PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI KUBUS DAN BALOK SISWA KELAS VIII-G SMP NEGERI 10 MALANG DENGAN MENERAPKAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
ARTIKEL
Oleh: JERRY JEKSON 608311454738
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA 2013
Artikel oleh Jerry Jekson yang berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Kubus dan Balok siswa kelsa VIII-G SMP Negeri 10 Malang dengan Menerapkan Model Pembelajaran Problem Posing” ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Malang, Juli 2013 Pembimbing I,
Dr. Hery Susanto, M.Si NIP 19671202 199103 1 002
Malang, Juli 2013 Pembimbing II,
Drs. Susiswo, M.Si NIP 19650328 199001 1 001
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI KUBUS DAN BALOK SISWA KELAS VIII-G SMP NEGERI 10 MALANG DENGAN MENERAPKAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Jerry Jekson Universitas Negeri Malang Pembimbing (1) Dr. Hery Susanto, M.Si Pembimbing (2) Drs. Susiswo, M.Si
ABSTRAK : Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 10 Malang, Diperoleh data bahwa prestasi belajar matematika siswa pada materi sebelumnya yaitu materi lingkaran dan persamaan garis singgung lingkaran tergolong rendah, karena hanya 13,4 % dari 37 siswa yang tuntas belajar. Untuk itu perlu diterapkan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan mampu mengkonstruksi pengatahuannya. Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa adalah model pembelajaran problem posing. Pada pembelajaran ini siswa dibagi kedalam kelompok kecil secara heterogen, yaitu terdiri dari 8 kelompok yang terdiri dari 4-5 anggota kelompok. Kemudian guru membagi lembaran kerja siswa untuk didiskusikan secara berkelompok, guru meminta setiap perwakilan anggota kelompoknya untuk menyampaikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, setelah itu guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyusun soal sekaligus menyelesaikannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran problem posing dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII-G SMP Negeri 10 Malang. Persentase ketuntasan belajar matematika siswa pada siklus I adalah 37,8 % dan meningkat pada siklus II menjadi 91,2 %. Sehingga siswa kelas VIII-G dapat dikatakan tuntas belajar secara klasikal. Kata kunci: problem posing, prestasi belajar
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan, yaitu suatu usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran sehingga dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik. Aturan yang di susun secara sistematis dalam pendidikan disebut kurikulum. Kurikulum dalam pendidikan terus dan selalu berkembang. Salah satu kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan adalah kurikulum 2006 dengan tujuan yang ingin dicapai adalah agar perserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis,sistematis,kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama (BSNP, 2006:1) hal tersebut diperlukan agar peserta didik mempunyai kemampuan dalam memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertambah dalam keadaan yang kompetitif. Wijaya (dama Hudojo 2005:9) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan,proses pembelajaran tidak berpusat pada guru, melainkan siswa yang dilibatkan dalam proses belajar baik secara emosional maupun sosial. Dalam hal
ini guru hanya sebagai moderator atau fasilator. Sebagai moderator guru di haruskan memberi bimbingan yang mengarah pada peserta didik untuk lebih menangkap akan gejala kemanusiaan yang harus ditumbuhkan dalam komunitas kelas.selain itu, guru diharapkan menyediakan, mempermudah bahakan kalau bisa mempercepat berlangsung proses belajar. Sebagai fasilator, guru harus memperhatikann hal-hal sebagi berikut: (1) mengurangi metode ceramah, (2) memodifikasi atau memperkaya bahan pembelajaran, (3) menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat penelitian, (4) mengusahakan keterlibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Namun pada kenyataannya, dalam proses pembelajaran masih sering dijumpai pembelajaran yang bersifat konvensianal berupa ceramah dan guru hanya memberi tugas untuk mengerjakan soal latihan dan menggunakan buku ajar sebagai acuan, Hal tersebut dapat ditunjukan antara lain, kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Guru hanya menyampaikan sehingga siswa menjadi pasif. Siswa hanya menunggu apa yang diperintahkan guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengatahuan, keterampilan atau skill dan berbagai macam sikap sehingga membuat siswa menjadi siswa tidak mandiri dan selalu bergatung pada orang lain. Permasalahan tersebut di atas merupakan masalah utama dalam dunia pendidikan, sehingga guru harus berupaya untuk menemukan solusi dari permasalahan di atas. Guru harus dapat menentukan pilihan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa-siswanya. Sedangkan dalam pemilihan model pembelajaran haruslah disesuaikan dengan kondisi siswa dan kelas, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai optimal antaranya dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Dalam proses pembelajaran, telah berkembang berbagai macam model pembelajaran yang tidak hanya mentranfer pengatahuan tapi berusaha membangun struktur kognitif siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah tersebut di atas adalah dengan penbelajaran Problem Posing. Problem Posing merupakan salah satu pembelajaran non ceramah yang dalam proses kegiatannya membangun struktur kongnitif siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yushasriati (dalam Puspitasari 2006) diperoleh bahwa pembelajaran matematika dengan Problem Posing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu pembelajaran matematika dengan Problem posing siswa diarahkan untuk berpikir kreatif. Siswa dituntut untuk mengajukan dan menyelesaikan masalah dengan benar dan benarnya penyelesayan itu bukan karena guru yang mengatakan demikian, tetapi karena penalaran siswa sendiri memang sangat jelas. Puspitasari (2006:13) menyatakan bahwa pembelajaran Matematika dengan pendekatan Problem Posing juga dapat
melatih siswa berpikir kritis, mengembangkan keterampilan dan kreatifitasnya, dan berani mengemukakan pendapat. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan peneliti tindakan kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga indikator keberhasilan tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Madya (dalam Wahyuni, 2001:22) bahwa orang yang akan melakukan tindakan harus terlibat dalam proses penelitian dari awal hingga akhir. Penerapan penelitian Penelitin ini dilakukan di SMP 10 Negeri malang, Waktu pelaksanaan mulai tangal 1 Mei 2013 sampai dengan 14 Mei 2013. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-G semester genap Tahun pembelajaran 2012/2013 yang berjumlah 37 siswa. Instrumen penelitian yaitu alat-alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data yang bertujuan untuk mencapai tujuan penelitian. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu soal-soal tes awal dan soal tes akhir siklus, lembaran observer, dan pedoman wawancara. Selain itu peneliti sebagai salah satu instrumen dalan penelitian ini. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran berlangsung berupa hasil tes, observasi, wawancara. Hasil Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi kegiatan guru dan lembar observasi kegiatan siswa dalam pembelajaran. Dari hasil observasi tersebut diperoleh peneliti sudah melaksanakan semua tindakan yang sudah direncanakan, pada pertemuan pertama siswa kurang aktif, kurang memperhatikan penjelasan peneliti, dan keantusiasan siswa cukup, baik itu dalam mengungkapkan pendapat maupun dalam mengerjakan LKS dan membuat soal. Sedangkan dalam pertemuan kedua lebih baik daripada pertemuan pertama, yaitu siswa mulai aktif, bertanya maupun dalam mengerjakan LKS dan membuat soal, serta mampu menyimpulkan pembelajaran dengan benar meskipun dalam hal memperhatikan penjelasan peneliti dirasakan kurang. Pada pertemuan ketiga peneliti mengadakan tes akhir siklus I, waktu yang digunakan adalah 90 menit. semua siswa di kelas tersebut tidak buka buku panduan, baik itu LKS maupun buku penunjang lainya sehingga peneliti harus mengulang-ulang pelajaran yang lalu sebelum ujian berlangsung.
Dari hasil tes akhir siklus I diperoleh siswa adalah 37,8 % (Kurang). Karna belum mencapai kreteria yang diharapkan peneliti. Dari hasil observasi pada siklus I, penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem Posing yang diterapkan oleh peneliti dirasakan kurang efektif. Hal ini berdasarkan hasil observasi di atas dapat diketahui kelemahan pada pembelajaran siklus I, antara lain. 1. Pada saat pembagian kelompok terjadi keganduhan didalam kelas karena banyak siswa yang memprotes pembentukan kelompok tersebut dengan alasan tidak sekelompok dengan teman akrabnya dikelas. 2. Pada saat tahap pengajuan pertanyaan sebagian besar siswa tidak memusatkan perhatian dalam mengerjakan LKS, terbukti masih banyak siswa yang bercenda gurau dengan dengan temannya dan membicarakan hal-hal yang diluar materi pelajaran. 3. Pada tahap berpikir bersama, aktivitas siswa dalam berdiskusi masih rendah karena masih banyak siswa yang pasif dan tidak ikut berperan serta menyelesaikan LKS dan pembuatan soal. 4. Ada kelompok yang membagi tugas kepada anggotanya untuk mengerjakan LKS sehingga mereka lebih cepat menyelesaikannya. 5. Sebagian besar siswa masih belum paham tujuan pembelajaran secara koomperatif sehingga dalam menyelesaikan soal-soal di LKS, ada siswa yang aktif mengerjakan sedangkan siswa lain hanya menyalin jawaban teman. 6. Pada saat pemberian jawaban, awalnya ada siswa yang melakukan kecurangan yaitu menukar LKSnya dengan LKS dari kelompok lain. 7. Tahap pemberian jawaban ini juga menunjukan aktivitas siswa yang masih rendah kerna ada beberapa siswa yang memberi masukan. 8. Siswa dalam kesulitan menyusun soal menggunakan informasi yang diberikan guru 9. Ketika diminta berkumpul kembali sesuai dengan kelompok pada pertemuan sebelumnya, siswa ramai dan hal tersebut dapat membuang waktu 10. Pada pertemuan II aktivitas siswa sudah mulai meningkat, siswa sudah mulai bekerja sama dengan teman sekelompoknya untuk mengerjakan LKS. 11. Persentase ketuntasan belajar sebesar 37,8% dan mengalami peningkatan sebesar 24,4% dibanding observasi awal. 12. Pembelajaran yang dilakukan guru masih kurang sesuai dengan RPP. 13. Waktu yang digunakan dalam pembelajaran kurang sesuai dengan waktu yang telah direncanakan sebelumnya.
Dari hasil observasi kemudian refleksi untuk diberikan tindakan perbaikan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya. 1. Siswa dihimbaukan langsung bergabung dengan kelompoknya tanpa harus menunggu instruksi dari guru. 2. Pengawasan yang ketat dengan cara guru sering berkeliling ke tiap kelompok sehingga tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk bermain. 3. Guru mengatur posisi duduk siswa agar duduk saling berhadapan untuk memudahkan siswa dalam berdiskusi. 4. Guru menyampaikan kepada siswa apabila jawaban dari temannya sudah benar maka guru sudah tidak perlu menjelaskan lagi, sehingga siswa harus selalu memperhatikan pembahasan soal. 5. Guru meminta kepada siswa agar aktif bertanya jika mengalami kesulitan. 6. Guru mengawas dan mengarahkan siswa dalam menyusun soal menggunakan informasi yang diberikan. 7. Memperbaiki kegiatan pembelajaran agar sesuai dengan RPP. 8. Pengelolehan waktu lebih efisien. Pada tahap pelaksanaan tindakan dalam siklus II ini juga dilakukan tahap observasi. Observasi dilakukan oleh tiga orang observer yang sama dengan siklus pertama. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian siklus ke II ini yaitu lembar observasi kegiatan guru dan lembar observasi kegiatan siswa dalam pembelajaran. Dari hasil observasi tersebut diperoleh peneliti sudah melaksanakan semua tindakan yang sudah direncanakan, pada pertemuan sebelum pembelajaran dimulai siswa sudah berkumpul pada kelompoknya masing-masing. Pada pertemuan kali ini guru mengatur posisi duduk siswa agar duduk saling berhadapan untuk memudahkan siswa dalam berdiskusi. Dan juga peran guru lebih sering keliling untuk mengawasi ketika diskusi kelompok berlangsung agar peran aktif siswa lebih baik dari pada pertemuan sebelumnya. Sedangkan pada pertemuan kelima antusias siswa dalam bertanya dan mengunkapkan pendapat lebih baik dari pada kondisi pada pertemuan sebelumnya serta membuat soal dari informasi yg diberikan guru dengan antusias siswa membuat soal sebanyak-banyaknya. Dari hasil tes akhir siklus II mengalami peningkatan dibandinkan hasil tes akhir siklus I nilai yang diperoleh siswa adalah 91,2 % (sangat baik). Hal ini disebabkan model pembelajaran Problem Posing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembahasan Prestasi belajar mencerminkan kemampuan siswa dalam mencapai suatu kompetensi dasar. Menurut Dimyanti (dalam Fitriana, 2010: 99) prestasi belajar
merupakan suatu puncak proses belajar. prestasi belajar berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan prilaku yang akan dicapai oleh siswa sehubungan dengan kegiatan belajar yang telah dilakukan, sesuai dengan kompetesi dasar dan materi yang disajikan. Prestasi belajar tersebut terjadi terutama berkat adanya evaluasi dari guru. Untuk mengatahui prestasi belajar yang dicapai siswa salah satunya adalah melalui tes, dimana tes dilaksanakan setiap akhir siklus dan harus dikerjakan secara individu. Pada siklus II siswa sudah mulai terbisa dan dapat menyesuaikan diri dengan pembelajaran problem posing. Menurut Slavin (dalam Fitriana, 2010: 99) pembelajaran kooperatif mengandung pengertian bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling berbagi ide dan bertanggung jawab terhadap pencapaian prestasi belajar baik secara individu maupun kelompok. Melalui pembelajaran kooperatif diperoleh hasil jawaban yang lebih baik dari pada secara individu. Kegiatan problem posing yang dilakukan secara kelompok memberikan pengaruh yang baik terhadap pemahaman materi dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, juga termasuk menyelesaikan tes prestasi belajar matematika. Sehingga mengakibatkan prestasi belajar matematika meningkat. Pada observasi awal diketahui bahwa siswa yang tuntas belajar hanya satu siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 37 siswa. Dengan kata lain, ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 13,4%. Pada pembelajaran problem posing siklus I, sebanyak 14 siswa tuntas belajar dan 23 siswa tidak tuntas belajar. Ketuntasan belajar pada siklus I mencapai 37,8 % hal ini menunjukan terjadi peningkatan sebesar 24,4% dibandingkan ketuntasan belajar siswa pada observasi awal. Pada siklus II diketahui bahwa siswa yang tuntas belajar sebanyak 34 siswa dari keseluruhan siswa yang mengikuti tes akhir tindakan yang berjumlah 37 siswa, karena 1 siswa yang tidak hadir ketika tes berlangsung. Ketuntasan belajar pada siklus ini mencapai 91,2 % dan meningkat sebesar 53,4% dibandingkan dengan siklus I. Berdasarkan idikator keberhasilan tindakan, kriteria criteria peningkatan prestasi belajar matematika siswa secara klasikal dianggap tuntas belajar jika 70% dari jumlah siswa memperoleh nilai akhir tindakan minimal 65. Pada penilaian ini, siklus I belum dapat dikatakan berhasil karena ketuntasan belajar siswa belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Tetapi pada siklus II ketuntasan belajar siswa sudah mencapai criteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan bahwa siswa tuntas belajar secara klasikal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan pembelajaran problem posing dapat meningkatkan prestasi blajar matematika siswa sehingga dapat mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran problem posing dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII-G SMP Negeri 10 Malang. Hal ini ditunjukan dengan meningkatnya ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Ketuntasan belajar sebelum pelaksanaan tindakan sebesar 13,4%, meningkat pada siklus I menjadi 37,8%, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 91,2%. 2. Dari pengamatan observer aktivitas guru, persentase aktivitas guru di siklus I dan siklus II, untuk pertemuan pertama persentasenya sebesar 78,125 termasuk katagori cukup dan pada pertemuan dua sebesar 84,375 termasuk katagori baik. Untuk siklus II terjadi peningkatan yang sangat baik. Terlihat dari aktivitas guru pada pertemuan 4 persentasenya sebesar 95,3 termasuk katagori sangat baik. Dan pada pertemuan 5 sebesar 96,8 termasuk katagori sangat baik. Dari pengamatan observer aktivitas siswa. Dari persentase aktivitas siswa di siklus I dan siklus II, untuk pertemuan pertama persentasenya sebesar 68 termasuk katagori kurang dan pertemuan dua sebesar 78,125 termasuk katagori cukup. Untuk siklus II. Aktivitas siswa pada pertemuan 4 persentasenya sebesar 87,5termasuk katagori baik. Dan pada pertemuan 5 sebesar 89,1 termasuk katagori baik. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan beberapa saran yang perlu dipertimbangkan, antara lain: 1. Guru dapat menerapkan pembelajaran Problem Posing sebagai alternatif pembelajaran matematika. 2. Guru dapat mencoba pembelajaran problem posing pada pokok bahasan lain untuk meningkat prestasi belajar matematika. 3. Penerapan pembelajaran problem posing memerlukan waktu yang banyak, sehingga guru harus mampu mengorganisasikan waktu dengan baik.’ 4. Guru memberikan pekerjaan rumah untuk membuat soal dari informasi yang diberikan agar siswa terbiasa dalam membuat soal.
DAFTAR RUJUKAN
BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Matematika SMA/ MA. Badan Standar Nasional Pendidikan. Fitriana. 2010. Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 5 Malang Melalui Pembelajaran Problem Posing-NHT. Malang: FMIPA UM Puspitasari, A. 2006. Perbedaan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siswa KelasVIII SMP Negeri 8 Malang yang Pembelajarannya dengan Pendekatan Problem Posing dan Tanpa Pendekatan Problem Posing. Skripsi TidakDiterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Wardani, I.G.A.K,dkk. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Wahyuni. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Madya. Wijaya. dan Hudojo. 2005. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Usaha Nasional Surabaya.