PENGHAMBATAN REAKSI PENCOKLATAN ENZIMATIS DAN NON-ENZIMATIS PADA PEMBUATAN TEPUNG KENTANG
SKRIPSI
Eka Setyaningsih F24062630
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENGHAMBATAN REAKSI PENCOKLATAN ENZIMATIS DAN NON-ENZIMATIS PADA PEMBUATAN TEPUNG KENTANG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Eka Setyaningsih F24062630
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul skripsi :
Penghambatan Reaksi Pencoklatan Enzimatis dan Nonenzimatis pada Pembuatan Tepung Kentang
Nama
:
Eka Setyaningsih
NIM
:
F24062630
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M. Si)
(Ir. Nanan Nurjannah)
NIP. 19610802.198703.2.002
NIP. 19470713.198603.2.001
Mengetahui, Ketua Departemen
(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc) NIP. 19650814.199002.1.001
Tanggal Ujian Akhir Sarjana
: 31 Agustus 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penghambatan Reaksi Pencoklatan Enzimatis dan Non-enzimatis pada Pembuatan Tepung Kentang adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, juli 2010 Yang membuat pernyataan
Eka Setyaningsih F24062630
© Hak cipta milik Eka Setyaningsih, tahun 2010 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip atau memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
PREVENTION OF ENZYMATIC AND NON-ENZYMATIC BROWNING REACTION IN POTATOES FLOUR PRODUCTION Eka Setyaningsih1, Nurheni Sri Palupi1, Nanan Nurjannah2 1
Departement of Food Science and Technology, Bogor Agricultural University, Kampus IPB Darmaga Bogor 16002, Indonesia 2 Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Pertanian, Cimanggu, Bogor, Indonesia
ABSTRACT Potatoes are a good source of carbohydrate that can improve the nutrient status. In the fresh condition, the potatoes will easily damaged and require further processing. During the milling process, potatoes can undergo browning process, either through enzymatis or non-enzymatis reaction. The aim of this research are (1) determine variety and thickness of potatoes slices and natrium metabisulphite concentrations to prevent browning process and (2) determine the physicochemical caracteristic of selected potatoes flour. Potatoes were used in this research was the Atlantic and Granola potatoes. This research used three treatments i.e. : (1) thickness slices (2, 3, and 4 mm); (2) natrium metabisulphite concentrations (0, 750, 1500, 2250, and 3000 ppm); and (3) blansir process. Potatoes flour from potatoes without blansir and submersion in natrium metabisulphite was used as control. Based on lightness value, index browning, sulfite residue, and organoleptic analysis the potatoes flour selected was originate from Atlantic potatoes with blansir treatment, thickness slices 2 mm, and submersion in natrium metabisulphite 750 ppm. The chemical caracteristics consist of the water, protein, starch, carbohydrate, fat, ash, fyber content and index browning of potatoes flour selected were respectively : 6.86%, 9.91%, 81.34%, 88.07%, 0.79%, 1.22%, 0.67% (dry base/db) and 0.046. The phisycal caracteristics of the potatoes flour such as bulky density and water absorpsion capacity were 725.36g/L and 3.53 g water/g flour, whereas the colour caracteristics value such as lightness (L), greenness (a), and yellowness (b) were respectively : 96.90, -3.24, and 13.37. In addition, the initial temperature gelatinitation and viscocity of the potatoes flour at 930C were 630C and 240 brabender unit (BU) and that viscocity at 930C and 500C after 20 minutes were 330 and 460 BU.
Keyword : flour, potato, polyphenol oxsidase, browning
Eka Setyaningsih. F24062630. Penghambatan Reaksi Pencoklatan Enzimatis dan Non-enzimatis pada Pembuatan tepung Kentang. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi dan Ir. Nanan Nurjannah. 2010. Ringkasan Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi dari suku Solanaceae yang hidup di daerah dataran tinggi. Umbi kentang merupakan sumber karbohidrat, oleh karena itu biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan maupun dikonsumsi langsung untuk meningkatkan status gizi masyarakat. Dalam bentuk umbi, kentang mudah mengalami penurunan mutu dan mempunyai sifat kamba. Penepungan merupakan salah satu cara untuk mengurangi penyusutan setelah panen, menjaga ketersediaannya sepanjang tahun, dan mengatasi perubahanperubahan fisiologis dan biokimiawi. Selama proses penepungan, kentang mengalami reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis yang dapat menurunkan mutu tepung seperti terbentuknya warna kecoklatan, off flavor, dan penurunan nilai gizi. Salah satu cara untuk mencegah proses pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis adalah dengan perendaman irisan kentang dalam larutan natrium metabisulfit. Tujuan penelitian ini ada dua, yaitu (1) menentukan varietas dan ketebalan irisan kentang serta konsentrasi natrium metabisulfit yang tepat untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis dan nonenzimatis pada penepungan kentang dan (2) menentukan karakteristik fisikokimia tepung kentang terpilih. Kentang yang digunakan untuk penelitian ini adalah kentang varietas Atlantik dan Granola. Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan, yaitu : (1) ketebalan irisan kentang (2, 3, dan 4 mm): (2) konsentrasi natrium metabisulfit sebagai inhibitor pencoklatan (0, 750, 1500, 2250, dan 3000 ppm); dan (3) proses blansir. Sebagai kontrol dilakukan penepungan kentang tanpa blansir dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit. Tingkat pencoklatan dilihat dari warna yang diukur menggunakan kromameter, indeks browning, residu sulfit pada tepung dan uji sensori. Parameter lain yang diuji adalah kadar polifenol oksidase pada irisan dan tepung kentang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan semakin tipis irisan kentang, warna tepung semakin cerah, indeks browning semakin rendah, dan kadar polifenol oksidase relatif semakin rendah. Tepung kentang Atlantik memiliki warna lebih putih dari pada kentang Granola. Dari 36 jenis perlakuan didapatkan empat buah tepung kentang perlakuan terpilih, yaitu tepung kentang Atlantik dengan perlakuan ketebalan irisan 2 mm dan perendaman natrium metabisulfit 750 ppm, tepung kentang dengan perlakuan ketebalan irisan 3 mm dan perendaman larutan natrium metabisulfit 1500 ppm dan 2250 ppm, serta tepung kentang dengan perlakuan letebalan irisan 4 mm dan perendaman natrium metabisulfit 3000 ppm. Keempat sampel tersebut selanjutnya dilakukan uji sensori terhadap warna, tekstur, aroma, dan penerimaan umum menggunakan 30 panelis dengan uji univariate dan Duncan pada taraf signifikansi 5 %. Hasil uji sensori menunjukkan bahwa warna dan aroma tepung kentang dari perlakuan ketebalan irisan 2 mm dan perendaman larutan natrium metabisulfit 750 ppm, tepung kentang dengan perlakuan ketebalan irisan 3 mm dan perendaman larutan natrium metabisulfit 1500 ppm dan 2250 ppm menunjukkan tingkat kesukaan tidak berbeda nyata antara netral sampai suka. Untuk tepung kentang Atlantik dengan perlakuan ketebalan irisan 4 mm dan
perendaman natrium metabisulfit 3000 ppm menunjukkan penerimaan warna dan aroma antara kurang suka sampai netral. Penerimaan tekstur terhadap keempat tepung kentang tidak berbeda nyata karena penggunaan ukuran partikel yang sama dan penerimaan umum menunjukkan tingkat kesukaan antara netral hingga suka. Hasil uji ranking menunjukkan bahwa tepung kentang Atlantik dengan perlakuan ketebalan irisan 2 mm dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit 750 ppm merupakan pilihan panelis yang selanjutnya dilakukan analisis sifat fisikokimia. Tepung tersebut memiliki karakteristik kimia seperti kadar air ,protein, pati, karbohidrat, lemak, abu, serat dan nilai indeks browning berturut-turut 6.86%, 9.91%, 81.34%, 88.07%, 0.79%, 1.22%, 0.67% (basis kering/bk) dan 0.046. Karakteristik fisik tepung kentang tersebut antara lain densitas kamba dan kapasitas penyerapan air sebesar 725.36g/L dan 3.53 g air/g tepung. Karakteristik warna tepung kentang seperti kecerahan (L), kehijauan (a), dan kekuningan (b) berturutturut 96.90, -3.24, dan 13.37. Selain itu tepung kentang tersebut memiliki suhu gelatinisasi dan viskositas pada 930C sebesar 630C dan 240 brabender unit (BU) serta viskositas pada 930C dan 500C setelah 20 menit sebesar 330 dan 460 BU. Secara keseluruhan tepung kentang Atlantik terpilih memiliki karakteristik fisikokimia yang lebih baik dari pada tepung kentang komersial.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis bernama lengkap Eka Setyaningsih dan biasa dipanggil Eka, anak pertama dari dua bersaudara. Penulis lahir di Boyolali pada tanggal 19 Juni 1988 dari pasangan Sri Riyadi dan Sutini. Tahun 2000 penulis menamatkan pendidikan di SD Negeri Kemiri I. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 2 Mojosongo sampai tahun 2003. Tiga tahun kemudian penulis menamatkan pendidikannya di SMA Negeri I Boyolali. Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Setelah satu tahun menjalani Tingkat Persiapan Bersama akhirnya pada tahun 2007 penulis diterima di mayor Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selain mayor penulis juga mengambil minor perkembangan anak dari mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di beberapa organisasi ekstrakampus dan intrakampus baik sebagai anggota maupun pengurus. Adapun organisasi ekstrakampus yang diikuti adalah Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (FKMB). Penulis aktif juga sebagai pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas teknologi Pertanian, dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa. Selain itu penulis juga menjadi anggota Himitepa. Penulis juga pernah mengikuti berbagai kegiatan seminar dan training. Kegiatan lainnya adalah sebagai Asisten Praktikum Analisis Pangan (2010). Penulis pernah menjadi juara 2 Lomba Karya Tulis Mahasiswa TPB IPB pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis ucapakan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penelitian ini berjudul “Penghambatan Reaksi Pencoklatan Enzimatis dan Non-enzimatis pada Pembuatan tepung Kentang” yang dilaksanakan di Balitbang Pascapanen, Cimanggu, Bogor selama sembilan bulan (Juli 2009-April 2010). Penelitian ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi M. Si yang selalu membimbing penulis sejak semester tiga. 2. Ibu Nanan Nurjannah, Ibu Hetty, dan Bapak Tatang yang selalu membimbing selama proses penelitian ini berlangsung. 3. Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M. Sc selaku dosen penguji 4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) selaku pemberi dana penelitian ini. 5. Ayah, Ibu, Ana adalah bagian terpenting bagi penulis. Mereka yang selalu memberi dukungan dan semangat selama ini agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhirnya. Iwan terima kasih atas bantuan selama ini. Kus, Wawan, Fajar, Nanang, dan sepupu penulis lainnya. 6. Bapak Idris, Bapak Tri, dan Ibu Pia yang selalu ada setiap dibutuhkan walau hari libur. Mbak Wiwit, Mbak Hesti, April, Heni, Doni, Ilham, Bintang, dan temanteman satu laboratorium dan bangsal di balai Pasca Panen. 7. Mas Didik yang selalu meminjamkan motornya dan kebersamaannya selama ini. Terima kasih pula atas segala dukungan semangat dan bantuannya. 8. Meike, Vivi, Nely, Dhedek, Fibry, Wida, Ita, Fifit, Zani, Mrs. Mizue Hara (Almh), Mr. Hara (Alm), Mbak Rosa, dan Goodwillers. 9. Kak Tomi, Kak Andri, Imam, Vita, Nida, Teguh, Eko, Eki, Lely, Furqon dan teman-teman kelembagaan lainnya. Terima 10. Teman-teman ITP 43 Bogor, Juli 2010
Eka Setyaningsih iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................iii DAFTAR ISI ...................................................................................................iv DAFTAR TABEL ...........................................................................................vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................viii BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................1 A. Latar Belakang .........................................................................................1 B. Tujuan ......................................................................................................3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................4 A. Kentang ...................................................................................................4 B. Reaksi Pencoklatan .................................................................................6 C. Tepung Kentang .....................................................................................9 D. Antipencoklatan ......................................................................................10 1. Asam Karboksilat ...............................................................................10 2. Asam Askorbat .....................................................................................11 3. Sulfur...................................................................................................11 4. Kalsium ..............................................................................................12 E. Blansir ....................................................................................................12 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................14 A. Bahan dan Alat ........................................................................................14 B. Metode Penelitian .....................................................................................14 1. Rancangan Penelitian ............................................................................14 2. Metode Analisis ....................................................................................15 a. Analisis Fisik ................................................................................15 1). Warna ......................................................................................15 2). Densitas Kamba .......................................................................15 3). Suhu Gelatinisasi dan viskositas ...............................................17 4). Daya serap air .............................................................................18 b. Analisis Kimia ..............................................................................18 1). Kadar Air ................................................................................18 2). Kadar Abu...............................................................................18 3). Kadar Protein ..........................................................................19 iv
