Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN KEMBALI LIMBAH GREYWATER UNTUK KEBUTUHAN NON POTABLE RUMAH TANGGA Siti Qomariyah1, Adi Yusuf Muttaqin2 dan Budi Utomo3 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email:
[email protected] 3 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Kekurangan pasokan air baku di wilayah perkotaan pada musim kemarau terjadi baik secara kuantitas maupun kualitas. Mencari alternatif sumber air yang baru telah menjadi isu global. Salah satu alternatif sumber air adalah dari limbah domestik tipe greywater. Tulisan ini menguraikan manfaat pengolahan (recycling) dan pemanfaatan kembali (reuse) limbah greywater bagi keperluan non-potable seperti menyiram tanaman/irigasi, membilas toilet, mencuci kendaraan, dan keperluan out-door lainnya. Kebutuhan air tersebut tidak membutuhkan kualitas air setinggi kualitas air minum dan memasak. Manfaat lanjutan dari greywater recycling and reuse antara lain mengurangi jumlah limbah cair yang masuk ke sistim drainase kota, mengurangi tuntutan kebutuhan atas air baku, dan menciptakan lingkungan yang sehat dan hijau secara berkelanjutan. Terdapat beberapa macam teknologi pengolahan greywater dari yang sederhana hingga yang komplek. Teknologi yang dipilih disesuaikan dengan tujuan dari pemanfaatan hasil olahan greywater. Penerapan pengolahan greywater di Indonesia belum banyak dikenal, namun di beberapa negara maju hal tersebut sudah mulai diterapkan. Penerapan tersebut membutuhkan pemahaman pentingnya konservasi air dan lingkungan serta membutuhkan dukungan dari stakeholder terkait. Untuk memberi gambar pemanfaatan kembali greywater, Kota Surakarta di Jawa Tengah diambil sebagai contoh kasus. Kata kunci: greywater, non potable, rumah tangga, pengolahan, pemanfaatan kembali
1.
PENDAHULUAN
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kekurangan air menjadi problem besar di kota-kota di dunia sehingga mencari sumber air baru dan mengembangkan teknologi pengadaan air guna memenuhi kebutuhan masyarakat kota telah menjadi isu global (Zhe Li dkk, 2010). Pertumbuhan jumlah penduduk beserta aktifitas ekonomi masyarakat di perkotaan bukan saja mengakibatkan penurunan eksistensi sumber daya air, namun juga mengakibatkan pencemaran air baik air permukaan maupun air tanah [Pieter HG, 1993). Alih fungsi lahan pertanian sebagai kawasan resapan air menjadi kawasan tertutup oleh infrastruktur bangunan dan jalan terjadi di semua kota-kota di Indonesia, akibatnya kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan menjadi berita rutin setiap tahun. Akhir-akhir ini isu perubahan iklim diindikasikan telah terjadi. Perubahan iklim yang memicu terjadinya peningkatan frekuensi dan intensitas kekeringan menyebabkan sumber-sumber air mengalami penyusutsan (Dellasala, 2013). Secara global air tawar hanya sebesar 2,5% dari jumlah air di dunia, sisanya berupa air asin. Dari 2,5% air tawar tersebut, 68,9% berupa bongkahan es, 30,8% berupa air tanah, dan hanya 0,3% air permukaan di sungai-sungai dan danau-danau (Desai dkk, 2013). Perubahan iklim tersebut menyebabkan lebih banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebanjiran (Heike Hofman, 2011). Kota-kota besar di Indonesia sering mengalami kekeringan air saat musim kemarau, namun dilanda banjir di musim penghujan (Robert JK dkk, 2010). Indonesia berpenduduk sekitar 245 juta jiwa dan hampir setengah dari penduduk tersebut tinggal di perkotaan (The World Bank, 2013). Air