PENGOPTIMUMAN MATRIKS POTENSIAL INTERAKSI PASANGAN PADA ISOTOP Sn MENGGUNAKAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
MIKO SAPUTRA
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Pasangan pada Isotop Sn Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Miko Saputra NIM G74090008
ABSTRAK MIKO SAPUTRA. Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Pasangan pada Isotop Sn Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization. Dibimbing oleh TONY IBNU SUMARYADA. Perhitungan energi interaksi total isotop Sn secara teori memiliki perbedaan dengan hasil eksperimen. Matriks potensial interaksi pasangan merupakan salah satu faktor penyebab perbedaan tersebut. Penelitian ini bertujuan memperoleh elemen-elemen matriks potensial interaksi pasangan menggunakan algoritma Particle Swarm Optimization. Dilakukan tiga jenis pengoptimuman dengan masing-masing variabel penentu hasil adalah 1, 3 dan 5 neutron. Ketiga jenis pengoptimuman dapat menghasilkan energi interaksi total yang lebih baik dari perhitungan sebelumnya. Matriks hasil pengoptimuman mempengaruhi pola pairing gap pada level-level energi dalam inti isotop Sn. Peningkatan jumlah variabel penentu perlu dilakukan untuk menghasilkan matriks potensial interaksi pasangan yang dapat menghasilkan perhitungan lebih baik untuk jumlah isotop yang lebih banyak. Kata kunci: inti, neutron, pairing gap, pengoptimuman, swarm
ABSTRACT MIKO SAPUTRA. Optimization of Pairing Interaction Potential Matrix in Sn Isotopes Using Particle Swarm Optimization Algorithm. Supervised by TONY IBNU SUMARYADA. Calculation of total interaction energy of Sn isotopes theoretically have differences with experimental results. Pairing interaction potential matrix is one of the factors causing these differences. This study aimed to obtain the matrix elements of the pairing interaction potential using Particle Swarm Optimization Algorithm. Three types of optimization with each outcome variable determinant is 1, 3 and 5 neutrons has been performed. Those three types of optimization can result in total interaction energy better than previous calculations. Matrices produced by optimization affect the pattern of pairing gap on energy levels in the nucleus of the isotope Sn. It is necessary to produce pairing interaction potential matrices by increasing number of outcome determinant variables which could potentially result in a better calculation for more number of isotopes. Keywords: neutron, nuclear, optimization, pairing gap, swarm
PENGOPTIMUMAN MATRIKS POTENSIAL INTERAKSI PASANGAN PADA ISOTOP Sn MENGGUNAKAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
MIKO SAPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Nama NIM
: Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Pasangan pada Isotop Sn Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization : Miko Saputra : G74090008
Disetujui oleh
Dr Tony Ibnu Sumaryada Pembimbing Utama
Diketahui oleh
Dr Akhiruddin Maddu Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah struktur nuklir, dengan judul Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Pasangan pada Isotop Sn Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Tony Ibnu Sumaryada yang telah membimbing penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Heriyanto Syafutra, MSi yang telah banyak memberikan saran dan bantuan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen Departemen Fisika IPB yang telah memperkenalkan penulis dengan cara berfikir ilmiah serta wawasan keilmuan sains yang begitu luas. Terima kasih pula untuk seluruh staf Departemen Fisika IPB yang telah membantu kelancaran seluruh proses akademik penulis. Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada ayahanda, ibunda dan ketiga adik penulis, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih untuk rekan-rekan seperjuangan di Departemen Fisika, terutama kepada temanteman angkatan 46. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada segenap keluarga besar Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM) Bogor terutama temanteman angkatan 46, yang telah menjadi keluarga baru penulis selama menuntut ilmu di perantauan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan semakin memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2014 Miko Saputra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Isotop Sn
2
Fenomena Pasangan di dalam Inti
3
Teori BCS
3
Algoritma PSO
4
METODE
5
Studi Pustaka
5
Pembuatan Program Perhitungan Teori BCS
5
Pembuatan Program Pengoptimuman PSO
5
Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Pasangan
6
Peralatan Penelitian
6
Prosedur Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Hasil Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi
7
Energi Interaksi Total, Pairing Gap dan Potensial Kimia
8
Pemrosesan Algoritma PSO SIMPULAN DAN SARAN
12 13
Simpulan
13
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL Tabel 1 Energi interaksi total masing-masing pengoptimuman dan tanpa pengoptimuman (MeV) Tabel 2 Selisih multak energi interaksi total dengan hasil eksperimen (MeV)
8 8
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Selisih mutlak energi interaksi total terhadap hasil eksperimen Gambar 2 Pairing gap dari perhitungan matriks Vkk' terhadap penambahan jumlah neutron Gambar 3 Pairing gap dari perhitungan matriks Vkk'1 terhadap penambahan jumlah neutron Gambar 4 Pairing gap dari perhitungan matriks Vkk'2 terhadap penambahan jumlah neutron Gambar 5 Pairing gap dari perhitungan matriks Vkk'3 terhadap penambahan jumlah neutron Gambar 6 Potensial kimia yang digunakan pada perhitungan BCS Gambar 7 Perubahan nilai beta-squared terhadap peningkatan jumlah iterasi
9 10 10 11 12 12 13
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram Alir PSO Lampiran 2 Diagram Alir Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Lampiran 3 Potensial Kimia Lampiran 4 Nilai Beta-Squared pada setiap iterasi
16 17 18 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Isotop Sn telah lama menjadi topik penelitian struktur inti secara teori dan eksperimen. Hal ini dimungkinkan dengan adanya fenomena perubahan sifat inti ketika jumlah neutron divariasikan dalam rentang yang besar. Perhitungan mikroskopis menggunakan model inti kulit digunakan untuk mengkaji perubahan struktur inti yang diakibatkan perubahan jumlah neutron.1 Perhitungan tersebut dibantu oleh teori yang diusulkan oleh Bardeen, Cooper dan Schrieffer mengenai superfluiditas yang disebabkan oleh fenomena pasangan di dalam inti. Teori ini kemudian dikenal dengan teori Bardeen Cooper Schrieffer (BCS). Salah satu permasalahan yang ditemui dalam penelitian struktur inti adalah perbedaan energi interaksi total dalam inti berdasarkan perhitungan secara teori dengan eksperimen di laboratorium. Perbedaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai macam faktor. Faktor yang menyebabkan ketidakakuratan perhitungan nilai energi interaksi total dalam inti di antaranya adalah pemilihan nilai-nilai parameter yang tidak sesuai.2 Parameter yang sangat mempengaruhi hasil perhitungan adalah potensial interaksi pasangan. Nilai potensial interaksi pasangan antar partikel di dalam inti yang sesungguhnya sangat sulit untuk ditentukan baik secara eksperimen maupun teori. Model-model yang telah diajukan adalah pendekatan yang tidak berlaku secara umum untuk seluruh jenis isotop.2 Matriks potensial interaksi pasangan menampung semua nilai potensial interaksi antar partikel di setiap level energi dalam inti. Nilai-nilai elemen matriks potensial interaksi pasangan dapat dikoreksi dengan serangkaian proses pengoptimuman sehingga tidak terdapat lagi perbedaan nilai energi interaksi total antara hasil eksperimen dan perhitungan teori. Salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk melakukan proses pengoptimuman adalah algoritma Particle Swarm Optimization (PSO). Algoritma ini menggunakan kecerdaan personal dan kelompok dari suatu kawanan untuk memperoleh hasil yang optimum dari suatu permasalahan. Strategi pemecahan masalah dimulai dengan menyusun program untuk menghitung energi interaksi total dalam inti isotop Sn sesuai dengan formulasi yang terdapat pada teori BCS. Strategi berikutnya adalah menyusun program untuk melakukan pengoptimuman dengan algoritma PSO. Program PSO yang disusun harus dapat menghasilkan solusi berupa matriks dengan elemen-elemen yang memuat nilai-nilai potensial interaksi pasangan antar partikel di dalam inti. Program perhitungan BCS diintegrasikan ke dalam program PSO. Selanjutnya, program PSO mencari susunan matriks yang dapat menghasilkan perhitungan energi interaksi total yang lebih mendekati hasil eksperimen. Perumusan Masalah Matriks potensial interaksi pasangan diduga sebagai faktor penyebab terjadinya perbedaan nilai energi interaksi total isotop Sn dari hasil eksperimen
2 dengan hasil perhitungan teori. Oleh karena itu, rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah algoritma PSO dapat digunakan untuk melakukan pengoptimuman matriks potensial interaksi pasangan. 2. Bagaimana susunan elemen-elemen matriks potensial interaksi pasangan yang dihasilkan dari pengoptimuman algoritma PSO. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menemukan matriks potensial interaksi pasangan yang sesuai untuk menghasilkan perhitungan teori BCS yang lebih mendekati hasil eksperimen menggunakan algoritma PSO. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alasan dalam menjelaskan terjadinya fenomena perbedaan nilai energi interaksi total dalam inti dari hasil eksperimen dengan perhitungan teori. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini dapat diadopsi untuk jenis-jenis isotop lainnya. Hipotesis Penelitian 1. Algoritma PSO dapat digunakan untuk melakukan pengoptimuman matriks potensial interaksi pasangan. 2. Susunan elemen-elemen matriks potensial interaksi pasangan dari pengoptimuman algoritma PSO dapat menghasilkan perhitungan energi interaksi total yang lebih mendekati hasil eksperimen dibandingkan dengan perhitungan sebelumnya.
TINJAUAN PUSTAKA Isotop Sn Isotop adalah keadaan nuklida yang memiliki nomor massa yang berbeda dan nomor atom yang sama. Nomor atom merepresentasikan jumlah proton yang terdapat di dalam inti. Nomor massa merepresentasikan jumlah proton dan neutron yang terdapat di dalam inti. Isotop Sn pada keadaan closed shell memiliki 50 proton dan 50 neutron. Nuklida dengan nomor atom 50 bersifat stabil karena merupakan magic number.3 Penambahan jumlah neutron melalui berbagai mekanisme reaksi inti pada nuklida ini akan menghasilkan isotop baru. Isotop baru akan mengalami perubahan struktur dalam inti yang berdampak pada berubahnya energi interaksi partikel di level-level yang berbeda. Perubahan energi interaksi partikel antar level akan berdampak pula pada berubahnya energi interaksi total dalam inti.
3 Fenomena Pasangan di dalam Inti Fenomena pasangan di dalam inti dimungkinkan dengan adanya model inti kulit. Model inti kulit menjelaskan bahwa nukleon-nukleon di dalam inti bergerak dengan energi potensial rata-rata tertentu. Setiap nukleon akan mengalami interaksi dengan nukleon lain pada level energi yang sama atau level energi yang berbeda. Interaksi antar nukleon di dalam inti jauh lebih signifikan dibandingkan dengan interaksi Coulomb yang terjadi jika nukleon-nukleon tersebut bermuatan. Adanya dua neutron atau dua proton yang berada pada level energi yang sama akan menurunkan energi interaksi total. Penurunan energi interaksi total inilah yang diakibatkan oleh fenomena pasangan di dalam inti. 4 Proses terbentuknya pasangan merupakan fenomena kolektif berupa interaksi yang melibatkan banyak partikel dan banyak level energi. Proses pembentukan pasangan mensyaratkan dua partikel berjenis fermion dengan spin tengahan yang mengalami harmonisasi sehingga berperilaku seperti partikel berjenis boson. Pembentukan pasangan di dalam inti terjadi pada sistem yang memiliki kerapatan yang sangat tinggi dan temperatur kritis.4 Fenomena pasangan di dalam inti menyebabkan terbentuknya gejala superfluiditas. Fenomena superfluiditas merupakan kejadian yang menunjukkan keadaan suatu sistem dengan viskositas bernilai nol. Keadaan ini terjadi pada sistem yang melibatkan partikel tidak bernuatan seperti neutron. Fenomena superfluiditas merupakan gejala yang serupa dengan fenomena superkonduktivitas. Fenomena superkonduktivitas melibatkan partikel bermuatan seperti elektron, proton, dan kuark. Teori BCS Bardeen, Cooper, dan Schrieffer mengajukan teori BCS sebagai model perhitungan mikroskopik untuk menjelaskan fenomena superkonduktivitas atau superfluiditas pada tahun 1957. Teori BCS dirumuskan berdasarkan fakta bahwa interaksi antar elektron yang menghasilkan pertukaran fonon semu adalah tarikmenarik ketika perbedaan energi antara level-level elektronik lebih kecil daripada energi fonon. Pembentukan fasa superkonduktor dapat terjadi apabila interaksi antar elektron tersebut lebih dominan dibandingkan dengan interaksi Coulomb.5 Teori BCS diturunkan dengan melakukan serangkaian perhitungan dan modifikasi terhadap persamaan gelombang BCS. Perhitungan dan modifikasi tersebut akan menghasilkan rumusan persamaan pairing gap.5 Teori BCS telah berhasil memverifikasi berbagai data eksprimen dari superkonduktor temperatur rendah.5 Teori BCS diturunkan dari sebuah persamaan energi dalam bentuk Hamiltonian sebagai berikut H=
Vkk' p*k pk'
εk nk + k
dan persamaan energi total dirumuskan
kk'>0
(1)
4 ε0k v2k +
E= BCS H BCS =2
kk'>0
k>0
Vkk' v2k
Vkk' uk vk uk' vk' + k>0
(2) di mana εk adalah energi single-particle, Vkk' adalah potensial interaksi pasangan antara nukleon di level k dengan nukleon di level k’, p*k adalah operator pembentukan pasangan di level k, dan pk' adalah operator pemusnahan partikel di level k’. Hamiltonian pada persamaan (1) digunakan untuk mendapatkan rumusan pairing gap. Serangkaian proses dari normalisasi persamaan BCS, evaluasi harga ekspektasi operator jumlah partikel, penerapan kondisi variasi menggunakan potensial kimia dan energi fermi menghasilkan rumusan occupation number nk =
1 12
εk ε2k +∆2k (3)
dan dari persamaan (3) diperoleh rumusan persamaan pairing gap 1 ∆k' ∆k = Vkk' 2 ' 2 2 k >0 εk' +∆k' (4) Algoritma PSO Algoritma PSO dikembangkan oleh James Kennedy dan Russell Eberhart pada tahun 1995.6 Algoritma PSO merupakan teknik pengoptimuman berbasis stokastik yang diinspirasi dari perilaku sosial sekelompok burung atau serangga. 7 Algoritma PSO menyimulasikan perilaku masing-masing anggota kelompok burung atau serangga yang mencari sumber makanan. Setiap anggota kelompok akan melakukan perpindahan yang dipengaruhi oleh kecerdasaan personal dan kecerdasan kelompok. Apabila ada satu anggota kelompok yang mendapatkan posisi paling mendekati sumber makanan, anggota kelompok yang lain akan terpengaruh untuk mendekati posisi tersebut. Algoritma PSO menggunakan istilah partikel sebagai analogi dari anggota kelompok burung atau serangga di atas. Masing-masing partikel merupakan kandidat yang akan menemukan solusi dari permasalahan. Posisi awal dari masing-masing partikel dibangkitkan secara acak. Setiap partikel akan bergerak dari posisi awal untuk menemukan solusi permasalahan sesuai rumusan Xj i =Xj i-1 +Vj (i) (5) dengan kecepatan masing-masing partikel didefinisikan sebagai Vj i =Vj i-1 +c1 r1 Pbest,j-Xj (i-1) +c2 r2 Gbest -Xj(i-1) (6) di mana Xj i adalah posisi partikel ke-j pada iterasi ke-i, Vj (i) adalah kecepatan partikel ke-j pada iterasi ke-i, c1 adalah learning rates untuk
5 kemampuan individu, c2 adalah learning rates untuk kemampuan sosial, r1 dan r2 adalah bilangan acak antara 0 sampai dengan 1. Pbest,j adalah nilai posisi terbaik dari partikel ke-j sampai iterasi ke-i dan Gbest adalah nilai posisi terbaik untuk semua partikel yang ditemukan sampai iterasi ke-i dengan nilai fungsi tujuan paling minimum.7 Proses pencarian solusi menggunakan algoritma PSO melalui serangkaian tahap yang dapat dilihat pada diagram alir di lampiran 1. 8 Proses pengoptimuman ini menggunakan berat inersia sebagai variabel pengontrol kecepatan partikel. Berat inersia didefinisikan dengan sebagai yang nilainya divariasikan secara linier antara 0.4 sampai dengan 0.9. Nilai meningkat setiap kenaikan jumlah iterasi. Pilihan nilai minimum dan maksimum dari berat inersia ini berdasarkan nilai yang disarankan oleh Yuhui Shi dan Russell Eberhart 9.
METODE Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memahami sifat-sifat dari isotop Sn, fenomena pasangan di dalam inti, teori BCS, dan algoritma PSO. Selain memahami teori-teori tersebut, di dalam tahapan ini juga dilakukan pencarian parameter-parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan energi interaksi total sesuai teori BCS. Pembuatan Program Perhitungan Teori BCS Pembuatan program perhitungan teori BCS dimulai dengan menyusun algoritma sebagai langkah-langkah yang jelas untuk mendapatkan energi interaksi total di dalam inti. Penyusunan algoritma juga melibatkan penebakan parameterparameter yang tidak diperoleh dalam tahapan studi pustaka. Parameter-parameter yang dimaksud adalah nilai pairing gap, occupation number, dan potensial kimia. Nilai-nilai ini selanjutnya akan diuji dalam serangkaian proses iterasi melalui program perhitungan BCS yang dibuat. Program perhitungan teori BCS yang dibuat menggunakan model inti kulit dengan lima single-particle orbits yaitu 1g7/2, 2d5/2, 2d3/2, 3s1/2, dan 1h11/2. Setelah penyusunan algoritma selesai, program BCS dibuat menggunakan bahasa pemprograman MATLAB. Pembuatan Program Pengoptimuman PSO Pembuatan program pengoptimuman PSO memiliki langkah-langkah yang sama dengan pembuatan program perhitungan teori BCS. Langkah pertama adalah menyusun algoritma pengoptimuman PSO. Algoritma disusun dengan mempertimbangkan kandidat solusi berupa matriks sehingga keluaran yang dihasilkan juga berupa matriks. Fungsi yang digunakan dalam pengoptimuman adalah program perhitungan teori BCS. Kriteria pengoptimuman dari fungsi tersebut adalah nilai beta-squared antara energi interaksi total hasil perhitungan
6 program BCS dengan hasil eksperimen. Program PSO akan berhenti melakukan pengoptimuman apabila nilai beta-squared kurang dari 0.000001 atau iterasi mencapai batas maksimum yang ditentukan. Langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan algoritma PSO dalam bahasa pemprograman MATLAB. Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Pasangan Pengoptimuman matriks potensial interaksi pasangan dapat dilakukan setelah program perhitungan teori BCS dan program pengoptimuman PSO berhasil disusun. Program pengoptimuman PSO berperan sebagai program utama. Program perhitungan teori BCS berperan sebagai fungsi dalam program pengoptimuman PSO. Program mulai dijalankan dengan menguji matriks potensial interaksi pasangan yang digunakan oleh peneliti sebelumnya10, yaitu -1.4738 -0.6955 Vkk' = -0.6713 -0.3162 1.3052
-0.6955 -0.8843 -1.0428 -0.4368 1.0027
-0.6713 -1.0428 -0.5160 -0.4503 0.5128
-0.3162 -0.4368 -0.4503 -0.8466 0.3700
1.3052 1.0027 0.5128 0.3700 -1.2305
(7) Matriks di atas diterapkan pada perhitungan program BCS. Program PSO digunakan pada tiga jenis pengoptimuman. Pertama, pengoptimuman dilakukan untuk jumlah neutron 116. Kedua, pengoptimuman dilakukan untuk jumlah neutron 114, 116 dan 118. Ketiga, pengoptimuman dilakukan untuk jumlah neutron 112, 114, 116, 118 dan 120. Elemen-elemen matriks tersebut berubah setiap peningkatan jumlah iterasi program PSO jika nilai beta-squared yang dihasilkan kurang dari nilai pada iterasi sebelumnya. Rumusan beta-squared untuk partikel ke-j adalah β2j =
Ej -E'j
2
E'j
(8) di mana Ej adalah energi interaksi total yang didapatkan partikel ke-j dan E'j adalah energi interaksi total hasil eksperimen9. Rumusan beta-squared untuk hasil pencarian seluruh partikel PSO adalah β2 =
β2j
(9). Program pengoptimuman PSO akan terus mencari sususan elemen-elemen matriks potensial interaksi sampai nilai beta-squared kurang dari 0.000001 atau jumlah iterasi program telah mencapai nilai iterasi maksimum. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kertas, alat tulis serta komputer dengan spesifikasi prosesor Intel Core i5-2450M, RAM 4 GB, dan
7 Sistem Operasi Microsoft Windows 7 Home Premium 64-bit. Komputer tersebut dilengkapi dengan software MATLAB dan Microsoft Office 2007. Prosedur Analisis Data Nilai beta-squared akhir yang dihasilkan dari pengoptimuman PSO jenis pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan nilai beta-squared yang diperoleh dari perhitungan energi interaksi total menggunakan matriks Vkk' pada persamaan (7). Selanjutnya, matriks potensial interaksi, nilai potensial kimia, energi interaksi total dan pairing gap dari matriks pengoptimuman PSO jenis pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan matriks potensial interaksi, nilai potensial kimia, energi interaksi total dan pairing gap dari perhitungan menggunakan matriks Vkk' .
