ISSN 1978 - 2365 Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26
REKAYASA DAN UJI KINERJA REAKTOR BIOGAS SISTEM COLAR PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA Rochman Isdiyanto 1), Udin Hasanudin 2) 1)
2)
Puslitbang Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Telp. (021) 7203530, Cipulir Keb. Lama, Jakarta Selatan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung Telp/Fax: 0721-700682
ABSTRAK Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR) atau reaktor anaerobik tertutup telah dapat diterapkan sebagai teknologi pengolahan air limbah industri tapioka yang menghasilkan biogas. Kegiatan kerekayasaan pengembangan bioreaktor sistem CoLAR ini bertujuan untuk menyediakan biogas sebagai energi terbarukan di lingkungan industri tapioka. Bioreaktor sistem CoLAR terbuat dari bahan geomembran dengan kapasitas 3.600 m3 mampu menampung air limbah dengan laju alir 150 m3 per hari. Air limbah akan mengalami proses fermentasi anaerobik dengan waktu tinggal hidrolik selama 20 hari. Hasil pengamatan pada uji kinerja bioreaktor diketahui bahwa bioreaktor CoLAR yang diterapkan dapat bekerja dengan baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai rata-rata Total Chemical Oxygen Demand (T-COD) sebesar 70,3 %, yaitu dari 9.011 mg/liter turun menjadi 2.680 mg/liter atau sebesar 0,317 gr COD/Liter/hari atau 949,6 kg COD/150 m3/hari. Sistem bioreaktor mampu menghasilkan rata-rata produksi biogas sebesar 485,4 m3/hari dengan kandungan metana sebesar 58,8 %. Kualitas biogas tersebut secara teknis dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Kata kunci : Bioreaktor CoLAR, Limbah cair, Biogas. ABSTRACT Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR) Technology was applied on tapioca wastewater treatment to produce biogas. The purpose of the activity using bioreactor CoLAR system is to produce biogas as an alternative energy from tapioca industry. The bioreactor CoLAR system made of geomembrane with the capacity 3.600 m3 . The bioreactor can be used collecting tapioca wastewater with the flow rate of 150 m3 per day, with the Hridraulic Retention Time was of 20 day. The performance test of bioreactor result shaws the reduction of 70,3 % of Total Chemical Oxygen Demand (T-COD), from 9.011 mg/liter dropped to become 2.680 mg/liter or 0,317 gr COD/liter/day or 949,6 kg COD/150 m3/day. The bioreacror system produce biogas with average production of 485,4 m3/day and the concentration of methane is 58,8 %.. The biogas is feaseable to applied as a renewable energy resources. Keywords: Reactor CoLAR,Wastewater, Biogas.
PENDAHULUAN Limbah cair pada industri pangan tradisional seperti tepung tapioka, tahu, tempe, kerupuk kulit dsb., merupakan salah satu
sumber pencemaran lingkungan. Timbulnya limbah pada industri pangan baik limbah padat, cair maupun gas tidak dapat dihindari. Usaha untuk meminimalisasi timbulan limbah telah
Naskah diterima: 31 Mei 2010, revisi kesatu: 7 Juni 2010 revisi kedua: 21 Juni 2010, revisi terakhir: 28 Juni 2010
14
15
Rekayasa dan Uji Kinerja Reaktor Biogas Sistem Colar Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka
banyak modifikasi
dilakukan
melalui
mekanisme
proses
maupun
peningkatan
dan merupakan sumber energi alternatif yang bersifat
terbarukan.
Meskipun
pada
efisiensi untuk memenuhi standar baku mutu
pembakaran metana akan dihasilkan karbon
agar tidak mencemari lingkungan.
dioksida, namun dampak karbon dioksida
Jumlah dan karakteristik air limbah yang ditimbulkan pada industri pangan bervariasi menurut jenis industrinya. Sebagai contoh pada
terhadap pemanasan global 21 kali lebih kecil bila
sekitar 4-5 m3/ton ubi kayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik sangat
tinggi.
Kebutuhan oksigen untuk mendekomposisi bahan organik yang terdapat dalam air limbah tapioka secara kimiawi (COD) dapat mencapai 18.000-25.000 mg/l, sehingga diperlukan suatu sistem pengolahan dengan waktu tinggal yang
Pada umumnya sistem pengolahan air limbah industri tapioka yang saat ini diterapkan yaitu pengolahan limbah secara aerobik dan anaerobik menghasilkan gas karbon diokasida (CO2) dan metana (CH4). Kedua gas tersebut merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Dari pengukuran
dampak
yang
Peningkatan harga bahan bakar minyak akibat semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak dan masalah pemanasan global telah menjadi issue utama seluruh masyarakat dunia. Pemanfaatan metana sebagai sumber energi dapat memberikan kontribusi terhadap dampak positif pemanasan global. Pemanfaatan metana sebagai sumber energi alternatif juga sejalan dengan Kebijakan Pemerintah bidang energi seperti, Peraturan Presiden No 5 tahun
lama [1].
hasil
dengan
ditimbulkan oleh gas metana [3].
