PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA TANGAN PADA SISWA KELAS VII MTS YANUSA PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh : Sulastri 1811013000012
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2014 M
ABSTRAK SULASTRI, 1811013000012 “Peningkatan Keterampilan Bercerita Dengan Menggunakan Media Boneka Tangan Pada Siswa Kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan”, Jurusan PBSI Dual Mode, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Masalah yang dihadapi pembelajaran keterampilan bercerita di MTs Yanusa pada siswa kelas VII Pondok Pinang Jakarta Selatan adalah kurangnya minat siswa terhadap kegiatan bercerita. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah adanya peningkatan keterampilan bercerita, pada siswa kelas VII MTs. Yanusa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta. Peningkatan keterampilan bercerita siswa tampak pada kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh keaktifan, perhatian pada pelajaran, antusiasme selama pembelajaran, keberanian bercerita di depan kelas. Peningkatan kualitas produk/hasil dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata bercerita siswa pada tahap pratindakan sampai pascatindakan Siklus II. Skor ratarata siswa pada tahap pratindakan sebesar 56,5, pada Siklus I meningkat menjadi 68,8, dan pada Siklus II meningkat lagi menjadi 75,4. Skor rata-rata keterampilan siswa mengalami peningkatan dengan kategori baik. Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta telah mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan menggunakan media boneka tangan.
Kata Kunci : Keterampilan bercerita, media boneka tangan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia dan Rahmat-Nya, sehingga skripsi dengan judul Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Menggunakan Media Boneka Tangan Siswa Kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta, dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Nurlena Rifa’i, M.A, Ph,D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Dra. Hindun, M. Pd. Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA. M. Pd. Sebagai pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, arahan, dan motivasi yang tidak henti-hentinya disela kesibukannya.
4.
Para Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
5.
Drs. H. Achmad Shafiyuddin kepala MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
6.
Dra. Fahria Rahmida guru bahasa Indonesia MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta.
7.
Siswa siswi MTs. Yanusa khususnya kelas VII yang telah bersedia bekerja sama dalam penelitian ini.
8.
Dr. Sridadi Soeparto tercinta, terima kasih atas doa, semangat, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan.
9.
Suamiku tercinta Roseli dan anak-anakku tercinta Imandya Astriani Rosaria, Pramudya Karina, Trisabya Norma Rosa dan Adhya Lastantina, beserta keluarga besarku di Kediri, terima kasih atas doa dan dukungannya.
ii
10. Teman-teman seperjuangan semasa belajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011, khususnya Maryati, Sofia, Devia R, Heni N. Emi O, Nurul F, Ade S, Ade M, terima kasih atas pertemanan selama ini yang tulus dan indah. Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh pada kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat dan sistematika penulisannya. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang terdahulu. Segala kesempurnaan, penulis kembalikan kepada Allah SWT, mudah-mudahan Allah senantiasa memberkahi segala amal dan usaha kita. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sekiranya jauh dari sempurna ini dapat memberikan sepercik manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Semoga kita semua senantiasa dipelihara dalam jalan ridho Allah SWT. Amin.
Jakarta, Desember 2014 Penulis,
Sulastri
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Hal ABSTRAK ......................................................................................................... i KATA PENGANTAR……………………………………......………............
ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vii
DAFTAR DIAGRAM .....................................................................................
viii
DAFTAR BAGAN ..........................................................................................
ix
DAFTAR GRAFIK .........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xi
PENDAHULUAN ………...........…………......………....…………
1
A. Latar Belakang Masalah ....….......………......…….........….……..
1
B. Identifikasi Masalah ............................ …...........…........…..…….
7
BAB I
C. Batasan Masalah ......……………......…..................……………… 7 D. Perumusan Masalah .................…………......…........……........….
8
E. Tujuan Penelitian ................................…......…........…...……......
8
F. Manfaat Penelitian ..........................................................................
8
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Kajian teoretis ..............................................……......................... 10 1. Keterampilan Berbicara….....…......…........................................ 10 2. Pengertian Keterampilan bercerita .............................................. 11 3. Faktor-faktor pokok bercerita .....................................................
12
4. Berdasarkan pelaku cerita...........................................................
12
5. Teknik penyajian cerita …..........................................................
13
iv
B. Penelitian yang Relevan ………….………..........…......………….
23
C. Kerangka Berpikir …...….....…......................................................
24
D. Hipotesis Tindakan ........................................................................
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………….....…................ A. Waktu dan Tempat Penelitian ..…………………......…..............
26
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ..........................…..…
26
C. Subjek Penelitian ……………………………….....…….....…...
29
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian …….....…….....……
30
E. Tahapan Perencanaan Tindakan ………………….....…….........
31
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……......….....…….
34
G. Data dan Sumber Data ………………………….....…….....…...
35
H. Instrumen Penelitian ..............…………………….........….…....
35
I.
Teknik Pengumpulan Data ………………………......…....….....
38
J.
Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi……….............….....
39
K. Analisis Data .....................……………......…....………………
40
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan..........................................
41
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TEMUAN............................................................................... A. Hasil Penelitian..............................................................................
42
B. Pembahasan dan Penyajian dan Analisis Data .............................. 58 C. Interpretasi Hasil Analisis Data ................................................... 69 D. Hal-Hal Unik yang Terjadi dalam Pembelajaran ........................
70
BAB V PENUTUP ........................................................................................ A. Simpulan .......................................................................................
71
B. Rencana Tindak Lanjut ………………………………………….
72
C. Saran …………………………………………………………….. 72 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….….............… LAMPIRAN ....................................................................................................
v
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pelajaran Matematika Semester II Kelas IV SD/MI......................
12
Tabel 3.2
Waktu Penelitian............................................................
26
Tabel 3.3
Tahap Penelitian Siklus I...............................................
31
Tabel 3.4
Tahap Penelitian Siklus II..............................................
32
Tabel 3.5
Kriteria Pemberian Skor dengan Menggunakan Rubricks.........................................................................
38
Tabel 4.6
Refleksi Tindakan Siklus I ............................................
50
Tabel 4.7
Rekapitulasi Data Hasil Belajar Siswa ..........................
57
Tabel 4.8
Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan terhadap Keterampilan Guru dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika ........................
Tabel 4.9
58
Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika ........................
Tabel 4.10
59
Rekapitulasi Hasil Angket tentang Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga ............................................................................
vi
60
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1
Alat Peraga Balok Garis Bilangan ...........................
Gambar
4.2
Guru Sedang Memberi Penjelasan Operasi Hitung Penjumlahan Bilangan Bulat pada Garis Bilangan...
Gambar
4.3
19
44
Guru Sedang Memberi Contoh Penggunaan Alat Peraga Garis Bilangan............................................... 44
vii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram
4.1
Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa................
viii
62
DAFTAR BAGAN
Diagram
3.1
Alur Prosedur Pelaksanaan PTK ............................. 29
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik
4.1
Keterampilan Guru dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika .................. 63
Grafik
4.2
Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Alat Peraga Matematika .................. 64
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I... 70
Lampiran
2
Pedoman Penilaian Keterampilan Bercerita
x
83
Lampiran
3
Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa
85
Pratindakan Lampiran
4
Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pasca
87
Tindakan Lampiran
5
Angket Pratindakan
88
Lampiran
6
Angket Pasca Tindakan
89
Lampiran
7
Hasil Wawancara dengan Guru Pratindakan
90
Lampiran
8
Hasil Wawancara dengan Siswa Pratindakan
92
Lampiran
9
Hasil Wawancara dengan Guru Pasca Tindakan
94
Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Siswa Pasca Tindakan
95
Lampiran 11 RPP Siklus II
96
Lampiran 12 Catatan Lapangan Siklus I
102
Lampiran 13 Catatan Lapangan Siklus I
106
Lampiran 14 Catatan Lapangan Siklus II
108
Lampiran 15 Catatan Lapangan Siklus II
112
Lampiran 16 Skor Keterampilan Berderita Siswa I
114
Lampiran 17 Skor Keterampilan Berderita Siswa Siklus II
116
Lampiran 18 Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran
117
Keterampilan Bercerita Lampiran 19 Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran
118
Keterampilan Bercerita Siklus I Lampiran 20 Hasil Angket Pratindakan
119
Lampiran 21 Hasil Angket Pratindakan Pasca Tindakan
120
Lampiran 22 Materi Pembelajaran
120
Lampran
121
23 Lampiran Cerita
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bercerita merupakan salah satu kebiasaan masyarakat sejak dahulu sampai sekarang. Bercerita juga merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Serta bercerita juga dapat dipahami sebagai suatu tuturan yang memaparkan atau menjelaskan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, dan kejadian, baik yang dialami sendiri atau orang lain. Pada umumnya manusia senang melakukan kegiatan bercerita dari usia anak sampai dewasa. Kegiatan bercerita termasuk dalam situasi informatif, dengan pengertian dengan bercerita akan membuat pengertianpengertian atau makna-makna yang disampaikan menjadi jelas. Selain itu, dengan bercerita seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan serta keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Kegiatan berbicara khususnya dalam bercerita dapat membangun hubungan mental emosional antara satu individu dengan individu yang lain. Keterampilan bercerita tidak hanya diperoleh begitu saja, tetapi harus dipelajari dan dilatih. Pelaksanaan kegiatan bercerita harus menguasai bahan atau ide cerita, penguasaan bahasa, pemilihan bahasa, keberanian, ketenangan, kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur sehingga mampu dan terampil dalam bercerita. Salah satu bentuk tujuan keterampilan berbicara yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP adalah kompetensi dasar bercerita dengan alat peraga. Kompetensi bercerita diajarkan pada sekolah menengah pertama kelas VII semester ganjil. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi, yaitu mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan
1
2
bercerita. Dalam kompetensi ini siswa diharapkan dapat bercerita dengan menggunakan alat peraga. Berdasarkan observasi pada tanggal 2 April 2014 antara peneliti dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia (Ibu Dra. Fahria Rahmida) MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta, diketahui minat siswa terhadap kegiatan bercerita masih rendah. Siswa cenderung malas mengikuti pembelajaran bercerita, siswa terlihat malas saat mengerjakan tugas bercerita dari guru. Ketika guru memberikan tugas bercerita, banyak diantara siswa yang mengeluh dan tidak menginginkan tugas tersebut. Banyak diantara siswa yang memilih melakukan aktivitas di luar pembelajaran, misalnya berbicara di luar topik pembelajaran atau bercanda dengan teman sebangku. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa minat dan antusias siswa terhadap pembelajaran bercerita tergolong rendah. Proses
belajar
mengajar
aspek
berbicara
khususnya
dalam
kompetensi dasar bercerita kurang berhasil. Hal ini terlihat dari berbagai faktor penyebab mengapa siswa tidak mendapatkan nilai maksimal, diantaranya pembelajaran berbicara khususnya kompetensi dasar bercerita, selama ini pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius dan siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering dilakukan oleh siapapun sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya. Kemampuan siswa dalam aspek bercerita di kelas VII masih lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar, yaitu 70. Faktor lainnya, siswa cenderung kurang berani bercerita didepan umum. Siswa merasa takut salah, malu, grogi, tegang, dan kurang percaya diri apabila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas, hal tersebut disebabkan pula karena siswa tidak menguasai bahan cerita dan siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataannya pada saat bercerita. Selain itu, faktor luar diri siswa juga berpengaruh misalnya, penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa juga mempengaruhinya. Serta kondisi dan tata ruang kelas yang tidak kondusif. Dengan demikian, dapat diidentifikasi bahwa keterampilan bercerita siswa masih rendah.
3
Kegiatan bercerita belum secara intensif dilakukan oleh guru. Siswa hanya diberi tugas untuk bercerita tanpa ada rangsangan dengan menggunakan media tertentu. Dalam hal ini perlu di upayakan suatu bentuk pembelajaran yang variatif, menarik, menyenangkan, dan dapat merangsang siswa untuk berlatih bercerita. Salah satu caranya adalah penggunaan media dalam proses pembelajaran. Pembelajaran bercerita menggunakan alat peraga juga masih kurang optimal di sekolah. Selain karena terbatasnya waktu dalam pembelajaran bercerita, guru juga mengalami kesulitan memotivasi siswa dalam kegiatan bercerita. Pembelajaran bercerita menggunakan alat peraga juga dirasa memberatkan bagi siswa, karena siswa dibebani tugas untuk membuat media yang sesuai dengan cerita yang akan disampaikan. Media diharapkan membuat pembelajaran menjadi lebih menarik. Selama ini media yang digunakan dalam pembelajaran bercerita masih sangat jarang. Hal itu dikarenakan terbatasnya alternatif media di sekolah untuk pembelajaran bercerita. Hal ini menyulitkan guru dalam membimbing siswa dalam melatih kemampuan bercerita menggunakan alat peraga. Berkaitan dengan masalah pembelajaran bercerita siswa di MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan maka diperlukan pemecahannya. Pemecahan itulah yang mendasari penulis melakukan penelitian. Untuk mengasah kemampuan berbahasa, terutama dalam keterampilan bercerita, perlu dihadirkannya sebuah media yang dapat meningkatkan keterampilan bercerita. Pembelajaran keterampilan bercerita sebaiknya guru memberdayakan media pembelajaran yang ada serta sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan. Selain itu, materi pembelajaran juga menjadi faktor penentu dalam pemilihan media. Hal tersebut dikarenakan setiap materi mempunyai karakteristik tersendiri yang turut menentukan dalam pemilihan media. Begitu pula dalam pembelajaran berbicara khususnya bercerita, seorang guru harus memilih dan menggunakan media yang sesuai sebagai penunjang
4
kegiatan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Keterampilan bercerita akan berhasil dan meningkat dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai. Kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan kreatif. Dalam pembelajaran sebaiknya guru memberdayakan media pembelajaran yang ada serta sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan. Berdasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII MTs Yanusa, khususnya standar kompetensi berbicara dengan alat peraga. Dalam kompetensi ini, siswa diharapkan dapat bercerita dengan alat peraga. Cara mengatasi hal tersebut, guru hendaknya dapat menggunakan alternatif pembelajaran dengan media. Media yang tepat untuk mengatasi masalah pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan adalah menggunakan media boneka, didasarkan pada beberapa alasan. Pertama menurut Raemiza media boneka merupakan media yang paling efektif untuk pengajaran dalam mengembangkan perbendaharaan kata, melatih diri untuk mendengarkan dan berbicara. Penggunaan boneka dimaksudkan untuk memotivasi siswa untuk berpikir kreatif. Siswa dapat mengorganisasikan ide-ide untuk bercerita yang ditemukan dari sebuah tokoh boneka, lalu dituangkan secara bebas dengan kata-kata sendiri. Kedua, pemilihan boneka juga dilatarbelakangi oleh kedekatan anak-anak dengan boneka. Kenyataan ini akhirnya dimanfaatkan sebagai motivasi dari sisi minat siswa yang diharapkan dapat mengoptimalkan hasil belajar.1 Media boneka dipilih untuk meningkatkan keterampilan bercerita karena dalam bercerita siswa harus mempunyai ide atau bahan cerita, keberanian, penguasaan bahasa, dan ekspresi. Media boneka cocok digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan wawancara pada tanggal 2 April 2014 antara peneliti dan kolaborator guru Bahasa Indonesia
1
http://ra3miza.wordpress.com
5
Ibu Dra. Fahria Rahmida, media boneka belum pernah diterapkan untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Penererapan media boneka dapat menjadi alternatif sekaligus inovasi bagi guru dalam pembelajaran tentang bercerita agar semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang ada di kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan bercerita, maka peneliti menggunakan media boneka sebagai media pembelajaran. Peneliti dan guru kolaborator mengadakan penelitian pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan dengan Menggunakan Media Boneka ” Peneliti menggunakan boneka sebagai media penelitian didasarkan pada beberapa alasan. Media boneka merupakan media yang paling efektif untuk pengajaran dalam mengembangkan perbendaharaan kata, melatih diri untuk mendengar, menyimak, dan bercerita pada siswa. Penggunaan media boneka dimaksudkan untuk memotivasi siswa supaya berpikir kreatif. Dalam hal ini siswa dilatih untuk mengorganisasikan ide-ide untuk bercerita yang ditemukan dari sebuah tokoh boneka, lalu dituangkan secara bebas dengan kata-kata sendiri untuk menjadi cerita yang lebih menarik. Kelebihan media boneka dari media yang lain adalah membantu siswa memperoleh kemudahan ketika bercerita, karena dengan bantuan boneka sebagai alat peraga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengolah atau mengembangkan ide cerita yang akan mereka ceritakan. Dengan penggunaan boneka, saat siswa bercerita siswa tidak akan merasa canggung lagi karena mereka tidak bercerita langsung menghadapi siswa-siswa yang lain, melainkan dengan media
boneka siswa memerankan tokoh dalam
boneka tersebut. Diharapkan dengan media boneka mampu menambah semangat dari para siswa itu sendiri pada keterampilan bercerita yang akan peneliti lakukan, selain itu dengan penggunaan boneka sebagai media
6
pembelajaran juga diharapkan dapat menjadi media berkelanjutan tingkat apresiasi kepada generasi muda agar terus berkembang. Menurut Evada diunduh pada tanggal 5 April 2014, keberadaan sebuah media pembelajaran dan alat permainanan edukatif sangat dibutuhkan bagi siswa, karena dapat membantu memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Boneka merupakan boneka yang terbilang unik, lucu, dan bertradisi hadir sebagai media bermain yang menyenangkan bagi siswa sambil mengenalkannya pada tradisi bangsa yang sejak dulu sudah menjadi kebiasaan nenek moyang.2 Boneka diharapkan bisa menumbuhkan jati diri, menambah kebanggaan sekaligus kecintaan siswa pada budaya bangsa. Tak hanya mengenal Doraemon, Upin Ipin, Donald Bebek dan sebagainya. Dengan boneka-boneka unik, lucu, kreatif ini, siswa juga diharapkan mengenal boneka tangan yang berkarakter binatang. Boneka ini dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran maupun alat permainan edukatif dan menyenangkan bagi siswa sekaligus mampu membantu meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas siswa, kemampuan anak dalam memecahkan masalah, mendorong spontanitas siswa, dan aktualisasi diri. Boneka merupakan suatu gambaran manusia dari berbagai usia, kedudukan, dan kelamin dengan tokoh-tokoh boneka dalam sebuah pertunjukan. Bentuk boneka yang bermacam-macam dan sangat ekspresif, yakni
menggambarkan
atau
mengapresiasikan
perwatakan-perwatakan
tertentu. Wujud boneka dibuat dalam berbagai tipe dan ukuran. Karakter tokoh boneka meliputi dua sisi: baik (tulus, ikhlas, berani karena benar, setia, arif, bijaksana, dan sebagainya) dan buruk (serakah, tamak, congkak, pengkhianat, pembohong, dan sebagainya). Media boneka dipilih untuk meningkatkan keterampilan bercerita karena dengan media boneka akan tumbuh dalam diri siswa rasa ketertarikan dalam pembelajaran bercerita, sehingga aspek-aspek keterampilan siswa dalam bercerita secara otomatis akan mengalami perubahan seiring dengan 2
http://dewey.petra.ac.id, Stella Evanda Halim, Media wayang Boneka (2008) Diunduh 12 April 2014
7
ketertarikan siswa dalam pembelajaran bercerita. Media boneka cocok digunakan
dalam
pembelajaran
keterampilan
bercerita.
Berdasarkan
wawancara pada tanggal 8 April 2014 antara peneliti dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia Ibu Dra. Fahria Rahmida. Media boneka belum pernah diterapkan untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa di MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan urutan latar belakang masalah, dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut. 1. Minat siswa pada pembelajaran bercerita masih rendah. 2.
siswa cenderung malas mengikuti pembelajaran bercerita.
3.
Siswa malas saat mengerjakan tugas bercerita dari guru. .
4. Pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius oleh guru dan siswa. 5. Siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering dilakukan oleh siswa 6. Siswa cenderung kurang berani bercerita di depan umum. 7. Siswa merasa takut salah, malu, grogi, tegang, dan kurang percaya diri bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas. 8. siswa tidak menguasai bahan cerita 9. siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataannya pada saat bercerita. 10. Pembelajaran kurang menarik bagi siswa.
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, muncul permasalahan yang harus diselesaikan. Agar penelitian ini lebih terfokus dan mendalam kajiannya, perlu ada batasan masalah penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada permasalahan bagaimana peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Pembatasan masalah tersebut dipilih terkait
8
dengan adanya masalah yaitu masih rendahnya keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan
peningkatan
keterampilan
bercerita
dengan
menggunakan media boneka pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
F. Manfaat Penelitian Berdasarkan judul penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Secara teoretis Penelitian ini diharapkan memberikan landasan bagi para peneliti lain utnuk mengadakan penelitian sejenis dalam rangka meningkatkan keterampilan bercerita siswa pada khususnya dan keterampilan berbahasa pada umumnya. 2. Secara praktis a. Bagi Siswa 1) Siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan dapat mengembangkan bakatnya dalam keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka.
9
2) Siswa mendapatkan pengalaman secara nyata melalui keberadaan media
boneka dan sebagai motivasi belajar dalam kaitannya
dengan materi keterampilan bercerita dengan memanfaatkan media boneka. b. Bagi Guru 1) Guru termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan. 2) Guru mendapatkan sebuah pilihan untuk mengatasi masalah pembelajran
yang
membutuhkan
penyelesaikan
melalui
penggunaan media pembelajran. 3) Meningkatkan kinerja guru dalam melaklukan proses pembelajran keterampilan bercerita. c. Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapt digunakan sebagai masukan positif terhadap kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan bercerita menggunakan alat peraga dan menanamkan pentingnya penggunaan media dalam proses pembelajaran.
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Kajian Teoretis Kajian teori merupakan penjelasan teori-teori yang relevan dengan
penelitian. Kajian teori yang akan dipaparkan dalam penelitian ini, yaitu keterampilan berbicara, keterampilan bercerita sebagai salah satu ragam kegiatan berbicara, dan media boneka. 1.
Keterampilan berbicara Berbicara merupakan kemampuan yang sangat penting dan harus dikuasai
oleh seseorang karena dengan berbicara memudahkan untuk berkomunikasi dengan orang lain. kemampuan
Penyatakan secara lengkap, bahwa berbicara adalah
mengucapkan
bunyi-bunyi
artikulasi
atau
kata-kata
untuk
mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan1. Mulgrave, sebagaimana menyatakan bahwa berbicara itu lebih dari pada sekedar mengucapkan bunyi atau kata-kata2. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak. Berdasarkan beberapa pendapat, peneliti dapat menyimpulkan bahwa berbicara adalah suatu perbuatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kata-kata dengan alat bicara untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dalam kegiatan berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Tarigan bahwa tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasi. Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan
1
2
Henry Guntur Tarigan “ Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa “ cetakan edisi revisi 2008. h. 16 Henry Guntur Tarigan, ibid
10
11
pembicara harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.3 Och dan winker (dalam Tarigan, 2008: 16-17) berpendapat bahwa pada dasarnya berbicara mempumyai tiga maksud umum, yaitu: (1) memberikan dan melaporkan (to inform); (2) menjamu dan meng hibur (to entertain); (3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itu pun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan.4 Pakar lain, keraf (1984: 320) mengungkapkan bahwa tujuan berbicara adalah sebagai berikut: (1) mendorong, maksudnya adalah pembicara berusaha memberi semangat, membangkitkan gairah, serta maenunjukan rasa hormat dan pengabdian; (2) menyakinkan, maksudnya pembicaraan akan meyakinka sikap, mental, intelektual, kepada para pendengarnya; (3) bertindak, berbuat, menggerakan, maksudnya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik daripada pendengar, satelah mereka bankit emosi serta kemauannya; dan (4) menyenangkan atau menghibur pembicara menyenangkan pendengar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan umum
dari
berbicara adalah
untuk
berkomunikasi, yaitu agar dapat menyampaikan pesan pembicaraan secara efektif. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih dari pada sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak.5, siswa harus dihadapkan pada kegiatan-kegiatan nyata yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. 2. Pengertian Keterampilan Bercerita Pembelajaran keterampilan bercerita adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan siswa dalam berbicara. Keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian dan penjelasan guru saja. 3 4 5
Henry guntur tarigan, ibid Henry guntur tarigan, ibid Isah cahyani “ bahasa Indonesia “ program peningkatan kualifikasi guru madrasah dan guru agama islam pada sekolah cetakan pertama 2009 h. 172
12
Akan tetapi, siswa harus dihadapkan pada kegiatan-kegiatan nyata yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Dalam Kamus Besar Indonesia, bercerita adalah menuturkan cerita; bercerita kepada. Bercerita atau mendogeng merupakan kegiatan bercerita yang paling sering dilakukan. Bercerita atau mendogeng adalah penyampaian rangkaian peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh seorang tokoh. Tokoh tersebut dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau bahkan tokoh rekaan, baik berwujud orang maupun binatang6. Bercerita merupakan tradisi kita sejak dulu. bercerita merupakan salah satu tugas kemampuan atau kegiatan berbicara yang dapat mengungkapkan kemampuan berbicara siswa yang bersifat pragmatis. Ada dua unsur penting yang perlu dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaiman menilih bahasa) dan yang kedua unsur “apa” yang diceritakan. Kegiatan bercerita dapat memberikan hiburan dan merangsang imajinasi siswa. Keterampilan bercerita pada siswa perlu ditingkatkan melalui pelatihan bercerita secara teratur, sistematis, dan berkesinambungan. 3.
