PENGOLAHAN LIMBAH TAHU CAIR DENGAN SISTEM LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE) MENGGUNAKAN BIOREAKTOR DI LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) BANDUNG LAPORAN KERJA PRAKTEK Oleh : DEVRY ANDRY 10605090
PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
PENGOLAHAN LIMBAH TAHU CAIR DENGAN SISTEM LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE) MENGGUNAKAN BIOREAKTOR DI LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) BANDUNG LAPORAN KERJA PRAKTEK Oleh : DEVRY ANDRY 10605090
PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
LAPORAN KERJA PRAKTEK SEBAGAI SYARAT UNTUK MEMENUHI KETENTUAN YANG BERLAKU DALAM MENEMPUH STUDI TINGKAT SARJANA PADA JURUSAN BIOLOGI Diperiksa dan disetujui oleh : Pembimbing Kerja Praktek
Koordinator Kerja Praktek
Dr. Rina Ratnasih
Ir. Effendi
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala berkat dan kekuatan yang telah diberikan karena dapat melaksanakan dan menyelesaikan kerja praktek di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua saya yang tanpa pamrih dan tulus memberi bimbingan dan nasehat. Dalam laporan ini memuat hasil analisis dalam pengolahan limbah tahu cair dengan metode sistem lumpur aktif (activated sludge). Penulis hanya membatasi permasalahan hanya pada perhitungan nilai COD (Chemical Oxygen Demand) pada sampel limbah tahu cair dalam selang waktu tertentu dan adanya pengaruh terhadap paramater fisika kimia serta mikroorganisme yang terdapat dalam sampel. Selesainya kerja praktek ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : •
Bapak Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono, sebagai kepala Puslit Kimia LIPI –Bandung, yang telah memberikan kesempatan serta fasilitas selama penulis melakukan penelitian.
•
Bapak Ir. Effendi sebagai pembimbing kerja praktek yang senantiasa memberikan masukan‐masukan yang sangat berharga.
•
Mas Dhani, mas Mahyar Ependi dan teman‐teman puslit kimia yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
•
Seluruh staf dan pengajar di jurusan Biologi, untuk semua didikan dan bimbingan.
•
Bapak dan Mama, untuk doa, nasehat dan dorongan yang tiada pernah berhenti. Kakakku, Dessy dan adik‐adikku Jhonny, Conny dan Puspa
•
Aprilyanti Sirait yang telah memberikan motivasi yang luar biasa dan kasih pada penulis selama penyusunan laporan ini.
•
Teman‐teman kostan dan semua teman‐teman seperjuangan. Khususnya M. Fernando yang merupakan partner kerja penulis selama melakukan penelitian di LIPI.
•
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan memperlancar hingga selesainya laporan ini dibuat. Penulis menyadari tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna, karena itu
saran dan kritikan yang membangun diharapkan dari pembaca semua. Akhirnya, harapan penulis semoga tulisan ini dapat memberi menfaat bagi para pembaca. Bandung , Agustus 2008 Penulis
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang sudah tak asing lagi bagi
masyarakat Indonesia, umumnya tahu dikonsumsi sebagai lauk atau sebagai makanan ringan. Tahu merupakan makanan yang terdiri dari bahan dasar kacang kedelai. Produksi tahu yang terdapat di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh masyarakat yang termasuk golongan menengah ke bawah. Produksi tahu yang dilakukan belum menggunakan teknologi dalam pembuatan tahu, sehingga tidak adanya sistem yang mengatur pembuangan limbah hasil dari pembuatan tahu tersebut, umumnya produsen tahu tidak mau mengolah limbah hasil pembuatan tahu dikarenakan biaya yang cukup mahal dan kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan limbah, sehingga limbah tahu yang berbentuk cair tesebut dibuang saja ke perairan yang dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kualitas air. Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: 1.
Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2.
Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
(Anonim 1.2008)
Proses pengolahan limbah secara biologis dikenal sebagai pengolahan
limbah lumpur aktif (Activated Sludge). Pada pengolahan limbah ini terdapat parameter yang dijadikan acuan antara lain : pH, Chemical Oxygen Demand (COD), TSS (Total Suspended Solid), VSS (Volatile Suspended Solid) serta jenis dan jumlah bakteri (Total Plating Count). Parameter yang telah diukur akan dibandingkan dengan standar baku air yang berlaku, sehingga limbah tahu cair dapat dengan aman dibuang ke lingkungan. 1.1.1 Activated Sludge (Sistem Lumpur Aktif) Sistem pengolahan limbah secara lumpur aktif sekurang‐kurangnya memiliki 4 komponen, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.1; sebuah tangki aerasi dan tangki pengendapan (penjernihan), pompa lumpur balik dan adanya saluran oksigen untuk tangki aerasi (oleh karena itu disebut sebagai influent) dan dicampur dengan suspensi dari mikroba di dalam kehadiran dari oksigen. Campuran ini disebut sebagai “mixed liquor”. Mikroba mencerna polutan organik dalam limbah, mengubah menjadi lebih banyak mikroba, karbon dioksida, air, dan organik dengan berat molekul kecil, setelah selang waktu di dalam tangki aerasi, cairan yang tercampur (mixed liquor) mengalir ke dalam tangki penjernihan (clarifier)(Woodard,2001).
Gambar 1.1.
Komponen dasar dari sistem lumpur aktif (Activated Sludge)
Umur lumpur (sludge) merupakan parameter yang paling penting dalam sistem
pengolahan secara lumpur aktif (Hejzlar,1990). Bakteri pada awalnya yang
ditambahkan ke dalam lumpur merupakan bakteri yang dalam keadaan lapar, sangat aktif dan dalam jumlah yang sedikit (Woodard,2001). Mikroorganisme hidup dan tumbuh secara koloni. Koloni ini berupa gumpalan‐gumpalan kecil (flocs) yang merupakan padatan mudah terendapkan. Dalam keadaan tersuspensi koloni ini
menyerupai lumpur sehingga disebut lumpur aktif (Activated Sludge). disebut aktif karena selain mereduksi substrat (buangan), juga mempunyai permukaan yang dapat menyerap substrat secara aktif (Setiadi,1996).
Secara prinsip satuan operasi proses lumpur aktif dilukiskan dalam
gambar 1.1. Air buangan dalam keadaan tersuspensi. Di dalam reaktor konsentrasi zat organik akan berkurang karena adanya aktivitas mikroorganisme (Hejzlar,1990). Kondisi aerobik dicapai dengan aerasi yang juga berfungsi untuk menjaga kandungan reaktor senantiasa tersuspensi dengan baik. Secara kontinu keluaran dari reaktor (overflow) dialirkan ke dalam tangki pengendap , untuk memisahkan fraksi padat dan cair. Pemisahan fraksi padat ini dapat dilakukan secara gravitasi karena berat jenis padatan lebih besar daripada air (Reed,1988). 1.1.2. pH (Tingkat Keasaman) air
Tingkat kualitas air juga dapat ditentukan dari tingkat keasaman atau
kebasaan yang terdapat pada air tersebut. Tingkat keasaman pada suatu perairan dinyatakan sebagai pH. pH yang terdapat dalam air merupakan ukuran banyaknya zat organik, bakteri,maupun zat nonorganik yang terdapat pada air tersebut. Kualitas air dinyatakan baik apabila memiliki rentang pH antara 6‐7. 1.1.3. Chemical Oxygen Demand (COD) 1.1.4 Total Suspended Solid (TSS) 1.1.5 Volatile Suspended Solid (VSS) 1.1.6 Perhitungan Jumlah Bakteri (Total Plating Count) 1.2
Tujuan Kerja Praktek Untuk mencari Kebutuhan Oksigen Kimiawi minimum yang terdapat pada
limbah tahu cair pada selang waktu tertentu dan perubahan faktor fisik dan
kimiawi parameter yang telah ditentukan yang terdapat selama pengolahan limbah tersebut sehingga limbah tahu cair tersebut dapat dibuang ke lingkungan jika telah sesuai dengan standar baku yang telah ditetapkan. 1.3
Waktu dan Tempat Kerja Praktek
Pelaksanaan kerja praktek dilakukan mulai dari tanggal 1 Juli 2008
sampai selesai di Pusat Penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bandung.
BAB II PROFIL INSTANSI KERJA PRAKTEK 2.1
Sejarah Singkat LIPI (Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia)
Kegiatan ilmiah di Indonesia pertama kali pada permulaan abad ke‐16
oleh Jacob Bontius yang mempelajari flora di Indonesia. Pada abad ke‐16 Rumpius menyelesaikan karyanya yang terkenal Hebium Amboinense. Kemudian akhir abad ke‐18 dibentuk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Weten Schappen dan pada tahun 1817 didirikan Kebun Raya di Bogor oleh C.L.Reinwardt.
Pada tahun 1928, pemerintah Belanda membentuk Naturweten
Schappenlijke Raad Voor Nederlandsch Indie yang pada tahun 1984 diubah menjadi Organisatie Voor Naturwetwn Schappenlijke Onderzoek (Organisasi
untuk Majelis Ilmu Pengetahuan Alam / OPIPA ). Badan ini menjalani tugasnya sampai tahun 1956. Pada tahun 1956, melalui UU No. 6 pemerintah membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Dalam tahun 1962, pemerintah membentuk Departemen Urusan Research nasional dan MIPI ditempatkan dibawahnya. MIPI mendapat tugas tambahan yaitu membangun dan mengasuh beberapa lembaga research nasional. Dalam rangka penyedarhanaan, pada tahun 1966 DUB diubah statusnya menjadi Lembaga Research Nasional (LEMRENAS).
Pada bulan Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan
MIPI serta membentuk LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), melalui keputusan presiden RI No. 18/B/1967. LIPI menampung segala tugas LEMRENAS dan MIPI.
Berdasarkan keputusan presiden No. 128 tahun 1967, LIPI mempunyai
tugas pokok : 1. Membimbing LIPI dan teknologi yang berakar dari Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya. 2. Mencari kebenaran ilmiah, kebebasan penelitian, serta kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. 3. Mempersiapkan pembentukan Akademi LIPI. Tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh tim yang dibentuk oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi dan juga API yang secara resmi berdiri tahun 1991 dengan Surat Keputusan Presiden No. 179 tahun 1991. Sehubungan dengan hal tersebut, fungsi dan susunan organisasi LIPI yang ditetapkan dengan keputusan presiden No.128 tahun 1967 telah beberapa kali diubah. Terakhir dengan keputusan presiden No.43 tahun 1985. Dalam penyempurnaan lebih lanjut, pada tanggal 13 Januari 1987.
2.2
Struktur Organisasi Puslit Kimia – LIPI
Struktur keorganisasian Pusat Penelitian (Puslit) Kimia LIPI pada saat ini adalah sebagai berikut : Kepala Pusat penelitian kimia LIPI
Kabid kimia Analitik dan Standar
Kabid kimia Alam, pangan dan Farmasi
Kabid teknologi Proses dan Katalis
Kabid Teknologi Lingkungan
Kabid jasa IPTEK
Gambar 2.1. Struktur keorganisasian Puslit Kimia LIPI 2.3
Visi dan Misi
Kabag Tata Usaha
Puslit kimia LIPI didirikan dengan visi untuk menjadi pusat penelitian
terkemuka di Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan reputasi internasional yang berperan baik nyata dalam pembangunan industri nasional dan kualitas lingkungan global. Sejalan dengan itu, Puslit kimia LIPI memiliki kegiatan‐kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu dasar, rekayasa, dan terapan dalam proses ilmu kimia, kimia analitik dn lingkungan untuk meningkatkan kemampuan daya saing masyarakat industry dan ilmiah Indonesia, serta memanfaatkan hasil‐hasil penelitian dan pengembangan untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Untuk menunjang misi dan visi Puslit kimia LIPI, tugas pokok yang
diemban oleh lembaga ini, yaitu melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan, meningkatkan kemampuan masyarakat industry dan ilmiah, serta mendayagunakan hasil penelitian dan pengembangan di bidang kimia terapan. Sesuai dengan tugas tersebut, Puslit kimia LIPI melaksanakan kegiatan penelitian dengan sasaran pengembangan ilmu teknologi dalam bidang ilmu kimia, untuk memenuhi kebutuhan manusia serta menunjang pembangunan ekonomi serta nasional. Guna mencapai sasaran tersebut, stategi yang dilakukan adalah : 1. Memfokuskan pada kegiatan pengembangan proses‐proses industri kimia untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam. 2. Mengembangkan tenaga kerja dalam jumlah, maupun kualitas kemampuan teknis dan manajerial. 3. Mengembangkan sarana dan prasarana teknis ilmiah.
BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1
Deskripsi Aktivitas
3.1.1 Bahan dan Peralatan Proses pengolahan limbah tahu cair memerlukan bahan berupa limbah
tahu cair yang diperoleh dari industri kecil dan menengah yang terdapat di daerah Cibuntu, bandung. Sampel yang telah diperoleh kemudian ditempatkan ke dalam reaktor yang digunakan untuk mengolah limbah secara aerob dan secara anaerob. Sampel akan digunakan pada saat dilakukan pengukuran dan analisis kimia. Untuk analisa zat padat (Total Suspended Solid) alat dan bahan yang digunakan yaitu: Kertas saring, oven, neraca analitik, Erlenmeyer, gelas ukur dan corong. Untuk melakukan analisa COD (Chemical Oxygen Demand) alat dan bahan yang digunakan yaitu: Tabung COD digunakan untuk tempat sampel yang akan dianalisis, buret untuk melakukan titrasi, pipet tetes dan pipet ukur, oven untuk memanaskan sampel, larutan K2Cr2O7, larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS), Larutan Ag2SO4, Indikator ferroin dan asam sulfat pekat. Untuk pengukuran pH digunakan pH meter. Untuk pengukuran jumlah bakteri yang terdapat dalam sampel digunakan hemasitometer nebauer improved dan akuades dipergunakan untuk mengencerkan sampel kemudian diamati di bawah mikroskop perbesaran 40x. 3.1.2 Cara Kerja Tahap pengolahan limbah tahu cair terdiri dari analisis pH, analisis COD (Chemical Oxygen Demand), analisis TSS (Total Suspended Solid), penghitungan jumlah bakteri (Total Plating Count). Pengukuran terhadap parameter dilakukan setiap hari untuk melihat kecenderungan parameter yang diukur mengalami kenaikan atau penurunan.
3.1.2.1 Analisis pH pH meter dipanaskan selama 10‐15 menit setelah dinyalakan, kemudian dibilas dengan akuades. pH meter kemudian dikalibrasi dengan cara dimasukkan ke dalam larutan buffer pH 7, kemudian tombol diputar ke 0. Elektroda dibilas dengan akuades, lalu elektroda dimasukkan kedalam larutan sampel yang akan diukur pH nya. Jarum penunjuk dibaca, elektroda dibilas kembali dan dikeringkan. 3.1.2.2 Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) 2 ml sampel (telah diencerkan 20x) dipipet ke dalam tabung COD, kemudian ditambahkan 2ml larutan K2Cr2O7, 2ml asam sulfat pekat dan 0,5 ml Ag2SO4 kemudian dihomogenkan, lalu dipanaskan pada suhu 1400C selama 2 jam. Setelah dingin kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, dibilas dan bilasan dimasukkan kedalam erlenmeyer tersebut kemudian ditambahkan 1 tetes ferroin lalu dititrasi dengan FAS. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna hijau biru muda menjadi merah coklat. Perhitungan nilai COD adalah sebagai berikut : COD =
( Bl − Bs ) x N FAS x 8000 x FP VS
Bl
: Blanko
Bs
: Volume FAS yang digunakan dari sampel (ml)
NFAS : Konsentrasi FAS = 0.0204 M FP
: Faktor Pengenceran 20 X
VS
: Volume Sampel (ml)
3.1.2.3 Analisis TSS (Total Suspended Solid)
Sampel sebanyak 100ml disaring dalam kertas saring yang sudah
diketahui beratnya, sampai semua sampel habis tersaring. Lalu kertas saring dipanaskan pada suhu 1050C selama 2 jam dalam oven, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu ditimbang. Untuk menghitung besarnya TSS menggunakan rumus : TSS =
1000 ml/L x (Bsd - Bsb) 100
Bsb
: Berat kertas sebelum penyaringan
Bsd
: Berat kertas setelah penyaringan
3.1.2.4 Perhitungan jumlah bakteri (Total Plating Count)
Sampel diambil sebanyak 2ml kemudian diencerkan sebanyak 20 kali lalu
dengan menggunakan pipet tetes diteteskan satu tetes kedalam hemasitometer lalu jumlah bakteri diamati dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 40x), kemudian jumlah plating dihitung dengan bantuan counter. Penghitungan jumlah bakteri dilakukan pada 5 bujur sangkar hemasitometer yang memiliki luas sebesar 0.04 mm2. 4 pada masing‐masing ujungnya dan 1 di tengah bujur sangkar. Penghitungan jumlah bakteri yang terdapat dalam hemasitometer adalah:
Total jumlah Bakteri= Jumlah Bakteri (5 kotak hemasitometer)
4x 10‐3 mm3
3.2
Pengamatan dan Analisis Data
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN