Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
PENGOLAHAN CITRA UNTUK KLASIFIKASI PENYAKIT KATARAK PADA CITRA MEDIS HASIL ULTRASONOGRAFI I Wayan Budi Sentana1), Anggun Esti Wardani2) 1) 2)
Program Studi Manajemen Informatika, Politeknik Negeri Bali
Departemen Radiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga 1)
2)
Jl Raya Bukit Jimbaran, Badung, Bali Rumah Sakit Univ. Airlangga, Kampus C UNAIR, Jl Ir. Sukarno, Mulyorejo, Surabaya Email :
[email protected]),
[email protected]) Abstrak
Katarak adalah salah satu penyebab kebutaan pada mata manusia.. Data WHO menunjukkan jumlah penderita katarak sangat tinggi pertahunnya, khususnya pada negara berkembang seperti Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia hanya memiliki sekitar 1160 orang ophthalmologist dengan penyebaran yang tidak merata. Pada umumnya, identifikasi katarak akan memerlukan ophthalmoscope untuk menentukan jenis, kekeruhan dan lokasi katarak. Selain itu, identifikasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan ultrasonografi. Pada mata normal gelombang suara dari tranducer akan dengan mudah menembus lensa mata sehingga jumlah pantulan dari lensa akan semakin sedikit. Sedangkan mata yang teridentifikasi katarak akan memantulkan gelombang suara. Selama ini, radiolog memiliki peranan yang sangat vital untuk memutuskan apakah hasil pindai ultrasonografi teridentifikasi katarak atau tidak Penelitian ini memfokuskan untuk melakukan pengolahan citra digital hasil pindai dari ultrasonografi. Pengolahan citra ini diharapkan dapat digunakan sebagai data untuk proses klasifikasi katarak dengan menggunakan algoritma klasifikasi. Adapun tahap pengolahan citra yang digunakan adalah proses gray scaling, histogram equalization, penghilangan derau dengan median filter, penemuan tepi lingkaran menggunakan transformasi hough, cropping dan resizing dan proses binarisasi. Penelitian ini diharapkan dapat memudahkan peran radiolog dalam mengidentifikasi katarak dari hasil pindai ultrasonografi. Kata kunci: Katarak, Pengolahan Citra, Ultrasonografi. 1. Pendahuluan Katarak adalah kekaburan lensa mata yang akan menurunkan visus atau ketajaman penglihatan. Sebagian besar kasus katarak terkait dengan proses penuaan. Penyebab lain yang telah diketahui adalah diabetes mellitus, merokok dan alkohol. Katarak dimulai dari
fokus kecil dalam lensa mata dimana pada tahap ini penderita umumnya tidak merasakan adanya keluhan[1]. Proses katarak terletak pada lensa mata. Lensa mata merupakan struktur crystalline intraocculer berbentuk bikonveks, jernih, dengan bagian tengah yang lebih tebal yang berfungsi dalam memfokuskan cahaya ke retina. Pada mata normal, cahaya akan melewati lensa yang transparan menuju ke retina dan retina akan merubah sinyal cahaya menjadi sinyal syaraf menuju otak. Lensa harus tetap transparan untuk dapat menerima citra yang tajam. Saat lensa menjadi berkabut karena adanya katarak, maka citra yang diterima oleh retina akan menjadi kabur[1]. Penyakit katarak merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada mata. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2001, sekitar 20 juta penduduk di dunia mengalami kebutaan akibat katarak dan Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat kebutaan tertinggi di dunia dengan penambahan jumlah penderita baru mencapai 210.000 orang per tahun. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak dan 70% kebutaan diakibatkan oleh katarak dari sekitar 1,4 sampai 1,5% penduduk Indonesia yang mengalami kebutaan[5]. Hal ini semakin diperparah dengan minimnya jumlah opththalmologist di Indonesia. Dari 250 juta jumlah penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar 1160 orang opththalmologist, dengan penyebaran yang sangat tidak merata[7]. Pada umumnya dokter mata akan menggunakan berbagai peralatan seperti lampu celah atau ophthalmoscope, untuk menentukan jenis, kekeruhan dan lokasi katarak, dan membedakannya dari penyakit mata lainnya yang memiliki gejala yang mirip dengan katarak. Pada dasarnya, kedua peralatan menggunakan sumber cahaya untuk mengetahui kondisi lensa mata pasien. Dengan menggunakan jenis peralatan, kekeruhan lensa dapat dinilai dengan mengamati lebar pinggir iris di lensa berawan[6].
2.1-97
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
Pemeriksaan lain dapat dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi. Pemeriksaan Ultrasonografi merupakan pemeriksaan radiologis tanpa menggunakan radiasi ionisasi. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonic dengan frekuensi >20.000 Hz untuk memeriksa struktur anatomi dengan kekontrasan yang baik dalam evaluasi jaringan lunak. Gelombang suara akan dipancarkan melalui Kristal Piezoelektrik dan sinyal akan diteruskan atau dipantulkan kembali kepada penerima sinyal suara. Lensa mata merupakan struktur jernih, lunak dan homogen, sehingga pemeriksaan dengan gelombang ultrasonic pada struktur lensa yang normal memberikan gambaran yang hitam ( hypoechoic ) dan homogeny[8]. Jika pada pemeriksaan katarak menggunakan ophthalmoscope memerlukan seorang ophthalmologist, maka pemeriksaaan katarak menggunakan ultrasonografi memerlukan seorang radiologist untuk dapat menentukan apakah seseorang mengalami katarak atau tidak. Beberapa penelitian, seperti pada [3],[5],[6], telah mampu menggantikan ophthalmoscope dengan menggunakan teknik pengolahan citra yang dihasilkan oleh kamera digital, untuk dapat mengklasifikasikan penyakit katarak. Sedangkan penelitian yang melibatkan data hasil ultrasonografi belum pernah dilakukan sebelumnya. Padahal beberapa kajian ilmiah seperti misalnya medical forensic masih sangat tergantung dengan pengolahan data hasil ultrasonografi. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini akan difokuskan untuk melakukan klasifikasi, khususnya klasifikasi penyakit katarak, dengan memanfaatkan teknik-teknik pengolahan citra digital dan konsep data mining. Penelitian awal akan focus kepada pengolahan citra hasil ultrasonografi, sehingga nantinya akan dapat diklasifikasikan dengan algoritma-algoritma yang ada dalam konsep klasifikasi, sehingga dapat dihasilkan sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit katarak pada citras hasil ultrasonografi. Aplikasi ini diharapkan dapat meringankan beban seorang radiologist dalam memindai citra hasil ultrasonografi dan ophthalmologist dalam mendeteksi dan memberikan tatalaksana katarak. Setelah pemindaian yang dilakukan oleh radiologist, selanjutkan akan langsung dapat diolah dengan aplikasi klasifikasi penyakit katarak.
Pemeriksaan Ultrasonografi merupakan pemeriksaan radiologis tanpa menggunakan radiasi ionisasi. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonic dengan frekuensi >20.000 Hz untuk memeriksa struktur anatomi dengan kekontrasan yang baik dalam evaluasi jaringan lunak. Gelombang suara akan dipancarkan melalui Kristal Piezoelektrik dan sinyal akan diteruskan atau dipantulkan kembali kepada penerima sinyal suara. Kristal piezoelektrik terkandung didalam transducer ( probe) akan memancarkan sinyal dan menerima kembali sinyal dari jaringan. Jumlah sinyal yang diteruskan maupun dipantulkan kembali kearah transducer akan tergantung pada homogenitas dan kepadatan jaringan yang dilewati oleh gelombang suara. Semakin lunak, homogen dan halus suatu jaringan, semakin banyak sinyal suara yang diteruskan sehingga semakin sedikit jumlah gelombang yang kembali kepada transducer, dan citra yang didapat sebagai hasil akhir adalah gambaran yang lebih hitam (hypoechoic). Semakin padat atau kasar jaringan, maka semakin banyak sinyal suara dipantulkan kembali kepada transducer sehingga citra yang didapat akan lebih putih (hyperechoic)[2]. Lensa mata merupakan struktur jernih, lunak dan homogen, sehingga pemeriksaan dengan gelombang ultrasonic pada struktur lensa yang normal memberikan gambaran yang hitam (hypoechoic) dan homogeny[8]. Kekaburan pada lensa katarak akan mengubah derajat homogenitas jaringan didalam lensa dan menimbulkan perbedaan kecepatan gelombang saat melewati struktur jaringan lensa. Sejumlah gelombang akan dipantulkan kembali kepada transducer dan menimbulkan gambaran hyperechogenic didalam bagian lensa normal yang hipoechogenic. Evaluasi bola mata untuk menganalisa homogenitas lensa menggunakan transducer linier dengan frekuensi 618 Mhz.
2. Pembahasan Pembahasan ini akan menguraikan tentang konsep pemindaian katarak dengan menggunakan ultrasonografi dan tahap-tahap pengolahan citra sebelum dapat diklasifikasi untuk menentukan sebuah citra tertdeteksi katarak atau tidak. Tahap-tahap pengolahan citra tersebut dimulai dengan melakukan grayscaling citra hasil ultrasonografi yang diambil dalam format RGB sampai menjadi citra biner yang siap untuk diklasfikasi. 2.1. Pemindaian Katarak dengan Ultrasonografi
Gambar 1. Linear array transducer, range frekuensi 613 MHz. sumber: http://www.medicalexpo.com/prod/telemedmedical-systems/array-ultrasound-transducers-linear70298-545527.html
2.1-98
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
gelombang ultrasonic lebih banyak dipantulkan kembali oleh bagian yang lebih padat didalam lensa ke transducer dan menimbulkan gambaran hyperechogenic didalam lensa mata[10].
Gambar 2. Prinsip pembentukan gambar dengan gelombang ultrasonic. Sinyal suara akan ditransmisikan, diterima kembali, diolah dan dibentuk menjadi gambar. Sumber: http://www.sensorwiki.org/doku.php/sensors/ultrasound Hasil pemindaian ultrasonografi pada pada normal seperti terlihat pada Gambar 3, akan terlihat pada hasil crystalline mata yang jernih, dimana strukturnya akan berbentuk biconveks hitam yang homogeny (hypoecoic). Gambar ini diperoleh karena gelombang suara yang dikirimkan akan dengan mudah menembus crystalline mata sehingga tidak banyak gelombang yang dipantulkan dan diterima oleh receiver. Bentuk crystalline mata ini akan mudah meneruskan sinar yang akan diterima oleh retina[9].
Gambar 4. Hasil Pemindaian mata katarak oleh ultrasonografi Sumber: http://www.minnisjournals.com.au/ajum/article/Ultrasou nd-of-the-eye-95 2.2. Tahapan Pengolahan Citra Digital Sebelum diklasifikasi. Pengolahan citra digital adalah pemrosesan citra dua atau 3 dimensi dengan menggunakan komputer. Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin. Selain itu, pengolahan citra juga bertujuan untuk melakukan proses penarikan informasi dan pemilihan ciri dari citra, serta melakukan kompresi atau reduksi data untuk penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data[4]. Adapun tahap pengolahan citra digital sebelum dapat diklasifikasi dapat terlihat seperti pada Gambar 5.
Gambar 3. Hasil Pemindaian mata normal oleh ultrasonografi Sumber : http://radiopaedia.org/cases/ocular-ultrasoundcataract-and-retinal-detachment Sedangkan pemindaian pada lensa mata yang terkena katarak, seperti pada Gambar 4. Tampak lensa yang inhomogen dengan bagian hyperechoic pada aspek anterior dari lensa mata. Hyperechogenitas fokal didalam lensa mata menunjukkan bagian dengan kepadatan lebih tinggi yang menyebabkan ketidakseragaman kecepatan gelombang suara didalam jaringan lensa sehingga
2.1-99
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
2.2.2. Gray scaling Citra grayscale atau citra dengan aras keabuan adalah citra yang mempunyai satu nilai kanal pada setiap pixel, dengan kata lain citra yang hanya menggunakan warna pada tingkatan warna abu-abu. Warna abu-abu adalah warna pada ruang RGB dengan bagian Red, Green, dan Blue memiliki nilai yang sama. Intensitas citra grayscale disimpan sebagai integer 8 bit sehingga didapatkan 2 8 = 256 tingkat keabuan. Tingkat keabuan yang dimiliki citra grayscale adalah dari warna hitam sampai warna putih. Citra grayscale membutuhkan ruang memori dan waktu pengolahan yang lebih sedikit dibandingkan dengan citra berwarna atau citra RGB karena citra grayscale menggunakan pola 8-bit[4]. Walaupun terlihat seperti citra grayscale, namun citra hasil ultrasonografi terpindai dalam bentuk citra RGB. Oleh karena itu proses grayscaling diperlukan untuk menyederhanakan komputasi gambar pada saat klasifikasi nantinya. Selain itu, proses algoritmik dalam pengolahan pada tahap selanjutnya juga dilakukan dalam aras keabuan. Hasil grayscalling data hasil ultrasonografi dapat terlihat seperti pada Gambar 7(a). 2.2.3. Histogram Equalization Gambar 5. Tahapan pengolahan Citra Digital sebelum diklasifikasi 2.2.1. Gambar RGB Citra RGB adalah suatu model warna yang dibentuk oleh komponen warna Red (merah), Green (Hijau), Blue (biru) yang digabungkan dan membentuk suatu susunan warna yang luas[11]. Pixel depth adalah jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan setiap pixel dalam ruang RGB. Setiap warna pokok mempunyai intensitas dengan nilai maksimum 255 atau 8-bit, sehingga dalam kondisi setiap warna RGB mempunyai kedalaman 24-bit. Total jumlah warna dalam citra RGB adalah (28)3=16.777.216, dengan representasi seperti pada Gambar 6.
Histogram Equalization adalah suatu proses perataan histogram, dimana distribusi nilai derajat keabuan pada suatu citra dibuat rata. Untuk dapat melakukan histogram equalization ini diperlukan suatu fungsi distribusi kumulatif yang merupakan kumulatif dari histogram. Histogram equalization (perataan histogram) adalah suatu proses dimana histogram diratakan berdasarkan suatu fungsi linier (garis lurus)[12]. Citra hasil histogram equalization dapat terlihat seperti pada Gambar 7(b). 2.2.4. Noise Reduction dengan Median Filter Metode median filter merupakan filter non-linear yang dikembangkan Tukey, yang berfungsi untuk menghaluskan dan mengurangi noise atau gangguan pada citra. Dikatakan nonlinear karena cara kerja penapis ini tidak termasuk kedalam kategori operasi konvolusi. Operasi nonlinear dihitung dengan mengurutkan nilai intensitas sekelompok pixel, kemudian menggantikan nilai pixel yang diproses dengan nilai tertentu[13]. Hasil noise reduction dengan median filter dapat terlihat seperti pada Gambar 7(c). 2.2.5. Menemukan Lingkaran dengan Hough Transform
Gambar 6. Dimensi warna pada citra RGB
Proses untuk menemukan lingkaran ini digunakan untuk mencari tepi bola mata, sehingga proses cropping dan resizing pada tahap berikutnya dapat dilakukan. Tepi
2.1-100
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
lingkaran akan menjadi tepi bidang bujursangkar yang berada pada sisi vertical dan horizontal. Transformasi Hough menspesifikasikan kurva dalam bentuk parametrik. Kurva dinyatakan sebagai bentuk parametric. Bentuk parametrik tersebut menspesifikasikan titik-titik sepanjang kurva dari titik awal kurva. Transformasi Hough menggunakan mekanisme voting untuk mengestimasi nilai parameter. Setiap titik di kurva menyumbang suara untuk beberapa kombinasi parameter. Parameter yang memperoleh suara terbanyak terpilih sebagai pemenang[14]. Hasil pencarian lingkaran dengan transformasi Hough dapat terlihat seperti pada Gambar 7(d).
sebelumnya, diantaranya seperti dilakukan pada [3],[5], dan [6]. Pada penelitian [3], algoritma klasifikasi yang digunakan adalah Support Vector Machine (SVM) yang diperkenalkan oleh Vapnik. Sedangkan pada penelitian [5] dan [6] menggunakan algoritma K-Nearest Neighbor (KNN) untuk melakukan klasifikasi katarak. SVM terlihat memberikan hasil klasifikasi yang cukup stabil karena tidak memerlukan data training yang terlalu banyak. Oleh karena itu, algoritma klasifikasi yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah Support Vector Machine. Hasil pengolahan citra pada setiap tahap yang telah dibahas sebelumnya dapat terlihat seperti pada Gambar 7.
2.2.6. Cropping dan Resizing Cropping dan resizing bertujuan untuk mendapatkan citra yang seragam sebelum dilakukan proses klasifikasi. Tepi awal dimulainya cropping dimulai dari tepi lingkaran vertical dan horizontal yang didapatkan pada proses sebelumnya. Adapun panjang dan lebar ukuran citra baru akan sama dengan diameter lingkaran yang didapatkan dengan menggunakan transformasi hough pada proses sebelumnya. 2.2.7. Binarisasi Menggunakan Otsu Proses binerisasi menghasilkan citra biner dengan memiliki dua nilai tingkat keabuan yaitu hitam dan putih. Permasalahan utama dalam proses binerisasi adalah menentukan nilai ambang (Threshold). Nilai ini digunakan untuk mempartisi citra gray scale kedalam dua nilai yaitu hitam dan putih. Pada tulisan ini, penentuan nilai ambang untuk proses binerisasi menggunakan metode Otsu. Metode ini diharapkan mampu menghasilkan bentuk citra biner yang lebih konsisten untuk setiap citra yang dimiliki oleh satu individu. Tujuan dari metode otsu adalah membagi histogram citra gray level kedalam dua daerah yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan bantuan user untuk memasukkan nilai ambang Pendekatan yang dilakukan oleh metode otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis Diskriminan akan memaksimumkan variable tersebut agar dapat membagi objek latardepan (foreground) dan latarbelakang (background)[15]. 2.2.8. Klasifikasi Katarak Tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi apakah sebuah citra yang telah diolah pada tahap sebelumnya memiliki indikasi katarak atau tidak. Terdapat beberapa penelitian yang melibatkan algoritma-algoritma klasifikasi pada penelitian klasifikasi katarak
Gambar 7. Hasil Pengolahan Citra pada setiap tahap persiapan sebelum proses klasifikasi. (a). citra hasil grayscalling dari citra RGB, (b). citra hasil histogram equalization, (c). citra hasil noise reduction menggunakan median filter, (d). penentuan tepi citra menggunakan hough transform, (e). citra hasil cropping dan resizing, (f). citra hasil binerisasi menggunakan otsu. 2.3. Penelitian Lanjutan. Penelitian ini masih dalam tahap pencarian model persiapan citra digital sebelum dapat diklasifikasikan oleh algoritma-algoritma klasifikasi. Penelitian yang akan dilakukan berikutnya adalah penyempurnaan model
2.1-101
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
deteksi tepi lingkaran bola mata dengan menggunakan algoritma randomized hough transform seperti yang terlihat pada [16]. Algoritma tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi tepi berbentuk lingkaran yang agak elips. Hal ini diperlukan karena tepi citra pada bagian lensa terlihat agak elips. Selain itu, pemilihan algoritma klasifikasi juga masih diperlukan, walaupun beberapa penelitian telah menunjukkan perbandingan antar algoritma klasifikasi. Sedangkan fokus utama dari penelitian ini selanjutnya adalah proses melakukan labeling pada data citra hasil ultrasonografi. Proses ini akan melibatkan unit radiologi Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Selanjutnya setelah dilakukan pelabelan data, maka data tersebut akan dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data testing untuk menguji hasil klasifikasi katarak.
