PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2012-2032 I.
UMUM Penataan
ruang
sebagai
suatu
sistem
perencanaan
tata
ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan
tidak
terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan sub sistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan
penataan
ruang
menuntut
dikembangkannya
suatu
sistem
keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan tentang
penataan
pemanfaatan
ruang
yang
ruang.Seiring
dapat
dengan
memadukan maksud
berbagai
tersebut,
kebijakan
pelaksanaan
pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.
-2Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan dirasakan adanya penurunan kualitas ruang pada sebagian besar wilayah, menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan
dalam
rangka
penyelenggaraan
penataan
ruang
yang
baik,
pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang semakin besar dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah,
serta
tidak
menimbulkan
kesenjangan
antar
daerah
dan
kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap penataan ruang
yang
memerlukan
pengaturan,
pembinaan,
pelaksanaan,
dan
pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas,makadiperlukan Rencana Tata Ruang Wilayah yang sistematis,yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Sampang
tentang
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
Kabupaten
Sampang. RTRW Kabupaten Sampang Tahun 2012 sampai dengan 2032, disusun sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Secara subtansi mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/KPTS/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten, sedang secara mekanisme telah dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/M/2009. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ruang lingkup wilayah Kabupaten Sampang sesuai dengan Peraturan Menteri
Dalam
Negeri
Republik
IndonesiaNomor
66
2011TentangKode Dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Pasal 3 Cukup jelas.
Tahun
-3-
Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Tujuan penataan ruang daerah merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) dengan SKPD di Pemerintah
Kabupaten
Sampang,
dirumuskan
penataan
ruang
di
Kabupaten Sampang untuk mewujudkan pengembangan agropolitan, industri
dan
pariwisata
sekaligus
memeratakan
kesenjangan
perkembangan wilayah utara dan selatan di Kabupaten Sampang. Pengembangan
kawasan
agropolitan,
pengembangan
industri
dan
pengembangan pariwisata akan menjadi sektor andalan pembangunan daerah hingga 20 tahun mendatang Pasal 6 Kebijakan penataan ruang wilayah daerahmerupakanarah tindakan yang harus
ditetapkan untuk
mencapai
tujuan
penataan
ruang
wilayah
kabupaten. Pasal 7 Strategi penataan ruang wilayah daerahmerupakanpenjabaran kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pasal 8 Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasi wilayah kabupaten selain untuk melayani
kegiatan
skala
kabupaten
yang
meliputi
sistem
jaringan
transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai. Dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten digambarkan sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten dan peletakan jaringan prasarana wilayah yang
-4menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengembangan dan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten memuat rencana struktur ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten yang bersangkutan. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (2) huruf a Sesuai dengan SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor 630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1. Pasal 17 Cukup jelas.
-5Pasal 18 Huruf a Pelabuhan
Pengumpul
adalah
pelabuhan
yang
fungsi
pokoknya
melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Huruf b Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (2) huruf a Yang dimaksud Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang mengubah energi potensial air menjadi
kerja
mekanis,
memutar
turbin
dan
generator
untuk
menghasilkan daya listrik skala kecil, yaitu sekitar 5-100 kW. Ayat (2) huruf b Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), adalah pembangkit yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Ayat (2) huruf c Pembangkit
Listrik
Tenaga
Angin
adalah
pembangkit
yang
memanfaatkan hembusan angin sebagai sumber penghasil listrik. Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 …..
-6Pasal 22 Ayat (1) Pembagian sistem jaringan SDA sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum
Nomor
16/KPTS/M/2009
tentang
Pedoman
Penyusunan RTRW Kabupaten Ayat (3) Kriteria dan penetapan wilayah sungai sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 A tahun 2006. Ayat (4) Jaringan irigasi sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 390 Tahun 2007. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) TPA dengan metode open dumping adalah menumpuk sampah terus hingga tinggi tanpa dilapisi dengan lapisan geotekstil dan saluran lindi. Sistem controlled dumping. Untuk
landfill merupakan mengurangi
potensi
peningkatan gangguan
dari open
lingkungan
yang
ditimbulkan, sampah ditimbun dengan lapisan tanah setiap tujuh hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA, maka dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah. Sanitary
Landfill
adalah
sistem
pengelolaan
sampah
yang
mengembangkan lahan cekungan dengan syarat tertentu meliputi jenis dan porositas tanah. Ayat (3) Limbah Non B3 adalah limbah yang sifatnya tidak berbahaya dan beracun serta tidak merusak lingkungan. Ayat (4) Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali Tempat sampah takakura adalah keranjang pengomposan.
-7-
Pasal 25 Sistem pembuangan air limbah setempat (on site system) adalah Sistem pembuangan air limbah yang dilakukan secara individual (perorangan) melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat Sistem pembuangan air limbah terpusat (Off Site System) adalah sistem pembuangan air limbah dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat.
Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Pola ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya yang belum ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Pola
ruang
wilayah
kabupaten
dikembangkan
dengan
sepenuhnya
memperhatikan pola ruang wilayah yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Rencana pola ruang wilayah kabupaten memuat rencana pola ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah Provinsi yang terkait dengan wilayah Kabupaten yang bersangkutan Rencana pola ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan: 1. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten 2. daya dukung dan daya tamping lingungan hidup wilayah kabupaten 3. kebutuhan rungan untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan; dan
-84. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (2) Penetapan garis sempadan sungai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Ayat (3) Penetapan garis sempadan pantai sesuai dengan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ayat (4) Penetapan garis sempadan waduk sesuai dengan Permen PU Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai dan berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ayat (5) Penetapan garis sempadan waduk sesuai dengan Permen PU Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai dan berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ayat (6) Sempadan Irigasi ditentukan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi sebagai berikut: 1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul
Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari tepi
luar parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi.
