0643: Muhammad Ansori Nasution
EN-56
PENGOLAHAN LCPKS KELUARAN FAT PIT, KOLAM ANAEROBIK DAN REAKTOR BIOGAS DENGAN ELEKTROKOAGULASI Muhammad Ansori Nasution Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjend Katamso 51, Medan 20158 e-mail:
[email protected]; Tel: (061) 7862477
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Pengelolaan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) umumnya dilakukan dengan cara konvensional dengan menggunakan teknologi kolam terbuka. Cara konvensional ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah waktu tinggal lebih dari 90 hari. Elektrokoagulasi diketahui dapat menghasilkan koagulan dan gas hidrogen. Jenis elektroda yang digunakan adalah logam aluminium, elektrolit yang digunakan adalah limbah Fat pit, limbah anaerobik, air keluaran reaktor biogas. Parameter yang diamati adalah COD, TSS dan TS gas hidrogen yang dihasilkan. Dengan pemberian tegangan listrik sebesar 2, 3 dan 4 volt dan masa penahanan 8 jam. Dari penelitian yang dilakukan, penurunan maksimum nilai COD didapati sebesar 76,9%; 87,5% dan 81,18% untuk limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas. Penurunan TS sebesar 84,84% untuk limbah fat pit, 84,84% limbah kolam anaerobik, 82,89% limbah keluaran biogas. Gas hidrogen yang dihasilkan untuk masing-masing limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas sebesar 7,3 gram, 8,6 gram dan 4,04 gram. Berdasarkan hasil penelitan, elektrokoagulasi dapat digunakan untuk pengolahan LCPKS dan juga dapat menghasilkan gas hidrogen sebagai energi. Kata Kunci: Limbah cair kelapa sawit, elektrokoagulasi, COD dan gas hidrogen.
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan industri yang sangat pesat secara universal, di samping menghasilkan produk yang mempengaruhi perekonomian global juga menghasilkan produk samping yang mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Tidak terkecuali untuk pengolahan kelapa sawit. Walaupun limbah pengolahan kelapa sawit secara essensial tidak dalam kategori limbah beracun tetapi jika limbah tersebut jika dibuang langsung akan mempengaruhi badan air yang menampung limbah tersebut. Proses elektrokoagulasi pada prinsipnya berdasarkan pada proses sel elektrolisis. Sel elektrolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi listrik DC (direct current) untuk menghasilkan reaksi elektrodik. Setiap sel elektrolisis mempunyai dua elektroda, katoda dan anoda.[18] Jenis elektroda yang digunakan pada penelitian ini adalah elektroda Aluminium yang berperan sebagai sumber ion Al+3 di anoda dan berfungis sebagai koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam sel tersebut.[15] Sedangkan di katoda terjadi reaksi ka-
todik dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen yang berfungsi untuk menaikan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam sel.[9, 10] A. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Pengelolaan LCPKS pada saat ini didominasi oleh pengelolaan dengan menggunakan teknologi kolam limbah terbuka. Pengelolaan ini menggunakan kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam aerobik.[23] Teknologi ini diketahui mengeluarkan biaya yang besar untuk perawatan dan juga dalam prosesnya menghasilkan gas metan sebagai gas rumah kaca yang dilepaskan bebas ke atmosfir.[22] Teknologi lain yang dikembangkan seperti kombinasi kolam limbah dengan aplikasi LCPKS pada kebun kelapa sawit (land application).[17, 23] Teknologi yang juga sudah berkembang adalah aplikasi LCPKS sebagai penyiram tandan kosong pada proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit. LCPKS adalah air limbah yang dikeluarkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) yang umumnya terdiri dari kondensat rebusan, buangan hydrocyclone dansepara-
Prosiding InSINas 2012
0643: Muhammad Ansori Nasution
EN-57
tor sludge. Sekitar 2.9-3.5 m3 LCPKS dihasilkan setiap ton CPO yang dihasilkan. LCPKS kaya akan senyawa karbon organik dengan kandungan chemical oxygen demand (COD) lebih dari 40 g/L dan kandungan nitrogen sekitar 0.2 and 0.5 g/L sebagai ammonia nitrogen dan total nitrogen. Selain itu, LCPKS adalah senyawa koloid dengan kandungan air sebesar 95-96%, minyak sebesar 0.6-0.7% dan total solid 4-5% termasuk 2-4% suspended solids.[2] Tabel 1 menunjukkan karakteristik LCPKS.[21, 24] LCPKS yang diolah dengan mengunakan teknologi kolam limbah akan menghasilkan gas metan pada kolam anaerobik. LCPKS yang diolah seperti ini memerlukan areal yang luas dan biaya yang tinggi untuk pemeliharaan.[8] LCPKS dengan metode kolam limbah konvensional seperti ini memerlukan waktu tinggal sekitar 90 hari hingga limbah dapat dikeluarkan ke badan air.[22] B.
Elektrokoagulasi Penggunaan arus listrik untuk pengolahan limbah telah dikenalkan pertama kali di Inggris pada tahun 1889.[7] Elektrokoagulasi dengan menggunakan aluminium dan besi sebagai elektroda telah dipatenkan di Amerika Serikat pada tahun 1909. Elektrokoagulasi juga telah diketahui dapat digunakan dalam proses pengolahan limbah, seperti limbah tekstil, limbah minyak bumi, rumah tangga, tar sand & oil shale, sisa pencucian ambal, limbah chemical fiber, oil-water emulsion, oily wastewater clay suspension, nitrite, dan sisa zat warna.[7, 13] Elektrokoagulasi limbah pabrik kelapa sawit belum banyak yang melakukan penelitian. Proses elektrokoagulasi pada prinsipnya berdasarkan pada proses sel elektrolisis. Sel elektrolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi listrik DC (direct current) untuk menghasilkan reaksi elektrolik. Setiap sel elektrolisis mempunyai dua elektroda, katoda dan anoda. Anoda berfungsi sebagai koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Sedangkan di katoda terjadi reaksi katodik dengan membentuk gelembung - gelembung gas hidrogen yang berfungsi untuk menaikkan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam sel.[19] Reaksi yang terjadi pada sel elektroda dengan anoda dan katoda yang digunakan aluminium adalah: Anoda Al → Al+3 + 3e
(6)
Proses anodik mengakibatkan terlarutnya logam aluminium menjadi molekul ion Al+3 . Ion yang terbentuk ini, di dalam larutan akan mengalami reaksi hidrolisis, menghasilkan padatan Al(OH)3 .xH2 O yang tidak dapat larut lagi dalam air. Al + 3H2 O → Al(OH)3 .xH2 O
(7)
Al(OH)3 .xH2 O yang terbentuk dalam larutan dapat berfungsi sebagai koagulan untuk proses koagulasiflokulasi yang terjadi pada proses selanjutnya di dalam sel elektrokoagulasi. Setelah proses koagulasi-flokulasi ini selesai maka kontaminan-kontaminan yang berada dalam air buangan dapat terpresipitasi dengan sendirinya.[4, 19] Katoda 2H2 O + 2e → H2 + 2OH−
(8)
Atau O2 + 2H2 O + 4e → 4OH−
(9)
Reaksi sel merupakan hasil reaksi dari proses anodik dan katodik yang terjadi secara serentak, laju mol eqivalen yang sama pada masing-masing elektroda. Hasil reaksi sel yang terjadi sangat bervariasi. Dapat berupa bahan-bahan yang terlarut dan ion-ion terlarut sepeti Al+3 dan OH− atau berupa bahan padatan yang tidak dapat larut seperti Al2 O3 , Al(OH)3 , dan pembentukan H2 .[9, 11, 16] Berlangsungnya proses reaksi elektrodik mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi elektrolit terutama kenaikan pH karena adanya pelepasan OH− dan gas H2 pada reaksi katodik. Besar atau kecilnya pengaruh-pengaruh tersebut tergantung pada rapat arus katoda dan jumlah Al+3 yang terhidrolisis.[1] Adanya kenaikan pH karena reaksi katodik pada permukaan katoda akan mengakibatkan logam Aluminium terlapisi oleh suatu lapisan hidroksida yang mengendap (pasivitas). Teknologi elektrokoagulasi merupakan bagian dari ilmu elektrolisa. Elektrolisa diketahui telah sejak lama dikenal dalam ilmu kimia maupun fisika. Elektrokoagulasi berkembang pada tahun 1980-an walaupun patennya sendiri pertama kali diperkenalkan di England pada tahun 1956.[14] Belakangan ini, teknologi ini menjadi perhatian kembali karena selain untuk pengelolaan air limbah, elektrokoagulasi juga dapat di gunakan sebagai penghasil energi melalui terbentuknya gas hidrogen.
II.
METODOLOGI
A. Bahan dan Alat Sel elektrokoagulasi dioperasikan dengan menggunakan penyearah arus, power supply dengan rentang arus listrik 0-60 ampere dan tegangan listrik 0-15 volt, ampere meter digital dengan rentang arus listrik 0-20 ampere dan voltmeter digital dengan rentang tegangan listrik 0-300 volt DC. Pengaruh tegangan listrik terhadap penurunan COD dan beberapa parameter lain diobservasi dalam waktu reaksi selama 1 hingga 8 jam di dalam reaktor. Volume reaktor yang digunakan adalah 70 liter. Lembaran aluminium yang telah dipotong sesuai dengan ukuran, dihubungkan dengan power supply (PS). Setengahnya dengan kutub Prosiding InSINas 2012
0643: Muhammad Ansori Nasution
EN-58 TABEL 1: Karakteristik LCPKS[21]
Parameter Lemak dan minyak Biochemical oxygen demand Chemical oxygen demand Total solid Suspended solids Total volatile solids Nitrogen Total Ammonicals nitrogen
Konsentrasi (mg/L) 4.000–6.000 25.000 50.000 40.500 18.000 34.000 750 35
positip PS, bertindak sebagai katoda, dan setengahnya lagi dihubungkan dengan kutub negatip PS, selanjutnya berindak sebagai Anoda (G AMBAR 1). Rangkaian yang digunakan merupakan rangkaian paralel. Berat aluminium telah ditimbang sebelum dan setelah proses. Pelat aluminium yang digunakan adalah pelat yang umum di pasaran dengan kandungan Al sebesar 95∼99%. Tebal pelat yang digunakan sebesar 3 mm. Sebagai larutan elektrolit yang digunakan adalah LCPKS. LCPKS diambil dari fat pit dengan kandungan COD sekitar 50.000 mg/l, LCPKS diambil dari PKS Adolina P.T. Perkebunan Nusantara IV.
G AMBAR 1: Skema pengolahan sel elektrokoagulasi
B.
Pengoperasian Sel Sebelum pengoperasian proses elektrokoagulasi, semua bahan dan alat yang digunakan harus dalam keadaan baik, bagi menjamin tidak ada masalah pada proses yang akan dilakukan. Perhatian juga dilebihkan kepada elektroda dan kabel yang merupakan salah satu faktor penting dalam arus listrik, karena dapat menurunkan besar arus listrik apabila sambungan keduaduanya tidak dalam keadaan baik. Pengoperasian dimulai dengan memasukkan cairan pada reaktor. Setelah itu elektroda dipasang ke dalam reaktor dengan menyambungkan kabel kepada setiap elektroda. Arus listrik yang digunakan berasal dari listrik AC yang dirubah menjadi arus DC menggunakan DC power supply dan rectifier sehingga memudahkan dalam mengatur tegangan yang akan melewati rangka-
Unsur Potassium Magnesium Kalcium Phosphor Besi Boron Zinc Mangan Tembaga
Konsentrasi (mg/L) 2.270 615 439 180 46,5 7,6 2,3 2,0 0,89
ian sel. Dalam waktu tertentu dilakukan analisis sample dalam waktu 8 jam dengan interval 1 jam. Seluruh analisis dilakukan sesuai dengan metode standar. Permukaan elektroda setelah reaksi akan mangalami pasivitas sehingga diperlukan pembersihan pada permukaan elektroda dengan menggunakan kertas pasir grade 400. Penelitian dilakukan dengan variasi tegangan 2 hingga 4 volt.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Visual Hasil visual yaitu pengurangan kekeruhan penggunaaan elektrokoagulasi pada pengolahan limbah ditunjukkan pada G AMBAR 2. Limbah fat-pit yang digunakan sebagai elektrolit pada penelitian ini mengalami perubahan warna dari coklat kekuningan menjadi berwarna putih jernih. Sedangkan limbah keluaran kolam anaerobik mengalami perubahan warna dari pada hitam menjadi warna putih jernih. Perubahan warna yang terjadi karena pengotor telah dihilangkan dalam proses elektrokoagulasi. Pengotor ini yang menjadi penyebab adanya warna hitam dan coklat pada limbah. Pengotor tersebut hilang dua cara, yaitu pengotor yang lebih beratkan terbawa ke dasar reaktor (proses koagulasi) dan pengotor lebih ringan akan mengapung keatas reaktor (proses pengapungan). B.
Perubahan pH Perubahan pH dalam penelitian ini ditunjukan pada G AMBAR 3. G AMBAR 3 menunjukkan perubahan pH limbah yang terjadi sewaktu proses dijalankan. Gambar tersebut menunjukkan kenaikan pH yang terjadi pada tegangan tegangan 2 volt, 3 volt dan 4 volt. Berdasarkan G AM BAR 3 , nilai pH ketika penelitian dijalankan mengalami kenaikan sejalan dengan penambahan waktu retensi. Hampir seluruh jenis limbah yang digunakan mengalami kenaikan pH. Kenaikan pH ini karena bertambahnya waktu retensi menyebabkan bertambah banyak ion OH− yang dilepaskan kedalam cairan elektrolit. Ion inilah yang akan menaikan nilai pH dalam cairan elektrolit. Prosiding InSINas 2012
0643: Muhammad Ansori Nasution
EN-59
G AMBAR 2: Perubahan warna warna yang terjadi, (a) limbah fat pit, (b) limbah anaerobik dan (c) air biogas
Berdasarkan G AMBAR 3(a), kenaikan pH semakin tinggi apabila tegangan semakin tinggi digunakan. Pada 2 Volt, pH awal bernilai 4,5 meningkat menjadi 4.66 dalam waktu 8 jam, yaitu kenaikan sebesar 3,43%. Untuk tegangan tegangan 3 dan 4 volt, terdapat kenaikan masing masing 3,55% dan 5,57%. G AMBAR 3 (b) menunjukkan perubahan pH limbah keluaran kolam anaerobik. Berdasarkan gambar ini, pada tegangan 2 Volt, pH awal bernilai 7,5 meningkat menjadi 7,75 dalam waktu 8 jam sehingga terdapat peningkatan sebesar 3,23%. Pada tegangan 3 dan 4 volt terdapat kenaikan sebesar 4,23 % dan 4,9 %. G AMBAR 3 (c) menunjukkan perubahan pH air biogas. Pada tegangan 2 Volt, pH awal 7,5 naik menjadi 7,69 dalam waktu 8 jam sehingga terjadi kenaikan sebanyak 2,47%. Pada tegangan 3 dan 4 volt terjadi kenaikan sebanyak 6,98% dan 8,53%. Kenaikan tegangan listrik pada reactor elektrokoagulasi akan membawa kenaikan nilai arus listrik sehingga akan meningkatkan daya kerja dalam reaktor elektrokoagulasi. Kenaikan pH ini menandakan bahwa adanya reaksi yang terjadi di dalam reaktor terutamanya di katoda. Dalam proses elektrolisis, katoda menghasilkan ion OH− yang akan menaikkan nilai pH.
G AMBAR 3: grafik perubahan pH, (a) perubahan pH pada limbah fat pit, (b) limbah anaerobik dan (c) air biogas
Kenaikan pH berbanding lurus dengan kenaikan tegangan dan penambahan waktu retensi. C.
Pengurangan COD Limbah Cair Salah satu cara untuk menilai unjuk kerja elektrokagulasi adalah dengan mengukur pengurangan keperluan oksigen kimia (COD). Pengukuran dilakukan sesuai dengan EPA Method 4104. Limbah yang digunakan adalah limbah Fat-pit, limbah cair keluaran kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas. Limbah fat-pit dan limbah keluaran kolam anaerobik memiliki kandungan pengotor yang sangat tinggi.[3, 5, 12, 25] Kandungan pengotor inilah yang membuat kandungan COD di dalam limbah semakin tinggi. Kandungan COD limbah Fat-pit yang digunakan sekitar 25.000 Prosiding InSINas 2012
EN-60 ppm sehingga 50.000 ppm, sedangkan kandungan COD keluaran kolam anaerobik sekitar 5.000 sampai 10.000 ppm. G AMBAR 4 merupakan grafik penurunan kandungan COD, Berdasarkan G AMBAR 4 dapat dilihat bahwa nilai COD sepanjang pengujian dijalankan telah mengalami pengurangan. Pengurangan COD terjadi sejalan dengan bertambahnya waktu retensi. Hal ini karena koagulan dan gas yang menghilangkan pengotor semakin bertambah banyak dengan semakin bertambahnya waktu. G AMBAR 4 (a) adalah penurunan COD pada limbah Fat-pit, pengurangan COD pada 4 volt adalah pengurangan paling besar apabila dibandingkan dengan tegangan 2 dan 3 volt. Pengurangan COD pada 4 volt bernilai 76,9% dalam waktu retensi 8 jam. Nilai pengurangan COD pada 2 dan 3 volt adalah 56,30% dan 76,85% dengan waktu 8 jam. G AMBAR 4 (b) adalah grafik penurunan COD limbah anaerobik. Penurunan COD pada 4 volt diperoleh 87,50% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar 62,39% dan 64,42% dengan waktu retensi yang sama. G AMBAR 4 (c) adalah grafik penurunan COD pada 4 volt adalah pengurangan paling besar yang terjadi bila dibandingkan dengan tegangan 2 dan 3 volt. Pengurangan COD pada 4 volt sebesar 81,18% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar 74,95 % dan 75 % dengan waktu retensi yang sama. Pengurangan COD semakin besar dengan peningkatan tegangan yang diberikan. Bila dikaitkan dengan perubahan pH pada keadaan ini, peningkatan pH terbesar juga terjadi pada tegangan 4 volt. Dari kaitan ini bermakna kenaikan pH juga membawa pengurangan COD semakin meningkat. Nilai tegangan yang lebih tinggi akan memberikan arus yang lebih besar kepada proses elektrokoagulasi. Dengan tingginya nilai arus akan meningkatkan reaksi dalam reaktor sehingga menghasilkan koagulan yang lebih banyak untuk melakukan pengendapan pengotor. Pengotor ini merupakan penyebab kandungan COD dalam limbah. Logam aluminium dalam proses Elektrokoagulasi akan membentuk molekul aluminium hidroksida. Aluminium hidroksida selalu digunakan dalam pengolahan limbah dalam bentuk molekul alum. Untuk parameter waktu retensi, semakin lama waktu retensi akan menyebabkan semakin banyak koagulan dan gas terbentuk. Semakin lama waktu retensi menyebabkan kandungan COD semakin banyak berkurang. Apabila keadaan ini dibiarkan atau proses tetap dilanjutkan dengan waktu retensi yang lebih lama dan beban kandungan COD tetap, koagulan berlebih akan terlihat pada dasar reaktor. Kelebihan koagulan merupakan salah satu waktulah dalam proses elektrokoagulasi sehingga terjadi pemborosan. Kelebihan koagulan ini juga terjadi pada penelitian elektrokoagu-
0643: Muhammad Ansori Nasution
G AMBAR 4: Grafik penurunan COD
lasi oleh Matteson et al. (1995). Dalam proses pengurangan kandungan COD ini, faktor yang mempengaruhi adalah koagulan. Koagulan berasal dari ion Al3+ . Ion ini terjadi sewaktu proses Elektrokoagulasi terjadi. Ion ini akan menjadi aluminium hidroksida yang membuat pengotor menjadi lebih stabil dan mengendap di dasar reaktor. Hasil pengurangan COD pada penelitian ini lebih tinggi dari pada hasil yang diperoleh oleh Agustin et al. (2008) dalam elektrokoagulasi limbah cair PKS. hanya memperoleh nilai pengurangan COD sebesar 30% dalam waktu retensi selama 6 jam. Selain itu, Ugurlu et al. telah melaporkan bahwa diperoleh 75% pengurangan COD dengan menggunakan elektrokoagulasi sebagai pengolahan limbah pabrik kertas.[1] Perbedaannya, COD air Prosiding InSINas 2012
0643: Muhammad Ansori Nasution
EN-61
sisa pabrik kertas adalah 86 kali lebih rendah dari pada limbah elektrokoagulasi sebagai sistem untuk menurunkan COD juga dilaporkan peneliti lainnya, dengan menggunakan elektrokoagulasi untuk pengolahan limbah tekstil dengan memperoleh 50% pengurangan COD dalam waktu 10 menit waktu retensi.[6] D. Total Solid Total solid (TS) adalah jumlah padatan yang terdapat dalam substrat baik padatan yang terlarut maupun yang tidak terlarut. Nilai total solid limbah awal pada penelitian ini adalah sekitar 40.000 mg/l untuk minyak fat-pit, 15.000 mg/ untuk limbah keluaran anaerobik dan 100- 500 untuk limbah biogas. G AMBAR 5menunjukkan penurunan kandungan Total solid. Berdasarkan G AMBAR 5, terdapat pengurangan total padatan. Pengurangan total padatan terjadi berbanding lurus dengan pertambahan waktu retensi. G AMBAR 5 (a) menunjukkan pengurangan total padatan limbah fat-pit. pengurangan total padatan tegangan 4 volt adalah pengurangan paling besar yang terjadi apabila dibandingkan dengan tegangan 2 dan 3 volt. Pengurangan total padatan pada 4 volt berjumlah 84,84% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar 76,44% dan 83,47%. G AMBAR 5(b) menunjukkan pengurangan total padatan yang terjadi pada limbah keluaran kolam anaerobik. Pengurangan total padatan pada 4 volt diperoleh 75% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar 60,99 % dan 70,72%. G AMBAR 5 (c) menunjukkan pengurangan total padatan pada air biogas. Pengurangan total padatan pada 4 volt diperoleh 82,89% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar 67,80% dan 80%. Pengurangan total padatan semakin besar dengan peningkatan tegangan yang diberikan. Bila dikaitkan dengan perubahan pH, COD dan TSS pada keadaan ini, peningkatan terbesar juga terjadi pada tegangan 4 volt. E.
Gas Hidrogen Dihasilkan Untuk mengetahui gas hidrogen yang dihasilkan dilakukan dengan pendekatan menggunakan persamaan yang dihasilkan beberapa peneliti bidang elektrolisa yang menyatakan bahwa setiap 0,05 gram aluminium akan menghasilkan 0.006 gram gas hidrogen.[20] Hasil penelitian ini juga di laporkan oleh Kulakov dan Ross (2007) yang menyatakan bahwa perbandingan antara massa gas hidrogen dihasilkan dengan massa aluminium yang larut sebesar 0,11. Kalau diteliti lebih lanjut, nilai 0,11 ini adalah sama dengan rasio massa antara logam aluminium dengan gas hidrogen dihasilkan. Rasio massa ini sesuai dengan rasio molar pada reaksi total sel pada elektrokoagulasi. Adapun reaksi total sel adalah sebagai berikut:
G AMBAR 5: Grafik penurunan nilai total padatan limbah Fat-pit
2Al(s)
+
6H2 O + 2OH− (aq) → 2[Al(OH)4 ]− (aq) + 3H2 (g)
(10)
Berdasarkan persamaan di atas, didapat massa gas hidrogen yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukan pada G AMBAR 6. Berdasarkan gambar ini, terlihat bahwa dengan kenaikan tegangan diberikan pada reaktor membawa kenaikan terhadap gas hidrogen dihasilkan. Dengan semakin tinggi tegangan diberikran maka semakin banyak massa logam aluminium yang larut, hal ini membawa makin banyak gas hidrogen dihasilkan. Gas hidrogen yang dihasilkan maksimum adalah 8,6 gram pada elektrokoagulasi limbah anaerobik. Berdasarkan gambar di atas, jumlah gas hidrogen diProsiding InSINas 2012
0643: Muhammad Ansori Nasution
EN-62
semakin rendah. Begitu juga jika pH awal limbah pada kondisi asam, persentase penurunan parameter kualitas limbah akan semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
G AMBAR 6: Grafik energi dihasilkan
hasilkan oleh limbah yang berasal dari kolam anaerob lebih tinggi dibandingkan dengan energi yang dihasilkan limbah yang berasal dari fat pit maupun limbah keluaran dari reaktor biogas. Hal ini karena proses elektrolisis pada kondisi asam akan menghasilkan gas hidrogen yang lebih besar. Bila dibandingkan di antara ketiga sumber limbah yang diolah, pH limbah keluaran kolam anaerobik dan fat pit memiliki pH yang hampir sama. pH pada kolam ini adalah sebesar 4∼5. Walaupun pH keduanya hampir sama tetapi energi yang dihasilkan lebih besar pada kolam anaerobik. Hal ini karena pada kolam anaerobik memiliki lebih sedikit lumpur atau solid. Sehingga dengan banyaknya solid atau lumpur menyebabkan kontak antara elektroda dengan elektrolit akan menjadi kurang sempurna.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada setiap kolam limbah yang berbeda, menunjukan bahwa semakin lama waktu retensi dan semakin tinggi tegangan listrik yang diberikan pada elektroda aluminium dalam pengolahan limbah semakin besar persentasi penurunan terhadap parameter COD, total padatan serta peningkatan nilai pH dan gas hidrogen. Pengolahan akan lebih baik jika luas kontak antara elektroda dengan elektrolit lebih besar. Berdasarkan hasil penurunan parameter terkait dengan pengolahan limbah, hasil yang didapat pada penelitian ini tidak dapat mendapatkan kandungan COD di bawah 250 ppm. Oleh karena itu, penggunaan reaktor elektrokoagulasi ini perlu diintegrasikan dengan teknologi lain seperti teknologi pengomposan, kolam aerobik atau dengan teknologi membran. Selain dengan integrasi diatas, memungkinkan juga untuk dilakukan desain ulang terhadap reaktor sehingga akan didapatkan unjuk kerja yang lebih baik. Bila dibandingkan pengaruh elektrokoagulasi terhadap sumber limbah pada penelitian ini, faktor nilai kandungan awal (beban awal) dari parameter kualitas limbah sangat berpengaruh terhadap unjuk kerja reaktor. Pada saat kandungan awal tinggi, unjuk kerja akan
[1] Agustin M B, Sengpracha W P and Phutdhawong W 2008 Electrocoagulation of Palm Oil Mill Effluent International Journal of Environmental Research and Public Health5(3) 177-80 [2] Ahmad A L, Chong M F and Bhatia S 2009 A comparative study on the membrane based palm oil mill effluent (POME) treatment plant Journal of Hazardous Materials 171 166E4 [3] Ahmad A L, Ismail S and Bhatia S 2003 Water recycling from palm oil mill effluent (POME) using membrane technology Desalination 157 87-95 [4] Behbahani M, Moghaddam M R A and Arami M 2011 Techno-economical evaluation of fluoride removal by electrocoagulation process: Optimization through response surface methodology Desalination271 209-18 [5] Bhatia S, Othman Z and Ahmad A L 2007b Pretreatment of palm oil mill effluent (POME) using Moringa oleifera seeds as natural coagulant Journal of Hazardous Materials145 120E [6] Can O T, Kobya M, Demirbas E and Bayramoglu M 2006 Treatment of the textile wastewater by combined electrocoagulation Chemosphere62 181E [7] Chen G 2004 Electrochemical technologies in wastewater treatment Separation and Purification Technology38 11-41 [8] Guthrie Plantation and Agriculture Service b 1995 Guthrie Palm Oil Mill Executives Course (Singapore: Mc Graw Hill Book-Co) [9] Kargi F, Catalkaya E C and Uzuncar S 2011 Hidrogen Gas Production from Waste Anaerobik Sludge by Electrohydrolysis: Effects of Applied DC Voltage International Journal of Hidrogen Energy36 2049-56 [10] Kilic M G and Hosten C 2010 A comparative study of electrocoagulation and coagulation of aqueous suspensions of kaolinite powders Journal of Hazardous Materials176 735-40 [11] Kirtay E 2011 Recent advances in production of hidrogen from biomass Energy Conversion and Management52 1778E9 [12] Lam M K and Lee K T 2011 Renewable and sustainable bioenergies production from palm oil mill effluent (POME): Win-win strategies toward better environmental protection Biotechnology Advances29 124-41 [13] Liu H, Zhao X and Qu J 2010 Electrochemistry for the Environment, ed C Comninellis and G Chen (New York: Springer Science+Business Media) pp 245-62 Prosiding InSINas 2012
0643: Muhammad Ansori Nasution
EN-63
[14] Matteson, J. M, Dobson R L, Robert W. Glenn J, Kukunoor N S, III W H W and Clayfield E J 1995 Electrocoagulation and Separation of Aqueous Suspensions of Ultrafine Particles, Colloids and Surface A Physicochemical and Engineering Aspects. Colloids and Surfaces104 101-9 [15] Nasution M A, Yaakob Z, Ali E, Tasirin S M and Abdullah S R S 2011 Electrocoagulation of Palm Oil Mill Effluent as Wastewater Treatment and Hidrogen Production Using Electrode Aluminum J. Environ. Qual.40 1332-9 [16] Niam M F, Othman F, Sohaili J and Fauzia Z 2007 Removal of COD and Turbidity to Improve Wastewater Quality Using electrocoagulation technique The Malaysian Journal of Analytical Sciences Vol 11, No 1 198-205 [17] Pamin K, Siahaan M M and Tobing P L 1996 Pemanfaatan Limbah Cair PKS pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. In: Lokakarya Nasional Pemanfaatan Limbah Cair cara Land Application, (Jakarta [18] Phalakornkule C, Sukkasem P and Mutchimsattha C 2010 Hidrogen recovery from the electrocoagulation treatment of dye-containing wastewater International Journal of Hidrogen Energy 35 10394-943 [19] Pletcher D and Walsh F C 1993 Industrial Electrochemistry (Cambridge: Blackie Academic and Profesional) [20] Siregar Y D I 2010 Produksi Gas Hidrogen Dari Limbah Alumunium Valensi2 362-7 [21] Sumathi S, Chai S P and Mohamed A R 2008 Utilization of oil palm as a source of renewable energy in Malaysia Renewable and Sustainable Energy Reviews12 2404E1 [22] Wulfert K, Darnoko, Tobing P L, Yuliasari R and Guritno P 2002 Treatment of POME in Anaerobik Fixed Bed Digesters. In: International Oil Palm Conference, [23] Wulfert K, Gindulis W, Kohler M, Darnoko D, Tobing P L and Yuliasari R 2000 Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Secara Anaerobik. In: Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.) [24] Yacob S, Hassan M A, Shirai Y, Wakisaka M and Subash S 2005 Baseline study of methane emission from open digesting tanks of palm oil mill effluent treatment Chemosphere59 1575E1 [25] Yejian Z, Li Y, Xiangli Q, Lina C, Xiangjun N, Zhijian M and Zhenjia Z 2008 Integration of biological method and membrane technology in treating palm oil mill effluent Journal of Environmental Sciences20 558.4
Prosiding InSINas 2012