Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2010 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
PENINGKATAN KERAGAMAN JAHE DENGAN TEKNIK IRRADIASI Nurliani Bermawie, Susi Purwiyanti, Nur Laela ABSTRAK Jahe merupakan tanaman introduksi dan selalu diperbanyak secara vegetatif sehingga diduga keragaman genetiknya sempit, namun secara morfologi terdapat variabilitas fenotip pada beberapa karakter. Keberhasilan perakitan varietas unggul melalui pemuliaan, sangat ditentukan oleh tersedianya keragaman genetik yang luas. Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman jahe yaitu dengan teknik irradiasi. Keragaman genetik yang dihasilkan dari proses irradiasi dapat dideteksi dengan menggunakan penanda morfologi dan molekuler RAPD. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman aksesi jahe dengan menggunakan teknik irradiasi sinar gamma. Penelitian dilakukan di laboratorium pemuliaan Balittro dan KP. Cicurug, Sukabumi sejak bulan Juni – Desember 2010. Percobaan disusun berdasarkan rancangan split plot dengan petak utama yaitu aksesi 1 dan aksesi 2 serta anak petak adalah 10 dosis irradiasi (0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 Gy). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali, setiap perlakuan menggunakan 25 benih (ukuran ± 50 g/benih). Hasil yang diperoleh adalah semakin tinggi dosis irradiasi yang diberikan maka jumlah tanaman yang tumbuh dan pertumbuhan tanaman semakin terhambat kecuali pada A2D10 yang mengalami abnormalitas.Pertumbuhan jahe putih kecil aksesi A1 terjadi pada dosis irradiasi 0, 10 dan 15 Gy sedangkan pada aksesi A2 terjadi pada dosis 0, 5, 10 , 15 dan 50 Gy.Pertumbuhan aksesi A2 yang diiradiasi dengan dosis 50 Gy menunjukkan abnormalitas karena ukurannya yang lebih besar dibandingkan yang lain.Pada perlakuan dosis rendah (5 gray) ternyata tanaman jahe sudah dapat menunjukkan adanya perbedaan genetik. Kata Kunci: Zingiber officinale, jahe, radiasi, karakter, keragaman, RAPD ABSTRACT Ginger is a plant introduction and always vegetatively propagated so the allegedly narrow genetic diversity, but there is variability in morphological phenotypes on Several characters. The Successful assembly of high-yielding varieties through breeding, is determined by the availability of broad genetic diversity. One way to increase of the diversity of ginger is by irradiation techniques. Genetic diversity resulting from the irradiation process can be detected using RAPD molecular markers and morphology. This study aims to increase the diversity of accessions of ginger using gamma rays irradiation technique. The study was conducted in the laboratory breeding IMACRI and KP. Cicurug, Sukabumi since June - December 2010. The experiment is based on a split plot design with main plots and accessions 1 accessions 2 and subplot is 10 doses of irradiation (0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 and 50 Gy). The treatment was repeated 3 times, each treatment using 25 seeds (size ± 50 g / seed). The result is the higher dose of irradiation given the number of plants growing and increasingly stunted plant growth except in A2D10 who have small white ginger abnormalitas.Pertumbuhan accession A1 occurred at irradiation doses 0, 10 and 15 Gy, while the A2 accession occurred at doses 0, 5, 10, 15 and 50 Gy.Pertumbuhan accession A2 irradiated with a dose of 50 Gy showed abnormalities because the size is larger than that of low-dose treatment lain.Pada (5 Gray) was the ginger plant has been able to demonstrate the existence of genetic differences. Keyword: Zingiber officinale, ginger, radiation, character, diversity, RAPD
265
Nurliani Bermawie, dkk.
PENDAHULUAN Indonesia memiliki lebih dari 40 produk obat tradisional (OT) yang menggunakan jahe sebagai bahan bakunya, sehingga jahe merupakan salah satu tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk industri kecil obat tradisional (IKOT) maupun industri obat tradisional (IOT). Volume kebutuhan jahe untuk industri di Pulau Jawa saja mencapai lebih dari 47.000 ton setiap tahun (Kemala et al., 2003). Luas areal tanaman jahe di Indonesia tahun 2005 mencapai 6.149 ha, dan meningkat menjadi 8.904 ha pada 2006, dengan produksi berturut-turut 125.827 dan 177.137 ton (Statistik Produksi Hortikultura, 2006). Berkembangnya pemanfaatan rimpang dari jahe sebagai bahan baku obat tradisional, fitofarmaka maupun industri makanan dan minuman di dalam maupun di luar negeri membutuhkan pasokan bahan baku yang produksinya berkesinambungan dan mutunya terjamin, sehingga perlu penanganan yang benar-benar efektif dan efisien. Sebagai komoditi andalan nasional baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, budidaya jahe belum dilakukan secara optimal, hal ini terlihat dari produksi dan mutu jahe yang cenderung semakin menurun. Penurunan produksi dan mutu tersebut disebabkan antara lain oleh masih sedikitnya ketersediaan bibit jahe unggul. Keberhasilan perakitan varietas unggul melalui pemuliaan, sangat ditentukan oleh tersedianya keragaman genetik yang luas (Smith dan Duvick, 1989). Apabila suatu sifat memiliki variasi genetik kecil, maka setiap individu dalam populasi tersebut secara teoritis sama, sehingga tidak akan didapatkan perbaikan sifat melalui seleksi (Poehlman, 1979 dalam Haeruman et al., 1990). Jahe merupakan tanaman introduksi dan selalu diperbanyak secara vegetatif sehingga diduga keragaman genetiknya sempit (Purseglove et al., 1981) Oleh karena itu untuk mendukung perakitan varietas unggul perlu dilakukan peningkatkan keragaman genetik, salah satunya adalah melalui mutasi (Suwarno dan Silitonga, 2006). Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable). Mutasi dapat diinduksi dengan cara fisik menggunakan irradiasi. Mutasi buatan telah memberikan kontribusi nyata terhadap perbaikan tanaman di dunia (Maluszynski et al., 1995 cit., Sudjindro, 2008). Agar plasma nutfah dapat secara efektif digunakan di dalam program pemuliaan, informasi variabilitas yang berkaitan dengan sifat agronomi, potensi hasil, ketahanan terhadap penyakit dan kualitas (protein tinggi, bahan aktif tinggi) sangat diperlukan (Gill, 1995). Informasi mengenai variabilitas suatu jenis tanaman dapat diperoleh melalui proses karakterisasi dan evaluasi. Beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengkarakterisasi keragaman tanaman adalah melalui penanda morfologi dan molekuler. Analisis klasik yang telah lama dilakukan adalah berdasarkan karakter morfologi, tetapi hasil yang diperoleh masih kurang akurat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan subyektivitas peneliti. Penggunaan penanda DNA tidak dipengaruhi faktor luar sehingga penampilan fenotip adalah hasil ekspresi faktor genotipnya. Walaupun merupakan penanda paling akurat untuk mengetahui variabilitas genetik namun penanda DNA tetap membutuhkan data dan informasi morfologi tanaman (Asrul, 2004). Penelitian ini bertujuan meningkatkan keragaman genetik jahe putih kecil dengan menggunakan teknik irradiasi, menganalisis dan mengevaluasi keragaman aksesi jahe berdasarkan karakter morfologi dan molekuler, dan mendapatkan pola keragaman genetik berdasarkan integrasi antara karakter tersebut. Luaran yang diharapkan adalah adanya keragaman genetik jahe putih kecil hasil irradiasi, hasil analisis dan evaluasi keragaman aksesi jahe berdasarkan karakter morfologi dan molekuler, dan pola keragaman genetik berdasarkan integrasi antara karakter tersebut.
