PENINGKATAN KUALITAS PAPAN KOMPOSIT SISAL (Agave sisalana Perr.) DENGAN PERLAKUAN MEKANIS
FIRDA AULYA SYAMANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Kualitas Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Firda Aulya Syamani NIM. E051060311
ABSTRACT FIRDA AULYA SYAMANI. Improving Quality of Sisal (Agave sisalana Perr.) Composite Board by Mechanical Treatment. Under the direction of MUH. YUSRAM MASSIJAYA dan BAMBANG SUBIYANTO. Mechanical treatment is one of techniques to improve board properties. In this research mechanical treatment such as repetition of ring flaker processing on sisal fibers is expected to separate bundle of fibers into individual fiber, for resin can easily wetting the fibers. Then, overlaying board was conducted to improve board’s properties. The objectives of this study were to find out effect of mechanical treatment on sisal fibers and type of board-overlays on quality of sisal (Agave sisalana Perr.) composite boards. Board target density was 0.60 g/cm3. Sisal fibers were processed by ring flaker for 1, 2 or 4 cycles prior to board manufacturing. Composite boards were bonded by isocyanate. Resins content used was 10% based on raw material oven dry weight. Boards were made as single layer board and three layers board. On three layers boards, 25% of total resin was used on board-overlays. Types of board-overlays were rubber wood veneer, betung bamboo plait and formica. Board’s properties were tested based on JIS A 5908-2003. The research results show that mechanical treatment such as ring flaker processing of sisal fibers sicnificantly improve thickness swelling properties of sisal board significantly. Sisal fibers through once cycle ring flaker processing produced board with higher internal bond, modulus of rupture and screw holding power properties compared to those of sisal fibers through two or four cycles ring flaker processing. Overlaid board using rubber wood veneer showed highest mechanical and physical properties compared to those of other overlaid materials. Keywords : sisal fiber, isocyanate, ring flaker processing, board-overlays
RINGKASAN FIRDA AULYA SYAMANI. Peningkatan Kualitas Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis. Dibimbing oleh MUH. YUSRAM MASSIJAYA dan BAMBANG SUBIYANTO. Serat alam adalah bahan berlignoselulosa yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan komposit. Serat yang berasal dari daun tanaman Agave sisalana Perr. (serat sisal) telah dimanfaatkan sebagai penguat dalam matriks papan memiliki kelebihan, karena dapat menghasilkan papan yang biodegradable dengan sifat kekuatan spesifik yang tinggi dan konsumsi energi yang rendah (Mishra et al. 2004). Dengan sifat mekanis yang baik, serat sisal mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku papan komposit. Penelitian mengenai papan sisal menggunakan perekat fenol formaldehida, urea formaldehida dan melamin urea formaldehida menghasilkan papan dengan sebagian sifat mekanis papan telah memenuhi persyaratan JIS A5908-1994 untuk papan partikel, namun tidak demikian dengan sifat fisis papan, terutama sifat pengembangan tebal papan (Syamani et al. 2006, Syamani et al. 2008b). Serat sisal merupakan bundles of fiber, yang terdiri dari banyak sel individu yang masing-masing memiliki lumen sel. Dalam proses pembuatan papan, diperlukan kontak yang intensif antara perekat dan komponen penyusun papan. Dengan banyaknya jumlah lumen dalam bundel serat sisal, perekat sulit mengalir ke dalam seluruh lumen serat sisal. Proses pengempaan saat pembuatan papan menyebabkan lumen memipih. Papan yang dihasilkan berpotensi untuk mengembang ketika direndam dalam air, karena lumen yang tidak dapat dimasuki perekat berpotensi untuk dimasuki air ketika papan direndam dalam air. Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker diharapkan dapat memecah bundel serat sisal menjadi sel individu agar terjadi kontak yang lebih intensif antara perekat dan sisal. Selain perlakuan mekanis menggunakan ring flaker, peningkatan kualitas papan sisal juga diupayakan dengan cara memberikan pelapis pada bagian muka dan belakang papan, menggunakan vinir kayu karet (Hevea brasiliensis), anyaman bambu betung (Dendrocalamus asper) dan formika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mekanis menggunakan ring flaker pada serat sisal terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal, menguji kemampuan pelapisan dalam meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan sisal yang direkat dengan isosianat, serta mengetahui ketahanan papan sisal yang direkat isosianat dan dilapis terhadap serangan rayap tanah. Papan yang dibuat dalam penelitian ini berukuran 25cm x 25 cm x 1 cm dengan target kerapatan 0,6 g/cm3. Serat sisal yang digunakan adalah serat sisal sepanjang 2 cm untuk sisal kontrol. Sedangkan sisal yang diproses dengan ring flaker dipotong sepanjang 10 cm kemudian diproses dengan ring flaker sebanyak 1 putaran, 2 putaran atau 4 putaran dalam keadaan lembab. Serat dikeringkan hingga mencapai kadar air 7%. Bahan pelapis yang digunakan adalah vinir kayu karet, anyaman bambu betung dan formika, yang dikeringkan hingga mencapai kadar air 7%. Papan dibuat membentuk single layer board untuk papan sisal tanpa pelapis dan three layers board untuk papan sisal dengan pelapis. Perekat yang digunakan adalah isosianat dengan kadar perekat 10% berdasarkan berat kering bahan baku. Perekat yang digunakan untuk melabur pelapis adalah sebanyak 25%
dari total perekat yang digunakan. Pengempaan panas menggunakan suhu 140°C dengan tekanan efektif 0,8 N/mm² selama 10 menit. Papan dikondisikan selama 2 minggu, kemudian dipotong untuk pengujian sifat fisis dan mekanis berdasarkan standar JIS A 5908-2003 untuk papan partikel. Data yang terkumpul untuk setiap parameter pada masing-masing jenis papan dirata-ratakan dan dibandingkan satu sama lain. Selain itu dilakukan pula analisis statistik dengan menggunakan rancangan acak lengkap percobaan faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker dapat memperbaiki sifat penyerapan air dan pengembangan papan dibandingkan dengan sisal kontrol. Pengolahan 1 putaran ring flaker menghasilkan geometri sisal yang dapat memperbaiki sifat daya serap air, keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan kuat pegang sekrup papan dibandingkan dengan perlakuan mekanis dengan 2 putaran atau 4 putaran ring flaker dan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 untuk base particleboard tipe 8 dalam hal sifat keteguhan rekat internal. Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet dapat memperbaiki sifat daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan modulus elastisitas papan dibandingkan dengan papan sisal tanpa pelapis dan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 untuk veneered particleboard. Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet menghasilkan papan dengan nilai keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan modulus elastisitas yang lebih baik dibandingkan dengan papan sisal yang menggunakan anyaman bambu betung atau formika sebagai pelapis. Papan sisal dengan pelapis formika memiliki ketahanan terhadap serangan rayap yang lebih baik dibandingkan dengan papan dengan pelapis vinir kayu karet atau anyaman bambu betung. Kata kunci : serat sisal, isosianat, perlakuan mekanis dengan ring flaker, pelapis
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENINGKATAN KUALITAS PAPAN KOMPOSIT SISAL (Agave Sisalana Perr.) DENGAN PERLAKUAN MEKANIS
FIRDA AULYA SYAMANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr.
Judul Thesis
Nama NIM
: PENINGKATAN KUALITAS PAPAN KOMPOSIT SISAL (Agave sisalana Perr.) DENGAN PERLAKUAN MEKANIS : FIRDA AULYA SYAMANI : E051060311
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. Ketua
Prof (r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS.
Tanggal Ujian : 27 Agustus 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Peningkatan Kualitas Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis” dapat diselesaikan berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Bapak Prof(r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan dan saran yang terkait dengan penelitian ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. sebagai penguji luar komisi pada ujian thesis atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan thesis ini. 3. Para Kepala Laboratorium Bio-komposit, Laboratorium Pengawetan Kayu, Laboratorium Konversi Biomassa dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu UPT BPP Biomaterial LIPI, Dr. Subyakto, Dr. Sulaeman Yusuf, Ir. Euis Hermiati, MSc. dan Dr. Wahyu Dwianto. 4. Staf di Workshop, Laboratorium Bio-komposit dan Laboratorium Pengawetan Kayu UPT BPP Biomaterial yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian, Sudarmanto, Fazhar, Jayadi, Pak Saeful, Teguh, Ismadi, Tyo, Ismail, Ruchin, Wida, Lilik, Didi, Himmi. 5. Teman-teman Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan angkatan 2006 dan 2007, terima kasih atas kebersamaan, dorongan dan bantuannya selama perkuliahan, penelitian dan penyelesaian tesis ini. 6. Ibu Yetvi dan Sukma, teman satu bimbingan dan satu kantor, terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya. 7. Bapak Prof (r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. sebagai Ka. UPT Biomaterial LIPI periode 2005-2008 yang telah memberikan izin dan dukungan untuk melanjutkan studi di IPB. 8. Bapak Dr. Suprapedi, M.Eng. sebagai Ka. UPT Biomaterial LIPI saat ini yang telah memberikan izin dan dukungan untuk melanjutkan studi di IPB 9. Biro Organisasi dan Kepegawaian LIPI, yang telah memberikan beasiswa selama 1 tahun. 10. Ayahanda H. Syahruddin Husein, Ibunda Hj. Titin Sumarni, terima kasih setulus hati penulis ucapkan atas doa yang tiada putusnya. Saudara-saudaraku atas segala doa dan kasih sayangnya. 11. Suami tercinta Zaenal Arifin, S.Tp, MM dan anakku tersayang Farras Zahid Zaenal dan Faiha Shalihah Zaenal, yang keduanya dilahirkan ketika penulis menjalani studi di Program Pascasarjana IPK ini, terima kasih atas doa, kasih sayang, pengorbanan dan dukungannya selama penulis menjalani studi selama 2 tahun dan melaksanakan penelitian. Keberadaan mereka adalah anugerah terindah dalam hidup penulis. Dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2009 Firda Aulya Syamani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1976 dari pasangan yang berbahagia ayahanda H. Syahruddin Husein, SE dan Ibunda Hj. Titin Sumarni. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara. Pendidikan dasar penulis awali di Sekolah Dasar Negeri Mangkura Ujung Pandang pada tahun 1982 dan menyelesaikan di Sekolah Dasar Negeri 01 Grogol Selatan Jakarta tahun 1988. Pendidikan lanjutan diawali di Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 48 Jakarta tahun 1988, dan diselesaikan di Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 2 Tanjungkarang Lampung tahun 1991. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Jakarta dan lulus tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sejak September 1994, lulus pada Desember 2001 dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Penulis juga menempuh pendidikan di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka mulai tahun 1998 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 2004. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, penulis menjadi guru Ekonomi dan Akuntansi di Madrasah Aliyah Al Falah Kebun Jeruk Jakarta Barat. Sejak tahun 1 Februari 2005, penulis bertugas di Laboratorium Bio-komposit UPT BPP Biomaterial LIPI sampai saat ini. Penulis adalah anggota organisasi Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) dengan Minat Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2006. Pada 21 September 2003 penulis menikah dengan Zaeal Arifin, S.Tpt, M.M dan sekarang dikaruniai 2 anak Farras Zahid Zaenal dan Faiha Shaliha Zaenal. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan penulis menyusun tesis dengan judul “Peningkatan Kualitas Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Prof(r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. sebagai anggota Komisi Pembimbing. Selama mengikuti program S2, penulis membuat buku “Analisis Perekatan Kayu” bersama tim (Prof. Dr.Ir.Surdiding Ruhendi, M.Sc., Desy Natalia Koroh, Sahriyanti Saad, Hikma Yanti, Nurhaida, Tito Sucipto) yang telah diterbitkan tahun 2007.
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................ Manfaat Penelitian .............................................................................. Hipotesis Penelitian .............................................................................
1 3 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA Papan Komposit .................................................................................. Perekat dan Teori Perekatan ................................................................ Isosianat .............................................................................................. Risalah Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) .......................................... Risalah Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) ..................... Risalah Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) ........................ Vinir .................................................................................................... Lembaran Formika .............................................................................. Uji Ketahanan Komposit terhadap Serangan Rayap Tanah ................
5 7 9 12 13 15 16 16 16
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. Bahan dan Alat Penelitian ................................................................... Desain Penelitian ................................................................................. Karakterisasi Serat Sisal ...................................................................... Karakterisasi Bahan Pelapis ................................................................ Persiapan Serat Sisal ........................................................................... Pembuatan Papan Komposit Sisal ....................................................... Pengujian Kualitas Papan Komposit Sisal .......................................... Rancangan Percobaan dan Analisis Data ............................................
18 18 21 22 22 23 24 26 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan ............................................................................. Sifat Fisis Papan Komposit Sisal ........................................................ Sifat Mekanis Papan Komposit Sisal .................................................. Perbandingan Sifat Fisis dan Mekanis Papan ..................................... Ketahanan Papan terhadap Serangan Rayap Coptotermes gestroi ......
33 40 51 65 68
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ............................................................................................. 72 Saran .................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73 LAMPIRAN .................................................................................................... 79
DAFTAR TABEL Halaman 1. Sifat kimia dan mekanis serat sisal ........................................................... 12 2. Sifat fisis dan mekanis bambu betung ...................................................... 14 3. Kondisi pengujian bahan pelapis .............................................................. 22 4. Spesifikasi bahan pelapis .......................................................................... 37 5. Perbandingan sifat fisis dan mekanis papan komposit sisal dengan pelapis berdasarkan JIS A 5908-2003 .......................................... 67 6. Mortalitas rayap (%) pada pengamatan minggu I-III ............................... 70
DAFTAR GAMBAR
1.
Reaksi pembentukan poliuretan ............................................................. 10
2.
Struktur molekul diphenylmethane diisocyanate (MDI) ........................ 10
3.
Tanaman dan serat sisal (Agave sisalana Perr.) ..................................... 18
4.
Anyaman bambu betung, formika dan vinir kayu karet ........................ 19
5.
Pola anyaman bambu ............................................................................. 19
6.
Perekat isosianat .................................................................................... 20
7.
Drum mixer, kempa panas dan universal testing machine .................... 20
8.
Rayap Captotermes gestroi .................................................................... 21
9.
Sketsa konstruksi papan komposit ......................................................... 22
10.
Ring flaker dan serat sisal setelah diolah ring flaker ............................. 23
11.
Pengeringan sisal setelah diolah ring flaker .......................................... 23
12.
Skema proses pembuatan papan komposit ............................................. 25
13.
Pola pemotongan contoh uji pada papan ulangan 1 dan 2 ..................... 26
14.
Pengujian bending papan ...................................................................... 28
15.
Pengujian keteguhan rekat internal (internal bond) .............................. 29
16.
Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap (JWPA-test) ................. 31
17.
Fotografi SEM penampang melintang bundel serat sisal dengan pembesaran 1000x ................................................................................. 33
18.
Anatomi sel serat sisal sebelum dan setelah diproses dalam ring flaker (pembesaran 400 kali) .......................................................... 34
19.
Serat sisal sebelum dan setelah diproses dengan ring flaker ................. 34
20.
Histogram frekuensi panjang serat sisal ................................................ 35
21.
Histogram frekuensi slenderness ratio serat sisal ................................. 36
22.
Histogram MOR dan MOE bahan pelapis ............................................. 38
23.
Sudut kontak antara isosianat dengan vinir kayu karet(A), formika(B), anyaman bambu betung (C) ............................................... 40
24.
Histogram kerapatan papan komposit sisal ........................................... 41
25.
Histogram kadar air papan komposit sisal ............................................. 43
26.
Histogram daya serap air papan sisal setelah perendaman 24 jam ........ 45
27.
Pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam ... 48
28.
Pengembangan tebal papan tanpa pelapis .............................................. 49
Halaman 29.
Pengembangan tebal papan sisal R4 berlapis vinir ................................ 50
30.
Histogram keteguhan rekat internal papan sisal .................................... 52
31.
Histogram keteguhan patah papan sisal ................................................. 55
32.
Grafik deformasi vinir, formika dan bambu saat pengujian bending .... 58
33.
Histogram modulus elastisitas papan sisal ............................................ 60
34.
Histogram kuat pegang sekrup papan sisal ............................................ 63
35.
Histogram presentase kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap Coptotermes gestroi ..................................................................... 68
36.
Serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis ................................... 70
37.
Grafik tingkat mortalitas rayap (%) pada setiap minggu pengamatan .. 71
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Analisis ragam panjang serat sisal ......................................................... 79
2..
Analisis ragam slenderness ratio serat sisal ........................................... 79
3.
Analisis ragam keteguhan patah bahan pelapis ..................................... 79
4.
Uji lanjut keteguhan patah bahan pelapis .............................................. 80
5.
Analisis ragam modulus elastisitas bahan pelapis ................................. 80
6.
Uji lanjut MOE bahan pelapis ............................................................... 80
7.
Analisis ragam kerapatan papan sisal ..................................................... 80
8.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada kerapatan papan .............. 81
9.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada kerapatan papan ........................ 81
10.
Analisis ragam kadar air papan sisal ...................................................... 81
11.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada kadar air papan ................ 81
12.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada kadar air papan ......................... 81
13.
Analisis ragam daya serap air (DSA) 2 jam papan sisal ........................ 82
14.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada DSA 2 jam papan ........... 82
15.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada DSA 2 jam papan ..................... 82
16.
Analisis ragam daya serap air (DSA) 24 jam papan sisal ...................... 82
17.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada DSA 24 jam papan ......... 83
18.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada DSA 24 jam papan ................... 83
19.
Analisis ragam pengembangan tebal (TS) 2 jam papan sisal ................. 83
20.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada TS 2 jam papan ............. 83
21.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada TS 2 jam papan ......................... 83
22.
Analisis ragam pengembangan tebal (TS) 24 jam papan sisal ............... 84
23.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada TS 24 jam papan ............. 84
24.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada TS 24 jam papan ....................... 84
25.
Analisis ragam keteguhan rekat papan sisal .......................................... 84
26.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada keteguhan rekat papan ... 85
27.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada keteguhan rekat papan ............. 85
28.
Analisis ragam keteguhan patah (MOR) papan sisal ........................... 85
29.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada MOR papan .................... 85
30.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada MOR papan .............................. 85
Halaman 31.
Analisis ragam modulus elastisitas (MOE) papan sisal ........................
86
32.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada MOE papan.....................
86
33.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada MOE papan ..............................
86
34.
Analisis ragam kuat pegang sekrup papan sisal ....................................
86
35.
Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada KPS papan .....................
87
36.
Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada KPS papan lapis .......................
87
37.
Analisis ragam presentase kehilangan berat akibat serangan rayap ......
87
38.
Analisis ragam presentase mortalitas rayap pada papan .......................
87
39.
Uji lanjut pengaruh bahan pelapis pada presentasi mortalitas rayap .....
87
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bahan baku pembuatan papan umumnya berupa kayu gergajian. Namun dengan menurunnya pasokan bahan baku kayu, pembuatan papan tidak lagi bertumpu pada kayu berkualitas tinggi namun beralih ke pemanfaatan partikel kayu sehingga berkembanglah produk papan partikel. Saat ini produk papan semakin bervariasi dengan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari bahan berlignoselulosa selain kayu dan penggunaan berbagai jenis matrik dan perekat, yang kemudian produk tersebut dikenal dengan istilah papan komposit. Serat alam adalah bahan berlignoselulosa yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan komposit. Serat alam diklasifikasikan menjadi serat kayu (wood fiber) dan serat alam non kayu (nonwood natural fiber) (Mohanty et al. 2002). Pemanfaatan serat alam sebagai penguat dalam matriks papan memiliki kelebihan, karena dapat menghasilkan papan yang biodegradable dengan sifat kekuatan spesifik yang tinggi dan konsumsi energi yang rendah (Mishra et al. 2004). Salah satu serat alam non kayu adalah serat yang berasal dari daun tanaman Agave sisalana Perr. atau sering disebut dengan serat sisal. Selama ini serat sisal banyak dimanfaatkan untuk dijadikan tali pengikat tembakau, sebagai bahan baku industri kuas, pembungkus kabel, kerajinan rumah tangga (keset, sapu, sulak, sikat dan pecut), pulp, campuran karpet, karung, geotekstil dan jala ikan (Santoso 2007). Dengan sifat mekanis yang baik, serat sisal mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku papan komposit. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam memanfaatkan sisal sebagai penguat dalam matriks termoset (poliester, epoksi, fenol formaldehida), matriks termoplastis (polietilen, polipropilen, polistiren dan polivinilklorida), matriks karet, matriks semen dan gipsum (Li et al. 2000). Di Indonesia, penelitian mengenai
papan
sisal
menggunakan
perekat
fenol
formaldehida,
urea
formaldehida dan melamin urea formaldehida sudah dilakukan. Sebagian sifat mekanis papan yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan JIS A5908-1994 untuk papan partikel, namun tidak demikian dengan sifat fisis papan, terutama sifat pengembangan tebal papan (Syamani et al. 2006, Syamani et al. 2008b).
2
Menurut Munawar (2008) serat sisal merupakan bundles of fiber, yang terdiri dari banyak sel serat individu. Tebal dinding sel serat individu sisal antara 3.0 – 4.0 μm dengan diameter lumen antara 4.0 – 17.0 μm. Dalam proses pembuatan papan, diperlukan kontak yang intensif antara perekat dan komponen penyusun papan. Dengan banyaknya jumlah lumen dalam bundel serat sisal, perekat sulit mengalir ke dalam seluruh lumen serat sisal. Proses pengempaan saat pembuatan papan menyebabkan lumen memipih. Papan yang dihasilkan berpotensi untuk mengembang ketika direndam dalam air, karena lumen yang tidak dapat dimasuki perekat berpotensi untuk dimasuki air ketika papan direndam dalam air. Dengan demikian diperlukan suatu perlakuan yang dapat memecah bundel serat sisal agar perekat dapat berinteraksi secara lebih intensif dengan serat sisal. Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menjawab permasalahan tersebut. Selain perlakuan mekanis menggunakan ring flaker, peningkatan kualitas papan sisal juga diupayakan dengan cara memberikan pelapis pada bagian muka dan belakang papan, menggunakan vinir kayu karet, anyaman bambu betung dan formika. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), penggunaan lapisan vinir pada bagian permukaan papan partikel memperbaiki sifat papan, sehingga kebanyakan parameter sifat fisis dan mekanisnya mirip dengan kayu lapis. Kayu yang umum diolah menjadi vinir adalah kayu karet, selain karena dapat dihasilkan permukaan yang halus, ketersediaannya cukup besar sejalan dengan peremajaan perkebunan karet rakyat (Boerhendhy dan Agustina 2006). Massijaya et al. (2006) menyatakan bahwa papan komposit dengan perekat MF 8% menggunakan anyaman bambu betung dengan kulit sebagai lapisan muka dan belakang, memiliki mekanis yang lebih unggul dibandingkan dengan papan komposit dengan pelapis anyaman bambu tali maupun bambu andong. Bahan pelapis lain yang umum digunakan dalam berbagai furnitur adalah formika, karena permukaannya licin, mudah dibersihkan dan tahan panas. Pembuatan papan komposit memerlukan perekat sebagai pengikat antara komponen pembentuk papan. Umumnya perekat yang digunakan adalah perekat berbasis formaldehida. Permasalahan yang ditimbulkan dari penggunaan perekat berbasis formaldehida adalah senyawa formaldehida yang terkandung dalam
3
perekat tersebut mudah lepas ke udara, yang terjadi selama masa pemakaiannya. Emisi formaldehida ini dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi konsumen. Untuk mengurangi dampak negatif emisi formaldehida, maka dalam penelitian ini digunakan perekat berbasis non formaldehida, berupa perekat isosianat.
Perumusan Masalah Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sebagian sifat mekanis papan sisal telah memenuhi persyaratan JIS A5908-1994 untuk papan partikel, namun tidak demikian dengan sifat fisis papan, terutama sifat pengembangan tebal papan (Syamani et al. 2006 dan Syamani et al. 2008b). Dampak negatif emisi formaldehida dari produk papan perlu dieliminasi dengan tetap menghasilkan papan yang berkualitas tinggi. Karena itu permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh perlakuan mekanis menggunakan ring flaker pada serat sisal terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal? Bagaimana pengaruh jenis pelapis (anyaman bambu betung, vinir kayu karet dan formika) terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal? Bagaimana ketahanan papan sisal yang direkat dengan isosianat terhadap serangan rayap tanah?.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mekanis menggunakan ring flaker pada serat sisal terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal, menguji kemampuan pelapisan dalam meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan sisal yang direkat dengan isosianat, serta mengetahui ketahanan papan sisal yang direkat isosianat terhadap serangan rayap tanah.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi alternatif sumber bahan baku pembuatan papan bagi upaya menjaga kelangsungan produksi papan di Indonesia. Kemudian diharapkan juga agar dapat menghasilkan papan sisal dengan kualitas yang memenuhi standar penggunaan dan aman bagi konsumen.
4
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah : 1.
Banyaknya putaran perlakuan mekanis dengan ring flaker pada serat sisal mempengaruhi sifat papan sisal yang dihasilkan.
2.
Jenis pelapis yang digunakan untuk melapisi permukaan papan sisal mempengaruhi sifat papan sisal yang dihasilkan.
3.
Papan sisal yang direkat dengan isosianat dan dilapis dengan berbagai jenis pelapis mampu bertahan dari serangan rayap tanah.
TINJAUAN PUSTAKA
Papan Komposit Komposit dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih elemen yang dipersatukan dengan suatu matriks (Bergland dan Rowell 2005). Pengembangan produk komposit dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan, yaitu : 1) mengurangi biaya bahan baku dengan menggabungkan bahan baku murah dan mahal; 2) mengembangkan produk dari pemanfaatan bahan daur ulang dan produknya sendiri dapat didaur ulang; 3) menghasilkan produk dengan sifat spesifik yaitu bersifat superior dibandingkan dengan bahan penyusunnya masingmasing (seperti meningkatkan nisbah kekuatan terhadap berat) (Youngquist 1995). Istilah komposit lignoselulosik menggambarkan dua keadaan. Pertama ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai bahan utama dalam komposit, dan keadaan kedua adalah ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai agregat pengisi atau penguat dalam suatu matriks. Apapun skenario yang digunakan, tujuan dari pengembangan komposit lignoselulosik adalah untuk menghasilkan suatu produk dengan sifat yang merupakan gabungan sifat terbaik dari setiap komponen penyusunnya Bahan baku komposit lignoselulosik berbasis pertanian dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu yang bersumber dari limbah pertanian, dan tanaman yang menghasilkan serat (English et al. 1997). Papan komposit merupakan istilah umum untuk panel yang dibuat dari partikel atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat melalui proses pengempaan panas pada tekanan tertentu (Pease 1994). Salah satu jenis papan komposit yang banyak digunakan adalah papan partikel. Papan partikel adalah istilah umum untuk panel yang dibuat dari bahan berlignoselulosa (biasanya kayu), dalam bentuk tertentu (partikel) yang dikombinasikan dengan resin sintetik atau perekat lainnya, direkat bersama melalui proses pengempaan panas pada suhu dan tekanan tertentu, sehingga tercipta ikatan antar partikel, dan selama proses pembuatannya, dapat ditambahkan bahan lain yang dimaksudkan untuk meningkatkan sifat tertentu (Maloney 1993).
6
Menurut Maloney (1993) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi sifat akhir papan yaitu : jenis kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis perekat, jumlah dan distribusi perekat, penggunaan aditif, kadar air dan distribusi !apik, pelapisan berdasarkan ukuran partikel, pelapisan berdasarkan kerapatan, serta orientasi partikel. Berbagai macam partikel digunakan dalam pembuatan papan partikel. Mulai dari partikel berbentuk strand, flake, sampai fiber bundles. Partikel yang ideal untuk kekuatan dan stabilitas dimensi adalah flake yang tipis dengan ketebalan yang seragam dan nisbah panjang-tebal (slenderness ratio) yang tinggi (Bowyer et al. 2003). Papan partikel seringkali dikombinasikan dengan lembaran vinir pada bagian permukaannya untuk memperbaiki sifat mekanis. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), penggunaan lapisan vinir pada bagian permukaan papan partikel memperbaiki sifat panel dan kebanyakan parameter sifat fisis dan mekanisnya mirip dengan kayu lapis. Kombinasi papan partikel yang dilapisi dengan vinir ini disebut comply. Comply terbuat dari vinir dan partikel atau flake. Panel tersusun dari 3 lapis dimana vinir berfungsi sebagai lapisan muka dan belakang, sementara partikel sebagai lapisan tengah (Maloney 1993). Dengan pertimbangan bahwa pada masa yang akan datang bahan baku untuk pembuatan vinir akan semakin terbatas, maka sebagai lapisan muka dan belakang papan partikel digunakan anyaman bambu. Hasil penelitian Sudijono dan Subyakto (2002) menunjukkan bahwa papan komposit dengan kerapatan ratarata 0,6 g/cm3 berlapis bilah bambu setebal 2 mm, memiliki nilai MOR 246,2 kgf/cm2, lebih tinggi dibandingkan papan tanpa lapisan dengan MOR sebesar 83,9 kgf/cm2. Massijaya et al. (2006) menyatakan bahwa papan komposit dengan perekat MF 8% menggunakan anyaman bambu betung dengan kulit sebagai lapisan muka dan belakang, memiliki mekanis yang lebih unggul dibandingkan dengan papan komposit dengan anyaman bambu tali maupun bambu andong, yaitu MOE sebesar 3330,15 N/mm2 dan MOR sebesar 14,77 N/mm2. Kemudian Massijaya et al (2006) melakukan penelitian lanjutan yang menyimpulkan bahwa papan komposit dengan perekat UF 8% menggunakan anyaman bambu betung tanpa kulit sebagai lapisan muka dan belakang, memiliki mekanis yang lebih unggul dibandingkan
7
dengan papan komposit dengan perekat UF 8% menggunakan anyaman bambu betung dengan kulit atau papan komposit dengan perekat MF 8% menggunakan anyaman bambu betung dengan dan tanpa kulit. Sifat mekanis papan komposit dengan perekat UF 8% menggunakan anyaman bambu betung tanpa kulit adalah nilai MOE sebesar 4403,41 N/mm2, nilai MOR sebesar 28,63 N/mm2 dan nilai keteguhan rekat sebesar 0,64 N/mm2.
Perekat dan Teori Perekatan Perekat (adhesives) adalah suatu substansi yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaan (Blomquist 1983; Ruhendi dan Hadi 1997; ASTM di dalam Vick 1999). Dilihat dari reaksi perekat terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan atas perekat termoset (thermosetting) dan termoplastis (thermoplastic). Perekat termoset merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas dan reaksinya bersifat tidak dapat balik (irreversible). Perekat jenis ini jika sudah mengeras, tidak dapat lagi menjadi lunak. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah fenol formaldehida, urea formaldehida, melamin formaldehida, isosianat, dan resorsinol formaldehida Perekat termoplatis adalah perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan menjadi mengeras kembali jika suhunya telah turun. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvinil adhesive, cellulose adhesive, acrylic resin adhesive (Ruhendi dan Hadi 1997). Perekatan mengaju pada interaksi antara permukaan perekat dan permukaan substrat. Faktor utama yang mempengaruhi perekatan adalah proses pembentukan ikatan (Frihart 2005). Menurut Pizzi (1994) ada 4 teori dasar untuk menerangkan fenomena perekatan, yaitu : 1) teori perekatan mekanikal; 2) teori difusi; 3) teori elektronik dan 4) teori perekatan spesifik (teori adsorpsi). Untuk bidang perekatan kayu, terdapat teori tambahan berupa teori ikatan kimia secara kovalen. Mekanisme perekatan mekanikal adalah terjadinya aksi bersikunci perekat pada permukaan, ketika perekat mengalir ke dalam permukaan substrat yang berpori, kemudian mengeras dan berperan sebagai jangkar perekatan (Gent dan Hamed 1983). Namun kemampuan perekat untuk memasuki permukaan substrat
8
dan kekuatan perekatan akan berkurang pada saat porositas permukaan substrat tidak cukup dalam (Packham 2003). Dalam teori difusi, makromolekul pada perekat maupun substrat mempunyai kemampuan yang cukup untuk bergerak dan terlarut satu sama lain, dengan syarat baik polimer perekat maupun substrat memiliki nilai kelarutan yang sama. Untuk itu polimer substrat harus dalam bentuk amorf. Teori elektronik (ikatan
ionik)
mensyaratkan
adanya
perbedaan
elektronegatifitas
antara
permukaan perekat dan permukaan substrat agar terjadi gaya elektrostatis di antara keduanya yang akan menyebabkan terjadinya perekatan. Sedangkan teori perekatan spesifik menyatakan bahwa perekatan adalah hasil dari kontak intermolekuler dan interatomik antara permukaan dua material, yang dapat berupa ikatan van der Waals, ikatan hidrogen maupun gaya elektrostatis (Pizzi 1994). Teori ikatan kovelen, khusus menjelaskan perekatan yang terjadi pada perekatan kayu, dengan syarat perekat dan substrat harus mampu saling bereaksi secara kimia. Ikatan kovalen terjadi antara resin urea formaldehida, melamin formaldehida dan fenol formaldehida dan kayu, melalui gugus methylol yang reaktif dalam resin dengan gugus hidroksil dari karbohidrat atau lignin (Troughton 1967 di dalam Pizzi 1994). Dalam proses perekatan, perekat melalui lima tahapan untuk membentuk ikatan yaitu : pengaliran (flowing), transfer (transferring), penetrasi (penetrating), pembasahan (wetting), pengerasan (solidifying). Pembentukan ikatan dimulai dengan proses pengaliran dimana perekat mengalir pada bidang rekat. Pada tahap transfer, sebagian perekat berpindah ke bidang rekat pasangannya, kemudian pada tahap penetrasi perekat memasuki dan mengisi permukaan kayu yang bersifat porous. Pada tahapan selanjutnya terjadi proses pembasahan yang menunjukkan bahwa pembentukan ikatan telah terjadi antara permukaan kayu dengan perekat, sedangkan pada tahap pengerasan, perekat mengeras membentuk ikatan yang kuat (Marra l992). Untuk mendapatkan kualitas rekatan yang baik, perlu diperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas rekatan. Menurut Ruhendi dan Hadi (1997) terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi kualitas perekatan yaitu :
9
kualitas sirekat, kualitas perekat, proses perekatan, dan kondisi penggunaan produk. Selanjutnya dikemukakan pula oleh Tsoumis (1991), bahwa di samping jenis perekat, kualitas rekatan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi permukaan kayu, keterbasahan dengan perekat, kadar air, dan faktor-faktor lainnya. Kondisi permukaan kayu yang dimaksud terutama berkaitan dengan kehalusan dan kebersihan permukaan kayu. Keterbasahan kayu terutama dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : perekat (temperatur, viskositas, tegangan permukaan), dan kayu (kerapatan dan ekstraktif). Kandungan air yang tinggi mengurangi gaya tarik (attractive forces) dan meningkatkan sifat pengaliran perekat yang menyebabkan absorpsi berlebihan dan melemahkan ikatan. Perubahan kadar air juga menyebabkan penyusutan dan pengembangan yang dapat menyebabkan kerusakan ikatan perekat. Sebaliknya kadar air yang terlalu rendah dapat menyebabkan masalah pada keterbasahan, menghambat penetrasi perekat, dan menyebabkan pengerasan perekat yang terlalu cepat. Disamping faktor-faktor tersebut, faktor lain yang juga mempengaruhi kualitas rekatan adalah kualitas perekat, penyimpanan dan penyiapan yang sesuai, keseragaman dan pengendalian pelaburan, pengendalian waktu pelaburan dan perakitan (assembly), kecukupan dan keseragaman tekanan.
Isosianat Berbagai jenis perekat yang dikenal dan digunakan secara luas untuk berbagai produk adalah urea formaldehida, melamin formaldehida, fenol formaldehida, dan resorsinol formaldehida. Kesemua jenis perekat tersebut mengandung senyawa formaldehida yang mudah lepas ke udara baik selama proses pengerjaan maupun dalam penggunaannya. Pelepasan senyawa ini disebut emisi formaldehida yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Vick 1999). Salah satu upaya untuk menanggulangi bahaya emisi tersebut adalah dengan menggunakan perekat non formaldehida seperti isosianat, epoksi, maupun polivinil asetat. Dari beberapa jenis perekat tersebut, yang umum digunakan dalam pembuatan papan komposit adalah perekat isosianat.
10
Perekat isosianat telah menarik perhatian yang luas dalam pembuatan kayu komposit. Hal tersebut disebabkan oleh reaktifitas yang tinggi, kekuatan ikatan yang tinggi, daya tahan yang tinggi, serta merupakan perekat yang tidak berbasis formaldehida (Kawai et al. 1998). Selain tidak berbasis formaldehida, isosianat juga memiliki beberapa kelebihan seperti: pematangan (curing) perekat yang lebih cepat, memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap air/kelembaban, suhu pengempaan yang lebih rendah, sifat fisis dan mekanis serta daya tahan panel yang lebih baik (Galbraith dan Newman 1992, Petrie 2004). Lebih lanjut dikemukakan oleh Maloney (1993) dan Marra (1992), gugus isosianat pada perekat dan gugus hidroksil pada kayu berikatan secara kimia, menghasilkan ikatan kovalen yang sangat baik berupa ikatan uretan (Gambar 1). Jika senyawa diisosianat beraksi dengan senyawa yang mengandung dua atau lebih gugus hidroksil (poliol), maka akan memberntuk polimer rantai panjang yang disebut dengan poliuretan (Wikipedia 2009a).
Gambar 1. Reaksi pembentukan poliuretan Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatilitasnya rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992). Rumus molekul dari MDI adalah C15H10O2N2, berat molekul 250,25 g/mol, titik leleh 40ºC, titik didih 314ºC, sedangkan struktur molekul MDI dapat dilihat pada Gambar 2 (Wikipedia 2009b).
Gambar 2. Struktur molekul diphenylmethane diisocyanate (MDI) Ikatan kayu dengan isosianat tidak sama dengan resin fenol formaldehida dan urea formaldehida. Kebanyakan resin kayu konvensional mengalir pada permukaan kayu yang kasar dan mengeras. Segera setelah mengeras, dia akan melekat secara mekanis dan mengeras untuk menarik permukaan kayu yang lebih luas. Pada isosianat, disamping terjadi ikatan mekanik, juga terjadi ikatan kimia.
11
Secara kimia isosianat bereaksi dengan gugus hidroksil yang terdapat dalam kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik, isosianat bereaksi dengan air yang terdapat dalam kayu membentuk poliurea yang membentuk ikatan fisik dengan partikel kayu (Galbraith dan Newman 1992). Ketika MDI diaplikasikan pada permukaan kayu (dalam bentuk fibers, chips, strands, veneers atau lumbers), MDI membasahi, menyebar dan memasuki permukaan kayu. Kedalaman penetrasi MDI sampai 1 mm, di mana untuk mendapatkan kekuatan perekatan kayu yang baik dibutuhkan penetrasi minimum 0,3 mm. Kemampuan MDI ber-penetrasi ke dalam permukaan kayu memperbaiki sifat pengembangan tebal (Anonim 2009). Selanjutnya dikemukakan oleh Umemura (1998) bahwa ketika isosianat digunakan sebagai perekat kayu, maka resin diyakini bereaksi dengan komponen kayu dan air. Akan tetapi jika air terdapat dalam kayu, isosianat lebih cenderung bereaksi dengan air. Isosianat yang matang pada kayu yang mengandung air cenderung membentuk ikatan yang rapuh. Meskipun kinerja perekat isosianat telah diketahui sangat baik, tetapi perekat ini memainkan peran yang relatif kecil dari jumlah total perekat yang digunakan di dunia, meskipun merupakan perekat serbaguna karena dapat diaplikasikan pada kempa panas maupun kempa dingin (Weaver dan Owen 1992). Hal tersebut terutama disebabkan oleh harga perekat yang relatif mahal. Untuk mengurangi biaya perekat dalam pembuatan papan komposit, maka kadar perekat yang digunakan harus lebih rendah dari yang biasa digunakan pada perekat konvensional. Massijaya (1997, 1998) menyatakan bahwa kadar perekat isosianat yang umum digunakan untuk pembuatan papan komposit sekitar 4%, namun demikian berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya pada pembuatan papan partikel limbah kertas koran, kadar perekat 2% menghasilkan keteguhan lentur yang lebih besar dari perekat urea formaldehida dan fenol formaldehida dengan kadar 10%. Fenomena ini disebabkan oleh perbedaan mekanisme ikatan antara fenol formaldehida dan urea formaldehida dengan isosianat. Fenol dan urea formaldehida berikatan secara mekanik dengan partikel kertas koran sementara pada perekat isosianat, disamping terjadi ikatan secara mekanis juga terjadi ikatan secara kimia.