Faktor-faktor Pokok Bercerita Untuk
mencapai
keberhasilan
dalam
bercerita
menurut
harus
memperhatikan dua pokok, yaitu: a)
Menyiapkan naskah cerita. Dari sumber cerita yang sudah ada yaitu mengambil bahan cerita yang berasal dari buku, komik, majalah dan kejadian yang sudah pernah terjadi.
b)
Mengarang cerita sendiri yaitu pencerita harus berimajinasi dan menentukan jalan cerita sendiri, membuat naskah.
4.
Berdasarkan Pelaku Cerita a)
Fabel cerita tentang dunia hewan atau tumbuh-tumbuhan yang seolaholah dapat berbicara seperti manusia
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 2007) h. 210
13
b)
Dunia benda mati yaitu cerita tentang benda-benda mati yang digambarkan seolah-olah seperti benda hidup.
c)
Dunia manusia yaitu tentang berbagai kisah manusia, baik fiktif maupun non fiktif, dalam cerita ini tokohnya semua manusia dan bercerita tentang interaksi antar sesama.
d)
Kombinasi
dari
ketiga
jenis
cerita
diatas
yaitu
cerita
yang
menggabungkan tokoh hewan, tumbuhan dan manusia yang saling berinteraksi. 5.
Teknik Penyajian Cerita Menurut Musfiroh dalam Aprianti Yofita Rahayu menyatakan bahwa
manfaat kegiatan bercerita adalah mengasah imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbahasa, aspek sosial, aspek moral, kesadaran beragama, aspek emosi, semangat berprestasi, dam melatih konsentrasi anak.7 Reeta dan Jasmune menyatakan bahwa sasaran kegiatan bercerita adalah perkembangan bahasa pada anak, yaitu meningkatkan kosakata, belajar menghubungkan kata dengan tindakan, mengingat urutan ide atau kejadian, mengebangkan minat baca serta menumbuhkan kepercayaan diri anak.8 Seorang pencerita perlu menguasai keterampilan dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, berekspersi dan sebagainya.Seorang pencerita harus pandai-pandai menggembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmonisasi yang tepat. Unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikankan secara proporsional adalah (1) narasi atau pemaparan cerita, (2) dialog atau percakapan para tokoh, (3) ekspresi atau mimik muka, (4) visualisasi gerak atau peragaan akting, (5) ilustrasi suara atau suara yang asli atau yang dibuat tinggi rendah, lantang dan pelan, keras dan lembut, suara hewan, suara kendaraan, (6) media atau alat peraga, (7) teknik ilustrasi yang lain atau permainan, musik, lagu. 6.
Media pembelajaran Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata „medium‟ yang secara harfiah berarti perantara atau 7
Aprianti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita ( Jakarta, PT. Indeks 2013 ) cetatakan I, hal. 82. 8 ibid
14
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gagne dalam Arief S,Sadiman menyatakan bahwa “ media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”.9 Menurut Yudi Munadi bahwa, media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.10 Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi (Assosiation of Education and CommunicationTechnology) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang-orang untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan NEA (National Education Assosiation) memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat seseorang. Sementara Winkel mengatakan bahwa media pengajaran adalah suatu saran nonpersonal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar yang memegang peranan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan instruksional.11 Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat proses komunikasi pertama adalah hambatan psikologis seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti misalnya kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera dan cacat tubuh. Kedua adalah hambatan cultural seperti misalnya perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial kepercayaan nilai-nilai panutan dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan dari situasi dan kondisi keadaan sekitar. Karena berbagai jenis hambatan tersebut baik dalam
9
10
11
Arief. S. Sadirman, dkk. Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya...h.6 Yudi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru (Jakarta. Gaung Persada Press, 2010) cetakan ke-3 h.8 W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran... h.318-319
15
diri pengajar maupun pembelajar, proses komunikasi belajar mengajar seringkali berlangsung tidak efektif dan efisien. Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal karena media belajar dapat menjadi perantara komunikasi guru dan siswa. Dalam
menentukan
pemilihan
media,
seorang
pendidik
harus
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Terdapat berbagai media diantaranya : 12 a.
Media Grafis, media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang lain media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan ke sumber penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan ini akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Banyak jenis media grafis, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : Gambar atau foto, Sketsa, Diagram, Bagan atau chart, Grafik, Kartun, Poster, Peta atau Globe, Papan Flanel, dan Papan Buletin.
b.
Media Audio, media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non verbal. Ada beberapa jenis media dapat kita kelompokan dalam media audio anatar lain radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam dan laboratorium bahasa.
c.
Media Proyeksi Diam, media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafik dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Selain itu, bahan-bahan grafis banyak sekali dipakai dalam media proyeksi diam. Perbedaan yang jelas diantara keduanya adalah pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan pada proyeksi, pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran terlebih dahulu. Adakalanya media jenis ini disertai rekaman jenis audio, tapi ada pula visual saja. Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan untuk mengatasi
berbagai hambatan antara lain13 : 12
Ibid, h.28-77
16
a.
Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan)
b.
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya : 1) Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film atau model 2) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar 3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography 4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal 5) Objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain. 6) Konsep yang terlalu luas dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.
c.
Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk : 1) Menimbulkan kegairahan belajar 2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan 3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya
d.
Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan jika semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini bisa diatasi dengan media pendidikan yaitu dengan kemampuannya dalam :
13
Sridadi Pudjo Suparto,Peran Media Dalam Pembelajaran (Jakarta, BKKBN, 2007) cetakan ke-1 , h.74
17
1) Memberikan perangsang yang sama 2) Mempersamakan pengalaman 3) Menimbulkan persepsi yang sama Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟ „perantara‟. Gerlach & Ely dalam Arsyad mengatakan apabila dipahami secara garis besar, maka media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun suatu kondisi atau membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media14. Arsyad menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan funsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran15. Media pembelajaran adalah sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Berbeda
dengan
Arsyad,
Wena
menjelaskan
mengenai
media
pembelajaran adalah satu komponen penting dari strategi penyampaian pembelajaran. Hal ini senada Wena mengungkapkan media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada siswa, baik berupa orang, alat, ataupun bahan16. Suryaman menjelaskan pengertian media secara bahasa dan terminologis. Secara bahasa, media diartikan sebagai perantara atau pengantar. Secara terminologis, media pembelajaran dapat diartikan sebagai seluruh perantara (dalam hal ini bahan atau alat) yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pembalajaran17. Harjanto menjelaskan pengertian dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan sacara efektif dalam proses pengajaran yang terancana. Pengertian media dalam arti luas, media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang komplek akan 14
Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2011) h. 3 Ibid, h. 9 16 Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 9 17 Maman Suryaman, Panduan Pendidik dalam Pembelajaran SMP/MTs (Jakarta, Depdiknas) h. 103 15
18
tetapi juga mencakup alat-alat sederhana. Dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran yaitu media yang digunakan sebagai alat dan bahan dalam kegiatan pembelajaran yang berfungsi sebagai perantara dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) dalam proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pendidikan tertentu18. Peran media dalam pembelajaran sangatlah penting terutama bagi siswa. Minat dan motivasi belajar siswa dapat ditumbuhkan menggunakan media pembelajaran yang menarik, proses belajar adalah proses mental dan emosional atau bisa disebut juga sebagai proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila fikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan dalam proses belajar dapat dirasakan oleh yang bersangkutan. Dalam proses belajar akan menimbulkan perubahan perilaku atau tingkah laku seperti perubahan dalam motorik, sikap dan keterampilannya. Sadiman (2008: 17-18) memaparkan manfaat media pembelajaran,yaitu (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu,dan daya indra, (3) sikap pasif anak didik dapat diatasi menggunakan media yang tepat dan bervariasi, dan (4) dapat memberikan rangsangan, pengalaman, dan persepsi yang sama dalam diri anak19. Menurut Yudhi Munadi (2012: 7) media pembelajaran dapat dipahami sebagai “Segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimaannya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan efektif. Dari penjelasan para ahli tersebut, secara umum fungsi media pembelajaran adalah sebagai sarana untuk mempermudah peserta didik memahami dan mamaknai proses pembelajaran yang dialami. Pengelompokan jenis media dari segi perkembangan teknologi menurut Seeis dan Glasgow (dalam Arsyad, 2011: 33) dibagi menjadi dua yaitu media pembelajaran mutakhir dan tradisional. Contoh media pembelajaran mutakhir adalah seperti komputer,CD pembelajaran, dan telekonfren. Contoh media pembelajaran tradisional adalah gambar, buku teks, teka-teki, peta, dan boneka. 18 19
Hanjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Putra 2006) h. 247 Arief Sadiman, Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada 2008) h. 17-18
19
Seorang guru disamping harus mengetahui media apa yang akan digunakan, juga harus terampil dalam membuat media tersebut, dan media yang dibuat harus harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :20 a.
Tujuan, media hendaknya menunjang tujuan instruksional yang telah dirumuskan.
b.
Ketepatgunaan (validitas), penggunaan media harus tepat dan berguna bagi pemahaman materi yang dipelajari.
c.
Keadaan peserta didik, kemampuan daya pikir dan daya tangkap peserta didik dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan.
d.
Ketersediaan, pemilihan perlu diperhatikan ada tidaknya media tersedia di perpustakaan atau di sekolah serta mudah sulitnya diperoleh.
e.
Mutu teknis, media harus memilki kejelasan dan kualitas yang baik.
f.
Biaya, hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak.
Media Boneka Boneka adalah tiruan bentuk manusia dan bahkan sekarang termasuk tiruan dari bentuk binatang. Jadi sebenarnya boneka merupakan salah satu model perbandingan juga. Sekalipun demikian, karena boneka dalam penampilannya memiliki karakteristik khusus, maka dalam bahasan ini dibicarakan tersendiri. Dalam penggunaan boneka dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dengan cara dimainkan dalam sandiwara boneka. Untuk keperluan sekolah dapat dibuat boneka yang disesuaikan dengan cerita-cerita zaman sekarang. Untuk tiap daerah pembuatan boneka ini disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing. Macam-macam boneka untuk media pembelajaran dalam yaitu (1) boneka jari, (2) boneka tangan, (3) boneka tongkat, (4) boneka tali, (5) boneka bayangbayang. Dilihat dari bentuk dan cara memainkannya dikenal beberapa jenis boneka, antara lain:21
20
Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Cipta, 2008) cetakan keenam, h.238-239
21
http://molylovelyme.blogspot.comenypurwatiwordprees.com/2013/07/08/
20
Boneka jari Boneka ini dibuat dengan alat sederhana seperti tutup botol, bola pingpong, bambu kecil yang dapat dipakai sebagai kepala boneka. Sesuai dengan namanya boneka ini dima-inkan dengan menggunakan jari tangan. Kepala boneka diletakkan pada ujung jari kita/ dalam. Dapat juga dibuat dari semacam sarung tangan, dimana pada ujung jari sarung ta-ngan tersebut sudah berbentuk kepala boneka dan dengan demikian kita/ dalam tinggal memainkannya saja. Boneka Tangan Kalau boneka dari setiap ujung jari kita dapat memainkan satu tokoh, lain halnya dengan boneka tangan. Pada boneka tangan ini satu tangan kita hanya dapat memainkan satu boneka. Disebut boneka tangan, karena boneka ini hanya terdiri dari kepala dan dua tangan saja, sedangkan bagian badan dan kakinya hanya merupakan baju yang akan menutup lengan orang yang memainkannya disamping cara memainkannya juga hanya memakai tangan (tanpa menggunakan alat bantu yang lain). Cara memainkanya adalah jari telunjuk untuk memainkan atau menggerakkan kepala, ibu jari, dan jari tangan untuk menggerakkan tangan. Di Indonesia penggunaan boneka tangan sebagai media pendidikan/ pembelajaran di sekolah-sekolah sudah dilak-sanakan, bahkan dipakai diluar sekolah yaitu pada siaran TVRI dengan film seri boneka “Si Unyil” Boneka Tongkat Disebut boneka tongkat karena cara memainkannya dengan menggunakan tongkat. Tongkat-tongkat ini dihubungkan dengan tangan dan tubuh boneka. Wayang Golek di Jawa Barat misalnya adalah termasuk boneka jenis ini. Untuk keperluan penggunaan boneka tongkat sebagai media pendidikan/ pembelajaran di sekolah, maka tokoh-tokohnya dibuat sesuai dengan keadaan sekarang. Misalnya dibuat tokoh tentara, pedagang, lurah, nelayan dan sebagainya Boneka tongkat dapat dibuat darikayu yang lunak seperti kayu kemiri, randu, dan sebagainya.
21
Boneka Tali Boneka tali atau “Marionet” banyak dipakai dinegara barat. Perbedaan yang menyolok antara boneka tali dengan boneka yang lain adalah, boneka tali bagian kepala, tangan, dan kaki dapat digerak-gerakkan menurut kehendak kita/dalangnya. Cara meng-gerakkannya dengan tali. Dengan demikian maka kedudukan tangan orang yang memain-kannya berada di atas boneka yang dimainkannya. Untuk memainkan boneka tali diperlukan latihan-latihan yang teratur, sebab memainkan boneka tali ini memerlukan keterampilan yang lebih sulit dibandingkan dengan memainkan boneka-boneka yang lainnya. Adakan tetapi memiliki kelebihan lebih hidup dari pada boneka yang lain, karena mendekati gerak manusia atau tokoh yang sebenarnya. Boneka Bayang-bayang Boneka bayang-bayang (Sadhow Puppet) adalah jenis boneka yang cara memainkannya dengan mempertontonkan gerak bayang-bayang dari boneka tersebut. Di Indonesia khususnya di Jawa dikenal dengan “Wayang kulit”. Namun untuk keperluan sekolah, wayang semacam ini dirasakan kurang efektif, karena untuk memainkan boneka ini diperlukan ruangan gelap/tertutup. lagi pula diperlukan lampu untuk membuat bayang-bayang layar. a.
Pengertian Boneka Boneka jari merupakan media yang tidak terlalu mengeluarkan banyak
uang tetapi cukup efektif digunakan sebai metode pembelajaran yang interaktif.22Menurut Raemiza, media boneka dapat membantu anak dalam memahami cerita dan lebih menarik perhatian mereka. Media boneka termasuk dalam jenis media visual tiga dimensi. Media ini dapat membantu siswa mengenal segala aspek yang berkaitan dengan benda dan memberikan pengalaman yang lengkap tentang benda tersebut. Benda-benda dan situasi yang diajarkan kepada 22
al-rasyid blog undip.ac.id/tag/boneka-media-pembelajaran/
22
anak akan lebih cepat dipahami bila obyek tersebut ada di hadapan mereka. Penggunaan media boneka menolong anak untuk bernalar dan membentuk konsep tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obyek, baik ukuran, bentuk, berat, maupun manfaatnya. b.
Fungsi Boneka Menururt Ahira, boneka sangat sesuai untuk digunakan sebagai alat
permainan edukatif. Selain itu, media ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1) memberikan pengalaman yang kongkret, (2) memungkinkan siswa menganalisis secara mendalam, (3) membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu, (4) informasi yang diperoleh akan lebih jelas, (5) memperjelas suatu masalah atau proses kerja dari alat, dan (6) mendorong timbulnya kreativitas siswa. c.
Cara Penggunaan Boneka Agar boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka
menurut Raemiza perlu memperhatikan beberapa hal dalam penggunaan boneka, yang antara lain (a) rumusan tujuan pembelajaran dengan jelas,
(b) buatlah
naskah atau skenario sandiwara yang akan dimainkan secara terperinci, baik dialognya, settingnya dan adegannya harus disusun secara cermat, (c) permainan boneka mementingkan gerak daripada kata-kata, karena itu pembicaraan jangan terlalu panjang, dapat menjemukan penonton, (d) permainan sandiwara boneka jangan terlalu lama, kira-kira 10 sampai 15 menit, (e) hendaknya diselingi dengan nyanyian, kalau perlu penonton diajak nyanyi bersama, (f) isi cerita hendaknya sesuai dengan umur dan kemamp uan serta daya imajinasi anak-anak yang menonton, (g) selesai permainan sandiwara, hendaknya diadakan kegiatan lanjutan seperti tanya jawab, diskusi atau menceritakan kembali tentang isi cerita yang disajikan, (h) jika memungkinkan, berilah kesempatan kepada anak-anak untuk memainkannya. Dari keterangan tentang boneka tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media boneka sangat memungkinkan siswa untuk menguasai konsepkonsep yang sedang diajarkan karena siswa turut serta dalam situasi yang sesungguhnya. Media boneka dapat menaraik perhatian siswa dengan bantuan gerakan-gerakan, ekspresi dan intonasi guru.
23
Pembelajaran Keterampilan Bercerita di SMP / MTs Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa siswa serta sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahan pengajaran yang diarahkan di tingkat SMP / MTs adalah pengajaran yang meliputi aspek kemampuan berbahasa dan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa non sastra. Aspek kemampuan bersastra meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa sastra. Pengajaran dalam penilitian ini adalah pengajaran berbicara, khususnya bercerita. Dalam standar kompetensi dasar tingkat SMP/MTs tahun 2011/2012, disebutkan bahwa berbicara terbagi ke dalam dua pokok bahasan yaitu komponen bahasa dan bersastra. Standar kompetensi tersebut terbagi dalam empat kompetensi dasar, yaitu menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif, menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kaliamat-kalimat yang lugas dan sederhana, bercerita dengan ururtan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat dan bercerita dengan alat peraga. Kemampuan bercerita dengan alat peraga merupakan kemampuan bersastra. Jadi, sesuai dengan SK tersebut, siswa dilatih untuk dapat menyampaikan cerita dengan alat peraga.
B.
Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah.
1.
Hasil penelitian Firdaus Muttakim (2013) tentang “Peningkatan
Keterampilan Bercereta melalui Pendekatan Savi Berbantuan Boneka Tangan
24
Pada Siswa Kelas II SDN. Karanganyar Semarang.” Menyimpulkan bahwa: (1) terdapat perbedaan segnifikan antara keterampilan bercerita siswa kelas II SDN. Karanganyar Semarang yang menggunakan pendekatan savi Berbantuan boneka tangan dan yang tanpa menggunakan pendekatan savi berbantuan boneka tangan siswa kelas II SDN. Karanganyar Semarang (2) penggunaan pendekatan savi berbantuan boneka tangan siswa kelas II SDN Karanganyar Semarang lebih efektif dalam pembelajaran bercerita pada siswa kelas II SDN. Karanganyar semarang daripada tidak menggunakan pendekatan savi berbantuan boneka siswa kelas II SDN Karanganyar Semarang. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan, pada subyek penelitian. Dan penelitian yang sama pada subyek penelitian keterampilan bercerita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah jenis penilitan dan pendekatan, media pembelajaran yang digunakan. Jenis penelitian tindakan kelas. 2.
Hasil penelitian Aryani (2012) tentang “Peningkatan Aktivitas dan
Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inkuiry Berdasarkan Teks Cerita Fiksi Pada Siswa Kelas Va SDN I Metro Barat Lampung. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas belajar siswa pada siklus I berada pada 63,54%, sedangkan siklus II berada pada 74,31%, mengalami peninkatan sebesar 10,77%. Hasil keterampilan bercerita siswa pada siklus I 62,5% dan siklus II 66,67%, mengalami peningkatan sebesar 4,17%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita dapat ditingkatkan menggunakan metode inkuir berdasarkan teks cerita fiksi pada siswa kelas Va SDN I Metro Barat lampung. 3.
Persamaan dan Perbedaan Persamaan penelitian ini adalah dengan menggunakan media boneka pada
materi bercerita, sedangkan perbedaan adalah tempat dan subyek penelitian.
C.
Kerangka Berpikir Pengajaran keterampilan berbahasa lisan akan membawa hasil yang
maksimal apabila dilandasi dengan (1) tujuan yang jelas, (2) materi yang disusun secara sestimatis,(3)
usaha menumbuhkan partisipasi aktif bagi siswa, (4)
25
mengembangkan kreativitas siswa, dan (5) menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan. Salah satu bentuk keterampilan berbicara yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP adalah kompetensi dasar bercerita dengan alat peraga. Kompetensi bercerita diajarkan pada sdekolah menenggah pertama kelas VII semester ganjil. Secara praktik keterampilan bercerita membutuhkan latihan dan pengarahan pembelajaran yang intensif. Namun demikian, pembelajaran bercerita di sekolah mendapatkan jadwal yang sangat minimal. Selain keterbatasan waktu, lemahnya kemampuan bercerita dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang kurang efektif. Penyampaian materi disampaikan hanya melalui ceramah dan interaksi satu arah. Untuk mengatasi hal tersebut, guru hendaknya menggunakan alternatif dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Media yang dirasa tepat untuk mengatasi masalah diatas adalah menggunakan media boneka. Boneka memudahkan siswa memahami konsep tentang benda-benda secara utuh, misalnya ukuran, sifat, dan bentuk. Boneka juga dapat merangsang siswa untuk berbahasa
secara
lisan
dengan
baik,
misalnya
sebagai
model
untuk
mengungkapkan emosinya. Anak-anak sering melakukan percakapan dengan benda yang menurut mereka menarik misalnya dengan boneka, mereka berimajinasi seolah-olah boneka lawan bicara yang menarik. Oleh karena itu penggunaan media boneka dapat mempermudah siswa dalam bercerita
D.
Hipotesis Tindakan Dengan menerapkan media boneka tangan maka: Terdapat peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media
boneka tangan pada siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu danTempat Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di MTs. Yanusa Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Tahun Pelajaran 2013/2014. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 tahun ajaran 2013/2014. Adapun jadwal kegiatan penelitian sebagaimana terlihat dalam tabel berkut: Tabel : 3.1 Waktu Penelitian No
Kegiatan
Bulan April
Mei
Juni
1.
Persiapan dan Perencanaan
√
2.
Observasi
√
3.
Pelaksanaan Pembelajaran
4.
Analisis Data
√
5.
Laporan Hasil Penelitian
√
√ √
√
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan
a. Metode Penelitian Metode Penelitian
yang digunakan dalam penelitian adalah
Penelitian Tindakan Kelas (action research) yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Penelitian tindakan pada hakekatnya merupakan rangkaian
26
27
“riset-tindakan-riset-tidakan-...” yang dilakukan secara siklik dalam rangka memecahkan Sedangkan
masalah, sampai masalah itu
terpecahkan.1
menurut Suharsimi Arikunto adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut dilakukan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.2 Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti adalah seorang guru yang hendak memperbaiki kualitas hasil belajar bahasa Indonesia khususnya pada keterampilan bercerita di MTs Yanusa Jakarta Selatan. sekolah tempat peneliti melaksanakan tugas sehari-hari. Penelitian tindakan yang dilakukan terdiri dari empat tahapan, yaitu: 1. Perencanaan (Planning) Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk yang diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Secara rinci pada tahapan perencanaan terdiri dari kegiatan sebagai berikut: a) Menyiapkan instrumen pengumpulan data terdiri dari : -
Angket
-
Lembar observasi
-
Lembar tes
b) Membuat rancangan tindakan secara rinci yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1
Ekawarna, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta, Gaung Persada, 2011) cetakan kedua, h.4 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2009) cetakan kesembilan, h.3 2
28
c) Membuat Lembar Kerja Siswa ( LKS )
2.
Tindakan (Action) Pada tahap ini peneliti melaksanakan skenario atau strategi
pembelajaran yang sudah direncanakan. Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penggunaan boneka pada pembelajaran keterampila bercerita. Rincian tindakan tersebut menjelaskan tentang: a) Menerapkan srtategi pembelajaran dengan menggunakan alat peraga boneka b) Mengamati pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
3.
Pengamatan (Observasi) Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan.
Pengamatan pada waktu tindakan sedang berlangsungnya pembelajaran, jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Pada tahap ini peneliti dibantu oleh teman sejawat sebagai kolaborator yang melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data berupa lembar obsevasi dan tes hasil belajar. Panduan obsevasi yang digunakan terdiri dari dua yaitu guru dan siswa. Observasi digunakan untuk mengamati secara cermat terhadap penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi keterampilan bercerita yang dilaksanakan pada siklus penelitian. 4.
Refleksi Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa
yang sudah dilakukan. Hasil yang telah diperoleh dari pengamatan dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti dan kolaborator, sehingga
29
diketahui apakah kegiatan yang telah dilasanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya perbaikan. Tahap ini dilaksanakan dengan maksud untuk memperbaiki kegiatan penelitian sebelumnya yang akan diterapkan pada penelitian berikutnya. C. Subyek Penelitian Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Yanusa dengan jumlah siswa sebanyak 20 orang yang terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 8 orang siswa perempuan. Uraian tahapan penelitian tersebut sebagai berikut: Penelitian ini terdiri dari dua siklus . Siklus I adalah segala upaya mulai dari tahap perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi yang diarahkan untuk mengkaji masalah penggunaan alat peraga bahasa Indonesia dalam meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi keterampilan bercerita. Sub pokok bahasan materi pembahasan dalam tindakan pembelajaran Siklus I adalah Mampu menentukan pokok-pokok cerita dan mampu merangkai pokok pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik yang dilaksanakan dua kali proses pembelajaran. Siklus I diakhiri dengan evaluasi terhadap capaian indikator hasil belajar siswa dan analisis hasil belajar observasi terhadap penggunaan alat peraga bahasa Indonesia dalam pembelajaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal, setelah melakukan refleksi pada siklus I, peneliti akan melanjutkan kegiatan penelitian pada siklus II melalui tahapan yang sama seperti siklus I, dengan sub materi tindakan pembelajaran adalah
Mampu bercerita
dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita. Dan proses pembelajaran ini dilakukan sebanyak empat kali pertemuan pembelajaran dan satu kali tes evaluasi hasil belajar siklus pada setiap siklus. 1.