industri tapioka tradisional, air limbah yang dihasilkan industri tapioka dapat mencapai
dibandingkan
emissi
gas
di
kolam
anaerobik diketahui bahwa setiap ton ubikayu menghasilkan sekitar 24,4 m3 biogas dan lebih dari 50 % berupa gas metana [2]. Sistem pengolahan air limbah tapioka
2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, INPRES
Nomor
I
tahun
2006
tentang
Pemanfaatan Biofuel sebagai energi alternatif maupun Blue Print Energy Management 2020. Teknologi
produksi
biogas
pada
dasarnya adalah teknologi yang memanfaatkan proses pencernaan (digestion) yang dilakukan oleh bakteri methanogenic dalam lingkungan tidak ada udara (anaerobik). Teknologi biogas sebenarnya sudah mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-an, namun hingga saat ini belum
mengalami
menggembirakan.
perkembangan
Beberapa
kendala
yang yang
yang saat ini diterapkan juga telah mampu
dihadapi antara lain; masih terbatasnya tenaga
mencapai baku mutu yang dipersyaratkan
ahli yang berminat menekuni biogas, reaktor
dalam Kep. MENLH No. 51/1995, tetapi sistem
biogas sering tidak berfungsi dengan baik
ini masih menghasilkan emissi gas rumah kaca
karena kesalahan konstruksi/bocor, desain tidak
(CH4 dan CO2) dan menghamburkan sumber
user friendly, cara operasi yang masih manual
energi yang potensial, sedangkan metana (CH4)
serta biaya konstruksi yang mahal. Oleh karena
adalah gas yang dapat dibakar (flameable gas)
itu untuk pengembangan teknologi biogas lebih
ISSN 1978 - 2365
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 16 Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26 Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26
lanjut, diperlukan pengkajian teknis yang lebih
sebagai penutup kolam untuk perangkap biogas
mendalam serta dengan cara-cara pendekatan
yang terbentuk selama fermentasi berlangsung.
baru sehingga implementasinya di lapangan
Geomembrane
tidak banyak menemui berbagai hambatan dan
memiliki komposisi kimia terdiri dari High
permasalahan.
Density Poly Etylen (HDPE) dengan ketebalan
yang
digunakan
tersebut
Pengolahan limbah cair industri tapioka
1 mm. Bahan pendukung lainnya adalah bata
secara anaerobik telah dapat diterapkan sebagai
merah, pasir, semen untuk konstruksi bak inlet
teknologi produksi biogas. Penanganan limbah
dan outlet. Stereofoam ukuran 200 x 100 x 20
anaerobik yang selama ini menggunakan sistem
cm
kolam terbuka, kini telah dapat direkayasa dan
memudahkan pemasangan geomembran dan
dimodifikasi menjadi kolam sistem tertutup dan
untuk alat bantu pijakan pada waktu diakukan
berfungsi sebagai bioreaktor. Bioreaktor sistem
perawatan. Sedangkan sistem instalasi saluran
tertutup
unit
limbah inlet dan outlet menggunakan pipa PVC
dapat
AW ukuran 4” sedangkan pipa PVC ukuran
tersebut
penghasil
biogas
menampung
didesain dan
biogas
sebagai
sekaligus yang
dihasilkan.
Pengembangan bioreaktor dengan sistem kolam tertutup tersebut dikenal dengan sistem Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR). Biogas yang dihasilkan dapat dikumpulkan di dalam bioreaktor tersebut yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang bersifat terbarukan.
digunakan
sebagai
pelampung
untuk
3“, 3/4 “ dan 1/2“ untuk sistem instalasi gas. Metoda Dalam
pembuatan
perancangan
bioreaktor
sebagai
unit
diperlukan
data
informasi
/
penghasil
biogas
awal
yang
menyangkut aspek teknis pembuatan dan pemanfaatan
biogas
dari
limbah
industri
tapioka. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh melalui penelusuran pustaka, survei
Tujuan
lapangan, konsultasi dengan nara sumber/ kerekayasaan
pakar serta instansi terkait. Berdasarkan data
pengembangan bioreaktor sistem CoLAR ini
pendukung yang diperoleh digunakan untuk
adalah untuk melakukan rancang bangun sistem
analisis dalam pembuatan perancangan reaktor
pengolahan air limbah industri tapioka yang
dan melakukan uji kinerja.
Tujuan
dari
kegiatan
menghasilkan biogas sebagai energi terbarukan sekaligus mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan.
METODOLOGI Pemilihan Bahan
Penentuan Jenis Reaktor Berbagai model teknologi digester telah banyak dilakukan dalam pembuatan biogas di lapangan.
Pada
digester/reaktor
umumnya biogas
konstruksi
berdasarkan
cara
pembuatannya dikenal dengan 3 jenis model
Pembuatan bioreaktor sistem CoLAR ini
konstruksi, yaitu: Konstruksi Permanen (Fixed
menggunakan bahan utama Geomembrane
Dome Digester), Konstruksi Semi Permanen
Naskah diterima: 31 Mei 2010, revisi kesatu: 7 Juni 2010 revisi kedua: 21 Juni 2010, revisi terakhir: 28 Juni 2010
14
17
Rekayasa dan Uji Kinerja Reaktor Biogas Sistem Colar Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka
Floating
Roof
Digester)
dan
Konstruksi
dibuat dari bahan plat atau fiber atau plastik
Sederhana (Plastik).
dan lain sebagainya.
