Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
PENINGKATAN KAPASITAS INFORMASI TERSEMBUNYI PADA IMAGE STEGANOGRAFI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK HYBRID
Agus Prihanto, Supeno Djanali, Muchammad Husni Program Pascasarjana, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS, Jl. Raya ITS, Sukolilo – Surabaya 60111, Indonesia Email:
[email protected]; Abstrak Dua hal penting dalam steganografi adalah kapasitas penyisipan informasi (payload capacity) dan kemampuan menyembunyikan informasi (imperceptibility). Jika payload ditingkatkan maka adakalanya kemampuan untuk menyembunyikan informasi akan berkurang dan begitu sebaliknya. Penelitian ini berfokus pada kebutuhan akan ukuran informasi yang dapat disisipkan pada image steganografi dengan mengusulkan penggunaan teknik hybrid yaitu dengan menggabungkan teknik kompresi, penggunaan multi LSB Insertion dan pembesaran ukuran dimensi gambar serta penggunaan kriptografi, sehingga diharapkan dapat diperoleh peningkatan kapasitas penyisipan dan perlindungan keamanan informasi tersembunyi yang lebih baik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa teknik hybrid yang diusulkan dapat meningkatkan kapasitas penyisipan informasi tersembunyi bahkan secara teori peningkatannya dapat tak terbatas. Total perbaikan kapasitas teknik hybrid (improvement Capacity - IHybrid) adalah sama dengan perkalian dari perbaikan kapasitas dari masing-masing teknik penyusunnya, yaitu . Selain itu, teknik hybrid juga dapat memberikan perlindungan tambahan karena informasi yang tersembunyi terlebih dahulu di enkripsi dengan kriptografi Triple DES sebelum disisipkan. Katakunci : teknik hybrid, steganografi, kompresi, multi LSB Insertion, pembesaran gambar, kriptografi
1. PENDAHULUAN Internet merupakan salah satu bagian dari teknologi informasi dan telekomunikasi yang sangat penting saat ini. Banyak perusahaan, instansi pemerintahan bahkan individu perorangan yang memanfaatkan media ini untuk bertukar informasi dan kita ketahui bahwa komunikasi data lewat jaringan internet mempunyai peluang besar untuk di lihat (sniffing) oleh pihak ketiga karena informasi yang kita kirim tersebut harus melewati jaringan umum sehingga semua orang berhak menggunakannnya. Untuk menjaga kerahasian informasi telah dikembangkan teknik kriptografi yang bersifat mengacak informasi sehingga tidak mudah dimengerti, namun teknik ini dapat menimbulkan kecurigaan. Untuk memperbaiki teknik tersebut telah dikembangkan teknik lain yaitu Steganografi. Steganografi merupakan sebuah seni dan bidang ilmu yang mempelajari tentang komunikasi yang tak tampak (invisible communication) dengan menyembunyikan informasi penting di atas media informasi yang lain, sehingga keberadaan informasi yang sesungguhnya tidak nampak keberadaannya. 1
Steganografi berbeda dengan kriptografi, kriptografi berfokus pada bagaimana melindungi isi informasi agar tetap aman (secure), sedangkan steganografi berfokus bagaimana agar isi informasi tidak terlihat keberadaanya (invisible). Di lain pihak, steganografi dan kriptografi memiliki persamaan yaitu keduanya berusaha melindungi isi informasi agar tidak diketahui oleh pihak yang tidak diinginkan. Dua hal penting dalam steganografi adalah kapasitas penyisipan informasi (payload capacity) dan kemampuan menyembunyikan informasi (imperceptibility), (YANG, 2009). Jika kapasitas ditingkatkan, maka adakalanya kemampuan untuk menyembunyikan informasi akan berkurang dan begitu sebaliknya. Untuk itu pemilihan metode steganografi dapat disesuaikan dengan kebutuhan, apakah kapasitas penyisipan atau kemampuan penyembunyian informasi yang diutamakan. Ada beberapa penelitian steganografi yang terkait dengan peningkatan payload capacity dan security data yaitu : • (Habes, 2006), menggunakan penyisipan bit LSB lebih dari satu namun tidak lebih dari 4 bit
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
untuk meningkatkan payload capacity pada image steganografi. • (Prasad, dkk, 2009), menggabungkan teknik kompresi dan kriptografi asimetris pada image steganografi untuk meningkatkan payload capacity dan security data. Agar payload capacity dan security dapat lebih ditingkatkan, dalam penelitian ini diusulkan penggabungan teknik dari 2 penelitian di atas dengan ditambahkan satu metode sebagai kontribusi yaitu pembesaran ukuran dimensi gambar steganografi.
