Vol 3, No 3Desember 2013
ISSN 2088-2130
PENINGKATAN EFISIENSI WAKTU KOMPUTASI DENGAN METODE PEMROGRAMAN DINAMIS Dyah Sulistyowati Rahayu1*), Chastine Fatichah1), Rully Sulaiman1) 1) Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Indonesia *)
[email protected]
ABSTRAK Proses segmentasi merupakan tahapan awal yang sangat penting pada berbagai aplikasi pengolahan citra. Keberhasilan proses segmentasi ikut menentukan hasil akhir aplikasi yang melibatkan pengolahan citra. Konstruksi histogram ambang jamak merupakan salah satu metode segmentasi sederhana dengan melakukan analisis terhadap histogram derajat keabuan citra. Metode Minimum Error Thresholding (MET) adalah metode konstruksi histogram ambang yang memiliki nilai akurasi tinggi dengan cara menemukan nilai kesalahan klasifikasi minimum dari perkiraan distribusi Gaussian. Namun, kompleksitas metode tersebut yang mencapai 256nuntuk ambang jamak menyebabkan tingginya waktu komputasi yang diperlukan. Penelitian ini mengusulkan penerapan konsep pemrograman dinamis untuk menguragi waktu komputasi metode MET. Pengurangan waktu komputasi dilakukan dengan melakukan pemodelan ulang formulasi sehingga dapat mengurangi perhitungan yang berulang dan menyimpan nilai yang sudah dihitung pada tabel rujukan. Ujicoba yang dilakukan menunjukkan penerapan konsep pemrograman dinamis dapat secara signifikan mengurangi waktu komputasi metode tersebut. Rasio waktu komputasi antara metode dengan penerapan pemrograman dinamis dengan metode tanpa pemrograman dinamis mencapai 1:88 pada jumlah ambang 4.Semakin banyak jumlah ambangnya maka semakin tinggi pula perbedaan rasio waktu antar kedua metode.Dengan penerapan konsep pemrograman dinamis tersebut metode MET ambang jamak dapat diaplikasikan dengan waktu komputasi rasional.
Kata kunci:ambang jamak, histogram, pemrograman dinamis, segmentasi. ABSTRACT Segmentation process is an important initial step in many image processing applications. The result of the segmentation process determines the final outcome of applications involving image processing. A multi-level thresholding is one of the simple methods by analyzing the degree of gray image histogram. Minimum Error Thresholding method (MET) is a thresholding method that has an high accuracy value by finding the minimum misclassification error of the estimated Gaussian distribution. However, the complexity of multilevel threshold is 256nthat requiresan high computation time. This research proposes the application of dynamic programming method for reducing the MET’s time complexityby remodeling the formulation. The dynamic programming reduces the repetitive calculation and saves the value in a lookup table. Tests have shown the dynamic programming can significantly reduce the computation time of MET. The ratio between MET using dynamic programming and MET without dynamic programming reached 1:88 for the number of threshold of 4. The greater the number of threshold, the higher the difference of time ratio between those two methods.By applying the concept of dynamic programming MET thresholding method can be applied to multilevelthresholding in a rational computation time. Keywords: multilevel threshold, histogram, dynamic programming, segmentation.
122
Vol 3, No 3Desember 2013
1. PENDAHULUAN Saat ini aplikasi pengolahan citra banyak dibutuhkan dalam berbagai bidang.Tidak hanya untuk kepentingan penelitian, aplikasi yang melibatkan pengolahan citra banyak diaplikasikan untuk kepentingan kesehatan, pendidikan, pengolahan sumber daya alam, dan berbagai bidang strategis lainnya.Pengolahan citra selain memiliki nilai penelitian juga memiliki nilai jual ekonomis. Umumnya segmentasi adalah tahapan awal dari rangkaian pengolahan citra. Tahap segmentasi yang baik akan mampu menjadikan hasil akhir yang baik pula sehingga manfaat aplikasi dapat tercapai. Salah satu metode segmentasi sederhana dan telah digunakan secara luas adalah ambang citra (thresholding).Ambang citra bekerja dengan menganalisis persebaran distribusi intensitas derajat keabuan citra.Metode tersebut menentukan ambang citra berdasarkan persebaran intensitas derajat keabuan citra yang terbentuk dalam wujud histogram intensitas. Ambang citra digolongkan menjadi dua, yaitu ambang tunggal (bilevel thresholding) dan ambang jamak (multilevel thresholding).Ambang tunggal memisahkan intensitas citra ke dalam dua kelas. Kelas dengan intensitas yang kurang dari nilai ambang tertentu dan kelas dengan intensitas yang lebih dari atau sama dengan ambang tertentu. Ambang jamak memisahkan intensitas citra ke dalam beberapa kelas yang telah ditentukan.Masing-masing kelas beranggotakan intensitas citra dalam jangkauan yang dipisahkan oleh ambang yang telah ditentukan. Sezgin dan Sankur [1] menggolongkan metode ambang citra ke dalam enam buah kategori, yaitu metode berdasarkan bentuk histogram, berdasarkan konsep pengelompokan,
123
berdasarkan nilai entropi, berdasarkan atribut obyek, metode spasial, dan metode lokal adaptif.Dari ke enam kelompok tersebut, tiga diantaranya adalah kelompok dengan metodemetode yang sampai saat ini masih digunakan secara luas yaitu metode berdasarkan bentuk histogram, pengelompokan, dan entropi. Metode ambang berdasarkan bentuk histogram diantaranya menganalisis puncak dan lembah histogram dengan menggunakan kernel [2][3] , menganalisis bentuk histogram dengan Gaussian [4], menggunakan konsep dasar convex hull untuk menemukan cekungan terdalam sebagai alternatif letak ambang [5], dan juga menggunakan konsep PMF dengan pencarian berulang untuk menemukan varians minimal antara fungsi dengan histogram [6]. Metode Otsu [7] meminimalkan variansi intra kelas dan memaksimalkan variansi antar kelas, metode Minimum Error Thresholding meminimalkan nilai kesalahan klasifikasi dari pemodelan distribusi Gaussian [8][9] dan metode pengelompokan berdasarkan konsep Fuzzy [10] adalah contoh metode ambang berdasarkan konsep pengelompokan. Sedangkan Metode berdasarkan nilai entropi yang telah diusulkan diantaranya oleh Kapoor [11] dan fuzzy entropi [12]. Metode tersebut juga dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan yaitu parametrik dan nonparametrik.Metode dengan pendekatan parametrik menentukan nilai ambang berdasarkan estimasi parameter yang dari pemodelan distribusi yang paling sesuai dengan histogram intensitas citra.Sedangkan metode non-parametrik menentukan nilai ambang berdasarkan pencarian nilai yang mengoptimalkan nilai obyektif tertentu. Metode non-parametrik lebih banyak digunakan secara luas karena
Dyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...
kebutuhan waktu komputasinya yang lebih kecil dibandingkan metode parametrik. Contoh metode nonparametrik yang sampai saat ini masih terus digunakan untuk berbagai aplikasi pengolahan citra adalah metode Otsu[7], MET[8], dan entropi[11]. Selain karena akurasinya yang tinggi, ketiga metode tersebut menggunakan tahapan yang cukup sederhana [13][14][15]. Ketiga metode tersebut merupakan salah satu metode berbasis pengelompokan dengan hasil akurasi yang cukup tinggi pada berbagai kasus. Untuk mengatasi tingginya waktu komputasi metode tersebut jika diaplikasikan pada histogram ambang jamak telah diusulkan penelitian berbasis metode heuristik [16][17][18]. Pemrograman dinamis diketahui secara luas sebagai sebuah metode yang melakukan penyederhanaan permasalahan dengan membaginya menjadi beberapa tahapan yang berurut.Metode ini digunakan sebagai alat komputasi yang pada banyak kasus berhasil melakukan optimasi kompleksitas dari suatu formulasi yang diselesaikan [19].Konsep pemrograman dinamis telah diterapkan pada metode Fast Otsu [20] untuk mengurangi biaya komputasi pada metode konvensional Otsu dengan memodelkan ulang bentuk formulasi pencarian ambang optimalnya.Metode ini terbukti dapat mengurangi kompleksitas metode Otsu konvensional dengan pengurangan waktu yang signifikan. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan sebuah penerapan metode pemrograman dinamis pada konstruksi histogram ambang jamak berdasarkan nilai minimum kesalahan klasifikasi yang telah terbukti menjadi kriteria yang baik dalam menentukan ambang optimal. Pemodelan pemrograman dinamis pada metode Fast Otsu akan diadopsi untuk membentuk model formulasi metode yang diusulkan
dengan harapan dapat mengurangi biaya komputasi metode MET konvensional.
2. DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra grayscale dengan 2 ukuran yang berbeda yaitu 512 x 512 dan 256 x 256.Gambar 1 adalah citra yang digunakan sebagai data uji coba.Citra dengan ukuran yang berbeda digunakan untuk melihat pengaruh ukuran citra terhadap waktu komputasi yang diperlukan.
Gambar 1. Citra lena, cameraman, house, peppers, boat dan livingroom sebagai data uji coba.
3.
METODE MET DENGAN PEMROGRAMAN DINAMIS
Metode MET dapat dikembangkan untuk ambang jamak.Nilai kriteria yang harus diminumkan untuk mendapatkan ambang optimum adalah nilai kesalahan klasifikasi yang didapatkan dari kesalahan estimasi distribusi Gaussian dengan data sebenarnya.Nilai kesalahan
124
Vol 3, No 3Desember 2013
klasifikasi dicari dengan persamaan 1 dengan c adalah kelas. Probabilitas kelas c dihitung menggunakan persamaan 2 dengan piadalah probabilitas intensitas, n adalah intensitas batas awal setiap kelas dan N adalah intensitas batas akhir setiap kelas. Mean dan standar deviasi kelas dihitung dengan persamaan 3 dan 4. C 1
J (t ) 1 2. c [log c log c ] c 0
(1)
N
c pi ; i n
(2)
membantu menemukan jawaban permasalahan yang lebih besar, sampai keseluruhan permasalahan diselesaikan [21]. Metode MET dimodelkan ulang dengan mengadopsi pemodelan Fast Otsu. Pemodelan yang digunakan pada Fast Otsu menerapkan konsep perhitungan Subset Sum dimana nilai penjumlahan dari interval tertentu bisa dihitung dari penjumlahan sebelumnya. Pemodelan ulang yang digunakan untuk menghitung nilai probabilitas kelas dan mean kelas dituliskan pada persamaan 7 dan 8. Pembuktian kebenaran pemodelan ulang tersebut dijelaskan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
N
c i. pi / c ; i n
c
(3) tc
(i c ) 2 pi
i t c 1 1
(4)
Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengubah hasil akhir, persamaan 1 diubah menjadi persamaan 5 dengan menghilangkan penjumlahan dan perkalian dengan konstanta.Untuk memperoleh ambang optimum digunakan persamaan 6. C
J (t1 , t 2 ,.., t C 1 ) c log c 1
J min min( J )
c (5) c (6)
Pada umumnya, suatu permasalahan terdiri dari subpermasalahan dengan tipe yang sama. Pemrograman dinamis adalah sebuah paradigma algoritmis dimana sebuah permasalahan diselesaikan dengan mengidentifikasi rangkaian dari subpermasalahan dan mengerjakannya satu persatu, mulai dari yang terkecil, menggunakan jawaban dari permasalahan yang kecil untuk
125
(1,1) p1 (1, b) (1, b 1) p b (a, b) (1, b) (1, a 1)
(1,1) p1 (1, b) (1, b 1) (b * p b ) (a, b) (1, b) (1, a 1)
(8)
(9)
Pemodelan ulang untuk standar deviasi interval kelas tidak menghasilkan nilai yang sama persis.Namun nilai yang dihasilkan oleh pemodelan ulang sebanding dengan nilai standar deviasi yang sebenarnya.Standar deviasi diformulasikan ulang pada persamaan 10.Pembuktian kebenaran pemodelan ulang tersebut dijelaskan pada Gambar 4.
(1,1) 0 (1, b) (1, b 1) (b (1, b) / (1, b)). pb (a, b) (1, b) (1, a 1) (10) Dari nilai probabilitas dan standar deviasi interval kelas yang sudah disimpan di dalam sebuah tabel rujukan, dapat dihitung nilai kesalahan klasifikasi tiap interval kelas.
Dyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...
Nilai Frekuensi Probabilitas(N) Probabilitas(1,N)
1 4 0.08 0.08
2 5 0.1 0.18
3 6 0.12 0.3
4 12 0.24 0.54
5 8 0.16 0.7
6 7 0.14 0.84
7 5 0.1 0.94
8 3 0.06 1
Mencari nilai probabilitas kelas yang dibatasi intensitas 1 dan 5: P(1,5) = P(1,4) + P(5) P(1,5) = 0.54 + 0.16 = 0.7 Pembuktian: P(1,5) = 0.08 + 0.1 + 0.12 + 0.24 + 0.16 = 0.7 Mencari nilai probabilitas kelas yang dibatasi intensitas 3 dan 6: P(3,6) = P(1,6) - P(1,2) P(3,6) = 0.84 - 0.18 = 0.66 Pembuktian: P(3,6) = 0.12 + 0.24 + 0.16 + 0.14 = 0.66 Gambar 2. Pembuktian pemodelan ulang nilai probabilitas interval kelas Nilai Frekuensi Probabilitas(N) Probabilitas(1,N) Mean(N) Mean(1,N)
1 4 0.08 0.08 0.08 0.08
2 5 0.1 0.18 0.2 0.28
3 6 0.12 0.3 0.36 0.64
4 12 0.24 0.54 0.96 1.6
5 8 0.16 0.7 0.8 2.4
6 7 0.14 0.84 0.84 3.24
7 5 0.1 0.94 0.7 3.94
8 3 0.06 1 0.48 4.42
Mencari nilai mean kelas yang dibatasi intensitas 3 dan 6: Mean(3,6) = (Mean(1,6) - Mean(1,2))/ Probabilitas(3,6) Mean(3,6) = (3.24 - 0.28)/(0.84-0.18) = 2.96 Mean(3,6) = 2.96/ 0.66 = 4.48 6 Pembuktian: i. pi / (3, 6) ; Mean(3,6) = i 3 Mean(3,6) = (0.36 + 0.96 + 0.8 + 0.84)/ (0.84-0.18) Mean(3,6) = 2.96/ 0.66 = 4.48
Gambar 3. Pembuktian pemodelan ulang nilai mean interval kelas
Untuk mendapatkan nilai kriteria ambang optimum diperlukan penjumlahan kesalahan klasifikasi tiap kelas yang mungkin terbentuk dari kombinasi ambang.Jumlah kemungkinan kombinasi sesuai jumlah ambangnya ditampilkan pada Tabel 1.Pencarian nilai secara menyeluruh ini hanya dilakukan satu kali yaitu untuk mendapatkan jumlah kesalahan klasifikasi yang minimum sehingga meskipun kompleksitasnya tinggi, masih cukup efisien karena
hanya melibatkan penjumlahan.
operasi
Pseudocode sistem MET-DP untuk membentuk tabel rujukan nilai kesalahan klasifikasi setiap interval kelas dituliskan pada Gambar 5.Dari nilai J yang disimpan terssebut kemudian dilakukan pencarian ambang yang meminimalkan penjumlahan nilai kriteria dari setiap kelas.
126
Vol 3, No 3Desember 2013
Nilai
1
2
3
4
5
6
7
8
Frekuensi
4
5
6
12
8
7
5
3
Prob (N)
0.08
0.1
0.12
0.24
0.16
0.14
0.1
0.06
Prob(1,N)
0.08
0.18
0.3
0.54
0.7
0.84
0.94
1
Mean(N)
0.08
0.2
0.36
0.96
0.8
0.84
0.7
0.48
Mean(1,N)
0.08
0.28
0.64
1.6
2.4
3.24
3.94
4.42
0
0.044
0.148
0.397
0.648
0.948
1.229
1.444
Std(1,N)
Mencari nilai standar deviasi kelas yang dibatasi intensitas 3 dan 6: Std(3,6) = Std(1,6) - Std(1,2) Std(3,6) = 0.948762 - 0.044444 Std(3,6) = 0.904317 6 Pembuktian: (i ( 3, 6 ) ) 2 . pi Std(3,6) = i 3 Std(3,6) = sqrt(0.000192 + 0.259584 + 0.665856 + 1.293824) Std(3,6) = 1.489784
Mencari nilai standar deviasi kelas yang dibatasi intensitas 2 dan 4: Std(2,4) = Std(1,4) - Std(1,1) Std(2,4) = 0.397333 – 0 Std(2,4) = 0.397333 4 Pembuktian: (i ( 2, 4) ) 2 . pi Std(2,4) = i 2 Std(2,4) = sqrt(0.02304+0.262848+1.476096) Std(2,4) = 1.3273 Mencari nilai standar deviasi kelas yang dibatasi intensitas 4 dan 8: Std(4,8) = Std(1,8) - Std(1,3) Std(4,8) = 1.444413 – 0.148444 Std(2,4) = 1.295969
Pembuktian: Std(2,4) = Std(2,4) = sqrt(0.013824+0.246016+0.702464+1.04976+1.07865) Std(2,4) = 1.75044 Gambar 4. Pembuktian pemodelan ulang nilai standar deviasi interval kelas
Tabel 1. Jumlah kemungkinan kelas yang terbentuk sesuai jumlah ambang No Jumlah Jumlah kemungkinan kelas yang terbentuk ambang 1. 1 256 1 2. 2 256x
3.
3
4.
4
5.
5
127
(256) 2 1 1 256 x (256) x (256) 2 4
1 1 1 (256) x (256) x (256) 2 4 8 1 1 1 1 256 x (256) x (256) x (256) x (256) 2 4 8 16 256 x
Dyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...
READ citra ni = histogramCitra Pi = ni/jumlahPikselCitra a=1 REPEAT b=1 REPEAT IF a=1 AND b=1 (a, b) Pi (b) (a, b) b * Pi (b) ( a , b) 0 ELSEIF a=1 (a, b) (1, b 1) Pi (b) (a, b) (1, b 1) b * Pi (b) IF (a, b) 0 (a, b) (1, b 1) (b (a, b) / (a, b)) * Pi (b) ELSE
(a, b) 0;
END ELSE (a, b) (1, b) (1, a 1) (a, b) (1, b) (1, a 1) (a, b) (1, b) (1, a 1) END J (a, b) log( (a, b) / (a, b))
* ( a , b) a=a+1 b=b+1 UNTIL a=255 UNTIL b=256 Gambar 5. Pseudocode pembentukan tabel Rujukan
4. HASIL UJI COBA Hasil uji coba menunjukkan bahwa waktu komputasi MET-DP dan MET berbeda sangat signifikan. Tabel 2 mendeskripsikan rata-rata waktu komputasi untuk ukuran citra 512 x 512. Untuk jumlah ambang 2, rata-rata waktu komputasi MET-DP dan MET memiliki rasio 1:20. Untuk jumlah ambang 3, rasio waktu komputasi antar kedua sistem yaitu 1:87. Sedangkan waktu komputasi antara sistem MET-DP dan MET memiliki perbandingan 1:88.
Metode MET tidak mampu menangani konstruksi ambang jamak untuk jumlah ambang 5 karena kompleksitasnya yang terlalu tinggi. Waktu komputasi untuk citra berukuran 256 x 256 ditampilkan pada Tabel 3. Rasio waktu komputasi antara MET-DP dengan MET untuk jumlah ambang 2 adalah 1:20, untuk jumlah ambang 3 adalah 1:87 dan untuk jumlah ambang 4 adalah 1:88. Rasio tersebut meningkat seiring bertambahnya jumlah ambang. Tabel 2. Waktu komputasi citra ukuran 512 x 512 dengan jumlah ambang 2, 3, 4, dan 5 Jumlah Waktu komputasi ambang MET-DP MET (detik) (detik) 2 1.1100 22.4453 3 23.8560 2005.09 4 1479.56 130357 5 86621 > 3 hari Tabel 3. Waktu komputasi citra berukuran 256 x 256 dengan jumlah ambang 2, 3, 4, dan 5 Jumlah Waktu komputasi ambang MET-DP MET (detik) (detik) 2 1.1086 22.4188 3 23.8456 2007.15 4 1477.38 130296 5 86568 > 3 hari Dari kedua tabel tersebut dapat dibandingkan pula perbedaan waktu komputasi antara citra berukuran 512 x 512 dengan 256 x 256.Selisih yang ada tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan proses yang melibatkan ukuran piksel citra hanyalah proses diawal yaitu pembentukan histogram citra dan perhitungan probabilitas tiap intensitasnya. Gambar 6 menampilkan hasil segmentasi citra dengan metode METDP dan MET pada jumlah ambang 2. Gambar 7 dan 8 menampilkan hasil dari kedua metode tersebut pada jumlah
128
Vol 3, No 3Desember 2013
ambang 3 dan 4.Gambar 9 menampilkan hasil segmentasi metode MET-DP untuk jumlah ambang 5.Dari hasil tersebut terlihat bahwa pada beberapa kasus MET-DP memiliki kinerja segmentasi yang lebih baik.
Hasil segmentasi metode METDP lebih baik pada beberapa kasus misalnya pada citra lena dan peppers pada jumlah ambang 2.
Gambar 6. Hasil segmentasi metode METDP dan MET pada jumlah ambang 2
Gambar 7. Hasil segmentasi metode METDP dan MET pada jumlah ambang 3
129
Dyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...
Gambar 8. Hasil segmentasi metode METDP pada jumlah ambang 5
5. KESIMPULAN Usulan penerapan metode pemrograman dinamis untuk meningkatkan efisiensi waktu komputasi konstruksi histogram ambang jamak berbasis nilai kesalahan klasifikasi telah dilakukan. Dari hasil uji coba dapat disimpulkan bahwa penerapan pemrograman dinamis dapat mengurangi waktu komputasi secara seignifikan. Terdapat pula perbedaan waktu komputasi pada citra dengan ukuran yang berbeda. Namun perbedaan tersebut tidak signifikan.
Gambar 8. Hasil segmentasi metode METDP dan MET pada jumlah ambang 4
6. DAFTAR PUSTAKA [1] Sezgin, M., & Sankur, B. (2004). Survey Over Image Thresholding Techniques and Quantitattive Performance Evaluation. Journal of Electronic Imaging Volume 13 , 146-165. [2] Sezan, M. I. (1985). A peak detection algorithm and its application to histogram-based image data reduction. Graph,
130
Vol 3, No 3Desember 2013
Models Image Process Volume.29 , 47-59.
[3] Boukharouba, S., Rebordao, J. M., & Wendel, P. L. (19855). An amplitude segmentation method base on the distribution function of an image. Graph, Models Image Process Vol.29 , 47-59. [4] Tsai, D. M. (1995). A fast thresholding selection procedure for multimodal and unimodal histograms. Pattern Recognition Letter Vol.16 , 653-666. [5] Rosenfeld, A., & De la Torre, P. (1983). Histogram concavity analysis as an aid in threshold selection. IEEE Trans. System Man Cybern SMC-13 , 231-235. [6] Ramesh, N., Yoo, J. H., & Sethi, I. K. (271-279). Thresholding based on histogram approximation . IEEE Proc. Vision Image SIgnal Process 142 (5) , 1995. [7] Otsu, N. (1979). A Threshold Selection Method from Gray-level Histogram. IEEE Transcations on Systems and Cybernetics Volume SMC-9 , 62-66. [8] Kittler, J., & Illingworth, J. (1986). Minimum error thresholding. Pattern Recognition Volume 19 , 4147. [9] Cho, S., Haralick, R., & Yi, S. (1989). Improvement of kittler and illingworth's minimum error thresholding. Patter Recognition Vol.22 , 609-617. [10] Jawahar, C. V., Biswas, P. K., & Ray, A. K. (1997). Investigation on fuzzy thresholding based on fuzzy clustering. Patern Recognition Vol.30 , 1605-1613. [11] Kapur, J. N., Sahoo, P. K., & Wong, A. K. (1985). A new method for gray level picture thresholding using the entropy of the histogram. Graph Models Image Process Vol.29 , 273-285. [12] Shanbag, A. G. (1994). Utilization of information measure as a means of image thresholding. Comput. Vis. 131
Graph. Image Process Vol.56 , 414419. [13] Huang, D., & Wang, C. (2009). Optimal Multilevel Thresholding using a Two Stage Otsu Optimization. Pattern Recognition Letters Volume 30 , 275-284. [14] Xue, J.-H., & Zhang, Y.-J. (2012). Riddler and Calvard's, Kittler and Illingworth's and Otsu's methods for image thresholding. Pattern Recognition Letters Vol.33 , 793797. [15] Xue, J.-H., & Titterington, D. M. (2011). Median-based image thresholding. Image and Vision Computing Vol.29 , 631-637. [16] Cuevas, E., Osuna-Enciso, V., Zaldivar, D., Perez-Cisneros, M., & Sossa, H. (n.d.). Multi-threshold Segmenttaion Based on Artificial Immune Systems. [17] Wei, C., & Kangling, F. (2008). Multilevel thresholding algorithm based on particle swarm optimization for image segmentation. Proceedings of the 27th Chinese Control Conference, (pp. 348-351). Yunnan. [18] Yin, P.-Y. (1999). A fast scheme for optimal thresholding using genetic algorthm. Signal Processing Vol 72 , 85-89. [19] Lew, A., & Mauch, H. (2010). Dynamic Programming: A Computational Tools. Berlin: Springer. [20] Liao, P., Chen, T., & Chung, P. (2001). A Fast Algorithm for Multilevel Thresholding. Journal of Information SCience and Engineering Volume 17 , 713-727. [21] Dasgupta, S., Papadimitriou, C. H., & Vazirani, U. (2006, October 03). Electrical Engineering and Computer Sciences UC Berkeley Official. Retrieved March 1, 2013, from www.cs.berkeley.edu: www.cs.berkeley.edu/~vazirani/algo rithms/chap6.pdf