266
Peningkatan keragaman jahe dengan teknik irradiasi
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 - Desember 2010. di Laboratorium Pemuliaan BALITTRO dan KP Cicurug, Sukabumi. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah dua aksesi jahe putih kecil, pupuk kandang, Urea, TSP dan KCl, cocopit, gandasil D, pestisida, bahan kimia untuk analisis RAPD. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, embrat, sigmat elektrik, penggaris besi, pisau, tampah, kain hitam dan bak persemaian. Metode Tahap-tahap pelaksanaan Persiapan Bibit Rimpang yang digunakan harus sudah tua minimal berumur 10 bulan. Rimpang yang sudah cukup tua memiliki ciri-ciri serat banyak dan kasar, kulit luar tidak mudah mengelupas, dan kulit terlihat terang menandakan bibit bernas. Rimpang jahe yang sudah disortir akan diiradiasi dengan 10 dosis yaitu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 Gy. Penyemaian Rimpang yang sudah diradiasi, ditunaskan terlebih dahulu dengan cara penyemaian yaitu menghamparkan rimpang di dalam bak persemaian dengan media tanam cocopit. Untuk mencegah infeksi bakteri, sebelum penanaman di bak persemaian dilakukan perendaman dahulu dalam larutan antibiotik sesuai dosis anjuran, kemudian dikeringanginkan. Selama penyemaian, penyiraman dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban rimpang. Setelah berumur 1 bulan di bak persemaian rimpang dipindahkan ke lapangan. Penanaman Rimpang yang telah bertunas ditanam pada polibag berukuran 60 x 60 cm dengan menggunakan media campuran pupuk kandang dan tanah 2 : 1. Dasar dari polybag diberikan tanah kemudian tanah bagian atas saja yang dicampur dengan pupuk kandang untuk meningkatkan keefisienan penggunaan pupuk, sehingga berat polybag yang telah diberikan media yaitu 15-20 kg. Pencampuran pupuk kandang dan tanah ini dilakukan 2 4 minggu sebelum tanam. Sedangkan dosis pupuk buatan SP-36 dan KCl sebanyak 2 g/polybag, diberikan pada saat tanam. Pupuk urea diberikan 3 kali pada umur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam sebanyak 3 g/polybag, masing-masing 1/3 dosis setiap pemberian. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan agar tanaman tumbuh dengan maksimal yang meliputi penyiraman, penyiangan gulma dan pembumbunan. Penyiraman dilakukan dua hari sekali hingga jahe berumur 8 bulan, penyiangan gulma dilakukan sesuai kebutuhan. Penyiangan dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai perakaran jahe, yang dapat menyebabkan bibit penyakit masuk melalui perakaran yang terluka. Pembumbunan dilakukan saat terbentuk 4-5 rumpun, agar rimpang selalu tertutup tanah serta drainase selalu terpelihara. Pengamatan Pengamatan karakter morfologi dilakukan terhadap seluruh populasi pertanaman meliputi batang, daun dan rimpang saat tanaman berumur 3 bulan setelah tanam dilapang. Pengamatan ketahanan terhadap penyakit bercak daun dilakukan saat tanaman berumur sekitar 4 bulan dengan cara scoring. Analisa RAPD Pada saat tanaman mengalami pertumbuhan morfologi yang optimal (5-6 bulan), sampel daun dari beberapa tanaman terseleksi diambil untuk dianalisis keragamannya dengan penanda RAPD. Analisis molekuler akan dilakukan terhadap 20 sampel tanaman dengan menggunakan 5 primer di laboratorium BB Biogen. Selanjutnya berdasarkan pola pita yang ada dilakukan analisa gerombol berdasarkan UPGMA menggunakan NTSYSpc.
267
Nurliani Bermawie, dkk.
Rancangan Perlakuan Perlakuan yang digunakan adalah aksesi dan dosis radiasi. Aksesi yang digunakan adalah asesi 1 dan 2 sedangkan dosis irradiasi yang digunakan adalah 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 Gy. Rancangan lingkungan Percobaan disusun berdasarkan rancangan split plot dengan petak utama adalah aksesi dan anak petak adalah dosis irradiasi. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali, setiap perlakuan menggunakan 25 benih, sehingga jumlah rimpang untuk seluruh perlakuan adalah 1650 benih (ukuran ± 50 g/benih) atau setara dengan 70 kg. Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya benih jahe yang tidak tumbuh, maka penyemaian rimpang dilakukan lebih banyak dibandingkan perlakuan yaitu sekitar 80 kg. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai peningkatan keragaman genetik jahe dengan menggunakan teknik irradiasi baru dapat dilakukan pada bulan Juni 2010, tidak sesuai dengan perencanaan semula yaitu pada bulan februari 2010. Hal tersebut dikarenakan pada awal tahun, bibit jahe putih kecil yang dibutuhkan belum tersedia sehingga penanaman diundur. Rimpang yang digunakan sebagai bibit harus berumur 10 bulan, agar cukup memiliki cadangan makanan untuk pertumbuhannya. Sortasi rimpang untuk bibit dilakukan agar bibit yang digunakan adalah bibit yang sehat dan seragam agar dapat menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya seragam. Rimpang yang sehat dan cukup optimum untuk digunakan sebagai bibit memiliki ciri-ciri serat banyak dan kasar, kulit luar tidak mudah mengelupas, dan kulit terlihat terang sehingga menandakan bibit bernas. Bibit jahe yang sehat akan mempengaruhi tingkat keberhasilan hidup pada penanaman di lapang. Sebelum dilakukan proses irradiasi, bibit direndam dengan larutan antibiotik yang terdiri dari antracol dan agrept guna meminimalisir penyakit yang disebabkan karena bibit. Bibit akan direndam selama ± 10 menit, kemudian diangkat dan ditiriskan.
268
Bibit jahe putih kecil
Bibit jahe direndam dalam larutan antibiotik
Proses perendaman (± 10 menit)
Bibit jahe diangkat untuk ditiriskan
Peningkatan keragaman jahe dengan teknik irradiasi
Bibit jahe yang telah ditiriskan Bibit jahe siap untuk diirradiasi Gambar 1. Proses persiapan bibit Sebelum ditanam di lapang, setelah diirradiasi bibit disemaikan dahulu di bak persemaian dengan menggunakan media cocopit.
Setelah diiradiasi bibit jahe disemai dalam bak persemaian
Bibit jahe ditutup dengan cocopit
Bibit jahe sebelum dan sesudah ditutup Bak persemaian yang telah siap cocopit Gambar 2. Proses penyemaian Bulan Agustus 2010 bibit jahe dipersemaian telah berumur satu bulan untuk dipindahkan ke lapang. Sebelum dipindahkan ke lapang, bibit jahe kembali, dicari bibit yang pertumbuhannya baik, telah membentuk tunas dan Pengamatan terhadap pertumbuhan bibit dalam bak persemaian dilakukan parameter jumlah tunas dan panjang tunasnya per bibit jahe.
dan siap diseleksi seragam. terhadap
269
Nurliani Bermawie, dkk.
Bibit dikeluarkan dari bak persemaian Bibit yang telah siap ditanam di lapang dan diseleksi Gambar 3. Seleksi bibit jahe untuk penanaman di lapang Pengamatan terhadap jumlah tunas per rimpang dan panjang tunas tertinggi tiap rimpangnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. 9.0 8.0
Jumlah Tunas
7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 D0
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
D9
D10 D0
D1
D2
D3
D4
A1
D5
D6
D7
D8
D9
D10
A2
Pe rlakuan
Gambar 4. Histogram jumlah tunas per rimpang pada bibit jahe Jumlah tunas yang diamati per perlakuan adalah tunas kecil yang muncul dengan warna putih. Keragaman jumlah tunas aksesi 2 cenderung lebih tinggi dibandingkan aksesi 1. Perlakuan yang menghasilkan keragaman tertinggi pada aksesi 2 adalah D3. Aksesi 2 memiliki jumlah tunas lebih tinggi dibandingkan Aksesi 1. Semakin tinggi dosis irradiasi yang digunakan, jumlah tunas yang dihasilkan cenderung semakin banyak. Panjang tunas diukur dari bagian ujung hingga pangkal tunas. Keragaman panjang tunas pada aksesi 2 lebih tinggi dibandingkan Aksesi 1. Keragaman populasi dan panjang tunas pada D0 dan D1 lebih tinggi dibandingkan dosis lainnya. Dilihat dari Gambar 5 semakin tinggi dosis irradiasi yang diberikan mengakibatkan panjang tunas semakin rendah. 12.0
10.0
Panjang Tunas
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0 D0
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
D9 D10 D0
A1
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
D9 D10
A2
Perlakuan
Gambar 5. Histogram panjang tunas per rimpang pada bibit jahe
270
Peningkatan keragaman jahe dengan teknik irradiasi
Bibit jahe yang telah terseleksi sehat dan seragam, kemudian ditanam dilapang dengan menggunakan polibag. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang yang telah dicampurkan dengan media tanah serta pupuk anorganik TSP dan KCl diberikan disekitar bibit saat tanam. Bibit jahe ditanam dengan arah yang seragam yaitu ke selatan dan tunas menghadap keatas.
Pembagian bibit
Pemberian pupuk TSP dan KCl
Bibit jahe ditanam dalam polibag
Bibit disusun dengan arah yang sama, tunas menghadap keatas Gambar 6. Penanaman di lapang Pemeliharaan dilapang seperti penyiraman, penyiangan gulma serta pembumbunan dilakukan secara rutin. Penyiraman dilakukan setiap dua hari sekali, tergantung dari curah hujan, penyiangan gulma dilakukan seminggu sekali hingga tanaman berumur 6-7 bulan, pembumbunan dilakukan pada bulan ke-8. Pengamatan parameter morfologi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Parameter kuantitatif diamati setiap bulannya, meliputi persentase tumbuh, tinggi tanaman, panjang batang, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, tebal daun, diameter batang serta jumlah anakan. Pengamatan parameter kualitatif meliputi bentuk daun, tepi daun, pangkal daun, ujung daun, tekstur permukaan atas daun, tekstur permukaan bawah daun serta warna daun muda dan warna daun tua dilakukan pada bulan ke 5-6 atau saat ditemukan adanya karakter yang unik. Persentase jumlah tanaman yang tumbuh (Tabel1) menunjukkan adanya perbedaan, dimana semakin tinggi dosis irradiasi yang diberikan mengakibatkan jumlah tanaman yang tumbuh menjadi semakin berkurang. Persentase jumlah tanaman yang tumbuh tiap bulan semakin meningkat. Pertumbuhan tanaman yang hampir mencapai 100 % ditunjukkan pada dosis radiasi D0 dan D1 baik untuk aksesi A1 maupun A2. Pada aksesi A1, tanaman yang diirradiasi dengan dosis D3 pada bulan ke 4 mulai menunjukkan pertumbuhan walaupun persentasenya hanya sedikit (2.67%). Sedangkan pada aksesi A2, mulai dari bulan ke 2 sudah menunjukkan pertumbuhan dan semakin bertambahnya umur persentase tanaman yang tumbuhpun semakin meningkat. Tanaman Tanaman yang diiradiasi dengan dosis diatas 20 Gy sampai bulan ke 4 belum menunjukkan pertumbuhannya, namun belum diketahui apakah semakin tinggi dosis akan menyebabkan kematian pada benih ataukah hanya menghambat pertumbuhan sehingga tumbuhnya lebih lama dibandingkan kontrol.
271
Nurliani Bermawie, dkk.
Tabel 1. Persentase tumbuh jahe irradiasi Bulan ke-
Aksesi Dosis radiasi
A1
A2
1
2
3
4
D0
37.33
90.67
92.00
92.00
D1
22.67
70.67
90.67
96.00
D2
1.33
28.00
48.00
72.00
D3
-
-
-
2.67
D4
-
-
-
-
D5
-
-
-
-
D6
-
-
-
-
D7
-
-
-
-
D8
-
-
-
-
D9
-
-
-
-
D10
-
-
-
-
Rata-rata
20.44
63.11
76.89
65.67
D0
82.67
92.00
92.00
92.00
D1
64.00
86.67
86.67
86.67
D2
21.33
77.33
85.33
85.33
D3
-
8.00
42.67
58.67
D4
-
-
-
-
D5
-
-
-
-
D6
-
-
-
-
D7
-
-
-
-
D8
-
-
-
-
D9
-
-
-
-
D10
2.67
2.67
2.67
2.67
Rata-rata
42.67
53.33
61.87
65.07
Pada aksesi A2 menunjukkan abnormalitas, dimana rimpang yang diiradiasi dengan dosis 50 Gy tumbuh walaupun dengan persentase yang tidak terlalu besar. Terjadinya abnormalitas pada populasi yang diradiasi menunjukkan bahwa terlah terjadi perubahan pada tingkat genom, kromosom dan DNA atau gen yang sangat besar sehingga proses fisiologis yang dikendalikan secara genetik di dalam tanaman menjadi tidak normal dan menimbulkan variasi-variasi yang baru (Soeranto, 2003). Rata-rata persentase jumlah tanaman yang tumbuh pada aksesi A2 lebih tinggi dibandingkan dengan A1. Parameter pertumbuhan tanaman menunjukkan terdapat variasi pada masingmasing perlakuan pada bulan ke 2, 3 dan 4. Dari seluruh parameter yang diamati pada kedua aksesi, semakin bertambahnya umur tanaman maka pertumbuhan tanaman menjadi meningkat. Semakin tinggi dosis irradiasi maka pertumbuhannya semakin menurun. Abnormalitas terjadi pada perlakuan A2D10, dimana dosis irradiasi 50 Gy menghasilkan tanaman dengan pertumbuhan yang yang lebih baik dibandingkan tanaman yang diirradiasi dengan dosis yang lebih rendah.
272
Peningkatan keragaman jahe dengan teknik irradiasi
Gambar 7. Grafik Tinggi tanaman pada umur ke-2, 3, 4 bulan Pada pertumbuhan tinggi tanaman aksesi jahe yang diiradiasi yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada perlakuan A1D0 sedangkan pertumbuhan tinggi tanaman yang terendah pada perlakuan A1D3. Ini disebabkan semakin tingginya dosis irradiasi yang diberikan, maka akan menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, kecuali pada perlakuan A2D10 yang mengalami mutasi.
Gambar 8. Grafik Panjang tanaman pada umur ke- 2, 3, 4 bulan Pada parameter panjang batang perlakuan irradiasi, diukur pada bulan ke-2,3 dan 4 yang memiliki nilai tertinggi adalah A1D0 sedangkan panjang batang terendah pada perlakuan A1D3. Ini disebabkan semakin tingginya dosis irradiasi yang diberikan, maka akan menghambat panjang batang tanaman jahe putih kecil, kecuali pada perlakuan A2D10 yang mengalami mutasi.
Gambar 9. Grafik Jumlah Daun pada umur ke-2, 3, 4 bulan
273
Nurliani Bermawie, dkk.
Pada parameter jumlah daun perlakuan irradiasi, diukur pada bulan ke-2,3 dan 4 yang memiliki nilai tertinggi adalah A2D1 sedangkan jumlah daun terendah pada perlakuan A1D3. Pada perlakuan A1D2 mengalami penurunan jumlah daun dikarenakan serangan penyakit bercak daun yang akhirnya daun jahe rusak atau mati.
Gambar 10. Grafik Jumlah Anakan pada umur ke-2, 3, 4 bulan Pada parameter jumlah anakan perlakuan irradiasi, diukur pada bulan ke-2,3 dan 4 yang memiliki nilai tertinggi adalah A2D10 sedangkan jumlah daun terendah pada perlakuan A1D3. Pada parameter panjang batang perlakuan irradiasi, diukur pada bulan ke-2,3 dan 4 yang memiliki nilai tertinggi adalah A1D1 sedangkan panjang daun terendah pada perlakuan A1D3.
Gambar 11. Grafik Panjang Daun pada umur ke-2, 3, 4 bulan
274
Peningkatan keragaman jahe dengan teknik irradiasi
Gambar 11. Grafik Lebar Daun pada umur ke-2, 3, 4 bulan Pada parameter lebar daun perlakuan irradiasi, diukur pada bulan ke-2,3 dan 4 yang memiliki nilai tertinggi adalah A1D0 sedangkan lebar daun terendah pada perlakuan A1D2. Pengamatan pada morfologi telah dilakukan untuk beberapa karakter dan hasilnya menunjukkan pada semua dosis radiasi dan aksesi hasil yang diperoleh sama yaitu bentuk daun lanset dengan tepi daun yang halus serta pangkal daun yang meruncing. Bentuk ujung daun adalah lancip, tekstur permukaan atas dan bawah daun adalah halus serta berbulu tipis yang berwarna putih. Jahe putih kecil ini memiliki warna daun muda dengan golongan Green Group 143 A dan warna daun tua adalah golongan Green Group 139 A. Pada gambar 7 terdapat gambar bentuk daun yang berbeda antara daun tanaman kontrol dengan daun tanaman yang terirradiasi yaitu dimana pada bagian tengah daun terdapat guratan berwarna putih dan kuning (chimera), kemungkinan perubahan warna ini disebabkan adanya mutasi akibat irradiasi. Terdapat 4 tanaman yang mengalami khimera yaitu 2 tanaman pada aksesi A2 dosis irradiasi 15 Gy, 1 tanaman pada perlakuan A2 dosis 10 Gy dan 1 tanaman pada aksesi A1 dosis 10 Gy. Dapat disimpulkan dosis 10 dan 15 Gy telah dapat mengakibatkan mutasi pada rimpang jahe.
Gambar 7. Daun yang termutasi
275
Nurliani Bermawie, dkk.
Gambar 8a dan 8b. Batang yang termutasi Pengamatan pada batang jahe 8a terdapat dua cabang yang bersatu. Pada pengamatan batang jahe 8b terdapat dua titik tumbuh yang menyatu dalam satu batang, kemungkinan hal ini merupakan akibat dari mutasi, karena secara umum pada tanaman jahe cabang satu zterpisah dengan lainnya dan setiap satu batang hanya memiliki satu titik tumbuh. Untuk memastikan keragaman genetik jahe yang terbentuk tidak hanya karena pengaruh lingkungan melainkan karena terjadi perubahan gen akibat radiasi maka beberapa tanaman yang menunjukkan keunikan dianalisis molekuler dengan menggunakan metode RAPD. Sampel tanaman yang digunakan untuk analisis RAPD diambil dari tanaman yang mengalami khimera dan tanaman yang menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun tinggi yang ditandai dengan tingkat terserangnya rendah karena tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan tanaman dengan genetik baru yang tahan terhadap serangan penyakit bercak daun. Sampel yang terpilih sebanyak 24 sampel (Tabel 3). Analisa RAPD dilakukan pada tanaman jahe putih kecil dilakukan di lab molekuler, BB Biogen dengan menggunakan 5 primer. Primer yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 3. Dua puluh empat sampel tanaman yang dianalisis RAPD No sampel
No sampel
Ul
Plk
No sampel
No sampel
Ul
Plk
1
17
2
A2D2
13
1
1
A1D1
2
10
2
A1D1
14
25
1
A1D0
3
7
1
A2D1
15
5
1
A1D2
4
20
2
A1D2
16
2
2
A2D0
5
15
3
A2D2
17
25
3
A2D0
6
16
3
A2D3
18
8
3
A2D1
7
1
3
A2D2
19
2
3
A2D1
8
9
2
A1D2
20
16
3
A1D1
9
19
3
A1D2
21
7
2
A2D3
10
2
2
A1D0
22
5
3
A1D0
11
22
1
A2D2
23
20
2
A2D1
12
22
1
A2D3
24
23
2
A2D3
276
Peningkatan keragaman jahe dengan teknik irradiasi
Hasil PCR analisis RAPD dapat dilihat pada gambar 9-12. 1. OPA-08 M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
M
13
14
15
16 17 18
19 20
21 22
23
24
21 22
23
24
Gambar 9. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-08 2. M
OPD-16
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
M
13
14
15
16 17 18
19 20
Gambar 10. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan primer OPD-16 3.
OPG-16
M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
M
13
14
15
16 17 18
19 20
21 22
23
24
Gambar 11. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan primer OPG-16
4.
OPH-02 M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
M
13
14
15
16 17 18
19 20
21 22
23
24
Gambar 12. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan primer OPH-02 5.
M
1
OPH-14 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
M
13
14
15
16 17 18
19 20
21 22
23
Gambar 13. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-14
Gambar 12. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan primer OPH-14
277
24
Nurliani Bermawie, dkk.
Tabel 4. Primer yang digunakan dalam analisis RAPD jahe No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Primer OPA-08 OPD-16 OPG-16 OPH-02 OPH-14
Sekuen (5’ – 3’) GTGACGTAGG AGGGCGTAAG AGCGTCCTCC TCGGACGTGA ACCAGGTTGG
Tabel 5. Nama Primer yang polimorfisme beserta jumlah pita No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Primer OPA-08 OPD-16 OPG-16 OPH-02 OPH-14
Polimorfisme Poli Poli Mono Mono Poli
Jumlah pita 1-2 3-4 5 3 2-3
Dari tabel 5 terlihat terdapat 3 primer yang menunjukkan polimorfisme yaitu OPA08, OPD-16 dan OPH 14, sedangkan OPH-02 dan OPH-14 menunjukkan monoformisme. A. Analisis Kekerabatan berdasarkan program NTSys 2.1 Jh1 Jh3 Jh4 Jh5 Jh6 Jh7 Jh8 Jh9 Jh11 Jh12 Jh14 Jh15 Jh16 Jh17 Jh18 Jh19 Jh20 Jh21 Jh22 Jh23 Jh24 Jh2 Jh10 Jh13
Jh10
0.5
0.6
0.8
0.9
1.0
Koefisien similaritas
Pada koefisien similaritas 0.95 dapat dikelompokkan menjadi 4 sub kelompok yaitu sub kelompok 1 ( jahe 13), sub kelompok 2 ( jahe10), sub kelompok 3 (jahe 2) dan sub kelompok 4 ( 21 sampel lainnya). Sub kelompok 1,2 dan 3 menunjukkan perbedaan genetik dengan 21 sampel lainnya. Dari 24 nomor tanaman Jahe yang dianalisis PCR-RAPD menggunakan 5 primer (OPA-08, OPD-16, OPG-16, OPH-02 dan OPH-14 diperoleh 3 nomor tanaman yang menunjukkan perbedaan genetik yaitu Jahe-2 (A1D1 tanaman ke-10), Jahe-10 (A1D0 tanaman ke-2) dan Jahe-13 (A1D1 tanaman ke-1). Pada A1D1 merupakan perlakuan aksesi 1 dengan dosis 5 gray. Pada dosis irradiasi terendah sudah dapat menghasilkan keragaman genetik. Pada A1 D0 perlakuan Aksesi 1 dan dosis 0 juga mengalami perbedaan genetik. Pada perlakuan kontrol (D0) terdapat perbedaan genetik kemungkinan perbanyakan jahe melalui tehnik vegetatif ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar lahan yang dapat menimbulkan mutasi.