ditunjukkan oleh Gambar 1 : 00100111 11101001 11001000 00100111 11001000 11101001 11001000 00100111 11101001 Gambar 1 Data raster biner gambar asli
Sedangkan representasi biner ASCII huruf A adalah : 100000111 Gambar 2 Representasi biner ASCII huruf A
Dengan menyisipkannya pada data pixel diatas maka akan dihasilkan :
2. KAJIAN PUSTAKA.
00100111 11101000 11001000 00100110 11001000 11101000 11001001 00100111 11101001
2.1 Media Steganografi Hampir semua file digital dapat digunakan untuk steganografi, tetapi format yang paling cocok adalah yang mempunyai nilai bits redundancy tinggi. Bit Redudancy adalah bit yang dapat dirubah tanpa merubah banyak karakteristik file secara keseluruhan. File gambar dan suara adalah yang memenuhi syarat ini, sehingga banyak periset steganografi yang telah menggunakan media tersebut, (Morkel, dkk, 2005).
Gambar 3 Data raster biner gambar asli setelah disisipi data biner ASCII huruf A
Terlihat hanya empat bit rendah yang berubah, untuk mata manusia maka tidak akan tampak perubahannya. Secara rata-rata dengan metoda ini hanya setengah dari data bit rendah yang berubah, sehingga bila dibutuhkan dapat digunakan bit rendah kedua dan seterusnya, namun sebaiknya tidak melebihi 4 bit LSB (Habes, 2006), karena semakin banyak bit LSB yang digunakan maka gambar akan semakin banyak mengalamai perubahan layaknya terkena noise.
2.1.1 Citra (Image) File Citra pada komputer merupakan array bilangan yang merepresentasikan nilai intensitas cahaya yang bervariasi (pixel). Kumpulan pixelpixel inilah yang membentuk suatu citra. Citra yang sering digunakan umum adalah citra 24 bit dan citra 8 bit (256 colors), (Johnson, 1998). 2.1.2 Media Gambar Terkompresi dan pengaruhnya pada steganografi Ketika bekerja dengan gambar bit depth tinggi, maka file size gambarnya akan menjadi terlalu besar untuk berada di standar halaman internet. Agar dapat menampilkan gambar dengan ukuran yang wajar, gambar tersebut harus diberi teknikteknik tertentu. Teknik ini menggunakan rumus matematika untuk menganalisa data gambar dan menghasilkan gambar dengan ukuran file lebih kecil. Proses ini disebut dengan kompresi, (Morkel, dkk, 2005).
Gambar 4 Representasi Biner 4-LSB
Gambar 4 merupakan representasi biner 1 byte (8 bit), bagian yang berwarna biru merupakan MSB (Most Significant Bit) sedangkan yang merah merupakan LSB (Least Significant Bit). Kita dapat menyisipkan pada bagian yang berwarna merah. Jika kita rekontruksi ulang contoh sebelumnya dengan menggunakan penyisipan multi LSB 4 bit, maka untuk penyisipan huruf A sekarang hanya membutuhkan 2 bytes binary warna. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan contoh raster 2 byte gambar aslinya seperti pada Gambar 5.