12
Risalah Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal berasal dari daun tanaman Agave sisalana Perr. Tanaman sisal dapat mencapai ketinggian 1,5 sampai 2 meter, merupakan tanaman daerah tropis dan subtropis, sehingga produksi optimal terjadi pada suhu 25°C dengan adanya sinar matahari. Pemanenan daun sisal dapat dilakukan setelah tanaman berumur 40-48 bulan, sebanyak dua kali setahun, mendapatkan 50-60 daun untuk tiap tanamannya. Tanaman sisal dapat terus dipanen sampai berumur 7-12 tahun. Rendemen serat sebanyak 4% dari berat seluruh tanaman, yang dihasilkan melalui proses dekortikasi. Dalam proses dekortikasi, daun dicabik dan dipukul dengan roda berputar yang dilengkapi dengan pisau, sehingga diperoleh hasil berupa serat. Serat hasil dekortikator dicuci dengan air untuk menghilangkan bagian daun lainnya, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari (Hurter 1997). Daerah sumber penghasil serat, kondisi iklim tempat tumbuh, umur tanaman dan teknik pemisahan serat dari tanaman mempengaruhi struktur dan komposisi kimia serat sisal (Munawar 2008). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sifat fisis, mekanis dan kimia serat sisal, terangkum dalam Tabel 1 berikut . Tabel 1. Sifat kimia dan mekanis serat sisal Karakteristik serat Sifat kimiaa Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) Pektin (%) Wax (%) Sifat fisis dan morfologib Diameter bundel serat (μm) Diameter lumen serat (μm) Ketebalan dinding sel (μm) Densitas (g/cm3) Sifat mekanisb Tensile strength (MPa) Young’s Modulus (GPA)
67-78 10-14,2 8-12 10 2 128.6 ± 6.4 4.0 - 17.0 3.0 - 4.0 0.76 375 ± 038 9.1 ± 0.8
Sumber : (a) Mohanty et al. (2000) dalam Mishra et al. (2004) (b) Munawar (2008)
13
Risalah Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer ex. Heyne) Bambu pada umumnya hidup berkelompok membentuk suatu rumpun yang rapat. Batang terdiri atas ruas-ruas berongga yang menyerupai tabung dengan diameter 2-30 cm dan panjangnya mencapai 3-15 m. Batang ini umumnya berongga dan terbagi atas internode yang dibatasi oleh buku (node) dan rongga antara buku yang dipisahkan oleh diafragma. Panjang, garis tengah dan ketebalan dinding bambu tergantung dari umur bambu (Sastrapradja et al. 1980). Menurut Janssen (1980), bambu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan jika digunakan sebagai bahan bangunan. Kelebihan bambu antara lain : 1) pertumbuhannya sangat cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, 2) memiliki sifat mekanis yang baik, 3) hanya memerlukan alat yang sederhana, 4) kulit luar mengandung silika yang dapat melindungi bambu. Sedangkan kelemahannya antara lain 1) keawetan bambu relatif rendah sehingga memerlukan upaya pengawetan, 2) bentuk bambu yang tidak benar-benar silinder melainkan taper, 3) sangat rentan terhadap risiko api, 4) bentuknya silinder sehingga menyulitkan penyambungan. Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan, Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti, khususnya dalam keadaan basah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Krisdianto et al. 2000). Kadar air bambu bervariasi menurut jenis dan posisi dalam batang, umur batang dan musim (Prawiroharmojo 1988, Siopongco dan Mundar 1987). Dinding bambu bagian luar memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan bagian dalam (Sharma dan Mehra 1970). Sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh jenis, umur, tempat tumbuh dan posisi dalam batang. Keteguhan lentur, tekan dan tarik dari dinding bambu bagian luar lebih besar daripada bagian dalam (Sharma dan Mehra 1970).
14
Bambu betung memiliki nama latin Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer ex. Heyne. Bambu betung juga memilik banyak nama daerah di antaranya untuk kultivar hijau disebut Betung, Beto (manggarai), Bheto (Bajawa), Oo Patu (Bima) dan Patung (Tetun), sedangkan untuk kultivar hitam disebut Bheto Laka (Bajawa). Di kepulauan Sunda Kecil, bambu betung tersebar di segala tempat, namun tumbuh paling baik di tempat yang kurang berair tetapi diameter batangnya kecil. Jenis bambu ini berhabitat di tanah aluvial di daerah tropika yang lembab dan basah, tetapi bambu ini juga tumbuh di daerah yang kering dataran rendah maupun tinggi (Widjaya 2001). Sifat fisis dan mekanis bambu betung berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadjib dan Karnasudirdja (1986) di dalam Krisdianto et al. (2000) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis bambu betung Sifat fisis dan mekanis
Nilai (kg/cm2)
Keteguhan lentur maksimum
342,47
Modulus elastisitas
53.173
Keteguhan tekan sejajar serat
416,57
Berat jenis
0,68
Sumber : Hadjib dan Karnasudirdja (1986) di dalam Krisdianto et al. (2000) Bambu betung merupakan bahan bangunan yang murah dan kuat, tetapi dalam penggunaannya bambu jenis ini sangat disukai oleh bubuk. Serangan bubuk ini erat sekali hubungannya dengan kandungan amilum atau zat pati dalam bambu betung. Untuk mengurangi kandungan zat pati yang ada, perlu perlakuan yang efektif
sebelum
bambu
tersebut
digunakan
sebagai
bahan
bangunan
(Prawirohatmojo 1997). Anyaman bambu telah digunakan sebagai pelapis papan komposit untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya. Dari berbagai jenis bambu, lapisan anyaman bambu Betung menghasilkan papan komposit dengan sifat fisis mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan anyaman bambu Tali dan bambu Andong (Massijaya et al. 2006).
15
Risalah Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Kayu karet termasuk famili Euphorbiaceae (Lemmens et al. 1995). Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Wibowo dan Yuniarti, 2008). Sifat kayu karet antara lain adalah agak lunak dan mempunyai bau asam yang khas. Kayu karet termasuk kelas kuat II – III sehingga memungkinkan digunakan untuk perumahan. Namun kayu karet memiliki kelas awet rendah (kelas awet V) sehingga perlu usaha untuk memperpanjang umur pemakaiannya. Kayu karet memiliki berat jenis antara 0,55 – 0,70 dengan rata-rata 0,61, bersifat mudah dikerjakan terutama dibelah, dapat digergaji tanpa menimbulkan kesulitan dan mudah diserut sampai licin tetapi mempunyai kecenderungan pecah bila dipaku. Pada saat kayu karet masih segar, mempunyai kayu teras yang berwarna keputih-putihan tetapi akan segera menjadi coklat saat mengering karena oksidasi enzimatik dari senyawa fenol yang terdapat pada rongga sel kayu (Martawijaya 1972). Pada kadar air 12%, modulus patah kayu karet sebesar 59-74 N/mm2, modulus elastisitas 6070-9240 N/mm2, keteguhan tekan sejajar serat 33 – 36,5 N/mm2, keteguhan tekan tegak lurus serat 10 N/mm2. Laju penyusutan agak rendah, dari keadaan segar ke kadar air 12%, penyusutan pada arah radial sebesar 1,2% dan pada arah tangensial sebesar 2,5%. Sedangkan penyusutan dari keadaan segar ke kering oven pada arah radial sebesar 2,5-3,1% dan pada arah tangesial sebesar 4,8-6,5%. Sifat pengerjaan dengan paku dan perekatan kayu karet termasuk baik. Kayu karet mudah digergaji dan dipotong, walaupun lateks yang terkandung dalam kayu karet dapat menyumbat gigi gergaji. Kayu karet cocok untuk membuat vinir dan kayu lapis (Lemmmens et al. 1995). Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku industri cukup besar. Pemanfaatan kayu karet dibedakan antara yang berbentuk gelondong (log) dan yang berupa limbah, baik limbah penebangan maupun limbah pengolahan. Kayu
16
karet dapat dikupas menjadi vinir dalam keadaan dingin. Tripleks dari kayu karet yang direkat dengan urea formaldehide (UF) dan diberi ekstender 20 persen ternyata mempunyai sifat keteguhan rekat yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, standar Jepang dan standar Jerman(Boerhendhy et al. 2003).
Vinir Menurut Dumanauw (1990) vinir adalah lembaran kayu yang tipis dari 0,24 mm sampai 6,00 mm yang diperoleh dari proses penyayatan/pengupasan dolok/ log kayu jenis-jenis tertentu. Vinir kualitas rendah dari kayu lunak (softwood) yang tebal digunakan secara luas untuk kayu lapis konstruksi, sedangkan vinir kayu keras (hardwood) digunakan untuk pembuatan kayu lapis sebagai panel, bagian-bagian bahan industri, perabot rumah tangga dan sebagai konstruksi (Haygreen dan Bowyer 1996). Haygreen dan Bowyer (1996) mengungkapkan bahwa secara garis besar pembuatan vinir dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) pemanasan log, (2) pemotongan vinir, (3) penyimpanan dan pengguntingan vinir, (4) pengeringan vinir. Lembaran Formika Formica adalah merk dari suatu bahan komposit yang dibuat oleh Formica Corporation. Namun dalam penggunaan umum, formika berarti produk yang tahan panas, mudah dibersihkan, kertas atau kain berlapis plastik dengan resin melamine, digunakan sebagai lapisan dekoratif. Formika terdiri dari beberapa lapis kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin, yang bagian atasnya dilindungi melamine, kemudian ditekan dan dimatangkan dengan menggunakan panas sehingga menghasilkan permukaan yang keras, kaku dan tahan lama (Wikipedia 2008).
Uji Ketahanan Komposit terhadap Serangan Rayap Tanah Biodeteriorasi merupakan perubahan sifat material yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh aktifitas organisme yang membahayakan. Rayap merupakan salah satu penyebab deteriorasi pada bahan yang mengandung lignoselulosa. Rayap membutuhkan makanan, udara, air dan temperatur yang sesuai untuk dapat
17
bertahan hidup dan berkembang. Dalam konteks tersebut selulosa merupakan sumber makanan bagi rayap (Becker 1993). Menurut Tambunan dan Nandika (1989), rayap tanah adalah salah satu rayap tanah yang paling luas serangannya di Indonesia. Genus Coptotermes paling merugikan jika dibandingkan dengan genus lain karena dapat merusak kayu dalam waktu singkat. Prilaku Coptotermes ketika menyerang kayu adalah mampu bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh air, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor (Tarumingkeng 2001). Coptotermes gestroi dianggap sebagai spesies hama yang menimbulkan kerusakan hebat di daerah Asia Tenggara dan Brazil. Sebagai spesies yang paling agresif, Coptotermes gestroi menyebabkan 63-90% kerusakan pada struktur dan bangunan di Malaysia, Thailand dan Singapura. Pintu, rangka jendela dan lantai parket ditemukan sebagai obyek yang mudah mengalami serangan rayap (Gurbel SSO 2008).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dalam 6 bulan, mulai dari bulan Oktober 2008, November 2008 dan Maret-Juni 2009. Persiapan serat, pembuatan papan dan pembuatan contoh uji dilaksanakan di Workshop Laboratorium Biokomposit, UPT BPP Biomaterial LIPI, Cibinong. Pengujian sifat mekanis dilakukan di Ruang Uji Mekanis UPT BPP Biomaterial. Pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Konversi Biomassa UPT BPP Biomaterial. Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap dilakukan di Laboratorium Pengawetan Kayu UPT BPP Biomaterial. Pengamatan anatomi serat sisal di Laboratorium Anatomi Botani Puslit Biologi LIPI Cibinong.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa serat daun tanaman sisal (Agave sisalana Perr.), yang tumbuh di daerah Blitar, Jawa Timur. Serat sisal (Gambar 3) diperoleh dari proses dekortikasi daun menggunakan dekortikator, sehingga daging daun, klorofil dan bagian daun lainnya hilang, dan hanya tersisa bagian serat daun. Serat daun tersebut kemudian dijemur sampai mencapai kadar air lebih kurang 11%.
Gambar 3. Tanaman dan serat sisal (Agave sisalana Perr.) Bahan pelapis (Gambar 4) yang digunakan adalah anyaman bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer ex. Heyne), vinir kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) dan lembaran formika.
19
2
1
3
Gambar 4. Anyaman bambu betung (1), formika (2) dan vinir kayu karet (3) Anyaman bambu menggunakan pola anyaman tradisional untuk penggunaan umum. Lebar bilah bambu untuk anyaman sebesar 1 cm. Adapun anyaman bambu dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.
1cm
25 cm
25 cm
Gambar 5. Pola anyaman bambu Penelitian ini menggunakan perekat isosianat dengan merek dagang PI Bond tipe H3M (Gambar 6). Perekat tersebut diproduksi oleh PolyOshika Co. Ltd. Jepang dan didistribusikan oleh PT. Polychemie Asia Pasific Indonesia. Berdasarkan keterangan mengenai spesifikasi produk dari distributor, perekat tersebut dikelompokkan dalam solvent based adhesives, dan merupakan campuran antara MDI (diphenylmethane diisocyanate) dan TDI (toluene diisocyanate) dengan perbandingan 90:10. Perekat berbentuk cair dengan viskositas sebesar 150-250 cps, mengandung padatan (resin solid content) sebesar 98% dan berwarna coklat gelap.
20
Gambar 6. Perekat isosianat Peralatan yang digunakan untuk persiapan serat adalah alat pemotong dan oven. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pembuatan papan terdiri dari drum pencampur perekat (drum mixer) (Gambar 7A) dan penyemprot perekat (spray gun) untuk pencampuran partikel sisal dan perekat, cetakan (forming box) dan ayakan untuk pembentukan hamparan, mesin kempa panas (Gambar 7B) untuk pembentukan papan.
C
A
B
Gambar 5. Drum mixer (A), kempa panas (B) dan universal testing machine (C) Pembuatan contoh uji dan pengujian sifat fisis mekanis menggunakan mesin gergaji, timbangan digital, kaliper, oven dan universal testing machine merk Shimadzu dengan beban maksimum 50 kN (Gambar 7C). Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap menggunakan rayap tanah Captotermes gestroi (Gambar 8). Pengujian dilakukan dilaboratorium dengan mengacu pada standard JWPA no 12 – 1992. Acrylic silinder, paris plaster dan counter digunakan dalam pengujian ketahanan terhadap rayap tanah.
21
Gambar 8. Captotermes gestroi Desain Penelitian Tahap awal penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik serat sisal dan bahan pelapis. Karakteristik serat sisal yang diukur adalah panjang serat dan slenderness ratio serat. Selain pengukuran panjang dan slenderness ratio, juga dilakukan pengamatan anatomi serat sisal. Karakteristik bahan pelapis yang diukur adalah ketebalan, kekuatan dan keterbasahan. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mekanis pada serat sisal menggunakan ring flaker dan jenis pelapis terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal. Pada tahap ini diuji pengaruh perlakuan mekanis menggunakan ring flaker sebanyak 1 putaran (sisal R1), 2 putaran (sisal R2) dan 4 putaran (sisal R4) terhadap sifat fisis dan mekanis papan. Selain menggunakan sisal yang diproses dengan ring flaker, penelitian ini juga menggunakan sisal yang tidak diproses dengan ring flaker (sisal kontrol). Papan komposit sisal yang dibuat berupa papan sisal tanpa pelapis (single layer board) dan papan sisal dengan pelapis (three layers board). Jenis pelapis yang digunakan adalah vinir kayu Karet (Hevea brasiliensis), anyaman bambu Betung (Dendrocalamus asper) dan lembaran formika. Setiap perlakuan diulang terhadap 2 papan, sehingga jumlah papan yang akan dibuat adalah sebanyak 32 papan. Adapun sketsa konstruksi papan yang dibuat disajikan pada Gambar 9. Pengujian kualitas papan sisal meliputi sifat fisis dan mekanis berdasarkan standar JIS A 5908-2003. Selain itu dilakukan juga pengujian ketahanan papan sisal kontrol tanpa pelapis dan papan sisal kontrol dengan pelapis vinir kayu karet, anyaman bambu betung atau formika terhadap serangan rayap tanah Coptotermes gestroi.
22
1 cm
partikel sisal
bahan pelapis 1 cm
partikel sisal bahan pelapis
Gambar 9. Sketsa konstruksi papan komposit
Karakterisasi Serat Sisal Pengukuran panjang serat sisal dilakukan terhadap 100 contoh uji untuk tiap jenis serat menggunakan kaliper. Untuk mengetahui slenderness ratio serat sisal dilakukan pengukuran panjang dan tebal terhadap 30 contoh uji untuk tiap jenis serat. Slenderness ratio adalah nisbah kelangsingan serat yaitu perbandingan antara panjang dan tebal serat. Pengamatan anatomi serat sisal menggunakan mikroskop Nikon Eclipse 80i dengan pembesaran 400 kali.
Karakterisasi Bahan Pelapis Ketebalan bahan pelapis diukur pada 4 titik dari tiap lembar pelapis yang digunakan, kemudian dirata-ratakan. Pengujian kekuatan bahan pelapis mengacu pada standar ASTM D790-71 “Flexural Properties of Plastics and Electrical Insulating Materials”. Jarak sanggah dan kecepatan cross head pengujian disesuaikan dengan ketebalan contoh uji, seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kondisi pengujian bahan pelapis Jenis bahan pelapis Vinir kayu karet Anyaman bambu betung Formika
Jarak sangga (mm) 40 25 16
Kecepatan cross head (mm/min) 1,0 0,8 0,5
Pengujian keterbasahan bahan pelapis dilakukan dengan mengukur sudut kontak perekat (Sutrisno 1999) dengan meneteskan larutan perekat sebanyak satu
23
tetes (kurang lebih 0,05 ml) ke permukaan bahan pelapis dengan menggunakan pipet. Tiga detik setelah tetesan perekat tadi jatuh diatas permukaan bahan pelapis, dilakukan pemotretan dengan fotomikroskop. Penentuan sudut kontak perekat dilakukan sebanyak 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan. Persiapan Serat Sisal Serat sisal kering udara kemudian dipotong sepanjang lebih kurang 2 cm menggunakan alat pemotong kertas. Potongan serat sisal kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 ± 2 ºC sampai didapatkan kadar air serat lebih kurang 7%. Serat yang dihasilkan untuk selanjutnya disebut sebagai sisal kontrol. Sedangkan serat sisal yang akan diproses dalam ring flaker dipotong sepanjang ± 10 cm. Kemudian diproses dengan ring flaker (Gambar 10) dalam keadaan lembab. Serat dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan (Gambar 11) hingga mencapai kadar air lebih kurang 7%.
Gambar 10. Ring flaker dan serat sisal setelah diolah ring flaker
Gambar 11. Pengeringan sisal setelah diolah ring flaker
24
Pembuatan Papan Komposit Sisal Kadar perekat yang digunakan dalam pembuatan papan komposit adalah sebesar 10% berdasarkan berat kering bahan baku. Untuk bagian tengah papan yang berupa serat sisal, jumlah perekat yang digunakan adalah sebanyak 75% dari total perekat. Partikel sisal kering (KA = ± 7%) baik berupa sisal kontrol maupun sisal yang telah diolah dengan ring flaker, ditimbang dan dimasukkan ke dalam drum mixer. Serat tersebut kemudian disemprot perekat dengan menggunakan spray gun. Partikel bercampur perekat dibentuk menjadi hamparan berukuran 25 cm x 25 cm menggunakan forming box. Jumlah perekat yang digunakan untuk melabur pelapis adalah sebanyak 25% dari total perekat yang digunakan untuk pembuatan satu papan setara dengan 70 g/m2 untuk tiap lembar pelapis. Metode pelaburan yang digunakan adalah pelaburan pada satu sisi (single spread glue line) yaitu pada pelapis. Pelapis yang telah dilabur perekat diletakkan pada permukaan atas dan bawah hamparan sisal yang sudah bercampur perekat sehingga pengempaan dilakukan dalam satu tahap. Pengempaan panas dilakukan pada suhu 140ºC dengan tekanan kempa efektif sebesar 0,8 N/mm2 selama 10 menit. Target kerapatan papan adalah 0,6 g/cm3 dengan ketebalan papan 1 cm. Target ketebalan papan dikendalikan dengan meletakkan stop bar setebal 1 cm, pada kiri dan kanan hamparan. Setelah pengempaan panas, papan dikondisikan pada suhu ruang selama 14 hari sehingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan. Kualitas papan yang diuji meliputi sifat fisis dan mekanis dilakukan berdasarkan Japanese Industrial Standard (JIS) A 5908-2003 dan diuji ketahanannya terhadap serangan rayap tanah berdasarkan JWPA no.12– 1992. Secara skematis, proses pembuatan papan tersaji pada Gambar 12.
25
Panjang optimal serat sisal yg menghasilkan papan dg sifat terbaik adalah 2 cm (Syamani et al. 2008a)
Serat sisal sepanjang 10 cm setelah diolah dengan ring flaker akan berukuran panjang rata-rata 2 cm
Serat sisal kontrol panjang : ~ 2 cm kadar air : 7% ring
Serat sisal sepanjang 10 cm diproses ring flaker 1x, 2x, 4x
Serat sisal + Isosianat Solid content perekat : 98%
Sisal bercampur isosianat (Berat perekat = 10% berat kering sisal)
Pelaburan perekat pada pelapis (Berat perekat = 25% x (10% berat kering bahan)) Single spread glue line
Sisal bercampur isosianat (Berat perekat = 75% x (10% berat kering bahan))
Anyaman Bambu, Vinir Kayu Karet, Formika. Kadar air pelapis = 7%
Pembentukan hamparan dan Pelapisan (three layers board)
Pembentukan hamparan (single layer board) Pengempaan Suhu : 140ºC Tekanan : 0,8 kgf/cm2 Waktu : 10 menit
Pengkondisian 14 hari
Pengujian sifat fisis mekanis (JIS A 5908-2003), Ketahanan thd serangan rayap (JWPA 12-1992)
Gambar 12. Skema proses pembuatan papan komposit
26
Pengujian Kualitas Papan Komposit Sisal Parameter sifat fisis dan mekanis yang diuji meliputi : kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal dan pengembangan linier, keteguhan patah atau modulus of rupture (MOR), modulus elastisitas atau modulus of elasticity (MOE), keteguhan rekat internal (internal bond}, serta kuat pegang sekrup. Papan dipotong menjadi contoh uji yang diperlukan Pola pemotongan contoh uji pada setiap lembar papan disajikan pada Gambar 13.
