PENYUSUNAN REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P DAN K PADA TANAMAN NENAS (Ananas comosus (L) Merr.) SMOOTH CAYENNE BERDASARKAN STATUS HARA TANAH
LA ODE SAFUAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PENYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Penyusunan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne Berdasarkan Status Hara Tanah” adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2007
La Ode Safuan NIM A361020151
ABSTRACT LA ODE SAFUAN. Development of Fertilization Recommendation for Nitrogen, Phosphorus, and Potassium on Pineapple (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne be Based on Soil Nutrient Status. Under supervision of Roedhy Poerwanto, Anas Dinurrohman Susila, Sobir, and Rykson Situmorang. Nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K) are needed in a large amounts for plant growth and production of pineapple, however, exceed application may decrease the growth and production of pineapple. Therefore, the fertilization application must be based on soil nutrient status and plant requirements. Minus One Test was conducted to prove the potential of N, P and K nutrients as limiting factor for pineapple plant growth in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus on pineapple. Soil test correlation of P and K nutrient was conducted to find the extraction method of P and K soil nutrient that was suitable for pineapple. Soil test calibration of P and K nutrient was conducted to determine the P and K soil nutrient status, and recommendation of P and K fertilizer dosages on each soil nutrient status. The N fertilizer experiment was conducted to determine the optimum dosage of N fertilizer for pineapple. The results showed that N, P, and K nutrients were limiting factors for plant growth of pineapple in Inceptisol-Darmaga, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus soils, but in Inceptisol-Ciawi was N. The soil P extraction method for pineapple was Bray-1. The soil K extraction method suitable for pineapple was HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Mehlich, NH4OAc pH 4.8 and NH4OAc pH 7.0. The level of soil P available was high class (≥20.67) ppm P2O5 (Bray-1). While soil K available was low class (<14), medium class (14-50), and high class (>50) ppm K2O (Bray-1). Nitrogen and potassium absorption was increased by nitrogen application, but phosphorus absorption was decreased. Nitrogen, phosphorus and potassium absorption was increased by phosphorus and potassium application. The critical level of N, P and K in the pineapple leaves was 0.70%, 0.13%, and 1.71% of dry matter. The optimum dosage of N fertilizer for Inceptisol with 0.14% N for pineapple was 578 kg N ha-1. The P fertilizer no recoment in soil with has ≥20.67 ppm P2O5. The optimum dosage of K fertilizer for the soil with low class of K nutrient status was 634 kg K2O ha-1. Key words : minus one test, nutrient status ,exraction method, optimum dosage, critical level
RINGKASAN LA ODE SAFUAN. Penyusunan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne Berdasarkan Status Hara Tanah. Dibimbing oleh Roedhy Poerwanto, Anas Dinurrohman Susila, Sobir, dan Rykson Situmorang. Nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. Untuk memeperoleh hasil yang optimal, pemupukan harus dilakukan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Evaluasi kesuburan tanah dengan Minus One Test dilakukan untuk membuktikan bahwa hara N, P dan K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, dan Inceptisol Ciawi. Korelasi uji tanah hara P dan K untuk mendapatkan metode ekstraksi hara P dan K yang sesuai untuk tanaman nenas, dan kalibrasi uji tanah untuk menentukan status hara P dan K tanah serta rekomendasi pupuk P dan K yang optimal untuk tanaman nenas. Penelitian pupuk N dilakukan untuk menentukan dosis pupuk N yang optimal untuk tanaman nenas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara N, P dan K menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus, sedangkan pada Incptisol Ciawi faktor pembatasnya adalah N. Metode ekstraksi hara K tanah yang sesuai untuk tanaman nenas adalah HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Mehlich, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0. Hasil penelitian ini belum mendapatkan metode ekstraksi hara P yang sesuai untuk tanaman nenas, namun demikian Bray-1 dapat digunakan sebagai pengekstrak hara P tanah untuk tanaman nenas, karena metode tersebut sudah digunakan secara luas pada berbagai laboratorium uji tanah sebagai pengekstrak hara P. Penelitian ini juga belum dapat menetapkan status hara P tanah untuk tanaman nenas. Tanah yang mempunyai kadar hara P ≥20.67 ppm P2O5 yang terekstrak oleh metode Bray-1 sudah dapat memenuhi kebutuhan tanaman nenas, sehingga tidak perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk P. Kelas ketersediaan hara K (ppm K2O) terdiri atas tiga kelas status hara: rendah (< 14 ppm), sedang (14 – 50 ppm), dan tinggi (>50ppm) yang terekstrak oleh metode Bray-1. Pemupukan N dapat meningkatkan serapan hara N dan K tetapi menurunkan serapan hara P, sedangkan pemberian pupuk P dan K dapat meningkatkan serapan hara N, P dan K tanaman nenas. Batas kritis hara N, P dan K pada daun “D” tanaman nenas masing-masing adalah 0.70%, 0.13%, dan 1.71%. Dosis pupuk N yang optimum pada tanah Inceptisol yang mempunyai kandungan N sebesar 0.14% adalah 578 kg N ha-1, pada dosis pupuk N tersebut dengan pemupukan fosfor sebesar 200 kg P2O5 ha-1 dan kalium sebesar 400 kg K2O ha-1, akan diperoleh produksi buah tanaman nenas yang maksimum 74.83 ton ha-1. Dosis pemupukan K yang optimum pada tanah yang mempunyai status hara K rendah, adalah 643 kg K2O ha-1, pada dosis pemupukan K tersebut, dengan pemberian pupuk nitrogen sebesar 300 kg N ha-1, dan fosfor sebesar 200 kg P2O5 ha-1, tanaman nenas dapat menghasilkan produksi buah 73 ton ha-1. Kata kunci : minus one test, status hara, metode ekstraksi, dosis optimum, batas kritis
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
PENYUSUNAN REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P DAN K PADA TANAMAN NENAS (Ananas comosus (L) Merr.) SMOOTH CAYENNE BERDASARKAN STATUS HARA TANAH
LA ODE SAFUAN
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.Si. 2. Prof. Dr. Ir. Suyamto Hardjosuwirjo, M.S.
Judul Disertasi : Penyusunan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne Berdasarkan Status Hara Tanah Nama
: La Ode Safuan
NIM
: A361020151
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si. Anggota
Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.S. Anggota
Dr. Ir. H. Sobir, M.S. Anggota
Diketahui Ketua Progran Studi Agronomi
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2007
Tanggal Lulus : 31 Agustus 2007
PRAKATA Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul Penyusunan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne Berdasarkan Status Hara Tanah. Penelitian dan penulisan disertasi ini, berlangsung di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc. sebagai ketua komisi, dan Anggota Komisi Pembimbing Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si., Dr. Ir. H. Sobir, M.S., dan Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.S. Untuk itu dihaturkan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi atas waktu dan kesempatan yang diluangkan untuk mengarahkan dan membimbing penulis. Terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Didi Sopandie, M.Agr. sebagai penguji luar komisi pada ujian prelium dan Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, juga kepada Dr.Ir. Iskandar Lubis, M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Suyamto Hardjosuwirjo, M.S. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka atas koreksi dan saran-saran yang konstruktif untuk kesempurnaan disertasi penulis. Penelitian ini dibiayai oleh Program Riset Unggulan Strategi Nasional Pengembangan Buah-Buah Unggulan Indonesia. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas fasilitas dan bantuan dana penelitian. Juga kepada Direktur University Farm IPB, atas izin yang diberikan untuk menggunakan fasilitas Kebun Percobaan Sawah Baru. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa DUELike, dan kepada Rektor Universitas Haluoleo yang telah memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan. Demikian juga kepada Rektor IPB dan Dekan serta Ketua Program Studi Agronomi Sekolah Pasca Sarjana IPB, Dekan dan Ketua Departemen Agronomi dan Hortikulutura Fakultas Pertanian IPB atas kesediaannya menerima penulis untuk melanjutkan studi serta pelayanannya di Institut Pertanian Bogor.
Kepada Ayah dan Ibu serta Bapak dan Ibu mertua dan juga seluruh keluarga, serta para sahabat dihaturkan rasa terima kasih yang tulus atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada Istri tercinta dan anak-anak tersayang penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas ketabahan dan kasih sayangnya serta doanya yang tulus. Semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang pertanian. Amin. Bogor, Agustus 2007 La Ode Safuan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mandati-Buton pada tanggal 6 September 1965 sebagai anak sulung dari pasangan La Ode Haibu dan Wa Gamba. Menikah dengan Wa Ode Rosmiyani, S.Tp., dan telah dikaruniai tiga orang anak: Wa Ode Vian Damayanti, La Ode Muhammad Razil, dan Wa Ode Vidya Anisa Rahma. Pada bulan Juli 1984, penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Jurusan Budidaya Program Studi Agronomi, dan lulus pada 28 Nopember 1989.
Pada bulan Juli tahun 1993, penulis diterima pada Program
Studi Agronomi, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, dan menamatkannya pada tanggal 23 Desember 1995. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada bulan Agustus tahun 2002. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara sejak bulan Maret tahun 1991 sampai sekarang. Karya ilmiah berjudul “Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nenas” telah disajikan pada Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PRHORTI) di Jakarta pada tanggal 21 November 2006. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul “Minus One Test Kesuburan Tanah Inceptiptisol, Ultisol, dan Andisol untuk Tanaman Nenas” pada Majalah Ilmah Agriplus pada bulan Juni 2006. Karyakarya tersebut merupakan bagian dari Disertasi program S3 penulis.
GLOSARY Andisol
Daun “D”
Ekstraktan Inceptisol
Kalibrasi uji tanah
Korelasi uji tanah
Maksimum Metode Cate-Nelson
: Tanah yang berkembang dari bahan volkanik seperti abu volkan, batu apung, sinder, lava, dan/atau bahan volkaniklastik, yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral “short-rangeorder” (alophan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Al-humus. : Daun muda pada tanaman nenas yang sudah mencapai ukuran maksimal, berada pada bagian tengah dari kanopi, dan merupakan daun paling panjang. : Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan uji tanah. : Tanah-tanah yang kecuali dapat memiliki epipedon okrik dan horizon albik seperti yang dimiliki tanah Entisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Tanah Inceptisol juga biasa disebut sebagai tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. : Tahapan kegiatan program uji tanah untuk menentukan hubungan antara nilai uji tanah dengan respon tanaman di lapangan sehingga diperoleh nilai harkat uji tanah rendah, sedang dan tinggi atau cukup dan tidak cukup, juga menentukan kebutuhan pupuk pada setiap status hara tanah. : Suatu proses untuk menentukan apakah jumlah hara yang dapat diekstrak dengan jenis pengekstrak tertentu memiliki hubungan dengan jumlah serapan hara oleh tanaman atau hasil tanaman. : Sebanyak-banyaknya, setinggi tingginya, sebagusbagusnya. : Suatu cara untuk menentukan batas kritis hara tanaman dengan membuat hubungan antara kadar hara dengan hasil relative tanaman. Dalam penentuan batas kritis, dibuat dua garis yaitu vertikal dan horizontal sehingga menghasilkan empat kuadran. Untuk menetapkan perpotongan garis vertikal dan horizontal, kedua garis tersebut digeser sehingga kuadran kiri bawah dan kudran kanan atas mengandung jumlah titik terbanyak, sedangkan kuadran kiri atas dan kuadran kanan bawah mengandung jumlah titik sedikit mungkin.
Metode ekstraksi
:
Optimum Pemupukan
: :
Pupuk
:
Rekomendasi Smoth cayenne
: :
Uji Minus One Test
:
Uji tanah
:
Ultisol
:
Unsur hara esensil
:
Posisi garis vertical pada sumbu X merupakan batas kritis kadar hara. Prosedur ekstraksi dalam kegiatan uji tanah yang mencakup larutan ekstraksi, rasio tanah dan larutan ekstraksi, dan lama pengocokan. Terbaik, paling menguntungkan. Pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya. Bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman. Saran yang menganjurkan dan menguatkan. Salah satu kultivar tanaman nenas, kultivar ini merupakan kelompok yang heterozigot, ukuran daunnya 100 cm x 6.5 cm, sebelah atasnya berbintik kemerah-merahan, sebelah bawahnya kelabu keperak-perakan, pinggirannya rata, hanya memiliki beberapa duri di pangkal dan ujungnya, , buahnya kurang lebih berbentuk silinder, dengan berat sekitar 2.5 kg, daging buahnya kuning pucat sampai kuning. Salah satu metode uji biologi dalam melakukan evaluasi status hara tanah dengan cara membadingkan pertumbuhan tanaman pada perlakuan kurang satu unsur hara dengan perlakuan lengkap. Analisis kimia tanah secara cepat untuk menduga tingkat ketersediaan unsur hara dalam. Tanah dengan horizon argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Unsur hara yang apabila tidak ada maka tanaman tersebut tidak dapat menyelesaikan daur hidupnya, dan hara tersebut tidak dapat digantikan fungsinya oleh hara yang lain.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………
xvii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………
xx
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xxi
PENDAHULUAN ……………………………………………………….. Latar Belakang ………………………………………………………… Rumusan Masalah……………………………………………………… Tujuan Penelitian ……………………………………………………… Kerangka Pemikiran …………………………………………………… Hipotesis………………………………………………………………… Manfaat Penelitian ……………………………………………………… Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………
1 1 3 3 4 6 6 6
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… Karakteristik Tanaman Nenas ………………………………………… Penanaman Nenas ……………….…………………………………… Pemupukan pada Tanaman Nenas ……………………………………… Nitrogen dalam Tanah ………………………………………………… Peranan Nitrogen bagi Tanaman ……………………………………… Fosfor dalam Tanah …………………………………………………… Peranan Fosfor bagi Tanaman ………………………………………… Kalium dalam Tanah ……………………………...…………………… Peranan Kalium bagi Tanaman …………………...…………………… Minus One Test ………………………………………………………… Kalibrasi dan Korelasi Uji Tanah ……………………………………… Korelasi uji tanah …………………………………………………… Kalibrasi uji tanah ……………………………………………………. Rekomendasi Pemupukan ……………………………………………… Batas Kritis ……………………………………………………………
9 9 11 12 13 14 16 17 18 20 21 22 23 25 27 29
EVALUASI KESUBURAN TANAH INCEPTISOL, ULTISOL, DAN ANDISOL UNTUK TANAMAN NENAS DENGAN MINUS ONE TEST ABSTRAK………………………………………………......................... ABSRACT……………………………………………………………… PENDAHULUN……………………………………………………….. Latar Belakang………………………………………………………. BAHAN DAN METODE ……………………………………………… Waktu dan Tempat …………………………………………………… Rancangan percobaan………………………………………………… Persiapan Media Tanam dan Penanaman…………………………… Pengamatan ………………………………………………………….. Analisis Data ………………………………………………………… HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………….
30 30 30 31 31 32 32 32 33 33 34 34
Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol, Andisol, dan Inceptisol………... Pertumbuhan Nenas pada Tanah Ultisol, Andisol, dan Inceptisol…… Status Hara N, P dan K Tanah Ultisol, Andisol, dan Inceptisol……… SIMPULAN……………………………………………………………...
34 36 40 42
PENGARUH PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN NENAS ………………………………… ABSTRAK ……………………………………………………………. ABSTRACT …………………………………………………………… PENDAHULUAN …………………………………………………….. Latar Belakang ……………………………………………………… BAHAN DAN METODE ……………………………………………... Waktu dan Tempat ………………………………………………….. Rancangan Percobaan ……………………………………………….. Pengolahan Tanah …………………………………………………... Pengapuran dan Pemupukan ………………………………………... Penanaman dan Pemeliharaan ……………………………………… Pengamatan …………………………………………………………. Analisis Data ………………………………………………………... HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….. Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman …………………………………. Umur Tanaman ……………………………………………………… Kadar Hara dan Serapan Hara N, P dan K …………………………. Produksi Tanaman Nenas …………………………………………… Batas Kritis Hara N Daun Tanaman Nenas …………………………. SIMPULAN …………………………………………………………….
43
KORELASI DAN KALIBRASI UJI TANAH HARA FOSFOR UNTUK TANAMAN NENAS …………………………………………………….. ABSTRAK …………………………………………………………….. ABSTRACT …………………………………………………………… PENDAHULUAN …………………………………………………….. Latar Belakang ……………………………………………………… BAHAN DAN METODE …………………………………………….. Waktu dan Tempat …………………………………………………. Rancangan Percobaan ………………………………………………. Pengolahan Tanah …………………………………………………... Pembuatan Status Hara P …………………………………………… Aplikasi Pupuk P pada Setiap Status Hara P……………………….. Pengapuran dan Penanaman ……………………………………….. Pemeliharaan Tanaman …………………………………………….. Pengamatan …………………………………………………………. Analisis Data ………………………………………………………... Analisis Korelasi ……………………………………………………. Penentuan Kelas Ketersediaan Hara P ……..………………………. Penentuan Batas Kritis Hara P Tanaman Nenas ……………………. Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P …………………………… HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………...
43 43 44 44 45 45 45 46 47 47 47 48 48 48 51 52 54 55 57 58 58 58 59 59 60 60 61 61 61 62 62 62 63 63 64 64 64 65 65
xv
Nilai P Terekstrak pada Berbagai Status Hara P Tanah ……………. Pemilihan Metode Ekstraksi Hara P ………………………………… Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman ……………………………......... Umur Berbunga dan Saat Panen ……………………………………. Kadar Hara dan Serapan Hara N, P , K …………………………….. Produksi Tanaman Nenas …………………………………………… Penentuan Kelas Ketersediaan Hara P …….……………………….. Rekomendasi Pemupukan P ………………………………………… Batas Kritis Hara P Tanaman Nenas ………………………………... SIMPULAN …………………………………………………………….
65 66 68 70 71 75 77 77 79 80
KORELASI DAN KALIBRASI UJI TANAH HARA KALIUM UNTUK TANAMAN NENAS …………………………………………………….. ABSTRAK …………………………………………………………….. ABSTRACT …………………………………………………………… PENDAHULUAN …………………………………………………….. Latar Belakang ……………………………………………………... BAHAN DAN METODE ……………………………………………... Waktu dan Tempat ………………………………………………….. Rancangan Percobaan ………………………………………………. Pengolahan Tanah …………………………………………………... Pembuatan Status Hara K ……………………..…………………….. Aplikasi Pupuk K pada Setiap Status Hara K……………………….. Pengapuran dan Penanaman ………………………………………… Pemeliharaan Tanaman ……………………………………………... Pengamatan …………………………………………………………. Analisis Data ………………………………………………………... Analisis Korelasi……………………………………………………. Penentuan Kelas Ketersediaan Hara K …………………………….. Penentuan Batas Kritis Hara K Tanaman Nenas …………………… Penyusunan Rekomendasi Pemupukan K …………………………... HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….. Nilai K Terekstrak pada Berbagai Status Hara K Tanah …………… Pemilihan Metode Ekstraksi Hara K……….………………………... Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman ……………………………......... Umur Berbunga dan Saat Panen …………………………………… Kadar Hara dan Serapan Hara N, P dan K …………………………. Produksi Tanaman Nenas …………………………………………… Penentuan Kelas Ketersediaan Hara K …….……………………….. Rekomendasi Pemupukan K …….………………………………….. Batas Kritis Kadar Hara K Tanaman Nenas ……………………….. SIMPULAN…………………………………………………………….
81 81 81 82 82 84 84 84 84 84 85 85 86 86 87 87 87 88 88 88 88 90 92 94 96 100 102 103 105 106
PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………...
107
SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………
117
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
119
LAMPIRAN ………………………………………………………………
128
xvi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Hara yang diimobilisasi atau yang diangkut oleh tanaman nenas pada kepadatan 54 340 tanaman per hektar (Nakasone dan Paull 1999)…..
13
2. Hasil analisa beberapa sifat fisik dan kimia tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi …………
35
3. Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), bobot kering total tanaman (g), dan nisbah tajuk akar (g/g) pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi ………………………….
36
4. Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), bobot kering total tanaman (g), dan nisbah tajuk akar (g/g) pada perlakuan minus one test hara N, P dan K ……………………………………………………………………..
39
5. Rata-rata persen hasil relatif (%) bobot kering total tanaman nenas pada perlakuan minus one test hara N, P dan K pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi ..
41
6. Hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol Darmaga Kebun Percobaan Sawah Baru Fakultas Pertanian IPB Bogor ………………………………………………………………..
46
7. Pengaruh pupuk N terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman nenas pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga ……………………………………………………………
49
8. Pengaruh pupuk N terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen ………………………………………………………
51
9. Pengaruh pupuk N terhadap kadar hara dan serapan hara N, P dan K daun ”D” tanaman nenas …………………………………………….
53
10. Pengaruh pupuk N terhadap berat buah, mahkota, panjang buah, padatan terlarut total, dan produksi buah tanaman nenas …………....
54
11. Nilai uji hara P tanah Inceptisol Darmaga yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi pada berbagai kondisi status hara P tanah
66
12. Hasil anlisis korelasi antara kadar hara fosfor tanah yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar hara P daun ”D”, serapan hara P daun ”D”, dan produksi tanaman nenas …………….. 13. Pengaruh kadar hara P tanah terhadap jumlah daun dan tinggi
67 68
xvii
tanaman pada saat 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga …………………………….……………………. 14. Pengaruh pupuk P terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga ……………………………………………………………..
69
15. Pengaruh kadar hara P tanah dan pupuk P terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen …………………………...
71
16. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara P daun ”D” pada saat tanaman berbunga …………
72
17. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara N daun ”D” pada saat tanaman berbunga …………
73
18. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara K daun ”D” pada saat tanaman berbunga …………
74
19. Pengaruh kadar hara P tanah terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah, dan padatan terlarut total ………………………………………………………………….
75
20. Pengaruh pupuk P terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah, dan padatan terlarut total …......
76
21. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap produksi buah (ton ha-1) ……………………………………………..
78
22. Nilai uji hara K tanah Inceptisol Darmaga yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi pada berbagai kondisi status hara K tanah.
89
23. Hasil analisis korelasi antara kadar hara K tanah yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar hara K daun ”D”, serapan hara K daun ”D”, dan produksi tanaman nenas ……………………...
90
24. Pengaruh kadar hara K tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga …………………………………………………..
93
25. Pengaruh pupuk K terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga ...
94
26. Pengaruh pupuk K terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen ……………………………………………………….
95
27. Pengaruh pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap kadar hara N, P dan K daun ”D” pada saat tanaman berbunga …………….
97
xviii
28. Pengaruh kadar hara K tanah dan pupuk K terhadap serapan hara N dan P daun ”D” tanaman nenas ………………………………………
98
29. Pengaruh pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap serapan hara K daun ”D” tanaman nenas pada saat tanaman berbunga………………………………………………………………
99
30. Pengaruh kadar hara K tanah terhadap berat buah, berat mahkota, 101 panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total ………………………………………………………………….. 31. Pengaruh pupuk K terhadap berat buah, berat mahkota, panjang 102 buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total ..……
xix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alir pelaksanaan kegiatan penelitian ……………………….
8
2. Kurva respons pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N terhadap produksi buah…………………………………………….
55
3. Hubungan antara kadar hara N daun ”D” dengan persen hasil relatif ……………………………………………………………….
56
4. Kurva respons hubungan antara kadar hara P tanah yang terekstrak oleh pengekstrak Bray-1 dengan hasil relatif .……………………...
77
5. Hubungan antara kadar hara P daun ”D” dengan hasil relatif………………………………………………………………..
79
6. Kurva respons hubungan antara kadar hara K tanah yang terekstrak oleh pengekstrak Bray-1 dengan hasil relatif.....................................
103
7. Kurva respons hubungan antara pemberian berbagai dosis pupuk K pada kadar hara K rendah, sedang, dan tinggi dengan produksi buah……………..…………………………………………………..
104
10. Kurva respons hubungan antara kadar hara K daun ”D” dengan hasil relatif………………………………………………………….
105
xx
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Denah penelitian evaluasi kesuburan tanah Inceptisol, Ultisol, dan 128 Andisol untuk tanaman nenas dengan Minus One Test …………… 2. Denah penelitian pengaruh pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan 128 dan produksi tanaman nenas ………………………………………… 3. Denah penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah hara fosfor untuk 129 tanaman nenas ……………………………………………………… 4. Denah penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah hara kalium untuk 130 tanaman nenas ……………………………………………………… 5. Metode analisis nitrogen total dengan metode Kjeldahl …………….
131
6. Pengekstrak Morgan-Wolf untuk hara fosfor ………………………
132
7. Ekstrat HCl 25% untuk hara fosfor dan kalium ……………………
133
8. Ekstrat Olsen untuk hara fosfor dan kalium ………………………..
135
9. Penetapan fosfor dan kalium tersedia cara Bray-1 ………………….
136
10. Penetapan fosfor dan kalium tersedia cara Bray-2 ………………….
138
11. Penetapan fosfor dan kalium tersedia dengan metode Mehlich-1…..
139
12. Pengekstrak Truog untuk hara fosfor ………………………………
140
13. Penetapan kalium tersedia dengan pengekstrak NH4OAc pH 7.0….
141
14. Penetapan kalium tersedia dengan pengekstrak NH4OAc pH 4.8. 142 (Morgan-Venema) …..……………………………………………… 15. Erapan P dalam CaCl2 0.01 M (Metode Fox dan Kamprath)……….
143
16. Analisis kimia jaringan tanaman……………………………………
144
xxi
PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) merupakan tanaman buah tropika yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia, karena mempunyai pangsa pasar yang luas baik di dalam maupun di luar negeri.
Pada tahun 2000
produksi nenas Indonesia adalah 360 ribu ton atau 2.68% dari total produksi nenas dunia sebesar 13 449 ribu ton. Pada tahun tersebut, Indonesia mengekspor nenas dalam kaleng 132 ribu ton. Volume ekspor ini mengisi 12.34% volume ekspor nenas dunia sebanyak 1 070 ribu ton (Poerwanto 2003). Pada tahun 2003 Indonesia mengekspor nenas kaleng 177 ribu ton dan nenas segar 2 ribu ton dengan nilai jual sebesar 87 juta dolar Amerika (Deptan 2004), dan pada tahun tersebut komoditas ini menduduki urutan pertama komditas buah-buahan yang diekspor oleh Indonesia. Pada tahun 2005 produksi nenas Indonesia mencapai 673.07 ribu ton dengan produksi rata-rata 8.4 ton per hektar, produktifitas tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil rata-rata produksi per hektar yang dicapai oleh Malaysia sebesar 32.08 ton per hektar , Thailand sebesar 22.23 ton per hektar dan Philipina sebesar 36.33 ton per hektar (FAO 2007). Prospek pengembangan tanaman nenas di Indonesia menjadi strategis, karena disamping dapat menopang sektor pertanian untuk memberikan perannya yang lebih besar dalam mendukung perekonomian negara, tanaman ini cocok dikembangkan pada lahan kering, dan mudah dibudidayakan serta mempunyai daya adaptasi yang luas jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Dengan demikian maka peluang pengembangannya dalam rangka meningkatkan pemanfaatan lahan kering di Indonesia masih sangat luas. Hidayat dan Mulyani (2002) melaporkan bahwa luas lahan kering untuk pertanian di Indonesia mencapai 143 945 000 hektar dan sudah digunakan seluas 55 619 030 hektar. Ini berarti bahwa masih terdapat lahan seluas 88 325 970 hektar untuk pengembangan pertanian lahan kering. Namun perlu diingat, bahwa untuk pengembangan pertanian lahan kering terutama di luar Jawa yang mempunyai potensi yang masih luas, ada persyaratan agronomi yang harus
2 terlebih dahulu dipenuhi terutama ketersedian air dan hara seperti N, P, K dan Ca (Abdurachman et al. 1999). Tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol merupakan tanah-tanah pertanian utama di Indonesia (Subagyo et al. 2000).
Dengan demikian maka
pengembangan tanaman nenas di Indonesia saat ini dan di masa mendatang akan dilakukan pada tanah-tanah tersebut. Ketiga jenis tanah ini mempunyai tingkat kesuburan alami yang berbeda, sehingga apabila digunakan untuk areal penanaman tanaman nenas, akan membutuhkan penanganan yang berbeda terutama dalam pemupukannya. Tanaman nenas di Indonesia dikembangkan oleh petani maupun perusahaan besar terutama untuk tujuan ekspor, namun dalam pembudidayaannya oleh petani kecil belum dilakukan pemupukan, sehingga baik kuantitas maupun kualitas buah yang dihasilkan masih relatif rendah. Sedangkan oleh perusahaan besar atau petani komersial telah melakukan pemupukan terutama pupuk N, P dan K untuk dapat meningkatkan produksi dan kualitas buah nenas yang dihasilkan. Dalam usaha meningkatkan produksi pertanian di Indonesia, pemupukan merupakan salah satu cara yang terus dikembangkan oleh pemerintah. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak usaha pemupukan dilakukan secara kurang tepat, baik dalam penentuan jenis, dosis serta waktu dan cara memberikan pupuk.
Hal ini jelas akan memberikan dampak yang kurang
menguntungkan terhadap keadaan fisik, kimia dan biologi tanah, serta lingkungan tanah secara keseluruhan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program
pemupukan seharusnya didasarkan pada hasil uji tanah dan analisa tanaman dengan memperhatikan status hara, kebutuhan tanaman serta keadaan lingkungan (Sri Rochyati 1996; Sabiham 1996). Pemberian pupuk yang berlebihan selain merupakan pemborosan dana juga mengganggu keseimbangan hara dalam tanah, menurunkan efisiensi pemupukan, dan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan, sedangkan pemberian pupuk yang terlalu sedikit tidak dapat mencapai tingkat produksi yang optimal. Apabila praktek pemupukan seperti ini masih tetap dipertahankan, maka produksi pertanian Indonesia, khususnya buah-buah tropika seperti tanaman nenas akan sulit bersaing dalam pasar global.
3 Rumusan Masalah Pemupukan dengan hara N, P, K merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman nenas di Indonesia. Ketiga unsur hara tersebut merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak tetapi selalu kurang tersedia bagi tanaman, sehingga selalu menjadi faktor pembatas utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan yang dilakukan selama ini masih menggunakan dosis anjuran secara umum sehingga pemupukan menjadi tidak efisien. Hal ini sebabkan karena belum tersedia data penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman nenas terhadap hara N, P dan K. Padahal disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan pada jenis tanah yang sama juga mempunyai tingkat ketersediaan hara N, P dan K yang bebeda. Pemupukan yang efisien hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut.
Hal ini dapat
dilakukan dengan baik apabila tersedia data hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diperoleh metode ekstraksi hara tanah yang sesuai untuk tanaman nenas dan menentukan dosis pupuk yang optimal untuk tanaman nenas pada setiap kondisi status hara tanah yang berbeda. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi pemupukan N, P dan K yang optimal untuk tanaman nenas berdasarkan status hara N, P, K dan kebutuhan tanaman serta melakukan evaluasi status hara N, P, K tanah Inceptisol, Ultisol dan Andisol untuk tanaman nenas. Sedangkan secara khusus penelitian bertujuan untuk: 1. Membuktikan bahwa hara N, P, K menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus. 2. Menetapkan metode ekstraksi hara P dan K yang sesuai untuk tanaman nenas. 3. Menentukan status hara P dan K tanah untuk tanaman nenas. 4. Menentukan batas kritis hara N, P dan K pada tanaman nenas.
4 5. Membuktikan bahwa serapan hara N, P, K tanaman nenas dipengaruhi oleh pemberian berbagai dosis pupuk N, P, K. 6. Menentukan dosis pupuk N, P dan K yang optimal untuk tanaman nenas. Kerangka Pemikiran Untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal, tanaman nenas membutuhkan hara terutama N, P dan K yang cukup dan seimbang, karena ketiga unsur tersebut merupakan unsur hara esensial utama bagi tanaman. Tanaman yang kekurangan unsur hara N, P dan K akan mengalami hambatan pertumbuhan dan produksi yang rendah baik kuantitas maupun kualitasnya (Albrigo 1966). Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan tanaman nenas agar subur, tetapi bukan pada saat rangsangan bunga diperlukan, sebab pertumbuhan yang subur akan mengurangi reaksi pembungaan. Fosfor diperlukan selama beberapa bulan pada awal pertumbuhan, sedangkan kalium diperlukan untuk perkembangan buah (Wee dan Thongtham 1997).
Tetapi pemberian pupuk N, P dan K yang
berlebihan akan menurunkan produksi dan kualitas buah tanaman nenas (Albrigo 1966). Berbagai laporan publikasi tentang hara tanaman nenas menunjukkan bahwa jumlah nitrogen berkisar dari 225 sampai 350 kg N per hektar dan kalium dari 225 sampai 450 kg K2O per hektar dan hara fosfor antara 150 dan 225 kg P2O5 per hektar (Nakasone dan Paull 1999). Selanjutnya Hiraoka dan Umemia (2000) mengemukakan bahwa, standar rata-rata pemberian pupuk untuk tanaman nenas adalah 350 kg N per hektar, 115 kg P2O5 per hektar, dan 310 kg K2O per hektar. Dengan dosis tersebut tanaman nenas menghasilkan buah sebanyak 52 ton per hektar. Kelly (1993) mengemukakan bahwa kebutuhan nitrogen tanaman nenas berkisar antara 400 sampai 600 kg per hektar dan fosfor merupakan unsur kara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit jika dibandingkan dengan pupuk nitrogen dan kalium. Disarankan agar pemupukan fosfor tidak lebih dari 100 kg P per hektar. Sedangkan kalium merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan. Dosis pemupukan kalium sebelum tanam bervariasi tergantung jenis tanah. Pada tanah berpasir dosis maksimum adalah 250 kg K per hektar, sedangkan pada tanah
5 liat berat dosis pemupukan kalium adalah 500 kg K per hektar dan dosis pemupukan kalium setelah tanam berkisar antara 400 sampai 800 kg K per hektar. Adanya variasi dosis pupuk N, P dan K yang dianjurkan tersebut di atas, menunjukkan bahwa pada setiap jenis tanah-tanaman dan iklim serta teknik budidaya yang berbeda akan membutuhkan jumlah pupuk yang berbeda. Oleh karena itu maka Nakasone dan Paull (1999) mengemukakan bahwa, total serapan hara tanaman nenas bisa dijadikan sebagai dasar acuan untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman nenas. Namun demikian, perlu didukung oleh hasil uji tanah sehingga dosis pupuk yang diberikan dapat disesuaikan dengan jumlah hara yang tersedia dalam tanah dan yang dibutuhkan oleh tanaman nenas. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah (Nursyamsi et al. 2002). Tetapi nilai uji tanah tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Sutriadi et al. 2003).
Penelitian korelasi
uji tanah menghasilkan metode
ekstraksi terpilih untuk suatu hara, tanaman, dan tanah tertentu. Selanjutnya untuk menentukan hubungan antara kadar hara dalam tanah dengan tanggap tanaman dan kebutuhan pupuk diperlukan penelitian kalibrasi uji tanah dilapangan. Menurut Evans (1987), kalibrasi uji tanah merupakan dasar program uji yang
baik,
karena
secara
cepat
dapat
memberikan
informasi
untuk
mengidentifikasi tingkat kekurangan atau kecukupan suatu unsur hara dan jumlah unsur hara yang akan diberikan jika kekurangan. Oleh karena itu di negara-negara maju, program uji tanah ini telah berkembang jauh, sehingga kebutuhan untuk membuat rekomendasi pemupukan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Sedangkan di Indonesia, uji tanah belum berkembang dengan baik, karena tidak didukung oleh penelitian uji korelasi dan uji kalibrasi (Rahim 1995). Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sarana pendukung laboratorium uji tanah, tenaga peneliti dan biaya.
Mengingat banyaknya kendala yang dihadapi dalam
melakukan program kalibrasi uji tanah sebagai dasar penyusunan rekomendasi pemupukan, maka dalam pelaksanaannya perlu ada skala prioritas. Oleh karena
6 itu sebelum dilakukan penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah, perlu dilakukan penelitian Minus One Test kesuburan tanah. Berdasarkan hasil pengujian ini dapatlah disusun prioritas pemupukan suatu tanaman maupun prioritas penelitiannya (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Hipotesis 1. Hara N, P, K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus. 2. Setiap metode ekstraksi hara P dan K yang berbeda mempunyai nilai korelasi yang berbeda. 3. Pemberian berbagai dosis pupuk N memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serapan hara N, P, K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. 4. Pemberian berbagai dosis pupuk P pada status hara P yang berbeda, memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serapan hara N, P, K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. 5. Pemberian berbagai dosis pupuk K pada status hara K yang berbeda, memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serapan hara N, P, K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan rekomendasi pemupukan N, P, K yang optimal berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman nenas. Disamping itu, juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam program uji tanah dan penelitian hara N, P, K untuk tanaman nenas pada berbagai jenis tanah dan kondisi iklim serta tehnik budidaya yang berbeda. Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka dalam penelitian ini dilakukan empat tahap kegiatan.
Penelitian dilakukan di rumah kaca dan di
lapangan. Penelitian yang dilakukan di rumah kaca adalah evaluasi kesuburan tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol untuk tanaman nenas dengan menggunakan
7 uji minus one test. Sedangkan tiga penelitian yang dilakukan di lapangan adalah: 1. Korelasi dan kalibrasi uji tanah hara fosfor, 2. Korelasi dan kalibrasi uji tanah hara kalium, dan 3. Pengaruh pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. Secara umum seluruh tahapan kegiatan penelitian serta tujuan yang akan dicapai disajikan pada Gambar 1.
Evaluasi Kesuburan Tanah dengan Minus One Test
Hara N, P, K sebagai faktor Pembatas Pertumbuhan Tanaman Nenas pada Tanah Ultisol, Inceptisol, dan Andisol
Korelsi dan Kalibrasi Uji Tanah Hara P untuk Tanaman Nenas
Metode Ekstraksi Hara P untuk Tanaman Nenas
Status Hara P Tanaman Nenas
Dosis Pupuk P Optimal Tanaman Nenas pada Setiap Status Hara P
Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah Hara K untuk Tanaman Nenas
Metode Ekstraksi Hara K untuk Tanaman Nenas
Status Hara K Tanaman Nenas
Pengaruh Pupuk N pada Tanaman Nenas
Menentukan Dosis Pupuk N Optimal Tanaman Nenas
Dosis Pupuk K Optimal Tanaman Nenas pada Setiap Status Hara K
Gambar 1 Bagan alir pelaksanaan kegiatan penelitian 8
TINJAUAN PUSTAKA Karateristik Tanaman Nenas Tanaman nenas merupakan tanaman monokotil yang bersifat perenial. Tanaman ini mempunyai rangkaian bunga dan buah yang terdapat pada ujung batang.
Tanaman masih bisa melanjutkan pertumbuhannya melalui beberapa
tunas yang tumbuh di batang. Tunas baru tersebut selanjutnya dapat menghasilkan rangkaian bunga dan buah. Bagian tanaman nenas meliputi akar, batang, daun, tangkai buah, buah, mahkota dan anakan yaitu tunas tangkai buah (slips), tunas yang muncul dari ketiak daun (shoots) dan tunas yang muncul dari batang bawah (suckers) (Collins 1968). Tanaman nenas berupa herba tahunan atau dua tahunan, tingginya 50 sampai 100 cm. Daunnya berbentuk pedang, panjangnya dapat mecapai 1 m atau lebih, dengan lebar 5 sampai 8 cm, pinggirnya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama (Wee dan Thongtham 1997). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman nenas membentuk suatu roset, yang lambat laun daun-daunnya yang lebih besar mencapai ukuran yang mencerminkan keadaan pertumbuhan normal. Setelah itu ukuran daun konstan dan jika meristem pucuknya telah menghasilkan 70 sampai 80 lembar daun, dengan kecepatan satu lembar daun per minggu, selama periode pertumbuhannya yang cepat itu, meristem pucuk itu berubah menjadi bongkol bunga dan bongkol tanaman, yaitu poros tengah yang memanjang ke bunga dan buah. Buahnya berupa senokarp (caenocarpium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros pembungaan dan peleburan dari masing-masing bunga yang kecil; buah itu berbentuk buah buni; kulit buahnya yang keras terbentuk dari kelopakkelopak dan braktea yang tidak rontok, yang kurang lebih melebur; buah itu kirakira berbentuk silinder, panjang ± 20 cm, diamater ± 14 cm, beratnya 1 sampai 2.5 kg, dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral, yang disebut mahkota; daging buahnya kuning pucat sampai kuning keemasan, umumnya tidak berbiji (Wee dan Thongtham 1997). Nenas adalah tanaman serofit. Tanaman ini mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism = Metabolisme Asam Crassulaceae).
