JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 2, Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 ISSN 0215-1685
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al2O3) pada Fintube Heat Exchanger Nandy Putra, Syahrial Maulana, RA Koestoer dan Danardono AS Laboratorium Perpindahan Kalor Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konveksi paksa pada fluida bersuspensi partikel padat berukuran nanometer (nanofluida). Partikel nano Al2O3 (32 nm) dicampur dengan air sebagai fluida dasarnya. Partikel tersebut terdispersi dengan baik di dalam fluida air karena adanya gerak Brownian. Alat uji terowongan angin dirancang untuk mengukur koefisen perpindahan kalor nanofluida tersebut. Sebuah fintube heat exhanger didalam mana nanofluida mengalir sebagai fluida panas, diletakkan dalam terowongan angin dimana mengalir fluida udara sebagai fluida dingin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida mengalami peningkatan sebesar 31% hingga 48% serta peningkatan sebesar 52% dan 79% untuk konsentrasi volume nanofluida 1% dan 4% berturut–turut dalam range temperatur 50o-70 oC. Kata Kunci: Nanofluid, Nano partikel, Brownian motion dan convection heat transfer coefficient.
Abstract This research has been conducted concerning on forced convection of fluid containing suspeded solid particles, with sizes on the order of nanometers which is called as nanofluids. Al2O3 nanoparticles (32 nm) is mixtured with water as based fluid. Nanoparticels will dispersed in based fluid because of Brownian motion. The wind-tunnel experimental apparatus was designed to measure heat transfer coefficient of nanofluids. The fintube heat exchanger is placed in wind tunnel and used for circulating nanofluids as hot fluids, and air flow through wind- tunnel as cold fluid. The result of experiment showed that heat transfer coefficient of nanofluids increase from 31% to 48% and 52% -79% for volume concentration of 1% and 4% respectively at temperature range of 50o-70 oC. Keywords: Nanofluid, Nano partikel, Brownian motion and Convection heat transfer coefficient.
terdahulu telah dilakukan berfokus pada persyaratan perpindahan kalor pada industri, sementara peningkatan utama dalam kemampuan perpindahan kalor sangat kurang. Sebagai akibatnya, suatu usaha dibutuhkan untuk mengembangkan suatu strategi baru dalam meningkatkan efektivitas perpindahan kalor dari fluida konvensional tersebut.
1. Pendahuluan Proses pemanasan atau pendinginan fluida sering digunakan dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, enersi, transportasi serta bidang elektronika. Sifat termal dari fluida kerja memegang peran penting dalam upaya efisiensi energi pada peralatan perpindahan kalor. Fluida perpindahan kalor fluida konvensional seperti air, ethylene glycol dan minyak pelumas mesin secara umum, memiliki sifat perpindahan kalor yang sangat rendah dibandingkan dengan kebanyakan benda padat. Walaupun perkembangan dan riset
Perkembangan nano teknologi dewasa ini telah mengarah pada kelas fluida baru dan agak khusus, disebut nanofluida, yang memiliki potensi besar untuk aplikasi pada perpindahan kalor. Istilah nanofluida berarti dua campuran fase
116
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
dimana fase yang kontinu biasanya cairan dan fase yang terdispersi terdiri dari nanopartikel padat yang sangat halus, berukuran kecil daripada 100 nm. Choi (1995) [1], orang pertama menggunakan istilah nanofluida yang menggunakan fluida cair dengan nano partikel tersuspensi didalamnya. Partikel CuO dan Al2O3 berukuran nanometer dicampur dengan fluida cair diantaranya air dan ethyleneglycol. Dari hasil penelitian diperoleh peningkatan termal konduktivitas sebesar 20%. Peningkatan konduktivitas termal sekitar 60% dapat dicapai untuk nanofluida terdiri dari air dan volume 5% nanopartikel (CuO) Eastman, et.al [2]. Peningkatan termal konduktivitas sebesar 40% untuk penambahkan 0.3% partikel Cu dalam ethylene glycol Eastmann et.al, 1997 [3]. Xuan dan Li (2000) [4], menjelaskan suatu prosedur untuk mempersiapkan nanofluida dengan menggunakan peralatan hot wire untuk mengukur konduktivitas termal nanofluida dengan nanopartikel bubuk tembaga yang tersuspensi. Lebih lanjut Das, et.al. (2003) [5], melakukan pengukuran diffusivitas termal dan konduktivitas termal pada nanofluida dengan nanopartikel Al2O3 atau CuO sebagai bahan suspensinya sebagai fungsi temperatur. Patel et. al. (2003) [6], juga melakukan penelitian mengenai pengukuran konduktivitas termal pada campuran nanopartikel Au dengan media air dan toluene. Huaqing Xie et.al.(2003) [7], melakukan penelitian tentang konduktivitas termal pada multiwalled carbon nanotubes (CNTs). Asam nitrit terkonsentrasi digunakan untuk menguraikan kumpulan CNT dalam memproduksi nanofluida CNT. Publikasi penelitian tersebut diatas telah banyak mengispirasikan penelitian lebih lanjut terhadap sifat-sifat termal nanofluida serta untuk menyakinkan bahwa nanofluida sebagai media pendingin yang perlu diperhitungkan prospeknya. Penelitian berikut ini mencoba mengkaji potensi nanofluida untuk peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi yang diharapkan dapat diterapkan dalam bidang industri. Nanofluida yang digunakan merupakan campuran nanopartikel Al2O3 dan air sebagai fluida dasarnya. Konsentrasi volume
nanopartikel yang dipakai sekitar 1% dan sekitar 4%. 2 Perpindahan Kalor Konveksi pada Nanofluida Meskipun perkembangan penelitian tentang konduktivitas termal nanofluida telah banyak dilakukan sebelumnya, namun masih merupakan misteri bagaimana mekanisme terjadinya peningkatan perpindahan kalor pada nanofluida. Bhattachaya et.al.(2004) [8], menggunakan teknik simulasi dinamika Brownian untuk menghitung konduktivitas termal efektif nanofluida. Seok Pil Jang et.al.(2004) [9], berpendapat bahwa gerak Brownian dari nanopartikel pada tingkat skala nano dan molekul adalah suatu mekanisme pengatur sifat termal dari nanofluida. Suatu permodelan yang komprehensif telah diusulkan pula untuk menjelaskan peningkatan yang besar dari konduktivitas termal di dalam nanofluida dan ketergantungannya akan temperatur, dimana teori model konvensional tidak mampu untuk menjelaskannya. Adapun model yang diusulkan tersebut adalah model partikel diam (stationary particle model), yang menjelaskan ketergantungan nilai k pada konsentrasi volume dan ukuran partikel. Kemudian model yang kedua adalah model partikel bergerak (moving particle model) yang menjelaskan bahwa ketergantungan yang kuat akan temperatur pada medium dihubungkan dengan variasi kecepatan nano partikel dengan temperatur. Kebanyakan literatur yang ada membahas mengenai pengukuran konduktivitas termal nanofluida, Sedangkan untuk penelitian tentang perpindahan kalor konveksi ternyata masih sedikit dan sampai sekarangpun terus berlanjut. Nandy et. al. (2003)[10], meneliti tentang konveksi bebas pada nanofluida di dalam silinder horisontal yang dipanaskan pada satu ujung dan ujung lainnya didinginkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa fluida ini berbeda karakter dari slurry pada
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
117
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al2O3)
umumnya. Dalam proses perpindahan kalor pendidihan, nanofluida juga diteliti, seperti yang dilakukan oleh Das et.al. (2003) [11], yaitu proses pool boiling dalam nanofluida air-Al2O3 dan mengindikasikan bahwa nanopartikel mempengaruhi karakteristik proses pendidihan fluida. Sementara Xuan dan Qiang Li (2003) [12], juga melakukan percobaan untuk menyelidiki perpindahan kalor konveksi dan karakteristik aliran dari nanofluida di dalam tabung. Peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida seiring dengan laju aliran dan juga fraksi volume nano partikel sementara nilai koefisien perpindahan kalornya lebih besar dari pada fluida dasarnya (air) pada laju aliran yang sama. Kemudian Louis Gosselin et.al.(2004) [13], mengkombinasikan disipasi enersi dan perpindahan kalor untuk mengoptimalkan aliran pada nanofluida. Penelitian dilakukan pada aliran lapisan turbulen dan laminar, dan sasarannya adalah untuk memaksimalkan perpidahan kalor yang lepas dari sebuah pelat panas dengan nanofluida. Nandy et.al., (2004)[14], melakukan eksperimen tentang perpindahan kalor konveksi paksa pada nanofluida dengan nanopartikel Al2O3. Pengukuran koefisien perpindahan kalor ini dilakukan dengan menggunakan alat penukar kalor pipa ganda dalam susunan tipe aliran berlawanan. Hasil pengukuran menunjukkan peningkatan nilai koefisien konveksi, untuk nanofluida konsentrasi 1% sebesar 6-10% dan konsentrasi 4% sebesar 7-17%. Hal ini juga pernah diprediksikan oleh Nandy [15] dan diperkuat dengan penelitian lanjutannya yang menunjukkan peningkatan koefisien perpindahan kalor sebesar 6% - 8% pada konsentrasi 1% - 4% dalam range temperatur 40ºC – 60ºC. Nandy et. al., (2005) [16], meneliti lebih lanjut perpindahan kalor kondensasi film pada kondenser silinder vertikal dengan nanofluida Al2O3 – air. Hasil yang didapat yaitu untuk nanofluida konsentrasi 1% terjadi peningkatan koefisiennya sebesar 12% - 19% dan untuk konsentrasi 4% sebesar 23% - 33%. 2. Persiapan Nanofluida Proses menjamin
118
dengan baik dalam fluida dasar dan mekanisme yang baik seperti pengaturan nilai pH atau penambahan permukaan katalis untuk mempertahankan kestabilan suspensi terhadap sedimentasi. Akibat dari pencampuran nano partikel kedalam fluida dasar, maka akan terbentuk karakteristik baru pada fluida yang dihasilkan. Karakteristik yang terbentuk tergantung pada konsentrasi volume dari partikel yang tercampur. Para peneliti sebelumnya melakukan penelitian dengan melakukan variasi konsentrasi volume dari partikel dengan perlakuan yang berbeda-beda, tergantung proses yang digunakan. Untuk mencari hasil yang lebih baik Putra [17] melakukan pencampuran menggunakan ultrasonic vibration yang menghasilkan campuran yang partikel nanonya terdispersi dengan baik. Dalam persiapan nanofluida perlu diperhatikan densitas dari partikel nano untuk mendapatkan perbandingan campuran yang tepat. Digunakan persentase volume untuk menentukan konsentrasi campuran. Volume partikel ditentukan dengan menggunakan densitas sebenarnya dari partikel nano dan massanya dengan mengabaikan massa udara yang terperangkap didalamnya. Pencampuran partikel nano kedalam fluida dasar mengakibatkan pembentukan karakteristik baru terhadap fluida yang dihasilkan yaitu nanofluida. Karakteristik yang terbentuk tergantung dengan fraksi volume dari partikel yang dicampurkan. Pada penelitian ini, digunakan konsentrasi volume sebesar 1% dan 4% nanopartikel Al2O3 berukuran ± 32 nm. Pada penelitian ini digunakan suatu alat pengaduk sederhana berupa batang poros bersirip yang diputar oleh motor listrik. Setelah dilakukan pengadukan sekitar 5 jam, campuran dianggap telah merata. Hal ini dapat dibuktikan tidak terbentuknya endapan setelah dibiarkan sekitar12 jam.
persiapan nanofluida harus terdispersinya nano partikel
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
4.
Skema Alat Uji
Gambar 1 memperlihatkan skema alat pengujian dimana terdapat aliran fuida panas dan fluida dingin. Tangki utama berisi air yang dipanaskan menggunakan heater 3KW (12) yang kendalikan oleh thermocontroller B didalam panel (16). Thermocontroller B dihubungkan dengan sebuah termokopel (14) yang terletak pada tangki utama. Demikian pula tangki preheater (6) menggunakan heater 3KW (11) yang dikendalikan oleh thermo controller A dalam panel yg sama serta dihubungkan dengan termokopel (13). Sebagai pengaman sistem digunakan sebuah switch on/off pada panel (16).
Gambar 1. Skema Alat uji
Fluida kerja yang sudah dipanaskan hingga suhu yang diinginkan kemudian dialirkan melalui sebuah pipa menuju upper tank fintube heat exchanger. Untuk selanjutnya pipa tersebut akan disebut sebagai pipa inlet. Pada pipa inlet dipasangkan sebuah turbin flowmeter (8) untuk mengetahui debit aliran fluida kerja pada saat memasuki fintube heat exchanger. Untuk pembacaannya, flowmeter tersebut dihubungkan dengan sebuah batch controller yang terpasang pada panel box (15). Fungsi batch controller tersebut adalah untuk mengubah signal yang diterima oleh
flowmeter untuk dapat ditampilkan secara digital. Pada pipa inlet juga dipasang sebuah valve (b) yang berfungsi untuk menghentikan aliran fluida kerja jika terjadi kebocoran pada alat uji fintube heat exchanger ini. Ketika valve (b) tersebut ditutup, fluida cair dari tangki utama (7) tidak ada yang dapat memasuki sistem sehingga dapat dilakukan perbaikan pada kebocoran-kebocoran yang terjadi. Tepat pada bagian inlet fintube heat exchanger dipasangkan sebuah termokopel (20), begitu juga pada bagian outlet fintube heat exchanger (21). Kedua termokopel tersebut dihubungkan pada data akusisi (17) dan juga temperature display pada panel box (16). Selama melalui fintube heat exchanger (10), fluida kerja mengalami penurunan temperatur akibat adanya udara yang dialirkan melintang melalui sirip-sirip heat exchanger tersebut. Fluida kerja yang keluar dari fintube heat exchanger akan dibawa kembali ke tangki preheater melalui pipa outlet. Pada pipa outlet terdapat sebuah pompa (1) yang berfungsi untuk memompa fluida kerja dari fintube heat exchanger menuju ke tangki preheater (6). Kemudian fluida kerja mengalir menuju tangki utama (7) dengan hanya menggunakan gaya gravitasi. Diantara tangki preheater dan tangki utama dipasangkan sebuah valve (c) yang berfungsi sebagai pengatur debit fluida yang masuk ke tangki utama (7). Pada pipa antara tangki utama (7) dan upper tank fintube heat exchanger dipasangkan sebuah valve (b) yang berfungsi sebagai pengatur debit fluida kerja pada sistem. Semakin kecil bukaan valve (b) maka semakin kecil pula debit fluida kerja pada sistem ini. Untuk mengalirkan udara melalui terowongan udara (2) digunakanlah motor (4) dengan kecepatan putaran maksimum sekitar 3000 rpm. Motor tersebut berfungsi untuk memutar adjustable blade axial fan (3). Kecepatan putaran motor diatur menggunakan sebuah
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
119
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al2O3)
tombol yang terdapat pada panel box (15). Ketika fan berputar, maka udara akan memasuki terowongan udara melalui sisi sebelah kanan. Pada bagian inlet wind tunnel dipasangkan bagian kontraksi dan honey comb (9) yang berfungsi untuk mengurangi turbulensi dan membuat aliran udara yang masuk ke terowongan udara lebih seragam (uniform). Pada saat akan memasuki fintube heat exchanger, kecepatan aliran udara diukur menggunakan hot wire anemometer. Pada bagian depan dan belakang fintube heat exchanger juga dipasang masing-masing satu termokopel (18) dan (19). Termokopel ini kemudian dihubungkan dengan data akusisi (18) dan juga temperature display pada panel box (16). Fungsi termokopel ini adalah untuk mengetahui kalor yang akan diambil oleh udara dari fluida kerja yang berada di dalam fintube heat exchanger. 5. Prosedur Pengujian Untuk alat uji ini dilakukan pengujian dengan variasi data seperti pada Tabel 1 sesuai dengan karakterisasi alat yang telah dilakukan sebelumnya [18]. Pengambilan data dilakukan secara kontinyu pada temperatur inlet fintube heat exchanger sebesar 50°C-70°C untuk setiap variasi debit air. Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis fluida yang terdiri dari fluida air, nanofluida 1%, dan nanofluida 4%. Fluida pertama yang diuji adalah air disusul nanofluida 1% dan terakhir nanofluida 4%. Setelah penelitian dilakukan terhadap air, maka untuk penelitian terhadap nanofluida terlebih dahulu dilakukan persiapan pencampuran partikel ini ke fluida dasar (air). Dalam pengolahan data, perhitungan koefisien perpindahan kalor tersebut akan direpresentasikan oleh koefisien perpindahan kalor menyeluruh. Fluida dihitung berdasarkan temperatur rata-rata fluida dari alat penukar kalor. Pertukaran kalor yang melalui dinding akan diabaikan. Kalor yang hilang antara fluida panas (dalam hal ini air) dan fluida dingin (udara) dihitung dengan cara sebagai berikut :
120
•
qh = mh c p h (Th ,i − Th , o ) •
qc = mc c p c (Tc , o − Tc ,i )
(1) (2)
Nilai koefisien perpindahan kalor keseluruhan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah berikut. Dimana nilai kalor yang akan digunakan sebagai acuan dalam perhitungan adalah qc karena menunjukkan kalor yang benar-benar diserap oleh sistem [19]:
q = UAΔTm
(3)
Tabel 1. Variasi Temperatur dan Debit Fluida Kecepatan Putaran Motor
Debit Fluida Panas
Temperatur Inlet Fintube heat exchanger
(rpm)
(liter/menit)
(oC)
15.5 18.3 22.3 25.1 15.5 18.3 22.3 25.1 15.5 18.3 22.3 25.1 15.5
70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50 70,60,50
18.3
70,60,50
22.3
70,60,50
25.1
70,60,50
800
900
1000
1100
Sementara ΔTm pada persamaan (3) adalah Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD), yaitu sesuatu pendekatan yang digunakan untuk menghitung perbedaan temperature yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor. Nilai LMTD dapat ditentukan dari temperatur inlet dan outlet kedua fluida sebagai berikut :
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
ΔTm =
(T − T ) − (T ln[(T − T ) / (T h ,i
h ,i
c ,o
h ,o
c ,o
h ,o
− Tc ,i )
− Tc ,i )]
(4)
Perlu diketahui bahwa karena aliran perpindahan kalor yang terjadi didalam fintube heat exchanger merupakan aliran yang saling menyilang antara fluida satu dengan lainnya, nilai logarithmic mean temperature difference pada persamaan 4 harus dikalikan terlebih dahulu dengan faktor koreksi. (5) ΔTlm = F .ΔTlm ,CF faktor koreksi F tersebut didapatkan dengan memplot nilai P dan R pada grafik faktor koreksi untuk single pass, alat penukar kalor aliran menyilang dengan fluida cair tidak tercampur dan fluida gas (udara) tercampur.
P=
dimana dan
Tc , o − Tc ,i
Th ,i − Tc ,i T −T R = h,i h ,o Tc , o − Tc ,i
6.
Apabila dianalisa dengan menggunakan teknik permodelan yang ada dalam hal ini digunakan model partikel bergerak (moving particle model). Menurut teori kinetik partikel dijelaskan bahwa konduktivitas termal partikel berbanding lurus dengan kecepatan rata-ratanya, dan kita ketahui gerak Brownian dari nano partikel akan semakin cepat dengan kenaikan temperatur, hal ini dapat diterangkan dengan menggunakan rumus StokesEinstein.
(6)
up =
2kbT πμd p2
(
)
(9)
(7)
Dengan nilai qc yang didapatkan dari persamaan (2) dan ∆Tm dari persamaan (4), maka dengan korelasi pada persamaan (3) akan didapatkan nilai UA. Nilai UA tersebut kemudian akan dipergunakan dalam persamaan umum (8) hambatan termal pada alat penukar kalor fintube heat exchanger. Kemudian untuk mendapatkan nilai h dapat digunakan metoda Wilson Plot. Secara rinci Nandy et.al 2005 [20] menjelaskan mengenai penggunaan metode ini.
1 1 1 = + Rw + UA (h. A) h (ηo .h. A) c
Selain itu untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi nano partikel (Al2O3) hasil pengukuran koefisien konveksi air, nanofluida 1 %(volume) dan nanofluida 4% (volume) ditampilkan pada grafik yang sama untuk setiap temperatur fluida panas yang meningkat.
(8)
Hasil dan Analisa Data
Hasil pengukuran koefisien konveksi paksa dari nanofluida 1% dan 4% pada temperatur 50oC, 60 oC, dan 70 oC ditunjukkan pada gambar 2 - gambar 4. Grafik-grafik tersebut menunjukkan hubungan koefisien perpindahan kalor konveksi sebagai fungsi bilangan Reynolds.
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa kecepatan partikel tergantung pada faktor T/μ, dan μ adalah viskositas dinamik dari medium fluida serta T adalah temperatur. Gerak Brownian dari nano partikel juga tergantung pada faktor T/μ. Karena viskositas nanofluida menurun seiring dengan peningkatan temperatur, maka terjadi peningkatan kecepatan gerak partikel nano yang menyebabkan kemungkinan peningkatan tumbukan antar partikel. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan nilai konduktivitas termal nanofluida. Kemudian dengan peningkatan kecepatan aliran fluida akan juga meningkatkan tumbukan antar partikel, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya akan semakin besar pula. Dengan menggunakan metode partikel diam (stationary particle model), juga dapat dianalisa pengaruh konsentrasi volume terhadap kenaikan nilai koefisien perpindahan konveksi.
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
121
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al2O3)
Air Nano 1% Nano 4%
Re h vs Nuh (60ºC,800 rpm)
Nuh
20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 600
900
1200
1500
Reh
Gambar 2. Grafik Nu Vs Re temperatur 50oC
temperatur 50oC, 59%-73% pada temperatur 60oC dan 65%-79% pada temperatur 70oC untuk nanofluida dengan konsentrasi nano partikel 4%. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi volume dari nano partikel memegang peranan penting dalam peningkatan koefisien konveksi yang terjadi dan pengaruhnya memiliki kecenderungan berbanding lurus yaitu dengan penambahan konsentrasi partikel nano maka akan meningkatkan koefisien perpindahan kalor konveksinya. Air Nano 1% Nano 4%
Re h vs Nuh (70ºC,800 rpm) Air
Nuh
Nano 4%
Re h vs Nuh (50ºC,800 rpm) 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 600
900
1200
1500
Reh
900
1200
1500
Reh
Gambar 3. Grafik Nu Vs Re temperatur 60oC
Pada model ini dijelaskan bahwa peningkatan laju perpindahan kalor adalah berbanding lurus dengan perbandingan konduktivitas dan fraksi volume ε dari nano partikel (untuk ε <<1) dan berbanding terbalik dengan radius nano partikel. Jadi dari persamaan itu jika nilai konsentrasi volume naik maka q juga akan naik, hal ini sesuai dengan hasil dari percobaan yang telah dilakukan yaitu konsentrasi nano partikel sangat mempengaruhi kenaikan nilai koefisien konveksi. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi nano partikel maka nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya akan semakin besar pula, hal ini berlaku untuk setiap temperatur. Kenaikan koefisien konveksi paksa nano terhadap air berkisar 31%-38% pada temperatur 50oC, 36%-43% pada temperatur 60oC dan 40%-48% untuk temperatur 70oC pada konsentrasi nano partikel 1% dan mengalami kenaikan 52%-65% pada
122
Nuh
Nano 1%
20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 600
Gambar 4. Grafik Nu Vs Re temperatur 70oC
Peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi ini akibat terjadinya penurunan perbedaan selisih temperatur rata-rata logaritmik (LMTD) dengan adanya nano partikel dalam air atau dapat dikatakan juga terjadi peningkatan rasio perpindahan kalor yaitu terlihat bahwa kalor yang diterima oleh air di tube lebih besar. Rasio koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida terhadap air menurut prediksi yang dilakukan Nandy, 2003 akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Hasil penelitian ini ternyata mempunyai kecenderungan yang sama, (Gambar 5). Grafik dalam gambar tersebut memperlihatkan kenaikan temperatur rasio koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida dan air untuk nanofluida 1% dan nanofluida 4% cenderung meningkat cukup besar. Sementara jika dibandingkan dengan pengaruh dari peningkatan debit udara (Qc), bilangan Nusselt fluida panas (Nuh) ternyata juga
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
mengalami peningkatan secara sistematis. Hal ini karena semakin meningkatnya debit fluida dingin melalui sirip-sirip fintube heat exchanger, maka pertukaran panas yang terjadi dari dinding tube dan siripnya keudara akan semakin besar pula. Dinding tube akan lebih cepat dingin karena udara sebagai fluida pendingin lebih cepat berganti, sehingga kalor yang dimiliki oleh fluida panas yang mengalir di dalam tube akan lebih cepat dilepaskan ke dinding-dinding tube yang dilaluinya (laju perpindahan kalor akan meningkat). 800rpm (nano 4%) 1100rpm (nano 4%) 1000rpm air 900rpm (nano 1%)
900rpm (nano 4%) 800rpm air 1100rpm air 1000rpm (nano 1%)
1000rpm (nano 4%) 900rpm air 800rpm (nano 1%) 1100rpm (nano 1%)
Nu c vs Rec 4000
3500
nilainya maka nilai koefisien perpindahan kalor juga semakin meningkat. Namun kenaikan nilai perpindahan kalor ini tidak sebesar kenaikan akibat perubahan bilangan Reynolds fluida dingin. 7. Kesimpulan
Faktor konsentrasi partikel nano pada nanofluida sangat mempengaruhi besarnya peningkatan rasio koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida terhadap fluida dasarnya (air). Semakin besar konsentrasi volume dari partikel nano maka akan mengakibatkan rasio peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi paksa semakin besar.
Nuc
3000
2500
2000
1500
1000 30000 35000
40000 45000 50000
55000 60000
Rec
Gambar 5. Rasio perpindahan kalor konveksi antara nanofluida dan air Vs Temperatur
2
Faktor temperatur nanofluida sebagai fluida kerja, menunjukan kecenderungan peningkatan rasio koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida terhadap fluida dasarnya (air) seiring dengan peningkatan temperatur. Pada percobaan yang dilakukan dengan nanofluida 1% menunjukan peningkatan koefisien konveksi sebesar 31%-48%, dan pada nanofluida 4% menunjukan peningkatan koefisien konveksi sebesar 52%-79%.
Nano 1%
Adanya kecenderungan peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi paksa pada nanofluida ini memberikan peluang nanofluida sebagai fluida baru yang dapat digunakan pada aplikasi industri khususnya dalam bidang pertukaran kalor.
hnano/hair
Nano 4%
1 40
50
60
70
T(ºC)
Gambar 6. Hubungan antara Nu Vs Re fluida udara
Dengan semakin besarnya nilai perpindahan kalor yang terjadi pada fluida panas akibat kenaikan temperatur, maka nilai perpindahan kalor yang dialami oleh fluida dingin pun akan ikut meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6, dimana ketika temperatur inlet fluida panas semakin besar
Nomenklatur A Ac Cp DH Re Nu P R h
Luas Permukaan Tube,m2 Luas Permukaan Penampang 2 Tube,m Kalor Spesifik, J/kg °C Diameter Hidrolik, m Bilangan Reynolds Bilangan Nusselt Temperature Effectiveness Heat Capacity Rate Ratio Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi, Watt/m2K
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
123
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al2O3)
k l q Rw T U Q •
m ηo
ΔTm
Konduktivitas Termal, W/m°C Panjang sirip, m Laju perpindahan kalor, W Hambatan Dinding, m2 °C/W Temperatur, °C Koefisien Perpindahan Menyeluruh, W/m2°C Laju Aliran, m3/s
Kalor
Laju Aliran, kg/s Efisiensi Keseluruhan dari Permukaan yang Bersirip Log Mean Temperature Difference, °C
Huruf Yunani v Viskositas kinematik , m2/s α Diffusifitas termal, m2/s ρ Densitas, kg/m3 μ Viskositas dinamik,kg /s.m Singkatan c fluida dingin h fluida panas i inlet fluida o outlet fluida Daftar Acuan 1. Choi, U.S., Enhancing Thermal Conductivity of Fluids with Nanoparticles, Development and Applications of Non-Newtonian Flows, D.A. Siginer and H.P. Wang, eds., FEDvol. 231/MD-Vol. 66, ASME, New York, (1995), pp. 99-105. 2. Eastman, J.A., Choi, U.S., Li, S., Thompson, L.J., Lee, S.,. Enhanced thermal conductivity through the development of nanofluids. In: Komarneni, S., Parker, J.C., Wollenberger, H.J. (Eds.), Nanophase and anocomposite Materials II. MRS, Pittsburg, PA, 1997, pp. 3-11. 3. J.A. Eastman, U.S. Choi, S. Li, W. Yu, L.J. , Thompson, Anomalously Increased Effective Thermal Conductivities of Ethylene Glycol-Based Nanofluids Containing Copper Nanoparticles, Applied Physics Letters, 78, (2001) pp. 718-720. 4. Y. Xuan, Q. Li, Heat Transfer Enhancement of Nanofluids, Int. J. Heat and Fluid Flow, 21, (2000) pp.58-64.
124
5. S.K. Das, N. Putra, P. Thiesen, W. Roetzel, Temperature dependence of thermal conductivity enhancement for nanofluids, J. Heat Transfer, 125, (2003) pp.567-574. 6. H.E. Patel, SK Das, T Sudararajan, Thermal conductivity of naked and monolayer protected metal nanoparticle based nanofluids : manifestation of anomalous enhancement and chemical effect, Appl. Phys. Letter., 83, no.14 (2003). 7. Huanqing Xie, H Lee, W Youn, M Choi, Nanofluids containing multiwalled carbon nanotubes and their enhanced thermal conductivities, Journal of Applied Physics, vol 94 no 8, (2003). 8. P Bhattacharya, SK Saha, A Yadav, PE Phelan, Brownian dynamica simulation to determine the effective thermal conductivity of nanofluids, Journal of Applied Physics, vol 95 no 11, (2004). 9. S P Jang, SUS Choi, Role of Brownian motion in the enhanced thermal conductivity of nanofluids, Applied Physics Letters, vol 84, no 21, (2004) 10. Putra Nandy, W. Roetzel, Sarit K.Das, Natural Convection of NanoFluids, Journal Heat and Mass Transfer, Vol.39, Numbers 8-9, (2003), pp. 775-784. 11. Sarit K. Das, Nandy Putra, Wilfried Roetzel, Pool Boiling Characteristic of Nanofluids, Int. Journal of Heat and Mass Transfer 46, (20030 pp. 851-862. 12. Yimin Xuan and Qiang Li, Investigation on convective heat transfer and flow features of nanofluids, Journal of Heat Transfer ASME, vol 125 (2003) pp 151-155. 13. Louis Gosselin, Alexandre K da Silva, Combined heat transfer and power dissipation optimization of nanofluids flow, Applied Physics Letters, vol.85 no.18. (2004) 14. Putra Nandy, R Ferky, RA Koestoer, Peningkatan Koefisien Perpindahan kalor Konveksi dari Nanofluida
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
Al2O3-Air, Jurnal Teknologi, Edisi No 2. Tahun XVIII, Juni 2004. 15. Putra, Nandy, Menentukan koefisien perpindahan kalor konveksi dengan korelasi Dittus Boelter, Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri Universitas Gajah Mada Yogyakarta 13 Mei 2003. 16. Putra Nandy, Noviar., S.Fred, H Wijaya, RA Koestoer, Mengukur koefisien Perpindahan Kalor Kondensasi Film pada Kondenser Silinder Vertikal dengan Fluida Pendingin Nanofluida Al2O3 – Air,, Jurnal Teknologi, Edisi No 1. Tahun XIX, Maret 2005. 17. Putra, Nandy., Heat Transfer in Dispersed Media, Shacker Verlag Aachen. 2002
18. Putra, Nandy et.al, Development and Characterization of a Convection Heat Transfer Coefficient Apparatus, 7th Int’l QiR Proceeding. 4-5 Aug 2004. 19. Shah, Ramesh K dan Sekulic, Dusan P., Fundamental of Heat Exchanger Design, John Wiley & Sons., New Jersey. 2003 20. Putra Nandy, S Maulana, Danardono, Menentukan koefisien perpindahan kalor konveksi paksa dengan menggunakan metode Wilson Plot, Proceeding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di bidang Industri 2005, UGM Yoyakarta, 25 Mei 2005.
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
125