2
PENGUJIAN EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK N-HEKSANA DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DAN PEMERANGKAPANNYA DALAM MATRIKS NATA DE COCO PADA TIKUS PUTIH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH: :
FRANS MARGUNA MANURUNG NIM 030804017
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
KATA PENGANTAR Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
3
Puji syukur senantiasa kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan bahan sikripsi yang berjudul “Uji Disolusi Ibuprofen Dengan Menggunakan Nata De Coco Sebagai Matriks “ guna menyelesaikan tugas akhir. Rasa terima kasih saya yang tidak terhingga kepada keluarga tercinta: Ayahanda C.Siagian dan Ibunda P.Br.Hutajulu serta kakak dan abang Ipar, adekadekku Torang, Bahrum, Hiro, Bertua yang telah memberikan doa restu dan bantuan baik moril maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan bahan seminar ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Karsono, Apt., selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra.Lely Sari Lubis, MSi, Apt., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan/saran dan bimbingan selama penelitian hingga selesainya penulisan bahan sikripsi ini. Penyusunan bahan seminar ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Hj.Sri Sulistyawati, SH, M.Si, Ph.D selaku Rektor Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. 2. Bapak Dr.M.Pandapotan Nst. MPS, Apt selaku Dekan FMIPA Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. 3. Ibu Dra.Lely Sari Lubis, M.Si, Apt, Ibu T.Ismanelly, M.Si, Apt., dan Bapak Drs.Maralaut Batu Bara, M.Phil, Apt., selaku Pembantu Dekan FMIPA Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. i Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
4
4. Ibu Gabena Indrayani Dalimunthe, S.Si, Apt., sebagai Ketua Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. 5. Ibu Anny D.S.Si, selaku Kepala Laboratorium Universitas Muslim Nusantara Al-Wasliyah. 6. Seluruh Bapak/Ibu Staf pengajar jurusan Farmasi FMIPA Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah telah mendidik penulis selama pendidikan. 7. Sahabat-sahabatku: Wisna, Diana, Henny. H, Henny. TR, Sedarwati.G, Elli Nelly A ,Dian, Yanti, Deni terimakasih untuk semuanya. . Kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya, dan semoga kebaikan ini menjadi amal yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam bahan sikripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi bahan sikripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Januari 2009 Penulis Elfrida Katarina Siagian DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………………..i LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................ii Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
5
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….....iii ABSTRAK....................................................................................................................v DAFTAR ISI……………………………………………………………………........vi DAFTAR TABEL…………………………………………………………………...xii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..xii DAFTAR GRAFIK…………………………………………………………………xiv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………...xv BAB I PENDAHULUAN…………………………....................................................1 1 . 1 Latar Belakang…………………………………………………...1 1 . 2 Perumusan Masalah……………………………………………...3 1 . 3 Hipotesa………………………………….....................................4 1 . 4 Tujuan……………………………………………………………4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 5 2 . 1 Sediaan Pelepasan Terkontrol……………………………………5 2 . 1. 1 Kebaikan dan Keburukan Sediaan Pelepasan Terkontrol…………………………………………….6 2 . 2 Metode Pelepasan Terkontrol……………………………………7 2. 2. 1 Metode Difusi…………………………………………7 a. Penyalutan obat dengan polimer yang tidak larut……………………………………………...7 b. Obat didispersikan dalam matriks tidak larut……………………………...........................8 c. Penyalutan Obat dengan polimer larut sebagian…………………………………………8 2 .2 .2 Metode Tekanan Osmosis…………………………….9 Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
6
2. 3 Sistem Pelepasan Obat………………………………………….10 a. Sistem Pelepasan Orde Nol……………………………….10 b. Sistem Pelepasan Orde Satu………………………………10 c. Sistem Pelepasan Higuchi………………….......................10 2. 4 Klasifikasi Sistim Penyaluran Obat Mengambang ( Floating Drug Delivery System / FDDS )………………………..........................11 a. Bentuk dosis mengambang effervescen …………………11 b. Bentuk dosis mengambang –non effervescent…………........................................................11 2.4.1. Evaluasi sistem penyampaian obat mengambang……………………………………………..13 2. 5 Fisiologi Bidang Gastrointestinal Dasar………………………………………………....................14 2. 5. 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi lambung.……………………………………………..15 2. 6 Nata De Coco…………………………………………...............16 2. 6. 1 Asal Nata De Coco.............................................................16 2. 6. 2 Membut Bibit atau Stater………….. ……………17 2. 6. 2. 1 Bahan…………………………………….17 2. 6. 2. 2 Peralatan……………………....................17
2. 6.2. 3 Cara Membuat………………....................17 2. 6. 3 Membuat Nata De Coco…………………………18 2. 6. 3. 1 Bahan…………………………………..18 2. 6. 3. 2 Peralatan……………………………….19 Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
7
2. 6. 3. 3 Cara Membuat………………………….19 2. 7 Disolusi.............................................................................20 2. 7.1 Medium Cairan Lambung Buatan yang diusulkan Dressman……………………………………….21 2. 8 Freeze Drying ( Pengeringan Beku )……........................21 2. 9 Ibuprofen………………………………………………..23 2. 9. 1 Uraian Bahan…………………………………….23 2. 9. 2 Farmakologi……………………………………...24 2. 9. 3 Efek Samping……………………………………25 2. 9. 4 Mekanisme Terjadinya Pendarahan pada Lambung…………………………………………25
BAB III
METODOLOGI……………………………………………………...26 3. 1 Bahan-Bahan…………………………………………….26 3. 2 Alat-Alat….......................................................................26 3. 3 Prosedur…………………………………........................26 3. 3. 1 Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N……………….26 3. 3. 2 Pembuatan Cairan Lambung Buatan ( Medium pH 1,2 )…………………………………………….26 3. 3. 3 Pembuatan Cairan Usus Buatan (Medium pH 7,4)…………………..........................................27 3. 3. 4 Pembuatan Larutan Asam Klorida (HCl) 1N…..27 3. 3. 5 Pembutan Larutan Induk Baku dalam Cairan Lambung Buatan (Medium pH 1,2)……………………………….......................27 3. 3. 5.1 pembuatan kurva serapan ibuprofen dalam cairan lambung buatan ( medium pH 1,2 )……………………..................27
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
8
3. 3. 5.2 pembuatan kurva kalibrasi ibuprofen dalam cairan lambung buatan ( medium pH 1,2 )……………………..................28 3. 3. 6 Pembuatan Larutan Induk Baku dalam Cairan Usus Buatan (Medium pH 7,4)……………………………………………..28 3. 3. 6. 1 pembuatan kurva serapan ibuprofen dalam cairan usus buatan ( medium pH 7,4)…………………………………...28 3. 3. 6. 2 pembuatan kurva kalibrasi ibuprofen dalam cairan usus buatan ( medium pH 7,4 )……………………………….....29 3. 3. 7 Pembuatan nata de coco untuk dijadikan matriks………………………………………….29 3. 3. 7. 1 Diagram alir proses pembuatan lembaran nata de coco secara bertahap…………………...................30 3. 3. 7. 2 cara pengeringan membran nata de coco menggunakan freeze dryer…………..31 3. 3.8 Uji Disolusi………………………......................33 3. 3. 8. 1 Parameter Uji Disolusi……………….33 3. 3. 8. 2 Prosedur Uji Disolusi……...................34 3. 3. 8. 2. 1 Disolusi serbuk ibuprofen dalam medium pH 1,2 dan pH 7,4…………...............................34
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN………………………...35 4. 1 Matriks Nata De Coco…………………………………………..35 4. 2 Hasil Disolusi Ibuprofen………………………...........................36 4. 2. 1 Disolusi Ibuprofen dalam Medium Cairan Lambung Buatan ( pH 1,2 ) pada masing-masing Formula………………………………….........................36
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
9
4. 2. 1. 1 Pengaruh pori terhadap pelepasan ibuprofen dari membran nata de coco dalam medium I ( pH 1,2)……………………………………….........38 4.2.1.2 Sistem pelepasan obat ( ibuprofen ) medium I ( pH 1,2 ).......................................................................42 4. 2. 2. Disolusi ibuprofen dalam medium cairan lambung usus ( pH 7,4 ) pada masing-masing formula ………………...42 4. 2. 2.1 Pengaruh pori terhadap pelepasan ibuprofen dari membran nata de coco pada masing-masing formula dalam medium II ( pH 7,4 )...................44 4.2.2.2 Sistem pelepasan obat ( ibuprofen )dalam medium II ( pH 7,4 )............................................................48 4. 3. Pengaruh pH Pada Masing-masing Medium Terhadap Pelepasan Serbuk Ibuprofen pada Pori 4……………………………….....48 4.3. 1 Uji disolusi ibuprofen dengan membran nata de coco pada pori 4 dalam medium yang berbeda dengan Sistem Pelepasan Obat dalam Medium I ( pH 1,2 )………….......49 4. 4. Sistem Pelepasan Obat………….................................................50 4. 5 Data Uji Statistik Pada Masing-masing Medium………....…….52 4. 6 Pengaruh Jumlah Lubang Kemampuan Membran Nata De Coco untuk Mengambang ( Terapung ) dalam Cairan...........................57 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN……………………...........................59 5. 1 Kesimpulan……………………………………………...59 5. 2 Saran…………………………………………………….59
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..60
DAFTAR TABEL
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
10
Tabel 1. Hasil Uji disolusi % kumulatif terlepas serbuk ibuprofren nata de coco yang dalam berpori 6, pori 4, pori 1 dan membran nata de coco yang tidak berpori dalam cairana lambung buatan ( pH1,2 )……………………………..... 38 Tabel 2 Hasil uji disolusi % kumulatif terlepas serbuk ibu profen membrane nata de coco yang beropri 6, pori 4, pori 1 dan membran nata de coco yang tidak berpori dalam cairan (pH 7,4)………………………………………….
39
Tabel 3. Data analisis varians pada medium I ( pH 1,2 )....................................
49
Tabel 4. Data analisis varians pada medium 2 ( pH 7,4 )...................................
41
Tabel 5. Hubungan % log ibuprofen tersisa terhadap waktu dan formula yang berbeda dan medium I (pH 1,2)………………………………………………….. 43
Tabel 6. Hubungan % Log Ibuprofen tersisa terhadap waktu dari formula yang berbeda dan medium I (pH 1,2)……………………………………….
45
Tabel 7. Hubungan % kumulatif ibuprofen terlepas terhadap akar waktu dari formula yang berbeda dalam medium I (pH 1,2)………………………………
46
Tabel 8. Hubungan % kumulatif ibuprofen terlepas waktu dari formula yang berbeda dalam medium II (pH7,4)……………………………………………… 47 Tabel 9. Hubungan % log ibuprofen tersisa terhadap waktu dari formula yang berbeda dalam medium II (pH 7,4)……………………………………………… 49 Tabel 10. Hubungan % log ibuprofen terlepas terhadap waktu dari formula yang berbeda dalam medium II (pH 7,4)……………………………………….46 Tabel 11.Hubungan % kumulatif ibuprofen terlepas terhadap masing-masing medium pada membran nata de coco pori 4……………………………………
49
Tabel 12. Kecepatan pelepasan 50% ibuprofen dari ……............................. ........ 50 Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
11
Tabel 13 .Pelepasan ibuprofen pada t 50% dalam medium I ( pH 1,2 .................... 53
Tabel 14. Pelepasan ibuprofen pada t 50% dalam medium II ( pH 7,4 )...............................................................................................
54
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pelepasan obat dengan metode difusi ....................................................
9
Gambar 2. Posisi residensi intra gastric dari unit yang mengambang dan tidak mengambang ....................................................................................... 13 Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
12
Gambar 3. Sediaan ibuprofen dalam matriks nata de coco yang mengapung pada permukaan cairan ................................................................................. 34 Gambar 4. Membran nata de coco yang sudah di bentuk dengan diameter 19 x 38 . 35 Gambar 5. Sistem Pelepasan Orde nol.................................................................... 41 Gambar 6. Sistem Pelepasan Orde satu ................................................................. 41 Gambar 7. Sistem Pelepasan Orde Higuchi ........................................................... 42 Gambar 8. Histogram Pelepasan 50% Ibuprofen Dalam Medium I (pH 1,2) ........... 53 Gambar 9. Histogram Pelepasan 50% Ibuprofen Dalam Medium II (pH 7,4) .........
