Penyusutan Dan Densifikasi Keramik Alumina: Perbandingan Antara Hasil Proses Slip Casting Dengan Reaction Bonding Juliana Anggono, Gunawan Wibisono, Soejono Tjitro, dan Denny Eko Wiyono Jurusan Teknik Mesin – Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jalan Siwalankerto 121-131 Surabaya 60236 Email:
[email protected]
Abstrak Dalam penelitian ini, keramik alumina dibuat melalui dua proses, yaitu slip casting dan reaction bonding menggunakan bahan baku berbeda. Dalam proses slip casting digunakan serbuk alumina (α-Al2O3) berbentuk polygonal yang disiapkan dalam bentuk suspensi dalam media air yang dituang ke dalam cetakan berbahan gipsum. Sampel disiapkan dengan variasi 40%, 50%, dan 60% berat alumina dalam slip. Semua sampel disinter hingga temperatur 1600oC dalam atmosfir udara. Sedangkan bahan baku reaction bonding adalah campuran serbuk aluminium (Al) berbentuk flakes (pipih) dan α-Al2O3 yang ditambahkan 30% berat tepung jagung. Sampel kemudian dipanasi pada temperatur 1000-1400oC. Tambahan tepung jagung dimaksudkan untuk pembentuk pori menyediakan jalan bagi O2 udara untuk mengoksidasi serbuk Al menjadi Al2O3. Penelitian ini membandingkan penyusutan (shrinkage) dan bulk density sampel alumina yang dihasilkan dari kedua proses di atas. Pengukuran bulk density (digunakan prinsip Archimedes) menunjukkan bahwa setelah proses sinter hingga 1600oC yang dihasilkan sampel dengan 60% berat α-Al2O3 paling tinggi, yaitu tercapainya 49% berat jenis (b.j.) teoritis dibandingkan sampel dengan 40% dan 50% berat α-Al2O3. Hasil ini didukung oleh pengamatan struktur mikro dengan scanning electron microscope (SEM) pada semua sampel setelah sinter sampai 1600oC yang menunjukkan keberadaan porositas paling rendah pada 60% berat α-Al2O3 dibanding pada sampel dengan 40% dan 50% berat α-Al2O3. Perbandingan bulk density dengan sampel hasil reaction bonding yang dipanasi sampai temperatur 1400oC tercapai 47% b.j. teoritis. Membandingkan proses penyusutan yang dialami sampel selama pemanasan didapatkan penyusutan paling rendah pada sampel dengan kandungan 60% berat α-Al2O3. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan partikel α-Al2O3 dalam slip menghasilkan jumlah kontak antar partikel paling banyak dibanding 50% dan 40% berat α-Al2O3 sehingga proses difusi selama proses sinter terjadi paling efektif. Hasil reaction bonding menunjukkan tidak adanya penyusutan (zero shrinkage) pada sampel yang dipanasi sampai 1300oC dan 1400oC. Kata Kunci : Reaction bonding, alumina, slip casting, zero shrinkage, tepung jagung, , near-net-shape dan bulk density.
Abstract In this research, alumina ceramics were made via slip casting and reaction bonding processes which different starting materials were used. Suspension of α-Al2O3 polygonal powders in water was prepared and cast to moulds made of gypsum. The solid content in the slip (suspension) was varied 40%, 50%, and 60% weight αAl2O3. All samples were then sintered at 1600oC in air atmosphere. Reaction bonding process used flakes Al powder mixed with α-Al2O3 polygonal powders and the addition of 30% corn starch. The green compacts of this mixture were then sintered at temperatures of 1000-1400oC in air. The addition of corn starch was meant to provide pores after its decomposition during low heating temperature for O2 access to oxidise Al into Al2O3. This research studied and compared the bulk density and shrinkage experienced by samples prepared by both processes. Bulk density measurement (Archimedes principle) shows the highest bulk density (49%
1
theoretical density) achieved by sample with 60 wt.% of α-Al2O3 compared to samples with 40% and 50% Al2O3. This result is in agreement with SEM observation which shows the least number of porosities found in samples with the highest content of α-Al2O3. In comparison with sample prepared via reaction bonding process after heating to 1400oC, the bulk density achieved was 47% theoretical density. Shrinkage was found the lowest at sample with the highest Al2O3 content. This is due to more contacts between Al2O3 particles which make the sintering process become more effective. However, it is interesting to know that zero shrinkage was observed in samples prepared by reaction bonding after heating up to 1300 oC and 1400oC Keywords : Reaction bonding, alumina, slip casting, zero shrinkage, corn starch, near-net-shape, and bulk density.
