PENINGKATAN CAPAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN MELALUI MODEL PENJAMINAN MUTU INTERNAL SMK Arwan Rifai Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan D.I.Yogyakarta e-mail:
[email protected] Abstract: The purpose of this study is to provide solutions to problems of quality achievement of education quality standards at secondary vocational schools. The research method in this article uses literature study. The study results in the form of internal quality assurance models can be used to improve the educational attainment of national standards, consisting of - standard quality benchmark setting, establishment of standard operating procedures, fulfillment of the quality standards implementation, and monitoring and evaluation of quality standards achievement
Keywords: School Internal Quality Assurance Model Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk memberikan solusi permasalahan capaian mutu standar mutu pendidikan pada sekolah menengah kejuruan. Metode penelitian pada artikel ini menggunakan studi literatur. Hasil studi berupa model penjaminan mutu internal dapat digunakan untuk meningkatkan capaian standar nasional pendidikan, terdiri dari penetapan standar mutu acuan, penetapan prosedur operasional baku, Pelaksanaan pemenuhan beserta .pemantauan dan evaluasi ketercapaian standar mutu .Kata Kunci: Model Penjaminan Mutu Internal Sekolah
Pendahuluan Standar Nasional Pendidikan (SNP) telah dijadikan regulasi sejak tahun 2005, sudah satu dasawarsa. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional. Namun demikian masih jauh dari harapan dalam hal, capain SNP pada sekolah menengah kejuruan. Hal ini terlihat pada data Profil Mutu Sekolah Berdasarkan Hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) Tahun 2013 yang dirilis pada laman lpmpjogja.org tanggal 13 Maret 2015. (Skala 10, capaian standar pengelolaan 7,33;
capaian standar Proses 5,89; capaian standar penilaian 6,75, capaian standar isi 7,28). Tentu saja selama 10 tahun banyak upaya untuk meningkatkan capaian standar nasional, baik diupayakan oleh sekolah sendiri maupun penyelenggara pendidikan. Namun demikian upaya tersebut belum optimal. Untuk itu perlu dikaji model yang dapat meningkatkan capaian SNP pada sekolah menengah kejuruan. Salah satu model penjaminan mutu pendidikan yang dilakukan oleh sekolah menengah kejuruan, yaitu: model penjaminan mutu internal sekolah menengah kejuruan ®. Model ini diteliti dan dikembangkan oleh Rifai (2014) melalui 1
Jurnal Pendidikan, Volume VI No: 01, April 2015
beberapa tahapan, antara lain dengan studi awal, uji ahli dan uji lapangan. Studi awal dilakukan untuk mendesain produk baru berupa model penjaminan mutu internal SMK, selanjutnya dikembangkan melalui uji ahli dan uji lapangan. Pada artikel ini, dimaksudkan untuk meninjau ulang (review) model penjaminan mutu internal Sekolah Menengah Kejuruan ® dan sebagai bentuk desiminasi produk model R (2014).
desain berdasarkan masukan-masukan dari para ahli. Pada tahapan ini dalam pendekatan penelitian desain dan pengembangan Richey dan Klein (2007: 8-13) termasuk dalam klaster penelitian model (model research), pengembangan proses komponen model (Development of model component processes). Selanjutnya menguji desain tersebut kepada pengguna, yaitu Kepala Sekolah dan Guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Yogyakarta.
Metode Penelitian Pada tulisan ini menggunakan metode studi literatur untuk mendeskripsikan model penjaminan mutu yang dapat digunakan sekolah-sekolah dalam upaya peningkatan capaian standar mutu acuan. Jenis penelitian Rifai (2014) termasuk dalam penelitian dan pengembangan (R&D). “R&D pendidikan adalah model penelitian dan pengembangan, dimana temuan penelitian digunakan untuk mendesain produk, kemudian dilakukan uji lapangan, dievaluasi, dan disempurnakan sampai memenuhi kriteria efektifitas, kriteria mutu atau standar yang ditentukan” (Borg&Gall, 2007: 589). Desain produk berupa model penjaminan mutu internal, selanjutnya dilakukan evaluasi pada sejumlah para ahli dari perguruan tinggi dan praktisi Badan Standar Nasional Pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah, Pengawas dan Kepala Sekolah pada tanggal 22 Juni 2013. Rifai (2014) merevisi dan menyempurnakan
Hasil Penelitian dan Pembahasan Model Konseptual Kemunculan penjaminan mutu (Quality assurance) setelah konsep pengendalian mutu (Quality control) dari dunia industri. Sallis (2011: 58-59) menyebutkan pengendalian mutu merupakan suatu proses pasca-produksi yang melacak dan menolak item-item yang tidak sesuai standar, sedangkan penjaminan mutu adalah suatu proses sebelum maupun ketika proses tersebut berlangsung. Penjaminan mutu lebih menekankan tanggung jawab pekerja dibandingkan dengan inspeksi mutu. Bila diterjemahkan pada dunia pendidikan, penjaminan mutu lebih menekankan tanggung jawab sekolah dan guru dibandingkan dengan ispeksi pengawas sekolah, dengan proses sebelum maupun ketika proses tersebut berlangsung. Rifai (2014: 2) menyebutkan bahwa penjaminan mutu pendidikan adalah serangkaian kegiatan sistemik, terencana dan terpadu, melalui proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan 2
Arwan Rifai - Peningkatan Capaian Standar Nasional Pendididkan
Gambar 1. Model Sistem Penjaminan Mutu Internal SMK ®
Penetapan Standar Mutu
secara konsisten dan berkelanjutan sehingga memberikan bukti bahwa sistem, proses, prosedur berjalan sesuai dengan standar dan dapat memberikan kepuasan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Serangkaian kegiatan sistemik, terencana dan terpadu dengan empat langkah digambarkan pada Gambar 1. Model Sistem Penjaminan Mutu Internal SMK ®, yaitu: penetapan standar mutu acuan, penetapan prosedur operasional baku, Pelaksanaan pemenuhan beserta pemantauan dan evaluasi ketercapaian standar mutu. Empat tahapan kegiatan ini telah memenuhi definisi proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan sehingga memberikan bukti bahwa sistem, proses, prosedur berjalan sesuai dengan standar yang diacunya. Tidak kalah pentingnya Sistem Penjaminan Mutu Internal SMK, dapat memberikan kepuasan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu Peserta didik atau siswa, Orang tua siswa, pengguna tenaga kerja (pengguna tamatan), masyarakat pada umumnya, dan Pemerintah.
Komponen kegiatan penetapan standar mutu acuan (1) sebagai langkah awal kegiatan sistem penjaminan mutu internal. Standar mutu acuan yang dapat digunakan, yaitu SPM, SNP, SNP Plus. Sebagai misal tahap 1, proses penetapan standar nasional pendidikan (standar pengelolaan) sebagai mutu acuan melalui langkah-langkah: (a) Pimpinan SMK bersama-sama dengan unit kerja di SMK dapat memilih SNP sebagai standar mutu acuan; (b) Pimpinan SMK dapat menetapkan SNP sebagai standar mutu acuan; (c) Pimpinan SMK dapat memilih SNP sebagai standar mutu acuan pada pengelolaan; (d) Pimpinan SMK dapat menetapkan SNP sebagai standar mutu acuan pada pengelolaan. Penetapan Prosedur Operasional Baku Standar yang penting dalam SNP yaitu standar pengelolaan. Bila standar pengelolaan-SNP telah ditetapkan sebagai standar mutu acuan, maka kegiatan selanjutnya yaitu penetapan prosedur 3
Jurnal Pendidikan, Volume VI No: 01, April 2015
operasional baku (2) implementasi standar pengelolaan. Prosedur operasional baku ini sebagai cara memenuhi standar pengelolaan SNP sehingga pengelola SMK perlu menyusun, memiliki dan menetapkan prosedur operasional baku implementasi standar pengelolaan SNP.
audit mutu internal (AMI). Kegiatan audit mutu internal (AMI) lebih dikenal pada SMK yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001. Frekuensi pelaksanaan pada kedua kegiatan tersebut satu tahun satu kali. Evaluasi ketercapaian standar mutu ini dapat digunakan sebagai persiapan proses akreditasi sekolah.
Pelaksanaan pemenuhan dan pemantauan
Hasil kegiatan keempat di atas sebagai dasar kegiatan kelima, yaitu peningkatan mutu (5). Secara umum hasil evaluasi diri sekolah (EDS) dan Hasil audit mutu internal
Kegiatan pelaksanaan pemenuhan standar mutu dan pemantauan (3). Prosedur operasional baku implementasi standar pengelolaan-SNP yang telah ditetapkan sekolah digunakan sebagai standar pelaksanaan mutu kinerja sehingga pelaksanaan penjaminan mutu didasarkan atas dokumen standar pengelolaan-SNP dan dokumen prosedur operasional baku implementasi standar pengelolaan-SNP. Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan, dilakukan langkah pemantauan internal untuk memastikan pelaksanaan kegiatan sekolah sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Proses pemantauan secara bertingkat sebagai berikut: Kepala SMK dan Ketua kompetensi Keahlian perlu memantau pelaksanaan prosedur operasional baku standar pengelolaan pada Guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan prosedur operasional baku standar pengelolaan.
(AMI) digunakan sebagai pertimbangan peningkatan mutu sekolah. Secara khusus untuk kegiatan belajar mengajar, hasil EDS dan Hasil AMI pada pengelolaan digunakan sebagai pertimbangan peningkatan mutu pengelolaan. Apabila hasil EDS menunjukkan bahwa standar mutu acuan yang telah ditetapkan belum tercapai, maka harus ada tindakan peningkatan untuk mencapai standar tersebut. Apabila hasil AMI menunjukkan bahwa standar mutu acuan yang telah ditetapkan belum tercapai, maka harus ada tindakan peningkatan untuk mencapai standar tersebut. Apabila hasil EDS dan AMI menunjukkan bahwa standar mutu acuan yang telah ditetapkan telah tercapai, maka peningkatan mutu dengan menambah standar mutu acuan yang dipandang lebih tinggi.
Evaluasi ketercapaian standar mutu
Keempat tahapan sistem tersebut di atas bila diimplementasikan secara konsisten dan berkesinambungan dapat meningkatkan mutu masukan-proses-keluaran seperti pada Tabel 1.
Komponen keempat, kegiatan evaluasi ketercapaian standar mutu acuan (4) yang harus dilaksanakan SMK dapat berbentuk evaluasi diri sekolah (EDS) dan 4
Arwan Rifai - Peningkatan Capaian Standar Nasional Pendididkan
Tabel 1. Mutu Masukan-Proses-Keluaran Komponen Masukan
Sub-Komponen
Standar Nasional Pendidikan
1. Peserta didik (Input yang diolah) 2. Visi, misi, tujuan dan sasaran 3. Kurikulum 4. Ketenagaan 5. Sarana dan Prasarana 6. Pembiayaan 7. Organisasi 8. Administrasi 9. Peran serta masyarakat 10. Budaya sekolah
1. Standar Pengelolaan 2. Standar Pengelolaan 3. Standar Isi 4. Standar PTK 5. Standar SarPras 6. Standar Pembiayaan 7. Standar Pengelolaan 8. Standar Pengelolaan 9. Standar Pengelolaan 10. Standar Pengelolaan
Proses
1. 2. 3. 4. 5.
Proses Belajar Mengajar Manajemen Kepemimpinan Penggunaan dana Penggunaan Media
1. Standar Proses Pembelajaran 2. Standar Pengelolaan 3. Standar Kepala Sekolah 4. Standar Pengelolaan 5. Standar Pengelolaan
Keluaran
1. 2. 3. 4.
Prestasi akademik Prestasi non akademik Angka mengulang Angka putus sekolah
1. Std Penilaian-Kompetensi Lulusan 2. Standar Kompetensi Lulusan 3. Menurun cenderung nol 4. Menurun cenderung nol
Pada tahap 1, dimungkinkan hasil evaluasi ketercapaian standar mutu baik melalui EDS maupun AMI belum memenuhi standar pengelolaan. Pada kasus ini, pada kegiatan kelima telah disebutkan ada upaya peningkatan mutu untuk memenuhi standar tersebut. Dimungkinkan juga hasil evaluasi ketercapaian standar mutu sudah memenuhi standar pengelolaan, namun masih ada standar yang lain untuk diimplementasikan juga. Untuk itu, siklus penjaminan mutu memasuki tahap 2, dan seterusnya. Kegiatan evaluasi ketercapaian standar mutu dilakukan satu tahun sekali, namun bila EDS menggunakan instrumen akreditasi SMK dilakukan empat tahun sekali atau sesuai masa berlaku akreditasinya. Sehingga
capaian mutu seiring dengan berjalannya waktu dan peningkatan mutu dilakukan secara terus menerus. Sesuai dengan pandangan Finch dan Crunchilton (1999:29) bahwa penyampaian model dapat dilakukan melalui konseptual dan Banathy (1991: 183-184) secara konseptual, model induktif merepresentasikan sistem yang belum ada tetapi sedang didesain. Dengan demikian model sistem penjaminan mutu internal SMK merupakan model konseptual induktif. Model ini sebagai representasi sistem yang belum ada di SMK namun sedang didesain. Rifai (2014: 9) mengajukan prasyarat penting dalam melembagakan sistem pen5
Jurnal Pendidikan, Volume VI No: 01, April 2015
Tabel 2. Data Subyek Uji Coba Penelitian Tahapan Uji Coba
Aspek
Jumlah Responden
Ket.
Uji ahli
Validasi model
7
Pakar Perguruan Tinggi
Uji Coba terbatas
Penggunaan
2
Pengawas Kepala Sekolah
Uji Lapangan
Kelayakan Model
356
Pengawas, Kepala Sekolah, Guru
jaminan mutu internal, antara lain: Kesediaan untuk melaksanakan penjaminan mutu internal, Komitmen kepala sekolah atas
guru SMK 1.823 dengan menggunakan Tabel Issac (1981, h.193) untuk N=1900 diperoleh N=320).
sumber daya yang diperlukan, Komitmen kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala tata usaha, koordinator mata diklat normatifadaptif-produktif dan guru atas waktu yang diperlukan.
Tahap pertama, para ahli telah memberikan penilaian bahwa model telah layak untuk digunakan pada sekolah menengah kejuruan. Pada tahap kedua, secara terbatas pengguna menilai layak untuk digunakan pada sekolah menengah kejuruan. Pada tahap uji diperluas guru menilai layak untuk digunakan sedangkan Kepala SekolahPengawas sekolah menyatakan sangat layak untuk digunakan. Dengan demikian model sistem penjaminan mutu internal sekolah menengah kejuruan dapat digunakan untuk memberikan solusi permasalahan capaian standar mutu pendidikan pada sekolah
Uji Model Model ini telah diuji melalui tiga tahapan, tahap pertama uji ahli untuk validasi model secara teoritis konseptual melibatkan para ahli Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Metodologi Penelitian Pendidikan, Psikometri, Manajemen Pendidikan, Praktisi BSNP, Praktisi Badan Akreditasi Sekolah,
menengah kejuruan.
Praktisi Penjaminan Mutu Pendidikan. Tahap kedua, Uji terbatas pengguna diwakili seorang Pengawas Sekolah SMK dan Kepala Sekolah SMK. Dan yang terakhir uji diperluas dengan melibatkan Kepala Sekolah, Pengawas dan Guru Sekolah Menengah Kejuruan sebagai pengguna model. Subyek uji coba lapangan dengan sampel responden 320 Guru, 32 Kepala Sekolah SMK di Kota Yogyakarta dan 4 Pengawas SMK Kota Yogyakarta. (Populasi
Keunggulan Model Model sistem penjaminan mutu internal SMK merupakan serangkaian kegiatan lebih sistemik (SPMI), lebih terencana (Penetapan Standar dan Operasinal) dan terpadu (melibatkan evaluasi ketercapaian dan peningkatan mutu) dalam upaya untuk meningkatkan capaian standar mutu pendidikan pada 6
Arwan Rifai - Peningkatan Capaian Standar Nasional Pendididkan
sekolah menengah kejuruan dibandingkan dengan cara konvensional.
itu, model ini belum diujicoba pada sekolahsekolah menengah non kejuruan (SD-SMPSMA), untuk kesesuaiannya.
Model ini telah memenuhi kriteria sistem penjaminan mutu pendidikan oleh sekolah yang baik, yaitu: (1) memperjelas tujuan peraturan pendidikan untuk mengarahkan dan mendukung dialog yang melibatkan sekolah dan pemangku kepentingan, dengan inti dialog menjawab pertanyaan apa yang dimaksud dengan ‘mutu’’ dan bagaimana mutu tersebut dapat ‘diukur’; (2) menunjukkan pertanggungjawaban dalam memastikan mutu dalam sistem sekolah pada pelaku utama, yaitu-sekolah dan guru-gurunya sendiri; (3) membantu menciptakan akuntabilitas atas tugas sehari-hari di sekolah dan kelas serta komitmen bersama terhadap standar yang tinggi (Birzea, 2005: 37).
Simpulan Untuk memberikan solusi permasalahan capaian standar mutu pendidikan pada sekolah menengah kejuruan dapat menggunakan model penjaminan mutu internal guna meningkatkan capaian standar nasional pendidikan. Model penjaminan mutu internal memiliki tahapan kegiatan: penetapan standar mutu acuan, penetapan prosedur operasional baku, Pelaksanaan pemenuhan beserta pemantauan dan evaluasi ketercapaian standar mutu serta langkah peningkatan mutu. Rekomendasi Lebih lanjut Penelitian Rifai (2014) masih memiliki keterbatasan dalam hal uji coba pelaksanaan model belum menguji dampak penggunaan model, untuk itu diharapkan ada penelitian lanjutan untuk melakukan studi penggunaan model. Rekomendasi selanjutnya, perlu diteliti prosedur operasional baku implementasi standar mutu yang efektif dan efisien. Perlu diteliti keseuaian model dengan sasaran sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.
Di samping itu, model ini dapat diaplikasi pada sekolah-sekolah menengah kejuruan untuk semua program keahlian karena model ini sederhana dengan empat langkah. Keterbatasan Model Penelitian Rifai (2014) masih memiliki keterbatasan dalam hal uji coba pelaksanaan model belum menguji dampak penggunaan model. belum dilengkapi prosedur operasional baku implementasi standar mutu. LPMP D.I. Yogyakarta (2014: 35-37) telah mengembangkan prosedur operasional baku implementasi standar mutu dalam bentuk Prosedur Mutu. Disamping
Rekomendasi untuk praktisi, model ini dapat digunakan untuk mendukung kebijakan penjaminan mutu pendidikan dengan menerapkan sistem penjaminan mutu internal di Sekolah Menengah Kejuruan. 7
Jurnal Pendidikan, Volume VI No: 01, April 2015
Daftar Rujukan
lpmpjogja.org. 2015. Profil Mutu Sekolah Berdasarkan Hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) Tahun 2013. http:// lpmpjogja.org/profil-mutu-sekolahberdasarkan-hasil-evaluasi-dirisekolah-eds-tahun-2013/, diakses tanggal 15 Maret 2015.
Rifai. 2014. Panduan Model Sistem Penjaminan Mutu Internal Sekolah Menengah Kejuruan. Produk Disertasi, Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan. Arwan Rifai. 2014. Pengembangan Model Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi S3, Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan. Banathy, B. H. 1991. Systems Design of Education: a Journey to Create the Future. New Jersey: Educational Technology Publications. Arwan
LPMP D.I. Yogyakarta, Kemdikbud. 2014. Naskah Akademik Model Penjaminan Mutu Pendidikan LPMP D.I. Yogyakarta (Revisi 1). Richey, R.C., & Klein, J.D. 2007. Design and Development Research: Methods, Strategies, and Issues. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Sallis, E. 2011. Total Quality Management in Education (Terjemahan Ahmad Ali dan Fahrurrozi). London: Kogan Page (Buku Asli diterbitkan tahun 1993).
Borg, W. R., Gall, M., & Gall, J. 2007. Educational Research an Intoduction (Eighth ed). Boston: Pearson Education Inc.
.
Birzea, C. 2005. Tool for Quality Assurance of Education for Democratic Citizenship in Schools. Paris: The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organizations. Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan. Finch, C.R. & Crunkilton, J. R. 1999. Curriculum Development in Vocational and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Boston: Allyn and Bacon. Issac, S & Michael, B. 1983. Handbook in Research And Evaluation. California: EdiTS.
8