PENILAIAN HUBUNGAN INSENTIF KINERJA, USAHA, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP KINERJA AUDIT JUDGMENT Dosen Pembimbing : H. Dwi Cahyo Utomo, SE, MA, Akt. Oleh : Novy Puspitasari
ABSTRAK
Pemberian insentif kinerja merupakan suatu upaya atau strategi yang diterapkan oleh kantor akuntan publik untuk meningkatkan kinerja para auditornya. Insentif kinerja diberikan untuk tujuan menambah usaha para auditor pada tingkat kompleksitas tugas yang berbeda pada kinerja audit judgment. Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah Insentif kinerja, usaha, kompleksitas tugas, dan kinerja audit judgment. Penelitian juga menggunakan variabel kontrol yang digunakan adalah IPK dan gender. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menguji hubungan antara insentif kinerja dan kinerja audit judgment. Tujuan yang kedua adalah untuk menguji pengaruh usaha pada hubungan antara insentif kinerja dan kinerja audit judgment dibawah tingkat kompleksitas tugas yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen kepada para lulusan S1 Akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi. Penelitian dilakukan terhadap dua kelas sebesar 41 mahasiswa, data yang dapat diolah sebesar 37 kuesioner. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka dapat diambil kesimpulan bahwa insentif kinerja memiliki hubungan positif terhadap kinerja audit judgment. Hasil juga medukung hipotesis bahwa mediasi pengaruh usaha pada hubungan insnetif kinerja dan kinerja audit judgment dihubungkan oleh kompleksitas tugas. Kata Kunci: Auditing, Insentif, Analisis Tugas, Analisis Financial
ABSTRACT
Performance incentives are one of effort or strategy applied by public audit firm to increase auditor’s performance. The objectives of implementation performance incentives are increase effort of auditor under different level of task complexity to audit judgment performance. Variable on this study are performance incentives, effort, task complexity, and audit judgment performance. This study using a variable control are IPK and gender. The objectives of this study are firstly to examines the relationship between performance incentives and audit judgment performance. Secondly to examines the mediating effect of effort on the relationship between performance incentives and audit judgment performance under different level of task complexity. This study using an experimental research design, the pertisipant of this study from alumni graduated major in accounting who are studying in the post graduate program. There are two class participants are 41 student, data calculated are 37. Result of this study indicate performance incentives variable are positively related to audit judgment performance. Result of this study support the hypothesis that the mediation effect of effort on the relationship between incentives performance and audit judgment performance is moderated by task complexity.
Keywords : Auditing, Incentives. Task Analysis, Financial Analysis
LATAR BELAKANG Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut terus dilakukan oleh para pengelola perusahaan. Salah satu kebijakan yang sering ditempuh oleh pihak perusahaan adalah dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan. Sehubungan dengan posisi tersebut, maka auditor dituntut untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari kliennya dan dari para pemakai laporan keuangan auditan lainnya. Kepercayaan ini harus senantiasa ditingkatkan dengan didukung oleh suatu keahlian audit. Auditor pada Kantor Akuntan Publik menghadapi kesulitan-kesulitan tersendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas audit (Snead and Harrell, 1991). Beberapa kesulitan-kesulitan tersebut muncul karena adanya profesi itu sendiri, misalnya saja tekanan kerja, sumber daya atau tenaga kerja yang tidak memadai dan ketidakpastian dalam tugas audit. Kesulitan tersebut dapat berdampak pada kurangnya konsensus auditor dan ketidakakuratan kinerja audit judgment yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari audit judgment itu sendiri. Untuk memperbaiki kinerja audit judgment, Kantor Akuntan Publik mengakui pentingnya pelaksanaan insentif kinerja untuk menambah dan memperbaiki motivasi dalam usaha. Komitmen Kantor Akuntan Publik untuk menawarkan insentif kinerja mampu menambah motivasi auditor, mengatur perilaku auditor, dan memperbaiki produktivitas. Kinerja audit judgment tidak hanya dipengaruhi oleh sejumlah insentif kinerja yang ditawarkan, tetapi juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan tingkat kompleksitas yang berbeda.
Pemberian insentif kinerja, bertujuan untuk memperbaiki dan menambah motivasi untuk melaksanakan usaha dan pengaruhnya terhadap kinerja di bawah tingkat kompleksitas tugas yang berbeda saat ini juga tengah terjadi di Indonesia. Kantor Akuntan Publik juga mengakui pentingnya insentif kinerja pada tugas audit dalam sebuah Kantor Akuntan Publik untuk menambah motivasi dan memperbaiki kinerja sesuai dengan tujuan dan kualitas yang diharapkan oleh organisasi. Insentif kinerja bisa berbentuk material maupun nonmaterial, sedangkan pemberian insentif kinerja tergantung dari kebijakan Kantor Akuntan Publik dan kualitas dari kinerja yang telah dicapai. Mediasi usaha pada kinerja audit judgment tidak hanya dipengaruhi oleh insentif kinerja yang ditawarkan, tetapi juga perbedaan tingkat kompleksitas tugas yang dihadapi untuk menyelesaikan tugas-tugas audit. Beberapa penelitian sebelumnya masih terbatas, karena hanya meneliti penggunaan satu insentif saja. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: a. Apakah terdapat hubungan antara insentif kinerja dan kinerja audit judgment? b. Bagaimana pengaruh dari usaha pada hubungan antara insentif kinerja dan kinerja audit judgment dibawah tingkat kompleksitas tugas yang berbeda?
PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengaruh Insentif Kinerja pada Audit Judgment Berdasarkan teori harapan menjelaskan bahwa motivasi dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis atau tipe, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Pada motivasi instrinsik, dalam melakukan tugas berdasarkan kemauan untuk terlibat dalam menyelesaikan tugas, karena hasil yang akan dicapai nantinya berdasarkan kesadaran diri sendiri. Sedangkan untuk motivasi
ekstrinsik lebih kepada keterkaitan untuk mencapai sesuatu atau keadaan akhir seperti yang diinginkan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa kehadiran motivasi ekstrinsik (insentif kinerja) mampu menambah pengaruh dari motivasi instinsik dalam kinerja. Insentif kinerja sering digunakan oleh Kantor Akuntan Publik untuk meningkatkan motivasi dalam usaha. Insentif sering digunakan untuk memperbaiki kinerja Kantor Akuntan Publik secara keseluruhan. Insentif kinerja yang paling sering digunakan adalah insentif finansial dan nonfinansial. Motivasi merupakan salah satu komponen penting dalam kinerja, Menurut Robert L. Mathis dan Jhon H. Jackson (2001:82) menjelaskan bahwa motivasi merupakan salah satu dari lima faktor yang ada yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari kinerja. Teori agensi menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan dari pimpinan Kantor Akuntan Publik, maka dibutuhkan adanya suatu insentif untuk memotivasi auditor. Teori kepuasan kinerja dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan atau kinerja yang sesuai dengan harapan maka diperlukan sesuatu yang dapat memotivasi. Hubungan kinerja tersebut ditunjukkan dengan hubungan antara Kantor Akuntan Publik dan auditor. Untuk memotivasi auditor, maka pimpinan Kantor Akuntan Publik menawarkan insentif kinerja untuk mencapai kinerja yang maksimal. Kinerja membawa pada kebenaran perilaku untuk mengarah kepada kinerja yang lebih tinggi. Setiap Kantor Akuntan Publik memiliki Standar Pengendalian Mutu (SPM) yang berbeda antara Kantor Akuntan Publik yang satu dengan Kantor Akuntan Publik yang lain. Standar pengendalian mutu yang dimiliki dan diterapkan oleh setiap Kantor Akuntan Publik memiliki tujuan untuk menjaga standar kualitas yang ditetapkan. Standar pengendalian mutu yang diterapkan oleh tiap-tiap Kantor Akuntan Publik ini yang memotivasi setiap auditor untuk memperoleh kinerja sesuai dengan yang diharapkan. Untuk kinerja yang baik, akan diberikan insentif sesuai dengan kinerjanya. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong usaha para auditor.
Penelitian eksperimen terdahulu mendukung fenomena mengenai adanya insentif kinerja terutama insentif keuangan yang berpengaruh pada kinerja untuk menyelesaikan tugas audit. Untuk insentif finansial, beberapa mekanisme seperti akuntabilitas atau keadilan diterapkan pada penelitian sebelumnya dengan insentif umpan balik. Penelitian tersebut mendukung bahwa insentif finansial dan nonfinansial mampu memperbaiki kinerja audit judgment. Walaupun beberapa penelitian sebelumnya meneliti mengenai pengaruh berbagai jenis insentif individu, penelitian sebelumnya belum meneliti insentif kinerja dari finansial dan nonfinansial pada kinerja audit judgment. Untuk penelitian ini akan meneliti dua jenis insentif kinerja, yakni insentif finansial dan umpan balik. Ashton (1990) menemukan bahwa insentif finansial mampu memperbaiki tugas kinerja dan di saat sedang mengalami tingkat kompleksitas yang tinggi tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari insentif finansial pada kinerja. Hasil yang menunjukkan bahwa insentif kinerja berpengaruh pada kiner audit judgment juga ditunjukkan olejh Mohd. Sanusi, Nelly Sari, and Mohd. Iskandar (2007). Umpan balik (insentif kinerja) biasanya lebih mengenai informasi tentang tingkat kinerja dan efisiensi. Penelitian terdahulu memberikan bukti bahwa pengaruh umpan balik pada kinerja dalam keseluruhan (Earley,1990). Dari beberapa penelitian terdahulu, terdapat penelitian dengan hasil yang tidak mendukung insentif finansial pada kinerja. Awasthi and Pratt (1990) dan Libby and Lipe (1992) memberikan hasil negative dari insentif finansial pada kinerja audit judgment. Berdasarkan landasan teori, kerangka pemikiran dan hasil penelitian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1. Subjek dengan insentif kinerja akan menunjukkan kinerja audit judgment yang lebih baik.
Pengaruh Insentif Kinerja pada Usaha Berdasarkan teori harapan yang memberikan penjelasan mengenai pentingnya motivasi untuk menentukan hasil tujuan atau kinerja yang maksimal dalam organisasi, dalam hal ini adalah Kantor Akuntan Publik. Motivasi itu sendiri bukanlah suatu usaha, tetapi motivasi dari masing-masing individu yang mampu mengerahkan atau mengeluarkan usaha (Carlson, 2000). Teori keagenan menjelaskam bahwa untuk mencapai tujuan dari Kantor Akuntan Publik maka tingkat usaha dari auditor perlu ditingkatkan, yakni dengan memberikan motivasi. Teori kepuasan kerja juga mencerminkan hubungan antara KAP dan auditor, dimana untuk mendapatkan tujuan dan kinerja yang diharapkan maka diperlukan insentif kinerja. Ketika auditor memiliki motivasi untuk mendapatkan hasil yang sesuai, maka akan mengerahkan usaha yang maksimal dibanding ketika auditor yang tidak mendapat insentif kinerja. Standar Pengendalian Mutu (SPM) yang diterapkan dalam Kantor Akuntan Publik memberikan standar yang harus dipenuhi oleh seorang auditor untuk mencapai kinerja yang maksimal. Sehingga untuk mencapai kinerja yang maksimal maka seorang auditor harus mengerahkan usaha sesuai dengan hasil yang ingin dicapai. Beberapa penelitian memberikan hubungan yang kuat dari insentif kinerja terhadap kinerja audit judgment atau dengan kata lain bahwa insentif kinerja mampu memperbaiki kinerja audit judgment secara keseluruhan termasuk usaha. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tugas audit harus menyediakan beberapa mekanisme dimana usaha mempengaruhi kinerja dengan jenis insentif yang berbeda dan tugas yang berbeda (Libby and Lipe,1992; Chang, 1997). Penelitian Early (1990) sebelumnya dalam akuntansi menunjukkan bahwa insentif kinerja menyebabkan individu menambah sejumlah usaha mereka untuk menyelesaikan tugas audit. sebaliknya penelitian dari Chang (1997), Libby and Lipe (1992) bahwa insentif nonfinansial
mempengaruhi usaha hanya pada kinerja tertentu. Berdasarkan landasan teori, kerangka pemikiran dan hasil penelitian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2. Subjek dengan insentif kinerja akan menunjukkan usaha yang lebih tinggi Peran Kompleksitas Tugas sebagai Moderator Berdasarkan teori harapan yang menjelaskan bahwa tujuan seseorang dipengaruhi oleh motivasi baik motivasi intrinsic maupun ekstrinsik. Motivasi sendiri bukanlah suatu usaha, tetapi dapat mengerahkan usaha yang dapat mempengaruhi kinerja. Teori agensi menjelaskan hubungan pimpinan KAP dengan auditor, di mana pimpinan KAP mempunyai tujuan yang harus dicapai dengan memberikan insentif kepada auditor untuk mendapatkan kinerja yang maksimal dengan menambah usaha auditor pada tugas audit, dan teori kepuasan kerja yang menjelaskan bahwa pentingnya motivasi dalam organisasi, dalam hal ini adalah Kantor Akuntan Publik. Karena itu Kantor Akuntan Publik yang mengakui pentingnya motivasi menawarkan sejumlah dan berbagai tipe insentif kinerja untuk meningkatkan kinerja. Adanya insentif kinerja itu sendiri akan mempengaruhi tingkat usaha yang dikeluarkan, artinya ketika auditor menerima insentif kinerja dari KAP maka akan mengerahkan usaha yang lebih tinggi. Kinerja yang dihasilkan dalam audit judgment belum tentu sesuai dengan usaha yang tinggi. Kinerja audit judgment juga dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satu hal yang mempengaruhi adalah tingkat kompleksitas tugas dalam tugas audit. Ketika tugas sedikit lebih komplek, insentif finansial ataupun insentif nonfinansial memberikan motivasi dan peran secara langsung serta berdampak positif pada usaha yang menunjukkan kinerja yang lebih baik (Earley,1990; Libby and Lipe,1992; Hun Tong,2001; dan Chang,2006). Karena semakin besar usaha untuk memahami masalah, semakin besar pula untuk produktif mencari informasi strategis untuk menyelesaikan masalah (Cloyd, 1997).
Didalam tugas yang kompleks, usaha tidak dapat secara langsung atau kuat berpengaruh pada kinerja, jika auditor tidak menambah kemampuan atau pengalaman (Bonner, 1994). Ketika tugas lebih kompleks dan tidak terstruktur, usaha yang tinggi tidak akan membantu seorang auditor untuk menyelesaikan tugas audit. Penelitian dari Zulaikha (2006) dan Siti Jamilah, Zainal Fanani, and Grahita Chandra (2007) memberikan hasil yang negative yang memberikan hasil bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Berdasarkan landasan teori, kerangka pemikiran dan hasil penelitian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3. Ketika kompleksitas tugas rendah, subjek dengan usaha yang tinggi akan menunjukkan kinerja audit judgment yang baik. METODOLOGI PENELITIAN Variabel Penelitian Didalam penelitian ini terdapat beberapa variabel, penelitian ini mengunakan metode kuasi eksperimental yang digunakan untuk menguji hubungan insentif kinerja dan kinerja audit judgment dengan dua tingkat dari kompleksitas tugas dengan menggunakan partisipan penelitian mahasiswa lulusan S1 Akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). Mahasiswa-mahasiswa tersebut dijadikan surrogate (wakil) sebagai auditor independen. Tujuan digunakannya surrogate mahasiswa yang telah lulus S1 Akuntansi adalah syarat untuk profesi akuntan dan diharapkan cukup memahami prosedur audit. Untuk variabel kontrol yang digunakan adalah gender dan indeks prestasi kumulatif mahasiswa atau IPK. POPULASI DAN SAMPEL Populasi
Populasi didefinisikan sebagai sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini adalah auditor independen yang di surrogate dengan sarjana S1 Akuntansi sebagaimana dijelaskan di atas. Tujuan digunakannya surrogate mahasiswa yang telah lulus S1 Akuntansi adalah syarat untuk profesi akuntan dan diharapkan cukup memahami prosedur audit. Berdasarkan data yang diperoleh, mahasiswa atau lulusan sarjana akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi untuk dua kelompok sebesar 41 dan data yang dapat diolah sebesar 37. Sampel Responden dalam penelitian ini adalah para lulusan sarjana akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah nonprobabilitas sampling atau pemilihan random, yaitu apabila setiap elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel atau pemilihan yang dilakukan secara acak, sehingga ada kebebasan dalam memilih sampel. Penelitian ini menggunakan sampel berdasarkan kemudahan (convenience sampling), yang mengumpulkan populasi yang tersedia pada saat dilakukannya penelitian untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, yaitu dua kelas PPA. Dari dua kelas tersebut diperoleh 41 mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan memberikan tugas audit kepada para lulusan sarjana akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi setelah kuliah, kemudian responden diharuskan mengerjakan tugas audit sesuai dengan petunjuk dari kuesioner
Metode Analisis Penelitian ini meneliti pengaruh mediator dan moderator pada kinerja audit judgment. Untuk pengaruh moderasi, analisis kovarian dilakukan untuk menguji pengaruh secara langsung dan interaksi dari insentif kinerja dan kompleksitas tugas pada kinerja audit judgment. Teknik ini juga memungkinkan untuk menggunakan variabel control (gender dan IPK) dalam analisis. Dalam pengolahan data peneliti menggunakan alat bantu berupa perangkat lunak statistik (statistik software) yang dikenal dengan SPSS versi 17. Alat analisis yang digunakan adalah one way ANOVA untuk menguji tingkat kompleksitas dan pertanyaan manipulasi motivasi. Kemudian penelitian ini juga menggunakan analisis korelasi untuk mengetahui koefisien korelasi semua variabel. Yang ketiga, untuk menguji hubungan pengaruh dari insentif kinerja, mediasi pengaruh usaha dan pengaruh kompleksitas tugas terhadap kinerja audit judgment digunakan alat pengujian analisis regresi dengan variabel intervening. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN One Way ANOVA One way ANOVA digunakan untuk menguji tingkat kompleksitas tugas dan usaha. Analysis of covariance merupakan metode untuk menguji hubungan antara satu variabel dependent (skala metric) dengan satu atau lebih variabel independent (skala nonmetrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua). Dari hasil one way ANOVA maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut pada table berikut ini:
Statistik Deskriptif
N Kinerja Kompleksitas Rendah
Kinerja Kompleksitas Tinggi
Usaha
Std. Deviation
Mean
95% Confidence Interval for Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Umpan Balik
19
3.37
1.012
.232
2.88
3.86
2
5
Financial
18
4.11
1.530
.361
3.35
4.87
2
7
Total
37
3.73
1.326
.218
3.29
4.17
2
7
Umpan Balik
19
2.74
.733
.168
2.38
3.09
2
4
Financial
18
3.33
1.085
.256
2.79
3.87
1
5
Total
37
3.03
.957
.157
2.71
3.35
1
5
Umpan Balik
19
18.68
3.038
.697
17.22
20.15
12
25
Financial
18
20.67
2.425
.572
19.46
21.87
16
26
Total
37
19.65
2.898
.476
18.68
20.62
12
26
Tabel di atas menunjukkan statistik deskriptif pengaruh dari dua variabel pada kinerja audit judgment. Dari tabel menunjukkan insentif finansial sejumlah 19 dan insentif umpanbalik sejumlah 18. Hasil menunjukkan nilai rata-rata kompleksitas tugas rendah pada insentif umpanbalik sebesar 3,37 dan insentif finansial sebesar 4,11 dan untuk nilai rata-rata kompleksitas tinggi menunjukkan insentif umpanbalik sebesar 2,74 dan insentif finansial sebesar 3,33. Hasil rata-rata untuk usaha pada insentif umpanbalik sebesar 18,68 dan pada insentif finansial sebesar 20,67. Dari hasil tersebut pada kedua insentif menunjukkan bahwa hasil ratarata kompleksitas rendah, kompleksitas tinggi, dan usaha untuk insentif finansial lebih tinggi daripada insentif umpanbalik.
ANOVA Sum of Squares Kinerja Kompleksitas Rendah
Kinerja Kompleksitas Tinggi
Between Groups
df
Mean Square
5.098
1
5.098
Within Groups
58.199
35
1.663
Total
63.297
36
Between Groups
3.289
1
3.289
Within Groups
29.684
35
.848
Total
32.973
36
F
Sig.