1.
Pendahuluan Proses pembuatan engineering ceramic secara konvensional biasanya menggunakan serbuk dan melibatkan beberapa tahap proses yang panjang seperti tahapan kalsinasi, milling, penentuan distribusi ukuran serbuk, penambahan aditif/binders, proses kompaksi, sinter, laku panas, dan terakhir adalah proses permesinan. Serbuk yang berukuran kecil umumnya digunakan karena memiliki driving force yang besar untuk densifikasi. Namun selama pemanasan dengan terjadinya proses sinter baik melalui solid-state maupun liquidstate sinter, keramik mengalami penyusutan (shrinkage) sebesar 50% volume (17% linier).[1] Karena sulit dan mahalnya proses permesinan untuk komponen keramik, oleh karena itu shrinkage dan distorsi harus dikontrol sehingga komponen keramik yang dihasilkan mendekati dimensi dan bentuk (near-net-shape) yang diinginkan. Dengan concern pada densifikasi dan shrinkage seperti disebutkan di atas, penelitian ini difokuskan pada studi dua perilaku tersebut di atas pada proses pembuatan keramik alumina (α-Al2O3) yang dilakukan melalui dua proses berbeda, yaitu slip casting dan reaction bonding. Alumina bagi industri keramik adalah seperti baja bagi industri logam dan termasuk salah satu jenis keramik yang paling sering digunakan. Aplikasinya sangat luas dipakai di berbagai bidang. Pangsa pasar bahan berbasis alumina dalam jumlah berat adalah dalam aplikasi refractories (50%), abrasif (20%), porselen dan busi (15%), sebagai keramik teknik (10%).[1]
Sifat-sifat penting alumina meliputi tingginya temperatur lebur, ketahanan kimiawinya, ketahanan listrik, serta kekerasannya. Slip casting adalah proses yang sudah lama digunakan dalam pembuatan peralatan makan dan porselen dengan bahan baku dari serbuk yang disiapkan dalam bentuk suspensi berbahan dasar air. Proses slip casting juga digunakan untuk pembuatan komponen advanced (technical) ceramics, seperti ruang pembakaran (combustor) untuk mesin turbin gas. [2] Keunggulan proses ini adalah komponen dengan bentuk kompleks dapat dibuat dengan tingkat homogenitas cukup baik. Selain itu harga bahan cetakan yang relatif rendah. Proses slip casting sama dengan proses filtrasi di mana suspensi serbuk keramik dalam air dituang ke dalam cetakan berpori terbuat dari gipsum. Oleh pori dalam cetakan, terbentuk gaya kapiler yang menyerap air dari suspensi dan menarik partikel serbuk pada seluruh permukaan dinding cetakan sampai didapatkan ketebalan yang diinginkan. Setelah kering, produk diambil dari cetakan dan dilanjutkan dengan proses sinter. Faktor-faktor penting dalam proses ini adalah dalam pembuatan slip yaitu perbandingan air sebagai suspensi dengan serbuk alumina, jenis, dan distribusi partikel serbuk alumina, viskositas dan pH slip. Faktor-faktor tersebut akan memberikan dampak secara langsung terhadap kestabilan suspensi. Kontrol viskositas dan pH penting untuk menghindari penggumpalan dalam slip. Sedangkan keunikan proses reaction bonding dibanding dengan proses konvensional adalah ditunjukkan oleh adanya peningkatan massa selama pemanasan karena adanya reaksi in-situ partikel serbuk dengan gas atau liquid. Bedanya dengan proses sinter biasa adalah transpor massa
2
yang terjadi selama pemanasan adalah melalui dengan distribusi ukuran serbuk +74 µm-16%, vapour atau liquid phase bukan melalui 44~74 µm – 62%, -44µm - 23% serta kemurnian pertumbuhan butir melalui pembentukan necks. serbuk 99.7% Al2O3. Keunggulan proses ini adalah dapat menghasilkan near-net-shape components karena ekspansi volum yang terjadi akibat transformasi fasa mengkompensasi penyusutan. [3]-[5]
Keberhasilan pembuatan alumina dengan reaction bonding (reaction bonded aluminium oxide atau disingkat RBAO) sangat bergantung pada bentuk dan ukuran serbuk awal yang digunakan; dalam hal ini adalah serbuk Al maupun Al2O3. Hal ini karena bentuk dan ukuran serbuk menentukan kepadatan compact melalui penyusunan diri partikel dalam compact yang diperoleh setelah kompaksi untuk mendapatkan bentuk tertentu. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pori-pori yang cukup sebagai jalan masuknya O2 sampai ke bagian tengah pellet, sehingga dapat menghasilkan proses oksidasi Al yang sempurna. Kombinasi jenis serbuk Al pipih dan Al2O3 (polygonal) tentu akan membutuhkan jumlah pori-pori yang berbeda untuk menyediakan jalan masuk bagi O2 untuk mengoksidasi serbuk Al. Melalui penelitian Wicaksono, et al. (2006) yang telah berhasil membuat keramik Al2O3 dari seluruhnya serbuk Al dengan penambahan tepung jagung sebanyak 30% [6],[7] maka sejumlah tepung jagung yang sama ditambahkan pada campuran dengan rasio berat serbuk Al: Al2O3 sebanyak 3:1. Hasil sinter kedua produk hasil proses slip casting dan reaction bonding ini kemudian dipelajari perkembangan struktur mikronya selama proses pemanasan menggunakan scanning electron microscope (SEM) dan dibandingkan bulk density dan shrinkage-nya setelah proses sinter masingmasing sampai pada suhu 1600oC dan 1400oC.
Gambar 1 Foto SEM serbuk Al2O3 yang digunakan dalam penelitian ini. Slip disiapkan dengan menambahkan air pada serbuk Al2O3 dengan kandungan serbuk 40%, 50%, dan 60%berat. Kemudian dilakukan proses pencampuran dengan ball mill selama 8 jam dengan kecepatan putar 64 rpm untuk mendapatkan suspensi yang merata. HCl juga ditambahkan untuk mendapatkan pH 3-4 untuk mendapatkan kestabilan slip. Slip yang sudah siap kemudian dituang ke dalam cetakan terbuat dari pipa PVC ber Ø 18 mm yang diletakkan di atas dasar cetakan terbuat dari bahan gipsum yang sudah disiapkan (Gambar 2). Setelah slip dalam cetakan mengering, kemudian dikeluarkan dari cetakan untuk proses sinter dalam tube furnace berbahan bakar elpiji milik Balai Besar Keramik Bandung. Sinter dilakukan dengan laju pemanasan 5oC/menit sampai temperatur 1600oC dengan waktu tahan 2 jam.
Metode Eksperimental Pembuatan sampel dengan proses slip casting diawali dengan pembuatan cetakan dari bahan gipsum dan persiapan suspensi serbuk α-Al2O3 (tipe A-12, PT. Sinar Gambar 2 Potongan pipa PVC sebagai cetakan Kimia Surabaya) dalam medium air. Gambar 1 diletakkan di atas landasan dari bahan gipsum menunjukkan foto SEM serbuk α-Al2O3 untuk dituangi slip alumina.
3
Proses reaction bonding menggunakan bahan baku campuran 75% berat serbuk Al flakes (Gambar 3a) dan 25% berat serbuk α-Al2O3. Pada campuran ini ditambahkan tepung jagung sebanyak 30% berat. yang memiliki bentuk dan ukuran bervariasi (Gambar 3b). Untuk mendapatkan campuran yang homogen, campuran di-ball mill dengan waktu dan kecepatan sama dengan proses slip casting.
a)
furnace dengan laju pemanasan 1.5oC/menit dengan waktu tahan 1 jam pada temperatur 300oC, 600oC, dan 1000oC, 1200oC, dan 1400oC. Semua sampel setelah sinter dilakukan pengukuran penyusutan dengan mengukur dimensi sampel (diameter dan tinggi) dan membandingkannya pada sebelum dan sesudah sinter. Pengukuran dimensi sampel dilakukan menggunakan mikrometer (ketelitian 0.01 mm). Untuk pengukuran bulk density digunakan prinsip Archimedes dengan peralatan sederhana menggunakan timbangan digital (Mettler Toledo, tipe AG204) di laboratorium Metalurgi jurusan Teknik Mesin U.K. Petra untuk mendapatkan berat kering dan volum eksterior. Pengamatan struktur mikro dengan SEM dilakukan setelah sampel di-impregnasi dengan resin cair dalam kondisi vakum agar resin mengisi pori-pori yang ada dalam struktur. Tujuannya adalah resin tersebut berfungsi sebagai support struktur yang masih mengandung pori pada saat sampel digerinda dan dipoles untuk pengamatan SEM. SEM yang digunakan adalah merk JEOL tipe jsm-6360la di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan/P3GL), Bandung. Hasil Dan Pembahasan 1. Penyusutan Sampel
Proses sinter sangat mempengaruhi perubahan dimensi sampel (shrinkage). Semakin tinggi temperatur sinter maka nilai penyusutan makin meningkat. Hal ini dikarenakan oleh transport massa (difusi) atom antar partikel yang menyebabkan terbentuknya butir dan eliminasi b) Gambar 3 Foto SEM a) serbuk Al flakes dan b) pori. Mekanisme difusi yang menjadi penyebab utama penyusutan selama sinter adalah volume tepung jagung dan grain diffusion dengan grain diffusion yang dominan pada proses Campuran kemudian dikompaksi dengan adalah mekanisme [1] sinter alumina. tekanan 10MPa menggunakan mesin pres merk Wykeham Farrance di Laboratorium Beton dan Untuk mempelajari perilaku penyusutan Konstruksi jurusan Teknik Sipil, UK sampel selama proses sinter maka dilakukan Petra.menjadi bentuk silindris dengan ukuran pengukuran dimensi (diameter dan tinggi) Ø 20 mm dengan tinggi maksimum 5 mm. sampel sebelum dan sesudah proses pemanasan. Green compact kemudian disinter pada Tabel 1 menunjukkan perubahan dimensi yang temperatur 1000-1400oC menggunakan tube diukur pada diameter dan tinggi pelet hasil
4
sinter 1600oC pada produk slip casting. Tabel 2 . Perubahan dimensi sampel setelah Dibandingkan dengan perubahan diameter, nilai pemanasan pada berbagai temperatur perubahan tinggi terjadi lebih besar seiring dengan berkurangnya jumlah serbuk Al2O3 Suhu dalam slip. Dengan bertambahnya kandungan ∆d ∆h partikel Al2O3 dalam slip menghasilkan kontak Sinter (mm) (mm) d (%) h (%) antar partikel yang lebih baik. Hal ini dapat (oC) diamati pada hasil foto SEM struktur mikro 1000 0 0,1 0 2,4 penampang pellet setelah pemanasan pada Gambar 5. 1200 0 0,07 0 1,7 Tabel 1 . Perubahan dimensi sampel hasil proses slip casting setelah pemanasan pada berbagai kandungan Al2O3 dalam slip
0
0
0
0
1400
0
0
0
0
4
∆d
∆h
(mm)
(mm)
d (%)
h (%)
40
-0.17
-0.13
-0.95
-2,66
50
-0.14
-0.12
-0.79
-1,71
60
-0.11
-0.10
-0.62
-1.03
Bila dibandingkan pada tabel 2 yang menunjukkan hasil pengukuran dimensi pada sampel hasil proses reaction bonding didapatkan bahwa diameter sampel tidak mengalami perubahan diameter (0%) dengan peningkatan pemanasan sampai pada temperatur 1000oC1400oC. Perubahan dimensi yang diamati hanya pada dimensi tinggi (1.7-2.4%) pada temperatur relatif rendah, 1000oC dan 1200oC atau dengan kata lain terjadi penurunan pemuaian sampel dan menjadi zero shrinkage pada temperatur pemanasan 1300oC dan 1400oC. Tidak adanya perubahan dimensi tinggi karena adanya tambahan massa O2 hasil oksidasi Al dalam campuran sampel yang mengkompensasi penyusutan yang terjadi selama pemanasan. Oksidasi Al flakes dapat terjadi pada solid-state maupun liquid-state dan melalui studi analisa thermal dengan TGA/DSC, Anggono (2006) menunjukkan bahwa oksidasi pada liquid-state lebih cepat dan efektif. [8]
Pertamba han Tinggi (%)
% berat Al2O3
1300
3.5 3 2.5
A
2
B
1.5 1 0.5 0 1000
1200
1300
1400
Temperatur (oC)
Gambar 4 Grafik persentase pertambahan tinggi sampel terhadap temperature sinter (hanya sample B yang dibahas dalam paper ini). 2.