4). Kadar Lemak...........................................................................20 5). Kadar Pati ...............................................................................20 6). Kadar Serat Kasat....................................................................21 7). Kadar Gula Pereduksi ..............................................................21 8). Kadar Polifenol Oksidase ........................................................22 9). Residu Sulfit ...........................................................................23 10). Indeks Browning ....................................................................23 c. Uji Sensori .....................................................................................23 3. Rancangan Percobaan ...........................................................................24 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................25 A. Karekteristik Kimia Umbi Kentang Atlantik dan Granola .........................25 B. Pengaruh Ketebalan Irisan dan Perendaman dalam Larutan Natrium Metabisulfit terhadap Aktivitas Antipencoklatan .......................................26 1. Perubahan Kadar Polifenol Oksidase ..................................................26 1.1. Kentang Segar .......................................................................26 1.2 Tepung Kentang .....................................................................28 2. Nilai Indeks Browning ........................................................................29 3. Hasil Pengukuran Warna Tepung Kentang Atlantik dan Granola (Kromameter) ....................................................................................31 4. Kadar Residu Sulfit ............................................................................34 C. Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Tepung Kentang Atlantik................36 D. Karakteristik Fisikokimia Tepung Kantang Atlantik Terpilih ....................39 BAB V. PENUTUP ..........................................................................................46 A. Kesimpulan ............................................................................................46 B. Saran ......................................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................47 LAMPIRAN .....................................................................................................51
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Klasifikasi kentang .............................................................................4 Tabel 2. Jumlah produksi dan luas panen kentang di Indonesia .........................5 Tabel 3. Syarat mutu kentang ............................................................................5 Tabel 4. Komposisi dan nilai gizi umbi kentang per 100 gram ..........................6 Tabel 5. Komposisi dan nilai gizi tepung kentang per 100 gram ........................10 Tabel 6. Karakteristik kimia umbi kentang Granola dan Atlantik .....................25 Tabel 7. Karakteristik fisikokimia tepung kentang Atlantik terpilih dan komersial ............................................................................................40
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Tahapan reaksi Maillard ...................................................................9 Gambar 2. Rancangan penelitian .......................................................................16 Gambar 3. Grafik amilografi .............................................................................17 Gambar 4. Kadar polifenol oksidase pada irisan kentang Granola dan Atlantik sebelum dikeringkan ........................................................27 Gambar 5. Kadar polifenol oksidase pada tepung kentang Granola dan Atlantik ........................................................................................29 Gambar 6. Nilai indeks browning tepung kentang Granola dan Atlantik ...........30 Gambar 7. Nilai kecerahan (L) tepung kentang Granola dan Atlantik ................32 Gambar 8. Nilai a (hijau-merah) tepung kentang Granola dan Atlantik.............33 Gambar 9. Nilai b(biru-kuning) tepung kentang Granola dan Atlantik ..............34 Gambar 10. Kadar residu sulfit (ppm) tepung kentang Granola dan Atlantik ......35 Gambar 11. Hasil uji sensori rating hedonik warna tepung kentang Atlantik ......37 Gambar 12. Hasil uji sensori rating hedonik aroma tepung kentang Atlantik ......38 Gambar 13. Hasil uji sensori rating hedonik penerimaan umum tepung kentang Atlantik ...........................................................................38 Gambar 14. Hasil uji sensori ranking hedonik tepung kentang Atlantik ..............39
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kadar air tepung kentang Atlantik dan Granola .............................52 Lampiran 2. Kurva standar polifenol oksidase ...................................................52 Lampiran 3. Kadar polifenol oksidase pada irisan kentang Atlantik dan Granola .......................................................................................53 Lampiran 4. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar polifenol oksidase pada irisan kentang Atlantik dan Granola ......................54 Lampiran 5. Kadar polifenol oksidase pada tepung kentang Atlantik dan Granola ......................................................................................57 Lampiran 6. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar polifenol oksidase pada tepung kentang Atlantik dan Granola ....................58 Lampiran 7. Nilai indek browning tepung kentang Atlantik dan Granola ...........60 Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan indeks browning pada tepung kentang Atlantik dan Granola ..................................61 Lampiran 9. Hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (Kromameter) .............................................................................64 Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran Warna pada tepung kentang Atlantik dan Granola .......................67 Lampiran 11. Kadar residu sulfit tepung kentang Atlantik dan Granola ..............76 Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar residu sulfit tepung kentang Atlantik dan Granola ..........................................77 Lampiran 13. Data tepung kentang perlakuan terpilih berdasarkan nilai indeks browning, kecerahan (L), dan residu sulfit ...................................80 Lampiran 14. Quisioner uji sensori tepung kentang Atlantik ..............................81 Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan dan Friedman test uji sensori tepung kentang Atlantik .............................................82
viii
BAB I PENDAHULAUAN
A. LATAR BELAKANG Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi yang hidup di daerah dataran tinggi. Umbi kentang merupakan sumber karbohidrat, oleh karena itu sangat prospektif sebagai bahan baku produk pangan yang mampu meningkatkan status gizi masyarakat. Di beberapa negara, kentang digunakan sebagai bahan pangan pokok. Nilai gizi kentang dipengaruhi oleh faktor genetik (varietas), umur panen, dan kondisi lingkungan seperti iklim, tanah, dan cara budidaya (Lister dan Munro 2000). Produk olahan kentang yang sudah diperdagangkan di pasaran dunia berupa produk setengah jadi, yaitu pati dan tepung serta produk jadi, yaitu kentang dalam kaleng, kentang kering, dan kentang goreng berupa chips atau stick. Di Indonesia, sebagian besar produksi kentang masih diperdagangkan dalam bentuk umbi segar dan banyak dimanfaatkan sebagai campuran dalam sop dan bahan baku aneka snack. Konsumsi kentang perkapita di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2003 konsumsi kentang sebesar 1.61 Kg/tahun, tahun 2004 menjadi 1.82 Kg/tahun, dan pada tahun 2005 konsumsinya mencapai 1.92 Kg/tahun (Ditjen Hortikultura 2006). Tepung merupakan salah satu bentuk hasil olahan yang berfungsi untuk mengurangi penyusutan pascapanen, menjaga ketersediaannya sepanjang tahun, dan mengatasi perubahan-perubahan fisiologis dan biokimiawi yang umum terjadi pada umbi kentang segar yang dapat mengakibatkan penurunan mutu. Bentuk tepung dapat mengurangi sifat meruah (kamba) dari bahan baku sehingga akan menurunkan kebutuhan ruang penyimpanan dan transportasi. Selain itu, bentuk tepung akan lebih mudah diolah menjadi berbagai produk pangan dibandingkan dengan bentuk umbi. Sejalan dengan konsumsi per kapita kentang yang terus meningkat setiap tahunnya, maka pemanfaatan tepung kentang di Indonesia sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk pangan baik secara tunggal maupun komposit juga semakin meningkat. Berbagai produk pangan yang memanfaatkan tepung kentang sebagai bahan bakunya antara lain snack, kue kering (cookies), kue basah, dan
1
produk mie. Selain itu, tepung kentang banyak digunakan sebagai pengental dalam sop dan saus (Rahma dan Langkong 2006; Yadav et al.
2007), serta dapat
digunakan untuk memperbaiki tekstur mie instan. Hasil penelitian Bhunpinder et al. 2006, menunjukkan bahwa tingkat subsitusi 10% tepung kentang terhadap terigu dalam pembuatan cookies dapat menghasilkan produk yang setara dengan terigu murni. Kulkarni et al. 1996 penggunaan tepung kentang sebanyak 40% dalam pembuatan pangan tradisional Mauritania (paratha) lebih baik dari pada dengan paratha dari tepung terigu murni. Hasil penelitian Kabira dan Imungi 1991, menunjukkan bahwa tepung kentang dapat mensubtitusi tepung jagung sebanyak 40% dalam pembuatan produk pangan tradisional Kenya (uqali dan uji). Walaupun pemanfaatan tepung kentang dalam berbagai produk pangan sudah cukup banyak, namun proses pembuatan tepung kentang sampai saat ini masih menemui kendala, yaitu warna tepung yang kurang menarik (kecoklatan). Kondisi ini menyebabkan tingkat penerimaan masyarakat rendah karena mempengaruhi mutu produk pangan yang dihasilkan. Warna coklat yang dihasilkan pada tepung kentang disebabkan oleh reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis (reaksi Maillard) selama proses pengolahan dan penyimpanan (Tamaki et al. 2003). Gula reduksi merupakan prekursor bagi reaksi pencoklatan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan ini selain mempengaruhi warna tepung, juga akan menghasilkan flavor yang kurang baik (off flavor) dan menurunkan nilai gizinya. Oleh karena itu, perlu dikaji metode pembuatan tepung kentang yang dapat menghasilkan warna dan mutu tepung kentang yang baik dan memenuhi persyaratan mutu. Pencegahan reaksi pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain, aplikasi panas, aplikasi SO2 dan sulfit, pencegahan kontak dengan oksigen, dan aplikasi asam (Apandi 1984). Dalam penelitian kali ini akan digunakan aplikasi panas (blansir) dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit yang merupakan zat antipencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Natrium metabisulfit dipilih sebagai senyawa antipencoklatan karena mampu menghambat pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis pada kentang. Proses pencoklatan pada kentang dapat terjadi secara enzimatis oleh adanya polifenol oksidase dan non-enzimatis karena adanya gula pereduksi pada komposisi kimia umbi kentang.