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi Pengoptimuman jenis pertama menggunakan jumlah neutron 116 sebagai variabel yang menentukan hasil pencarian program PSO. Susunan matriks yang dihasilkan dari pengoptimuman ini adalah -0.7062 -0.2497 0.1382 -0.2497 -0.6334 -0.9669 V1kk' = 0.1382 -0.9669 -0.4253 0.1239 0.2395 -0.0593 1.9788 1.8260 1.1575
0.1239 1.9788 0.2395 1.8260 -0.0593 1.1575 -0.9108 1.3181 1.3181 -0.5506
Potensial interaksi terkuat adalah 1.9788 antara level pertama dengan level kelima. Potensial ini bernilai positif yang menunjukkan terjadi interaksi tolakmenolak. Potensial interaksi terlemah adalah 0.0593 antara level ketiga dengan level keempat. Potensial ini bernilai negatif yang menunjukkan terjadi interaksi tarik-menarik. Pengoptimuman jenis kedua menggunakan jumlah neutron 114, 116 dan 118 sebagai variabel yang menentukan hasil pencarian program PSO. Susunan matriks yang dihasilkan dari pengoptimuman ini adalah -1.8513 -0.3296 V2kk' = -0.8788 0.1706 1.9686
-0.3296 -0.8788 -0.9602 -1.9296 -1.9296 -0.5911 -0.8088 0.0056 0.9785 0.0306
0.1706 1.9686 -0.8088 0.9785 0.0056 0.0306 -1.5034 0.0623 0.0623 -1.4620
Potensial interaksi terkuat adalah 1.9686 antara level pertama dengan level kelima. Potensial ini bernilai positif yang menunjukkan terjadi interaksi tolakmenolak. Potensial interaksi terlemah adalah 0.0056 antara level ketiga dengan level keempat. Potensial ini juga bernilai positif yang menunjukkan terjadi interaksi tolak-menolak.
8 Pengoptimuman jenis ketiga menggunakan jumlah neutron 112, 114, 116, 118 dan 120 sebagai variabel yang menentukan hasil pencarian program PSO. Susunan matriks yang dihasilkan dari pengoptimuman ini adalah -1.1646 -0.6485 -0.0839 -0.1576 1.9930 -0.6485 -0.7523 -0.2989 0.4206 1.8379 3 Vkk' = -0.0839 -0.2989 -0.0579 -0.1483 0.8168 -0.1576 0.4206 -0.1483 -0.1227 1.3001 1.9930 1.8379 0.8168 1.3001 -0.6778 Potensial interaksi terkuat adalah 1.9930 antara level pertama dengan level kelima. Potensial ini bernilai positif yang menunjukkan terjadi interaksi tolakmenolak. Potensial interaksi terlemah adalah -0.0579 antara level ketiga dengan level ketiga. Potensial ini bernilai negatif yang menunjukkan terjadi interaksi tarik-menarik. Semua potensial interaksi antara level yang sama bernilai negatif. Hal ini menunjukkan interaksi yang terbentuk antar partikel pada level yang sama cenderung tarik-menarik. Energi Interaksi Total, Pairing Gap dan Potensial Kimia Energi interaksi total dari perhitungan menggunakan matriks Vkk' , V1kk' , V2kk' dan V3kk' masing-masing diberi label C-0, C-1, C-3 dan C-5. Selisih mutlak antara energi C-0, C-1, C-3 dan C-5 dengan hasil eksperimen diberi label E C-0, E C1, E C-3 dan E C-5. Hasil perhitungan energi interaksi total ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Energi interaksi total masing-masing pengoptimuman dan tanpa pengoptimuman (MeV) Isotop 112 114 116 118 120
Energi C-0 Energi C-1 Energi C-3 -120.893717 -138.689488 -140.093223 -155.831573 -157.228394 -157.196636 -172.350176 -173.645064 -188.288068 -
Energi C-5 -122.078357 -139.965930 -157.130063 -173.594541 -189.421565
Energi hasil eksperimen dan selisih mutlak energi C-0, C-1, C-3 dan C-5 dengan hasil eksperimen ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Selisih multak energi interaksi total dengan hasil eksperimen (MeV) Isotop 112 114 116 118 120
Energi Eksperimen -122.065266 -140.107223 -157.216448 -173.487474 -189.080311
E C-0
E C-1
E C-3
E C-5
1.171548595 1.417735031 1.384874649 1.137298137 0.792242777
0.011946 -
0.014000 0.019812 0.157590 -
0.013091 0.141293 0.086385 0.107067 0.341254
9 Selisih energi interaksi total C-1, C-3 dan C-5 dengan hasil eksperimen menunjukkan nilai lebih kecil daripada selisih energi interaksi total C-0. Hal ini menunjukkan nilai energi interaksi total C-1, C-3 dan C-5 memiliki ketetapan yang jauh lebih tinggi terhadap hasil eksperimen dibandingkan energi interaksi total C-0. Perbedaan tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 1. 1.6
Selisih energi (MeV)
1.4 1.2 1 C-0
0.8
C-1
0.6
C-3
0.4
C-5
0.2 0 12
14
16
18
20
Jumlah neutron ditambahkan
Gambar 1 Selisih mutlak energi interaksi total terhadap hasil eksperimen Fenomena pairing dalam isotop Sn mengakibatkan terjadinya pairing gap yang berpengaruh terhadap kestabilan inti. Nilai pairing gap masing-masing level berubah setiap penambahan jumlah neutron. Peningkatan nilai pairing gap menyebabkan penurunan kestabilan inti. Pairing gap masing-masing level energi pada perhitungan menggunakan matriks Vkk' ditunjukkan pada Gambar 2. Nilai pairing gap terbesar pada kelima level energi berada pada isotop 116 dan 118. Isotop ini merupakan pertengahan antara dua isotop stabil yaitu 100 dan 132. Hal ini menunjukkan kestabilan inti isotop Sn berada di pertengahan dua isotop stabil atau isotop yang memiliki magic number. Pairing gap masing-masing level energi pada perhitungan menggunakan matriks V1kk' ditunjukkan pada Gambar 3. Nilai pairing gap terbesar level 1g7/2, 2d5/2 dan 3s1/2 berada pada isotop 120. Nilai pairing gap terbesar level 2d3/2 berada pada isotop 118. Sementara nilai pairing gap terbesar level 1h11/2 berada pada isotop 112. Nilai pairing gap terbesar level 1h11/2 tidak berada di pertengahan dua isotop stabil. Pengoptimuman jenis pertama ini menyebabkan pergeseran kestabilan inti terendah ke isotop 112.
10 2 1.8
Pairing gap (MeV)
1.6 1.4 1.2 1
g 7/2
0.8
d 5/2
0.6
d 3/2
0.4
s 1/2
0.2
h 11/2
0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
Jumlah neutron ditambahkan
Gambar 2 Pairing gap dari perhitungan matriks Vkk' terhadap penambahan jumlah neutron 2.5
Pairing gap (MeV)
2
1.5
g 7/2
1
d 5/2 d 3/2
0.5
s 1/2 h 11/2
0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
Jumlah neutron ditambahkan
Gambar 3 Pairing gap dari perhitungan matriks V1kk' terhadap penambahan jumlah neutron
Pairing gap masing-masing level energi pada perhitungan menggunakan matriks V2kk' ditunjukkan pada Gambar 4. Nilai terbesar pairing gap masingmasing level berada pada isotop yang berbeda-beda. Nilai pairing gap terbesar level 1g7/2 berada pada isotop 118, level 2d5/2 pada isotop 120, level 2d3/2 pada
11 isotop 112, level 3s1/2 pada isotop 116 dan level 1h11/2 pada isotop 114. Pengoptimuman jenis kedua ini menyebabkan pergeseran kestabilan inti terendah dari pertengahan dua isotop stabil pada level 2d5/2, 2d3/2 dan 3s1/2. 3
Pairing gap (MeV)
2.5 2 1.5 g 7/2 d 5/2
1
d 3/2 s 1/2
0.5
h 11/2 0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
Jumlah neutron ditambahkan
Gambar 4 Pairing gap dari perhitungan matriks V2kk' terhadap penambahan jumlah neutron Pairing gap masing-masing level energi pada perhitungan menggunakan matriks V3kk' ditunjukkan pada Gambar 5. Nilai pairing gap terbesar level 1g7/2 dan 2d5/2 berada pada isotop 118. Nilai pairing gap terbesar level 2d3/2 dan 3s1/2 berada pada isotop 120. Sementara nilai pairing gap terbesar level 1h11/2 berada isotop 112. Nilai pairing gap terbesar level 1h11/2 tidak berada di pertengahan dua isotop stabil. Pengoptimuman jenis ketiga ini menyebabkan pergeseran kestabilan inti terendah ke isotop 112. Pengoptimuman jenis pertama, kedua dan ketiga menyebabkan terjadinya pergeseran kestabilan inti terendah dari pertengahan dua isotop stabil atau magic number. Pergeseran ini disebabkan oleh perubahan susunan elemen-elemen matriks potensial interaksi dari Vkk' menjadi V1kk' , V2kk' dan V3kk' . Ketiga jenis pengoptimuman hanya melibatkan jumlah neutron di sekitar pertengahan dua isotop stabil. Sementara matriks hasil pengoptimuman diterapkan pada isotop 100 sampai 132. Potensial kimia yang digunakan pada perhitungan BCS untuk matriks Vkk' , 1 Vkk' , V2kk' dan V3kk' masing-masing diberi label miu0, miu1, miu2 dan miu3. Nilai potensial kimia yang digunakan untuk setiap penambahan jumlah neutron ditunjukkan pada Gambar 6. Penambahan jumlah neutron menunjukkan bahwa potensial kimia yang dibutuhkan semakin meningkat.