Penelitian ini berakhir apabila peneliti telah memperoleh data bahwa hasil belajar bahasa Indonesia siswa pada materipenyampaian bercerita dengan alat peraga telah mencapai rata-rata ketuntasan hasil
30
belajar mencapai 70% dan analisis pengamatan menujukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga boneka pada materi penyampaian bercerita dengan alat peraga mencapai target serendah-rendahnya kategori baik. 2.
Desain penelitian tindakan kelas ini selanjutnya secara sistematis disajikan dalam alur diagram dibawah ini. Bagan : 3.1 Alur Prosedur Pelaksanaan PTK
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian Dalam penelitian ini peneliti sebagai bertindak sebagai perancang, melaksanakan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu teman sejawat yang bertindak sebagai observer atau pengamat. Kerja sama peneliti dan guru bahasa Indonesia dalam penelitian tindakan
kelas ini menjadi hal yang sangat penting, dan memiliki
31
kedudukan yang setara dalam arti masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan.3 E. Tahapan Intervensi Tindakan Tahap intervensi diawali dengan mengidentfikasi persoalan di kelas dan direncanakan alternatif penyelesaian. Dalam penelitian yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi, evaluasi serta analisis data dan refleksi. Jika data yang diperoleh penyempurnaan dan begitu selanjutnya, sampai hasil analisis tindakan menunjukkan bahwa kriteria target tujuan penelitian yang telah ditetapkan tercapai. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah telihat dalam tabel berikut: Tabel : 3.2 Tahap Penelitian Siklus I Tahap Perencanaan 1. Menyiapkan kelas penelitian 2. Membuat
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran(RPP)
yang
menggunakan media alat peraga bahasa Indonesia 3. Mendiskusikan RPP dengan dosen Pembimbing dan kolaborator 4. Menyiapkan materi ajar untuk setiap pertemuan dengan menggunakan alat peraga 5. Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, alat peraga, wawancara, catatan lapangan serta keperluan observasi lainnya S
6. Menyiapkan soal latihan pada setiap pertemuan tentang
I
7. Menyiapkan soal akhir siklus I Penyampaian cerita
K L
3
Ibid, h, 63
dengan alat peraga 8. Menyiapkan alat dokumentasi
32
U
Tahap Pelaksanaan
S
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Guru melakukan apersepsi, motivasi, eksplorasi, elaborasi, dan
I
konfirmasi 3. Guru menjelaskan dan memberikan contoh cara Penyampaian ceritadengan boneka 4. Siswa diberi kesempatan untuk tampil ke depan menggunakan boneka 5. Siswa disuruh mengerjakan soal latihan yang telah disiapkan setiap akhir pertemuan 6. Siswa mengerjakan soal tes akhir siklus I 7. Mewawancarai siswa dan guru (kolabolator) untuk mengetahui penilaian mereka terhadap proses pembelajaran selama siklus I 8. Mendokumentasikan
semua
data
yang
diperoleh
setiap
pembelajaran selama siklus I Tahap Observasi Tahap ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakan (pembelajaran) yang terdiri dari observasi terhadap siswa dan guru, mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran sesuai instrument yang telah dibuat atau mencatat kejadian-kejadian khusus yang belum tercantum dalam instrument. Tahap Refleksi Melakukan analisis terhadap semua data yang terkumpul dari hasil observasi dan menentukan keberhasilan dan kelemahan atau kekurangan pada siklus I yang akan dijadikan dasar perbaikan pada pelaksanaan siklus berikutnya
33
Tabel : 3.3 Tahap Penelitian Siklus II Tahap Perencanaan 1.
Memperbaiki kelemahan-kelemahan siklus I
2.
Menyiapkan kelas penelitian
3.
Membuat
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran(RPP)
yang
menggunakan media alat peraga 4.
Mendiskusikan RPP dengan dosen pembimbing dan koraborator
5.
Menyiapkan materi ajar untuk setiap peretemuan dengan menggunakan alat peraga
6.
Menyiapkan lembar angket siswa dan guru, alat peraga, catatan lapangan serta keperluan boservasi lainnya
S
7.
I
Menyiapkan
soal
latihan
pada
pertemuan
tentang
Penyampaian cerita dengan alat peraga
K
8.
Menyiapkan soal akhir siklus II
L
9.
Menyiapkan alat dokumentasi
U S
setiap
Tahap Pelaksanaan 1.
Memberikan ulasan tentang materi yang telah dipelajari dan melakukan penguatan khususnya
II
2.
Menjelaskan tujuan pembelajaran, melakukan apersepsi, motivasi, eksplorasi, elaborasi, dan konfimasi mengenai materi yang hendak dipelajari
3.
Menjelaska Penyampaian cerita dengan alat peraga dan mendemontrasikan cara penggunaan alat boneka
4.
Siswa diberi kesempatan untuk tampil ke depan menggunakan alat peraga boneka
5.
Siswa disuruh mengerjakan soal latihan yang telah disiapkan setiap akhir pertemuan
6.
Siswa mengerjakan soal tes akhir siklus II
34
7.
Mendokumentasikan
semua
data
yang
diperoleh
setiap
pembelajaran selama siklus II Tahap Observasi Tahap ini pada dasarnya sama dengan observasi Siklus I, hanya ada beberapa tanbahan instrumen pengamatan sebagai upaya perbaikan tindakan Tahap Refleksi Menganalisa data yang telah terkumpul selama tindakan pada siklus II dan menetukan hasil tindakan siklus II, yang akan dijadikan dasar tindakan selanjutnya, apakah akan melanjutjan tindakan pada siklus III. Jika target hasil belajar belum tercapai, atau tindakan dihentikan, jika target telah tercapai.
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Hasil dari pelaksanaan tindakan yang diharapkan adalah tercapainya indikator-indikator keberhasilan , yaitu siswa dapat melakukan 1. Mampu menentukan pokok-pokok cerita. 2. Mampu merangkai pokok pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik, dengan target diakhir siklus 80% siswa atau lebih memperoleh nilai sesuai KKM yang telah ditetapkan KKM. KKM yang telah ditetapkan sekolah untuk materi Penyampaian cerita dengan alat peraga ini adalah 65. Penetapan kriteria keberhasilan
sebesar 80% ini
berdasarkan pada hasil observasi awal terhadap data nilai ulangan harian yang selama ini dilakukan serta hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia yang dalam hal ini bertindak sebagai kolabolator, rerata ulangan harian siswa kelas VII MTS. Yanusa tiap akhir pertemuan dan akhir bab tidak pernah lebih dari 50% siswa yang mencapai target nilai ketuntasan minimal. Dan sebagian besar selalu remedial. Jadi penelitian tindakan kelas ini dikatakan telah berhasil apabila mencapai nilai rata-rata 70.
35
G.
Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa hasil observasi proses pembelajaran, hasil observasi tentang penggunaan alat peraga dalam pembelajaran, lembar jurnal harian siswa, lembar observasi terhadap guru dan dokumentasi lainnya (berupa foto kegiatan pembelajaran) Data kuantitatif berupa nilai tes hasil belajar siswa terhadap materi Penyampaian cerita dengan alat peraga pada setiap akhir pembelajaran dan akhir siklus. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru bahasa Indonesia (kolabolator, kepala sekolah, dokumen KTSP sekolah dan peneliti)
H. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu : Instrumen Non Tes Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa : a.
Lembar pedoman pengamatan Lembar pedoman pengamatan proses pembelajaran keterampilan
bercerita dalam menggunakan alat peraga bahasa Indonesia, menyampaikan materi pelajaran, membimbing dan mengarahkan siswa, membangkitkan motivasi siswa, mengelola kelas dan berbagi kompetensi lain yang harus dimiliki oleh seorang guru. Tabel : 3.4 Pedoman Penilaian Keterampilan Bercerita
No
Aspek
1
Volume Suara
2
Pelafalan
Rata-Rata Pratindakan
Rata-
Rata-
Rata
Rata
Siklus I
Siklus II
Peningkatan
36
Keterampilan 3
Mengembangkan Ide
4 5
Sikap Penghayatan Cerita Pilihan Kata Jumlah Presentase
1. Volume Suara a.
Sangat baik:
Volume sudah terdengar olehh seluruh pendengar
secara jelas dan lantang 100 b.
Baik: Volume sudah terdengar oleh seluruh pendengar 80
c.
Cukup: Volume terdengar tapi belum terdengar oleh seluruh pendengar 60
d.
Kurang: Volume tidak terlalu terdengar dan tidak jelas 40
e.
Sangat kurang: Volume sama sekali tidak terdengar 20
2.
Pelafalan
a.
Sangat baik: Pelafalan fonem sangat jelas, tidak terpengaruh dialek, intonasi sangat jelas 100
b. Baik: Pelafalan fonem jelas, tidak terpengaruh dialek, intonasi jelas 80 c. Cukup: Pelafalan fonem cukup jelas, sedikit terpengaruh dialek, intonasi cukup jelas 60 d.
Kurang: Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, intonasi kurang jelas 40
e. Sangat kurang: Pelafalan fonem tidak jelas, sangat terpengaruh dialek intonasitidak jelas 20
37
3.
Keterampilan Mengembangkan Ide
a.
Sangat baik: Cerita dikembangkansecara kreatif tanpa keluar dari tema.Alur, tokoh, dan setting terkonsepdengan jelas dan menarik. Amanat ceritasesuai dengan tema. 100
b.
Baik: Cerita dikembangkan secara kreatif tidak keluar dari tema. Alur, tokoh, dan setting terkonsep dengan jelas namun kurang menarik. Amanat cerita sesuai dengan tema. 80
c.
Cukup: Cerita dikembangkan dengan cukup kreatif, tidak keluar dari tema. Setting dan tokoh terkonsep jelas, namun alur kurang terkonsep dengan jelas. Amanat cerita cukup sesuai dengan tema. 60
d.
Kurang: Cerita dikembangkan dengan kurang kreatif dan tidak keluar dari tema. Alur, setting, tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat cerita kurang sesuai dengan tema. 40
e.
Sangat kurang: Cerita tidak dikembangkan dengan baik. Alur, setting, dan tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat cerita tidak sesuai dengan tema. 20
4. a.
Sikap Penghayatan Cerita Sangat baik: Mimik, gerak, dan suarasesuai dengan karakter tokoh yangdiperankan, ada improvisasi terhadapmimik, gerak dan suara, dan improvisasiyang dilakukan sangat tepat dan tidakberlebihan 100
b.
Baik: Mimik, gerak dan suara sesuaidengan karakter tokoh yang diperankan,ada improvisasi trhadap mimik, gerak,dan suara 80
c. Cukup: Mimik, gerak dan suara cukupsesuai dengan karakter tokoh, tidak adaimprovisasi terhadap mimik, gerak dansuara 60 d.
Kurang: Mimik, gerak dan suara tidak sesuai dengan karakter tokoh dan tidak punya improvisasi 40
e.
Sangat kurang: mimik, gerak-gerik dansuara tidak sesuai dengan karakter tokoh dalam cerita 20
38
5.
Pilihan Kata
a.
Sangat baik: Penggunaan kata-kata,istilah sesuai dengan tema dan karakter tokoh, terdapat variasi dalam pemilihan kata 100
b.
Baik: Penggunaan kata-kata, istilahsesuai dengan tema dan karakter tokoh,kurang terdapat variasi dalam pemilihan kata 80
c.
Cukup:
Penggunaan
kata-kata,
istilahsesuai
dengan
tema
dan
karaktertokoh,tidak ada variasi dalam pemilihan kata 60 d.
Kurang: Penggunaan kata-kata, istilahkurang sesuai dengan tema dan karaktertokoh, tidak ada variasi dalam pemilihankata 40
e. Sangat kurang: penggunaan kata-kata,istilah tidak sesuai dengan tema dankarakter tokoh, tidak ada variasi dalam pemilihan kata 20
b.
Dokumentasi, berupa foto, dan dokumen-dokumen lain sebagai bukti otentik penelitian.
I.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Secara rinci teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Keterampilan siswa menggunakan alat peraga diperoleh dari lembar pengamatan yang dilakukan oleh kolabolator atau tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan penggunaan alat peraga Penyampaian cerita yang diperoleh dengan lembar jurnal harian siswa yang ditulis oleh siswa pada setiap akhir pembelajaran (pertemuan).
2.
Data suasana pembelajaran selain diperoleh dengan pengamatan dengan penggunaan media kamera foto yang diharapkan menjadi penguat data hasil observasi.
39
3.
Terhadap kejadian-kejadian yang tidak terakomodasi dalam instrumen penelitian dicatat dengan menggunakan lembar cacatan lapangan, baik yang dilakukan peneliti maupun kolaborator.
J.
Tenik Pemeriksaan keterpercayaan Studi Agar data yang diperoleh dapat terjamin validitasnya, maka digunakan teknik trigulasi dan saturasi dengan menggunakan: 1.
Observasi
2.
Tes hasil belajar siswa
3.
Jurnal harian Pelaksanaan uji validitas data dengan cara:
1.
Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda. Dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi tentang hasil belajar siswa dilakukan dengan cara mengobservasi data nilai siswa, memberikan tes hasil belajar setiap akhir peretemuan dan siklus, serta memeriksa hasil tugas-tugas yang diberikan pada siswa.
2.
Menggali data dari sumber yang berbeda untuk informasi tentang hal yang sama. Untuk mengetahui keterampilan guru dalam menggunakan alat peraga bahasa Indonesia dilakukan wawancara terhadap guru atau kolaborator dan kepada siswa.
3.
Memeriksa
kembali
data-data
yang
terkumpul
baik
tentang
kejanggalan, keaslian maupun kelengkapannya. 4.
Mengulang pengolahan dan analisis data yang sudah terkumpul. Sebagaimana telah diisyaratkan, hasil dan refleksi akan menentukan
apakah tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah yang memicu penyelenggaraan PTK atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan atau masalahnya belum terselesaikan, maka dilakukan tindakan perbaikan lanjutan dengan memperbaiki tindakan perbaikan sebelumnya atau, apabila perlu, dengan menyusun tindakan perbaikan yang betul-betul
40
baru untuk mengatasi masalah yang ada.4Saturasi adalah situasi pada waktu data sudah jenuh atau tidak ada lagi data lain yang berhasil dikumpulkan, maka waktunya peneliti untuk mengambil keputusan mengakhiri siklus.5 Agar diperoleh data yang akurat sebelum digunakan dalam
penelitian,
instrumen tes hasil belajar penyampaian berita dengan alat peraga terlebih dahulu dilakukan uji validasi secara isi (content validity). Sebuah tes dikatakan memiliki validasi isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.6 Validasi isi dilakukan dengan mengkonsultasikan instrument tes tersebut kepada para pakar (ahli) dalam hal ini yaitu dosen pembimbing yang merupakan pakar di bidang pendidikan bahasa Indonesia. K. Analisis Data dan Interpretasi Data Sebelum menganalisis data, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data dari berbagai sumber. Kemudian analisis data dilakukan pada semua data yang sudah terkumpul, yaitu berupa hasil observasi, jurnal harian siswa, tes hasil belajar siswa, catatan lapangan dan lain-lain. Semua data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Tahap analisis data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dilakukan dalam bentuk interaksi dengan pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Data yang diperoleh berupa kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas siswa diubah menjadi kalimat yang bermakna dan memiliki nilai ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
4
Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah (DepDikBud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah, IBRD LOAN NO.3979-IND) h.46 5 Rochiati Wiriaatmaja, Metode Penelitian Kelas Untuk meningkatkan Kinerja Guru Dan Dosen (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010) cetakan kesepuluh, h.170 6 Suharsimi Sarikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta, Bumi Aksara, 2009) cetakan keenam, h.67
41
L.
Pengembangan Perencanaan Tindakan Penelitian diakhir setelah hasil analisis data menunjukkan bahwa target peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VII MTs Yanusa pada materi keterampilan bercerita telah tercapai. Maka sebagai tindak lanjut dan pengembangan perencanaan tindakan hasil penelitian ini. Kegiatan penelitian yang penulis lakukan ini merupakan rangkaian kegiatan yang relatif panjang mulai dari
pra persiapan, persiapan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan, analisis hasil tindakan dan refleksi, yang hasil analisis menunjukkan bahwa target belum tercapai maka peneliti melakukan proses pengembangan tindakan lagi dengan cara mengulangi perencanaan yang didasari oleh hasil analisis data pada tahap (siklus I), pelaksanaan tindakan, pengamatan, analisis dan refleksi dan begitu seterusnya sampai target tercapai. Dalam melakukan penelitian penulis berkolaborasi dengan teman sejawat (guru bahasa Indonesia kelas VII MTs Yanusa) yang ternyata berkat kerja kolaboratif tersebut telah berhasil meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia kelas VII MTs Yanusa khususnya pada materi keterampilan bercerita dengan alat pereaga, dengan proses dan suasana pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa penggunaan alat peraga bahasa Indonesia dalam pembelajaran terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini diharapkan dapat memberi inspirasi dan masukan kepada observer (guru bahasa Indonesia) untuk menjadi bahan tindak lanjut dan pengembangan dalam pelaksanaan tugas rutinnya sebagai guru bahasa Indonesia MTs Yanusa.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Profil Sekolah a. Nama Sekolah
: MTs. Yanusa
b. Berdiri tahun
: 1972
c. Alamat Sekolah
: Jl. H. Saikin No. 15 Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan
d. No. Statistik Sekoloah
: 121231740003
e. Nama Kepala Sekolah
: Rrs. H. Ahmad Shafiyuddin
f. Tempat tanggal lahir
: Jakarta, 04 Oktober 1958
g. Fasilitas
: Luas tanah 1200 M2 Luas bangunan 800 M2
h. Jumlah ruang belajar
: 3 ruang
i. Jumlah guru
: 12 orang terdiri dari : 7 orang guru laki-laki dan 5 orang perempuan.
j. Jumlah siswa
: 65 siswa
A. Hasil Penelitian Penelitian tindakan dilakukan dalam 2 siklus 4 tahap pada masingmasing siklus. Tahapan tersebut meliputi kegiatan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum hasil penelitian dipaparkan akan diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal kemampuan siswa keterampilan bercerita kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Dengan demikian, secara urut bab ini akan menjelaskan tentang (1) kondisi awal keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan, (2) pelaksanaan tindakan serta hasil penelitian, dan (3) pembahasan hasil penelitian.
Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil
penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah yang diajukan.
42
43
1. Kondisi Awal Keterampilan Bercerita Siswa Kondisi awal tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan tindakan apa saja yang akan dilakukan pada saat siklus dilakukan. Kegiatan pratindakan ini dilakukan pada hari Senin, 7 April 2014 pukul 07.00 WIB. Pada kegiatan pratindakan guru dan siswa melaksanakan proses pembelajaran keterampilan bercerita di ruang kelas VII. Sebagai langkah awal dalam penelitian, peneliti melakukan survei yang dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal, baik proses pembelajaran maupun keterampilan bercerita. Siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Saat proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat kurang aktif dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan serta mengerjakan tugas dari guru. Hal ini dilihat dari hasil pengamatan proses pada saat pratindakan termasuk dalam kategori cukup, karena skor rata-rata yang dihasilkan 60,8 jika dilihat dari hasil pengisian angket yang menyatakan bahwa siswa yang aktif hanya 6 siswa dari jumlah keseluruhan siswa atau yang aktif selama kegiatan proses pembelajaran keterampilan bercerita. Pada proses pembelajaran keterampilan bercerita, beberapa siswa yang duduk di kursi bagian depan terlihat memperhatikan guru namun sedikit pula siswa yang menopang dagu, melamun serta sedikit sibuk beraktifitas sendiri. Hal ini dilihat dari hasil pengamatan proses pada saat pratindakan, berdasarkan hasil angket yang melaksanakan bahwa siswa yang memperhatikan dan konsentrasi selama proses pembelajaran hanyalah 10 orang dari jumlah keseluruhan siswa. Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran apalagi untuk merangkai pokok-pokok cerita menjadi sebuah cerita, karena siswa kurang mempunyai ide cerita. Hal ini dilihat dari hasil pengamatan proses pada saat pratindakan termasuk dalam kategori kurang karena skor rata-rata yang dihasilkan 61. Jika dilihat dari hasil pengisian angket yang menyatakan bahwa siswa yang berminat dan antusias pada pembelajaran keterampilan bercerita sebanyak 9 orang dari keseluruhan siswa.
44
Ketidakberanian siswa begitu tampak manakala guru memberikan kesempatan secara maksimal kepada siswa untuk praktek bercerita di depan kelas, namun respon yang diberikan siswa terlihat sangat minim, walaupun mereka secara berkelompok. Siswa justru melakukan aksi saling tunjuk kelompok saat guru memberikan kesempatan pada siswa bercerita di depan kelas. Berdasarkan pengamatan penelitian, bahwa tidak ada satupun siswa yang mau bercerita, sehingga guru mempunyai alternatif mengundi kelompok siswa. Hal ini diperkuat dengan hasil pengisian angket dan wawancara dengan guru dan siswa pada tahap pratindakan. Berdasarkan hasil wawancara tahap pratindakan antara peneliti dengan guru dan siswa, guru menyatakan bahwa keberanian siswa untuk bercerita di depan kelas sangat kurang sekali, setiap diperintah untuk bercerita, siswa beralasan tidak bisa bercerita karena tidak mempunyai ide. Seperti halnya dengan hasil wawancara antara peneliti dengan salah satu siswa kelas VII, mereka tidak punya keberanian untuk bercerita di depan kelas, alasan dia karena malu dengan teman-temannya dan tidak mempunyai ide untuk bercerita. Pengisian angket menyatakan bahwa siswa tidak berani bercerita di depan kelas yaitu sebanyak 14 siswa dari keseluruhan siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Berdasarkan hasil angket bahwasannya 14 siswa kurang berani tampil di depan kelas untuk bercerita, karena siswa merasa malu, grogi, tidak bisa cerita dan tidak mempunyai ide untuk bercerita. Hal tersebut mengakibatkan, ekspresi tidak muncul, dan pandangan mata hanya tertunduk pada buku paket saja. Hasil angket yang diisi oleh siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan terkait dengan perlu atau tidaknya media pembelajaran yang digunakan
untuk
mendukung keberhasilan
pembelajaran
keterampilan
bercerita. Sebanyak 16 siswa menyatakan perlu adanya media pembelajaran yang diharapkan bisa mendukung keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan hasil angket dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa sebagian besar siswa kurang berani tampil bercerita. Hal ini disebabkan karena siswa malu, grogi, tidak bisa bercerita dan takut salah jika bercerita di depan kelas. Menurut hasil tes yang
45
dilakukan pada saat survei awal diketahui bahwa keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan masih tergolong rendah, karena belum mencapai batas kelulusan sekolah (rata-rata 70). Keterampilan awal dilihat dari hasil tes pratindakan awal yang dilakukan sebelum dikenai tindakan. Skor rata-rata kelas tiap aspek untuk mengetahui keterampilan bercerita maka setiap aspek tersebut dihitung. Hasil penelitian dari kegiatan pratindakan keterampilan bercerita siswa sebelum dikenai tindakan bahwaYns 1, Yns 3, Yns 5, Yns 8, Yns 9, Yns 11, Yns 12, Yns 14, Yns 16, Yns 18, Yns 19, Yns 20, kurang berani tampil bercerita di depan kelas. Mereka masih terlihat grogi, malu, tegang, bahkan wajahnya ditutup dengan kertas sehingga ekspresi tak muncul. Misalnya saja siswa yang berinisial Yns 14, dia tertunduk malu dengan sesekali melirik guru, sambil tangan kanannya memegangi rok, Yns 3, terlihat badannya bergoyang-goyang, dan tangan kanannya membawa penggaris dan dipukul-pukul ke kaki, dan Yns 5, dia mempunyai suara keras namun tidak serius, banyak tertawa, dan ketika ia ditertawai oleh temannya, dia langsung berkata ”wah, nanti dulu bu , lha lu ketawa mulu ye!”. Tabel : 4.1 Skor Penilaian Keterampilan Bercerita Kelas VII Tahap Pratindakan No
Aspek
Pratindakan
Kategori
Rata-rata 1.
Volume suara
56
C
2.
Pelafalan
49
C
3.
Keterampilan
51
C
Mengembangkan
ide 4.
Sikap penghayatan cerita
60
C
5.
Pilihan kata
50
C
Jumlah
276/55,2
46
Keterangan: SB : Sangat baik dengan skor nilai rata-rata kelas 81-100 B : Baik dengan skor nilai rata-rata kelas 61-80 C : Cukup dengan skor nilai rata-rata kelas 41-60 K : Kurang dengan skor nilai rata-rata 21-40 SK : Sangat kurang dengan skor nilai rata-rata 10-20
Berdasarkan Tabel 4.1, berikut akan dideskripsikan setiap aspek kemampuan bercerita siswa sebelum tindakan kelas dilakukan. a. Volume Suara Aspek volume suara terkait dengan volume suara pada saat siswa bercerita di depan kelas, suara siswa dapat terdengar dengan jelas, dan intonasi juga jelas. Pada saat pratindakan, aspek volume suara berkategori cukup yaitu mempunyai skor rata-rata sebesar 56. Kondisi tersebut terdapat dalam catatan lapangan berikut ini. Misalkan ; Narator dari kelompok 4 adalah Yns 4, suaranya kurang keras dan kelihatannya dia grogi, tidak seperti dengan Yns 18, volume suaranya keras sehingga satu kelas bisa mendengar suaranya. b. Pelafalan Aspek pelafalan ini terkait dengan pelafalan fonem pada saat siswa suara siswa dapat terdengar dengan jelas, intonasi jelas sesuai dengan isi cerita. Pada saat pratindakan skor rata-rata siswa pada aspek pelafalan sebesar 49. Pada aspek ini, sebagian besar siswa yaitu siswa yang berinisial Yns 2, Yns 3, Yns 4, Yns 5, Yns 7, Yns 8, Yns 9,Yns 10, Yns 12, Yns 13, Yns 14, Yns 15, Yns 18, Yns 20,
masih menggunakan bahasa pergaulan shari-hari, suara cukup jelas
tetapi masih terdengar gemetar, intonasi cukup jelas. Kondisi tersebut terdapat dalam catatan lapangan yang
berikut ini. Saat bercerita, Yns 2 pelafalan
fonemnya masih ada terpengaruh dialek kedaerahan yang berasal dari Jawa Tengah sehinggga kata-kata yang diucapkannya menjadi aneh didengar. c. Keterampilan mengembangkan ide Sebagian besar hasil cerita siswa dalam mengembangkan ide belum terkonsep dengan jelas, sehingga cerita menjadi kurang menarik. Alur cerita,
47
setting juga kurang jelas, sehingga mengakibatkan cerita menjadi kurang menarik. Aspek Keterampilan mengembangkan ide terkait dengan kreatifitas siswa dalam mengembangkan ide. Pada saat pratindakan, skor rata-rata siswa pada aspek keterampilan mengembangkan ide sebesar 61. Kondisi tersebut terdapat dalam catatan lapangan berikut ini. Sebagai contoh mereka kompak namun kurang keras saat bercerita, sehingga cerita yang mereka sampaikan menjadi kurang menarik. Pengembangan idenya belom terkosep dengan baik lagi, sehingga cerita tidak jelas. Sayang amanat dalam cerita tersebut tidak pas. d. Sikap penghayatan cerita Aspek sikap penghayatan cerita terkait dengan sikap siswa dalam bercerita yang ekspresif. Mimik, gerak dan suara harus sesuai dengan karakter tokoh dan improvisasi mimik, gerak dan suara tidak berlebihan. Pada saat pratindakan, skor rata-rata siswa aspek sikap penghayatan cerita sebesar 60. Pada pratindakan masih banyak siswa kurang tenang, grogi, dan tidak muncul ekspresi pada saat bercerita di depan kelas. Siswa tersebut yaitu Yns 1, Yns 19, Yns20, Yns 9, sikapnya kurang ekspresif, gerak kurang wajar, suara juga kurang pas dengan tokoh yang ia perankan, ini disebabkan karena mereka masih malu dan kurang adanya persiapan. Contohnya Yns 1 pada saat bercerita gerak geriknya atau tingkah laku beberapa kali tidak wajar, dia meremas-remas jari tangan dan pandangannya ke atas. Kondisi tersebut terdapat dalam catatan lapangan misalnya seperti berikit ini; Penguasaan ceritanya cukup, namun raut wajahnya yang mau untuk bercerita masih kelihatan jelas, karena sebagian besar wajah mereka ditutup dengan kertas yang mereka bawa. Penghayatan cerita dari kelompok ini belum maksimal, misalnya saja mimik, gerak, suara tidak sesuai dengan tokoh. Improvisasi juga tidak kelihatan, sehingga penyampaian cerita hanya datar saja. e. Pilihan Kata Aspek pilihan kata terkait dengan penggunaan kata-kata, penggguanaan istilah sesuai tokoh dan pilihan kata yang bervariasi dalam bercerita. Pada saat pratindakan,
aspek
pilihan
kata
berkategori
cukup
sedangkan
pada
pascatindakan berkategori baik. Pada pratindakan masih ada kelompok yang
48
menggunakan pilihan kata yang monoton sehingga cerita menjadi tidak menarik, skor aspek pemilihan kata sebesar 50.
2. Pelaksanaan Tindakan Kelas pada Pembelajaran Keterampilan Bercerita dengan Menggunakan Media Boneka Tangan a. Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I Penelitian Tindakan Kelas pada siklus I dilakukan dengan dua tindakan yaitu tindakan pertama adalah pemberian materi tentang bercerita dan cara penggunaan media boneka tangan untuk bercerita dan tindakan kedua yaitu pelaksanaan praktik bercerita siswa dengan media boneka tangan. 1) Perencanaan Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan dalam kegiatan pratindakan tersebut diketahui bahwa keterampilan bercerita siswa masih rendah (siswa masih malu, grogi, kurangnya ide). Siswa kelas VII belum mencapai batas minimal ketuntasan belajar. Mengacu pada hasil analisis itulah, peneliti berasumsi bahwa perlu dilakukan tindakan yang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Perencanaan
dilakukan
untuk
memudahkan
jalannya
penelitian.
Perencanaan disusun oleh peneliti dan kolaborator yaitu guru Bahasa Indonesia Dra F Rahmida , kegiatan ini dilakukan pada hari Rabu, 7 Mei 2014, di ruang guru Mts Yanusa Pondok Pinaang Jakarta Selatan. Pada kesempatan tersebut peneliti bersama guru selaku kolaborator melakukan diskusi dan berkoordinasi untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada siklus I terkait dengan masalah yang ditemukan. Adapun rencana yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang akan dilakukan pada siklus I, (2) peneliti mengusulkan digunakannya media boneka tangan dalam pembelajaran keterampilan bercerita serta membeitahukan cara penggunaannya, (3) peneliti dan guru bersama-sama menyusun RPP untuk Siklus I, (4) guru dan peneliti bersama-sama menyepakati lembar penilaian siswa yaitu instrumen penelitian berupa tes dan
49
nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai keterampilan bercerita siswa, sedangkan instrumen nontes digunakan untuk menilai sikap siswa dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Instrumen nontes ini berbentuk pedoman pengamatan, dan (5) menentukan waktu pelaksanaan tindakan yaitu 2 kali pertemuan dalam 1 siklus. 2) Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media
boneka tangan diharapkan dapat
meningkatkan
keterampilan bercerita siswa, baik proses maupun produk, terutama pada siswa kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. a) Pertemuan Pertama Pada pertemuan pertama, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45 menit dan dilaksanakan pada hari Rabu, 7 Mei 2014 pukul 10.30 di kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta selatan. Dalam tahap pelaksanaan tindakan, guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran keterampilan bercerita di dalam kelas. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti dan guru melakukan pengamatan terhadap siswa. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran keterampilan bercerita pada tindakan Siklus I ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Guru membuka pelajaran (apersensi dan presensi). (2) Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran keterampilan bercerita. (3) Guru dan siswa melakukan tanya jawab mengenai materi bercerita (pengertian bercerita, manfaat bercerita) (4) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru mengenai langkah-langkah yang perlu diperhatikan saat bercerita dengan menggunakan media boneka tangan. (5) Siswa memperhatikan guru, saat guru memberi contoh bercerita menggunakan media boneka tangan. (6) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang media boneka tangan. (7) Siswa diberi tugas kelompok membuat cerita yang bertema “Liburan”.
50
(8) Siswa membentuk kelompok, tiap kelompok 5 siswa. (9) Siswa secara kelompok bergantian bercerita di depan kelas. (10)Siswa dan guru melakukan refleksi dengan menanyakan kesulitan siswa pada pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan. (11)Pelajaran diakhiri dengan berdoa dan salam b) Pertemuan Kedua Pada pertemuan kedua, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45 menit dan dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Mei 2014 pukul 07.00 di kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang jakarta selatan. Langkah pembelajaran keterampilan bercerita yang dilakukan guru pada pertemuan kedua dalam pelaksanaan tindakan siklus I dapat diuraikan sebagai berikut. (1) Guru membuka pelajaran (2) Guru dan siswa tanya jawab mengenai materi bercerita yang sudah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya. (3) Guru memotivasi siswa agar berani bercerita dengan memperhatikan langkah-langkah bercerita dengan media boneka tangan. (4) Guru dan siswa tanya jawab seputar pengembangan ide cerita dengan menggunakan media boneka tangan. (5) Siswa secara berkelompok melanjutkan untuk bercerita di depan kelas dengan menggunakan media boneka tangan. (6) Siswa mengamati cerita kelompok lainnya yang sedang bercerita di depan kelas. (7) Guru melakukan refleksi (8) Pelajaran diakhiri dengan doa dan salam 3) Pengamatan Pengamatan penelitian tindakan siklus I ini dilakukan oleh peneliti secara cermat dengan menggunakan instrumen penelitian yang sudah disiapkan. Selain itu, juga dilengkapi dengan catatan lapangan dan dokumentasi berupa foto dan rekaman. Hasil pengamatan penelitian tindakan siklus I ini dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu pengamatan proses dan pengamatan hasil/
51
produk. Pengamatan secara proses meliputi aktivitas fisik siswa selaku subjek penelitian dan pelaksana pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan, respon siswa terhadap pembelajaran, dan situasi yang tergambar ketika pembelajaran berlangsung. Pengamatan secara produk berupa skor dari hasil bercerita siswa di depan kelas. b) Pengamatan Produk Keberhasilan tindakan dalam pengamatan secara produk terlihat dari perolehan skor tes keterampilan bercerita siswa siklus I. Perubahan hasil yang dicapai pada pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka tangan adalah meningkatnya kemampuan siswa dalam kegiatan bercerita. Hasil tes bercerita menunjukkan bahwa siswa mempunyai skor yang lebih baik bila dibandingkanpada waktu sebelum diberi tindakan. Meskipun demikian, tindakan pada siklus I ini berhasil. Hal ini disebabkan skor setiap aspek kemampuan bercerita yang diperoleh siswa pada siklus I sudah mengalami peningkatan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media ini dapat membantu meningkatkan keterampilan bercerita siswa, namun pada tindakan siklus I belum mencapai hasil seperti yang diharapkan. Tabel 7 berikut merupakan peningkatan keterampilan bercerita siswa dari pratindakan ke siklus I. Tabel : 4.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita dari Pratindakan ke Siklus I No
Aspek
Pratindakan
Siklus I
Rata-rata
Rata-rata
1
Volume suara
56
69
2
Pelafalan
49
65
3
Keterampilan mengembangkan ide
61
73
4
Sikap penghayatan cerita
60
72
5
Pilihan kata
50
66
276/55,2
345/69
Jumlah
52
Grafik berikut merupakan peningkatan keterampilan bercerita siswa dari Pratindakan ke siklus I.
80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pratindakan
Category 2 Series 1
Gambar : 4.1 Grafik Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa dari Pratindakan ke Siklus I Dari data Grafik Gambar 4.1, dapat disimpulkan bahwa kemampuan bercerita siswa mengalami peningkatan, pada pratindakan jumlah skor yaitu 55,2 meningkat menjadi 69 siklus I. Peningkatan pada setiap aspek penilaian bercerita, mulai dari aspek yang mengalami peningkatan paling tinggi sampai yang paling rendah, yaitu kelancaran, sikap penghayatan cerita, volume suara, pelafalan,
keterampilan
mengembangkan
ide,dan
pilihan
kata.Terjadi
peningkatan pada aspek bercerita tidak terlepas dari peran media boneka tangan yang dapat memacu siswa untuk terampil bercerita. 4) Refleksi Tahap yang dilakukan setelah pengamatan adalah tahap refleksi. Tahap refleksi ini peneliti bersama kolaborator mendiskusikan kembali apa yang telah dilaksanakan pada siklus I. Peneliti dan kolaborator mendiskusikan dan menganalisis hasil tindakan pada siklus I. Kegiatan refleksi yang dilakukan didasarkan pada pencapaian indikator keberhasilan penelitian. Oleh karena itu, refleksi untuk siklus I dapat dilihat baik secara proses maupun produk. Secara
53
proses, siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran keterampilan bercerita dibandingkan dengan sebelum diberi tindakan. Hal ini terlihat ketika siswa mulai aktif bertanya. Serta merespon pertanyaan yang diajukan guru, siswa mulai berani bercerita di depan kelas, dan sudah saling berinteraksi dan bekerja sama dengan siswa lain dalam satu kelompok. Siswa juga berusaha menjalankan tanggung jawab kelompok yang diberikan walaupun merasa bingung. Hal tersebut terjadi pada kegiatan membuat cerita. Suasana kelas pada saat tes bercerita siklus I cukup tenang dari waktu sebelum tindakan. Siswa mulai memperhatikan dan mendengarkan teman yang sedang bercerita. Akan tetapi, siswa kadang-kadang berbicara dengan teman apabila cerita yang disampaikan tidak menarik, atau terkadang ada yang menertawakan temannya yang bercerita di depan kelas jika salah saat bercerita. Keadaan tersebut tidak terlepas dari pengaruh pembelajaran dengan menggunakan media boneka tangan yang bertujuan untuk memotivasi siswa dalam keterampilan bercerita sehingga siswa mampu dan berani bercerita di depan kelas. Aspek keaktifan, perhatian dan kerjasama kelompok dalam pembelajaran belum maksimal sehingga perlu ditingkatkan lagi. Hal tersebut akan menjadi perbaikan untuk siklus selanjutnya. Secara produk, peningkatan keterampilan bercerita siswa dapat dilihat dari tes bercerita. Peningkatan skor dapat dilihat dari skor rata-rata kelas pratindakan ke siklus I yang meliputi peningkatan tiap-tiap aspeknya, peningkatan tersebut, yaitu (1) volume suara sebesar 69, (2) pelafalan sebesar 65, (3) keterampilan mengembangkan ide sebesar 73, (4) sikap penghayatan cerita sebesar 72, (5) pilihan kata sebesar 66. Hasil yang didapatkan dari siklus I baik secara proses maupun produk telah menunjukkan peningkatan yang cukup baik walaupun masih kurang memuaskan, karena masih ada beberapa kendala yang dihadapi. Kendala tersebut adalah sebagai berikut: (a) Skor aspek pelafalan dan keterampilan mengebangkan ide siswa perlu ditingkatkan lagi. (b) Pemilihan kata dalam merangkai cerita perlu ditingkatkan. (c) Skor peningkatan yang diperoleh masih kurang maksimal.
54
Refleksi yang dilakukan baik secara proses maupun secara produk serta kekurangan atau kendala terjadi selama siklus I menjadi dasar pelaksanaan siklus II, pada siklus II masih tetap menggunakan media boneka tangan. b. Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II 1.
Perencanaan Perencanaan tindakan siklus II ini bertujuan untuk meningkatkan
aspekaspek yang belum tercapai pada siklus I. Aspek-aspek tersebut sebenarnya sudah cukup baik, namun perlu ditingkatkan lagi agar hasilnya lebih maksimal. a) Guru sebagai kolaborator akan meningkatkan kembali terkait dengan penggunaan media boneka tangan pada pembelajaran keterampilan bercerita, yaitu dengan cara lebih banyak berinteraksi dengan siswa dan memberikan motivasi. b) Guru berusaha memotivasi siswa supaya semua aspek mendapatkan hasil yang maksimal, tetapi guru lebih memfokuskan pada aspek ketepatan ucapan dan pilihan kata. c) Tema yang dipilih sama dengan tema pada siklus I yaitu “Liburan”, karena tema tersebut dekat dengan siswa. Dengan pemilihan tema yang sama diharapkan siswa lebih bisa mengembangkan cerita menjadi cerita yang lebih menarik. d) Mempersiapkan instrumen yang meliputi lembar pengamatan, lembar penilaian keterampilan bercerita, catatan lapangan, dan alat dokumentasi. e) Menentukan pelaksanaan tindakan yaitu 2 kali pertemuan. 2. Pelaksanaan Tindakan Pada siklus ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa baik proses maupun produk terutama pada aspek di siklus I yang belum memperoleh nilai maksimal baik secara proses maupun produk. Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilakukan selama 2 kali pertemuan sebagai berikut. a) Pertemuan Pertama Pada pertemuan pertama, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45 menit dan dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Mei 2014 pukul 10.30, di kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan . Langkah-langkah pembelajaran
55
keterampilan bercerita dilakukan guru pada pertemuan pertama adalah pelaksanaan tindakan siklus II ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Guru membuka pelajaran (apersepsi dan presensi). (2) Guru memberitahukan pada siswa bahwa pertemuan kali ini masih akan membahas keterampilan bercerita. (3) Siswa dan guru mengadakan tanya jawab tentang materi bercertita (pengertian bercerita, manfaat bercerita, langkah bercerita yang baik, jenis cerita). (4) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang media boneka tangan. (5) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru mengenai langkah-langkah yang perlu diperhatikan saat bercerita dengan menggunakan media boneka tangan. (6) Siswa memperhatikan guru, saat guru memberi contoh bercerita menggunakan media boneka tangan. (7) Siswa memperhatikan cara-cara pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan. (8) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang media boneka tangan. (9) Siswa diberi tugas kembali dengan tema yang sama dengan siklus sebelumnya yaitu “Liburan”. (10)Siswa membentuk kelompok, tiap kelompok 5 siswa (kelompok sama seperti saat siklus I). (11)Siswa secara kelompok bergantian bercerita di depan kelas. (12)Siswa mengamati cerita kelompok lain yang sedang bercerita di depan kelas. (13)Siswa dan guru melakukan refleksi dengan menanyakan kesulitan siswa pada pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media bonek tangan. (14)Pelajaran diakhiri dengan berdoa dan salam b) Pertemuan Kedua Pada pertemuan kedua, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45 menit dan dilaksanakan pada hari Rabu, 21 Mei 2014, pukul 07.00 di kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Langkah-langkah pembelajaran
56
keterampilan bercerita yang dilakukan guru pada pertemuan kedua dalam pelaksanaan tindakan siklus II ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Guru membuka pelajaran (apersepsi dan presensi). (2) Siswa dan guru bertanya jawab mengenai materi bercerita yang sudah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya. (3) Guru memotivasi siswa agar lebih berani bercerita di depan kelas dengan menggunakan media boneka tangan. (4) Siswa secara berkelompok melanjutkan bercerita di depan kelas dengan menggunakan media boneka boneka tangan. (5) Siswa mengamati cerita kelompok lain yang sedang bercerita di depan kelas. (6) Guru melakukan refleksi dengan bertanya tentang kesulitan siswa. (7) Guru menyimpulkan pelajaran terkait kegiatan bercerita. (8) Pelajaran diakhiri dengan salam dan doa. 3.
Pengamatan Peneliti bersama kolaborator melakukan pengamatan terhadap tindakan
yang telah dilakukan pada siklus II. Hasil yang diperoleh dari pengamatan ini meliputi dampak tindakan terhadap hasil pembelajaran atau biasa dikenal dengan keberhasilan proses dan produk akan dideskripsikan sebagai berikut.
2). Keberhasilan Produk Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut: Tabel : 4.2 Peningkatan Skor Penilaian Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII dari Pratindakan, Siklus I, Siklus II.
No
1
Aspek
Volume Suara
Rata-Rata
Rata-Rata
Rata-Rata
Pratindakan
Siklus I
Siklus II
56
69
79
57
2
Pelafalan Keterampilan
3
49
65
74
61
73
77
60
72
78
50
66
74
276/55,2
345/69
382/76,4
Mengembangkan Ide Sikap Penghayatan
4
Cerita
5
Pilihan Kata
Jumlah
Dalam bentuk grafik hasil penelitian sebagai berikut:
80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pratindakan
Siklus I
Category 3
Series 1
Grafik : 4.2 Grafik Peningakatan Hasil Penilaian Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII dari Pratindakan sampai Pascatindakan Siklus II
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 5, dapat diketahui peningkatan skor tes keterampilan bercerita siswa menggunakan media boneka tangan yang telah dilakukan dari mulai pratindakan sebesar 55,2 dan setelah diberi tindakan pada
58
siklus I meningkat menjadi 69, dan siklus II meningkat menjadi 74,6. Kenaikan skor rata-rata mulai pratindakan hingga siklus II menjadi kategori baik. B. Pembahasan Penyajian dan Analisis Data Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada (1) deskripsi awal keterampilan bercerita siswa, (2) pelaksanakan tindakan kelas dalam pembelajaran keterampilan bercerita dengan media boneka tangan, dan (3) peningkatan keterampilan bercerita siswa dengan menggunakan media boneka tangan. 1. Deskripsi Awal Keterampilan Bercerita Siswa Peneliti melakukan observasi terhadap pembelajaran keterampilan bercerita kelas VII untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi ketika proses pembelajaran keterampilan bercerita. Selain itu, peneliti juga memberikan angket pratindakan dan wawancara untuk mengetahui ranah afektif siswa dalam pembelajaran di kelas khusunya pada saat pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan hasil observasi (pengamatan) tersebut, dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi siswa ketika melakukan bercerita adalah sebagai berikut. a. Siswa kurang berminat dan kurang antusias belajar bercerita. b. Siswa kurang mempunyai ide untuk bercerita. c. Siswa kurang berani (rasa malu, grogi) dalam bercerita. d. Kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan hasil penilaian terhadap keterampilan bercerita siswa sebelum dikenai tindakan masih banyak siswa yang kurang berani bercerita karena siswa merasa malu, grogi dan kurang adanya ide untuk bercerita. Selain itu, siswa kurang berminat dalam pembelajaran keterampilan bercerita, hal tersebut disebabkan karena kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Pada tahap pratindakan, keterampilan awal bercerita siswa dilakukan pada saat siswa malakukan bercerita di depan kelas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keterampilan bercerita siswa sebelum dikenai tindakan. Skor ratarata kelas tiap aspek pada saat pratindakan adalah 55,2. Skor rata-rata kelas tiap aspek tersebut tergolong kurang dan belum mencapai batas
59
nilai minimal keruntasan. Peneliti dan guru sebagai kolaborator sepakat untuk menerapkan media boneka tangan untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa. 2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Keterampilan Bercerita dengan Menggunakan Media Boneka Tangan. Pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan telah diterapkan dalam dua siklus. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan bercerita siswa secara produk adalah ketika siswa bercerita di depan kelas secara berkelompok, namun pengambilan skor tetap secara individu. Penilaian tersebut meliputi 5 aspek, yaitu (1) volume suara, (2) pelafalan, (3) keterampilan mengembangkan ide, (4) sikap penghayatan cerita, dan (5) pilihan kata (diksi). Pelaksanaan siklus I, proses yang dilakukan dari perencanaan hingga refleksi belum mendapatkan hasil yang sesuai rencana tujuan tindakan. Pemahaman siswa tentang penggunaan media boneka tangan dalam pembelajaran bercerita cukup sesuai dengan prosedur pelaksanakan. Siswa dibagi kelompok, kemudian siswa memilih tokoh boneka tangan, menulis ide pokok cerita serta mengembangkan ide cerita sesuai dengan tema yang diberikan oleh guru. Dengan media tersebut, cerita siswa lebih terkonsep dan mempermudah siswa dalam bercerita di depan kelas. Di sisi lain skor aspek pilihan kata perlu ditingkatkan lagi. Secara keseluruhan semua aspek pada siklus ini perlu ditingkatkan lagi karena skor peningkatan yang diperoleh masih kurang maksimal. Berdasarkan hasil pelaksanaan siklus I tersebut dapat diketahui bahwa masih perlu dilaksanakan perbaikan pada siklus II. Pada saat refleksi, peneliti memberikan solusi agar mencari tema yang mudah dan dekat dengan siswa. Perbaikan pelaksanaan tindakan akan mempengaruhi hasil keterampilan bercerita pada waktu pascatindakan. Pelaksanaan siklus II lebih difokuskan pada perbaikan dari hasil refleksi siklus I. Pelaksanaan siklus II berusaha untuk meningkatkan semua aspek secara maksimal tetapi lebih difokuskan pada aspek pemilihan kata. Pada siklus ini semua aspek mengalami peningkatan
60
sehingga mencapai indikator keberhasilan penelitian. Hasil tes pascatindakan juga menunjukkan hasil yang lebih baik dari siklus sebelumnya. Pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan ternyata mampu membuat suasana pembelajaran bercerita lebih menyenangkan, aktif, kreatif, suasana di kelas jadi tidak membosankan dan siswa terlihat lebih tertarik dengan pembelajaran tersebut. Pada kondisi awal pada saat pratindakan siswa terlihat kurang antusias dan tidak mau berperan aktif saat pembelajaran keterampilan
bercerita.