1.) Fixed Dome Digester Fixed
dome
digester
disebut
juga
digester permanen dapat dibuat dari bahan pasangan batu bata, batu kali, fiber, plat atau beton.
Ruang
langsung
di
konstruksi
penampung atas
biogas
substrat
dengan
berada
menjadi
digester,
satu
ukuran
kapasitasnya tetap/tidak elastis. Cara kerja Fixed Dome Digester adalah pada saat gas terbentuk dan tekanan gas meningkat akan mendorong
substrat
ke
bak
pelimpahan
selanjutnya akan meluap keluar melalui lubang pengeluaran. Pada saat gas digunakan, volume gas yang tertampung
secara perlahan akan
berkurang dan tekanan menurun sehingga substrat
Penampung gas berbentuk seperti tabung/drum
kembali masuk ke ruang digester.
Penampung gas/drum tersebut dipasang di atas digester secara semi permanen untuk memudahkan pekerjaan pada saat perawatan, apabila diperlukan drum tersebut dapat dilepas dari digester. Indikasi terbentuknya gas dapat dilihat pada posisi drum tersebut, apabila gas banyak terbentuk drum penampung gas akan terangkat ke arah atas.
Sebaliknya apabila
jumlah gas terbentuk hanya sedikit atau gas sedang digunakan, posisi drum akan kembali turun ke posisi lebih rendah. Sisa/ampas slurry akan keluar dengan sendirinya oleh karena tekanan gas dan bahan baku yang dimasukkan secara rutin. 3.) Digester Sederhana
Apabila terjadi produksi gas yang berlebihan,
Instalasi biogas konstruksi sederhana
gas akan terbuang secara otomatis melalui
biasanya menggunakan bahan dari plastik
kelep pengeluaran pada manometer. Pembuatan
dengan ketebalan antara 200-250 mikron baik
digester permanen ini sangat memerlukan
untuk
penanganan yang sangat hati-hati dan teliti
Bentuknya silinder yang memanjang dan
terutama ruang penampung gas. Kesalahan sedikit
pada
saat
membangun,
misalnya
terdapat lubang kecil pada dinding penampung gas, hal ini dapat menyebabkan kebocoran dan gas akan terbuang terus menerus sehingga dapat dikatakan gagal. 2.) Digester dengan Drum (Floating Roof Digester)
digester
maupun
penampung
gas.
dipasang secara horisontal di dalam bak dinding dalam tanah. Penampung gas dipasang pada posisi yang lebih tinggi untuk menjaga keamanan. Kapasitas tampungnya dapat dibuat bermacam-macam ukuran sesuai kebutuhan yang diinginkan. Digester sederhana ini sering digunakan untuk sarana pengolah biogas skala
Mengapung
Digester jenis ini cara kerjanya seperti digester jenis fixed dome dan konstruksi dindingnya juga menggunakan bahan dari batu bata, batu kali atau beton dan konstruksi penampung gasnya terpisah dari digester.
kecil/rumah tangga dengan kapasitas digester 5 m3. Pengembangan digester sederhana menjadi digester sistem CoLAR Pengembangan menjadi
digester
digester model
sederhana
CoLAR
untuk
pengolahan limbah cair industri tapioka sebagai
ISSN 1978 - 2365
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 18 Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26 Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26
unit penghasil biogas terdapat beberapa faktor penting yang harus dijadikan acuan
untuk
perancangan sebagai berikut : 1). Kapasitas produksi harian bahan baku singkong olahan. 2). Penghitungan kapasitas produksi limbah cair sebagai bahan baku pengisian dengan menggunakan persamaan :
Gambar 1 . Pengukuran tekanan biogas dengan pipa U P = ρ x g x h .......................................(4)
Kap.Limbah = Koef. x Jml bahan ..... (1)
ρ
: massa jenis air, kg/m3
hidrolik
g
: gravitasi bumi, m/s2
(Hidraulic Retention Time) yang yang
h
: tinggi permukaan air, m
3). Penentuan
waktu
tinggal
dimana
P1 = P2 ................................................(5)
optimal untuk proses fermentasi. 4). Penghitungan kapasitas digester dengan
dimana
P1 : tekanan biogas P2 : tekanan air yang diakibatkan
menggunakan persamaan berikut :
oleh tekanan udara dan tekanan air Vdig = WTH x Kap. limbah ........... (2)
5).
Vdig
:
Volume digester
WTH
:
Waktu Tinggal Hidrolik
Penghitungan digetser
kapasitas
volume
Pbiogas = Pudara + ρ x g x h ........................(6) Sehingga tekanan biogas, berdasarkan Gambar
total
dan ruang penyimpanan gas
menurut Meynell (4) adalah :
1. dapat dicari dengan persamaan: Pbiogas = Pudara + ρ x g x (2X) ............. (7) Uji Kinerja Bioreaktor CoLAR
Vt = Vdig + 20 % Vt.
Pada
Vt - 20 % Vt = Vdig
sistem
instalasi
pembuatan
80 % Vt = Vdig
biogas, kemampuan bioreaktor sebagai
Vt = Vdig / 80 % ...............................(3)
tempat berlangsungnya proses degradasi
6). Pengaturan tekanan pada sistem instalasi
bahan organik untuk menghasilkan biogas
biogas dengan menggunakan manometer
menjadi faktor
air menurut
kinerjanya
perhitungan yang telah
dilakukan oleh Sears and Zemansky adalah sebagai berikut :
[5]
penting yang perlu diuji
secara
seksama.
Ketepatan
dalam melakukan rancang bangun dan kualitas pemasangan konstruksi sangat menentukan kinerja dari digester biogas. Konstruksi yang salah dapat menyebabkan digester tidak dapat bekerja dengan baik, akibatnya produksi biogas tidak akan
Naskah diterima: 31 Mei 2010, revisi kesatu: 7 Juni 2010 revisi kedua: 21 Juni 2010, revisi terakhir: 28 Juni 2010
14
Rekayasa dan Uji Kinerja Reaktor Biogas Sistem Colar Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka
optimal.
Untuk
mengetahui
19
apakah
Lampung, memungkinkan pembinaan teknis
bioreaktor sistem CoLAR tersebut dapat
dan pengendalian operasional dapat dilakukan
berfungsi dengan baik, maka dilakukan uji
secara mudah.
terhadap kinerja bioreaktor.
Penentuan Jenis Reaktor/Digester
Beberapa parameter uji yang ditentukan dapat
dijadikan
indikator
kinerja
Teknologi pembuatan digester biogas dari tahun ke tahun telah banyak mengalami
bioreaktor, antara lain pH, suhu, laju
perkembangan
produksi gas serta parameter lain melalui
digester konstrukasi permanen, semi permanen
uji laboratorium seperti Total Chemical
maupun sederhana.
Oxygen Demand (T-COD) dan kualitas
Dari 3 jenis model konstruksi digester biogas
biogas.
tersebut, jenis digester konstruksi sederhana yang
dan
modifikasi,
dikembangkan
baik
menjadi
tipe
digester/
bioreaktor sistem CoLAR. Pemilihan jenis
HASIL DAN PEMBAHASAN
digester konstruksi sederhana ini didasarkan
Penentuan Lokasi
atas kebutuhan ukuran reaktor dengan daya
Berdasarkan
hasil
survei
lapangan,
tampung limbah yang besar hingga ribuan
penelusuran data potensi serta hasil diskusi
meter kubik,
dengan nara sumber dari Lembaga Penelitian
konstruksi,
Universitas Lampung, telah ditetapkan lokasi
perawatannya, serta mudah pengoperasiannya.
pembangunan unit instalasi pengolahan limbah
Berdasarkan hasil kajian teknis dari berbagai
industri tapioka menjadi biogas di Industri
literatur dan informasi serta hasil survei potensi
Tepung Tapioka Rakyat (ITTARA)
PD
lapangan dan diskusi dengan nara sumber,
Semangat Jaya, Desa Bangun Sari, Kecamatan
dapat ditentukan perancangan teknis bioreaktor
Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran Propinsi
sistem CoLAR sebagai sarana pengolahan
Lampung. Dasar peretimbangan pemilihan
limbah
lokasi tersebut
menghasilkan biogas.
adalah bahwa PD Semangat
Jaya memiliki kapasitas produksi tapioka yang kontinyu, didukung dengan kelembagaan yang berpengalaman, jumlah SDM yang memadai,
kemudahan dalam pembuatan biaya
cair
relatif
industri
murah,
tapioka
mudah
untuk
Perancangan Reaktor CoLAR Penghitungan Kapasitas Limbah
memiliki lahan yang cukup luas, melakukan
Limbah cair industri tapioka merupakan
usaha agroindustri secara terpadu (tapioka,
bahan baku utama untuk pembuatan biogas.
peternakan sapi, jagung, coklat, singkong dsb.).
Kegiatan perekayasaan/rancang bangun reaktor
Selain
atas
CoLAR diawali dengan penghitungan kapasitas
pertimbangan kesediaan PD Semangat Jaya
limbah harian yang dihasilkan. Berdasarkan
yang sanggup mengelola secara kontinyu.
identifikasi kemampuan produksi tapioka, PD
Lokasinya
Semangat Jaya memiliki kapasitas produksi
itu
pemilihan
lokasi
juga
yang tidak jauh dari Bandar
ISSN 1978 - 2365
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 20 Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26 Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26
rata-rata sekitar 30 ton singkong per hari.
berpengaruh
Penggunaan air untuk proses produksi tapioka
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
antara
pemarutan,
waktu tinggal hidrolik yang optimal untuk
ekstraksi dan pengendapan/ pemisahan yang
proses fermentasi limbah cair tapioka adalah
selanjutnya akan menjadi limbah cair.
20-40 hari
lain
untuk
pencucian,
Kapasitas limbah cair yang dihasilkan pada industri tapioka dapat mencapai sekitar 45 m3/ton ubi kayu. Berdasarkan data tersebut untuk menghitung kapasitas limbah ditentukan koefisien limbah sebesar 4,80 liter/kg singkong, sehingga kapasitas limbah cair dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) sebagai Kap.Limbah = Koef. x Jml. bahan olahan. = 4,8 liter/kg x 30.000 kg/hari
dan hasil penelitian skala
yang optimal adalah 20 hari [6]. Untuk membuat rancang bangun reaktor sistem CoLAR dengan memperhitungkan parameter laju alir limbah sebagai bahan isian dan waktu tinggal hidrolik (WTH) untuk proses fermentasi yang
optimal.
Perancangan
Dengan diketahuinya kapasitas limbah cair dihasilkan
setiap
harinya,
untuk
selanjutnya limbah tersebut akan menjadi bahan isian reaktor/digester dengan laju alir sebanyak 144 m3/hari secara kontinyu.
faktor
penting
yang
sangat
menentukan terhadap keberhasilan produksi karena
akan
mempengaruhi
laju
pembebanan dan konsentrasi air limbah di dalam bioreaktor. Lamanya waktu tinggal hidrolik
juga
menentukan
terjadinya
peningkatan konsentrasi mikroorganisme di dalam bioreaktor. Keberhasilan lama kontak antara mikroorganisme dan bahan organik air
limbah
serta
20 % dari volume total digester. Penentuan ruang
penampung
gas
20
%
kondisi
kolam anaerobik diketahui bahwa setiap ton ubikayu menghasilkan sekitar 24,4 m3 biogas [1]. Mengacu
pada
angka
hasil
pengukuran
produksi biogas tersebut, maka volume total digester (Vt) yang dibutuhkan untuk proses dihitung dengan menggunakan persamaan (2)
Waktu tinggal hidraulik air limbah merupakan
yang dihasilkan dari proses fermentsi sebesar
degradasi bahan organik dalam limbah dapat
Penentuan Dimensi Reaktor CoLAR
proses
fermentasi seperti pH dan temperatur, sangat
dan (3) sebagai berikut : Vdig = WTH x Kap. limbah Vdig = 20 hari x 144 m3/hari Vdig = 2.880 m3 Vt = Vdig + 20 % Vt. Vt - 20 % Vt = Vdig 80 % Vt = Vdig Vt = Vdig / 80 % → 2.880 x 1,25 Vt = 3.600 m3 Dengan diketahuinya volume total digester/ reaktor
3.600
m3
maka
dimensi
yang
dibutuhkan untuk pembuatan digester CoLAR adalah 30 m x 20 m x 6 m = 3600 m3.
Naskah diterima: 31 Mei 2010, revisi kesatu: 7 Juni 2010 revisi kedua: 21 Juni 2010, revisi terakhir: 28 Juni 2010
14
desain
berdasarkan hasil pengukuran emissi gas di
= 144 m3/hari
dalam
biogas.
laboratorium dilaporkan waktu tinggal hidrolik
kapasitas
= 144.000 liter/hari
biogas,
[2, 3, 4, 5 ]
produksi
memperhitungkan pula ruang penampung gas
berikut :
yang
terhadap
Rekayasa dan Uji Kinerja Reaktor Biogas Sistem Colar Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR)
Pompa resirkulas i
COVER HDPE
Pipa Bak inlet kontrol inlet
21
Timbunan tanah
Bak kontrol outlet
Pipa outet
GAS STORAGE
Pipa outlet
1,5 m
1,5 m
2m
2 m
Air limbah
6m
80 cm
`
30 m Penampang Samping Dinding Cover Lagoon Anaerobic Reactor
Redesain
Gambar 2. Desain bioreaktor CoLAR Gambar 4. Manometer air Penentuan tinggi (h) 80 cm tujuannya adalah untuk mendapatkan tekanan yang bekerja pada sistem instalasi berada pada tekanan rendah sehingga biogas aman pada saat digunakan. Besarnya tekanan yang bekerja pada sistem instalasi biogas tersebut sebagai berikut : Pbiogas = Pudara + ρ x g x (2X) Gambar 3. Bioreaktor CoLAR
= 1atm + 1000 kg/m3 x 10 m/det2 x 2 (0,8 m) = 1 atm + 16000 N/m2
Pengaturan Tekanan
= 1 atm + 16000 Pa Proses
fermentasi
anaerobik
senantiasa
menghasilkan biogas secara terus menerus. Produksi
gas
yang
terakumulasi
arah. Agar biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar diperlukan upaya pengaturan tekanan pada sistem instalasi. Tekanan gas dikontrol dengan manometer air pada level air manometer
80 cm. air
berfungsi
Pada sistem ini sebagai
kelep
pengaman tekanan (safety valve) dan sebagai perangkap air (water trap).
= 1,16 atm
akan
menimbulkan tekanan yang menuju ke segala
(h) setinggai
= 1 atm + 0,1579 atm
Uji Kinerja Reaktor CoLAR Kegiatan uji kinerja bioreaktor yang dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang berpengaruh terhadap proses fermentasi seperti temperatur, derajat keasaman (pH), Total Chemical Oxygen Demand (T-COD) dan konsentrasi metana. Temperatur Suhu penting optimasi
merupakan
yang
salah
menentukan
produksi
satu
faktor
keberhasilan
biogas, karena dapat
mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang
ISSN 1978 - 2365
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 22 Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26 Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26
akan mendegradasi bahan organik. Suhu juga
posisi inlet (5,2 – 5,7 ) terjadi karena air limbah
akan mempengaruhi proses anaerobik, dimana
telah mengalami dekomposisi awal yang belum
peningkatan suhu akan meningkatkan laju
sempurna,
pertumbuhan
spesifik berbagai jenis bakteri
organik yang menyebabkan konsentrasi asam
dalam daerah yang sempit. Peningkatan laju
meningkat. Pada tahap asidifikasi ini senyawa-
pertumbuhan
meningkatkan
senyawa monomer akan diurai kembali menjadi
jumlah mikroorganisme dan selanjutnya akan
asam-asam organik oleh bakteri asetogenik.
meningkatkan laju dekomposisi air limbah
Produk utama dari proses dekomposisi tahap
menjadi biogas. Hasil pengukuran terhadap
asidifikasi ini adalah asam asetat, asam
suhu air limbah menunjukkan bahwa proses
propionat dan asam laktat yang merupakan
fermentasi anaerobik terjadi pada rentang suhu
produk akhir dari proses asidifikasi. Proses
spesifik
akan
0
yaitu proses
asidifikasi bahan
26 - 28 C. Pada kondisi rentang suhu tersebut
asidifikasi berlangsung dalam waktu yang
diduga proses fermentasi telah dapat berjalan
singkat akibat dari meningkatnya laju alir
dengan baik karena berada pada kondisi suhu
penambahan bahan organik (COD) dalam air
mesofilik.
penelitian
limbah. Hal inilah yang menyebabkan pH air
menyatakan bahwa suhu mesofilik untuk proses
limbah pada awalnya mengalami penurunan.
fermentasi adalah 25 – 40 0C dan kondisi
Kondisi pH berangsur-angsur akan mengalami
Beberapa
hasil
[3, 7]
kenaikan mendekati posisi pH netral sejalan
Peningkatan suhu dalam reaktor di lapangan
dengan bertambahnya waktu tinggal hidrolik
tidak
sehingga proses dekomposisi berjalan optimal.
optimum terjadi pada suhu dilakukan
karena
30–35 0C.
penerapannya
memerlukan energi yang besar dan biaya yang
Kondisi pH mendekati netral ini sangat
mahal. Penggunaan suhu ruang di daerah tropis
dibutuhkan kelompok bakteri metanogenik
juga diketahui telah mampu menghasilkan
untuk
biogas dengan cukup baik.
menjadi asam asetat, methana (CH4) dan gas-
mendegradasi
asam-asam
organik
gas lain. Hasil pengukuran terhadap pH pada
Derajat Keasaman (pH) Derajat Keasaman (pH) mempunyai
posisi outlet dari bioreaktor menunjukkan pH
peranan penting dalam proses fermentasi
sekitar 6,8 - 7,2. Kondisi pH pada kisaran
anaerobik. Kondisi pH sangat mempengaruhi
tersebut diduga proses fermentasi anaerob
aktivitas
mendekomposisi
dapat berjalan dengan baik untuk produksi
bahan organik untuk menghasilkan gas metana.
biogas. Proses fermentasi anaerobik dapat
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pH air
berlangsung dengan baik pada pH sekitar 7,0
limbah industri tapioka diketahui rata-rata pH
dengan
air limbah berkisar antara
5,2 – 5,7 pada
Sedangkan efektivitas kinerja suatu digester
posisi inlet dan 6,8 - 7,2 pada posisi outlet dari
paling tinggi terjadi pada pH 7,0 dan nilai pH
bioreaktor. Rendahnya nilai pH air limbah pada
yang mendekati nilai pH netral merupakan
mikroorganisme
pH
optimumnya
adalah
Naskah diterima: 31 Mei 2010, revisi kesatu: 7 Juni 2010 revisi kedua: 21 Juni 2010, revisi terakhir: 28 Juni 2010
14
7,0–7,2.
23
Rekayasa dan Uji Kinerja Reaktor Biogas Sistem Colar Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka
kondisi optimum bagi bakteri metanogenik dalam menghasilkan gas metana
[2]
mengindikasikan
penerapan reaktor CoLAR ini memungkinkan terjadinya proses fermentasi anaerob dapat berlangsung dengan baik. Hal ini ditandai dengan terjadinya laju penyisihan COD (CODlimbah.
Hasil
dapat
Besarnya laju penyisihan COD (T-COD
Kondisi suhu dan pH air limbah pada
air
bioreaktor
bekerja dengan baik.
.
Total Chemical Oxygen Demand
removal)
sistem
pengukuran
terhadap nilai rata-rata Total Chemical Oxygen Demand (T-COD) limbah segar adalah 9.011 mg/liter dan setelah limbah mengalami proses fermentasi nilai T-COD turun menjadi 2.680 mg/liter. Hasil penerapan dan uji kinerja bioreaktor CoLAR ini juga menunjukkan bahwa, sistem bioreaktor mampu mendegradasi bahan organik dengan rata-rata laju penyisihan T-COD sebesar 6.331 mg COD/liter atau 0,317 gr COD/Liter/hari atau 949,6 kg COD/150 m3/hari dengan persentase laju penyisihan sebesar 70,3 %.
removal) adalah kemampuan sistem bioreaktor dalam mendekomposisi bahan organik (COD) dalam satuan waktu tertentu. Parameter ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja
sistem
bioreaktor
pada
proses
fermentasi anaerobik. Hasil laju penyisihan TCOD
yang
diperoleh
dalam uji
kinerja
bioreaktor CoLAR tersebut lebih rendah bila dibandingkan
dengan
hasil
penelitian
sebelumnya skala laboratium dengan waktu tinggal hidrolik yang sama (20 hari), yaitu sebesar
0,430
gr
COD/Liter/hari
dengan
persentase sebesar 82,4 %. Perbedaan hasil TCOD yang diperoleh tersebut diduga bahwa pada penelitian skala laboratorium beberapa faktor yang berpengaruh seperti suhu, pH, pengadukan (resirkulasi), dan kondisi reaktor lebih mudah dikendalikan dibanding skala pilot plant di lapangan.
TOTAL COD (T-COD)
Produksi Biogas
10000
T- CO D (mg /L )
9000 8000 7000
Selama proses fermentasi berlangsung
6000 5000 4000
bahan organik yang terkandung dalam air
3000 2000
limbah mengalami proses dekomposisi secara
1000 15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengamatan (hari ke) Inlet
anaerobik dan akan menghasilkan biogas. Pada
Out let
Gambar 5. Rata-rata Penurunan Nilai T–COD Pada Gambar 5 tersebut terlihat bahwa hasil pengukuran terhadap Total COD mengalami penurunan secara signifikan sebesar 70,3 %. Menurunnya nilai T-COD menunjukkan bahwa telah terjadi penyisihan T-COD selama proses fermentasi
berlangsung.
Hal
ini
proses sintesa metana, setiap satu mol metana memerlukan dua mol oksigen untuk
dapat
dioksidasi menjadi CO2 dan H2O, akibatnya setiap
produksi
16
gram
metana
dapat
menurunkan COD air limbah sebanyak 64 gram, sehingga pada suhu dan tekanan standar setiap stabilisasi 1 kg COD dapat menghasilkan 0,35 m3 gas metana.[2] .
ISSN 1978 - 2365
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 24 Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26 Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26
Pada kegiatan uji kinerja bioreaktor
gas Nitrogen (N2) sebesar 6,5 % serta H2S
sistem CoLAR ini biogas yang dihasilkan
sebesar
diukur secara kontinue dengan menggunakan
konsentrasi gas metana sebesar 58,8 %,
gas flow meter yang dihubungkan dengan
diperkirakan rata-rata produksi metana sekitar
lubang pengeluaran gas pada bioreaktor.
285 m3/hari.
pengukuran
menunjukkan
terhadap
bahwa
produksi
bioreaktor
ppm.
gas
Dengan
diketahuinya
LAJU PRODUKSI BIOGAS
mampu
600
Produksi Biogas (m 3)
Hasil
605
menghasilkan rata-rata produksi biogas harian sebesar 485,4 m3/hari atau setiap m3 limbah 3
menghasilkan biogas sekitar 3,2 m . Rata-rata
500 400 300 200 100 0 15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengamatan (Hari ke)
produksi biogas tersebut jika dihitung dan dikorelasikan
terhadap
besarnya
laju
penyisihan COD maka diperoleh laju produksi
CH4
BIOGAS
Gambar 7. Produksi Biogas dan Metana (CH4)
biogas sebesar 0,51 m3 biogas/kg COD/hari
Biogas layak digunakan sebagai bahan bakar
atau perkiraan produksi metana sebesar 0,31
dan menghasilkan api berwarna biru apabila
m3 CH4/kg COD/hari.
kadar
gas
metana
minimal
50
%
[11]
.
Konsentrasi gas metana hasil uji kinerja reaktor CoLAR ini sebesar 58,8 % cenderung dapat memenuhi syarat untuk dapat dibakar, sehingga dapat
digunakan
sebagai
sumber
energi
alternatif. Gambar 6. Reaktor CoLAR terpasang. energi
terbarukan
mensyaratkan
memiliki
kandungan gas metana dengan konsentrasi
Konsentrasi Biogas (%)
Pemanfaatan biogas sebagai sumber
Komposisi Biogas 70.0
yang tinggi, karena gas metana inilah yang
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Waktu pengamatan (hari ke)
akan menjadi bahan bakar karena bersifat
N2
mudah terbakar. Untuk mengetahui komposisi
CH4
CO2
Gambar 8. Komposisi Biogas
biogas yang dihasilkan oleh reaktor CoLAR, dilakukan pengukuran konsentrasi gas metana. Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap komposisi
biogas
diperoleh
rata-rata
konsentrasi metana sebesar 58,8 % dengan sebaran antara 54 % - 62 %. Selain metana juga terdeteksi pula gas Karbondioksida (CO2) dengan rata-rata konsentrasi sebesar 30.2 %,
Pada Gambar 8 nampak bahwa konsentrasi gas metana yang dihasilkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan konsentrasi gas karbon dioksida dan nitrogen. Hal ini menunjukkan bahwa
proses
metanogenesis
berlangsung dengan baik di dalam sistem bioreaktor anaerobik (CoLAR) tersebut.