Densifikasi
Tabel 3 Pengukuran bulk density dan % b.j. teoritis yang dicapai oleh sampel hasil proses slip casting setelah pemanasan pada berbagai kandungan Al2O3 dalam slip
% berat Al2O3
Bulk density (g/cm3)
% b.j. teoritis#
40
1.58
40
50
1.85
46
60
1.96
49
# % b.j. teoritis adalah berat jenis yang dicapai dibandingkan dengan nilai berat jenis Al2O3 sebesar 3.98g/cm3
5
Pengukuran bulk density dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes. Dari hasil pengukuran pada sampel hasil kedua proses ditabulasikan pada Tabel 3 dan 4. Hasil proses slip casting menunjukkan peningkatan bulk density dengan meningkatnya kandungan Al2O3 dalam slip. Sementara pada hasil reaction bonding didapatkan peningkatan nilai bulk density dengan peningkatan temperatur sinter. Pada temperatur sinter 1400oC dan 1600oC untuk sampel reaction bonding dan slip casting diperoleh capaian % b.j. teoritis yang hampir sama, masing-masing 47% dan 49% b.j. teoritis. Hal ini menunjukkan efektivitas densifikasi lebih baik pada reaction bonding dibanding pada slip casting. Hasil ini juga didukung oleh hasil pengamatan SEM. Tabel 4 Pengukuran bulk density dan % b.j. teoritis yang dicapai oleh sampel hasil proses reaction bonding setelah pemanasan pada berbagai kandungan Al2O3 dalam slip
Sinter ( C)
Bulk density (g/cm3)
% b.j. teoritis#
1000
1.64
41
1200
1.67
42
1300
1.75
44
1400
1.85
47
Suhu o
# % b.j. teoritis adalah berat jenis yang dicapai dibandingkan dengan nilai berat jenis Al2O3 sebesar 3.98g/cm3
3.
diidentifikasi, adanya distribusi ukuran partikel yang masih tampak, dan belum menunjukkan pembentukan butir. Foto SEM tersebut juga menunjukkan kerapatan partikel dalam sampel yang berbeda. Sampel dengan 40% berat Al2O3adalah sampel dengan kerapatan yang paling rendah. Hal ini tampak dengan banyaknya rongga yang terbentuk setelah proses slip casting.
a)
b)
Pengamatan SEM
Pengamatan dengan SEM dilakukan pada penampang sampel setelah pemanasan baik pada hasil slip casting maupun reaction bonding. Gambar 5 menunjukkan foto struktur mikro ketiga variasi % berat Al2O3 hasil proses slip casting setelah proses sinter sampai temperatur 1600oC. Hasil foto SEM yang menunjukkan struktur mikro sampel hasil sinter proses reaction bonding ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 5 menunjukkan individual partikel Al2O3 awal yang masih dapat
c) Gambar 5 Foto SEM penampang sampel dengan kandungan a) 40% berat, b) 50% berat, dan c) 60% berat Al2O3.
6
Sampel dengan 60% berat Al2O3 adalah sampel dengan kerapatan paling tinggi. Hal ini juga dibuktikan pada pengukuran berat jenis. Dari pengamatan struktur mikro ini membuktikan bahwa proses sinter baru di tahap awal pada temperatur 1600oC, selain itu besarnya ukuran partikel Al2O3 juga menyebabkan proses sinter berjalan lambat. Pada sampel hasil reaction bonding hanya dilakukan pengamatan SEM pada sampel dengan pemanasan 1000oC dan 1400oC saja. Foto SEM Gambar 6 hasil proses reaction bonding menunjukkan struktur mikro yang sangat berbeda dibandingkan dengan hasil slip casting. Hal ini dikarenakan bahan serbuk awal yang digunakan berbeda, baik bentuk dan ukurannya selain juga suhu pemanasan yang dikenakan juga berbeda. Sampel yang dipanasi pada temperatur 1000oC masih menunjukkan penyusunan diri partikel flakes yang masih menyisakan celah antar partikel (gambar 6a). Sebagian pori-pori berukuran besar yang tampak adalah diakibatkan oleh dekomposisi tepung jagung yang terbakar pada temperatur <10000C.
slip casting (49% b.j. teoritis) dan reaction bonding (47% b.j. teoritis), namun beberapa hal penting adalah perbedaan temperatur pemanasan yang cukup besar, 200oC pada kedua proses serta penambahan pori oleh penambahan tepung jagung menjadi catatan tersendiri yang menunjukkan bahwa reaction bonding adalah proses yang lebih menjanjikan untuk menurunkan temperatur sinter.
a)
[9]
Mengamati pori-pori yang bentuknya eliptik pada sampel setelah dipanasi sampai temperatur 1400oC (Gambar 6b) menunjukkan partikel tepung jagung yang awalnya berbentuk bulat (Gambar 3) mengalami deformasi pada saat kompaksi. Pada pemanasan sampai temperatur 1400oC sudah menunjukkan penebalan susunan beberapa partikel flakes. Dalam hal ini proses sinter sudah terjadi pada tahapan yang lebih maju pada proses reaction bonding pada suhu relatif rendah (1400oC) dibandingkan pada hasil slip casting yang dipanasi sampai pada temperatur 1600oC. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor penting untuk meningkatkan densifikasi selama proses sinter adalah bentuk partikel dan ukurannya, jenis serbuk yang digunakan, dan prosesnya. Hanya yang masih perlu menjadi perhatian penting pada proses reaction bonding menggunakan campuran serbuk Al adalah tuntasnya reaksi oksidasi sehingga tidak ada Al sisa. Hasil pengamatan SEM ini mendukung hasil pengukuran bulk density, di mana meski didapatkan nilai bulk density yang hampir sama antara hasil proses
b) Gambar 6 Foto SEM penampang sampel setelah pemanasan a) 1000oC dan b) 1400oC. Kesimpulan 1. Densifikasi sampel semakin meningkat dengan meningkatnya temperatur pemanasan pada hasil proses reaction bonding dan meningkat dengan kandungan alumina dalam slip pada hasil proses slip casting. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengukuran bulk density pada sampel hasil kedua proses.
7
2. Pencapaian density masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan density teoritis Al2O3 yang hanya mencapai 41 % – 47 % b.j. teoritis. 3. Bulk density yang dicapai pada sampel hasil reaction bonding yang dipanasi sampai 1400oC hampir sama dengan yang dicapai oleh sampel hasil slip casting dengan setelah kandungan 60% berat Al2O3 pemanasan 1600oC. Hal ini menunjukkan bahwa reaction bonding adalah proses yang menjanjikan untuk meningkatkan berat jenis sampel pada temperatur yang relatif rendah. 4. Berbeda dengan sampel hasil slip casting yang mengalami penyusutan, sampel hasil reaction bonding mengalami pertambahan dimensi. Namun pertambahan dimensi hanya diamati pada dimensi tinggi sampel, tidak pada arah radial (diameter tidak berubah) yang menunjukkan bahwa ada proses oksidasi yang terjadi pada serbuk Al. Bahkan didapatkan zero shrinkage pada sampel hasil reaction bonding hasil pemanasan 1300oC dan 1400oC, sehingga memungkinkan untuk menghasilkan komponen yang near-net-shape.
6. Wicaksono.B, Penggunaan Tepung Jagung Untuk Optimalisasi Proses Pembuatan Alumina Dari Serbuk Aluminium, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, UK Petra, Surabaya, 2006. 7. Wicaksono, B., Anggono, J., dan Tjitro, S., Peran Tepung Jagung untuk Optimalisasi Proses Reaction Bonding Aluminium Oksida (RBAO), Prosiding Seminar Nasional Teknik Mesin I, 15-16 Pebruari 2006, Universitas Kristen Petra, Surabaya. 8. Anggono, J., The Influence of the Morphology and Size of Alumnium Powders on Their Oxidation Behaviour. Prosiding SNTTM IV-2005, Denpasar-Bali, 21-22 Nopember 2005. 9. Magawe, H., Karakterisasi Hasil Sinter Reaction Bonded Alumina (RBAO) Dengan Penambahan Tepung Jagung, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, UK Petra, Surabaya, 2007.
Daftar Acuan 1. Lee, W. E. dan Rainforth, W. M., Ceramic Microstructure: Property Control by Processing, 1st ed., Kluwer Academic Publisher, 1994. 2. Richerson, D. W., Modern Ceramic Engineering, , 3rd ed., Taylor and Francis, 200l. 3. Wu, S., Holz, D., dan Claussen, N., Mechanism and Kinetics of ReactionBonded Aluminum Oxide Ceramics, J. Am. Ceram. Soc., 76, pp. 970-980 (1993). 4. Claussen, N., Wu, S., dan Holz, D., Reaction Bonding of Aluminum Oxide (RBAO) Composites: Processing, Reaction Mechanism and Properties, J. Eur. Ceram. Soc., 14, pp. 97 (1994). 5. Claussen, N., Le, T., dan Wu, S., Low Shrinkage Reaction Bonded- Alumina, J. Eur. Ceram. Soc., 5, pp. 29 (1989).
8