Kondisi
mulai
membaik
ketika
pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan media boneka tangan pada siklus I. Siswa terlihat
antusias
dalam
pembelajaran
keterampilan
bercerita
dengan
menggunakan media boneka tangan. Sehingga siswa berani bercerita di depan kelas. Semua siswa sangat antusias memperhatikan contoh guru saat bercerita dengan boneka tangan. Mereka terlihat senang dengan media itu, dan antusias untuk segera bercerita. Kondisi paling kondusif adalah pada siklus II, siswa sudah benar-benar memahami
cara-cara
pembelajaran
keterampilan
bercerita
dengan
menggunakan boneka tangan yang diterapkan dan siswa terlihat senang, aktif dan kreatif. Hasil angket menunjukkan bahwa 18 siswa menyatakan pembelajaran bercerita dengan menggunakan media boneka tangan memberi kesan positif bagi mereka. Selain itu, hasil angket menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan memberikan beberapa manfaat bagi siswa, antara lain sebagai berikut: a. Siswa lebih menyenangi pembelajaran keterampilan bercerita dengan media boneka tangan. b. Siswa berminat dan antusias selama proses pembelajaran keterampilan bercerita. c. Dari 18 siswa, semua menyatakan tidak merasa grogi, atau merasa malu ketika bercerita di depan kelas, dan lebih mudah menemukan ide cerita. d. Dengan digunakannya media boneka tangan, siswa merasa termotivasi untuk bercerita di depan kelas.
61
e. Siswa merasa kemampuan bercerita siswa di depan kelas meningkat dari pada sebelumnya. Hasil wawancara dengan siswa juga menunjukkan bahwa mereka lebih antusias selama proses pembelajaran. Rasa malu, grogi, takut, hilang dengan adanya media boneka. Ide untuk bercerita pun mudah muncul, sehingga untuk merangkai cerita menjadi lebih mudah. Siswa juga lebih senang bekerjasama dengan kelompok, karena bisa saling menyumbang ide dalam membuat cerita. Siswa pun merasa senang apabila media boneka tangan tersebut diterapkan dalam pembelajaran bercerita. 3.
Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa dengan Menggunakan Media Boneka Tangan Penilaian keterampilan bercerita siswa di lakukan dengan masing-masing
siswa, ketika para siswa sedang bercerita di depan kelas. Penilaian keterampilan bercerita dilakukan untuk mengukur keterampilan bercerita siswa sebelum dan sesudah pemberian tindakan. Berikut ini grafik peningkatan keterampilan bercerita siswa pada skor tes pratindakan sampai pascatindakan yaitu siklus II.
Chart Title 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Category 1 Pratindakan
Siklus I
Siklus II
Grafik : 4.3 Grafik Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa dari Pratindakan sampai Siklus II
62
Berdasarkan Gambar 6, terlihat peningkatan signifikan dari pratindakan, Siklus I, dan pascatindakan Siklus II. Semua aspek yang meliputi (1) volume suara, (2) penempatan tekanan dan nada, (3) penguasaan cerita, (4) sikap penghayatan cerita, dan (5) pilihan kata mengalami peningkatan dari pratindakan sampai pascatindakan siklus II. Sebelum dikenai tindakan, skor rata-rata siswa adalah 55,2, kemudian setelah diberi tindakan Siklus I meningkat menjadi 69, dan ketika diberi tindakan pada siklus II meningkat menjadi 74,6. Berikut ini peningkatan keterampilan bercerita dilihat dari masingmasing aspek. a. Volume suara Aspek volume suara terkait dengan volume suara pada saat bercerita, suara siswa dapat terdengar dengan jelas, intonasi jelas. Pada saat pratindakan, aspek volume suara berkategori cukup, sedangkan pada pascatindakan berkategori baik. Pada saat pratindakan skor rata-rata siswa pada aspek volume suara sebesar 56. Pada aspek ini, sebagian besar siswa yaitu siswa yang berinisial Yns1, Yns2, Yns3, Yns4, Yns6, Yns8, Yns10, Yns11, Yns12, Yns13, Yns15, Yns16, Yns17, Yns18, Yns19, Yns20, mereka volume suaranya sudah cukup jelas, masih sering menghilang suaranya jika siswa sedikit ramai. Misalnya Yns10 yang bercerita mengenai sahabat Yang Baik, volume suara sudah cukup jelas, masih terdengar gemetar, walau terkadang suaranya tibatiba lirih. Mereka pun mulai bercerita, walaupun mereka saling pandang memandang dulu dengan teman satu kelompoknya. Yang menjadi narator dari kelompok 4 adalah Yns6, suaranya kurang keras dan kelihatannya dia grogi. Siklus I aspek volume suara mengalami peningkatan yaitu skor rata-rata siswa menjadi 69. Pada siklus I, Yns4, Yns7, Yns9, Yns10, Yns11, Yns12, Yns18, Yns20, suaranya terdengar sampai belakang dengan intonasi yang jelas. Misalnya Yns18, bercerita mengenai Liburan ke Lereng merapi, suaranya terdengar jelas sehingga semua siswa tertuju pada Yns18. Pada siklus II, skor rata-rata siswa mengalami peningkatan pada aspek volume suara yaitu meningkat menjadi 79. Aspek volume suara dapat meningkat dari Pratindakan
63
sampai Siklus II karena siswa senang dan merasa terbantu dengan media boneka yang ada ditangannya dapat mewakili tokoh yang ia perankan, sehingga siswa menjadi percaya diri mengeluarkan suara lebih keras dan jelas. Siswa berinisial Yns1, Yns2, Yns3, Yns4, Yns5, Yns7, Yns9, Yns10, Yns11, Yns12, Yns13, Yns14, Yns14, Yns15, Yns17, Yns18, Yns20, suaranya terdengar sampai belakang dan intonasi jelas. Misalnya Yns17 yang bercerita tentang Liburan ke Pantai, suaranya jelas terdengar sampai belakang sehingga audiens tertuju pada Yns15. Siswa yang paling bersemangat saat bercerita adalah Yns5, dia berbadan besar, hitam, dan cukup percaya diri saat bercerita. Suaranya keras, hingga menggema dan semua siswa mendengar suaranya. b. Pelafalan Aspek pelafalan ini terkait dengan pelafalan fonem pada saat siswa bercerita, pengaruh dialek, intonasi jelas sesuai dengan isi cerita. Pada saat pratindakan, aspek pelafalan siswa berkategori cukup sedangkan pada pascatindakan berkategori baik. Pada saat pratindakan skor rata-rata siswa pada aspek pelafalan sebesar 49. Pada aspek ini, sebagian besar siswa yaitu siswa yang berinisial Yns2, Yns3, Yns4, Yns5, Yns7, Yns8, Yns9, Yns12, Yns13, Yns14, Yns15, Yns18,
mereka pelafalan fonem cukup jelas, masih
terpengaruh dialek jawa jogja, suara cukup jelas tetapi masih terdengar gemetar, intonasi cukup jelas. Pada siklus I, aspek pelafalan mengalami peningkatan yaitu skor rata-rata siswa menjadi 65. Pada siklus I, Yns4,Yns6, Yns8, Yns9,12, S17, Yns18,
Yns19, pelafalan fonemnya jelas, suaranya
terdengar sampai belakang dan intonasi jelas. Misalnya, Yns 19 yang bercerita tentang Liburan keluarga, pelafalannya jelas, suaranya terdengar jelas sehingga audien tertuju pada Yns19. Mereka mempunyai semangat yang cukup baik juga seperti kelompok 5, namun suara mereka kurang keras. Pelafalan dari kelompok ini fonemnya sudah jelas, walaupun terpengaruh dialek Betawi yang menggunakan “e” diakhir kata, Misalnya “ape, aye “. Pada siklus II, Skor rata-rata siswa mengalami peningkatan pada aspek pelafalan yaitu meningkat menjadi 74. Pada siklus ini, sebagian besar siswa sebelum bercerita di depan kelas berlatih berbicara terlebih dahulu dengan intonasi yang tepat tanpa dipengaruhi dialek. Siswa yang berinisial Yns2, Yns3, Yns5, Yns7, Yns8, Yns9, Yns11, Yns12, Yns13,Yns15, Yns17, Yns16,
64
Yns18, Yns19, pelafalan fonemnya jelas, suaranya terdengar sampai belakang dan intonasi jelas. Misalnya Yns12, yang bercerita mengenai Liburan ke Lereng Merapi, pelafalannya jelas, suaranya terdengar jelas sampai belakang. c. Keterampilan mengembangkan ide Aspek Keterampilan mengembangkan ide terkait dengan kreatifitas siswa dalam mengembangkan ide. Pada saat pratindakan, aspek keterampilan megembangkan ide berkategori kurang, sedangkan pascatindakan berkategori baik. Pada saat pratindakan, skor rata-rata siswa pada aspek keterampilan mengembangkan ide sebesar 61. Sebagian besar hasil cerita siswa dalam mengembangkan ide belum terkonsep dengan jelas, kurang sesuai denga bagianbagian sehingga cerita menjadi kurang menarik. Alur cerita, setting juga kurang jelas, sehingga mengakibatkan cerita menjadi kurang menarik. Skor rata-rata siswa pada aspek keterampilan mengembangkan ide mengalami peningkatan pada siklus I yaitu meningkat menjadi 73. Sebagian besar cerita mereka sudah sesuai dan mudah dipahami. Alur cerita mereka terkonsep dengan jelas, sesuai dengan bagian-bagian yang seharusnya ada pada tiap bagian, sehingga cerita menjadi menarik. Kelompok ini lumayan semangat untuk bercerita, namun cerita yang dia tulis kurang menarik, rangkaian pokokpokok cerita tidak pas sehingga cerita tidak runut, dan sulit untuk dipahami. Pada siklus II, aspek keterampilan mengembangkan ide mengalami peningkatan yaitu skor rata-rata siswa menjadi 78. Pada siklus ini, secara keseluruhan siswa kreatif dalam mengembangkan ide dari tema. Siswa kreatif dalam penanaman tokoh, tempat kejadian dan kreatif memainkan boneka tangan. Dengan menggunakan media boneka tangan dapat memotivasi siswa untuk lebih kreatif dalam bercerita. Mereka mengembangkan ide dengan kreatif, menambahkan latar tempat, dan waktu, sehingga cerita menjadi menarik. d. Sikap penghayatan cerita Aspek sikap penghayatan cerita terkait dengan sikap siswa dalam bercerita yang ekspresif. Mimik, gerak dan suara harus sesuai dengan karakter tokoh dan improvisasi mimik, gerak dan suara tidak berlebihan. Pada saat
65
pratindakan, aspek sikap penghayatan cerita berkategori kurang, sedangkan pada pascatindakan berkategori baik. Hal itu dapat dilihat pada gambar foto berikut ini.
Gambar : 4.1 Siswa Kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta selatan Saat Bercerita Tahap Pratindakan Pada Gambar 7, siswa yang bercerita di depan kelas tidak melihat audien, mereka hanya melihat buku dan kepala juga tertunduk. Pengahayatan cerita tidak terlihat pada siswa-siswa tersebut, sehingga cerita yang disampaikan kurang menarik. Pada saat pratindakan, skor rata-rata siswa aspek sikap penghayatan cerita sebesar 60. Pada pratindakan masih banyak siswa kurang tenang, grogi, dan tidak muncul ekspresi pada saat bercerita di depan kelas. Siswa tersebut yaitu Yns1, Yns19, Yns20, Yns29, sikapnya kurang ekspresif, gerak kurang wajar, gestur kurang tepat, suara juga kurang pas dengan tokoh yang ia perankan. Contohnya Yns1 pada saat bercerita gerak geriknya atau tingkah laku beberapa kali tidak wajar, dia meremas-remas jari tangan dan pandangannya ke atas. Kondisi Skor rata-rata siswa pada aspek sikap penghayatan cerita mengalami peningkatan pada siklus I, yaitu meningkat menjadi 72. Siswa yang berinisial Yns2, Yns3, Yns5, Yns12, Yns18, Yns19, sikapnya ekspresif, pandangannya ke audien, gesture tepat dengan tokoh, tingkah laku tidak berlebihan, sesekali berlebihan, cukup tenang, tidak grogi,
66
walau terkadang masih melihat catatan dan pandangan tidak ke audien. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar foto berikut ini.
Gambar : 4.2 Siswa Kelas VII MTs. Yanusa pondok Pinang Jakarta Selatan Saat Bercerita pada Siklus I Pada Gambar 8 sudah mulai terlihat peningkatan siswa saat bercerita di depan kelas, kerjasama kelompok sudah mulai terlihat. Penghayatan cerita sudah mulai terlihat, misalnya ekspresi, mimik sesuai dengan tokoh yang diperankan. Ynss15 misalnya, masih terlihat memegang kertas contekan cerita dan membuat teman lainnya ikut melihat juga untuk memberitahu bagian mana yang harus dibaca Yns15 saat itu. Pada siklus II, aspek sikap pengahayatan cerita mengalami peningkatan yaitu skor rata-rata siswa menjadi 74. Pada siklus II secara keseluruhan siswa bercerita tenang, dan ekspresi terlihat sesuai dengan tokoh yang ia perankan. Rangkaian kalimat-kalimat tertata dengan rapi, penghayatan saat bercerita pun cukup tepat. Kata yang digunakan cukup sederhana, sehingga kita yang mendengarkan menjadi jelas dengan isi dan pesan dari cerita tersebut. Ekspresi dan gesture siswa baik karena suara yang mereka improvisasikan sesuai dengan tokoh yang diperankan. Siswa tersebut yaitu Yns1, Yns2, Yns3, Yns5, Yns8, Yns10, Yns12, Yns14, Yns16, Yns18, Yns19, Yns20, S21, sikapnya menpunyai ekspersi, pandangan ke audien,
67
improvisasi tepat sesuai dengan isi cerita, tingkah laku wajar, cukup tenang dan tidak grogi. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar foto berikut ini.
Gambar : 4.3 Siswa Kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan Saat Bercerita pada Siklus II Pada Gambar 9 terlihat kelompok 5 sedang bercerita dengan judul Liburan Keluarga. Siswa dalam kelompok ini mengalami peningkatan dari siklus I. Siswa mampu mengahayati cerita dengan ekspresi, mimik dan improvisasi yang tidak berlebihan sesuai dengan tokohnya. Namun, dalam siklus II ini masih ada beberapa siswa yang memegang contekan cerita, seperti yang terlihat pada Gambar 11, tetapi secara keseluruhan aspek sikap penghayatan cerita mengalami peningkatan. g. Pilihan kata Aspek pilihan kata terkait dengan penggunaan kata-kata, penggguanaan istlah sesuai tokoh dan pilihan kata yang bervariasi dalam bercerita. Pada saat pratindakan,
aspek
pilihan
kata
berkategori
cukup
sedangkan
pada
pascatindakan berkategori baik. Pada pratindakan masih ada kelompok yang menggunakan pilihan kata yang monoton sehingga cerita menjadi kurang menarik. Skor aspek pemilihan pada tahap pratindakan kata sebesar 50. Pada siklus I, aspek pemilihan kata mengalami peningkatan yaitu skor rata-rata
siswa
menjadi
66.
Kelompok
yang
anggotanya
berinisial
68
Yns12,Yns15, yns17, Yns18, dan Yns20 pada saat bercerita penggunaan katakata, istilah sudah cukup variatif. Mereka sudah mampu mengungkapkan kata/istilah yang tepat. Pada siklus II, aspek pilihan kata mengalami peningkatan yaitu skor ratarata siswa menjadi 76,4. Pada siklus II, sebagian besar siswa menggunakan pilihan kata yang variatif. Siswa yang berinisial Yns2, Yns3, Yns4, Yns6, Yns9, Yns10, Yns11, Yns12, Yns15, Yns16, Yns20, pada saat bercerita, kata-kata, istilah sesuai dengan tema dan cukup variatif. Mereka sudah mampu mengungkapkan kata/istilah yang tepat.
Gambar : 4.4 Siswa KelasVII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan Saat Proses Pembelajaran Siklus II Peningkatan skor rata-rata keterampilan bercerita siswa dari pratindakan ke siklus II keterampilan siswa dalam bercerita sudah mencapai kategori baik. Rangkaian kalimat-kalimat tertata dengan rapi, penghayatan saat bercerita pun cukup tepat. Kata yang digunakan cukup sederhana, sehingga kita yang mendengarkan menjadi jelas dengan isi dan pesan dari cerita tersebut. Hal ini berarti bahwa implementasi tindakan dengan menggunakan media boneka tangan pada siklus II membawa dampak positif terhadap pembelajaran keterampilan bercerita. Selain mampu meningkatkan keterampilan bercerita siswa, penggunaan media boneka tangan dalam pembelajaran juga memberikan
69
keaktifan, minat (antusias), perhatian, dan keberanian siswa dalam proses pembelajaran. C. Interpretasi Hasil analisis Data 1) Interpretasi Data hasil Belajar Siswa Hasil analisis data hasil belajar siswa secara keseluruhan mulai dari tindakan pertemuan siklus I sampai siklus II dapat diinterprestasikan terjadi peningkatan yang signifikan, yaitu dari hasil belajar awal sebesar 60,8 pada akhir siklus I meningkat menjadi 70, dan dari siklus I sampai siklus II menjadi 75,2. Dan jika dilihat dari peningkatan hasil belajar sejak pree test sampai akhir siklus II mengalami peningkatan, dan pencapaian ketuntasan sampai akhir siklus pertemuan keempat mencapai kategori baik. Dengan adanya data tersebut membuktikan bahwa penggunaan alat peraga boneka dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia
pada
materi bercerita dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. 2) Interpretasi Data Hasil Observasi Data
hasil
observasi
terhadap
keterampilan
siswa
dalam
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dapat di interpretasikan bahwa keterampilan siswa sejak pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir menunjukan adanya peningkatan dari 55,2 sampai dengan 76,4 dengan kategori baik, Hal ini juga bisa diinterpretasikan : “jika semua siswa selalu berusaha untuk melakukan refleksi diri pada disetiap akhir pembelajarannya dan menindaklanjuti hasil refleksinya maka bisa dipastikan akan terus meningkat atau menjadi lebih baik lagi. 3) Interpretasi Data Hasil Angket Hasil analisis data respon/ tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan alat peraga boneka, menunjukkan rata-rata angka untuk jawaban positif sebesar 80 dan jawaban negatif sebesar 16. Hal ini dapat
diinterpretasikan
bahwa
resppon/tanggapan
siswa
terhadap
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga matematika termasuk dalam kategori baik (positif), bisa diinterpretasikan pula bahwa siswa
70
merasa senang dan nyaman dengan pembelajaran yang telah dilakukan oleh peneliti. D. Hal-Hal Unik Yang Terjadi Dalam Pembelajaran Selama penelitian berlangsung, peneliti mencatat semua kegiatankegiatan siswa yang terjadi selama pembelajaran. Hal-hal yang terjadi tentu sangat banyak, namun ada beberapa temuan peneliti yang unik ditemukan selama penelitian. Temuan-temuan yang terjadi antara lain pada saat pertemuan pertama, sebagian besar siswa terlihat bingung dan takut dengan hadirnya kolabolator di dalam kelas dan duduk dibagian belakang siswa, tapi setelah terjadi proses pembelajaran terutama seletah terjadi pembentukan kelompok, sepertinya kehadiran kolabolator di dalam kelas tidak lagi mengganggu konsentrasi siswa, bahkan tidak sedikit diantara siswa yang bertanya kepada kolabolator tentang langkah-langkah pembelajaran dan materi pembelajaran yang harus mereka kerjakan dalam kelompok. Banyak siswa yang memilih bertanya kepada kolabolator hal ini mungkin disebabkan karena siswa masih merasa canggung dengan peneliti. Selain itu, dominasi siswa-siswa pintar terlihat sangat kuat, bahkan ada kecenderungan mereka suka menganggap sepele materi yang disampaikan
karena
mereka
sudah
paham,
dan
kadang-kadang
mencemoohkan temannya yang masih salah dalam bercerita yang menurutnya mudah. Kebiasaan sebagian siswa seperti itu sampai akhir pembelajaran pertemuan keempat atau akhir siklus II, masih saja terjadi. Oleh sebab itu peneliti menyampaikan saran kepada kolabolator agar kebiasaan siswa tersebut lebih dipantau, karena jika dibiarkan akan berdampak kurang baik bagi siswa itu
71
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Simpulan mengenai hasil peningkatan yang terdapat dalam penelitian ini dapat dilihat dari uraian berikut. 1.
Media Boneka Tangan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan bercerita siswa kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Siswa mengalami perubahan perilaku (peningkatan) dalam pembelajaran. Peningkatan keterampilan bercerita siswa ditunjukkan oleh keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, perhatian dan konsentrasi siswa dalam menyimak materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, minat dan antusias siswa selama pembelajaran, pada pelajaran, keberanian siswa bercerita di depan kelas dan kerjasama kelompok sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, aktif dan kreatif.
2. Media Boneka Tangan dapat meningkatkan produk/hasil keterampilan bercerita siswa kelas VII Mts Yanusa Pondok pinang Jakarta Selatan. Peningkatan kualitas produk/hasil dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata bercerita siswa pada tahap pratindakan dan pascatindakan Siklus II. Peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya penguasaan aspekaspek keterampilan bercerita seperti volume suara, pelafalan, keterampilan mengembangkan ide, sikap penghayatan cerita, dan pilihan kata. Pada tahap pratindakan diperoleh skor rata-rata sebesar 55,2, pada siklus I meningkat menjadi 69, dan pada siklus II juga meningkat menjadi 76,4. Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kels VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan telah mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan menggunakan media boneka tangan.
72
B. Rencana Tindak Lanjut Berdasarkan
hasil
penelitian
tentang
peningkatan
pembelajaran
keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan, maka rencanatindak lanjut dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Guru Bahasa Indonesia Mts Yanusa pondok Pinang akan menerapkan
pembelajaran bahasa Indonesia dengan media
boneka tangan dalam
pembelajaran keterampilan bercerita khusunya. 2.
Media boneka tangan dapat digunakan sebagai alternatif penggunaan
media yang tepat dalam pembelajaran keterampilan bercerita sehingga pembelajaran yang berlangsung aktif, siswa lebih memperhatikan dan konsentrasi pada pelajaran, siswa lebih berminat dan antusias pada pembelajaran keterampilan bercerita, siswa lebih berani bercerita di depan kelas, dan keterampilan bercerita siswa lebih dapat ditingkatkan.
C. Saran Berdasarkan simpulan dan rencana tindak lanjut, maka peneliti dapat menyarankan hal-hal sebagai berikut. 1. Bagi guru Bahasa Indonesia dapat menggunakan media boneka tangan sebagai alat bantu pada pembelajaran keterampilan bercerita.untuk meningkatkan minat dan
keberanian siswa dalam pembelajaran
keterampilan bercerita.. 2. Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah khususnya keterampilan bercerita. 3. Bagi siswa, penelitian ini dapat memacu siswa untuk terampil bercerita dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan saat pembelajaran karena siswa menjadi aktif dan kreatif dalam bercerita.
73
DAFTAR PUSTAKA
Yofita Rahayu, Apriyanti Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita ( Jakarta, PT. Indeks 2013 ) Sadiman,Arief Media Pendidikan pengertian, Pengembangan,dan Pemanfaatannya (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada) Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2011) Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 2007) Ekawarna, Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah (DepDikBud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah, IBRD LOAN NO.3979-IND) Hanjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Putra 2006) Guntur Tarigan, Henry “ Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa “ (cetakan edisi revisi 2008). Cahyani, Isah “ bahasa Indonesia “ program peningkatan kualifikasi guru madrasah dan guru agama islam pada sekolah cetakan pertama 2009. Suryaman, Maman, Panduan Pendidik dalam Pembelajaran SMP/MTs (Jakarta, Depdiknas) Ocieta,PengertianBoneka(2010)http://molylovelyme.blogspot.comenypurwatiwor dprees.com/2013/07/08/ Diunduh pada tanggal, 12 April 2014 Halim, Stella Evanda, Media Wayang Boneka (2008), http://dewey.petra.ac.id, Diunduh 12 April 2014 Wiriaatmaja, Rochiati, Metode Penelitian Kelas Untuk meningkatkan Kinerja Guru Dan Dosen (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010) Pudjo Suparto, Sridadi, Peran Media Dalam Pembelajaran (Jakarta, BKKBN, 2007) Sarikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta, Bumi Aksara, 2009) -------------------------, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2009) Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran. (Jakarta, PT.Grasindo, 1999)
74
Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) Munadi, Yudi, Media Pembelajaran Sebuah Baru (Jakarta, Gaung Persada Press 2012) al-rasyid blog undip.ac.id/tag/boneka-media-pembelajaran.
.
Lampiran : 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SIKLUS I (PERTEMUAN I, dan II)
Sekolah
: Mts. Yanusa
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: VII/1
Standar Kompetensi
: 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita
Kompetensi Dasar
: 6.2 Bercerita denga alat peraga
Alokasi Waktu
: 5 x 45 menit
Indikator : 1. Mampu menentukan pokok-pokok cerita 2. Mampu merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik 3. Mampu bercerita dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita Tujuan Pembelajaran : 1. Siswa dapat menentukan pokok-pokok cerita 2. Siswa dapat merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik 3. Siswa dapat bercerita menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita Materi Pembelajaran : 1. Pengertian bercerita 2. Langkah-langkah bercerita 3. Teknik bercerita yang tepat 4. Definisi boneka tangan (materi bercerita yang tepat)
77
78
Metode Pembelajaran 1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Demonstrasi Kegiatan Pembelajaran : Kegiatan pertama No. 1.