6 1
2
5
7
11 10
12
15
16
3
8
13
17
4
9
14
18
(papan 1)
(papan 2)
Gambar 13. Pola pemotongan contoh uji pada papan ulangan 1 dan 2 Keterangan : 1, 5, 10, 15 2, 16 3, 7, 12, 17 4, 8, 13, 18 6, 9, 11, 14
= contoh uji untuk pengukuran modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) (20 cm x 5 cm) = contoh uji pengukuran kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm) = contoh uji pengukuran daya serap air, pengembangan tebal (5 cm x 5 cm) = contoh uji pengukuran keteguhan rekat internal (5 cm x 5 cm) = contoh uji pengukuran kerapatan dan kadar air (5 cm x 5 cm)
Contoh uji ketahanan terhadap serangan rayap tanah menggunakan contoh uji untuk pengukuran MOR dan MOE. Jadi pengujian ketahanan terhadap serangan rayap tanah, dilakukan setelah pengujian MOR dan MOE.
27
Pengukuran Kerapatan Pengukuran kerapatan papan komposit dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara dengan menggunakan rumus : Kr =
B V
Keterangan : Kr
= Kerapatan (g/cm3 )
B
= Berat contoh uji kering udara (g)
V
= Volume contoh uji kering udara (cm3 )
Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal dengan berat setelah dikeringkan dalam oven sampai mencapai berat konstan pada suhu 103 ± 2 °C. Kadar air tersebut dihitung dengan rumus :
KA =
BA - BK x 100% BK
Keterangan : KA
=Kadar air (%)
BA
= Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)
BK
= Berat tetap contoh uji setelah dikeringkan dalam oven (g)
Pengukuran Daya Serap Air
Pengukuran daya serap air dilakukan dengan menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus : DS =
BB - BA x 100% BA
Keterangan: DS
= Daya serap air (%)
BA
= Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)
BB
= Berat contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (g)
28
Pengukuran Pengembangan Tebal
Pengukuran pengembangan tebal didasarkan atas selisih tebal sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin 24 jam. Pengembangan tebal tersebut dihitung dengan rumus : T2 - T1 x 100% T1
P= Keterangan : P
= Pengembangan tebal (%)
Tl
= Tebal awal contoh uji setelah pengkondisian (cm)
T2
= Tebal contoh uji setelah perendaman 24 jam (cm)
Pengukuran Modulus Patah (MOR)
Pengukuran MOR dilakukan dengan menggunakan mesin penguji universal testing machine (UTM) merk Shimadzu. Pengujian dilakukan pada tegak lurus arah panjang papan. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban secara perlahanlahan pada bagian tengah contoh uji, dengan kecepatan 10 mm/menit. Jarak sanggah (span) yang digunakan adalah 15 x tebal contoh uji. Posisi beban saat pengujian disajikan pada Gambar 14.
Keterangan : L = panjang contoh uji (20 cm) l = jarak sanggah (15 cm) h = tebal contoh uji (1 cm)
Gambar 14. Pengujian bending papan MOR contoh uji dihitung dengan menggunakan rumus : MOR =
3P L 2 b h2
29
Keterangan : MOR = Keteguhan patah (N/mm2) L
= Jarak sanggah (cm)
P
= Beban maksimum (N)
h
= Tebal contoh uji (mm)
b
= Lebar contoh uji (mm)
Pengukuran Modulus Elastisitas (MOE)
Pengukuran MOE dilakukan dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan MOR. Pengujian juga dilakukan bersamaan dengan pengujian MOR, namun yang dicatat dalam pengujian ini adalah perubahan defleksi setiap perubahan beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan rumus : MOE = Keterangan
P L3 4 Y b h3
:
MOE = Modulus elastisitas (N/mm2) L
= Jarak sanggah (cm)
P
= Beban sebelum batas proporsi (N)
Y
= Defleksi pada beban P (mm)
h
= Tebal contoh uji (mm)
b
= Lebar contoh uji (mm)
Pengukuran Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)
Pengujian keteguhan rekat internal dilakukan dengan merekatkan kedua permukaan papan pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik secara berlawanan. Cara pengujian internal bond ini disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Pengujian keteguhan rekat internal (internal bond)
30
Keteguhan rekat internal dihitung dengan menggunakan rumus :
KR =
P b1 x b 2
Keterangan : KR
= Keteguhan rekat internal (N/mm2)
P
= Beban maksimum (N)
b1, b2 = Lebar dan panjang contoh uji (mm) Kuat Pegang Sekrup
Pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan memasang sekrup berukuran panjang 16 mm dan diameter 3,1 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke papan komposit sedalam 8 mm kemudian dicabut. Gaya (dalam satuan Newton) yang dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang sekrup. Pengujian Ketahanan Terhadap Rayap Coptotermes gestroi.
Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap mengacu pada standar Japan Wood Preserving Association (JWPA) no 12–1992, dengan menggunakan metode forced-feeding test (metode umpan paksa). Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 1 cm dimasukkan ke dalam acrylic silinder, beserta 150 ekor rayap pekerja dan 15 ekor rayap prajurit dari jenis Coptotermes gestroi. Bagian bawah acrylic silinder dilapisi Paris Plester setebal 5 mm dengan tissue pada permukaannya untuk menjaga kelembaban. Pengujian ketahanan papan terhadap serangan rayap diilustrasikan pada Gambar 16. Pengamatan dilakukan terhadap kehilangan berat (weight loss) contoh uji pada hari ke-21. Sedangkan pengamatan jumlah kematian (mortalitas) rayap pekerja dilakukan pada hari pertama, ke-7, ke-14 dan ke-21. Persentase kehilangan berat (%) = (ODW1-ODW2)/ODW1 X 100 % Di mana: ODW1: Berat kering oven sample sebelum pengujian rayap ODW2: Berat kering oven sample setelah pengujian.
31
Persentase kematian rayap (%) = A / B X 100 % Di mana: A: Jumlah individu rayap yang mati B: Jumlah individu rayap yang diumpankan per contoh uji.
Gambar 16. Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap (JWPA-test)
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Analisis data hasil pengujian dilakukan dengan mengukur rata-rata dari seluruh data yang terkumpul untuk setiap parameter. Kemudian nilai rata-rata tiap parameter tersebut dibandingkan dengan nilai rata-rata parameter yang lain pada variabel dependent yang sama. Selain itu nilai-nilai yang diperoleh juga dibandingkan dengan nilai yang ditetapkan dalam standar JIS A 5908-2003 sehingga diketahui jumlah parameter yang memenuhi standar. Analisis data dilakukan dengan terlebih dulu menyesuaikan kerapatan papan yang diperoleh dengan sasaran kerapatan papan komposit. Untuk melihat pengaruh perlakuan mekanis, yaitu banyaknya putaran ring flaker pada serat sisal dan jenis bahan pelapis terhadap sifat fisis dan mekanis
papan, dilakukan analisis statistik dengan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu perlakuan mekanis terhadap serat sisal berupa banyaknya putaran ring flaker (4 taraf) dan jenis pelapis (4 taraf). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Model linier aditif (Mattjik dan Sumertajaya 2002) untuk rancangan percobaan tersebut adalah :
32
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ξijk Dimana: Yijk
= Pengamatan sifat papan yang dibuat dari sisal dengan pelakuan mekanis ke-i, jenis pelapis ke-j dan ulangan ke-k.
μ
= Rataan umum.
αi
= Pengaruh perlakuan mekanis ke-i.
βj
= Pengaruh jenis pelapis ke-j.
(αβ)
= Pengaruh interaksi taraf ke-i perlakuan mekanis dan taraf ke-j jenis pelapis.
ξijk
= Pengaruh acak perlakuan mekanis ke-i, jenis pelapis ke-j dan ulangan ke-k Jika berdasarkan hasil analisis ragam ditemukan bahwa perlakuan
berpengaruh nyata terhadap sifat papan komposit, maka dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan
Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis berupa pengolahan dengan ring flaker. Serat sisal kontrol dipotong dengan pemotong kertas secara manual sepanjang 2 cm. Menurut Syamani et al. (2008a), serat sisal sepanjang 2 cm menghasilkan papan sisal dengan sifat kuat pegang sekrup yang lebih baik dibandingkan serat sisal sepanjang 1 cm atau 3 cm, sifat keteguhan patah yang lebih baik dari serat sisal sepanjang 1 cm dan sifat keteguhan rekat yang lebih baik dari serat sisal sepanjang 3 cm. Pengolahan serat sisal menggunakan ring flaker memerlukan panjang serat sekitar 10 cm untuk mendapatkan serat rata-rata sepanjang 2 cm. Serat sisal yang telah diproses dengan ring flaker berbentuk serat yang lebih halus dan lebih pendek, dibandingkan dengan sisal kontrol. Serat sisal merupakan bundles of fiber (Gambar 17), yang terdiri dari banyak sel serat individu. Tebal dinding sel serat individu sisal antara 3.0 ~ 4.0 μm dengan diameter lumen antara 4.0 ~ 17.0 μm (Munawar 2008). Pengolahan serat menggunakan ring flaker memecah bundel sisal, seperti terlihat dalam Gambar 18. Semakin banyak putaran pengolahan ring flaker, jumlah sel yang terpecah semakin banyak.
Gambar 17. Fotografi SEM penampang melintang bundel serat sisal dengan pembesaran 1000x (Munawar, 2008)
34
Kontrol
Ring Flaker 1x
Ring Flaker 2x
Ring Flaker 4x
Gambar 18. Anatomi sel serat sisal sebelum dan setelah diproses dalam ring flaker (pembesaran 400 kali) Pengolahan menggunakan ring flaker terjadi secara mekanis, di mana serat sisal dipotong dan digesek dengan pisau yang terpasang pada piringan dalam ring flaker. Gambar 19 memperlihatkan wujud serat sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 1 putaran, 2 putaran dan 4 putaran. Sisal R4 (Gambar 19D) telah terpotong dan terurai membentuk serat yang lebih pendek dan lebih halus dibandingkan dengan sisal kontrol.
A
B
C
D
Keterangan : A = Sisal Kontrol, B = Sisal R1, C = Sisal R2, D = Sisal R4
Gambar 19. Serat sisal sebelum dan setelah diproses dengan ring flaker (pembesaran 30 kali)
35
Hasil pengukuran panjang serat sisal dari 100 contoh uji tiap kelompok serat, disajikan pada Gambar 20. Serat sisal kontrol mempunyai rata-rata panjang sebesar 22,52 mm, tidak berbeda dengan serat sisal R1 yang mempunyai rata-rata panjang 23,63 mm, berbeda dengan serat sisal R2 (14,87 mm) dan berbeda dengan serat sisal R4 (6,42 mm). Uji lanjut perbandingan berganda Duncan terhadap panjang serat sisal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 20. Histogram frekuensi panjang serat sisal Dari histogram distribusi frekuensi panjang serat sisal, terlihat bahwa sisal kontrol dan sisal R4 memiliki distribusi yang lebih seragam dibandingkan dengan sisal R1 atau sisal R2. Sisal kontrol didapatkan dari serat sisal panjang yang dipotong sepanjang 2 cm menggunakan pemotong kertas secara manual sehingga panjang seratnya dapat dikendalikan. Sisal R1 memiliki distribusi panjang yang
36
paling beragam karena pengolahan serat sisal panjang 10 cm dengan ring flaker sebanyak 1 putaran belum mampu memotong semua serat. Sisal R4 didapatkan dari serat sisal berukuran 10 cm yang diproses dengan ring flaker sebanyak 4 putaran sehingga panjang serat sisal lebih seragam dibandingkan dengan sisal R1 atau sisal R2. Selain mengukur panjang serat, dilakukan pula pengukuran slenderness ratio serat. Slenderness ratio (SR) adalah perbandingan antara panjang dan tebal partikel penyusun papan yang mempengaruhi sifat papan, terutama kekuatan papan (Maloney 1993). Hasil pengukuran slenderness ratio (SR) dari 30 contoh uji tiap kelompok serat, disajikan pada Gambar 21. Serat sisal kontrol mempunyai rata-rata SR sebesar 84,98, tidak berbeda dengan serat sisal R1 yang mempunyai rata-rata SR 97,19, berbeda dengan serat sisal R2 (71,79) dan berbeda dengan serat sisal R4 (65,67).
Gambar 21. Histogram frekuensi slenderness ratio serat sisal
37
Dengan nilai SR sebesar 84,98 sisal kontrol dengan rata-rata panjang 22,52 mm (22520,0 μm), memiliki rata-rata tebal sebesar 265,0 μm. Sisal R1 dengan nilai SR sebesar 97,19 dan rata-rata panjang 23,63 mm (23630,0 μm), memiliki rata-rata tebal sebesar 243,1 μm. Sisal R2 dengan nilai SR sebesar 71,79 dan rata-rata panjang 14,87 mm (14870,0 μm), memiliki rata-rata tebal sebesar 207,1 μm. Sisal R4 dengan nilai SR sebesar 65,67 dan rata-rata panjang sebesar 6,42 mm (6420,0 μm) memiliki tebal rata-rata sebesar 97,76 μm. Dari data SR, panjang dan tebal serat sisal seperti yang dikemukan di atas, terlihat bahwa perlakuan mekanis menggunakan ring flaker telah memotong serat sisal menjadi lebih pendek dan memecah bundel serat sisal menjadi sel individu, ditunjukkan dengan ketebalan serat sisal yang berkurang setelah diproses dengan ring flaker. Sisal R1 dengan nilai SR tertinggi, diharapkan dapat menghasilkan papan dengan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sisal kontrol, sisal R2 atau sisal R4. Uji lanjut perbandingan berganda Duncan terhadap SR serat sisal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Bahan Pelapis Bahan pelapis yang digunakan terdiri dari vinir kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.), anyaman bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) dan lembaran formika. Hasil pengukuran ketebalan dan kerapatan bahan pelapis disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Spesifikasi bahan pelapis No. 1 2 3
Jenis bahan pelapis Vinir kayu karet Anyaman bambu betung Formika
Tebal (mm) 2,22 1,52 0,76
Berat pelapis ukuran 25 cm x 25 cm (g) 78,13 50,70 55,64
Kerapatan (g/cm3) 0,57 0,53 1,17
Hasil pengujian keteguhan patah bahan pelapis menunjukkan bahwa nilai keteguhan patah (MOR) formika lebih tinggi dibandingkan dengan MOR vinir kayu karet, yaitu sebesar 94,0 N/mm2. Sedangkan hasil pengujian modulus elastisitas (MOE) bahan pelapis menunjukkan bahwa vinir kayu karet dengan arah sejajar serat, mempunyai nilai MOE paling tinggi, di antara bahan pelapis yang
38
digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebesar 7360 N/mm2. Sedangkan MOE vinir kayu karet dengan arah serat tegak lurus panjang vinir adalah yang paling rendah, yaitu sebesar 89 N/mm2. Nilai MOR dan MOE untuk tiap jenis bahan pelapis disajikan pada Gambar 22.
8000
100
94.0
7360
87.1
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2)
80 60 40
6000 4263 4000
2000
20
13.1 2.1
0
89
303
VT
B
0 VS
VT
B
F
Bahan Pelapis
VS
F
Bahan Pelapis
Keterangan : VS = vinir dengan arah serat sejajar panjang VT = vinir dengan arah serat tegak lurus panjang B = anyaman bambu betung F = formika
Gambar 22. Histogram MOR dan MOE bahan pelapis Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3 dan 5), pada taraf kepercayaan 95%, jenis pelapis berpengaruh terhadap MOR dan MOE bahan pelapis. Uji lanjut dengan perbandingan berganda Duncan terhadap nilai MOR bahan pelapis (Lampiran 4) menunjukkan bahwa MOR formika adalah yang tertinggi yaitu 94,02 N/mm2, tidak berbeda dengan MOR vinir pada arah serat sejajar panjang vinir (87,07 N/mm2), berbeda dengan MOR anyaman bambu betung (13,11 N/mm2) dan berbeda dengan MOR vinir pada arah serat tegak lurus panjang vinir (3,52 N/mm2). Formika memiliki nilai MOR tertinggi dibandingkan anyaman bambu dan vinir kayu karet, yaitu sebesar 94,02 N/mm2. Nilai MOR formika yang tinggi dipengaruhi oleh kerapatan formika (1,17 g/cm3) yang lebih tinggi dibandingkan dengan vinir kayu karet (0,57 g/cm3) maupun anyaman bambu betung (0,53 g/cm3). Hasil uji lanjut perbandingan berganda Duncan terhadap nilai MOE bahan pelapis (Lampiran 6) menunjukkan bahwa MOE vinir pada arah serat sejajar panjang vinir adalah yang paling tinggi, yaitu 7360 N/mm2, berbeda dengan MOE
39
formika (4264 N/mm2), berbeda dengan MOE anyaman bambu betung (303 N/mm2) dan MOE vinir pada arah serat tegak lurus panjang vinir (89 N/mm2). Hasil uji perbandingan Duncan untuk keteguhan patah dan modulus elastisitas bahan pelapis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 6. Vinir kayu karet pada arah serat sejajar panjang vinir, memiliki nilai MOE sebesar 7360 N/mm2, dan nilai MOR-nya adalah sebesar 87,07 N/mm2. Menurut Lemmmens et al. (1995), kayu karet pada kadar air 12% memiliki nilai modulus elastisitas (MOE) sebesar 6070-9240 N/mm2 dan nilai modulus patah (MOR) sebesar 59-74 N/mm2. Kadar air vinir kayu karet pada saat pengujian adalah sebesar 8,61%, lebih rendah dari kondisi pengujian oleh Lemmens et al. (1995). Kondisi inilah yang menyebabkan vinir kayu karet pada penelitian ini mempunyai nilai MOR yang lebih tinggi. Menurut Hadjib dan Karnasudirdja (1986) modulus elastisitas bambu betung adalah sebesar 53173 kgf/cm2 atau 5214 N/mm2. Rosalita (2009) menguji modulus elastisitas bilah bambu betung, nilai MOE yang didapatkan adalah antara 5515,68 kgf/cm2 ~ 13934,07 kgf/cm2 atau 540,90 N/mm2 ~1366,47 N/mm2. Hasil pengukuran modulus elastisitas anyaman bambu betung pada penelitian ini adalah 303 N/mm2, jauh lebih rendah dari nilai modulus elastisitas bambu betung utuh. Pengujian dilakukan pada anyaman bambu yang berupa anyaman lepas, tidak direkat dengan perekat. Ketika pengujian bending dilakukan, pembebanan pada permukaan anyaman bambu menyebabkan bilah-bilah bambu bergeser dan “keutuhan” anyaman bambu terganggu. Karena itu nilai MOE yang terukur menggambarkan deformasi anyaman bambu yang lebih cepat terjadi dibandingkan bambu utuh atau bilah bambu tunggal. Setiap jenis bahan pelapis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki respon yang berbeda terhadap perekat isosianat. Untuk menggambarkan respon bahan pelapis terhadap perekat isosianat dilakukan uji keterbasahan. Menurut Marra (1992), keterbasahan adalah kondisi permukaan suatu bahan yang mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat pada permukaan bahan tersebut. Ukuran keterbasahan suatu permukaan adalah sudut kontak yang terbentuk antara cairan perekat dengan permukaan yang datar. Sudut kontak antara perekat isosianat dan bahan pelapis disajikan pada Gambar 23.
40
A
B
C
Gambar 23. Sudut kontak antara isosianat dengan vinir kayu karet(A), formika(B), anyaman bambu betung (C) Formika memiliki sudut kontak yang lebih kecil yaitu 47,4º dibandingkan anyaman bambu betung (57,50º) atau vinir kayu karet (66,5º). Dengan demikian, perekat isosianat lebih mudah mengalir pada permukaan formika. Hal ini disebabkan karena permukaan formika lebih halus, mengingat pada proses pembuatan formika, pengempaan panas akan menghasilkan permukaan formika yang halus. Isosianat adalah perekat berbasis pelarut organik dengan polaritas rendah. Formika merupakan lembaran kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin dan bersifat hidrofobik. Dengan demikian perekat isosianat lebih mudah bereaksi dengan formika.
Sifat Fisis Papan Komposit Sisal
Kerapatan Papan Target kerapatan papan komposit yang dibuat dalam penelitian ini adalah 0,6 g/cm3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan sisal antara 0,59 g/cm3 sampai 0,68 g/cm3 dengan rata-rata sebesar 0,64 g/cm3. Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan
41
interaksi keduanya mempengaruhi kerapatan papan (Lampiran 7). Kerapatan untuk tiap jenis papan disajikan pada Gambar 24. K
1.0
R1
R2
R4
JIS A 5908
Kerapatan (g/cm 3)
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : K = papan dari sisal kontrol R1 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 1 putaran R2 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 2 putaran R4 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 4 putaran
Gambar 24. Histogram kerapatan papan komposit sisal Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 8), diketahui bahwa sisal R1 memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kerapatan papan dibandingkan dengan sisal R4, sisal R2 atau sisal kontrol. Sisal R4 dan sisal R2 memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan papan, namun berbeda dengan sisal kontrol. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 9), diketahui bahwa papan sisal tanpa pelapis memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kerapatan papan dari papan sisal dengan pelapis vinir, anyaman bambu atau formika. Dalam proses pembuatan papan komposit, berat total bahan (sisal dan perekat) yang digunakan untuk setiap papan adalah sama. Dengan demikian perbedaan kerapatan disebabkan oleh perbedaan ketebalan papan. Meskipun untuk mencapai target ketebalan papan digunakan stop bar setebal 1 cm, papan komposit yang dihasilkan memiliki ketebalan yang bervariasi. Perbedaan ketebalan papan disebabkan adanya efek spring back, yaitu aksi partikel dalam
42
komposit (internal stress) untuk kembali ke keadaan semula setelah tekanan kempa dihilangkan selama masa pengkondisian. Maloney (1993) menyatakan bahwa kerapatan sangat mempengaruhi sebagian besar sifat-sifat papan komposit. Peningkatan kerapatan akan memperbaiki hampir semua sifat papan komposit kecuali stabilitas dimensi. Meskipun kerapatan papan komposit yang dihasilkan pada penelitian ini bervariasi, tetapi dalam analisis lebih lanjut, pengaruh kerapatan papan dihilangkan dengan menggunakan data terkoreksi berdasarkan kerapatan masingmasing papan. Dengan demikian nilai sifat fisis dan mekanis papan dianalisis pada kerapatan yang seragam yaitu 0,6 g/cm3.
Kadar Air Papan Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar air papan sisal antara 7,49 % sampai 11,95 % dengan rata-rata sebesar 10,60 %. Nilai kadar air papan partikel yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 adalah antara 5% sampai 13%, dengan demikian seluruh papan yang dibuat dalam penelitian ini telah memenuhi standar tersebut. Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, kadar air papan komposit sisal dipengaruhi oleh perlakuan mekanis terhadap serat sisal, jenis pelapis dan interaksi keduanya (Lampiran 10). Data nilai kadar air untuk setiap jenis papan disajikan pada Gambar 25. Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa sisal R1 dan sisal R2 memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan, sisal R2 dan sisal R4 memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan, namun sisal kontrol memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air papan dibandingkan dengan sisal R1, sisal R2 atau sisal R4. Jika dilihat dari nilai rataan kadar air tiap papan, maka perbedaan kadar air antar papan akibat pengaruh perlakuan mekanis sebenarnya tidak besar. Nilai kadar air papan yang dibuat dari sisal R1 rata-rata adalah sebesar 10,86%, kadar air papan yang dibuat dari sisal R2 rata-rata adalah sebesar 10,76%, kadar air papan yang dibuat dari sisal R4 rata-rata adalah sebesar 10,64% dan kadar air papan yang dibuat dari sisal kontrol adalah sebesar 10,13%. Secara umum, ditinjau dari standar deviasinya, kisaran nilai kadar air papan sudah cukup
43
seragam. Standar deviasi kadar air papan dari sisal R1 adalah 1,18. Standar deviasi kadar air papan dari sisal R2 adalah 0,88. Standar deviasi kadar air papan dari sisal R4 adalah 0,91 dan standar deviasi kadar air papan dari sisal kontrol adalah 1,69. K
15
R1
R2
R4
JIS A 5908
Kadar Air (%)
12
9
6
3
0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : K = papan dari sisal kontrol R1 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 1 putaran R2 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 2 putaran R4 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 4 putaran
. Gambar 25. Histogram kadar air papan komposit sisal Perekat yang digunakan dalam pembuatan papan komposit sisal ini adalah isosianat yang merupakan perekat berbasis pelarut organik, bukan berbasis air. Dengan demikian variasi kadar air papan tidak dipengaruhi oleh perekat yang digunakan. Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 12) menunjukkan pelapis formika memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air papan, dibandingkan dengan pelapis vinir kayu karet atau anyaman bambu betung. Sedangkan pelapis vinir dan anyaman bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan. Variasi kadar air papan sisal dengan pelapis dapat disebabkan oleh sifat bahan pelapis. Vinir dan anyaman bambu cenderung lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan formika. Vinir dan anyaman bersifat hidrofilik karena memiliki gugus OH bebas pada senyawa selulosa, hemiselulosa atau lignin, yang
44
dapat menarik molekul air dari udara, selama penyimpanan papan dengan pelapis vinir atau anyaman bambu di udara terbuka. Papan komposit sisal dengan pelapis formika memiliki nilai kadar air yang paling kecil di antara papan komposit sisal dengan pelapis vinir atau anyaman bambu. Permukaan formika lebih rapat, karena formika merupakan lapisan kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin yang bagian atasnya dilindungi melamin. Selain itu, kerapatan formika (1,17 g/cm3) lebih tinggi dari vinir kayu karet (0,57 g/cm3) dan anyaman bambu betung (0,53 g/cm3), sehingga air lebih sulit menembus lapisan formika. Dengan karakteristik tersebut, lapisan formika mampu mempertahankan kadar air papan sisal di kisaran 7,49% sampai 9,39%. Daya Serap Air Papan Pengukuran daya serap air papan sisal dilakukan setelah perendaman selama 2 jam dan 24 jam. Perendaman papan komposit dalam air selama 2 jam menyebabkan papan komposit menyerap sejumlah air. Papan komposit dari sisal kontrol dapat menyerap air sebesar 20,01% sampai 88,65%. Sedangkan papan komposit dari sisal yang telah diproses dengan ring flaker dapat menyerap air sebesar 13,71% sampai 34,17%. Papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet dapat menyerap air sebesar 13,71% sampai 20,01%, papan sisal dengan pelapis formika menyerap air sebesar 14,52% sampai 24,74% dan papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung dapat menyerap air sebesar 16,51% sampai 39,09%. Perendaman papan komposit dilanjutkan sehingga total waktu perendaman adalah 24 jam. Papan komposit dari sisal kontrol dapat menyerap air sebesar 57,15% sampai 112,59%. Sedangkan papan komposit dari sisal yang telah diproses dengan ring flaker dapat menyerap air sebesar 34,15% sampai 70,24%. Papan komposit sisal dengan pelapis vinir karet dapat menyerap air sebesar 34,15% sampai 57,15%, papan sisal dengan pelapis formika menyerap air sebesar 42,78% sampai 76,84% dan papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung dapat menyerap air sebesar 47,68% sampai 79,82%. Daya serap air papan sisal setelah perendaman selama 24 jam disajikan pada Gambar 26.
45
120 K
R1
R2
R4
Daya Serap Air (%)
100 80 60 40 20 0 Polos
Bambu
Formika
Vinir
Jenis Pelapis
Gambar 26. Histogram daya serap air papan sisal setelah perendaman 24 jam Di dalam JIS A 5908-2003, nilai daya serap air (DSA) tidak ditetapkan. Nilai daya serap air menunjukkan besarnya pertambahan berat papan setelah perendaman selama 2 jam dan 24 jam, dibandingkan dengan berat awalnya. Setelah perendaman selama 24 jam, sisal kontrol tanpa pelapis menghasilkan papan komposit yang paling banyak menyerap air, yaitu sebesar 112,59%, sedangkan papan komposit yang paling sedikit menyerap air adalah papan komposit yang dibuat dari sisal R1 dengan pelapis vinir kayu karet (DSA 34,15%). Berdasarkan analisis ragam, setelah perendaman air selama 2 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi daya serap air papan sisal, pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 13). Demikian juga untuk nilai daya serap air papan sisal setelah perendaman selama 24 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi daya serap air papan sisal, pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 16). Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, setelah perendaman selama 24 jam, papan komposit yang terbuat dari serat sisal R1, mempunyai DSA lebih baik dari sisal R2 (DSA = 50,29%) maupun sisal R4 (DSA = 55,96%), namun tidak berbeda dengan sisal R2 yaitu rata-rata sebesar 49,23% (Lampiran 17). Dengan demikian perlakuan mekanis dengan menggunakan ring flaker dapat memperbaiki nilai daya serap papan, karena papan komposit dari sisal kontrol mempunyai DSA rata-rata sebesar 81,60%.
46
Sisal R1 menghasilkan papan dengan nilai daya serap air yang lebih baik dibandingkan dengan sisal R2, sisal R4 atau sisal kontrol. Seperti telah diuraikan sebelumnya, perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker telah memecah bundel serat sisal. Pada sisal kontrol, perekat hanya menyelimuti permukaan luar bundel serat sisal, dan tidak dapat menembus masuk ke dalam semua lumen sel bundel serat sisal. Pada sisal R1, perekat mampu menutup permukaan serat sisal yang lebih luas dengan lebih efisien sehingga perekatan terjadi lebih optimal. Perekatan yang optimal mampu menghalangi penyerapan air untuk masuk ke dalam lumen sel sisal. Sisal R2 atau sisal R4 memiliki permukaan yang lebih luas, sedangkan jumlah perekat yang digunakan untuk membuat setiap papan dalam penelitian ini adalah sama. Dengan demikian berat perekat per luas permukaan sisal R2 atau sisal R4 lebih rendah dibandingkan sisal R1, sehingga dengan jumlah perekat yang sama tidak mampu menutup seluruh permukaan sisal R2 atau sisal R4. Kontak antara sisal dan perekat yang tidak sempurna menyebabkan air lebih mudah mengisi celah yang ada. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, setelah perendaman selama 24 jam, papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet memiliki DSA lebih baik yaitu rata-rata sebesar 45,99%, berbeda dari papan sisal dengan pelapis formika (DSA = 53,30%) atau pelapis anyaman bambu (DSA = 59,38%) (Lampiran 18). Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet dapat memperbaiki nilai daya serap papan, karena papan komposit dari sisal tanpa pelapis mempunyai DSA rata-rata sebesar 78,40%. Daya serap air papan komposit sisal terutama dipengaruhi oleh daya serap sisal yang terkandung dalam papan komposit. Serat sisal merupakan bundel serat dengan banyak lumen, mempunyai kemampuan penyerapan air yang lebih besar dibandingkan dengan bahan pelapisnya. Vinir yang digunakan sebagai bahan pelapis papan memiliki berat sekitar 78,13 gram, lebih besar dibandingkan dengan formika (55,64 gram) atau anyaman bambu (50,70 gram). Dengan demikian berat sisal pada papan sisal dengan pelapis vinir lebih sedikit dibandingkan papan dengan pelapis anyaman bambu atau formika, sehingga penyerapan air oleh sisal lebih terbatas.
47
Papan sisal dengan pelapis formika memiliki kemampuan menyerap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan sisal dengan pelapis vinir. Walaupun formika bersifat hidrofob, tahan terhadap air, namun lapisan formika tidak cukup menghalangi penyerapan air oleh papan sisal dengan pelapis formika. Papan sisal menyerap air dari berbagai arah, baik dari permukaan papan maupun bagian tengah papan. Sisal pada bagian tengah papan memiliki kemampuan penyerapan air yang tinggi karena bersifat hidrofilik. Papan sisal dengan pelapis formika mengandung jumlah sisal yang lebih banyak dibandingkan dengan papan sisal dengan pelapis vinir, sehingga dapat menyerap lebih banyak air dibandingkan papan sisal dengan pelapis vinir.
Pengembangan Tebal Papan Pengukuran pengembangan tebal papan dilakukan bersamaan dengan pengukuran daya serap air papan. Nilai pengembangan tebal papan dari sisal kontrol setelah direndam selama 2 jam adalah 6,74% sampai 36,30%, sedangkan nilai pengembangan tebal papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker adalah 3,40% sampai 17,45%. Nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis vinir setelah direndam selama 2 jam adalah 3,40% sampai 6,74%, papan sisal dengan pelapis formika adalah 4,90% sampai 10,23%,
sedangkan nilai
pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung adalah 5,40% sampai 13,58%. Nilai pengembangan tebal papan sisal dari kontrol setelah direndam selama 24 jam adalah 19,09% sampai 47,44%, sedangkan nilai pengembangan tebal papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker adalah 8,43% sampai 25,45%. Sebagian papan yang dibuat dari sisal setelah diproses dengan ring flaker telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang menetapkan nilai pengembangan tebal papan maksimal sebesar 12%. Terlihat bahwa perlakuan ring flaker dapat memperbaiki nilai pengembangan papan komposit sisal. Nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis vinir setelah direndam selama 24 jam adalah 8,43% sampai 19,09%, papan sisal dengan pelapis formika adalah 9,23% sampai 22,12%, sedangkan nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung adalah 10,44% sampai
48
24,31%. Nilai pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam disajikan pada Gambar 27.
K
40
R1
R2
R4
30
20 JIS A 5908
Pengembangan Tebal (%)
50
10
0 Polos
Bambu
Formika
Vinir
Jenis Pelapis
Gambar 27. Pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam Berdasarkan analisis ragam, setelah perendaman selama 2 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi pengembangan tebal papan komposit pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 19). Demikian juga untuk nilai pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai pengembangan tebal papan sisal, pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 22). Papan dengan nilai pengembangan tebal terbaik dimiliki papan sisal R4 dengan pelapis vinir kayu karet, yaitu sebesar 8,43%. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 23), setelah perendaman 24 jam, papan komposit yang dibuat dari serat sisal R4, mempunyai rata-rata nilai pengembangan tebal 11,83% lebih baik dan berbeda dengan papan yang dibuat dari sisal R2 (rata-rata TS = 14,07%) atau sisal R1 (rata-rata TS = 18,08%) (Gambar 28). Dengan demikian perlakuan ring flaker dapat memperbaiki nilai pengembangan tebal papan, karena papan komposit dari sisal kontrol mempunyai nilai pengembangan tebal papan rata-rata sebesar 28,24%.
49
Keterangan : K2 = papan dari sisal kontrol, R22 = papan dari sisal R2,
R12 = papan dari sisal R1 R42 = papan dari sisal R4
Gambar 28. Pengembangan tebal papan sisal tanpa pelapis Nilai pengembangan tebal papan pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pengembangan tebal papan sisal pada penelitian sebelumnya. Nilai pengembangan tebal papan sisal dengan perekat PF, UF dan MUF masih di atas 25% (Syamani et al. 2008a). Nilai pengembangan tebal papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, masih di atas 50% (Syamani et al. 2008b). Nilai pengembangan papan sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), bernilai 22,29%. Jumlah lumen sel dalam bundel serat sisal cukup banyak, menyebabkan perekat sulit masuk ke dalam semua lumen tersebut. Perekatan yang tidak sempurna memungkinkan air masuk ke dalam lumen yang belum dimasuki perekat, ketika papan direndam dalam air. Air yang telah berada dalam lumen sel kemudian akan berikatan dengan gugus OH bebas pada senyawa selulosa, hemiselulosa atau lignin yang ada pada dinding sel dan menyebabkan pengembangan tebal papan komposit. Serat sisal yang diproses dengan ring flaker telah terpecah dari bentuk bundel serat menjadi sel individu. Perekat lebih mudah menyelimuti permukaan sel sisal individu menyebabkan terjadinya perekatan yang baik sehingga dapat mencegah air masuk ke dalam lumen sel. Dengan terbatasnya air dalam lumen sel,
50
kesempatan air untuk berikatan dengan gugus OH bebas pada senyawa selulosa, hemiselulosa atau lignin pada dinding sel, juga terbatas dan pengembangan tebal papan dapat dicegah. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 24), setelah perendaman 24 jam, papan komposit sisal dengan pelapis vinir (Gambar 29) memiliki rata-rata nilai pengembangan tebal 12,87%, lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (rata-rata TS = 14,76%) atau papan dengan pelapis anyaman bambu (rata-rata TS = 17,52%). Dengan demikian pelapisan papan
sisal
menggunakan
vinir
kayu
karet
dapat
memperbaiki
nilai
pengembangan tebal papan, karena papan komposit sisal tanpa pelapis mempunyai nilai pengembangan tebal papan rata-rata sebesar 27,07%.
Gambar 29. Pengembangan tebal papan sisal R4 berlapis vinir Nilai pengembangan tebal papan dipengaruhi oleh daya serap air papan komposit sisal. Sementara daya serap air oleh papan terutama dipengaruhi daya serap air oleh sisal yang terkandung dalam papan komposit. Serat sisal merupakan bundel serat dengan banyak lumen, mempunyai kemampuan penyerapan air yang lebih besar dibandingkan dengan bahan pelapisnya. Vinir yang digunakan sebagai bahan pelapis papan memiliki berat 78,13 gram, lebih besar dibandingkan dengan formika (55,64 gram) atau anyaman bambu (50,70 gram). Dengan demikian jumlah sisal pada papan sisal dengan pelapis vinir lebih sedikit dibandingkan papan dengan pelapis anyaman bambu atau formika, sehingga penyerapan air oleh serat sisal yang dapat menyebabkan pengembangan tebal papan lebih terbatas. Dengan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 24), terlihat bahwa rata-rata nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis formika (14,76%) lebih baik dibandingkan dengan papan berlapis anyaman bambu (17,52%). Walaupun anyaman bambu lebih tebal dibandingkan dengan formika,
51
namun permukaan formika lebih rapat dibandingkan dengan anyaman bambu yang mempunyai ikatan vaskular yang terdiri dari pori, saluran pembuluh yang bergabung dengan sel-sel dan serabut (Mohmod dan Liese di dalam Nuriyatin 2004). Dengan demikian papan dengan pelapis anyaman bambu lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan papan berlapis formika dan menyebabkan nilai pengembangan tebal papan berlapis anyaman bambu lebih tinggi dibandingkan dengan papan berlapis formika.
Sifat Mekanis Papan Komposit Sisal
Keteguhan Rekat Internal Papan Papan komposit, khususnya papan komposit lignoselulosa dibuat dari bahan yang mengandung lignoselulosa yang diikat dengan perekat melalui proses pengempaan pada kondisi tertentu. Kualitas papan komposit dipengaruhi oleh kualitas ikatan antar elemen penyusunnya, yang dinyatakan dengan keteguhan rekat internal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat internal papan komposit dari sisal kontrol adalah antara 0,32 N/mm2 sampai 0,40 N/mm2. Papan komposit dibuat dari sisal yang telah diproses dengan ring flaker adalah antara 0,20 N/mm2 sampai 0,58 N/mm2. Nilai keteguhan rekat internal yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 adalah minimal 0,15 N/mm2 untuk papan partikel tipe 8, 0,2 N/mm2 untuk tipe 13 dan 0,3 N/mm2 untuk tipe 18. Dengan demikian semua papan yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan minimal nilai keteguhan rekat internal untuk papan partikel tipe 13. Hasil pengujian keteguhan rekat internal papan komposit sisal dengan pelapis vinir berkisar antara 0,34 N/mm2 sampai 0,58 N/mm2, papan komposit sisal dengan pelapis anyaman bambu berkisar antara 0,32 N/mm2 sampai 0,44 N/mm2 dan papan komposit sisal dengan pelapis formika berkisar antara 0,30 N/mm2 sampai 0,39 N/mm2. Nilai keteguhan rekat internal yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 untuk papan partikel dengan pelapis vinir (veneered particleboard) adalah minimal 0,3 N/mm2. Dengan demikian semua papan komposit dengan pelapis yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi
52
standar. Nilai keteguhan rekat untuk masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 30. K
R1
R2
R4
veneered PP
0.5 0.4 0.3 0.2
Tipe 8
Keteguhan Rekat (N/mm 2)
0.6
0.1 0.0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : Tipe 8 : batas minimal nilai keteguhan rekat untuk papan partikel Veneered particleboard : batas minimal nilai keteguhan rekat untuk papan dg pelapis vinir
Gambar 30. Histogram keteguhan rekat internal papan sisal Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada nilai keteguhan rekat internal (IB) papan komposit (Lampiran 25). Papan dengan nilai keteguhan rekat internal terbaik dimiliki papan sisal R2 dengan pelapis vinir kayu karet, yaitu sebesar 0,58 N/mm2. Dengan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 26), diketahui bahwa papan komposit yang dibuat dari serat sisal R1, mempunyai nilai keteguhan rekat 0,44 N/mm2, lebih baik dan berbeda dari sisal R4 (IB = 0,35 N/mm2) dan sisal kontrol, namun tidak berbeda dengan sisal R2 (IB = 0,42 N/mm2). Sisal R4 dan sisal kontrol memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai keteguhan rekat papan. Perlakuan ring flaker sedikit memperbaiki nilai keteguhan rekat papan, karena papan komposit dari sisal kontrol mempunyai nilai keteguhan rekat papan rata-rata sebesar 0,34 N/mm2. Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker telah memecah bundel serat sisal. Sisal R1 merupakan serat sisal yang diproses dengan 1 putaran ring flaker, berwujud bundel serat sisal yang telah terpecah. Perekat yang pada bundel serat sisal kontrol, hanya menyelimuti permukaan luar bundel serat sisal, dapat lebih
53
mudah menyelimuti permukaan sel sisal R1 yang telah pecah akibat perlakuan ring flaker. Dengan demikian kontak antara perekat dan sisal R1 dapat terjadi dengan lebih intensif dan menghasilkan papan komposit dengan keteguhan rekat internal yang lebih baik. Sisal R4 menghasilkan papan komposit dengan nilai keteguhan rekat internal (0,35 N/mm2) yang lebih rendah dibandingkan dengan sisal R1 (0,44 N/mm2) dan sisal R2 (0,42 N/mm2). Keteguhan rekat internal menggambarkan kualitas rekatan antara elemen penyusun papan. Menurut Marra (1992) dengan berkurangnya dimensi elemen penyusun papan, maka luas permukaan elemen penyusun per satuan berat papan bertambah secara nyata. Setelah terpecah dengan perlakuan ring flaker sebanyak 4 putaran, permukaan sisal R4 menjadi lebih luas dibandingkan dengan sisal R1 atau R2. Karena itu dengan jumlah perekat yang sama, tidak seluruh permukaan sisal R4 dapat ditutup oleh perekat. Dengan demikian papan komposit yang dibentuk dari sisal R4 memiliki keteguhan rekat internal yang lebih rendah karena perekatan elemen penyusun papan tidak dapat terjadi dengan baik. Nilai keteguhan rekat papan pada penelitian ini sebanding dengan nilai keteguhan rekat papan sisal menggunakan perekat MUF yang bernilai 2,87 kg/cm2 (0,28 N/mm2) sampai 6,34 kg/cm2 (0,62 N/mm2) (Syamani et al. 2008a), lebih baik dari nilai keteguhan rekat papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 1,5 kg/cm2 (0,15 N/mm2) (Syamani et al. 2008b). Nilai keteguhan rekat sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), adalah sebesar 2,97 kg/cm2 (0,29 N/mm2). Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 27), papan komposit yang dilapis vinir kayu karet, memiliki nilai keteguhan rekat lebih baik (0,47 N/mm2) dan berbeda dari papan dengan pelapis bambu (0,40 N/mm2), berbeda dari papan tanpa pelapis (0,35 N/mm2) dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (0,33 N/mm2). Keteguhan rekat internal menggambarkan kualitas ikatan antara partikel penyusun papan, dalam penelitian ini menggambarkan kualitas ikatan antara serat sisal. Perekatan antara sisal dengan isosianat pada papan sisal dengan pelapis formika terjadi kurang sempurna, disebabkan perekat isosianat lebih dulu
54
berikatan dengan formika dibandingkan dengan sisal. Hal ini terjadi karena formika merupakan bahan pelapis yang memiliki kesesuaian dengan isosianat yang lebih baik dibandingkan dengan sisal. Formika yang bersifat hidrofobik lebih sesuai dengan isosianat yang mempunyai polaritas rendah, dibandingkan dengan sisal yang bersifat hidrofilik. Jika dibandingkan dengan anyaman bambu atau vinir, formika memiliki kesesuaian dengan isosianat yang lebih baik, ditunjukkan dengan sudut kontak antara formika dengan isosianat yang lebih kecil. Dengan demikian nilai keteguhan rekat internal papan komposit sisal dengan pelapis formika pada penelitian ini adalah yang paling rendah di antara papan komposit sisal yang dilapis dengan vinir atau anyaman bambu.
Keteguhan Patah (Modulus of Rupture/MOR) Papan Keteguhan patah (MOR) merupakan indikator kekuatan papan menahan beban. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai MOR papan komposit dari sisal kontrol adalah antara 16,3 N/mm2 sampai 50,1 N/mm2. Papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker mempunyai kisaran nilai MOR sebesar 8,0 N/mm2 sampai 52,4 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat memiliki nilai MOR antara 48,7 N/mm2 sampai 52,4 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat memiliki nilai MOR antara 8,2 N/mm2 sampai 16,3 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis anyaman bambu memiliki nilai MOR antara 19,6 N/mm2 sampai 32,5 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis formika memiliki nilai MOR antara 25,8 N/mm2 sampai 35,5 N/mm2. Nilai MOR untuk masing-masing papan disajikan pada Gambar 31. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai MOR papan (Lampiran 28). Papan dengan nilai keteguhan patah terbaik dimiliki oleh papan sisal R1 dengan pelapis vinir kayu karet yang diuji pada arah sejajar serat, yaitu sebesar 52,4 N/mm2. Nilai MOR yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 8,0 N/mm2 untuk papan partikel tipe 8, 13,0 N/mm2 untuk tipe 13 dan 18,0 N/mm2 untuk tipe 18. Dengan demikian hampir semua papan sisal tanpa pelapis dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan minimal nilai MOR untuk papan partikel tipe 8.
55
K
Keteguhan Patah (N/mm 2)
60
R1
R2
R4
50 40
C
30 20
B 10
A
0 Polos
VSS
VTL
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : VSS = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat VTL = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat A = batas minimum keteguhan patah papan partikel tipe 8 JIS A 5908-2003 B = batas minimum keteguhan patah papan partikel berlapis vinir pada arah lebar C = batas minimum keteguhan patah papan partikel berlapis vinir pada arah panjang
Gambar 31. Histogram keteguhan patah papan sisal Nilai MOR papan pada penelitian ini sebanding dengan nilai MOR papan sisal menggunakan perekat MUF yang bernilai140 kg/cm2 (13,7 N/mm2) sampai 210 kg/cm2 (20,6 N/mm2) (Syamani et al. 2008a), dan nilai MOR papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 84,73 kg/cm2 (8,31 N/mm2) sampai 179,98 kg/cm2 (17,65 N/mm2) (Syamani et al. 2008b). Nilai MOR sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), adalah sebesar 174,12 kg/cm2 (17,08 N/mm2). Dengan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 29), papan komposit yang dibuat dari serat sisal kontrol, mempunyai nilai MOR sebesar 30,42 N/mm2, lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R1 (25,80 N/mm2), sisal R2 (22,97 N/mm2) atau sisal R4 (22,45 N/mm2). Perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker menghasilkan papan dengan nilai MOR yang lebih rendah dari papan sisal kontrol. Sisal kontrol menghasilkan papan dengan kekuatan yang lebih baik dibandingkan sisal setelah perlakuan mekanis dengan ring flaker. Berdasarkan hasil pengukuran slenderness ratio (SR), serat sisal kontrol memiliki nilai SR 84,98, lebih rendah namun tidak berbeda dengan sisal R1 (97,17), lebih tinggi dan
56
berbeda dibandingkan sisal R2 (71,79) atau sisal R4 (65,67). Serat sisal R2 dan sisal R4 yang diproses dengan ring flaker sebanyak 2 putaran dan 4 putaran telah terpotong menjadi serat yang lebih pendek, sehingga papan yang dihasilkan memiliki kekuatan yang lebih rendah dari sisal kontrol. Menurut Maloney (1993), geometri partikel berpengaruh pada sifat mekanis papan, peningkatan slenderness ratio akan diikuti dengan peningkatan kekuatan tekuk (bending) dan tekan (compressive) papan partikel sampai batas tertentu. Slenderness ratio ideal menurut Maloney (1993) adalah sebesar 150, namun secara umum, untuk mendapatkan sifat papan yang ideal juga perlu memperhatikan beberapa faktor lain, misalnya efisiensi penggunaan perekat. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 30), papan komposit sisal dengan pelapis vinir dan diuji pada arah sejajar serat memiliki nilai keteguhan patah 50,70 N/mm2, lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (30,15 N/mm2), lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis anyaman bambu (23,45 N/mm2). Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet meningkatkan sifat keteguhan patah papan, karena nilai keteguhan papan sisal tanpa pelapis adalah sebesar 11, 58 N/mm2. Nilai MOR yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 15,0 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah lebar contoh uji dan minimal 30,0 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah panjang contoh uji. Dengan demikian hanya papan komposit yang dilapis vinir dengan arah tegak lurus serat dalam penelitian ini yang belum memenuhi persyaratan minimal nilai MOR tersebut. Nilai MOR papan yang rendah disebabkan oleh nilai MOR vinir dengan arah tegak lurus serat yang rendah. Rendahnya nilai MOR vinir tersebut disebabkan oleh keberadaan retak kupas (lathe check). MOR vinir dengan arah tegak lurus serat adalah sebesar 3,52 N/mm2, sedangkan MOR vinir dengan arah sejajar serat adalah sebesar 87,07 N/mm2. Dengan demikian kekuatan vinir arah tegak lurus serat hanya 1/25 kali vinir arah sejajar serat. Penggunaan pelapis vinir dengan arah sejajar serat menghasilkan papan dengan rata-rata nilai MOR sebesar 50,70 N/mm2, berarti meningkatkan MOR sampai 4,38 kali lebih kuat dari papan tanpa pelapis. Papan dengan pelapis formika memiliki rata-rata MOR sebesar 30,15 N/mm2, berarti meningkatkan
57
MOR sampai 2,60 kali dari papan tanpa pelapis. Papan dengan pelapis anyaman bambu betung memiliki rata-rata MOR sebesar 23,45 N/mm2, berarti meningkatkan MOR sampai 2,03 kali dari papan tanpa pelapis. Namun vinir dengan arah sejajar serat tidak dapat meningkatkan kekuatan papan karena menghasilkan papan dengan MOR hanya sebesar 11,17 N/mm2, lebih kecil dari MOR papan tanpa pelapis yang sebesar 11,58 N/mm2. MOR papan sisal yang dilapis vinir dengan arah sejajar serat memiliki nilai MOR lebih baik dibandingkan papan sisal dengan pelapis formika, walaupun berdasarkan hasil pengujian, MOR formika lebih tinggi, yaitu sebesar 94,02 N/mm2 dibandingkan MOR vinir pada arah sejajar serat yang sebesar 87,07 N/mm2. Namun berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, MOR lembaran formika tidak berbeda dengan MOR vinir pada arah sejajar serat. Perbedaan kekuatan papan dilapis vinir dengan papan sisal dilapis formika disebabkan oleh perbedaan ketebalan bahan pelapis yang digunakan. Ketebalan vinir yang digunakan sebagai bahan pelapis adalah 2,22 mm sementara ketebalan formika hanya 0,76 mm. Rasio peningkatan kekuatan papan yang dihubungkan dengan tebal pelapis, menunjukkan bahwa penambahan vinir sebesar 44% dari tebal total papan, mampu meningkatkan kekuatan papan komposit sampai 338%. Sementara itu penggunaan pelapis formika dengan ketebalan hanya 15% dari tebal total papan, mampu meningkatkan kekuatan papan sampai 160%. Dengan demikian, jika ketebalan formika yang digunakan seimbang dengan ketebalan vinir, maka dapat dihasilkan papan dengan nilai MOR yang lebih tinggi. Selain dipengaruhi oleh ketebalan bahan pelapis, MOR papan juga dipengaruhi oleh sifat dari bahan pelapis. MOR papan dengan pelapis formika lebih rendah dari papan dengan pelapis vinir kayu karet disebabkan oleh sifat formika yang lebih getas (cepat patah) jika dibandingkan dengan vinir, ditunjukkan pada Gambar 32. Ketika papan sisal dengan pelapis formika pada permukaannya diberikan beban, kerusakan papan terjadi dengan cepat di bagian permukaan papan, yaitu pada pelapis formika. Sedangkan vinir pada permukaan papan sisal, dapat lebih lama menahan beban sebelum akhirnya rusak.
58
180
180
Max
A
160
140
140
120
120
100
100
Force(N)
Force(N)
160
80
B
80
60
60
40
40
20
20
Max
0
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3 3.5 Stroke(mm)
4
4.5
5
5.5
6
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3 3.5 Stroke(mm)
4
4.5
5
5.5
6
180
C
160
140
Force(N)
120
100
80
60 Max 40
20
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3 3.5 Stroke(mm)
4
4.5
5
5.5
6
Gambar 32. Grafik deformasi vinir (A), formika (B) dan anyaman bambu (C) saat pengujian bending Anyaman bambu betung pada penelitian ini memiliki MOR yang lebih rendah yaitu 13,11 N/mm2, dibandingkan dengan vinir kayu karet (87,07 N/mm2) atau formika (94,02 N/mm2). Sifat keteguhan patah bahan pelapis mempengaruhi sifat keteguhan patah papan sisal yang dilapis. Papan dengan pelapis anyaman bambu pada penelitian ini memiliki nilai MOR 23,45 N/mm2 lebih rendah dari papan dengan pelapis formika (30,15 N/mm2) dan papan dengan pelapis vinir kayu karet dengan arah sejajar serat (50,70 N/mm2). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mensubtitusi vinir sebagai pelapis papan partikel dengan bahan lain. Sudijono dan Subyakto (2002) menggunakan bilah bambu tali dengan tebal 2 mm pada papan partikel dengan kerapatan 0,61 g/cm3, menggunakan perekat fenol formaldehida dengan kadar 5%. MOR dari papan tersebut adalah sebesar 232,8 kg/cm2 (22,8 N/mm2) pada arah panjang papan. Dibandingkan dengan MOR yang diperoleh dalam penelitian tersebut, maka papan sisal dengan pelapis vinir pada arah sejajar serat, papan sisal
59
dengan pelapis formika dan papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung menghasilkan MOR yang lebih baik. Modulus Elastisitas (MOE) Modulus elastisitas (MOE) merupakan salah satu parameter sifat mekanis bahan yang penting. MOE menunjukkan sifat kekakuan bahan sehingga semakin tinggi nilai MOE suatu bahan maka bahan tersebut semakin kaku. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai MOE papan komposit dari sisal kontrol berkisar antara 988 N/mm2 sampai 6614 N/mm2. Sedangkan nilai MOE papan yang terbuat dari sisal setelah diproses dalam ring flaker berkisar 657 N/mm2 sampai 6221 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat papan memiliki nilai MOE antara 5436 N/mm2 sampai 6614 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat memiliki nilai MOE antara 666 N/mm2 sampai 1045 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis anyaman bambu memiliki nilai MOE antara 2954 N/mm2 sampai 3700 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis formika memiliki nilai MOE antara 3080 N/mm2 sampai 4023 N/mm2. Nilai MOE untuk masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 33. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada nilai MOE papan komposit (Lampiran 31). Papan dengan nilai modulus elastisitas terbaik dimiliki oleh papan sisal kontrol dengan pelapis vinir kayu karet yaitu sebesar 6614 N/mm2. Nilai MOE yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 2000 N/mm2 untuk papan partikel tipe 8, 2500 N/mm2 untuk tipe 13 dan 3000 N/mm2 untuk tipe 18. Dengan demikian papan komposit sisal tanpa pelapis dalam penelitian ini tidak dapat memenuhi persyaratan minimal nilai MOE untuk papan partikel tipe 8.
60
K
Modulus Elastisitas (N/mm2)
7000
R1
R2
R4
6000 5000
C
4000 3000
B
2000
A
1000 0 Polos
VSS
VTL
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : VSS = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat VTL = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat A = batas minimum modulus elastisitas papan partikel tipe 8 JIS A 5908-2003 B = batas minimum modulus elastisitas papan partikel berlapis vinir pada arah lebar C = batas minimum modulus elastisitas papan partikel berlapis vinir pada arah panjang
Gambar 33. Histogram modulus elastisitas papan sisal Menurut Munawar (2008), serat sisal mempunyai nilai tensile strength sebesar 375 ± 038 MPa dan modulus Young 9,1 ± 0,8 GPa. Papan yang dibuat dari sisal kontrol pada penelitian ini memiliki nilai MOE 3327 N/mm2, lebih rendah dari nilai modulus Young serat sisal. Menurut Maloney (1993), geometri partikel sangat mempengaruhi kualitas papan partikel yang dihasilkan, terutama sifat kekuatan tekuk (bending) papan. Slenderness ratio (SR) adalah panjang partikel dibandingkan dengan tebalnya. Semakin tinggi SR, maka partikel semakin ramping dan semakin mudah diatur untuk menghasilkan papan yang kuat. Ditinjau dari geometri bahan, sisal yang digunakan dalam pembuatan papan pada penelitian ini memiliki slenderness ratio (SR) lebih rendah dibandingkan dengan serat sisal yang diuji oleh Munawar, karena Munawar menguji modulus Young dari bundel serat yang panjangnya rata-rata lebih dari 300 mm, sedangkan sisal yang digunakan pada penelitian ini memiliki panjang lebih kurang 20 mm. Dengan demikian papan dari sisal kontrol pada penelitian ini memiliki MOE lebih rendah dibandingkan MOE serat sisal penyusunnya. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit yang dibuat dari serat sisal kontrol, mempunyai nilai MOE 3327 N/mm2, lebih
61
baik dan berbeda dengan papan dari sisal R4 (2992 N/mm2), berbeda dengan papan dari sisal R1 (2939 N/mm2), berbeda dengan papan dari sisal R2 (2690 N/mm2) (Lampiran 32). Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker terhadap serat sisal menurunkan nilai MOE papan sisal. Menurut Maloney (1993), geometri partikel berpengaruh pada sifat mekanis papan, peningkatan slenderness ratio akan diikuti dengan peningkatan kekuatan tekuk (bending) dan tekan (compressive) papan partikel sampai batas tertentu. Sisal R1 memiliki slenderness ratio (SR) sebesar 97,19, lebih tinggi dan tidak berbeda dengan SR sisal kontrol yang sebesar 84,98, lebih tinggi dan berbeda dengan SR sisal R2 yang sebesar 71,79 serta lebih tinggi dan berbeda dengan SR sisal R4 yang sebesar 65,67. Namun ternyata papan dari sisal kontrol atau papan dari sisal R4 memiliki MOE yang lebih baik dibandingkan dengan papan dari sisal R1. Hal tersebut disebabkan oleh geometri partikel pada sisal kontrol atau sisal R4 lebih yang paling seragam dibandingkan dengan geometri partikel sisal R1, ditunjukkan dengan deviasi slenderness ratio yang lebih kecil. Deviasi slenderness ratio sisal kontrol adalah 22,20, deviasi slenderness ratio sisal R4 adalah 27, 63, sedangkan deviasi slenderness ratio sisal R1 adalah 36,75. Nilai MOE papan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai MOE papan sisal menggunakan perekat MUF yang berkisar 13580 kg/cm2 (1331,7 N/mm2) sampai 19462 kg/cm2 (1908,6 N/mm2) (Syamani et al. 2008a), dan nilai MOE papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 13023 kg/cm2 (1277,1 N/mm2) sampai 16831 kg/cm2 (1650,6 N/mm2) (Syamani et al. 2008b). Nilai MOE sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), adalah sebesar 21994 kg/cm2 (2156,9 N/mm2). MOE
merupakan
ukuran
ketahanan
terhadap
pemanjangan
atau
pemendekan suatu bahan karena tarikan atau tekanan (Damanik 2005) Dengan nilai MOE papan sisal yang rendah, pembebanan pada papan sisal menyebabkan papan melengkung atau terjadi deformasi namun dengan nilai MOR yang cukup tinggi (30,42 N/mm2), papan sisal masih dapat digunakan untuk keperluan menahan beban, sampai batas tertentu.
62
Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit sisal dengan pelapis vinir kayu karet yang diuji pada arah sejajar serat sejajar memiliki nilai MOE 6022 N/mm2, lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (3643 N/mm2), serta lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis anyaman bambu (3354 N/mm2). (Lampiran 33). Pelapisan terhadap papan sisal mampu meningkatkan nilai modulus elastisitas papan, karena nilai MOE papan sisal tanpa pelapis adalah sebesar 1074 N/mm2. Nilai MOE yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 2800 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah lebar contoh uji dan 4000 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah panjang contoh uji. Dengan demikian papan sisal dilapis vinir dengan arah sejajar serat, papan sisal dilapis anyaman bambu dan papan sisal dilapis formika dapat memenuhi persyaratan minimal nilai MOE yang ditetapkan JIS A 5908. Namun papan sisal dilapis vinir dengan arah tegak lurus serat dalam penelitian ini belum dapat memenuhi persyaratan minimal nilai MOE. Nilai MOE bahan pelapis memberikan kontribusi terhadap nilai MOE papan sisal dengan pelapis. Vinir yang diuji pada arah sejajar serat mempunyai nilai MOE tertinggi (7360 N/mm2) dibandingkan dengan bahan pelapis lain yang digunakan dalam penelitian ini, formika (4263 N/mm2), anyaman bambu betung (303 N/mm2) dan vinir yang diuji pada arah tegak lurus serat (89 N/mm2). Penggunaan pelapis vinir dengan arah serat sejajar contoh uji meningkatkan MOE sampai 5,61 kali lebih kaku dari papan tanpa lapisan, formika 3,39 kali, dan anyaman bambu betung 3,12 kali Namun vinir dengan arah serat tegak lurus contoh uji papan tidak dapat meningkatkan kekakuan papan (0,78 kali).
Kuat Pegang Sekrup Nilai kuat pegang sekrup (KPS) menunjukkan kemampuan papan menahan sekrup yang dinyatakan dengan besarnya gaya maksimal yang dibutuhkan untuk mencabut sekrup dari papan. Hasil pengujian menunjukan bahwa nilai kuat pegang sekrup papan komposit dari sisal kontrol antara 445 N sampai 529 N. Sedangkan kuat pegang sekrup papan yang dibuat dari sisal setelah perlakuan
63
mekanis menggunakan ring flaker antara 160 N sampai 446 N. Nilai kuat pegang sekrup untuk masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 34. K
R2
R4 veneered PP
R1
500 400
Tipe 8
Kuat Pegang Sekrup (N)
600
300 200 100 0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Gambar 34. Histogram kuat pegang sekrup papan sisal Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis dan jenis pelapis berpengaruh terhadap nilai KPS papan, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai KPS papan komposit (Lampiran 34). Papan dengan nilai kuat pegang sekrup terbaik dimiliki oleh papan dari sisal kontrol tanpa pelapis dengan nilai kuat pegang sekrup sebesar 529 N. Nilai KPS yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 300 N untuk papan partikel tipe 8, 400 N untuk tipe 13 dan 500 N untuk tipe 18, untuk papan dengan ketebalan lebih dari 15 mm. Target ketebalan papan pada penelitian ini adalah sebesar 10 mm, namun semua papan komposit sisal tanpa pelapis dalam penelitian ini dapat memenuhi persyaratan minimal nilai KPS untuk papan partikel tipe 8. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit yang dibuat dari serat sisal kontrol, memiliki nilai KPS rata-rata sebesar 476 N/mm2, lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R1 (356 N), lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R2 (310 N/mm2) serta lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R4 (272 N) (Lampiran 35). Dengan demikian perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker menurunkan nilai KPS papan sisal.
64
Kemampuan papan menahan sekrup yang dicabut dipengaruhi oleh geometri partikel penyusun papan. Walaupun slenderness ratio sisal kontrol (84,98)lebih rendah dari slenderness ratio sisal R1 (97,19), sisal kontrol memiliki geometri partikel yang lebih seragam, sehingga kontak antar partikel terjadi lebih efisien dan papan yang dihasilkan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menahan sekrup dibandingkan dengan papan dari sisal R1. Nilai KPS papan pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan nilai KPS papan sisal menggunakan perekat PF, UF atau MUF yang berkisar 31 kgf (304 N) (Syamani et al. 2008a), dan nilai KPS papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 23,47 kgf (230,2 N) sampai 41,11 kg (403,2 N) (Syamani et al. 2008b). Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit dengan pelapis anyaman bambu memiliki nilai kuat pegang sekrup 416 N, lebih baik dan tidak berbeda dari papan tanpa pelapis (378 N), lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis vinir (359N) serta lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (259 N) (Lampiran 36). Nilai KPS yang disyaratkan dalam JIS A 5908 untuk papan partikel berlapis vinir dengan ketebalan papan minimal 15 mm adalah minimal 500 N. Dengan demikian semua papan sisal berlapis dalam penelitian ini tidak dapat memenuhi persyaratan minimal nilai KPS untuk papan partikel berlapis vinir. Hal tersebut disebabkan karena target ketebalan papan pada penelitian ini hanya sebesar 10 mm. Pada papan yang dibuat dari sisal kontrol, pelapisan justru menurunkan nilai KPS papan. Meskipun dalam penelitian ini tidak dilakukan penentuan profil kerapatan papan pada arah tebal papan, namun seperti yang dikemukakan oleh Haygreen dan Bowyer (1996), kerapatan tertinggi pada papan partikel adalah pada bagian dekat permukaan papan. Pembuatan papan komposit menggunakan kempa panas, di mana panas dari plat kempa merambat masuk ke dalam papan dari permukaan menuju bagian tengah papan. Karena itu bagian permukaan yang lebih dulu mengalami pemanasan, akan lebih dulu mengalami plastisasi, diikuti dengan proses densifikasi, yang menyebabkan kerapatan pada permukaan papan lebih tinggi (Maloney 1993). Pada papan sisal tanpa pelapis, bagian dekat permukaan,
65
seluruhnya adalah sisal yang mengalami proses pengempaan suhu tinggi. Hal tersebut menyebabkan papan tanpa pelapis dapat lebih kuat menahan sekrup yang dicabut. Pelapis formika justru menurunkan nilai kuat pegang sekrup papan yang dibuat dalam penelitian ini. Walaupun formika memiliki nilai MOE dan MOR yang tinggi, namun ternyata pelapisan menggunakan formika tidak dapat meningkatkan nilai KPS papan sisal. Formika yang digunakan sebagai bahan pelapis papan sisal memiliki sifat getas, mudah patah. Selain bersifat getas, tebal formika yang hanya 0,76 mm tidak cukup kuat untuk menahan sekrup yang dicabut. Kuat pegang sekrup papan adalah sifat yang perlu diperhatikan dalam pengerjaan papan jika ingin menggunakan papan partikel dalam perabotan atau lemari yang membutuhkan sekrup sebagai pengencang (fastening) sambungan.
Perbandingan Sifat Fisis dan Mekanis Papan Hasil analisis sifat fisis dan mekanis papan komposit sisal menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sifat di antara papan yang dibuat dari geometri serat, dan jenis pelapis yang berbeda. Tidak ada papan yang memiliki semua sifat terbaik dari parameter yang diuji. Maka untuk mempermudah melihat perbandingan kualitas dari setiap jenis papan, dilakukan perangkingan terhadap parameter sifat fisis dan mekanis yang diuji. Perbandingan sifat dari setiap jenis papan disajikan dalam Tabel 5. Sebagaimana yang tersaji pada Tabel 5, semua jenis papan tanpa pelapis memenuhi 5 parameter yang ditetapkan dalam JIS A 5908 yaitu kerapatan, kadar air, keteguhan rekat internal (internal bond), keteguhan patah dan kuat pegang sekrup. Tidak ada satupun papan tanpa pelapis yang memenuhi standar JIS dalam hal pengembangan tebal dan MOE. Papan tanpa pelapis dengan sifat fisis terbaik ditunjukkan oleh papan yang terbuat dari sisal R2 sedangkan sifat mekanis terbaik ditunjukkan oleh papan yang terbuat dari sisal kontrol. Semua jenis papan dengan pelapis memenuhi 3 parameter yang ditetapkan dalam JIS A 5908 yaitu kerapatan, kadar air dan keteguhan rekat internal (internal bond). Sisal R4 yang dilapis dengan vinir, anyaman bambu atau formika dapat
66
memenuhi standar JIS untuk nilai pengembangan tebal, yaitu maksimal 12%. Standar nilai pengembangan tebal juga dapat dipenuhi oleh papan sisal R2 yang dilapis dengan vinir. Pelapis vinir ternyata mampu meningkatkan MOE papan dari semua jenis serat yang diteliti. Namun tidak ada satupun papan dengan pelapis yang memenuhi standar JIS dalam hal kuat pegang sekrup. Papan dengan pelapis yang memiliki sifat fisis terbaik ditunjukkan oleh papan yang terbuat dari sisal R4 dilapis vinir. Pelapis vinir menghasilkan papan sisal dengan sifat pengembangan tebal, keteguhan rekat, MOE dan MOR terbaik. Pelapis anyaman bambu menghasilkan papan sisal dengan sifat kuat pegang sekrup terbaik. Secara keseluruhan, perangkingan dilakukan terhadap 4 sifat fisis dan 4 sifat mekanis untuk menjaga kesetaraan. Berdasarkan hasil perangkingan ternyata papan yang terbuat dari sisal R1dengan pelapis vinir kayu karet adalah yang terbaik.
3
57 5
14
11
83
Sisal Kontrol Lapis Lapis vinir bambu 0,68* 0,68* 10,5* 10,6* 20,01 39,09 10 15 57,15 79,82 10 15 6,74 13,58 10 14 19,09 24,31 11 14 0,34* 0,32* 8 9 50,1* 32,5* 3 6 6614* 3700 1 8 445 484 4 2 5 4
97
Tanpa lapis 0,66* 11,9* 88,65 16 112,59 16 36,30 16 47,44 16 0,40* 6 17,6* 13 1606 13 529* 1 5
10
76
Lapis formika 0,66* 7,5* 24,74 12 76,84 14 10,23 12 22,12 13 0,32* 9 35,5* 5 3729 7 445 4 4
12
87
Tanpa lapis 0,62* 11,6* 19,19 9 63,51 11 10,44 13 25,45 15 0,44* 4 12,7* 14 1247 14 357* 7 5
1
23 7
59
Sisal R1 Lapis Lapis vinir bambu 0,65* 0,63* 11,4* 11,5* 14,97 16,7 2 3 6 34,15 56,4 8 1 9 3,40 6,0 9 1 7 13,08 18,2 4 6 10 0,47* 0,44* 3 4 52,4* 20,9 1 10 6221* 310 1 2 10 359 44 6 6 3 5 3
4
56
Lapis formika 0,65* 8,9* 15,63 4 42,78 3 4,90 4 15,54 7 0,39* 7 31,5* 7 3080 11 260 13 4
13
92
Tanpa lapis 0,59* 11,5* 29,10 13 67,28 12 9,63 11 16,18 8 0,34* 8 8,0* 15 657 16 313* 9 5
2
25
8
61
Sisal R2 Lapis Lapis vinir bambu 0,65* 0,64* 11,0* 11,2* 13,71 16,51 1 5 42,73 47,68 2 5 4,14 6,26 3 9 10,87* 17,09 4 9 0,58* 0,43* 1 5 51,5* 20,8 2 11 5436* 2954 4 12 333 420 8 5 6 3
6
58
Lapis formika 0,62* 9,4* 14,52 2 43,48 4 6,25 8 12,14 5 0,31* 10 25,8 9 3739 6 172 14 3
15
107
Tanpa Lapis 0,60* 11,5* 34,17 14 70,24 13 17,45 15 19,22 12 0,20* 12 8,0* 15 788 15 311* 11 5
3
37
61 8
9
Lapis formika 0,62* 9,2* 18,06 8 50,10 7 5,37 5 9,23* 2 0,30* 11 27,7 8 4023* 5 160 15 5 65
Sisal R4 Lapis Lapis vinir bambu 0,64* 0,59* 11,0* 10,8 17,89 20,77 7 11 49,95 53,55 6 8 3,80 5,40 2 6 8,43* 10,44* 1 3 0,50* 0,40* 2 6 48,7* 19,6 4 12 5816* 3661 3 9 300 315 12 10 6 3
Keterangan : Parameter yang dicetak miring disyaratkan dalam JIS A 5908 2003, * memenuhi standar JIS A 5908-2003 Kisaran rangking 1-16 (paling baik = 1, paling buruk = 16), Pelapis vinir yang diperbandingkan adalah vinir dgn arah serat sejajar panjang Standar MOE (min 4000 N/mm 2) dan MOR (min 30 N/mm2 ) menggunakan standar pada arah panjang papan Papan tanpa pelapis mengacu pada standar JIS A 5908-2003 tipe 8, Papan dengan pelapis mengacu pada standar JIS A 5908-2003 veneered particleboard
Kerapatan (g/cm ) Kadar air (%) DSA 2 jam (%) rangking DSA 24 jam (%) rangking TS 2 jam (%) rangking TS 24 jam (%) rangking 2 IB (N/mm ) rangking MOR (N/mm2) rangking MOE (N/mm2) rangking KPS (N) rangking Jmh parameter yg memenuhi standar Total nilai hasil rangking Peringkat
Parameter
Tabel 5. Perbandingan sifat fisis dan mekanis papan komposit sisal dengan pelapis berdasarkan JIS A 5908-2003
67
68
Ketahanan Papan Sisal terhadap Serangan Rayap Coptotermes gestroi Hasil pengamatan terhadap kehilangan berat papan sisal akibat serangan rayap menunjukkan bahwa di antara papan sisal, papan sisal dengan pelapis anyaman bambu mengalami kehilangan berat paling tinggi dibandingkan papan sisal dengan pelapis vinir, formika atau tanpa pelapis. Nilai kehilangan berat masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 35.
Kehilangan Berat (%)
12 10 8 6 4 2 0
Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Gambar 35. Histogram presentase kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap Coptotermes gestroi Menurut
Weaver dan Owen (1992), salah satu kelebihan penggunaan
isosianat adalah meningkatkan ketahanan kayu terhadap deteriorasi akibat faktor biologis. Berdasarkan analisis ragam, jenis pelapis tidak berpengaruh pada nilai kehilangan berat papan akibat serangan rayap (Lampiran 37). Pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa rayap lebih dulu menyerang melalui bidang tebal papan. Proses pembuatan papan komposit menggunakan pengempaan panas, telah lebih dulu menyebabkan terjadi pemadatan di bagian permukaan papan dibandingkan bagian tengah papan. Dengan demikian bagian tengah papan memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan bagian permukaan papan sehingga rayap lebih menyukai untuk menyerang mulai dari bagian tengah papan. Serangan rayap terhadap papan sisal dengan bahan pelapis pada permukaan atas dan bawah papan, juga lebih dulu terjadi pada bagian tengah papan. Telah
69
menjadi pengetahuan umum bahwa rayap menyerang kayu untuk mengkonsumsi selulosa. Menurut Mohanty AK, et al. dalam Mishra S, et al. (2004), kadar selulosa dalam serat sisal berkisar antara 67-78%, sedangkan kadar selulosa dalam bambu betung sekitar 52,9% (Gusmailina dan Sukmadiwangsa dalam Krisdianto et al. 2000). Karena itu rayap lebih dulu menyerang sisal pada bagian tengah papan, kemudian juga menyerang anyaman bambu betung yang merupakan bahan pelapis papan sisal. Bambu memiliki keawetan yang sangat rendah, mudah diserang mikroorganisme dan serangga, bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Krisdianto et al. 2000). Tidak berbeda dengan bambu betung, walaupun kayu karet termasuk kelas kuat II – III namun kayu karet memiliki kelas awet rendah (kelas awet V) sehingga perlu usaha untuk memperpanjang umur pemakaiannya (Burgess 1966 dalam Martawijaya 1972). Dengan demikian anyaman bambu betung atau vinir kayu karet yang digunakan sebagai pelapis pada papan sisal memiliki ketahanan yang relatif sama terhadap serangan rayap Coptotermes gestroi. Pelapis formika merupakan beberapa lapis kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin dan dilapis melamin (Wikipedia 2008). Lapisan melamin dan kerapatan formika yang tinggi menyebabkan rayap enggan untuk mengkonsumsi formika. Formika merupakan bahan pelapis yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan vinir kayu karet atau anyaman bambu betung, sehingga serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis formika lebih rendah dibandingkan pada papan dengan bahan pelapis lainnya, walaupun dengan analisis ragam, jenis pelapis tidak berpengaruh pada ketahanan papan terhadap serangan rayap. Kandungan sisal pada papan sisal dengan pelapis formika lebih banyak dibandingkan dengan papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet atau anyaman bambu betung. Serangan rayap terutama terjadi di bagian tengah papan, yaitu bagian yang mengandung sisal. Rayap menyerang bagian tengah papan dengan membuat lubang dan masuk sampai ke bagian dalam papan. Perilaku ini merupakan perwujudan dari karakteristik rayap yang bersifat kriptobiotik yaitu sifat rayap yang cenderung menyembunyikan diri dan menghindari cahaya
70
(Prasetiyo dan Yusuf 2005). Gambar 36 memperlihatkan serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet, anyaman bambu betung atau formika.
A
B
C
Gambar 36. Serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis vinir (A), formika (B), anyaman bambu betung (C) Ketahanan papan komposit sisal terhadap serangan rayap juga dianalisis dengan mengamati tingkat mortalitas rayap selama 3 minggu. Tingkat mortalitas kumulatif rayap pada setiap jenis papan pada setiap minggu pengamatan disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan analisis ragam, jenis bahan pelapis memberikan pengaruh yang nyata pada presentase mortalitas rayap (Lampiran 38). Dengan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa mortalitas rayap pada papan sisal dengan pelapis formika adalah yang paling tinggi berbeda dengan mortalitas rayap pada papan sisal dengan pelapis vinir atau anyaman bambu (Lampiran 39). Grafik tingkat mortalitas rayap pada masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 37. Tabel 6. Mortalitas rayap (%) pada pengamatan minggu I-III Jenis papan Tanpa pelapis Dengan pelapis vinir Dengan pelapis anyaman bambu Dengan pelapis formika
mortalitas rayap (%) minggu ke-1 minggu ke-2 minggu ke-3 15.78 28.44 48.22 17.56 31.33 47.33 15.33 31.11 47.33 27.78 42.00 71.78
71
Polos
Vinir
Bambu
Formika
80
Mortalitas (%)
70 60 50 40 30 20 10 0
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Pengamatan
Gambar 37. Grafik tingkat mortalitas rayap (%) pada setiap minggu pengamatan Dari data dan gambar terlihat bahwa papan sisal dengan pelapis formika memiliki tingkat mortalitas rayap tertinggi mulai dari minggu pertama sampai minggu ke-3 pengamatan. Formika terdiri dari beberapa lapis kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin, yang bagian atasnya dilindungi melamine, kemudian ditekan dan dimatangkan dengan menggunakan panas sehingga menghasilkan permukaan yang keras (Wikipedia 2008). Karakteristik formika yang keras dan padat tidak disukai oleh rayap. Dengan sumber makanan yang terbatas, ada kemungkinan
rayap
yang
kuat
memakan
rayap
yang
lemah
untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Rismayadi dan Arinana (2007), pada kondisi sumber makanan yang terbatas dan tidak berimbang dengan kebutuhan nutrisi koloni rayap, maka rayap kerap berperilaku kanibal pada anggota koloninya yang tidak produktif. Pengamatan terhadap kehilangan berat papan akibat serangan rayap menunjukkan bahwa papan sisal dengan pelapis formika mengalami kehilangan berat yang paling sedikit. Dengan demikian tingginya mortalitas rayap pada contoh uji papan dengan pelapis formika menyebabkan rendahnya kehilangan berat papan karena sedikitnya rayap yang melakukan aktifitas makan.
72
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker terhadap serat sisal menghasilkan geometri serat sisal yang dapat memperbaiki sifat daya serap air dan pengembangan tebal papan sisal. 2. Perlakuan mekanis dengan 1 putaran ring flaker menghasilkan geometri serat sisal yang dapat memperbaiki sifat daya serap air, keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan kuat pegang sekrup papan dibandingkan perlakuan mekanis dengan 2 putaran atau 4 putaran ring flaker 3. Perlakuan mekanis dengan 1 putaran ring flaker menghasilkan geometri serat sisal sehingga papan sisal telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 untuk base particleboard tipe 8 dalam hal sifat keteguhan rekat internal. 4. Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet dapat memperbaiki sifat daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan modulus elastisitas papan dibandingkan pelapisan dengan anyaman bambu betung atau formika 5. Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet menghasilkan papan dengan sifat keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan modulus elastisitas yang telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 untuk veneered particleboard. 6. Papan sisal dengan pelapis formika memiliki ketahanan terhadap serangan rayap Coptotermes gestoi yang lebih baik dibandingkan papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet atau anyaman bambu betung.
Saran Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai sifat papan komposit sisal, penelitian lanjutan mengenai sifat papan sisal yang perlu dilakukan adalah sifat ketahanan terhadap serangan rayap kayu kering, ketahanan terhadap serangan kumbang, ketahanan terhadap serangan api dan sifat akustik.
73
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Why MDI?. http://www.huntsman.com/pu/ index. cfm? PageID =7027. [30 maret 2009]. [ASTM] American Society for Testing Materials. 1978. ASTM D 790-71 : Standard Test Methods for Flexural Properties of Plastics and Electrical Insulating Materials. USA. Becker N PE. 1993. The Complete Book of Home Inspection for the Buyer or Owner. USA : McGraw Hill. Bergland L, Rowell RM. 2005. Wood Composites. Di dalam: Rowell RM, editor. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. Florida: CRC Press. hlm 279-301. Blomquist RF. 1983. Adhesives an Overview. Di dalam : Blomquist RF, Christiansen AW, Gillespie RH, Myers GE, editors. Adhesives Bonding of Wood and Other Structural Materials. USA : The Pennsylvania State University. Boerhendhy I, Agustina DS. 2006. Potensi Pemanfaatan Kayu Karet untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Jurnal Litbang Pertanian 25(2):61-67. Boerhendhy I, Nancy C, Gunawan A. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, vol.1, no.1, hal. 35-46. Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science; An Introduction. 4th Edition. Iowa: Iowa State Press. Damanik RIM. 2005. Kekuatan Kayu. e-USU repository@2005. Universitas Sumatera Utara, Medan. [14 Juli 2009]. Dumanauw JF. 1990. Mengenal Kayu. Yayasan Kanisius. Yogyakarta. English B, Chow P, Bajwa DS. 1997. Processing into Composites. Di dalam: Rowell RM, Young RA, Rowell JK, editors. Paper and Composites from Agro-Based Resources. Florida: CRC Press hlm 269-299. Frihart CR. 2005. Wood Adhesion and Adhesives. Di dalam: Rowell RM, editor. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. Florida: CRC Press hlm 215-278.
74
Galbraith CJ, Newman WH. 1992. Reaction Mechanism and Effect with MDI Isocyanate Binders for Wood Composites. Di dalam: Plackett DV, Dunningham EA, compiler. Proceedings of The Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium; Rotorua, New Zealand, 9-13 November 1992. Gent AN, Hamed RM. 1983. Fundamentals of Adhesion. Di dalam: Blomquist RF, Christiansen AW, Gillespie RH, Myers GE, editors. Adhesive Bonding of Wood and Other Structural Materials. Forest Product Technology: USDA Forest Service and The University of Wisconsin. Gurbel SSO. 2008. Laboratory Evaluations of Some Termiticides Againts Subterranean Termite Coptotermes gestroi (Wasmann) (Isoptera: Rhinotermitidae). [Thesis]. Malaysia : Universiti Sains Malaysia. Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Forest Products and Wood Science, An Introduction, Ames Iowa USA : Iowa State University Press. Hurter RW. 1997. TCF Bleached Sisal Market Pulp: Potential Reinforcing Fiber for Commodity Papers-Part 2. Di dalam: Proceedings of TAPPI PULPING CONFERENCE; San Francisco, California, 1997. Volume 2, hlm 655 - 665. Janssen, JJA. 1980. The Mechanical Properties of Bamboo Used in Construction Bamboo Research in Asia. Proceeding at Workshop. Singapore. May 28-30, 1980. [JSA] Japanese Standards Association. 2003. Particleboards. Japanese Industrial Standards (JIS) A5908-2003. Japan. Kawai S, Umemura K, Sasaki H, Matsuo K, 1998. Effects of The Formulation of Isocyanate Resins on The Properties of Particleboard. Di dalam: Hadi Y S, compiler. Proceedings of The Fourth Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium; Bogor, 2-5 September 1998. Krisdianto, Ginuk S, Agus I. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Himpunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Lemmens RHMJ, Soerianegara I, Wong WC (Eds.). 1995. Plant Resources of South-East Asia No. 5(2). Timber Tree : Minor Commercial Timbers. Backhuys Publishers, Leiden. 655 pp. Li Y, Mai YM, Ye L. 2000. Sisal Fibre and its composites: a review of recent developments. Composites Science and Technology 60 (2000) 2037-2055. Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. Edisi Revisi. USA : Miller Freeman Inc. San Francisco.
75
Marra A. 1992. Technology of Wood Bonding: Principle in Practice. New York : Van Nostrand Reinhold. Martawijaya, A. 1972. Keawetan dan Pengawetan Kayu Karet. Laporan No. 1. LPHH. Bogor. Masiijaya MY. 1997. Development of Boards Made From Waste Newspaper [Ph.D. Dissertation]. Tokyo: Tokyo University. Massijaya MY, Hadi YS, Marsiah HM. 2006. Pengembangan Papan Komposit Unggulan dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu [Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing XIV]. Bogor: Lembaga Penelitan dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB. Massijaya MY, Okuma M. 1998. Development of Composite Boards Made From Waste Newspaper and Wood Particle (II): Optimalization of Resin Solid Level. Di dalam: Hadi YS, compiler. Proceedings of The Fourth Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium; Bogor, 2-5 November 1998. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1, IPB Press, Bogor. Mishra S, Mohanty AK, Drzal LT, Mishra M, Hinrichsen G. 2004. A Review on Pineapple Leaf Fibers, Sisal Fibers and Their Composites. Macromol. Mater. Eng. 289. pp. 955-974. Mohanty AK, Misra M, Drzal LT. 2002. Sustainable bio-composites from renewable resources : Opportuinities and challenges in the green material world. Journal of Polymers and the Enviroment 10, pp. 19-26. Munawar SS, Subyakto, Subiyanto B, Gopar M, Suryanegara L, Prasetiyo KW. 2004. Karakterisasi dan Pengembangan Teknlogi Pengolahan Serat Alam sebagai Bahan Baku Industri Biokomposit. Laporan Teknik UPT Biomaterial LIPI. Munawar SS. 2008. Properties of Non-Wood Plantfiber Bundles and The Development of Their Composites. [Ph.D. Dissertation]. Kyoto: Kyoto University. Packham DE. 2003. The Mechanical Theory of Adhesion. Di dalam: Pizzi A, Mittal KL, editors. Handbook of Adhesives Technology. 2nd Edition. Chap. 21. USA : Marcel Dekker. Pease DA. 1994. Panels : Products, Applications and Production Trends. USA : Miller Freeman Inc. San Francisco. Petrie EM. 2004. Reactive Polyurethane Adhesives for Bonding Wood. www.specialchem4adhesives.com/resources/article/. [8 Juli 2008].
76
Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesives Technology. New York: Marcel Dekker. Prawirohatmodjo S. 1988. Comparative strength of green and air dry bamboo. Proceedings of The International Workshop. Cochin India. November 14-18. Pages 218-222. Prawirohatmojo S. 1997. Pengurangan Kandungan Amilum dalam Kayu Mahoni dan Bambu Betung sebagai Usaha Menghindari Serangan Bubuk. Jurusan Pembinaan Hutan, Fakultas Kehutanan, UGM. Yogyakarta. Rosalita Y. 2009. Optimasi Sambungan Pasak Bambu pada Struktur Laminated Veneer Lumber (LVL). [Thesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Ruhendi S dan Hadi YS. 1997. Perekat dan Perekatan. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Santoso B. 2007. Tanaman Agave Sebagai Komoditas Primadona. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang, Jawa Timur. [Laporan penelitian]. Sastrapradja S, Widjaja EA, Prawiroatmodjo S, Soenarko S. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional LIPI : PN Balai Pustaka. Sharma SN, Mehra ML. 1970. Variation of Bamboo (Dendrocalamus strictu) and Its Possible Influence on The Trend of The Shrinkage Mositure Content Characteristic. Forest Research Institute. Dehra Dun. Siopongco JO, Mundar M. 1987. The Technology of Manual Bamboo as Building Material. The Forest Products Research and Development Institute (FPRDI) Philippines and The Institute of Human Settlements (HIS) IndonesiaPhilippines. Sudijono, Subyakto. 2002. Bending and Shear Particleboard laminated with Zephyr of Tali W, Yusuf S, Hermiati E, Suryanegara L, International Wood Science Symposium. Program; Serpong, 2-5 September 2002.
Properties of Low Density Bamboo. Di dalam: Dwianto editors. Proceedings of The JSPS-LIPI Core University
Sutrisno. 1999. Pengaruh nisbah tekan terhadap sifat papan untai kayu sengon dan tusam [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, IPB. Syamani FA, Budiman I, Subyakto, Subiyanto B. 2006. Pemanfaatan Serat Abaca (Musa textilis) dan Serat Sisal (Agave sisalana) Untuk Produk Komposit. Disampaikan pada Seminar Nasional MAPEKI IX, Banjarbaru, Indonesia, Agustus 2006.
77
Syamani FA, Massijaya YM, Subiyanto B. 2008a. Sifat Fisis Mekanis Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.). Dipresentasikan pada Seminar Nasional MAPEKI XI, Palangkaraya, 8 Agustus 2008. Syamani FA, Prasetiyo KW, Budiman I, Subyakto, Subiyanto B. 2008b. Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel dari Serat Sisal atau Serat Abaka setelah Perlakuan Uap. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 6(2) : 56-62. Tambunan B, Nandika D. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Dep Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi IPB. Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Prilaku Rayap. Edisi Revisi. Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Troughton GE. 1967. Kinetic Evidence for Covalent Bonding Between Wood and Formaldehyde Glues. Information Report VP-X-26, Forest Products Laboratory, Vancouver, British Columbia. Di dalam: Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesives Technology. New York: Marcel Dekker. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties, Utilization, New York : Van Nostrand Reinhold. Umemura K, Takahashi A, Kawai S, 1998. Thermal Properties of Isocyanate Resin Adhesives for Wood. Di dalam: Hadi Y S, compiler. Proceedings of The Fourth Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium; Bogor, 2-5 November 1998. Weaver FW, Owen NL. 1992. The Isocyanate Wood Adhesive Bond. Di dalam: Plackett DV, Dunnningham EA, compiler. Proceedings of The Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium; Rotorua New Zealand, 9-13 November 1992. Wibowo RW, Yuniarti ANU. 2008. Daftar Jenis-jenis Kayu Bulat Rakyat atau Kayu Olahan Rakyat. Makassar. Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Di dalam: Wood Handbook : Wood as an Engineering Material. USA : Forest Products Society. Widjaya EA. 2001. Indetikit Jenis-Jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Pusat Penelitian dan Pengembangan LIPI. Balai Penelitian Botani Herbarium Bogoriense. Bogor. [Wikipedia]. 2008. Formica.http://en.wikipedia.org/wiki/Formica. [5 Juni 2008]. [Wikipedia]. 2009a. Isocyanate. http://en.wikipedia.org/wiki/Isocyanate. [17 Maret 2009].
78
[Wikipedia]. 2009b. Methylene diphenyl diisocyanate. http://en.wikipedia.org /wiki/Methylene_diphenyl_diisocyanate. [18 Agustus 2009] Youngquist JA. 1995. Unlikely Partners? The Marriage of Wood and Nonwood Materials. USA: Forest Products Journal 45(10):25-39.
79
Lampiran 1. Analisis ragam panjang serat sisal
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 19084.259 26988.716 46072.975
df
Mean Square 6361.420 68.153
3 396 399
F 93.340
Sig. .000
F 5.222
Sig. .002
Uji lanjut rataan panjang serat sisal Serat sisal RF4 sisal RF2 sisal kontrol sisal RF1 Sig.
N 100 100 100 100
Subset for alpha = .05 1 2 3 6.4241 14.8670 22.5240 23.6336 1.000 1.000 .342
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 100.000.
Lampiran 2. Analisis ragam slenderness ratio serat sisal Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 17793.915 131753.657 149547.572
df
Mean Square 5931.305 1135.807
3 116 119
Uji lanjut rataan slenderness ratio serat sisal
Duncan(a)
serat sisal R4 sisal R2 sisal kontrol sisal R1 Sig.
N 30 30 30 30
Subset for alpha = .05 1 2 3 65.6700 71.7900 71.7900 84.9800 84.9800 97.1933 .483 .132 .163
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
Lampiran 3. Analisis ragam keteguhan patah bahan pelapis Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 68325.912 2907.070 71232.982
df 3 36 39
Mean Square 22775.304 80.752
F 282.040
Sig. .000
80
Lampiran 4. Uji lanjut keteguhan patah bahan pelapis Pelapis Duncan(a)
N
Vinir TL bambu Vinir SS formika Sig.
Subset for alpha = .05 1 2 3 3.5160 13.1050 87.0670 94.0220 1.000 1.000 .092
10 10 10 10
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.
Lampiran 5. Analisis ragam modulus elastisitas (MOE) bahan pelapis Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 363551687.027 16989364.184 380541051.211
df 3 36 39
Mean Square 121183895.676 471926.783
F 256.785
Sig. .000
Lampiran 6. Uji lanjut MOE bahan pelapis Pelapis Duncan(a)
N
VT bambu formika VS Sig.
Subset for alpha = .05 1 2 89.1400 302.9000 4263.5000
10 10 10 10
.491
1.000
3
7360.2000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.
Lampiran 7. Analisis ragam kerapatan papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .251(a) 129.490 .070 .142 .039 .372 130.112 .623
df
a R Squared = .403 (Adjusted R Squared = .373)
15 1 3 3 9 304 320 319
Mean Square .017 129.490 .023 .047 .004 .001
F 13.673 105882.081 19.107 38.706 3.517
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
81
Lampiran 8. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada kerapatan papan sisal Serat sisal kontrol sisal R2 sisal R4 sisal R1 Sig.
N 80 80 80 80
Subset 2
1 .6150
3
.6343 .6386 1.000
.6566 1.000
.429
Lampiran 9. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada kerapatan papan sisal Subset Pelapis formika bambu vinir polos Sig.
N
1 .6112
80 80 80 80
2
3
4
.6253 .6399 1.000
1.000
1.000
.6681 1.000
Lampiran 10. Analisis ragam kadar air papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 90.026(a) 7186.589 4.986 77.136 7.904 2.780 7279.395 92.806
df 15 1 3 3 9 48 64 63
Mean Square 6.002 7186.589 1.662 25.712 .878 .058
F 103.611 124066.018 28.692 443.880 15.161
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
a R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .961)
Lampiran 11. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada kadar air papan sisal Serat sisal kontrol sisal R4 sisal R2 sisal R1 Sig.
N 16 16 16 16
1 10.1325
Subset 2
3
10.6356 10.7637 1.000
10.7637 10.8550 .289
.139
Lampiran 12. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada kadar air papan sisal Pelapis formika vinir bambu polos Sig.
N 16 16 16 16
1 8.7512
Subset 2
3
10.9856 11.0063 1.000
.810
11.6438 1.000
82
Lampiran 13. Analisis ragam daya serap air (DSA) 2 jam papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 20366.274(a) 40746.955 7140.619 6950.259 6275.396 860.676 61973.904 21226.949
df
Mean Square 1357.752 40746.955 2380.206 2316.753 697.266 17.931
15 1 3 3 9 48 64 63
F 75.722 2272.464 132.744 129.206 38.887
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
a R Squared = .959 (Adjusted R Squared = .947)
Lampiran 14. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada DSA 2 jam papan Serat sisal R1 sisal R2 sisal R4 sisal kontrol Sig.
N 16 16 16 16
Subset 2
1 16.6256 18.4588
3
22.7231 .227
43.1219 1.000
1.000
Lampiran 15.Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada DSA 2 jam papan Pelapis vinir formika bambu polos Sig.
N 16 16 16 16
1 16.6419 18.2381
Subset 2
3
23.2719 .292
1.000
42.7775 1.000
Lampiran 16. Analisis ragam daya serap air (DSA) 24 jam papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 22208.932(a) 224826.520 11054.178 9247.919 1906.836 2208.100 249243.553 24417.032
df
a R Squared = .910 (Adjusted R Squared = .881)
15 1 3 3 9 48 64 63
Mean Square 1480.595 224826.520 3684.726 3082.640 211.871 46.002
F 32.185 4887.311 80.099 67.011 4.606
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
83
Lampiran 17. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada DSA 24 jam papan Serat sisal R1 sisal R2 sisal R4 sisal kontrol Sig.
N 16 16 16 16
Subset 2
1 49.2313 50.2900
3
55.9606 .661
81.5975 1.000
1.000
Lampiran 18. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada DSA 24 jam papan Subset Pelapis vinir formika bambu polos Sig.
N
1 45.9944
16 16 16 16
2
3
4
53.2981 59.3837 1.000
1.000
1.000
78.4031 1.000
Lampiran 19. Analisis ragam pengembangan tebal (TS) 2 jam papan Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 3972.827(a) 5624.063 1178.022 1850.476 944.330 122.365 9719.254 4095.192
df
Mean Square 264.855 5624.063 392.674 616.825 104.926 2.549
15 1 3 3 9 48 64 63
F 103.895 2206.147 154.034 241.962 41.159
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
a R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .961)
Lampiran 20. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada TS 2 jam papan Serat sisal R1 sisal R2 sisal R4 sisal kontrol Sig.
N 16 16 16 16
Subset 2
1 6.2075 6.5725
3
8.0031 .521
16.7137 1.000
1.000
Lampiran 21. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada TS 2 jam papan Subset Pelapis vinir formika bambu polos Sig.
N 16 16 16 16
1 4.5194
2
3
4
6.6888 7.8319 1.000
1.000
1.000
18.4569 1.000
84
Lampiran 22. Analisis ragam pengembangan tebal (TS) 24 jam papan Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 5308.137(a) 20862.191 2533.343 1910.657 864.138 205.130 26375.458 5513.267
df
Mean Square 353.876 20862.191 844.448 636.886 96.015 4.274
15 1 3 3 9 48 64 63
F 82.806 4881.722 197.600 149.030 22.467
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
a R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .951)
Lampiran 23. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada TS 24 jam papan Subset Serat sisal R4 sisal R2 sisal R1 sisal kontrol Sig.
N 16 16 16 16
1 11.8331
2
3
4
14.0675 18.0787 1.000
1.000
28.2394 1.000
1.000
Lampiran 24. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada TS 24 jam papan Subset Pelapis vinir formika bambu polos Sig.
N 16 16 16 16
1 12.8694
2
3
4
14.7550 17.5200 1.000
1.000
1.000
27.0744 1.000
Lampiran 25. Analisis ragam keteguhan rekat papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .515(a) 9.579 .106 .196 .213 .296 10.389 .810
df
a R Squared = .635 (Adjusted R Squared = .521)
15 1 3 3 9 48 64 63
Mean Square .034 9.579 .035 .065 .024 .006
F 5.572 1555.721 5.728 10.610 3.841
Sig. .000 .000 .002 .000 .001
85
Lampiran 26. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada keteguhan rekat papan Serat sisal kontrol sisal R4 sisal R2 sisal R1 Sig.
N 16 16 16 16
Subset 1 .3444 .3494
2
.4169 .4369 .474
.858
Lampiran 27. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada keteguhan rekat papan Pelapis formika polos bambu vinir Sig.
N
1 .3325 .3450
16 16 16 16
Subset 2
3
.3450 .3969
.654
.4731 1.000
.068
Lampiran 28. Analisis ragam keteguhan patah (MOR) papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 18079.832(a) 51648.366 798.795 16961.820 319.218 548.868 70277.066 18628.700
df
Mean Square 951.570 51648.366 266.265 4240.455 26.601 9.148
19 1 3 4 12 60 80 79
F 104.022 5645.992 29.107 463.550 2.908
a R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .961)
Lampiran 29. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada MOR papan Serat sisal R4 sisal R2 sisal R1 sisal kontrol Sig.
N 20 20 20 20
Subset 2
1 22.4475 22.9690
3
25.8035 .588
30.4150 1.000
1.000
Lampiran 30. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada MOR papan Subset Pelapis VTL polos bambu formika VSS Sig.
N 16 16 16 16 16
1 11.1688 11.5750
2
3
4
23.4500 30.1500 .705
1.000
1.000
50.7000 1.000
Sig. .000 .000 .000 .000 .003
86
Lampiran 31. Analisis ragam modulus elastisitas (MOE) papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 298040901.738(a) 713767546.012 4124783.837 288509697.300 5406420.600 4812287.250 1016620735.000 302853188.988
df 19 1 3 4 12 60 80 79
Mean Square 15686363.249 713767546.012 1374927.946 72127424.325 450535.050 80204.788
F 195.579 8899.313 17.143 899.291 5.617
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
a R Squared = .984 (Adjusted R Squared = .979)
Lampiran 32. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada MOE papan sisal Serat sisal R2 sisal R1 sisal R4 sisal kontrol Sig.
N 20 20 20 20
Subset 2
1 2690.2000
3
2938.8000 2991.6500 1.000
.557
3327.3000 1.000
Lampiran 33. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada MOE papan sisal Pelapis VTL polos bambu formika VSS Sig.
N 16 16 16 16 16
1 842.5000
Subset 3
2
4
5
1074.0625 3354.0000 3642.7500 1.000
1.000
1.000
1.000
6021.6250 1.000
Lampiran 34. Analisis ragam kuat pegang sekrup (KPS) papan sisal Source Corrected Model Intercept Serat Pelapis Serat * Pelapis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 658973.937(a) 7984863.063 377423.312 214533.062 67017.563 197667.000 8841504.000 856640.937
a R Squared = .769 (Adjusted R Squared = .697)
df 15 1 3 3 9 48 64 63
Mean Square 43931.596 7984863.063 125807.771 71511.021 7446.396 4118.063
F 10.668 1938.985 30.550 17.365 1.808
Sig. .000 .000 .000 .000 .091
87
Lampiran 35. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada KPS papan sisal Serat sisal R4 sisal R2 sisal R1 sisal kontrol Sig.
N 16 16 16 16
1 271.8125 309.5000
Subset 2
3
355.6875 .103
475.8750 1.000
1.000
Lampiran 36. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada KPS papan sisal Pelapis formika vinir polos bambu Sig.
N 16 16 16 16
1 259.4375
Subset 2
3
359.4375 377.7500 1.000
.424
377.7500 416.2500 .096
Lampiran 37. Analisis ragam presentase kehilangan berat akibat serangan rayap pada papan dengan variasi bahan pelapis Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6.454 6.400 12.854
df 3 8 11
Mean Square 2.151 .800
F 2.689
Sig. .117
Lampiran 38. Analisis ragam presentase mortalitas rayap pada papan dengan variasi bahan pelapis Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1369.884 10.068 1379.953
df 3 8 11
Mean Square 456.628 1.259
F 362.828
Sig. .000
Lampiran 39. Uji lanjut pengaruh bahan pelapis pada presentasi mortalitas rayap Pelapis polos bambu vinir formika Sig. .
N 3 3 3 3
Subset for alpha = .05 1 2 46.6667 47.3300 47.3333 71.7767 .505 1.000