PENGURANGAN FREKUENSI MESIN MENGANGGUR (IDLE) DAN JUMLAH PERGESERAN JADWAL PRODUKSI DI PERTAMINA LUBRICANTS Mirza Miftanula, I Nyoman Pujawan dan Niniet Indah A. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected];
[email protected]
Abstrak Pertamina Lubricants Production Unit Gresik (PUG) memproduksi pelumas salah satunya dalam bentuk botol kemasan. Pada saat terjadi keterlambatan pengiriman botol kemasan oleh supplier akan terjadi rescheduling jadwal produksi akibat tidak tersedia botol kemasan. Dampaknya akan terjadi pergeseran jadwal produkis dengan menyesuaikan kondisi stok yang tersedia pada perusahaan. Rescheduling menyebabkan keterlambatan waktu penyelesaian produk, menurunnya service level, peningkatan biaya, dan fluktuasi utilisasi kapasitas produksi.Suatu model simulasi penjadwalan produksi dikembangangkan untuk memodelkan rescheduling atau pergeseran jadwal produksi ketika terjadi keterlambatan pengiriman botol kemasan.Model simulasi penjadwalan produksi yang dibuat terdiri atas tiga sub model yaitu simulasi pemesanan, simulasi kedatangan, dan simulasi produksi-persediaan.Hasil ouput simulasi penjadwalan produksi menunjukkan bahwa model simulasi penjadwalan yang dibuat mampu memodelkan kondisi real pada perusahaan. Selanjutnya dari model penjadwalan produksi akan dirancang suatu skenario perbaikan melalui penggunaan safety lead time. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan menggunakan safety lead time maka jumlah idle dan pergeseran dapat tereduksi namun disisi lain jumlah persediaan botol kemasan akan bertambah akibat terdapat probabilitas botol kemasan datang lebih awal. Pada akhirnya skenario dengan safety lead time 2 harii menyebabkan kondisi tidak terjadi idle dan pergeseran jadwal produksi. Kata Kunci : idle mesin, rescheduling, simulasi, safety lead time.
Abstract Pertamina Lubricants Production Unit Gresik (PUG) produces lubricants on different three forms. One of them in the form of bottle packaging. When late delivery of bottle packaging occurred, the company will reschedule their production schedule due to unavailability of bottle packaging. Thus it causes shifting on production schedule adjust with the availability of bottle packaging inventory. Rescheduling increases completion time of products, decreases service level, results in higher cost due to cost of reschedule, and fluctuations utilizing capacity. A production scheduling simulation model is developed to modeling rescheduling when a late delivery of bottle packaging occurred.This model consists of three sub models : order to supplier simulation, order arrival simulation, and production-inventory simulation. Production scheduling simulation output revealed that simulation model could represents the company’s real condition Furthermore, from this model , will be designed the improvement scenario through the use of safety lead time. The result show that by using of safety lead time machine idle frequency and number of shifts of production schedule are decreasing but on the other hand the number of inventory increase due to the earlier come of bottle packaging. In the end scenario with safety lead time equal to two days is not causing idle and shifts of production schedule. Keywords : machine idle, rescheduling, simulation safety lead time.
1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Dalam sebuah industri manufaktur, pihak manufaktur memegang peranan penting dalam mengubah raw material menjadi produk jadi. Terdapat dua aktivitas penting untuk mendukung berjalannya proses produksi pada perusahaan Aktivitas pertama yaitu perencanaan produksi guna menjadwalkan produksi pada tiap jenis item untuk memenuhi permintaan konsumen. Kedua
pengelolaan persediaan material yang digunakan sebagai bahan baku penunjang aktivitas produksi Pengelolaan persediaan yang tidak akurat akan berimplikasi pada tingginya frekuensi reschedule pada level eksekusi rencana produksi. Dampaknya akan terjadi schedule nervousness. Selain itu akan terjadi pergeseran jadwal produksi . Rencana produksi yang tidak dapat diproduksi hari ini karena tidak adanya material akan digeser untuk diproduksi sesaat setelah material yang dibutuhkan datang. Pertamina Lubricants PUG merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam
produksi pelumas. Perusahaan ini memproduksi pelumas dalam 3 bentuk yaitu drum, lithos/kemasan plastik, dan dalam bentuk curah. Pertamina Lubricants memiliki permasalahan terkait dengan eksekusi rencana produksi pada produk dengan kemasan botol. Ketidaktersediaan botol kemasan dan ketidakpastian lead time pengiriman botol kemasan dari supplier menjadi penyebab terjadinya rescheduling. Pada saat terjadi rescheduling, bagian perencanaan produksi harus melakukan cek ketersediaan botol yang ada di gudang untuk melakukan perubahan rencana produksi .Apabila botol kemasan yang tersedia pada gudang dapat diproses oleh mesin yang ada maka akan dilakukan changeover yang menyebabkan mesin produksi harus idle dalam waktu yang cukup lama akibat proses set up untuk menyesuaikan fasilitas dengan produk baru yang akan dibuat. Kondisi ekstrim akan terjadi apabila setelah dilakukan pengecekan, botol kemasan yang terdapat pada gudang tidak dapat diproduksi oleh mesin yang ada. Dampaknya mesin harus idle selama waktu tertentu menunggu pasokan botol yang sesuai dari supplier. Menurut data yang didapatkan bahwa ratarata idle time yang terjadi selama peride Januari-Juli 2009 mencapai 8.29%, hal ini berarti rata-rata setiap harinya apabila perusahaan beroperasi pada waktu normal idle time terjadi selama 75 menit. Idle time akibat keterlambatan pengiriman botol akan ditampilkan pada Gambar 1.1. Idle time akibat ketidaktersediaan botol kemasan (menit)
1.2 Perumusan Masalah Bagaimana menentukan kebijakan persediaan botol kemasan untuk mereduksi jumlah idle dan jumlah pergeseran jadwal produksi akibat ketidaktersediaan botol kemasan dan ketidakpastian leadtime pengiriman botol kemasan.
2.
Metodologi Penelitian
Pada bagian ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai metode penelitian, yang meliputi tahap identifikasi masalah, tahap pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisa dan pembahasan serta tahap simpulan dan saran.
2.1 Tahap Identifikasi Masalah Pada tahap identifikasi masalah ini akan dilakukan pengamatan secara langsung di lapangan, khususnya dalam mengidentifikasi pola permintaan bulanan, aktivitas perencanaan produksi, serta pola ketersediaan material botol pada PUG.
2.1.1 Identifikasi Sistem Perencanan Produksi dan Persediaan di PUG Hal awal yang akan diidentifikasi adalah proses perencanaan produksi meliputi karakteristik dan jumlah produk, pola permintaan, penentuan hari kerja yang dibutuhkan dalam 1 bulan, konstrain yang terdapat pada penjadwalan produksi, dan kapasitas mesin. Proses selanjutnya yang diidentifikasi adalah pengendalian persediaan meliputi kapasitas gudang, ketersediaan material botol di gudang, lead time pengiriman dari supplier serta variabel lain yang menggambarkan perencanaan produksi dan pengelolaan persediaan yang ada di PUG.
25000 20000
2.1.2 Perumusan Masalah dan Tujuan
15000 10000 5000 0 Januari Februari Maret
Idletime (menit)
April
Mei
Juni
Juli
Total Jam Tersedia (menit)
Gambar 3.1 Idle time akibat ketidaktersediaan botol
Pada dasarnya idle time karena keterlambatan material dapat dikurangi dengan melakukan pemesanan lebih awal. Trade off yang terjadi apabila pemesanan dilakukan lebih awal yaitu inventori yang disimpan lebih banyak setiap periodenya sehingga akan meningkatkan resiko barang namun jumlah idle dan pergeseran akan turun. Penelitian tugas akhir ini mencoba untuk mengatur kebijakan untuk dapat mereduksi jumlah idle serta jumlah pergeseran jadwal produksi melalui dua skenario pemesanan.
Masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini yaitu bagaimana menentukan kebijakan persediaan untuk dapat mereduksi pengaruh nervousness pada rencana produksi sehingga mengurangi idletime akibat tidak adanya suplai material botol. berdasarkan perumusan masalah tersebut ditentukan tujuan dari penelitian ini sehingga bisa menjadi dasar dan arahan selama penelitian berlangsung untuk menjawab permasalahan tersebut.
2.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Tahap ini meliputi beberapa langkah-langkah yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.2.1 Pengumpulan Data Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan datadata yang diperlukan untuk mendukung hipotesa dari penelitian yang ingin dilakukan. Data-data yang dikumpulkan antara lain :
2
a.
Data Program Produksi bulan Januari-Maret 2010 b. Data kapasitas mesin. c. Data kedatangan botol untuk setiap periodenya (Januari-Maret 2010). d. Data jumlah botol per kedatangan (JanuariMaret 2010). Data-data tersebut dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung, data sekunder dari perusahaan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan ini.
2.2.2 Pengolahan Data Proses pengolahan data dilakukan dengan dua tahapan. Pertama membuat perencanaan kapasitas untuk periode Januari-Maret 2010, dan membuat pengolahan data yang akan diinputkan kedalam simulasi. Setelah dilakukan dua tahap inti tersebut, kemudian dilakukan pembuatan MPS. Selanjutnya dilakukan simulasi MPS dengan model persediaan yang telah dibuat. Pada tahap akhir dilakukan perhitungan jumlah idle, prosentase idle, jumlah pergeseran dan prosentase pergeseran.
2.2.2.1 Perencanaan Kapasitas Tahap awal dalam melakukan perencanaan kapasitas adalah mengumpulkan data program produksi bulan Januari – Maret 2010. Setelah program produksi diketahui maka langkah selanjutnya adalah menghitung hari kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat memenuhi program produksi yang ditentukan. Hasil penentuan hari kerja tersebut berupa hari kerja yang dioperasikan termasuk kebijakan menggunakan hari sabtu dan minggu sebagai overtime.
2.2.2.2 Pengolahan Data Input Simulasi Sub bab berikut ini menjelaskan tentang pengolahan data yang digunakan sebagai input dalam simulasi penjadwalan. Data tersebut terbagi atas dua kategori yaitu jumlah botol kemasan per kedatangan dan lead time pengiriman. a.
Pengolaan Data Jumlah Botol Kemasan per Kedatangan Pengolahan data jumlah botol kemasan per kedatangan dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai input jumlah botol yang datang dalam simulasi kedatangan barang. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan fitting distribusi jumlah botol per kedatangan. b. Pengolahan Data Lead Time Pengiriman Sebelum dilakukan simulasi penjadwalan maka terlebih dahulu perlu dilakukan fitting data yang berkaitan dengan lead time penerimaan dari supplier, Setelah dilakukan fitting maka akan didapatkan pola distribusi dari masing-masing data tersebut yang selanjutnya digunakan sebagai variabel input untuk proses simulasi.
2.2.3 Pembuatan MPS Pembuatan Master Production Schedule (MPS) untuk masing-masing Stock Keeping Unit (SKU) produk. Produk yang dijadwalkan ada 10 merek dengan ukuran 1 L. MPS yang dibuat merupakan input dalam simulasi yang dilakukan.Tujuan dari MPS ini sebagai rencana produksi yang dibuat oleh bagian Planning untuk kemudian diimplementasikan sebagai keputusan dalam proses produksi oleh bagian produksi. 2.2.4 Perancangan Model Simulasi Setelah data-data yang digunakan sebagai input untuk simulasi didapatkan proses selanjutnya adalah dengan merancang model simulasi. Tahapan yang dilakukan dalam perancangan model simulasi antara lain : a. Pembuatan model konseptual b. Perancangan model simulasi c. Verifikasi d. Validasi e. Implementasi model simulasi 2.2.5 Perhitungan Parameter Ouput Simulasi Setelah dilakukan simulasi penjadwalan produksi, didapatkan output berapa kali MPS yang dibuat mengalami reschedule dan pergeseran. Pada akhirnya akan dihitung jumlah idle, prosentase idle, jumlah pergeseran serta prosentase pergeseran. 2.6 Analisis dan Pembahasan Pada tahapan ini, dilakukan perbandingan output yaitu berapa kali MPS yang dibuat mengalami revisi antara kondisi awal dengan skenario yang telah dibuat. Selain banyaknya revisi MPS parameter lain yang dibandingkan adalah tingkat persediaan jumlah idle serta jumlah pergeseran. Skenario yang dipilih nantinya skenario yang menghasilkan nilai paling rendah dari empat parameter yang ditentukan dengan tingkat persediaan yang dikehendaki. 2.7 Kesimpulan dan Saran Setelah melakukan analisis dari hasil pengolahan data, kemudian dari hasil tersebut ditarik kesimpulan-kesimpulan untuk menjawab dari tujuan penelitian tugas akhir ini. Sehingga manfaat-manfaat yang dapat diterima oleh perusahaan sesuai dengan ekspektasi di awal yang dapat diimplementasikan dalam saran-saran perbaikan.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keseluruhan proses dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data secara urut dan sistematis. 3.1 Deskripsi Sistem Penjadwalan Produksi dan Pengendalian Lubricants.
Persediaan
Pertamina
3
Pertamina Lubricants memiliki dua departemen yang saling berhubungan dalam menjalankan kegiatan produksi. Departemen Lube Oil Blending Plant (LOBP) bertanggung jawab dalam melakukan penjadwalan produksi harian dari program produksi bulanan yang telah ditetapkan oleh Pertamina Pusat. Pada saat program produksi untuk bulan depan diterima oleh oleh LOBP, selanjutnya akan dibuat rencana produksi harian dalam bentuk MPS selama satu bulan. MPS dibuat untuk masing-masing ukuran dan masing-masing merek pelumas. Departemen Material Warehouse (MWH) selanjutnya mengubah MPS menjadi rencana kebutuhan material (MRP) untuk mensupport MPS yang telah dibuat. Material yang digunakan adalah botol kemasan untuk ukuran 1L dengan masingmasing dua warna yaitu merah dan abu-abu. MRP yang telah dibuat selanjutnya digunakan sebagai dasar pemesanan botol kemasan kepada supplier. Supplier hanya ada satu dan berlokasi di Jakarta. Pola pemesanan botol kemasan yang digunakan oleh Departemen MWH adalah dengan melihat kebutuhan produksi pada tiga hari didepan dikarenakan lead time pengiriman dari supplier membutuhkan waktu rata-rata 3 hari. Jumlah botol kemasan yang dipesan oleh Departemen MWH sejumlah kebutuhan 3 hari didepan ditambah dengan jumlah untuk memenuhi buffer stock yang telah ditentukan.
3.2 Pengumpulan Data Dalam proses penyelesaian permasalahan pada tugas akhir ini dibutuhkan data-data yang digunakan untuk membantu proses pengolahan data yang dijelaskan pada sub bab berikutnya. Data-data tersebut antara lain :
3.2.1 Data Program Produksi Pelumas Dalam menentukan proyeksi permintaan yang dijadwalkan akan diproduksi, kita harus mengetahui histori dari data produksi pada periode sebelumnya yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan proyeksi permintaan. Proyeksi permintaan dilakukan karena perusahaan tidak melakukan peramalan terhadap kebutuhan pelumas yang akan diproduksi. Perusahaan selama ini melakukan produksi berdasarkan program produksi yang ditetapkan oleh Pertamina Pusat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa data program produksi mencerminkan berapa banyak pelumas berbagai merek yang akan diproduksi pada satu periode. Data program produksi yang digunakan adalah data pada bulan Januari-Maret 2010. Produk yang digunakan ukuran 1 liter.
No 1
Tabel 3.1. Data Program Produksi Pelumas Januari 2010 ukuran 1 L (Sumber : Pertamina Lubricants PUG, 2010) Program Item Produksi (dalam botol) ENDURO 4T Min 20W-50 JASO MA 59,780
2
MEDITRAN S 40
147,800
3
MEDITRAN SC Min 15W-40 CF4
51,080
4
MEDITRAN SX Min 15W-40 CH4
11,360
5
MESRAN 40
396,000
6
MESRAN B 40
115,700
7
MESRAN SUPER 20W/50
828,920
8
MESRANIA 2T OB
55,200
9
MESRANIA 2T SUPER
277,820
10
PRIMA XP 20W/50
166,400
Total Program
2,110,060
Data program produksi bulanan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk penentuan hari operasi kerja setiap bulan serta digunakan sebagai inputan dalam pembuatan MPS. 3.2.2 Data Mesin Produksi Dalam melakukan pembuatan MPS selain diperlukan data program produksi maka diperlukan juga data mesin produksi yang digunakan untuk proses pengisian pelumas kedalam botol kemasan. Data mesin produksi yang dibutuhkan terkait dengan kapasitas mesin, minimum batch produksi, serta matriks mesin – ukuran botol kemasan. Data kapasitas mesin menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat diproduksi oleh mesin dalam satuan botol .Data minimum batch menunjukkan jumlah minimum input (botol kemasan) yang harus tersedia agar mesin dapat melakukan produksi. Hubungan antar tipe mesin dengan kapasitas mesin dan minimum batch untuk botol kemasan 1L selanjutnya dijelaskan pada Tabel 3.2 . Tabel 3.2 Data Kapasitas Mesin Dan Minimum Batch untuk Ukuran Botol 1 L (Sumber : UPP Gresik, 2010) Mesin Kapasitas Minimum Ukuran Botol Maksimum (botol) Batch (botol) FL 01 1 Liter
√
44,000
8,000
3.2.3 Data Kedatangan Botol Data kedatangan botol yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi waktu pengiriman dari supplier serta jumlah botol kemasan per kedatangan. Jumlah botol kemasan per kedatangan sama meskipun memiliki warna berbeda.
4
Item :
00001
No.
Tabel 3.3 Data Kedatangan Botol Kemasan Merah Ukuran 1 L Bulan Januari (Sumber : UPP Gresik, 2010) C617900043 PBK PL1 MERAH 1L Versi Supplier
Tgl. SJ
Qty
31.01.2010
Qty :
629,359
Versi Production Unit Gresik Est. Tgl. Terima
Tgl. Terima
Lead Time (hari)
1
25/01/2010
32,076
28/01/2010
27/01/2010
3
2
25/01/2010
34,992
28/01/2010
27/01/2010
3
3
25/01/2010
38,880
28/01/2010
28/01/2010
3
4
26/01/2010
32,076
29/01/2010
30/01/2010
4
5
26/01/2010
32,400
29/01/2010
31/01/2010
5
6
26/01/2010
34,020
29/01/2010
31/01/2010
5
7
28/01/2010
31,104
31/01/2010
31/01/2010
3
Kesamaan ini disebabkan supplier hanya ada satu serta alat angkut pengiriman yang digunakan sama setiap pengiriman. Pada Tabel 3.3 jumlah botol kemasan per kedatangan bervariasi untuk setiap pengiriman. Variasi disebabkan dua hal. Pertama kapasitas supply dari supplier tidak tetap. Kedua botol kemasan untuk warna berbeda dapat digabungkan untuk memenuhi skala ekonomi pengiriman. Data kedatangan botol kemasan yang digunakan adalah data kedatangan pada periode Januari 2010 – Maret 2010.
3.3 Pengolahan Data Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, datadata yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan melewati beberapa tahapan. Data yang akan diolah merupakan data yang akan digunakan sebagai input dalam proses simulasi.
3.3.1 Penetapan Hari Kerja Bulan Tahap ini merupakan tahap awal dalam melakukan perencanaan produksi. Dalam tahap ini dilakukan perhitungan hari kerja yang harus dioperasikan selama satu bulan untuk memenuhi program produksi bulanan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap asisten control room LOBP Yus Ardianto didapatkan apabila program produksi bulanan tidak dapat terpenuhi akan dilakukan lembur dalam tiga tahap yaitu mengoperasikan hari sabtu sebagai hari kerja, apabila program produksi masih tidak dapat terpenuhi maka dilakukan tahap kedua yaitu mengoperasikan hari minggu sebagai hari lembur kerja. Tahap ketiga dilakukan apabila setelah dilakukan tahap pertama dan kedua program produksi masih belum terpenuhi. Tahap ketiga produksi akan dilakukan pada bulan selanjutnya untuk menutupi kekurangan pada bulan sebelumnya. Ardianto menjelaskan dalam penetapan hari kerja
bulanan terdapat tiga tahap yang perlu dilakukan. Tahap pertama menghitung berapa lama waktu penyelesaian program produksi untuk masing-masing ukuran botol kemasan. Waktu penyelesaian dihitung dengan menggunakan persaman (4.1).
Waktu Penyelesaian =
ௗ௨௦
௦௧௦ ெ௦௨ ெ௦
.......................................................................... (4.1) Tahap kedua menghitung hari kerja mesin. Hari kerja mesin menunjukkan berapa lama (hari) mesin harus bekerja untuk dapat memenuhi waktu penyelesaian yang ditentukan (Ardianto,2010). Tahap kedua dihitung dengan menggunakan persamaan (4.2). Tahap ketiga adalah menentukan hari kerja lembur yang akan digunakan untuk memenuhi program produksi. Hari Kerja Mesin (hari) =
்௧ ௐ௧௨ ௬௦ ௗ ௦ ௦
௨ ௦ ௗ ௧ ௦ ௬ ௗ௨
.......................................................................... (4.2) Data pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa total program produksi bulan Januari sebanyak 2.110.060 botol. Sesuai data pada Tabel 4.4 botol kemasan ukuran 1 L dapat diproses dengan menggunakan mesin FL 01 dengan kapasitas maksimum 44.000 botol. Menggunakan persamaan (4.1) waktu penyelesaian program produksi untuk ukuran 1L adalah : ଶ.ଵଵ.
Waktu Penyelesaian (hari) = ସସ. = 48 hari Langkah selanjutnya adalah menghitung hari kerja mesin. Sesuai data pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa botol kemasan ukuran 1 L diproses dengan menggunakan mesin FL 01 dan FL 02. Menggunakan persamaan (4.2) maka hari kerja mesin FL 01 adalah :
5
Hari Kerja Mesin =
ଵଷାସ଼ ଶ
= 31 hari Sesuai dengan hari kerja mesin, maka dapat disimpulkan bahwa pada bulan Januari mesin FL 01 dan mesin FL 02 akan bekerja penuh selama 31 hari dengan mengoperasikan hari kerja lembur secara penuh. 3.3.3 Pembuatan Model Simulasi Penjadwalan Pada sub bab perancangan model simulasi akan dijelaskan mengenai tahapan dalam melakukan simulasi. Data-data yang telah diolah akan digunakan sebagai input dalam simulasi. Simulasi dimulai dengan menginput MPS yang telah dibuat serta stok botol kemasan pada awal periode.Pada simulasi diberikan asumsi stok botol kemasan pada periode awal bulan Januari sama dengan jumlah buffer stok yang ada di gudang. Setelah dilakukan input data maka simulasi akan dijalankan secara harian.Pada saat awal mula dijalankan akan dilakukan simulasi pemesanan barang.Pada tahap ini akan dilakukan perhitungan kebutuhan botol kemasan warna merah dan botol kemasan warna abu-abu serta stok botol kemasan pada hari simulasi. Jumlah kebutuhan botol kemasan dan stok botol kemasan digunakan sebagai parameter untuk menentukan jumlah pemesanan botol kemasan. Setelah jumlah botol kemasan yang dipesan diketahui dilakukan simulasi kedatangan botol kemasan. Simulasi monte carlo digunakan untuk menjadwalkan kedatangan botol kemasan. Setelah dilakukan simulasi kedatangan botol kemasan maka akan dilakukan simulasi rencana produksi-persediaan pada hari simulasi. Pada simulasi rencana produksi dan persediaan akan dilakukan pengambilan keputusan apakah akan dilakukan reschedule pada MPS yang dibuat atau rencana produksi akan dibiarkan untuk idle karena tidak adanya botol kemasan.
3.3.3.1 Simulasi Pemesanan Barang Pada proses simulasi, simulasi pemesanan barang merupakan tahap awal yang dilakukan. Langkah awal dalam melakukan simulasi pemesanan barang adalah melakukan perhitungan kebutuhan botol kemasan pada tiga hari didepan.Hal ini dilakukan karena pada kondisi eksisting pemesanan yang dilakukan saat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi pada tiga hari setelahnya. Tahap kedua adalah melakukan perhitungan stok botol untuk setiap periode simulasi.Tahap kedua dilakukan untuk memutuskan jumlah botol kemasan yang akan dipesan.Jumlah pesanan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan produksi tapi juga untuk memenuhi jumlah buffer stok yang harus dimiliki setiap periodenya Buffer
stok untuk ukuran 1L adalah sejumlah 50.000 botol untuk warna merah dan 25.000 botol untuk warna abu-abu.Jumlah pemesanan dilakukan dengan menggunakan persamaan (4.3). ܲ ሺݐሻ = ܤ ሺݐሻ − ሺܳ ሺݐሻ −
௧ାଷ ௧ୀ௧ାଵ
ܭ ሺݐሻ +
௧ାଷ ௧ୀ௧ାଵ
ܲ ሺݐሻሻ
............................................................................ (4.3) Dengan : B = variabel untuk buffer stok botol kemasan K = variabel untuk kebutuhan botol kemasan P = variabel untuk jumlah pemesanan botol kemasan Po = variabel untuk jumlah outstanding order Q = variabel untuk stok botol kemasan j = variabel untuk warna botol kemasan dimana j = {merah (m) ,abu-abu (a)} Bj = buffer stok untuk botol kemasan warna j Pj = jumlah pemesanan botol kemasan warna j Kj = kebutuhan botol kemasan warna j Qj = stok botol warna j Po = jumlah outstanding order untuk botol kemasan warna j
3.3.3.2 Simulasi Kedatangan Barang Simulasi kedatangan botol kemasan dilakukan untuk memodelkan kedatangan botol kemasan dari supplier meliputi dua hal penting yaitu kapan barang yang dikirim supplier diterima oleh perusahaan (lead time pengiriman barang dalam satuan hari) dan berapa banyak kuantitas yang dikirimkan oleh supplier.Simulasi kedatangan dilakukan dengan menggunakan simulasi monte carlo. Tahap awal dalam melakukan simulasi kedatangan adalah mengidentifikasi jumlah pemesanan yang dibutuhkan untuk masing-masing ukuran.Apabila jumlah pemesanan lebih kecil dari minimum jumlah pengiriman maka barang akan dikirim sesuai dengan jumlah pengiriman yang dilakukan. Tahap kedua adalah men-generate bilangan random untuk mendapatkan kuantitas serta lead time pengiriman barang dari supplier. Pada simulasi kedatangan botol terdapat kemungkinan jumlah pesanan melebihi kuantitas pengiriman yang digenerate oleh simulasi.Dalam hal ini akan terjadi pengiriman parsial yang memiliki probabilitas terlambat untuk setiap pengirimannya. Hal ini sesuai dengan kondisi real dimana pengiriman untuk satu ukuran botol bisa dilakukan beberapa kali dalam satu hari.
3.3.3.3Simulasi Persediaan
Rencana
Produksi-
Simulasi produksi-persediaan merupakan tahap yang paling kritis dari seluruh tahap simulasi
6
yang telah dilakukan karena pada simulasi ini terjadi decision mengenai pengambilan keputusan untuk rescheduling MPS. Simulasi produksi - persediaan dimulai ketika simulasi pemesanan dan kedatangan barang selesai dilakukan dalam satu hari. Pada saat botol kemasan diterima oleh perusahaan maka selanjutnya akan dilakukan perhitungan stok botol kemasan. Apabila stok yang dimiliki oleh gudang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi pada satu hari maka akan terjadi keputusan reschedule. Keputusan reschedule dapat diterapkan terhadap sebagian ataupun seluruh rencana produksi. Pada simulasi produksi-persediaan terdapat beberapa kondisi terkait jumlah stok dan jumlah produksi. Kondisi pertama ketika jumlah stok kurang dari minimum batch. Pada kondisi ini produksi tidak dapat dilakukan karena mesin membutuhkan setidaknya botol kemasan kurang sebesar minimum batch untuk dapat melakukan eksekusi rencana produksi. Kondisi kedua ketika stok botol kemasan lebih besar dari minimum batch namun kurang dari jumlah kebutuhan produksi. Pada kasus ini produksi tetap mampu untuk melakukan eksekusi rencana produksi namun tidak semua rencana produksi dapat dieksekusi sesuai dengan rencana awal sehingga akan dilakukan reschedule untuk sebagian rencana produksi.
3.3.3.4 Simulasi Persediaan
Rencana
Produksi-
Proses rescheduling dilakukan ketika terjadi kondisi stockout pada botol kemasan, sehingga perusahaan harus menggeser mundur rencana produksi selama satu hari. Pergeseran rencana produksi dilakukan terhadap MPS yang telah dibuat. Ketika terjadi stockout untuk botol merah langkah pertama yang dilakukan checking stok botol kemasan abu-abu. Terdapat dua kondisi yang mungkin terjadi ketika perusahaan melakukan cek stok botol. Kondisi pertama terjadi ketika stok abu-abu kurang dari minimum batch. Pada kondisi ini tidak dilakukan produksi pada hari saat ini dikarenakan tidak adanya stok botol kemasan untuk kedua warna botol. Sehingga pada kondisi ini rencana produksi untuk botol merah akan bergeser selama satu hari dengan idle capacity pada hari tersebut cukup besar. Kondisi kedua terjadi ketika stok abu-abu lebih besar dari minimum batch namun kurang dari jumlah produksi. Pada kondisi ini dilakukan perhitungan jumlah maksimum botol warna j yang dapat digeser (Rpj). Jumlah maksimum menunjukkan berapa banyak program produksi botol merah yang harus digeser mundur selama satu hari diakibatkan tidak adanya stok botol kemasan warna merah. ܴ ሺݐሻ = ܵ ሺݐሻ = ܭ ሺݐሻ − ܳ ሺݐሻ ............................................................................ (4.4)
Pada kondisi kedua akan ditentukan pula jumlah maksimum botol abu-abu yang bisa diproduksi (Mj) untuk mengisi kekosongan kapasitas pada hari dimana simulasi dijalankan. Kekosongan diakibatkan sebagian produksi untuk botol kemasan merah digeser mundur selama satu hari. Mj didapatkan dengan melihat jumlah minimum dari stok botol yang dimiliki dengan besar Rpj. ܯ ሺݐሻ = ݊݅ܯሺܯ , ܳ ሺݐሻሻ .......................................................................... (4.5) Kondisi ketiga terjadi ketika stok abu-abu lebih besar dari minimum batch dan sisa produksi yang belum terpenuhi. Ketika terjadi kondisi ini jumlah maksimum botol abu-abu yang dapat diproduksi dihitung dengan persamaan (4.5) . Setelah dilakukan pengecekan stok botol kemasan warna abu-abu langkah kedua adalah mencari kapan jadwal produksi untuk botol kemasan abu-abu dilakukan apabila kondisi kedua dan ketiga terpenuhi. Tujuan dilakukan pencarian ini adalah menemukan program produksi terdekat yang dapat digeser lebih awal untuk mengisi kekosongan kapasitas pada hari simulasi yang dijalankan. Proses rescheduling dilakukan dengan menggeser mundur rencana produksi selama satu hari ketika terjadi kekurangan stok dan mengisi sisa kapasitas dengan botol kemasan warna lain. Proses rescheduling juga harus memperhatikan kapasitas mesin serta minimum batch produksi.
3.3.4 Output Simulasi Eksisting Simulasi penjadwalan dilakukan selama 90 hari dengan menggunakan empat replikasi. Parameter yang ditampilkan pada simulasi eksisting terdiri atas jumlah idle, prosentase idle, jumlah pergeseran, prosentase pergeseran. Parameter jumlah idle menunjukkan berapa hari peusahaan beroperasi tidak dengan kapasitas maksimum. Penyebab idle dalam simulasi penjadwalan adalah tidak adanya botol kemasan dan terjadinya reschedule sehingga perusahaan akan melakukan adjustment ulang rencana produksi dengan adanya konstrain minimum batch serta kapasitas maksimum. Parameter jumlah pergeseran menunjukkan berapa banyak rencana produksi bergeser dari due date yang ditetapkan. Due date diasumsikan MPS awal yang telah dibuat sebagai input dalam simulasi penjadwalan. Pergeseran yang dilihat merupakan pergeseran mundur yang terjadi dalam periode time fencing yang ditetapkan selama tujuh hari. Pergeseran diluar periode time fencing tidak diperhitungkan karena dianggap periode diluar time fencing tidak memberikan imbas yang terlalu signifikan dalam hal fulfill order ke Gudang Nusantara.
7
Tabel 3.4 Output Simulasi Penjadwalan Kondisi Eksisting Replikasi
Parameter 1 Jumlah Idle Prosentase Idle
Kuantitas pergeseran (botol)
3
4
Rata-rata
Standar Deviasi
12
10
8
16
11.5
3.42
2.11%
3.72%
1.52%
1.84%
2.30%
1%
Jumlah Pergeseran Prosentase Pergeseran
2
19
53
16
18
26.5
17.7
17.02%
56.38%
17.02%
19.15%
27%
19%
315,468
770,800
295,595
120,396
375,565
3.3.5 Perancangan Skenario Perbaikan
3.3.5.1 Output Simulasi Skenario 1
Skenario perbaikan yang diajukan dalam tugas akhir kali ini adalah menambahkan safety lead time dalam melakukan pemesanan kepada supplier. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa keterlambatan pengiriman merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya idle. Idle akan menyebabkan terjadinya pergeseran program produksi sehingga dengan m enambah safety lead time diharapkan jumlah idle dan pergeseran program produksi akan dapat tereduksi.
Skenario perbaikan pertama adalah melakukan simulasi dengan nilai safety lead time sebesar 1 hari. Simulasi akan dilakukan selama 90 hari dengan empat replikasi. Tahapan simulasi yang dilakukan sama dengan simulasi eksisting namun pemesanan hari ke t dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pada periode t+4.
3.3.5.2 Output Simulasi Skenario 2 Skenario perbaikan kedua adalah melakukan simulasi dengan nilai safety lead time sebesar 2 hari. Simulasi akan dilakukan selama 90 hari dengan empat replikasi. Tahapan simulasi yang dilakukan sama dengan simulasi eksisting namun pemesanan hari ke t dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pada periode t+5.
Safety Lead Time = Z σ ....................................................................... (4.7) Nilai safety lead time didapatkan dengan menggunakan persamaan (4.7) . Dalam menentukan safety lead time digunakan ketentuan 95% barang yang dikirimkan datang tepat waktu. Data lead time yang digunakan sebagai acuan adalah data lead time selama periode Januari-Maret 2010. Skenario perbaikan yang pertama dilakukan dengan melakukan pembulatan nilai safety lead time ke bilangan integer terendah. Skenario perbaikan kedua yaitu melakukan pembulatan ke bilangan integer tertinggi.
Tabel 3.4 Output Simulasi Penjadwalan Kondisi Eksisting Replikasi
Parameter
Jumlah Idle Prosentase Idle Jumlah Pergeseran Prosentase Pergeseran Kuantitas pergeseran (botol)
Rata-rata
Standar Deviasi
16
11.5
3.42
1.52%
1.84%
2.30%
1%
16
18
26.5
17.7
56.38%
17.02%
19.15%
27%
19%
770,800
295,595
120,396
375,565
1
2
3
4
12
10
8
2.11%
3.72%
19
53
17.02% 315,468
8
4.1 Analisis Ouput Simulasi Eksisting Pertamina lubricants melakukan pemesanan kepada supplier tiga hari sebelum jadwal produksi yang ditentukan. Nilai tiga hari didapatkan karena perusahaan mendapatkan informasi dari supplier bahwa barang akan sampai dalam waktu tiga hari setelah pemesanan dilakukan. Jumlah pemesanan digunakan untuk memenuhi produksi pada tiga hari kedepan dan jumlah buffer stok yang harus tersedia pada gudang. Pola pemesanan tersebut menyebabkan perusahaan tidak akan menumpuk persediaan lebih banyak setiap harinya. Hal ini disebabkan ketika botol kemasan datang akan langsung digunakan untuk memenuhi produksi. Namun pola pemesanan akan riskan jika terjadi keterlambatan pengiriman akibat kondisi eksternal diluar perkiraan. Pengiriman yang terlambat menyebabkan perusahaan tidak dapat memproduksi sesuai jadwal yang ditentukan sebelumnya. Dampaknya akan terjadi reschedule pada rencana produksi dengan memperhatikan ketersediaan stok botol warna lain. Warna botol hanya ada dua yaitu merah dan abu-abu. Reschedule menyebabkan pergeseran rencana produksi. Pergeseran rencana produksi dilakukan dengan dua cara yaitu menggeser maju produk dan menggeser mundur rencana produksi. Pergeseran maju dilakukan dengan cara menggeser maju rencana produksi produk lain untuk mengisi kekosongan kapasitas dengan syarat stok botol warna lain tersedia. Produksi lebih awal dari rencana menyebabkan perusahaan menyimpan produk jadi lebih lama dengan asumsi due date merupakan MPS awal yang telah dibuat. Pergeseran mundur dilakukan dengan cara menggeser mundur rencana produksi sampai botol kemasan yang dibutuhkan datang. Pergeseran mundur satu rencana akan menyebabkan rencana produksi yang lain akan ikut bergeser. Hal ini disebabkan adanya konstrain kapasitas produksi maksimum. Pergeseran mundur dilakukan dengan memperhatikan prioritas produk. Produk dengan total program lebih sedikit memiliki probabilitas untuk digeser lebih tinggi dibandingkan produk dengan total program lebih banyak. Pergeseran mundur menyebabkan waktu penyelesaian program akan lebih lama. Dampaknya customer akan menunggu produk yang dipesan lebih lama.
Pengiriman botol kemasan yang terlambat juga mengakibatkan idle pada mesin dikarenakan persediaan untuk kedua warna botol kemasan tidak mencukupi untuk melakukan produksi. Adanya konstrain minimum batch menyebabkan terjadinya kondisi ini. Pada kondisi ini mesin akan idle sampai barang yang dibutuhkan datang dan semua rencana produksi akan digeser mundur ke belakang. Tabel 5.1 menunjukkan ouput kondisi simulasi eksisting. Tabel 4.1 Output Simulasi Eksisting Parameter
Rata-rata
Jumlah Idle
Jumlah stok rata-rata / hari Botol Merah
Botol Abu-abu
39.391 botol
18.227 botol
11.5
Prosentase Idle
2.30%
Jumlah Pergeseran
26.5
Prosentase Pergeseran
27%
Kuantitas pergeseran (botol)
375,565
5.2 Analisis Ouput Simulasi Skenario 1 Simulasi dilakukan dengan menambahkan nilai safety lead time sebesar satu hari pada pemesanan. Dengan adanya safety lead time sebesar satu hari maka waktu pemesanan menjadi empat hari. Pemesanan yang dilakukan saat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan empat hari mendatang dan buffer stok untuk masing-masing warna botol kemasan.
Jumlah Persediaan Botol Kemasan Merah Replikasi 1 120.000
Jumlah Stok (unit)
4. Analisis dan Pembahasan
100.000 80.000 Eksisting
60.000
Skenario 1
40.000 Buffer Stok
20.000 1 6 11162126313641465156616671768186
Gambar 5.1 Perbandingan Jumlah Persediaan Harian Botol Kemasan Merah Eksisting dan Skenario 1 Replikasi 1
Prosentase idle didapatkan dari jumlah botol yang dapat diproduksi dibandingkan dengan kapasitas produksi selama 90 hari. Prosentase pergeseran didapatkan dari jumlah rencana yang bergeser dibandingkan dengan jumlah total jadwal produksi.
9
Jumlah Stok (unit)
Jumlah Persediaan Botol Kemasan Abu-abu Replikasi 1 80.000 60.000 Eksisting
40.000
Skenario 1
20.000
Buffer Stok
-
terjadi kekurangan stok karena maksimum lead time yang digenerate sebesar lima hari. Dengan kata lain ketika perusahaan melakukan pemesananan botol kemasan maka botol kemasan akan datang lebih cepat atau tepat waktu. Kondisi ini mengakibatkan jumlah persediaan harian yang disimpan lebih besar. Gambar 5.3 dan Gambar 5.4 selanjutnya menggambarkan jumlah persediaan harian yang disimpan perusahaan.
1 1019 2837 46 5564 7382
Jumlah Persediaan Botol Kemasan Merah Replikasi 1
Pada kondisi skenario 1 masih terdapat idle dan pergeseran rencana. Hal ini disebabkan terdapat kemungkinan botol datang terlambat yaitu 5 hari. Tabel 5.2 menunjukkan perbandingan ouput antara kondisi eksisting dengan skenario 1 yang dibuat. Dari Tabel 5.1 dapat dilihat dengan meningkatnya persediaan perusahaan menjadi 54.867 botol dapat mengakomodasi keterlambatan pengiriman sehingga jumlah idle berkurang serta menurunkan jumlah pergeseran. Penurunan jumlah pergeseran dapat meningkatkan reliabilitas MPS yang dibuat sehingga perusahaan dapat menjalankan produksi dengan berbasis MPS yang dibuat di awal. Dengan jumlah pergeseran 9% maka dapat dikatakan 91% MPS yang dibuat diproduksi tepat waktu. Hal ini berarti 91% produk akhir dapat dikirim kepada konsumen sesuai dengan due date yang ditentukan. Peningkatan jumlah persediaan sebenarnya akan merugikan ketika barang yang disimpan memiliki nilai yang tinggi sehingga terdapat kemungkinan terjadi kerusakan pada barang. Namun karena nilai barang tidak terlalu tinggi maka peningkatan jumlah persediaan tidak berimbas terlalu signifikan terhadap beban perusahaan.
Jumlah Stok (unit)
Gambar 5.2 Perbandingan Jumlah Persediaan Harian Botol Kemasan Abu-abu Eksisting dan Skenario 1 Replikasi 1
160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 -
Pada skenario 2 dengan melakukan pemesanan lebih awal dua hari dari jadwal pemesanan eksisting maka pemesanan yang dilakukan saat t digunakan untuk memenuhi kebutuhan pada t+5. Pada kondisi ini tidak pernah
Skenario 2 Skenario 1 Buffer Stok
1 1121314151617181
Gambar 5.3 Perbandingan Jumlah Persediaan Harian Botol Kemasan Merah Eksisting dan Skenario Perbaikan Replikasi 1
Gambar 5.3 dan Gambar 5.4 menjelaskan bahwa dengan nilai safety lead time sebesar 2 hari jumlah persediaan botol kemasan baik warna merah maupun abu-abu tidak pernah dibawah jumlah buffer. Hal ini mengindikasikan bahwa selalu terjadi penerimaan barang saat kondisi persediaan lebih besar atau sama dengan buffer yang dikehendaki. Tabel 5.3 menunjukkan untuk menurunkan jumlah idle eksisting maka perusahaan harus menambah ketersediaan stok botol kemasan sebesar tiga kali lipat dari jumlah persediaan rata-rata.
Jumlah Persediaan Botol Kemasan Abu-abu Replikasi 1
5.3 Analisis Ouput Simulasi Skenario 2 120.000 Jumlah Stok (unit)
Pada skenario 2, dengan menambahkan nilai safety lead time sebesar dua hari tidak terjadi idle pada mesin sehingga rencana produksi dapat diselesaikan sesuai jadwal yang ditentukan pada MPS. Namun dengan penambahan safety lead time sebesar dua hari menyebabkan jumlah persediaan yang disimpan perusahaan menjadi naik dikarenakan terjadinya pemesanan lebih awal. Perbandingan ouput antara kondisi eksisting, skenario 1, dan skenario 2 akan ditampilkan pada Tabel 5.3.
Eksisting
100.000 80.000
Eksisting
60.000
Skenario 2
40.000
Skenario 1
20.000
Buffer Stok
-
1 14 27 40 53 66 79 Gambar 5.4 Perbandingan Jumlah Persediaan Harian Botol Kemasan Abu-abu Eksisting dan Skenario Perbaikan Replikasi 1
10
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diambil dalam penelitian tugas akhir kali ini adalah : 1. Model simulasi penjadwalan produksi dapat mensimulasikan reschedule dan pergeseran jadwal produksi ketika terjadi kekurangan persediaan. 2. Output simulasi eksisting tidak berbeda secara signifikan dengan kondisi real perusahaan meliputi parameter jumlah idle dan prosentase idle. 3. Skenario pemesanan dengan menggunakan safety lead time sebesar 1 hari menyebabkan terjadi penurunan idle sebesar 1.61 % dan penurunan pergeseran sebesar 18% dengan penurunan jumlah kuantitas jadwal produksi yang bergeser sebesar 65% namun menyebabkan kenaikan jumlah persediaan rata-rata harian botol kemasan warna merah sebesar 28.2% dan 29.35% untuk botol kemasan warna abu-abu. 4. Skenario pemesanan dengan menggunakan safety lead time sebesar 2 hari menyebabkan tidak pernah terjadi idle dan pergeseran jadwal produksi namun menyebabkan naiknya persediaan botol kemasan warna merah sebesar 57.6% dan botol kemasan warna abu-abu sebesar 13.8% dibandingkan dengan jumlah persediaan pada kondisi eksisting. 5.2 Saran Adapun saran yang direkomendasikan untuk perusahaan dan untuk penelitian kedepannya antara lain : 1. Perusahaan dapat menggunakan model rescheduling dan pergeseran yang lebih terstruktur ketika terjadi idle. 2. Simulasi penjadwalan tidak hanya dilakukan untuk satu ukuran botol tetapi juga dilakukan untuk 5 ukuran botol. 3. Perlunya penentuan batasan kapasitas maksimum gudang sebagai konstrain maksimum jumlah persediaan yang dapat disimpan. DAFTAR PUSTAKA Arsham, H., (1994), Economic Order Quantity and Economic Production Quantity Models for Inventory Management, International Journal of Production Economics
Ballou, Ronald H (2001). Business Logistics / Supply Chain Management. Fifth edition.Prentice Hall International,Inc,New Jersey Chopra,Sunil; Peter Meindl (2004) Supply Chain Management : Strategy, Planning, and Operation, Prectice Hall Inc., New Jersey Chung, Chen Hua; Krajewski , Lee, J.(1984) ; Planning Horizon For Master Producton Scheduling, didownload tanggal 3 Oktober 2010, dapat diakses di http://www.sciencedirect.com/science Evans, James R ; David L Olson ; . (2001). Introduction to Simulation and Risk Analysis.Second Edition. Prentice Hall Internatioana Inc. New Jersey Febriyanti,L Hilda (2004). Penggunaan Lot Size untuk Mengurangi Biaya Akibat Nervousness.Laporan Tugas Akhir.Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya Gaspersz, Vincent.(2005). Production Planning and Inventory Control. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta Harrell, Charles;Ghosh,Biman K.; Bowden, Royce (2003). Simulation Using Pro Model. 2nd edition. McGraw Hill. Ho,Chrwan-Jy ; Hon-Shiang Lau . (2003). Evaluating the impact of lead time uncertainty in material requirement planning system. European Journal of Operation Research, 26 (1994) 89-99. diakses 5 Januari 2011 Larasati,Aisyah (2003). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Schedule Nervousnes. Laporan Thesis. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
diakses tanggal 5 Oktober 2010 Ardian, R (2007), Pemilihan Metode Lot Sizing Dalam Situasi Nervous Dengan Menggunakan Metode Simulasi Untuk Memperoleh Biaya Total Minimum. Laporan Tugas Akhir.Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
Nahmias, S. (1993). Production and Operation Analysis, Mc Graw-Hill Internasional, Singapore.
11
Nasution, AH. (1999). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Guna Widya, Surabaya. Pujawan, I Nyoman. (2005). Supply Management. Guna Widya, Surabaya
Chain
Russel, R.A, Urban, T.L (1993). Horizon Extention for Rolling Production Schedules : Lenght and Accuracy Requirement. International Journal of Production Economics, 29 (1993) 111-122 diakses 15 Desember 2010 Silver, E.,D. Pyke, D.,F. Peterson, R. (1998). Inventory Management and Production Planning and Schedulling. New York, John Willey and Sons, Inc. Sipper,Daniel; Bulfin, Robert,L,Jr. (1997). Production Planning, Control, and Integration. McGraw Hill. Smith,S.B. (1989). Computer- Based Production and Inventory Control. New Jersey: Prentice Hall International inc. Sridharan, V .(1996). Alternative Approach for Reducing Schedule Instability in Multistage Manufacturing under Demand Uncertainty. International Journal of Operations Management, 13 (1995), 193-211 diakses 12 Oktober 2010 Tersine, Richard J.1994. Principles of Inventory and Material Management. New Jersey: Prentice Hall
12