10 Karbon dioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur metabolisme ini memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Karena stomata membuka pada malam hari maka transpirasi yang terjadi sangat kecil, sehingga tanaman ini sangat tahan terhadap kekeringan. Meskipun demikian, karena sistem perakarannya yang dangkal, maka pada keadaan kering pertumbuhannya segera tertahan (Deptan 1994; Wee dan Thongtham 1997). Kisaran curah hujan untuk tanaman nenas adalah sekitar 600 mm sampai 2 540 mm per tahun, namun demikian untuk pertumbuhan tanaman nenas yang optimum adalah 1 000 sampai 1 500 mm per tahun (Collins 1968). Nenas masih bisa dibudidayakan di daerah dengan curah hujan kurang dari 1 000 mm per tahun. Di daerah dengan curah hujan rendah tetapi mempunyai kelembaban udara cukup tinggi terutama pada malam hari, tanaman nenas dapat memanfaatkan embun sebagai sumber air. Meskipun demikian, karena perakaran nenas cukup dangkal maka bila curah hujan sangat rendah hasil yang diperoleh akan kurang memuaskan (Deptan 1994). Tanaman nenas dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Tanaman nenas di daerah tropis banyak ditemukan di tanah latosol coklat kemerahan atau merah. Di Hawai tumbuh di tanah vulkanik berwarna merah gelap, di Malaysia dan Indonesia dapat tumbuh dengan baik di daerah gambut.
Persyaratan penting
lainnya adalah drainase baik. Tanah berat (kandungan fraksi lempung tinggi) dan tanah yang mengandung kapur tinggi (pH tinggi) tidak cocok untuk nenas (Deptan 1994). Tanah liat berpasir yang dapat dikeringkan dengan baik dan mengandung bahan organik tinggi dengan pH 4.5 sampai 6.5 merupakan tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Akan tetapi tanaman nenas dapat dipelihara pula pada tipe tanah yang sangat bervariasi, seperti tanah gambut yang asam (pH 3 sampai 5) di Malaysia. Drainase hendaknya sebaik-baiknya, sebab tanaman yang terendam akan sangat mudah terserang busuk akar (Wee dan Thongtham 1997). Tanaman nenas dibudidayakan antara 25o LU dan LS dengan kisaran suhu 23 sampai 32oC. Walaupun tanaman ini dapat dipelihara di lahan yang suhunya dapat turun sampai 10oC, akan tetapi tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju, dan buahnya sensitif terhadap terik matahari. Di dalam batas distribusinya,
11 cahaya matahari rata-rata tahunannya bervariasi kira-kira 33 sampai 71% dari kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000 jam (Wee dan Thongtham 1997). Temperatur optimum untuk nenas mendekati temperatur daerah tropika basah.
Temperatur untuk pertumbuhan optimum 21oC sampai 27oC (Deptan
1994).
Di Malaysia tanaman nenas ditanam pada daerah dengan temperatur
berkisar antara 25.9 sampai 26.3oC, di Hawai 10 sampai 32oC dan Australia 11.6 sampai 31.7oC (Collins 1968). Temperatur optimum untuk Indonesia adalah 32oC (Deptan 1994). Di daerah tropis tanaman nenas memberikan hasil yang baik apabila ditanam di daerah pada ketinggian antara 100 sampai 800 m di atas permukaan laut. Di daerah dengan ketinggian lebih dari 760 m di atas permukaan laut, tanaman nenas menjadi lebih pendek, daun lebih pendek dan menyebar, nenas lebih ringan dan fruitlet menonjol keluar, sehingga permukaan buah lebih kasar. Bentuk buah lebih mendekati bentuk silinder serta produksi buah mempunyai mutu yang lebih rendah; warna daging kuning pucat, flavour rendah dan asam yang tinggi (Collins 1968). Penanaman Nenas Perbanyakan dan penanaman nenas diperbanyak dengan bagian mahkota, tunas batang, atau tunas ketiak daunnya. Tetapi yang paling banyak disenangi orang adalah perbanyakan dengan tunas batang. Tunas ketiak daun terutama digunakan jika menanam “Smooth Cayenne” (Wee dan Thongtham 1997). Tunas batang yang besar mempuyai tendensi yang tinggi untuk berproduksi lebih cepat, khususnya jika ukuran tunas batang lebih besar dari 600 gram (Nakasone dan Paull 1999). Py et al. (1987) mengelompokan ukuran bahan tanaman sebagai berikut: mahkota ukuran kecil 100 sampai 200 g dan mahkota ukuran sedang 200 sampai 300 g; Tunas ukuran kecil 200 sampai 300 g, 300 sampai 400 g sedang, dan 400 sampai 600 g adalah besar. Tanaman nenas biasanya ditanam dalam barisan ganda dengan lebar alur yang cukup antara barisan ganda tersebut, untuk memudahkan pengerjaan lapangan. Jadi jarak tanam yang dianjurkan ialah (90 + 60) cm x 30 cm untuk kultivar “Singapore Spanish”, ini berarti bahwa lorongnya selebar 90 cm, kedua barisan ganda itu berjarak 60 cm, dan masing-masing tanaman pada
12 setiap barisannya berjarak 30 cm. Untuk kultivar yang perawakannya lebih besar, misalnya ‘Masmerah’, jarak tanam yang dianjurkan adalah (120 + 60) cm x 30 cm. Di Thailand, ‘Smooth Cayenne’ ditanam oleh petani dengan jarak tanam (100 + 50) cm x 30 cm, dan diperkebunan dengan jarak (85 + 50) cm x 25 cm. Hasil panen akan meningkat jika jarak tanam lebih rapat, tetapi ukuran buahnya mengecil (Deptan 1994; Wee dan Thongtham 1997). Percobaan-percobaan jarak tanam di Malaysia menunjukkan hasil maksimum 60 ton per hektar untuk jumlah tanaman 72 000 per hektar, dengan menggunakan kultivar ‘Singapore Spanish’ (Wee dan Thongtham, 1997). Di Hawaii menggunakan jarak tanam 30 cm antar tanaman dalam dua barisan tanaman yang berjarak 60 cm, jarak antar lorong adalah 90 sampai 120 cm, dengan jarak tanam tersebut diperoleh kepadatan tanaman 44 444 sampai 58 700 tanaman per hektar. Kepadatan tanaman setinggi 75 000 tanaman per hektar digunakan bilamana buah yang lebih kecil diinginkan (Nakasone dan Paull 1999). Pemupukan pada Tanaman Nenas Manfaat pupuk, terutama nitrogen dan kalium pada pembudidayaan nenas telah banyak diketahui. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan tanaman agar subur, tetapi bukan pada saat rangsangan bunga diperlukan, sebab pertumbuhan yang subur akan mengurangi reaksi pembungaan.
Fosfor diperlukan selama
beberapa bulan pada awal pertumbuhan, sedangkan kalium diperlukan untuk perkembangan buah. Di tanah gambut yang miskin hara di Malaysia, dosis pupuk yang dianjurkan ialah 14 g N, 0.7 g P2O5, dan 23 g K2O per tanaman, diberikan dengan cara disebarkan pada jangka waktu 3 bulan setelah tanam, dan 2 kali penyemprotan di daun pada umur 6 dan 9 bulan. Untuk tanaman sirung, dua per tiga dari jumlah di atas digunakan per tahun. Di Thailand, tanaman nenas ditanam pada tanah liat berpasir dengan dosis pupuk sebesar 9 g N, 2.4 g P2O5, dan 7 g K2O per tanaman untuk tanaman pokok (Wee dan Thongtham 1997). Berbagai laporan publikasi tentang hara tanaman nenas menunjukkan bahwa jumlah nitrogen berkisar dari 225 sampai 350 kg N per hektar dan kalium dari 225 sampai 450 kg K2O per hektar. Tanaman nenas membutuhkan sedikit untuk hara fosfor dan banyak laporan yang mengabaikan jumlah P yang diaplikasikan, tetapi biasanya adalah antara 150 dan 225 kg P2O5 per hektar , (Nakasone dan
13 Paull 1999).
Selanjutnya Hiraoka dan Umemia (2000) mengemukakan bahwa,
standar rata-rata pemberian pupuk untuk tanaman nenas adalah 350 kg N per hektar, 115 kg P2O5 per hektar, dan 310 kg K2O per hektar. Dengan dosis tersebut tanaman nenas menghasilkan buah sebanyak 52 ton per hektar. Tabel 1 Hara yang diimobilisasi atau yang diangkut oleh tanaman nenas pada kepadatan 54 340 tanaman per hektar (Nakasone dan Paull 1999) Jumlah (kg ha-1)
Bagian Tanaman
N
P
K
Ca
Mg
Plant
437
47.0
538
134.0
134.0
Fruit Slip
135 40
20.0 6.7
269 67
33.6 13.4
20.2 6.7
Total
612
73.7
874
181
160.9
Berdasarkan analisis hara yang terdapat pada berbagai bagian tanaman nenas (Tabel 1), bisa dijadikan sebagai dasar acuan untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman nenas (Nakasone dan Paull 1999). Untuk menentukan jumlah hara yang akan diberikan ke dalam tanah, dapat dilakukan setelah diketahui kadar hara tanah yang tersedia bagi tanaman, dan jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal. Nitrogen dalam Tanah Amonium merupakan salah satu bentuk kation nitrogen anorganik yang dapat diserap oleh tanaman.
Bentuk ini lebih banyak terdapat pada kondisi
anaerobik, sedangkan pada kondisi aerobik (oksidasi) sebahagian dari amonium dijerap oleh komplek jerapan ataupun difiksasi oleh mineral liat vermikulit dan smektit, dan sebahagian lagi dioksidasi menjadi nitrat dengan bantuan bakteri autotrof Nitrosomonas dan Nitrobacter (Tisdale et al. 1985). Lebih dari 50% NH4+ yang diberikan akan mengalami nitrifikasi dalam waktu 28 hari dengan kadar air sekitar titik layu permanen, sedangkan pada tegangan air diturunkan sekitar 7 bar, dalam waktu 21 hari semua NH4+ akan berubah menjadi nitrit. Sedangkan Mengel dan Kirkby (1987) melaporkan bahwa semua dari ammonium yang diberikan ke dalam tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari. Amonium dapat menurunkan kapasitas fiksasi K karena kation ini akan memenuhi ruang interlayer sehingga mencegah fiksasi K dari larutan tanah.
14 Menurut Nommik dan Vahtras (1982), pemberian kalium dan amonium bersamaan dapat menurunkan persentase K yang terfiksasi.
Sedangkan
+
penyerapan pupuk fosfor meningkat terutama ketika NH4 tersedia (Olson dan Kurtz 1985). Total masa akar dan kedalaman perakaran meningkat pada tingkat ketersediaan N optimal. Perluasan akar ini akan memfasilitasi penyerapan air dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Pengambilan NO3- merangsang pengambilan kation, sedangkan anion klorid (Cl-) dan hidroksil (OH-) membatasi pengambilan anion NO3-. Status karbohidrat tinggi meningkatkan pengambilan amonium (NH4+), dan pengambilan NH4+ membatasi kation, yang mana dapat mendorong ke arah kekurangan Ca, seperti halnya mengurangi taraf K di dalam tanaman (Jones 1998). Proses pengambilan N oleh tanaman memerlukan pergerakan bentuk-bentuk ion N ke permukaan akar untuk penyerapan. Sebahagian besar pergerakan N terjadi
seperti NO3- dalam aliran konvektiv air tanah ke akar-akar tanaman
dipengaruhi oleh transpirasi tanaman pada bagian atas tanah. Karena daya tarik antara NO3- dan koloid tanah dapat diabaikan, NO3-
adalah mobil dan dengan
mudah terangkut ke akar-akar tanaman melalui aliran massa. Sebaliknya, daya tarik antara NH4+ dan koloid tanah adalah kuat dan pergerakannya dalam air tanah banyak yang hilang. Ketika potensial pengambilan melebihi suplai dari aliran massa, maka konsentrasi bentuk-bentuk N pada permukaan akar berkurang dan proses difusi dimulai. Walaupun difusi kurang penting dalam banyak situasi pertamanan pada tanah-tanah yang berdrainase baik, kecuali terjadi sesuatu yang khusus. Suatu keadaan dimana difusi sangat penting terjadi adalah pada budidaya padi sawah (Olson dan Kurtz 1985). Peranan Nitrogen bagi Tanaman Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik di dalam tumbuhan, dan bergabung dengan C, H, O dan kadang-kadang S untuk membentuk asam amino, enzim-enzim amino, asam nukleat, klorofil, alkaloid, dan basa purin. Walaupun N anorganik dapat terakumulasi dalam tumbuhan, terutama dalam batang dan penyokong jaringan dalam bentuk nitrat (NO3-), N organik terutama seperti protein berat molekul tinggi dalam tanaman (Jones 1998).
15 Kebanyakan tanaman mengandung nitrogen 1.50 sampai 6.00% dari berat kering tanaman dengan nilai kecukupan 2.50 sampai 3.50% dalam jaringan daun. Suatu rentan yang lebih rendah 1.80 sampai 2.20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4.80 sampai 5.50% ditemukan pada jenis legum. Tanaman yang daya hasilnya tinggi akan mengandung 50 sampai 500 lbs N/A (56 sampai 560 kg N/ha). Nilai kritis sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan, dan bagian tanaman (Jones 1998). Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap penebalan dinding sel, membantasi pembentukan protoplasma, sukulensi berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro molekul dari precusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis bahan-bahan lainnya diseluruh bahagian tanaman. Karier dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengadung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz 1985). Peranan utama dari nitrogen dalam pertumbuhan tanaman meliputi: (1) komponen molekul klorofil, (2) komponen asam-asam amino, membangun gugus protein, (3) esensial untuk penggunaan karbohidrat, (4) sebagai komponen enzim, (5) merangsang aktivitas dan perkembangan akar, dan (6) membantu penyerapan unsur-unsur hara lainnya (Olson dan Kurtz 1985). Tanaman nenas yang kekurangan N akan menghambat pertumbuhan akar dan tidak menghasilkan buah, tunas tangkai (slips) atau
anakan (suckers).
Kekurangan N juga sebagai penyebab hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun–daun yang kecil dan hijau pucat dengan nekrotik pada ujung daun. Daun tua berwarna hijau pucat dan nekrotik berkembang pada pinggir daun. Tanaman yang kekurangan N juga menunjukkan rendahnya kandungan klorofil dan protein. Sedangkan apabila terjadi kelebihan N akan menunjukkan (a) perkembangan daun yang terlalu pesat sehingga mengorbankan pembentukan buah; (b) kerebahan buah; dan (c) pertumbuhan mahkota ( crown ) yang berlebihan (Albrigo 1966).
16 Fosfor dalam Tanah Secara garis besar P tanah dibedakan atas P anorganik dan P organik. Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dari P organik, kecuali pada tanah organik.
Pada lapisan olah, kadar P organik pada tanah
mineral selalu lebih tinggi, karena adanya penimbunan bahan organik. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman berasal dari P larutan tanah (Tisdale et al. 1985). Sumber cadangan fosfor banyak terdapat dalam kerak bumi. Hampir semua senyawa P yang dijumpai di alam, rendah daya larutnya. Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaannya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan. Bentuk fosfor di dalam tanah secara garis besar dibagi dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-anorganik. Jumlah dari kedua bentuk P tersebut disebut P-total (Brady 1990). Fosfor dalam bentuk organik terdapat dalam tumbuhan hidup dan hasil pelapukan binatang atau tumbuhan mati. Fosfor dalam bentuk organik terdiri dari asam nukleat
dan
fosfolipid
(Soepardi
1983).
Sedangkan
P-anorganik
digolongkan dalam dua kelompok, yaitu P-anorganik yang mengandung Ca dan P-anorganik yang mengandung Al dan Fe (Brady 1990). Pada reaksi tanah masam, P biasanya difiksasi oleh Al dan Fe sehingga ketersediaannya rendah bagi tanaman dan pada tanah netral biasanya P difiksasi oleh kation Ca dan Mg menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy 1988). Pada umumnya ketersediaan P terdapat pada kisaran pH 5.5 sampai 7.0. Ketersediaan P menurun di bawah pH 5.5 karena terfiksasi oleh Al, Fe, hidroksida, dan liat. Di atas pH 7.0 P difiksasi oleh Ca dan Mg (Tisdale et al. 1985). Fosfor larut berada dalam keseimbangan dengan P tererap (P labil), P mineral sekunder dan primer (P non labil), dan P organik. Fosfor labil dan P non labil biasanya disebut sebagai P terfiksasi atau retensi P, sedangkan prosesnya disebut sebagai fiksasi atau retensi.
Fiksasi P di dalam tanah
tergantung kepada: (1) jumlah dan jenis mineral tanah, (2) pH tanah, (3) pengaruh kation, (7) waktu dan suhu, dan (8) penggenangan (Havlin et al. 1999).
17 Peranan Fosfor bagi Tanaman Tanaman biasanya mengabsorbsi fosfor dalam bentuk ion bervalensi satu (H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk ion bervalensi dua (HPO4=). pH tanah mengendalikan perimbangan kedua bentuk ini. H2PO4- tersedia pada pH di bawah 7, dan HPO4= di atas pH 7. Banyak fosfat diubah menjadi bentuk organik ketika masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem menuju tajuk. Berbeda dengan nitrogen dan belerang, fosfor tidak pernah direduksi dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat, baik dalam bentuk bebas maupun terikat pada senyawa organik sebagai ester (Salisbury dan Ross 1992). Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup seperti: fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses alih energi di dalam tubuh tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH dan senyawa sistem imformasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985; Marschner 1995), juga merupakan bahan penyusun fosfolipid seperti lesitin dan kolin yang berperan penting dalam integritas membran (Gardner et al. 1985). Fosfor merupakan unsur hara yang mobil dalam tubuh tanaman, dapat diretribusikan dari bagian yang tua ke bagian yang lebih muda. Daun muda atau buah yang sedang berkembang dapat memperoleh suplai fosfat dari jaringan tanaman yang lebih tua dan mengandung fosfat labil walaupun sumber dari tanah terganggu (Gardner et al. 1985).
Kecepatan perubahan antara Pi dan ikatan
P-ester dan pirofosfat sangat tinggi, sebagai contoh dalam beberapa menit setelah Pi diserap tanaman akan segera ditransfer kedalam bentuk P-organik, dan setelah itu dibebaskan kembali kedalam xilem sebagai Pi (Idris 1996). Fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Thompson dan Troeh 1978). Menurut Marschner (1995), kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum tanaman adalah berkisar antara 0.3% hingga 0.5% dari berat kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif. Kemungkinan keracunan fosfor pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bahan kering tanaman. Suplai fosfor
18 terutama pada periode pengaturan ratio pati/gula di daun sebagai sumber serta distribusi fotosintat antara daun dan organ-organ reproduktif. Pada keadaan kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terhambat dari pada pembentukan khlorofil, oleh karena itu kandungan khlorofil per unit luas daun sangat banyak. Tetapi efisiensi fotosintesis per unit khlorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor akan menampakan gejala-gejala sebagai berikut: Pertumbuhan lambat, lemah dan kerdil, berwarna hijau gelap, terjadi peningkatan pembentukan antosianin, proses pematangan buah dan biji lambat, tanaman selalu hijau, pembentukan buah dan biji kurang sempurna, jumlah buah berkurang dan hasil rendah (Marschner 1995). Pada tanaman nenas yang kekurangan P tidak menunjukkan klorosis pada daun. Warna daun muda adalah hijau ungu tua. Daun-daun muda lebih sempit dan hijau lebih tua daripada daun tuanya. Dengan tidak adanya P dalam larutan hara, pertumbuhan tanaman kerdil dan tidak memproduksi buah, tunas tangkai (slips) atau anakan (suckers). Dalam kultur pasir, tanpa P menghasilkan daun hijau tua, keunguan; buah asam dan berair. Pengaruh kelebihan P dapat menekan pertumbuhan dan hasil, mempercepat pembuahan dan meningkatkan jumlah buah sisihan. Fenomena berkurangnya hasil oleh kelebihan P diindikasikan karena kurangnya serapan N (Albrigo 1966). Kalium dalam Tanah Secara umum kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk: (1) Kalium dalam mineral primer, (2) Kalium terfiksasi oleh mineral sekunder, (3) Kalium dapat dipertukarkan
dan
(4)
Kalium
dalam
larutan.
Sedangkan
berdasarkan
ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongkan kedalam: (1) Kalium relatif tidak tersedia, (2) Kalium lambat tersedia, dan (3) Kalium segera tersedia (Helmke dan Sparks 1996).
19 Kalium dalam mineral primer merupakan kalium yang relatif tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Tisdale et al. (1985) bahwa sebahagian besar dari kalium yaitu sekitar 90 sampai 98% dari total K atau sekitar 5 000 sampai 25 000 ppm K yang ada di dalam tanah terdapat dalam bentuk relatif tidak tersedia bagi tanaman. Kalium ini sebagai komponen struktur kristal mineral seperti K-feldspar dan mika. Mineral ini agak tahan terhadap hancuran iklim dan mensuplai sejumlah kecil kalium selama satu musim (Soepardi 1983). Kalium yang tidak dapat dipertukarkan (terfiksasi) pada mineral sekunder merupakan kalium yang lambat tersedia. Jumlahnya sekitar 1 sampai 10% dari total K atau sekitar 50 sampai 750 ppm K yang terdapat dalam tanah. Kation K umumnya terfiksasi pada mineral liat 2:1 antara lembar silikat pada interlayer dan terfiksasi sangat kuat pada kondisi kekurangan air (Liu et al. 1997). Kalium dalam bentuk terfiksasi ini tidak segera tersedia bagi tanaman, tetapi berada dalam bentuk keseimbangan dengan bentuk tersedia dan selanjutnya merupakan cadangan bentuk kalium lambat tersedia. Kalium yang terdapat dalam bentuk dapat dipertukarkan dan terdapat dalam larutan tanah merupakan kalium yang segera tersedia. Jumlahnya sangat kecil yaitu hanya sekitar 1 sampai 2% dari total K yang ada dalam tanah. Kalium dalam bentuk ini akan mudah mengalami pencucian sehingga yang dapat diserap oleh tanaman juga rendah (Soepardi 1983; Tisdale et al. 1985). Kalium yang dapat dipertukarkan terdapat pada permukaan liat, dan akan tersedia ke dalam larutan melalui proses pertukaran kation. Kalium dalam bentuk ini berkorelasi dengan penyerapan dan produksi tanaman, tetapi tidak semua K yang terdapat dalam larutan dapat diambil oleh tanaman tergantung kepada daya jerap permukaan tanah. Kalium dalam tanah berada dalam empat bentuk : (1) kation K+ dalam larutan tanah, (2) K+ yang dapat dipertukarkan dalam koloid tanah, (3) K+ yang terikat dalam kisi-kisi lempung (clay), dan (4) sebagai komponen mineral yang mengandung K. Antara K dalam larutan tanah, K yang dapat dipertukarkan, dan K yang terikat terdapat suatu keseimbangan. Ketika pupuk K diaplikasikasikan pada tanah, keseimbangan bergeser ke arah K yang dapat dipertukarkan dan yang terikat, suatu pergeseran yang merupakan kebalikan karena K berpindah dari
20 larutan tanah akibat penyerapan akar. Karena konsentrasi anion meningkat dalam larutan tanah, level K juga meningkat. Walaupun keseimbangan Ca dan Mg terhadap K dalam tanaman sangat penting, penyerapan K tidak secara nyata dipengaruhi oleh level Ca tanah, karena Ca diserap tanaman melalui aliran massa, sedangkan K melalui difusi. Tetapi konsentrasi K yang tinggi akan menghambat serapan Mg dan Ca sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi Mg dan Ca (Jones 1998). Peranan Kalium bagi Tanaman Tanaman
menyerap
kalium
dalam
bentuk
ion
K+
(Ahn
1993).
Pengangkutan kalium dari larutan tanah ke akar tanaman terutama adalah melalui difusi dan aliran massa (Tisdale et al. 1985). Hanya sebagian kecil (6 sampai 10%) dari total kalium yang diperlukan tanaman diserap melalui kontak langsung antara akar dengan partikel tanah. Jumlah K tersedia yang tinggi dalam larutan tanah atau kompleks permukaan liat menyebabkan tanaman dapat menyerap kalium dalam jumlah berlebih atau terjadi konsumsi mewah. Kalium dalam larutan sebahagian besar berada dalam cairan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan garam, air dan mengatur tekanan osmotik sel tanaman, dan yang paling penting adalah untuk membantu proses pembentukan dan translokasi karbohidrat. Disamping itu K juga berfungsi meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, merangsang perkembangan akar, dan mengatur serapan hara lainnya. Kekurangan K pada tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman cenderung menunjukkan gejala klorosis, pinggiran daun mengering akibat rendahnya kandungan air dalam daun, produksi daun berkurang, bentuk daun abnormal dan gula pereduksi meningkat, fotosintesis terganggu dan pembentukan karbohidart berkurang (Brady 1990). Tanaman yang kekurangan unsur hara K akan mudah rebah sehingga produksi menurun, dan mengurangi kualitas buah (Tisdale et al. 1985). Kalium merupakan nutrisi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak kemudian didistribusikan ke berbagai sel seluruh organ (Banuelos et al. 2002) dan memegang beberapa peranan penting dalam fungsi sel termasuk pengaturan: (1) turgor, (2) keseimbangan muatan, dan (3) potensial membran dan aktivitas
21 membran sitosol.
Kalium juga diperlukan untuk akumulasi dan translokasi
karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis. Selain itu, ion K+ memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran (Elumalai et al. 2002).
Kalium merupakan kation yang paling berlimpah di dalam
sitoplasma sehingga menjadi penentu utama potensial tekanan turgor, tetapi tidak dimetabolismekan, hanya membentuk kompleks yang lemah yang siap dipertukarkan.
Karena konsentrasinya yang sangat tinggi dalam sitosol dan
kloroplast, kation ini dapat menetralisir molekul yang terlarut (anion-anion asam organik dan anorganik) dan anion-anion makromolekul yang tidak larut, serta menstabilkan pH antara 7 sampai 8, dimana reaksi-reaksi enzim dapat berlangsung optimal. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi, juga mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk pembentukan pati dan protein (Marschner 1995). Kandungan K pada tanaman berkisar 1 sampai 5% dari berat kering jaringan daun dengan nilai kecukupan yang berkisar 1.5 sampai 3% pada jaringan daun dewasa yang baru terbentuk. Kandungan kalium dikatakan kurang atau berlebih dengan nilai kritikal kurang dari 1.5%.
Kandungan K yang berlebih dapat
melampaui 2 sampai 3 kali lipat dari nilai kesesuaian. Konsentrasi tertinggi ada pada daun baru, tangkai daun dan batang tanaman. Kandungan K pada daun berkurang seiring dengan bertambahnya umur (Jones 1998). Pada kondisi di bawah kekurangan K, awalnya daun-daun tanaman nenas tetap hijau, tetapi mengering pada ujung daun dan terbentuk spot-spot nekrotik muncul pada permukaan daun, dan ukuran daun menjadi lebih kecil. Pertumbuhan tanaman normal pada awal pertumbuhan tetapi setelah 9 bulan mulai menjadi lambat. Dengan kekurangan K, buah-buah kecil, lambat matang, dan kandungan asam dan padatan terlarut total rendah (Albrigo 1966). Minus One Test Percobaan minus one test merupakan salah satu metode evaluasi hara di lapangan yang paling sederhana, dengan cara melakukan percobaan sederhana agar dapat teramati secara langsung permasalahan yang terdapat pada tanah yang bersangkutan. Percobaan yang demikian ditujukan untuk mengidentifikasi unsur
22 yang menjadi pembatas paling berat serta urutan selanjutnya dari deretan unsur yang dicobakan.
Percobaan ini dilakukan dengan membandingkan perlakuan
lengkap dengan perlakuan lengkap minus satu hara tertentu. Perlakuan yang mengalami penurunan pertumbuhan atau produksi yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lengkap menunjukkan unsur yang paling kahat. Percobaan ini dapat dilakukan dalam pot di rumah kaca maupun langsung di lapangan (Nugroho 1996, Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Data yang digunakan dalam percobaan minus one test dapat berupa pertumbuhan (tinggi tanaman, berat brangkasan tanaman dsb.) atau data produksi tanaman, yang dihitung sebagai persentase dari produksi perlakuan lengkap. Dengan demikian produksi pada perlakuan lengkap diperhitungkan sebagai produksi yang bernilai 100 persen. Dengan menggambarkan data-data tersebut dalam diagram batang atau diagram lain dapat dengan jelas disimpulkan urutan kekahatan hara yang dipunyai tanah bersangkutan (Nugroho 1996). Berdasarkan pengujian ini dapatlah disusun prioritas pemupukan suatu tanaman maupun prioritas penelitiannya (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah Uji tanah merupakan metode kimia untuk menilai kemampuan suplai hara atau ketersediaan hara dari suatu tanah. Metode ini sifatnya tidak langsung, sehingga untuk memperoleh nilai agronomis dari metode ini diperlukan studi kalibrasi dengan produksi tanaman di lapangan melalui percobaan pemupukan. Demikian juga, larutan kimia ini harus bersifat selektif artinya larutan tersebut hanya mengekstraksi bentuk-bentuk unsur yang tersedia saja bagi suatu tanaman, sedangkan yang tidak tersedia sedapat mungkin tidak turut terekstrak.
Oleh
karena itu, setiap metode ekstraksi harus dinilai melalui studi korelasi dengan serapan hara oleh tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Tujuan dasar pengujian tanah adalah untuk menduga status hara, dengan demikian mengidentifikasi status hara sekarang dan potensi keperluan untuk pemupukan, memonitor pengaruh dari praktek budidaya terhadap kesuburan tanah, dan membantu dalam mengembangkan rekomendasi pemupukan. Penggunaan uji tanah adalah untuk membantu mengidentifikasi pembatas produksi tanaman seperti defisiensi hara, juga digunakan untuk mengidentifikasi
23 tingkat keracunan hara tertentu dan unsur-unsur yang lainnya atau garam dapat larut secara umum. Pengujian tanah, juga digunakan untuk menentukan pH tanah, kebutuhan kapur, dan bahan organik (Dahnke and Olson 1990).
Pelaksanan
program uji tanah dibagi dalam tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) korelasi, (2) kalibrasi, dan (3) interprestasi data untuk menghasilkan rekomendasi. Korelasi uji tanah Uji korelasi adalah suatu proses untuk menilai keeratan hubungan antara kadar unsur dalam tanah yang terekstrak oleh suatu metode ekstraksi dengan jumlah hara yang diserap tanaman (Corey 1987). Keeratan ini terlihat dari nilai koefisien korelasinya. Semakin tinggi nilainya maka akan semakin erat pula hubungan antara variabel tersebut, sehingga serapan hara dapat diprediksi dari nilai yang diperoleh dari metode ekstraksi. Jadi korelasi uji tanah bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi yang paling baik untuk mengukur jumlah suatu hara yang tersedia bagi tanaman. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu metode ekstraksi dapat dikembangkan untuk program uji tanah ialah: (1) bersifat selektif artinya larutan kimia ini hanya melarutkan unsur hara yang terdapat dalam bentuk tersedia, (2) sederhana, mudah, dan cepat, serta (3) bahan-bahan kimia yang diperlukan mudah didapat (Sri Rochyati 1996). Metode ekstraksi untuk menentukan kadar hara tanah harus sesuai untuk tanah dan tanaman yang dikehendaki. Banyak bahan pengekstrak yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kemampuan tanah menyediakan N, P dan K bagi tanaman, tetapi tidak selalu sesuai dengan jenis tanah, macam tanaman, tingkat budidaya, dan keadaan iklim.
Dengan demikian perlu dilakukan
pemilihan metode ekstraksi pada setiap sistem tanah-tanaman-iklim. Pemilihan metode ekstraksi dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasil analisis kadar hara dalam tanah dengan tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut dari percobaan rumah kaca atau lapangan. Tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut biasanya diduga dengan parameter bobot kering tanaman atau serapan hara yang bersangkutan (Nursyamsi 2002). Konsentrasi hara dalam tanah yang diektraksi bisa langsung dikorelasikan dengan serapan hara, tetapi biasanya
hasil koefisien korelasinya rendah jika
tanah-tanah yang digunakan mempunyai karakteristik yang sangat berbeda.
24 Untuk mengatasinya biasanya contoh-contoh tanah tersebut dikelompokan menurut sifat yang sama baru kemudian dilakukan pengujian korelasi. Alternatif lain yang dapat dikembangkan adalah dengan menggunakan multiple regresi dimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi serapan unsur diikutsertakan seperti pH, bahan organik dan tekstur (Corey 1987). Penelitian korelasi uji tanah untuk berbagai komoditas pada berbagai jenis tanah telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian maupun oleh Perguruan Tinggi. Widjaja-Adhi dan Widjik (1984) melaporkan bahwa pengekstrak Bray-1 merupakan pengekstrak terbaik untuk menetapkan status P tanah Hydric Dystrandepts untuk tanaman kentang dari pada pengeksrtrak Bray-2, Double Acid, Truog, Air, dan 0.01 M CaCl2.
Pengekstrak HCl 25% merupakan
pengekstrak terbaik yang ditunjukkan oleh tingginya korelasi antara persentase hasil jagung (Santoso dan Al-Jabri 1977) dan padi sawah (Nursyamsi, et al. 1994). Al-Jabri et al. (1984) melaporkan bahwa pengekstrak Truog dimodifikasi, HCl 25% dan Bray-1 merupakan pengekstrak cukup baik untuk padi gogo pada tanah masam, dari 6 pengekstrak yang diteliti, yakni; HCl 25%, Truog dimodifikasi, Bray-1, Bray-2, Olsen dan Air. Penelitian berbagai metode ekstraksi K untuk lahan kering belum banyak dilakukan dibandingkan lahan sawah. Dua metode uji hara K yang digunakan untuk padi sawah adalah HCl 25% dan NH4OAc 1 N pH 7.0. Penilaian Sri Adiningsih dan Sudjadi (1983) pada 25 tanah sawah di Indonesia menunjukkan bahwa pengekstrak Olsen, Bray-1, Bray-2, dan NH4OAc 1 N pH 7.0 memberikan korelasi cukup tinggi dengan tanggapan pemupukan K.
Hasil penelitian
pemilihan metode ekstraksi K menunjukkan bahwa pengekstrak NH4OAc 1 N pH 7.0 merupakan pengekstrak terbaik untuk analisis K tanah sawah di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Puslittanak 1992a) serta Jawa Timur (Puslittanak 1992b). Nursyamsi (2002) melaporkan bahwa pengekstrak Mehlic, HCl 25%, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0 merupakan pengekstrak terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman jagung pada Oxisols Palairi. Sedangkan pengekstrak Mehlich, HCl 25%, Bray-1, Bray-2, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0 merupakan pengekstrak terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman jagung pada Inceptisol Sukabumi.
Hasil penelitian
25 pemilihan metode ekstraksi K untuk tanaman kedelai menunjukkan bahwa diantara pengekstrak: Mehlich, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0, ternyata pengekstrak HCl 25% merupakan pengekstrak terbaik untuk tanah Ultisol Deli Serdang, Sumut; pengekstrak Bray-1 dan Bray-2 untuk tanah Inseptisol Subang, Jabar; dan pengekstrak Olsen untuk tanah Vertisols Madiun, Jatim (Sutriadi dan Nursyamsi 2002). Metode Morgan juga merupakan metode yang sering digunakan, karena selain dapat menetapkan ketersediaan NH4, dan NO3, juga dapat menetapkan ketersediaan hara P, K, Ca, S serta unsur-unsur mikro seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan B dari tanah. Metode uji N adalah yang paling sulit dikembangkan karena mobilitas N-NO3 sangat tinggi sehingga mudah berubah dari waktu ke waktu. Metode Kjeldahl adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kapasitas N tanah sebagai dasar menentukan ketersediaan N tanah bagi tanaman (Leiwakabessy 1996). Kalibrasi uji tanah Barangkali tantangan yang terbesar di dalam suatu program
pengujian
tanah adalah pengkalibrasian uji tanah. Ini penting bahwa uji tanah dikalibrasi lagi terhadap respon tanaman untuk aplikasi hara dalam penelitian lapangan yang dilakukan pada suatu rentang tanah yang luas. Respons hasil dari berbagai tingkat hara yang diaplikasikan kemudian dapat dihubungkan dengan jumlah hara tersedia dalam tanah yang ditunjukkan oleh uji tanah. Keakuratan kalibrasi uji tanah adalah (1) dengan tepat mengidentifikasi derajat tingkat kecukupan atau kekurangan dari hara, dan (2) memberikan suatu perkiraan jumlah hara yang diperlukan untuk mengeliminasi defisiensi (Evans 1987; Havlin et al. 1999). Percobaan yang terkendali pada awalnya dilakukan di rumah kaca untuk menyediakan informasi tentang kemampuan dari suatu ekstraktan uji tanah untuk mengekstraksi suatu hara dalam jumlah yang berhubungan dengan jumlah yang diserap oleh tanaman (yaitu untuk mengindentifikasi ekstraktan yang terbaik). Setelah studi dalam rumah kaca selesai, percobaan kalibrasi dilakukan di lapangan pada seri tanah dan tanaman yang utama pada daerah tersebut, karena nilai uji tanah dengan berbagai metode uji tanah tidak mempunyai nilai agronomis selama metode uji tanah tersebut belum dikalibrasikan dengan produksi yang
26 bernilai ekonomis. Studi untuk memperoleh bobot agronomis terhadap suatu nilai uji tanah, dikenal dengan studi kalibrasi dan dilakukan di lapangan. Studi akan menentukan hubungan antar uji tanah dengan respon tanaman di lapangan. Dengan demikian dapat ditentukan apakah suatu angka tergolong tinggi, sedang, rendah ataupun dengan istilah cukup atau tidak. Hanya melalui studi kalibrasi uji tanah ini saja, maka nilai-nilai uji tanah dari laboratorium memiliki arti yaitu mengidentifikasi tingkat defisiensi atau tingkat kecukupan unsur hara tersebut, dan mengidentifikasi berapa yang harus ditambahkan apabila unsur tersebut kurang (Evans 1987). Kalibrasi uji tanah merupakan proses untuk menentukan arti dari uji tanah yang terukur dalam hubungannya dengannya respon tanaman di lapangan (Corey 1987). Selanjutnya Dhanke dan Olson (1990) menjelaskan bahwa, kalibrasi uji tanah adalah proses untuk menentukan tingkat pembatas pada pertumbuhan tanaman atau peluang memperoleh respon pertumbuhan pada pemberian hara pada berbagai nilai uji tanah.
Tujuan dari kalibrasi uji tanah adalah untuk
memberikan arti dari suatu data uji tanah dalam istilah yang lebih mudah dimengerti dan untuk memudahkan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut kategori kadar hara dalam tanah. Jumlah hara yang terekstrak umumnya dinyatakan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi atau sebagi batas konsentrasi kritis. Penelitian kalibrasi uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu; (1) banyak lokasi yang mempunyai rentang status hara yang lebar (rendah, sedang, tinggi), (2) lokasi bekas percobaan pemupukan, dan (3) lokasi tunggal (Widjaja-Adhi 1996). Dalam menggunakan pendekatan banyak lokasi, biaya pelaksanaan menjadi lebih mahal.
Namun, percobaan
tersebut dapat langsung memberikan rekomendasi pemupukan.
Faktor yang
berpengaruh terhadap respon pemupukan, seperti faktor lokasi yang terkait dengan iklim, status hara, dan sering penelitian dilakukan pada banyak macam jenis tanah yang mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga hasil penelitian kalibrasi sering tidak dapat dialihkan dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Pada pendekatan lokasi tunggal dan lokasi bekas percobaan pemupukan, keragaman hara yang dipelajari merupakan keragaman buatan, sehingga perlu waktu antara
27 pemberian pupuk dan pelaksanaan percobaan kalibrasi untuk membuat status hara tanah beragam lebar. Kalibrasi uji tanah dapat dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya dengan metode grafik Cate-Nelson (Widjaja-Adhi 1996) dan persentase hasil relatif (Evans 1987).
Dalam kalibrasi uji tanah berdasarkan metode grafik
Cate-Nelson akan diperoleh nilai batas kritis uji tanah, yaitu nilai uji tanah yang menunjukkan bahwa tanaman pada tanah-tanah yang nilainya berada di sebelah kiri batas kritis akan memberikan respon terhadap pemupukan. Sebaliknya, bila nilai uji tanah berada di sebelah kanan nilai batas kritis maka tanaman tidak respon terhadap pemupukan. Metode grafik Cate-Nelson hanya memberikan dua kelas (kategori) uji tanah, yaitu respon dan tidak respon. Sedangkan kalibrasi uji tanah dengan menggunakan persentase hasil relatif akan memberikan kategori nilai uji tanah lebih dari dua kelas. Kidder (1993) menjelaskan bahwa, nilai uji tanah dibagi atas lima kategori berdasarkan persentase hasil, yaitu: (1) sangat rendah (lebih rendah dari 50 persen), (2) rendah (50 sampai 75 persen), (3) sedang (75 sampai 100 persen), (4) tinggi (100 persen), dan sangat tinggi (kurang dari 100 persen). Kalibrasi uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu: (1) berdasarkan kurva kontinyu, dan (2) berdasarkan pendekatan peluang. Pada metode pertama, kategori uji tanah diperoleh dengan memplot hasil relatif dengan nilai uji tanah, selanjutnya melalui titik-titik tersebut dibuat kurva. Pada metode kedua, yaitu pendekatan peluang prinsipnya sama dengan metode Cate-Nelson dalam menentukan batas kritis. Pendekatan ini memisahkan data uji tanah atas dua kategori, yaitu yang mempunyai peluang respon (daerah di sebelah kiri batas kritis), dan yang tidak mempunyai peluang respon (daerah di sebelah kanan batas kritis). Dalam menggunakan metode grafik Cate-Nelson, maka kategori sedang dapat digolongkan sebagai batas kritis (Dahnke dan Olson 1990). Rekomendasi Pemupukan Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan pemupukan yang meliputi jenis pupuk, dosis pupuk, cara pemupukan dan waktu pemupukan untuk suatu tanaman pada suatu areal tertentu (Sutandi 1996). Yang diharapkan dari suatu rekomendasi pemupukan adalah tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat
28 waktu.
Metode pendekatan tersebut dapat berupa metode uji tanah, analisis
tanaman ataupun percobaan pemupukan. Pemberian satu hara ke dalam tanah akan merubah keseimbangan hara lainnya, sehingga walaupun dosis pupuk yang dihasilkan dari percobaan pemupukan, bila diterapkan pada tanah yang sama, peluang terjadinya penyimpangan akan tetap ada.
Penyimpangan tentunya akan semakin kecil
dengan tingkat rekomendasi yang semakin detail, dimana tingkatan rekomendasi diklasifikasikan oleh Corey (1972) dalam (Sutandi 1996) sebagai berikut: (1) Rekomendasi umum ditujukan untuk seluruh areal yang luas tanpa mempertimbangkan perbedaan tanah. (2) Rekomendasi umum yang ditujukan untuk masing-masing zona, didasarkan zona iklim dan/atau kelompok tanah. (3) Rekomendasi didasarkan pada uji tanah dengan satu kalibrasi untuk seluruh tanah. (4) Rekomendasi didasarkan pada uji tanah dengan kalibrasi yang dilakukan pada tiap sistim tanah-iklim-tanaman. (5) Rekomendasi didasarkan pada uji tanah dan analisis tanaman dengan kalibrasi yang dilakukan pada tiap sistim tanah-iklimtanaman. Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah sangat disarankan karena lebih rasional serta sifatnya yang kuantitatif dan lebih ilmiah.
Namun perlu
disadari bahwa kualitasnya sangat ditentukan oleh penelitian kalibrasi yang baik dengan data yang baik dan banyak, agar hubungan antara hasil uji tanah dengan dosis pupuk dapat dikembangkan.
Demikian juga dapat dilakukan usaha
pendugaan produksi sebagai akibat penambahan dosis pupuk tersebut (Melsted dan Peck 1973). Selama tidak tersedia data penelitian kalibrasi ini maka data analisis tanah dari laboratorium sukar untuk dimanfaatkan dalam membuat rekomendasi
pemupukan
apalagi
untuk
menduga
produksi
tanaman
(Leiwakabessy 1996). Dalam pembuatan rekomendasi pemupukan, ada enam kriteria yang harus diketahui. Keenam kriteria tersebut adalah: (1) keadaan status hara dalam tanah, (2) tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam dan luasan yang digunakan,
29 (4) kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya, (5) peningkatan laju pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk, dan (6) metode pemberian pupuk (Melsted dan Peck 1973). Penyusunan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, salah satu diantaranya adalah dengan kurva respon pemupukan untuk masing-masing kelas uji tanah. Dari sekian lokasi percobaan dibuat kurva umum untuk setiap kelas uji tanah. Berdasarkan kurva tersebut disusun takaran optimum pemupukan untuk setiap kelas uji tanah (Widjaja-Adhi 1996). Batas Kritis Batas kritis adalah kadar hara dalam contoh tanaman dimana kecepatan tumbuh, produksi atau kualitas hasil menurun (Sutandi 1996). Pengertian batas kritis juga mencakup pengertian keadaan defisiensi hara bagi pertumbuhan maksimum, yaitu konsentrasi hara dimana pertumbuhan tanaman menurun dan kadar hara terkecil yang ditemukan untuk menghasilkan produksi tinggi ( Tisdale et al. 1985). Munson dan Nelson (1990) menyatakan bahwa batasan batas kritis mempunyai beberapa pengertian yaitu: (1) kadar hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (2) kadar hara tanaman dimana cukup untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (3) titik dimana kadar hara tanaman berada 10 % lebih rendah dari pertumbuhan maksimum, (4) kadar hara tanaman dimana pertumbuhan tanaman mulai berkurang, dan (5) jumlah terendah dari suatu unsur dalam tanaman untuk menyertai produksi tertinggi. Munson dan Nelson (1990)
telah menunjukkan bagaimana menetapkan
batas kritis yaitu pada pusat daerah transisi sebelum terjadinya penurunan produksi atau pertumbuhan (biasanya dipakai titik belok 5 sampai 10% dari pertumbuhan atau produksi maksimum). Metode lain untuk penetapan batas kritis adalah dengan metode Cate dan Nelson. Metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan produksi atau pertumbuhan relatif. Kumpulan data tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah dari pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman.
EVALUASI KESUBURAN TANAH INCEPTISOL, ULTISOL, DAN ANDISOL UNTUK TANAMAN NENAS DENGAN MINUS ONE TEST ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa hara N, P, K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus. Disamping itu, juga untuk membuktikan adanya perbedaan pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus. Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak utama terdiri atas empat perlakuan: J = Tanah Ultisol Jasinga, C = Tanah Andisol Ciapus, D = Tanah Inceptisol Darmaga, dan T = Tanah Inceptisol Ciawi. Sebagai anak petak adalah perlakuan minus one test hara N, P, K yang terdiri atas lima perlakuan: TP = Tanpa pupuk (kontrol), PK = Pupuk lengkap kurang N, NK = Pupuk lengkap kurang P, NP = Pupuk lengkap kurang K, NPK = Pupuk lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara N, P, K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, sedangkan pada Inceptisol Ciawi adalah hara N. Tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga dan Inceptisol Ciawi membutuhkan dosis pupuk N, P, K yang berbeda untuk pertumbuhan tanaman nenas yang optimal. Tanaman nenas menunjukkan pertumbuhan yang berbeda pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi. Kata kunci : minus-one test, Inceptisol, Ultisol, Andisol.
SOIL FERTILITY EVALUATION OF INCEPTISOL, ULTISOL AND ANDISOL FOR PINEAPPLE WITH MINUS ONE TEST ABSTRACT The objetives of this research was to prove the potential of N, P, K nutrients as limiting factors in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus on pineapple. Besides, it will be proved the potential differences of pineapple growth in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus. The research was conducted using split plot randomized blocked design with four main plots: J = Ultisol-Jasinga, C = Andisol-Ciapus, D = Inceptisol-Darmaga, and T = Inceptisol-Ciawi. While sub plot that Minus-One Test of N-P-K fertilizer apllied consisted of five treatments : TP = no fertilizer (control), PK = complete fertilizer without N, NK = complete fertilizer without P, NP = complete fertilizer without K, and NPK = complete fertilizer. The results showed that N, P and K nutrients were limited pineapple growth in InceptisolDarmaga, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus, but in Inceptisol-Ciawi was N. They were required different dosage of N-P-K fertilizer for obtaining the optimal growth of pineapple. Moreover, the pineapple growth in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus was different. Key words: minus-one test, Inceptisol, Ultisol, Andisol.
31
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol adalah merupakan tanah-tanah pertanian utama di Indonesia (Subagyo et al. 2000). Tanah Ultisol mempunyai kemasaman tanah yang kurang dari 5.5 dan berkadar bahan organik rendah hingga sedang, kejenuhan basa kurang dari 35 persen dan kadar unsur hara terutama Ca, Mg, K, N dan P rendah. Permeabilitas rendah hingga baik, kapasitas tukar kation liat kurang dari 24 me/100 g, dan tanah peka terhadap erosi (Soepardi 1983). Inceptisol adalah tanah-tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, dengan kandungan mineral primer dan unsur hara rendah dan pH tanah antara 4.5 dan 5.5 serta mempunyai kandungan bahan organik yang relatif rendah (Dudal dan Soepraptohardjo 1957). Namun demikian, menurut Williams dan Yoseph (1974) sifat tanah Inceptisol umumnya baik, dengan agregasi yang stabil, struktur yang baik, dan solum yang dalam sebagai akibat intensitas hancuran iklim yang tinggi di daerah tropik, sehingga baik bagi perakaran tanaman. Tetapi hancuran iklim yang intensif ini, menyebabkan sifat kimia tanah Inceptisol kurang baik sehubungan dengan daya dukungnya terhadap pertumbuhan tanaman. Rendahnya basa-basa yang dapat dipertukarkan seperti Ca, Mg, K dan Na, tanah bersifat masam, rendahnya kadar bahan organik karena cepat terdekomposisi serta melepaskan basa-basa dalam senyawa organik yang merangsang pelarutan silikat, sedangkan pelarutan Fe, Al, dan Mn dapat mengakibatkan
keracunan
bagi
tanaman
(Soepardi
1983).
Selanjutnya
Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa tanah-tanah Inceptisol umumnya memerlukan pemupukan N, P, K, Ca, Mg dan mungkin beberapa unsur mikro tertentu. Andisol merupakan tanah yang kaya akan bahan organik, umumnya dapat mencapai lebih dari 10 sampai 25% terutama pada horizon permukaan. Bahan ini umumnya berperan dalam hal antara lain genesis tanah dan stabilitas struktur tanah (Van Djik 1971), meningkatkan kapasitas tukar kation dan daya menahan air, mengkelat logam-logam (reaksi kompleks, misalnya dengan Fe, Al, Cu, Zn, Mn dan lain-lain) dan membantu translokasi bahan dalam solum tanah (Alexander 1977). Kandungan unsur hara P dan K potensial tanah Andisol bervariasi,
32
sebagian sedang sampai tinggi, dan sebagian lagi rendah sampai sedang. Jumlah basa-basa dapat tukar tergolong sedang sampai tinggi, dan didominasi oleh ion Ca dan Mg, sebagian juga K. Kapasitas tukar kation pada tanah Andisol, sebagian besar, sedang sampai tinggi dengan kejenuhan basa umumnya sedang. Reaksi tanah umumnya agak masam berkisar antara 5.6 sampai 6.5 (Subagyo et al. 2000). Adanya perbedaan tingkat kesuburan tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol secara alami, maka tidak memungkinkan untuk dilakukan penetapan dosis pemupukan berdasarkan dosis anjuran yang dapat diberlakukan secara luas. Dengan demikian, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol mensuplai hara N, P, K bagi pertumbuhan tanaman nenas, sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian dan menyusun rekomendasi pemupukan N, P dan K untuk tanaman nenas. Oleh karena itu maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Membuktikan bahwa hara N, P, K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus, 2. Membuktikan adanya perbedaan pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2004 sampai dengan Februari 2005 di Rumah Kaca Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika, Tajur Ciawi Bogor Jawa Barat. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Data hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia tanah disajikan pada Tabel 2. Rancangan Percobaan Penelitian
disusun
berdasarkan
Rancangan
Petak
Terpisah
dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak utama terdiri atas empat perlakuan: J = Tanah Ultisol Jasinga, C = Tanah Andisol Ciapus, D = Tanah Inceptisol Darmaga, dan T = Tanah Inceptisol Ciawi. Sebagai anak petak adalah perlakuan minus one test hara N, P dan K yang terdiri atas lima perlakuan: TP = Tanpa
33
pupuk (kontrol), PK = Pupuk lengkap kurang N, NK = Pupuk lengkap kurang P, NP = Pupuk lengkap kurang K, NPK = Pupuk lengkap. Dengan demikian maka terdapat 20 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Penempatan setiap unit percobaan dilakukan secara acak. Pengacakan petak utama dilakukan pada setiap ulangan, sedangkan pengacakan anak petak dilakukan pada setiap petak utama. Dosis pupuk yang digunakan adalah 400 kg N ha-1, 200 kg P2O5 ha-1 , dan 400 kg K2O ha-1. Sumber pupuk N, P dan K yang digunakan adalah Urea (46% N), SP-36 (36% P2O5), KCl (60% K2O). Persiapan Media Tanam dan Penanaman Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi. Setiap jenis tanah terlebih dahulu dianalisis secara lengkap untuk mengetahui status hara tanah. Tanah diambil dengan menggunakan garpu dan sekop pada kedalaman 0 sampai 30 cm, kemudian dikering anginkan lalu ditumbuk dan diayak dengan ayakan 5 mm, kemudian dimasukkan ke dalam polibag. Setelah polibag diisi dengan tanah kering udara sebanyak 10 kg, selanjutnya dilakukan pemberian kapur dolomit (CaMg(CO)2) dengan dosis 1 x Al-dd, dan diinkubasi selama 2 minggu. Setiap unit perlakuan hara menggunakan tiga polibag dan ditanami satu anakan tanaman nenas Smooth Cayenne setiap polibag. Untuk mengendalikan serangan patogen yang merusak akar, maka setiap lubang tanam diberi Furadan-3G sebanyak 2 g per lubang tanam sebelum penanaman. Tanaman juga disemprot dengan Diazinon untuk mengendalikan penyakit dengan volume seprotan 400 liter ha-1 dengan konsentrasi 1.5 ppm. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 11 bulan setelah tanam. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bobot kering total, bobot kering tajuk dan bobot kering akar diamati setelah tanaman dikeringkan selama 48 jam dalam oven pada suhu 83oC. 2. Jumlah daun yaitu seluruh helai daun dalam satu pohon. 3. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi.
34
4. Nisbah tajuk akar diperoleh dari perbandingan berat kering tajuk dengan berat kering akar tanaman. 5. Untuk mengetahui unsur hara yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas (status hara N, P, K) pada Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciapus maka digunakan metode persen hasil relatif bobot kering total sebagai berikut: H=
Hasil pada perlakuan kurang unsur hara x100% Hasil pada perlakuan lengkap
Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 0.05, dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan News Multiple Range Test) pada taraf nyata 0.05 untuk mengetahui perbedaan pengaruh jenis tanah terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan minus one test terhadap pertumbuhan tanaman menggunakan uji Kontras.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol, Andisol dan Inceptisol Hasil analisis tanah pada Tabel 2, menunjukkan bahwa tanah Inceptisol Ciawi lebih subur jika dibandingkan dengan Tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, dan Inceptisol Darmaga. Namun demikian, keempat jenis tanah yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai status hara N yang rendah (Pusat Penelitian Tanah Bogor 1995). Hal tersebut menyebabkan tanaman nenas akan respon terhadap pemupukan N karena selain status hara N tanah rendah, tanaman nenas membutuhkan unsur hara N dalam jumlah yang banyak. Status hara P tanah adalah rendah pada tanah
Andisol Ciapus dan
Inceptisol Darmaga, sedangkan pada tanah Ultisol Jasinga mempunyai status hara P sedang, dan pada Inceptisol Ciawi mempunyai nilai status hara P sangat tinggi. Hal ini akan menyebabkan pemberian pupuk P tanah Inceptisol Ciawi dan Ultisol Jasinga tidak akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan
35
tanaman nenas. Tanah yang mempunyai status hara K sangat tinggi adalah Inceptisol Ciawi, selanjutnya tanah Ultisol Jasinga mempunyai status hara K yang tinggi, sedangkan status hara K pada tanah Inceptisol Darmaga dan Andisol Ciapus adalah rendah.
Hal ini akan menyebabkan tanaman nenas tidak akan
respon terhadap pemupukan kalium pada tanah Inceptisol Ciawi dan Ultisol Jasinga. Sedangkan pada tanah Inceptisol Darmaga dan Andisol Ciapus perlu dilakukan pemupukan kalium untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman nenas, karena tanaman nenas membutuhkan unsur kalium dalam jumlah yang banyak untuk mendukung pertumbuhannya. Tabel 2 Hasil analisa beberapa sifat fisik dan kimia tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi. Jenis tanah Sifat tanah
Metode/ ekstraktan
Ultisol Jasinga
Andisol Ciapus
Inceptisol Darmaga
Inceptisol Ciawi
pH H2O
pH meter
4.37SM
5.55AM
4.50M
5.34AM
pH KCl C-org (%) N total (%) P-Bray1 (ppm P) P-HCl 25% (ppm P)
pH meter Kurmies Kjeldahl Bray-1 HCl 25%
3.61 1.39R 0.11R 7.50S 131.4ST
4.67 3.31T 0.13R 4.80R 85.4ST
4.36 1.49R 0.10R 7.40R 55.8T
4.47 1.68R 0.11R 15.40ST 187.2ST
Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) K (me/100 g) Na (me/100 g)
1N NH4OAc pH 7.0
7.12S 14.32ST 0.62T 0.78T
3.25R 0.20R 0.15R 0.52S
1.26SR 0.37S 0.15R 0.43S
14.32T 4.68T 1.08ST 1.48ST
KTK (me/100 g)
1N NH4OAc pH 7.0
15.38R
23.07S
18.97S
14.35R
Al (me/100 g) H (me/100 g)
1 N KCl
13.00 0.66
2.52 0.45
2.42 0.36
1.21 0.36
Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm)
0.05 N HCl
3.40 0.56 5.36 13.56
4.04 0.36 1.88 62.92
1.36 0.32 1.68 17.44
0.12 0.08 1.32 15.52
Tekstur: Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
Pipet 6.77 23.18 70.05
7.07 39.44 53.49
16.66 22.99 60.35
6.85 27.92 65.23
Keterangan: Dihitung berdasarkan contoh kering 105oC. SM(sangat masam), M (masam), AM (agak masam), SR (sangat rendah), R (rendah), S(sedang), T (tinggi), dan ST (sangat tinggi). Selain unsur hara N, P dan K tanaman nenas juga membutuhkan unsur hara lain seperti Ca dan Mg. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa, status hara
36
Ca dan Mg pada tanah Inceptisol Ciawi dan Ultisol Jasinga adalah tinggi, sedangkan pada tanah Ultisol Darmaga dan Andisol Ciapus sangat rendah. Selain unsur hara makro, tanaman nenas juga membutuhkan unsur hara mikro seperti Fe, Cu, Mn, dan Zn. Namun apabila ketersediaan unsur hara mikro tersebut berada dalam jumlah yang banyak, akan meracuni tanaman Tanah dengan pH sangat masam adalah Ultisol Jasinga, sedangkan tanah Inceptisol Ciawi dan Inceptisol Darmaga mempunyai pH masam dan Andisol Ciapus agak masam. Pertumbuhan Nenas pada Tanah Ultisol, Andisol dan Inceptisol Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan minus one test hara N, P dan K pada berbagai jenis tanah menunjukkan bahwa perlakuan jenis tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot kering total, dan nisbah tajuk akar. Untuk mengetahui pengaruh jenis tanah terhadap pertumbuhan tanaman nenas, dilakukan uji perbandingan berpasangan dengan uji DMRT pada taraf nyata 0.05 seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), bobot kering total tanaman(g), dan nisbah tajuk akar (g/g) pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi Jenis Tanah Parameter
Ultisol Jasinga
Andisol Ciapus
Inceptisol Darmaga
Inceptisol Ciawi
Tinggi Tanaman (cm)
67.02b
67.71b
71.31a
71.98a
Jumlah Daun (helai)
34.20b
33.00b
36.09a
35.99a
Bobot Kering Akar (g)
62.93a
46.72b
43.66b
38.76b
Bobot Kering Tajuk (g)
143.54b
147.47b
216.55a
205.50a
Bobot Kering Total (g)
206.47b
194.18b
260.21a
244.26a
2.28b
3.16b
4.96a
5.30a
Nisbah Tajuk Akar (g/g)
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT. Hasil uji DMRT pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan
37
tanaman nenas pada tanah Ultisol maupun Andisol. Hal ini disebabkan karena tanah Inceptisol Darmaga mempunyai kandungan pasir yang lebih tinggi sehingga mempunyai aerasi yang lebih baik. IFA (2005) melaporkan bahwa, untuk pertumbuhan tanaman nenas yang lebih baik adalah pada tanah yang bertekstur ringan sampai sedang dengan pH tanah 4.5 sampai 6.5. Tanah Ultisol yang mempunyai kandungan liat yang tinggi, dan tanah Andisol yang mempunyai fraksi debu yang tinggi kurang ideal untuk pertumbuhan tanaman nenas.
Selain sifat fisik tanah yang tidak mendukung
pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Ultisol dan Andisol, ada beberapa sifat kimia tanah yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman nenas yaitu tingginya kadar Al dan Zn pada tanah Ultisol, sedangkan pada tanah Andisol disebabkan oleh tingginya kadar Mn (Tabel 2) yang kemungkinan sudah berada pada tingkat konsentrasi yang meracuni tanaman nenas. Tanah-tanah masam biasanya mengandung ion-ion Al3+, Fe3+, dan Mn2+ terlarut dan tertukarkan dalam jumlah yang cukup nyata (Tan 1982). Ketiga unsur tersebut dapat mengikat P sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman, dan apabila diserap oleh tanaman dalam jumlah yang banyak dapat meracuni tanaman. Kadang-kadang kelebihan Mn dapat menginduksi defisiensi unsur hara Fe, Mg dan Ca (Mengel dan Kirkby 1987).
Sedangkan keracunan Zn mengiduksi defesiensi Fe, Mg, dan Mn
(Marschner 1995). Hal ini akan menyebabkan hasil fotosintat akan berkurang dan selanjutnya mengurangi laju pertumbuhan tanaman nenas. Pertumbuhan akar tanaman nenas pada tanah Ultisol dan Andisol, lebih dominan sedangkan pertumbuhan bagian tajuk tanaman terhambat sehingga menyebabkan rendahnya nisbah tajuk akar. Hal ini merupakan mekanisme tanaman nenas untuk dapat menyerap hara terutama fosfor yang banyak terjerap oleh Al yang tinggi pada tanah Ultisol dan Mn yang tinggi pada Andisol. Demikian juga dengan unsur hara kalium yang juga terjerap oleh liat yang tinggi pada tanah Ultisol. Marschner (1995) mengemukakan bahwa, kerapatan akar yang tinggi dan rambut-rambut akar yang panjang merupakan faktor yang penting dalam penyerapan hara.
Namun demikian, pada kondisi yang tidak optimal,
pertumbuhan akar yang dominan akan menghambat pertumbuhan bahagian atas tanaman.
38
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikemukakan bahwa, nisbah tajuk akar yang rendah pada tanah Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus menunjukkan bahwa tanah Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus mempunyai kesuburan yang rendah. Marschner (1995) mengemukakan bahwa nisbah tajuk akar umumnya menurun pada tanah tanah yang kesuburannya rendah. Dalam kondisi demikian sebahagian besar fotosintat yang dihasilkan akan ditranslokasikan ke akar untuk pemeliharaan dan perkembangan akar. Proporsi pertumbuhan akar yang dominan berhubungan dengan peningkatan kemampuan untuk penyerapan air dan hara khususnya pada tanah yang kesuburannya rendah. Pada tanah yang kekurangan hara nitrogen dan fosfor walaupun dapat menurunkan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, tetapi dalam kondisi kekurangan hara N dan P pertumbuhan bahagian tajuk lebih tertekan dari pada pertumbuhan akar sehingga menyebabkan nisbah tajuk akar menurun, karena pembagian hasil fotosintat lebih banyak ditranlokasikan ke akar (Fichtner et al. 1995). Terhambatnya pertumbuhan bahagian tajuk tanaman nenas pada fase pertumbuhan, identik dengan penghambatan pertumbuhan daun baik jumlah maupun ukurannya, karena sebahagian besar tajuk tanaman nenas pada fase pertumbuhan tersusun oleh daun. Menurut Hanafi dan Halimah (2004) bahwa sebahagian besar (45%) akumulasi bahan kering tanaman adalah daun. Tanaman nenas yang mempunyai total luas daun yang rendah akan menghasilkan fotosintat yang rendah sehingga total bobot kering tanaman yang dihasilkan juga akan semakin berkurang, karena daun merupakan organ tanaman yang utama tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Hasil uji Kontras pada tabel 4 menunjukkan bahwa pupuk N, P, K yang diberikan secara lengkap pada tanaman nenas menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah daun yang dihasilkan pada perlakuan tanpa P (NK), namun demikian perlakuan tanpa P (NK) menghasilkan bobot kering akar, bobot kering tajuk dan bobot kering total yang tinggi serta nisbah tajuk akar yamg tinggi. Berarti bahwa tanaman nenas yang mendapat perlakuan tanpa P (NK), walaupun mempunyai jumlah daun yang sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan NPK (lengkap), tetapi tanaman yang memperoleh pupuk N dan K mempunyai daun yang lebar dan tebal serta batang yang lebih
39
besar sehingga dapat menghasilkan bobot kering akar , bobot kering tajuk dan bobot kering total yang tinggi. Tabel 4 Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), bobot kering total tanaman (g), dan nisbah pupus akar (g/g) pada perlakuan minus one test hara N, P dan K Tinggi Tanaman
Jumlah Daun
Bobot Kering Akar
Bobot Kering Tajuk
Bobot Kering Total
Nisbah Tajuk Akar
Kontrol (TP)
67.80**
34.61
46.18
165.10
211.28**
3.58
PK (L-N)
69.89
35.67
46.06
181.64
227.71
3.94
NK (L-P)
69.58
33.97*
51.58
184.52
236.10
3.58
NP (L-K)
69.64
34.78
49.29
177.03
226.32
3.55
NPK (Lengkap)
70.61
35.06
46.96
183.03
229.99
3.90
Perlakuan
Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh tanda bintang (**=berbeda nayata pada taraf nyata 0.01, *= berbeda nyata pada taraf nyata 0.05) dengan perlakuan NPK (Lengkap) berdasarkan uji Kontras. Menurut Sarief (1984) bahwa pada umumnya nitrogen sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Pengaruh nitrogen dalam penambahan pertumbuhan daun tidak hanya pada daun semata-mata, sebab semakin tinggi pemberian nitrogen, semakin cepat sintesis karbohidrat menjadi protein dan protoplasma, sebaliknya pada tanaman yang defisiensi N membatasi pembesaran sel dan pembelahan sel (Gardner et al. 1985), sedangkan kalium membantu dalam pembentukan protein dan karbohidrat.
Tabel 4 menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah daun,
bobot kering akar dan bobot kering total pada perlakuan tanpa pupuk (TP) lebih rendah jika dibandingkan dengan tinggi tanaman dan bobot kering total yang dihasilkan pada perlakuan pupuk N, P, K secara lengkap. Berarti bahwa untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman nenas, perlu dilakukan pemupukan terutama dengan pupuk nitrogen dan kalium. Malo dan Campbell (1994) mengemukakan bahwa, tanaman nenas lebih respon terhadap nitrogen dari pada kalium meskipun demikian, kalium harus diberikan pada tanah-tanah di Florida, dan pemberian fosfor hanya diperlukan pada tanah yang defisien terhadap unsur hara tersebut. Sedangkan Bartholomew et al. (2002) mengemukakan bahwa, status kalium tanah yang tinggi sangat dibutuhkan oleh tanaman nenas.
40
Kebutuhan unsur hara N dan K yang tinggi pada tanaman nenas disebabkan karena tanaman ini merupakan tanaman yang sukulen. Untuk mempertahankan sukulensinya maka tanaman memerlukan unsur hara N yang banyak. Poerwowidodo (1992) mengemukakan bahwa, pasok nitrogen yang tinggi mempercepat pengubahan karbohidrat menjadi protein dan kemudian diubah menjadi protoplasma dan sebagian kecil dipergunakan menyusun dinding sel. Pengaruh nitrogen dalam meningkatkan bagian protoplasma dibandingkan bagian bahan dinding sel, menimbulkan beberapa akibat seperti peningkatan ukuran sel, menyebabkan daun dan batang tanaman lebih sukulen dan kurang keras, juga meningkatkan
bagian
air
sebagai
akibat
meningkatnya
kandungan
air
protoplasma. Sedangkan pemupukan K pada tanaman akan menurunkan koefisien transpirasi.
Peningkatan konsentrasi K di dalam sel akan mempertahankan
potensial osmotik dan meningkatkan kemampuan sel-sel untuk mengangkut air dan menahannya. Status Hara N, P dan K Tanah Ultisol, Andisol dan Inceptisol Penelitian untuk mengetahui dosis pemupukan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman nenas sangat penting dilakukan, agar pemupukan dapat diberikan secara efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk memperoleh hasil yang maksimal. Hal ini bisa dilakukan apabila telah diketahui status hara tanah yang akan digunakan untuk pengembangan tanaman nenas, karena setiap jenis tanah mempunyai tingkat kesuburan yang berbeda. Oleh karena itu, hasil uraian pada Tabel 4 masih perlu dikaji pada setiap jenis tanah untuk mengetahui status hara N, P dan K tanah Ultisol jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi. Berdasarkan persen hasil relatif bobot kering total tanaman nenas pada setiap perlakuan minus one test terhadap bobot kering total tanaman nenas pada perlakuan N, P, K (lengkap) maka status hara N, P, K tanah dapat ditentukan seperti disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil rata-rata persen hasil relatif bobot kering total tanaman nenas pada Tabel 5 maka dapat dikemukakan bahwa, pada tanah Inceptisol Ciawi yang mempunyai kandungan hara 0.11% N, 15.40 ppm P dan 1.08 me K/100 g (Tabel 2), kebutuhan hara P dan K untuk pertumbuhan tanaman nenas sudah terpenuhi oleh tanah tersebut. Menurut Kelly (1993) bahwa kadar K tanah yang
41
optimum untuk tanaman nenas pada saat tanam adalah 0.4 me K/100 g dan hara fosfor sebanyak 20 ppm P, sedangkan status hara N masih berada dibawah status hara optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas, sehingga untuk memperoleh pertumbuhan tanaman nenas yang optimal masih perlu dilakukan pemupukan nitrogen. Pada tanah Inceptisol Darmaga yang mempunyai kadar hara N 0.10% N, 7.40 ppm P dan 0.15 me K/100 g masih perlu dilakukan pemupukan N, P dan K untuk memperoleh pertumbuhan tanaman nenas yang optimal. Berdasarkan persen hasil relatif bobot kering total tanaman nenas pada perlakuan minus one test tersebut diatas diketahui urutan tingkat kekahatan unsur hara N, P, K pada tanah Inceptisol Darmaga. Unsur hara yang mempunyai status hara paling rendah atau unsur hara yang menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga adalah K kemudian N, sedangkan unsur hara yang menjadi faktor pembatas paling ringan adalah hara P. Tabel 5 Rata-rata persen hasil relatif (%) bobot kering total tanaman nenas pada perlakuan minus one test hara N, P, K pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi. Ultisol Jasinga
Andisol Ciapus
Inceptisol Darmaga
Inceptisol Ciawi
Kontrol (TP)
92.48
91.36
86.06
99.00
PK (L-N)
109.11
110.82
88.13
94.44
NK (L-P)
108.93
104.92
94.21
106.04
NP (L-K)
106.77
100.95
74.27
119.38
NPK (Lengkap)
100.00
100.00
100.00
100.00
Perlakuan
Tanah Ultisol Jasinga yang mempunyai kadar hara 0.11% N, 7.50 ppm P dan 0.62 me K/100 g dan pada tanah Andisol Ciapus yang mempunyai kadar hara 0.13% N, 4.8 ppm P dan 0.15 me K/100 g, menunjukkan bahwa perlakuan PK, NK, dan NP mempunyai hasil relatif bobot kering total lebih besar dari pada perlakuan N, P, K lengkap tetapi perlakuan tanpa pupuk hanya mempunyai hasil relatif bobot kering total sebesar 92.48% pada tanah Ultisol Jasinga dan 91.36% pada Andisol Ciapus. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk N, P, K pada tanah Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman nenas. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) bahwa apabila produksi dari perlakuan lengkap lebih kecil dari salah satu perlakuan lain,
42
maka berarti dosis pupuk tersebut terlalu tinggi. Berati bahwa dosis pupuk N, P, K yang digunakan dalam penelitian ini 400 kg N ha-1, 200 kg P2O5 ha-1 , dan 400 kg K2O ha-1 sudah melebihi dosis optimal untuk pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus. Berdasarkan hasil uji Minus One Test pada Tabel 5, dapat diketahui urutan tingkat kekahatan unsur hara N, P, K pada Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus. Unsur hara yang paling kahat pada tanah Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus adalah kalium kemudian diikuti oleh fosfor, dan faktor pembatas yang paling ringan adalah unsur hara nitrogen.
SIMPULAN Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Unsur hara yang menjadi faktor pembatas utama karena kurang tersedia untuk pertumbuhan tanaman nenas pada Ultisol Jasinga yang mempunyai kandungan N (0.11%), P (7.50 ppm), K (0.62 me/100 g) dan Andisol Ciapus yang mempunyai kandungan N (0.13%), P (4.80 ppm), K (0.15 me/100 g) adalah unsur hara K kemudian P dan faktor pembatas paling ringan adalah hara N. 2. Unsur hara yang menjadi faktor pembatas utama karena kurang tersedia untuk pertumbuhan tanaman nenas pada Inceptisl Darmaga yang mempunyai kandungan N (0.10%), P (7.40 ppm), K (0.15 me/100 g) adalah unsur hara K kemudian N dan faktor pembatas paling ringan adalah hara P. Sedangkan pada Inceptisol Ciawi yang mempunyai kandungan N (0.11%), P (15.40 ppm), K (1.08 me/100 g) adalah unsur hara N. 3. Tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga dan Inceptisol Ciawi membutuhkan dosis pupuk N, P, K yang berbeda untuk pertumbuhan tanaman nenas yang optimal. Diantara tanah tersebut, Inceptisol Darmaga membutuhkan pupuk N, P dan K yang lebih tinggi untuk mendukung pertumbuhan tanaman nenas. 4. Tanaman nenas menunjukkan pertumbuhan yang berbeda pada tanah Ultisol
Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi.
PENGARUH PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN NENAS ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian pupuk nitrogen mempengaruhi serapan hara N, P dan K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. Penelitian ini juga menentukan dosis pupuk nitrogen yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi tanaman nenas serta batas kritis hara N daun tanaman nenas. Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan, yang terdiri atas lima taraf perlakuan dosis pupuk nitrogen: N0 = Tanpa pupuk N, N1 = 150 kg N ha-1, N2 = 300 kg N ha-1, N3 = 450 kg N ha-1, N4 = 600 kg N ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. Pemberian pupuk N dapat meningkatkan serapan hara N dan K, tetapi menurunkan serapan hara P. Pada tanah Inceptisol yang mempunyai kandungan N tanah 0.14%, produksi buah tanaman nenas yang optimal dicapai pada dosis pupuk nitrogen 578 kg N ha-1. Batas kritis hara N daun ”D” tanaman nenas adalah 0.70% bobot kering. Kata kunci: pupuk, nitrogen, nenas.
EFFECT OF NITROGEN FERTILIZER ON GROWTH AND PRODUCTION OF PINEAPPLE ABSTRACT The aims of the research were to prove that nitrogen fertilizer aplication influence the N, P and K absorption, growth and production of pineapple. In this research also aimed to determine an optimum dosage of nitrogen fertilization for growth and fruit production of pineapple and critical level of nitrogen in the pineapple leaves. The research was conducted using block randomized design with three replications. The treatment consist of five nitrogen dosage were: N0 = no fertilization, N1 = 150 kg N ha-1, N2 = 300 kg N ha-1 , N3 = 450 kg N ha-1, and N4 = 600 kg N ha-1. The research showed that growth and fruits production was affected by nitrogen. Nitrogen and potassium absorption was increased by nitrogen application, but phosphor absorption was decreased. The optimum dosage of nitrogen fertilization in the soil wich has 0.14% N nutrient was obtained at 578 kg N ha-1 for optimum fruits production. The critical level of N was 0.70% of dry matter. Key words : fertilizer, nitrogen, pineapple
44
PENDAHULUAN Latar Belakang Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara yang menjadi faktor pembatas utama produksi tanaman, baik di daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Hal ini disebabkan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh tanaman, sedangkan keberadaannya di dalam tanah selalu kurang tersedia karena sifatnya yang mobil. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan N tanaman nenas perlu dilakukan pemupukan.
Nitrogen dibutuhkan
oleh tanaman nenas dalam jumlah yang lebih banyak dari pada hara lainnya kecuali kalium (Malazieux dan Bartholomew 2003), tetapi pemberian N yang berlebihan dapat menurunkan produksi dan kualitas buah nenas. Pemberian nitrogen adalah sesuatu yang dominan mempengaruhi produksi tanaman. Pemberian nitrogen mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tidak hanya terhadap jumlah produksi biomasa tetapi juga ukuran dan proporsi dari organorgan dan strukturnya. dipengaruhi.
Mungkin perkembangan setiap bagian tanaman juga
Meskipun demikian, ada perbedaan kebutuhan N dan efisiensi
penggunaan N oleh tanaman yang berbeda (Lawlor et al. 2001). Juga perbedaan kondisi lingkungan tanah dan iklim serta teknik budidaya, akan mempengaruhi efisiensi penggunaan N serta jumlah pupuk N yang dibutuhkan oleh tanaman untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang maksimum. Tanaman nenas membutuhkan nitrogen sekitar 250 sampai 700 kg ha-1 atau 4 sampai 10 g per tanaman, tergantung kondisi tanah dan lingkungan, populasi tanaman, berat buah yang dinginkan dan berbagai faktor pengelolaan lainnya (Malezieux dan Bartholomew 2003). Nitrogen merupakan unsur hara penting bagi tanaman, karena selain dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh tanaman, juga mempengaruhi penyerapan unsur hara yang lain. Pada tingkat ketersediaan hara N yang optimal, total masa akar dan kedalaman perakaran meningkat. Perluasan akar ini akan memfasilitasi penyerapan air dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Menurut Olson dan Kurtz (1985) bahwa penyerapan pupuk fosfor meningkat terutama ketika NH4+ tersedia.
Pemberian N yang tinggi, juga
45
meningkatkan serapan hara Ca, Mg, Mn, Zn, tetapi menurunkan penyerapan K pada tanaman apel (Fallahi dan Mohan 2000). Kompetisi antara NH4+ dengan ion-ion di dalam tanah, akan menyebabkan rendahnya penyerapan hara-hara tersebut pada pemberian N yang berlebihan. Penggunaan pupuk N yang berlebihan merupakan salah satu penyebab terjadinya defisiensi K (Weinbaum et al. 1992). Sedangkan menurut Nommik dan Vahtras (1982), pemberian kalium dan amonium bersamaan dapat menurunkan persentase K yang terfiksasi. Amonium dapat menurunkan kapasitas fiksasi K karena kation ini akan memenuhi ruang interlayer sehingga mencegah fiksasi K dari larutan tanah.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa:
1. Pemberian berbagai dosis pupuk nitrogen mempengaruhi serapan hara N, P dan K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas, 2. Menentukan dosis pupuk nitrogen yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi tanaman nenas serta batas kritis hara N daun pada tanaman nenas.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian IPB, Sawah Baru, Darmaga dari Maret 2004 sampai Januari 2006. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Jenis tanah yang digunakan adalah Inceptisol.
Data hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia tanah
disajikan pada Tabel 6. Rancangan Percobaan Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok, yang terdiri atas lima taraf perlakuan dosis pupuk nitrogen: N0 = Tanpa pupuk N, N1 = 150 kg N ha-1, N2 = 300 kg N ha-1, N3 = 450 kg N ha-1, N4 = 600 kg N ha-1. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah unit perlakuan adalah 15 unit.
46
Pengolahan Tanah Tanah terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul sebanyak dua kali. Pengolahan pertama dilakukan untuk membuat bongkahan-bongkahan tanah, selanjutnya dilakukan pengolahan kedua untuk menghaluskan tanah dan membersihkan tanah dari sisa-sisa akar tanaman. Setelah pengolahan tanah selesai, maka dilakukan pembuatan petak-petak percobaan dengan ukuran 3 m x 2 m dengan tinggi 20 cm. Jarak antar petak percobaan adalah 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Tabel 6 Hasil analisa beberapa sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol Darmaga Kebun Percobaan Sawah Baru Fakultas Pertanian IPB Bogor. Sifat Tanah pH H2O pH KCl C-org (%) N total (%) P-Bray-1 (ppm) P-KCl 25% (ppm)
Nilai uji tanah 5.29 4.37 2.00 0.14 13.10 531.9
Metode/ekstraktan pH meter pH meter Kurmies Kjeldahl Bay -1 KCl 25%
Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) K (me/100 g) Na (me/100 g)
6.79 2.50 0.30 0.45
1 N NH4OAc pH 7.0 1 N NH4OAc pH 7.0 1 N NH4OAc pH 7.0 1 N NH4OAc pH 7.0
KTK
15.38
1 N NH4OAc pH 7.0
Al (me/100 g) H (me/100 g)
3.62 0.31
1 N KCl 1 N KCl
Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm)
1.96 0.92 4.96 38.84
0.05 N HCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl
Tekstur: Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
11.11 30.73 58.16
Pipet Pipet Pipet
Dihitung berdasarkan contoh kering 105oC
47
Pengapuran dan Pemupukan Pengapuran dilakukan pada saat 2 minggu sebelum tanam dengan menggunakan kapur dolomit (CaMg(CO)2) sebanyak 1 x Al-dd. Kapur diberikan secara merata pada seluruh permukaan tanah kemudian dicampur secara merata dengan tanah dengan menggunakan cangkul sampai kedalaman 30 cm. Pemupukan dilakukan dengan cara larikan, sejajar barisan tanaman pada jarak 15 cm pada kiri kanan barisan tanaman sedalam 10 cm. Dosis pupuk N yang diberikan dalam bentuk Urea (46% N) disesuaikan dengan dosis perlakuan pupuk N yang diuji. Pupuk dasar berupa SP-36 (36% P2O5) dan KCl (60% K2O) diberikan dengan dosis masing-masing 200 kg P2O5 , dan 400 kg K2O per hektar. Waktu pemberian pupuk dilakukan tiga kali.
Pemupukan pertama dilakukan
bersamaan dengan waktu tanam, pemupukan kedua pada saat tanaman berumur 6 bulan dan pemupukan ketiga pada saat tanaman berumur 9 bulan setelah tanam. Setiap kali pemupukkan diberikan sepertiga dari dosis masing-masing pupuk. Penanaman dan Pemeliharaan Bahan tanaman nenas yang digunakan adalah anakan tanaman nenas varietas Smooth Cayenne yang telah mencapai tinggi kurang lebih 30 cm. Bibit tanaman nenas ditanam dengan jarak tanaman 75 cm x 30 cm. Setelah selesai dilakukan penanaman maka dilakukan menyiraman, setiap hari pada waktu pagi dan sore apabila tidak ada hujan. Untuk menghindari terjadinya kompetisi antara tanaman dengan gulma, dilakukan penyiangan terhadap gulma setiap satu bulan sekali. Untuk mengendalikan serangan patogen yang merusak akar, setiap lubang tanaman diberi Furadan-3G 2 g per lubang tanaman sebelum penanaman. Tanaman juga disemprot dengan Diazinon untuk mengendalikan penyakit dengan volume seprotan 400 liter ha-1 dengan konsentrasi 1.5 ppm. Pengamatan Parameter yang diamati meliputi tiga aspek yaitu hara, pertumbuhan dan produksi tanaman sebagai berikut :
48
1. Kadar hara N, P, K daun dilakukan satu kali pada saat tanaman mulai berbunga. Sampel helai daun yang dianalisis adalah daun ”D” yaitu daun paling muda yang sudah mencapai pertumbuhan maksimal, biasanya juga merupakan daun yang paling panjang. Bahagian dasar daun yang putih yang tidak mengandung klorofil dibuang (Jones et al. 1991). 2. Serapan hara = Kadar hara x berat kering daun ”D” tanaman nenas, 3. Jumlah daun pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga. 4. Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga. 5. Umur tanaman pada saat berbunga dan umur tanaman pada saat panen, 6. Panjang buah dan diameter buah. 7. Berat buah, dan berat mahkota per tanaman, serta produksi buah per hektar, dan 8. Kadar padatan terlarut total buah nenas dianalisis setelah panen dengan Hand refraktor meter. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf nyata 0.05, dilakukan uji ortogonal untuk mengetahui pola respon tanaman terhadap pemberian berbagai dosis pupuk N. Sedangkan untuk mengetahui dosis pupuk N yang optimal terhadap produksi tanaman nenas dilakukan analisis regresi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berumur 6 bulan sesudah tanam, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berumur 9 bulan dan pada saat berbunga. Sedangkan hasil sidik ragam pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N terhadap tinggi tanaman
49
menunjukkan pengaruh yang nyata pada saat tanaman berumur 9 bulan sesudah tanaman, tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada saat tanaman berumur 6 bulan dan pada saat tanaman berbunga (Tabel 7). Hasil uji orthogonal menunjukkan bahwa pemberian pupuk N memberikan pengaruh yang bersifat kuadratik terhadap jumlah daun tanaman nenas pada saat tanaman berumur 6 bulan sesudah tanam. Pemberian pupuk dengan dosis 300 kg N ha-1 memberikan pengaruh terbaik terhadap pertambahan jumlah daun tanaman nenas tetapi peningkatan dosis pupuk N sampai 600 kg N ha-1 telah menurunkan jumlah daun tanaman nenas.
Pemberian pupuk N dengan dosis yang berbeda tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berumur 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga. Namun demikian, pemberian pupuk N dengan dosis 300 kg ha-1 masih tetap cenderung menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak. Tabel 7 Pengaruh pupuk N terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman nenas pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga Jumlah Daun (helai)
Tinggi Tanaman (cm)
Dosis Pupuk (kg N ha-1)
6 Bulan
9 Bulan
Berbunga
6 Bulan
9 Bulan
Berbunga
0 150 300 450 600 F test Pola respon
17.58 18.33 21.17 20.50 18.26 ** Ltn Q**
34.50 38.75 40.17 35.58 36.67 tn Ltn Qtn
44.67 46.58 49.17 46.42 46.25 tn Ltn Qtn
64.52 65.33 68.32 66.07 61.94 tn Ltn Qtn
83.04 90.94 91.55 91.94 85.90 ** Ltn Q**
106.67 104.50 109.11 111.88 104.33 tn Ltn Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk N terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, tn = tidak nyata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun unsur hara N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bahagian vegetatif tanaman terutama pertambahan jumlah daun, tetapi pemberian N dengan dosis yang tinggi dapat menghambat pertambahan jumlah daun tanaman nenas, karena semakin tinggi dosis pupuk N yang diberikan, menyebabkan serapan hara P semakin menurun (Tabel 9). Hal ini menyebabkan tanaman nenas mengalami kekurangan unsur hara P sehingga pertumbuhannya terhambat termasuk pembentukan daun dan perkembangan daun.
50
Terry dan Ulrich (1993) mengemukakan bahwa, karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebahagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis. Dengan demikian dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan seluruh bahagian tanaman nenas termasuk hambatan terhadap pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan karena fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting; molekul pentransfer energi ADP dan ATP (adenosis di- dan trifosfat), NAD, NADPH, dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA. Fosfor juga merupakan bahan penyusun fosfolipid seperti lesitin dan kolin, yang memegang peranan penting dalam hal integritas membran (Gardner et al. 1985). Pemberian berbagai dosis N selain memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun, juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi
tanaman nenas.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
pemberian berbagai dosis pupuk nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman nenas pada saat tanaman berumur 9 bulan sesudah tanam, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman nenas pada saat tanaman berumur 6 bulan setelah tanam dan pada saat tanaman berbunga. Hasil uji orthogonal menunjukkan bahwa pemberian pupuk N terhadap tinggi tanaman nenas pada saat umur 9 bulan sesudah tanaman bersifat kuadratik. Pemberian pupuk N sampai 450 kg N ha-1 masih diikuti oleh pertambahan tinggi tanaman nenas, tetapi peningkatan dosis pupuk N sampai 600 kg N ha-1 sudah menurunkan tinggi tanaman nenas. Tanaman nenas membutuhkan unsur hara N untuk memacu pertumbuhan vegetatif seperti pertambahan tinggi tanaman, tetapi dosis pupuk N yang dibutuhkan bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Pada fase awal pertumbuhan, tanaman nenas membutuhkan unsur hara N yang lebih rendah.
Pemberian pupuk dengan dosis 300 kg N ha-1 sudah
mencukupi untuk mencapai pertambahan tinggi tanaman nenas yang lebih tinggi (Tabel 7). Malezieux dan Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan sedikit hara N selama awal pertumbuhan, oleh karena itu
51
hubungan antara N tanah dan pertumbuhan awal adalah sedikit. Tetapi pada pertumbuhan selanjutnya, tanaman nenas membutuhkan hara N yang lebih banyak. Untuk memperoleh pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi pada saat tanaman nenas berumur 9 bulan setelah tanam dan pada saat tanaman berbunga, dibutuhkan pupuk nitrogen sebanyak 450 kg ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara N pada tanaman nenas meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Namun demikian pemberian pupuk N sebanyak 600 kg ha-1 sudah melampaui kebutuhan optimal untuk pertumbuhan tanaman nenas, sehingga dapat menghambat pertambahan tinggi tanaman. Umur Tanaman Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk nitrogen tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur berbunga maupun umur panen tanaman nenas.
Namun demikian, ada kecenderungan bahwa
pemberian pupuk N sampai dengan dosis 300 kg ha-1 dapat mempercepat saat berbunga dan saat panen tanaman nenas (Tabel 8). Tetapi pemberian pupuk N melebihi dosis tersebut menyebabkan lambatnya saat berbunga dan saat panen tanaman nenas. Tabel 8 Pengaruh pupuk N terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen Dosis pupuk N (kg N ha-1)
Umur tanaman (minggu) Umur Berbunga
Umur Panen
0 66.60 84.10 150 66.05 84.45 300 65.99 83.20 450 67.02 85.07 600 67.04 85.28 F test tn tn tn tn tn tn Pola respon L Q L Q Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk N terhadap umur tanaman pada saat berbunga dan saat panen. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. tn = tidak nyata. Menurut Py et al. (1987) bahwa pembungaan pada tanaman nenas secara alami selain dipengaruhi oleh faktor eksternal lingkungan tumbuh, juga dipengaruhi oleh faktor tanaman terutama ukuran tanaman.
Nenas “Smooth
52
Cayenne” harus mencapai berat tanaman minimum sebelum induksi secara alami terhadap pembungaan bisa terjadi. Dengan demikian maka pemupukan N yang dapat memacu pertumbuhan tanaman juga akan mempercepat waktu pembungaan dan saat panen. Namun demikian pemupukan N dengan dosis yang lebih tinggi akan memperlambat saat berbunga dan saat panen pada tanaman nenas. Hasil tersebut di atas disebabkan karena tanaman yang memperoleh unsur hara N yang cukup akan mempunyai pertumbuhan yang cepat sehingga lebih awal mencapai ukuran tanaman yang ideal untuk dapat berbunga.
Hal ini erat
kaitannya dengan kemampuan tanaman untuk menghasilkan hormon Giberelin yang dapat menginduksi pembungaan tanaman (Taiz dan Zeiger 1991). Tetapi pemberian N dalam jumlah yang berlebihan akan memperlambat saat berbunga dan pemasakan buah tanaman nenas. Hal ini disebabkan karena pemberian N yang berlebihan selain merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi lebih dominan, juga mengambat penyerapan hara fosfor yang sangat berperan dalam memacu pembungaan dan pemasakanan buah. Marschner (1995) dan Salisbury dan Ross (1992) mengemukakan bahwa tanaman yang kekurangan fosfor menyebabkan proses pematangan buah dan biji menjadi lambat. Sedangkan pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan dapat memperlambat pembungaan dan pembentukan biji pada beberapa tanaman pertanian. Kadar Hara dan Serapan Hara N, P dan K Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar hara dan serapan hara N, P dan K daun”D” tanaman nenas.
Untuk mengetahui bentuk renspon pengaruh
pemberian berbagai dosis pupuk nitrogen terhadap kadar hara dan serapan hara N, P dan K daun“D” tanaman nenas, dilakukan uji orthogonal seperti disajikan pada Tabel 9. Pemberian pupuk N selain mempengaruhi kadar hara dan serapan hara N juga mempengaruhi kadar dan serapan hara P dan K daun tanaman nenas. Peningkatan dosis pupuk N selain meningkatkan serapan hara dan kadar hara N, juga meningkatkan serapan hara dan kadar hara K, tetapi menurunkan serapan hara dan kadar hara P daun tanaman nenas (Tabel 9).
53
Tabel 9 Pengaruh pupuk N terhadap kadar hara dan serapan hara N, P dan K daun“D” tanaman nenas Dosis Pupuk (kg N ha-1) 0 150 300 450 600 F test Pola respon
Kadar Hara (% bobot kering)
Serapan Hara (mg/helai daun)
N
P
K
N
P
K
0.61 0.66 0.84 0.89 0.95 ** L** Qtn
0.29 0.22 0.17 0.15 0.14 ** L** Q**
0.54 0.64 0.65 0.71 0.87 ** L** Qtn
51.97 61.38 70.14 85.69 79.80
24.70 20.65 13.86 14.52 12.00 ** L** Qtn
46.12 59.03 54.39 67.99 73.80
tn
tn
L* Q
tn
L* Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis pupuk N terhadap kadar dan serapan hara N, P dan K tanaman. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, dan tn = tidak nyata. Pemupukan N dapat meningkatkan ketersediaan hara N tanah, dengan demikian maka tanaman nenas dapat menyerap hara N dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya baik untuk pertumbuhan maupun untuk produksi. Pada tingkat ketersediaan hara N yang optimal, total masa akar dan kedalaman perakaran meningkat. Perluasan akar ini akan memfasilitasi penyerapan air dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan hara N yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan daun dan tinggi tanaman nenas (Tabel 7) dalam kondisi demikian karbohidrat hasil fotosintesis akan semakin meningkat untuk digunakan bagi perkembangan berbagai organ tanaman, karena selain luas daun yang meningkat akibat pemberian N, kandungan klorofil daun juga akan meningkat karena N merupakan unsur penyusun klorofil. Penurunan kadar hara dan serapan P akibat penambahan dosis N disebabkan karena amonium yang diberikan dalam bentuk urea ke dalam tanah telah berubah menjadi nitrat (NO3-), dengan demikian maka tanaman nenas akan mengambil hara N dalam bentuk NO3-. Mengel dan Kirkby (1987) melaporkan bahwa semua amonium yang diberikan ke dalam tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari.
Selanjutnya Jones (1998) menyatakan bahwa
pengambilan NO3- merangsang pengambilan kation. Hal ini akan menyebabkan pengambilan kalium akan meningkat karena tanaman mengambil kalium dalam bentuk ion K+ (Ahn 1993). Sebaliknya akan menurunkan pengambilan anion
54
seperti H2PO4- karena terjadi kompetisi dengan NO3- dalam penyerapannya oleh tanaman.
Hal ini menyebabkan tanaman nenas kekurangan P sehingga
menyebabkan hambatan pertumbuhan dan rendahnya produksi buah. Produksi Tanaman Nenas Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat buah per tanaman maupun terhadap produksi tanaman per hektar, tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat mahkota, panjang buah, diameter buah dan total padatan terlarut. Tabel 10 Pengaruh pupuk N terhadap berat buah, mahkota, panjang buah, diameter buah, padatan terlarut total dan produksi buah tanaman nenas Komponen Produksi Tanaman Nenas Dosis Pupuk (kg N ha-1) 0 150 300 450 600 F test Pola respon
Berat buah (gr) 1633 1716 1778 1905 1829 * L** Q*
Berat mahkota (gr) 305 293 292 303 304 tn Ltn Qtn
Panjang buah (cm) 18.06 18.54 18.63 18.44 18.44 tn Ltn Qtn
Diameter buah (cm) 12.98 12.90 13.18 13.45 13.31 tn Ltn Qtn
Produksi Buah (ton/ha) 65.32 68.65 71.10 76.20 73.15 * L** Q*
Padatan terlarut total (%) 15.71 16.08 15.70 15.11 15.39 tn Ltn Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk N terhadap berat buah, mahkota, panjang buah, diameter buah, padatan terlarut total dan produksi buah tanaman nenas. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, dan tn = tidak nyata. = Buah tanpa mahkota. Hasil uji orthogonal pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N terhadap berat buah tanpa mahkota dan produksi buah (ton ha-1) menunjukkan respons yang bersifat linier dan kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk N akan diikuti oleh peningkatan berat buah dan produksi buah (ton ha-1), tetapi pemberian pupuk N yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan produksi buah tanaman nenas. Untuk mengetahui dosis pupuk N yang memberikan pengaruh yang optimal terhadap produksi tanaman nenas maka dilakukan analisis regresi. Hasil analsis regresi pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N terhadap hasil relatif tanaman nenas adalah bersifat kuadratik (Gambar 2).
55
Produksi buah (ton ha -1)
85 80 75 70 65
y = -3E-05x2 + 0.0347x + 64.795 R2 = 0.5948
60 55 50 0
150
300
450
600 -1
Doosis pupuk nitrogen (kg N ha )
Gambat 2 Kurva respons pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N terhadap produksi buah. Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut, diperoleh bahwa dosis pupuk nitrogen yang optimum untuk tanaman nenas adalah 578 kg N ha-1. Pada dosis pemupukan tersebut diperoleh produksi sebesar 74.83 ton ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh produksi yang maksimal maka tanaman nenas yang ditanam pada tanah Inceptisol yang mempunyai kadar hara N sebesar 0.14% perlu dilakukan pemupukan N dengan dosis 578 kg N ha-1, tetapi pemberian pupuk nitrogen melebihi dosis tersebut akan menurunkan produksi tanaman nenas. Kelly (1993) mengemukakan bahwa rendahnya kadar hara pada tanaman nenas dapat menjadi penyebab kehilangan hasil yang berat, dan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen tanaman nenas diperlukan sekitar 400 sampai 600 kg N ha-1. Aplikasi pemupukan nitrogen yang diberikan dalam jumlah yang berlebihan selain merupakan pemborosan, juga dapat menyebabkan tingginya kadar nitrat dalam buah kaleng, dan mengurangi kualitas buah.
Batas Kritis Hara N Daun Tanaman Nenas Untuk menentukan batas kritis kadar hara N daun tanaman nenas dilakukan dengan metode Cate-Nelson.
Pengelompokan dengan Cate-Nelson
akan menghasilkan dua kelas status hara yaitu cukup dan kurang. Cukup apabila terdapat di atas nilai kritis dan kurang apabila nilainya lebih rendah dari nilai kritis (Waugh et al. 1973; Leiwakabessy dan Sutandi 2004).
56
100
Hasil relatif (%)
90 80 70 60
Batas kritis
50 40 0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
1.1
Kadar N (%) daun"D"
Gambar 3 Hubungan antara kadar hara N daun “D” dengan hasil relatif Berdasarkan hasil pengelompokan menurut metode Cate-Nelson hubungan antara kadar hara N dengan hasil relatif (Gambar 3), maka batas kritis kadar N daun pada tanaman nenas adalah 0.70% bobot kering daun. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan N akan memberikan pengaruh apabila kadar hara N daun lebih rendah dari 0.70% bobot kering, sedangkan menurut Jones et al. (1991), status hara N pada daun tanaman nenas dinyatakan rendah apabila kadar hara N daun lebih kecil dari 1.5% dan status hara cukup berkisar antara 1.5-1.7%, sedangkan status hara tinggi adalah lebih besar dari 1.7%. Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa apabila kadar hara N daun tanaman nenas lebih rendah dari 0.70% bobot kering, perlu dilakukan pemupukan N agar kadar hara daun meningkat sampai di atas kadar hara kritis karena apabila tanaman nenas kekurangan hara N akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan produksi yang rendah. Malezieux dan Bartholomew (2002) mengemukakan bahwa nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak dari pada unsur hara lainnya kecuali kalium.
Pemberian N yang cukup akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman yang cepat dan hasil yang tinggi. Tanaman yang kekurangan N akan menghasilkan jumlah daun dan ukuran daun serta buah yang kecil, sehingga menyebabkan produksi buah menurun, dan apabila kadar hara N lebih rendah dari 1% bobot kering daun, maka N menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas. Karena nitrogen terdapat dalam demikian banyak senyawa penting, tidak mengherankan kalau pertumbuhan tanaman akan lambat
57
tanpa nitrogen.
Tumbuhan yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar
tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan (Salisbury dan Ross 1992). Dalam jaringan tumbuhan nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino. Karena setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein, maka nitrogen juga merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu nitrogen juga terkandung dalam klorofil, hormon sitokinin, dan auksin (Lakitan 2004). SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa; 1. Pemberian pupuk nitrogen memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. 2. Pemberian pupuk nitrogen dapat meningkatkan kadar dan serapan hara N dan K, tetapi menurunkan kadar dan serapan hara P tanaman nenas. 3. Untuk memperoleh produksi buah tanaman nenas yang maksimal sebesar 74.83 ton ha-1 pada tanah Inceptisol yang mempunyai kadar hara N sebesar 0.14%, dibutuhkan pemupukan nitrogen dengan dosis 578 kg N ha-1. 4. Batas kritis hara N daun “D” tanaman nenas adalah 0.70% bobot kering.
KORELASI DAN KALIBRASI UJI TANAH HARA FOSFOR UNTUK TANAMAN NENAS ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mendapatkan metode ekstraksi hara P yang sesuai untuk tanaman nenas, 2. menentukan status hara P tanah tanaman nenas. 3. mengetahui pengaruh pemupukan P pada setiap status hara P tanah terhadap serapan hara N, P dan K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. 4. Menentukan dosis pupuk P yang optimal untuk tanaman nenas dan batas kritis hara P daun“D” tanaman nenas. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah dalam Rancangan Acak Kelompok. Sebagai petak utama adalah status hara P yang terdiri atas lima taraf : Psr = 0 kg P2O5 ha-1, Pr = 270 kg P2O5 ha-1, Pm = 540 kg P2O5 ha-1, Pt = 810 kg P2O5 ha-1, dan Pst = 1080 kg P2O5 ha-1. Sebagai anak petak adalah perlakuan dosis pupuk P yang terdiri atas lima taraf : P0 = 0 kg P2O5 ha-1, P1 = 100 kg P2O5 ha-1, P2 = 200 kg P2O5 ha-1, P3 = 300 kg P2O5 ha-1, dan P4 = 400 kg P2O5 ha-1. Metode ekstraksi hara P untuk tanaman nenas dapat menggunakan Bray-1. Pemberian berbagai dosis pupuk P dan status hara P meningkatkan serapan hara N, P dan K. Kelas ketersediaan hara P tanah adalah tinggi apabila kadar P tanah (≥20.67) ppm P2O5 (Bray-1). Pada tanah yang berstatus hara P tinggi tidak perlu dikalukan pemupukan P. Batas kritis kadar hara P daun “D” tanaman nenas adalah 0.13% bobot kering. Katan kunci : korelasi, kalibrasi, uji tanah, hara fosfor, metode ekstraksi.
SOIL TEST CORRELATION AND CALIBRATION OF PHOSPHORUS NUTRIENT ON THE PINEAPPLE ABSTRACT The aims of the research were : 1. to find soil P exraction method wich suitable for pineapple, 2. to determine of the nutritional status of pineapple, 3. to study of the P fertilizer effect on the every soil P nutrient status to the nitrogen, phosphorus, potassium nutrient absorption, pineapple production and plant growth, 4. to determine of the optimum dosage of phosphorus and its critical level in pineapple “D”leaf. The research was conducted using split plot radomized bloked design with five main plot soil P status: Psr = 0 kg P2O5 ha-1, Pr = 270 kg P2O5 ha-1, Pm = 540 kg P2O5 ha-1, Pt = 810 kg P2O5 ha-1, and Pst = 1080 kg P2O5 ha-1. While sub plot that dosage phosphorus fertlizer were consisted of five levels: P0 = 0 kg P2O5 ha-1, P1 = 100 kg P2O5 ha-1, P2 = 200 kg P2O5 ha1 , P3 = 300 kg P2O5 ha-1, and P4 = 400 kg P2O5 ha-1. The soil P extraction method for pineapple in the Inceptisol of Darmaga was Bray-1. Nitrogen, phosphorus, and potassium absorption was increased bay aplication of several dosage of phosphorus and soil phosphorus nutrient status. The level of soil P rutrient availability was high class (≥20.67) ppm P2O5 (Bray-1). Phosphorus fertlizer no recomend for the soil wich has high class. The critical level of P in the pineapple “D”leaf was 0.13% of dry matter. Key words : correlation, calibration, soil test, phosphorus nutrient, extraction method.
59
PENDAHULUAN Latar Belakang Fosfor (P) merupakan unsur hara utama yang dibutuhkan oleh tanaman nenas dalam jumlah sedikit jika dibandingkan dengan unsur hara nitrogen dan kalium. Pada pertanaman nenas dengan kepadatan 54 340 tanaman per hektar, hara P yang terangkut oleh tanaman nenas hanya 73.7 kg ha-1, sedangkan N dan K masing-masing adalah 612 dan 874 kg ha-1 (Nakasone dan Paul 1999). Kekurangan P jarang ditemukan dilapangan, karena tanaman nenas dapat mengekstrak P dari tanah yang mempunyai kandungan hara P yang rendah, namun demikian kekurangan P dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan seluruh bagian tanaman (Malezieux dan Bartholomew 2003). Hal ini disebabkan karena P merupakan hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup tanaman seperti; fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses transfer energi di dalam tubuh tanaman (Buchanan et al. 2000). Untuk memenuhi kebutuhan hara P tanaman nenas maka perlu dilakukan pemupukan. Tetapi pemupukan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara P tanah karena pemupukan P yang berlebihan dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemberian pupuk P terus-menerus akan menyebabkan terjadinya akumulasi P di dalam tanah sehingga tanaman khususnya nenas tidak akan tanggap terhadap pemupukan P. Selain itu, pemberian P dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan ketidak seimbangan hara. Penelitian pemupukan P telah banyak dilakukan, namun demikian penelitian tersebut umumnya hanya mempelajari respon tanaman terhadap pupuk dan tidak memperhatikan status dan dinamika hara dalam tanah, sehingga rekomendasi pupuk yang dihasilkan hanya bisa berlaku di satu tempat percobaan dan pada kondisi tanah saat percobaan berlangsung. Oleh karena itu dosis pupuk P yang dianjurkan juga sangat bervariasi. Nakasone dan Paull (1999) menyatakan bahwa biasanya jumlah P yang diaplikasikan adalah antara 150 dan 250 kg P2O5 ha-1, sedangkan Hiraoka dan Umemia (2000) menyatakan bahwa rata-rata pemberian pupuk P adalah 115 kg P2O5 ha-1.
60
Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum.
Pendekatan ini dapat
dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan dilandasi oleh hasil penelitian uji tanah. Untuk menentukan status hara tanah dalam suatu program uji tanah, harus menggunakan pengekstrak yang tepat. Banyak pengeksktrak yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kemampuan tanah menyediakan P bagi tanaman, tetapi tidak selalu sesuai dengan jenis tanah, macam tanaman, tingkat budidaya, dan keadaan lingkungan. Metode Bray-1 dan Bray-2 merupakan metode ekstraksi hara P yang sering digunakan, meskipun sudah banyak metode ekstraksi hara P yang bisa digunakan seperti Olsen, Mehlich, Truog, Morgan, Egner, dan Citric acid (Tan 1996). Sutriadi et al. (2003) menetapkan bahwa pengekstrak terpilih untuk kedelai adalah Bray-1, Bray-2, Mehlich, dan Truog. Untuk menyusun rekomendasi pemupukan yang rasional berdasarkan uji tanah maka penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah harus dilakukan. Penelitian korelasi uji tanah dapat menentukan metode ekstraksi yang sesuai untuk berbagai komoditas pada berbagai jenis tanah. Sedangkan penelitian kalibrasi uji tanah dapat menentukan kelas ketersediaan hara dan rekomendasi pemupukan untuk suatu tanaman pada jenis tanah tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mendapatkan metode ekstraksi hara P yang sesuai untuk tanaman nenas,
2. Mengetahui pengaruh pemupukan P pada setiap status hara P terhadap serapan hara N, P, K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas, 3. Menentukan status hara P tanah dan batas kritis hara P daun tanaman nenas, 4. Menentukan dosis pupuk P yang optimal untuk tanaman nenas.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian IPB, Sawah Baru, Darmaga pada tanah Inceptisol dari Maret 2004 sampai Desember 2006. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium
61
Departemen IlmuTanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Bogor, dan Laboratotrium Pusat Penelitian Tanah Bogor. Rancangan Percobaan Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Sebagai petak utama adalah status hara fosfor (P) yang terdiri atas lima taraf: Psr = 0 kg P2O5 ha-1, Pr = 270 kg P2O5 ha-1, Pm = 540 kg P2O5 ha-1, Pt = 810 kg P2O5 ha-1, dan Pst = 1080 kg P2O5 ha-1 . Sebagai anak petak adalah perlakuan dosis pupuk P yang terdiri atas lima taraf: P0 = 0 kg P2O5 ha-1, P1 = 100 kg P2O5 ha-1, P2 = 200 kg P2O5 ha-1, P3 = 300 kg P2O5 ha-1, dan P4 = 400 kg P2O5 ha-1. Dengan demikian jumlah kombinasi perlakuan adalah 25 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah unit perlakuan adalah 75 unit perlakuan. Pengolahan Tanah Tanah terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul sebanyak dua kali. Pengolahan pertama dilakukan untuk membuat bongkah-bongkahan tanah, selanjutnya dilakukan pengolahan kedua untuk menghaluskan tanah dan membersihkan tanah dari sisa-sisa akar tanaman.
Setelah pengolahan tanah
selesai, maka dilakukan pembuatan petak-petak percobaan dengan ukuran 3 m x 2 m dengan tinggi 20 cm. Jarak antar petak percobaan adalah 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Pembuatan Status Hara P Kegiatan awal untuk kalibrasi uji tanah yang menggunakan pendekatan lokasi tunggal adalah pembuatan status hara yaitu mulai dari sangat rendah (OX), rendah (1/4 X), sedang (1/2 X), tinggi (3/4 X) dan sangat tinggi (X). Untuk hara P, X adalah jumlah P yang diberikan untuk mencapai 0.02 ppm P dalam larutan tanah (Fox dan Kamprath 1970). Takaran pupuk P ditentukan berdasarkan pada hasil kurva erapan dengan menggunakan model Langmuir (Syers et al., 1973). Berdasarkan kurva hubungan P dalam larutan dengan P dierap, maka jumlah pupuk P yang diperlukan untuk mencapai batas kritis konsentrasi P terlarut sebesar 0.02 ppm adalah 1080 kg P2O5 ha-1. dapat ditentukan.
62
Sumber hara untuk pembuatan status hara P adalah SP-36 (36% P2O5). Cara pemberiannya dilakukan dengan cara sebar secara merata pada permukaan tanah di setiap unit percobaan, kemudian dicangkul sehingga tercampur secara merata dengan tanah dan diinkubasi selama 8 bulan. Sebelum dilakukan aplikasi pemupukan pada setiap status hara P, dilakukan analisis tanah untuk mengetahui kadar P tanah dengan menggunakan berbagai metode ekstraksi sebagai berikut: Mehlich, Truog, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, dan Morgan Wolf. Metode analisis tanah dilakukan berdasarkan metode analisis uji tanah yang disusun oleh Suleman dan Eviati (2002). Aplikasi Pupuk P pada Setiap Status Hara P Kegiatan tahap kedua adalah aplikasi pemupukan yaitu aplikasi pupuk P pada setiap status hara P. Dosis pupuk P pada setiap status hara P dalam penelitian kalibrasi uji tanah hara P adalah terdiri dari: 0, 100, 200, 300 dan 400 kg P2O5 ha-1. Pada aplikasi berbagai dosis pupuk P tersebut, juga diberikan pupuk dasar berupa Urea (46% N) dan KCl (60% K2O) dengan dosis masing-masing 300 kg N ha-1 dan 400 kg K2O ha-1. Pemupukan dilakukan 3 kali secara larikan sejajar barisan tanaman yaitu bersamaan waktu tanam, 6 bulan sesudah tanam dan 9 bulan sesudah tanam. Setiap kali aplikasi diberikan sepertiga dari dosis pupuk tersebut. Pengapuran dan Penanaman Sebelum pengapuran, contoh tanah secara komposit diambil pada setiap status hara P tanah yang telah dibuat, kemudian dianalisis untuk mengetahui kadar hara P tanah. Pengapuran dengan kapur dolomit (CaMg(CO)2) dilakukan 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 x Al-dd yang dilakukan dengan cara sebar secara merata keseluruh permukaan petak unit percobaan, dan dicangkul hingga merata dengan tanah. Selanjutnya pada petak percobaan yang berukuran 3 m x 2 m ditanami bibit tanaman nenas Smooth Cayenne Subang dengan jarak tanam 75 cm x 30 cm satu tanaman per lubang. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma, hama dan penyakit. Untuk mengendalikan serangan patogen yang merusak akar, maka setiap lubang tanam diberi Furadan-3G sebanyak 2 g per lubang tanam sebelum penanaman.
63
Tanaman juga disemprot dengan Diazinon untuk mengendalikan penyakit dengan volume semprotan 400 liter ha-1 pada konsentrasi 1.5 ppm.
Sedangkan
penyiangan dilakukan setiap bulan sekali. Pengamatan Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi tiga aspek yaitu hara, pertumbuhan dan produksi tanaman sebagai berikut : 1. Kadar hara P tanah pada setiap status hara P tanah dilakukan 1 kali yaitu sebelum pengolahan tanah. 2. Kadar hara N, P dan K daun dilakukan satu kali pada saat tanaman mulai berbunga. Sampel helai daun yang dianalisis adalah daun paling muda yang sudah mencapai pertumbuhan maksimal, biasanya juga merupakan daun yang paling panjang. Bahagian dasar daun yang putih yang tidak mengandung klorofil dibuang (Jones et al. 1991). 3. Serapan hara = Kadar hara x berat kering daun “D” tanaman nenas. 4. Jumlah daun pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman mulai berbunga. 5. Tinggi tanaman saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman mulai berbunga. 6. Umur tanaman pada saat berbunga dan umur tanaman pada saat panen, 7. Panjang buah dan diameter buah. 8. Berat buah, dan berat mahkota per tanaman, serta produksi buah per hektar. 9. Kadar padatan terlarut total buah nenas dianalisis setelah panen dengan Hand refraktor meter. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf nyata 0.05, dilakukan uji ortogonal untuk mengetahui pola respon tanaman terhadap pemberian berbagai dosis pupuk P, sedangkan untuk mengetahui dosis pupuk P yang optimal terhadap produksi tanaman nenas, dilakukan analisis regresi.
64
Analisis Korelasi Untuk menghitung korelasi antara kadar hara P tanah yang terekstrat oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar
hara, serapan hara P daun”D” dan
produksi buah tanaman nenas (ton ha-1), dianalisis dengan analisis korelasi linier sederhana sebagai berikut :
rxy =
nΣX i Yi − (ΣX i )(ΣYi ) 2
2
[nΣX i − (ΣX i ) 2 ]x[nΣYi − (ΣYi ) 2 ] Penetuan Kelas Ketersediaan Hara P
Kelas ketersediaan hara P tanah ditentukan dengan melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut : 1. Menghitung persen hasil relatif sebagai berikut;
Hasil relatif =
Yi x100% Ymaks
Yi = produksi buah (ton ha-1) pada perlakuan status hara P ke-i. Ymaks = produksi buah (ton ha-1) maksimum pada status hara P. 2. Selanjutnya nilai hasil relatif (Y) dihubungkan dengan nilai kadar hara P tanah (X) pada setiap status hara P untuk dilakukan analisis regresi. 3. Berdasarkan model regresi yang telah diperoleh, maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara P tanah dengan hasil relatif untuk menentukan kelas ketersediaan hara P. Kidder (1993) membagi nilai uji tanah atas lima kategori berdasarkan persentase hasil relatif : (1) sangat rendah (lebih rendah dari 50 persen), (2) rendah (50 sampai 75 persen), (3) sedang (75 sampai 100 persen), (4) tinggi (100 persen), dan sangat tinggi (kurang dari 100 persen). Penentuan Batas Kritis Hara P Tanaman Nenas
Untuk menentukan batas kritis hara P tanaman nenas, juga menggunakan prosedur tersebut diatas, namun sebagai variabel bebasnya (X) adalah kadar hara P daun tanaman nenas yang diukur pada saat tanaman mulai berbunga.
Batas
65
kritis kadar hara P daun tanaman nenas ditentukan berdasarkan metode Cate dan Nelsol (1971). Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P
Data respon tanaman nenas terhadap pemupukan P pada setiap status hara P diperoleh dari percobaan kalibrasi. Selanjutnya kurva respon dari setiap kelas uji tanah ditentukan dengan menggunakan analisis regresi dengan bentuk persamaan sebagai berikut : Y = a + bX + cX2 Selanjutnya berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, kurva dibuat dalam satu grafik pada masing-masing kelompok uji tanah. Berdasarkan kurva ini, takaran pupuk P yang optimum ditentukan dengan persamaan berikut : dY/dX = b + 2cX = 0 X = b/2c Dimana : X = takaran pupuk P ( kg ha-1) Y = Produksi buah (ton ha-1) b dan c = konstanta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai P Terekstrak Pada Berbagai Status Hara P Tanah
Selang waktu antara pemberian pupuk P untuk pembuatan status hara dan pengambilan contoh tanah adalah 8 bulan.
Selama waktu inkubasi tersebut
diharapkan kondisi P tanah dapat mencapai steady state, dimana P pupuk yang diberikan sudah berubah menjadi P tanah. Namun demikian faktor heterogenitas tanah berpengaruh terhadap kadar dan dinamika P tanah sehingga akan berpengaruh pula terhadap pertumbuhan tanaman. Nilai uji P tanah terekstrak oleh beberapa metode ekstraksi pada berbagai perlakuan status hara P tanah disajikan pada Tabel 11. Nilai uji P tanah terekstrak HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Truog, Mechlich, dan Morgan umumnya meningkat dengan semakin meningkatnya status hara P tanah. Namun demikian, ada nilai uji P tanah yang menurun dengan meningkatnya perlakuan status hara P tanah.
66
Tabel 11 Nilai uji hara P tanah Inceptisols Darmaga yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi pada bebargai kondisi status hara P tanah Nilai uji tanah hara P (ppm P2O5) yang terekstrak oleh
Kondisi Status P
HCl 25%
Olsen
Bray1
Bray2
Truog
Mechlich
Morgan
SR1 SR2 SR3 R1 R2 R3 M1 M2 M3 T1 T2 T3 ST1 ST2 ST3
1160 1180 1380 1480 1600 1780 1810 1840 2700 2390 2620 2530 2720 2270 3560
34 33 36 74 91 116 125 133 209 231 285 265 271 244 326
17 23 22 58 88 104 130 119 216 228 232 226 236 183 285
15 20 20 53 256 266 365 368 563 637 668 619 674 504 793
8 4 15 17 16 32 50 44 72 109 108 86 124 77 117
31 55 37 90 132 167 184 193 310 362 363 306 387 278 438
26 32 28 78 106 134 161 162 404 380 421 385 406 302 603
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Tanah Bogor (dihitung berdasarkan contoh kering 105oC). Nilai uji P tanah yang terekstrak oleh berbagai metode uji tanah juga sangat bervariasi, karena setiap metode mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mengekstrak hara P tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan bahan, dan konsentrasi bahan pengekstrak serta perbandingan antara tanah dengan pengekstrak (Tan 1996).
Nilai uji tanah tersebut belum mempunyai arti
agronomis sebelum dikorelasikan dengan hasil tanaman yang bernilai ekonomis atau serapan hara tanaman. Metode ekstraksi yang baik adalah metode ekstraksi yang hanya mengekstrak hara P yang dapat diserap oleh tanaman nenas. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai korelasi antara kadar hara tanah yang terekstrak oleh suatu metode ekstraksi dengan produksi atau serapan hara tanaman nenas. Pemilihan Metode Ekstraksi Hara P
Tidak semua hara P tanah yang terekstrak oleh suatu bahan pengekstrak dapat diserap tanaman nenas, oleh karena itu dalam program uji tanah metode ekstraksi yang digunakan harus dapat mengekstrak bentuk-bentuk hara fosfor yang dapat diserap oleh tanaman nenas.