Kegiatan Pembelajaran
Metode/Strategi
Waktu
Karakter
Pendahuluan
Arahan
10
Ketaqwaan
a. Berdoa
Tanya jawab
menit
Kedisiplinan
b. Mengecek kehadiran siswa
Motivasi
c. Apersepsi: kemukakan apa
Tanggung
yang kalian
Jawab
ketahui tentang bercerita d. Menginformasikan KD, indikator, dan tujuan pembe lajaran 2.
Kegiatan inti
80
Keaktifan
a. Guru bertanya jawab dengan
menit
Tanggung
siswa mengenai kegiatan bercerita b. Siswa diberi penjelasan oleh guru tentang definisi bercerita dan teknik bercerita dengan baik c. Siswa diberi penjelasan tentang boneka tangan, fungsi boneka tangan, dan cara penggunaan media boneka
Jawab
79
tangan d. Guru menjelaskan pembelajaran bercerita dengan boneka tangan e. Siswa dibagikan contoh cerita sebagai acuan siswa f. Siswa memperhatikan guru yang memberi
contoh
bercerita dengan boneka tangan g. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok 5-6 siswa h. Guru memberikan tugas kepada semua kelompok untuk bercerita didepan kelas dengan tema “Liburan” secara berkelompok dengan boneka tangan i. Siswa secara bergantian bercerita di depan kelas secara berkelompok 3.
Penutup
Curah
10
Keaktifan
a. Guru bersama siswa
pendapat
menit
Tanggung
menyimpulkan
Arahan
pelajaran b. Refleksi: siswa mengungkapan
jawab Ketaqwaan
80
kesan atau kesimpulannya kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan c. Informasi tentang materi pertemuan berikutnya e. Berdoa
Pertemuan kedua No. 1.
Kegiatan Pembelajaran
Metode/Strategi
waktu
Pendahuluan
Arahan
10
Ketaqwaan
a. Berdoa
Tanya
menit
Kedisiplinan
b. Mengecek kehadiran siswa
jawab
Motivasi
c. Apersepsi: apa yang sudah
Arahan
Tanggung
dipelajari
karakter
Jawab
pada pertemuan sebelumnya d. Menginformasikan KD, indikator, dan tujuan pembelajaran 2.
Kegiatan inti
Tanya
80
a. Guru dan siswa melakukan
jawab
menit
Tanya jawab
Penugasan
mengenai kegiatan bercerita b. Guru tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan dalam penggunaan media boneka tangan c. Siswa melanjutkan bercerita di
Keaktifan
81
depan kelas secara bergantian d. Guru melakukan pengamatan secara menyeluruh kepada semua siswa yang bercerita di depan kelas e. Siswa diberi penguatan tentang materi yang telah diberikan 3.
Penutup
Curah
10
Keaktifan,
a. Refleksi: siswa mengungkapan
pendapat
menit
Tanggung
kesan
Arahan
mereka dalam bercerita di depan
jawab Ketaqwaan
kelas dengan boneka tangan b. Guru memberi informasi tentang materi pertemuan berikutnya c. Berdoa
Media dan Sumber Belajar 1. Media dan alat a. Spidol Boardmarker b. Penghapus c. Boneka tangan d. Contoh cerita 2. Sumber a. Nurhadi, dkk. 2007. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VII. Jakarta Erlangga, hal 93. b. Indrawati, dkk. 2008. Aktif Berbahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII.
82
c. Maryati, dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas d. Pratiwi, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama Kelas Penilaian Teknik : pengamatan Bentuk : lembar pengamatan dan pedoman penilaian Soal/instrumen : Berceritalah di depan kelas dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Bentuklah kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa. 2. Memperhatikan langakah-langkah bercerita. 3. Memperhatikan teknik bercerita yang baik. 4. Cerita dikembangkan sesuai tema yang telah ditentukan. 5. Berceritalah di depan kelas, dengan media boneka tangan 6. Tokoh bebas, namun sesuai boneka yang disediakan 7. Tema “Liburan Rubrik penilaian keterampilan bercerita siswa No.
Aspek yang dinilai
Skala Skor 1
1
Volume suara
2
Penempatan tekanan dan nada
3
Penguasaan cerita
4
Sikap penghayatan cerita
5
Pilihan kata
2
3
4
Jumlah Skor Jakarta. April 2014 Guru Mata Pelajaran,
Peneliti,
Dra. Fahria Rahmida
Sulastri
Lampiran 2: Pedoman Penilaian Keterampilan Bercerita
5
83
No. Aspek Penilaian 1. Volume
2.
Pelafalan
3.
Keterampilan mengembangkan ide
Indikatro Skor Sangat baik: Volume sudah terdengar oleh 100 seluruh pendengar secara jelas dan lantang Baik: Volume sudah terdengar oleh seluruh 80 pendengar Cukup: Volume terdengar tapi belum 60 terdengar oleh seluruh pendengar Kurang: Volume tidak terlalu terdengar 40 dan tidak jelas Sangat kurang: Volume sama sekali tidak 20 terdengar Sangat baik: Pelafalan fonem sangat jelas, 100 tidak terpengaruh dialek, intonasi sangat jelas Baik: Pelafalan fonem jelas, tidak 80 terpengaruh dialek, intonasi jelas Cukup: Pelafalan fonem cukup jelas, 60 sedikit terpengaruh dialek, intonasi cukup jelas Kurang: Pelafalan fonem kurang jelas, 40 terpengaruh dialek, intonasi kurang jelas Sangat kurang: Pelafalan fonem tidak 20 jelas, sangat terpengaruh dialek, intonasi tidak jelas Sangat baik: Cerita dikembangkan secara 100 kreatif tanpa keluar dari tema. Alur, tokoh, dan setting terkonsep dengan jelas dan menarik. Amanat cerita sesuai dengan tema. Baik: Cerita dikembangkan secara kreatif 80 tidak keluar dari tema. Alur, tokoh, dan setting terkonsep dengan jelas namun kurang menarik. Amanat cerita sesuai dengan tema. Cukup: Cerita dikembangkan dengan 60 cukup kreatif, tidak keluar dari tema. Setting dan tokoh terkonsep jelas, namun alur kurang terkonsep dengan jelas. Amanat cerita cukup sesuai dengan tema. Kurang: Cerita dikembangkan dengan 40 kurang kreatif dan tidak keluar dari tema. Alur, setting, tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat cerita kurang sesuai dengan tema Sangat kurang: Cerita tidak dikembangkan 20 dengan baik. Alur, setting, dan tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat cerita tidak
84
4.
5.
Sikap penghayatan cerita
Pilihan Kata
sesuai dengan tema. Sangat baik: Mimik, gerak, dan suara sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan, ada improvisasi terhadap mimik, gerak dan suara, dan improvisasi yang dilakukan sangat tepat dan tidak berlebihan Baik: Mimik, gerak dan suara sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan, ada improvisasi trhadap mimik, gerak, dan suara Cukup: Mimik, gerak dan suara cukup sesuai dengan karakter tokoh, tidak ada improvisasi terhadap mimik, gerak dan suara Kurang: Mimik, gerak dan suara tidak sesuai dengan karakter tokoh dan tidak punya improvisasi Sangat kurang: mimik, gerak-gerik dan suara tidak sesuai dengan karakter tokoh dalam cerita Sangat baik: Penggunaan kata-kata, istilah sesuai dengan tema dan karakter tokoh, terdapat variasi dalam pemilihan kata Baik: Penggunaan kata-kata, istilah sesuai dengan tema dan karakter tokoh, kurang terdapat variasi dalam pemilihan kata Cukup: Penggunaan kata-kata, istilah sesuai dengan tema dan karakter tokoh, tidak ada variasi dalam pemilihan kata Kurang: Penggunaan kata-kata, istilah kurang sesuai dengan tema dan karakter tokoh, tidak ada variasi dalam pemilihan kata Sangat kurang: penggunaan kata-kata, istilah tidak sesuai dengan tema dan karakter tokoh, tidak ada variasi dalam pemilihan kata
100
80
60
40
20
100
80
60
40
20
85
Lampiran 3: Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pratindakan
A. Bagi Guru
1. Menurut Ibu, bagaimana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang telah Ibu lakukan selama ini? 2. Selama ini apakah Ibu menggunakan metode atau media dalam pembelajaran keterampilan bercerita? 3. Apakah Ibu mengalami kesulitan saat mengajarkan keterampilan bercerita? 4. Apabila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lain, bagaimana kecenderungan nilai yang diperoleh siswa Bu? 5. Selama ini, apakah siswa antusian ketika melaksanakan proses keterampilan bercerita di kelas? 6. Menurut Ibu, apa saja kelemahan yang terjadi pada siswa ketika pembelajaran bercerita? 7. Pernahkah media boneka tangan digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita? 8. Menurut Ibu, bagaimana jika kita memanfaatkan media tersebut untuk keterampilan bercerita?
B. Bagi Siswa
1.
Bagaimana
pendapatmu
tentang
cara
mengajar
ibu
guru
ketika
menyampaikan materi tentang keterampilan bercerita kepada siswa? 2.
Bagaimana suasana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang telah berlangsung selama ini?
3.
Menurutmu, apakah keterampilan bercerita itu merupakan pelajaran yang mudah dilakukan? Apa alasanmu?
4.
Apakah Ibu guru pernah menggunakan media pembelajaran ketika mengajarkan materi keterampilan bercerita, media apa itu?
86
5.
Apakah kamu merasa tertarik dan termotivasi untuk belajar bercerit dengan media pembelajaran yang biasanya digunakan oleh Ibu guru?
6.
Selama proses pembelajaran bercerita, kamu aktif tidak? Apa alasannya?
7.
Apa yang kamu inginkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan materi keterampilan bercerita?
8. Bagaimana tanggapan kamu tentang boneka? 9. Pernahkah boneka digunakan oleh guru sebagai media dalam pembelajaran keterampilan bercerita? 10. Bagaimana pendapatmu apabila boneka tangan digunakan dalam proses belajar mengajar keterampilan bercerita?
87
Lampiran 4: Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pascatindakan
A. Bagi Guru 1. Menurut Ibu, apakah dengan media boneka tangan dapat membantu mengatasi kesulitan yang Ibu hadapi dalam pembelajaran keterampilan bercerita? 2.
Apa
yang
siswa
rasakan
dengan
pembelajaran
keterampilan
berceritadengan menggunakan media boneka tangan? 3.
Menurut
Ibu,
apa
siswa
merasa
bosan
atau
jenuh
saat
pembelajaranketerampilan bercerita dengan menggunakan boneka tangan? 4. Apakah
dengan
menggunakan
media
boneka
tangan
dapat
memacukeberanian siswa dalam bercerita? 5.
Apakah
Ibu
mengalami
hambatan
ketika
pembelajaran
keterampilanbercerita dengan menggunakan media boneka tangan?
B. Bagi Siswa
1. Apa yang kamu rasakan ketika pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka tangan? 2.
Bagaimana
tanggapanmu
setelah
melakukan
bercerita
dengan
menggunakan media boneka tangan? 3. Dengan boneka tangan, apakah kamu mejadi berani bercerita? 4. Apakah dengan menggunakan media boneka tangan dapat mengatasi kesulitanmu dalam bercerita? Misalnya rasa malu, tidak berani berceritadi depan kelas, grogi dan tidak ada ide untuk bercerita? 5.
Apa yang kamu rasakan dengan menggunakan media boneka tangan,apakah merasa asyik, senang atau jenuh? Berikan alasannya!
6. Adakah kendala atau kesulitan selama kamu melaksanakan pembelajaran bercerita dengan menggunakan media boneka tangan?
88
Lampiran 5 : Angket Pratindakan Kisi-kisi angket pratindakan
No.
Indikator
Nomor soal
1.
Pengetahuan awal siswa tentang bercerita
1, 2
2.
Kesukaan siswa dengan kegiatan bercerita
3, 5, 8
3.
Proses pembelajaran keterampilan bercerita
4, 6, 7
4.
Kemauan untuk maju
9, 10
Nama :............................................... No :.................................................... Jawablah pertanyaan ini dengan jujur. Jawabanmu tidak mempengaruhi nilai Bahasa Indonesia. 1. Apakah Anda mengetahui tentang apa itu kegiatan bercerita? a. Ya b. Tidak 2. Apakah bercerita itu sama dengan dongeng? a. Ya b. Tidak 3. Apakah Anda merasa senang mendapatkan tugas dari guru untuk bercerita di depan kelas? a. Ya b. Tidak Mengapa? 4. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda aktif berperan serta selama proses pembelajaran keterampilan bercerita berlangsung? a. Ya b. Tidak 5. Apakah Anda mengalami kesulitan menentukan ide cerita dalam pembelajaran keterampilan bercerita? a. Ya b. Tidak 6. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda memperhatikan dan konsentrasi selama proses pembelajaran berlangsung? a. Ya b. Tidak 7. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda berminat dan antusias selama proses pembelajaran berlangsung? a. Ya b. Tidak 8. Apakah Anda berani bercerita di depan kelas pada saat pembelajaran keterampilan bercerita? a. Ya b. Tidak 9. Menurut Anda, perlukah adanya suatu media yang digunakan untuk mendukung keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita? a. Ya b. Tidak 10. Apakah Anda menyukai boneka tangan? a. Ya b.Tidak
89
Lampiran 6: Angket Pascatindakan Kisi-kisi angket pascatindakan
No.
Indikator
No. Pertanyaan bercerita 1, 2, 3, 4, 5
2.
Keberhasilan pembelajaran keterampilan menggunakan media boneka tangan Interaksi siswa dalam bercerita
3.
Penilaian siswa terhadap media boneka tangan
7, 8, 9, 10
1.
6
Nama :............................................... No :.................................................... Jawablah pertanyaan ini dengan jujur. Jawabanmu tidak mempengaruhi nilai Bahasa Indonesia. 1. Menurut Anda, apakah pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan dapat mempermudah Anda dalam bercerita? a. Ya b. Tidak 2. Apakah Anda merasa senang mengikuti pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan? a. Ya b. Tidak 3. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda berminat dan antusias selama proses pembelajaran berlangsung? a. Ya b. Tidak 4. Pada saat Anda bercerita di depan kelas, Apakah Anda masih merasa malu,grogi dan tidak mempunyai ide cerita? a. Ya b. Tidak 5. Ketika mendapatkan tugas untuk bercerita dengan menggunakan media boneka tangan, apakah Anda merasa kesulitan? a. Ya b. Tidak 6. Pada saat teman Anda bercerita di depan kelas, apakah Anda mendengarkan dan mengamati cerita dari teman Anda? a. Ya b. Tidak 7. Apakah dengan menggunakan media boneka tangan dapat memotivasi Anda untuk bercerita di depan kelas? a. Ya b. Tidak 8. Apakah dengan menggunakan media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan Anda dalam bercerita? a. Ya b. Tidak 9. Menurut Anda, apakah kegiatan keterampilan bercerita menggunakan media boneka tangan perlu diterapkan dalam sekolah? a. Ya b. Tidak 10. Apakah pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan memberi kesan pada diri Anda? a. Ya b. Tidak
90
Lampiran : 7 Hasil Wawancara dengan Guru (Pratindakan) Hari/Tanggal wawancara
: Rabu
Tempat wawancara
: Ruang Guru Mts Yanusa
Keterangan : P : Peneliti (Sulastri) G : Guru (Ibu Dra. F. Rahmida)
Hasil Wawancara antara peneliti dan guru, sebagai berikut: P : “Menurut Ibu, bagaimana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang telah Ibu lakukan selama ini?” G :“Pembelajaran bercerita yang saya lakukan itu ya sesuai dengan silabus,saya menggunakan LKS dan buku paket yang disediakan pihak sekolah untuk mempermudah pembelajaran. Saya menerangkan semua materi berdasarkan yang ada di LKS dan buku paket. Masingmasing siswa saya anjurkan untuk mempunyai LKS untuk mengerjakan tugas. Pada saat prakteknya pun saya tidak menyediakan alat peraga secara khusus, saya membebaskan siswa untuk bercerita dengan alat peraga seadanya yang mereka buat sendiri, kalau tidak ada mereka bisa menggunakan pensil, buku begitu , ya sekreatifkreatifnya meraka lah”. P : “ Metode dan media apa yang Ibu gunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita?” G :” Biasanya saya cenderung menggunakan metode ceramah karena tidak dipungkiri siswa lebih dituntut untuk menguasai teorinya bukan prakteknya. Media yang saya gunakan ya dari buku paket dan LKS.”. P : “ Apa kesulitan yang Ibu hadapi dalam mengajarkan keterampilan bercerita?” G : “Kesulitan saya dalam proses pembelajaran keterampilan bercerita,ya itu siswa sangat susah diberi tugas untuk bercerita di depan kelas dengan alasan malu, grogi, dan tidak tahu mau bercerita apa. Medianya juga terbatas dari sekolah tidak menyediakan alat peraga”. P :” Bagaimana dengan kecenderungan nilai siswa untuk keterampilan berbicara khususnya dalam bercerita bila dibandingkan dengan jenis keterampilan berbahasa lainnya?”
91
G : “ Nilai siswa dalam keterampilan bercerita memang rendah bila dibandingkan dengan keterampilan bahasa yang lain. Ya karena siswa sangat sulit saat diberi tugas untuk bercerita di depan kelas itu”.
P : “Apakah selama ini siswa antusias ketika melaksanakan proses pembelajaran: keterampilan bercerita?” G :” Ya pada saat saya menerangkan teorinya siswa antusias, walaupun ada sebagian siswa yang kurang memperhatikan, itu wajar ya mbak. Tapi pada saat prakteknya sebagian besar siswa menolak untuk bercerita di depan kelas.” P : “Menurut Ibu, kelemahan-kelemahan seperti apakah yang terjadi ketik pembelajaran bercerita?” G : “ Seperti yang saya bilang tadi siswa itu cenderung tidak berani bercerita di depan kelas karena siswa malu, grogi, tidak tau apa yang mau diceritakan, dan banyak alesan lainnya”. P : “ Pernahkah media wayang boneka digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita? G : “ Belum pernah”. P : “Bagaimana tanggapan Ibu dengan memanfaatkan media wayang boneka dalam pembelajaran keterampilan bercerita?” G:
“Ya bagus itu, siswa bisa mendapatkan suasana pembelajaran yang baru. Medianya juga sudah sesuai dengan SK/KD kelas VII”.
92
Lampiran: 8 Hasil Wawancara dengan Siswa (Pratindakan) Hari/Tanggal wawancara
: Rabu/
Tempat wawancara
: Ruang Guru Mts Yanusa
Keterangan : P : Penelit (Sulastri) S : Siswa (Yns 8) Hasil Wawancara antara peneliti dan siswa, sebagai berikut: P : “Bagaimana pendapatmu tentang cara mengajar guru, maksudnya ketika menyampaikan penjelasan materi pelajaran keterampilan bercerita kepada siswa?” S : “Bu guru seringnya menjelaskan pelajaran dari buku paket atau LKS mbak”. P : “Gambarkan suasana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang berlangsung selama ini?” S : “Ya kebanyakan hanya mendengarkan penjelasan dari guru mbak, itu yang kadang bikin bosen mbak makanya bikin ngantuk, teman-teman yang lainnya juga kadang pada main sama ngobrol sendiri mbak apalagi anak laki-laki mbak berisik banget, bikin kelas jadi tambah ramai”. P : “Menurutmu, apakah keterampilan bercerita merupakan pelajaran yang mudah dilakukan? Beri alasannya!” S : “Susah banget mbak, kalau bercerita atau ngobrol sama temen-temen she gampang mbak, tapi kalo disuruh bercerita di depan kelas rasanya susah banget mbak, yak karena saya, malu sama teman-teman mbak”. P : “Media pembelajaran seperti apakah yang pernah digunakan oleh guru ketika mengajarkan materi keterampilan bercerita?” S : “Apa she ya mbak, biasanya disuruh ngerjain tugas di LKS aja mbak”. P : “Apakah kamu merasa tertarik dan lebih termotivasi untuk belajar bercerita dengan media pembelajaran yang biasanya digunakan oleh guru?” S : “Kurang tertarik mbak, soalnya hanya itu-itu saja dan biasanya Cuma menggunakan LKS dan buku paket aja mbak”. P : “Apakah kamu merasa aktif selama proses pembelajaran keterampilan bercerita? Beri alasannya!”
93
S : “Biasa saja mbak, kadang yang bercerita ke depan kelas hanya perwakilan mbak, gak semuanya maju bercerita”. P :“Apa yang kamu inginkan dari sebuah kegiatan belajar mengajar dengan materi keterampilan bercerita?” S : “Ya saya bisa bercerita di depan umum mbak, kalo sering belajar kan lamalama malunya ilang mbak”. P : “Bagaimana pendapatmu tentang wayang boneka?” S : “Ya boneka to mbak? Bagus mbak”. P : “Pernahkah wayang boneka digunakan oleh guru sebagai media dalam pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan alat peraga?” S :“Belum pernah lah mbak, biasanya pake alat peraga seadanya, atau disuruh membuat mbak”. P :“Bagaimana pendapatmu bila wayang boneka digunakan dalam proses belajar mengajar keterampilan bercerita?” S : “Pastinya sangat setuju mbak, biar ada suasana baru gak membosankan mbak”.
94
Lampiran : 9 Hasil Wawancara dengan Guru (Pascatindakan) Hari/Tanggal wawancara
: Sabtu/
Tempat wawancara
: Ruang Guru Mts Yanusa
Keterangan : P : Peneliti (Sulastri) G : Guru (Ibu Dra. F. Rahmida) Hasil Wawancara antara peneliti dan guru, sebagai berikut: P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka dapat mengatasi kesulitan yang Ibu hadapi dalam pembelajaran bercerita?” G : “Ya cukup membantu sekali mbak, siswa tidak lagi bingung menentukan atau mencari alat peraga untuk cerita yang mereka bawakan. Menurut saya, media wayang boneka juga sangat memotivasi siswa dalam bercerita, siswa yang dulunya kurang antusias dan males-malesan bisa menjadi lebih antusias dan dapat menjadi siswa yang aktif saat proses pembelajaran”. P : “Menurut Ibu, apa yang siswa rasakan dengan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media wayang boneka?” G :”Ya menurut pengamatan saya, siswa merasa senang dengan pembelajaran bercerita dengan media wayang boneka, mereka belajar sambil bermain”. P : “Apakah siswa merasa bosan atau jenuh dalam pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media wayang boneka?” G : “Ya seperti yang kita lihat selama pembelajaran bercerita menggunakan media itu mbak, siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran bercerita bila dibandingkan dengan sebelum pakai media mbak”. P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka tersebut dapat memacu keberanian siswa dalam bercerita?” G : Seperti yang saya katakan tadi mbak, siswa lebih berani untuk maju bercerita di depan kelas, mungkin karena siswa merasa tidak canggung lagi, yang mereka rasakan seperti bermain boneka. P :”Apakah ada hambatan yang dihadapi ketika bercerita menggunakan media wayang boneka?” G :”Alhamdulillah selama proses pembelajaran bercerita saya belum mengalami hambatan mbak, menurut saya media wayang boneka itu bagus, dapat memacu keberanian siswa untuk tampil bercerita”Lampiran :10
95
Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Siswa (Pascatindakan) Hari/Tanggal wawancara : Senin/ Tempat wawancara : Ruang Guru Mts Yanusa Keterangan : P : Peneliti (Sulastri) S : Siswa (Yns 8) Hasil Wawancara antara peneliti dan siswa, sebagai berikut. P : “Apa yang kamu rasakan ketika pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media wayang boneka?” S : “Saya sendiri senang mbak, wayangnya lucu-lucu mbak, apalagi Dewi Shinta mbak, cantik banget. Saya jadi senang belajar bercerita kalau menggunakan wayang boneka seperti itu”. P : “Bagaimana tanggapan kamu setelah malakukan kegiatan bercerita dengan menggunakan media wayang boneka?” S : “Medianya dapat membantu saya untuk lebih berani bercerita mbak, saya tidak malu, soalnya saya seperti bermain”. P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka keberanian kamu bertambah?” S : “Ya tadi itu mbak, saya jadi lebih berani bercerita di depan kelas nggak takut lagi”. P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka dapat mengatasi kesulitan kamu dalam bercerita? Misalnya rasa malu, tidak berani bercerita di depan kelas, grogi untuk bercerita?” S : “Menurut saya bisa mbak, saya melihat teman-teman jadi pada berani bercerita di depan kelas”. P : “Apa yang kamu rasakan dengan menggunakan media wayang boneka ini, apakah merasa asyik, senang atau jenuh? alasannya apa?” S : “Ya tentunya mbak, ada suasana baru mbak, jadi nggak bosen deh mbak”. P : “Apakah kendala atau kesulitan selama kamu melaksanakan pembelajaran bercerita dengan menggunakan media wayang boneka?” S : “Kesulitan she nggak ada mbak, tapi itu loh mbak teman-teman sering menertawakan kalau melihat teman yang lagi bercerita lupa dengan ceritanya”.