Jarak
garis
sempadan
sekurang-kurangnya
sama
dengankedalaman saluran irigasi.
Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurangdari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnyasatu meter.
-92. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul
Garis sempadan saluran irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kakitanggul.
Jarak
garis
sempadan
sekurang-kurangnya
sama
denganketinggian tanggul saluran irigasi.
Untuk tanggul yang mempunyai ketinggian kurang dari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satumeter.
3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing
Garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada
lereng\tebing mengikuti kriteria sebagai berikut : o
diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng diatas saluran.
o
diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng dibawah saluran.
Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di atas saluran sekurangkurangnya sama dengan kedalaman saluranirigasi.
Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di bawah saluran sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian tanggulsaluran irigasi.
4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi
Garis
sempadan
saluran
pembuang
irigasi
tak
bertanggul
jaraknya diukur dari tepi luar kanan dan kiri saluran pembuang irigasi dan garis sempadan saluran pembuangirigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul.
Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur dari sisi/tepi luar saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi luarjalan inspeksi.
Kriteria penetapan jarak garis sempadan saluran pembuang irigasi sama dengan penetapan pada saluran irigasisebagaimana dimaksud pada point 1 dan 2.
Ayat (7) Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lainnya,
- 10 yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah dimaksudkan agar proporsi
ruang
terbuka
hijau
minimal
dapat
lebih
dijamin
pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Pembagian kawasan lindung Geologi sesuai dengan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Kawasan
perlindungan
air
tanah
adalah
kawasan
yang
berfungsi
melindungi daerah resapan air ;kawasn ini bagian dari kawasan lindung geologi yang terdiri atas kawasan imbuhan air tanah dan sepadan mata air Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Kawasan budidaya menggambarkan kegiatan dominan yang berkembang di dalam
kawasan
tersebut.Dengan
demikian
masih
dimungkinkan
keberadaan kegiatan budidaya lainnyadi dalam kawasan tersebut.Sebagai contoh,
pada
kawasan
peruntukan
industri
dapat
dikembangkan
perumahan untuk para pekerja di kawasan peruntukan industri. Peruntukan
kawasan
budidaya
dimaksudkan
untuk
memudahkan
pengelolaan kegiatan termasuk dalam penyediaan prasarana dan sarana penunjang,
penanganan
dampak
lingkungan,
penerapan
mekanisme
insentif, dan sebagainya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyediaan prasarana dan sarana penunjang kegiatan akan lebih efisien
- 11 apabila kegiatan yang ditunjangnya memiliki besaran yang memungkinkan tercapainya skala ekonomi dalam penyediaan prasarana dan sarana. Peruntukan
kawasan
budidaya
disesuaikan
dnegan
kebijakan
pembangunan yang ada. Pasal 38 Kawasan hutan produksi di Kabupaten Sampang mengacu kepada Peta Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Jawa Timur sesuai dengan SK 395/Menhut-II/2011 Tanggal 21 Juli 2011. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Klasifikasi pertanian berdasarkan padaPeraturan Menteri Pertanian Nomor: 41/Permentan/OT.140/9/2009
tentang
Kriteria
Teknis
Kawasan
Peruntukan Pertanian. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Penggolongan pertambangan berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas
- 12 Pasal 47 Kawasan strategis kabupaten merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial,
budaya dan/atau lingkungan.
Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut di dalam rencana tata ruang kawasan strategis. Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap: 1. Tata ruang di wilayah sekitarnya 2. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat Pasal 48 Ayat (1) huruf a dan huruf b Sesuai amanat PP 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,
maka
kawasan
perkotaan
di
Kabupaten
Sampang
juga
termasuk ke dalam Kawasan Strategis Kabupaten Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten merupakanperwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama kabupaten dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas.
- 13 Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Ayat 11 Perwujudan budidaya Kawasan Industri berupa hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam
merencanakan
suatu
kawasa
industri
mencakup: 1. Pra Kelayakan Pengembangan Kawasan Industri; 2. Penyusunan Perizinan; 3. Penyusunan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; dan 4. Penyusunan Perencanaan Desain (Masterplan) Kawasan Industri. Pendirian Kawasan Industri mengacu kepada PP Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dan Kepmen Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan yang diperuntukan sebagai alat penertiban penataan ruang, meliputi
ketentuan
umum
peraturan
zonasi,
ketentuan
perizinan,
ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan pengenaan sanksi dalam rangka perwujudan rencana tata ruang wilayah kabupaten. Pasal 58 Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan
unsur-unsur
pengendalian
yang
disusun
untuk
setiap
zona
peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Penyusunan ketentuan umum peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci dan diprioritaskan pada kawasan-kawasan strategis yang berpotensi menjadi kawasan cepat berkembang, kawasan yang berpotensi terjadi konflik pemanfaatan, dan kawasan yang memerlukan pengendalian secara ketat. Pasal 59…..
- 14 Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Yang dimaksud dengan perijinan adalah perijinan yang terkait dengan ijin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.Ijin dimaksud adalah ijin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.
- 15 Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (3) Permohonan perimbangan teknis pertanahan pada kantor pertanahan adalah untuk mengetahui status dan legalitas lahan. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan
skala
kecil/individual
sesuai
dengan
peraturan
zonasi,
sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar \ kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.
- 16 -
Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Hak dan Kewajiban masyarakat sesuai dengan PP Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Peran Serta Masyarakat sesuai dengan PP nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas.
- 17 Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas.