PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAN INFUSA DAUN KUPU-KUPU (Bauhinia variegata) TERHADAP BAKTERI Streptococcus pyogenes
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
ISTIQAMATUSH SHOLIHAH K 100110184
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015
1
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAN INFUSA DAUN KUPU-KUPU (Bauhinia variegata) TERHADAP BAKTERI Streptococcus pyogenes ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF ETHANOLIC EXTRACT AND INFUSE OF BUTTERFLY LEAVES (Bauhinia variegata) AGAINST Streptococcus pyogenes Istiqamatush Sholihah* dan Ika Trisharyanti D.K. Faculty of Pharmacy , University of Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102 Email* :
[email protected] Abstrak Tanaman kupu-kupu (Bauhinia variegata) merupakan tanaman yang mempunyai berbagai khasiat dan banyak ditanam di Indonesia. Daun kupu-kupu digunakan oleh masyarakat Sumba Barat Nusa Tenggara Timur sebagai obat bisul. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan infusa daun kupu-kupu terhadap Streptococcus pyogenes dan mengetahui golongan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri. Daun kupu-kupu diekstraksi dengan cara maserasi dan infundasi dengan pelarut etanol 96% dan akuades. Metode uji aktivitas antibakteri digunakan metode disc difusson Kirby Bauer. Analisis golongan senyawa yang terdapat dalam daun kupu-kupu dilakukan dengan cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan uji tabung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan infusa daun kupu-kupu tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pyogenes. Hasil KLT dan uji tabung menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kupu-kupu mengandung tanin, saponin, terpenoid, dan alkaloid. Sedangkan infusa daun kupu-kupu terdapat saponin dan alkaloid. Kata kunci: Bauhinia variegata, antibakteri, Streptococcus pyogenes, maserasi, infundasi. Abstract Bauhinia variegata is a plant that has many virtues and widely grown in Indonesia. Bauhinia vaiegata leaves are used by the public West Sumba East Nusa Tenggara as ulcer drug. The purpose of this study was to determine the antibacterial ethanol extract activity and the infuse of Bauhinia variegata leaves against Streptococcus pyogenes and to determine the classes of compounds that have antibacterial activity. Bauhinia variegata leaves was extracted by maceration and infundation with 96% ethanol and distilled water. The test method of antibacterial activity was disc difusson Kirby Bauer methods. The Analysis of the compounds which are contained in the Bauhinia variegata leaves was done by TLC (Thin Layer Chromatography) and testing with tubes. The results showed that ethanol extract and infuse of Bauhinia Variegata leaves has no antibacterial activity against Streptococcus pyogenes. TLC results and testing with tubes showed that the ethanol extract of Bauhinia variegata leaves contains tannins, saponins, terpenoids, and alkaloids. While, the infuse of Bauhinia variegata leaves contains saponins and alkaloids. Keywords: Bauhinia variegata, antibacterial, Streptococcus pyogenes, maceration, infundation.