96
Lampiran : 11
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SIKLUS II (PERTEMUAN I, dan II)
Sekolah
: Mts. Yanusa
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: VII/1
Standar Kompetensi
: 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita
Kompetensi Dasar
: 6.2 Bercerita denga alat peraga
Alokasi Waktu
: 5 x 45 menit
Indikator : 1. Mampu menentukan pokok-pokok cerita 2. Mampu merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik 3. Mampu bercerita dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita Tujuan Pembelajaran : 1. Siswa dapat menentukan pokok-pokok cerita 2. Siswa dapat merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik 3. Siswa dapat bercerita menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita Materi Pembelajaran : 1. Pengertian bercerita 2. Langkah-langkah bercerita 3. Teknik bercerita yang tepat 4. Definisi boneka tangan (materi bercerita yang tepat)
97
Metode Pembelajaran 1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Demonstrasi
Kegiatan Pembelajaran : Kegiatan pertama No. 1.
Kegiatan Pembelajaran
Metode/Strategi
Waktu
Karakter
Pendahuluan
Arahan
10
Ketaqwaan
a. Berdoa
Tanya jawab
menit
Kedisiplinan
b. Mengecek kehadiran siswa
Motivasi
c. Apersepsi: kemukakan apa
Tanggung
yang kalian
Jawab
ketahui tentang bercerita d. Menginformasikan KD, indikator, dan tujuan pembe lajaran 2.
Kegiatan inti
80
Keaktifan
a. Guru bertanya jawab dengan
menit
Tanggung
siswa mengenai kegiatan bercerita b. Siswa diberi penjelasan oleh guru tentang definisi bercerita dan teknik bercerita dengan baik c. Siswa diberi penjelasan tentang boneka tangan, fungsi boneka tangan, dan cara
Jawab
98
penggunaan media boneka tangan d. Guru menjelaskan pembelajaran bercerita dengan boneka tangan e. Siswa dibagikan contoh cerita sebagai acuan siswa f. Siswa memperhatikan guru yang memberi
contoh
bercerita dengan boneka tangan g. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok 5-6 siswa h. Guru memberikan tugas kepada semua kelompok untuk bercerita didepan kelas dengan tema “Liburan” secara berkelompok dengan boneka tangan i. Siswa secara bergantian bercerita di depan kelas secara berkelompok 3.
Penutup
Curah
10
Keaktifan
a. Guru bersama siswa
pendapat
menit
Tanggung
menyimpulkan
Arahan
pelajaran
jawab Ketaqwaan
99
b. Refleksi: siswa mengungkapan kesan atau kesimpulannya kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan c. Informasi tentang materi pertemuan berikutnya e. Berdoa
Pertemuan kedua No. 1.
Kegiatan Pembelajaran
Metode/Strategi
waktu
Pendahuluan
Arahan
10
Ketaqwaan
a. Berdoa
Tanya
menit
Kedisiplinan
b. Mengecek kehadiran siswa
jawab
Motivasi
c. Apersepsi: apa yang sudah
Arahan
Tanggung
dipelajari
karakter
Jawab
pada pertemuan sebelumnya d. Menginformasikan KD, indikator, dan tujuan pembelajaran 2.
Kegiatan inti
Tanya
80
a. Guru dan siswa melakukan
jawab
menit
Tanya jawab
Penugasan
mengenai kegiatan bercerita b. Guru tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan dalam penggunaan media boneka tangan
Keaktifan
100
c. Siswa melanjutkan bercerita di depan kelas secara bergantian d. Guru melakukan pengamatan secara menyeluruh kepada semua siswa yang bercerita di depan kelas e. Siswa diberi penguatan tentang materi yang telah diberikan 3.
Penutup
Curah
10
Keaktifan,
a. Refleksi: siswa mengungkapan
pendapat
menit
Tanggung
kesan
Arahan
mereka dalam bercerita di depan
jawab Ketaqwaan
kelas dengan boneka tangan b. Guru memberi informasi tentang materi pertemuan berikutnya c. Berdoa
Media dan Sumber Belajar 1. Media dan alat a. Spidol Boardmarker b. Penghapus c. Boneka tangan d. Contoh cerita 2. Sumber a. Nurhadi, dkk. 2007. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VII. Jakarta Erlangga, hal 93.
101
b. Indrawati, dkk. 2008. Aktif Berbahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII. c. Maryati, dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas d. Pratiwi, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama Kelas Penilaian Teknik : pengamatan Bentuk : lembar pengamatan dan pedoman penilaian Soal/instrumen : Berceritalah di depan kelas dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Bentuklah kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa. 2. Memperhatikan langakah-langkah bercerita. 3. Memperhatikan teknik bercerita yang baik. 4. Cerita dikembangkan sesuai tema yang telah ditentukan. 5. Berceritalah di depan kelas, dengan media boneka tangan 6. Tokoh bebas, namun sesuai boneka yang disediakan 7. Tema “Liburan Rubrik penilaian keterampilan bercerita siswa No.
Aspek yang dinilai
Skala Skor 1
1
Volume suara
2
Penempatan tekanan dan nada
3
Penguasaan cerita
4
Sikap penghayatan cerita
5
Pilihan kata
2
3
4
Jumlah Skor Jakarta. April 2014 Guru Mata Pelajaran,
Peneliti,
Dra. Fahria Rahmida
Sulastri
5
102
Lampiran : 12 Catatan Lapangan Siklus I CATATAN LAPANGAN
Hari/ Tanggal : Rabu, 7 Mei 2014 Siklus/ Pertemuan : Siklus I/ 1 Waktu : 11.30-12.50 Materi : Bercerita Jumlah Siswa : 20 Siswa
Terlihat dari ruang guru siswa kelas VII masih berada di luar kelas walau bel jam istirahat telah berakhir. Siswa-siswa masih asik dengan kegiatan mereka sendiri, belum menyiapkan pelajaran beikutnya. Mereka tetap saja seperti hari-hari biasa, walau saat itu sedang panas terik , namun ada juga yang hanya duduk malasmalasan di depan kelas. Guru dan peneliti segera menuju kelas, pada saat guru dan peneliti terlihat oleh siswa, mereka segera berebut masuk ruang kelas. Siswa di dalam kelas mulai menata sesuai dengan tempat duduk mereka. Pelajaran dimulai tepat pukul 11.30. pelajaran pun segera dibuka oleh guru dengan mengucapkan salam, dan mengucapkan selamat berjumpa kembali. Ibu guru kemudian bertanya kepada siswa masih semangatkah untuk belajar walau cuaca sangat terik. Siswa serentak menjawab “masih buu”, dengan nada yang sangat lemas. Ibu guru mulai meminta siswa menyiapkan buku pelajaran bahasa Indonesia. Setelah semua siap untuk mengikuti pelajaran, guru menjelaskan kompetensi dasar yang akan di ajarkan masih sama dengan pertemuan yang kemarin, “Anak-anak, hari ini kalian akan mempelajari materi bercerita tapi dengan suasana yang berbeda”. Anak-anak menjawab “Suasana berbeda seperti gimana bu?”. Guru menjelaskan bahwa siswa akan merasakan perbedaannya nanti saat akan memulai bercerita di depan kelas. Guru terlebih dahulu menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan belajar bercerita yaitu menyiapkan boneka tangan. Dengan antusias siswa memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru. Sebelumnya guru memberikan lagi pertanyaan tentang materi yang berkaitan dengan bercerita. “Siapa yang tahu apa pngertian bercerita? Beberapa siswa mengacungkan jari
103
mereka, lalu guru menunjuk salah satu siswa. Siswa pun menjawab dengan benar. Tanya jawab pun selesai, lalu guru mulai masuk ke materi tentang bercerita. Siswa mulai antusias mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Namun, ada beberapa siswa yang masih bicara dengan teman, tertawa-tawa, dan bercanda dengan teman sebelahnya. Penjelasan yang diberikan oleh guru akhirnya selesai, guru kemudian membagikan lembar kertas yang berupa contoh cerita, yang dapat dijadikan untuk bercerita dengan media boneka tangan. Semua siswa sangat antusias memperhatikan contoh guru saat bercerita dengan boneka tangan. Mereka terlihat senang dengan media itu, dan antusias untuk segera bercerita. Setelah selesai memberikan contoh kepada siswa, kemudian guru membagi kelompok dengan jumlah seperti kemarin, namun beda kelompok. Mendengar perintah dari guru, siswa ada yang sedikit mengeluh, karena mereka tau, pasti akan diberi tugas untuk bercerita kembali. Namun, ada beberapa siswa yang semangat untuk segera membuat cerita tersebut. Ternyata siswa masih seperti kemarin, mereka tidak segera membuat kelompok, akhirnya guru turun tangan lagi untuk membagi kelompok. Setelah kelompok terbentuk, guru memberitahu siswa agar membuat cerita dengan tema “Cerita fabel”. Belum selesai guru bicara, siswa sudah mengeluh lagi. Kemudian guru sedikit bicara dengan nada tinggi, sehingga siswa diam dan segera menjalankan perintah guru. Saat mereka membuat cerita, ada yang diam, ada yang jalan-jalan, ada yang bermain, namun tidak sedikit juga yang serius untuk membuat cerita. Guru berjalan mengelilingi siswa, untuk membantu siswa jika ada yang mau bertanya. Pada siklus ini guru memberi tugas untuk membuat cerita dengan tema “Cerita Fabel”, guru memberi batas-batas dalam membuat ceritanya, yaitu tokohnya harus sesuai dengan boneka yang berkarakter hewan atau binatang yang telah disediakan. Boneka yang disediakan terdiri dari karakter kelinci, tikus, kodok, itik, dan monyet Setelah beberapa diberi waktu untuk mengerjakan, sekarang saatnya mereka bercerita di depan kelas menggunakan boneka tangan untuk dinilai. Namun, setiap diperintah oleh Ibu guru, siswa selalu beralasan belum selesai mengerjakan, karena itu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melanjutkan merangkai cerita. Beberapa menit kemudian siswa diperintah lagi, tapi alasan mereka masih sama, mereka selalu
104
menjawab, “belum bu!”. Namun Ibu guru tidak percaya, kemudian segera berkeliling melihat hasil cerita siswa, ternyata, semua kelompok telah selasai mengerjakan. Guru segera memerintah siswa untuk bercerita,dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bercerita tanpa diundi kelompok seperti pratindakan, namun ternyata sama saja, mereka hanya diam, dan saling pandang dengan kelompok lain. Lalu guru mengambil alternatif seperti kemarin dengan mengundi kelompok. Guru dibantu peneliti segera menyiapkan kertas undian untuk mengundi urutan kelompok yang bercerita. Siswa sedikit takut saat melihat guru dan peneliti membuat kertas undian, kemudian perwakilan setiap kelompok mengambil kertas satu. Semua siswa yang membuka kertas ada yang senang, namun ada pula yang menggerutu “haduhhhhh, gimana nih!”, itu pertanda kelompok itu mendapat nomer awal. Kelompok pertama segera menyiapkan ceritanya dan mengambil boneka tangan untuk belajar menggunakannya. Mulailah mereka bercerita, siswa yang lain antusias untuk mendengarkan dan memperhatikan teman yang bercerita dengan boneka tanga. Kelompok satu terdiri dari Yns4, Yns6, Yns11, Yns8 dan Yns2. Mereka bercerita tentang kelinci pembohong, mereka terlihat masih sedikit malu untuk bercerita. Namun mereka cukup lancar saat bercerita, volume suara juga sudah lebih keras dibanding dengan waktu sebelum diberi tindakan. Saat menggunakan boneka tangan, Yns11 agak sedikit kesulitan, mungkin karena belum pernah menggunakannya jadi agak sedikit kesulitan. Beda dengan
yns4 dia terlihat lebih mahir dalam
menggunakannya, cukup tenang namun cerita dapat di terima oleh pendengar. Siswa lain segera memberi tepuk tangan saat kelompok 1 sudah selesai bercerita. Guru lalu bertanya, apa ada kesulitan dalam pemakainnya, lalu serentak kelompok satu menjawab “tidak”. Kelompok 2 segera mengambil boneka sesuai tokoh yang mereka pilih, dan langsung menyiapkannya. Kelompok 2 terdiri dari Yns12, Yns15, Yns1, Yns5, dan. Yns7 Mereka maju ke depan kelas dengan semangat sekali. Namun, alangkah senangnya, ketika bel tanda selesai pelajaran berbunyi, kelompok 2 bersorak-sorak, karena pasti mereka akan bercerita pada pertemuan selanjutnya. Sebelum mengakhiri pelajaran hari itu, guru memberi tahu siswa, kelompok yang belum bercerita sekarang akan dilanjutkan pada pertemuan
105
selanjutnya. Guru mengharapkan cerita siswa pada pertemuan selanjutnya agar jauh lebih baik dan menarik. Kemudian pelajaran ditutup oleh guru dengan doa dan salam. Observer (Sulastri)
106
Lampiran : 13 CATATAN LAPANGAN SIKLUS I
Hari/ Tanggal : Sabtu, 10 Mei 2014 Siklus/ Pertemuan : Siklus I/ 2 Waktu : 07.00-08.20 Materi : Bercerita Jumlah Siswa : 20 Siswa Pelajaran bahasa Indonesia akan dimulai pukul 07.00, walaupun hari itu hari puasa. Guru mulai beranjak dan menuju kelas VII. Anak-anak sudah berada di dalam dan sudah siap untuk memulai pelajaran tanpa adanya kebisingan seperti hari-hari kemarin. Guru membuka pelajaran dengan berdoa bersama dan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menanyakan kabar siswa pada hari itu. Ternyata pagi itu semua siswa semangat sekali mengikuti pelajaran, dilihat dari jawaban mereka setelah ditanya kabar oleh guru, siswa dengan serentak dan semangat menjawab pertanyaan guru. Guru meminta siswa untuk menyiapkan buku pelajaran mereka, karena pelajaran akan segera dimulai. Siswa pun segera mengeluarkan buku mereka beserta alat tulis dan siap untuk mengikuti pelajaran. Kali ini, guru melanjutkan penjelasan tentang pertemuan sebelumnya, yaitu tentang bercerita dengan alat peraga. Guru kembali memberitahu tentang kompetensi dasar agar siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran. Guru memberikan pertanyaan tentang materi yang diberikan kemarin yaitu tentang pengertian bercerita dan teknik bercerita yang tepat. Satu persatu siswa yang ditunjuk guru mampu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Guru segera melanjutkan dengan mengulang materi yang telah disampaikan kemarin guna mengingatkan lagi kepada siswa agar siswa tidak mudah lupa. Setelah selesai mengulang materi kemarin, guru meminta siswa untuk melanjutkan bercerita di depan kelas seperti kemarin sesuai dengan no. Undian. Kelompok 2 pun segara mengambil boneka tangan, walaupun terlihat agak sedikit kurang semangat. Lalu mereka segera memulai cerita yang telah mereka rangkai dari
107
tema yang sudah ditentukan. Judul dari cerita yang mereka buat adalah “kebaikan berbuah kebaikan ”. Saat bercerita, yang sangat menarik perhatian semua yaitu Yns12, dia lihai sekali dalam menggunakan boneka tangan, suaranya pun sesuai dengan tokoh boneka yang ia mainkan. Berbeda dengan Yns7, dia tinggi besar namun suaranya sangat lirih dan pemalu, sedangkan yang jadi narator dalam kelompok ini adalah Yns5. Yns5 suaranya sudah cukup terdengar sampai belakang, walau terkadang kalau teman yang lain sedang ribut suara narrator menjadi hilang. Kelompok 2 sudah cukup bagus dalam merangkai pokok-pokok cerita menjadi sebuah cerita yang menarik, namun sayangnya mereka terlihat kurang kompak saat bercerita. Dengan spontan kelompok 3 berdiri dan segera mengambil boneka yang telah disediakan untuk mempersiapkan diri. Kelompok 3 terdiri dari Yns10, Yns16, Yns17, Yns20, dan Yns3, yang menjadi narator dari kelompok ini adalah Yns10. Suara narator lumayan terdengar hingga seluruh kelas, sehingga siswa lainnya menjadi antusias untuk mendengarkan cerita dari kelompok 3. Dari kelima siswa ini yang volume suara dan sikap penguasaan cerita paling rendah adalah Yns16. Dia selalu menundukkan kepala, dan selalu membaca teks yang dia bawa. Lain halnya dengan Yns20, dia begitu terampil menggunakan boneka tangan, walaupun dia seorang perempuan, namun suaranya cukup keras. Cerita dari kelompok 3 berjudul “Liburan Keluarga binatang”, yang menceritakan bahwa keluarga binatang sedang berlibur di taman. Setelah kelompok 3 selesai, dilanjutkan dengan kelompok 4 yang terdiri dari Yns8, Yns9, Yns13, Yns14, dan Yns19. Narator kelompok ini adalah Yns13. Kali ini judul cerita dari kelompok 4 adalah “Liburan ke Lereng Merapi”. Mereka sangat kompak dalambercerita, kerjasama merek pun bagus, dari saat membuat cerita, sampai bercerita di depan kelas. Siswa yang paling bersemangat saat bercerita adalah Yns8, dia berbadan besar, hitam, dan cukup percaya diri saat bercerita. Suaranya keras, sehingga semua siswa mendengar suaranya. Ekpresi tokohnya pun dia bisa, saat tokoh marah, suaranya pun pas. Namun sayang cerita mereka terlalu singkat, sehingga isi cerita tidak terlalu menarik, tapi tetap terdapat amanat. Setelah kelompok 4 selesai, Ibu guru bertanya kepada siswa apakah ceritanya akan dilanjutkan atau tidak, karena ada beberapa siswa yang bermain dan bicara
108
dengan teman yang lain, ibu gurupun menghentikan pembelajaran sampai pukul 12.30 Observer Lampiran : Catatan Lapangan Siklus II
CATATAN LAPANGAN Hari/ Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014 Siklus/ Pertemuan : Siklus II/ 1 Waktu : 11.30-12.50 Materi : Bercerita Jumlah Siswa : 20 Siswa
Siang itu, pelajaran ke-7 kelas VIIB adalah pelajaran Bahasa Indonesia, anak-anak suadah bersiap-siap untuk mengikuti pelajaran selanjutnya setelah sebelumnya mereka istirahat. Guru menuju ruangan kelas VIIB yang akan digunakan sebagai tempat berlangsungnya belajar mengajar. Guru masuk kelas dan terkejut melihat siswa yang sudah menyiapkan buku pelajaran tanpa harus disuruh oleh guru. Sebelum memulai pelajaran guru terlebih dahulu menyiapakan perelatan yang akan digunakan dalam pelajaran. Guru dibantu peneliti menyiapakn boneka tangan untuk ditata di atas meja. Kelas saat itu tidak seperti biasanya, anak banyak diam memperhatikan guru walau masih ada satu atau dua siswa yang berbicara dengan temannya, namun sebagian besar siswa memperhatikan guru. Boneka tangan telah selesai disiapkan, guru segera memulai pelajaran dengan mengucapakan salam dan seperti biasanya menanyakan keadaan siswa saat itu, bagaimana sussana hati ssiwa. “Anak-anak, bagaimana keadaan kalian hari ini, masih semangat atau tidak untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia?”. Baik Bu, masih semangat serentak anak-anak menjawab pertanyaan guru. Mendengar itu semua, guru menjadi senang dan guru juga berpesan kepada semua siswa,”walaupun kalian belajar pada siang yang panas kalian harus tetap semangat untuk belajar, jangan jadikan cuaca panas sebagai penghambat kalian belajar!!” Semua siswa pun segera menjawab,”iya
buuu!!”. Guru pun segera memulai
109
pelajaran, karena Ibu guru ingin setiap proses pembelajaran berjalan santai, namun materi tetap bisa di terima dengan baik oleh semua siswa. Guru memberitahukan pelajaran masih tentang bercerita dengan alat peraga, dan guru juga ingin mengetahui apakah siswa benar-benar sudah paham tentang bercerita dengan alat peraga yaitu boneka tangan. Guru juga memberi tahu, tentang hal-hal yang perlu diperbaiki lagi saat bercerita dengan boneka tangan. Siswa pun menjadi antusias memperhatikan guru dalam menerangkan pelajaran. Guru segera menerangkan materi, walaupun materi sudah di jelaskan saat pertemuan sebelumnya. Materi diberikan berulang-ulang agar siswa semakin menguasai tentang bercerita, dan mendapat hasil optimal. Proses pembelajaran pada hari itu langsung aktif dan interaktif. Suasana kelas begitu hidup karena guru dan siswa saling tanya jawab tentang materi, misalnya saja Yns2, Yns12, dan Yns18, mereka sangat aktif bertanya kepada guru. Tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, yang hanya dua tiga siswa yang aktif bertanya. Suasana kelas sangat ramai riuh, namun karena membahas tentang bercerita dan boneka tangan. Setelah semua merasa jelas dan mengerti, guru segera memberikan tugas. Tugas kali ini sama dengan siklus sebelumnya, dari anggota kelompok dan tema sama dengan siklus sebelumnya yaitu dengan tema “Cerita fabel”. Hanya saja hasil cerita pada siklus sebelumnya diperbaiki lagi, menjadi cerita yang lebih menarik, sesuai dengan teknik bercerita yang baik. Semua siswa sangat antusias sekali untuk segera memperbaiki hasil cerita kemarin, dan mereka segera berkumpul dengan kelompok. Suasana siswa tampak tenang, tidak seperti pertemuan sebelumnya. Guru berjalan berkeliling kelas untuk membantu siswa jika siswa merasa kesulitan. Yns9 tiba -tiba memanggil guru, dan bertanya, “Bu, apakah tokohnya boleh sama dengan yang kemarin?”Guru langsung menjawab,”iya, tokohnya sama, kalian hanya memperbaiki ceritanya saja, misalnya alur atau setingnya saja diperbaiki menjadi cerita yang menarik dan jelas.” Kemudian Yns9 kembali melanjutkan merangkai cerita dengan kelompoknya. Ternyata masih ada siswa yang hanya berbicara dengan temannya, misalnya saja Yns3, Yns17, dan Yns11, mereka sering bicara, bersendau gurau. Setelah selesai memperbaiki cerita, mereka segera belajar untuk bercerita, karena guru menyarankan agar siswa tidak
110
membawa kertas catatan,kalau pun mau bawa hanya kertas kecil
saja. Suasana
kelas sangat ramai, karena mereka belajar bercerita. Beberapa kemudian, guru memerintahkan agar siswa segera bercerita di depan kelas. Kali ini, guru telah mempersiapkan undian, karena jika urutan bercerita sama dengan silklus sebelumnya, kelompok terakhir akan menyepelekan dan tidak mau belajar bercerita. Perwakilan kelompok segera mengambil undian dan membuka kertas itu. Tampaknya mereka sudah tidak takut lagi untuk bercerita, tampaknya mereka sudah benar-benar siap, karena raut wajah mereka biasa-biasanya saja walau kelompok mereka mandapat undian no.1. Kelompok 1 segera mengambil boneka tangan, dan mulailah mereka bercerita, siswa yang lain antusias untuk mendengarkan dan memperhatikan teman yang bercerita dengan boneka tangan. Mereka terlihat lebih tenang, dari pada siklus sebelumnya. Kelompok 1 yang terdiri dari Yns4, Yns6, Yns11, Yns18, dan Yns2. Narator kelompok ini adalah yns4. Kali ini judul cerita dari kelompok 1 adalah “Kelinci pembohong”. Meraka sangat kompak dalam bercerita, kerjasama merek pun bagus, dari saat membuat cerita, sampai bercerita di depan kelas. Siswa yang paling bersemangat saat bercerita adalah Yns4, dia berbadan besar, hitam, dan cukup percaya diri saat bercerita. Suaranya keras, sehingga semua siswa mendengar suaranya. Ekpresi tokohnya pun dia bisa, saat tokoh marah, suaranya pun pas. Cerita mereka sudah lebih bagus dari pada sebelumnya, karena pada siklus sebelumya ceritanya terlalu singkat. Setelah kelompok 1 selesai, Ibu guru bertanya kepada siswa apakah ceritanya akan dilanjutkan atau tidak, karena ada beberapa siswa yang bermain dan bicara dengan teman yang lain. Kelompok 1 selesai, sekarang dilanjutkan kelompok 2. Mereka bersama-sama segera mengambil boneka tangan yang disediakan dimeja guru untuk mempersiapkan diri. Setelah semua siap, kemudian mereka segera memulai bercerita dengan alat peraga yaitu bonek tangan. Kelompok 2 terdiri dari 5 siswa, yaitu Yns1, Yns5 yns7, Yns12, dan Yns15 sedangkan yang menjadi narator kali ini adalah seorang siswa laki-laki, yaitu Yns12. Mereka mulai bercerita, semua siswa diam mendengar dan memperhatikan kelompok ini bercerita. Mungkin karena kelompok ini bercerita dengan menarik sehingga siswa lain memilih mendengarkan dari pada bermain sendiri. Suara
111
narator, yaitu Yns12 sangat lantang, mereka bercerita komunikatif sekali. Bahkan nampaknya mereka sudah tidak merasa grogi, karena mereka terlihat tenang dalam bercerita. Cerita dari kelompok ini cukup panjang, namun kami tidak merasakan bahwa cerita telah usai, karena kami sangat menikmati cerita mereka. Tidak terasa sudah pukul 12.45, tandanya bel tanda pelajaran selesai akan segera berbunyi. Guru memberi tahu kepada seluruh siswa, kelompok yang belum bercerita pada hari itu akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya. Guru mengharapkan cerita siswa pada pertemuan selanjutnya agar jauh lebih baik dan menarik. Kemudian pelajaran ditutup oleh guru dengan doa dan salam. Observer (Sulastri)
112
Lampiran : 14 CATATAN LAPANGAN SIKLUS II
Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 Mei 2014 Siklus/ Pertemuan : Siklus II/ 2 Waktu : 07.00-08.20 Materi : Bercerita Jumlah Siswa : 20 Siswa
Jam menunjukkan pukul 07.00 yang berarti pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII akan segera dimulai. Anak-anak sudah bersiap-siap dan bersemangat mengikuti pelajaran seperti pertemuan sebelumnya. Seperti biasa, guru menuju kelas VII dari ruang guru dan masuk kelas, seperti siswa semuanya tenang tidak ada lagi kegaduhan seperti biasanya. Guru memulai pelajaran dengan membuka salam dan menyapa kabar siswa seperti biasa serta memberikan beberapa motivasi dalam belajar. Hal itu dilakukan guna memberikan semangat siswa untuk belajar dan mengikuti setiap pelajaran. Guru memberitahukan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran kali ini masih sama dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya yaitu bercerita dengan alat peraga. Guru mulai bertanya jawab dengan siswa tentang materi yang telah diajarkan kemarin. Sepertinya sebagian besar siswa sudah menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru pada pertemuanpertemuan sebelumnya. Karena hampir semua pertanyaan guru dijawab oleh siswa. Siswa yang aktif bertanya misalnya saja Yns2, Yns9, Yns11, Yns12, Yns18, Yns15, Yns4, Yns6, Yns3, Yns5 dan Yns20. Setelah selesai tanya jawab tentang definisi bercerita, dan bagaimana bercerita dengan boneka tangan, guru langsung memerintahkan siswa untuk menjutkan bercerita di depan kelas. Kelompok 3 segera mempersiapkan diri, mengambil boneka tangan, dan segera mempersiapkan diri di depan kelas. Kelompok 3 terdiri dari Yns3, yns10, Yns16, Yns17 dan Yns20, anggota kelompok sama dengan kelompok siklus sebelumnya. Judulnya pun sama, yaitu tentang liburan keluarga binatang. Mereka lancar saat bercerita, volume suara juga sudah lebih keras disbanding dengan siklus
113
sebelumnya. Siswa Yns10 yang tadinya kesulitan dalam menggunakan boneka tangan, sekarang terlihat mahir dalam menggunakannya. Teman lain, yaitu Yns3 terlihat lebih mahir dalam menggunakannya, cukup tenang, volume suara pun terdengar hingga belakang. Narator yang tadinya volumenya kurang keras, sekarang suaranya sudah bisa terdengar, dia adalah Yns16. Begitu pula dengan Yns17,dan Yns20, mereka sangat menghayati cerita, pengucapan kata-kata juga tepat, sehingga cerita dapat didengar dengan baik. Beberapa lama kemudian, mereka selesai bercerita, dan mendapat tepuk tangan dari teman-temanya. Dari hasil pengamatan, selama bercerita, kelompok ini sudah lebih baik dari siklus sebelumnya, karena hampir semua aspek penilaian mereka bisa menguasai. Guru lalu bertanya, apa ada kesulitan dalam pemakainnya, lalu serentak kelompok satu menjawab “tidak”. Kelompok 4 segera mengambil boneka sesuai tokoh yang mereka pilih, dan langsung menyiapkannya. Kelompok 4 terdiri dari Yns8, Yns9, Yns13, Yns14, dan Yns19. Mereka maju ke depan kelas dengan semangat sekali. Lalu mereka segera memulai cerita yang telah mereka rangkai dari tema yang sudah ditentukan. Judul dari cerita yang mereka buat adalah “Liburan ”. Saat bercerita, yang sangat menarik perhatian semua yaitu Yns8, dia lihai sekali dalam menggunakan boneka tangan, suaranya pun sesuai dengan tokoh boneka yang ia mainkan. Ternyata S26 tidak mau kalah dengan dengan Yns8, dia mempunyai suara besar, sehingga suaranya mampu didengar oleh seluruh kelas, suaranya pun sesuai dengan tokoh yang diperankan. Sedangkan yang jadi narator dalam kelompok ini adalah Yns13. Yns13 suaranya sudah cukup terdengar sampai belakang, sudah lebih baik dari pada siklus sebelumnya. Kelompok 4 sudah cukup bagus dalam merangkai pokok-pokok cerita menjadi sebuah cerita yang menarik, saat bercerita pun sudah terlihat kompak, Tidak seperti tahap sebelumnya yaitu siklus I, aspek kelancaran saat bercerita sebagian besar kelompok ini sudah jarang sekali mengucap kata “ee” dan tersendat-sendat.
