91
PENGUJIAN DI LAPANGAN KETAHANAN VARIAN SOMAKLON PHALAENOPSIS POTENSIAL TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan (1) mengkonfirmasi di lapangan respon populasi varian Phalaenopsis yang tahan terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora secara uji in vitro (2) mengevaluasi ketahanan varian terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora hasil pengujian di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah varian yang telah berhasil dalam uji ketahanan terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora secara in vitro berkurang pada uji di lapangan. Persentase menurun hingga mencapai 12.5- 22.9% baik varian yang berasal dari mutasi iradiasi maupun EMS. Masa inkubasi terjadi 24 jam pertama setelah inokulasi patogen. Jumlah stomata adaxial atau abaxial dan ketebalan daun tidak berkorelasi dengan skor kerusakan daun. Kandungan peroksidase diketahui lebih tinggi pada varian yang agak tahan bukan varian yang paling tahan. Pada tanaman yang tahan memunculkan pita esterase atau peroksidase lebih banyak dari pada tanaman yang lebih rentan. Adapun kandungan asam salisilat ternyata tidak berkorelasi dengan ketahanan Phalaenopsis terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora. Kata kunci : Ketahanan, penyakit busuk lunak, uji di lapangan
92
FIELD TESTING OF PHALAENOPSIS VARIANT RESISTANCE AGAINST SOFT ROT DISEASE ABSTRACT The objectives of this research is (1) testing field response of variant population direved calli gamma ray radiated and EMS treatmented resistant to Erwinia carotovora subsp carotovora through in vitro testing, (2) evaluating qualitative characters of potential variants based on effect of stomata number, leaf thickness, isoenzyme peroxidase and esterase also activity unit enzyme of peroxidase and salycilic acid contain. Result of research indicate that some of variants which have succeeded on in vitro testing to Erwinia carotovora subsp carotovora have decreased. Percentage of the decrease till reached 12.5- 22.9% from radiated and EMS treated. Incubation period was took place 24 first hour after patogen inokulated. Number of stomata adaxial or abaxial and tleaf thickness also salisilic acid contain was not correlated with the score of leaf damage. The contain of peroxidase has been known higher at moderate than resistant. Resistance plants showed bands esterase or peroxidase more than band on more susceptible plants. Keyword : Resistance, soft rot, field testing PENDAHULUAN Penyakit busuk lunak (soft rot) yang menyerang Phalaenopsis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh Erwinia carotovora subsp. carotovora. Patogen ini
memasuki tanaman secara alami melalui stomata dan lentisel atau
melalui pelukaan yang disebabkan oleh insekta, herbivora, angin, hujan dan sebagainya (Agrios 2005). Di dalam tanaman, populasi bakteri memperbanyak diri dan mensekresikan berbagai enzim ekstraseluler yang dapat mendegradasi dinding sel tanaman dan substansi pektik dari lamella tengah yang dapat menyebabkan maserasi jaringan (Toth et al. 2003). Erwinia carotovora subsp. carotovora
lebih sering
dijumpai pada lingkungan beriklim hangat. Pengaruh suhu lebih dari 33 ºC menyebabkan bakteri ini tidak mampu tumbuh. Pengaruh suhu ini pula akan mempengaruhi produksi protein virulensi bakteri termasuk produksi pectatelyase, pectinlyase, polygalacturonase, dan sebagainya tergantung strain (Yap et al. 2005; Hasegawa et al. 2005). Menurut Amusa and Odunbaku (2007), secara umum penyakit akibat serangan bakteri sangat sulit dikendalikan dan sering terjadi tiba-tiba dan umumnya
93