3.066
.046
3.878
.042
Usaha
Between Groups
36.327
1
36.327
Within Groups
266.105
35
7.603
Total
302.432
36
4.778
.036
Berdasarkan hasil uji ANOVA di atas menunjukkan hasil dari kompleksitas rendah, kompleksitas tinggi, dan usaha pada kinerja audit judgment. Pada kompleksitas rendah menunjukkan F sebesar 3,066 dan tingkat signifikansi sebesar 0,046 (< 0,05). Hasil untuk kompleksitas tinggi dengan F sebesar 3,878 dan tingkat signifikansi sebesar 0,42 (< 0,05). Sedangkan hasil untuk usaha menunjukkan F sebesar 4,778 dan tingkat signifikansi sebesar 0,036 (< 0,05). Hasil ANOVA di atas menunjukkan bahwa insentif umpanbalik dan insentif finansial mempengaruhi kinerja kompleksitas rendah dan usaha dengan tingkat signifikansi < 0,05, sedangkan kedua insentif tidak berpengaruh pada kompleksitas tinggi dengan tingkat siginfikansi < 0,05, karena kinerja lebih ditentukan oleh keterampilan, kemampuan, dan pelatihan yang dimiliki (Bonner, 1994) Analisis Korelasi Analisis korelasi diuji untuk menguji hubungan antara semua variabel Insentif, Usaha, Kompleksitas Tugas, dan Kinerja Audit Judgment. Dari hasil uji analisis korelasi didapat hasil seperti dalam table berikut: Hasil Analisis Korelasi Insentif Insentif
Pearson Correlation
IPK 1
Sig. (2-tailed) N IPK
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Gender
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Kinerja Kompleksitas
Pearson Correlation
37 -.009
Kinerja Kompleksitas Rendah
Gender
Kinerja Kompleksitas Tinggi
Usaha
-.009
-.029
.284
.316
.347*
.960
.863
.089
.057
.036
37
37
37
37
37
1
**
-.048
.121
-.013
.001
.780
.477
.941
.960
-.430
37
37
37
37
37
37
-.029
-.430**
1
.232
.031
-.095
.863
.001
.167
.855
.575
37
37
37
37
37
37
.284
-.048
.232
1
.466**
.191
Rendah
Sig. (2-tailed) N
Kinerja Kompleksitas Tinggi
.780
.167
.001
.256
37
37
37
37
37
37
**
1
.184
Pearson Correlation
.316
.121
.031
Sig. (2-tailed)
.057
.477
.855
.001
37
37
37
37
37
37
Pearson Correlation
.347*
-.013
-.095
.191
.184
1
Sig. (2-tailed)
.036
.941
.575
.256
.276
37
37
37
37
37
N Usaha
.089
N
.466
.276
37
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil korelasi di atas menunjukkan koefisien korelasi semua variabel. Analisis tersebut untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap uji normalitas, linearity, dan homocedaticity (Pallant, 2001). Koefisien korelasi bivariat menunjukkan korelasi tinggi sehingga multikolinearity bukan masalah serius. Analisis Regresi Model Variabel Intervening Uji Hipotesis Pertama Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi model intervening yang menguji penilaian hubungan insentif kinerja terhadap kinerja audit judgment dengan usaha sebagai mediating dan kompleksitas tugas sebagai moderating. Pengujian pada hipotesis pertama (H1) dengan kinerja audit judgment sebagai variabel dependent dan insentif kinerja sebagai variabel independent. Terdapat juga sebagai variabel kontrol adalah IPK dan gender. Rincian hasil dipaparkan dalam table berikut: Persamaan Regresi (I) b
Model Summary Model 1
R
R Square .408
a
Adjusted R Square
.167
a. Predictors: (Constant), Gender, Insentif, IPK b. Dependent Variable: Kinerja
.091
Std. Error of the Estimate 1.872
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
23.163
3
7.721
Residual
115.648
33
3.504
Total
138.811
36
F
Sig. 2.203
.005
a
a. Predictors: (Constant), Gender, Insentif, IPK b. Dependent Variable: Kinerja
Coefficients
a
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
1.662
5.479
Insentif
1.371
.616
IPK
1.204 .930
Gender
Beta
t
Sig. .303
.764
.354
2.225
.033
1.599
.133
.753
.457
.685
.239
1.358
.184
a. Dependent Variable: Kinerja
Dari hasil uji regresi pada koefisien menunjukkan hasil tingkat signifikansi 0,033 (< 0,05) hasil tersebut menunjukkan bahwa insentif kinerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja audit judgment. Dengan variabel dummy pada insentif kinerja menunjukkan bahwa insentif finansial 1,371 lebih tinggi daripada insentif umpanbalik. Hasil untuk IPK menunjukkan tingkat signifikansi 0,457 (> 0,05). Untuk variabel gender menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,184 (> 0,05). Hasil tersebut mendukung H1, maka kesimpulannya adalah H1: Subjek dengan insentif kinerja menunjukkan kinerja audit judgment yang lebih baik. Uji Hipotesis Kedua Pengujian hipotesis kedua ini menggunakan usaha sebagai variable dependent dan insentif kinerja sebagai variabel independent serta IPK dan gender sebagai variable control.
Persamaan Regresi (II) b
Model Summary Model 1
R
R Square .361
a
Std. Error of the Estimate
Adjusted R Square
.130
.051
2.824
a. Predictors: (Constant), Gender, Insentif, IPK b. Dependent Variable: Usaha
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
39.323
3
13.108
Residual
263.110
33
7.973
Total
302.432
36
F
Sig. 1.644
.018
a
a. Predictors: (Constant), Gender, Insentif, IPK b. Dependent Variable: Usaha
Coefficients
a
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error 21.519
Beta
t
8.264
Sig. 2.604
.014
Insentif
1.961
.929
.343
2.110
.043
IPK
-.763
2.412
-.057
-.316
.754
Gender
-.630
1.033
-.110
-.610
.546
a. Dependent Variable: Usaha
Hasil pengujian hipotesis kedua dengan uji regresi pada koefisien menunjukkan bahwa tingkat signifikansi 0,043 (< 0,05) yang berarti bahwa insentif kinerja memiliki pengaruh pada usaha. Dengan variabel dummy pada insentif kinerja menunjukkan bahwa insentif finansial lebih tinggi 1961 daripada insentif umpanbalik. Untuk variable IPK memiliki tingkat siginifikansi sebesar 0,754 (> 0,05) dan gender dengan tingkat signifikansi 0,546 (> 0,05). Dari hasil uji regresi di atas mendukung hipotesis kedua, maka kesimpulannya H2: Subjek dengan insentif kinerja menunjukkan usaha yang lebih tinggi
Uji Hipotesis Ketiga Pada pengujian hipotesis ketiga menggunakan kinerja audit judgment sebagai variabel dependent, IPK dan gender sebagai variabel kontrol, usaha sebagai variabel mediator, serta insentif kinerja dan kompleksitas tugas sebagai variabel independent. b
Model Summary Model 1
R
R Square .456
a
Adjusted R Square
.208
Std. Error of the Estimate
.149
1.108
a. Predictors: (Constant), Kompleksitas Tugas, Usaha, IPK, Insentif, Gender b. Dependent Variable: Kinerja
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
21.879
5
4.376
Residual
83.526
68
1.228
105.405
73
Total
F
Sig. 3.562
.003
t
Sig.
a
a. Predictors: (Constant), Kompleksitas Tugas, Usaha, IPK, Insentif, Gender b. Dependent Variable: Kinerja Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
.171
2.522
Insentif
.593
.275
IPK
.638
Gender Usaha Kompleksitas Tugas
Standardized Coefficients Beta
.068
.946
.248
2.159
.034
.670
.114
.952
.345
.494
.288
.206
1.716
.091
.047
.048
.113
.973
.004
-.703
.258
.294
2.727
.001
a. Dependent Variable: Kinerja
Dari hasil uji regresi pada koefisien menunjukkan hasil insentif kinerja memiliki tingkat signifikansi 0,034 (< 0,05) dan dengan variabel dummy menunjukkan insentif finansial lebih tinggi 0,593 lebih tinggi daripada insentif umpanbalik. Untuk IPK memiliki tingkat signifikansi
0,345 dan untuk gender 0,091 (> 0,05). Untuk variabel usaha memiliki tingkat signifikansi 0,004 (< 0,05), pada variabel kompleksitas tugas sebesar 0,001 (< 0,05) yang berarti bahwa memiliki pengaruh yang signifikan pada kinerja. Dengan variabel dummy menunjukkan bahwa kompleksitas tinggi lebih rendah 0,703 daripada kompleksitas rendah. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil tersebut mendukung hipotesis ketiga. Kesimpulannya H3: Ketika kompleksitas tugas rendah, subjek dengan usaha yang tinggi akan menunjukkan kinerja audit judgment yang baik. Dari hasil uji regresi model variabel intervening maka di dapat hasil dengan persamaan regresi model intervening sebagai berikut:
Kinerja audit judgment= 0,354Insentif kinerja R²= 0,167 Usaha = 0,130Insentif kinerja R²= 0,130 Kinerja audit judgment= 0,208Ins. kinrja + 0,113Usaha + 0,294Kom. tgs R²= 0,208 e1 = (1-0,167)² = 0,693889 e2 = (1-0,130)² = 0,7569 e3 = (1-0,208)² = 0,627264
Pengaruh lansung = 0, 354 Pengaruh tidak langsung: 0,343Ins.kinerja x 0,113usaha x 0,267 kom.tgs= 0,0103 Total pengaruh = 0,3643
Pembahasan Hasil Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dengan one way ANOVA, analisis korelasi dan regresi, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka dapat diambil kesimpulan bahwa insentif kinerja, baik insentif finansial maupun insentif umpan balik menunjukkan kinerja audit judgment yang lebih baik, insentif kinerja dapat mempengaruhi usaha yang dikeluarkan dalam kinerja audit judgment serta kompleksitas rendah dengan usaha yang tinggi mampu menunjukkan kinerja audit judgment yang lebih baik. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Early (1990) dan Chang (1997), hal tersebut didukung dengan diterimanya ketiga hipotesis yang
telah diajukan. Hasil tersebut sesuai dengan teori-teori motivasi yang digunakan, yaitu teori harapan, agensi, standar pengendalian mutu, dan teori kepuasan kerja. Teori-teori motivasi tersebut menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kinerja, maka diperlukan insentif untuk mencapai kinerja yang sesuai dengan tujuan atau melebihi tujuan yang telah ditetapkan. Hasil dari penelitian ini juga konsisten dengan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu penelitian dari Libby and Lipe (1997) yang menyimpulkan bahwa usaha dapat menambah perbaikan kinerja. Untuk memperbaiki kinerja audit judgment, Kantor Akuntan Publik mengakui pentingnya insentif kinerja. Subjek Dengan Insentif Kinerja Menunjukkan Kinerja Audit Judgment Yang Lebih Baik Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan penelitian Earley (1990) Stajkovic and Luthans (2001) yang menyatakan bahwa dalam kinerja dipengaruhi oleh tipe dan sejumlah insentif kinerja, hasil tersebut menunjukkan bahwa insentif kinerja mampu memperbaiki kinerja. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian dari Awasthi and Pratt (1990) dan Libby and Lipe (1992) memberikan hasil negative dari insentif finansial pada kinerja audit judgment. Teori harapan (Vroom’s) menjelaskan terkait dengan hasil bahwa terdapat dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Dijelaskan bahwa motivasi ekstrinsik mempengaruhi motivasi ekstrinsik, insentif kinerja yang ditawarkan Kantor Akuntan Publik kepada auditor merupakan motivasi ekstrinsik yang dapat mempengaruhi tujuan seorang auditor. Hal tersebut juga dijelaskan dalam teori keagenan, dimana untuk memenuhi tujuan pimpinan KAP, kinerja dari auditorlah yang dapat menentukan keberhasilan tujuan pimpinan KAP tersebut. Untuk keberhasilan dari tujuan tersebut maka pimpinan KAP memotivasi auditor
dengan memberikan insentif kinerja. Dalam standar pengendalian mutu dijelaskan bahwa Kantor Akuntan Publik memiliki SPM yang berbeda-beda sesuai dengan lingkungan dan kondisi Kantor Akuntan Publik itu sendiri. Standar pengendalian mutu dapat memotivasi para auditor untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hasil dari uji hipotesis juga dijelaskan dalam teori kepuasan kerja, setiap auditor mencapai kinerja yang tinggi diperlukan motivasi atau insentif kinerja yang berbeda-beda. Karena itu insentif kinerja dapat mendorong kinerja yang tinggi, sesuai dengan insentif yang dibutuhkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Asthon Robert H (1990), Mohd Sanusi, Nelly Sari, dan Mohd. Iskandar (2007). Dari hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa subjek dengan insentif kinerja menunjukkan nilai rata-rata yang lebih baik, yakni pada kompleksitas rendah sebesar 4,11untuk insentif finansial dan 3,37 untuk insentif umpan balik. Pada kompleksitas tugas tinggi 3,33 untuk insentif finansial dan 2,74 untuk insentif umpan balik pada usaha menunjukkan 18,68 untuk insentif finansial dan 20,67 untuk insentif umpanbalik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa subjek dengan insentif kinerja menunjukkan hasil yang lebih baik. Subjek Dengan Insentif Kinerja Akan Menunjukkan Usaha yang Lebih Tinggi Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Libby and Lipe (1992) dan Early (1990) yang menyatakan bahwa sejumlah dan berbagai tipe insentif yang ditawarkan dapat menambah usaha untuk kinerja yang lebih baik pada tugas yang berbeda. Hasil tersebut juga dijelaskan dalam teori harapan bahwa motivasi ekstrinsik dapat mempengaruhi usaha untuk mencapai tujuan individu dalam kineja audit judgment, hasil juga sesuai dengan teori keagenan di mana seorang pimpinan KAP untuk meningkatkan usaha diperlukan adanya motivasi yang salah satunya merupakan insentif kinerja, dan teori kepuasan kerja yang menyatakan bahwa untuk memotivasi supaya mendapatkan tujuan dan hasil kinerja yang diharapkan maka insentif
kinerja yang ditawarkan dapat menambah usaha untuk mencapai tujuan dan kinerja yang ditentukan. Dari hasil statistik deskriptif insentif kinerja menunjukkan rata-rata usaha yang lebih tinggi, yaitu 18,68 dan 20,67. Hasil tersebut menunjukkan bahwa subjek dengan insentif kinerja menunjukkan usaha yang lebih tinggi. Ketika Kompleksitas Tugas Rendah, Subjek Dengan Usaha Yang Tinggi Akan Menunjukkan Kinerja Audit Judgment Yang Lebih Baik Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian dari Zulaikha (2006) dan penelitian dari Siti Jamilah, Zainal Fanani, dan Grahita Chandrarin (2007) yang menyatakan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja audit judgment. Ketika kompleksitas rendah, insentif akan menambah usaha yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja (Cloyd, 1997). Hasil tersebut sesuai dengan teori harapan yang menjelaskan bahwa motivasi ekstrinsik, yakni insentif kinerja dapat mempengaruhi usaha untuk kinerja yang lebih baik, pada teori keagenan mengakui pentingnya insentif kinerja pada auditor untuk menambah usaha pada kinerja, dan teori kepuasan kerja juga menjelaskan pentingnya insentif kinerja untuk memotivasi individu untuka mencapai hasil yang diharapkan serta pada Standar Pengendalian Mutu yang memotivasi seseorang untuk mengerahkan usaha supaya mendapatkan tujuan dan kinerja yang diharapkan. Namun, jika kompleksitas tinggi maka teori-teori tersebut tidak berlaku, karena insentif kinerja yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik kepada auditor dan usaha yang tinggi sebagai dampak insentif kinerja, jika tidak diimbangi dengan pelatihan, ketrampilan atau kemampuan, dan pengalaman yang memadai maka hasil yang diperoleh belum tentu sesuai tujuan, meskipun terdapat insentif kinerja yang diberikan (Bonner, 1994). Hasil tersebut konsisten dengan penelitian dari Libby and Lipe (1992) Hun Tong Tan and Alison Kao
(1999). Statistik deskriptif menunjukkan bahwa dengan kompleksitas rendah subjek dengan insentif kinerja menunjukkan rata-rata 4,11 dan 3,37. Kesimpulan Berikut dibawah ini merupakan beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan: 1. Terdapat hubungan antara insentif kinerja dan kinerja audit judgment, yaitu subjek dengan insentif kinerja menunjukkan kinerja audit judgment yang lebih tinggi. 2. Subjek dengan insentif kinerja maka akan menunjukkan usaha yang tinggi sehingga menghasilkan kinerja audit judgment yang lebih tinggi 3. Ketika kompleksitas rendah, subjek dengan menunjukkan usaha yang tinggi dapat menghasilkan kinerja audit judgment yang lebih tinggi, sebaliknya jika kinerja audit judgment tinggi, maka subjek dengan insentif kinerja tidak menghasilkan kinerja audit judgment yang sama. Kelebihan, Keterbatasan, dan Saran Adapun kelebihan yang dapat dikemukan adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian ini menggunakan lebih dari satu insentif, yaitu insentif finansial dan insentif umpan balik. Kebanyakan penelitian sebelumnya hanya menggunakan satu insentif saja dalam penelitiannya.
2.
Penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa lulusan S1 akuntansi sebagai surrogate (wakil) sebagai auditor independen. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1
Informasi yang digunakan dalam penelitian ini sangat terbatas, sehingga informasi yang disajikan dalam tugas audit pada kuesioner sangat terbatas sehingga kurang mencerminkan lingkungan audit yang sesungguhnya.
3.
Insentif yang terdapat dalam penelitian ini pada penelitian ini didasarkan pada asumsi responden, sehingga hasil yang didapat kurang representative. Dari keterbatasan yang ada, maka untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk:
1.
Memasukkan variabel tambahan yang dapat mempengaruhi, misalnya adalah efektivitas diri.
2.
Memperbanyak informasi sehingga untuk tugas audit dalam penelitian berikutnya lebih mencerminkan lingkungan audit yang sesungguhnya.
3.
Memperbesar area atau kapasitas sampel sehingga lebih merepresentatifkan hasil yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Ashton, R.H. (1990), “Pressure and performance in accounting decision settings paradoxical effects of incentives, feedback and justification”, Journal of Accounting Research. Awasthi, V. and Pratt, J. (1990), “The effects of monetary incentives on effort and decisionperformance: the role of cognitive characteristics”, The Accounting Review. Bailey, C.D., Brown, L.D. and Cocco, A.F. (1998), “The effects of monetary incentives on worker learning and performance in an assembly task”, Journal of Management Accounting Research. Bonner, S.E. (1994), “A model of the effects of audit task complexity”, Accounting, Organizations and Society. Bonner, S.E. and Lewis, B.L. (1990), “Determinants of auditor expertise”, Journal of Accounting Research. Bonner, S.E. and Sprinkle, G.B. (2002), “The effects of monetary incentives on effort and taskperformance: theories, evidence, and a framework for research”, Accounting,Organizations and Society. Chang, C.J., Ho, J.L.Y. and Liao, W.M. (1997), “The effects of justification, task complexity andexperience/training on problem-solving performance”, Behavioral Research in Accounting. Chung, J. and Monroe, G.S. (2001), “A research note on the effects of gender and task complexity on an audit judgment”, Behavioral Research in Accounting. Cloyd, C.B. (1997), “Performance in tax research tasks: the joint effects of knowledge and accountability”, The Accounting Review. Earley, P.C., Northcraft, G.B., Lee, C. and Lituchy, T.R. (1990), “Impact of process and outcomefeedback on the relation of goal setting to task performance”, Academy of Management Journal. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : BP Undip. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Profesi Akuntan Publik. Jakarta : Salemba Empat. Jamilah, S. Fanani, Z. and Chandrarin, G. 2007. Pengaruh Gender, tekanan ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment. Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar.
Komputer, Wahana. 2009. SPSS Untuk Pengolahan Data Statistik. C.V Andi Offset (Penerbit Andi). Mulyadi. 2002. Auditing 1. PT. Salemba Empat Patria Jakarta Nataline. 2007. Pengaruh Batasan Waktu Audit, Pengetahuan Akuntansi dan Auditing, Bonus Serta Pengalaman Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik Di Semarang. www.skripsi-tesis.com. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business – A Skill Building Approach, Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc. : NY – USA. Simamora, Henry. 2002. Auditing. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.
Tan, H.T and Kao, A. (1999).”Accountability Effects on Auditor,s Performance: Influence of Knowledge, Problem Solving Ability, and Task Complexity. Academy of Management Journal. Zulaikha. 2007. Pengaruh Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas, dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment. Kumpulan Materi SNA. Zuraidah Mohd-Sanusi and Takiah Mohd-Iskandar. 2007. “Audit Judgment Performance”. Managerial Auditing Jounal, Vol. 22, hal 34-52. www.IAI.com www.google.com