Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015 Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015
PENGOLAHAN SERAT BATANG TEMBAKAU SEBAGAI SOUNDPROOFING MATERIAL: ALTERNATIF PENANGGULANGAN LIMBAH BATANG TEMBAKAU Windy Aprilia Fransiska, Hardiansyah, Okta Kurnia Sari, Donny Nugroho, Safda Riva R. D.W.S, dan Dimas Firmanda Al Riza* Jurusan Keteknikan Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected]
ABSTRAK Tembakau (Nicotiana tobaccum) merupakan salah satu tanaman tropis asli Amerika. Tembakau sering dijuluki sebagai daun emas, hal ini karena tembakau memiliki produk yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Produksi tembakau nasional mencapai 150.000 ton per tahun pada tahun 2008 dengan luas area perkebunan tembakau sekitar 207.020 hektar. Namun batang tembakau seringkali masih dianggap sebagai limbah pertanian dan belum diolah secara efektif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, batang tembakau mengandung jumlah selulosa yang relatif tinggi yaitu sekitar 35-40%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara mengekstrak batang tembakau sehingga didapatkan serat selulosa murni serta mengetahui potensi batang tembakau sebagai soundproofing material. Penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu penyerutan batang tembakau, ekstraksi serat batang tembakau, pembuatan spesimen soundproofing material, dan pengujian soundproofing material. Perlakuan yang dilakukan adalah perbedaan serat batang tembakau dengan lem kanji yaitu 1:1 dan 1:3. Dari hasil penelitian diketahui bahwa serat batang tembakau berpotensi sebagai soundproofing material. Hasil yang paling optimal adalah spesimen soundproofing material dengan perbandingan 1:3. Kata kunci: Batang tembakau, Selulosa, Soundproofing material
1
Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015
Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015
PENDAHULUAN Tembakau merupakan salah satu komoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim perkebunan. Di Indonesia sendiri, produksi tembakau nasional mencapai 150.000 ton per tahun pada tahun 2008 dengan luas area perkebunan tembakau diperkirakan sekitar 207.020 hektar (Jumino, 2013). Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan tenaga kerja yang cukup tinggi, sehingga dapat menjadi sumber penghasilan bagi banyak orang (Sudarmo, 2005). Tembakau sering dijuluki sebagai daun emas, hal ini karena tembakau memiliki produk seperti cerutu yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Mendi, 2008). Daun tembakau ini juga dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan rokok. Dalam pembuatan 22 milyar batang rokok membutuhkan 200.000 ton atau lebih daun tembakau (Hadi et al, 2011). Sebagian besar dari varietas tembakau dipanen berdasarkan tingkat kematangan daunnya dilakukan mulai dari daun bawah sampai daun atas dengan pemetikan 2 sampai 3 daun pada setiap tanaman dengan interval satu minggu hingga daun tanaman habis dan hanya menyisakan batang dan akar (Warintek Bantul, 2012). Batang tembakau seringkali masih dianggap sebagai limbah pertanian dan belum diolah secara efektif (Mendi, 2008). Seringkali untuk menanggulangi limbah ini banyak petani di Indonesia mengatasinya dengan cara membakar batang tembakau. Hal ini tentu saja dapat membuat dampak yang buruk bagi lingkungan dikarenakan batang dari tembakau masih mengandung nikotin. Megadomani (2006) menyebutkan bahwa nikotin adalah zat aditif yaitu zat yang dapat menyebabkan kecanduan yang dapat memengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogenik atau mampu memicu kanker paruparu yang dapat berakibat fatal. Agar tidak terus mencemari lingkungan, maka perlu adanya upaya yang dapat mengolah limbah batang tembakau menjadi suatu bahan yang bermanfaat dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, selain nikotin dan lignin, batang tembakau juga mengandung jumlah selulosa yang relatif tinggi yaitu mencapai 35-40% dari batang tembakau kering (Jumino, 2013). Selulosa pada serat tanaman sering di manfaatkan sebagai bahan pengedap suara atau soundproofing material. Contoh serat tanaman yang dimanfaatkan sebagai soundproofing material adalah serat tanaman kelapa dan juga kayu (Baihaqi, 2009). Soundproofing material dapat mengurangi resiko kebisingan yang menyebabkan gangguan pendengaran. Menurut penelitian (Abo-Qudais dan Alhiary, 2004) orang yang hidup dalam kebisingan lalu lintas cenderung memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan dengan orang yang hidup di tempat yang tenang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui cara mengekstrak batang tembakau sehingga di dapatkan serat selulosa murni serta mengetahui potensi batang tembakau sebagai soundproofing material. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-experimental design dengan metode Oneshoot case study. Penelitian ini berlangsung di Laboratorium Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan FTP UB dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan FTP UB. Sedangkan untuk pengujian di lakukan di Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan ITS Surabaya.
2
Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015
Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015
Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Batang tembakau yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Malang, Petroleum Eter, Ethanol 95%, Kloroform, Aquades, dan Lem Kanji . Alat Alat yang digunakan adalah sebagai berikut: Penyerut, Timbangan, Tabung Soxhlet, Magnetic Stirrer, Erlenmeyer, Pipet Volume, Cetakan Spesimen, Tabung Impedansi Akustik Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku Batang tembakau diserut dengan menggunakan penyerut yang dibuat dari kayu dan paku untuk mendapatkan seratnya. Penyerutan ini dilakukan secara manual karena hingga saat ini belum ada alat penyerut batang tembakau. Hal ini tentunya juga berdampak kepada serat batang tembakau yang diperoleh. Proses Ekstraksi Proses ekstraksi ini bertujuan untuk mengurangi kadar nikotin yang terdapat dalam serat batang tembakau. Dan untuk mengetahui pelarut yang terbaik maka dilakukan proses ekstraksi pendahuluan terlebih dahulu. Proses ekstraksi pendahuluan dilakukan dengan memotong kecil-kecil serat batang tembakau yang kemudian dimasukkan ke dalam 3 buah erlenmeyer dan diberi pelarut masing-masing yaitu Petroleum Eter, Kloroform, dan Ethanol 95%. Setelah itu, masing-masing erlenmeyer di letakkan pada Hotplate Stirrer dan dipanaskan dengan suhu 85o C dan kecepatan 250 rpm selama 1 jam. Dan setelah itu, diketahui bahwa pelarut terbaik adalah Ethanol 95%. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi terhadap serat batang tembakau yang akan dibuat menjadi Soundproofing material dengan Ethanol 95%. Untuk tahapan sama dengan proses ekstraksi pendahuluan diatas namun waktu ekstraksi di ubah menjadi 24 jam. Pembuatan Spesimen Soundproofing material Proses ini diawali dengan memotong pipa berukuran diameter 10 cm dengan ketebalan 2 cm. Selanjutnya serat batang batang tembakau yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan dicampur dengan kanji dengan perbandingan 1:1, dan 1:3. Setelah itu campuran serat batang tembakau dan kanji tersebut dicetak dan dipress dalam pipa yang telah disesuaikan sebelumnya dan kemudian dikeringkan kurang lebih selama 24 jam. Pengujian Spesimen Soundproofing material Peralatan yang di butuhkan dalam pengujian koefisien absorbansi soundproofing material ini adalah tabung impedansi ASTM E1050-1990 (Ainie, 2006). Gambar rangkaian alatnya di tunjukkan seperti Gambar 1.
3
Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015
Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015
Gambar 1. Gambar Rangkaian Pengujian dengan Tabung Impedansi Sumber bunyi dihasilkan oleh power amplifier di teruskan ke mikrofon 1. Selanjutnya suara akan ditangkap oleh tabung impedansi yang telah di beri spesimen. Selanjutnya mikrofon kedua akan menangkap suara yang telah dilewatkan tabung impedansi dan data akan di analisa oleh akustik material testing untuk selanjutnya di tampilkan di komputer. Data tersebut akan menunjukkan nilai koefisien penyerapan dari spesimen yang diuji. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 3 spesimen yang dibuat, hanya dilakukan pengujian terhadap 2 spesimen, yaitu pada spesimen dengan perbandingan serat dengan kanji 1:1 dan 1:3. Hasil pengujian spesimen di tunjukkan dalam bentuk grafik hubungan frekuensi dengan koefisien absorbansi yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik hasil pengujian koefisien penyerapan bunyi pada 2 spesimen
4
Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015
Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015
Menurut ISO 11654, nilai minimum α untuk dikategorikan sebagai peredam suara adalah 0,15. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, maka kedua spesimen dapat dikategorikan sebagai peredam suara. Menurut BS EN ISO 11654: 1997, kelas dari peredam suara dikategorikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Kelas Peredam Suara Berdasarkan BSEN ISO 11654:1997 Berdasarkan ISO 1654:1997, maka kedua spesimen masuk dalam kategori kelas D. Untuk pengukuran koefisien penyerapan yang direkomendasikan oleh ISO 11654 adalah metode ruang gaung dengan standar ISO 354. Menurut Porges (1977), hasil pengukuran dengan metode ruang gaung akan memberikan nilai koefisien penyerapan yang lebih besar disbanding dengan metode tabung impedansi. Karena pengukuran spesimen dilakukan dengan metode tabung impedansi, maka hasil penyerapan spesimen seharusnya akan lebih besar. Menurut Doelle (2005), hasil efisiensi penyerapan bahan berpori akan membaik pada frekuensi rendah bila tingkat ketebalan ditambah. Karena kedua spesimen dibuat hanya dengan ketebalan 2 cm, sangat memungkinkan bahwa nilai koefisien akan meningkat apabila tingkat ketebalannya di tambah. Hal ini dicontohkan dengan pengkasifikasian yang dilakukan Rockfon Company (www.rockfon.com, 2004) yang mengklasifikasikan produk peredamnya yang berupa Rockwool dengan ketebalan yang berbeda-beda. Dalam Wang and Mak (2012) disebutkan bahwa pemakaian resonator jamak dapat memberikan kinerja serapan yang baik. Penggunaan resonator secara efektif dapat menyebabkan nilai koefisien serapan bunyi meningkat dengan rentang frekuensi yang lebih lebar. Nilai koefisien serapan bunyi juga dipengaruhi oleh diameter lubang pada resonator karena mekanisme penyerapan resonansi akan meningkat. KESIMPULAN Spesimen yang diuji telah memenuhi standar peredam suara berdasarkan ISO 11654. Spesimen 1 dan 2 memiliki hasil koefisien penyerapan yang relatif sama dan
5
Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015
Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015
dikategorikan dalam kelas D berdasarkan ISO 1654:1997. Penambahan ketebalan pada spesimen akan meningkatkan koefisien penyerapan pada jangkauan frekuensi rendah. Pengujian dengan metode ruang gaung akan menambah nilai koefisien penyerapan spesimen dibanding dengan metode tabung impedansi. Untuk meningkatkan kelas peredaman suara dapat dilakukan dengan penambahan ketebalan, perubahan bentuk material, dan perubahan komposisi material. Pemakaian resonator jamak dan semakin lebarnya diameter resonator dapat memberikan kinerja serapan yang baik dengan rentang frekuensi yang lebih lebar. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Dirjen DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian 2015 dan kepada seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abo-Qudais, S. dan Alhiary, A. 2004. Effect of Distance from Road Intersection on Developed Traffic Noise Levels. Canadian Journal of Civil Engineering pp. 533 Baihaqi H. 2009. Hubungan antara Sifat Akustik dengan Sifat Fisis dan Mekanis Lima Jenis Kayu. Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Doelle, Leslie L. 2005. Evironment Acoustics. New York: McGraw-Hill Company, Inc. Hadi, P. U., R. Kustiari dan I. S. Anugrah. 2011. Case Study on Tobacco Cultivation and Alternate Crops in Indonesia. Final Report. Jakarta: A Collaborative Research between ICASEPS and WHO. Jumino, 2013. Konsep pengolahan batang tembakau menjadi bubur selulosa dan uji spesifikasinya sebagai bahan kertas. Skripsi.Yogyakarta: Program Studi Agronomi Yogyakarta. Khuriati, Ainie. 2006. Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya. Berkala Fisika Vol.9, No.1, Januari 2006, hal 43-53 Megadomani A. 2006. Nikotin Antara Bahaya dan Kesehatan. Jakarta: Erlangga. Mendi L. Perwitasari dan Martanto Martosupono.2008. Potensi Tembakau sebagai Sumber Pangan, Farmasi dan Energi, Eksplanasi, Media Komunikasi Ilmiah Kopertis Wilayah VI. Volume 3. No 5. Mei 2008 Sudarmo, S. 2005. Tembakau. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Porges, G. 1977. Applied Acoustic. London. Edward Arnold publisher. Warintek Bantul.2012. Budidaya Tanaman Tembakau Virginia. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul Wang X, and Mak C. 2012. Wave propagation in a duct with a periodic Helmholtz resonators array. Journal Acoustical Society of America, 131(2): 1-3
6