Untuk memperoleh metode ekstraksi
yang baik maka dilakukan analisis korelasi antara kadar hara P tanah yang
67
terkstrak oleh suatu metode ekstraksi dengan kadar hara P daun“D” dan serapan hara P daun“D” serta produksi tanaman nenas. Hasil analisis korelasi antara kadar hara P tanah yang terekstrak oleh pengekstrak HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Truog, Mechlich, dan Morgan dengan kadar hara P dan serapan hara P daun“D” serta produksi tanaman nenas disajikan pada Tabel 12. Tabel 12
Hasil analisis korelasi antara kadar P tanah yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar hara P daun“D”, serapan hara P daun“D”, dan produksi tanaman nenas
Metode
Kadar hara P
Serapan hara P
Produksi
HCl 25% 0.37tn 0.38tn -0.26tn Olsen 0.46tn 0.46tn -0.28tn Bray-1 0.37tn 0.36tn -0.31tn Bray-2 0.36tn 0.36tn -0.27tn Truog 0.42tn 0.47tn -0.24tn Mechlich 0.41tn 0.40tn -0.25tn Morgan 0.38tn 0.43tn -0.24tn Keterangan : n = 15; r 0.05 = 0.514; r 0.01 = 0.641. tn = tidak nyata. Berdasarkan hasil analisis korelasi pada Tabel 12 menunjukkan bahwa tidak ada metode ekstraksi yang mempunyai nilai korelasi yang. Namun demikian, karena metode Bray-1 merupakan metode ekstraksi hara yang banyak digunakan sebagai penegekstrak hara P pada laboratium uji tanah di seluruh dunia, maka metode Bray-1 merupakan metode eksrtraksi hara terpilih untuk menduga kebutuhan pupuk P tanaman nenas, sehingga untuk analisis selanjutnya yang berkaitan dengan kadar hara P tanah akan menggunakan nilai uji tanah yang terkstrak oleh metode Bray-1. Widjaya-Adhi dan Widjik (1984) melaporkan bahwa Bray-1 merupakan pengekstrak terbaik pada tanah Hydric Dystrandep untuk tanaman kentang. Pada tanah Inceptisol Sukabumi, pengekstrak Truog, HCl 25%, Bray-1, dan Colwel terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk P untuk tanaman jagung (Nursyamsi 2002). Menurut Tan (1996) Metode Bray-1 dan Bray-2 yang mempunyai pereaksi HCl dan NH4F umumnya sesuai untuk menduga status P di tanah-tanah masam yang banyak mengandung P dalam bentuk Al-P dan Fe-P. Ion F- dalam pengekstrak tersebut dapat membebaskan P dari bentuk Al-P dan Fe-P pada permukaan mineral membentuk ikatan komplek AlF63- atau FeF63- . Selain itu ion H+ juga berperan dalam meningkatkan kelarutan P yang berasal dari kedua bentuk P tersebut.
68
Hal tersebut di atas mungkin erat kaitannya dengan kondisi pH tanah yang diinginkan untuk pertumbuhan tanaman nenas yang lebih sesuai pada tanah yang relatif masam. Wee dan Thongtham (1997) mengemukakan bahwa tanah liat berpasir yang dapat dikeringkan dengan baik dan bahan organik tinggi dengan pH 4.5 sampai 6.5 merupakan tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Dengan demikian maka bentuk P yang dapat diekstrak oleh akar tanaman nenas adalah Al-P dan Fe-P yang biasanya banyak dijumpai pada tanah-tanah bereaksi masam. Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk fosfor dan status kadar hara fosfor tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman nenas pada saat tanaman berumur 6 bulan, 9 bulan dan pada saat berbunga, tidak menunjukkan pengaruh yang yata baik secara mandiri maupun pengaruh interaksinya. Namun demikian ada kecenderungan bahwa jumlah daun dan tinggi tanaman tertinggi dicapai pada kadar hara P tanah 20.67 ppm P2O5, sedangkan peningkatan kadar hara P tanah cenderung mengurangi jumlah daun dan tinggi tanaman nenas. Tabel 13 Pengaruh kadar hara P tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga Kadar P tanah (ppm P2O5) 20.67 83.33 155.00 228.67 234.67
Jumlah Daun (helai) 6 Bulan 9 Bulan Berbunga 31.60 44.37 49.80 29.67 41.15 46.67 30.62 42.22 47.20 32.45 43.70 48.77 29.80 40.02 46.65 tn tn tn tn tn tn tn tn tn L Q L Q L Q
Tinggi Tanaman (cm) 6 Bulan 9 Bulan Berbunga 68.70 92.53 105.01 62.33 86.27 97.54 63.17 86.83 98.98 66.97 90.45 98.74 60.47 86.45 97.81 tn tn tn tn tn tn tn tn L Q L Q L Qtn
F test Pola respon Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk P terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik, tn = tidak nyata. Tabel 13 menunjukkan bahwa dengan kadar hara P tanah 20.67 ppm P2O5 sudah dapat memenuhi kebutuhan P untuk pertumbuhan daun dan tinggi tanaman nenas. Sedangkan peningkatan kadar hara P tanah 83.33 ppm P2O5 menyebabkan penghambatan terhadap pertumbuhan daun dan tinggi tanaman nenas. Berarti
69
bahwa pada tanah yang mempunyai kadar P 20.67 ppm P2O5 tidak perlu dilakukan pemupukan P pada awal pertumbuhan tanaman karena pemupukan P pada tanah tersebut akan menurunkan pertumbuhan daun dan tinggi tanaman. Tabel 14 menunjukkan bahwa pemupukan P tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman nenas, tetapi peningkatan dosis P dapat menurunkan petumbuhan daun dan tinggi tanaman. Kelly (1993) mengemukakan bahwa pemberian P yang berlebihan dapat menurunkan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena pemupukan P yang berlebihan mengurangi ketersediaan atau penggunaan hara mikro (Bennet 1993). Tabel 14 Pengaruh pupuk P terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga Dosis pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400
Jumlah Daun (helai)
Tinggi Tanaman (cm)
6 Bulan
9 Bulan
Berbunga
6 Bulan
9 Bulan
Berbunga
30.92 30.37 30.68 30.97 31.20 tn tn L Qtn
42.15 42.28 42.37 41.83 42.82 tn tn L Qtn
48.18 48.42 47.77 46.53 48.18 tn tn L Qtn
65.83 65.44 63.16 63.13 64.08 tn tn L Qtn
88.66 89.21 87.82 87.39 89.74 tn tn L Qtn
100.31 100.07 100.15 98.40 99.15 tn tn L Qtn
F test Pola respon Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk P terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik, tn = tidak nyata. Pemupukan P selain meningkatkan kadar P tanah juga akan meningkatkan pH tanah sehingga menyebabkan hara mikro menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Defisiensi unsur hara Zn selain dipengaruhi oleh meningktanya pH tanah, juga secara langsung dipengaruhi oleh tingginya kadar P tanah (Havlin et al. 1999). Defisiensi Zn terjadi pada tanah dengan pH 6.0 atau lebih atau pada pemberian Ca atau P berlebihan (Malezieux dan Bartholomew 2003). Purnomo et al. (2003) mengemukakan bahwa, pemupukan P dari sumber SP-36 meningkatkan kadar P-tersedia dan kadar P-tanaman tetapi menurunkan kadar Zn-tanaman jagung. Peranan Zn dalam tanaman umumya sebagi bagian penting dan aktivator enzim. Fungsi penting Zn berkaitan dengan pembentukan asam indolasetat atau auksin.
Tanaman yang kahat Zn berakibat tertekannya pembentukan enzim
70
katalisator ini. Pada tanaman jeruk yang mengalami kekurangan Zn, pertumbuhan tanaman secara keseluruhan terlambat, pembentukan bunga berkurang, berat buah dan kualitas buah yang dihasilkan sangat rendah (Bennet 1993). Hasil tersebut di atas masih perlu dikaji lebih lanjut pada parameter produksi, karena menurut Kelly (1993) bahwa serapan hara P tanaman nenas pada saat inisiasi pembungaan dapat meningkat 100% jika dibandingkan dengan serapan hara P tanaman nenas pada saat fase vegetatif. Hal ini memberi indikasi bahwa kebutuhan P tanaman nenas meningkat 100% setelah mamasuki fase generatif, dengan demikian maka kebutuhan suplai pupuk P juga akan semakin meningkat jika dibandingkan dengan kebutuhan P pada saat fase vegetatif. Hal ini bisa terjadi karena pada saat fase generatif, tanaman nenas membutuhkan lebih banyak suplai hara dan karbohidrat yang dihasilkan dalam fotosintesis untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan buah, serta pertumbuhan tunas baru. Umur Berbunga dan Saat Panen
Hasil analisis ragam pengaruh kadar hara P tanah dan pemupukan P serta interaksinya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap parameter umur berbunga dan umur tanaman pada saat panen. Hal ini sama dengan pengaruhnya terhadap pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman.
Berarti bahwa
pertumbuhan vegetatif tanaman nenas sangat mempengaruhi saat tanaman memasuki fase reproduktif dan akhirnya terhadap saat panen.
Tabel 15
menunjukkan bahwa peningkatan kadar hara P tanah maupun dosis pemupukan P dapat menyebabkan saat berbunga dan saat panen tanaman nenas terlambat. Hambatan pertumbuhan akibat tingginya kadar hara P tanah dan kelebihan pupuk P juga dapat menghambat tananan nenas untuk memasuki fase berbunga dan saat panen.
Py et al. (1987) mengemukakan bahwa pembungaan pada
tanaman nenas secara alami selain dipengaruhi oleh faktor eksternal lingkungan tumbuh, juga dipengaruhi oleh faktor tanaman tertutama ukuran tanaman. Nenas “Smoth Cayenne” harus mencapai berat tanaman minimum sebelum induksi secara alami terhadap pembungaan bisa terjadi. Selanjutnya Taiz dan Zeiger (1991) mengemukakan bahwa kemampuan untuk berbunga suatu tanaman dapat tercapai ketika tanaman telah mencapai suatu ukuran atau umur tertentu.
Oleh
karena itu tanaman nenas yang mengalami hambatan pertumbuhan karena
71
kelebihan P juga akan mengalami keterlambatan untuk masuk pada fase reproduksi dan pemasakan buah. Tabel 15 Pengaruh kadar hara P tanah dan pupuk P terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen Kadar P tanah (ppm P2O5)
Umur tanaman (minggu) Saat Berbunga
Saat Panen
72.14 77.69 73.10 72.41 76.24 tn Ltn Qtn
88.33 93.68 89.49 88.50 93.08 tn Ltn Qtn
20.67 83.33 155.00 228.67 234.67 F test Pola respon Dosis pupuk P (kg P2O5 ha-1)
0 73.92 90.40 100 74.13 89.82 200 73.43 90.48 300 74.91 90.92 400 75.19 91.46 F test tn tn Pola respon Ltn Qtn Ltn Qtn Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh kadar P tanah dan pupuk P terhadap umur tanaman pada saat berbunga dan saat panen. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik, tn = tidak nyata. Kadar Hara dan Serapan Hara N, P, K
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan P pada berbagai status kadar hara P memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar hara N, P, K daun“D” dan serapan hara N, P, K tanaman nenas. Hasil uji ortogonal menunjukkan bahwa pemupukan P secara nyata dapat meningkatkan kadar hara dan serapan hara P tanaman nenas secara linier, yang berarti bahwa semakin tinggi dosis pupuk P yang diberikan, akan diikuti oleh peningkatkan serapan dan kadar hara P daun tanaman nenas
(Tabel 16).
Hal ini disebabkan karena
pemberian pupuk P dapat meningkatkan kadar hara P larutan tanah sehingga tanaman dapat menyerap hara P dalam jumlah yang banyak. Peningkatan kadar hara P tanah selain disebabkan oleh penambahan hara P dari pupuk juga disebabkan oleh meningkatnya kelarutan P tanah (Duffera dan Robarge 1999).
72
Tabel 16 Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara P daun “D” pada saat tanaman berbunga Dosis Pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400 F test Pola respon Dosis Pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400 F test Pola respon
Kadar P tanah (ppm P2O5) 20.67
83.33
155.00
228.67
234.67
0.15 0.18 0.20 0.23 0.26 ** L** Qtn
Kadar P daun “D” (% Bobot kering) 0.18 0.13 0.17 0.22 0.15 0.20 0.24 0.19 0.21 0.27 0.22 0.26 0.31 0.25 0.29 ** ** ** tn tn L** Q L** Q L** Qtn
0.19 0.23 0.26 0.29 0.34 ** L** Q**
19.13 21.44 23.97 28.38 31.75 ** L** Qtn
Serapan P daun “D” (g) 17.19 13.77 27.57 17.75 25.31 21.48 30.37 24.15 36.28 27.58 ** ** L** Qtn L** Qtn
21.65 25.51 31.90 35.03 39.67 ** L** Q**
20.81 21.11 22.96 27.16 31.79 ** L** Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk P pada setiap kadar hara P tanah terhadap kadar hara dan serapan hara P tanaman nenas. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, tn = tidak nyata. Pemberian pupuk P akan menambah jumlah P-tersedia tanah. Besarnya P-tersedia di dalam tanah mempengaruhi kecepatan penyerapan P dan akumulasi P dalam tanaman. Akan tetapi, kecepatan penyerapan P oleh tanaman juga ditentukan oleh besarnya biomass yang diproduksi tanaman. Besarnya jumlah P di dalam tanaman berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan tanaman dan akumulasi bahan kering tanaman hingga batas tertentu yang dipengaruhi oleh iklim, kesuburan tanah, dan pengelolaan pertanian (Makarim et al. 1993). Walaupun rata-rata kadar hara dan serapan hara P daun menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya dosis pupuk P yang diberikan, tetapi pada tanah yang mempunyai kadar hara 234.67 ppm P2O5, sudah memunjukan pola respon yang bersifat kuadratik, fenomena ini merupakan suatu indikasi bahwa apabila dosis pupuk P masih ditingkatkan jumlahnya, akan memberikan pengaruh terhadap penurunan serapan hara P.
Hal ini disebabkan karena
tanaman mempunyai
kemampuan maksimal dalam meyerap hara walaupun kadar hara P-tersedia dalam tanah mengalami peningkatan dengan meningkatnya jumlah pupuk yang diberikan
73
(Kasno et al. 2000; Hanum 2004). Pemupukan P selain meningkatkan kadar dan serapan hara P daun tanaman nenas, juga meningkatkan kadar dan serapan hara N dan K daun tanaman nenas. Tabel 17 dan 18 menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemupukan P pada setiap kadar hara P tanah diikuti oleh peningkatan kadar dan serapan hara N dan K tanaman nenas secara linier. Tabel 17 Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara N daun “D” pada saat tanaman berbunga Dosis Pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400 F test Pola respon Dosis Pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400 F test Pola respon
Kadar P tanah (ppm P2O5) 20.67
83.33
155.00
228.67
234.67
0.52 0.54 0.55 0.61 0.66 ** L** Q**
Kadar N daun “D” (% bobot kering) 0.57 0.53 0.54 0.59 0.55 0.60 0.63 0.59 0.63 0.67 0.61 0.66 0.72 0.63 0.70 ** ** ** tn tn L** Q L** Q L** Qtn
0.60 0.65 0.69 0.75 0.79 ** L** Qtn
64.61 62.73 65.36 73.78 79.16 ** L** Q*
Serapan N daun “D” (g/helai) 55.09 54.35 65.21 74.57 63.23 64.05 66.81 65.50 68.90 76.28 67.54 70.20 84.89 70.86 76.69 ** * ** L** Qtn L** Qtn L** Qtn
67.55 72.64 83.61 91.18 91.71 * L** Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk P pada setiap kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara N tanaman nenas. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, tn = tidak nyata. Pemupukan P secara lansung dapat meningkatkan kadar hara P tanah. Hal ini akan sangat membantu penyerapan hara P oleh tanaman nenas yang mempunyai sistem perakan yang dangkal dan terbatas. Oleh karena itu dengan adanya pemberian P melalui pemupukan maka tanaman nenas dapat menyerap hara P dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Havlin et al. (1999) mengemukakan bahwa suplai hara P yang baik berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan akar. Perkembangan akar yang baik akibat pemberian P akan meningkatkan kemampuan tanaman nenas untuk menyerap unsur hara N, P dan K.
74
Peningkatan serapan hara P oleh tanaman nenas akan meningkatkan aktivitas metobolisme tanaman karena P merupakan unsur menyusun ATP bersama-sama N, dengan demikian maka penyepan P yang tinggi akan diikuti oleh peningkatan serapan hara N oleh tanaman nenas. Menurut Buchanan et al. (2000) bahwa, fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup seperti: fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses alih energi di dalam tubuh tanaman. Karier dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengadung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz 1985). Tabel 18 Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara K daun “D” pada saat tanaman berbunga Dosis Pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400 F test Pola respon Dosis Pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400 F test Pola respon
Kadar P tanah (ppm P2O5) 20.67
83.33
155.00
228.67
234.67
0.56 0.64 0.86 0.99 1.36 ** L** Q**
Kadar K daun “D” (% bobot kering daun) 0.66 0.59 1.07 0.72 0.66 1.37 0.94 0.81 1.55 1.33 0.93 1.82 1.76 1.33 2.04 ** ** ** L** Q** L** Q** L** Q**
1.33 1.72 1.84 2.04 2.27 ** L** Qtn
70.40 74.45 101.77 120.21 163.55 ** L** Q**
Serapan K daun “D” (g/helai) 63.79 61.27 128.05 91.84 76.70 147.05 98.98 90.15 170.07 151.44 103.13 192.42 208.35 149.22 223.02 ** ** ** L** Q** L** Q** L** Qtn
149.00 193.10 223.24 248.54 262.14 ** L** Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk P pada setiap kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara K tanaman nenas. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, tn = tidak nyata. Dalam kondisi demikian, maka tanaman akan melakukan aktifitas fotosintesis yang semakin meningkat. Oleh karena itu hara kalium juga akan diserap dalam jumlah yang banyak karena K mempunyai peranan penting dalam fotosintesis terutama dalam mengatur membuka dan menutupnya stomata dan untuk transpot hasil fotosintesis dari daun ke berbagai organ pengguna. Elumalai et al. (2002) mengemukakan bahwa kalium diperlukan untuk akumulasi dan
75
translokasi karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis. Selain itu, ion K+ memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi, juga mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk pembentukan pati dan protein (Marschner 1995). Produksi Tanaman Nenas
Hasil analisis ragam pengaruh kadar hara P tanah dan pemupukan fosfor serta interaksinya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap; berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah, dan padatan terlarut total. Tabel 19 Pengaruh kadar hara P tanah terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total Kadar hara P tanah (ppm P2O5)
Komponen produksi tanaman nenas Berat Buah (g)
Berat Mahkota (g)
Panjang Buah (cm)
Diameter Buah (cm)
Produksi Buah (ton/ha)
Padatan Terlarut Total (%)
20.67 83.33 155.00 228.67 234.67
1942 292 19.53 13.17 77.66 15.00 1772 273 18.36 12.83 70.90 15.42 1736 287 18.43 12.88 69.42 15.62 1781 271 18.37 13.02 71.24 15.20 1738 276 18.12 13.03 69.51 15.42 F test tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Pola respon L Q L Q L Q L Q L Q L Q Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh kadar hara P tanah terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah produksi buah dan padatan terlarut total. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. tn = tidak nyata. = Buah tanpa mahkota. Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata produksi, berat buah, berat mahkota, panjang buah, dan diameter buah yang tertinggi diperoleh pada tanah yang mempunyai kadar hara P tanah 20.67 ppm P2O5, sedangkan padatan terlarut total hampir mempunyai kadar yang sama yaitu sekitar 15%. Peningkatan kadar hara tanah sampai 83.33 ppm P2O5 sudah menurunkan produksi tanaman nenas. Albrigo (1966) mengemukakan bahwa kelebihan P dapat menurunkan produksi tanaman nenas. Turunnya produksi pada kadar hara P tinggi, selain disebabkan oleh kadar P tanah yang tinggi, juga oleh peningkatan pH tanah oleh
76
peningkatan kadar Ca dan Mg yang ikut terbawa dari bahan fosfor yang digunakan dalam pembuatan status hara P tanah. Hal ini akan menyebabkan unsur hara mikro seperi Fe, Mn, dan Zn menjadi tidak tersedia bagi tanaman nenas sehingga menyebabkan produksi tanaman menurun. Tabel 20 menunjukkan bahwa hasil tertinggi dicapai pada dosis pupuk 200 kg P2O5 yang ditunjukkan oleh berbagai komponen produksi seperti berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah dan produksi buah, sedangkan padatan terlarut total tertinggi adalah pada dosis pupuk 100 kg P2O5. Hal ini menunjukkan bahwa, pupuk fosfor tetap diperlukan untuk meningkatkan produksi tanaman nenas terutama pada tanah yang mempunyai kadar 20.67 ppm P2O5. Tabel 20 Pengaruh pupuk P terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total Dosis pupuk P (kg P2O5.ha-1)
Komponen produksi tanaman nenas Berat Buah (g)
Berat Mahkota (g)
Panjang Buah (cm)
Diameter Buah (cm)
Produksi Buah (ton/ha)
Padatan Terlarut Total (%)
0 100 200 300 400
1751 269 18.52 12.70 70.03 15.30 1799 279 18.60 13.11 71.97 15.61 1844 289 18.60 13.21 73.74 15.18 1793 279 18.73 12.96 71.71 15.06 1782 283 18.38 12.95 71.29 15.51 F test tn tn tn tn tn tn Pola respon Ltn Qtn Ltn Qtn Ltn Qtn Ltn Qtn Ltn Qtn Ltn Qtn Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk P terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. tn = tidak nyata. = Buah tanpa mahkota. Kelly (1993) mengemukakan bahwa, fosfor dibutuhkan hanya dalam jumlah sedikit oleh tanaman nenas. Tetapi pada tanah di Queensland yang mempunyai sifat kurang P, pemupukan dibutuhkan pada tanah-tanah bukaan baru yang belum digunakan untuk penanaman.
Tetapi pada lahan yang sudah
digunakan defisiensi P jarang terjadi. Kadar P meningkat secara cepat dengan pemupukan, sehingga banyak tanah yang sudah lama dipakai untuk pertanaman mempunyai kadar hara P yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan oleh tanaman nenas.
77
Penentuan Kelas Ketersediaan Hara P
Nilai P terekstrak oleh metode uji tanah yang terpilih akan mempunyai nilai agronomis setelah dikalibrasi dengan respon hasil tanaman atau pertumbuhan. Berdasarkan hubungan tersebut, dapat dibuat status hara P tanah untuk tanaman nenas. 100
Hasil relatif (%)
90 80 y = -0.0269x + 91.807 R2 = 0.0844
70 60 50 0
50
100
150
200
250
300
Kadar hara P tanah (ppm P2O5)
Gambar 4 Kurva respons hubungan antara kadar P tanah yang terekstrak oleh pengekstrak Bray-1 dengan hasil relatif. Hasil analisis regresi pada Gambar 4 menunjukkan bahwa hubungan antara kadar hara P tanah dengan hasil relatif berifat linier dengan nilai korelasi yang bersifat negatif, berarti bahwa semakin tinggi kadar hara P tanah akan diikuti oleh penurunan hasil relatif. Hal ini menunjukkan bahwa kadar hara P tanah sebesar 17 sampai 23 ppm P2O5 yang terekstrak oleh Bray-1 (Tabel 11), sudah dapat memenuhi kebutuhan tanaman nenas untuk pertumbuhan dan produksi yang tinggi. Untuk dapat membangunan rekomendasi pemupukan P pada tanaman nenas, maka masih perlu dilakukan penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah pada tanah yang mempunyai status hara P yang rendah, sehingga dapat diketahui status hara P tanaman nenas dan dosis pemupukan P yang optimal uantuk tanaman nenas pada setiap status hara P tanah. Rekomendasi Pemupukan P
Pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk P pada berbagai status kadar hara P tanah terhadap produksi tanaman nenas disajikan pada Tabel 21.
78
Tabel 21 Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap produksi buah (ton ha-1) Dosis pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 100 200 300 400 F test Pola respon
Kadar Hara P tanah (ppm P2O5) 20.67
83.33
155.00
228.67
234.67
75.20 76.15 77.89 79.83 79.25 tn Ltn Qtn
68.97 74.50 68.83 72.14 70.03 tn Ltn Qtn
68.03 70.80 69.98 68.88 69.40 tn Ltn Qtn
68.17 70.73 78.38 69.06 69.88 tn Ltn Qtn
69.78 67.65 73.62 68.65 67.87 tn Ltn Qtn
Tabel 21 menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P pada setiap status hara P tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi tanaman nenas, bahkan pada kadar hara P tanah yang mempuyai kadar P 20.67 ppm P2O5 pemberian pupuk P sampai 300 kg P2O5 ha-1, masih diikuti oleh peningkatan produksi tanaman nenas tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan produksi yang dicapai tanpa pemupukan P.
Hal ini
menunjukkan bahwa, tanah yang mempunyai kadar hara P tanah 20.67 ppm P2O5 sudah dapat memenuhi kebutuhan hara P untuk pertumbuhan dan produksi tanaman nenas, sehingga tidak perlu dilakukan pemupukan P. Menurut Kelly (1993) bahwa kandungan P tanah adalah petunjuk utama yang digunakan untuk menaksir kebutuhan P bagi tanaman nenas, dan kadar 20 ppm P (45.80 ppm P2O5) atau lebih tinggi dibutuhkan untuk menyokong
pertumbuhan nenas. Gejala
defisiensi P nampak pada tanah yang mempunyai kadar P dibawah 5.0 ppm P (11.45 ppm P2O5). Berdasarkan uraian tersebut maka pemupukan P harus dilakukan apabila kadar hara P tanah berada dibawah 20.67 ppm P2O5. Hal ini disebabkan karena fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, sehingga ketersediaannya
sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Menurut Buchanan et al. (2000) fosfor memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup seperti fotosintesis, metabolisme karbohidrat, dan proses alih energi di dalam tubuh tanaman. Juga merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Marschner 1995).
79
Batas Kritis Hara P Tanaman Nenas
Analisis tanaman adalah sebagai bagian integral dalam program pengujian tanah saat ini (Tan 1996). Analisis jaringan menjadi sangat penting terutama untuk evaluasi status hara tanaman yang berumur panjang, sehingga lebih awal dilakukan pemupukan apabila terjadi kekurangan hara. 100
Hasil relatif (%)
90 80 70 60
Batas kritis
50 0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
Kadar P daun"D" (%)
Gambar 5 Hubungan antara kadar hara P daun “D” dengan hasil relatif Berdasarkan hasil penetapan batas kritis dengan metode Cate-Nelson pada Gambar 5 tersebut maka dapat ditentukan nilai batas kritis kadar hara P daun ”D” tanaman nenas yaitu sebesar 0.13% bobot kering. Dengan demikian maka berdasarkan pengelompokan menurut metode Cate-Nelson (Waugh et al. 1973) pemupukan pada tanaman nenas dengan pupuk P hanya akan respons apabila kadar hara daun berada dibawah 0.13% bobot kering. Jones et al. (1991) melaporkan bahwa kadar hara P daun lebih rendah dari 0.1% sudah berada pada status kecukupan untuk tanaman nenas dan kadar hara P daun lebih besar dari 0.1% merupakan status hara tinggi untuk tanaman nenas, sedangkan menurut Malezieuz dan Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas dengan kadar P 0.108% pada jaringan daun “D” telah menunjukkan gejala kekurangan hara P, walaupun demikian kekurangan hara P jarang ditemukan dilapangan. Hal ini disebabkan karena tanaman nenas dapat mengekstrak P dari tanah yang mempunyai kandungan hara P yang rendah, sedangkan disisi lain membutuhkan hara P dalam jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan hara N, K, Mg dan Ca (Nakasone dan Paull 1999), namun
80
demikian tanaman yang kekurangan hara P akan menyebabkan hambatan pertumbuhan dan menurunnya produksi buah tanaman nenas.
SIMPULAN Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan: 1. Metode Mehlich, Truog, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, dan Morgan Wolf tidak menunjukkan korelasi yang nyata dengan kadar hara dan serapan hara P serta produksi tanaman nenas. 2. Pemberian berbagai dosis pupuk P pada setiap status hara P meningkatkan kadar dan serapan hara N, P dan K tanaman nenas. 3. Kelas ketersediaan hara P tanah Inceptisol untuk tanaman nenas adalah tinggi apabila kadar hara P tanah mencapai (≥20.67) ppm P2O5 (Bray-1). 4. Pemupukan P pada tanah yang mempunyai kadar hara 20.67 ppm P2O5 sampai 234.67 ppm P2O5 tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. 5. Batas kritis kadar hara P pada daun“D” tanaman nenas adalah 0.13% bobot kering.
KORELASI DAN KALIBRASI UJI TANAH HARA KALIUM UNTUK TANAMAN NENAS ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. mendapatkan metode ekstraksi hara K tanah yang sesuai untuk tanaman nenas, 2. mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk K pada setiap status hara K terhadap pertumbuhan dan serapan hara N, P dan K tanaman nenas, 3. menentukan status hara K tanah tanaman nenas, dan 4. menentukan batas kritis serta dosis pemupukan K yang optimal untuk tanaman nenas. Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah. Sebagai petak utama adalah status hara K tanah yang terdiri atas lima taraf: Ksr = 0 kg K2O ha-1, Kr = 70 kg K2O ha-1, Km = 140 kg K2O ha-1, Kt = 210 kg K2O ha-1, dan Kst = 280 kg K2O ha-1. Sebagai anak petak adalah perlakuan dosis pupuk K yang terdiri atas lima taraf: K0 = 0 kg K2O ha-1, K1 = 200 kg K2O ha-1, K2 = 400 kg K2O ha-1, K3 = 600 kg K2O ha-1, dan K4 = 800 kg K2O ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ekstraksi hara K tanah yang sesuai untuk tanaman nenas pada Inceptisols Darmaga adalah metode Bray-1, Bray-2, HCl 25%, Mehlich, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 7.0 dan Olsen. Pertumbuhan dan serapan hara N, P, K serta produksi tanaman nenas dipengaruhi oleh kadar hara tanah dan dosis pemupukan kalium. Ketersedian hara K tanah untuk tanaman nenas terdiri atas tiga kelas: rendah (< 14 ppm ppm K2O), sedang ( 14 – 50 ppm ppm K2O), dan tinggi (>50 ppm ppm K2O). Rekomendasi pupuk kalium untuk tanah yang berstatus hara rendah adalah 634 kg K2O ha-1. Batas kritis kadar hara K daun ”D” tanaman nenas adalah 1.71% bobot kering. Kata kunci : korelasi, kalibrasi, uji tanah, hara kalium, metode ekstraksi.
SOIL TEST CORRELATION AND CALIBRATION OF POTASSIUM NUTRIENT FOR PINEAPPLE ABSTRACT The aims of the reseach were: 1. to find soil K extraction method wich suitable for pineapple, 2. to investigate effect of several Potassium dosage in several potassium nutrient status on plant growth and N, P, K nutrient uptake , 3. to determine of the soil K nutritional status of pineapple, and (4) to determine of the critical level and optimum dosage of potassium fertilization for pineapple. The research was conducted using split plot randomized blocked design with five soil K status: Ksr = 0 kg K2O ha-1, Kr = 70 kg K2O ha-1, Km = 140 kg K2O ha-1, Kt = 210 kg K2O ha-1, and Kst = 280 kg K2O ha-1. While sub plot that dosage potassium fertilizer were consisted of five levels: K0 = 0 kg K2O ha-1, K1 = 200 kg K2O ha-1, K2 = 400 kg K2O ha-1, K3 = 600 kg K2O ha-1, dan K4 = 800 kg K2O ha-1. The soil K extraction methods suitable for pineapple in the Inceptisols of Darmaga were Bray-1, Bray-2, HCl 25%, Mehlich, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 7.0 and Olsen. The plant growth, N, P, K nutrient up take and production of pineapple was affected by soil K nutrient content and dosage of K application. The level of soil K nutrient availability was low class (<14 ppm K2O), medium class (14-50 ppm K2O), and high class (>50 ppm K2O). Potassium fertilizer
82
recommend for the soil wich has low class was 634 kg K2O ha-1. The critical level of K in the pineapple “D” leaf was 1.71% of dry matter. Key words: correlatin, calibration, soil test, potassium nutrient, exraction method.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium (K) merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk mendukung pertumbuhan tanaman nenas (Malezieux dan Bartholomew 2003). Tetapi ketersediaannya dalam tanah umumnya rendah, sehingga kekurangan K selalu menjadi faktor pembatas untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanamanan nenas, karena sebahagian besar K tanah berada dalam bentuk tidak tersedia. Blake et al. (1999) menjelaskan bahwa kadar K total dalam tanah berkisar antara 0.01% sampai 4% tergantung pada jenis tanah, namun hanya 2% dari jumlah tersebut yang berada dalam bentuk larutan maupun K yang dapat dipertukarkan, sedangkan 98% sisanya berada dalam bentuk mineral atau K struktural yang tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah-tanah tropika, kandungan K total bisa menurun lebih cepat karena curah hujan dan temperatur tinggi yang terus menerus (Havlin et al. 1999). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktifitas tanaman nenas, perlu dilakukan pemupukan dengan kalium, karena menurut Kelly (1993) tanaman nenas membutuhkan kalium dalam jumlah yang banyak untuk metabolisme karbohidrat dan nitrogen dan untuk berfungsinya stomata secara normal. Kekurangan kalium akan mengurangi fotosintesis dan selanjutnya pertumbuhan, dan berat buah yang dihasilkan akan berkurang.
Namun demikian pemupukan K harus dilakukan
secara efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman, karena pemberian pupuk K yang lebih tinggi dapat menurunkan serapan hara Ca dan Mg yang pada akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Zeng et al. 2001). Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila dalam pemupukan memperhatikan status hara dan dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi yang optimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi
83
pemupukan dilandasi oleh hasil penelitian kalibrasi uji tanah.
Menurut Evans
(1987) bahwa, kalibrasi uji tanah merupakan program uji yang baik, karena secara cepat dapat memberikan informasi untuk mengidentifikasi tingkat kekurangan atau kecukupan suatu unsur hara dan jumlah unsur hara yang akan diberikan jika kekurangan. Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah sangat disarankan karena lebih rasional serta sifatnya yang kuantitatif dan lebih ilmiah. Namun demikian, kualitasnya sangat ditentukan oleh penelitian kalibrasi yang baik dengan data yang baik dan banyak, agar hubungan antara hasil uji tanah dengan dosis pupuk dapat dikembangkan. Juga dapat dilakukan pendugaan produksi sebagai akibat penambahan dosis pupuk tersebut (Melsted dan Peck
1973).
Selama tidak
tersedia data penelitian kalibrasi, maka data analisis tanah dari laboratorium sukar untuk dimanfaatkan dalam membuat rekomendasi pemupukan apalagi untuk menduga produksi tanaman (Leiwakabessy 1996). Mutchers (1995) menyatakan bahwa tidak ada metode uji tanah yang sempurna. Suatu metode yang bagus untuk tanah tertentu, belum tentu bagus untuk jenis tanah lainnya. Oleh karena itu, setiap metode harus dilakukan studi korelasi dan kalibrasi untuk berbagai jenis tanah dan tanaman. Bentuk K yang tersedia bagi tanaman adalah K-labil, maka ekstraksi K dengan jenis pengekstrak tertentu haruslah dapat mengekstrak K-labil. Berbagai metode ekstraksi telah diperkenalkan, namun yang paling banyak digunakan di berbagai negara adalah NH4OAc pH 7.0. yang menghasilkan K-dd. Bohn et al. (1979) mengemukakan bahwa K-dd memiliki korelasi yang cukup baik dengan kemampuan penyediaan K tanah selama musim tanam. Namun ekstraksi K dengan metode tersebut untuk menentukan K-dd dalam tanah tidak cukup bila K yang tidak dapat dipertukarkan berkontribusi nyata terhadap nutrisi tanaman (Cox et al. 1999). Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan metode ekstraksi hara K tanah yang sesuai untuk tanaman nenas, 2. Mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk K pada setiap status hara K terhadap pertumbuhan dan serapan hara N, P, K tanaman nenas, 3. Menentukan status hara K tanaman nenas, dan 4. Menentukan batas kritis serta dosis pemupukan K yang optimal untuk tanaman nenas.
84
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian IPB, Sawah Baru, Darmaga dari Maret 2004 sampai Desember 2006. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Departemen IlmuTanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Bogor, dan Laboratorium Pusat Penelitian Tanah Bogor. Rancangan Percobaan Penelitian kalibrasi uji tanah hara kalium disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Sebagai petak utama adalah status hara K yang terdiri atas lima taraf: Ksr = 0 kg K2O ha-1, Kr = 70 kg K2O ha-1, Km = 140 kg K2O ha-1, Kt = 210 kg K2O ha-1, dan Kst = 280 kg K2O ha1
. Sebagai anak petak adalah perlakuan dosis pupuk K yang terdiri atas lima taraf:
K0 = 0 kg K2O ha-1, K1 = 200 kg K2O ha-1, K2 = 400 kg K2O ha-1, K3 = 600 kg K2O ha-1, dan K4 = 800 kg K2O ha-1. Dengan demikian terdapat 25 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah unit perlakuan untuk kalibrasi uji tanah hara K adalah 75 unit perlakuan. Pengolahan Tanah Tanah terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul sebanyak dua kali. Pengolahan pertama dilakukan untuk membuat bongkahan-bongkahan tanah, selanjutnya dilakukan pengolahan kedua untuk menghaluskan tanah dan membersihkan tanah dari sisa-sisa akar tanaman.
Setelah pengolahan tanah
selesai, maka dilakukan pembuatan petak-petak percobaan dengan ukuran 3 m x 2 m dengan tinggi 20 cm. Jarak antar petak percobaan adalah 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Pembuatan Status Hara K Kegiatan awal untuk kalibrasi uji tanah yang menggunakan pendekatan lokasi tunggal adalah pembuatan status hara yaitu mulai dari sangat rendah (OX), rendah (1/4 X), sedang (1/2 X), tinggi (3/4 X) dan sangat tinggi (X). Dimana X adalah jumlah K yang diberikan untuk mencapai 0.6 me K/100 g tanah dengan
85
pengekstrak NH4OAc pH 7.0 (Suleman et al. 2000). Untuk mencapai kadar hara 0.6 me K/100 g tanah dibutuhkan pemberian kalium sebanyak 280 kg K2O per hektar. Sumber hara untuk pembuatan status hara K adalah dari pupuk KCl (60% K2O). Cara pemberiannya dilakukan dengan cara sebar secara merata pada permukaan tanah di setiap unit percobaan, kemudian dicangkul sehingga tercampur secara merata dengan tanah dan dibiarkan selama 8 bulan. Sebelum dilakukan pengolahan tanah dan pemberian kapur serta aplikasi pemupukan pada setiap status hara terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel tanah pada setiap status hara untuk dianalisis dengan menggunakan metode ekstraksi uji tanah hara K seperti: HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Mehlich, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0. Metode analisis tanah dilakukan berdasarkan metode analisis uji tanah yang disusun oleh Suleman dan Eviati (2002). Aplikasi Pupuk K pada Setiap Status Hara K Kegiatan tahap kedua adalah aplikasi pemupukan yaitu aplikasi pupuk K pada setiap status hara K tanah. Dosis pupuk K yang diaplikasikan pada setiap status hara K tanah dalam penelitian kalibrasi uji tanah hara K adalah 0, 200, 400, 600 dan 800 kg K2O ha-1. Pada aplikasi pemupukan berbagai dosis pupuk K tersebut diberikan pupuk dasar berupa Urea (46% N) dan SP 36 (36% P2O5) dengan dosis masing-masing 300 kg N ha-1 dan 200 kg P2O5 ha-1. Pemupukan dilakukan 3 kali secara larikan sejajar barisan tanaman yaitu bersamaan waktu tanam, 6 bulan sesudah tanam dan 9 bulan sesudah tanam. Setiap kali aplikasi diberikan sepertiga dari dosis pupuk tersebut. Pengapuran dan Penanaman Sebelum pengapuran, contoh tanah secara komposit diambil pada setiap status hara tanah yang telah dibuat, kemudian dianalisis untuk mengetahui kadar hara K tanah yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi. Pengapuran dengan kapur dolomit (CaMg(CO)2) dilakukan 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 x Al-dd yang dilakukan dengan cara disebar secara merata keseluruh permukaan petak unit percobaan, dan dicangkul hingga merata dengan tanah.
Selanjutnya
pada petak percobaan yang berukuran 3 m x 2 m ditanami bibit tanaman nenas Smooth Cayenne Subang dengan jarak tanam 75 cm x 30 cm.
86
Pemeliharaan Tanaman Pemeliharahaan tanaman meliputi pengendalian gulma, hama dan penyakit.
Untuk mengendalikan serangan patogen yang merusak akar, maka
setiap lubang tanam diberi Furadan-3G sebanyak 2 g per lubang sebelum penanaman. Tanaman juga disemprot dengan Diazinon untuk mengendalikan penyakit dengan volume semprotan 400 liter ha-1 pada konsentrasi 1.5 ppm, sedangkan penyiangan dilakukan setiap bulan sekali. Pengamatan Parameter yang diamati meliputi 3 aspek yaitu; hara, pertumbuhan dan produksi tanaman sebagai berikut : 1. Kadar hara K tanah pada setiap status hara K tanah dilakukan 1 kali yaitu sebelum pengolahan tanah. 2. Kadar hara N, P, K daun dilakukan pada saat tanaman mulai berbunga. Sampel helai daun yang dianalisis adalah daun“D” yaitu daun paling muda yang sudah mencapai pertumbuhan maksimal, biasanya juga merupakan daun yang paling panjang. Bahagian dasar daun yang putih yang tidak mengandung klorofil dibuang (Jones et al. 1991). 3. Serapan hara = Kadar hara x berat kering daun“D” tanaman nenas. 4. Jumlah daun pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman mulai berbunga. 5. Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman mulai berbunga. 6. Umur tanaman pada saat berbunga dan umur tanaman pada saat panen. 7. Panjang dan diameter buah. 8. Berat buah dan berat makhota pertanaman, serta produksi buah per hektar. 9. Kadar padatan terlarut total buah nenas dianalisis setelah panen dengan menggunakan Hand refraktormeter.
87
Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf nyata 0.05, dilakukan uji ortogonal untuk mengetahui pola respon tanaman terhadap pemberian berbagai dosis pupuk K, sedangkan untuk mengetahui dosis pupuk K yang optimal terhadap produksi tanaman nenas, dilakukan analisis regresi. Analisis Korelasi Untuk menghitung korelasi antara kadar hara K tanah yang terekstrat oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar hara dan serapan hara K daun”D” serta produksi buah tanaman nenas (ton ha-1), dianalisis dengan analisis korelasi linier sederhana sebagai berikut :
rxy =
nΣX i Yi − (ΣX i )(ΣYi ) 2
2
[nΣX i − (ΣX i ) 2 ]x[nΣYi − (ΣYi ) 2 ]
Penentuan Kelas Ketersediaan Hara K Kelas ketersediaan hara K tanah ditentukan dengan melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut : 1. Menghitung persen hasil relatif sebagai berikut;
Hasil relatif =
Yi x100% Ymaks
Yi = produksi buah (ton h-1) pada perlakuan status hara K ke-i, Ymaks = produksi buah (ton ha-1) maksimum pada perlakuan status hara K, 2. Selanjutnya nilai hasil relatif (Y) dihubungkan dengan nilai kadar hara K tanah (X) pada setiap status hara K untuk dilakukan analisis regresi. 3. Berdasarkan model regresi tersebut, maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara K dengan hasil relatif
untuk
menentukan kelas ketersediaan hara K. Kidder (1993) membagi nilai uji tanah atas lima kategori berdasarkan persentase hasil relatif : (1) sangat rendah (lebih rendah dari 50 persen), (2) rendah (50 sampai 75 persen), (3) sedang (75 sampai 100 persen), (4) tinggi (100 persen), dan sangat tinggi (kurang dari 100 persen).
88
Penentuan Batas Kritis Hara K Tanaman Nenas
Untuk menentukan batas kritis hara K tanaman nenas, juga menggunakan prosedur tersebut di atas, namun sebagai variabel bebasnya (X) adalah kadar hara daun tanaman nenas yang diukur pada saat tanaman mulai berbunga. Batas kritis kadar hara K tanaman nenas ditentukan berdasarkan metode Cate dan Nelson (1971). Penyusunan Rekomendasi Pemupukan K
Data respon tanaman nenas terhadap pemupukan K pada setiap tingkat status hara K diperoleh dari percobaan kalibrasi. Selanjutnya kurva respon dari setiap kelas uji tanah ditentukan dengan menggunakan analisis regresi dengan bentuk persamaan sebagai berikut : Y = a + bX + cX2 Selanjutnya berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dibuat kurva respon dalam satu grafik untuk masing-masing kelompok uji tanah. Berdasarkan kurva ini, maka dosis pupuk K optimum dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut : dY/dX = b + 2cX = 0 X = b/2c Dimana : X = Takaran pupuk K ( kg K2O ha-1) Y = Produksi buah (ton ha-1) b dan c = konstanta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai K Terekstrak Pada Berbagai Status Hara K Tanah
Setelah dilakukan pemberian hara K ke dalam tanah dalam bentuk pupuk KCl dan dibiarkan selama 8 bulan, maka diharapkan bahwa unsur K dari pupuk KCl yang diberikan telah mencapai kondisi steady state, dimana K pupuk yang diberikan ke dalam tanah telah berubah menjadi K tanah.
Namun demikian
faktor-faktor lainnya seperti heterogenitas tanah akan turut berpengaruh terhadap kadar dan dinamika hara K tanah, sehingga dapat berpengaruh pula terhadap pertumbuhan tanaman.
89
Untuk mengetahui kadar hara K tanah, maka sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel tanah secara komposit pada setiap unit perlakuan status hara K tanah dan dianalisis dengan berbagai metode ekstraksi seperti yang disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Nilai uji hara K tanah Inceptisol Darmaga yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi pada berbagai kondisi status hara K tanah Kondisi Status K HCl 25% SR1 SR2 SR3 R1 R2 R3 M1 M2 M3 T1 T2 T3 ST1 ST2 ST3
148.00 101.00 164.00 169.00 181.00 244.00 205.00 165.00 256.00 244.00 234.00 293.00 214.00 235.00 518.00
Nilai uji hara K tanah (ppm K2O) yang terekstrak oleh Olsen
Bray-1
Bray-2
Mehlich
12.50 4.20 10.70 24.20 21.00 31.80 12.80 36.40 28.80 25.40 36.10 26.20 27.70 28.60 105.70
6.30 1.10 6.50 8.90 8.50 19.30 15.10 19.50 20.80 20.40 17.20 25.40 16.20 16.20 61.20
14.20 9.00 17.30 28.20 22.50 38.10 31.00 23.80 47.40 39.00 34.50 50.40 29.10 34.10 95.90
99.00 47.00 102.00 129.00 120.00 210.00 167.00 125.00 220.00 175.00 193.00 265.00 180.00 177.00 561.00
NH4OAc pH 4.8 100.00 56.00 103.00 117.00 122.00 197.00 160.00 135.00 218.00 200.00 185.00 242.00 175.00 178.00 510.00
NH4OAc pH 7.0 117.31 61.00 122.00 122.00 117.31 206.46 159.54 150.15 229.92 197.07 197.07 244.00 187.69 192.38 516.15
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Tanah Bogor (dihitung berdasarkan contoh kering 105oC). Hasil analisis uji tanah hara K tanah Inceptisols Darmaga dengan pengekstrak HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Mehlich, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0 pada setiap status hara pada Tabel 21, menunjukkan bahwa nilai uji tanah K yang terekstrak, secara umum mengalami peningkatan sesuai dengan semakin meningkatnya status hara K tanah dari sangat rendah hingga sangat tinggi, namun demikian ada nilai uji tanah hara K pada ulangan yang berbeda yang mempunyai nilai uji tanah hara K lebih rendah pada tanah yang berstatus hara K lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai uji tanah hara K pada tanah yang mempunyai status hara K yang lebih rendah. Berdasarkan nilai uji K tanah tersebut, juga terlihat bahwa setiap metode ekstraksi mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mengekstrak hara K tanah. Nilai K terekstrak dari ke tujuh metode eksktraksi hara K tanah mempunyai nilai kisaran yang lebar; HCl 25% (101 – 518 ppm K2O), Olsen (4.2 – 105.7 ppm K2O), Bray-1 (1.10 – 61.20 ppm
90
K2O), Bray-2 (9.00 – 95,90 ppm K2O), Mehlich (47 – 561 ppm K2O), NH4OAc pH 4.8 (56 – 510 ppm K2O), NH4OAc pH 7.0 (61 – 516.15 ppm K2O). Nilai uji tanah hara K tersebut belum mempunyai arti agronomis sebelum dikorelasikan dengan komponen pertumbuhan atau produksi yang mempunyai nilai ekonomis, karena tidak semua unsur hara K yang terekstrak dari tanah oleh suatu bahan pengekstrak tersebut dapat diserap oleh tanaman, oleh karena itu perlu dicari metode ekstraksi yang hanya mengekstrak hara K yang dapat diserap oleh tanaman nenas. Pemilihan Metode Ekstraksi Hara K
Untuk memperoleh metode ekstraksi hara K yang baik untuk tanaman nenas, nilai uji K tanah yang terekstrak oleh beberapa pengekstrak tersebut dikorelasikan dengan kadar hara K daun “D” dan serapan hara K daun “D”, serta produksi tanaman nenas. Koefisien korelasi antara nilai uji hara K dengan kadar hara K dan serapan hara K daun “D” serta produksi buah tanaman nenas disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil analisis korelasi antara kadar hara K tanah yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar hara K daun “D”, serapan hara K daun “D”, dan produksi tanaman nenas Metode ekstraksi
Kadar hara K
Serapan hara K
Produksi
HCl 25% 0.58* 0.56* 0.64* Olsen 0.45tn 0.44tn 0.60* Bray-1 0.58* 0.56* 0.67** Bray-2 0.59* 0.57* 0.65** Mehlich 0.54* 0.52* 0.61* NH4OAc pH 4.8 0.57* 0.55* 0.63* NH4OAc pH 7.0 0.56* 0.55* 0.63* Keterangan : n = 15; ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 005, dan tn = tidak nyata. Berdasarkan nilai koefesien korelasi antara nilai uji tanah hara K yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar K daun“D” dan serapan hara K daun “D” serta produksi tanaman nenas, tampak bahwa pengekstrak Bray-1 dan Bray-2 memberikan korelasi yang nyata dengan kadar hara K daun“D” dan serapan hara K daun “D” serta korelasi yang sangat nyata dengan produksi buah. Pengesktrak HCl 25%, Mehlich, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 7.0 memberikan koefisien korelasi yang nyata dengan kadar hara dan serapan hara
91
K serta produksi, sedangkan pengekstrak Olsen tidak memberikan korelasi yang nyata dengan kadar hara dan serapan hara K, tetapi mempunyai korelasi yang nyata dengan produksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengekstrak Bray-1, Bray-2, HCl 25%, Mehlich, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 7.0 dan Olsen merupakan pengekstrak terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga. Tan (1996) mengemukakan bahwa pengekstrak NH4OAc, Mehlich, Bray-1, dan metode Morgan digunakan untuk mengekstrak K tersedia. Selanjutnya Nursyamsi (2002) melaporkan bahwa pengekstrak Mehlich, HCl 25%, Bray-1, Bray-2, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 7.0 merupakan pengekstrak terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman jagung pada Inceptisols Sukabumi. Pada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui metode ekstraksi hara K untuk tanaman kedelai menunjukkan bahwa diantara pengekstrak: Mehlich, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 7.0 ternyata pengekstrak Bray-1 dan Bray-2 merupakan pengestrak terbaik untuk tanah Inceptisol Subang, Jabar (Sutriadi dan Nursyamsi, 2002). Walaupun terdapat tujuh metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk menduga status hara K tanah untuk tanaman nenas, tetapi dalam pengujian selanjutnya akan menggunakan nilai uji tanah hara K tanah yang terekstrak oleh metode ekstraksi Bray-1 karena metode ini mempunyai koefisien korelasi yang lebih tinggi dengan produksi jika dibandingkan dengan koefisien korelasi yang dicapai oleh metode ekstraksi Bray-2, HCl 25%, Mehlich, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 7.0 dan Olsen. Disamping itu, metode Bray -1 dalam aplikasinya telah banyak dikenal di berbagai laboratorium dan dapat digunakan secara bersamaan untuk mengeksrak hara P untuk tanaman nenas. Tingginya koefisien korelasi antara produksi dengan nilai K terekstrak oleh pengekstrak Bray-1, dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa metode Bray-1 dapat mengekstrak hara K tanah yang dapat tersedia dan dimanfaatkan oleh tanaman nenas. Dengan demikian maka jumlah hara K yang terkestrak dapat menggambarkan jumlah hara K yang tersedia bagi tanaman nenas. Widjaja-Adi dan Widjik (1984) mengemukakan bahwa metode pengekstrak yang baik harus
92
bersifat selektif, artinya hanya mengekstrak bentuk-bentuk hara yang dapat diserap atau dimanfaatkan oleh tanaman. Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap jumlah daun tanaman nenas menunjukkan bahwa kadar hara K tanah tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman nenas pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam.
Namun demikian, kadar hara K tanah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berbunga dan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada saat tanaman berbunga. Pengaruh pupuk K terhadap jumlah daun menunjukkan pengaruh yang nyata pada saat tanaman berumur 6 bulan, selanjutnya pada saat tanaman berumur 9 bulan dan pada saat berbunga pengaruh pupuk K terhadap jumlah daun menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, sedangkan pengaruh pupuk K terhadap tinggi tanaman, tidak menujukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 6 bulan sesudah tanaman.
Tetapi pupuk K
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga. Pengaruh interaksi antara kadar hara K tanah dengan dosis pupuk K tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan serta pada saat tanaman berbunga. Uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa pengaruh pemupukan kalium lebih cepat mempegaruhi pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman jika dibandingkan dengan pengaruh status hara kalium tanah. Hal ini disebabkan karena unsur hara kalium yang diberikan lewat pemupukan, langsung dapat diserap oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk kalium dengan dosis yang berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda secara nyata lebih awal jika dibandingkan dengan pengaruh perbedaan kadar hara kalium tanah.
Hal ini
disebabkan karena tidak semua unsur hara K yang ada dalam tanah langsung tersedia bagi tanaman. Untuk mengetahui pola respon pengaruh kadar hara K tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman nenas, dilakukan uji ortogonal seperti disajikan pada Tabel 24. Hasil uji ortogonal menunjukkan bahwa kadar
93
hara K tanah memberikan pengaruh yang bersifat linier terhadap pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman nenas. Tabel 24 Pengaruh kadar hara K tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga Jumlah Daun (helai)
Tinggi Tanaman (cm)
Kadar K tanah (ppm K2O)
6 Bulan
9 Bulan
Berbunga
6 Bulan
9 Bulan
Berbunga
4.63 12.23 18.47 21.00 31.20 F test Pola respon
31.82 32.72 31.15 32.35 32.72 tn tn L Qtn
45.38 46.28 46.55 46.12 48.00 tn tn L Qtn
46.23 47.82 49.10 50.65 49.97 * L** Qtn
63.73 67.26 65.28 70.06 70.42 tn tn L Qtn
87.16 91.42 92.59 93.26 96.73 tn tn L Qtn
99.93 106.18 108.27 110.53 111.75 ** L** Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh kadar hara K tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, tn = tidak nyata. Sebagai salah satu unsur hara penting bagi tanaman, ketersediaan hara kalium tanah menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman nenas di lapangan. Tabel 24 menunjukkan bahwa, meskipun pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanaman belum nampak pengaruh perbedaan kadar hara kalium tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman, tetapi ada kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar hara kalium tanah akan diikuti peningkatan jumlah daun dan tinggi tanaman. Tanah dengan kadar hara kalium 31.2 ppm K2O menghasilkan tanaman yang tinggi dan jumlah daun yang banyak. Berarti bahwa untuk memperoleh petumbuhan tanaman nenas yang baik perlu dilakukan pemupukan dengan kalium. Pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk kalium terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga disajikan pada Tabel 25. Hasil uji ortogonal pada Tabel 25 menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalium dapat meningkatkan jumlah daun dan tinggi tanaman secara linier pada saat tanaman berumur 9 bulan dan pada saat tanaman bebunga, sedangkan pada saat tanaman berumur 6 bulan sesudah tanam pengaruh pupuk kalium terhadap jumlah daun bersifat kuadratik. Berarti bahwa pemberian K dalam dosis yang tinggi dapat menurunkan jumlah daun pada tanaman muda (saat tanaman berumur
94
6 bulan), tetapi setelah tanaman berumur 9 bulan dan pada saat berbunga pengaruh pupuk kalium terhadap jumlah daun menunjukkan pengaruh bersifat linier.
Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan kalium oleh tanaman nenas,
meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Tabel 25 Pengaruh pupuk K terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 200 400 600 800 F test Pola respon
Jumlah Daun (helai) 6 Bulan 32.03 30.67 32.53 33.07 32.45 * Ltn Q**
Tinggi Tanaman (cm)
9 Bulan
Berbunga
6 Bulan
9 Bulan
Berbunga
45.28 45.00 45.95 47.33 48.77 ** L** Qtn
47.73 47.57 48.10 49.50 50.87 ** L** Qtn
66.59 66.18 66.28 68.89 68.80 tn Ltn Qtn
89.55 89.82 91.26 94.73 95.80 ** L** Qtn
102.85 106.75 107.30 109.03 110.73 ** L** Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk K terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, tn = tidak nyata. Pemberian pupuk kalium sangat penting untuk mendukung pertumbuhan daun dan pertambahan tinggi tanaman nenas. Hal ini disebabkan karena unsur hara kalium merupakan aktifator dari banyak enzim-enzim untuk berlansungnya respirasi dan fotosintesis (Taiz dan Zeiger 1991). Kalium juga diperlukan untuk akumulasi dan translokasi karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis (Banuelos et al. 2002). Sebaliknya tanaman yang kekurangan hara kalium cenderung menunjukkan gejala klorosis, pinggiran daun mengering akibat rendahnya kandungan air dalam daun, produksi daun berkurang, bentuk daun abnormal dan gula pereduksi meningkat, fotosintesis terganggu dan pembentukan karbohidrat berkurang (Brady 1990). Umur Berbunga dan Saat Panen
Hasil analisis ragam pengaruh pemupukan K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap umur tanaman berbunga dan umur tanaman pada saat panen menunjukkan bahwa, pemupukkan kalium memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur tanaman nenas pada saat panen, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur tanaman pada saat berbunga. Kadar hara kalium tanah dan pengaruh interaksi antara kadar hara kalium tanah dengan pemupukan kalium
95
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur tanaman pada saat berbunga dan umur tanaman pada saat panen. Untuk mengetahui pengaruh dosis pemupukan kalium tarhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen dilakukan uji ortogonal seperti terlihat pada Tabel 26. Tabel 26 Pengaruh pupuk K terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen Dosis pupuk K (kg K2O ha-1) 0 200 400 600 800 F test Pola respon
Umur tanaman (minggu) Umur Berbunga
Umur Panen
67.77 66.81 66.81 65.52 63.91 tn Ltn Qtn
86.04 85.28 84.32 83.39 81.63 * L** Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk K terhadap umur tanaman. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, tn = tidak nyata. Berdasarkan hasil uji ortogonal pada Tabel 26 menunjukkan bahwa pengaruh pupuk K terhadap umur tanaman nenas adalah bersifat linier yang sangat nyata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk kalium akan diikuti oleh percepatan waktu pembungaan dan saat panen tanaman nenas. Hal ini disebabkan karena pemupukan kalium dapat meningkatkan ketersediaan hara K bagi tanaman nenas. Ketersedian hara K yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman nenas akan meningkatkan laju pertumbuhan nenas, seperti ditunjukkan oleh peningkatan pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman yang semakin meningkat dengan adanya penambahan dosis pupuk kalium. Percepatan
pertumbuhan
akibat
pemupukan
K
selanjutnya
mempercepat saat pembungaan dan saat panen pada tanaman nenas.
akan Berarti
bahwa pengaruh pemupukan terhadap pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman, juga mempengaruhi percepatan tanaman memasuki fase generatif dan pemasakan buah. Hal ini bisa terjadi karena untuk memasuki fase pembungaan, tanaman harus mencapai ukuran yang cukup untuk dapat berbunga. Taiz dan Zeiger (1991) mengemukakan bahwa kemampuan untuk berbunga suatu tanaman dapat tercapai ketika tanaman telah mencapai suatu ukuran atau umur tertentu.
96
Disamping itu juga dipengaruhi oleh adanya hormon, dan kondisi lingkungan seperti suhu dan panjang hari. Kadar Hara dan Serapan Hara N, P dan K
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar hara K tanah dan pemupukan kalium memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar hara N, P, K tanaman nenas. Sedangkan pengaruh interaksi antara kadar hara K tanah dengan pupuk K menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar hara N, P, K, dan serapan hara K.
Tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap serapan hara N dan P. Untuk mengetahui pengaruh pemupukan berbagai dosis pupuk kalium pada setiap kadar hara kalium tanah terhadap kadar hara N, P, K daun“D”, maka dilakukan uji ortogonal seperti disajikan pada Tabel 27. Hasil uji orthogonal menunjukkan bahwa pengaruh pemberian
pupuk
kalium terhadap kadar hara N daun ”D” bersifat linier dan sangat nyata pada kadar hara K tanah 4.64 dan 12.23 ppm K2O.
Tetapi pada kadar hara K tanah yang
lebih tinggi (18.47 – 31.20 ppm K2O) pengaruh pupuk kalium terhadap kadar hara N daun”D” selain menunjukkan pengaruh yang besifat linier, juga menunjukkan pengaruh yang bersifat kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemupukan K pada tanah yang mempunyai kadar hara K yang tinggi, walaupun dapat meningkatkan kadar hara N daun ”D” tetapi pemberian pupuk K yang lebih tinggi akan menurunkan kadar hara N daun ”D” tanaman nenas. Tetapi pengaruh pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap kadar hara P daun ”D” menunjukkan pengaruh yang bersifat linier, sedangkan terhadap kadar hara K daun ”D” selain bersifat linier juga menunjukan pengaruh yang bersifat kuadratik. Penambahan K dibutuhkan untuk meningkatkan penyerapan K, sehingga dapat memenuhi kebutuhan tanaman nenas karena unsur hara K merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk mendukung pertumbuhan tanaman nenas (Malezieux dan Bartholomew 2003).
Banuelos et al. (2002)
mengemukakan bahwa kalium memegang peranan penting dalam fungsi sel termasuk pengaturan: (1) turgor, (2) keseimbangan muatan, dan (3) potensial membran dan aktivitas membran sitosol. Pemeliharaan turgor tanaman sangat penting untuk berfungsinya proses fotosintesis dan metabolisme secara baik. Tanaman juga membutuhkan K untuk pembentukan ATP, yang dihasilkan dalam
97
proses fotosintesis dan respirasi (Havlin et al. 1999), karena ATP merupakan sumber energi utama bagi berlangsungnya proses metabolisme tanaman. Tabel 27 Pengaruh pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap kadar hara N, P dan K daun “D” pada saat tanaman berbunga Dosis Pupuk K (kg K2O ha-1) 0 200 400 600 800 F test Pola respon Dosis Pupuk K (kg K2O ha-1) 0 200 400 600 800 F test Pola respon Dosis Pupuk K (kg K2O ha-1) 0 200 400 600 800 F test Pola respon
Kadar K tanah (ppm K2O) 4.63
12.23
18.47
21.00
31.20
0.50 0.55 0.59 0.63 0.67 ** L** Qtn
Kadar N daun “D” (% bobot kering) 0.58 0.63 0.66 0.61 0.66 0.68 0.65 0.69 0.72 0.70 0.71 0.75 0.74 0.78 0.81 ** ** ** L** Qtn L** Q* L** Q*
0.59 0.62 0.66 0.68 0.71 ** L** Q**
0.12 0.14 0.17 0.18 0.21 ** L** Qtn
Kadar P daun “D” (% bobot kering) 0.14 0.11 0.15 0.16 0.13 0.18 0.18 0.17 0.22 0.21 0.19 0.23 0.23 0.21 0.25 ** ** ** L** Qtn L** Qtn L** Qtn
0.13 0.15 0.18 0.21 0.24 ** L** Qtn
0.67 0.87 1.32 1.83 2.51 ** L** Q**
Kadar K daun “D” (% bobot kering) 0.89 1.35 1.77 1.67 1.81 2.31 2.34 2.00 2.54 2.79 2.24 2.86 3.04 2.63 3.08 ** ** ** L** Q** L** Q** L** Q**
1.54 1.71 1.99 2.43 2.81 ** L** Q**
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk K terhadap kadar hara N, P dan K tanaman nenas. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, tn = tidak nyata. Total penyerapan N dan sintesis protein mengalami penurunan pada tanaman yang kekurangan K (Havlin et al. 1999). Berarti bahwa, peningkatan serapan hara K pada tanaman yang tumbuh pada tanah yang mempuyai kadar hara K yang tinggi atau memperoleh pemupukan K akan meningkatkan serapan hara N serta sintesis protein.
98
Penyerapan K akan meningkatkan tekanan turgor sel penjaga, keadaan ini menyebabkan stomata membuka sehingga meningkatkan asimilasi CO2 selama fototsintesis.
Dengan demikian maka dibutuhkan pembentukan ATP dalam
jumlah yang banyak untuk mentranslokasikan asimilat ke berbagai organ tanaman yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan maupun ditimbun dalam organ penyimpanan seperti buah. Oleh karena itu, dalam kondisi demikian tanaman akan menyerap hara P dan N dalam jumlah banyak karena kedua unsur hara tersebut merupakan unsur penyusun senyawa ATP. Peningkatan aktivitas fotosintesis sebagai akibat adanya suplai hara K yang cukup, memungkinkan tanaman mempunyai pertumbuhan yang pesat termasuk pembentukan dan pertumbuhan akar tanaman.
Pertumbuhan akar
menjadi lebih baik karena adanya suplai asimilat yang cukup yang dihasilkan dalam proses fotosintesis. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman menjadi lebih pesat. Dengan demikian maka tanaman nenas dapat menyerap unsur hara N dan P dalam jumlah yang banyak. Tabel 28 Pengaruh kadar hara K tanah dan pupuk K terhadap serapahan hara N dan P daun “D” tanaman nenas Kadar hara K tanah (ppm K2O)
Serapan hara daun ”D” Hara N (g/helai)
Hara P (g/helai)
4.63 12.23 18.47 21.00 31.20
61.74 72.72 79.64 82.70 77.00
17.25 20.67 18.50 23.72 21.28
F test Pola respon Dosis pupuk K (kg K2O ha-1)
** L** Q**
** L** Q**
0 200 400 600 800
62.72 69.82 75.00 79.09 87.17
13.57 17.26 20.61 23.28 26.70
F test Pola respon
** L** Qtn
** L** Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh kadar hara K tanah dan pupuk K terhadap serapan hara N dan P tanaman nenas. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, tn = tidak nyata.
99
Hasil uji ortogonal pada Tabel 28, menunjukkan bahwa peningkatan kadar hara K tanah selain memberikan pengaruh yang bersifat linier, juga menunjukkan pengaruh yang bersifat kuadratik terhadap serapan hara N dan P, berarti bahwa peningkatan kadar hara K tanah dapat meningkatkan serapan hara N dan P, tetapi pada kadar hara K yang semakin tinggi akan mengurangi serapan hara N dan P bagi tanaman nenas.
Namun demikian pengaruh pemupukan K masih tetap
menunujukkan pengaruh yang bersifat linier terhadap peningkatan serapan hara N dan P. Ketika pupuk K diberikan kedalam tanah maka setelah bereaksi dengan air dalam larutan tanah, kation K+ akan bergerak ke kompleks pertukaran sehingga dapat menggeser kation lainnya dari kompleks pertukaran. Demikian juga apabila kadar K tanah semakin meningkat maka kompleks pertukaran akan didominasi oleh K. Dalam kondisi demikian, kation-kation lain seperti Ca2+, Na+, Mg2+, NH4+, Mn2+, dan Al3+ akan bergerak ke dalam larutan tanah sehingga mudah tersedia untuk diserap oleh tanaman, tetapi apabila tidak digunakan oleh tanaman maka kation-kation tersebut akan mudah tercuci sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Apabila kadar Mn dan Al berada dalam jumlah yang banyak, dapat meracuni tanaman. Selain itu, Al juga dapat mengikat P sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan serapan hara N dan P pada kondisi status hara K tanah yang sangat tinggi. Tabel 29 Pengaruh pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap serapan hara K daun “D” (g/helai) tanaman nenas pada saat tanaman berbunga Dosis pupuk K (kg K2O ha-1)
Kadar hara K tanah (ppm K2O) 4.63
12.23
18.47
21.00
31.20
0 58.05 84.24 154.67 199.41 180.09 200 86.75 188.23 217.15 248.05 200.56 400 133.81 274.39 218.07 286.95 249.07 600 210.07 314.96 256.49 319.96 280.42 800 289.77 348.23 305.42 383.48 324.95 F test ** ** ** ** ** Pola respon L** Q** L** Qtn L** Q** L** Qtn L** Qtn Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk K terhadap serapan hara K tanaman nenas. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, tn = tidak nyata.
100
Berdasarkan hasil uji ortogonal pada Tabel
29, menunjukkan bahwa
pemberian berbagai dosis pupuk kalium memberikan pengaruh yang bersifat linier dan sangat nyata terhadap serapan hara kalium terutama pada tanah yang mempunyai kadar hara 4.63 – 12.23 ppm K2O. Aplikasi pemupukan K pada tanah yang mempunyai kadar hara yang lebih tinggi yaitu 18.47 – 31.20 ppm K2O, walaupun pengaruh pemupukan K masih memberikan peningkatan serapan K secara linier, tetapi perbedaan kadar hara K yang diserap pada setiap taraf perlakuan sudah semakin berkurang. Peningkatan serapan hara K disebabkan oleh tingginya kadar hara K tanah. Namun demikian, dengan meningkatnya kadar hara K+ dalam tanah, akan menyebabkan kompetisi dengan kation lain seperti Ca2+ dan Mg2+ untuk diserap oleh tanaman, sehingga penyerapakan K yang tinggi dapat mengurangi penyerapan Ca2+ dan Mg2+ (Havlin et al. 1999).
Demikian pula Jones (1998)
menjelaskan bahwa konsentrasi K yang tinggi akan menghambat serapan Mg dan Ca sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi Mg dan Ca.
Disisi lain,
keseimbangan Ca dan Mg terhadap K dalam tanaman sangat penting.
Ketidak
seimbangan antara kadar hara dalam tanah dan jaringan tanaman dapat menyebabkan laju pertumbuhan tanaman berkurang, sehingga serapan hara K juga akan semakin menurun. Produksi Tanaman Nenas
Hasil analisis ragam pengaruh kadar hara K tanah dan pemupukan kalium terhadap berbagai komponen produksi tanaman nenas, menunjukkan bahwa kadar hara K tanah memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter buah, dan pengaruh nyata terhadap; panjang buah, berat buah tanpa mahkota, dan produksi buah per hektar. Tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat mahkota dan padatan terlarut total. Analisis ragam juga menujukkan bahwa pemupukan kalium memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap: panjang buah, diameter buah, berat buah tanpa mahkota, dan produksi buah per hektar, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat mahkota dan padatan terlarut total. Interaksi antara kadar hara kalium dan pemupukan kalium tidak memberikan pengaruh yang nyata.
101
Rata–rata pengaruh kadar hara kalium tanah terhadap komponen produksi pada Tabel 30, menunjukkan bahwa kadar hara K memberikan pengaruh yang bersifat linier dan sangat nyata terhadap berat buah, panjang buah, diameter buah, dan produksi buah (ton ha-1). Peningkatan kadar kalium tanah sampai 31.20 ppm K2O, masih diikuti oleh peningkatan: berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, dan produksi buah (ton ha-1), sedangkan pengaruh kadar hara K terhadap parameter berat mahkota dan padatan terlarut total tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Tabel 30 Pengaruh kadar hara K tanah terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total Kadar hara K tanah (ppm K2O) 4.63 12.23 18.47 21.00 31.20 F test Pola respon
Kompen produksi tanaman nenas Berat Buah (g) 1555 1759 1830 1843 1993 * L** Qtn
Berat Mahkota (g) 281 281 284 304 285 tn Ltn Qtn
Panjang Buah (cm) 17.38 18.59 18.90 18.68 19.78 * L** Qtn
Diameter Buah (cm) 12.51 13.04 13.22 13.16 13.49 ** L** Qtn
Produksi Buah (ton/ha) 62.21 70.35 73.20 73.73 79.71 * L** Qtn
Padatan terlaru total (%) 14.92 15.12 15.50 15.27 14.94 tn Ltn Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh kadar hara K tanah terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, * = nyata pada taraf nyata 0.05, tn = tidak nyata. (Buah tanpa makhota). Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa tanah yang mempunyai kandungan hara K sebesar 4.63 ppm K2O, sangat membutuhkan pemupukan kalium untuk meningkatkan kadar hara K tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal.
Pengaruh pemberian
berbagai dosis pupuk kalium pada Tabel 31, menunjukkan bahwa pemupukan kalium menujukkan pengaruh yang bersifat linier terhadap berbagai para meter komponen produksi tanaman nenas: berat buah (g), berat mahkota (g), panjang buah (cm), diameter buah (cm), dan produksi buah (ton ha-1). Dalam penelitian ini, pengaruh dosis pupuk kalium terhadap berat mahkota dan padatan terlarut total tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
102
Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa unsur hara kalium sangat dibutuhkan oleh tanaman nenas untuk memperoleh produksi yang tinggi. Malezieux dan Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa, kalium dibutuhkan dalam jumlah yang banyak untuk mendukung pertumbuhan tanaman nenas. Kekurangan kalium akan mengurangi produksi fotosintesis dan selanjutnya pertumbuhan tanaman, berat buah dan tunas buah (Kelly 1993). Kekurangan kalium juga menyebabkan buah yang dihasilkan mempunyai kandungan gula dan asam yang rendah dan berwarna pucat (Py et al. 1987). Tabel 31 Pengaruh pupuk K terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total Hasil tanaman nenas Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 200 400 600 800 F test Pola respon
Berat Buah (g) 1565 1749 1799 1951 1917 ** L** Qtn
Berat Mahkota (g) 289 294 288 271 280 tn Ltn Qtn
Panjang Buah (cm) 17.75 18.66 18.35 19.30 19.26 ** L** Qtn
Diameter Buah (cm) 12.72 13.17 12.96 13.30 13.28 ** L** Qtn
Produksi Buah (ton/ha) 62.59 69.96 71.95 78.03 76.66 ** L** Qtn
Padatan Terlarut Total (%) 14.90 15.10 15.38 15.16 15.20 tn Ltn Qtn
Keterangan: F test digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk K terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total. Pola respon L = Linier, dan Pola respon Q = kuadratik. ** = nyata pada taraf nyata 0.01, tn = tidak nyata. (Buah tanpa makhota). Penentuan Kelas Ketersediaan Hara K
Nilai K terekstrak dari metode terpilih belum mempunyai arti agronomis sebelum dikalibrasi dengan respon hasil tanaman atau pertumbuhan tanaman. Selanjutnya hasil kalibrasi tanah dapat memberikan informasi mengenai tingkat kecukupan dari setiap kelas ketersediaan hara bagi tanaman, sehingga hasil uji tanah dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan kebutuhan pupuk bagi tanaman. Untuk menentukan kelas ketersediaan hara K tanaman nenas, maka dilakukan analisis regresi hubungan antara kadar hara K tanah yang terekstrak oleh metode eksktraksi terpilih (Bray-1) dengan hasil relatif tanaman nenas.
103
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis regresi tersebut, dilakukan penentuan kelas ketersediaan hara K tanaman nenas (Gambar 6) menurut Kidder (1993) yang membagi nilai uji tanah atas lima kategori berdasarkan persentase hasil relatif sebagai berikut: 1. Sangat rendah (lebih rendah dari 50 persen), 2. Rendah (50 sampai 75 persen), 3. Sedang (75 sampai 100 persen), 4. Tinggi (100 persen), dan 5. Sangat tinggi (kurang dari 100 persen) hasil relatif. 100
Hasil relatif (%)
90 80 y = -0.0185x 2 + 1.9328x + 50.867 R2 = 0.5658
70 60 50 40 30 0
10
20
30
40
50
60
Kadar hara K tanah (ppm K2O)
Ganbar 6 Kurva respons hubungan antara kadar hara K tanah yang terekstraksi oleh pengekstrak Bray-1 dengan hasil relatif Berdasarkan hasil analisis regresi pada Gambar 8, maka kelas ketersediaan hara K tanah terdiri atas tiga kelas yaitu: 1. kadar hara K tanah dikategorikan rendah apabila kadar hara K tanah lebih kecil dari 14 ppm K2O, 2. kadar hara K tanah dikatakan sedang atau medium apabila kadar hara K tanah berada pada kisaran 14 ppm sampai 50 ppm K2O, dan 3. kadar hara K tanah dikategorikan tinggi apabila kadar hara K tanah adalah lebih besar dari 50 ppm K2O. Rekomendasi Pemupukan K
Setelah diketahui kelas ketersedian hara K tanah, maka perlu disusun rekomendasi pemupukan berdasarkan hasil pengujian dosis pupuk pada setiap status hara K tanah tersebut. Hasil analisis regresi pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk kalium terhadap produksi tanaman nenas pada tanah yang mempunyai status kadar hara rendah, sedang, dan tinggi disajikan pada Gambar 7.
104
Hasil analisis regresi pada Gambar 7 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk K pada status hara K rendah dan tinggi terhadap hasil relatif adalah bersifat kuadratik. Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut maka rekomendasi pemupukan kalium yang optimum pada tanah yang berstatus hara K rendah adalah 634 kg K2O ha-1, pemberian pupuk dengan dosis tersebut, dapat diperoleh produksi buah maksimum sebesar 73 ton ha-1 , penambahan dosis pupuk K melebihi dosis tersebut akan menurunkan produksi buah tanaman nenas. Pada tanah yang berstatus hara K tinggi, dosis pupuk K yang optimum adalah 425 kg K2O ha-1. Pada dosis terseut akan diperoleh produksi buah sebesar 90.95 ton ha-1. y = -4E-05x 2 + 0.034x + 83.728 R2 = 0.358
Produksi buah (ton ha -1)
100 90 80 70 60
y = 0.0121x + 68.606 R2 = 0.154
50 40 30 20
y = -6E-05x 2 + 0.0761x + 48.514 R2 = 0.5246
10
Km Kr Kt
0 0
200
400
600
800
-1
Dosis pupuk K (kg K2O ha )
Gambar 7 Kurva respons hubungan antara pemberian berbagai dosis pupuk K pada kadar hara K rendah, sedang dan tinggi dengan produksi buah Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar hara K tanah, maka kebutuhan pupuk K semakin berkurang untuk dapat mencapai produksi buah yang maksimum. Pada status hara K sedang, pengaruh pemupukan K bersifat linier, namun demikian dosis pupuk K optimal pada status hara K sedang dapat ditentukan sebagai nilai tengah antara dosis pupuk K optimum pada status hara K rendah dan dosis pupuk K optimum pada status hara K tinggi, sehingga diperoleh dosis pupuk K optimum untuk tanah yang berstatus hara K sedang sebesar 529 kg K2O ha-1. Pemberian pupuk K sebesar 529 kg K2O ha-1 pada tanah yang mempunyai status hara K sedang akan diperoleh produksi buah sebesar 75 ton ha-1.
105
Pada tanah yang mempunyai status hara K sedang dan tinggi tidak direkomendasikan untuk diakukan pemupukan K, karena pemberian pupuk K pada tanah yang mempunyai status hara K tinggi dan sedang, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produksi buah tanaman nenas. Batas Kritis Kadar Hara K Tanaman Nenas
Analisis tanaman adalah sebagai bagian integral dalam program pengujian tanah saat ini (Tan 1996).
Dalam analisis jaringan, daun merupakan bagian
tanaman yang biasa digunakan untuk analisis unsur hara tanaman, karena kadar hara dalam daun diasumsikan sebagai refkleksi dari status hara dalam tanah. Hal ini disebabkan karena terbukti, bahwa kadar hara tanaman berkorelasi secara nyata dengan kadar hara tanah, hasil tanaman dan beberapa faktor kualitas tanaman. 100
Hasil relatif (%)
90 80 70
Batas kritis
60 50 0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Kadar K daun "D" (%)
Gambar 8 Hubungan antara kadar hara K daun “D” dengan hasil relatif Hasil penentuan batas kadar hara K daun tanaman nenas berdasarkan metode Cate dan Nelson pada Gambar 8, menunjukkan bahwa batas kritis kadar hara K daun ”D” untuk tanaman nenas adalah 1.71% bobot kering. Berarti bahwa apabila kadar hara K daun “D” tanaman nenas berada dibawah kadar hara tersebut, perlu dilakukan pemupukan kalium untuk meningkatkan kadar hara K daun sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan produksi yang optimal. Jones et al. (1991) mengemukakan bahwa status hara K daun tanaman terdiri atas tiga kelas: rendah (<2.2%), cukup (2.2-3.0%), dan tinggi (>3.0%). Tingginya batas kritis hara K tanaman nenas jika dibandingkan dengan batas kritis hara N dan P membuktikan bahwa tanaman nenas membutuhkan hara
106
K yang tinggi untuk mendukung pertumbuhan dan produksi buah tanaman nenas yang tinggi. Oleh karena itu hara kalium diserap dalam jumlah yang banyak karena K mempunyai peranan penting dalam fotosintesis terutama dalam mengatur membuka dan menutupnya stomata dan untuk transpot hasil fotosintesis dari daun ke berbagai organ pengguna. Elumalai et al. (2002) mengemukakan bahwa kalium diperlukan untuk akumulasi dan translokasi karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis. Selain itu, ion K+ memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi, juga mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk pembentukan pati dan protein (Marschner 1995).
