JEMIS VOL. 3 NO. 1 TAHUN 2015
ISSN 2338-3925
PENINGKATAN PERFORMANCE SYSTEM PADA DEPARTEMEN PACKAGING DENGAN SIMULASI PROSES DAN REDESIGN WORKSTATION (Studi Kasus : CV. Segar Buah Hutama, Batu) Nuzullis Lailatul Kamaliyah1, Sugiono2, Widya Wijayanti3 1,2,3
Universitas Brawijaya, Fakultas Teknik Mesin, Malang 65145, Indonesia
ABSTRACT In running the process, the repetitive activity in the production process of the extract of Dewata fruit could cause pain and fatigue on the worker's body. It was because there was a facility that did not meet the rules of workplace ergonomics. Continuous evaluation was needed to know the solution of the problem of musculoskeletal complaint so that it can improve ergonomic working facilities. In making simulation scenario is expected to describe the condition of the actual company so that the improvement proposal can resolve the real issue.The methods that were used in this study include: Biomechanics Assessment (REBA and QEC), anthropometric Design and Simulation Arena. Assessment scores REBA (Rapid Entire Body Assessment) was obtained from the angle of motion depiction of the image carrier (photo) whereas the assessment scores QEC (Quick Exposure Check) was obtained from filling the questionnaire between the observer and the operator. From the research result on the dimension repair facility cooling pond work on workstation 2 (cooling), tables and chairs on the workstation 3 (formation of cardboard box), and the table packaging on the workstation 4 (packaging). In the proposal of improved simulation, it is given resource addition as many as one person on cooling 2 to improve production efficiency from 42.3 % to 100 % so that it is necessary to increase the wage of Rp 1,500,000.00 / month.
Keywords: Work posture measurement, Design work facility, Queing simulation
1. PENDAHULUAN Perkembangan industri, dewasa ini berjalan sangat cepat disertai dengan penggunaan mesin dan peralatan yang modern. Namun demikian, tingginya biaya mengakibatkan masih banyak industri kecil di Indonesia yang secara keseluruhan belum bisa menggunakannya, sehingga mengkombinasi mesin dan peralatan manual. Mengingat hal tersebut, dapat diketahui bahwa betapa pentingnya peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja yang masih dominan dalam menjalankan proses produksi. CV. Segar Buah Hutama merupakan produsen minuman Sari Buah dengan dengan aktivitas produksi yang dilakukan selama 7 jam kerja dan 1 jam istirahat oleh 11 pekerja dimana masing-masing pekerja harus mampu menyesuaikan fleksibilitas aktivitas kerja pada semua stasiun kerja. Sebagian aktivitas produksi dikerjakan dengan menggunakan Teknologi Tepat Guna (TTG) dan sebagian besar masih konvensional (manual). Aktivitas produksi yang berulang-ulang dalam proses produksinya dapat mengakibatkan rasa sakit dan kelelahan pada bagian tubuh pekerja. * Corresponding author: Nuzullis Lailatul Kamaliyah, Sugiono, Widya Wijayanti
[email protected] Published online at http:JEMIS.ub.ac.id Copyright ©2015 JTI UB Publishing. All Rights Reserved
Hal tersebut juga disebabkan oleh fasilitas kerja yang tidak memenuhi kaidah ergonomis. Dan pada masing-masing stasiun produksi terdapat pemindahan bahan secara manual material handling (MMH). Setelah melakukan pengamatan terhadap pekerja dan postur kerja operator, maka sudah dapat dipastikan bahwa postur kerja akan menjadi faktor penentu dari tingkat produktivitas Sari Buah Apel Dewata. Dalam kajian kepustakaan di CV. Segar Buah Hutama, belum pernah dilakukan pengukuran terhadap postur kerja operator. Melatar belakangi hal tersebut, maka perlu dilakukan pengukuran postur kerja untuk meminimalisasi keluhan musculoskeletal dan melakukan rancangan perbaikan fasilitas kerja. Pada penelitian sebelumnya, Penelitian ini mengkaji aspek ergonomi dari empat divisi pada industri garmen yaitu : divisi pemotongan, divisi jahit, divisi kancing, dan divisi finishing dalam lingkungan virtual. Pekerjaan di industri garmen menuntut adanya ketelitian yang cukup tinggi dengan karakteristik pekerjaan umumnya adalah proses material handling (angkat-angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, tingkat pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penilaian terhadap 55
JEMIS VOL. 3 NO. 1 TAHUN 2015 lingkungan kerja pada industri garmen berdasarkan kajian ergonomi menggunakan Posture Evaluation Index (PEI). PEI mengintegrasikan nilai Low Back Analysis (LBA), Ovako Working Posture Analysis (OWAS), dan Rapid Entire Limb Asessment (RULA). Analisa dilakukan dengan pengamatan menggunakan manusia digital pada lingkungan virtual. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa industri garmen masih memiliki risiko yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan muscukoskeletal pada para pekerja [4]. Dari hasil desain fasilitas kerja, akan dilakukan penilaian kembali terhadap kesesuaian postur kerja terhadap fasilitas kerja yang baru beserta simulasi antrian terhadap proses produksi. 1. Memperoleh desain fasilitas kerja yang sesuai dengan kaidah ergonomi untuk mengurangi accident selama aktivitas produksi berlangsung 2. Merancang model simulasi nyata pada departemen packaging dan memberikan rekomendasi alokasi resources yang dibutuhkan berdasarkan hasil scenario simulasi sebagai usaha peningkatan produktivitas lini produksi.
2. METODE PENELITIAN Pemilihan Metode Pengukuran Postur Kerja a. OWAS (Ovako Working Analysis System) Metode OWAS telah diaplikasikan pada tahun tujuhpuluhan di perusahaan besi baj a di Finlandia. Institute of Occupational Health menganalisis postur seluruh bagian tubuh dengan posisi duduk dan berdiri. Metode ini juga telah digunakan untuk menganalisis postur di Indonesia, dengan menggunakan OWASCA (OWAS Computer-Aided), yakni metode OWAS yang diintegrasi kan dengan computer [8]. b. NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) Pada tahun 1981, Nasional Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) mengidentifikasi adanya problem back injuries yang dipublikasikan dalam The Work Practises Guide for Manual Lifting. Metode ini untuk mengetahui gaya yang terjadi di punggung (L5S1). Ada 2 metode dalam NIOSH yaitu [7] : 1. Metode MPL (Maximum Permissible Limit), input berupa rentang postur (posisi aktivitas) ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi 2. RWL (Recommended Weigh Limit). c. REBA (Rapid Entire Body Assesment) Metode REBA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh. Metode ini didesain untuk mengevaluasi pekerjaan atau aktivitas, dimana pekerjaan tersebut memiliki kecenderungan
ISSN 2338-3925 menimbulkan ketidaknyamanan seperti kelelahan pada anggota bagian tubuh atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher, dan kaki. Metode ini juga mendefinisikan 56actor-fakto lainnya yang dianggap dapat menentukan untuk penilaian akhir dari postur kerja, seperti : beban (force) dan jenis aktivitas otot yang dilakukan oleh operator [9]. d. RULA (The Rapid Upper Limb Assessment) Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan target postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan otot skeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb disorders), seperti adanya gerakan 56elative5656, pekerjaan diperlukan pengerahan kekuatan, aktivitas otot statis pada otot skeletal dan sebagainya [9]. e. QEC (Quick Exposure Check) QEC adalah suatu alat untuk penilaian terhadap resiko kerja yang berhubungan dengan ganguan otot (Work Related Musculoskeletal Disorders – WMSDs) pada tempat kerja. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada bagian belakang punggung (back), bahu/lengan (should arm), pergelangan tangan (hand wrist), dan leher (neck). QEC mempunyai beberapa fungsi, antara lain : Mengidentifikasi 56elati resiko WMSDs, mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-beda, mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi 56elative56 di tempat kerja, menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi gangguan resiko yang ada dan mendidik para pemakai tentang resiko 56elative565656etal di tempat kerja [1]. f. Perbandingan Antara Beberapa Metode Pengukuran Postur Kerja Berdasarkan kajian di atas, dapat diketahui bahwa masing-masing metode pengukuran postur kerja memiliki kelemahan dan kelebihan. Akan tetapi metode yang dianggap relevan adalah metode REBA dan QEC. Penilaian postur kerja dengan metode REBA akan dikombinasikan dengan metode Quick Exposure Check (QEC) karena metode QEC ini merupakan metode yang pengukurannya dinilai oleh pengamat (observer) dan operator (worker). Metode QEC diharapkan dapat menambahkan beberapa pertimbangan dari segi durasi pekerjaan, kekuatan tangan, vibrasi, visual dan tingkat strees. Metode QEC hanya menganalisa bagian tubuh bagian atas, sehingga dapat dikatakan sesuai dikombinasikan dengan metode REBA yang menganalisa seluruh bagian tubuh.
56
JEMIS VOL. 3 NO. 1 TAHUN 2015 Konsep Perancangan atau Desain Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dan dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan dan fungsional [4]. Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (57elat alam) dan dapat didefisinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja [7]. Di Amerika istilah 57elative57 lebih dikenal sebagai Human Factor Engineering atau Human Engineering. Maksud dan tujuan dari disiplin 57elative57 adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahanpermasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan produk-produknya, sehingga dihasilkan rancangan sistem manusia mesin atau teknologi yang optimal [10]. CAD (Computer Aided Design) Berdasarkan hasil analisis REBA dan QEC yang dilakukan, diperoleh action level untuk masingmasing aktivitas kerja. Semakin tinggi skor REBA dan QEC, semakin pentingnya suatu aktivitas kerja memerlukan penanganan sesegera mungkin. Dimensi-dimensi untuk desain perbaikan fasilitas kerja disesuaikan dengan anthopometri tubuh operator supaya dapat tercipta keergonomisan. Adapun dalam proses perancangan ini terdapat beberapa langkah berikut [13]: 1. Konseptual Desain a. Menentukan bentuk sistem operasi (manual, semi manual, semi otomatis atau otomatis) b. Menganalisis postur kerja operator sesuai dengan tahap sebelumnya yaitu hasil perhitungan REBA c. Identifikasi Fungsi d. Menentukan posisi tubuh ideal operator ketika menggunakan fasilitas kerja 2. Pemodelan Produk a. Menentukan jenis segmen tubuh yeng berkaitan dengan fasilitas kerja yang akan diperbaiki. Hal tersebut dapat mendukung pekerja untuk melaksanakan aktivitasnya. Tidak melakukan aktivitas bekerja saya yang membutuhkan kenyamanan, begitu pula dengan aktivitas bermain. Bermain merupakan bagian yang sedemikian diterimanya dalam kehidupan sehingga diharapkan bermain juga mampu digunakan sebagai alat dengan fungsi lain seperti alat dalam rehabilitasi penyakit stroke. Karena
ISSN 2338-3925 itu perlu adanya penentuan segmen tubuh sebagai salah satu dasar penentuan dimensi produk [2]. b. Menentukan persentil data anthropometri yang akan digunakan c. Membuat gambar detail fasilitas kerja dengan menentukan dimensi masingmasing bagian fasilitas kerja d. Membuat desain fasilitas kerja dengan menggunakan CAD. Implementasi Simulasi Arena Simulasi sistem antrian dilakukan untuk mengetahui bottle neck (kemacetan) pada saat proses berlangsung dan supaya diperoleh jumlah resource yang efisien dalam departemen packaging. Adapun langkah-langkah dalam tahap ini antara lain sebagai berikut [2] : a. Uji Kecukupan Data b. Fitting Distribusi Data c. Pembuatan Model Simulasi Actual d. Validasi Data e. Pembuatan Model Simulasi Usulan
3.HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Postur Kerja Rekapitulasi Level tindakan dari perhitungan Metode REBA dan Metode QEC dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Level Tindakan REBA dan QEC Metode No Workstation REBA Skor Keputusan 1 Pengepressan 5 Diperlukan tindakan Diperlukan tindakan 2 Pendinginan 1 12 sesegera mungkin Diperlukan tindakan 3 Pendinginan 2 12 sesegera mungkin Pembentukan Diperlukan tindakan 4 8 Kardus segera 5 Pengemasan 4 Diperlukan tindakan Tindakan sekarang 1 Pengepressan 71 juga Tindakan sekarang 2 Pendinginan 1 80 juga Tindakan sekarang 3 Pendinginan 2 86 juga Pembentukan Tindakan sekarang 4 62 Kardus juga Tindakan dalam 5 Pengemasan 67 waktu dekat (Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014)
Dari hasil analisis perhitungan skor REBA pada setiap workstation, dapat diketahui bahwa workstation yang harus dilakukan perbaikan
57
JEMIS VOL. 3 NO. 1 TAHUN 2015 fasilitas kerja ada tiga kategori, antara lain diperlukan tindakan untuk workstation 1 (pengepressan) dan workstation 4 (pengemasan), diperlukan tindakan sesegera mungkin untuk workstation 2 (pendinginan 1 dan pendinginan 2) dan diperlukan tindakan segera untuk workstation 3 (pembentukan kardus). Sedangkan untuk hasil perhitungan QEC terdapat 2 kategori, yaitu tindakan sekarang juga untuk workstation 1 (pengepressan), workstation 2 (pendinginan), workstation 3 (pembentukan kardus) dan tindakan dalam waktu dekat untuk workstation 4 (pengemasan). Perbaikan Desain Fasilitas Kerja 1. Workstation 2 (Pendinginan) Pada Workstation 2 (Pendinginan), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu kolam pendingin karena ketinggiannya dapat mempengaruhi kenyamanan operator pada saat mengambil cup Sari Buah Apel Dewata dengan menggunakan keranjang. T. kolam pendingin =95%ile D4,Pria-tinggi keranjang+40 mm = 1074 mm – 400 mm + 40 mm = 714 mm Tinggi 58actual kolam pendingin 1 di Workstation 2 adalah 500 mm, jadi ada penambahan tinggi kolam sebesar 214 mm. Sedangkan tinggi 58elati kolam pendingin 2 pada Workstation 2 adalah setinggi 750 mm terdapat pengurangan tinggi 36 mm. Tinggi rancangan dengan tinggi 58elati bak pendingin 1 dan pendingin 2 berbeda secara signifikan sehingga tinggi optimal kolam pendingin 1 maupun 2 disarankan sama yaitu sebesar 714 mm.Desain fasilitas kerja kolam pendingin pada Workstation 2 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Desain Fasilitas Kerja Workstation 2 (Pendinginan)
2. Workstation 3 (Pembentukan Kardus) Pada Workstation 3 (Pembentukan Kardus), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu kursi operator dan ada penambahan fasilitas kerja berupa meja supaya operator pembentukan kardus merasakan kenyamanan posisi pada saat bekerja.
ISSN 2338-3925 KURSI a. Tinggi Kursi 1) T. kursi min = 5%ile D14, Wanita + tinggi sepatu = 337 mm + 40 mm = 377 mm 2) T. kursi max = 95%ile D14, Pria + tinggi sepatu = 445 mm + 40 mm = 480 mm Tinggi kursi pada workstation 3 akan didesain naik turun supaya dapat diperuntukkan untuk operator wanita maupun pria. Tinggi 58elati kursi operator pembentukan kardus adalah 300 mm, sehingga disarankan ada penambahan sebesar 77 mm dari tinggi minimal dan penambahan 180 mm dari tinggi maksimum. b. L. Kursi = 95%ile D16, Wanita + ketebalan baju = 392 mm + 10 mm= 402 mm c. P. Kursi = 95%ile D12, Wanita = 586 mm d. T. Sandaran Kursi = 95%ile D8, Pria = 621 mm e. Tinggi penopang siku 1) Tinggi panggul ke penopang siku = 95%ile D9, Wanita = 283 2) Tinggi penopang siku = 95%ile D17 (Tangan), Wanita = 49 mm 3) Lebar penopang siku = 95%ile D13 (Tangan), Wanita = 96 mm Penopang siku merupakan penambahan komponen sehingga dapat memberikan kenyamanan operator ketika tangannya melakukan aktivitas pembentukan kardus. f. P. Penopang Siku = 95%ile D19, Wanita = 487 mm g. Lebar Sandaran 1) L. Sandaran min = 5%ile D15,Wanita+ketebalan baju = 342 mm + 10 m= 352 mm 2) L. Sandaran max = 95%ile D15,Pri+ ketebalan baju = 466 mm + 10 mm= 476 mm Lebar sandaran minimum kursi pada workstation 3 akan didesain dapat diperlebar supaya dapat diperuntukkan untuk operator wanita maupun pria. Lebar minimum menggunakan ukuran D15 terkecil yaitu 5%ile wanita, sedangkan untuk lebar maksimum ksandaran kursi menggunakan D15 terbesar yaitu 95%ile pria. MEJA a. T. Meja = 95%ile D14,Wanita + 95%ile D9, Wanita + tinggi sepatu – ½ tinggi kardus =428 mm+283mm+40 mm–½ .200 mm = 651 mm 58
JEMIS VOL. 3 NO. 1 TAHUN 2015 b. L. Ruang Kaki = 2 x (95% D16, Pria) + tebal baju= 2 x 392 mm + 10 mm = 784 mm c. L. Meja = 95%ile D26, Pria= 767 mm Untuk ukuran lebar meja, digunakan D26 95%ile pria karena diharapkan dapat mewakili operator pria maupun wanita. Desain fasilitas kerja meja dan kursi pada Workstation 3 dapat dilihat pada Gambar 2.
ISSN 2338-3925 tinggi landasan kerja disarankan untuk tidak mengabaikan tinggi sepatu, sehingga : Tinggi landasan meja pengemasan = 95%ile D4, Wanita – 100 mm + 40 mm= 1028 mm – 100 mm + 40 mm= 968 mm Tinggi landasan meja pengemasan di Workstation 1 aktual adalah 1000 mm, jadi ada pengurangan untuk tinggi landasan meja pengemasan sebesar 32 mm.Desain fasilitas kerja meja Workstation 4 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Desain Fasilitas Kerja Workstation 4 (Pengemasan)
Proses Simulasi Model simulasi dari departemen packaging yang dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 2. Desain Fasilitas Kerja Workstation 3 (Pembentukan Kardus)
3. Workstation 1 (Pengepressan) Pada Workstation 1 (pengepressan), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu ketinggian alat pengepressan karena ketinggian fasilitas kerja dapat mempengaruhi kenyamanan operator. T. landasan kerja pengepress = 95%ile D4, Pria – 100 mm + 40 mm= 1074 mm – 100 mm + 40 mm = 1014 mm Tinggi landasan kerja di Workstation 1 aktual adalah 1000 mm. Antara tinggi 59elati dan tinggi rancangan fasilitas kerja adalah tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar 14 mm, sehingga tidak perlu merubah dimensi ketinggian alat pengepress. 4. Workstation 4 (Pengemasan) Pada Workstation 4 (pengemasan), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu ketinggian meja pengemasan Ukuran 95 persentil dipilih karena diharapkan dapat dapat memberikan kenyamanan operator pada saat beroperasi dan ada pengurangan tinggi sebesar 100 mm menyesuaikan jenis pekerjaan operator dalam kondisi berdiri. Untuk
Gambar 4. Model Simulasi (Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014)
Dari hasil simulasi di atas menjelaskan bahwa model simulasi mengalami bottle neck. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya antrian sebesar 48 pada pendinginan 2 dan nilai output kurang dari nilai maximal arrival yang telah diinputkan (64 < 115). Sehingga diperlukan adanya usulan supaya proses berjalan lebih efisien dan efektif yaitu dengan cara menambah jumlah operator pada workstation pendinginan. Usulan 59elative simulasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Model Simulasi (Usulan) (Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014)
59
JEMIS VOL. 3 NO. 1 TAHUN 2015 Pada proses pendinginan 2 telah ditambahkan resources sebanyak 1. Setelah model simulasi running terlihat bahwa jumlah output sebanding dengan jumlah input (maximal arrival). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa model usulan layak untuk digunakan karena dapat menyelesaikan permasalahan bottle neck. CV. Segar Buah Hutama perlu melakukan penambahan resources sehingga ada penambahan biaya operator pula yaitu sebesar Rp 1.500.000 untuk 1 orang operator untuk pendinginan 2. Pengeluaran tersebut sebanding dengan efisiensi produksi yang meningkat dari 43.2% menjadi 100%, sehingga selisih antara simulasi awal dengan simulasi usulan berbeda secara signifikan. Penambahan resources dapat meminimalisir adanya operator yang bekerja over time melewati batas standar waktu kerja (>7 jam). Bottle neck dari workstation pendinginan 2 telah berkurang sehingga meningkatkan kesibukan (utilization) untuk workstation pengemasan, tetapi dapat menyeimbangkan jumlah input dan output. Perbandingan Fasilitas Kerja Actual dengan Usulan Redesign Fasilitas Kerja Fasilitas Kerja actual masih terdapat kekurangan dalam spesifikasinya yang menyebabkan keluhan musculoskeletal pada operator antara lain dimensi fasilitas kerja pada seluruh workstation tidak sesuai dengan anthropometri tubuh manusia Indonesia, tidak terdapatnya meja dan sandaran kursi pada workstation 3 (pembentukan kardus). Pada penelitian ini fasilitas kerja dirancang senyaman mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomic dan desain lebih futuristik. Perbandingan Fasilitas Kerja Actual dengan redesign dari aspek finansial diperlukan untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan fasilitas kerja. Dari perincian biaya, diperoleh bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan fasilitas kerja actual sebesar Rp 3.298.000,00, sedangkan untuk redesign fasilitas kerja sebesar Rp 6.144.800,00. Sehingga dapat diketahui bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan desain fasilitas kerja usulan relative lebih tinggi daripada fasilitas kerja actual. Hal tersebut sesuai dengan kenyamanan yang akan diperoleh untuk meningkatkan performance system operator dan mengurangi keluhan musculoskeletal.
ISSN 2338-3925
2.
DAFTAR PUSTAKA [1]
Chung, A Christopher. 2004. Modelling Handbook A Practical Approach. Houston : University of Houston, Departement of Industrial Engineering.
[2]
Dewi, Irma Andini et al. 2010. Perencanaan Ulang Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Hasil Simulasi Proses Produksi Rokok. Malang : Program Teknik Industri Universitas Brawijaya.
[3] Dewangga, Asa. 2012. Perancangan Alat Permainan untuk Pasien Pasca Stroke. Prosiding Seminar Nasional 2012 Industrial Design in Creative Industry, Semarang, 23 – 24 Oktober 2012. [4]
Henry, G et.al. 1993. Manual Lifting : The Revised NIOSH Lifting Equation for Evaluation Acceptable Weights for Manual Lifting. Texas : Nelson & Associates.
[5]
Kristanto, Agung et al. 2010. Perancangan Ulang Fasilitas Kerja pada Stasiun Cutting yang Ergonomis Guna Memperbaiki Posisi Kerja Operator Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan.
[6]
Muslim, Erlinda. 2011. Analisis Ergonomi Industri Garmen dengan Posture Evaluation
5. KESIMPULAN Dari analisa yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan kaidah ergonomi, maka diperoleh redesign dari masing-masing workstation. Pada penelitian ini, fasilitas
kerja secara teknis dirancang senyaman mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomic dan desain lebih futuristik. Pada redesign fasilitas kerja, dimensi fasilitas kerja pada seluruh workstation disesuaikan dengan anthropometri tubuh manusia Indonesia, didesain meja pada dan pemberian sandaran kursi serta kursi dapat diatur ketinggiannya pada workstation 3 (pembentukan kardus). Fasilitas Kerja Actual dengan Redesign dari aspek finansial diketahui bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan fasilitas kerja. Usulan relative lebih tinggi daripada fasilitas kerja actual. Hal tersebut sesuai dengan kenyamanan yang akan diperoleh untuk meningkatkan performance system operator dan mengurangi keluhan musculoskeletal operator. Untuk meningkatkan output perusahaan bisa melakukan penambahan resources (tenaga kerja) sebanyak 1 orang untuk meningkatkan efisiensi produksi dari 43.2% menjadi 100% sehingga diperlukan adanya penambahan upah pekerja sebesar Rp 1.500.000,00/bulan.
60
JEMIS VOL. 3 NO. 1 TAHUN 2015 Index pada Virtual Environment. Depok : Universitas Indonesia. [7]
[8]
Nurmianto, E. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna Widya. Ojanen, K et.al. 2000. OWASCA : Computeraided Visualizing and Training Software for Work Posture Analysis. Journal of Occupational Health.
ISSN 2338-3925 [9]
Tarwaka. 2010. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Solo : Harapan Press.
[10] Wignosoebroto, S. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. 1995. Edisi Pertama. Surabaya : PT. Guna Widya.
61