menyebabkan penurunan hasil. Tindakan tepat pengendalian kimia secara praktis dan efektif terhadap busuk lunak relatif belum ada. Salah satu metode untuk mengendalikan penyakit yang efektif, efisien dan aman bagi lingkungan tersebut adalah dengan menggunakan kultivar yang tahan (Sobiczewski 2008). Strategi perakitan tanaman tahan penyakit merupakan strategi yang ekonomis bagi sejumlah tanaman (Triphati & Triphati 2009) dan diharapkan akan ekonomis pula pada tanaman Phalaenopsis. Sejumlah kendala dijumpai dalam perakitan Phalaenopsis tahan penyakit busuk lunak karena studi penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pada Phalaenopsis sangat terbatas dilaporkan, terutama mengenai hal-hal yang menyangkut mekanisme pertahanan tanaman Phalaenopsis terhadap penyakit tersebut di lapangan. Studi perakitan kultivar tahan banyak dilakukan menggunakan varian somaklon. Menurut Rossa (2009), varian hasil keragaman somaklonal merupakan salah satu sumber yang dapat digunakan untuk memperoleh karakter tertentu yang dikaitkan dengan sifat ketahanan terhadap suatu cekaman tertentu. Di Indonesia teknik ini telah dimanfaatkan pada tanaman panili dan telah didapatkan tanaman tahan penyakit layu bakteri (Lestari et al. 2006), tanaman pisang ambon tahan fusarium (Husni et al. 2005), tanaman nilam tahan penyakit layu bakteri (Nasrun & Nuryani 2007). Teknik pengujian untuk mendapatkan tanaman tahan penyakit ini sebagian juga dilakukan dalam evaluasi di lapangan dengan cara menginokulasikan langsung pada tanaman. Dewi et al. (2007) mengevaluasi ketahanan tanaman padi haploid ganda yang akan digunakan sebagai tetua pembentukan padi tahan hawar daun bakteri dengan metode pengguntingan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi respon di lapangan pada populasi varian Phalaenopsis yang berasal dari kalus yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma dan EMS yang telah tahan terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora melalui uji secara in vitro, (2) mengevaluasi karakter kualitatif varian potensial terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora pada pengujian di lapangan berdasarkan pada tebal daun, isoenzim, kandungan peroksidase dan asam salisilat. BAHAN DAN METODA Bahan Tanaman Varian potensial tahan sebanyak 162 dari klon SGN-PV2.11 silangan intergenerik Phal. Taisuco Kochdian/Yukimai x Vanda Fuch delight
x Vanda
94
lombokensis, klon 377 (Phal. Golden Poeker/Sogolisa x Phal. Viogold), dan 642 ([Phal. Chih Sang’s Stripe/ Alfonso Ibara/Matao Freed] x Phal. Amboinensis) x Ever Spring Prince) yang telah diuji ketahanan secara in vitro (Lampiran 1). Pengujian Varian terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora di Lapangan Varian potensial klon SGN-PV2.11, 377 dan 642 digunakan sebagai materi yang diinokulasi dengan Erwinia carotovora subsp. carotovora di lapangan. Inokulan Erwinia carotovora subsp. carotovora berkonsentrasi 108 cfu/ml. Pada tanaman varian, daun dilukai dengan jarum yang telah dicelup inokulan, kemudian luka ditutup dengan kapas basah dan diselotip agar kapas tetap menempel (Gambar 22c). Setelah diinokulasi, inkubasi dilakukan pada ruang ruang tertutup plastik (Gambar 22a). Pengamatan dilakukan selama 4 hari berturut-turut pada luas kebusukan yang ditimbulkan Erwinia carotovora subsp. carotovora pada daun, untuk menentukan skor gejala kerusakan daun. Peubah yang diamati meliputi masa inkubasi, diameter/lebar serangan dan persentase tanaman anggrek yang terserang Erwinia. Intensitas serangan penyakit busuk lunak dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Norman et al. (1997) : I=
∑ (nxv) ZxN