permukaan dan air tanah di perkotaan dengan penduduk padat seperti Kota Jakarta telah tercemar akibat limbah rumah tangga dan limbah industri seperti dijelaskan oleh Nusa I.S., dkk. (2006) terhadap hasil studi yang dilakukan oleh JICA di Jakarta pada tahun 1990; bahwa dari segi volume limbah, air limbah rumah tangga memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sekitar 75%, air limbah perkantoran dan wilayah komersil 15%, dan air limbah industry 10%. Dari segi beban polutan organik, air limbah rumah tangga memberikan kontribusi pencemaran sekitar 70%, air limbah perkantoran 14%, dan air limbah industry 16%. Dengan demikian, air limbah rumah tangga merupakan penyumbang terbesar pencemaran air di wilayah Jakarta. Fenomena di Jakarta
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 929
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
tersebut dapat pula terjadi di kota-kota lain di Indonesia yang saat ini sedang dan akan berkembang. Penduduk yang meningkat membutuhkan perluasan wilayah pemukiman, akibatnya wilayah resapan air berkurang; juga membutuhkan peningkatan suplei air bersih, sedangkan sumber air permukaan dan air tanah perkotaan mengalami pencemaran. Dengan demikian pencarian alternatif sumber air sekaligus konservasi sumber daya air merupakan suatu keniscayaan untuk diupayakan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain desalinasi air laut, pemanenan air hujan, dan pemanfaatan kembali limbah cair tipe greywater. Desalinasi air laut membutuhkan biaya investasi dan operasional yang mahal. Pemanenan air hujan hanya bisa dilakukan pada saat musim hujan. Pemanfaatan kembali limbah greywater belum banyak diterapkan. Beberapa negara maju telah mulai menerapkan pengolahan dan pemanfaatan kembali (reuse and recycling) greywater sebagai alternatif sumber air [Jefferson, 1999; Pidou, 2007; Zita, 2013]. Di Indonesia, pengolahan limbah greywater belum menjadi perhatian. Greywater biasanya dibuang tanpa diolah terlebih dahulu ke saluran drainase, ke badan jalan, ke tanah terbuka, atau ke badan air lainnya. Pembuangan limbah tanpa pengolahan akan berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan estetika lingkungan. Tulisan ini merupakan kajian tentang potensi greywater sebagai sumber air alternatif untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga di kawasan perkotaan.
2.
GREYWATER
Definisi greywater Greywater adalah limbah cair domestik yang terpisah dengan limbah dari toilet/kakus (black water). Greywater berasal dari bekas air mandi dari buth up/shower/atau bak mandi, air bekas mencuci pakaian baik dari mesin cuci atau ember-ember cucian, dan air bekas aktifitas dapur rumah tangga, gedung-gedung perkantoran maupun sekolah (Erickson dkk, 2002). Gambar 1 menunjukkan sumber greywater dimana pada beberapa negara bagian di negara maju limbah dapur tidak dimasukkan dalam kategori greywater (MPMSAA, 2008). Greywater telah dimanfaatkan bukan saja di negara-negara yang sedang berkembang seperti di Peru, India, Mexico, Thailand, Costa Rica, Sri Lanka (Barbara I. dkk., 2005), dan negara-negara di Timur Tengah (Lucy A. dkk., 2010; Francis W.K., 2011;), tetapi juga di negara maju seperti Australia (MPMSAA, 2008), United Kingdom (Sara MZ, dkk., 2013), Amerika Serikat (Zita LTY dkk., 2013), dan Jerman (Heike H. dkk., 2011). Bahkan, untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, greywater merupakan sumber air yang mendatangkan manfaat (Morel A dkk, 2006).
Gambar 1. Sumber Limbah Grey Water (MPMSAA, 2008)
Sifat-sifat & volume greywater Sift-sifat greywater sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber air, jenis distribusi air, serta aktifitas penghuni rumah/bangunan yang bersangkutan (Eriksson dkk, 2002) seperti budaya memasak/makanan, jumlah dan jenis sabun/deterjen serta penggunaan lain bahan-bahan rumah tangga. Secara umum greywater mengandung zat organik, nutrisi, dan microorganisme dengan konsentrasi yang lebih rendah dibanding black water, dengan parameterparameter kimia, fisik, dan mikrobiologi seperti disajikan dalam tabel berikut. Tabel 1. Sumber dan sifat-sifat greywater Sumber Laundry
Kamar mandi
Dapur
Sifat-sifat Mikroba: kandungan coliform thermotoleran bervariasi Kimia: sodium, phospat, boron, ammonia, nitrogen dari sabun dan kotoran pakaian Fisika: suspended-solid tinggi, lint, turbidity Biologi: BOD tinggi Mikroba: kandungan coliform thermotoleran bervariasi rendah Kimia: sabun, sampo, pasta gigi, cairan pembersih kimia Fisika: suspended-solid tinggi, rambut, turbidity Biologi: BOD rendah Mikroba: kandungan coliform thermotoleran bervariasi Kimia: detergent, cairan pembersih Fisika: sisa-sisa makanan, minyak, lemak, turbidity
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 930
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Biologi: BOD tinggi Sumber: Barbara I. dkk., 2005 Volume greywater bervariasi tergantung dinamika penghuni rumah, yang mencakup faktor sumber air dan infrastruktur, jumlah anggota keluarga, usia, gaya hidup, pola penggunaan air dan lain-lain. Volume greywater berkisar 120 l/org/hr (Morel A. dkk, 2006). Di Australia, volume greywater diperkirakan 85% dari konsumsi air (135 l/org/hr) yaitu sebesar 113 l/org/hr, sehingga volume greywater diperkirakan antara 90 – 120 l/org/hr (MPMSAA, 2008). Zita LTY dkk. (2013) me-review hasil penelitian Abu Ghunni dkk. (2011) dan Friedler (2004) bahwa volume greywater sekitar 70% dari total limbah cair rumah tangga; serta hasil studi Mayer dan DeOreo (1999) bahwa greywater dari rumah tangga di Amerika Serikat adalah 127– 151 l/org/hr. Penelitian terkait greywater rumah tangga di Indonesia belum banyak dilakukan. Mengingat produksi greywater terkait dengan budaya masyarakat dan iklim setempat, maka sifat-sifat dan volume greywater di Indonesia dimungkinkan sangat beragam.
Manfaat pengolahan greywater Manfaat dasar dari sistim pengelolaan greywater dalam rumah tangga individu atau komunal adalah untuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, perlindungan terhadap lingkungan, pengisian air tanah, dan manfaat ekonomi (Morel, A. dkk, 2006). Hasil olahan greywater pada umumnya adalah untuk keperluan irigasi atau pengairan tanaman (Barbara I. dkk, 2005). Namun, dengan beberapa perlakuan selama proses pengolahan, hasil olahan greywater dapat dimanfaatkan untuk non-potable uses seperti mencuci kendaraan, membilas toilet, dan keperluan out-door lainnya (Morel, A dkk, 2006; Pidou dkk, 2007). Keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan hasil olahan greywater antara lain: Mengurangi kebutuhan air baku (freshwater). Bagi masing-masing rumah tangga, biaya langganan air PDAM dapat berkurang; bagi suatu wilayah perkotaan, demand atas air baku dapat berkurang signifikan. Mengurangi jumlah limbah rumah tangga yang masuk ke dalam sistim drainasi kota. Limbah rumah tangga di perkotaan dengan penduduk yang padat merupakan sumber utama pencemaran air permukaan maupun ait tanah. Greywater recycling and reuse dapat mengurangi pencemaran tersebut dan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini bermanfaat bukan saja di rumah masing-masing secara individual melainkan juga komunal di perkotaan. Mengisi air tanah (groundwater recharge) dengan treated greywater dengan kandungan limbah yang sudah dinetralkan. Menciptakan estetika lingkungan hijau di halaman rumah pribadi maupun area komunal karena kebutuhan air bagi tanaman terjamin sepanjang tahun seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2. Pemanfaatan olahan greywater untuk mengairi taman rumah, perkantoran, dan kebun.
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 931
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Teknologi dan penerapan pengolahan greywater Secara umum teknologi pengolahan greywater adalah mengumpulkan & mengolah greywater dalam unit-unit tangki. Hasil olahan (treated) greywater ditampung dalam tanki penampung. Untuk dapat mengalir secara gravitasi ke titik-titik user, hasil olahan greywater dipompa ke tanki penampung yang letaknya lebih tinggi dari titik-titik user tersebut. Tipikal sistim pengolahan greywater rumah tangga ditunjukkan pada Gambar 3 yang mengolah greywater terpisah dengan blackwater. Sumber greywater dari air mandi (buthup & shower) serta mesin cuci, kemudian disaring dan diolah. Hasil olahan ditampung di tampungan bawah kemudian dipompa ke tampungan lantai 2 untuk keperluan membilas toilet. Dalam gambar tersebut, blackwater diolah terpisah, kemudian hasil olahan yang sudah memiliki kualitas yang sama dengan olahan greywater ditampung menjadi satu. Di Indonesia, hasil olahan blackwater dengan septictank biasanya diresapkan ke dalam tanah.
Gambar 3. Tipikal sistim pengolahan greywater (www.videurtechnologies.in)
Dapur
Cuci
Mandi
Pidou dkk (2007) mereview teknologi yang sudah diterapkan di lapangan ke dalam 5 kategori: 1. Sederhana (penyaringan kasar dan disinfektan); 2. Kimiawi (fotocatalisis, elektrik-koagulasi dan koagulasi); 3. Fisik (penyaringan pasir,absorpsi, dan membrane); 4. Biology (penyaringan aerasi biologi, reaksi biomembrane, kontaktor biologi rotasi); dan 5. Ekstensif (constructed wetland). Teknologi yang paling banyak digunakan adalah sistim biologi sebanyak 39,1%, diikuti oleh sistim ekstensif 23,4%, sistim fisik 20,3%, sistim sederhana 12,5%, dan sistim kimia 4,7%. Ke lima macam teknologi tersebut dapat digolongkan ke dalam 3 jenis seperti ditunjukkan pada Gambar 4, dimana tahap sedimentasi atau penyaringan polutan kasar dilakukan sebelum proses lanjutan. Teknologi sederhana dengan penyaringan pasir mempunyai pengaruh yang terbatas, namun penggunaa disinfektan menetralisir mikro-organisme dengan efisien. Teknologi yang lebih komplek menyaring greywater beberapa kali dan diakhiri dengan pemberian disinfektan. Jika mengunakan membrane-bio-reactors (MBRs) merupakan sistim yang efisien dalam penetralisir kandungan mikroba tanpa proses disinfektan. Teknologi ekstensif dipandang sebagai teknologi pengolahan greywater yang lebih baik, khususnya untuk menghilangkan kandungan bahan-bahan organik.
Sederhana:
Sedimentasi
Vertikal flow filter
Komplek:
Sedimentasi
Aerob/ Anaeron filter
Ekstensif
Sedimentasi
Disinfektan
Membrane filfilter
Disinfektan
Constrructed Wetlands
Tanki Penampung =>Tanaman =>Toilet =>Mencuci => dll
Gambar 4. Jenis dan tahapan pengolahan greywater Pemilihan teknologi pengolahan greywater tergantung hasil akhir yang diinginkan dari proses pengolahan greywater (Mara, 2003). Peraturan Pemerintah no 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air memuat kriteria kualitas air untuk pertanian, perikanan, peternakan, pertanian, usaha perkotaan, dan industry. Teknologi sederhana relatif murah namun kualitas hasil olahan hanya layak untuk penyiraman tanaman. Teknologi biologi dan fisik relatif lebih komplek dan mahal, tetapi hasil olahan bisa mencapai kualitas yang diperlukan untuk semua non-potable uses. Teknologi kimiawi tidak banyak diterapkan. Teknologi ekstensif (constructed wetlands) merupakan teknologi yang menirukan proses alami dalam mengolah limbah yaitu memadukan unsur tanah, pasir, kerikil, dan tanaman air
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 932
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
(Heike dkk, 2011). Kelebihan teknologi constructed wetlands adalah mengolah greywater sekaligus menciptakan estetika lingkungan, yang dikenal dengan istilah ecosan (ekologi sanitasi). Contoh penerapan constructed wetlands dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5. Penerapan constructed wetlands di ruang keluarga, samping dan halaman rumah
3.