1
PENDAHULUAN Infeksi merupakan keadaan masuknya mikroorganisme kedalam jaringan tubuh, berkembang biak dan menimbulkan penyakit (Hartati, 2012). Mikroorganisme penyebab infeksi yaitu jamur, bakteri, dan ganggang yang masuk ke dalam saluran pernafasan, membran mukosa, dan saluran pencernaan (Pratiwi, 2008). Salah satu contoh bakteri penyebab infeksi adalah Streptococcus pyogenes (Jawetz et al., 1991). Streptococcus pyogenes merupakan kelompok besar bakteri yang dapat menyebabkan infeksi lokal dan sistemik (Mardiastuti et al., 2007). Infeksi lokal yang sering terjadi adalah faringitis. Pada anak-anak faringitis dapat meluas ke bagian telinga tengah, mastoid, dan selaput otak. Apabila terjadi peradangan yang paling hebat, jaringan dapat rusak dan membentuk abses. Abses merupakan kumpulan nanah yang terlokalisir akibat dari organisme patogenik (Marison, 2004). Streptococcus pyogenes dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh seperti faring dan kulit. Infeksi pada faring dapat menyebabkan terjadinya abses, sedangkan infeksi pada kulit dapat menyebabkan terjadinya impetigo (Jawetz et al., 1991). Obat lini pertama pengobatan infeksi Streptococcus pyogenes yaitu penisilin. Namun saat ini Streptococcus pyogenes telah mengalami resistensi terhadap penisilin. Tahun 2001 di negara Taiwan ditemukan kasus resistensi bakteri Streptococcus pyogenes terhadap penisilin cukup tinggi sebesar 78%. Banyaknya angka resistensi terhadap obat antibakteri sintetik menjadikan pemanfaatan tanaman sebagai agen antibiotik baru perlu dilakukan. Kelebihan pemanfaatan tanaman sebagai obat yaitu memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat sintetik (Joshi dan Edington, 1990 dalam Joshi et al., 2009). Tanaman kupu-kupu (Bauhinia variegata) banyak ditanam di Indonesia sebagai tanaman hias. Manfaat penggunaan tanaman kupu-kupu belum banyak yang mengetahui, kecuali daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah memanfaatkan sebagai obat. Sejak lama Negara India telah menggunakan tanaman kupu-kupu sebagai obat (Dhale, 2011). Sehingga penelitian perlu dilakukan untuk memastikan khasiat tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhale (2011), pelarut etanol merupakan pelarut yang dapat menarik lebih banyak senyawa metabolit sekunder daun maupun kulit batang tanaman kupu-kupu. Penggunaan pelarut air ditujukan sebagai pembuktian penggunaan di masyarakat. Aktivitas antibakteri ditunjukkan oleh penelitian Mali et al., (2008), bahwa batang tumbuhan kupu-kupu mampu membunuh Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Aspergillus niger, dan Candida albicans, dengan zona hambat yang dihasilkan terhadap bakteri Staphylococcus 2
aureus yaitu 20,4 mm pada konsentrasi 20 mg/mL. Dhale (2011) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kupu-kupu pada bakteri Staphylococcus aureus juga menunjukkan aktivitas antibakteri dengan zona hambat yang dihasilkan 15 mm pada konsentrasi 20 mg/mL. Berdasarkan uraian tersebut, penellitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan infusa daun kupu-kupu terhadap bakteri Streptococcus pyogenes.
METODE DAN PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu oven (Memmert), autoklaf (My Life), alat– alat gelas (Iwaki Pyrex), neraca analitik (Precisa), Laminar Air Flow (Astari Niagara), rotary evaporator (Heidolph), mikroskop (Olympus), waterbath (Memmert), vortex (Thermolyne corporation), shaker inkubation (New Brunswick Scientific) lampu UV 254 nm dan UV 365 nm. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun kupu-kupu (Bauhinia variegata) yang diperoleh dari daerah Surakarta, etanol 96% (mitra medika) dan akuades, bakteri Streptococcus pyogenes yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, media Mueller Hinton (MH) (Oxoid), media agar darah, media brain heart infusion (Oxoid), larutan NaCl 0,9%, cat Gram A, cat Gram B, cat Gram C, cat Gram D, standar Mc. Farland (1,5x108 CFU/mL), DMSO, fase gerak heksan:etil asetat (6:4) v/v, dan pereaksi semprot FeCl3, Dragendrof, Liebermann-Burchard (LB). Jalannya penelitian Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pengambilan Bahan Daun kupu-kupu diambil dari tanaman kupu-kupu yang berasal dari daerah Surakarta sebanyak 1 kg. Daun yang sudah dikumpulkan dicuci kemudian dianginanginkan hingga kering. Daun dihaluskan hingga menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian dilakukan ekstraksi.
3
Ekstraksi daun kupu-kupu Ekstraksi daun kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu maserasi dengan pelarut etanol (96%) dan infundasi dengan pelarut air. Metode maserasi dengan cara merendam daun kupu-kupu kering 666,67 gram dengan 5 liter etanol 96%. Perendaman dilakukan selama 3-5 hari dan dilakukan pengadukan beberapa kali. Hasil ekstraksi disaring dan dilakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator untuk memisahkan maserat ekstrak dan pelarutnya. Kemudian maserat dipekatkan di atas waterbath. Metode infundasi dilakukan dengan cara 50 g daun kupu-kupu kering direbus dengan 500 mL akuades. Perebusan dilakukan pada suhu 90ºC selama 15 menit, dengan cara meletakkan rebusan diatas air yang sudah mendidih. Uji Mikrobiologi a.
Sterilisasi Alat Pengujian antibakteri menggunakan alat-alat yang telah bebas dari bakteri. Alat-
alat gelas yang telah dicuci dan dikeringkan, dibungkus dengan kertas. Kemudian disterilisasi dengan menggunakan oven pada suhu 171ºC selama 2 jam. Alat-alat yang tidak tahan pemanasan kering seperti blue tips, yellow tips, ependrof disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. b.
Pembuatan media agar Pembuatan media agar dilakukan dengan melarutkan 9,5 gram media padat
Mueller Hinton (MH) dengan 250 mL akuades steril dengan bantuan pemanasan. Media MH yang sudah lebih encer disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. Media yang telah steril kemudian ditempatkan pada cawan petri masing-masing sebanyak 15 mL dan didiamkan pada suhu kamar hingga memadat. Media BHI dibuat dengan melarutkan 13 gram serbuk BHI dalam akuades 250 mL, dimasukkan dalam Erlenmeyer kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. c.
Pembuatan persediaan bakteri Koloni bakteri Streptococcus pyogenes diambil dengan ose steril kemudian
dioleskan pada media agar MH dengan metode streak plate. Kemudian dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Bakteri yang telah berkembang biak kemudian disimpan pada suhu 4ºC untuk digunakan sebagai stok bakteri. d.
Pembuatan suspensi bakteri Bakteri diambil dari stok bakteri (3-5 koloni) menggunakan ose steril, kemudian
disuspensikan pada 5 mL media BHI, diinkubasi pada suhu 37ºC selama 2-6 jam. Suspensi diambil 200 µL dan diencerkan dengan salin steril sehingga mempunyai kekeruhan yang 4
sama dengan standar Mc Farland 1,5x108 CFU/mL. Suspensi pada konsentrasi terakhir digunakan untuk pengujian. e.
Pewarnaan bakteri Stok bakteri diambil dan diratakan pada object glass yang telah dibebaslemakkan.
Pembebaslemakkan dilakukan dengan memanaskan object glass di atas nyala bunsen hingga kering, kemudian diteteskan formalin 1%, ditunggu 5 menit, dikeringkan dan preparat siap untuk dicat. Preparat digenangi cat Gram A selama 1-3 menit kemudian cat dibuang tanpa pencucian dengan air. Preparat kemudian ditetesi dengan cat Gram B selama 0,5-1 menit. Cat dicuci dengan air. Preparat digenangi cat Gram C sampai warna cat dilunturkan. Selanjutnya preparat digenangi cat Gram D selama 1-2 menit kemudian dicuci dan dikeringkan pada suhu kamar. Preparat diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. f.
Uji Biokimiawi (Uji Hemolisis) Uji biokimiawi yang dilakukan yaitu uji hemolisis bakteri terhadap sel darah.
Bakteri diambil dari biakan kemudian digoreskan pada media agar darah yang diletakkan dalam petri. Hasil goresan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. g.
Pengujian aktivitas antibakteri Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode disc diffusion.