SIMPULAN Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan : 1. Metode ekstraksi hara K pada tanah Inceptisol Darmaga yang sesuai untuk tanaman nenas adalah HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Mehlich, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0. 2. Pertumbuhan dan serapan hara N, P, K serta produksi tanaman nenas dipengaruhi oleh kadar hara tanah dan dosis pemupukan kalium. 3. Ketersediaan hara K tanah Inceptisol Darmaga untuk tanaman nenas dapat dibagi menjadi tiga kelas: rendah (< 14 ppm K2O), sedang (14 – 50 ppm K2O), dan tinggi (>50 ppm K2O). 4.
Pada tanah yang mempunyai status hara K rendah, dosis pupuk kalium yang optimum adalah 634 kg K2O ha-1, sedangkan pada tanah yang berstatus hara K sedang dan berstatus tinggi tidak perlu dilakukan pemupukan kalium.
5. Batas kritis kadar hara K daun ”D” tanaman nenas adalah 1.71% bobot kering.
PEMBAHASAN UMUM Tanaman nenas (Ananas Comosus (L) Merr.) merupakan tanaman yang mempunyai daya adaptasi yang luas.
Tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai
jenis tanah, bahkan pada tanah yang kurang subur masih bisa berproduksi, tetapi produksi yang tinggi dan kualitas terbaik hanya dapat diperoleh pada tanah yang kesuburannya tinnggi (Bartholomew et al. 2002). Di Indonesia tanaman nenas di tanam pada berbagai jenis tanah dengan tingkat kesuburan yang bervariasi. Tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol merupakan
tanah-tanah pertanian utama di
Indonesia (Subagyo et al. 2000). Ketiga jenis tanah tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang berbeda secara alami. Hasil penelitian evaluasi kesuburan tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus dengan uji Minus One Test untuk tanaman nenas, menunjukkan bahwa tanah-tanah tersebut mempunyai kesuburan yang berbeda yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan pertumbuhan tanaman nenas.
Pada tanah Inceptisol Darmaga dan Inceptisol Ciawi tanaman nenas
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus. Hal ini disebabkan karena tanah Inceptisol Darmaga mempunyai kandungan pasir yang lebih tinggi yang merupakan kondisi tanah yang paling ideal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Menurut Wee dan Thongthang (1997) bahwa, tanah liat ber pasir yang dapat dikeringkan dengan baik dan mengandung bahan organik tinggi dengan pH 4.5 sampai 6.5 merupakan tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Kandungan liat dan Al serta Zn yang tinggi pada tanah Ultisol menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman nenas pada tanah tersebut, sedangkan pada tanah Andisol disebabkan oleh tingginya kadar Mn yang mungkin sudah berada pada tingkat yang dapat meracuni tanaman nenas. Mengel dan Kirkby (1987) mengemukakan bahwa apabila terjadi kelebihan unsur hara Mn, dapat mengiduksi defisiensi unsur hara Fe, Mg, dan Ca. Sedangkan keracunan Zn mengiduksi defisiensi Fe, Mg, dan Mn (Marschner 1995). Pada tanah Ultisol yang mempunyai kandungan liat tinggi akan menyebabkan tingginya daya jerap tanah terhadap unsur hara K, sedangkan Al
108
yang tinggi dapat mengikat hara P sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Untuk dapat menyerap unsur hara P dan K pada tanah tersebut, tanaman nenas melakukan mekanisme dengan meningkatkan pertumbuhan akar yang lebih dominan. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya bobot kering akar tanaman nenas pada tanah Ultisol Jasinga. Namun demikian pertumbuhan akar yang dominan akan menyebabkan pertumbuhan bahagian atas (tajuk) tanaman menjadi terhambat, karena sebahagian besar karbohidrat hasil fotosintesis akan ditranslokasi ke akar untuk mendukung pertumbuhan akar. Terhambatnya pertumbuhan tajuk tanaman nenas akan menyebabkan terjadinya hambatan pertumbuhan daun, karena sebahagian besar (45%) akumulasi bahan kering tanaman adalah daun (Hanafi dan Halimah 2004). Hambatan pertumbuhan pupus atau daun pada tanaman nenas, akan menyebabkan hambatan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, karena daun merupakan organ utama tempat berlansungnya proses fotosintesis bagi tanaman. Pemupukan dengan hara N, P, K merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman nenas, karena ketiga unsur hara tersebut merupakan unsur hara makro primer bagi tanaman. Tetapi dalam pelaksanaannya masih kurang tepat karena dosis pupuk yang diberikan masih bersifat umum, belum memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Kondisi status hara tanah yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang berbeda, hal ini akan menyebabkan respon tanaman terhadap pemupukan juga akan berbeda. Hasil penelitian Minus One Test menunjukkan bahwa status hara N, P, K tanah pada Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga dan Inceptisol Ciawi masih berada dibawah status hara optimal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Tetapi pemupukan dengan dosis 400 kg N ha-1, 200 kg P2O5 ha-1, dan 400 kg K2O ha-1 pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, dan Inceptisol Ciawi sudah melebihi dosis optimal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Sedangkan untuk tanah Inceptisol Darmaga, dosis pupuk tersebut belum melebihi dosis pupuk optimal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan secara umum bahwa diantara ketiga unsur hara tersebut, yang menjadi faktor pembatas utama bagi
109
pertumbuhan tanaman nenas adalah hara K kemudian diikuti oleh hara N dan faktor pembatas paling ringan adalah hara P. Tetapi kalau ditinjau berdasarkan jenis tanah, maka unsur hara yang menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Ultisol Jasinga dan Andisol Ciapus adalah kalium kemudian diikuti oleh fosfor dan faktor pembatas yang paling ringan adalah unsur hara nitrogen. Sedangkan unsur hara yang menjadi faktor pembatas utama pada tanah Inceptisol Darmaga adalah kalium, kemudian diikuti oleh nitrogen, dan unsur hara yang menjadi faktor pembatas paling ringan adalah fosfor. Pada tanah Inceptiol Ciawi unsur hara yang menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman nenas adalah adalah nitrogen. Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa pemberian pupuk yang tepat dan efisien hanya bisa dilaksanakan dengan baik apabila dosis pemupukan berdasarkan pada status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Untuk mendukung program tersebut maka penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah perlu dilakukan.
Penelitian korelasi uji tanah dimaksudkan untuk
memperoleh metode ekstraksi yang sesuai untuk suatu hara dan tanaman tertentu, sedangkan kalibrasi uji tanah dimaksudkan untuk mengetahui status hara tanah dan dosis pupuk yang harus diberikan pada setiap status hara tanah tersebut. Hasil penelitian korelasi uji tanah hara P pada tanah Inceptisol Darmaga menunjukkan bahwa metode Bray-1 menunjukkan nilai korelasi dengan produksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode Morgan Wolf, HCl 25%, Olsen, Bray-2, Truog, dan Mehlich. Dengan demikian maka metode Bray-1 dapat digunakan untuk menduga kebutuhan pupuk P tanaman nenas. Hasil penelitian yang dilakukan pada tanah Inceptisol Sukabumi menunjukkan bahwa pengekstrak Truog, HCl 25%, Bray-1, dan Cowel terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk P untuk tanaman jagung (Nursyamsi 2002). Menurut Tan (1996) bahwa metode Bray-1 dan Bray-2 mempunyai pereaksi HCl dan NH4F umumnya sesuai untuk menduga status P pada tanah-tanah masam yang banyak mengandung P dalam bentuk Al-P dan Fe-P. Ion F- dalam pengekstrak tersebut dapat membebaskan P dari Al-P dan Fe-P pada permukaan mineral membentuk ikatan komplek AlF63atau FeF63-. Selain itu ion H+ juga berperan dalam meningkatkan kelarutan P yang berasal dari kedua bentuk tersebut.
110
Hasil penelitian korelasi uji tanah hara K untuk tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga diperoleh hasil bahwa metode Bray-1, Bray-2, HCl 25%, Olsen, NH4OAc pH 7.0, Mehlich, dan NH4OAc pH 4.8 (Morgan Venema) dapat digunakan untuk menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman nenas. Diantara metode ekstraksi tersebut, metode Bray-1 dinyatakan sebagai pengekstrak terbaik, karena mempunyai nilai korelasi tertinggi dengan produksi dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Penelitian korelasi uji tanah hara K yang dilakukan pada tanah Inceptisol oleh Nursyamsi (2002) dilaporkan bahwa pengekstrak Mehlich, HCl 25%, Bray-1, Bray-2, NH4OAc pH 4.8, dan NH4OAc pH 7.0 merupakan pengekstrak terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman jagung pada Inceptisol Sukabumi. Pada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui metode ekstraksi hara K untuk tanaman kedelai pada tanah Inceptisol Subang, pengekstrak terbaik untuk menduga kebutuhan pupuk K adalah pengekstrak Bray-1 dan Bray-2 (Sutriadi dan Nursyamsi 2002). Metode uji hara N tanah adalah yang paling sulit dikembangkan karena mobilitas N-NO3 sangat tinggi sehingga mudah berubah dari waktu ke waktu. Metode Kjeldahl adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kapasitas N tanah sebagai dasar menentukan ketersediaan N bagi tanaman (Leiwakabessy 1996). Pada penelitian pemupukan nitrogen untuk tanaman nenas, kadar hara N tanah dianalisis dengan menggunakan Metode Kjeldahl sebelum aplikasi pupuk N untuk mengetahui kadar hara N tanah yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian maka rekomendasi pemupukan N yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian pemupukan N dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat rekomendasi pemupukan N untuk tanaman nenas pada tanah-tanah yang mempunyai kondisi tanah yang hampir sama dengan tanah yang digunakan dalam penelitian. Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman nenas dalam jumlah yang lebih banyak dari pada hara lainnya kecuali kalium (Malezieux dan Bartholomew 2003), oleh karena itu untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman nenas perlu dilakukan pemupukan N, tetapi pemberian N dalam jumlah yang berlebihan dapat menurunkan produksi dan kualitas buah tanaman nenas.
111
Tanaman nenas membutuhkan unsur hara N untuk memacu pertumbuhan vegetatif seperti pertambahan tinggi tanaman, tetapi dosis pupuk N yang dibutuhkan bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan tanaman dan kadar hara N dalam tanah. Pada tanah Inceptisol yang mempunyai kandungan hara N 0.14%, tanaman nenas membutuhkan hara nitrogen sebanyak 300 kg N ha-1 untuk menghasilkan daun yang banyak, demikian juga terhadap tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 6 bulan dan sembilan bulan sesudah tanam. Tetapi pada saat tanaman berbunga, untuk memperoleh tanaman yang lebih tinggi maka diperlukan hara N sebanyak 450 kg N ha-1. Malezieux dan Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan sedikit hara N selama awal pertumbuhan, oleh karena itu hubungan antara N tanah dan pertumbuhan awal adalah
sedikit.
Tetapi
pada
pertumbuhan
selanjutnya,
tanaman
nenas
membutuhkan hara N yang lebih banyak. Peningkatan laju pertumbuhan jumlah daun dan tinggi tanaman sebagai akibat adanya suplai hara N yang cukup bagi tanaman, akan mempercepat saat berbunga dan saat panen tanaman nenas. Py et al. (1987) mengemukakan bahwa pembungaan pada tanaman nenas secara alami selain dipengaruhi oleh faktor eksternal lingkungan tumbuh, juga dipengaruhi oleh faktor tanaman terutama ukuran tanaman.
Nenas “Smooth Cayenne” harus mencapai berat tanaman
minimum sebelum induksi secara alami terhadap pembungaan bisa terjadi. Dengan demikian maka pemupukan N yang dapat memacu pertumbuhan tanaman juga akan mempercepat waktu pembungaan dan saat panen. Tetapi pemupukan N dengan dosis yang lebih tinggi akan memperlambat saat berbunga dan saat panen pada tanaman nenas. Peningkatan kadar hara nitrogen tanah akan meningkatkan serapan hara N tanaman nenas. Adanya pertumbuhan tanaman yang baik akibat pemberian N, akan merangsang aktivitas dan perkembangan akar sehingga dapat membantu penyerapan unsur-unsur hara lainnya (Olson dan Kurtz 1985). Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pemupukan N meningkatkan serapan hara N dan K tetapi menurunkan serapan hara P tanaman nenas.
Mengel dan Kirkby (1987)
mengemukakan bahwa semua amonium yang diberikan ke dalam tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari. Berarti bahwa sebahagian besar
112
nitrogen yang diserap oleh tanaman nenas adalah dalam bentuk nitrat. Jones (1998) menyatakan bahwa pengambilan NO3- merangsang pengambilan kation. Hal ini menyebabkan pengambilan kalium meningkat karena tanaman mengambil kalium dalam bentuk ion K+ (Ahn 1993).
Sebaliknya akan menurunkan
pengambilan hara P tanah yang diserap dalam bentuk H2PO4- karena akan terjadi kompetisi dalam penyerapannya oleh tanaman nenas. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman nenas akan berkurang pada pemberian N yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pemupukan N yang optimum untuk tanaman nenas pada tanah Inceptisol yang mempunyai kadar hara N 0.14% adalah 578 kg N ha-1, sedangkan batas kritis kadar hara N daun tanaman nenas adalah 0.7% bobot kering. Peningkatan dosis pemupukan nitrogen sampai 600 kg N ha-1 menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman menurun.
Hal ini
disebabkan karena pemberian pupuk N pada dosis tersebut dapat menurunkan kadar P daun tanaman nenas sampai 0.14% bobot kering. Malezieux dan Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa apabila tanaman nenas kekurangan P, dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan seluruh bagian tanaman. Hal ini disebabkan karena P merupakan hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup tanaman seperti; fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses transfer energi di dalam tubuh tanaman (Buchanan et al. 2000). Untuk memenuhi kebutuhan hara P tanaman nenas maka perlu dilakukan pemupukan. Tetapi pemupukan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara P tanah karena pemupukan yang berlebihan dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai pertumbuhan dan produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan dilandasi oleh hasil penelitian uji tanah. Hasil penelitian kalibrasi uji tanah hara P untuk tanaman nenas menunjukkan bahwa tanaman nenas mempunyai pertumbuhan daun dan tinggi tanaman tertinggi pada tanah yang mempunyai kadar hara P 20.67 ppm P2O5 .
113
Peningkatan kadar hara tanah diatas kadar hara tersebut (83.33 ppm P2O5) menyebabkan penurunan jumlah daun dan tinggi tanaman, juga menyebabkan saat berbunga dan saat panen terlambat. Hal ini menunjukkan bahwa kadar P tanah 20.67 ppm P2O5 dapat memenuhi kebutuhan tanaman nenas untuk pertumbuhan daun dan pertambahan tinggi tanaman, sehingga aplikasi pupuk P tidak akan memberikan pengaruh terhadap perbaikan pertumbuhan daun dan tinggi tanaman, sedangkan pada kadar hara P tanah 83.33 ppm P2O5 sudah melebihi kadar hara P tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas. Hasil tersebut di atas masih perlu dikaji lebih lanjut pada parameter produksi, karena menurut Kelly (1993), serapan hara P tanaman nenas pada saat inisiasi pembungaan meningkat 100% jika dibandingkan dengan serapan hara P tanaman nenas pada saat fase vegetatif.
Hal ini memberi indikasi bahwa
kebutuhan P tanaman nenas meningkat 100% setelah mamasuki fase generatif, dengan demikian maka kebutuhan suplai pupuk P juga akan semakin meningkat jika dibandingkan dengan kebutuhan P pada saat fase vegetatif. Hal ini bisa terjadi karena pada saat fase generatif, tanaman nenas membutuhkan lebih banyak suplai hara dan karbohidrat untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan buah, serta pertumbuhan tunas baru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa batas kritis hara P daun tanaman nenas adalah 0.13% bobot kering. Walaupun pertumbuhan daun dan tinggi tanaman mengalami perununan akibat peningkatan kadar hara P tanah dan pemupukan P, tetapi serapan hara N, P dan K tanaman nenas meningkat seiring dengan peningkatan dosis pemupukan P pada setiap taraf kadar hara P tanah. Havlin et al. (1999) mengemukakan bahwa suplai hara P yang baik berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan akar. Perkembangan akar yang baik akibat pemberian P akan meningkatkan kemampuan tanaman nenas menyerap unsur hara N, P dan K Untuk memperoleh produksi buah yang maksimum pada tanah yang mempunyai kadar hara 20.67 ppm P2O5 perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk P dengan dosis 300 kg P2O5 ha-1. tetapi secara statistik pemupukan P tidak menujukkan pengaruh yang nyata produksi. Hal ini menjadi indikator bahwa kadar hara P tanah dengan 20.67 ppm P2O5 sudah dapat menyedeiakan kara P yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hara P untuk tanaman nenas, dengan
114
demikian maka pemupukan P tidak perludilakukan. Menurut Kelly (1993) bahwa P tanah adalah petunjuk utama yang digunakan untuk menaksir kebutuhan P bagi tanaman nenas, dan kadar 20 ppm P atau lebih tinggi dibutuhkan untuk menyokong pertumbuhan nenas. Gejala defisiensi P nampak pada tanah yang mempunyai kadar P dibawah 5.0 ppm P atau 11.45 ppm P2O5. Selain hara nitrogen dan fosfor, tanaman nenas juga membutuhkan hara kalium, bahkan unsur hara tersebut merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan tanaman nenas (Malezieux dan Bartholomew 2003). Tetapi disisi lain kandungan K tanah pada tanah-tanah tropika sangat cepat mengalami penurunan. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan hara K tanaman nenas perlu dilakukan pemupukan kalium. Namun demikian pemupukan harus dilakukan secara efisien sesuai kebutuhan tanaman dan status hara K tanah, karena pemberian K yang berlebihan selain dapat menurunkan produksi juga dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Hasil penelitian kalibrasi uji tanah hara K untuk tanaman nenas menunjukkan bahwa, peningkatan kadar K tanah dapat meningkatkan pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman, percepatan saat berbunga dan saat panen serta meningkatkan produksi tanaman nenas. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan hara K tanah, sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hara K bagi tanaman nenas. Untuk meningkatkan kadar hara K tanah, perlu dilakukan pemupukan dengan kalium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk K sampai 800 kg K2O ha-1 masih diikuti oleh peningkatan pertumbuhan dan produksi buah tanaman nenas. Hal ini disebabkan karena dengan adanya peningkatan kadar K tanah, tanaman nenas dapat menyerap unsur hara K yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Peningkatan serapan hara K tersebut juga diikuti oleh peningtan serapan hara N dan P. Hasil tersebut diatas disebabkan karena unsur hara kalium merupakan aktivator dari banyak enzim-enzim untuk berlansungnya respirasi dan fotosintesis (Taiz dan Zeiger 1991). Untuk berlangsungnya berbahagai aktivitas tersebut, tanaman nenas menyerap hara N dan P dalam jumlah yang banyak, karena kedua unsur hara tersebut merupakan unsur penyusun ATP yang sangat dibutuhkan
115
dalam berbagai proses metabolisme tanaman.
Kalium diperlukan untuk
akumulasi dan translokasi karbonat yang baru saja dibentuk oleh tanaman dari hasil fotosintesis (Banuelos et al. 2002). Dengan demikian, maka ketersediaan kalium yang cukup akan menjamin translokasi karbohidrat ke akar dan daun yang sedang aktif melakukan pertumbuhan, juga translokasi karbohidrat untuk pertumbuhan dan perkembangan buah tanaman nenas. Tanaman yang kekurangan K akan mengalami hambatan pertumbuhan dan rendahnya produksi buah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa batas kritis kadar hara K daun tanaman nenas adalah 1.71% bobot keing. Berdasarkan respon hasil relatif tanaman nenas terhadap kadar hara K tanah, maka kelas ketersedian hara K tanah untuk tanaman nenas dapat dibagi menjadi tiga kelas sebagai berikut: 1. status hara K tanah rendah, apabila kadar hara K tanah lebih rendah dari 14 ppm K2O, 2. status hara K sedang, apabila status kadar hara K tanah berada pada kisaran 14 - 50 ppm K2O, dan 3. status hara K tinggi apabila kadar hara K tanah lebih besar dari 50 ppm K2O. Perbedaan status hara tersebut akan menyebabkan perbedaan jumlah pupuk K yang dibutuhkan untuk memperoleh produksi buah tanaman nenas yang optimum pada setiap status hara K tanah. Pada tanah yang berstatus hara K rendah diperlukan dosis pemupukan K sebanyak 634 kg K2O ha-1, dan pada tanah yang bestatus hara K sedang dibutuhkan dosis pemupukan K sebanyak 529 kg K2O ha-1, sedangkan pada tanah yang berstatus hara K tinggi dibutuhkan dosis pemupukan K sebanyak 425 kg K2O ha-1. Pada tanah yang mempunyai status hara K sedang dan tinggi, tidak perlu dilakukan pemupukan K, karena pemupukan K pada tanah yang mempunyai status hara K sedang dan tinggi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produksi buah tanaman nenas. Secara umum, dapat dikemukakan bahwa melalui penelitian ini telah memberikan arahan dalam menyusun rekomendasi pemupukan pada tanaman nenas berdasarkan uji tanah dan analisis tanaman.
Sumbangan yang paling
signifikan dari hasil penelitian ini adalah ditemukannya metode ekstraksi hara P dan K yang sesuai untuk menduga kebutuhan pupuk P dan K untuk tanaman nenas pada tanah Inceptisol. Sumbangan lainnya adalah telah diketahui status hara P dan K tanah untuk tanaman nenas, walaupun dalam penelitian ini baru
116
mendapatkan satu kelas status hara untuk hara P tanah dan tiga kelas status hara untuk hara K tanah, juga telah memperkaya informasi tentang kadar hara kritis hara N, P, K daun ”D” tanaman nenas serta dosis pupuk N, P, K yang optimum untuk tanaman nenas.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus, sedangkan pada tanah Inceptisol Ciawi unsur hara nitrogen merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas, 2. Metode ekstraksi hara K yang sesuai untuk tanaman nenas adalah HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, NH4OAc pH 7.0 dan NH4OAc pH 4.8. 3. Metode Mehlich, Truog, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, dan Morgan Wolf tidak menunjukkan korelasi yang nyata dengan kadar hara dan serapan hara P serta produksi tanaman nenas. 4. Penelitian ini tidak dapat menetapkan status hara P tanah yang rendah untuk tanaman nenas. Tanah yang mempunyai kadar hara P tanah ≥ 20.67 ppm P2O5, sudah dapat memenuhi kebutuhan tanaman nenas atau berada pada level kecukupan, sehingga pemupukan P tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. 5. Status ketersedian hara K tanah Inceptisol untuk tanaman nenas dikelompokan menjadi tiga kelas status hara: 1. status hara K rendah (<14 ppm K2O), 2. status hara K sedang (14 – 50 ppm K2O) dan 3. status hara K tinggi (> 50 ppm K2O). 6. Batas kritis hara N, P, K pada daun“D” tanaman nenas adalah 0.70%, 0.13%, dan 1.71% bobot kering. 7. Pemupukan N dapat meningkatkan serapan hara N dan K tetapi menurunkan serapan hara P, sedangkan pemberian pupuk P dan K dapat meningkatkan serapan hara N, P, K tanaman nenas, 8. Rekomendasi pemupukan N
pada tanah Inceptisol yang mempunyai
kandungan N sebesar 0.14% adalah 539 kg N ha-1. Apabila kadar hara P tanah ≥ 20.67 ppm P2O5 , tidak perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk P. Dosis pupuk K yang optimal pada status hara K rendah adalah sebesar
118
634 kg K2O ha-1, sedangkan pada tanah yang berstatus hara K sedang dan tinggi tidak dilakukan pemupukan dengan pupuk K.
Saran 1. Penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah untuk hara N, P, K perlu dilakukan pada berbagai jenis tanah dan kondisi lingkungan serta teknik budidaya yang berbeda. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, diperoleh basis data yang cukup untuk membangun rekomendasi pemupukan tanaman nenas berdasarkan status hara tanah. Dengan demikian, dilakukan percepatan pelayan rekomendasi pemupukan berdasarkan hasil uji tanah. 2. Pada penelitian kalibrasi uji tanah hara K untuk tanaman nenas dengan pendekatan lokasi tunggal, penetapan kadar hara K maksimum sebesar 50 ppm K2O, menggunakan metode ekstraksi Bray-1. 3. Perlu dilakukan penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah hara P untuk tanaman nenas pada tanah yang mempunyai status hara P yang sangat rendah sehingga dapat diperoleh metode ekstraksi yang sesuai dan satatus hara P untuk tanaman nenas. Menentukan dosis P yang optimal pada setiap status hara tanah. Dengan demikian dapat membuat basis data untuk menyusun rekomendasi pemupukan P pada tanaman nenas berdasarkan status hara P tanah. 4. Untuk mendukung program tersebut, disetiap wilayah perlu didukung oleh laboratorium uji tanah serta tenaga peneliti yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman A, Nugroho K, dan Sumarno. 1999. Pengembangan lahan kering untuk menunjang ketahanan pangan nasional Indonesia. Di dalam. Prosiding Seminar nasional Sumber Daya Lahan. Cisarua Bogor, 9-11 Februari 1999. Buku I. Pusar Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 23 –37. Ahn PM. 1993. Tropical Soil and Fertilizer Use Intermediate Tropical Agriculture Series. England: Longman. Scientific & Technical. Albrigo LG. 1966. Pineapple nutrition. Di dalam: Norman F. Childders, editor. Temperate to Tropical Fruit Nutrition. New Jersey: Rutgers-The State University, New Brunswick. hlm 611-650. Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology 2nd Ed. New York: John Willey & Sons. Al-Jabri M, Widjik IM, Hamid A, Soeharto, dan Soepartini M. 1984. Pemilihan metode uji P tanah-tanah masam dari Lampung dan Sitiung untuk padi gogo. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3: 47-52. Banuelos MA, Graciadeblas B, Cubero B, and Navarro AR. 2002. Inventory and functional characterization of the hak potassium transporters of rice. Plant Physiology , 130: 784-795. Bartholomew DP, KG Rohrbach, dan DO.Evans. 2002. Pineapple Cultivation in Hawai. Cooperative Extension Service. College of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawai’i at Manoa. Bennett W. 1993. Nutrient Deficiencies and Toxicities In Crop Plants. The American Phytopathological Society. St.Paul, Minnesota. Blake L, S Mercik, Poulton and plants and experiments.
M Koerschens, KWT Goulding, S Stempen, A Weigel, PR DS Powlson. 1999. Potassium content in soil, uptake in potasium balance in three European long-term field Plant and Soil 216:1 – 14.
Bohn HL, BL MacNeal and GA O’Connor. 1979. Soil Chemistry. A Wiley Interscience Publication. John Wiley and Son. Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soils. 10th . Ed. New York: Macmillan. Buchanan BB, Gruissem W, and Jones RL. 2000. Biochemistry and Molecular Biology of Plants. Amerikan Society of Plant Physiologists. Rockville, Maryland.
120 Cate RB Jr, and Nelson LA. 1971. A Simple statistical procedure for partitioning Soil-list correlation in two classes. Soil Sci. Am. J. 35: 858-860. Collins JL. 1968. Pineapple Botany, Cultivation, and Utilization. London: Leonard Hill. Corey RB. 1987. Soil test procedures: Correlation. Di dalam: Brown JR, Editor. Soil Testing: Sampling, Correlation, Calibration, and Interpretation. Madison, Wisconsin USA: SSSA Spec. Pub. No. 21.: Soil Sci. Soc. Amer. hlm 15-22. Cox AE, BC Joern, SM Brouder, and D Gao. 1999. Plant available potassium assessment with a modified sodium tetraphenylboron method. Soil Sci Soc. Am. J. 63: 902 -911. Dahnke WC, and Olson RA. 1990. Soil test correlation, calibration, and recommendation. Di dalam: Westerman RL. Editor. Soil Testing and Plant Analysis. 3th. Ed. Madison, Wisconsin, USA: Soil Sci. Soc. Amer. hlm 46-68. [Deptan] Departemen Pertanian. 1994. Penutun Budidaya Horikultura (Nenas). Proyek Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu. [Deptan] Departemen Pertanian. 2004. Informasi Hortikultura Tahun 1999-2003 (Tanaman Buah). Deptan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Jakarta. Dudal R, and Soepraptohardjo M. 1957. Soil Classification in Indonesia. Bogor: Cont. Gen. Agr. Sta. No. 148. Duffera MD. and WP. Robarge. 1999. Soil Characteristik and Management Effects on Phosphorus Sorption by Highland Plateau Soil of Ethiopia. Soil Sci.Soc. Am. J. 63: 1455 – 1462. Elumalai RP, Nagpal P, and Reed JW. 2002. A mutation in the Arabidopsis Kt2/Kup2 potassium transporter gene affects shoot cell expansion. Plant Cell, 14: 119-131. Evans CE. 1987. Soil test calibration.Di dalam: J.R. Brown, editor. Soil Testing: Sampling, Correlation, Calibration, and Interpretation. Madison, Wisconin, USA: SSSA Spec. Pub. No. 21. Soil Sci. Soc. Amer. hlm 2329 Fallahi E, and Mohan SK. 2000. Influence of nitrogen and rootstock on tree growth, precocity, fruit quality, leaf mineral nutrients, and fire blight in ‘Scarlet Gala’ Apple. Hort. Technology 10 (3):589-592.
121 FAO. 2007. FAO Statistics Division. Food and Agriculture Organization of the United Nations. http:// apps.fao.org. [05 May 2007]. Fichtner K, Koch GW, and Mooney HA. 1995. Photosynthesis, Storage, and Alocation. Di dalam: Schulze ED and Calwell MM (Eds). Ecophysiology of Photosynthesis. Germany. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. hlm 133146. Fox RL, and Kamprath FJ. 1970. Phosphate sorption isotherm for evaluating the phosphate requirement of soil. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 34 : 902-907. Gardner FP, Pearce RB, and Mitchell RL. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta:UI Press. Terjemahan dari : Physiology of Crop Plant. Hanafi MH and A. Halimah. 2004. Nutrien suplay and dry-matter partitioning of pineapple cv. Josapine on sandy tin tailings. Fruits 59 (2004): 359-366. Hanum H. 2004. Peningkatan Produktivitas Tanah Mineral Masam Yang Baru Disawahkan Berkaitan Dengan P Tersedia Melalui Pemberian Bahan Organik, Fosfat Alam dan Pencucian Besi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, and Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Ferlitizer; An Introduction to Nutrient Management. Sixth edition. New Jersey: Prentice Hall. Upper Saddle River. Helmke PA, and Sparks DL. 1996. Lithium, potassium, rubidium and cesium. Di dalam: Bartels JM. editor. Methods of Soil Analisis. Part 3. Chemical Methods. Madison, Wisconsin, USA: Soil Science Society of America and American Society of Agronomy. Hlm 551-574. Hidayat A, dan Mulyani A. 2002. Lahan kering untuk pertanian. Di dalam: Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 1-34. Hiraoka K, and Umemia Y. 2000. Estimation of balance of nitrogen, phosphorus and potassium in relation to chemical fertilizer application in Japanse orchard fields. JARQ 34, 87-92. Idris K. 1996. Penyerapan hara oleh tanaman dan peranannya dalam metabolisme tanaman. Disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor, 25 November - 7 Desember 1996.
122 IFA. 2005. World Fertilizer Use Manual, Pineapple (Ananas comosus (L) Merr.). Publications – Manual pineapple.htm;08-05-05. Author: N.R.Su, Concil of Agriculture, Executive Yuan, Taipei, Taiwan. Jones JB. 1998. Plant Nutrition Manual. New York: CRC Press. Jones JB, Wolf B, and Mills HA. 1991. Plant Analysis Hanbook, a Practical Sampling, Preparation, Analysis, and Interpretation Guide. USA: MacroMicro Pub. Inc. Kasno A. Sulaeman, dan S.Dwiningsih. 2000. Penentuan ketersediaan fosfat tanah menggunakan kurva erapan pada sawah bukaan baru. Jurnal Tanah dan Iklim. 18:23 – 28. Kelly DS. 1993. Nutritional disorders. Di dalam: Broadley RH, Wasman III RC, and Sinclair EC . Editor. Pineapple Pests and Disordes. Australia. Queensland Dept. of Primary Industries. Hlm 33 – 42. Kidder G. 1993. Methodology for calibrating soil test. Soil and Crop Sci. Soc. Florida Proc. 52:70-73. Lakitan B. 2004. Persada.
Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Raja Grafindo
Lawlor DW, Lemaire G, and Gastal F. 2001. Nitrogen, plant growth and crop yield. Di dalam: Lea PJ, Jean F, Morot-Gaudry. Editor. Plant Nitrogen. Paris: INRA. Hlm. 343 – 367. Leiwakabessy FM. 1988. Kesuburan Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Leiwakabessy FM. 1996. Persiapan contoh, pembuatan ekstrak dan penetapan kandungan hara dalam contoh. Disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor 25 November - 7 Desember 1996. Leiwakabessy FM, dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor: Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Liu YJ, Laird DA, and Barak P. 1997. Fixation of Ammonium and Potassium Under Long Term Fertility Management. Soil Sci. Soc. Am.J. 61: 310314. Makarim AK. Hidayat A. Roechan S. Nasution I. Muhadjir MF. Ningrum S. Djazuli M. dan Murtado. 1993. Status P dan pendugaan keperluan pupuk pada padi sawah. Dalam Prosiding Lokakarya Penelitian Komoditas dan studi Khusus 1992. Volume 3: Padi. Hal 199 – 209. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
123
Malezieux E and Bartholomew DP. 2003. Plant Nutrition. di dalam: Bartholomew DP, Paul RE and Rohrbach KG. Edited. The Pineapple Botany, Production and Uses. USA. New York. CABI Pulising. Hlm. 143-166. Malo SE dan CW Campbell. 1994. The Pineapple. Fact Sheet HS-7, the Horticultural Sciences Departement, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. New York: Academic Press. Melsted, S.W., and T.R. Peck. 1973. The principles of soil testing. Di dalam : Walsh LM, and Beaton JD. Editor. Soil Testing and Plant Analysis. Madison, Wisconsin, USA: Soil. Sci. Soc.Amer. hlm 13-21. Mengel K. and Kirkby EA. 1987. Principles of Plant Nutrition. 4 Switzerland: International Potash Institute.
th
Edition.
Munson DM, and Nelson WL. 1990. Principles and practices in plant analysis. Di dalam: Westerman RL. editor. Soil Testing and Plant Analysis. Third Edition. Madison, Wisconsin, USA: Soil Sci. Soc. Amer. hlm 359-387. Mutscher H. 1995. Measurement and assessment of soil potassium. IPI Res. Topics No.4. Int. Potash Inst. Nakasone HY, and Paull RE. 1999. Pineapple..Di dalam: Tropical Fruits. New York, USA: CAB International. hlm 292-327. Nommik K, and Vahtras K. 1982. Retension and Fixation of Ammonium and Ammonia in Soils. Madison, Wisconsin, USA: Agronomi Monograph no.22, Nugroho B. 1996. Petak pemupukkan dan percobaan Minus One Test. Disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP). Bogor, 25 November - 7 Desember 1996. Nursyamsi D. 2002. Studi korelasi uji tanah hara K tanah Oxisol dan Inceptisols untuk Jagung (Zea mays). J. Tanah Trop. No. 15: 59-68. Nursyamsi D, Soepartini M, Damdam AM, Syarifudin, dan Sri Adinigsih J. 1994. Penelitian metode ekstraksi P tanah sawah di Sulawesi Selatan. Di dalam: Risalah Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm 1 -12.
124 Nursyamsi D, Sri Rochyati, dan Sulaeman. 2002. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K di Lahan Kering untuk Tanaman Jagung (Zea mays L.). Bogor :Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Olson RA, and Kurtz LT. 1985. Crop nitrogen requirements, utilization, and fertilization. Di dalam: F.J. Stevenson. editor. Nitrogen in Agricultural Soils. Madison, Wisconsin, USA. American Society of Agronomy, Inc. Crop Science Society of America, Inc. Soil Science Society of America, Inc. Publisher. hlm 567-604. Pusat Penelitian Tanah. 1995. Penilaian angka-angka hasil analisis tanah. Brosur, Pusat Penelitian Tanah, Bogor. [Puslittanak]. 1992a. Status Kalium dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan KCl Pada Tanah Sawah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bogor: Laporan Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat T.A. 1991/1992. [Puslittanak]. 1992b. Status Kalium dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan KCl Pada Tanah Sawah di Jawa Timur. Bogor: Laporan Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat T.A. 1991/1992. Poerwanto R. 2003. Peran Manajemen Budidaya Tanaman Dalam Peningkatan Ketersediaan dan Mutu Buah-Buahan. Bogor: Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Horti Kultura Fakultas Pertanian, IPB. Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Bandung. Penerbit Angkasa. Purnomo J, Maryam, dan Wigena IGP. 2003. Pengaruh pemberian pupuk P dan bahan organik terhadap serapan dan kadar seng pada Oxic Dystrudepts dari Jambi. Di dalam: Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Bandar Lampung, 29 – 30 September 2003. Buku II. Bogor: Pusar Penelitian dan Pengembangan Tanah dan agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 1 14. Py C, Lacoeuilhe JJ and Teisson C. 1987. The Pineapple, Cultivation and Uses. Editions G.-P. Maisonneuve, Paris. Rahim A. 1995. Pembinaan uji tanah hara makro dan mikro. Disajikan dalam: Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor, 23 Januari – 4Februari 1995. Sabiham S. 1996. Dasar, tujuan dan sasaran uji tanah dan analisis tanaman. Disajikan dalam: Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor, 25 November - 7 Desember 1996.
125
Salisbury FB, and Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Diah R. Lukman dan Sumaryono. penerjemah. Bandung: ITB Bandung. Terjemahan dari: Plant Physiology. Santoso D. dan Al-Jabri M. 1977. Percobaan Pemupukan N, P, dan K untuk Tanaman Jagung di Lampung. Bogor: Laporan Bagian Kesuburan Tanah No. 58. LP. Tanah, Bogor. Sarief ES. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pusaka Buana.
Bandung:
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Ilmu Tanah, Fakultas pertanian, IPB. Sri Adiningsih J, dan Sudjadi. 1983. Evaluation of different exracting methods for available pottasium in paddy soils. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 1 : 5-10. Sri Rochyati. 1996. Persiapan pelaksanaan percobaan uji korelasi dan kalibrasi. Disajikan dalam: Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor, 25 November - 7 Desember 1996. Subagyo H, Suharta N, dan Siswanto AB. 2000. Tanah-tanah pertanian Indonesia. Dalam: Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Bogor: Pusar Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 21-65. Suleman, Eviati S, Atikah, dan Sri Adiningsih J. 2000. Hubungan kuantitas dan intensitas kalium untuk menduga kemampuan tanah dalam persediaan hara kalium. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Reorientasi Pendayagunaan Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Cipayung –Bogor, 31 Oktober – 2 Nopember 2000. hlm 125-140. Suleman dan Eviati. 2002. Metode Analisis Uji Tanah. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Sutandi A. 1996. Rekomendasi pemupukan berdasarkan DRIS (The Diagnosis and Recommendation Integrated System). Disajikan dalam: Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor, 25 November - 7 Desember 1996. Sutriadi MT, dan Nursyamsi D. 2002. Pemilihan metode ekstraksi hara K di Ultisols, Inceptisols, dan Vertisols untuk Kedelai (Glycine max L. Merril). Makalah Dipresentasekan pada: Seminar Nasional Sumber Daya Lahan.
126 Hotel Safari Garden, Cisarua, 6-7 Agustus 2002. Bogor: Puslitbangtanak Bekerjasama dengan HITI dan MKTI. Sutriadi MT, Nursyamsi D, dan Kurnia U. 2003. Korelasi uji tanah hara P pada Typic Kandiudults di Lampung untuk kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Di dalam: Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Bandar Lampung, 29 – 30 September 2003. Buku II. Bogor: Pusar Penelitian dan Pengembangan Tanah dan agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 87 – 96. Syers JK, Browman MG, Smillie GW, and Corey RB. 1973. Phosphate sorption by soils evaluated by the Langmuir Adsorption Equation. Soil Sci.Soc. Amer. Proc. 37: 358-363. Tan KH. 1982. Principles of Soil Chemistry. New York: Madison avenua, Marcel Dekker, Inc. Tan KH. 1996. Soil Sampling, Preparation, and Analysis. Madison Avenue, New York. Marcel Dekker, Inc. Taiz L, and Zeiger E. 1991. Cummings Pub.Co., Inc.
Plant Physiology, California; The Benjamin/
Terry N, and Ulrich A. 1993. Effect of phosphorus diviciency on the photosinthesis and respiration of leaves in sugar beet. Plant Physiol. 51: 43-47. Tisdale SL, Nelson WL, and Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th Edition. New York: Macmillan Publishing Company. Thompson LM, and Troeh FR. 1978. Soil and Soil Fertility. New york: Mc Graw-Hill Book Company. Van Dijk H. 1971. Colloid chemical properties of humic matter. Di dalam: Mc Laren, A.D. and J. Skujins. Editor. Soil Biochemistry. New York: Marcel Dekker Inc.,. hlm 139 –239. Waugh DL, Cate RB Jr and Nelson LA. 1973. Discontinuous Model for Correlation, Interprestasi, and Utilization of Soil Analysis and Fertilizer Respons Data. Teknical Buletin No. 7. International Soil Fertility Evaluation and Improvement Program. Nort Carolina State University at Raleigh. Wee YC, and Thongtham MLC. 1997. Ananas comosus (L.) Merr.Di dalam: Verheij EWM, dan Coronel RE. editor. Prosea Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. Buah-Buahan Yang Dapat Dimakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Bekerja Sama Dengan Prosea Indonesia dan European Commision. hlm 68 -76.
127 Weinbaum SA, Johnson RS, and DeJong TM. 1992. Causes and consequences of overfertilization in orchards. Hort Technology 2: 112-121. Widjaja-Adhi IPG. 1996. Penggunaan uji tanah dan analisa daun sebagai dasar rekomendasi pemupukan. Disajikan Dalam: Pelatihan Optimalisasi Pemupukan. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Fakultas Pertanian IPB, Bogor, 19-31 Januari 1996. Widjaja-Adhi IPG, dan Widjik IM. 1984. Pemilihan dan kalibrasi uji tanah hara P untuk tanaman kentang pada Tanah Hydric Dystrandepts. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, 3: 42-46. Williams CN, and Joseph KT. 1974. Climate, Soil and Crop Production in The Humid Tropics. Rev, ed. London: Oxford University Press. Zeng Q, Brown PH, and Holtz BA. 2001. Potassium fertilization affects soil K, leaf K concentration, and nut yield and quality of mature pistachio trees. Hort Science. 36 (1) : 85 – 89.
128 Lampiran 1 Denah penelitian evaluasi kesuburan tanah Inceptisol,Ultisol, dan Andisol untuk tanaman nenas dengan Minus One Test I D NK T NK C TP J NPK D NPK T NPK C NP J NP D PK T NP C NK J TP D TP T TP C PK J PK D NP T PK C NPK J NK II D NK D NP D TP D PK D NPK
J NPK J NK J PK J TP J NP
T PK T TP T NP T NK T NPK
C NP C NK C NPK C PK C TP
T PK T TP T NPK T NK T NP
C NP C TP C NK C PK C NPK
J NP J NK J NPK J PK J TP
D TP D NPK D NP D NK D PK
III
Lampiran 2 Denah penelitian pengaruh pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nenas I
N4
N3
N2
N1
N0
N0
N3
N0
N3
II N1
N2
N4 III
N1
N4
N2
129 Lampiran 3 Denah penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah hara fosfor untuk tanaman nenas I Pm P0
Psr P2
Pr P1
Pt P4
Pst P3
Pm P2
Psr P3
Pr P3
Pt P3
Pst P0
Pm P3
Psr P4
Pr P4
Pt P2
Pst P4
Pm P1
Psr P1
Pr P2
Pt P0
Pst P2
Pm P4
Psr P0
Pr P0
Pt P1
Pst P1
II Pt P3
Pr P0
Pst P2
Psr P2
Pm P3
Pt P4
Pr P1
Pst P0
Psr P1
Pm P1
Pt P1
Pr P4
Pst P4
Psr P0
Pm P0
Pt P0
Pr P3
Pst P1
Psr P4
Pm P4
Pt P2
Pr P2
Pst P3
Psr P3
Pm P2
III Pm P3
Psr P4
Pt P0
Pst P2
Pr P1
Pm P4
Psr P2
Pt P2
Pst P3
Pr P4
Pm P0
Psr P3
Pt P3
Pst P1
Pr P0
Pm P2
Psr P0
Pt P1
Pst P0
Pr P3
Pm P1
Psr P1
Pt P4
Pst P4
Pr P2
130 Lampiran 4 Denah penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah hara kalium untuk tanaman nenas I Kt K2
Kr K3
Ksr K2
Kst K3
Km K1
Kt K0
Kr K0
Ksr K1
Kst K0
Km K0
Kt K3
Kr K2
Ksr K0
Kst K4
Km K4
Kt K1
Kr K1
Ksr K4
Kst K2
Km K2
Kt K4
Kr K4
Ksr K3
Kst K1
Km K3
II Ksr K0
Km K4
Kst K4
Kr K0
Kt K1
Ksr K1
Km K3
Kst K3
Kr K3
Kt K3
Ksr K2
Km K1
Kst K1
Kr K4
Kt K4
Ksr K3
Km K2
Kst K2
Kr K2
Kt K0
Ksr K4
Km K0
Kst K0
Kr K1
Kt K2
III Km K4
Ksr K0
Kr K1
Kt K2
Kst K4
Km K0
Ksr K4
Kr K0
Kt K0
Kst K3
Km K1
Ksr K3
Kr K2
Kt K1
Kst K2
Km K3
Ksr K1
Kr K3
Kt K4
Kst K1
Km K2
Ksr K2
Kr K4
Kt K3
Kst K0
131
Lampiran 5 Metode analisis nitrogen total dengan metode Kjeldahl Alat-alat: Alat “Digestin Block”, 40 lubang dengan pengatur, tabung destruksi 75 ml dengan tanda garis pada 30 ml, penyulingan nitrogen, titrator lengkap dengan pengaduk magnit, labu didih 250 ml, dan erlenmeyer 125 ml. Pereaksi 1. Asam sulfat pekat p.a. 2. Campuran selen. Dicampurkan 100 gram K2SO4 atau Na2SO4 anhidrous dan 1 gram tepung selen, digerus sampai halus dan homogen. 3. Larutan natrium hidroksida 30 %. Dilarutkan 800 gram hablur NaOH teknis dalam piala gelas dengan 1 liter air murni. Setelah dingin diencerkan sampai menjadi 2 liter. 4. Larutan asam borat 1 %. Dilarutkan 10 gram hablur H3BO3 p.a. dengan air murni sampai menjadi 1 liter. 5. Indikator campuran MM-HBK. Dilarutkan 0.155 gram hijau bromokresol dan 0.100 gram merah metil dengan 200 ml etil alcohol 95 %. 6. Larutan standard asam sulfat 0.05 N. Dipipet 50 ml larutan standar H2SO4 1,000 N ke dalam labu ukur 1000 ml. Diencerkan dengan air murni sampai tanda garis 1 liter. Larutan standard H2SO4 dibuat dari larutan standar “titrisol” H2SO4. 7. Batu didih atau batu apung yang dihaluskan. Cara Kerja 1. Ditimbang 1.000 gram contoh tanah halus, dimasukkan ke dalam tabung destruksi. Ditambahkan 0.6 gram campuran selen dan 4.5 ml H2SO4 pekat. Diaduk dan didestruksi di atas alat “ Digestion Block”. 2. Didestruksi mula-mula pada suhu 150 oC selama 30 menit. Setelah itu suhu dinaikkan sampai 350 oC dan destruksi dilajutkan sampai larutan destruksi jernih dan keluar uap putih. 3. Tabung destruksi diturunkan, setelah dingin ditambahkan sedikit air murni, dikocok lalu dipindahkan semuanya ke dalam labu didih, tambahkan setengah sendok batu didih lalu diencerkan dengan air murni sampai terisi 100 ml. 4. Erlenmeyer 125 ml diisi 20 ml larutan asam borat 1 % dan 5 tetes indicator campuran MM-HBK dan dihubungkan dengan alat penyuling dan dipanaskan untuk menyuling NH3. Penyulingan dihentikan setelah 25 ml cairan tersuling. 5. Erlenmeyer penampung diturunkan, lalu pembakar dimatikan dan NH3 yang tertampung dititar dengan larutan standar H2SO4 0.05 N. Larutan standard yang digunakan dicatat.
132 Perhitungan Persen N = ( a – b ) x 0.07 x FK Dimana : a = ml H2SO4 titar contoh. b = ml H2SO4 titar blangko. FK = faktor koreksi kelembaban. Lampiran 6 Pengekstrak Morgan-Wolf untuk hara fosfor Alat-alat: Neraca 3 desimal, tabung reaksi, dispenser 25 ml, kertas saring, botol kocok plastik, pipet volume 1,2, dan 5 ml, pipet ukur 10 ml, mesin kocok bolak balik 180 goyangan per menit, flamefotometer, AAS, Spekrofotometer. Pereaksi 1. Pengekstrak Morgan-Wolf. Dilarutkan 100 g Na-asetat (NaC2H3O2.3H2O) dalam labu ukur 1000 ml ditambahkan 30 ml asam asetat glasial dan 0.05 g DTPA (diethylene triamine penta acetic acid). Diencerkan dengan air murni sampai 950 ml dan pH ditetapkan pada 4.8 dengan penambahan asam asetat. Setelah pH nya tercapai, impitkan sampai tanda garis 1000 ml dan dikocok. 2. Karbon aktif. 3. Pengekstrak Morgan-Wolf pekat 4x Cara kerja sama seperti pembuatan pengekstrak Morgan-Wolf dengan menggunakan bahan 4x, kecuali pengenceran tetap hingga 1 liter. 4. Standar pokok 1000 ppm N-NH4+ Dirtimbang 4.7143 serbuk (NH4)2SO4 p.a. (kering105 oC) ke dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 liter dan kocok hingga larutan homogen. 5. Standar 20 ppm N-NH4 dibuat dengan memipet 2 ml standar pokok 1000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan pengekstrak MorganWolf hingga tepat 100 ml. 6. Deret standar 0-20 ppm NH4+ Dipipet 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml standar 20 ppm N- NH4+ masing-masing ke dalam tabung reaksi. Tambahkan pengekstrak Morgan-Wolf hingga semuanya menjadi 10 ml. Deret standar ini memiliki kepekatan 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran. 7. Larutan Na-fenat Ditimbang 100 gram serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 liter. Setelah dingin tambahkan 125 gram serbuk fenol dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter. 8. Larutan sangga Tartrat Ditimbang 50 gram serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 liter. Setelah dingin tambahkan 50 gram serbuk K,Na-tartrat dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter. 9. Natrium hipokotil (NaOCl) 5 %.
133 10. Larutan brucine 2 % Dilarutkan 2 gram brucine dengan pengekstrak Morgan-Wolf hingga 100 ml. 11. Pereaksi P pekat Dilarutkan 12 gram (NH4)6Mo7O24. 4H2O dalam 100 ml air. Tambahkan 140 ml H2SO4 pekat dan 0.227 gram K (SbO)C4H4O6.0,5 H2O. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. 12. Pereaksi pewarna P pekat Ditimbang 0.53 gram asam askorbat ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah 50 ml pereaksi P pekat dan diencerkan dengan air bebas ion sampai tanda garis. 13. Standar pokok P 500 ppm Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO p.a. (kering 40oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43dari Titrisol. 14. Standar 50 ppm P Dipipet standar pokok 500 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 25 ml pengekstrak Morgan –Wolf pekat 4x dan kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. 15. Standar P 1 ppm Dipipet 2 ml standar 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan pengeksrak Morgan-Wolf hingga tepat 100 ml. 16. Deret standar P (0 -1 ppm) Dipipet berturut-turut 0; 1; 2;4;6;8; dan 10 ml standar 1 ppm P ke dalam tabung reaksi. Tambahkan pengekstrak Morgan-Wolf sehingga volume masing-masing menjadi 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0 – 4 ppm. Cara Kerja Ditimbang 20.00 gram contoh tanah halus < 2 mm dalam botol kocok 100 ml, tambahkan 1 ml karbon aktif dan 40 ml pengekstrak Morgan-Wolf. Kocok selama 5 menit dengan mesin pengocok pada minimum 180 goyangan/menit. Saring dengan kertas saring Whatman No.1 untuk mendapatkan ekstrak yang jernih. Pengukuran P Dipipet masing-masing 5 ml ekstrak contoh dan derat standar P ke dalam tabung kimia. Ditambahkan 1 ml pereaksi pewarna P. kocok dengan pengocok tabung sampai homogen dan biarkan selama 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan Kadar unsur (ppm) = Ac – Ab As
x ppm standar x 2 x Fk
Lampiran 7 Ekstrat HCl 25 % untuk hara fosfor dan kalium Alat-alat: Botol kocok, mesin kocok bolak-balik, alat pemusing, tabung reaksi, dispenser 10 ml, pipet volum/ukur, spektrofotometer UV-VIS, flamefotometer,
134
Pereaksi 1. HCl 25 % Encerkan 675.68 ml HCl pekat (37 %) dengan air bebas ion menjadi 1 liter. 2. Standar 0: Dipipet HCl 25 % dalam labu ukur 500 ml yang berisi kira-kira 200 ml air bebas ion. Kocok campuran dan impitkan dengan air bebas ion. 3. H2SO4 4 N: Masukkan sedikit demi sedikit 111.1 ml H2SO4 p.a. pekat (95 - 97 %) ke dalam labu ukur 1 liter yang telah diisi air sekitar 600 ml air bebas ion, aduk perlahan dan biarkan mendingin. Impitkan hingga 1 liter dengan air bebas ion dan setelah dingin dikocok sampai homogen. 4. Pereaksi P pekat : Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24. 4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0.227 g K (SbO) C4H4O6 0.5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. 5. Pereaksi pewarna P : Campurkan 1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. 6. Standar pokok P 500 ppm : Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43dari Titrisol. 7. Standar P 100 ppm : Dipipet 20 ml dari standar pokok 500 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml HCl 25 %, kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. 8. Deret Standar P : Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar 100 ppm P kedalam tabung reaksi. Masing-masing ditambah standar 0 hingga volume 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0 – 400 ppm. 9. Standar pokok K 2000 ppm : Dilarutkan 3.8138 gram KCl p.a. kering dalam labu ukur 1000 ml dengan air bebas ion sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar kalium dari Titrisol. 10. Standar K 500 ppm : Dipipet 25 ml larutan standar 2000 ppm K ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml HCl 25 %, kemudian diimpitkan dengan air bebas ion sampai tanda garis. 11. Deret standar K (0, 50, 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm) : Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml larutan standar K 500 ppm kedalam tabung reaksi, masing-masing ditambah standar 0 hingga volumenya menjadi 10 ml.
135 Cara Kerja 1. Ditimbang 2.00 gram contoh tanah ukuran < 2 mm, dimasukkan kedalam botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25 % lalu kocok dengan mesin kocok selama 5 jam. Dimasukkan kedalam tabung reaksi dibiarkan semalam atau dipusingkan. 2. Dipipet 0.5 ml ekstrat jernih contoh dan deret standar P. Tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x) dan dikocok. Pipet 2 ml larutan encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml larutan pereaksi pewarna P dan dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu ukur absorbansinya dengan spektro-fotometer pada panjang gelombang 693 nm. 3. Untuk kalium, ekstrat encer contoh dan deret standar K diukur langsung dengan alat flamefotometer. Perhitungan Kadar P potensial (mg/100g) =
ml ekstrak AC − Ab x x ppm standar x 10 x FK As g contoh Kadar K potensial (mg/100g) =
ml ekstrak AC − Ab x x ppm standar x 10 x FK As g conth Keterangan : Fk = faktor koreksi kadar air Ac, Ab, dan As adalah pembacaan contoh, blanko, dan deret standar P2O5 = 2.29 P PO4 = 3.06 P K2O = 1.20 K Lampiran 8 Ekstrat Olsen untuk hara fosfor dan kalium Alat-alat: Botol kocok 50 ml, kertas saring, tabung reaksi, pipet 2 ml, dispenser 20 ml, mesin pengocok, dan spektrofotometer UV-VIS. Pereaksi 1. Pengestrak NaHCO3 0.5 M, pH 8.5 : Dilarutkan 42.0 gram NaHCO3 dengan air bebas ion menjadi 1 liter, pH larutan ditetapkan menjadi 8.5 dengan penambahan NaOH. 2. Pereaksi P pekat : Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24. 4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0.227 g K (SbO) C4H4O6 0.5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. 3. Pereaksi pewarna P : Campurkan 1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru.
136 4. Standar pokok P 500 ppm : Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43dari Titrisol. 5. Standar 5 ppm P : Dipipet 1 ml larutan standar pokok 500 ppm kedalam labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 100 ml. 6. Deret standar P : Dipipet berturut-turut 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2 ml larutan standar 5 ppm P kedalam tabung reaksi, diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 2 ml. 7. Standar pokok K 1000 ppm Dilarutkan 1.9069 gram KCl p.a. kering dalam labu ukur 1000 ml dengan air bebas ion sampai tanda garis. Dapat juga digunakan standar kalium dari Titrisol. 8. Standar K 250 ppm Dipipet 25 ml larutan standar 1000 ppm K ke dalam labu ukur 100 ml. Diimpitkan dengan pengekstrak sampai tanda garis. 9. Deret standar K (0, 25, 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml larutan standar K 250 ppm ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambah pengekstrak hingga volumenya menjadi 10 ml. Cara kerja 1. Ditimbang 1.0 gram contoh tanah < 2mm, dimasukkan kedalam botol kocok, ditambah 20 ml pengekstrak Olsen, kemudian dikocok selama 30 menit. Disaring dan bila larutan keruh dikembalikan lagi ke atas saringan semula. Ekstrak dipipet 2 ml kedalam tabung reaksi dan selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat, kocok hingga homogen dan biarkan 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. 2. Untuk kalium, ekstrak contoh dan deret standar dipipet kedalam tabung reaksi masing-masing 1 ml, tambahkan 9 ml air bebas ion, kocok dan diukur dengan alat flamefotometer atau AAS. Perhitungan Kadar P,dan K tersedia (ppm) =
AC − Ab x ppm standar x 20 x FK As
Angka 20 = ml ekstrat/g contoh
Lampiran 9 Penetapan fosfor dan kalium tersedia cara Bray-1 Alat-alat Dispenser 25ml, tabung reaksi, pipet 2 ml, kertas saring, botol kocok 50 ml, mesin pengocok, dan spektrofotometer.
137 Pereaksi 1. HCl 4 N : Sebanyak 33.3 ml HCl p.a pekat (37 %) dimasukkan dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi sekitar 50 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 100 ml. 2. Pengekstrak Bray dan Kurts I (larutan 0.025 N HCl + NH4F 0.025 N) Ditimbang 0.92 gram hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air bebas ion, ditambahkan 6.25 ml HCl 4 N, kemudian diencerkan sampai 1 liter. 3. Pereaksi P pekat : Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24. 4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0.227 g K (SbO) C4H4O6 0.5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. 4. Pereaksi pewarna P : Campurkan 1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. 5. Standar pokok P 500 ppm : Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43dari Titrisol. 6. Standar 5 ppm P: Dipipet 1 ml larutan standar 500 ppm ke dalam labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Bray 1 hingga 100 ml. 7. Deret Standar P : Dipipet masing-masing 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2 ml standar P 5 ppm, kedalam tabung reaksi. Diencerkan dengan pengekstrak Bray dan Kurt I menjadi 2.0 ml. 8. Standar pokok K 1000 ppm Dilarutkan 1.9069 gram KCl p.a. kering dalam labu ukur 1000 ml dengan air bebas ion sampai tanda garis. Dapat juga digunakan standar kalium dari Titrisol. 9. Standar K 250 ppm Dipipet 25 ml larutan standar 1000 ppm K ke dalam labu ukur 100 ml. Diimpitkan dengan pengekstrak sampai tanda garis. 10. Deret standar K (0, 25, 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml larutan standar K 250 ppm ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambah pengekstrak hingga volumenya menjadi 10 ml. Cara kerja 1. Ditimbang 2.5 gram contoh tanah <2 mm, ditambah pengekstrak Bray dan Kurt I sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Disaring dan bila larutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih kedalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur absobansinya dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
138 2. Untuk kalium, ekstrak contoh dan deret standar dipipet kedalam tabung reaksi masing-masing 1 ml, tambahkan 9 ml air bebas ion, kocok dan diukur dengan alat flamefotometer atau AAS. Perhitungan Kadar P, dan K tersedia (ppm) =
AC − Ab x ppm standar x 10 x FK As
Lampiran 10 Penetapan fosfor dan kalium tersedia cara Bray-2 Alat-alat: Dispenser 25ml, tabung reaksi, pipet 2 ml, kertas saring, botol kocok 50 ml, mesin pengocok, dan spektrofotometer. Pereaksi 1. HCl 4 N : Sebanyak 33.3 ml HCl p.a pekat (37 %) dimasukkan dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi sekitar 50 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 100 ml. 2. Larutan pengekstrak Bray dan Kurts II Hablur NH4F ditimbang 0.926 gram dan dilarutkan dengan 600 ml air bebas ion, ditambahkan 6.25 ml HCl 4 N kemudian diencerkan sampai 1 liter. 3. Pereaksi P pekat : Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24. 4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0.227 g K (SbO) C4H4O6 0.5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. 4. Pereaksi pewarna P : Campurkan 1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. 5. Standar pokok P 500 ppm : Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43dari Titrisol. 6. Standar 5 ppm P: Dipipet 1 ml larutan standar 500 ppm ke dalam labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Bray II hingga 100 ml. 7. Deret Standar P : Dipipet masing-masing 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2 ml standar P 5 ppm, kedalam tabung reaksi. Diencerkan dengan pengekstrak Bray dan Kurt II menjadi 2.0 ml. 10. Standar pokok K 1000 ppm Dilarutkan 1.9069 gram KCl p.a. kering dalam labu ukur 1000 ml dengan bebas ion sampai tanda garis. Dapat juga digunakan standar kalium dari Titrisol. 11. Standar K 250 ppm
139 Dipipet 25 ml larutan standar 1000 ppm K ke dalam labu ukur 100 ml. Diimpitkan dengan pengekstrak sampai tanda garis. 12. Deret standar K (0, 25, 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml larutan standar K 250 ppm ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambah pengekstrak hingga volumenya menjadi 10 ml. Cara kerja 1. Contoh tanah ditimbang 2.5 gram dan dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambahkan 25 ml pengekstrak Bray dan Kurts II lalu dikocok selama 5 menit. Selanjutnya larutan tersebut disaring, kemudian ekstrak jernih dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat, dikocok hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. 2. Untuk kalium, ekstrak contoh dan deret standar dipipet kedalam tabung reaksi masing-masing 1 ml, tambahkan 9 ml air bebas ion, kocok dan diukur dengan alat flamefotometer atau AAS. Perhitungan Kadar P dan K tersedia (ppm)=
ml ekstrak AC − Ab x x ppm standar x FK As g contoh
Lampiran 11 Penetapan fosfor dan kalium tersedia dengan metode Mehlich-1 Alat-alat: Dispenser 25ml, tabung reaksi, pipet 2 ml, kertas saring, botol kocok 50 ml, mesin pengocok, dan spektrofotometer. Pereaksi 1. Pereaksi Mehlich I. Campuran 0.05 N HCl dalam 0.025 N H2SO4 Dipipet 4 ml HCl pekat dan 0.7 ml H2SO4 p.a. ke dalam labu ukur 1 liter dan diencerkan dengan air bebas ion sampai tanda garis. 2. Pereaksi P pekat : Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24. 4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0,227 g K (SbO) C4H4O6 0.5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. 3. Pereaksi pewarna P : Campurkan 1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. 4. Standar pokok P 500 ppm : Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43dari Titrisol.
140 5. Standar 5 ppm P: Dipipet 1 ml larutan standar 500 ppm ke dalam labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Bray 1 hingga 100 ml. 6. Deret Standar P : Dipipet masing-masing 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2 ml standar P 5 ppm, kedalam tabung reaksi. Diencerkan dengan pengekstrak Bray dan Kurt I menjadi 2.0 ml. 7. Standar pokok K 1000 ppm Dilarutkan 1.9069 gram KCl p.a. kering dalam labu ukur 1000 ml dengan air bebas ion sampai tanda garis. Dapat juga digunakan standar kalium dari Titrisol. 8. Standar K 250 ppm Dipipet 25 ml larutan standar 1000 ppm K ke dalam labu ukur 100 ml. Diimpitkan dengan pengekstrak sampai tanda garis. 9. Deret standar K (0, 25, 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml larutan standar K 250 ppm ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambah pengekstrak hingga volumenya menjadi 10 ml. Cara kerja 1. Ditimbang 5 gram tanah kering udara kehalusan < 2 mm masukkan kedalam botol kocok 50 ml dan ditambahkan 25 ml pengektrak Mechlich. Dikocok selama 5 menit dengan mesin kocok bolak balik dengan osilasi 180/menit. Saring dengan kertas saring Whatman no.1. Disaring dan bila larutan keruh dikembalikan keatas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. 2. Untuk kalium, ekstrak contoh dan deret standar K dipipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 1 ml, tambahkan 9 ml air bebas ion, kocok dan diukur dengan alat flamefotometer atau AAS. Perhitungan Kadar P, dan K tersedia (ppm) = Ac – Ab x ppm standar x ml ekstrak x Fk As g contoh Lampiran 12 Pengekstrak Truog untuk hara fosfor Alat-alat: Dispenser 25ml, tabung reaksi, pipet 2 ml, kertas saring, botol kocok 50 ml, mesin pengocok, dan spektrofotometer. Pereaksi 1. Pereaksi Truogh Asam sulfat 0.002 N yang mengandung 3 gram perliter ammonium sulfat. Pipet 10 ml H2SO4 0.2 N pekat dan 3 gram NH4SO4 p.a. ke dalam labu ukur 1 liter, encerkan dengan air bebas ion hingga tanda tera.
141 2. Pereaksi P pekat : Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24. 4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0,227 g K (SbO) C4H4O6 0.5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. 3. Pereaksi pewarna P : Campurkan 1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. 4. Standar pokok P 500 ppm : Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43dari Titrisol. 5. Standar 5 ppm P: Dipipet 1 ml larutan standar 500 ppm ke dalam labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Truogh hingga 100 ml. 6. Deret standar P : Dipipet masing-masing 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2 ml standar P 5 ppm, kedalam tabung reaksi. Diencerkan dengan pengekstrak Truogh menjadi 2.0 ml. Cara kerja Ditimbang 0.5 gram tanah kering udara kehalusan < 0.5 mm, masukkan kedalam botol kocok 50 ml dan ditambahkan 50 ml pengekstrak Truogh lalu dikocok selama 30 menit dengan kocokan bolak balik dengan osilasi 180/menit. Selanjutnya larutan tersebut disaring dengan kertas saring whatman no.1. Disaring dan bila larutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan Kadar P tersedia (ppm) = Ac – Ab x ppm standar x ml ekstrak x Fk As g contoh Lampiran 13 Penetapan kalium tersedia dengan pengekstrak NH4OAc, pH 7.0 Alat-alat: Dispenser 25ml, tabung reaksi, pipet 2 ml, kertas saring, botol kocok 50 ml, mesin pengocok, dan spektrofotometer. Pereaksi 1. Pengesktrak ammonium asetat 1 N pH 7.0. Dilarutkan 57 ml asam asetat glacial 100 % dengan 750 ml air murni dan sambil digoyangkan ditambah 69 ml NH4OH 32 %. Setelah pH ditetapkan menjadi 7.0 dengan penambahan asam asetat atau NH4OH encer lalu diencerkan sampai isi 1 liter.
142 2. Larutan standar nol. Diencerkan 25 ml larutan pengekstrak NH4-asetat 1 N pH 7.0 dengan air murni dalam labu ukur 500 ml sampai tanda garis. 3. Larutan standard 20 ppm K. Ke dalam labu ukur 500 ml dimasukkan 10 ml larutan standard 1000 ppm K, dan 25 ml larutan pengekstrak NH4-asetat 1 N pH 7.0. Diencerkan dengan air murni sampai tanda garis 500 ml. Larutan standard 1000 ppm K dibuat dari larutan standard titrisol. Cara kerja 1. Ditimbang 5.00 gram contoh tanah halus dalam botol kocok. Ditambahkan 25 ml larutan pengekstrak NH4-asetat 1 N pH 7.0 dan dikocok dengan mesin kocok 180 goyangan per menit selama 5 menit. Disaring atau disentrifusi untuk mendapatkan ekstrak jernih. 2. Dipipet 0.25 ml ekstrak jernih kedalam tabung reaksi, diencerkan dengan 4.75 ml air murni. Kadar kalium dalam ekstrak encer diukur dengan Atomic Absorption Spectrophotometer dengan deret standard K sebagai pembanding. 3. Alat dipersiapkan untuk pengukuran K. Setelah alat dikalibrasi dengan deret standard K baru diukur contoh. Setiap pengukuran 10 contoh alat dikalibrasi dengan standard nol. Menyediakan deret standar Ke dalam masing-masing tabung reaksi diisi : 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml larutan standard 20 ppm K. Diencerkan dengan larutan standar nol sampai semuanya menjadi 10 ml. Deret standar ini berturut-turut mengandung : 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm unsur K. Cara menghitung Dibuat kurva standard K berdasarkan kepekatan K ( 0 – 20 ppm ) dan pembacaan alat. Kepekatan K dalam ekstrak yang diukur dicari dalam kurva standar. ppm K = 50 x a x FK. Dimana : a = ppm K dalam ekstrak encer. FK = faktor koreksi kelembaban.
Lampiran 14 Penetapan kalium tersedia dengan pengekstrak NH4OAc, pH 4.8 (Morgan-Venema) Alat-alat: Tabung reaksi, neraca 3 desimal, dispencer 25 ml, pipet volum 1, 2, dan 5 ml, pipet ukur 10 ml, labu ukur 100 ml, labu semprot, alat sentrifus atau kertas saring, mesin kocok balak balik 180 goyangan per menit, dan AAS. Pereaksi: 1. pengekstrak ammonium asetat 1 M pH 4.8
143 NH4OAc 1 M sebanyak 57.7 g dilarutkan dengan air bebas ion sambil digoyang hingga mencapai 900 ml. Setelah pH ditetapkan menjadi 4.8 lalu diencerkan menjadi 1 liter dan dikocok hingga homogen. 2. Larutan 0 Diencerkan 25 ml larutan penegkstrak NH4OAc 1 M pH 4.8 dengan air murni dalam labu ukur 500 ml sampai tanda garis. 3. Larutan standard 20 ppm K Masukan 10 ml larutan standar 1000 ppm K, dan 25 ml larutan pengekstrak NH4OAc 1 M pH 4.8 kedalam labu ukur dan encerkan dengan air murni sampai tanda garis 500 ml. Larutan standar 1000 ppm K dibuat dari larutan standard titrisol. Menyediakan deret standar: Larutan standar campuran 20 ppm K dipipet sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml, masing-masing dimasukan kedalam tabung reaksi dan diencerkan dengan larutan standar 0 sampai menjadi 10 ml. Deret standard ini berturut-turut mengandung 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm unsur K. Cara kerja: 1. Timbang 5 g contoh tanah halus dalam botol kocok. Tambahkan 25 ml larutan pengekstrak NH4OAc 1 M pH 4.8 dan dikocok dengan mesin pengocok 180 goyangan per menit selama 5 menit. Kemudian disaring untuk mendapatkan ekstrak jernih. 2. Siapkan juga blangko 0 3. Pipet 0.25 ml ekstrak jernih kedalam tabung reaksi, diencerkan dengan 4.75 ml air bebas ion. Kadar Kalium dalam ekstrak encer diukur dengan AAS dengan deret standard K sebagai pembanding. 4. Alat dipersipkan untuk pengukuran K. Sebelum pengukuran alat dikalibrasi dengan deret standard K, kemudian diukur contoh. Setiap pengukuran 10 contoh, alat dikalibrasi dengan standar 0. Perhitungan: Buat kurva standard K berdasarkan kepekatan K (0 – 20 ppm) dan pembacaan alat. Kepekatan K dalam ekstrak yang diukur dicari dalam kurva standard. Ppm K = 200 x (A contoh/A standard) x ppm standard x FK Dimana : A = Absorband FK = faktor koreksi kelembaban Lampiran 15 Erapan P dalam CaCl2 0.01 M (Metoda Fox dan Kamprath) Alat-alat: Tabung sentrifusi 50 ml, pipet 20 ml, mesin kocok, tabung reaksi, dan spektrofotometer UV-VIS. Pereaksi 1. Larutan CaCl2 0.1 M Dilarutakan 14.7 g CaCl2.2H2O dengan air bebas ion hingga 1 liter.
144 2. Larutan CaCl2 0.01 M Larutan CaCl2 0.1 M diencerkan 10 x dengan air bebas ion. 3. Larutan standard pokok 500 ppm P 4. Pereaksi P pekat 5. Pereaksi pewarna P pekat 6. Larutan deret kepekatan P Dipipet 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10 ml standard pokok 500 ppm P kedalam labu ukur 100 ml, masing-masing ditambahkan 10 ml larutan CaCl2 0.1 M dan kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. Larutan-larutan ini mempunyai kepekatan 0, 5, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm P. Deret kepekatan P dapat dibuat sesuai keperluan dengan menambah atau mengurangi volume pemipetan standard pokok P. 7. Standar P 50 ppm Dipipet 10 ml standard pokok 500 ppm K kedalam labu ukur 100 ml. Tambahkan larutan CaCl2 0.1 M dan kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. 8. Standar P 1 ppm Dipipet 2 ml standard 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan larutan CaCl2 0.01 M hingga tepat 100 ml. 9. Deret standard P (0 – 1 ppm) Dipipet berturut turut 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml standard 1 ppm P kedalam tabung reaksi. Tambahkan larutan CaCl2 0.01 M sehingga volume masing-masing menjadi 10 ml. Bila menggunakan standard PO43-, deret standard dibuat dengan kepekatan 0 – 4 ppm. Cara kerja Ditimbang 2.00 g tanah untuh setiap tingkat kepekatan P dan masing-masing dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi. Masing-masing ditmbahkan 20 ml larutan deret kepekatan P. Inkubasi selama 6 hari sambil dikocok 2x30 menit/hari (pagi da siang). Setelah selesai inkubasi, campuran disentrifus untuk mendapatkan cairan jernih. Dipipet 5 ml ekstrak jernih contoh dan deret standard P (0 – 1 ppm) ke dalam tabung kimia, ditambah 1 ml pereaksi pewarna pekat, kocok dan biarkan selama 30 menit. Ukur absorbansi larutan dengan spekrifotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan: 1. P dalam larutan tanah (µg P/ml) = (Ec/Ec) x ppm standard 2. P die rap = (P ditmbahkan – P larutan tanah) x 10 x FK (µg P/ g tanag) (µg P/ml) (µg P/ml) 3. Dibuat kurva hubungan P dalam larutan (sumbu X) dengan P dierap (sumbu Y) pada kertas grafik semilog. Kebutuhan pupuk P untuk mencapai kadar P tertentu dalam larutan (misalnya 0.02 ppm P) dicari dari kurva atau model erapan. Lampiran 16 Analisis kimia jaringan tanaman 1. Persiapan contoh 1. Contoh yang berasal dari lapangan sebelum dianalisis terlebih dahulu dicuci dengan air bebas ion untuk menghilangkan debu-debu dan kotoran lainnya
145 yang dapat memberikan kesalahan pada hasil analisis. Contoh tanaman tersebut secepatnya dikeringkan dalam oven berkipas, bila perlu sbelumnya dipotong-potong agar pengeringan lebih cepat dan oven diset pada temperatur 70 oC. 2. Contoh yang telah kering kemudian digiling dengan grinder mesin yang menggunakan filter dengan kehalusan 0.5 mm. Contoh yang telah digiling dimasukkan kedalam botol plastik ditutup rapat-rapat agar tidak terkontaminasi dan diberi nomor urut sesuai dengan nomor percobaan atau perlakuan. Contoh-contoh tersebut siap untuk dianalisis kimia. 2. Penetapan kadar air Alat-alat Botol timbang, neraca analitik, oven, dan eksikator. Cara kerja Ditimbang 1 gram contoh tanaman dengan kehalusan < 0,5 mm ke dalam botol timbang yang telah diketahui bobot kosongnya. Masukkanlah kedalam oven yang diset 105 oC selama 4 jam. Angkat, dinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali. Perhitungan. Kadar air (%)
= Kehilangan berat x 100 Berat contoh asal Faktor koreksi (Fk) = 100 100 – kadar air
3. Pengabuan basah dengan H2SO4 dan H2O2 Alat alat: Neraca analitik 3 desimal, tabung digestion dan blok digestion, pengocok tabung, dispenser, alat destilasi, labu didih 250 ml, erlenmeyer 100 ml bertera, tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS, 10.AAS, flamefotometer. Pereaksi. H2SO4 pekat (95-97 %) p.a., H2O2 pekat (30 %) p.a., Larutan NaOH 40 %, Larutan baku H2SO4 0.050 N, Penunjuk Conway, Asam borat 1 %, dan Batu didih. Standard 0. Encerkan ekstrak blangko dengan air bebas ion menjadi 50 ml. Jumlah blanko yang dikerjakan disesuaikan dengan volume standar 0 yang diperlukan. Standard 1000 ppm N. Ditimbang 4.7143 serbuk (NH4)2SO4 p.a. ke dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 liter dan kocok hingga larutan homogen. Standard 20 ppm N. Pipet 2 ml standar pokok 1000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan standar 0 hingga tepat 100 ml. Deret standard 0 – 20 ppm N.
146 Dipipet 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml standar N 20 ppm masing-masing ke dalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0 hingga semuanya menjadi 10 ml. deret standar ini memiliki kepekaan 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran. Larutan Na-fenat. Ditimbang 100 gram serbuk NaOH p.a. dan larutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 liter. Setelah dingin tambahkan 125 gram serbuk fenol dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter. Larutan sangga Tartrat. Ditimbang 50 gram serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 liter. Setelah dingin tambahkan 50 gram serbuk K, Na-tartrat dan aduk hingga larut. Dincerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter. Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 %. Pereaksi P pekat. Dilarutkan 12 gram (NH4)6Mo7O24.4H2O dalam 100 ml air. Tambahkan 140 ml H2SO4 pekat dan 0.227 gram K (SbO)C4H4O6.0,5H2O. jadikan 1 liter dengan air bebas ion. Pereaksi pewarna P. Campurkan 1.06 gram asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air murni. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. Standar pokok P 500 ppm. Dilarutkan 2.1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43- dari Titrisol. Standar P 50 ppm. Dipipet 10 ml standar pokok 500 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml. Diimpitkan dengan standar 0 hingga 100 ml. Deret standar P (0-50 ppm). Dipipet berturut-turut 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml standar 50 ppm P ke dalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0 hingga volume masing-masing menjadi 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0 – 200 ppm. Standar 250 ppm K. Dipipet 25.0 ml standar pokok 1000 ppm K, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan perlahan ekstrak 2 buah blanko. Bilas tabung dengan air bebas ion dan masukkan air bilasan ke dalam labu. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 100 ml.
147 Deret standar K (0 – 250 ppm). Dipipet standar campur sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml, masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan standar 0. Larutan La 2.5 %. Ditimbang 44.14 gram LaCl3, dilarutkan dengan air bebas ion, kemudian diimpitkan tepat 1 liter. Larutan La 0.25 %. Larutan La 2.5 % diencerkan 10 kali dengan air bebas ion. Cara kerja. Ditimbang contoh tanaman < 0.5 mm ke dalam tabung digestion. Ditambahkan 2.5 ml H2SO4 p.a., biarkan satu malam supaya diperarang. Esoknya dipanaskan dalam blok digestion selama satu jam pada suhu 100 oC. Angkat dan biarkan mendingin, tambahkan 2 ml H2O2 p.a., panaskan kembali dan suhu ditingkatkan menjadi 200 oC, panaskan selama 1 jam. Angkat, biarkan agak dingin dan tambahkan kembali H2O2 sebanyak 2 ml kemudian panaskan kembamli hingga suhu 350 oC. Pengerjaan ini diulang sampai keluar uap putih dan didapat sekitar 1 ml ekstrak jernik. Temperatur tidak melebihi 350 oC. Kerjakan blanko. Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen dengan pengocok tabung, biarkan semalam supaya mengendap. Ekstrak jernih dapat digunakan untuk pengukuran N-Kjeldahl, P, dan K Pengukuran P. Dipipet masing-maisng 1 ml ekstrak contoh dan deret standar P ke dalam tabung kimia. Tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok (pengenceran 10 kali). Dipipet masing-masing 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna P. Kocok dengan pengocok tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Pengukuran K. Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke dalam tabung kimia dan tambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Kocok dengan menggunakan pengocok tabung sampai homogen. K diukur dengan alat Flamefotometer dengan deret standar sebagai pembanding. Perhitungan Kadar N ( % ) = Ac - Ab x ppm standar x 0.2 x Fk As Kadar P ( % ) = Ac - Ab x ppm standar x 0.2 x Fk As Kadar K ( % ) = Ac - Ab x ppm standar x 0.2 x Fk As