PEMBAHASAN
Untuk memberi gambaran potensi greywater bagi masyarakat di perkotaan, Kota Surakarta diambil sebagai contoh studi. Kota Surakarta mempunyai penduduk 500.171 jiwa pada tahun 2012 (BPS, 2013), maka berdasar Ditjen. Cipta Karya (1996) kebutuhan air baku kota tersebut adalah 120-150 liter/org/hari. Kualitas air sungai-sungai dan air tanah di dalam kota telah terkontaminasi (BLH, 2015). Berdasar data penduduk tahun 2012 dan pustaka di bab sebelumnya, volume limbah greywater di Kota Surakarta mencapai 60.020.520 liter/hari (80% x 150 lt/org/hr x 500.171 orang). Jumlah tersebut adalah sangat besar sebagai bahan baku sumber air alternatif. Sementara ruang terbuka sebagai kawasan resapan air di Kota Surakarta hanya sekitar 10% dari luas wilayah kota (BPS, 2013). Menurut undang-undang, rasio ruang terbuka adalah 30%. Dengan demikian, luas kawasan resapan air Kota Surakarta sangat tidak memadai, akibatnya pengisian air tanah oleh air hujan tidak maksimal. Kepadatan menduduk yang mencapai 13,410 jiwa/km2 (BPS, 2013) dan kawasan konservasi air yang minim menyebabkan air tanah terkontaminasi dengan bakteri coli. Sehingga PDAM Kota Surakarta telah merencanakan secara bertahap menghentikan pengambilan air tanah sebagai sumber air PDAM. Masalah sumber air PDAM lainnya adalah mata air yang selama ini sebagai sumber pasokan air yaitu mata air Cokro Tulung yang berada di luar batas administrasi Kota Surakarta sehingga ada biaya yang harus diserahkan ke kabupaten terkait. Sumber air lainnya adalah dari Bengawan Solo, namun pada musim kemarau air sungai tersebut mengalami penyusutan. Dengan potensi greywater mencapa 60.020.520 liter/hari, maka greywater tersebut merupakan suatu sumber air yang layak diupayakan untuk diolah sebagai sumber air non-potable kebutuhan rumah tangga. Kepadatan penduduk yang tinggi, kekurangan kawasan resapan air, kekurangan pemahaman terhadap kesehatan linkngan, serta keterbatasan anggaran pemerintah daerah menyebabkan perbaikan sanitasi perkotaan sulit diwujudkan. Hal-hal tersebut bisa jadi merupakan tipikal kota-kota di Indonesia. Untuk itu, setiap rumah tangga di perkotaan sebaiknya ikut berpartisipasi untuk menjaga sanitasi lingkungan yang lebih baik dengan mengolah dan memanfaatkan kembali limbah greywater. Keuntungan yang diperoleh dari mengolah greywater antara lain: 1. Greywater merupakan sumber air dengan jumlah yang besar dengan kandungan organik yang relatif rendah; 2. Setiap hari greywater diproduksi sehingga tersedia sepanjang tahun; 3. Siap diolah dan dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan non-potable; 4. Mengurangi volume limbah cair yang masuk ke dalam saluran drainase sehingga volume air banjir pada musim hujan berpotensi dapat dikurangi; 5. Mengurangi biaya langganan air PDAM. Khusus untuk teknologi constructed wetlands terdapat manfaat tambahan yaitu menciptakan estetika lingkungan hijau. Dalam masyarakat Indonesia, pemanfaatan kembali greywater mungkin akan mendapat kendala persepsi budaya bahwa greywater adalah limbah yang harus dibuang. Perubahan cara berfikir bahwa greywater merupakan benda berharga dalam situasi krisis sumber daya air memerlukan sosialisasi. Kebutuhan air dengan kualitas tinggi hanya diperlukan untuk air minum dan memasak. Jika diasumsikan kebutuhan air minum dan memasak untuk setiap orang adalah 10 liter/hari, maka hanya kurang lebih 6% dari kebutuhan total air yang memerlukan kualitas tinggi. Kebutuhan non-potable yang 94% hanya membutuhkan kualitas lebih rendah dari air minum dan memasak yang dapat dipenuhi dengan mengolah greywater.
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 933
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
4.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Greywater dapat dimanfaatkan sebagai sumber air alternatif guna mengatasi defisit air di wilayah perkotaan. Pemilihan teknologi pengolahan greywater tergantung pada tujuan pemanfaatan hasil olahan, biaya, dan lahan yang tersedia. Hasil olahan greywater dapat dimanfaatkan untuk keperluan non-potable seperti menyiram tanaman, membilas toilet, mencuci kendaraan, dan kebutuhan out door lain, dimana kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak membutuhkan kualitas tinggi seperti untuk air minum dan memasak. Manfaat dasar mengolah greywater adalah menciptakan ekologi sanitasi lingkungan yang sehat dan hijau. Manfaat lanjutan antara lain mengurangi limbah cair yang masuk ke saluran drainase, mengurangi kebutuhan suplei freshwater (skala wilayah), mengurangi biaya langganan air PDAM (skala individual), dan menciptakan ekologi sanitasi kota yang berkelanjutan. Penerapan pengolahan greywater belum membudaya, sementara defisit pasokan air di musim kemarau sudah terjadi. Sebagai upaya antisipasi terhadap ancaman kekeringan yang berkepanjangan, pemanfaatan greywater sebagai sumber air alternatif perlu diberdayakan. Hal ini membutuhkan political will dari stakeholder terkait.
DAFTAR PUSTAKA Barbara I. dan Joelle M. 2005. Greywater treatment on household level in developing countries – a state of the art review. Federal Institute of Technology Zurich, Swiss. Badan Lingkungan Hidup. 2014. Pemantauan Kualitas air Sungai di Kota Surakarta. BPS - Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Daerah Kota Surakarta. Dellasala,DH. “Freshwater and Global Change: Wellspring of Life”. Reference Module in Earth Systems and Environmental Sciences, 2013. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-409548-9.05876-0 Desai, UR, Joshi, SB, Joshipura, NM. (2013).”Water management by greywater treatment”. Journal of Information, Knowledge and Research in Civil Engineering, Vol. 2, issue 2. 111-116. Eriksson, E., Karina A., Mogen H., Anna L. 2002. “Characteristic of Grey Wastewater”. UrbanWater 4, 85-104. Francis W.K., Kiplagat K., Victor G.N. 2011. “The Potential of a Low Cost Technology for The Greywater Treatment”. The Open Environmental Engineering Journal, 4, 32-39. Heike Hoffman, Christoph Platzer, Martina Winker, and Elisabeth von Muench. 2011. Technology review of constructed wetlands. Deutsche Geselischatft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Jefferson, B., A. Laine, S. Parsons, T. Stephenson, S. Judd. 1999. “Technologies for Domestic Wastewater Recycling”. UrbanWater 1, 285-292. Jeff Loux, Rebecca W-S, Erik G. 2012. “Evaluation of Combined Rainwater and Greywater Systems for Multiple Development Types in Mediteeanean Climates”. Journal of Water Sustainability. Volume 2. Issue 1. 55-77. Lucy A., Juliet C-S., Meena P. 2010. Overview of Greywater Reuse: The Potential of Greywater Systems to Aid Sustainable Water Management. ISBN: 1-893790-27-4. Pacific Institute. California. Morel, A and Stefan Diener. 2006. Greywater Management in Low and Middle Income Countries: Review of different treatment systems for households and neighbourhoods. Sandec Report No 14/6. Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology. Dubendorf. Switzerland. Pidou, F.A. Memon, T. Stephenson, B. Jeffersen, P. Jeffrey. 2007. “Greywater Recycling: Treatment Options and Applications”. Proceeding of the Institution of Civil Engineering Sustainability. Vol 160. Issue ES3. Hal 119131. Mara, D. 2003. Domestic Wastewater Treatment in Developing Countries. Earthscan. London. MPMSAA. 2008. Urban Greywater Design and Installation Handbook. Australian Government. Diakses 5 February 2015. Nusa I.S. Petrus N.R., Arie H. 2006. Alat Pengolah Air Limbah Rumah Tangga Semi Komunal. www.kalair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Limbahrt/limbahrt.html. Akses: 19 Juni 2014. Pieter H. Gleich, Water in Crisis, A Guide to the World’s Fresh Water Resources, Oxford Univ. Press., 1993. Robert JK dan Roestam S. 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi.
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 934
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Sara M.Z., Dexter V.L.H., D. Rachel Lombardi, Christopher D.F.Rogers. 2013. “Shared Urban Greywater Recycling Systems: Water Resource Savings and Economic Invesment”. Sustainability, 5, 2887-2912. ISSN 2071-1050. The World Bank. 2013. East Asia Pacific Region Urban Sanitatin Review: Indonesia Country Study. Australian Aid. Zita L.T. Yu, Anditiya R., J.R. DeShazo, Michael K.S., Yoram C. 2013. “Critical Review : Regulatory Incentives and Impediments for Onsite Greywater Reuse in the United States”. Water Environmental Research, volume 65, number 7. Zhe Li, Fergal B., Anthony R. 2010. “Rainwater Harvesting and Greywater Treatment System for domestic Application in Ireland”. Desalination, 260: 1-8. Elsevier.
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 935
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Paper ID : TL05 Teknik Lingkungan 936