dimana : I = intensitas serangan; N = jumlah daun total ; n = jumlah daun terserang pada tiap nilai skala; n = nilai skala untuk tiap daun ; Z = nilai skala tertinggi. Penentuan nilai skala dilakukan sebagai berikut : nilai 0 = tanpa gejala; 1 = bercak kecil pada luasan 1 % dari daun; 3 = bercak 2 – 10 % dari luasan daun; 5 = bercak agak meluas 11 – 25 % dari luasan daun; 7 =bercak meluas 26 – 50 % dari luasan daun ; dan 9 = bercak melebar > 50 % atau daun rontok. Selanjutnya berdasarkan intensitas serangan tersebut, tingkat ketahanan Phalaenopsis terhadap penyakit busuk lunak ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut : intensitas serangan 0 = imun, 0 % < x ≤ 20 % = resisten, 21 % < x ≤ 40 % = agak resisten, 41 < x ≤ 60 % = agak rentan, 61 % < x ≤ 80 % = rentan dan 81 % < x = sangat rentan. Laju infeksi (r) dihitung menggunakan rumus (Van der Plank1963) sbb : 2.3 1 1 r = ( log log ) t2-t1 1 - X2 1 - X1
95
r = laju infeksi t = waktu pengamatan ( misalnya hari ke 1,...,5) X = skor kebusukan daun Pengujian karakter varian potensial Evaluasi karakter kualitatif ditentukan berdasarkan hasil analisis isoenzim, kandungan peroksidase yang dilakukan di laboratorium bioproses PAU, IPB dan analisis kandungan asam salisilat yang dilakukan oleh laboratorium Balai Besar Pascapanen Bogor. Analisis isoenzim menggunakan elektrophoresis gel starch. Analisis isoenzim dilakukan dahulu dengan mengidentifikasi enzim-enzim spesifik yang dapat terdeteksi pada varian somaklonal. Kemudian setelah diketahui beberapa enzim spesifik tanaman tersebut, varian tahan dideteksi menggunakan enzim spesifik tersebut, untuk mencirikan mutan yang diperoleh. Beberapa tahapan yang harus dilakukan adalah pembuatan larutan buffer pengekstrak yang dilakukan dengan mencampur larutan 10 mM L-ascorbat 0.07 g, 40mM L-sistein 0.1939 g, Triton X-100 0.12 ml,
PVP-40 sebanyak 0.25 g dan 0,1M Na2HPO4.2H20 dan
ditambahkan akuades sampai 100 ml pada pH 7.0. Pembuatan larutan buffer gel yang terdiri dari 5 mM L-Histidin monohidrat 1,04 g yang dilarutkan dalam akuades sampai volume 100 ml dengan pH 6.0. Pembuatan larutan buffer elektroda, 50 mM asam sitrat monohidrat 10.55 gram dan 150 mM tris hidroksimetil aminometan 18.16 g dilarutkan dalam akuades sampai dengan pH 6.0. Selanjutnya pembuatan gel pati, pati dicampur dengan sepertiga bagian buffer gel dan dua pertiga bagian lagi dimasak lebih dahulu hingga mendidih. Setelah matang diangkat lalu dicampurkan dengan campuran pati, kemudian dimasak lagi hingga kelihatan bening. Selanjutnya divakum hingga gelembung udara dalam gel habis. Gel secepatnya dituang pada cetakan yang sebelumnya telah diolesi parafin cair dan lubang pada kaki cetakan ditutup dengan perekat. Setelah gel dingin, ditutup dengan plastik yang telah diolesi dengan parafin. Gel bisa disimpan pada suhu 5-10 °C. Pelaksanaan analisis isoenzim dilakukan pada daun segar dari sampel yang digunakan sebanyak 100-200 mg, dihaluskan dengan terlebih dahulu memberikan buffer ekstrak sebanyak 0,5 ml, lalu digerus hingga halus. Cairan daun gerusan diserap dengan kertas saring yang telah dipotong secukupnya, selanjutnya kertas yang telah menyerap sel daun tersebut disisipkan pada gel yang telah dilubangi. Cetakan yang telah disisipkan kertas saring yang berisi
96
contoh cairan daun dimasukkan dalam kotak plastik yang berisi buffer elektroda. Kaki cetakan harus terendam dalam buffer elektroda lalu diletakkan dalam ruangan es pada suhu 5-10 °C. Selanjutnya dialiri listrik 100 Volt 30 menit dan dilanjutkan 3-4 jam pada 150 Volt. Untuk mengontrol karak migrasi molekul, disalah satu sisinya diberi penanda Bromofenol blue. Setelah selesai pengaliran listrik, gel dibelah menjadi dua atau tiga (sesuai ketebalannya) pada posisi horisontal di atas alat pemotong. Sebelumnya kertas saring dikeluarkan dari lubang-lubangnya. Lembaran gel dimasukkan ke dalam nampan kemudian diberi pewarna yang masing-masing telah disiapkan. Setelah itu kotak plastik ditutup dengan aluminium foil
dan