Naskah diterima: 31 Mei 2010, revisi kesatu: 7 Juni 2010 revisi kedua: 21 Juni 2010, revisi terakhir: 28 Juni 2010
14
dapat
Rekayasa dan Uji Kinerja Reaktor Biogas Sistem Colar Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka
25
KESIMPULAN DAN SARAN
Saran
Berdasarkan hasil kegiatan kerekayasaan dan
a. Teknologi pengolahan limbah cair industri
uji kinerja bioreaktor sistem CoLAR dapat
pangan menjadi biogas perlu dilakukan
ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :
kajian keekonomian secara detail dan menyeluruh terhadap aspek teknis maupun
Kesimpulan
non
a. Kegiatan Rancang bangun Cover Lagoon
dikembangkan lebih lanjut kearah skala
Anaerobic
Reactor
(CoLAR)
pada
pengolahan limbah cair industri tapioka
teknis
sehingga
hasilnya
dapat
komersial. b. Teknologi pengolahan limbah cair industri
teknologi
tapioka menjadi biogas dapat dijadikan
produksi biogas. Kapasitas limbah cair
suatu percontohan teknologi yang dapat
dapat
diterapkan
sebagai 3
yang dihasilkan sebesar 150 m per hari
diimplementasikan pada industri pangan
dapat
oleh
lainnya seperti industri tahu, tempe, kelapa
bioreaktor CoLAR kapasitas 3.600 m3
sawit, mie, industri penggemukan sapi dan
dengan waktu tinggal hidrolik selama 20
lain sebagainya.
ditampung
dan
terproses
hari. b. Sistem bioreaktor Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR) yang diterapkan dapat bekerja dengan baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai rata-rata Total Chemical
Oxygen
Demand
(T-COD)
sebesar 70,3 %, yaitu dari 9.011 mg/liter turun menjadi 2.680 mg/liter atau sebesar 0,317 gr COD/Liter/hari atau 949,6 kg COD/150 m3/hari. c. Sistem bioreaktor mampu menghasilkan rata-rata produksi biogas sebesar 485,4 m3/hari dengan kandungan metana sekitar 58,8 %. d. Konsentrasi metana (CH4) dalam biogas sebesar 58,8 %, secara teknis dapat digunakan alaternatif.
sebagai
sumber
energi
DAFTAR ACUAN [1] Hasanudin, U. 2006. Present Status and Possibility of Biomass Effective Used in Indonesia. Proceeding. Seminar on Sustainable Sosiety Achievement by Biomass Effective Used. EBARA Hatakeyana Memorial Fund, Jakarta. [2] Hasanudin, U. 2007. Methane Production from Agroindustry Wastewater. Workshops on Commercialization of Renewable Energy Recovery from Agroindustrial WastewaterUniversity of Lampung, Bandar Lampung. [3] Omer, A. M., and Y. Fadalla. 2003. Biogas Energy Technology in Sudan. Journal of Renewable Energy, 28: 499 – 507. [4] Converti, A., A. D. Borghi., and M. Zilli, S. 1999. Anaerobic Digestion of The Vegetable Fraction of Municipal Refuses: Mesophilic Versus Thermophilic Conditions. Journal of Bioprocess Enginering. 21 : 371 – 376. [5] Garcelon, J., and Clark, J. 2005. Waste Digester Design. Civil Engineering Laboratory Agenda. University of Florida. http://www.ce.ufl.edu/activities/waste/wdd ins.html.
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 26 Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26 Vol. 9 No. 1 Juni 2010 : 14 – 26
[6] Isdiyanto, R. dan Udin Hasanudin.2009. Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolik Terhadap Produksi Biogas. Majalah Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan. Vol. 8. No. 2. Desember 2009. hal. 82-90. [7] Wise, D. L., P. L. Alfred, and A. S. Mostafa. 2000. A large-scale Biogestion of Diary and Pig Manure: Start Up Procedure of Batch, Fed-batch and CSTR-type Digesters. Journal of Bioprocess Wastes, 26: 15 – 31. [8] Hammad, M., D. Tahboub. 1999. Organic Waste to Energy Conversion 40 : 1463 – 1475.
Badarneh, and K. Evaluating Variable Produce Methane. and Managements.
Naskah diterima: 31 Mei 2010, revisi kesatu: 7 Juni 2010 revisi kedua: 21 Juni 2010, revisi terakhir: 28 Juni 2010
14
ISSN 1978 - 2365