2.2 Teknik Steganografi Least Significant Bit Insertion (LSB) Least Significant Bit Insertion merupakan salah satu metode steganografi yang yang paling sederhana, cepat dan mempunyai kapasitas penyisipan yang cukup besar. LSB insertion menggunakan cara menyisipkannya pada bit rendah atau bit paling kanan (LSB) pada data pixel yang menyusun file tersebut. Untuk file bitmap 24 bit, setiap pixel (titik) pada Gambar 1 terdiri dari susunan tiga warna merah, hijau dan biru (RGB) yang masing-masing disusun oleh bilangan 8 bit (byte) dari 0 sampai 255 atau dengan format biner 00000000 sampai 11111111. Dengan demikian pada setiap pixel file bitmap 24 bit dapat disisipkan 3 bit data, (Prihanto, 2009). Contoh penyisipan huruf A pada bitmap 24 bit pixel dengan data raster biner gambar asli
00100111 11101001 Gambar 5 Data raster biner 2 byte gambar asli
Sedangkan representasi biner ASCII huruf A adalah :
100000111 Gambar 6 Representasi biner ASCII huruf A
Dengan menyisipkannya pada data pixel diatas maka akan dihasilkan :
2
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
2.5.2 Loseless Data hasil kompresi dapat didekompres lagi dan hasilnya tepat sama seperti data sebelum proses kompresi. Contoh: GIF, PNG, ZIP, RAR, GZIP, BZIP, dan 7-ZIP.
00101000 11100111 Gambar 7 Data raster 2 byte gambar asli setelah disisipi data biner ASCII huruf A
2.3 Kriptografi Tujuan utama dari kriptografi tentu saja untuk mengamankan informasi. Pengamanan informasi yang dilakukan mencakup beberapa aspek yang termasuk dalam aspek keamanan informasi, (Manezes, dkk, 1996) yaitu:
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini berfokus pada kebutuhan akan ukuran informasi yang hendak disampaikan dan keamanan informasi tersembunyi dengan menggabungkan teknik kompresi, multi LSB Insertion, pembesaran dimensi media gambar dan penggunaan kriptografi Triple DES pada image steganografi. Dalam penelitian ini penggabungan beberapa metode tersebut disebut sebagai Teknik Hybrid.
• Kerahasiaan, menjaga isi informasi dari pihak yang tidak memiliki otoritas. • Integritas data, menjaga data tidak berubah secara tidak sah. • Autentikasi, digunakan untuk identifikasi data. • Non-repudiasi, mencegah penyangkalan oleh pengirim/pembuat.
Gambar 9 adalah skema dari komponen steganografi dengan teknik hybrid yang akan dibangun.
2.4 Pembesaran Gambar Pada umumnya algoritma yang mampu menghasilkan perbesaran citra dengan kualitas terbaik membutuhkan waktu pemrosesan dan sumber daya (resource) yang lebih besar pula. Misalkan dikehendaki perbesaran citra yang berukuran 2 x 2 dengan faktor perbesan (Z) citra sebesar 2, maka hasil perbesaran citra adalah citra baru berukuran 4 x 4.
Gambar 9 Skema komponen Steganografi teknik hybrid
Teknik hybrid yang akan dibangun dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 blok alur proses, yaitu : Alur penyisipan file ke dalam gambar (Embed File) dan Alur pengambilan file tersembunyi dari gambar (Parsing / Deembed File).
Gambar 8 Perbesaran citra 2 x 2 dengan faktor pembesaran 2
3.1 Diagram Alur Penyisipan File (Embed File) Jika dirumuskan hubungan antara ukuran dimensi citra (image) asal dan citra hasil adalah :
1.Sebelum File embed dilakukan proses kompresi, maka dapat dilakukan proses enkripsi terlebih dahulu atau tidak (Do Encrypt). 2.File embed yang terenkripsi/tidak kemudian dilakukan proses kompresi (Do Compress). 3.File kompresi yang dihasilkan kemudian di adakan perhitungan terhadap ukuran file kompresi (FZip) 4.Dalam waktu yang hampir bersamaan dilakukan perhitungan terhadap kapasitas image source (CZoom) dengan zooming factor=1. 5.Hasil Perhitungan point 3 (FZip) dan 4 (CZoom) kemudian dijadikan dasar perhitungan terhadap kemungkinan jumlah bit LSB (N-LSB) yang dibutuhkan. 6.Jika N-LSB kurang dari atau sama dengan 4, maka langsung dilakukan penyisipan bit header + file terkompresi ke image source (Do Multi LSB Insertion), kemudian akan dihasilkan gambar hasil (image stego), yang di dalamnya sudah tersisip file tersembunyi. keterangan : header berisi status penggunaan
Dalam implementasi agar lebih mudah digunakan dalam proses pembesaran gambar, maka digunakan istilah kernel, yaitu suatu metode konvolosi untuk memfilter gambar masukan sehingga dihasilkan sebuah gambar keluaran sesuai dengan table pemetaan (mapping tables) atau koefisien binary (coefficient bins). 2.5 Kompresi Data Jenis kompresi data berdasarkan outputnya dibagi menjadi 2 yaitu: 2.5.1 Lossy Data hasil dekompresi tidak sama dengan data sebelum kompresi namun sudah “cukup” untuk digunakan. Contoh: JPEG, MP3, MPEG, dan WMA.