diinkubasi pada suhu ruang sampai muncul pita-pita pada gel. Perendaman ini dilakukan 1-2 jam tergantung jenis enzim. Gel dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian potongan gel yang telah terlihat pita-pitanya dapat difiksasi dengan 50% etansol yaitu etanol : akuades : asam asetat : gliserol = 5:4:2:1. Pengamatan segera dilakukan setelah pencucian dan hasilnya dapat diabadikan dengan kamera. Analisis kandungan peroksidase dan asam salisilat Beberapa tanaman varian hasil uji in vitro yang telah diinokulasi di lapangan, 24 jam setelah diinokulasi diambil sebagian daunnya untuk dianalisis kandungan peroksidase dan asam salisilatnya. Analisis kandungan peroksidase dilakukan di Laboratorium Bioproses PAU IPB Bogor, sedangkan kandungan asam salisilat dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Bogor. Sampel yang digunakan adalah sampel tunggal karena tanaman yang digunakan merupakan hasil akhir yang telah terseleksi di lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Varian Somaklon Potensial terhadap Erwinia carotvora subsp. carotovora di Lapangan Gejala awal penyakit busuk lunak yang muncul pertama kali pada uji penyakit di lapangan adalah berupa bercak basah pada permukaan daun yang diinokulasi (Gambar 19d), kemudian berkembang secara cepat ke seluruh daun. Peristiwa tersebut merupakan dampak degradasi dinding sel maristematik dan parenkim yang terdiri dari dinding sel primer dan lamella tengah (Agrios 2005). Dinding sel dan lamela tengah terbuat dari senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul tinggi dan kompleks, sehingga patogen harus memecah menjadi unit yang lebih sederhana agar
97
dapat diabsorbsi. Proses terjadinya kontak patogen dengan permukaan daun hingga terjadi penetrasi patogen memasuki jaringan serta degradasi dinding sel dan lamella tengah hingga tampak gejala pembusukan merupakan masa inkubasi penyakit (Sinaga 2002).
Gambar 20 Uji di lapangan dengan Erwinia carotovora subsp. carotovora pada varian tanaman tahan hasil uji in vitro : (a) dalam kumbung plastik, (b) dan (c) inokulasi ditutup dengan kapas basah dan selotip, (d) kebusukan yang terjadi setelah inokulasi 24 jam, (e) tanaman yang tetap sehat setelah inokulasi SKD 1, (f) tanaman busuk dengan SKD 9. Pada penelitian ini, proses munculnya gejala penyakit busuk lunak di lapangan pada varian Phalaenopsis potensial tahan terjadi selama 24 jam pertama setelah inokulasi. Masa inkubasi penyakit di lapangan dan di dalam kultur in vitro adalah sama yaitu terjadi selama 24 jam pertama setelah inokulasi dengan patogen. Masa inkubasi penyakit yang disebabkan oleh Erwinia carotovora subsp. carotovora
98
berddasarkan pennelitian Huaang et al. 20004 pada tannaman tembaakau terjadi selama 24 jam m setelah inokkulasi. Laju infeksi penyyakit di lapaangan juga m menunjukkann pola yang sam ma dengan laaju penyakit di dalam kuultur in vitro pada peneelitian bab sebelumnya (Gaambar 15) yaitu y dengann pola yang menurun dan d sebaliknnya intensitaas penyakit sem makin meninggkat. Gambaar 20a menuunjukkan lajuu infeksi yanng terjadi sellama 4 hari pen ngamatan, deengan intervaal pengamattan satu harii. Proses terjadinya peny yakit busuk lunaak di lapangan sama denngan yang terrjadi di dalam kultur in vvitro. otensial yangg diinfeksi di d lapangan Respon yang terlihaat dari indiviidu varian po ini, ternyata jum mlah tanamaan tahan mennurun. Variaan yang tahan secara in vitro v belum y belum tenttu akan tahann di lapangaan. Varian koontrol dari ketiga klon yaaitu varian yang pernnah diinoku ulasi patogenn secara in vitro, setelaah mengalam mi infeksi di d lapangan ham mpir semua mati. m
r=0.9998
(a)
(b) r=0.9534
Gam mbar 21 (aa) Korelasii antara maasa infeksi dengan d laju infeksi pennyakit (b) koorelasi antaraa masa infeeksi dengann intensitas penyakit bu usuk lunak varian potensiaal pada penggujian di lapaangan.
99
Persentase varian potensial dari hasil mutasi iradiasi dan EMS yang telah diuji secara in vitro yang masih dapat bertahan sekitar 5 – 17.7 % (Tabel 21), tergantung genotipnya. Genotip klon SGN-PV2.11 lebih tahan dari pada genotip klon 377 dan klon 642. Varian potensial tahan dari klon SGN-PV2.11 hasil inokulasi in vitro hanya bertahan sebanyak 17.7 % berasal dari mutasi dengan iradiasi sinar gamma, genotip 642 tertinggi 16.6% berasal dari mutasi iradiasi sinar gamma dan 377 tertinggi 13.3% berasal dari mutasi EMS. Berdasarkan jumlah tanaman yang tahan, SGN-PV2.11 diperoleh tanaman yang tahan lebih banyak dibandingkan dengan genotip 642 dan 377. Ketahanan plantlet di dalam kultur in vitro berbeda dengan ketahanan tanaman di lapangan. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam kultur in vitro. Plantlet dalam kondisi optimum dengan adanya nutrisi yang lengkap dan terus menerus tersedia, lingkungan yang sesuai dan terkontrol. Kondisi di lapangan sebaliknya, nutrisi tidak terus menerus ada dan lingkungan dapat berubah setiap saat termasuk adanya serangan patogen lain yang tiba-tiba (Amusa & Odunbaku 2007). Tabel 21 Respon tanaman varian dan silangan yang telah diuji secara in vitro terhadap infeksi Erwinia carotovora subsp. carotovora di lapangan KLon Kontrol SGN-PV2.11 642 377 Populasi iradiasi SGN-PV2.11 642 377 Populasi EMS SGN-PV2.11 642 377
Jumlah bibit hasil uji In vitro Diinokulasi % Hidup
Fenotip Tahan
Fenotip Agak Tahan
13 8 14
7.69 0.00 0.00
0 0 0
1 0 0
62 18 16
17.74 16.60 12.50
4 1 1
7 2 1
19 20 15
5.26 5.00 13.3
1 1 0
2 2 2
Evaluasi Karakter Kualitatif Ketahanan Penyakit pada Varian Potensial Semua varian potensial yang diuji di lapangan terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora tidak ada yang memiliki SKD 0 hingga akhir pengamatan. Varian yang memiliki SKD 1 dan 3 biasanya mampu bertahan hidup hingga lebih dari 10 hsi dan mutan ini terpilih menjadi mutan yang tahan terhadap penyakit busuk lunak.
100
Beberapa uji di antaranya, kandungan peroksidase, adanya isoenzim esterase dan peroksidase maupun kandungan asam salisilat dilakukan pada beberapa sampel varian potensial secara acak. Peroksidase dan esterase merupakan isoenzim yang mudah dideteksi dari berbagai tanaman. Keterlibatan komponen protein dan aktivitas peroksidase pada ketahanan penyakit dan sebagai salah satu enzim pertama yang merespon dan melakukan pertahanan cepat melawan patogen (Aboshosha 2008). Hubungan peroksidase dan esterase terhadap induksi makanisme pertahanan adalah dalam keterlibatannya dalam proses lignifikasi (Boszo et al. 2002; Golubenko et al. 2008). Oleh karena itu pengujian peroksidase dan esterase merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah ada peranan enzim tersebut di dalam pertahanan Phalaenopsis terhadap serangan Erwinia carotovora subsp .carotovora. Tabel 22 Hubungan antara jumlah pita isoenzim peroksidase, esterase dan unit aktivitas enzim (UAE) peroksidase terkadap skor kebusukan daun (SKD) varian tanaman pada engamatan dilakukan 24 jam setelah diinokulasi dengan Erwinia carotovora subsp carotovora. Kode Klon SGN-PV2.11/10E/2.5G/2.3 SGN-PV2.11/ 45E/E5/2.3 SGN-PV2.11/17D/5G/1.7 SGN-PV2.11/63E/2.5G/3.6 SGN-PV2.11/94E/5G/1.5 SGN-PV2.11/109E/5G/2.4 SGN-PV2.11/38E/2.5G/ 4.9 642/14F/15G/2.9 377/22F/E2/1.5 SGN-PV2.11/98E/5G/2.2
UAE Peroxidase (µl/mg) 0.0000403 0.0000348 0.0000325 0.0000147 0.0000468 0.0000940 0.0000650 0.0000205 0.0000369 0.0000083
Σ Pita Isoenzim Peroksidase
Σ Pita Isoenzim Esterase
SKD
1 1 1 1 1 1 1 3 2 0
1 3 2 0 1 2 2 2 2 2
5 0 3 3 3 3 3 1 3 -
Besarnya konsentrasi peroksidase, pada saat setelah terjadi infeksi patogen, dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 22. Satu sampel yang diambil secara acak dan diuji, berdasarkan unit aktivitas enzim, sampel no 10 yang tidak diinokulasi dengan patogen, aktivitasnya paling kecil apabila dibandingkan dengan sembilan sampel yang diinokulasi dengan patogen. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas peroksidase meningkat setelah terjadi serangan penyakit, meskipun tidak dapat dibedakan apakah respon tanaman yang paling tahan yang memiliki aktivitas paling tinggi atau rendah. Tanaman yang memiliki SKD 0 atau 1 relatif lebih rendah
101
aktivitasnya dari pada tanaman yang memiliki SKD lebih dari 1. SKD yang lebih dari 1 biasanya berubah setelah diamati 4 hsi menjadi 7 atau 9 (data tidak ditunjukkan) tetapi tanaman yang menunjukkan SKD 1 biasanya lebih mampu bertahan. Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa pada tanaman yang lebih tahan memang memiliki gen ketahanan yang mengendalikan sifat tahan tersebut selain melibatkan peroksidase itu sendiri. Akan tetapi tanaman yang agak tahan berusaha memberikan perlawanan yang kuat sehingga meningkat aktivitas peroksidasenya. Aktivitas peroksidase diperkuat dengan isoenzim peroksidase yang disajikan dalam bentuk tabel mengenai jumlah pita yang muncul dalam gel pati elektrophoresis.
Pada tanaman yang tidak diinokulasi tidak memunculkan pita
peroksidase sedangkan tanaman yang diinokulasi memunculkan pita paling sedikit satu pita peroksidase. Jumlah pita esterase lebih banyak dari pada pita peroksidase. Tanaman yang memiliki SKD 0 atau 1 memiliki salah satu jenis pita yang jumlahnya lebih banyak dari pada yang lain. Misalnya sampel no 2 yang memiliki SKD 0, memunculkan pita esterase 3 buah sedangkan sampel no 8 dengan SKD 1 memunculkan pita peroksidase yang berjumlah 3 buah yang merupakan jumlah pita terbanyak. Hal ini diduga bahwa masing-masing tanaman memiliki peroksidase yang berbeda-beda jenisnya. Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa tanaman yang tahan dapat ditandai dengan adanya jumlah pita peroksidase atau esterase yang lebih banyak dari pada tanaman yang bersifat rentan atau moderat. Aboshosha (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tanaman bunga matahari yang tahan terhadap Macrophomia phaseolina memunculkan pita isozim peroksidase berjumlah 4 sedangkan tanaman yang peka memunculkan pita 2 buah dan tanaman yang intermediate memunculkan pita 3-4. Hal yang dapat diambil dalam penelitian tersebut adalah bahwa jumlah pita semakin banyak mengindikasikan bahwa tanaman semakin tahan terhadap penyakit. Analisis lain yang dilakukan untuk mempelajari sifat ketahanan pada Phalaenopsis terhadap penyakit busuk lunak adalah asam salisilat. Tanaman yang diserang oleh patogen, menjalankan mekanisme pertahanan secara aktif
yang
membutuhkan sintesis protein yang diatur melalui jalur signal kompleks dan saling berhubungan, terutama melalui jalur asam salisilat, asam jasmonat atau ethylene yang dihasilkan dalam sintesis protein PR (Almagro et al. 2009).
102
Pada pen nelitian ini, analisis kanndungan asam m salisilat yyang dilakuk kan 24 jam seteelah tanamann diinokulassi menunjukkkan bahwa semua s tanam man yang mengandung m asam m salisilat baik tanam man yang ddiinokulasi maupun yaang tidak diinokulasi. d Konnsentrasi assam salisilatt sembilan tanaman yang diinokuulasi tidak adda korelasi den ngan SKD masing-masin m ng tanaman. Tanaman yang y memiliiki SKD 0 atau a 1 pada sam mpel no 2 dan d 8, mennunjukkan kkonsentrasi asam a salisillat yang lebbih rendah dariipada tanam man yang meemiliki SKD D 3 yaitu sam mpel no 5 dan 9 dan baahkan lebih renddah dari tannaman yang g tidak diinnokulasi yaittu sampel nno 10. Hasiil
analisis
salisilat tersebu ut menunjukk kan bahwa asam a salisilatt diduga tidaak terlibat daalam sistim d menghadapi patthogen perttahanan Phaalaenopsis dalam
peenyakit busuusk lunak,
messkipun banyaak penelitiann menyebutkkan bahwa asam a salisilaat biasanya teerinduksi 6 jam m setelah teerinokulasi dan d ditandaii adanya reaksi r hiperssensitif padaa tanaman. Dalam hal ini bukan b berartii pertahanann tanaman diilakukan olehh asam salissilat sendiri
Konsentrasi asam Salisilat (%/g)
tetaapi asam salisilat mengin nduksi pertahhanan tersebut. (Agrios 22005).