278
Peningkatan keragaman jahe dengan teknik irradiasi
KESIMPULAN 1. Semakin tinggi dosis irradiasi yang diberikan maka jumlah tanaman yang tumbuh dan pertumbuhan tanaman semakin terhambat kecual pada A2D10 yang mengalami abnormalitas. 2. Pertumbuhan jahe putih kecil aksesi A1 terjadi pada dosis irradiasi 0, 10 dan 15 Gy sedangkan pada aksesi A2 terjadi pada dosis 0, 5, 10 , 15 dan 50 Gy. 3. Pertumbuhan aksesi A2 yang diiradiasi dengan dosis 50 Gy menunjukkan abnormalitas karena ukurannya yang lebih besar dibandingkan yang lain. 4. Pada perlakuan dosis rendah (5 gray) ternyata tanaman jahe sudah dapat menunjukkan adanya perbedaan genetik. DAFTAR PUSTAKA Asrul, L. 2004. Seleksi dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Kakao Harapan Tahan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). J. Sains & Teknologi. 4 (3) : 109-122. Azrai, M. 2005. Pemanfaatan Markah Molekuler dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman. Ulasan. Jurnal AgroBiogen I(1) : 26-37 Beers, S-J. 2001. Jamu : The Ancient Indonesia Art of Herbal Healing. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore. 192p Benge, S. 2000. Asian Secrets of Health, Beauty and Relaxation. Periplus Editions. Singapore. 105p Datta, S.K. 2001. Mutation stusies on garden chrysantemun : A review. Scientific Horticulture VII : 159-199 Dey, S.S., A.K. Singh, D. Chandel, T.K. Behera. 2006. Genetic diversity of bitter gourd (Momordica charantia L.) genotypes revealed by RAPD markers and agronomic traits. Scientia Horticulturae 109 : 21–28 Gill, KS. 1988. “Germplasm collections and the public plant breeders”. In AHD Brown (Ed.) : The use of plant genetic resources. Cambride University Press. p. 3-16. Haeruman, M., K. A. Baihaki, G. Satari, T. Danakusuma dan A.H. Permadi. 1990. Penampilan bawang putih generasi VM2 radiasi sinar gamma dan neutron cepat. Zuriat. Vol I (1) : 41-47. Lestari, E.G., I. Mariska, D. Sukmadjaja, dan D. Suardi. 2005. Seleksi in vitro dan identifikasi tanaman padi varietas Gajahmungkur, Towuti, dan IR64 yang tahan kekeringan. Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen Tahun 2004. BB-Biogen Badan Litbang Pertanian. hlm. 170-179. Maluszynski, M., B.S. Ahloowalia and B. Sigurbjornsson. 1995. Application of in vivo and in vitro mutation for crop improvement.Euphytica 85:303-315 Mariska, I. M. Kosmiatin, E.G. Lestari, dan I. Roostika. 2006. Seleksi in vitro tanaman pisang ambon kuning untuk ketahanan terhadap penyakit layu fusarium. Laporan Akhir Rusnas Buah Tropis. BB-Biogen. Bogor. 20 hlm. Mignouna, H.D. , R.A. Mank, T.H.N. Ellis, N. Van den Bosch, R. Asiedu, M.M Abang and J. Peleman. 2002. A genetik linkage map of water yam (Dioscorea alata L.) based on AFLP markers and QTL analysis for anthracnose resistance. Theor appl. Genet. 105: 726-725. Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green, and S.R.J. Robbins, 1981. “Spices”. London and New York, pp. 447-531. Shibu M.P., K.V. Ravishankar, L. Anand, K.N. Ganeshalah and U. Shaankar. 2003. Identification of sex specific DNA markers in the dioecious tree, nutmeg (Myristica fragrans Houtt.). PGR Newstletter No 121 : 59-61 Smith, JSC and DN Duvick. 1988. “Germplasm collections and private plant breeders”. In AHD Brown (Eds.) : The use of plant genetic resources. Cambride University Press. P. 17-31.
279
Nurliani Bermawie, dkk.
Statistik Produksi Hortikultura. 2006. “Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2006 (Angka tetap)”. Dirjen Hortikultura, Dept. Pertanian. Suwarno dan TS Silitonga. 1996. “Koleksi dan konservasi benih plasma nutfah dalam pengembangan bank gen”. Makalah disajikan pada seminar sehari penyusunan konsep pelestarian ex-situ plasma nutfah pertanian di Bogor. 18 Des. 16 hal. Urasaki, N., M. Tokumoto, K. Tarora, Y. Ban, T. Rayano, H. Tanaka, H. Oku, I. Chinen and R. Terauchi. 2002. A male and hermaprodit specific RAPD marker for papaya (Carica papaya L.). Theor. Applied. Genet. 104 : 281-285.
280