12 2.5
Pairing gap (MeV)
2
1.5 g 7/2 1
d 5/2 d 3/2
0.5
s 1/2 h 11/2
0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
Jumlah neutron ditambahkan
Gambar 5 Pairing gap dari perhitungan matriks V3kk' terhadap penambahan jumlah neutron 0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
-2 Potensial kimia (MeV)
miu0 -4
miu1 miu2
-6
miu3
-8
-10 -12
Jumlah neutron ditambahkan
Gambar 6 Potensial kimia yang digunakan pada perhitungan BCS Pemrosesan Algoritma PSO Proses pengoptimuman matriks potensial interaksi menggunakan program PSO menggunakan 10 partikel pencari solusi. Jumlah ini dipilih dengan mempertimbangkan beban perhitungan komputasi. Jumlah partikel pencari yang terlalu sedikit akan membuat proses pencarian solusi menjadi lama. Sementara
13 jumlah partikel pencari yang terlalu banyak dapat menyebabkan beban komputasi yang berat. Hal ini dikarenakan dalam satu proses iterasi harus melakukan terlalu banyak perhitungan. Proses pengoptimuman jenis pertama berlangsung selama 4 iterasi dengan jumlah iterasi maksimum 70 iterasi. Nilai beta-squared pengoptimuman jenis pertama pada iterasi terakhir adalah 5.774×10-9 . Proses pengoptimuman jenis kedua berlangsung selama 17 iterasi dengan jumlah iterasi maksimum 70 iterasi. Nilai beta-squared pengoptimuman jenis kedua pada iterasi terakhir adalah 8.5099×10-9. Proses pengoptimuman jenis ketiga berlangsung selama 60 iterasi dengan jumlah iterasi maksimum 60 iterasi. Nilai beta-squared pengoptimuman jenis ketiga pada iterasi terakhir adalah 4.9686×10-6. Perubahan nilai beta-squared setiap peningkatan iterasi pada ketiga pengoptimuman ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai beta-squared pada pengoptimuman jenis ketiga belum melewati 0.000001. Pencarian solusi pada kasus pengoptimuman jenis ketiga lebih sulit dibandingkan dengan kasus pengoptimuman jenis pertama dam kedua karena variabel jumlah neutron yang digunakan lebih banyak. Sementara nilai beta-squared pada pengoptimuman jenis pertama dan kedua telah melewati 0.000001. 6E-05 Beta Square 1 Beta Square 2
5E-05
Beta Square 3
Beta squared
4E-05 3E-05 2E-05 0.00001 0
1
6
11 16 21 26 31 36 41 46 51 56
Iterasi Gambar 7 Perubahan nilai beta-squared terhadap peningkatan jumlah iterasi
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Algoritma PSO telah berhasil diterapkan pada pengoptimuman matriks potensial interaksi pasangan. Susunan elemen-elemen matriks potensial interaksi
14 pasangan dari pengoptimuman PSO dapat menghasilkan perhitungan energi interaksi total yang lebih mendekati hasil eksperimen dibandingkan dengan perhitungan sebelumnya. Matriks hasil pengoptimuman mempengaruhi nilai pairing gap di beberapa level energi yang mengakibatkan pergeseran kestabilan inti terendah dari pertengahan dua isotop stabil. Proses pengoptimuman akan semakin sulit mencapai beta-squared yang diharapkan untuk variabel jumlah neutron yang semakin besar. Saran Peningkatan nilai ketepatan energi interaksi total dapat dilakukan dengan mencari kombinasi parameter jumlah partikel pencari, batasan beban inersia dan jumlah iterasi maksimum yang sesuai. Langkah yang dapat dilakukan adalah menguji susunan parameter lainnya yang diajukan oleh peneliti bidang algoritma swarm intelegence. Selain mencari kombinasi parameter, perlu dilakukan peningkatan variabel jumlah neutron dalam pengoptimuman untuk menghasilkan energi interaksi total yang lebih akurat pada isotop di bawah 112 dan di atas 120.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
9.
Andreozzi F, Coraggio L, Covello A, Gargano A, Porrino A. 1996. Pairing effects in Sn isotopes. Zeitschrift für Physik A Hadrons and Nuclei. 354(1):253-260. doi: 10.1007/BF02769523. Schwierz N, Wiedenhover I, Volya A. 2008. Parameterization of the woodssaxon potential for Shell-Model calculation. Cornell University Library. arXiv:0709.3525. Enge HA. 1966. Introduction to Nuclear Physics. Massachusetts(US):Addison-Willey Brink DM, Broglia RA. 2005. Nuclear Superfluidity. Cambridge(GB):Cambridge Univ Pr Greiner W, Maruhn JA. 1996. Nuclear Models. Berlin(DE):Springer Kennedy J, Eberhart R. 1995. Particle swarm optimization. Di dalam: tidak diketahui,editor.Proceedings of the 1995 IEEE International Conference on Neural Networks[Internet].[Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]New York(US):IEEE Press.hlm 1942-1948;[diunduh 2012 Des 11].Tersedia pada: http://dsp.jpl.nasa.gov/members/payman/swarm/kennedy95-ijcnn.pdf Hu X. 2006. PSO Tutorial.tidak diketahui[Internet]. [diunduh 2013 Feb 28]; Tersedia pada: http://www.swarmintelligence.org/tutorials.php Fuady A, Fariza A, Prasetyaningrum I.Aplikasi GIS berbasis J2ME pencarian jalur terpendek menggunakan algoritma particle swarm optimization (PSO) di Kabupaten Bangkalan. Di dalam: tidak diketahui,editor.IES 2011-Emerging Technology for Better Human Life[Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].Surabaya(ID):EEPIS ITS. hlm tidak diketahui; [diunduh 2013 Feb 11]. Tersedia pada: http://repo.eepis-its.edu/id/eprint/1475 Shi Y, Eberhart RC.1998.Parameter selection in particle swarm optimization.di dalam:Porto VW, Saravanan N, Waagen D, Eiben AE, editor.
15 Proceedings of the Seventh Annual Conference on Evolutionary Programming; 1998 Mar 25-57;California, Amerika Serikat. California(US):Springer. hlm 591-600. 10. Sumaryada TI. 2007. Pairing correlations and phase transitions in mesoscopic systems[disertasi].Florida(US):Florida State University
16 Lampiran 1 Diagram Alir PSO
17 Lampiran 2 Diagram Alir Pengoptimuman Matriks Potensial Interaksi
18 Lampiran 3 Potensial Kimia Isotop miu0 miu1 106 -9.897852 -10.051188 108 -9.562246 -9.765449 110 -9.228240 -9.462911 112 -8.896502 -9.139572 114 -8.571430 -8.796233 116 -8.258758 -8.441161 118 -7.961686 -8.087688 120 -7.679548 -7.745416 122 -7.410077 -7.417277 124 -7.150073 -7.101405 126 -6.897135 -6.794733 128 -6.648731 -6.494062 130 -6.402860 -6.196990 132 -6.156723 -5.901252 *potensial kimia dalam unit MeV
miu2 -9.970653 -9.601980 -9.233974 -8.868368 -8.513162 -8.176623 -7.861418 -7.565413 -7.284608 -7.014870 -6.752333 -6.494062 -6.236457 -5.974986
miu3 -10.067054 -9.726915 -9.380376 -9.027170 -8.671698 -8.324492 -7.998087 -7.697415 -7.417810 -7.149806 -6.884601 -6.617397 -6.346859 -6.072855
19 Lampiran 4 Nilai Beta-Squared pada setiap iterasi Iterasi ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Beta-Squared 1 1.65964E-06 1.65964E-06 1.65964E-06 5.77397E-09 -
Beta-Squared 2 Beta-Squared 3 5.04081E-05 1.46319E-05 3.52315E-05 1.46319E-05 9.08038E-06 1.46319E-05 9.08038E-06 1.46319E-05 9.08038E-06 1.46319E-05 9.08038E-06 8.32796E-06 9.08038E-06 7.75657E-06 8.84052E-06 7.75657E-06 8.84052E-06 7.75657E-06 8.84052E-06 7.75657E-06 6.41876E-06 7.75657E-06 6.41876E-06 7.27049E-06 6.41876E-06 7.27049E-06 6.06338E-06 7.27049E-06 6.06338E-06 7.27049E-06 2.7595E-06 7.27049E-06 8.50992E-07 7.27049E-06 6.99158E-06 6.99158E-06 6.99158E-06 6.86527E-06 6.82601E-06 6.7929E-06 6.7929E-06 6.58984E-06 6.40207E-06 6.2689E-06 5.68449E-06 5.51904E-06 5.51904E-06 5.48443E-06 5.33844E-06 5.27999E-06 5.13753E-06 5.06532E-06 5.06532E-06 5.06532E-06 5.06532E-06 5.05066E-06 5.05048E-06 5.05043E-06 4.99964E-06
20 Iterasi ke43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Beta-Squared 1 -
Beta-Squared 2 Beta-Squared 3 4.99964E-06 4.99964E-06 4.99964E-06 4.99722E-06 4.99722E-06 4.99722E-06 4.99722E-06 4.99722E-06 4.99722E-06 4.99722E-06 4.99722E-06 4.99336E-06 4.99216E-06 4.99216E-06 4.99216E-06 4.97093E-06 4.96861E-06 4.96861E-06
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tanggal 6 Januari 1991 dari pasangan Desmar dan Erawati. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bukittinggi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis menjadi asisten praktikum Fisika TPB pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012, dan asisten praktikum Sensor dan Transduser tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif sebagai Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) IPB periode 2011/2012, Ketua Keluarga Mahasiswa Agam dan Kota Wisata (KEMAWITA) 2012/2013 dan Anggota Badan Perwakilan Anggota Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM) 2012 serta menjadi salah satu delegasi IPB pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-26 pada tahun 2013 di Universitas Mataram.