupakan produktivitas yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kabupetan lain di Jawa Tengah (BPS, 2009: 207). C. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data atau informasi yang tidak didapat secara langsung dari sumber pertama (responden) baik yang didapat melalui wawancara commit to user ataupun dengan menggunakan kuisioner secara tertulis (Sarwono, 2006: 228). 63
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, Badan Pusat Statistika Kabupaten Sukoharjo dan Badan Pusat Statistika Propinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan berupa jumlah penduduk, produksi padi dan beras, luas lahan panen, produktivitas padi, konsumsi beras. Dalam penelitian ini mengambil data time series dengan kurun waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1994 – 2010. D. Metode Analisis Data 1. Model ARIMA Permintaan dan Penawaran Beras Tahapan yang dilaksanakan untuk mencari model ARIMA adalah sebagai berikut : a. Identifikasi Pada tahap identifikasi, kegiatan yang dilakukan adalah : 1. Memplotkan data asli untuk mengetahui perilaku pola data. 2. Melihat kestasioneran data. Suatu data disebut stasioner jika nilai rata-rata (mean) dan varians konstan selama periode pengamatan. Dengan asumsi stasioneritas maka mampu menterjemahkan data dan model ekonomi secara baik karena data yang stasioner tidak terlalu bervariasi dan cenderung mendekati nilai rata-ratanya. Untuk menguji apakah data yang dianalisis dalam penelitian ini stasioner atau tidak, maka dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar unit (unit roots test). Pada uji akar-akar unit ini pada prinsipnya untuk
to user mengamaticommit apakah koefisien
tertentu
dari
model
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
auotokorelasi yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Uji stasioneritas ini dikembangkan oleh Dickey-Fuller (1981). Untuk melihat stasioneritas suatu data dengan uji Dickey-Fuller (DF) dan Augmented
Dickey-Fuller
(ADF)
dilakukan
dengan
membandingkan nilai t-statistik dari variabel-variabel penelitian dengan nilai kritis DF dan ADF dalam suatu tabel. Suatu data series dikatakan stasioner jika nilai kritis DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis t-statistik. Apabila data series yang dianalisis menunjukkan pola yang stasioner maka ketidakstasionerannya harus dihilangkan melalui proses differencing. Pencapaian stasioneritas diperoleh dengan melakukan pembedaan berturut-turut sampai nilai autokorelasi mendekati nol di dalam dua atau tiga time lag. Data series yang telah melalui proses differencing kemudian dianalisis nilai ADFnya sampai data menjadi stasioner. b. Estimasi Setelah menetapkan identifikasi model sementara, tahap selanjutnya adalah mengestimasi nilai-nilai parameter dari model sementara tersebut. Suatu model sementara dapat berupa model AR, MA atau
gabungan
keduanya. Alat
yang digunakan
untuk
mengidentifikasi suatu model adalah autocorrelation function (ACF) dan partial autocorrelation function (PACF). commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ACF atau fungsi autokorelasi merupakan suatu hubungan linear pada data time series antara Zt dengan Zt+k yang dipisahkan oleh waktu k. ACF ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi model time series dan melihat kestasioneran data dalam mean. Rumus dari ACF adalah (Wei, 2006 dalam Sukma, 2010: 2): 愠
Ǵ
瓘Ǵ
, Ǵ
0
dan kovarians antara Zt dan Zt+k adalah 瓘Ǵ
dengan Var ( ) = Var
=
, 0
= fungsi autocovarian 愠
= autocorrelation function (ACF) Sedangkan fungsi autokorelasi yang dihitung berdasarkan
sampel data dapat dirumuskan sebagai berikut: 愠
∑
1
∑
1
2
Fungsi autokorelasi parsial merupakan korelasi antara Zt dengan Zt+k setelah Zt dijelaskan oleh Zt-1, Zt-2,…., Zt-k+1. Fungsi autokorelasi parsial menurut Wei (2006) dalam Sukma, (2010: 2) dirumuskan sebagai berikut: 瓘Ǵ , 愠 commit to user Ǵ Ǵ
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam pengamatan time series, sampel PACF dinotasikan dengan 愠 dengan perhitungan : 愠 dan 愠
愠
1,
1,
愠
愠
1 1,
1
愠
1
1
,
1
∑
∑
,
1
1
愠 愠
愠 愠
1
1,2, … ,
Model AR dapat dilihat polanya dari PACF, sedangkan pola untuk model MA dilihat dari koefisien autokorelasi (ACF). Pola ACF dan PACF tersebut dapat dilihat pada collerogram hasil olah data dengan komputer. Tahap selanjutnya setelah menetapkan model sementara adalah menghitung nilai estimasi awal untuk parameter-parameter dari model sementara, kemudian dengan menggunakan program komputer melalui proses iterasi guna memperoleh nilai estimasi akhir untuk mengetahui nilai R2, F-statistik, uji signifikansi tiap parameter dan nilai RMSE. c. Uji Diagnostik Setelah berhasil menaksir nilai-nilai parameter dari model ARIMA
yang
ditetapkan
sementara,
selanjutnya
dilakukan
pemeriksaan diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup
memadai.
Apabila
model
sementara
yang ditetapkan
sebelumnya ternyata bukan merupakan model yang baik, maka dibuat model alternatif yangcommit lain sampai to userterbentuk model yang terbaik. Uji
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diagnostik dilakukan dengan membandingkan model sementara dengan model alternatif yang lainnya. Kriteria yang digunakan pada tahap uji diagnostik adalah nilai R2 yang tinggi, signifikansi parameter-parameter dalam model, dan nilai RMSE yang rendah. Model sementara yang telah ditetapkan belum tentu merupakan model yang terbaik karena masih perlu dibandingkan dengan model alternatif yang lainnya. d. Peramalan Model terbaik telah diperoleh pada tahap uji diagnostik selanjutnya dapat digunakan untuk peramalan satu atau beberapa periode ke depan. Peramalan yang dilakukan harus tepat karena menunjukkan seberapa jauh suatu model mampu menghasilkan ramalan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan aktualnya. 2. Uji Variabel Dummy Uji variabel dummy merupakan uji stabilitas dengan menggunakan uji titik patah Chow (Chow’s breakpoint test). Uji variabel dummy terdapat dalam penelitian Darsono (2009) dengan hasil dummy 0 untuk data periode tahun 1975 – 1997 sedangkan dummy 1 untuk data periode tahun 1998-2009. Penelitian dengan uji variabel dummy juga terdapat pada penelitian Kuncoro dan Inayah (2003) yang menganalisis tentang studi perilaku kurs Rp/US$ selama periode 1 Januari 1999 – 30 April 2002. Penerapan Chow’s breakpoint test dalam penelitian ini untuk commit to user seluruh periode data (1 Januari 1999 - 30 April 2002); periode Habibie
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
(1Januari 1999 – 19 Oktober 1999); periode Gusdur (20 Oktober 1999 – 20 Juli 2001); dan periode Megawati (21 Juli 2001 – 30 April 2002). Hasil uji titik patah Chow menunjukkan bahwa : 1. Statistik F untuk seluruh periode data sangat signifikan. Hasil ini memberi bukti yang kuat terjadinya perubahan struktural nilai tukar pada ketiga periode kepemimpinan. 2. Hasil uji F pada periode Gusdur dan periode Habibie menunjukkan tidak terjadinya perubahan struktural pada kedua periode tersebut. Hal ini berarti selama kedua periode tersebut pergerakan nilai tukar Rp/US$ memiliki pola perilaku yang relatif sama. Variabel dummy dalam penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap permintaan dan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo. Variabel dummy ini akan membedakan periode sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah. Selanjutnya untuk nilai 1 dan 0 dari variabel dummy ditetapkan dengan menggunakan uji titik patah Chow (Chow’s breakpoint test). Pada program komputer uji titik patah Chow dilakukan dengan memasukkan periode dari pelaksanaan otonomi daerah kemudian dipilih periode dengan nilai probabilitas yang terkecil. 3. Model Persamaan Simultan Setelah memperoleh model persamaan penawaran dan permintaan beras dengan menggunakan metode ARIMA serta adanya penambahan commit to user variabel dummy, maka peramalan permintaan dan penawaran beras untuk
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun-tahun
berikutnya
dilakukan
secara
bersama-sama
dengan
menggunakan persamaan simultan. Model ARIMA (p,d,q) untuk penawaran dan permintaan beras adalah sebagai berikut: Φ
Φ
Φ
Φ
Φ
Φ
Pada kondisi keseimbangan pasar, jumlah penawaran beras sama dengan jumlah permintaan beras.
Keterangan: = permintaan beras tahun t = penawaran beras tahun t = konstanta = parameter variabel dummy = variabel dummy …
= parameter
…
Φ1 … Φ
= parameter
1
0
1…
…
…
= lag moving average = lag autoregressive
Persamaan yang diperoleh pada kondisi keseimbangan pasar ini kemudian digunakan untuk peramalan permintaan dan penawaran beras commit to user pada tahun-tahun berikutnya.
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Uji Kelayakan Model a. Uji Kebaikan Suai (Goodness of Fit) Berdasarkan
pengujian
model
persamaan
simultan
akan
didapatkan pula koefisien determinasi (R2), semakin tinggi koefisien determinasi maka akan semakin baik model tersebut, dalam arti semakin besar kemampuan variabel bebas menerangkan variabel terikat. Nilai R2 akan meningkat dengan bertambahnya jumlah variabel bebas dalam persamaan, namun dengan menambahkan jumlah variabel bebas, derajat bebas akan semakin kecil, karena itu dipergunakan R2 adjusted yang sudah mempertimbangkan derajat bebas. Selain itu dapat pula diketahui koefisien determinasi parsial (r2) yang menunjukkan seberapa besar kemampuan masing-masing variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. b. Uji F Untuk melihat apakah variabel-variabel bebas secara bersamasama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat, dapat diketahui dengan melakukan uji F. Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji F adalah : 1. Ho : bi = 0, dimana bi adalah koefisien regresi ke-i. Artinya bahwa variabel-bariabel bebas secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
2. Ha : bi ≠ 0, dimana bi adalah koefisien regresi ke-i. Artinya bahwa variabel-bariabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikatnya. Sedangkan prosedur untuk diterima atau ditolaknya Ho adalah sebagai berikut : 1. Jika nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel pada taraf signifikan yang ditentukan sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh yang bermakna. 2. Jika nilai F hitung lebih kecil daripada nilai F tabel pada taraf signifikan yang ditentukan sehingga Ho tidaK ditolak dan Ha ditolak berarti tidak ada pengaruh yang bermakna. c. Uji t Untuk menguji ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan perbandingan antara nilai t statistik masing-masing variabel bebasnya dengan nilai t tabel model. Dengan menggunakan α = 5% dan menggunakan uji t dua arah serta DF = 5, maka akan diperoleh nilai t tabel. Pengujian secara parsial pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun hipotesis sebagai berikut : 1. Ho : bi = 0, i = 1, 2, 3, 4, 5; dimana bi adalah koefisien regresi kei. Artinya bahwa variabel-bariabel bebas secara parsial tidak commit user mempunyai pengaruh yangtobermakna terhadap variabel terikatnya.
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
2. Ha : bi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4, 5; dimana bi adalah koefisien regresi ke-i. Artinya bahwa variabel-bariabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikatnya. Sedangkan prosedur untuk ditolak atau diterimanya hipotesis nol adalah sebagai berikut : 1. Jika nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel pada taraf signifikan yang ditentukan sehingga Ho ditolak dan Ha diterima bearti ada pengaruh yang bermakna. 2. Jika nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel pada taraf signifikan yang ditentukan sehingga Ho tidal ditolak dan Ha ditolak berarti tidak ada pengaruh yang bermakna. d. Uji RMSE (Root of Mean Squared Error) Model-model dimana variabel penjelasnya dianggap baik dan layak digunakan untuk memprediksi ketidakpastian di masa yang akan datang, apabila memiliki RMSE (root of mean squared error) yang lebih kecil (Kuncoro, 2002). RMSE merupakan akar dari nilai rata-rata kuadrat kesalahan (MSE). MSE didapatkan dengan membagi jumlah kuadrat kesalahan, Sum of Squared Error (SSE) dengan jumlah observasi dikurangi variabel termasuk intersepnya. Pendugaan koefisien regresi pada model permintaan dan penawaran beras juga dilakukan dengan metode persamaan simultan. Adapun seluruh data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan commit to user piranti lunak Eviews versi 5.1.
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk mengukur ketepatan peramalan digunakan nilai root mean square error (RMSE), nilainya menunjukkan seberapa besar penyimpangan hasil peramalan dengan kenyataan. Rumus RMSE adalah:
√
∑
Keterangan: At = nilai aktual dari deret waktu dalam periode t Ft = nilai yang diramalkan n = jumlah observasi k = jumlah variabel
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten di propinsi Jawa Tengah yang letaknya diapit oleh enam kabupaten/kota, yaitu : Sebelah Utara
: Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur
: Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Wonogiri Sebelah Barat
: Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali
Letak daerah Kabupaten Sukoharjo secara astronomi adalah : Bagian Ujung Sebelah Timur
: 110 57' 33,70'' BT
Bagian Ujung Sebelah Barat
: 110 42' 6,79" BT
Bagian Ujung Sebelah Utara
: 7 32' 17,00" LS
Bagian Ujung Sebelah Selatan : 7 49' 32,00" LS Wilayah Kabupaten Sukoharjo memiliki ketinggian tempat yang bervariasi yaitu 89–125 meter di atas permukaan laut dengan ketinggian ratarata 108 meter di atas permukaan laut. Wilayah dengan ketinggian 0–100 meter di atas permukaan laut sebesar 459,12 km2 (98,38 %) dan wilayah dengan ketinggian 101–500 sebesar 7,54 km2 (1,62 %). Curah hujan tertinggi pada tahun 2009 sebesar 2.227 mm dan terendah 1.522 mm, dengan rata-rata jumlah hari hujan 96 hari. Pada tahun 2009 Kabupaten Sukoharjo diguyur hujan lebih dari seperempat tahun. commit to user 75
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Luas Wilayah Menurut BPS Kabupaten Sukoharjo (2009: 1), secara administrasi Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 150 desa dan 17 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Sukoharjo tercatat 46.666 Ha atau sekitar 1,43% dari luas wilayah propinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Polokarto yaitu 6.218 Ha (13%), sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kartasura seluas 1.923 Ha (4%) dari luas Kabupaten Sukoharjo. C. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja a. Jumlah dan Komposisi Penduduk Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-Laki Perempuan Jumlah 402.725 412.364 815.089 405.831 415.382 821.213 408.506 417.783 826.289 411.340 420.273 831.613 414.292 422.987 837.279 417.276 425.851 843.127
Sex Ratio 97,66 97,70 97,78 97,87 97,94 97,99
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010) Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2004 – 2009 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan registrasi penduduk tahun 2009 tercatat sebanyak 843.127 jiwa, terdiri dari 417.276 laki-laki dan 425.851 perempuan. Apabila dilihat dari penyebaran penduduk, rasio jenis kelamin pada tahun 2009 sebesar 97,99 yang berarti setiap 100 penduduk commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perempuan terdapat 97 penduduk laki-laki. Hampir di semua kecamatan di Kabupaten Sukoharjo memiliki angka rasio jenis kelamin di bawah 100, yaitu berkisar 93 dan 99, kecuali Kecamatan Baki mempunyai sex ratio 100,58 (BPS Kabupaten Sukoharjo, 2010: 93). Berdasarkan data BPS Kabupaten Sukoharjo (2010: 93) tercatat, jumlah kelahiran selama tahun 2009 sebanyak 10.491 jiwa, terdiri dari 5.463 jiwa laki-laki dan 5.028 jiwa perempuan. Pada tahun 2009 ini diperoleh angka kelahiran kasar (CBR) sebesar 12.49, terdapat kenaikan jumlah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,51 (2006); 11,40 (2007); dan 12,37 (2008). Jumlah angka kematian pada tahun 2009 tercatat sebanyak 5.243 jiwa yang terdiri dari 2.718 jiwa lakilaki dan 2.525 jiwa perempuan. Angka kematian kasar (CDR) tercatat 6,24, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,20 terjadi peningkatan sebesar 0,04.
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan 0–4 26.717 24.862 5–9 30.168 28.510 10 – 14 33.621 32.088 15 – 19 36.057 35.775 20 – 24 39.496 42.041 25 – 29 39.602 42.615 30 – 34 35.887 38.149 35 – 39 31.937 33.644 40 – 44 30.160 30.746 45 – 49 26.149 25.688 50 – 54 21.778 20.470 55 – 59 16.660 16.313 60 – 64 14.178 15.166 65 – 69 12.093 13.615 70 – 74 10.184 11.945 75 + 12.589 14.224 Jumlah 417.276 425.851 Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
Jumlah 51.579 58.678 65.709 71.832 81.537 82.217 74.036 65.581 60.906 51.837 42.248 32.973 29.344 25.708 22.129 26.813 843.127
Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa menurut kelompok umur, pada tahun 2009 penduduk Kabupaten Sukoharjo paling banyak pada usia 25-29 tahun yaitu sebanyak 82.217 jiwa dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 70-74 tahun, hanya berjumlah 22.129 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif juga lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk usia non produktif, hampir 70% penduduk Kabupaten Sukoharjo termasuk dalam angkatan kerja. Dengan demikian, penduduk usia produktif yang banyak dapat dijadikan sebagai modal untuk meningkatkan pembangunan daerah di Kabupaten Sukoharjo.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Tabel 5. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009 Tahun
Jumlah (jiwa)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
815.089 821.213 826.289 831.613 837.279 843.127
Pertumbuhan (%) 0,78 0,75 0,62 0,64 0,68 0,70
Kepadatan (jiwa/km2) 1.747 1.760 1.771 1.782 1.794 1.807
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010) Berdasarkan Tabel 5. dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk dalam kurun waktu enam tahun (2004-2009) cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun 2009 tercatat kepadatan penduduk sebesar 1.807 jiwa setiap km2. Penyebaran penduduk di Kabupaten Sukoharjo masih belum merata. Penyebaran penduduk yang paling padat terdapat di Kecamatan Kartasura dengan kepadatan penduduknya adalah 4.736 jiwa/km2. Sedangkan wilayah yang paling kecil kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Nguter dengan tingkat kepadatan penduduk 1.174 jiwa/km2. D. Keadaan Perindustrian Salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan di Kabupaten Sukoharjo adalah sektor industri. Karena hal itu, maka pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Sukoharjo. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2008 sebesar 29,52 %. commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal, industri di Kabupaten Sukoharjo digolongkan menjadi Industri Besar, Industri Menengah dan Industri Kecil. Industri-industri tersebut berdasar kelompok usahanya dibedakan menjadi Industri Agro dan Hasil Hutan (IAHH); Industri Tekstil dan Aneka (ITA); dan Industri Kimia, Logam, Mesin, Elektronika (IKLME). Jumlah industri di Kabupaten Sukoharjo menurut kelompok usahanya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Industri Menurut Kelompok Usaha di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 Jumlah Jumlah Nilai Nilai Kelompok Industri Unit Tenaga Investasi Produksi Usaha Kerja (Juta Rupiah) (Juta Rupiah) I. IAHH a. Industri besar 35 8.230 160.312,63 590.082,94 b. Industri 105 9.205 40.129,50 575.787,79 menengah c. Industri kecil 6.766 26.761 66.099,19 661.533,70 Jumlah 6.906 44.196 266.541,32 1.827.404,43 II. ITA a. Industri besar 13 44.700 1.366.282,70 2.956.324,83 b. Industri 31 3.977 26.402,73 114.148,45 menengah c. Industri kecil 4.240 16.322 24.928,09 716.196,23 Jumlah 4.284 64.999 1.417.613,52 3.786.669,51 III. IKLME a. Industri besar 10 2.700 102.331,61 299.493,23 b. Industri 51 2.130 41.760,29 116.098,76 menengah c. Industri kecil 55.290 21.473 21.907,25 269.481,07 Jumlah 55.351 26.303 165.999,15 685.073,06 Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010) Keterangan : § IAHH § ITA § IKLME
= Industri Agro dan Hasil Hutan = Industri Tekstil = Industri Kimia, Logam, Mesin, dan Elektro commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 10. dapat diketahui bahwa industri yang menyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Sukoharjo adalah industri besar dalam kelompok industri tekstil sebesar 44.700 jiwa. Hal ini disebabkan karena di Kabupaten Sukoharjo terdapat pabrik tekstil yang cukup besar, yaitu PT Sritex, sehingga memiliki tenaga kerja yang cukup banyak. Industri kecil dalam kelompok industri agro dan hasil hutan berada di tempat kedua dalam hal penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 26.761 jiwa. Dilihat dari nilai produksinya, paling besar adalah pada industri tekstil, dilanjutkan industri agro dan hasil hutan baru kemudian industri kimia, logam, mesin, dan elektro. E. Keadaan Umum Pertanian Selain sektor industri, sektor pertanian juga memegang peranan yang penting. Sebagai sektor penyedia kebutuhan pangan, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan peran sektor ini dalam pembangunan ekonomi. Keadaan pertanian di Kabupaten Sukoharjo masih relatif produktif. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar penduduknya yang masih bekerja di sektor pertanian serta didukung oleh ketersediaan lahan yang memadai untuk pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih mampu
memberikan
sumbangan
yang besar dari sembilan
sektor
perekonomian yang lainnya pada perekonomian wilayah Kabupaten Sukoharjo. Pendapatan sektor pertanian tersebut sangat tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan. Penggunaan lahan baik lahan sawah maupun lahan bukan sawah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 Penggunaan Lahan Sawah 1. Irigasi Teknis 2. Irigasi Setengah Teknis 3. Irigasi Sederhana 4. Tadah Hujan Jumlah
Luas Lahan (Ha) 14.900 1.902 2.021 2.434 21.257
Prosentase 70,09 8,95 9,51 11,45 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 Secara umum pemanfaatan lahan di Kabupaten Sukoharjo meliputi 21.257 Ha lahan sawah dan 25.409 Ha lahan bukan sawah. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan sawah meliputi sawah irigasi teknis 14.900 Ha (70,09%), sawah irigasi setengah teknis 1.902 Ha (8,95%), sawah irigasi sederhana 2.021 Ha (9,51%) dan sawah tadah hujan 2.434 Ha (11,45%). Penggunaan lahan sawah terbesar adalah sawah irigasi teknis. Hal ini dikarenakan pada lahan sawah dengan irigasi teknis mampu menampung air lebih banyak dibandingkan lahan sawah irigasi lainnya. Ditunjang dengan ketersediaan air yang mencukupi maka petani di Kabupaten Sukoharjo lebih banyak menggunakan lahan sawah dengan irigasi teknis. Pola tanam yang diterapkan pada lahan sawah irigasi teknis adalah padi – padi – palawija, artinya bahwa dalam satu tahun padi ditanam pada dua periode musim tanam dan kemudian palawija (biasanya kacang hijau, kedelai, dan jagung) pada musim tanam berikutnya. Tabel 8. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Jenis di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 Penggunaan Lahan Bukan Sawah Luas Lahan (Ha) 1. Tanah Kering 24.307 2. Hutan Negara 390 3. Perkebunan Negara 708 Jumlah 25.409 commit to user Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
Prosentase 95,66 1,53 2,81 100,00
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan bukan sawah menurut jenisnya terdiri dari tanah kering 24.307 Ha (95,66%), hutan negara 390 Ha (1,53%) dan perkebunan negara 708 Ha (2,81%). Lahan tanah kering paling banyak digunakan terutama untuk pekarangan dan tegalan. Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Status di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 Penggunaan Lahan Bukan Sawah Luas Lahan (Ha) Prosentase 1. Pekarangan/ Bangunan 16.099 63,36 2. Tegal/ Kebun 4.599 18,10 3. Hutan Rakyat 904 3,55 4. Tambak/ Kolam Empang 36 0,14 5. Hutan Negara 390 1,54 6. PBS/ PBN 708 2,79 7. Lainnya 2.673 10,52 Jumlah 25.409 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa lahan bukan sawah menurut status meliputi pekarangan/bangunan, tegal/kebun, hutan rakyat, tambak/kolam empang, hutan negara, perkebunan besar swasta/perkebunan besar negara, dan lainnya. Hutan Negara banyak terdapat di Kecamatan Bulu, dimana sebagian besar merupakan hutan jati. Pekarangan memiliki luas lahan terbesar yaitu sebesar 16.099 Ha (63,36%) sedangkan tambak/kolam empang memiliki luas lahan terkecil yaitu sebesar 36 Ha (0,14%). Penggunaan lahan bukan sawah yang terbesar adalah pekarangan/bangunan, ini disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan rumah tangga baru yang menetap di Sukoharjo. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah atau tegal menjadi pekarangan/bangunan.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Keadaan Sektor Tanaman Bahan Makanan Sektor pertanian mempunyai peran yang cukup besar terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo. Pada tiap tahun rata-rata sektor pertanian memberikan kontribusi kurang lebih sebesar 20% (Statistik Daerah Kabupaten Sukoharjo, 2010: 14). Sektor pertanian terdiri atas beberapa sub sektor, yaitu tanaman bahan makanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Produktivitas tanaman bahan makanan terutama padi terus ditingkatkan. Apalagi Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten penyangga pangan di Jawa Tengah. Sejak tahun 2004 produktivitas padi sawah terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai 70,87 ku/ha pada tahun 2009. Demikian halnya dengan luas panen padi juga mengalami peningkatan sebesar 4,56% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi padi sawah juga cenderung meningkat, yaitu sebanyak 357.525 ton pada tahun 2009, yang berarti mengalami peningkatan 6% dibanding tahun 2008. Tabel 10. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Jenisnya di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2009 (Ton) Komoditas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Padi Sawah Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau
2005 299.206 28.042 106.283 96 15.345 8.107 133
2006 322.426 21.415 91.181 41 14.526 7089 72
Tahun 2007 319.720 22.448 93.133 27 15.181 9.187 58
2008 337.244 30.589 59.982 14 13.957 8.586 40
2009 357.525 31.651 63.755 28 9.217 9.243 118
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010) Selain padi sawah, pertumbuhan produksi palawija juga berfluktuasi setiap tahunnya. Berdasarkancommit Tabel to 10.user di atas dapat diketahui bahwa pada
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
tahun 2009 komoditas yang mengalami peningkatan produksi adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, dan kacang hijau. Perkembangan yang pesat ditunjukkan oleh komoditas ubi jalar dan kacang hijau, yang masing-masing mengalami peningkatan sebesar 100% dan 195% dibanding tahun sebelumnya. Komoditi kacang tanah justru mengalami penurunan sebesar 40% dari tahun sebelumnya, yaitu dari 13. 957 ton pada tahun 2008 menjadi 9.217 ton pada tahun 2009. Komoditas ubi jalar cenderung mengalami penurunan dikarenakan turunnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi ubi jalar. Hal ini karena kurangnya teknologi untuk mengolah ubi jalar tersebut menjadi bahan baku jenis lain, misalnya tepung ubi jalar. Masyarakat mengkonsumsi ubi jalar hanya dalam bentuk umbi saja sehingga jenis makanan yang dapat dibuat juga kurang bervariasi dan kurang menarik. Menurut BPS (2010: 15) produksi sayur-sayuran secara umum meningkat jika dibandingkan tahun 2008. Produksi terong pada tahun 2009 sebesar 207 kuintal (meningkat 116%), sedangkan kacang panjang sebesar 7.207 kuintal (meningkat 27%). Akan tetapi produksi cabe besar mengalami penurunan dari 3.792 kuintal pada tahun 2008 menjadi 2.369 kuintal pada tahun 2009 atau turun sebesar 38%. Demikian juga untuk komoditi buahbuahan, secara umum menunjukkan peningkatan produksi kecuali buah belimbing dan kedondong yang masing-masing turun sebesar 17% dan 79%. Produksi jeruk besar mengalami peningkatan yang terbesar, yaitu hampir mencapai 800% dan sirsak meningkat lebih dari 400% dibanding tahun 2008. Secara kuantitas buah mangga merupakan komodi buah-buahan terbesar pada commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun 2009, produksinya mencapai 446.210 kg, disusul kemudian buah sukun dan rambutan yang produksinya lebih dari 8 ribu ton. G. Keadaan Perekonomian Salah satu alat untuk mengetahui perkembangan perekonomian suatu daerah adalah melalui nilai PDRB. Pada tahun 2009, PDRB Kabupaten Sukoharjo atas dasar harga berlaku mencapai 8,92 trilyun rupiah atau 4,86 trilyun atas dasar harga konstan (tahun 2000 sebagai dasar perhitungan). Struktur perekonomian Kabupaten Sukoharjo selama tahun 2005-2009 tidak mengalami perubahan yang berarti. Pada tahun 2009, sektor industri pengolahan masih merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar, yaitu 29% dari total PDRB. Pada urutan kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 26% kemudian sektor pertanian pada urutan ketiga dengan kontribusi 20%. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2005-2009 selalu menunjukkan angka positif di atas 4%, meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan sejak tahun 2008. Pendapatan per kapita pun mengalami peningkatan sebesar 10% dari tahun 2008, yaitu menjadi 9.407.312,06 rupiah pada tahun 2009. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di sekitarnya, PDRB Kabupaten Sukoharjo atas dasar harga berlaku tahun 2009 berada di peringkat kedua setelah Kabupaten Klaten. Berbeda jika perbandingan berdasar atas harga konstan, Kabupaten Sukoharjo berada pada posisi keempat setelah Kabupaten Karanganyar, Kota Surakarta, dan Kabupaten Klaten. Perbedaan commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut dikarenakan inflasi atau besarnya perubahan harga pada setiap kabupaten/kota tidak sama. Pendapatan perkapita Kabupaten Sukoharjo jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain pada Eks-Karesidenan Surakarta, berada pada urutan kedua. Selama tahun 2009, rata-rata setiap penduduk Kabupaten Sukoharjo menghasilkan nilai tambah sebesar 10,6 juta rupiah (atas dasar harga berlaku). Angka ini masih berada di bawah Kota Surakarta yang rata-rata penduduknya mampu menghasilkan nilai tambah sebesar 16,8 juta rupiah per tahun.
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Dinamika Penawaran Dan Permintaan Beras di Kabupaten Sukoharjo Beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat penting dan strategis. Sebagai bahan pangan pokok, kebutuhannya harus selalu dipenuhi. Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penyangga pangan di propinsi Jawa Tengah sangat memperhatikan ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Usahatani padi sendiri sangat tergantung pada kondisi iklim serta adanya pengaruh dari fakor lain seperti gangguan hama dan penyakit. Untuk meminimalisir gangguan tersebut, berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan ketersediaan beras, diantaranya melalui bantuan irigasi untuk petani, penyediaan pupuk dan bibit unggul, serta pendampingan melalui penyuluhan pertanian. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi padi, sehingga ketersediaan beras juga meningkat. 1. Dinamika Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo Melalui pendekatan produksi maka dapat diperoleh data penawaran beras. Data penawaran beras di dinas dan lembaga terkait tidak tersedia, sehingga untuk perhitungan penawaran beras menggunakan pendekatan produksi. Data penawaran beras yang digunakan adalah data periode 17 tahun yaitu tahun 1994 – 2010. Pada dasarnya, data produksi beras terdiri dari data tahunan dan kuartalan (musiman). Data produksi kuartalan dihitung berdasarkan musimcommit tanam,toyaitu user dalam waktu satu tahun terdapat 88
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tiga musim tanam dan setiap musim tanam berlangsung selama empat bulan. Pada penelitian ini hanya menggunakan data penawaran tahunan beras saja. Selain kelengkapan dan ketersediaan data, pertimbangannya lainnya adalah penggunaan metode persamaan simultan. Pada metode persamaan simultan, hasil dari model ARIMA penawaran dan permintaan beras akan disimultankan dalam kondisi keseimbangan pasar, sehingga range dan jenis data penawaran dan permintaan beras yang digunakan harus sama. Karena untuk permintaan beras hanya tersedia data tahunan saja maka dalam penelitian ini hanya menggunakan data penawaran tahunan beras saja, untuk kesamaan jenis data. Data produksi bersih padi dan penawaran tahunan beras terdapat pada tabel berikut ini. Tabel 11. Produksi Bersih Padi dan Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi Bersih Padi (Ton) 250.687 255.072 262.307 255.968 279.549 249.834 282.908 270.775 261.634 252.946 269.710 264.696 280.717 269.013 301.534 310.506 261.349
Penawaran Beras (Ton) 158.434,184 161.205,504 165.778,024 161.771,776 176.674,968 157.895,088 178.797,856 171.129,800 165.352,688 159.861,872 170.456,720 167.287,872 177.413,144 170.016,216 190.569,488 196.239,792 165.172,568
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2011 commit to user
Fluktuasi (%) 1,75 2,84 -2,42 9,21 -10,63 13,24 -4,29 -3,38 -3,32 6,63 -1,86 6,05 -4,17 12,09 2,97 -15,83
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tabel penawaran tahunan beras tersebut dapat diketahui bahwa selama periode 17 tahun penawaran tahunan beras berfluktuasi. Setiap tahunnya produksi beras bisa mengalami penurunan ataupun peningkatan. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi alam. Hal ini yang menyebabkan hasil produksi tidak bisa dipastikan setiap tahunnya. Selain faktor alam, adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri juga menjadi penyebab berkurangnya produksi beras yang dihasilkan. Pada tahun 2001, produksi bersih padi di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 270.775 ton dan dihasilkan beras sebanyak 171.129,800 ton. Pada tahun ini produktivitas padi adalah 58,50 ku/ha, sedangkan luas panen padi berkurang 6,31% dari tahun 2000. Hal ini yang menyebabkan penawaran beras turun 4,29% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2003, produksi bersih padi kembali mengalami penurunan dan hanya mampu menghasilkan padi sebanyak 252.946 ton dengan penawaran beras sebanyak 159.861,872 ton. Produktivitas padi pada tahun ini adalah 62,32 ku/ha dan luas panen mengalami penurunan sebesar 4,38% dibandingkan tahun 2002. Produksi bersih padi mengalami peningkatan pada tahun 2004, yaitu sebesar 269.710 ton. Beras yang ditawarkan pada tahun ini adalah 170.456,720 ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penawaran beras meningkat sebanyak 6,63%. Hal ini terjadi karena luas panen meningkat sebesar 4,76% dari tahun sebelumnya, sehingga produksi padi juga ikut meningkat. Kenaikan produksi bersih padi juga kembali terjadi commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada tahun 2006, dengan hasil produksi sebesar 280.717 ton. Jumlah beras yang ditawarkan pada tahun ini sebesar 177.413,144 ton, meningkat 6,05% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan luas panen 6,42% dari tahun sebelumnya. Penawaran beras terendah terjadi pada tahun 1999, yaitu sebesar 157.895,088 ton. Dibandingkan dengan penawaran tahun sebelumnya, pada tahun 1999 terjadi penurunan sebesar 10,63 %. Hal ini dikarenakan adanya dampak krisis ekonomi sehingga menyebabkan biaya produksi usahatani meningkat. Pada tahun selanjutnya, yaitu tahun 2000, jumlah beras yang ditawarkan mengalami peningkatan tajam yaitu 13,24 % dibandingkan tahun sebelumnya atau sebesar 178.797,856 ton. Peningkatan ini terjadi dikarenakan pada saat itu produksi usahatani dipusatkan pada produksi beras guna mendukung program pemerintah agar Indonesia mencapai swasembada beras. Pada tahun 2009 penawaran beras mencapai titik tertinggi, yaitu sebesar 196.239,80 ton. Meskipun pada tahun ini peningkatannya kecil jika dibandingkan degan tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 jumlah produktivitas padi berhasil mencapai 70,87 ku/ha. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi padi, sehingga menjadikan Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penyangga pangan di Jawa Tengah. Pada tahun 2009, luas panen padi juga mengalami peningkatan sebesar 4,56 % dibandingkan tahun sebelumnya. commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penurunan penawaran beras yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010, yaitu beras yang ditawarkan menurun sebanyak 15,83 % dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 terjadi serangan hama wereng secara besar-besaran yang menyebabkan sebagian besar petani mengalami gagal panen. Dari luas tanam sebesar 51.748 ha, luas lahan yang mengalami puso sebesar 2.304 ha. Produktivitas padi juga mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu hanya 57,97 ku/ha. 2. Dinamika Permintaan Beras di Kabupaten Sukoharjo Data yang digunakan untuk peramalan permintaan beras adalah data permintaan beras tahun sebelumnya yang diperoleh dengan pendekatan konsumsi. Priode data yang dipakai adalah 17 tahun, yaitu tahun 1994 – 2010. Berbeda dengan data penawaran, data permintaan beras hanya tersaji dalam bentuk data tahunan dan tidak terdapat data kuartalan. Berdasarkan informasi dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kabupaten Sukoharjo, permintaan atau konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan jumlah konsumsi per jiwa per tahun. Jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo setiap tahun mengalami peningkatan sehingga permintaan beras juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk tersebut kemudian dikalikan dengan angka konversi konsumsi tahunan beras untuk memperoleh permintaan tahunan beras. Angka konversi konsumsi yang digunakan mengacu pada Neraca Bahan Makanan (NBM), yaitu 92,87 kg/jiwa/tahun untuk periode tahun 1994 – 2008 dan 83,93 kg/jiwa/tahun commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk periode tahun 2009 – 2010. Berikut adalah data jumlah penduduk dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo. Tabel 12. Jumlah Penduduk dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Penduduk (Jiwa) 720.892 734.554 747.301 760.703 768.421 776.107 788.326 795.680 802.502 808.811 815.089 821.213 826.289 831.613 837.279 843.127 849.016
Permintaan Beras (Ton) 66.949,24 68.218,03 69.401,84 70.646,49 71.363,26 72.077,06 73.211,84 73.894,80 74.528,36 75.114,28 75.697,32 76.266,05 76.737,46 77.231,90 77.758,10 70.763,65 71.257,91
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2010 Data permintaan tahunan beras menunjukkan pola yang meningkat dan linier. Jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan permintaan juga mengalami peningkatan. Karena jumlah penduduk yang banyak juga memerlukan kebutuhan bahan pangan yang banyak pula. Selain itu, faktor konversi yang sama juga menjadi penyebab data permintaan tahunan menunjukkan pola yang linier. Pada tahun 2009 jumlah permintaan beras mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena angka konversi yang digunakan pada tahun 2009-2010 lebih kecil dibandingkan angka konversi tahun to 1994-2008. commit user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
Angka konversi konsumsi menunjukkan tingkat konsumsi beras per jiwa per kg per tahun. Pada tahun 2009-2010 tingkat konsumsi beras mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu hanya sebesar 83,93 kg/jiwa/tahun. Penurunan tingkat konsumsi ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah tingkat pengetahuan dan diversifikasi pangan. Kemajuan teknologi menjadi pendorong perubahan pola pikir dan perkembangan tingkat pengetahuan masyarakat. Jika dahulu ketika mengkonsumsi pangan masyarakat hanya mementingkan kuantitas saja tanpa memperhatikan kualitas, maka dengan pengetahuan yang semakin bertambah menjadikan masyarakat sadar tentang arti kesehatan. Trend yang terjadi sekarang ini adalah masyarakat sudah mulai memperhatikan kualitas dari bahan pangan yang dikonsumsi. Keseimbangan antara karbohidrat, protein, vitamin dan mineral pada makanan lebih diperhatikan. Beras sebagai sumber karbohidrat, jumlah konsumsinya dikurangi dan lebih meningkatkan konsumsi protein dan vitamin sebagai asupan gizi. Selain tingkat pengetahuan, diversifikasi pangan juga menyebabkan berkurangnya konsumsi beras sebagai bahan pangan utama. Tersedianya bahan pangan lokal, seperti ubi, jagung, garut, dan singkong dapat mengurangi tingkat ketergantungan konsumsi beras. Apalagi penggunaan bahan pangan lokal tersebut mendapat dukungan dari pemerintah daerah melalui Badan Ketahanan Pangan. Salah satu program Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo adalah meningkatkan penggunaan bahan pangan lokal sebagai bahan pangan utama selain beras. Melalui program commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut diharapkan tingkat ketergantungan konsumsi beras menurun dan konsumsi bahan pangan lokal lebih meningkat. B. Model ARIMA Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Pada penelitian ini ditentukan model ARIMA penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo dengan menggunakan data produksi dan konsumsi beras. Data kemudian diolah dengan menggunakan metode BoxJenkins (ARIMA). Pada penelitian ini juga terdapat variabel tambahan yaitu variabel dummy, untuk menguji pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo. Metode Box-Jenkins (ARIMA) terdiri dari empat tahap, yaitu identifikasi, estimasi model, uji diagnostik, dan peramalan. 1. Penawaran Tahunan Beras a) Tahap Identifikasi Pada tahap identifikasi yang dilakukan adalah mengetahui plot data dan menguji stasioneritas data. Berdasarkan dari data penawaran tahunan beras yang terdapat pada Tabel 11. kemudian dibuat plot data untuk mengetahui unsur trend dan perilaku dari data tersebut. Plot data penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo terdapat pada Gambar 4. berikut ini :
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
200000
190000
180000
170000
160000
150000 1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
SUPPLY
Gambar 4. Plot Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton) Plot data tahunan penawaran beras menunjukkan pola yang fluktuatif dengan trend cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena beras merupakan bahan pangan pokok yang kebutuhannya harus selalu dipenuhi, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan jumlah produksi padi. Adapun terjadinya fluktuasi jumlah produksi disebabkan oleh perubahan iklim, dan luas tanam. Sesuai dengan data penawaran tahunan beras, pada plot data juga menunjukkan bahwa penawaran beras tertinggi terjadi pada tahun 2009, sedangkan penawaran terendah terjadi pada tahun 1999. Langkah selanjutnya pada tahap identifikasi setelah mengetahui plot data adalah mengidentifikasi stasioneritas data. Hal ini penting karena pada metode ARIMA, data yang akan dianalisis harus dalam kondisi stasioner. Kondisi data yang stasioner akan mampu menterjemahkan data dan model ekonomi secaratobaik commit userkarena data yang stasioner tidak
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terlalu bervariasi dan cenderung mendekati nilai rata-ratanya. Stasioner atau tidaknya suatu data dapat diketahui dari nilai Augmented DickeyFuller (ADF). Menurut Yuliadi (2009: 59), suatu data dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic lebih besar dari nilai critical value tingkat kepercayaan. Tabel 13. Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Supply Supply Nilai Differencing 1 ADF Critical value 1% Critical value 5% Critical value 10%
-3,181357 -3,920350 -3,065585 -2,673459
-4,029257 -4,004425 -3,098896 -2,690439
Sumber : Diolah dari Lampiran 2 Pada Tabel 13. dapat diketahui bahwa nilai ADF untuk data penawaran tahunan beras adalah -3,181357. Nilai ADF jika dibandingkan dengan critical value 5% (-3,065585) dan 10% (-2,673459), nilainya sudah lebih besar. Tetapi nilai ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan critical value 1% (-3,920350). Ini menunjukkan bahwa data penawaran tahunan beras belum stasioner. Untuk menstasionerkan data dilakukan proses pembedaan (differencing). Pada differencing orde satu, diketahui bahwa nilai ADF adalah -4,029257. Nilai ADF differencing pertama ini sudah lebih besar dibandingkan critical value 1% (-4,004425); 5% (-3,098896); dan 10% (-2,690439). Nilai ADF ini menunjukkan bahwa data sudah stasioner. Berdasarkan kondisi tersebut commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka dapat disimpulkan bahwa data penawaran tahunan beras tidak stasioner dan menjadi stasioner pada differencing orde satu. b) Tahap Estimasi Setelah pola data dan stasioneritas data diidentifikasi, maka tahap selanjutnya adalah penentuan jenis model ARIMA sementara serta penentuan orde untuk bagian autoregressive (p) dan orde untuk bagian moving average (q). Untuk menentukan apakah model yang digunakan adalah autoregressive (AR) atau moving average (MA) dapat dilihat berdasarkan
pola
autocorelation
function
(ACF)
dan
partial
autocorelation function (PACF). Menurut Kuncoro (2004) untuk mengamati pola ACF dan PACF dapat diketahui dari hasil collerogram. Suatu model AR dapat dilihat dari pola PACF sedangkan pola ACF akan menentukan model MA. Pada data penawaran tahunan beras, telah diketahui sebelumnya bahwa data stasioner pada differencing pertama. Selanjutnya dilakukan identifikasi plot ACF-PACF data hasil differencing tersebut. Plot ACFPACF data hasil differencing pertama (Lampiran 4) dapat diketahui bahwa nilai PACF sangat rendah pada lag pertama kemudian meningkat secara drastis pada lag kedua, dan pada lag-lag berikutnya terjadi penurunan. Pola plot ACF juga menunjukkan kenaikan dan penurunan pada lag awal, akan tetapi nilainya stabil pada lag-lag berikutnya. Berdasarkan hasil collerogram dan nilai ADF kemudian ditentukan user (p,d,q) dimana p menunjukkan bentuk umum dari modelcommit tentatiftoARIMA
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
orde AR, d adalah derajat differencing, dan q menunjukkan orde MA. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh hasil bahwa data penawaran tahunan beras di-differencing sebanyak satu kali (d = 1), orde AR adalah 0
(p = 0), dan orde MA adalah 1 (q = 1). Jadi model tentatif ARIMA
penawaran tahunan beras adalah sebagai berikut : Model Tentatif Penawaran Tahunan Beras : ARIMA (0,1,1) Selanjutnya model tentatif tersebut diestimasi tiap parameternya dengan bantuan program Eviews 5.1 dan hasil lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut adalah tabel hasil estimasi parameter model tentatif penawaran tahunan beras. Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Model Tentatif Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Parameter Koefisien Konstanta 2701,109*** MA(1) -2,232999*** Sumber : Diolah dari Lampiran 6 Keterangan: *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Probabilistik 0,0000 0,0041
Hasil estimasi model tentatif menunjukkan bahwa model tentatif mempunyai RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 0,850311 dan nilai F-statistic sebesar 79,52704. Kemudian estimasi parameter model tentatif menunjukkan bahwa model tentatif mempunyai konstanta 2701,109 dan koefisien MA(1) sebesar -2,232999. Berdasarkan nilai probabilitasnya, parameter MA(1) sudah signifikan karena nilai probabilitasnya (0,0041) lebih kecil dari 0,05. Bentuk matematis dari model tentatif penawaran commit to user tahunan beras ARIMA (0,1,1) adalah :
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
脨
籠ǁǑො, ොǑ
籠, 籠蹐籠
ො
c) Tahap Uji Diagnostik Setelah menentukan model tentatif ARIMA untuk penawaran tahunan beras, tahap selanjutnya adalah menguji apakah model tentatif yang telah ditentukan tersebut merupakan model yang layak untuk peramalan. Jika hasilnya menunjukkan model tentatif masih belum layak maka dibuat model yang lainnya hingga ditemukan model yang terbaik. Kriteria yang akan digunakan pada tahap ini adalah nilai RMSE yang kecil, nilai R2 yang tinggi, signifikansi nilai F-statistik dan parameterparameternya harus signifikan. Pada tahap ini juga dicoba beberapa alternatif bentuk model ARIMA yang lain. Model yang paling memenuhi kriteria yang akan dipilih sebagai model terbaik untuk peramalan penawaran dan permintaan beras. Uji diagnostik pertama untuk model tentatif penawaran tahunan beras adalah uji nilai RMSE. Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa nilai RMSE model tentatif cukup kecil. Akan tetapi hal ini masih perlu dibandingkan dengan RMSE model alternatif yang lain. Selanjutnya untuk nilai R2 (0,850311) sudah tinggi dan nilai F-statistic (0,0041) juga sudah signifikan. Sama seperti kriteria RMSE, untuk nilai R2 dan F-statistic juga masih harus dibandingkan dengan model alternatif yang lain. Parameter MA pada model tentatif penawaran tahunan beras juga sudah signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05.
commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Langkah berikutnya adalah membandingkan model tentatif dengan alternatif model yang lain. Hasil analisis model penawaran beras dengan bantuan program Eviews 5.1 pada berbagai model alternatif terdapat pada Lampiran 6. Berikut adalah tabel perbandingan uji diagnostik model tentatif dengan model alternatif yang lain. Tabel 15.
Perbandingan Uji Diagnostik Beberapa Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Model
Konstanta
AR(1)
ARIMA (0,1,1)
2701,109 (14,43913)
ARIMA (1,1,0)
1180,435 (0,612960)
-0,68358 (-2,337946)
ARIMA (2,1,0)
1496,133 (1,207086)
-1,056719 (-2,900310)
ARIMA (1,1,1)
1226,049 (2,338764)
-0,290730 (-0,918774)
ARIMA (2,1,1)
1250,767 (2,243276)
-0,297166 (-0,875962)
ARIMA (1,1,2)
1192,557 (2,291158)
-0,835204 (-2,258157)
ARIMA (2,1,2)
862,7261 (0,909512)
-0,722903 (-1,122325)
AR(2)
R2
F-stat
RMSE
0,850311
79,52704
5186,376
0,296003
5,465993
11604,41
0,435056
4,235481
10722,88
-0,907153 (-9,71599)
0,526888
6,681938
9513,063
0,917692 (-10,29447)
0,534620
3,829268
9732,244
MA(1)
MA(2)
-2,232999 (-3,430381)
-0,595544 (-1,62979)
-0,130765 (-0,33363)
-0,014533 (-0,02929)
-0,366418 (-0,791774)
-0,628322 (-0,860129)
0,552889
4,534124
9247,949
-0,145527 (-0,255718)
-0,849001 (-1,677272)
0,610530
3,527082
8903,197
Sumber : Diolah dari Lampiran 6 Model alternatif yang digunakan pada tahap uji diagnostik adalah ARIMA (1,1,0); ARIMA (2,1,0); ARIMA (1,1,1); ARIMA (2,1,1), ARIMA (1,1,2); dan ARIMA (2,1,2). Pada model alternatif pertama yaitu ARIMA (1,1,0) mempunyai R2 sebesar 0,296003; RMSE sebesar 11.604,41; probabilistik
F-statistic (0,036026) signifikan pada taraf
95%; dan parameter AR(1) juga signifikan pada taraf 95%. Model tentatif masih lebih baik jika dibandingkan dengan model baik ARIMA (1,1,0), karena nilai RMSE model tentatif lebih rendah. Oleh karena itu to user Model alternatif kedua adalah model ARIMA (1,1,0) commit tidak dipilih.
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
ARIMA (2,1,0) mempunyai R2 sebesar 0,435056; RMSE sebesar 10.722,88; probabilistik F-statistic (0,043254) signifikan pada taraf 95%; dan parameter AR(1) signifikan sedangkan parameter AR(2) tidak signifikan. Meskipun model alternatif kedua nilai RMSE-nya lebih rendah dan nilai R2 lebih tinggi dibandingkan model alternatif pertama, tetapi salah satu parameternya ada yang tidak signifikan. Model alternatif ketiga yaitu ARIMA (1,1,1) mempunyai R2 sebesar 0,526888; RMSE sebesar 9.513,063; probabilistik F-statistic (0,011215) signifikan pada taraf 95%; dan parameter AR(1) tidak signifikan sedangkan parameter MA(1) signifikan pada taraf 95%. RMSE dan R2 model alternatif ketiga lebih baik dari model alternatif pertama dan kedua, tetapi salah satu parameternya tidak signifikan. Model alternatif keempat adalah ARIMA (2,1,1) mempunyai R2 sebesar 0,534620; RMSE sebesar 9.732,244; probabilistik F-statistic (0,046172) signifikan pada taraf 95%; dan parameter AR(1) dan AR(2) tidak signifikan sedangkan parameter MA(1) sudah signifikan. RMSE dan R2 model alternatif keempat lebih baik dari model alternatif pertama dan kedua, tetapi terdapat dua parameter yang tidak signifikan sehingga model ini tidak dipilih. Pada model alternatif kelima yaitu ARIMA (1,1,2) mempunyai R2 sebesar 0,552889; RMSE sebesar 9.247,949; probabilistik F-statistic (0,026557) signifikan pada taraf 95%, parameter AR(1) signifikan sedangkan parameter MA(1) dan MA(2) tidak signifikan. RMSE dan R2 commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
model alternatif ini lebih baik dari model-model alternatif sebelumnya. Akan tetapi model ini tidak dipilih karena model tentatif masih lebih baik. Model ARIMA (2,1,2) merupakan model alternatif yang terakhir. Model ini mempunyai R2 sebesar 0,610530; RMSE sebesar 8.903,197; probabilistik F-statistic (0,053810) tidak signifikan pada taraf 95%, semua parameter dalam model ini tidak ada yang signifikan. Berdasarkan hasil uji diagnostik pada Tabel 14. di atas, peneliti mengambil keputusan untuk tetap memilih model tentatif ARIMA (0,1,1) sebagai model ARIMA terbaik untuk penawaran tahunan beras. Hal ini dikarenakan model tentatif memiliki RMSE yang paling kecil dibanding model yang lainnya, yaitu sebesar 5.186,376. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin baik model tersebut, karena hasil peramalan semakin mendekati nilai aktualnya. Pertimbangan lainnya adalah nilai R2 paling tinggi, yaitu sebesar 0,850311. Nilai R2 tersebut berarti bahwa model ARIMA (0,1,1) dapat menjelaskan variasi perubahan variabel bebas sebesar 85,0311 %. Semakin tinggi nilai R2 suatu model maka akan semakin baik model tersebut.
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 16. Hasil Pengujian Model ARIMA (0,1,1) Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Variable C*** DUMMYns MA(1)*** R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted MA Roots
Coefficient 2737.831 -963.6575 -2.316226 0.864612 0.843783 5472.007 3.89E+08 -158.7603 2.591792 2.32
Std. Error t-Statistic 155.5887 17.59660 2374.831 -0.405779 0.720251 -3.215860 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0000 0.6915 0.0068 421.1490 13844.68 20.22004 20.36490 41.51024 0.000002
Sumber : Diolah dari Lampiran 6 Keterangan: ns = non-signifikan *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99% Pada Tabel 16. dapat diketahui bahwa variabel dummy telah dimasukkan pada model penawaran tahunan beras ARIMA (0,1,1). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,864645, yang berarti bahwa 86,4645 % variasi penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam model, yaitu variabel dummy dan variabel MA(1). Nilai R2 pada model menunjukkan ketepatan model, sedangkan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo secara bersama-sama dapat dilihat dari hasil uji F. Berdasarkan hasil uji F-statistic dapat diketahui nilai probabilitasnya sebesar 0,000002. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 dan 0,01, yang berarti bahwa variabel dummy dan variabel MA secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap penawaran tahunan beras pada tingkat signifikansi 99%.
commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel yang
berpengaruh terhadap penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo dapat digunakan uji-t. Berdasarkan hasil uji-t variabel dummy, dapat diketahui bahwa nilai probabilitas t-statistik variabel dummy (0,6915) lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Pada hasil uji-t variabel MA(1) dapat diketahui bahwa nilai probabilitas t-statistik variabel MA(1) adalah 0,0068. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 dan 0,01, yang berarti bahwa variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. MA(1) berarti bahwa penawaran tahunan beras sekarang dipengaruhi oleh dinamika penawaran tahunan beras satu tahun sebelumnya. Koefisien MA(1) sebesar -2,316226, artinya bahwa setiap dinamika penawaran beras satu tahun sebelumnya naik sebesar 1 satuan maka penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo akan turun sebesar 2,316226 satuan. Berdasarkan hasil pengujian model penawaran tahunan beras ARIMA (0,1,1) seperti yang terdapat pada Tabel 16. di atas, maka model matematisnya adalah : 脨
籠ǁ蹐ǁ, 蹐ො
Keterangan : 蟨
Dt
蹐,
ǁ
籠, 籠蹐籠
ො
= penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun t
= dummy otonomi daerah commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
et et
= dinamika
penawaran
tahunan
beras
di
Kabupaten
tahunan
beras
di
Kabupaten
Sukoharjo tahun t = dinamika
1
penawaran
Sukoharjo tahun t-1
2. Permintaan Beras a) Tahap Identifikasi Seperti pada penawaran tahunan beras, pada tahap identifikasi ini data permintaan tahunan beras diidentifikasi pola datanya untuk mengetahui pola trend data. Plot data permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo terdapat pada Gambar 5. berikut ini. 78000 76000 74000 72000 70000 68000 66000 1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
DEMAND
Gambar 5. Plot Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton) Plot data permintaan tahunan menunjukkan bahwa permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo memiliki trend meningkat. Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada dinamika permintaan tahunan beras, plot data menunjukkancommit bahwato pada user tahun 2009 terjadi penurunan
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permintaan yang sangat tajam. Hal ini terjadi karena angka konversi yang digunakan pada tahun 2009-2010 lebih kecil dibandingkan angka konversi tahun 1994-2008. Angka konversi konsumsi yang digunakan mengacu
pada
Neraca
Bahan
Makanan
(NBM),
yaitu
92,87
kg/jiwa/tahun untuk periode tahun 1994 – 2008 dan 83,93 kg/jiwa/tahun untuk periode tahun 2009 – 2010. Setelah mengetahui plot data kemudian dilanjutkan dengan identifikasi stasioneritas data permintaan tahunan beras. Stasioner atau tidaknya suatu data dapat diketahui dari nilai Augmented Dickey-Fuller (ADF). Nilai ADF hasil analisis data kemudian dibandingkan dengan critical value tingkat kepercayaan untuk mengetahui stasioneritas data tersebut. Tabel 17. Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Demand Demand Demand Nilai Differencing 1 Differencing 2 ADF -2,028527 Critical value 1% -3,920350 Critical value 5% -3,065585 Critical value 10% -2,673459 Sumber : Diolah dari Lampiran 3
-3,619274 -3,959148 -3,081002 -2,681330
-7,350896 -4,004425 -3,098896 -2,690439
Pada nilai ADF dan critical value data permintaan tahunan beras, dapat diketahui bahwa nilai ADF-nya adalah -2,028527. Nilai ADF tersebut jika dibandingkan dengan critical value 10% (-2,673459), nilainya sudah lebih besar. Tetapi nilai ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan critical value 5% (-3,065585) dan 1% (-3,920350). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
Hal ini menunjukkan bahwa data permintaan tahunan beras belum stasioner. Untuk menstasionerkan data dilakukan proses pembedaan (differencing). Pada differencing orde satu, diketahui bahwa nilai ADF adalah -3,619274. Nilai ADF differencing pertama ini sudah lebih besar dibandingkan critical value 5% (-3,081002) dan 10% (-2,681330). Akan tetapi nilai ADF differencing orde satu masih lebih kecil dari critical value 1% (3,959148). Sesuai kondisi ini maka data permintaan tahunan beras masih belum stasioner pada differencing pertama sehingga perlu dilakukan differencing orde dua. Nilai ADF differencing orde dua adalah -7,350896. Nilai ini sudah lebih besar dari critical value 10% (-2,690439); 5% (-3,098896) dan 1% (-4,004425) sehingga data permintaan tahunan beras sudah stasioner. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa data permintaan tahunan beras tidak stasioner dan menjadi stasioner pada differencing orde dua. b) Tahap Estimasi Tahap kedua setelah identifikasi data adalah tahap estimasi model. Pada tahap ini yang dilakukan adalah penentuan jenis model ARIMA serta penentuan orde untuk bagian autoregressive (p) dan orde untuk bagian moving average (q). Untuk menentukan model yang digunakan berdasarkan dari pola autocorelation function (ACF) dan partial autocorelation function (PACF). Pada data permintaan tahunan beras, telah diketahui bahwa data commitstasioner to user pada differencing kedua. Hasil belum stasioner dan menjadi
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
plot ACF-PACF differencing kedua kemudian diidentifikasi untuk mengetahui polanya. Plot ACF-PACF data hasil differencing kedua (Lampiran 5) menunjukkan bahwa nilai ACF dan PACF memiliki pola yang sama. Pada lag pertama nilainya sangat rendah, kemudian terjadi penurunan pada lag kedua. Akan tetapi pada lag ketiga meningkat dan menjadi stabil pada lag-lag selanjutnya. Hasil collerogram dan nilai ADF data permintaan tahunan beras selanjutnya digunakan untuk menentukan model tentatif ARIMA (p,d,q). Hasil analisis data menunjukkan bahwa data permintaan tahunan beras di-differencing sebanyak dua kali (d = 2), orde AR adalah 1 (p = 1), dan orde MA adalah 1 (q = 1). Jadi model tentatif ARIMA permintaan tahunan beras adalah sebagai berikut : Model Tentatif Permintaan Tahunan Beras : ARIMA (1,2,1) Selanjutnya model tentatif tersebut diestimasi tiap parameternya dengan bantuan program komputer Eviews 5.1 dan hasil lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Berikut adalah tabel hasil estimasi parameter model tentatif permintaan tahunan beras. Tabel 18. Hasil Estimasi Model Tentatif Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Parameter Koefisien Konstanta -79,78165*** AR(1) -0,679413** MA(1) -2,6664447*** Sumber : Diolah dari Lampiran 7 Keterangan: ** = signifikan pada taraf kepercayaan 95% commit to user 99% *** = signifikan pada taraf kepercayaan
Probabilistik 0,0001 0,0434 0,0051
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil estimasi parameter, model tentatif mempunyai RMSE sebesar 2.016,135; R2 sebesar 0,933452 dan nilai F-statistic sebesar 77,14651. Selanjutnya model tentatif mempunyai konstanta -79,78165 dengan koefisien AR(1) sebesar -0,679413 dan koefisien MA(1) sebesar -2,6664447. Parameter AR dan MA model tentatif ini juga signifikan karena nilai probabilitasnya untuk AR (0,0434) dan MA (0,0051) sudah lebih kecil dari 0,05. Bentuk matematis dari model tentatif penawaran tahunan beras ARIMA (1,2,1) adalah : 脨
ǁ ,ǁ ො
Ǒ, ǁ
ො蹐 脨
ො
籠,
ǁ
ො
c) Tahap Uji Diagnostik Setelah menentukan model tentatif ARIMA untuk permintaan tahunan beras, kemudian dilakukan uji terhadap model tentatif tersebut. Uji ini untuk menentukan bahwa model tentatif yang telah ditentukan tersebut merupakan model yang layak untuk peramalan. Jika hasilnya menunjukkan model tentatif masih belum layak maka dibuat model yang lainnya hingga ditemukan model yang terbaik. Sama seperti pada model penawaran penawaran, kriteria yang digunakan pada tahap uji diagnostik adalah nilai RMSE yang kecil, nilai R2 yang tinggi, signifikansi nilai F-statistic dan parameter-parameternya harus signifikan. Pada tahap ini juga dicoba beberapa alternatif bentuk model ARIMA yang lain. Model yang paling memenuhi kriteria yang akan dipilih sebagai model terbaik untuk peramalan penawaran dan commit to user permintaan beras.
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada model tentatif permintaan yang telah dijelaskan sebelumnya diketahui bahwa nilai RMSE sebesar 2.016,135. Nilai ini cukup kecil, tetapi masih perlu dibandingkan dengan RMSE model alternatif lainnya. Selanjutnya untuk nilai R2 sebesar 0,933452 sudah tinggi dan nilai F-statistic sudah signifikan. Meskipun sudah tinggi dan signifikan nilai ini perlu dibandingkan dengan model alternatif lain. Parameter AR dan MA pada model tentatif permintaan tahunan beras juga sudah signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitasnya sudah lebih kecil dari 0,05. Setelah diketahui kriteria dari model tentatif maka langkah berikutnya adalah membandingkan model tentatif dengan alternatif model yang lain. Hasil analisis model permintaan beras dengan bantuan program komputer Eviews 5.1 pada berbagai model alternatif terdapat pada Lampiran 7. Berikut adalah tabel perbandingan uji diagnostik model tentatif permintaan tahunan beras dengan model alternatif yang lain. Tabel 19.
Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model ARIMA Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Model
Konstanta
AR(1)
ARIMA (1,2,1)
-79,78165 (-6,325484)
-0,679413 (-2,281434)
ARIMA (1,2,0)
-331,5915 (-1,249160)
-1,091626 (-3,836454)
ARIMA (2,2,0)
-220,3092 (-1,153336)
-1,130549 (-3,667439)
ARIMA (0,2,1)
-82,00674 (-13,04580)
-2,715815 (-3,127891)
ARIMA (0,2,2)
-82,33764 (-12,71998)
-3,063650 (-3,771644)
ARIMA (1,2,2)
-78,96793 (-6,886773)
-1,574731 (-0,824696)
-1,900115 (-0,841449)
ARIMA (2,2,1)
-121,6293 (-4,955636)
-0,898087 (-2,744707)
Sumber : Diolah dari Lampiran 7
AR(2)
MA(1)
R2
F
RMSE
0,933452
77,14651
2016,135
0,550871
14,71838
1906,386
0,573705
6,728966
1927,293
0,906007
125,3082
842,5462
1,049169 (1,293876)
0,928926
78,41948
732,6563
-2,506974 (-0,456017)
0,938885
51,20843
703,2345
0,947327
53,95478
677,4671
MA(2)
-2,666447 (-3,485959)
-1,835733 (-0,66234)
-3,931372 (-1,15509)
-2,887589 (-3,1682308)
commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model alternatif yang digunakan pada tahap uji diagnostik adalah ARIMA (1,2,0); ARIMA (2,2,0); ARIMA (0,2,1); ARIMA (0,2,2), ARIMA (1,2,2); dan ARIMA (2,2,1). Pada model alternatif pertama yaitu ARIMA (1,2,0) mempunyai R2 sebesar 0,550871; RMSE sebesar 1.906,386; probabilistik
F-statistic (0,002368) signifikan pada taraf
99%; dan parameter AR(1) juga signifikan. Model alternatif pertama ini lebih baik jika dibandingkan dengan model tentatif, karena nilai RMSEnya lebih rendah dari model tentatif. Model alternatif kedua adalah ARIMA (2,2,0) mempunyai R2 sebesar 0,573705; RMSE sebesar 1.927,293; probabilistik F-statistic (0,014078) signifikan pada taraf 95%; dan parameter AR(1) signifikan sedangkan parameter AR(2) tidak signifikan. Berdasarkan nilai RMSE, model alternatif pertama lebih baik daripada model alternatif kedua. Selain itu, pada model alternatif kedua, salah satu parameternya ada yang tidak signifikan. Model alternatif ketiga yaitu ARIMA (0,2,1) mempunyai R2 sebesar 0,906007; RMSE sebesar 842,5462; probabilistik F-statistic (0,000000) signifikan pada taraf 99%; dan parameter MA(1) sudah signifikan. RMSE dan R2 model alternatif ketiga lebih baik dibandingkan dua model alternatif sebelumnya. Model alternatif keempat adalah ARIMA (0,2,2) mempunyai R2 sebesar 0,928926; RMSE sebesar 732,6563; probabilistik F-statistic (0.000000) signifikan pada taraf 99%; dan parameter MA(1) signifikan sedangkan parameter MA(2) tidak signifikan. RMSE dan R2 model alternatif keempat lebih baik dari model commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alternatif ketiga, tetapi salah satu parameternya tidak signifikan sehingga perlu dibandingkan dengan model alternatif yang lain. Pada model alternatif kelima yaitu ARIMA (1,2,2) mempunyai R2 sebesar 0,938885; RMSE sebesar 703,2345; probabilistik F-statistic (0,000002) signifikan pada taraf 99%, parameter AR(1), MA(1), dan MA(2) tidak ada yang signifikan. RMSE dan R2 model alternatif ini lebih baik dari model-model alternatif sebelumnya. Akan tetapi model ini tidak dipilih karena ketiga parameternya tidak ada yang signifikan. Model ARIMA (2,2,1) merupakan model alternatif yang terakhir dengan R2 sebesar 0,947327; RMSE sebesar 677,4671; probabilistik F-statistic (0,000004) signifikan pada taraf 99%, parameter AR(1) dan MA(1) signifikan sedangkan parameter AR(2) tidak signifikan. Berdasarkan perbandingan uji diagnostik pada Tabel 19, peneliti mengambil keputusan untuk memilih model alternatif terakhir yaitu ARIMA (2,2,1) sebagai model ARIMA terbaik untuk permintaan tahunan beras. Hal ini dikarenakan model ARIMA (2,2,1) memiliki RMSE sebesar 677,4671. Nilai ini merupakan nilai RMSE yang paling kecil jika dibandingkan model alternatif lainnya. Selain itu nilai R2 dari model terbaik juga lebih besar dari R2 model tentatif.
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 20. Hasil Pengujian Model ARIMA (2,2,1) Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Variable Cns DUMMYns AR(1)** AR(2)ns MA(1)** R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
Coefficient -138.6088 -271.3554 -0.883620 -0.828042 -2.526681 0.929770 0.894656 997.1932 7955154. -105.0547 1.677535 -.44+.80i 2.53
Std. Error t-Statistic 66.37988 -2.088114 455.7642 -0.595385 0.366785 -2.409096 3.462941 -0.239115 0.831859 -3.037392 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -.44-.80i
Prob. 0.0702 0.5680 0.0426 0.8170 0.0161 -57.72231 3072.372 16.93149 17.14878 26.47804 0.000115
Sumber : Diolah dari Lampiran 7 Keterangan : ns = non-signifikan ** = signifikan pada taraf kepercayaan 95% Pada Tabel 20. dapat diketahui bahwa variabel dummy telah dimasukkan pada model permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,929770, yang berarti bahwa 92,9770 % variasi permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam model, yaitu variabel dummy, variabel AR dan variabel MA. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo secara bersama-sama dapat dilihat dari hasil uji F. Berdasarkan hasil uji F-statistic dapat diketahui nilai probabilitasnya sebesar 0,000115. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 dan 0,01, yang berarti bahwa variabel dummy, variabel AR, dan variabel MA commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penawaran tahunan beras pada tingkat signifikansi 99%. Untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel yang
berpengaruh terhadap permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo dapat digunakan uji-t. Berdasarkan hasil uji-t variabel dummy, dapat diketahui bahwa nilai probabilitas t-statistik variabel dummy (0,5680) lebih besar dari tingkat signifikansi 95%. Hal ini berarti bahwa otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. Hasil uji-t variabel AR(2), nilai probabilistik t-statistik sebesar 0,8170. Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi 95%, artinya bahwa variabel AR(2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. Pada hasil uji-t variabel AR(1) diketahui nilai probabilistiknya sebesar 0,0426. Nilai probabilistik ini lebih kecil dari tingkat signifikansi 95%, artinya bahwa variabel AR(1) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. AR(1) berarti bahwa permintaan tahunan beras sekarang dipengaruhi oleh permintaan beras satu tahun sebelumnya. Sedangkan koefisien AR(1) sebesar -0,883620, berarti bahwa setiap permintaan beras satu tahun sebelumnya bertambah 1 satuan maka akan menurunkan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo sebesar 0,883620 satuan. Pada hasil uji-t variabel MA(1) dapat diketahui bahwa nilai probabilitas t-statistik variabel MA(1) adalah 0,0161. Nilai ini lebih kecil commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari tingkat signifikansi 95%, yang berarti bahwa variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. MA(1) berarti bahwa permintaan tahunan beras sekarang dipengaruhi oleh dinamika permintaan tahunan beras satu tahun sebelumnya. Koefisien MA(1) sebesar -2,526681, artinya bahwa jika dinamika permintaan tahunan beras bertambah 1 satuan maka akan menurunkan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo sebesar 2,526681 satuan. Berdasarkan hasil pengujian model permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1) seperti yang terdapat pada Tabel 20. di atas, maka model matematisnya adalah : 脨
ො蹐 , Ǒ
籠ǁො,蹐
Ǒ,
蹐 籠Ǒ
ො
Ǒ, 籠 Ǒ 籠
籠, 籠
籠
Keterangan : 蟨
= permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun t
YDt 1
= permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun
YDt 2
= permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun
et
= dinamika
Dt
et
= dummy otonomi daerah
t-1
t-2 penawaran
tahunan
beras
di
Kabupaten
tahunan
beras
di
Kabupaten
Sukoharjo tahun t 1
= dinamika
penawaran
Sukoharjo tahun t-1 commit to user
ො
ො
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Uji Variabel Dummy Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang paling penting dalam kehidupan, terutama beras sebagai makanan pokok. Karena merupakan bahan pangan penting maka pemerintah selalu melakukan pengawasan melalui kebijakan-kebijakan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa ketersediaan beras di pasar dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, sektor perberasan yang termasuk dalam sektor pertanian sepenuhnya menjadi tangung jawab pemerintah daerah yang diatur melalui otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat lebih memaksimalkan potensi daerahnya masingmasing sehingga daerahnya dapat lebih berkembang. Meskipun demikian, beras sebagai bahan pangan utama di Indonesia masih mendapat pengawasan ketat dari pemerintah. Berbagai kebijakan yang terkait dengan perberasan terus dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini untuk memastikan bahwa ketersediaan dan distribusi beras sudah merata dan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat sehingga tidak terjadi kekurangan pangan. Berdasarkan
informasi
dari
BAPPEDA
Kabupaten
Sukoharjo,
pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo mulai melaksanakan otonomi daerah pada tahun 2000. Sebagai salah satu kabupaten penyangga kebutuhan pangan di propinsi Jawa Tengah, pemerintah daerah terus berupaya untuk meningkatkan produksi padi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pada penelitian ini digunakan variabel dummy sebagai variabel tambahan dalam model ARIMA penawaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
118 digilib.uns.ac.id
dan permintaan tahunan beras. Variabel dummy digunakan untuk menguji apakah otonomi daerah berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras. Variabel dummy diuji dengan menggunakan Chow Breakpoint Test, untuk mengetahui structural break dari data penawaran dan permintaan tahunan beras. Karena otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo mulai dilaksanakan pada tahun 2000, maka periode structural break yang diuji pada penelitian ini adalah pada kisaran tahun pelaksanaan otonomi daerah yaitu tahun 1999, 2000, dan 2001. Periode structural break tersebut kemudian diuji dengan bantuan program Eviews 5.1 untuk mengetahui nilai probabilitas masing-masing periode structural break. Nilai probabilitas yang paling kecil menunjukkan bahwa periode tersebut memberikan pengaruh structural break pada data series. Hasil analisis untuk Chow Breakpoint Test terdapat pada Lampiran 8. Berikut adalah tabel perbandingan hasil Chow Breakpoint Test pada periode 1999, 2000, dan 2001. Tabel 21. Nilai F-statistic dan Tingkat Probabilitas Hasil Chow Breakpoint Test Variabel Dummy Periode F-statistic Structural Break 1999 1,195316 2000 3,033932 2001 2,168281 Sumber : Diolah dari Lampiran 8
Tingkat Probabilitas 1% 5% 0,333784 0,238143 0,082922 0,038543 0,153947 0,086563
Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa pada hasil Chow Breakpoint Test periode tahun 1999 tingkat probabilitasnya lebih besar dari 0,01 dan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa periode tahun 1999 tidak commit user berpengaruh terhadap structural breakto data penawaran dan permintaan tahunan
perpustakaan.uns.ac.id
119 digilib.uns.ac.id
beras di Kabupaten Sukoharjo. Hal yang sama juga terjadi pada periode tahun 2001. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya juga lebih besar dari 0,01 dan 0,05 sehingga tidak signifikan. Pada hasil Chow Breakpoint Test periode tahun 2000, dapat dilihat bahwa pada tingkat signifikansi 99%, nilai probabilitasnya tidak signifikan. Sedangkan pada tingkat signifikansi 95%, nilai probabilitasnya sudah signifikan karena nilainya lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan kondisi tersebut maka disimpulkan bahwa periode tahun 2000 memberikan pengaruh structural break terhadap data penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo. Dengan demikian, variabel dummy sebelum pelaksanaan otonomi daerah nilainya 0 untuk periode tahun 1994 – 1999, sedangkan variabel dummy setelah pelaksanaan otonomi daerah nilainya 1 untuk periode tahun 2000 – 2010. D. Model Persamaan Simultan Pada kondisi keseimbangan pasar, penawaran akan sama dengan permintaan. Berdasarkan kondisi ini maka model ARIMA terbaik yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya akan disimultankan. Karena pada dasarnya penawaran dan permintaan saling mempengaruhi. Pada model persamaan simultan ini juga ditambahkan variabel dummy sesuai dengan hasil uji Chow Breakpoint Test, untuk menguji pengaruh otonomi daerah terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras secara bersama-sama. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa data penawaran commit tosetiap user tahunnya bisa terjadi penurunan tahunan beras cenderung berfluktuasi,
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau peningkatan. Fluktuasi tersebut disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah iklim, gangguan hama dan penyakit, varietas benih, dan teknologi yang digunakan. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi iklim. Jika kondisi iklim tidak mendukung dan terjadi serangan hama, bisa menyebabkan penurunan hasil produksi. Selain itu adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan industri juga dapat mengurangi hasil produksi padi. Karena berbagai hal itulah, setiap tahunnya hasil produksi padi cenderung berfluktuasi. Berkebalikan dengan data penawaran, data permintaan tahunan beras cenderung membentuk pola yang linier, yaitu terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk yang semakin meningkat juga memerlukan kebutuhan pangan yang semakin meningkat pula. Trend yang terjadi sekarang ini adalah produk pangan alternatif pengganti beras semakin banyak, seperti misalnya mie, gandum, roti, atau oatmeal. Meskipun demikian, pola konsumsi pangan masyarakat Kabupaten Sukoharjo masih menggunakan beras sebagai sumber bahan pangan pokok. Data permintaan tahunan beras yang cenderung linier tersebut menjadi pertimbangan untuk menggunakan data permintaan tahunan beras sebagai variabel eksogen dalam penawaran tahunan beras pada model persamaan simultan. Dengan demikian data series permintaan tahunan beras hasil dari ARIMA terbaik yaitu ARIMA (2,2,1) digunakan sebagai varibel eksogen pada model persamaan simultan. commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model penawaran tahunan beras ARIMA (0,1,1) yang digunakan untuk model persamaan simultan bentuk matematisnya adalah : 蟨
2737,831
963,6575Dt
et
2,232999 et
1
Model permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1) yang digunakan untuk model persamaan simultan bentuk matematisnya adalah : 蟨
138,6088
271,3554D
0,883620Y
0,828042Y
e
2,526681 e
Model penawaran dan permintaan tahunan beras tersebut kemudian disimultankan pada kondisi keseimbangan pasar, dimana penawaran sama dengan permintaan, yaitu : 蟨
蟨
Pada model persamaan simultan ini variabel yang dimasukkan dalam model adalah penawaran tahunan beras differencing orde satu, variabel dummy otonomi daerah dan permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1). Model persamaan simultan ini terdiri dari variabel endogen, dan variabel eksogen. Variabel endogen adalah variabel dependen yang nilainya ditentukan dalam sistem persamaan, pada persamaan simultan ini adalah variabel penawaran tahunan beras. Variabel eksogen adalah variabel independen yang nilainya ditentukan di luar sistem persamaan, pada persamaan simultan ini meliputi variabel dummy dan permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1). Estimasi model persamaan simultan penawaran dan permintaan tahunan beras diolah commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan menggunakan program Eviews 5.1 dengan hasil estimasi sebagai berikut : Tabel 22. Hasil Estimasi Model Persamaan Simultan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Variable Cns -DEMAND221* +DUMMYns MA(1)*** R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots
Coefficient -2619.691 3.052542 3126.712 -0.913356 0.644626 0.526167 10575.53 5.462146 0.020487 .91
Std. Error t-Statistic 15371.18 -0.170429 1.638401 1.863123 15599.38 0.200438 0.177961 -5.132332 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
Prob. 0.8684 0.0953 0.8456 0.0006 261.5994 15363.48 1.01E+09 2.130937
Sumber : Diolah dari Lampiran 9 Keterangan : ns = non-signifikan * = signifikan pada taraf kepercayaan 90% *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99% Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai R2 dan F-statistic untuk persamaan simultan sudah tinggi, dengan RMSE sebesar 8.823,807. Pada Tabel 22. dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,644626, yang berarti bahwa 64,4626% variasi perubahan variabel endogen (penawaran tahunan beras) dapat dijelaskan oleh variabel eksogen yang digunakan dalam model, yaitu variabel dummy, variabel permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1), dan variabel MA. Nilai probabilistik dari F-statistic adalah 0,020487, nilai probabilistik ini sudah signifikan karena nilainya lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel dummy, variabel permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1), dan variabel MA secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap to user penawaran tahunan beras padacommit tingkat signifikansi 95%.
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil uji-t variabel dummy, nilai probabilistik t-statistik sebesar 0,8456. Nilai ini lebih besar dari 0,05, artinya bahwa variabel dummy otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras pada persamaan simultan. Hasil uji-t variabel permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1), dapat diketahui bahwa nilai probabilitas tstatistiknya adalah 0,0953. Nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 90%. Hal ini berarti bahwa variabel permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Koefisien permintaan ARIMA (2,2,1) sebesar 3,052542, artinya jika permintaan tahunan beras dengan model ARIMA (2,2,1) bertambah 1 satuan maka penawaran tahunan beras akan meningkat sebesar 3,052542 satuan. Pada hasil uji-t variabel MA(1) dapat diketahui bahwa nilai probabilitas t-statistik variabel MA(1) adalah 0,0006. Nilai ini lebih kecil dari 0,01, yang berarti bahwa variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. MA(1) berarti bahwa penawaran tahunan beras sekarang dipengaruhi oleh dinamika penawaran tahunan beras satu tahun sebelumnya. Koefisien MA(1) sebesar -0,913356, artinya bahwa jika dinamika penawaran tahunan beras bertambah 1 satuan maka akan menurunkan penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo sebesar 0,913356 satuan. E. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras Model persamaan simultan penawaran dan permintaan tahunan beras yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya, kemudian digunakan untuk commit totahunan user beras di Kabupaten Sukoharjo peramalan penawaran dan permintaan
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
periode tahun 2011 – 2015. Peramalan merupakan tahap yang paling akhir pada penelitian ini. Nilai RMSE yang kecil pada model persamaan simultan menunjukkan bahwa hasil peramalan mendekati nilai akuratnya. Berdasarkan hasil peramalan dapat diketahui fluktuasi permintaan dan penawaran pada periode lima tahun ke depan apakah terjadi kelebihan penawaran seperti tahuntahun sebelumnya atau tidak. Berikut adalah hasil peramalan penawaran dan permintaan tahunan beras untuk periode 2011 – 2015. Tabel 23. Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton) Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Peramalan Penawaran 175.363,548 160.694,788 159.562,000 153.844,269 165.047,419
Peramalan Permintaan 71.198,976 71.425,492 71.492,696 71.611,653 71.544,439
Sumber : Diolah dari Lampiran 10 180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 2011
2012
2013 DEMAND
2014
2015
SUPPLY
Gambar 6. Plot Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton) Berdasarkan Tabel 23 dan Gambar 6, dapat diketahui bahwa penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami penurunan. Penawaran beras pada tahun 2011 sebesar commit to user 175.363,548 ton, kemudian menurun pada tahun 2012 menjadi 160.694,788
perpustakaan.uns.ac.id
125 digilib.uns.ac.id
ton. Penurunan kembali terjadi pada tahun 2013, dimana penawaran beras hanya sebesar 159.562 ton. Pada tahun 2014 juga kembali menurun, sehingga penawaran beras pada tahun ini hanya sebesar 153.844,269 ton. Setelah terjadi penurunan, pada tahun 2015 mengalami kenaikan penawaran beras yaitu sebesar 165.047,419 ton. Penurunan penawaran beras ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah belum adanya benih berkualitas unggul, serangan hama dan penyakit, dan alih fungsi lahan pertanian. Sampai sekarang ini masih belum ditemukan benih yang tahan terhadap hama wereng. Hama wereng merupakan hama yang paling ditakuti oleh petani padi. Seperti yang terjadi pada tahun 2010, ketika hama wereng menjadi penyebab utama gagal panen dengan luas lahan puso sebanyak 2.304 ha. Selain hama wereng, alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan industri juga mempersempit lahan pertanian yang ada sekarang ini. Akibatnya adalah penurunan produksi sehingga jumlah beras yang ditawarkan juga menurun. Permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami peningkatan. Permintaan beras pada tahun 2011 sebesar 71.198,976 ton, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 71.425,492 ton. Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2013, dimana permintaan beras menjadi 71.492,696 ton. Pada tahun 2014 permintaan beras juga meningkat lagi sebesar 71.611,653 ton. Sedangkan pada tahun 2015 mengalami penurunan sedikit jika dibandingkan permintaan tahun sebelumnya. Permintaan beras pada tahun 2015 sebesar 71.544,439 ton. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
126 digilib.uns.ac.id
Peningkatan permintaan beras ini disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang semakin meningkat tersebut juga mendorong peningkatan konsumsi bahan pangan, terutama beras sebagai bahan pangan pokok. Sedangkan penurunan permintaan beras kemungkinan disebabkan semakin banyaknya diversifikasi bahan pangan selain beras sehingga konsumsi beras menjadi turun. Hasil peramalan penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun 2011 – 2015 jika dibandingkan, maka hasilnya menunjukkan bahwa penawaran masih lebih besar daripada permintaan. Hal ini berarti bahwa produksi beras di Kabupaten Sukoharjo selama periode lima tahun ke depan masih dapat memenuhi permintaan masyarakat, bahkan masih terdapat surplus atau kelebihan. Berdasarkan Gambar 6. dapat diketahui bahwa penawaran dan permintaan tahunan beras untuk yahun 2011 – 2015 mempunyai pola yang divergen atau berbeda. Penawaran tahunan beras mempunyai pola yang menurun sedangkan permintaan mempunyai pola yang meningkat. Selama periode lima tahun ke depan masih terdapat kelebihan penawaran atau surplus. Pada Gambar 6. dapat dilihat bahwa kelebihan atau surplus yang mungkin terjadi pada lima tahun ke depan jumlahnya besar. Kelebihan penawaran yang besar ini selanjutnya dapat diperdagangkan ke luar Kabupaten Sukoharjo, sehingga dapat menambah pendapatan daerah. Kondisi penawaran yang semakin menurun sedangkan kondisi permintaan yang terus meningkat sebaiknya disikapi oleh pemerintah daerah commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung usahatani padi, misalnya dengan penyediaan sarana dan prasarana produksi yang lebih baik dan kegiatan penyuluhan yang lebih intensif. Sedangkan adanya kelebihan penawaran atau surplus dapat diperdagangkan di luar Kabupaten Sukoharjo, dimana peran pemrintah dapat melalui penyediaan jaringan distribusi yang dapat memperlancar proses pemasaran. Bulog sebagai lembaga penyangga pangan
di
Kabupaten
Sukoharjo
hendaknya
juga
memperhatikan
keseimbangan antara penawaran dan permintaan beras sehingga harga yang terbentuk di pasar tidak merugikan konsumen maupun produsen. F. Pembahasan Beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat penting dan strategis. Meskipun sekarang ini terdapat berbagai macam bahan pangan alternatif, beras masih merupakan bahan pangan pokok bagi masyarakat Kabupaten Sukoharjo. Sebagai bahan pangan pokok, kebutuhannya harus selalu dipenuhi. Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penyangga pangan di propinsi Jawa Tengah sangat memperhatikan ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Dinamika penawaran tahunan beras selama periode 17 tahun (1994 – 2010) memiliki pola yang berfluktuasi. Penawaran beras terendah terjadi pada tahun 1999, yaitu sebesar 157.895,088 ton. Dibandingkan dengan penawaran tahun sebelumnya, pada tahun 1999 terjadi penurunan sebesar 10,63 %. Pada tahun 2009 penawaran beras mencapai titik tertinggi, yaitu sebesar 196.239,80 commit to user ton. Pada tahun 2009 jumlah produktivitas padi berhasil mencapai 70,87 ku/ha.