Media MH diinokulasi bakteri Streptococcus pyogenes terlebih dahulu dengan konsentrasi 1,5x108 CFU/mL sebanyak 200 µL. Kemudian kertas disk diisi dengan seri konsentrasi ekstrak daun kupu-kupu sebanyak 10 µL dan kontrol negatif juga sebanyak 10 µL. Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO dan kontrol positif menggunakan disk antibiotik eritromisin. Konsentrasi ekstrak etanol daun kupu-kupu yaitu 32%, 16%, 8% dan 4% sehingga masing-masing mengandung 3200 µg, 1600 µg, 800 µg, dan 400 µg ekstrak. Sedangkan seri konsentrasi infusa daun kupu-kupu yaitu 8%, 4%, 2% dan 1% sehingga masing-masing mengandung 800 µg, 400 µg, 200 µg, dan 100 µg ekstrak. Pembuatan seri konsentrasi ekstrak etanol daun kupu-kupu 32% dilakukan dengan cara mengambil ekstrak dan infusa daun kupu-kupu sebanyak 320 mg ditambah dengan pelarut DMSO 1 mL. Seri konsentrasi 16%, 8% dan 4% dibuat dengan cara menimbang 160 mg, 80 mg, dan 40 mg ekstrak kemudian ditambahkan pelarut DMSO hingga 1 mL. Pembuatan seri konsentrasi infusa daun kupu-kupu dengan mengambil 800 µL, 400 µL, 200 µL, dan 100 µL yang kemudian ditambahkan DMSO hingga 1 mL. Petri yang telah berisi ekstrak dan kontrol diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam dan diukur diameter zona hambatnya. 5
Uji KLT dan Uji Tabung Ekstrak etanol dilarutkan dengan etanol. Larutan ekstrak etanol sebanyak 3 µL ditotolkan pada fase diam silika GF 254 kemudian dielusi dengan fase gerak hasil optimasi. Fase gerak yang digunakan yaitu heksan:etil asetat (6:4). Hasil kromatogram diamati pada UV 254 nm dan UV 366 nm. Bercak dideteksi dengan pereaksi semprot FeCl3, Dragendrof, Liebermann Burchard (LB). Uji tabung dilakukan untuk mendeteksi senyawa alkaloid, saponin, tanin, terpenoid, dan steroid.
HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman sehingga menghindari kesalahan penggunaan tanaman. Determinasi dilakukan di Laboratorium
Biologi
Fakultas
Keguruan
dan
ilmu
Pendidikan
Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Ciri-ciri tanaman hasil determinasi dicocokan dengan buku acuan “flora”. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan spesies Bauhinia variegata. Ekstraksi Maserasi merupakan cara yang sesuai untuk menyari bahan obat yang sudah halus. Pelarut yang digunakan untuk merendam akan meresap dan melenturkan susunan sel tanaman sehingga zat-zat akan mudah larut dan ikut terlarut (Ansel,1989). Infusa yang bukan bahan berkhasiat keras dibuat dengan 10% simplisia (Depkes RI, 1979). Ekstrak kental etanol yang didapatkan dari satu kali maserasi daun kupu-kupu sebanyak 666,67 gram didapatkan sebanyak 34,62 gram. Rendemen yang didapatkan yaitu 5,19%. Hasil satu kali infundasi daun kupu-kupu didapatkan kurang lebih 450 mL larutan infus. Identifikasi Bakteri 1.
Pewarnaan Bakteri Streptococcus pyogenes merupakan bakteri Gram positif golongan A yang
termasuk dalam streptococcus beta hemolitik (Jawetz et al., 1991). Bakteri ini berbentuk kokus dengan rantai yang khas (biasanya ≥ 8 kokus). Kokus yang terbentuk agak memanjang pada arah sumbu rantainya (Syahrurachman et al., 1994). Bakteri Gram positif berwarna ungu setelah dilakukan pewarnaan bakteri. Warna ungu yang dihasilkan karena bakteri Gram positif dapat mengikat cat Gram A (crystal violet) (Capuccino & Sherman, 2013). Hasil pewarnaan bakteri didapatkan bakteri berbentuk bulat (kokus) berwarna ungu 6
dengan susunan sel bergerombol membentuk rantai. Hasil yang didapatkan dari pewarnaan bakteri Streptococcus pyogenes sesuai dengan teori. 2.
Uji Biokimiawi (uji hemolisis) Identifikasi bakteri Streptococcus pyogenes menggunakan media agar darah.
Deteksi ini untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam melisiskan sel darah merah. Goresan bakteri pada agar darah yang telah diinkubasi selama 18-24 jam akan terbentuk koloni kecil keabu-abuan, berbentuk bulat dengan bagian pinggir rata dan pada permukaan media koloni nampak sebagai setitik cairan (Syahrurachman et al., 1994). Berdasarkan hasil yang didapatkan pada agar darah didapatkan koloni berwarna abu-abu kehijauan dengan adanya zona bening disekitar koloni pertumbuhan bakteri. Hasil tersebut menunjukkan bahwa uji biokimiawi bakteri Streptococcus pyogenes sesuai dengan teori. Uji Aktivitas Antibakteri Uji ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri daun kupu-kupu dengan cara ekstraksi yang berbeda. Uji ini menggunakan metode disc diffusion Kirby Bauer menggunakan kertas disk yang berdiameter 6 mm. Hasil yang diamati dalam penelitian ini yaitu dengan mengukur diameter zona hambat yang ditandai dengan adanya zona bening disekitar kertas disk yang berisikan seri konsentrasi ekstrak etanol maupun infusa daun kupu-kupu. Media yang digunakan dalam penelitian ini yaitu MH yang dipadatkan dalam petri. Konsentrasi yang digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri yaitu 32%, 16%, 8%, dan 4% untuk ekstrak etanol daun kupu-kupu, sedangkan infusa daun kupu-kupu digunakan konsentrasi 8%, 4%, 2%, dan 1%. Kontrol negatif menggunakan kertas disk kosong yang diberi palarut DMSO 10 µL, sedangkan kontrol positif digunakan disk antibiotik eritromisin 15 µg. Hasil uji antibakteri ekstrak etanol dan infusa daun kupu-kupu disajikan dalam tabel 1. Perlakuan perbedaan konsentrasi ekstrak disetiap disk memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas antibakteri. Biasanya semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Namun hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan infusa daun kupu-kupu menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang kecil terhadap bakteri Streptococcus pyogenes. Zona hambat yang terbentuk sangat kecil yaitu 7 mm dan bahkan tidak menghambat. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol terbentuk zona hambat 7 mm pada konsentrasi 4%, sedangkan infusa daun kupu-kupu terbentuk zona hambat pada konsentrasi 2% dan 1%. Hal ini 7
disebabkan karena golongan senyawa yang berperan aktif terhadap aktivitas antibakteri tidak tersari dengan baik pada ekstrak tersebut. Menurut penelitian Rashid et al. (2014) ekstrak etanol daun kupu-kupu menunjukkan adanya zona hambat sebesar 12 mm pada konsentrasi 32% dan 13 mm pada konsentrasi 64% terhadap bakteri Streptococcus pyogenes. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ekstrak etanol daun kupu-kupu aktivitas antibakteri lebih baik dibandingkan dengan pelarut ekstraksi yang lain (Dhale, 2011).
Tabel 1. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan infusa daun kupu-kupu terhadap Streptococcus pyogenes Diameter zona hambat Sampel Konsentrasi Keterangan (mm) 3200 µg 6 1600 µg 6 Ekstrak etanol daun kupu-kupu 800 µg 6 400 µg 6,33 Radikal DMSO 10 µL 6 Eritromisin 15 µg 21,17 Radikal 800 µg 6 400 µg 6 Infusa daun kupukupu 200 µg 6,33 Radikal 100 µg 6,33 Radikal DMSO 10 µL 6 Eritromisin 15 µg 21,33 Radikal
Perbedaan hasil uji dengan penelitian sebelumnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kandungan kimia daun kupu-kupu yang bertanggungjawab terhadap aktivitas antibakteri tidak tersari dengan sempurna karena proses ekstraksi yang dilakukan kurang sempurna, perbedaan tempat tumbuh tanaman seperti mineral tanah, pH tanah yang berbeda yang menyebabkan perbedaan. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini diambil di daerah Surakarta sedangkan penelitian Dhale (2011) dari India sedangkan Rashid et al. (2014) dari Irak. Analisis Kromatografi Lapis Tipis dan Uji Tabung Analisis kromatografi lapis tipis dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa yang ada dalam ekstrak etanol daun kupu-kupu. Konsentrasi yang digunakan untuk uji KLT sebesar 8% ekstrak. Fase diam yang digunakan yaitu silika Gel GF254. Fase gerak yang digunakan yaitu heksan:etil asetat (6:4) yang dapat memisahkan senyawa dengan hasil yang baik. Identifikasi alkaloid dapat dilakukan dengan pereaksi semprot Dragendroff yang akan menunjukkan bercak warna cokelat atau jingga (Wagner dan Bladt, 1996). Alkaloid 8
akan menimbulkan fluoresensi ungu pada UV 366 nm sebelum disemprot. FeCl3 dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa tanin, penglihatan visual menunjukkan warna biru, biru kehitaman, hijau, dan hitam (Farnsworth, 1966). Hasil uji ekstrak etanol daun kupu-kupu menggunakan pereaksi Dragendroff menunjukkan bercak berwarna cokelat pada hRf 39 mm. Hal ini mengindikasikan terdapat senyawa alkaloid dalam daun kupu-kupu. Hasil uji lain dilakukan dengan menggunakan pereaksi FeCl3 ada bercak warna hijau pada hRf 47 mm. Bercak tersebut menandakan adanya senyawa tanin. Pereaksi LB digunakan untuk mengetahui steroid dan triterpen pada UV 366 nm (Wagner dan Bladt, 1996). Hasil uji dengan pereaksi LB menunjukkan bercak berwarna abu-abu pada sinar tampak dan pada UV 366 berwarna ungu. Hal ini tidak menunjukkan adanya steroid dan triterpen. Bercak selain senyawa yang teridentifikasi diperkirakan merupakan klorofil yang ikut tersari dalam ekstrak etanol daun kupu-kupu. Menurut Voight (1971) ekstraksi menggunakan etanol akan turut terekstraksi harsa, balsam dan klorofil, sedikit asam organik, garam anorganik, dan senyawa jenis gula.
Tabel 2. Hasil analisis KLT ekstrak etanol daun kupu-kupu menggunakan fase gerak heksan:etil asetat (6:4) dan fase diam silika gel GF254 Sebelum disemprot Setelah disemprot Dragen Dragen FeCl3 LB LB -drof-drof Sinar UV UV No hRf Senyawa UV sinar sinar H2SO4 sinar tam254 366 366 tamtamtampak nm nm sinar nm pak pak pak tampak 1 0 C C A A U C C C 2 8 H A A 3 10 H A A 4 19 K A 5 23 K H 6 27 H H 7 34 A A A U C C AH Alkaloid 8 36 A 9 39 A H A U C H C 10 43 A H A U 11 47 AC U H Tanin Keterangan: LB = Liebermann-Burchard U = Ungu C = Coklat H = hijau A = Abu-abu AH = Abu-abu kehitaman K = kuning AC = Abu-abu kecoklatan
Uji golongan senyawa daun kupu-kupu juga dilakukan dengan uji tabung. Hasil uji ekstrak etanol daun kupu-kupu menunjukkan adanya saponin, terlihat adanya gelembung pada permukaan larutan yang stabil selama 10 menit. Terpenoid juga terdapat dalam daun kupu-kupu, terlihat adanya perubahan warna merah pada larutan ekstrak 9
setelah ditambahkan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat. Uji tabung senyawa tanin menggunakan FeCl3 menunjukkan perubahan warna larutan
menjadi hitam, hal ini
menandakan adanya senyawa tanin. Uji senyawa alkaloid menggunakan pereaksi Mayer terlihat adanya endapan hitam pada dasar tabung menunjukkan negatif alkaloid. Hasil uji infusa daun kupu-kupu menunjukkan adanya senyawa saponin, ditunjukkan adanya gelembung pada permukaan tabung. Uji positif senyawa alkaloid menggunakan pereaksi Mayer ditunjukkan adanya endapan putih dalan larutan, namun hasil uji penelitian ini tidak menunjukkan adanya endapan putih. Uji senyawa tanin menggunakan reagen FeCl3 menunjukkan perubahan warna larutan menjadi hijau keruh, hal ini tidak menunjukkan adanya senyawa tanin dalam infusa daun kupu-kupu. Pengujian senyawa terpenoid dan steroid yang menggunakan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat juga tidak menunjukkan hasil positif, terlihat tidak terjadinya warna biru yang menunjukkan steroid dan warna merah yang menunjukkan terpenoid. Ekstrak etanol daun kupu-kupu yang diambil dari India mengandung senyawa golongan alkaloid, glikosida, fenolik, tanin, lignin dan saponin (Dhale, 2011). Penelitian lain daun kupu-kupu mengandung metabolit sekunder antrakuinon, terpenoid, fenolik, flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan gikosida jantung (Mishra, 2013). Daun kupu-kupu yang diambil dari Bagdad, Irak mengandung senyawa metabolit sekundernya yaitu fenol, terpenoid, alkaloid, dan flavonoid (Rashid, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol daun kupu-kupu mengandung tanin, saponin, dan terpenoid, sedangkan infusa daun kupu-kupu mengandung senyawa saponin. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya karena senyawa yang ada dalam daun kupu-kupu belum tersari dengan sempurna karena proses ekstraksi kurang maksimal dan juga perbedaan tempat tumbuh tanaman serta keadaan lingkungan seperti suhu, pH tanah, kandungan mineral tanah.
KESIMPULAN 1.
Ekstrak etanol dan infusa daun kupu-kupu tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pyogenes.
2.
Senyawa yang teridentifikasi dalam ekstrak etanol daun kupu-kupu adalah tanin, saponin, dan terpenoid sedangkan infusa daun kupu-kupu mengandung saponin.
10
SARAN 1.
Perlu dilakukan ekstraksi dengan pelarut yang lain dan dilakukan uji aktivitas antibakteri menggunakan spesies bakteri selain Streptococcus pyogenes.
2.
Perlu dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan senyawa yang spesifik dan potensial sebagai antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA Ansel, H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, 608-609, Jakarta, UI press. Cappucino, J. G. & Sherman, N., 2013, Manual Laboratorium Mikrobiologi, editor Miftahurrahmah, N., diterjemahkan oleh Manurung, J. & Vindhayanti, H., 74, 104, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, 12, Jakarta, BPOM Depkes RI. Dhale, D. A., 2011, Phytochemical screening and antimicrobial activity of Bauhinia variegata Linn., Journal of Ecobiotechnology, 3(9), 04-07. Farnsworth, N.R., 1966, Review Article Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal Of Pharmaceutical Sciences, 55(3): 225-268. Hartati, A. S., 2012, Dasar-dasar Mikrobiologi Kesehatan, 139, Yogyakarta, Nuha Medika. Jawetz, E., Melnick, J. L. & Adelberg, E. A., 1991, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, 248-249, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC. Joshi, B., Lekhak, S., & Sharma, A., 2009, Antibacterial Property of Different Medical Plant: Ocimum sanctum, Cinnamomum zeylanicum, Xanthoxylum armatum, and Origanum majorana, Kathmandu University Journal of Science, 5(1), 143150. Mardiastuti, H.W., Kurniawati, A., Kiranasari, A., Ikaningsih, & Kadarsih, R., 2007, Emerging Resistance Phatogen : Situasi Terkini di Asia, Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah, dan Indonesia, Depertemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 57(3), 75-79. Marison, M. J., 2004, Seri Pedoman Praktis Manajemen Luka, 237, Jakarta, EGC. Mali, R., G., Mahjan, S. G., & Mehta, A. A., 2008, Evaluation of Bauhinia variegata Linn stem bark for anthelmintic and antimicrobial properties, Journal of Natural Remidies, 8, 39 – 43. Mishra, A., Sharma, A. K., & Kumar, S., 2013, Bauhinia Variegata Leaf Extracts Exhibit Considerable Antibacterial, Antioxidant, and Anticancer Activities, BioMed Research International. 11
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 188-189, Jakarta, Airlangga. Rashid, K. I., Ahmed, S.J., & Mahmood-Muktar, Z.F., 2014, Study the Antibacterial Activity of Bauhinia variegata Linn. plant Leaf Extracts Against Some Species of Pathogenic Bacteria, Journal of Al-Nahrain University, 17 (1), 55559. Syahrurachman, S., Chatim, A., Kurniawati, A., Santoso, A. U. S., Harun, B. M. H., et al, 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi, 112-119, Jakarta, Binarupa Aksara. Voight, R., 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 562, Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Wagner, H., & Bladt, S., 1996, Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas, Second edition, Germany, Springer.
12