[7] [8]
[9]
[10] [11] [12] [13]
3. Kesimpulan Penelitian ini adalah penelitian awal yang digunakan untuk melakukan pengolahan citra hasil pindai ultrasonografi sebelum dapat diklasifikasikan menggunakan algoritma klasifikasi. Hasil pengolahan citra ini selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan aplikasi yang dapat membedakan suatu obyek mata teridentifikasi katarak atau tidak. Dari hasil penelitian ini, perlu dilakukan penyesuaian pada pendeteksian tepi citra untuk mengenali lingkaran pada bola mata yang berbentuk agak lonjong pada bagian lensa. Selain itu, tahapan terpenting berikutnya adalah melakukan labeling terhadap data citra hasil pindai ultrasonografi, sehingga proses klasifikasi dapat dilakukan. Data yang telah diberikan label ini diolah terlebih dahulu dengan tahapan yang sama. Selanjutnya barulah kemudian data akan dibagi ke dalam data training dan data testing untuk melakukan uji akurasi klasifikasi katarak. Penelitian ini diharapkan dapat membantu radiologist maupun ophtalmologist dalam mengidentifikasi suatu obyek hasil scan ultrasonografi, khususnya terkait dengan identifikasi katarak Daftar Pustaka [1] [2] [3]
[4] [5] [6]
A. Chopdar, T. Aung, “multimodal Retinal imaging”, London, JP Medical, p31, 2014. H. William, Learning Radiology 2nd edition, Philadelphia, Elsevier Mosby, Chapter 19 : p193-217 , 2011. J.Nayak, “Automated Classification of Normal, Cataract and Post Cataract Optical Eye Images using SVM Classifier”, Proceedings of the World Congress on Engineering and Computer Science,Vol. I WCECS, San Francisco, USA, 23-25 October, 2013. E. Prasetyo, “Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya menggunakan Matlab”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011. S.Pramesthi, A. Rizal , R.D. Atmaja , “Deteksi Penyakit Katarak Berbasis Perbandingan Piksel Citra Biner Dengan Menggunakan Android”, Theta Jurnal Repository, Universitas Telkom, 2013 R,Supriyanti, H. Habe, M. Kidode, “Utilization of Portable Digital Camera for Detecting Cataract”, © 2012 Supriyanti et al., licensee InTech, http://www.intechopen.com/books/export/citation/EndNote/ocula
[14]
[15] [16]
r-diseases/utilization-of-portable-digital-camera-for-detectingcataract, 2012, akses terakhir 14 Desember 2014 B. Gary, H. Taylor, “Cataract Blindness – challenges for 21st century”, Bulletin of the World Health Organization, 2001. National Eye Institute, “Cataract: What You Should Know (NIH Publication No. 03-201)”, https://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts, akses terakhir 14 Desember 2014 M.S. Patel, “Ocular Ultrasound Cataract and Retinal Detachment”, http://radiopaedia.org/cases/ocular-ultrasoundcataract-and-retinal-detachment, akses terakhir 14 Desember 2014 Simon Southern, “Ultrasound of the eye”, Australasian Journal of Ultrasound in Medicine, Quensland, AJUM Volume 12 Issue 1 February 2009 P. Darma, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2010. I. Akhlis dan Sugiyanto, “Implementasi Metode Histogram Equalization untuk Meningkatkan Kualitas Citra Digital”, Tugas Akhir, Jurusan Fisika, Universitas Semarang, 2011 Indrawati, “Analisis Unjuk Kerja Median Filter Pada Citra Digital untuk Peningkatan Kualitas Citra”, Prosiding Seminar Nasional Yusuf Benseh 2013 Politeknik Negeri Lhoksumawe, November 2013 I.M. Sari, A.Z. Arifin, A. Yuniarti, “Implementasi Circular Hough Transform untuk Deteksi Kemunculan Bulan Sabit”, Jurnal Teknik POMITS, Vol.1, No.1 Hal. 1-5, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2012 D. Putra, “Binerisasi Citra Tangan Menggunakan Metode Otsu”, Jurnal Teknik Elektro, Volume 3, No. 2, Hal. 11-13, Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2004 R.A. Mclaughlin, “Randomized Hough Transform : Better Ellipse Detection ”, IEEE TENCON, Journal of Digital Signal Processing Application, 1996
Biodata Penulis I Wayan Budi Sentana, memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T), Program Studi Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta, lulus tahun 2004. Memperoleh gelar Magister Komputer (M.Kom) Program Pasca Sarjana Magister Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, lulus tahun 2011. Saat ini menjadi Dosen di Politeknik Negeri Bali. Anggun Esti Wardani, memperoleh gelar Sarjana Kedokteran(S.Ked) dan gelar profesi dokter (dr.), dari Universitas Airlangga Surabaya, masing-masing pada tahun 2005 dan 2008. Memperoleh gelar Spesialis Radiologi (Sp. Rad.) dari Program Pendidikan Spesialis Dokter I, fakultas kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, pada tahun 2012. Saat ini menjadi Dosen dan praktisi di Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
2.1-102