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Varrian man setelah 24 jam Gambar 22 Diagram koonsentrasi assam salisilat varian tanam terinnfeksi Erwinnia carotovoora subsp carrotovora. Hasil pengujian p paada akhirnyaa memperoleeh beberapa mutan yangg memiliki kriteeria tahan yaitu y dengaan SKD 1 dan SKD 3 yang seluuruhnya berrjumlah 24 tanaaman. Darii klon SG GN-PV2.11 diperoleh 5 mutan tahan yaaitu SGN-
103
PV2.11/R6/2.5G/1.8 , SGN-PV2.11/98E/5G/3.1, SGN-PV2.11/82E/5G/2.3, SGNPV2.11/99E/5G/6.2 , SGN-PV2.11/45E/E5/2.3. Dari klon 642 diperoleh 2 mutan tahan yaitu 642/15G/14F/2.9, 642/13F/E1/2.4 dan dari klon 377 diperoleh 1 mutan tahan yaitu 377/19F/20G/1.5 (Tabel 23). Tabel 23 Mutan tahan dan agak tahan dari klon SGN-PV2.11, 642 dan 377 hasil validasi dengan uji di lapangan menggunakan patogen Erwinia carotovora subsp. carotovora No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Mutan SGN‐PV2.11/63E/2.5G/3.4 SGN‐PV2.11/R6/2.5G/1.8 SGN‐PV2.11/98E/5G/3.1 SGN‐PV2.11/107E/5G/1.8 SGN‐PV2.11/17D/5G/1.9 SGN‐PV2.11/36C/5G/3.1 SGN‐PV2.11/109E/5G/2.4 SGN‐PV2.11/82E/5G/2.3 SGN‐PV2.11/99E/5G/6.2 SGN‐PV2.11/82/5G/2.3 SGN‐PV2.11/82E/5G/2.3 642/15G/14F/2.9 642/15G/14F/1.9 642/15G/12F/3.4 377/23F/20G/1.8 377/19F/20G/1.5 SGN‐PV2.11/30E/E2/5.5 SGN‐PV2.11/45E/E5/2.3 SGN‐PV2.11/34E/E5/2.6 642/13F/E1/2.4 642/13F/E2/5.4 642/11F//E5/7.6 377/23F/E2/1.9 377/21F/E2/1.4
SKD In Vitro 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 3 1 0 0 0 1 1 3 1 3 3
SKD Akhir 3 1 1 3 3 3 3 1 1 3 3 0 3 3 3 1 3 1 3 1 3 3 3 3
Kategori AT T T AT AT AT AT T T AT AT T AT AT AT T AT T AT T AT AT AT AT
Keterangan : T (tahan), AT (Agak tahan), SKD (Skor Kebusukan Daun). KESIMPULAN 1. Proses pengujian ketahanan tanaman terhadap penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Erwinia carotovora subsp carotovora di lapangan menunjukkan kesamaan dengan pengujian ketahanan secara in vitro. Pola masa inkubasi, laju infeksi dan intensitas penyakit di lapangan terjadi sesuai dengan pola di dalam kultur in vitro.
104
2. Kandungan asam salisilat, peroksidase dan esterase tidak terdapat pada semua tanaman yang tahan. 3. Beberapa mutan diperoleh dari validasi di lapangan antara lain dari klon SGN-PV2.11 sebanyak 14 mutan terdiri atas 5 mutan tahan dan 9 mutan agak tahan, klon 642 sebanyak 6 mutan terdiri atas 2 mutan tahan dan 4 mutan agak tahan, sedang klon 377 sebanyak 4 mutan terdiri atas 1 mutan tahan dan 3 mutan agak tahan. 4. Dari
klon
SGN-PV2.11
diperoleh
5
mutan
tahan
yaitu
SGN-
PV2.11/R6/2.5G/1.8, SGN-PV2.11/98E/5G/3.1, SGN-PV2.11/82E/5G/2.3, SGN-PV2.11/99E/5G/6.2, SGN-PV2.11/45E/E5/2.3. Dari klon 642 diperoleh 2 mutan tahan yaitu 642/15G/14F/2.9, 642/13F/E1/2.4 dan dari klon 377 diperoleh 1 mutan tahan yaitu 377/19F/20G/1.