Observer (Sulastri)
114
Lampiran : 15 Skor Keterampilan Bercerita Siswa MTs. Yanusa Pondok Pinang Pratindakan Aspek yang di nilai
No. Subyek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-Rata Skor Ideal Presentase
VS
P
KMI
SPC
PK
40 60 60 60 40 60 40 60 60 40 60 60 60 60 80 60 60 60 60 40 1120 56 100 56%
40 40 40 60 40 60 40 60 60 40 40 60 40 40 60 40 40 60 60 60 980 49 100 49%
60 60 60 80 40 80 40 80 80 40 40 80 40 40 80 60 60 80 80 40 1220 61 100 61%
60 40 40 80 40 80 60 60 80 40 60 80 60 40 80 40 60 80 80 40 1200 60 100 60%
60 40 40 60 40 60 40 60 60 40 40 60 40 40 60 40 40 60 60 60 1000 50 100 50%
Keterangan : VS
: Volume Suara
P
: Pelafalan
KMI
: Keterampilan Mengembangkan Ide
SPC
: Sikap Penghayatan Cerita
PK
: Pilihan Kata
Jumlah
Rata-Rata
260 240 240 340 200 340 220 320 340 200 240 340 240 220 360 240 260 340 340 240 5520 276 500 55%
52 48 48 68 40 68 44 64 68 40 48 68 48 44 72 48 52 68 68 48 55,2
115
Lampiran : 16
Skor Keterampilan Bercerita Siswa MTs. Yanusa Pondok Pinang Siklus 1 Aspek yang di nilai
No. Subyek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-Rata Skor Ideal Presentase
Jumlah VS
P
KMI
SPC
PK
60 80 80 60 60 60 60 60 80 60 60 60 80 60 80 80 80 60 80 60 1380 69 100 69%
60 60 60 80 60 80 60 80 60 60 60 60 60 60 80 60 60 60 60 80 1300 65 100 65%
80 80 80 80 60 80 60 80 80 60 60 80 60 60 80 80 80 80 80 60 1460 73 100 73%
80 60 60 80 60 80 80 80 80 60 80 80 60 60 80 60 80 80 80 60 1440 72 100 72%
60 60 60 80 60 80 60 60 80 60 60 80 60 60 60 60 60 80 80 60 1320 66 100 66%
Keterangan : VS
: Volume Suara
P
: Pelafalan
KMI
: Keterampilan Mengembangkan Ide
SPC
: Sikap Penghayatan Cerita
PK
: Pilihan Kata
340 340 340 380 300 380 320 360 380 300 320 360 320 300 380 340 360 360 380 320 6900 345 500 69%
RataRata 68 68 68 76 60 76 64 72 76 60 64 72 64 60 76 68 72 72 76 64 69
116
Lampiran : 17 Skor Keterampilan Bercerita Siswa MTs. Yanusa Pondok Pinang Sikulus 2
Aspek yang di nilai
No. Subyek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-Rata Skor Ideal Presentase
VS
P
KMI
SPC
PK
80 80 80 80 60 80 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 1580 79 100 79%
80 80 80 80 80 80 80 80 80 60 60 80 60 60 80 60 60 80 80 80 1480 74 100 74%
80 80 80 80 80 80 60 80 80 80 80 80 80 60 80 80 80 80 80 60 1540 77 100 77%
80 60 80 80 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 1560 78 100 78%
60 80 60 80 60 80 60 80 80 80 60 80 60 60 80 60 80 80 80 80 1480 74 100 74%
Keterangan : VS
: Volume Suara
P
: Pelafalan
KMI
: Keterampilan Mengembangkan Ide
SPC
: Sikap Penghayatan Cerita
PK
: Pilihan Kata
Jumlah
Rata-rata
380 380 380 400 340 400 360 400 400 380 360 400 380 340 400 380 380 400 400 400 7640 382 500 76%
76 76 76 80 68 80 72 80 80 76 72 80 76 68 80 76 76 80 80 80 76,4
117
Lampiran : 18 Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita Siswa MTs. Yanusa Pondok Pinang dari Pratindakan sampai Siklus II
Skor Pratindakan 52 48 48 68 40 68 44 64 68 40 48 68 48 44 72 48 52 68 68 48
Skor Siklus I 68 68 68 76 60 76 64 72 76 60 64 72 64 60 76 68 72 72 76 64
Skor Siklus II 76 76 76 80 68 80 72 80 80 76 72 80 76 68 80 76 76 80 80 80
Rerata
55,2
69
76,4
Presentase
55%
69%
76%
No
Subyek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
YNS1 YNS2 YNS3 YNS4 YNS5 YNS6 YNS7 YNS8 YNS9 YNS10 YNS11 YNS12 YNS13 YNS14 YNS15 YNS16 YNS17 YNS18 YNS19 YNS20 Jumlah
118
Lampiran : 19 Rekapitulasi Peningkatan Skor Aspek Keterampilan Bercerita MTs. Yanusa Pondok Pinang dari Pratindakan sampai Siklus II
No
Aspek
1
Volume Suara
2
Pelafalan
3
Keterampilan Mengembangkan Ide
4
Sikap Penghayatan Cerita
5
Pilihan Kata
Jumlah
Rata-Rata Pratindakan
Rata-Rata Siklus I
Rata-Rata Siklus II
56
69
79
49
65
74
61
73
77
60
72
78
50
66
74
276/55,2
345/69
382/76,4
119
Lampiran : 20 Hasil angket Pratindakan MTs. Yanusa Pondok Pinang
Jawaban Pertanyaan Siswa No. a. Ya
b. Tidak
Frekuensi
Presentase
Frekuensi
Presentase
1
2
10%
18
90%
2
14
70%
6
30%
3
7
35%
13
65%
4
8
40%
12
60%
5
13
65%
7
35%
6
8
40%
12
60%
7
9
45%
11
55%
8
6
30%
14
70%
9
17
85%
3
15%
10
19
95%
1
5%
120
Lampiran : 21 Hasil angket Pascatindakan MTs. Yanusa Pondok Pinang
Jawaban Pertanyaan Siswa No. c. Ya
d. Tidak
Frekuensi
Presentase
Frekuensi
Presentase
1
17
85%
3
15%
2
18
90%
2
10%
3
16
80%
4
20%
4
2
10%
18
00%
5
3
15%
17
5%
6
17
85%
3
15%
7
2
10%
18
90%
8
18
90%
2
10%
9
19
95%
1
5%
10
18
90%
2
10%
121
Lampiran 22 : Materi Pembelajaran
A. Pengertian bercerita Bercerita merupakan kegiatan berbicara yang paling sering dilakukan. Bercerita adalah penyampaian rangkaian peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh seorang tokoh. Tokoh tersebut dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau bahkan tokoh rekaan, baik berwujud orang maupun binatang. Kegiatan bercerita sejak zaman dahulu sudah dilakukan para leluhur kita. Kegiatan itu bukan hanya untuk mengisi waktu luang, mengantar cucu tidur, menghibur hati yang gundah, melainkan juga untuk menyampaikan nilainilai moral. Untuk itu, kemampuan bercerita dengan baik sangat diperlukan. Unsur cerita yang perlu diperhatikan adalah para tokoh dengan karakternya masing-masing, setting atau latar tempat terjadinya peristiwa, alur atau jalan cerita dan tema atau amanat cerita. Menurutnya bercerita menuntut kemampuan mengingat-ingat unsur cerita, menggunakan bahasa yang baik secara improvisasi, peragakan adegan, menyelipkan humor yang segar, menghayati cerita, dan menyampaikan amanat.
B. Langkah-langkah bercerita Langkah yang kamu lakukan sebelum bercerita adalah (1) menentukan ide pokok cerita, (2) menentukan peristiwa-periatiwa beserta tokoh dan karakter yang terlibat, dan (3) merangkai peristiwa sehingga menjadi cerita yang baik. Agar menjadi cerita yang runtut harus memperhatikan hal-hal berikut ini: 1. Menentukan tema/ ide pokok cerita Tema adalah ide pokok yang melandasi cerita. Tema dapat diambil dari kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah hakiki manusia seperti cinta kasih, keadilan, kebahagiaan, kesengsaraan. 2. Menentukan peristiwa Setelah menentukan tema, proses selanjutnya adalah tema tersebut dikembangkan kedalam deretan peristiwa yang saling berkaitan
122
dari awal sampai akhir. Peristiwa tersebut tidak lepas dari peran tokoh berserta karakternya. 3. Merangkai deretan peristiwa menjadi kerangka cerita Setelah kamu menentukan peristiwa-peristiwa dalam cerita, kegiatan berikutnya adalah merangkai deretan peristiwa sehingga menjadi kerangka cerita. 4. Merancang penampilan (variasi/ improvisasi suara, lafal, intonasi, dan mimic yang tepat) dalam bercerita Setelah kamu menyusun kerangka cerita, kamu perlu
membuat
rancangan
penampilan.
Dalam
menyusun
rancangan
penampilan, kamu perlu membedakan mana yang merupakan pernyataan narator dan mana yang merupakan dialog tokoh. Selain itu, memberi tanda atau penjelasan tentang penggunaan variasi suara, lafal, intonasi, dan mimik yang tepat. 5. Berlatih bercerita berdasarkan rancangan yang disusun 6. Merancang bercerita dengan alat peraga
C. Teknik bercerita yang tepat Ada beberapa teknik yang perlu diperhatikan dalam bercerita: a. Pencerita memahami (1) rangkaian peristiwa atau kerangka cerita, (2) karakter tokoh, (3) tema dan pesan cerita b. Pencerita menghayati peristiwa-peristiwa atau adegan-adegan dalam bercerita c. Pencerita memiliki gambaran penampilan peristiwa demi peristiwa dalam bercerita, yang mencakup (1) tempat dan posisi setiap adegan, (2) kejelasan pelafalan, (3) variasi atau warna suara dan intonasi setiap adegan, dan (4) gesture serta mimik setiap adegan. Penguasaan dan penghayatan dongeng ini mencakup antara lain jalan cerita, sifat-sifat tokoh, pokok persoalan, dan pesan yang ada pada dongeng.
D. Pengertian Boneka Tangan Menurut Raemiza (http://ra3miza.wordpress.com) media boneka dapat membantu anak dalam memahami cerita dan lebih menarik perhatian mereka. Media boneka termasuk dalam jenis media visual tiga dimensi. Penggunaan media
123
boneka tangan menolong anak untuk bernalar dan membentuk konsep tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obyek, baik ukuran, bentuk, berat, maupun
manfaatnya.
Sesuai
dengan
namanya
“boneka
tangan”,
cara
memainkannya dengan memasukkan tangan ke dalamnya. Bentuknya pun menyerupai sarung tangan, namun tentu saja boneka ini lebih menarik. Menurut Ahira
(http://www.anneahira.com)
disebut
boneka
tangan,
karena
cara
memainkannya pun satu tangan kita hanya dapat memainkan satu boneka, dan boneka ini hanya terdiri dari kepala dan dua tangan saja, sedangkan bagian badan dan kakinya hanya merupakan baju yang menutup lengan orang yang memainkannya. Ada berbagai karakter boneka tangan yang ada di pasaran, misalnya binatang, buah-buahan, orang dan tokoh kartun yang populer dikalangan anak-anak.
E. Fungsi Boneka Tangan Media ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1) memberikan pengalaman yang konkret, (2) memungkinkan siswa menganalisis siswa menganalisis secara mendalam, (3) membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu, (4) informasi yang diperoleh akan lebih jelas, (5) memperjelas suatu masalah atau proses kerja dari alat, dan (6) mendorong timbulnya kreativitas siswa. F. Cara penggunaan boneka tangan Agar boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka menurut Raemiza (http://ra3miza.wordpress.com) perlu memperhatikan beberapa hal dalam penggunaan boneka tangan, yang antara lain (a) rumusan tujuan pembelajaran dengan jelas, (b) buatlah naskah atau skenario sandiwara yang akan dimainkan secara terperinci, baik dialognya, settingnya dan adegannya harus disusun secara cermat, (c) permainan boneka mementingkan gerak dari pada kata, karena itu pembicaraan jangan terlalu panjang, dapat menjemukan penonton, (d) permainan sandiwara boneka jangan terlalu lama, kira-kira 10 sampai 15 menit, (e) hendaknya diselingi dengan nyanyian, kalau perlu penonton diajak nyanyi bersama, (f) isi cerita hendaknya sesuai dengan umur dan kemampuan serta daya
124
imajinasi anak-anak yang menonton, (g) selesai permainan sandiwara, hendaknya diadakan kegiatan lanjutan seperti tanya jawab, diskusi atau menceritakan kembali tentang isi cerita yang disajikan, (h) jika memungkinkan, berilah kesempatan kepada anak-anak untuk memainkannya. Dari keterangan tentang boneka tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media boneka sangat memungkinkan siswa untuk menguasai konsepkonsep yang sedang diajarkan karena siswa turut serta dalam situasi yang sesungguhnya. Media boneka dapat menarik perhatian siswa dengan bantuan gerakan-gerakan, ekspresi dan intonasi guru.
125
Lampiran : 23
Pedagang yang Budiman Sera adalah seorang pedagang keliling. Ia ramah dan selalu gembira. Sambil menyusuri jalan ia menjajakan barang jualannya, “Barang bagus! Barang bagus! Siapa mau beli? Siapa mau beli?” Sera senang jika ibu-ibu mau membelikan anak-anak mereka barang yang bagus. Hatinya puas melihat anak-anak tersenyum bahagia. Suatu hari, saat Sera sedang menyusuri jalan, ia melihat pedagang keliling lain bernama Taro. “Pergi Sera!” seru Taro marah. “Ini jalanku! Aku lebih dulu berada di jalan ini! Kau boleh berdagang di sini setelah aku pergi!” Sera segera pindah ke jalan lain. Taro mengetuk pintu rumah pertama. Seorang gadis kecil membuka pintu. “Oh, Nenek! katanya. “Maukah Nenek membelikanku sesuatu?” “Kita tidak punya uang,” kata Nenek. “Tapi coba tanya pedagang itu. Apa dia mau menukar barang yang kamu suka dengan kendi hitam kita?” Ketika si gadis keluar, ia memperlihatkan kendi hitam pada Taro. Taro mengamati lalu membuat goresan kecil pada kendi itu. Ia sangat terkejut, ternyata kendi hitam itu terbuat dari emas. Timbul ide liciknya. Wanita tua ini tidak tau kendinya terbuat dari emas. Akan kukatakan kendi ini jelek. Lantas aku pergi. Nanti aku kembali dan membelinya dengan harga yang sangat murah. Begitu piker Taro. Lalu ia berkata,
126
“Kendi ini tidak bagus!” Setelah mengembalikan kendi pada gadis, ia segera pergi. Tak lama kemudian, Sera melewati jalan itu. “Barang bagus!” serunya. “ siapa mau beli? Siapa mau beli?” Saat gadis kecil itu melihat Sera, ia berkata, ”Nenek, boleh aku bertanya ke pedagang itu? Mungkin dia mau menukar barang yang kubutuhkan dengan kendi ini...” “Kata pedagang yang tadi kendi ini jelek,” sahut Nenek. “Tapi coba Tanya pada pedagang ini.” Gadis kecil itu memanggil Sera. “Maukah Bapak menukar kendi nenekku dengan barang bagus yang kubutuhkan?” Sera mengamati kendi itu. Ia melihat goresan yang telah dibuat oleh Taro. “Nyonya!” katanya pada si Nenek. “ Kendi ini terbuat dari emas!” Nenek memandang dengan takjub. “ tetapi kata pedagang yang tadi, kendi ini tidak bagus!” sahutnya. “Oh tidak,” kata Sera. “Kendi ini terbuat dari emas. Aku akan membayar dengan semua uangku yang ada. Lalu aku akan kembali membawa uang yang lebih banyak.” Ia tersenyum pada gadis kecil itu. “Gadis kecil, ambilah beberapa barang yang kamu mau,” katanya. Setelah Sera pergi, datanglah Taro si pedagang pertama tadi. Ia berkata, “Aku telah berjalan jauh. Tapi aku teringat pada cucumu yang ingin barang daganganku. Aku akan memberi beberapa yang ia mau. Tukarlah dengan kendi hitam tua milikmu.” Nenek lalu menceritakan apa kata Sera tentang kendi tuanya. “ia memberi kami uang banyak. Nanti ia akan kembali membawa uang lebih banyak.” “Uang lebih banyak?” seru Taro kecewa. “Dia harus memberiku uang juga. Bagaimanapun, aku yang pertama melihat kendi itu!” Taro terus bersungutsungut.
127
Gadis kecil dan neneknya hanya tersenyum geli melihatnya. Mereka bersyukur bertemu Sera si pedagang yang jujur. Besoknya, Sera berhasil menjual kendi dengan harga tinggi. Ia membayarlebih banyak pada Nenek. Saat pulang, ia berkata pada istrinya, “Aku telah melakukan yang terbaik untuk kendi itu. Aku telah melakukan yang terbaik, sangat baik.” “Apakah kamu akan kaya?” tanya istrinya. “Benar.” kata Sera. “Aku merasa kaya sekarang, karena bisa memberikan sesuatu kepada orang yang tidak mampu. Mampu membantu orang lain yang kesusahan, membuatku merasa sangat bahagia...”
(Diterjemahkan Oleh Tuthuta, dari Some Pretty Little Thing) Sumber: Bobo, 19 April 2007
128
Lampiran : 23
Kelinci Pembohong Karakter Cerita: Dongeng anak, Egois, Fabel, Hewan, Jahat, Kejam, Kelinci, Keluarga, Kerbau, Kijang, Kelinci nakal
Di padang rumput nan hijau, hiduplah seekor kelinci yang sangat nakal, setiap hari kerjaannya mengusili penghuni padang rumput. Pada suatu hari, si kelinci ketemu pak kijang. Dalam hati kelinci berpikir “saya kerjain saja Pak Kijang, tapi bagaimana ya?” Si kelinci berpikir keras dan tiba-tiba ide nakal sampai di kepalanya. “Saya pura-pura saja lari Pak Kijang sambil berteriak ‘pak singa ngamuk'”. Maka sambil larilah, Si Kelinci sambil berteriak “Pak Singa ngamuk! Pak Singa ngamuk!”, akhirnya pak kijang sekeluarga lari tak beraturan, sampai anaknya Pak Kijang jatuh ke jurang. Puaslah hati Si Kelinci, berbahak-bahak dia, “kena saya kerjain Pak Kijang”. Begitu bangganya Si Kelinci, “cerdas juga saya” Congkak si kelinci. Si kelinci melanjutkan jalan-jalannya sambil mencari korban berikutnya. Dari kejauhan, Si Kelinci melihat Pak Kerbau. Dia pun melakukan hal yang sama seperti pada Pak Kijang. “Pak Singa ngamuk! Pak singa Ngamuk” teriak Si Kelinci, sambil berlari ke arah Pak Kerbau sekeluarga. Terang saja Pak Kerbau langsung lari terbirit-birit sampai istri Pak Kerbau yang lagi hamil, keguguran. Duka Pak Kerbau jadi suka cita Si Kelinci.
129
Hari berikutnya Pak Kijang bertemu Pak Kerbau, mereka menceritakan kejadian yang mereka alami kemarin. Selagi mereka asik membahas masalah yang menimpa keluarga mereka yang disebabkan oleh Si Kelinci, tiba-tiba terdengarlah suara teriakan Si Kelinci dari kejauhan, “Tolong, saya dikejar-kejar Pak Singa, Pak Singa ngamuk! Tolong, tolong, tolooong!,” tapi tidak ada yang perduli, “ah, paling-paling Si Kelinci lagi-lagi membohongin kita” pikir mereka.
Sekuat tenaga Si Kelinci menghindari kejaran Pak Singa, tapi apalah daya, Pak Singa lebih cepat larinya, akhirnya Si Kelinci mati dikoyak-koyak Pak Singa dan tidak ada yang perduli. Sumber: Slamet Budiono (
[email protected])
RIWAYAT HIDUP PENULIS Sulastri lahir di Kediri, 16 Juli 1965, tepatnya Desa Semen Kecamatan Semen Kabupaten Kediri Jawa Timur, dari pasangan Suminto dan Suharni. Mengenyam pendidikan SD dan SMP di kota kelahiran Kediri, selanjutnya tahun 1984 SPG di Jakarta karena ikut orang
tua.
Setelah
lulus
SPG
studi
di
IKIP
melanjutkan Muhammadiyah
Jakarta
jurusan
Bahasa Inggris, hanya sampai empat semester.
Menikah dengan seorang pria berasal dari Betawi yang bernama Roseli dan dikaruniai empat putri, yang pertama Imandya Astian Rosaria, putri kedua Pramudya Karina, Putri ketiga Trisabdya Norma Rosa dan yang bungsu Adhya Lastantina. Saat ini penulis mengajar di MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan dan di SD Islam Al-Isra Tanjung Duren Grogol Petamburan Jakarta Barat. Sekarang penulis berdomisili di Kepa Duri RT 005/008 Duri Kepa Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510.