3
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
dan ukuran file
kriptografi, nama file embed terkompresi.
Image Stego
File Embed Key
Parsing Header Using Cryptografi
Y
N Image Source
Do Compess
Parsing Hidden File Do Encrypt
Uncompress New Image Source
Calculate Capasity Zooming (CZoom)
Key
Calculate Size of File Compression (FZip)
Chek Using Chryptography Do Zooming
Y
N
N
Calculate Zooming Factor (Z)
Decrypt
Calculate Requirement N -LSB N-LSB= (CZoom div F Zip) + 1
N-LSB<=4
Hidden File
Gambar 11 Diagram alur Deembed Hidden File
Y Image Stego
4. HASIL & PEMBAHASAN
Do Multi LSB Insertion (Header+File Compression )
4.1 Uji coba daya tampung - Pengaruh kompresi
Gambar 10 Diagram alur Embed File
7.Jika N-LSB lebih besar dari 4, maka dilakukan perhitungan kemungkinan jumlah berapa kali pembesaran (Z) yang harus dilakukan terhadap image source. 8.Jika sudah diketahui jumlah berapa kali (Z) pembesaran yang dibutuhkan, maka dapat dilakukan proses zooming terhadap image source (Do Zooming) dan sebagai output adalah new image source, kemudian dilakukan perhitungan terhadap kapasitas new image source (CZoom) dengan faktor pembesaran=Z. Proses ini berlanjut terus dari proses pada point 5 sampai dengan point 6 sehingga dihasilkan image stego. 3.2 Diagram Alur Parsing File (Deembed File) Gambar 12 Perbandingan File Embed Size, Compress Size dan improvement Compression (IZip)
1.Mula-mula bit image stego di parsing untuk mendapatkan informasi headernya. Informasi header tersebut kemudian digunakan untuk memparsing file tersembunyi yang masih berupa file terkompresi. 2.File terkompresi yang didapatkan di lakukan proses uncompress sehingga mengahasilkan file terenkripsi/tidak terenkripsi 3.Untuk mengetahui apakah file terenkripsi/tidak, maka dilakukan pengecekan status penggunaan kriptografi pada informasi header. 4.Jika status file tidak menggunakan kriptografi, maka langsung dihasilkan file yang tersembunyi (hidden file), jika tidak maka terlebih dahulu harus dilakukan proses deskripsi dengan key/password tertentu. Jika password sesuai maka akan di dapatkan file tersembunyinya, jika tidak sesuai maka file tersembunyi gagal dideskripsi, sehingga file tersebut tidak didapatkan.
Dari Gambar 12 dapat diambil informasi bahwa format file yang secara bawaan sudah mengalami kompresi sebelum disimpan (misal:pdf) akan mempunyai nilai improvement compression yang lebih kecil jika dibandingkan file yang secara bawaan tidak mengalami kompresi (misal:rtf).
Dimana : IZip = improvement compression CZip = kapasitas penyisipan kompresi C = Kapasitas penyisipan 1 bit LSB
4
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
4.2 Uji coba daya tampung - Penggunaan Multi LSB Insertion
CZoom IZoom Z C
= Kapasitas penyisipan pembesaran = Improvement Capacity Pembesaran = Zooming Factor = Kapasitas penyisipan 1 bit LSB
4.3.2 Percobaan Pembesaran gambar dengan beberapa kernel Pembesaran image akan menghasilkan efek kotak-kotak, hal ini dapat diperbaiki dengan menggunakan beberapa teknik pembesaran seperti penggunaan cubic kernel, lanczos kernel dan spline kernel.
Gambar 13 Hubungan NLSB dan kapasitas penyisipan (CNLSB)
Dari Gambar 13 dapat diambil informasi bahwa semakin bertambah bit penyisipan yang digunakan (NLSB), maka kapasitas penyisipan juga ikut bertambah secara linear.
Dimana : CNLSB = Kapasitas penyisipan pada NLSB NLSB = Jumlah N bit penyisipan INLSB = Improvement Capacity pada NLSB C = Kapasitas penyisipan 1 bit LSB Gambar 15 Pembesaran gambar dengan kernel a.Box Kernel, b.Cubic Kernel, c.Lanzcos Kernel, d.Spline Kernel
4.3 Uji coba daya tampung - Pengaruh pembesaran ukuran dimensi gambar 4.3.1 Percobaan Perubahan Kapasitas dengan Pembesaran Gambar
4.4 Uji coba daya tampung - Penggunaan teknik Hybrid Total improvement Capacity (IHybrid) untuk penggabungan 3 teknik yaitu penggunaan kompresi, multi LSB insertion dan pembesaran gambar adalah sama dengan perkalian dari improvement masing-masing teknik.
Sehingga didapatkan kapasitas hybridnya adalah :
Dimana : IHybrid = Improvement capacity Hybrid INLSB = Improvement capacity NLSB IZoom = Improvement capacity Zooming IZip = Improvement compression CHybrid = Kapasitas penyisipan Hybrid C = Kapasitas penyisipan 1 bit LSB Dari Table 1 di atas juga dapat diambil informasi bahwa teknik hybrid dapat diterapkan untuk berbagai format file dan ukuran. Teknik hybrid juga dapat menghasilkan improvement capacity yang cukup besar. Secara teori teknik hybrid mempunyai improvement capacity yang tak terbatas, namun disarankan tidak menggunakan pembesaran image yang terlalu tinggi mengingat ukuran image stego yang dihasilkan ikut membesar pula.
Gambar 14 Hubungan Zoom Factor (Z) dan Zooming Capacity (CZoom)
Dari Gambar 14 dapat diambil informasi bahwa semakin bertambah zooming factor (Z), maka kapasitas penyisipan juga ikut bertambah secara kuadratik.
Dimana :
5
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
Table 1 Data penyisipan file menggunakan teknik hybrid hybrid pada image untuk berbagai format dan ukuran
4.5 Uji coba pengaruh jenis gambar – Penggunaan gambar gelap dan terang 4.5.1 Warna dominan gelap
Dengan bertambah jumlah bit penyisipan pada image warna dominan gelap dan terang memberikan pengaruh perubahan penampilan yang hampir sama. Ini ditunjukkan perubahan SNR-P dan SNR-I pada Gambar 16 dan Gambar 17 mempunyai nilai yang hampir sama. 4.6 Uji coba pengaruh jenis gambar – Penggunaan variasi warna gambar Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh penggunaan variasi warna image source bermotif Natural Generated Image (citra pemandangana alami, bergradiasi warna tak teratur) dan bermotif Computer Generated Image (citra hasil pengolahan computer, citra bergaris, bergradiasi warna teratur, mempunyai variasi ketajaman warna) terhadap perubahan penampilan image stego dengan merubah parameter penggunaan NLSB mulai dari penyisipan 1 bit sampai 8 bit. Dari hasil pengujian diperoleh informasi bahwa dengan bertambahnya bit penyisipan image dengan motif Natural Generated Image mempunyai penampilan image stego lebih baik dari pada image dengan motif Computer Generated Image. Pada Natural Generated Image penyisipan menggunakan 6 bit ke atas baru menghasilkan distorsi warna yang cukup besar, sedangkan pada Computer Generated Image penyisipan menggunakan 4 bit ke atas sudah menghasilkan distorsi warna yang cukup besar.
Gambar 16 Perbandingan Hubungan NLSB dan SNRP, NLSB dan SNR-I Gambar warna dominan gelap
4.5.2 Warna dominan Terang
Gambar 17 Perbandingan Hubungan NLSB dan SNRP, NLSB dan SNR-I Gambar warna dominan terang
6
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
4.7 Uji coba Keamanan – Pengaruh penggunaan kriptografi 4.7.1 Uji coba tanpa menggunakan kriptografi Dari hasil pengujian urutan proses embed dan deembed file ke image tanpa menggunakan kriptografi diperoleh notasi prosenya sebagai berikut : Embed : IMGstego = EMBED(FILEembed) Deembed : FILEembed = DEEMBED(IMGstego) 4.7.2 Uji coba dengan menggunakan kriptografi Dari hasil pengujian urutan proses embed dan deembed file ke image dengan menggunakan kriptografi diperoleh notasi prosenya sebagai berikut :
Gambar 18 Penyisipan pada LSB ke 4 pada Natural Generated Image
Embed
: IMGstego = EMBED(ENCRYPT(FILEembed))
Deembed : FILEembed = DEEMBED(DECRYPT(IMGstego))
Dari Uji coba 4.7.1 dan Uji coba 4.7.2 dapat diambil informasi bahwa pada proses embedding dan deembedding file dengan menggunakan kriptografi membutuhkan fungsi tambahan yaitu encrypt dan decrypt. Hal ini akan memberikan perlindungan tambahan karena file yang tersembunyi tidak dapat diekstrak (deembed) secara langsung tanpa mengetahui password yang valid. Gambar 19 Penyisipan pada LSB ke 6 pada Natural Generated Image
4.8 Uji coba megukur keluaran gambar – Penggunaan format BMP dan PNG
Gambar 20 Penyisipan pada LSB ke 4 pada Computer Generated Image
Gambar 22 Hubungan keluaran image stego dengan format PNG dan BMP.
Dari Gambar 22 dapat diambil informasi bahwa keluaran image stego dengan format PNG yang menggunakan teknik kompresi loseless secara umum memiliki ukuran file yang lebih kecil daripada format BMP. Ukuran file PNG akan bertambah seiring dengan jumlah penggunaan NLSB.
5. Kesimpulan • Teknik hybrid yang diusulkan dapat meningkatkan kapasitas penyisipan informasi tersembunyi bahkan secara teori peningkatannya dapat tak terbatas, namun disarankan tidak menggunakan pembesaran image yang terlalu tinggi mengingat ukuran
Gambar 21 Penyisipan pada LSB ke 4 pada Computer Generated Image
7
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
•
•
•
•
image stego yang dihasilkan ikut membesar pula. Untuk mengurangi ukuran gambar keluaran (image stego) dapat digunakan format PNG yang menggunakan teknik kompresi loseless sebagai pengganti format BMP. Agar diperoleh image stego yang tidak mengalami banyak perubahan (distorsion), disarankan tidak menggunakan bit penyisipan lebih dari 6 untuk gambar bermotif Natural Generated Image dan 4 untuk gambar bermotif Computer Natural Image, sedangkan tingkat kecerahan (gelap atau terang) tidak terlalu berpengaruh. Untuk mengurangi efek kotak-kotak teknik pembesaran gambar yang diusulkan dapat digunakan kernel perbaikan pembesaran gambar seperti cubic kernel, lanczos kernel dan spline kernel. Teknik hybrid juga dapat memberikan perlindungan tambahan karena informasi yang tersembunyi telah mengalami pengacakan (kriptografi) sebelum disisipkan.
7. Pustaka Habes, Alkhraisat. (2006), Information Hiding in BMP image Implementation, Analysis and Evaluation, Eletronic Scientific Journal, Saint Petersburg, Russia. Johnson, Neil F. dan Jajodia, Sushil. (1998), Exploring Steganography, Seeing the Unseen, IEEE Computer Magazine. Manezes; P. Van Oorschot and S. Vanstone., (1996), Handbook of Applied Cryptography, CRC Press. Morkel, T., Eloff dan Olivier, M.S. (2005), An Overview of Image Steganography, Proceedings of the Fifth Annual Information Security South Africa Conference(ISSA2005), Sandton, South Africa, (Published electronically). Prasad, M. Sitaram (2009), A Novel Information Hiding Technique For Security By Using Image Steganography, Journal of Theoretical and Applied Information Technology. Prihanto, Agus. (2009), Penyembuyian dan Pengacakan Pesan Data Text Menggunakan Steganografi dan Kriptografi Triple DES pada image, Proceding Seminar Nasional Pengaman Jaringan - SNIPER, Banyuwangi. YANG, Hengfu. (2009), A High-Capacity Image Data Hiding Scheme Using Adaptive LSB Substitution, RADIOENGINEERING, VoL. 18, No. 4.
8