DAFTAR PUSTAKA Aboshosha SS, Attaalla SI, El-Karomy AE, El-Argawi E. 2008. Protein analysis and peroxidase isoenzymes as molecular markers for resistance and susceptibility of Sun flower to Macrophomia phaseolina. J Agric Biol 10: 28-34. Agrios GN. 2005. Plant Phatology. (fifth edition). Elsevier Academic Press. Amsterdam. Boston. London. New York. San Diego. Singapore. Sydney. Tokyo. p. 414-425. Almagro et al 2009. Class III peroxidases in Plant Defence Reactions. J.Exp Bot 60 (2): 377-390. Amusa NA. Odunbaku OA. 2007. Biological control of bacterial of plants in Nigeria : Prolem and prospects research . J. Agric Biol Sci. 3 (6): 979-982. Bozso Z, Besenyei E, Ott PG, Czelleny A, Klement Z. 2002. Cloning and characterization of peroxidase associated with generalized defence reactions of plants against bacterial patogens. Plant Physiol 46 (3-4): 139-141. Dewi IS, Apriana A, Sisharmini A, Somantri IH. 2007. Evaluasi Ketahanan Tanaman Padi Haploid Ganda Calon Tetua Padi Hibrida terhadap Wereng Batang Coklat dan Hawar Daun Bakteri. J Bul Agron. 35 (1): 15 – 21. Golubenko et al. 2008. Induction of peroxides as a disease resistance response in resistant (Hibiscus trioma) and susceptible (Althen ameriaca) spesies in the family Malvaceae. J Phytoparasitica 35 (4): 401- 413. Hasegawa H, Chatterjee A, Cui Y, Chatterjee AK. 2005. Elevated temperature enhances virulence of Erwinia carotovora subsp carotovora strain EC153 to plants and stimulates production of the quorum sensing signal N-acyl homoserine lactone and extracelluler proteins. Appl Environ Microbiol. 71: 4655-4663. Husni A, Hutami S, Kosmiatin M, Mariska I. 2004. Seleksi in vitro tanaman kedelai untuk meningkatkan sifat toleran kekerangan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 23 (2) : 93-100.
105
Huang HE, Ger MJ, Yip MK, Chen CY, Pandey AK, Feng TY. 2004. A hypersensitive response was induced by virulent bacteria in transgenic tobacco plants overexpressing a plant ferredoxin-like protein (PFLP). Physiol Mol Plant Pathol 64 : 103–110. Lestari EG, Sukmadjaja D, Mariska I. 2006. Perbaikan ketahanan tanaman panili terhadap p[enyakit layu melalui kultur in vitro. Jurnal Litbang Pertanian 25 (4) : 149-153. Nasrun, Nuryani Y. 2007. Penyakit layu bakteri pada nilam dan strategi pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 26 (1) : 9-14. Norman DJ, Henny RJ, Yuen JMF.1997. Disease resistance in twenty in Dieffenbachia cultivars. Hort SCi 32 (4) : 709-710 Rossa Y. 2009. Pemanfaatan variasi somaklonal dan seleksi in vitro dalam perakitan tanaman toleran cekaman abiotik.J Litbang Pertanian 28 (4): 142-148. Sinaga MS. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. h. 134. Sobiczewski P. 2008. Bacterial diseases of plants : Epidemology. diagnostics & control. Zembirbyrte-Agric 95 (3) : 151-157. Toth IK, Bell KS, Holeva,MC, Birch, PRJ. 2003. Patogen profile. Soft rot erwiniae : from genes to genomes. Mol Plant Pathol 4 (1): 17-30. Triphati L, Triphati JN. 2009. Relative susceptibility of banana cultivars to Xanthomonas campestris cv musaceano. Afr J Biotech 8 (2) : 5343-5350. Van der Plank JE. 1963. Plant Diseases: epidemics and control. Academic Press. New York. London. 349p. Yap MN, Barak JD, Charkowski AO. 2004. Genomic diversity of Erwinia carotovora subsp carotovora and its correlation with virulence. Appl Environ Microbiol. 70 : 3013-3023.
PEMBAHASAN UMUM