x
DAFTAR GRAFIK Grafik1. Hubungan % Kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap waktu pada formula yang berbeda dalam medium I (pH 1,2) ..................................... 37
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
13
Grafik 2. Hubungan % Kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap waktu pada formula yang berbeda dalam medium II (pH 7,4) .................................... 39 Grafik 3. Hubungan % Kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap waktu pada formula yang berbeda dalam medium I (pH 1,2) ..................................... 45 Grafik 4. Hubungan % Logaritma ibuprofen yang tersisa terhadap waktu pada masing-masing pori dalam medium I (pH 1,2) ........................................ 46 Grafik 5. Hubungan % Kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap akar waktu dari formula yang berbeda dalam medium I (pH 1,2) ..................................... 47 Grafik 6. Hubungan % Kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap waktu pada formula yang berbeda dalam medium II (pH 7,4) .................................... 48 Grafik 7. Hubungan % Logaritma ibuprofen yang tersisa terhadap waktu dari formula yang berbeda dalam medium II (pH 7,4).................................................. 49 Grafik 8. Hubungan % Kumulatif Ibuprofen yang Terlepas terhadap akar waktu dari formula yang berbeda dalam medium II (pH 7,4)..................................... 50 Grafik 9. Hubungan % Kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap masing-masing medium pada membran nata de coco pori 4 ............................................. 51
xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data analisa statistika untuk mengetahui laju disolusi Ibuprofen dari formula I,II,III,IV dalam medium I ( pH 1,2 ) .................................... 61 Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
14
Lampiran 2. Data analisa statistika untuk mengetahui laju disolusi ibuprofen dari formula V,VI,VII dalam medium II ( pH 7,4 ) ................................... 62 Lampiran 3. Data uji disolusi rata-rata % kumulatif serbuk ibuprofen dari sediaan pelepasan terkontrol dalam medium I ( PH 1,2 ) ................................ 72 Lampiran 4. Data uji disolusi rata-rata % kumulatif dari sediaan pelepasan terkontrol pada pori 6 dalam medium I (pH 1,2 )................................................ 73 Lampiran 5. Data uji di solusi rata-rata % kumulatif dari sediaan pelepasan terkontrol pada pori 4 dalam medium I ( pH 1,2 )............................................... 74 Lampiran 6. Data uji disolusi rata-rata % kumulatif dari sediaan pelepasan terkontrol pada pori 1 dalam medium I ( pH 1,2 )............................................... 75 Lampiran 7.Data uji disolusi rata-rata % kumulatif dari sediaan pelepasan terkontrol pada membran tidak berpori............................................................... 76 Lampiran 8. Data uji disolusi rata-rata % kumulatif serbuk ibuprofen dari sediaan pelepasan terkontrol dalam medium II ( pH 7,4 ) ............................... 76 Lampiran 9. Data uji disolusi rata-rata % kumulatif dari sediaan pelepasan terkontrol pada pori 6 dalam medium II ( pH 7,4 ) ............................................. 77 Lampiran 10.Data uji disolusi rata-rata % kumulatif dari sediaan pelepasan terkontrol pada pori 4 dalam medium II ( pH 7,4 ) ............................................. 77 Lampiran 11. Data uji disolusi rata-rata % kumulatif dari sediaan pelepasan terkontrol pada pori 1 dalam medium II ( pH 7,4 ) ............................................. 78 xii Lampiran 12. Contoh perhitungan kadar ibuprofen yang terlepas .......................... 79 Lampiran 13. Contoh perhitungan tabel standart deviasi serbuk ibuprofen dalam medium II ( pH 7,4 ) pada formula IX ............................................. 80 Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
15
Lampiran 14. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t serbuk ibuprofen dalam medium I ( pH 1,2 ) .......................................................................... 81 Lampiran 15. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t pada pori 6 dalam medium I ( pH 1,2 ) ....................................................................................... 82 Lampiran 16. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t pada pori 4 dalam medium I ( pH 1,2 ) ....................................................................................... 82 Lampiran 17. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t pada pori 1 dalam medium I ( pH 1,2 ) ....................................................................................... 83 Lampiran 18. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t pada membran tidak berpori dalam I ( pH 1,2 ) ................................................................. 83 Lampiran 19. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t serbuk ibuprofen dalam medium II ( pH 7,4 )......................................................................... 84 Lampiran 20. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t pada pori 6 dalam medium II ( pH 7,4 )...................................................................................... 84 Lasmpiran 21.Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t pada pori 4 dalam medium II ( pH 7,4 )..................................................................................... 85 Lampiran 22. Data disolusi hasil % Log tersisa dan akar t pada pori 1 dalam medium II ( pH 7,4 )..................................................................................... 85 Lampiran 23. Pembuatan kurv kalibrasi ibuprofen dalam cairan lambung buatan ( xiii medium pH 1,2 ) ............................................................................. 86 Lampiran 25. Kurva serapan dan poin pick pada cairan lambung buatan ( medium pH 1,2 )……. ........................................................................................ 88 Lampiran 26.Pembuatan kurva kalibrasi pada cairan usus buatan (pH 7,4 ) ............ 89 Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
16
Lampiran 27. Kurva serapan dan poin pick pada cairan usus buatan ( pH 7,4 ) ....... 90 Lampiran 28. Kurva kalibrasi dan hasil korelasi dalam medium II ( pH 7,4 ).......... 91
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
17
ABSTRAK
Telah diteliti pengujian sediaan pelepasan terkontrol Ibuprofen matriks nata de coco yang tidak berpori,pori 1,pori 4 dan pori 6 dengan formulasi floating drug delivery system (FDDS). Pelepasan Ibuprofen matriks nata de coco ditentukan dengan metode dayung menurut FI edisi IV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa matriks nata de coco dapat melepaskan bahan obat dan kecepatan pelepasannya dipengaruhi oleh pori pada matriks dan kecepatan pelepasan Ibuprofen lebih besar pada medium usus buatan pH ± 7,4 dibanding medium lambung buatan pH ± 1,2.
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
18
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembuatan produk pelepasan terkontrol merupakan salah satu usaha meningkatkan mutu suatu obat. Produk tersebut menawarkan beberapa keuntungan, antara lain : mempertahankan kadar obat dalam plasma, memperkecil toksisitas dan juga menghindari fluktuasi kadar obat dalam plasma. Disamping itu, penggunaannya lebih menyenangkan karena mengurangi frekuensi pemakaian obat dan menjamin efek terapi yang optimum (Shargel dan Andrew, 1998 ). Potensi lambung yang dapat dikendalikan atas dosis padat dapat dilakukan dengan mekanisme mukoadhesi, flotasi, sedimentasi, ekspansi, sistem bentuk yang dimodifikasi, atau dengan pengaturan secara simultan atas agen farmakologi yang menunda pengosogan lambung. Berdasarkan pendekatan tersebut klasifikasi sistem pemasukan obat mengambang ( Floating Drug Delivery System /FDDS ) telah dijelaskan secara rinci (Arora S ali J , Ahuja A, Khar RK, Baboota S. Floating Drug Delivery System, A Review. AAPS PharmSciTech, 2005) . Obat anti inflamasi non steroid (AINS) memiliki efek terapeutik sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi (Gilman, 1996). Ibuprofen merupakan salah satu obat yang digunakan untuk pengobatan arthritis reumatik (Mycek, 2001). Ibuprofen dalam bentuk dosis konvensional menyebabkan luka pada gastrointestinal dan perdarahan khususnya pada sejumlah orangtua dan anak-anak (price, 1994). Proses tekhnologi seperti enkapsulasi, penyalutan atau modifikasi lain, dibuat dengan tujuan menurut toksisitas yang disebabkan obat antiinflamasi non steroid. Proses Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
19
iniibuat untuk mengurangi kontak obat dengan mukosa lambung daripada bentuk biasa. Absorbsi ibuprofen ini adalah di saluran gastrointestinal sebanyak 80%, dimetabolisme di hati, konsentrasi maksimum obat dalam plasma dicapai dalam waktu 1 – 2 jam, lama kerjanya 6 – 8 jam, waktu paruh 2 – 4 jam, diekskresi terutama dalam urin dan sedikit diekskresi di empedu (Shanon, 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi efek samping penggunaan golongan obat AINS Gursoy, et al, (1987), Ansel, (1989) dan Martin, (1993), beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan seluruh bahan aktifnya secara cepat kedalam tubuh, sedangkan prodak lain dirancang untuk melepaskan bahan aktifnya dalam suatu laju yang terkontrol. Dengan adanya pemberian obat yang pelepasannya terkontrol akan dapat menggurangi fluktuasi (naik turunnya) level obat yang tidak diinginkan. Meningkatkan kerja terapeutik dan meminimumkan efek samping yang berbahaya. Membuat sediaan obat AINS yang tidak mengiritasi lambung merupakan topik penelitian yang sangat menarik sampai saat ini. Dalam penelitian ini dibuat mebran nata de coco dan diteliti profil pelepasan, ibuprofen dari membran nata de coco dalam cairan lambung buatan (pH 1,2) dan medium cairan usus buatan (pH 7,4), dan pembuktian dengan menggunakan alat uji disolusi . Ibuprofen
yang menggunakan nata de coco sebagai membran mampu
memberikan sistem penyampaian obat yang baik karena adanya sifat dari membran nata de coco yang mampu mengambang (terapung) dalam cairan, sehingga dengan hal tersebut membran nata de coco sebagai matriks menawarkan beberapa keuntungan, disamping harganya yang ekonomis, proses pembuatannya juga Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
20
sederhana tanpa memerlukan peralatan atau metode yang canggih serta efektif digunakan untuk obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung, obat yang memiliki tempat absorbsi dalam saluran gastrointestinal dan tidak stabil pada pH lambung. Keuntungan di segi penyampaian obat yang baik adalah untuk mengurangi efek samping obat yang berbahaya. Hal ini memungkinkan penggunaan obat diformulasi dalam bentuk sediaan pelepasan terkontrol, sebagai
matriks
digunakan nata de coco yang bersifat
semipermiabel dan dapat mengambang di dalam cairan lambung sehingga dapat digunakan untuk memperpanjang masa transit obat dan penetrasi cairan ke dalam matriks dapat dihambat dan akhirnya didapat sediaan pelepesan terkontrol.
1.2. Perumusan Masalah -
Apakah ada perbedaan antara pelepasan ibuprofen dalam membran nata de coco tidak berpori dengan pelepasan ibuprofen dalam membrane nata de coco pori 1, pori 4, pori 6 ?.
-
Untuk mengetahui apakah membran nata de coco dapat digunakan sebagai matriks untuk sediaan pelepasan terkontrol.
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
21
1.3. Hipotesa -
Ada perbedaan pelepasan ibuprofen dalam membran nata de coco tidak berpori terhadap pelepasan ibuprofen dalam membran nata de coco pori 1, pori 4, dan pori 6.
-
Membran
Nata de coco dapat digunakan sebagai matriks untuk sediaan
pelepasan terkontrol.
1.4 Tujuan -
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pelepasan antara ibuprofen dalam membran nata de coco tidak berpori dan membran nata de coco pori 1, pori 4, pori 6 pada cairan usus buatan (Medium pH 1,2) dan cairan lambung buatan (medium pH 7,4).
-
Untuk mengetahui apakah membran nata de coco dapat digunakan
sebagai
matriks untuk sediaan pelepasan terkontrol.
Frans Marguna Manurung : Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak N Heksana Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih, 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Sediaan Pelepasan Terkontrol Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkontrol adalah untuk mencapai suatu efek terapetik yang diperpanjang disamping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma (Shargel dan Andrew, 1988). Istilah pelepasan terkontrol menunjukkan bahwa obat dilepaskan dari sediaan sesuai dengan yang direncanakan dan pelepasannya lebih lambat dari sediaan konvensional sehingga akan memperpanjang kerja obat (Ansel, 1989) Sistem sustained release termasuk sistem penyampaian obat
yang
menghasilkan pelepasan obat yang lambat selama periode waktu yang panjang. Jika sistem berhasil mempertahankan level obat konstan dalam darah atau jaringan target, disebut controlled release. Jika tidak berhasil, tapi memperpanjang lama kerja melebihi dari yang dicapai oleh penyampaian secara konvensional, disebut prolonged release (Longer, 1990). Suatu produk obat sustained release dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapetik awal obat (dosis muatan) yang diikuti oleh suatu pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan. Laju pelepasan dosis penjagaan dirancang sedemikian agar jumlah obat yang hilang dari tubuh melalui eliminasi diganti secara konstan. Dengan produk sustained release konsentrasi obat dalam plasma yang konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal.
5
6
Suatu produk obat prolonged release dirancang untuk melepaskan obat secara lambat dan memberi suatu cadangan obat secara terus menerus salama selang waktu yang panjang. Produk obat prolonged action mencegah absorpsi obat yang sangat cepat, yang dapat mengakibatkan konsentrasi puncak obat dalam plasma yang sangat tinggi. Sebagian besar produk prolonged action memperpanjang lama kerja tetapi tidak melepaskan obat pada suatu laju yang tetap (Shargel dan Andrew, 1988).
2.1.1 Kebaikan dan Keburukan Sediaan Pelepasan Terkontrol Sediaan pelepasan terkontrol dapat menahan pelepasan obat sehingga frekuensi pemakaian obat menjadi lebih sedikit bila dibandingkan dengan sediaan konvensional sehingga memudahkan penderita dan mengurangi resiko kesalahan atau kelupaan. Aktifitas obat meningkat baik siang maupun malam hari, mengurangi fluktuasi kadar obat, mengurangi efek toksis, efek samping dan akumulasi obat pada pengobatan jangka panjang (Shargel dan Andrew, 1988). Keburukan sediaan ini adalah jika sediaan tersebut gagal dilepas pada waktu yang tepat akan mengakibatkan terjadinya kelebihan dosis. Adanya suatu reaksi efek samping obat atau keracunan obat maka menghilangkan obat dari dalam tubuh menjadi lebih sulit. Adanya interaksi obat dan isi saluran cerna juga perubahan pergerakan saluran cerna menyebabkan absorbsi obat tidak menentu atau berubahubah.
7
2.2. Metode Pelepasan Terkontrol 2.2.1. Metode Difusi Difusi adalah suatu proses pergerakan molekul obat dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah. Pendekatan yang dilakukan terhadap metode difusi adalah sebagai berikut :
a. Penyalutan obat dengan polimer yang tidak larut Inti obat disalut dengan polimer yang tidak larut dalam air. Bagian obat yang tidak larut dalam polimer akan berdifusi melalui suatu lapisan tipis dan bertukar dengan cairan disekelilingnya. Dalam hal ini berlaku persamaan : dimana : dQ
(A.D.K.∆C) =
dt
1
dQ/dt = kecepatan pelepasan= luas permukaan D
= koefisien difusi
K
= koefisien partisi obat dalam polimer
1
= panjang difusi atau tebal salut
ΔC
= perbedaaan konsentrasi sebelah menyebelah membran polimer
Kecepatan pelepasan akan tetap jika A, D, I dan C konstan sehingga akan menghasilkan pelepasan order nol.
8
b. Obat didispersikan dalam matriks tidak larut Obat di dispersikan ke dalam polimer yang tidak larut dalam air. Medium akan berpenetrasi kedalam matriks dan obat akan bedifusi ke luar matriks. Dalam hal ini berlaku persamaan yang menggambarkan pelepasan obat yang diperoleh oleh Higuchi, yaitu : D.ε
½ (2A – ε . Cs
Q= Γ Q
= jumlah obat yang dilepas persatuan luas permukaan tablet pada waktu t
D
= koefisien difusi obat dalam medium
A
= jumlah total obat dalam matriks persatuan volume
Cs
= kelarutan obat dalam medium
€
= porositas matriks
c. Penyalutan obat dengan polimer larut sebagian Inti obat disalut dengan polimer yang larut sebagian. Obat akan berdifusi melalui pori-pori yang terbentuk akibat polimer larut sebagian. dQ
A.D (C1 – C2) =
dt
t
9
dimana ; dQ/dt = kecepatan pelepasan obat A
= luas permukaan
D
= koefisien difusi
C1
= konsentrasi obat dalam inti
C2
= konsentrasi obat dalam medium pelepasan
1
= tebal salut atau panjang difusi
]
1.
keterangan : A = Penyalutan obat dengan polimer tidak larut B = Obat didispersikan dalam matriks tidak larut C = Penyalutan obat dengan polimer yang larut sebagian
2.2.2. Metode tekanan osmosis Partikel obat dikelilingi oleh suatu membran semipermeabel. Obat mampu menarik air secara osmosis melalui penyalut . Partikel obat menginhibisi cairan dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh permeabilitas membran dan tekanan osmosis inti, kemudian larutan obat dipompa ke luar melalui pori pada penyalut.
10
2.3.Sistim Pelepasan Obat Pelepasan obat dari suatu sediaan lebih mudah diramalkan dengan mengetahui system pelepasan obat. Ada 3 macam sistem pelepasan obat yang umum yaitu pelepasan orde nol, orde satu dan orde Higuchi.
a. Sistem pelepasan Orde Nol Pada system orde nol terjadi pelepasan obat dengan kecepatan konstan. kecepatan pelepasan tidak bergantung pada konsentrasi. Sistem pelepasan ini merupakan system pelepasan yang ideal untuk sediaan sustained release.
b. Sistem pelepasan Orde Satu. Kecepatan pelepasan pada sistem ini bergantung pada konsentrasi.kecepatan pada waktu tertentu sebanding dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan pada saat itu.
c. Sistem Pelepasan Higuchi Kinetika pelepasn ini diselidiki oleh T.Higuchi sehingga disebut juga pelepasan Higuchi. Laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut umumnya akan mengikuti sistem pelepasan Higuchi. Higuchi menegaskan laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut ini teruama dipengaruhi oleh porositas dan kerumitan (turtuositas) matriks. Porositas menggambrkan pori-pori atau saluran yang dapat dipenetrasi oleh ciran disekitarnya sedangkan turtuositas memperhitungkan peningkatan panjang jalan
11
difusi larena berkeloknya pori-pori. Turtusitas cenderung mengurangi jumlah obat yang terlepas pada interval waktu yang diberikan (Martin dkk, 1993) . 2.4. Klasifikasi Sistem Penyaluran Obat Mengambang ( floating drug delivery system / FDDS ) Sistem penyaluran obat yang mengambang diklasifikasikan berdasarkan penggunaan variabel 2 formulasi: sistem effervescent dan non – effervescen.( Arora S ali J , Ahuja A, Khar RK, Baboota.,2005 )
1. Bentuk Dosis mengambang Effervescent Merupakan tipe matriks dari sistem yang dipersiapkan dengan bantuan polimer seperti metilsellulosa, kitosan dan berbagi senyawa effervescent, seperti: sodium bikarbonat, asam tartrat,dan asam sitrat. Yang diformulasikan dengan cara tertentu. Apabila berhubungan denga kandungan asam lambung, CO2 akan terbebas dan tertangkap dalam gelembung hidrokloid, yang meringankan bentuk dosis tersebut.
2. Bentuk Dosis pengembangan Non-Effervescent Bentuk dosis pengembang non-effervescent menggunakan pembentukan gel atau tipe selusose yang dapat menggelembung dari hidrokoloid, polisakarida, dan polimer pembentuk matriks seperti polikarbonat, poliakrilate, polimetarilate, dan polistriren. Metode formulasi termasuk pendekatan yang sederhana atas pencampuran obat dan hidrokoloid pembentukan gel. Setelah pemberian oral dosis ini membentuk gelembung setelah berhubungan dengan cairan lambung dan mencapai densitas kotor
12
< 1. Udara yang terjebak dalam matrik gelembung memberi keringanan terhadap bentuk dosis. Sehingga struktur seperti gel gelembung yang terbentuk berperan sebagai reservoir dan memungkinkan pengeluaran obat melalui massa gelatin. Wong et al mengembangkan suatu bentuk pengeluaran dosis untuk retensi lambung menggunakan polimer gelembung. Yang terdiri dari sekelompok bahan yang tidak larut yang mencegah pembungkusan matriks polimer dari gelembung dan menyediakan suatu bagian bentuk dosis yang berasal dari figiditas yang cukup untuk menahan kontraksi lambung dan mengurangi ekspulsi bentuk dosis dari lambung. Timmer et al, meneliti pengaruh dari bahan ringan, postur, dan sifat dari makanan pada proses pengosongan lambung dengan menggunakan scintgeaphy gamma. Untuk melakukan penelitian tersebut, kapsul yang mengambang dan tidak mengambang dengan 3 ukuran yang berbeda berdiameter dari 4.8 mm ( unit kecil ) dan 7.5 mm ) unit sedang ) , 9.9 mm ( unit besar ), diformulasikan. Dengan membandingkangkan unit dosis mengambang dan tidak mengambang, maka disimpulkan bahwa tanpa memperhatikan ukurannya, unit dosis yang mengambang tetap ringan pada isi lambung melalui waktu residensi pada permukaan gastrointestinal, sementara dosis yang tidak mengambang akan tenggelam dan berada pada bagian terbawah lambung. Unit yang mengambang akan dikeluarkan dari persimpangan gastro-duodenal yang dilindungi dari gelombang peristaltik selama fase pencernaan, sementara bentuk yang tidak mengambang tetap berada dekat pada pilorus dan didorong berungkali dari fase pencernaan ( gambar 2 ). Juga diamati bahwa dari unit mengambang dan tidak mengambang, unit
yang mengambang
mempunyai residensi yang lebih lama dalam lambung untuk unit yang kecil dan
13
sedang, sementara itu tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara kedua tipe tersebut pada bentuk unit dosis yang besar ( Arora S ali J , Ahuja A, Khar RK, Baboota.,2005 ).
2.4.1` Evaluasi sistem penyampaian obat pengambang Berbagai parameter yang dibutuhkan untuk mengevaluasi formulasi retentive lambung termasuk durasi pengambangan, kemampuan pemecah, gravitasi spesifik, kesamaan isi, kepadatan, dan kerapuhan dalam kasus bentuk dosis padat. Dalam hal sistem penyampaian obat multipartikulasi, differential scanning calorimetry ( DSC ), analisis ukuran partikel, properti penyampaian, morfologi permukaan, dan properti mekanis juga dilakukan. Pengujian kemampuan mengambang dan pengeluaran obat biasanya dilakukan pada cairan gastrik tersimulasi pada suhu 370C.
14
memperlihatkan uji penghancuran yang biasa dilakukan dengan menggunakan peralatan penghancur USP. USP 28 menyatakan ”satuan dosis yang diperkenankan untuk menenggalamkan ke bawah bejana sebelum rotasi blade dihidupakan ”. Kehilangan kecil atas bahan nontraktif tidak lebih dari akibat tersentuhnya material ke wayar helix selain itu mungkin mengambang ( Arora S ali J , Ahuja A, Khar RK, Baboota.,2005 ) .
2.5. Fisiologi Bidang Gastrointestinal Dasar Secara anatomis, lambung dibagi dalam 3 bagian: fundus, body, dan antrum (pylorus). Bagian proximal terdiri dari fundus dan body yang berperan sebagai reservoir untuk bahan – bahan yang tidak dicerna. Selama puasa suatu rangkai yang inter-pencernaan dari proses elektris berlangsung, yang siklusnya baik melalui lambung dan intestine setiap 2 hingga 3 jam. Ini disebut siklus mioelektrik interdigestive atau siklus mugrating myoelectric (MMC), yang selanjutnya dibagi ke dalam 4 fase seperti yang digambarkan oleh Wilson dan washington. 1. Fase 1 (fase dasar) berlangsung dari 40 sampai 60 menit dengan kontraksi yang jarang. 2. Fase II (fase preburst / sebelum menyembur) berlangsung dari 40 sampai 60 dengan feaksi intermitten potensial dan kntraksi. Setelah fase berlanjut, maka intensitas dan frekuensi juga meningkat secara perlahan. 3. Fase III (fase burst (menyembur) ) berlangsung selama 4 – 6 menit. Termasuk kontraksi yang teratur dan intens selam periode yang pendek. Hal ini tergantung pada gelombang, karena semua bahan-bahan yang tidak tercerna
15
akan disapu dari perut dan diturunkan ke intestine kecil. Hal ini juga disebut sebagai gelombang housekeeper (penjaga rumah). 4. Fase IV belangsung selama 0 sampai 5 menit dn terjadi antara fase III dan I dari dua siklus yang berurutan. Setelah proses pencernaan makanan yang telah bercampur, pola kontraksi berubah dari puasa hingga makan. Hal ini juga disebut dengan pola motilitas pencernaan danterdiri dari kontraksi berkelanjutan seperti pada pase II dari keadaan puasa (Arora S ali J , Ahuja A, Khar RK, Baboota.,2005 ) .
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Retensi Lambung Tingkat pengosongan lambung terutama tergantung pada viskositas, volume, dan isi kalori makanan. Kepadatan nutritisi makanan membantu menentukan waktu pengosongan lambung. Hal ini tidak berbeda apakah makanan mengandung protein tinggi,lemak,atau kandungan karbohidrat, selama kaloriknya sama. Faktor-faktor biologis seperti usia,indeks massa tubuh (BMI), jenis kelamin, postur, dan keadaan penyakit (diabetes, penyakit-penyakit kronis) mempengaruhi pengosongan lambung. Dalam kasus manula, pengosongan lambung lebih lambat. Pada umumnya, wanita mengalami pengosongan lambung yang lebih lambat dibanding pria. Stress dapat meningkatkan pengosongan lambung sementara depresi akan memperlambat. Timmermans dan andre meneliti pengaruh ukuran pengambangan dan bentuk dosis yang tidak mengambang atas pengosongan lambung dan disimpulkan bahwa bahan yang mengambang tetap bahan yang ringan pada cairan lambung. Hal itu seperti yang dikeluarkan dari lambung dibandingkan dengan bahan – bahan yang
16
tidak mengapung, yang terdapat pada bagian antrum dan didorong oleh gelombang peristaltik. Hal itu telah didemonstrasikan dengan menggunakan tehnik radiolabelled yang merupakan suatu perbedaan antara waktu pengosongan lambung atas cairan, bahan padat yang dapat dicerna dan bahan padat yang tidak dapat dicerna. Disarankan bahwa besar luas pengosongan objek yang tidak dapat dicerna ( > 1mm) dari lambung tergantung pada onterdigestive migrating myoelectric complex (Arora S ali J,Ahuja A, Khar RK, Babta S ,2005).
2.6. Nata De coco 2.6.1. Asal Nata de Coco Nata de coco berasal dari Filipina. Hal ini bisa dipahami karena Filipina merupakan salah satu Negara penghasil kelapa yang cukup besar di dunia. Filipina termasuk Negara yang paling banyak mendapatkan devisanya dari produk kelapa. Sekitar dekade 60-an penduduk asli Filipina yang bernama Nata mulai memikirkan
”nasib” jutaan ton air kelapa yang terbuang percuma dari pabrik
penghasil kopra di kampung halamannya. Peluang ini digunakan untuk membuat suatu produk yang bermafaat, dan tercipta makanan segar bernama nata de coco. Kata coco berasal dari Coco nucifera, nama latin dari kelapa. Sementara, nama nata diambil dari nama tuan Nata yang telah berhasil menciptakan nata de coco. Dari tuan Nata teknologi pembuatan nata de coco mulai diperkenalkan kepada masyarakat luas di Filipina. Nata de coco dari Filipina banyak diekspor ke Jepang.
17
Dalam perkembangannya, nata de coco menyebar ke berbagai Negara penghasil kelapa, termasik Indonesia. Di Indonesia, nata de coco mulai dikenal sekitar tahun 1987. Saat itu, nata de coco masih merupakan makanan yang ekslusif yang hanya tersedia di supermarket di kota-kota besar. Namun, sekarang nata de coco sudah menjadi makanan biasa dan bisa ditemukan dimana saja. Di kota-kota besar, nata de coco sudah dijajakan di tempat-tempat umum, di dalam bis, dan di dalam kereta api (Warisno, 2004).
2.6.2. Membuat Bibit atau Stater (warisno 2004) 2.6.2.1. Bahan Biakan murni Acetobacter xylinum, gula pasir 200 gram, urea 10 gram, air kelapa 2 liter, dan asam cuka 25% sebanyak 20 ml yang digunakan untuk mengatur pH larutan menjadi 3-4.
2.6.2.2. Peralatan Botol, kertas Koran bekas, ruang inkubasi, panci, timbangan, serta pH meter atau kertas lakmus.
2.6.2.3. Cara Membuat ♦ Biarkan air kelapa hingga kotorannya mengendap. Selajutnya, saring menggunakan kain kasa dan panaskan satu liter air kelapa dia atas api yang besar hingga mendidih. Selama perebusan air kelapa harus diaduk.
18
♦ Tambahkan asam cuka dan gula pasir, lalu aduk hingga larutan tercampur merata.. Larutan ini biasa disebut air kelapa asam bergula. Larutan ini harus memiliki pH 3-4. ♦ Tambahkan juga satu liter air kelapa ke dalam air kelapa asam bergula yang masih mendidih. ♦ Tambahkan juga urea ke dalam larutan sambil terus dibuang. ♦ Setelah larutan ini mendidih salam 15 menit, tuang langsung larutan tersebut ke dalam botol, lalu tutup dengan kertas Koran yang bersih. ♦ Setelah dingin, tambahkan 4 ml suspensi mikroba (biakan murni) ke dalam setiap botol. ♦ Simpan botol-botol tadi di ruangan inokulasi dalam posisi miring dan biarkan selama satu minggu. ♦ Setelah satu minggu, di permukaan media akan terbentuk lapisan berwarna putih. Berarti, starter sudah jadi dan siap digunakan (warisno,2004)
2.6.3. Membuat Nata De Coco (warisno,2004) 2.6.3.1. Bahan Starter 5 botol (kapasitas setiap botol 200 ml), gula pasir 2 kg, urea 100 gram, air kelapa 20 liter, dan asam cuka 200 ml.
19
2.6.3.2.Peralatan Baki atau loyang plastik, panci, ruang fermentasi, timbangan, kompor, pH meter atau kertas lakmus.
2.6.3.3.Cara Membuat ♦ Biarkan air kelapa hingga kotorannya mengendap. Selajutnya, saring menggunakan kain kasa dan panaskan sepuluh liter air kelapa di atas api yang besar sehingga mendidih. Selama perebusan, air kelapa harus diaduk. ♦ Tambahkan asam cuka dan gula pasir, lalu aduk hingga larutan tercampur merata. Larutan ini biasa disebut dengan air kelapa asam bergula. Larutan ini harus memiliki pH 3-4. ♦ Tambahkan lagisepuluh liter air kelapa ke dalam air kelapa asam bergula yang masih mendidih. ♦ Tambahkan juga urea ke dalam larutan sambil terus diaduk-aduk. Kotoran yang muncul ke permukaan harus dibuang. ♦ Setelah larutan ini mendidih selama 15 menit, panci diangkat dan dibiarkan agak dingin. ♦ Tuang larutan tadi ke dalam baki atau loyang plastik dengan ketebalan 1,5-2 cm atau sebanyak satu liter, lalu simpan di ruang fermentasi. ♦ Setelah dingin, bubuhkan stater ke dalam cairan media nata de coco.
20
♦ Tutup baki atau loyang memakai kertas Koran dan ikat memakai karet gelang
hingga
benar-benar
rapat.
Biarkan
selama
satu
minggu
(warisno,2004).
2.7. Disolusi (Shargel,1999) Uji disolusi yaitu uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan dalam suatu media “aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Dalam sistem biologik pelarutan obat dalam media “aqueous” mempuyai suatu bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan uji pelarutan yakni : (1) ukuran dan bentuk wadah. Bentuk dapat berupa alas atau datar. (2) Jumlah pengadukan dan sifat pengaduk. (3) Suhu media pelarutan. Variasi suhu harus dihindarkan, sebagian besar uji pelarutan dilakukan pada suhu 370C dan (4) sifat media pelarutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil disolusi sediaan obat adalah : (1). Sifat fisika dan kimia zat berkhasiat (2). Sifat dasar bahan –bahan yang digunakan (3). Metode yang digunakan Alat pelarutan ataupun alat disolusi berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV ada 2 jenis yaitu : (1). Metode keranjang (Alat 1) (2). Metode dayung (Alat 2) (Ditjen POM, 1995).
21
2.7.1 Medium Cairan Lambung Buatan Yang Diusulkan Dressman (1998) Uji disolusi dilakukan untuk berbagai tujuan dalam industri farmasetika: dalam pengembanga produk-produk baru, pengawasan mutu dan untuk membantu pengukuran bioekuivalensi obat. Pengaturan pengembangan baru seperti skema klasifikasi biofarmasetika telah menyoroti hal penting dari disolusi dalam peraturan dan perubahan-perubahan persetujuan akhir dan memperkenalkan kemungkinan dari pertukaran uji-uji disolusi untuk studi klinis. Oleh sebab itu perlu mengembangkan uji disolusi bahan obat yang memperdiksikan penampilan in vivo yang lebih baik. Hal ini diperoleh jika kondisi dalam saluran pencernaan berhasil dirancang secara in vitro. Pengujian disolusi in vitro memberikan informasi yang berguna pada beberpa tahap proses pengembangan obat. Ilmuan – ilmuan formulasi menggunakan disolusi untuk memperkirakan sifat-sifat disoludi dari obat tersebut dan bahan-bahan pilihan yang cocok untuk di formulasikan. Ilmuan-ilmuan klinis mengandalkan uji disolusi untuk meningkatkan hubungan in vitro dan in vivo antara pelepasan obat dari bentuk sediaan dengan penyerapan obat. Ketika hasil uji in vitro gagal memperkirakan secara tepat penampilan hasil in vivo, maka dilakukan lebih banyak penelitian untuk memperkirakan bioavailibitas prodak obat, demikian juga terhadap penambahan bahan-bahan dasar dalam pengembangan suatu produk obat. Dengan adanya pemasukan makanan dan minuman, berbagai cairan akan disekresi pada salutan gastrointestinal, meninggikan jumlah asam klorida, bikarbonat, enzim, surfaktan, elektrolit, mukus dan air. Parameter yang dapat mempengaruhi
22
kelarutan dan laju pelarutan dari suatu obat adalah seperti pH, buffer, konsentrasi surfaktan dan volume. Keadaan puasa dapat menyebabkan perubahan pH lambung. Dalam keadaan sehat pH lambung orang muda 90% berada di bawah pH 3 selama keadaan puasa (sekitar 1,4 – 2,1). Media disolusi yang sesuai untuk mendapatkan kondisi lambung saat puasa dilakukan dengan membuat media pH 1,5 – pH 2. Tegangan permukaan cairan lambung cenderung lebih rendah dari air. Hal ini membuktikan adanya surfaktan di daerah ini. Nilai tegangan permukaan dalam keadaan puasa biasanya 35 – 45 Nm/m-1. Enzim yang ditemukan dalam cairan lambung adalah pepsin, eksopeptidase, lipase, amilase dan protease yang disekresi oleh pankreas. Berdasarkan parameter secara fisiologi di atas maka dilanjutkan suatu media disolusi untuk mendapatkan kondisi lambung dalam keadaan puasa. Komposisi medium cairan lambung buatan yang diusulkan adalah mengandung nata de coco. Komposisi lengkap medium cairan buatan yang di usulkan kini adalah asam klorida 0,01 – 0,05 N.
2.8. Freeze Drying (pengeringan beku) Freeze-drying (liofilisasi) adalah proses pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat sediaan farmasi dan biologis yang tidak tahan panas atau jika tidak stabil dalam larutan air untuk waktu penyimpanan yang lama, tetapi stabil dalam keadaan kering (Lachman, 1994)
23
Suatu produk yang akan dikeringkan dengan pembekuan dibuat dan dikelolah dengan suatu larutan air atau suspensi. Pelarutan air dibekukan dengan cepat dan didinginkan dengan suatu alat pendingin mekanik pada temperature di bawah – 400C (Rawlins, 2002). Es dalam produk yang dibekukan perlahan-lahan akan menyublin dari permukaan yang beku dan dikumpulkan dalam ruang pendinginan. Pada saat es meninggalkan produk, sisa pengeringan pada dasarnya mempertahankan volume aslinya dan menjadi berpori karena hilangnya molekul-molekul es tersebut (Lachman, 1994).
2.9. Ibuprofen 2.9.1. Uraian Bahan ( Ditjen POM, 1995 ) Rumus struktur
:
CH3CHCH2
CHCOOH
CH3
CH3
Rumus molekul
: C13H18O2
Berat molekul
: 206,28
Nama kimia
: 2-9-( p-isobutilfenil ) asam propionate (15687-27-1)
24
Pemerian
: Serbuk hablur, putih hingga hampir putin, berbau khas lemah, peka terhadap cahaya,meleleh pada suhu kering lebih 780C.
Kelarutan
: Praktis tidak larutan dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan kloroform, sukar larut dalam etil asetat.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
Pka
: 4,4
UV
: aqueous alkali - 265 nm - 273 nm ( claker’s ,1969 ).
2.9.2. Farmakologi Ibuprofen merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) yang termasuk turunan asam fenil propionat dan pertama kali dipasarkan sebagai analgetik dan anti inflamasi pada tahun 1974 di Amerika Serikat. Obat ini merupakan innibitor enzim sikloooksigenase yang menyebabkan sintesis prostaglandin menjadi terhambat (Gillman, 1996). Prostaglandin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepaskan selama terjadi inflamasi. Dengan dihambatnya enzim siklooksigenase maka konvesi asam arakhidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu sehingga terjadi pengurangan nyeri ( Wilmana, 1995). Ibuprofen mempunyai dosis anti inflamasi 300 – 600 mg setiap 4-6 jam dan tidak lebih dari 2,4 g selama 24 jam, dosis analgesiknya 200-400 mg setiap 4-6 jam dan tidak lebih dari 1,2 g selama 24 jam. Pada dosis 600-1800 mg perhari dapat meningkatkan perdarahan dan dosis 50 mg dilaporkan dapat menyebapkan
25
penyempitan saluran pernafasan pada pasien yang menderita penyakit ashma (feldman, et al., 1996).
2.9.3. Efek Samping Penggunaan ibuprofen menyebabkan efeksamping yang umum terjadi yakni berupa iritasi saluran cerna (Katzung, 1998). Disamping itu menyebabkan efeksamping pada bagian tubuh yang lain yaitu pada sistem saraf pusat dapat berupa sakit kepala, emosi, rasa tidak enak badan, mengantuk, rasa kebingungan, dan depresi. Efek pada kardiovaskuler dapat berupa terjadinya hipertensi, palpitasi, gagal jantung kongestif, edema periperal. Efek pada gastrointestinal adalah mulut kering dyspepsia dan terjadinya tukak lambung (Shannon, 2000).
2.9. 4. Mekanisme terjadinya pendarahan pada lambung Obat-obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) termasuk ibuprofen dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dimana kristal-kristal ibuprofen berkontak langsung dengan mukosa lambung yang mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi baik asam klorida dengan akibat terjadinya kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah. Histamin dikeluarkan , merangsang sekresi asam lebih lanjut sehingga fungsi sawar menurun. Mukosa kapiler dapat rusak, sehingga mengakibatkan terjadinya pendarahan (Price dan Wilson, 1994).
BAB III METODOLOGI
3.1. Bahan - bahan Nata de coco, ibuprofen adalah prodak P.T. Indofarma Jakarta, Natrium klorida p.a, CO(NH2)2 (diamin karbonil) kalium di hidrogen fosfat p.a. Natrium hidroksida p.a. Asam Klorida p.a. (E.merck), Etanol ( Merck kgaA 642 71 Damstadt Germany ), Acetibacter xylium, gula pasir, air kelapa, asam cuka, alkohol, aquadest.
3.2. Alat - alat Alat disolusi metode dayung dilengkapi thermostat, spektrofotometer UV Milton Roy Spectronic 1201, neraca listrik Mettler Toledo, freeze dryer Modulyo Edwards, Hotplate, kompor gas.
3.3. Prosedur 3.3.1 Pembuatan NaOH 0,2 N Natrium hidroksida sebanyak 8 g dilarutkan dalam akuades secukupnya sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.2. Pembuatan Cairan Lambung Buatan (Medium pH 1,2) Natrium klorida sebanyak 2 g ditambahkan asam klorida pekat sebanyak 7 ml ditambahkan akuades hingga 1000 ml (ditjen POM, 1995).
26
27
3.3.3. Pembuatan Cairan Usus Buatan (Medium pH 7,4) Kalium dihidrogenfosfat 6,8 g dilarutkan dalam 250 ml air, lalu ditambahkan sebanyak 190 ml natrium hidroksida 0,2 N. ditambahkan dengan akuades sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.4. Pembuatan Larutan Asam klorida 0,1 N Asam Klorida sebanyak 16, 6655 g dilarutkan dalam akuades secukupnya dan ditambahkan hingga sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.5. Pembuatan Larutan Induk Baku Cairan Lambung Buatan ( Medium pH 1,2 ) Sebanyak 10 mg ibuprofen dimasukkan kedalam labu tentu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan etanol 25 ml, dikocok sampi larut, kemudian dicukupkan dengan asam lambung buatan sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi ibuprofen100 mcg/ml.
3.3.5.1. Pembuatan Kurva Serapan Ibuprofen dalam medium cairan lambung buatan pH 1,2 Dari larutan induk baku yang tersebut pada 3.3.5. dipipet 7 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml kemudian dicukupkan dengan asam lambung buatan sampai garis tanda. Kosentrasi ibuprofen adalah 70 mcg/ml. serapan diukur pada panjang gelombang 240 – 300 nm. Data dapat dilihat pada lampiran 25.
28
3.3.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Cairan Lambung Buatan ( Medium pH 1,2 ) Dari larutan induk baku yang tersebut pada 3.3.5.1. dibuat berbagai kosentrasi yaitu : 5,10, 20, 40, 60, 80 mcg / ml dengan memipet LIB masing – masing :0, 5, 1, 2, 4, 6, 8, ml kedalam labu tentu ukur 10 ml, kemudian ditambahkan asam lambug buatan sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang 264 nm. Data dapat dilihat pada lampiran 24.
3.3.6. Pembuatan Larutan Induk Baku dalam Cairan Usus Buatan (Medium 7,4) Sebanyak 50 mg ibuprofen dimasukkan kedalam labu tentu ukur 100 ml, ditambahkan larutan pH 7,4 sampai garis tanda, diperoleh kosentrasi ibupropen 500 mcg /ml.
3.3.6.1. Pembuatan Kurva Serapan Ibuprofen dalam Cairan Usus Buatan (Medium pH 7,4) Dari larutan yang tersebut pada 3.3.6. dipipet larutan sebanyak 12 ml, dimasukkan kedalam labu tentu ukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan larutan pH 7,4 (cairan usus buatan). Diperoleh kosentrasi ibuprofen 240 mcg/ml. serapan di ukur pada panjang gelombang 220 – 300 nm. Data dapat dilihat pada lampiran 27.
29
3.3.6.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Cairan Usus Buatan (Medium pH 7,4) Dari larutan induk yang tersebut pada 3.3.6 dibuat larutan ibuprofen dengan berbagai kosentrasi yaitu 50, 100, 200, 300, 350, 400, 450 mcg/ml dengan cara memipet LIB masing – masing 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9 ml kedalam labu tentu ukur 10 ml, kemudian ditambahkan larutan pH 7,4 sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang 264 nm.data dapat dilihat pada lampiran 28.
3.3.7.Pembuatan nata de coco untuk dijadikan matriks Air kelapa disaring sebanyak 1 liter dengan menggunakan kertas saring, kemudian masukkan ke dalam panci stainles steel, panaskan sampai mendidih kemudian tambahkan gula pasir 100 gr dan ZA 6 gr, aduk hingga semua bahan larut, lalu tambahkan asam asetat glasial sampai pH 3-4. Kemudian dimasukkan ke dalam nampan. Setelah itu di tutup dengan kertas koran yang telah disetrika, setelah dingin dimasukkan starter sebanyak 100 ml melalui sudut nampan lalu ditutup kembali dengan rapat. Kemudian setelah 6 hari nata de coco siap dipanen. dan dikeringkan dengan menggunakan alat freeze dryer untuk digunakan sebagai bahan membran.
30
3.3.7.1 Diagram alir proses pembuatan lembaran nata de coco secara bertahap Air kelapa 1L
Penyaringan
Penambahan gula pasir 100 gr dan Amonium Sulfat (ZA) 6gr
Perebusan dan pengadukan
yang berbeda dalam Medium II (pH 7,4 )
Penyiapan bibit
Inkubasi 6 hari
Pendinginan ( suhu kamar)
Pemberian bibit (Inokulasi)
Fermentasi pada suhu 28º31ºC,(6 hari ). Diperoleh Matriks Nata De Coco.
Dicuci, Freezer Dryer selama 3 hari.
Dibentuk dengan ukuran 19 x 38 mm
31
3.3.7.2. Cara pengeringan
membran
nata de coco Menggunakan Freeze
Dryer. Pengeringan dilakukan menggunakan alat freeze dryer selama 3 hari, selajutnya membran nata de coco digunakan untuk sediaan ibuprofen.
32
Gambar 3. Pembuatan sediaan Ibuprofen dalam membran nata de coco dengan masing-masing pori Pengeringan Membran nata de coco menggunakan Freeze dryer ± 3 hari
Pembentukan ukuran Membran nata de coco diameter 19 mm x 38 mm
membran nata de coco dengan masing-masing pori berbeda
Dimasukkan Ibuprofen 200 mg ke dalam masing-masing sediaan
Di rapatkan dengan bahan perekat
Di disolusi dalam medium I dan II
Di ukur zat yang terlepas menggunakan spektrofotometer UV
33
Lembaran nata de coco yang diperoleh dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer ± 3 hari kemudian dipotong-potong dengan ukuran diameter 19 mm x 38 mm dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian diberi pori dengan menggunakan paku berdiameter 0,00001 mm,di tusuk perlahan-lahan. Kedalamnya dimasukkan Ibuprofen 200 mg, lalu masing-masing sisi pada membran nat de coco dirapatkan dengan bahan perekat Kemudian membran nata de coco yang berisi Ibuprofen ini didisolusi pada medium I dan medium II, dan selanjutnya di ukur pelepasan Ibuprofen melalui membran menggunakan alat spektrofotometer UV.
3.3.8. Uji Disolusi 3.3.8.1. Parameter uji disolusi Medium disolusi : 1. cairan lambung buatan 1,2 1.1. Ibuprofen serbuk 1.2. Ibuprofen tidak berpori 1.3. Ibuprofen pori 1 1.4. Ibuprofen pori 4 1.5. Ibuprofen pori 6 2. cairan usus buatan pH 7,4 2.1. Ibuprofen serbuk 2.2. Ibuprofen pori 6 2.3. Ibuprofen pori 4 2.4. Ibuprofen pori 1 Kecepatan pengadukan : 100 rpm
34
Volume medium : 900 ml Suhu medium : 37 ± 0,5 0C Metode : dayung yang dilengkapi thermostat Sample : serbuk ibuprofen
3.3.8.2. Prosedur uji disolusi 3.3.8.2.1 Disolusi Serbuk Ibuprofen dalam Medium pH 7,4 dan Medium pH 1,2 Kedalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37 ± 0,5 0C dan kecepatan pengadukannya 100 rpm. Kedalam wadah tersebut dimasukkan serbuk ibuprofen 200 mg. pada interval waktu tertentu dipipet sebanyak volume tertentu (5 ml untuk medium pH 1,2 dan 5 ml untuk medium pH 7,4). Pengambilan cuplikan dilakukan pada posisi yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Larutan itu kemudian diukur pada panjang gelombang medium yang digunakan yaitu pada λ 264 untuk pH 1,2 dan λ 264 untuk pH 7,4,pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing medium. Data pada pH 1,2 dapat dilihat pada lampiran 3 dan data pada pH 7,4 dapat dilihat pada lampiran 4.
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Matriks Nata De Coco
Nata de coco merupakan jaringan selulosa yang mempunyai tekstur kenyal, putih menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan. Dengan keberadaan nata de coco yang mengapung dan merupakan sellulosa maka dapat digunakan untuk bahan floating drug delivery system (FDDS) dalam bentuk noneffervescent.
Gambar 4. Sediaan ibuprofen Dalam Matriks Nata De Coco Yang Mengapung Pada Permukaan Cairan. Gambar 3 menunjukkan keadaan matriks nata de coco mengapung diatas permukaan cairan sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sediaan yang dapat mengapug mempunyai kemampuan pelepasan yang lebih lama di dalam lambung selama beberapa jam. Sehingga Absorbsi obat pada saluran gastrintestinal (lambung)
34
35
memiliki prosedur variabel yang tinggi dan peningkatan lama retensi gastrik atas bentuk dosis akan memperpanjang waktu bagi penyerapan obat. FDDS menjadi pendekatan yang potensial terhadap retensi gastrik.meskipun terdapat sejumlah kesulitan yang harus dihadapi untuk mencapai retensi gastrik yang lebih lama.
Gambar 5. membran nata de coco yang sudah dibentuk dengan diameter 19x38.
4.2.Hasil Disolusi Ibuprofen 4.2.1. Disolusi Ibuprofen dalam medium cairan lambung buatan (pH 1,2) Disolusi serbuk ibuprofen dilakukan dalam medium pH 1,2 yakni cairan lambung buatan dimana pada menit pertama (5 menit) terdisolusi sebanyak 14,29% dan setelah 480 menit 59,765 % setelah itu terlihat kenaikan laju disolusi. Disolusi serbuk ibuprofen dalam medium dengan membran nata de coco tidak berpori dimana pada menit pertama (5 menit) terdisolusi sebanyak 3,86% dan setelah 480 menit disolusi mencapai 23,42%, kemudian dilakukan uji disolusi ibuprofen dengan membrane nata de coco pori 1 dimana pada menit pertama (5 menit) terdisolusi sebanyak 8,346% dan setelah di 480 menit disolusi mencapai 27,64%, setelah itu dilajutkan disolusi ibuprofen dengan membrane nata de coco pori 4
36
dimana pada menit pertama (5 menit) terdisolusi sebanyak 9,546% dan selam 480 menit disolusi mencapai 37,26% dan yang terakhir uji disolusi ibuprofen dengan membran nata de coco pori 6 dimana pada menit pertama (5 menit) terdisolusi sebanyak 10,346% dan setelah
480 menit 45,426% seperti pada grafik 1
menunjukkan peningkatan yang perlahan – lahan hingga waktu akhir disolusi.
Grafik 1. Hubungan % kumulatif Ibuprofen yang terlepas terhadap waktu pada formula yang berbeda dalam medium I (pH 1,2 )
% kumularif IBP yang terlepas dalam formula yang berbeda
60 55 50 45 40
Serbuk Ibp
35
Pori 6
30
Pori 4
25
Pori 1
20
Tak Berpori
15 10 5 0 5
15
30 60
90 120 150 180 240 300 360 420 480 waktu (menit)
37
Tabel 1. Hasil uji disolusi persen kumulatif terlepas serbuk ibuprofen,membran nata de coco yang berpori 6,pori 4,pori 1 dan membran nata de coco yang tidak berpori dalam cairan lambung buatan (pH 1,2) Ibuprofen 200 mg Formula
& membran nata de
Lama waktu (jam)
Persen kumulatif
coco I
Serbuk
8 jam
59,76 %
II
Pori 6
8 jam
45,42%
III
Pori 4
8 jam
37,26 %
IV
Pori 1
8 jam
27,64 %
V
Tidak berpori
8 jam
23,42 %
4.2.1.2. Pengaruh pori terhadap pelepasan Ibuprofen dari membran nata de coco pada masing-masing formula dalam medium I (pH 1,2 ) Pengaruh pori terhadap pelepasan ibupropen dari membrane nata de coco dalam medium I dapat dilihat pada gambar grafik 3-5 dengan masing-masing persamaan garis dalam formula yan berbeda seperti dibawah ini . Ibuprofen dalam membran nata de coco tidak berpori memberikan pori pelepasan yang lebih lambat dibanding ibupropfen dalam membran nata de coco pori 1, pori 4 dan pori 6 seperti yang terdapat pada hasil disolusi diatas. Dan dari uji statistik pada lampiran 1 , menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara membran nata de coco tidak pori dengan nata de coco pori1, pori 4 dan pori 6 dalam medium I.
38
Tabel 2. Hubungan persen kumulatif ibuprofen terlepas terhadap waktu dari formula yang berbeda dalam medium I(pH 1,2) No
Formula
Persamaan garis
1
1
2
II
Y=0,0821 X+15,838
0,9571
3
III
Y=0,0648 X+12,117
0,9651
4
IV
Y=0,0494 X+11,942
0,9779
5
V
Y=0,0396 X+10,19
0,9252
Y=0,0978X+18,87
Korelasi
0,9564
Grafik 2. Hubungan % kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap waktu dari formula yang berbeda dalam medium I ( pH 1,2 )
% kumulatif ibuprofen yang
terlepas
70
serbuk ibp
60
Pori 6
50 40
pori 4 30 20
pori 1
10
tak berpori
0 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 waktu ( menit )
39
Tabel 3. Hubungan % logaritma Ibuprofen tersisa terhadap waktu dari formula yang
berbeda dalam medium 1 (pH 1,2)
No
Formula
persamaan garis
Korelasi
1
1
Y=0,0007 X+1,9194
0,9849
2
II
Y=-0,0005 X +1,9306
0,9757
3
III
Y=-0,0004 X + 1,9506
0,9505
4
IV
Y=-0,0003X + 1,9473
0,9769
5
V
Y=-0,0003 X+1,9648
0,6237
Grafik 3. Hubunan % Logaritma Ibuprofen yang yang
% Log tersisa
tersisa terhadap waktu pada masing-masing pori dalam medium I ( pH 1,2 ) 2,000 1,900 1,800 1,700 1,600 1,500 1,400 1,300 1,200 1,100 1,000 0
serbuk IBP pori 6
pori 4
pori 1
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 Waktu ( menit )
tidak berpori
40
Tabel 4. Hubungan % kumulatif Ibuprofen terlepas terhadap akar waktu dari formula yang berbeda dalam medium 1 (pH 1,2)
No
Formula
persamaan garis
Korelasi
1
1
Y = 2,5343 X + 2,1891
0,9979
2
II
Y = 2,0065 X 3,0569
0,9812
3
III
Y = 1,3953 X + 4,160
0,9467
4
IV
Y =1,1358 + 5,0628
0,9852
5
V
Y = 1,0341 X + 3,2716
0,9883
Grafik 4. Hubungan % kumulatif ibuprofen terlepas terhadap
% kumulatif ibuprofen terlepas
Akar waktu dari formula yang berbeda dalam medium I(pH 1,2)
60 50 40 30 20 10 0
serbuk ibp Pori 6 pori 4 pori 1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121314151617181920212223 Akar waktu
tak berpori
41
4.2.1.2 Sistem pelepasan obat dalam medium I( pH 1,2 ) Sistem pelepasan ibuprofen dalam medium lambung buatan pH 1,2 dapat dilihat pada gambar grafik 2-4 dan harga korelasi pada tabel 2-4 . menunjukan bahwa serbuk ibuprofen korelasinya diatas 0,95 sehingga dapat dijelaskan pada orde nol, orde satu dan orde Higuchi pada membran nata de coco pori 6 juga dapat dijelaskan pada orde satu, orde nol dan orde Higuchi dengan korelasi diatas 0,95. membran nata de coco pori 4 tidak dapat dijelaskan pada orde Higuchi dengan korelasi 0,9467 sedangkan pada orde nol dan orde satu dapat dijelaskan. Pada pori 1 dapat dijelaskan pada orde nol, orde satu, dn orde Higuchi dengan harga korelasi diatas 0,95 sedangkan pada membran tidak berpori tidak dapat dijelaskan pada orde satu dengan korelasi 0,6327 dan juga pada orde nol tidak dapat dijelaskan dengan korelasi 0,9252 pada orde Higuchi dapat dijelaskan dengan harga korelasi 0,9883.
4. 2.2 Disolusi Ibuprofen dalam Medium Cairan Usus Buatan ( pH 7,4 )pada masing-masing Formula Disolusi serbuk dalam medium pH 7,4 jauh lebih cepat pelepasan kelarutannya dibandig dalam medium pH 1,2, seperti pada tabel di bawah ini.
42
Tabel 5 . Hasil uji disolusi persen kumulatif terlepas serbuk ibuprofen,membran nata de coco yang berpori 6,pori 4,pori 1 dan membran nata de coco yang tidak berpori dalam cairan usus buatan (pH 7,4)
Formula
Ibuprofen 200 mg & membran nata de coco
Lama waktu (jam)
Persen kumulatif
VI
Serbuk
1 jam
98,40 %
VII
Pori 6
2 jam
96,71 %
VIII
Pori 4
4 jam
98,83 %
IX
Pori 1
7 jam
94,92 %
dimana pada menit pertama (5 menit) disolusi serbuk ibuprofen adalah 75,39% dan setelah 60 menit mencapai 98,40% kemudian dilajutkan uji disolusi ibuprofen dengan membrane nata de coco pori 6 dimana pada menit pertama (5 menit) mencapai 40,22% dan setelah mencapai 120 menit disolusi didapat sebanyak 96,71% setelah itu dilanjutkan uji disolusi ibuprofen dengan membrane nata de coco pori 4 dimana pada menit pertama (5 menit) mencapai 39,11% dan selama 240 menit mencapai 98,83%, kemudian yang terakhir uji disolusi Ibuprofen dengan membrane nata decoco pori 1 dimana pada satu menit pertama (5 menit) mencapai 28,45% dan selama 420 menit mencapai 94,92%. Seperti pada grafik di bawah ini.
43
Grafik 5. Hubungan % Kumulatif Ibuprofen terlepas terhadap
% Kumulatif Ibuprofen yang terlepas
Formula yang berbeda dalam medium II ( pH 7,4)
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
serbuk Pori 6 pori 4 pori 1
5
15
30
60
90
120
150
180
240
300
360
420
Waktu (menit)
4.2.2.1. Pengaruh pori terhadap pelepasan ibuprofen dari membran nata de coco pada masing-masing formula dalam medium II (pH 7,4) Pengaruh pori terhadap pelepasan ibuprofen dari membrane nata de coco dalam medium II dapat dilihat pada gambar grafik 6-8 di bawah ini, ibuprofen dalam membrane nata de coco pori 1 lebih lambat dibanding pori 4 dan pori 6. seperti terlihat dari hasil uji disolusi diatas. Dan dari hasil uji statistik pada tabel 2 menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara membrane nata de coco pori 1, pori 4 dan pori 6 sedangkan membran yang tidak berpori tidak dilakukan karena tidak efektif dalam medium II ( pH 7,4 ).
44
Grafik 6. Hubungan %Kumulatif Ibp Terlepas terhadap Waktu dari Formula yang berbeda dalam Medium II (pH 7,4) 100 Serbuk Ibp
80
pori 6
60
pori 4
40
pori 1
20 0 0 30 60 90 120150180210240270300330360390420450 480 Waktu ( Menit )
Tabel 6. Hubungan % Kumulatif Ibuprofen tersisa terhadap waktu dari formula yang
berbeda dalam medium 1I (pH 7,4)
No
Formula
persamaan garis
Korelasi
1
VI
Y=0,307 X + 47,290
0,9941
2
VII
Y=0,4467 X + 45,337
0,9833
3
VIII
Y=0,2623 X + 40,717
0,9645
4
IX
Y=0,1605 X + 32,054
0,9711
45
Tabel 7. Hubungan % logaritma Ibuprofen tersisa terhadap waktu dari formula yang berbeda dalam medium II (pH 7,4) No
Formula
persamaan garis
Korelasi
1
VI
Y=-0,0182 X + 1,4051
0,9698
2
VII
Y= -0,0074X + 1,8015
0,9818
3
VIII
Y=-0,0051X + 1,8952
0,9632
4
IX
Y=-0,0019X + 1,8644
0,9782
Grafik 7. Hubungan % Logaritma Ibuprofen tersisa Terhadap Waktu dari Formula yang berbeda dalam Medium II ( pH 7,4 ).
% log Ibp Tersisa
2 Serbuk ibp
1.5
pori 6
1 pori 4
0.5
pori 1
0 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 Waktu (menit)
46
Tabel 8. Hubungan % kumulatif ibuprofen terlepas terhadap akar waktu dari formula yang berbeda dalam medium II(pH 7,4)
No
Formula
persamaan garis
Korelasi
1
1
Y=3,1009 X+ 74,623
0,9789
2
II
Y=5,991 X+ 29,449
0,9784
3
III
Y=4,6996 X +24,391
0,9714
4
III
Y=3,7823 X +14,994
0,9893
% kumulatif Ibuprofen terlepas
Grafik 8. Hubungan % kumulatif Ibuprofen terlepas terhadap akar waktu dari formula
100 80
Serbuk Ibp
60
pori 6 pori 4
40
pori 1
20 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122 Akar Waktu
47
Hal ini disebabkan oleh perbedaan kelarutan dalam medium tersebut di mana ibu profen lebih mudah larut dalam basa yakni dalam hal ini medium pH 7,4 bersifat basa dibandingkan larutan asam.Ibuprofen mempunyai pKa 4,4 (maffat , et al , 1986) oleh sebab itu tergolong obat yang bersifat asam sehingga mempunyai kelarutan yang rendah di dalam medium asam, jumlah yang terlarut terus meningkat , setelah itu terlihat peningkatan perlahan-lahan sampai akhir disolusi.
4.2.2.2 Sistem pelepasan obat Dalam Medium II pH 7,4 Sistem pelepasan ibuprofen pada masing –masing hubungan dalan medium usus buatan pH 7,4 dapat dilihat pada gambar grafik 6-8 dan harga korelasi pada tabel 810. pada halaman 48-50. Serbuk ibuprofen dapat dijelaskan dengan harga korelasi diatas 0,95 dan Ibuprofen dalam membran nata de coco pori 6 juga dapat dijelaskan dengan harga korelasi diatas 0,95 dan pada pori 4 juga dapat dijelaskan pelepasannya pada pori 1 dapat dijelaskan dengan orde nol, orde satu dan orde Higuchi, dengan masing-masing korelasi diatas 0,95.
4.3. Pengaruh pH pada Masing-masing Medium Terhadap Pelepasan Serbuk Ibuprofen pada pori 4 . Hal tersebut diatas dapat dilihat pada gambar grafik 9 pada halaman 51. dari grafik dapat dilihat sebagai contoh bahwa pelepasan ibuprofen pada pori 4 dalam medium I lebih lambat jika dibandingkan dengan pelepasan ibuprofen pada pori 4 dalam medium II
48
Tabel 9. Hubungan % kumulatif Ibuprofen terlepas terhadap masing –masing medium pada membran nata de coco pori 4 No
Formula1
persamaan garis
Korelasi
1
Medium 1
Y=-0,0653 X + 11,942
0,9681
2
Medium II
Y= 0,2624 X + 40,586
0,9649
Medium
Grafik 9. Hubungan % kumulatif ibuprofen yang terlepas terhadap masing-masing medium pada membran nata de cooco pori 4 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Medium I
Medium II
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 waktu ( menit )
4.3.1. Uji Disolusi ibuprofen dengan membran nata de coco pori 4 dalam medium yang berbeda Tabel 9 menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan ibuprofen dalam medium II (pH 7,4 ) lebih besar dibandingkan dalam medium I (pH 1,2 ). Dimana pada medium I rata-rata persen kumulatif ibuprofen yang terlepas selama 8 jam sebanyak 37,26%,
49
sementara dalam medium II rata-rata persen kumulatif sebanyak 98,83 % selama 4 jam. Hal ini terjadi karena adanya sifat dari membran nata de coco yang dapat memperpanjang masa transit obat, yang dengan demikian dapat menghindari beberapa efek samping yang tidak diinginkan dari ibuprofen .dimana ibuprofen mempunyai efek samping umum iritasi saluran cerna dan efek samping pada bagian tubuh yang lain yaitu pada sistim saraf pusat dapat mengakibatkan sakit kepala,emosi,mengantuk,depresi, dan lain-lain. Sehingga dengan sistim pelepasan ibuprofen melalui membrane nata de coco yang secara perlahan dan terkontrol efek samping tersebut dapat dihindarkan. Seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 10. kecepatan pelepasan t 50 % ibuprofen pori 4 dalam medium yang berbeda MEDIUM
t 50 %( Menit )
t 50 % ( Jam )
I
35,876
0,59
II
582,817
9,71
4.4. Sistem pelepasan obat Tiga sistem pelepasan obat yang digunakan menerangkan sistem pelepasan dari matriks adalah kinetika pelepasan orde nol orde 1 dan orde Higuchi, kinetika pelepasan obat ditentukan berdasarkan harga koefisien korelasi terbesar dari ketiga analisis regresi, dimana hubungan dinyatakan erat jika korelasi(R≥ 0,95). Seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Shargel dan Andrew,).
50
C
t Gambar 6. Sistem pelepasan orde nol
Log
t Gambar 7. Sistem pelepasan orde satu
C
√t Gambar 8. Sistem pelepasan orde Higuchi
51
4.4. Data Uji Statistik Pada Masing- Masing Medium Setelah sistem pelepasan diketahui maka dilakukan uji statistik denga cara perhitungan seperti pada lampiran 1 dan 2, dengan hasil pada tabel 11 dan tabel 2.
Tabel 11. Data Analisis Varians pada medium 1 (pH 1,2). Sumber DF
SS
MS
F hitung
F tabel
variasi Antar formula
3
792,713
264,238
Antar menit
48
7520,759
156,683
51
8313,472
Total (N-1)
1,687
2,79
Dari tabel seblas dapat di lihat bahwa harga F hitung = 1,687 dan harga F tabel = 2,79. ternyata bahwa F hitung < F tabel,sehingga hipotesa H0 : 1 = 2 = 3 = 4 diterima dalam taraf nyata 0,05 jadi dapat disimpulkan bahwa kadar Ibuprofen masing – masing formula I tidak berbeda.
Tabel 12. Data Analisis Varians pada medium 2 (pH 7,4) Sumber
DF
SS
MS
F hitung
F tabel
Antar formula
2
1863,049
931,525
3,567
3,25
Antar menit
15
3918,012
261,201
Total (N-1)
17
5781,061
variasi
52
Dari tabel duabelas diketahui bahwa F hitung > F table sehingga hipotetis H0: 1=2 = 3 ditolak dan H1 : 1 = 2 = 3 diterima dalam taraf nyata α 0,05, ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara
perlakuan. Untuk mengetahui formula – formula
mana yang berbeda nyata dilakukan pengujian selanjunya yaitu uji beda rata – rata metode LSD (Leads Significant diference = >),dimana LSDnya dapat diterima.
Tabel 13. Pelepasan Ibuprofen pada t 50% dalam medium 1 ( pH 1,2 ) Formula
Waktu ( Menit )
Waktu ( Jam )
1
318,30
5,305
II
416,60
6,943
III
584,61
9,743
IV
770,404
12,840
V
1005,30
16,755
53
Gambar 8.Histogram pelepasan t 50 % ibuprofen dalam medium I ( pH 1,2 ) 1200
Waktu (menit)
1000
800
600
400
200
0 Tidak berpori
Pori 1
Pori 4
pori 6
serbuk
Formula Gambar 9, menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan 50% bahan obat dari matriks semakin lambat dengan penurunan jumlah pori pada membran nata de coco. Hal ini disebabkan karena ibuprofen dapat menurunkan keterbasahan matriks dan memperkecil luas permukaan persatuan luas yang kontak dengan medium disolusi sehingga penetrasi cairan ke dalam matriks lebih sukar yang mengakibatkan penurunan kelarutan dan laju disolusi obat semakin lambat. Laju disolusi = ks (kelarutan) x (luas permukaan), menunjukkan bahwa laju disolusi dipengaruhi oleh faktor luas permukaan yaitu semakin kecil luas permukaan maka laju disolusi obat semakin lambat. Dari gambar 9 juga dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan 50 % ibuprofen dari sediaan, mulai dari formula I-IV dalam medium I lebih lambat jika dibandingkan dengan serbuknya.
54
Tabel 13 terlihat bahwa sediaan dengan jumlah pori 6 ( formula II ) menunjukkan kecepatan disolusi yang lebih cepat dibandingkan dengan pori 4 (formula III) dan pori 1 (formula II) menunjukkan kecepatan disolusi yang lebih lambat dibandingkan dengan pori . Sementara yang tidak berpori (formula I) menunjukkan kecepatan disolusi yang sangat lambat sehingga kurang efektif digunakan sebagai matriks. Setelah diuji secara statistik untuk sediaan dengan jumlah pori 4 (formula III) dan yang tidak berpori (formula I) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (F-tabel, P < 0,05). Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 2 halaman .
Tabel 14. Pelepasan Ibuprofen pada t 50% dalam medium 2( pH 7,4 )
Formula
Waktu ( Menit )
Waktu ( Jam )
1
2,71
0,045
II
10,439
0,174
III
35,391
0,589
IV
111,813
1,864
55
Gam bar 9. Histogram pelepasan 50 % Ibuprofen dalam m edium II ( pH 7,4 )
waktu (menit)
120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 pori 1
pori 4
pori 6
serbuk
Formula
Gambar 10, menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan 50% ibuprofen dari sediaan semakin lambat dengan menurunnya jumlah pori. Hal ini disebabkan karena nata de coco merupakan jaringan selulosa yang mampu membentuk matriks yang terapung di atas cairan, sehingga dengan menurunnya jumlah pori maka penetrasi cairan ke dalam matriks lebih sukar, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan ibuprofen semakin lambat dan sebaliknya bila jumlah pori meningkat maka konsentrasi cairan ke dalam matriks lebih mudah dan waktu penyebaran airnya lebih cepat sehingga meningkatkan laju disolusi obat. Tabel 14 menunjukkan bahwa sediaan dengan jumlah pori 6 (formula VI) pada membran menunjukkan kecepatan disolusi yang lebih cepat dibandingkan sediaan dengan jumlah pori 4 (formula VII), sedangkan sediaan dengan jumlah pori 1 (formula VIII) menunjukkan kecepatan disolusi yang lebih lambat dibandingkan dengan formula VI dan formula VII.
56
Keterangan : Medium I
:
Formula I
: serbuk ibuprofen
Formula II
: pori 6
Formula III
:pori 4
Formula IV
: pori 1
Formula V
: tidak berpori
Medium II
:
Formula VI
: serbuk ibuprofen
Formula VII
: pori 6
Formula VIII : pori 4 Formula IX
4.6
: pori 1
Pengaruh Jumlah Lubang Kemampuan Membran Nata de coco Untuk Mengambang (terapung) dalam Cairan Dengan adanya kemampuan mengambang (mengapung) dari membran nata
de coco, memberikan sistem penyampaian obat yang sangat baik untuk menghindari Helicobacter pylori, yang menyebabkan gastritis cronic dan peptic ulcer. Dengan kebaikan kemampuan pengambangan bentuk sediaan dari membran nata de coco tersebut dapat dipertahankan pada bagian lambung selama periode waktu yang lebih lama sehingga pelepasan obat dapat ditargetkan. Dari hasil disolusi terhadap pengambangan dari membran nata de coco menunjukkan pelepasan orde nol yang dapat memperpanjang waktu transit ibuprofen hingga 8 jam bahkan lebih. Pori kecil yang diberi pada dinding membran nata de coco juga sangat mempengaruhi cepat dan lambatnya pelepasan obat dan waktu transit obat. Dimana
57
dengan adanya lubang akan menyebabkan kontak permukaan obat dengan cairan lambung maupun usus menjadi lebih besar, sehingga dengan demikian jumlah lubang dapat dibuat dan diatur sesuai dengan besar kecil dan cepat lambatnya pelepasan obat yang diinginkan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pembuatan dan pengujian pelepasan ibuprofen dari membrane nata de coco maka dapat di simpulkan : 1. Bahwa ada perbedaan pada sistem pelepasan terkontrol maupun kecepatan pelepasan serbuk ibuprofen terhadap membran nata de coco yang diberi pori 6,pori 4,pori 1 serta tidak berpori, di dalam masing- masing medium.
2
Membran nata coco ternyata dapat digunakan sebagai matriks untuk sediaan pelepasan terkontrol ,hal ini dapat dibuktikan bahwa kemampuan dari membran nata de coco tersebut memberikan waktu pelepasan secara lepas lambat, oleh karena adanya sifat membran nata de coco mengambang diatas cairan sehingga tidak dapat menimbulkan efek samping dari ibuprofen yang tidak diinginkan.
5.2. Saran Untuk peneliti selanjutnya disarankan melakukan uji in vivo terhadap sediaan untuk menentukan apakah ada korelasi dengan uji invitro.
59 57
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C.howard.(1998). Pengantar bentuk sediaan Farmasi, Edisi Ke empat, Jakarta. Halaman 784-785.
Arora S, Ali J, Ahuja A, Khar RK, Baboota S. Floating Drug Delivery System review. AAPS Pharm Scitech, 2005 : 06 (03): E372-E390.DOI: 10.1208/Pt 060347
Clarke’s, E.G.C., (1969), Isolation and Identification of Drug, London, The Pharmaceutical Press. Halaman. 457.
Ditjen POM.(1995). Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman. 461-463-1162-1165.
Dressman, J.B., Amindon, G.L., Reppans Christos, Shah, V.P. (1998). Review Dissoution Testing as a Prognostic Tool for Oral Drug Absorbtion Immediate Release Dosage Forms. Pharmaceutical Reesearch; 15;11-21.
Feldmann, E.G., D.E., Cover, J., Povech, M., Mascone, O., Niedzialek, C. (1986). Handbook of Nonpresscription Drugs. Edisi kedelapan. Washington, DC.: American Pharmaceautacal Association The National Proffessional Sociery of Pharmacist, Halaman 201-203.
Gilman A.G., Rall, T.W., Nies, A.S., dan Taylor, A.S., (1996). Then Pharmacologycal Basis of Therapeutics Basis of Therapeutics. Edisi kesembilan. New York. Pergamn Press. Halaman 617-639.
60 58
61
Gursoy, A., Akbuga J., Eroglu, and Ulutin, (1997). Then Inhibitor Effect of Liposomeencapsulated
Indomethacin
on
Inflamation
and
Platelet
Aggregation. J. Pharm Pharmacol; 40:53-54.
Katzung, A., B.G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Alih bahasa A. Petrus. Edisi Ketiga. Jakatra : Penerbit EGD. Halaman 558-588.
Lachman Leo, Lieberman H.A., Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Prees. Longer, M.A., (1990). Sustained-Release Drug Delivery Systems. In : Remington’s Pharmaceutichal Science. Gennaro, A.R., (Editor). 18th edition. Pensylvania : Mack Publishing Company. Halaman 459, 589-593.
Martin, A., Swarbrick James, Cammarata Arthur. (1993). Dasar-dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Alih bahasa: Yoshita. Edisi ketiga. Jakarta : UI Press. Halaman 924-95.
Moffat, J. (1986). Clarke’s Isolasition and Identification of Drug. Edisi kedua. London: The Pharmaceutical Press. Halaman 677.
Mycek, M.J., Harvey R.A., Champe P.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Alih Bahasa Prof. Dr. H. Azwar Agoes. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 412.
Price, A, S., dan Wilson, L.M. (1994). Patofisiologi. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktekteran EGC. Halaman 372-380.
59
Ralwins, E.A. (2002). Bentley’s Texbook of
Pharmaceutcs”, Edisi kedelapan,
Brighton Polytecnic : Formerly Head of the Cepartment of Pharmacy. Halaman 192-194, 310-314.
Rindit Pambayun. (2002). “ Nata De Coco”, Kanisius, cetakan 1. Jakarta. Halaman 11-14.
Shannon, M.T., Wilson, B.A., dan Stang, C.L. (2000). Drug Gide. Applenton and Labge Stanford Connecticut. Halaman 699-710.
Shargel. L. dan Andrew. (1991). Appled Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Edisi keempat. New York : Medical Publishing Divison. P. 129-145.
Warisno. (2004). “ Mudah dan Praktis Membuat Nata De Coco”, Cetakan 1. Jakarta, Agromedia Pustaka. Halaman 1-2 dan 13-14.
Wilmana, PF. (1995). Analgesik-Antipiretik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 209, 210 dan 219.
60
LAMPIRAN Lampiran 1. Data analisa statistika untuk mengetahui laju disolusi Ibuprofen dari formula I, II, III, IV dalam Medium I (pH 1,2)
1). Anova (Analysis of Variance) Waktu
formula
formula
formula
formula
(menit)
I
II
III
IV
5
11,953
10,546
10,346
5,859
38,704
1497,999
15
14,296
11,953
11,453
9,608
47,310
2238,236
30
18,046
15,171
13,359
11,608
52,184
2723,169
60
19,921
17,578
14,765
13,359
65,623
4306,378
90
22,265
19,452
16,171
14,765
72,653
5278,458
120
30,234
20,858
19,452
16,171
86,715
7519,491
150
32,577
22,265
20,858
18,046
93,746
88788,,312
180
33,984
23,671
22,265
19,452
99,372
9874,794
240
37,265
25,546
24,609
20,858
108,278
11724,125
300
40,077
27,890
26,015
21,796
115,778
13404,545
360
44,295
35,390
28,359
24,609
132,653
17596,818
420
47,577
38,202
31,171
26,015
142,965
20438,991
480
54,426
46,640
36,796
27,421
165,283
27318,470
∑X
Total
404,916
315,162
275,619
229,567
1221,264
( Total )²
163956,9617
99327,086
75965,833
52701,007
1491485,758
Rata-Rata
31,147
24,243
21,201
17,659
61
∑X²
132757,346
Hipotesa: 0: 1= 2= 3= 4 ( tidak terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula dengan membran nata decoco yang berbeda dalam medium PH 1,2 ) H1: 1 F 2 F 3 F 4 (terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula dengan berat membran nata decoco yang berbeda dalam medium PH 1,2 ) Tingkat kepercayaan 95% dengan α = 0,05; N =52: n = 13 F tabel = 2,79 SS Total
= ∑x2 -
(∑x)2 N
= 132709,786 -
1491485,758 52
= 104027,3676
2 SS antara formula = (∑x1) + n1
(∑x2)2 n2
2 + (∑x3) n3
2 + (∑x4) n4
-
(∑x)2 N
= 163956,9671 + 99327,0862 + 75965,8331 + 52701,007 - 49148,5758 13
13
= 15930,825
SS antar menit
= ss total – ss antar formula = 104027,3676 – 15930,825 = 88096,543
62
13
13
52
MS antar formula
ss antar formula DF menit
=
= 88096,54 3
= 29365,514 MS antar menit
ss antar menit DF menit
=
= 88096,54 48
= 1835,345 F hitung
MS antar formula MS antar menit
=
=
29365,514 1835,345
= 16,0 Sumber variasi
DF
SS
MS
F hitung
F tabel
Antar formula
3
15930,825
29365,514
16
2,79
Antar menit
48
88096,543
1835,345
Total (N-1)
51
104027,3676
Hasil = Ho ditolak karena F hitung > F table. Kesimpulan = tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I, II, III, IV pada medium pH 1,2.
Untuk mengetahui pasangan – pasangan perlakuan yang berbeda signifikan : 2). LSD test ( least significant difference ) ulangan sama. LSD = t x
2 xMS antara menit
n = 16,803
63
Perlakuan / rataan
F-1
F-II
F-III
F-IV
F-1 = 31,147
-
-
-
-
F-2 = 24,243
6,904
-
-
-
F-3 = 21,201
9,946
3,042
-
-
F-4 = 17,659
13,488
3,584
3,341
-
a). formula 1 dan formula II Hipotesa : H0 : µ1 = µ2 (tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula II dalam medium pH 1,2) H1 : µ1≠ µ2 ( terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula II dalam medium pH 1,2 ) Formula I – Formula II = 31,147 – 24,243 = 56,904 Hasil = H0 diterima Karena 6,904 < LSD Kesimpulan = tidak terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula II dalam medium pH 1,2.
b). formula 1 dan formula III Hipotesa : H0 : µ1 = µ2 (tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula III dalam medium pH 1,2)
64
H1 : µ1≠ µ2 ( terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula III dalam medium pH 1,2 ) Formula I – Formula III = 31,147 – 21,201 = 9,946 Hasil = H0 diterima Karena 9,946< LSD Kesimpulan = tidak terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula III dalam medium pH 1,2.
c). formula 1 dan formula IV Hipotesa : H0 : µ1 = µ2 (tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula IV dalam medium pH 1,2) H1 : µ1≠ µ2 ( terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula IV dalam medium pH 1,2 ) Formula I – formula IV = 31,147– 17,659 = 13,488 Hasil = H0 ditolak karena 13,841 > LSD Kesimpulan = terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula IV dalam medium pH 1,2.
d). formula II dan formula IV Hipotesa : H0 : 1 = 2 (tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula II dan formula IV dalam medium pH 1,2)
65
H1 : µ1≠ µ2 ( terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula II dan formula IV dalam medium pH 1,2 ) Formula II – formula IV = 24,243 – 17,659 = 6,584 Hasil = H0 diterima Karena 6,584 < LSD Kesimpulan = tidak terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula II dan formula IV dalam medium pH 1,2.
66
Lampiran 2. Data analisa statistika untuk mengetahui laju disolusi ibuprofen dari formula I, II dan III dalam medium II ( pH 7,4 ) (analisa selama 2 jam)
2). Anova ( analysis of variance ) Waktu
Formula VI
(menit)
Formula VII
Formula VIII
∑x
∑x2
5
40,221
39,409
28,105
107,735
3960,689
15
61,657
42,014
33,914
137,585
6716,921
30
68,755
51,262
35,575
159,592
8921,224
60
82,161
54,131
47,795
187,087
11964,957
90
84,240
65,605
59,06
208,921
14890,368
120
95,927
75,278
64,310
235,515
19004,542
Total
432,961
327,693
272,775
1036,435
65458,701
( Total )2
187455,228
107382,702
74406,201
1074197,509
72,160
54,616
45,463
Rata – rata
Hipotesa: 0: 1 = 2 = 3= ( tidak terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula dengan membran nata decoco yang berbeda dalam medium pH 7,4 )
67
H1: 1 2 3 (terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula dengan berat membran nata decoco yang berbeda dalam medium pH 7,4 ) Tingkat kepercayaan 95% dengan α = 0,05; N =18; n = 6 F tabel = 3,25
SS Total
= ∑x2 -
(∑x)2 N
= 65458,701 -
1074197,509 18
= 5781,061
SS antara formula =
(∑x)2 + N
(∑x2)2 n2
2 + (∑x3) n3
2 + (∑x4) n4
-
(∑x)2 N
= 187455,228 + 107382,702 + 74406,201 - 1074197,509 6
6
6
= 1863,049 SS antar menit
= ss total – ss antar formula = 8313,472 – 792,713 = 7520,759
MS antar formula
=
ss antar menit DF menit
=
= 264,238
68
7520,759 48
18
MS antar menit
=
ss antar formula DF menit
=
792,713 3
=
264,238 156,683
= 156,683
F hitung
=
MS antar formula MS antar menit
= 1,687
Sumber variasi
DF
SS
MS
F hitung
F tabel
Antar formula
2
1863,049
931,525
3,567
3,25
Antar menit
15
3918,012
261,201
Total (N-1)
17
5781,061
Hasil = Ho ditolak karena F hitung > F table. Kesimpula = tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I, II dan III pada medium pH 7,4. Untuk mengetahui pasangan – pasangan perlakuan yang berbeda signifikan : 2). LSD test ( least significant difference ) ulangan sama.
LSD = t x
2 xMSantara menit = 18,662 n
69
Perlakuan / rataan
F-1
F-II
F-III
F-1 = 72,160
-
-
-
F-2 = 54,616
17,544
-
-
F-3 = 45,463
26,697
9,153
-
a). formula 1 dan formula II Hipotesa : H0 : 1 = 2 (tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula II dalam medium pH 7,4) H1 : 1 ( terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula II dalam medium pH 7,4 ) Formula I – formula II = 72,160 – 54,616 = 17,544 Hasil = H0 ditolak Karena 17,544 < LSD Kesimpulan = tidak terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula II dalam medium pH 7,4.
b). formula 1 dan formula III Hipotesa : H0 : 1 = 2 (tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula III dalam medium pH 7,4) H1 : 1 ( terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula III dalam medium pH 7,4 )
70
Formula I – formula III = 72,160 – 45,463 = 26,697 Hasil = H0 diterima Karena 26,697 > LSD Kesimpulan = terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula III dalam medium pH 7,4 Kesimpulan = terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula I dan formula IV dalam medium pH 1,2.
c). formula II dan formula III Hipotesa : H0 : 1 = 2 (tidak terdapat perbedaan yang segnifikan laju disolusi ibuprofen antara formula II dan formula III dalam medium pH 7,4) H1 : 1 ( terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula II dan formula III dalam medium pH 7,4 ) Formula II – formula III = 54,616 – 45,463 = 9,153 Hasil = H0 diditolak Karena 9,153 < LSD Kesimpulan = tidak terdapat perbedaan yang signifikan laju disolusi ibuprofen antara formula II dan formula III dalam medium pH 7,4.
71
Lampiran 3.
Data Uji Disolusi % kumulatif rata – rata dan Standart Devisi Ibuprofen dari masing – masing formula Pelepasan terkontrol pada dalam medium I ( pH 1,2)
Formula
waktu (menit)
F-I (Serbuk)
5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480
F-II (Pori 6)
F-III (Pori 4)
% Kumulatif 1 14,765 18,984 20,390 24,609 26,015 34,453 35,859 38,671 45,703 52,734 55,546 58,359 59,765 10,346 14,765 18,984 20,390 21,796 30,234 31,640 33,046 34,453 35,859 41,109 47,109 44,546 9,546 11,953 16,171 17,578 18,984 20,390 21,796 23,203 24,609 27,421 35,859 37,265 37,703
% Kumulatif 2 14,765 18984 20,390 24,609 26,015 34,453 35,859 38,671 45,703 52,734 55,546 58,546 59,765 10,346 13,359 17,578 18,984 21,796 30,234 33,046 34,453 40,078 44,296 45,703 47,109 45,140 19,546 11,953 16,171 17,578 18,984 20,390 21,796 23,203 26,015 27,421 35,859 38,671 37,859
72
% Kumulatif 3 13,359 18,984 20,390 23,203 26,015 34,453 35,859 38,671 47,109 52,734 54,146 58,359 59,765 10,346 14,765 17,578 20,390 20,390 30,234 33,046 34,453 37,265 40,078 45,703 48,515 45,140 9,546 11,953 14,503 17,578 20,390 21,796 23,203 24,609 26,015 28,828 34,453 38,671 37,109
Rata-rata % kumulatif 14,296 18,984 20,588 24,140 25,681 34,453 35,671 38,671 46,171 52,734 55,077 58,359 59,765 10,346 14,296 18,046 19,921 22,265 30,234 32,577 33,984 37,265 40,077 44,293 47,577 45,426 9,546 11,953 15,615 17,578 19,452 20,858 22,265 23,671 25,546 27,890 35,390 38,202 37,260
Standart Deviasi ( n = 3) ±0,081 ±0,000 ±0,000 ±1,099 ±0,041 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,081 ±0,000 ±0,081 ±0,013 ±0,000 ±0,000 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±0,000 ±0,081 ±0,081 ±2,811 ±4,219 ±2,656 ±0,081 ±0,084 ±0,000 ±0,000 ±0,096 ±0,000 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±0,081 ±1,136
F-IV (Pori 1)
F-V (Tidak Berpori)
5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480
8,346
11,453 13,359 14,765 16,171 18,984 20,390 21,796 24,609 26,015 28,828 31,640 25,859 3,328 10,546 13,359 14,765 16,171 17,578 18,984 20,796 21,796 23,203 24,609 26,015 23,421
8,346 11,453 13,359 14,765 16,171 18,984 20,390 21,796 24,609 26,015 28,828 31,640 27,265
±0,000
18,984 20,390 21,796 24,609 26,015 28,828 31,640 27,265
8,346 11,453 13,359 14,765 16,171 18,984 20,390 21,796 24,609 26,015 28,828 31,640 27,265
3,328 9,140 10,546 11,953 13,359 14,765 16,171 17,578 18,984 20,390 24,609 26,015 23,421
2,921 9,140 10,546 13,359 14,765 16,171 18,984 20,390 21,796 23,203 24,609 26,015 23,421
3,223 9,608 11,483 13,359 14,765 16,171 18,046 19,452 20,858 21,796 24,609 26,015 23,421
±0,081 ±0,081 ±1,976 ±1,405 ±1,405 ±1,624 ±1,760 ±1,623 ±1,723 ±1,723 ±0,000 ±0,000 ±0,000
8,346 11,453 13,359
14,765 16,171
73
±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,000 ±0,081
Lampiran 4.
Data Uji Disolusi % kumulatif rata – rata dan Standart Deviasi Ibuprofen dari masing – masing sediaan serbuk Pelepasan terkontrol pada pori 4 dalam medium II ( pH 7,4)
Formula
waktu (menit)
F-VI (Serbuk)
5 15 30 60 5 15 30 60 90 120 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 5 15 30 60 90 120 150 180 240 180 240
F-VII (Pori 6)
F-VIII (Pori 4)
F-IX (Pori 1)
% Kumulatif 1 75,789 88,616 92,486 96,930 40,293 61,657 68,825 82,017 86,416 98,289 39,078 42,014 51,262 54,131 59,076 64,382 67,824 73,845 75,422 86,033 88,542 98,795 28,421 34,126 40,293 48,035 65,399 75,423 80,584 84,452 94,923 84,452 94,923
% Kumulatif 2 74,605 88,758 92,916 99,135 40,149 61,657 68,684 82,305 86,447 95,927 39,575 42,014 51,262 54,131 59,96 64,238 67,894 73,845 75,35 86,033 88,328 98,865 28,568 33,696 38,858 48,179 65,815 75,934 80,728 83,882 94,919 83,882 94,919
74
% Kumulatif 3 75,789 88,686 92,700 99,135 40,221 61,657 68,756 82,161 84,24 95,927 40,264 42,014 51,262 54,131 59,076 64,31 67,86 73,845 75,386 86,033 88,434 98,831 28,379 33,912 39,575 47,174 65,601 75,278 80,656 84,168 74,923 84,168 74,923
Rata-rata % kumulatif 75,394 88,687 92,700 98,400 40,221 61,657 68,755 82,161 85,701 96,714 39,642 42,014 51,262 54,131 59,076 64,31 67,86 73,845 75,386 86,033 88,435 98,830 28,456 33,914 39,575 47,796 65,605 75,278 80,656 84,169 94,922 84,169 94,922
Standart Deviasi ( n = 3) ± 0,234 ± 0,072 ± 0,152 ± 1,273 ± 0,072 ± 0,000 ± 0,070 ± 0,144 ± 1,265 ± 1,364 ± 0,596 ± 0,000 ± 0,000 ± 0,000 ± 0,000 ± 0,051 ± 0,035 ± 0,000 ± 1,089 ± 0,000 ± 0,107 ± 0,035 ± 0,111 ± 0,214 ± 0,718 ± 0,546 ± 0,208 ± 0,145 ± 0,088 ± 0,220 ± 0,003 ± 0,220 ± 0,003
Lampiran 14. Data disolusi Hasil % log tersisa dan akar t Ibuprofen dalam medium I (pH 1,2) Formula
Waktu (menit)
Rata-rata % Kumulatif Terlepas
% Log Ibuprofen Tersisa
t
F-I (Serbuk)
5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480
14,296 18,984 20,588 24,140 25,681 34,453 35,859 38,671 46,171 52,734 55,077 58,359 59,765 11,953 14,296 18,046 19,921 22,265 30,234 32,577 33,984 37,265 40,077 44,295 47,577 54,426 10,546 11,953 15,171 17,578 19,452 20,858 22,265 23,671 25,546 27,890 35,390 38,202 46,640
1,933 1,908 1,900 1,880 1,871 1,816 1,807 1,787 1,731 1,722 1,652 1,619 1,605 1,945 1,933 1,909 1,903 1,890 1,843 1,829 1,819 1,797 1,777 1,746 1,719 1,659 1,956 1,944 1,928 1,916 1,906 1,898 1,890 1,883 1,872 1,858 1,810 1,791 1,727
2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909 2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909 2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909
F-II (Pori 6)
F-III (Pori 4)
75
F-IV (Pori 1)
F-V (Tidak Berpori)
5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480
10,546 11,953 13,359 14,765 16,171 19,452 20,858 22,265 24,609 26,015 28,359 31,171 36,796 5,859 9,608 11,483 13,359 14,765 16,171 18,046 19,452 20,858 21,796 24,609 26,015 27,421
76
1,956 1,944 1,937 1,930 1,923 1,906 1,898 1,890 1,877 1,869 1,855 1,837 1,801 1,973 1,956 1,947 1,937 1,930 1,923 1,913 1,906 1,898 1,893 1,877 1,869 1,861
2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909 2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909
Lampiran 15. Data disolusi Hasil % log tersisa dan akar t Ibuprofen dalam medium II (pH 7,4) Formula
Waktu (menit)
Rata-rata % Kumulatif Terlepas
% Log Ibuprofen Tersisa
t
F-VI (Serbuk)
5 15 30 60 5 15 30 60 90 120 5 15 30 60 90 120 150 180 240 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420
75.789 88.686 92.700 98.454 45.221 50.657 63.775 72.161 84.240 98.927 39.409 42.014 50.262 54.131 65.605 75.278 86.003 90.845 96.312 28.105 30.236 35.575 40.795 46.962 55.310 60.860 67.845 75.386 80.656 84.169 94.922
1.384 1.053 0.086 0,018 1.739 1.693 1.559 1.445 1.198 0.031 1.782 1.763 1.697 1.662 1.536 1.393 1.146 0.962 0.567 1.857 1.844 1.809 1.772 1.612 1.725 1.593 1.507 1.391 1.287 1.200 0.706
2.236 3.873 5.477 7.746 2.236 3.872 5.477 7.745 9.486 10.954 2.236 3.872 5.477 7.745 9.486 10.954 12.247 13.416 15.491 2.236 3.872 5.477 7.745 9.486 10.954 12.247 13.416 15.491 17.320 18.973 20.493
F-VII (Pori 6)
F-VIII (Pori 4)
F-IX (Pori 1)
77
Lampiran 12.Contoh perhitungan kadar Ibuprofen yang terlepas. Pengujian dilakukan terhadap bentuk sediaan yang dibuat menurut formula VIII ( pori 4 ) dalam medium II ( pH 7,4 ) yang dilakukan sebanyak tiga kali. Dengan interval waktu t = 5 menit,ibuprofen yang terlarut adalah :
a.
Pengujian I
Pengambilan alikuot pada t = 5menit, larutan diambil 5 ml dan dicukupkan dengan larutan medium hingga 25 ml, lalu diukur pada panjang gelombang 264 nm, diperoleh Abs = 0,0074 sehingga konsentrasi ibuprofen pada t = 5 menit,dihitung dengan menggunakan persamaan regresi:
y = 0,0016x + -0,0025 C=
0,024 +0,0025 x 0,0016
25 5
= 63,157 µg/ml Jumlah yang terlepas di dalam 900 ml medium : 900 ml x 63,157 µg/ml = 56842,1 µg/ml = 56,842 mg Berarti ibuprofen yang terlepas pada menit ke 5 adalah sebanyak 56,842 mg. Pengambilan alikuot dan pengukuran resapan diteruskan untuk menit ke 15, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, dan seterusnya sehingga didapatkan resapan yang konstan.
78
Untuk sediaan ini setelah diuji, maka keadaan resapan konstan tercapai pada menit ke 480, dengan Abs = 0,081 Melalui perhitungan seperti di atas diperoleh jumlah ibuprofen yang terlepas pada pori 4 = 28,421 % jadi % kumulatif ibuprofen yang terlepas pada menit ke 5 : Jumlah Ibuprofen yang terlepas pada t = 5 menit x100% Jumlah Ibuprofen yang terdapat dalam sediaan
56,842 x100 = 28,421 200
b.
Pengujian II Dengan cara yang sama dengan pengujian I, didapat pada t = 5menit, maka %
kumulatif ibuprofen yang telah terlepas = 28,568% c.
Pengujian III
Dengan cara yang sama dengan pengujian I, didapat pada t = 5menit, maka % kumulatif ibuprofen yang terlepas = 28,379% Rata- rata % kumulatif Ibuprofen yang terlepas pada menit ke 5 = 28,456 % 28,421 + 28,568 + 28,379 3 Lampiran 13.Contoh tabel perhitungan standart deviasi serbuk ibuprofen dalam medium II( pH 7,4) pada formula IX NO
x
1 2
__
2
x −x
__ x− x
28,421
0,035
0,001225
28,568
0,112
0,012544
79
3
28,351
4
x = 28,456
SD =
∑ (x − x )2 n −1
=
0,105
0,011025 Σ ( x − x) 2 = 0,024794
0,024794 = 0,111 2
Berarti % kumulatif serbuk ibuprofen dalam medium II pada formula VIII yang terlepas pada menit yang ke - 5 = (28,456 ± 0,111). •
Perhitungan % kumulatif ibuprofen yang terlepas dalam medium II pada pori 4 untuk menit ke 15,30,60 dan seterusnya serta formula yang lain dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas, dan di dalam medium I formula yang lain.
•
perhitungan standar deviasi ibuprofen yang terlepas pada menit yang ke 15,30,60 dan seterusnya sama seperti diatas.
80
Lampiran 14. Data disolusi Hasil % log tersisa dan akar t Ibuprofen dalam medium I (pH 1,2) Formula
Waktu (menit)
Rata-rata % Kumulatif Terlepas
% Log Ibuprofen Tersisa
t
F-I (Serbuk)
5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480
14,296 18,984 20,588 24,140 25,681 34,453 35,859 38,671 46,171 52,734 55,077 58,359 59,765 11,953 14,296 18,046 19,921 22,265 30,234 32,577 33,984 37,265 40,077 44,295 47,577 54,426 10,546 11,953 15,171 17,578 19,452 20,858 22,265 23,671 25,546 27,890 35,390 38,202 46,640
1,933 1,908 1,900 1,880 1,871 1,816 1,807 1,787 1,731 1,722 1,652 1,619 1,605 1,945 1,933 1,909 1,903 1,890 1,843 1,829 1,819 1,797 1,777 1,746 1,719 1,659 1,956 1,944 1,928 1,916 1,906 1,898 1,890 1,883 1,872 1,858 1,810 1,791 1,727
2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909 2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909 2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909
F-II (Pori 6)
F-III (Pori 4)
81
F-IV (Pori 1)
F-V (Tidak Berpori)
5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480
10,546 11,953 13,359 14,765 16,171 19,452 20,858 22,265 24,609 26,015 28,359 31,171 36,796 5,859 9,608 11,483 13,359 14,765 16,171 18,046 19,452 20,858 21,796 24,609 26,015 27,421
82
1,956 1,944 1,937 1,930 1,923 1,906 1,898 1,890 1,877 1,869 1,855 1,837 1,801 1,973 1,956 1,947 1,937 1,930 1,923 1,913 1,906 1,898 1,893 1,877 1,869 1,861
2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909 2.236 3.873 5.477 7.746 9.487 10.954 12.247 13.416 15.492 17.321 18.974 20.494 21.909
Lampiran 15. Data disolusi Hasil % log tersisa dan akar t Ibuprofen dalam medium II (pH 7,4) Formula
Waktu (menit)
Rata-rata % Kumulatif Terlepas
% Log Ibuprofen Tersisa
t
F-VI (Serbuk)
5 15 30 60 5 15 30 60 90 120 5 15 30 60 90 120 150 180 240 5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420
75.789 88.686 92.700 98.454 45.221 50.657 63.775 72.161 84.240 98.927 39.409 42.014 50.262 54.131 65.605 75.278 86.003 90.845 96.312 28.105 30.236 35.575 40.795 46.962 55.310 60.860 67.845 75.386 80.656 84.169 94.922
1.384 1.053 0.086 0,018 1.739 1.693 1.559 1.445 1.198 0.031 1.782 1.763 1.697 1.662 1.536 1.393 1.146 0.962 0.567 1.857 1.844 1.809 1.772 1.612 1.725 1.593 1.507 1.391 1.287 1.200 0.706
2.236 3.873 5.477 7.746 2.236 3.872 5.477 7.745 9.486 10.954 2.236 3.872 5.477 7.745 9.486 10.954 12.247 13.416 15.491 2.236 3.872 5.477 7.745 9.486 10.954 12.247 13.416 15.491 17.320 18.973 20.493
F-VII (Pori 6)
F-VIII (Pori 4)
F-IX (Pori 1)
83
Lampiran 23.Pembuatan Kurva kalibrasi Ibuprofen dalam cairan lambung buatan ( medium pH 1,2 )
84
Lampiran 24.Kurva serapan dan point pick pada cairan lambung buatan medium pH 1,2 )
85
(
Lampiran 25. Gambar Kurva kalibrasi uji disolusi dan hasil korelasi dalam medium I ( pH 1,2 )
86
Lampiran 26. Pembuatan kurva kalibrasi pada cairan usus buatan ( pH 7,4 )
87
Lampiran 27. Kurva serapan dan point pick pada cairan usus buatan ( pH 7,4 )
88
Lampiran 28. Gambar kurva kalibrasi dan hasil kolerasi dalam medium II ( pH 7,4 )
89