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fluktuasi penawaran tahunan beras yang terjadi disebabkan oleh perbedaan varietas dan teknologi yang digunakan, selain itu perubahan iklim juga ikut mempengaruhi karena budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi iklim. Dinamika permintaan tahunan beras menunjukkan pola yang meningkat dan linier. Jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan permintaan juga mengalami peningkatan. Karena jumlah penduduk yang banyak juga memerlukan kebutuhan bahan pangan yang banyak pula. Data penawaran tahunan beras pada tahap uji stasioneritas data, menunjukkan bahwa data penawaran belum stasioner. Untuk menstasionerkan data dilakukan proses pembedaan (differencing). Pada differencing orde satu, data penawaran
tahunan beras
sudah
stasioner. Setelah
mengetahui
stasioneritas data, maka pada tahap selanjutnya yaitu estimasi parameter, ditetapkan bahwa model tentatif untuk penawaran tahunan beras adalah ARIMA (0,1,1). Hasil estimasi model tentatif menunjukkan bahwa model tentatif mempunyai RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 0,850311 dan nilai F-statistic sebesar 79,52704. Kemudian estimasi parameter model tentatif menunjukkan bahwa model tentatif mempunyai konstanta 2701,109 dan koefisien MA(1) sebesar -2,232999. Berdasarkan nilai probabilitasnya, parameter MA(1) sudah signifikan karena nilai probabilitasnya (0,0041) lebih kecil dari 0,05. Pada tahap uji diagnostik, setelah membandingkan model tentatif dengan model alternatif lainnya, ditetapkan bahwa model tentatif ARIMA (0,1,1) adalah model ARIMA terbaik untuk penawaran tahunan beras. Hal ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
dikarenakan model tentatif memiliki RMSE yang paling kecil dibanding model yang lainnya, yaitu sebesar 5.186,376. Pertimbangan lainnya adalah nilai R2 paling tinggi, yaitu sebesar 0,850311. Nilai R2 tersebut berarti bahwa model ARIMA (0,1,1) dapat menjelaskan variasi perubahan variabel bebas sebesar 85,0311 %. Berdasarkan hasil uji-t, diketahui variabel dummy otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Sedangkan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Data permintaan tahunan beras pada tahap uji stasioneritas menunjukkan bahwa data permintaan tahunan beras belum stasioner. Untuk menstasionerkan data dilakukan proses pembedaan (differencing). Pada differencing orde satu, data permintaan tahunan beras masih belum stasioner dan baru menjadi stasioner pada differencing kedua. Tahap kedua setelah uji stasioneritas adalah estimasi model. Pada tahap ini ditetapkan model tentatif ARIMA permintaan tahunan beras adalah ARIMA (1,2,1). Berdasarkan hasil estimasi parameter, model tentatif mempunyai RMSE sebesar 2.016,135; R2 sebesar 0,933452 dan nilai F-statistic sebesar 77,14651. Selanjutnya model tentatif mempunyai konstanta -79,78165 dengan koefisien AR(1) sebesar -0,679413 dan koefisien MA(1) sebesar -2,6664447. Parameter AR dan MA model tentatif ini juga signifikan karena nilai probabilitasnya untuk AR (0,0434) dan MA (0,0051) sudah lebih kecil dari 0,05. Setelah ditetapkan model tentatif maka langkah berikutnya adalah membandingkan model tentatif dengan alternatif model yang lain. Hasil uji commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
130 digilib.uns.ac.id
diagnostik menunjukkan bahwa model tentatif belum memenuhi kriteria sebagai model terbaik. Model ARIMA terbaik untuk permintaan tahunan beras adalah ARIMA (2,2,1). Hal ini dikarenakan model ARIMA (2,2,1) memiliki RMSE sebesar 677,4671. Nilai ini merupakan nilai RMSE yang paling kecil jika dibandingkan model alternatif lainnya. Selain itu nilai R2 dari model terbaik juga lebih besar dari R2 model tentatif. Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa variabel dummy otonomi daerah dan variabel AR(2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. Sedangkan variabel AR(1) dan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. Setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, sektor perberasan yang termasuk dalam sektor pertanian sepenuhnya menjadi tangung jawab pemerintah daerah yang diatur melalui otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat lebih memaksimalkan potensi daerahnya masing-masing sehingga daerahnya dapat lebih berkembang. Berdasarkan kondisi tersebut, kemudian digunakan variabel dummy otonomi daerah sebagai variabel tambahan dalam model ARIMA penawaran dan permintaan tahunan beras. Variabel dummy digunakan untuk menguji apakah otonomi daerah berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan hasil Chow Breakpoint Test periode tahun 1999 dan tahun 2001 tidak berpengaruh terhadap structural break data penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan periode tahun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
131 digilib.uns.ac.id
2000, nilai probabilitasnya signifikan pada tingkat signifikansi 95%. Dengan demikian, periode tahun 2000 memberikan pengaruh structural break terhadap data penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo. Sehingga, variabel dummy sebelum pelaksanaan otonomi daerah nilainya 0 untuk periode tahun 1994 – 1999, sedangkan variabel dummy setelah pelaksanaan otonomi daerah nilainya 1 untuk periode tahun 2000 – 2010. Secara teknis beras merupakan produk sektor pertanian yang merupakan salah satu bidang kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan hal ini maka pemerintah daerah secara proaktif harus berperan dalam menangani persoalan perberasan yang terjadi di daerahnya. Akan tetapi pada kenyataannya persoalan beras tidak terbatas pada persoalan teknis produksi saja. Hal ini dikarenakan komoditi beras bukan hanya sebagai komoditi ekonomi saja, tetapi juga merupakan komoditi sosial politis. Akibatnya, meskipun kewenangan sektor pertanian telah didesentralisasikan ke daerah, peran pemerintah daerah dalam hal perberasan masih kecil. Pemerintah pusat masih terus memainkan peran yang dominan dan menentukan. Pada era otonomi daerah, manajemen sistem kebijakan perberasan dalam pelaksanaannya terbagi menjadi dua. Pertama, manajemen sistem kebijakan perberasan yang berkaitan dengan penanganan pasca panen dan kebijakan makro lainnya dilakukan oleh pemerintah pusat. Penetapan harga dasar gabah, tarif impor, penyediaan kredit, peran Bulog, Raskin, dan subsidi pupuk, merupakan contoh unsur-unsur kebijakan perberasan yang sangat penting yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Dalam aspek-aspek kebijakan ini dapat commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikatakan bahwa pemerintah daerah tidak mempunyai peran apa pun, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam polemik mengenai isu kebijakan perberasan nasional (pasar bebas versus proteksionisme). Pada kondisi ini beras masih dan akan tetap menjadi komoditi yang menjadi urusan pemerintah pusat. Kedua, sistem kebijakan yang menyangkut aspek penyediaan sarana dan prasarana usahatani. Sesuai dengan kewenangan otonomi daerah, pelaksanaan aspek kebijakan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah misalnya melalui pembangunan jaringan irigasi dan penyuluhan pertanian tentang cara budidaya tanaman yang tidak merusak lingkungan dan cara penanganan hama tanaman padi. Peran pemerintah yang lainnya ditunjukkan melalui penyediaan mesin perontok gabah (rice milling machine) yang dapat disewa olah petani. Melalui penyediaan mesin perontok gabah ini diharapkan petani dapat segera mengolah hasil panennya, sehingga kualitas beras yang dihasilkan juga tetap terjaga. Peran pemerintah daerah pada bidang perberasan dirasakan masih kecil dan tidak berpengaruh besar, karena urusan yang terkait dengan beras sebagian besar masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Gambaran kondisi ini juga terlihat pada hasil persamaan ARIMA untuk penawaran dan permintaan tahunan beras, dimana variabel dummy otonomi daerah pada masing-masing persamaan tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini berarti bahwa adanya otonomi daerah tidak berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo.
commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada kondisi keseimbangan pasar, penawaran akan sama dengan permintaan. Berdasarkan kondisi ini maka model ARIMA terbaik yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya akan disimultankan. Karena pada dasarnya penawaran dan permintaan saling mempengaruhi. Pada model persamaan simultan ini juga ditambahkan variabel dummy sesuai dengan hasil uji Chow Breakpoint Test, untuk menguji pengaruh otonomi daerah terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras secara bersama-sama. Telah diketahui sebelumnya bahwa data penawaran tahunan beras cenderung berfluktuasi, sedangkan data permintaan tahunan beras cenderung membentuk pola yang linier, yaitu terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Data permintaan tahunan beras yang cenderung linier tersebut menjadi pertimbangan untuk menggunakan data permintaan tahunan beras sebagai variabel eksogen dalam penawaran tahunan beras pada model persamaan simultan. Hasil estimasi model persamaan simultan menunjukkan bahwa nilai R2 dan F-statistic sudah tinggi, dengan RMSE sebesar 8.823,807. Nilai R2 model persamaan simultan sebesar 0,644626, dan nilai probabilistik dari F-statistic adalah 0,020487. Hasil uji-t model persamaan simultan menunjukkan bahwa variabel dummy otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Sedangkan variabel permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1) dan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
134 digilib.uns.ac.id
Model persamaan simultan penawaran dan permintaan tahunan beras yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya, kemudian digunakan untuk peramalan penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo periode tahun 2011 – 2015. Hasil analisis menunjukkan bahwa penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami penurunan. Sedangkan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami peningkatan. Pola ini menunjukkan bahwa penawaran dan permintaan beras mempunyai pola yang divergen atau berbeda. Hasil peramalan penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun 2011 – 2015 jika dibandingkan, maka hasilnya menunjukkan bahwa penawaran masih lebih besar daripada permintaan. Hal ini berarti bahwa produksi beras di Kabupaten Sukoharjo selama periode lima tahun ke depan masih dapat memenuhi permintaan masyarakat, bahkan masih terdapat surplus atau kelebihan. Pada era otonomi daerah, peran pemerintah daerah di sektor perberasan lebih ditekankan pada aspek sarana dan prasarana usaha tani. Sesuai dengan peran tersebut, menghadapai kondisi penawaran tahunan beras yang menurun hendaknya pemerintah daerah terus memberikan bantuan dan pendampingan bagi para petani padi agar usahatani padi mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga hasil produksi padi tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok masyarakat di Kabupaten Sukoharjo. Pendampingan yang dilakukan pemerintah dapat berupa penyaluran pupuk yang merata, dan commit to user
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyuluhan tentang sistem budidaya tanaman yang tidak merusak lingkungan serta cara pemberantasan hama yang tepat. Selain itu, pemerintah daerah hendaknya menyediakan mesin perontok gabah secara lebih merata ke petanipetani padi serta pemantauan kualitas dan ketersediaan beras di pasar. Hal ini penting untuk menjaga kualitas beras dan menghindari terjadinya tindakantindakan curang yang dapat merugikan konsumen maupun produsen. Melalui penyediaan sarana dan prasarana usahatani yang lebih baik, diharapkan petani dapat meningkatkan hasil produksinya. Selain penyediaan sarana dan prasarana usahatani yang lebih baik, pemerintah daerah juga dapat mengalokasikan anggaran yang lebih banyak untuk penyuluhan pertanian. Dengan alokasi anggaran penyuluhan pertanian yang lebih banyak, diharapkan pendampingan kepada petani dapat dilakukan secara lebih intensif sehingga kesulitan-kesulitan yang dialami petani selama kegiatan produksi dapat ditasi dengan baik. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, baik itu petani maupun konsumen, diharapkan dapat menjamin kecukupan ketersediaan beras di pasar sehingga kebutuhan masyarakat akan bahan pangan utama dapat terpenuhi.
commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat di peroleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dinamika penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo selama periode 17 tahun (1994 – 2010) mempunyai pola yang berfluktuasi. Sedangkan dinamika permintaan tahunan beras menunjukkan pola yang meningkat dan linier. Variabel dummy otonomi daerah pada penawaran dan permintaan tahunan beras tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tidak berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras. Ini terjadi karena peran pemerintah daerah dalam hal perberasan masih kecil sedangkan pemerintah pusat memainkan peran yang dominan dan menentukan. Sesuai dengan
kewenangan
otonomi daerah, peran
pemerintah daerah hanya menyangkut aspek penyediaan sarana dan prasarana usahatani, sedangkan kebijakan yang terkait dengan pasca panen dan pemasaran menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. 2. Data penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo belum stasioner dan menjadi stasioner pada differencing orde satu. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk penawaran tahunan beras adalah ARIMA (0,1,1) dan setelah dilakukan uji diagnostik ditetapkan bahwa model tentatif merupakan model ARIMA yang terbaik. Model commit to user ARIMA (0,1,1) mempunyai RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 136
perpustakaan.uns.ac.id
137 digilib.uns.ac.id
0,850311 dan nilai F-statistic sebesar 79,52704. Berdasarkan hasil uji-t, diketahui bahwa variabel dummy otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Sedangkan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. 3. Data permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo belum stasioner dan menjadi stasioner pada differencing kedua. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk permintaan tahunan beras adalah ARIMA(1,2,1). Setelah dilakukan uji diagnostik, model terbaik untuk permintaan tahunan beras yang dipilih adalah ARIMA (2,2,1). Model ARIMA (2,2,1) mempunyai RMSE sebesar 677,4671; R2 sebesar 0,947327; nilai F-statistic sebesar 53,95478; dan berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa variabel dummy otonomi daerah dan variabel AR(2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. Sedangkan variabel AR(1) dan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. 4. Hasil Chow Breakpoint Test menunjukkan bahwa pada tahun 2000, nilai probabilitasnya signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian, periode tahun 2000 memberikan pengaruh structural break terhadap data penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo. Variabel dummy otonomi daerah pada model ARIMA penawaran dan permintaan tahunan beras tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tidak berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras. Ini terjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
138 digilib.uns.ac.id
karena peran pemerintah daerah dalam hal perberasan masih kecil sedangkan pemerintah pusat memainkan peran yang dominan dan menentukan. 5. Hasil peramalan penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 201 cenderung mengalami penurunan. Penawaran beras pada tahun 2011 sebesar 175.363,548 ton, kemudian menurun pada tahun 2012 menjadi 160.694,788 ton. Pada tahun 2013 terjadi penurunan lagi menjadi 159.562 ton. Demikian juga pada tahun 2014, penawaran beras hanya sebesar 153.844,269 ton. Pada tahun 2015 mengalami kenaikan penawaran beras yaitu sebesar 165.047,419 ton. 6. Hasil peramalan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami peningkatan. Permintaan beras pada tahun 2011 sebesar 71.198,976 ton, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 71.425,492 ton. Peningkatan terjadi kembali pada tahun 2013, sehingga permintaan beras menjadi 71.492,696 ton. Pada tahun 2014 permintaan beras juga meningkat lagi menjadi 71.611,653 ton. Sedangkan pada tahun 2015 mengalami penurunan sedikit jika dibandingkan permintaan tahun sebelumnya. Permintaan beras pada tahun 2015 sebesar 71.544,439 ton. B. Saran Pada era otonomi daerah, peran pemerintah daerah di sektor perberasan relatif masih kecil dan hanya memiliki kewenangan terkait dengan sarana dan commit to user prasarana usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2011 –
perpustakaan.uns.ac.id
139 digilib.uns.ac.id
2015 diperkirakan penawaran tahunan beras memiliki pola yang menurun sedangkan permintaan mempunyai pola meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut, maka saran yang dapat diberikan kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya adalah sebagai berikut : 1. Menyediaan sarana dan prasarana usahatani padi secara lebih baik, misalnya melalui pemberian bantuan pembangunan jaringan irigasi agar sistem irigasi lebih lancar, dan pembagian pupuk secara lebih merata ke petani-petani di daerah. Peran pemerintah yang lainnya dapat ditunjukkan dengan menyediakan mesin perontok gabah (rice milling machine) dengan jumlah yang lebih banyak dan lebih merata. Melalui penyediaan mesin perontok gabah ini diharapkan petani dapat segera mengolah hasil panennya, sehingga kualitas beras yang dihasilkan juga tetap terjaga. Selain itu petani dapat menghemat pengeluaran untuk biaya usahatani, karena tidak perlu menyewa mesin perontok padi dengan harga sewa yang mahal. Dengan penyediaan sarana dan prasarana usahatani yang lebih baik diharapkan petani lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan produksi sehingga hasil produksi meningkat dan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo dapat meningkat pula. 2. Peningkatan alokasi anggaran biaya untuk penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi petani. Dengan alokasi anggaran biaya yang lebih besar diharapkan kinerja pembangunan pertanian di Kabupaten Sukoharjo lebih meningkat. Alokasi anggaran biaya ini dapat dimanfaatkan untuk pemberian informasi pasar dan teknologi kepada petani padi serta commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peningkatan penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi para petani ketika mendapat kesulitan atau masalah terkait dengan budidaya tanaman padi. Petani seringkali mengalami kesulitan ketika ada serangan hama dan penyakit. Pada kondisi ini diharapkan penyuluh pertanian lebih berperan aktif, terutama pemberian penyuluhan tentang cara penanganan hama dan penyakit tanaman secara efektif dan efisien sehingga petani tidak mengalami kerugian akibat gagal panen. 3. Meningkatkan sarana dan prasarana infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah daerah seperti jalan, jembatan, transportasi dan komunikasi untuk memperlancar distribusi dan pemasaran beras ke luar Kabupaten Sukoharjo. Adanya kelebihan penawaran keuntungan bagi pemerintah daerah, karena dapat menjual kelebihan produksi tersebut sehingga bias meningkatkan pendapatan daerah. Sarana dan prasarana transportasi yang lancar dan memadai akan mempercepat proses distribusi ke luar daerah, sehingga pendapatan dan keuntungan dapat segera diperoleh.
commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, M. 2008. Kebijakan Pangan, Peran Perum Bulog, dan Kesejahteraan Petani. http://www.setneg.go.id. Diakses pada 17 Maret 2011. Arsyad, L. 2000. Ekonomi Manajerial. BPFE, Yogyakarta. BPS Kabupaten Sukoharjo. 2010. Sukoharjo Dalam Angka 2010. BPS Kabupeten Sukoharjo. BPS Provinsi Jawa Tengah. 2009. Jawa Tengah Dalam Angka 2009. BPS Provinsi Jawa Tengah. Butler, W., Robert, K., and Robert, B., 1996. Methods and Techniques of Business Forecasting. Prentice-Hall, Inc. New Jersey, United States of America. Contreras, J., Rosario E., Fransisco J., and Antonio J., 2003. ARIMA Models to Predict Next-Day Electricity Prices. Jurnal IEEE Transactions on Power Systems, Volume 18 No.3, August 2003. Daniel, M., 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Darsono. 2009. Peran Pemerintah dalam Mendorong Kinerja Pertanian dan Agroindustri (Analisis Kritis Masa Orde Baru dan Orde Reformasi). UNS Press bekerjasama dengan Pembaga Pengembangan Pendidikan (LPP UNS) dan Pusat Penelitian Pedesaan dan Pengembangan Daerah LPPM UNS. ISBN: 979-498-490-6. Surakarta. Darwis, SN. 2010. Bulog, Sang Stabilisator Pangan?. http://www.bataviase.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011. Emperadani, W. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beras di Rantau Prapat. Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Gasperz, V., 2000. Ekonomi Manajerial dalam Pengambilan Keputusan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaybita,
N. 2008. Sentra Kebijakan Perberasan Nasional. www.majalahpadi.blogspot.com. Diakses pada 17 Maret 2011.
Gujarati, D. N., 2003. Basic Econometrics Fourth Edition. McGraw Hill Companies, Inc. New York. United States. _____________. 2004. Basic Econometrics. McGraw-Hill, Inc. United States. Alih Bahasa oleh Sumarno Zain. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hasyim, H. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan commit to user Beras di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.
perpustakaan.uns.ac.id
142 digilib.uns.ac.id
Herlambang, T. 2002. Ekonomi Manajerial dan Strategi Bersaing. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hyndman, R. J., 2001. ARIMA Processes. http://www.arimaresearch.org. Diakses pada 10 Maret 2011. Irawan, A. 2000. Analisis Penawaran dan Permintaan Beras di Luar Jawa. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia (EKI) Vol. 17 (1). Hal. 1-25. Irawan,
B. 2002. Kebijakan Penanggulangan Krisis Ekonomi dan Konsekuensinya Terhadap Peluang Peningkatan Pendapatan Petani. www.ejornal.unud.ac.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Johnston, J. 1984. Econometric Methods. McGraw-Hill, Inc. Singapore. Kardoyo, H. dan Mudrajad K., 2002. Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan Box-Jenkins: Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen, 1983.2-2000.3. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang. JEP Vol 7, No. 1, 2002. Hal: 7 – 20. Kariyasa, K. 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi Swasembada Daging Sapi 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan, Bogor. Kountur, R. 2005. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Penerbit PPM, Jakarta. Kuncoro, M. dan Inayah, 2003. Studi Perilaku Kurs Rp/US$ Periode 1 Januari 1999 – 30 April 2002. http://www.mudrajat.com. Diakses pada 6 April 2011. Lassa,
J. 2006. Politik Ketahanan Pangan Indonesia 1950-2005. http://www.fivims.net/3ddf_politikketahananpanganindonesia19502005. Diakses pada 14 Januari 2011.
Made, N. S. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No. 1, April 2008: 51-60. Makridakis, P., Steven C. Wheelwright, and Victor E. Mcgee. 1999. Forecasting, 2nd Edition. John Wiley and Sons, Inc. United States. Diterjemahkan oleh Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith. Metode Aplikasi Peramalan Edisi Kedua Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta. Malian, H., Sudi M., Mewa A., 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan. commit to user Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 22 No. 2, Oktober 2004: 119-146.
perpustakaan.uns.ac.id
143 digilib.uns.ac.id
Mankiw, N. G, 2000. Pengantar Ekonomi Jilid I.. Diterjemahkan oleh Drs. Haris Munandar, MA. Penerbit Erlangga, Jakarta Maulana, M., Nizwar S., Pantjar S., 2006. Analisis Kendala Penawaran dan Kebijakan Revitalisasi Produksi Padi. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 24 No.2, Oktober 2006: 207-230. Nicholson, W. 2002. Intermediate Microeconomics and Its Application, Eight Edition. Harcount, Inc. New York. Alih Bahasa: Bayu Mahendra dan Abdul Aziz. Penerbit Erlangga, Jakarta. ___________. 2004. Intermediate Microeconomics and Its Application, Ninth Edition. Thomson-South Western, Inc. Ohio, United States. Nochai, R. dan Titida N. 2006. ARIMA Model for Forecasting Oil Palm Price. Proceedings of the 2nd IMT-GT Regional Conference on Mathematics, Statistics and Applications. June 13-15, 2006. University Sains Malaysia, Penang. Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26 No. 1, Maret 2008: 47-79. Nuryanti, Sri. 2005. Analisis Keseimbangan Sistem Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No.1, Mei 2005: 71-81. Perum Bulog. 2010. Sejarah Perum BULOG. http://www.bulog.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011. Pindyck, R. S. dan Daniel L. R. 2007. Microeconomic, Sixth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. Mikroekonomi Edisi Ke-6 Jilid I. Alih Bahasa: Nina Kurnia Dewi. PT. Indeks, Jakarta. Pramono, J., Seno B., Widarto, 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Jurnal Agrosains, 7(1): 1-6, 2005. Pusdatin
Deptan. 2011. Analisis Regresi : Sebuah Konsep http://www.deptan.go.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Dasar.
Rahmad, R. 2010. Stabilisasi Mutu Beras Pecah Kulit Melalui Penerapan Teknologi Penyimpanan Hermetik. http://www.wordpress.com/ pangan_media_komunikasi_dan_informasi. Diakses pada 24 Desember 2010. Ratna, A. 2004. Peramalan Permintaan Beberapa Komoditi Sayuran Pada PT. Saung Mirwan, Bogor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. commit to user
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Saifullah, A. 2001. Peran Bulog Dalam Kebijakan Perberasan Nasional. http://www.bulog.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011. Salvatore, D. 2006. Schaum’s Outlines: Microeconomic, Fourth Edition. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. New York. Schaum’s Outlines: Mikroekonomi Edisi Ke-4. Alih Bahasa: Rudi Sitompul, Haris Munandar. Penerbit Erlangga, Jakarta. Samuelson, P. A dan W. D. Nordhaus, 2001. Ilmu Mikroekonomi. Diterjemahkan oleh Nur Rosyidah, Anna Elly dan Bosco Carvalo. PT. Media Global Edukasi, Jakarta. Sari, P. R. 2010. Permodelan Persediaan dan Pengeluaran Beras di Bulog Jawa Timur. http://www.its.ac.id. Diakses pada 4 April 2011. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Graha Ilmu, Jogjakarta. Suci, R. 2010. Pemodelan Kombinasi Tren Deterministik dan Stokastik Pada Kasus Pelonjakan Volume Penumpang Lebaran Moda Kereta Api Ekonomi. http://www.undip.ac.id. Diakses pada 4 April 2011. Sudantoko, D. 2003. Dilema Otonomi Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sukirno, S, 2001. Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Kedua. BPFE UI, Jakarta. Sukma, A. 2010. Perbandingan Metode Time Series Regression dan ARIMAX Pada Permodelan Data Penjualan Pakaian di Boyolali. http://www. ITS-Undergraduate-12608-Paper.com. Diakses pada 4 April 2011. Sumaryanto. 2009. Diversifikasi Sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan. Makalah disajikan dalam Seminar Memperingati Hari Pangan Sedunia yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2009. Sutrisno. 2009. Dilematis Kebijakan Harga Beras di tingkat Petani. Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati. http://litbang.patikab.go.id. Diakses pada 7 Maret 2011. Varian, H. R. 2003. Intermediate Microeconomics: A Modern Approach, Sixth Edition. W. W. Norton & Company, Inc. New York. Widjaja, H.A.W. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. ____________. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia: Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. commit to user