2
B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan varietas dan ketebalan irisan kentang serta konsentrasi natrium metabisulfit yang tepat untuk pembuatan tepung kentang berdasarkan warna (kromameter), indeks browning, residu sulfit dan uji sensori. 2. Menentukan karakteristik fisikokimia tepung kentang perlakuan terbaik.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari daerah Amerika Selatan. Varietas ini baru mengalami pembudidayaan setelah kedatangan bangsa Spanyol ke daerah tersebut, dan diperkenalkan ke Eropa pada abad ke-16. Penyebaran kentang ke Asia termasuk Indonesia dilakukan oleh orang-orang Inggris pada abad ke-17. Klasifikasi kentang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi kentang Klasifikasi Nama Latin Kingdom
Plantae
Divisi
Magnoliophyta
Kelas
Magnoliopsida
Ordo
Solanales
Familia
Solanaleaceae
Genus
Solanum
Spesies
Solanum tuberosum
(Sunarjono 2007) Kentang merupakan tanaman tahunan yang berasal dari daerah subtropika, berkeping
dua
(dikotil),
berbatang
lemah
dan
bercabang
banyak.
Perkembangbiakannya secara vegetatif dengan umbi. Daerah yang cocok untuk budidaya kentang adalah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 1,0001,300 meter di atas permukaan laut dengan kelembaban udara 80-90%, penyinaran matahari cukup dengan waktu penyinaran relatif pendek, rata-rata suhu harian 1820 oC, curah hujan 1,500 mm per tahun, ditanam pada tanah subur dan bersolum dalam (1-2 m) dengan pH 5.0-7.0 serta memiliki drainase yang baik (Sunarjono 2007). Produksi kentang di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti pada Tabel 2. Tanaman kentang memiliki umbi batang yang dapat dimakan yang disebut kentang pula. Umbi kentang terbentuk dari perbesaran bagian ujung stolon dan berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Bentuk umbi kentang menunjukkan 4
varietas kentang dan bentuk ini dipengaruhi oleh cara bertanam, keadaan lingkungan tumbuh, dan penyakit. Bentuk dan ukuran umbi kentang bervariasi dan pada umumnya mempunyai berat sekitar 300 gram (FAO 2008). Tabel 2 Jumlah produksi dan luas panen kentang di Indonesia Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Yield (Ton/Ha) 2000
73,068
977,349
13.4
2001
55,971
831,140
14.8
2002
57,332
893,824
15.6
2003
65,923
1,000,197
15.3
2004
65,420
1,027,040
16.4
2005
61,557
1,009,619
16.4
2006
59,748
1,011,911
16.9
(BPS 2006) Terdapat tiga jenis kentang yang biasa ditanam di Indonesia (Soewito 1990). Ketiga jenis kentang tersebut adalah kentang dengan daging buah dan kulitnya berwarna kuning (kentang kuning) contohnya varietas Granola, kentang dengan daging buah dan kulitnya berwana putih (kentang putih) contohnya varietas Atlantik, dan kentang dengan daging buah dan kulitnya berwarna merah (kentang merah). Umbi kentang digolongkan menjadi dua jenis mutu, yakni mutu I dan mutu II yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Syarat mutu kentang Karakteristik
Syarat
Warna dan bentuk
Mutu I Seragam
Mutu II Seragam
Ukuran
Seragam
Seragam
Permukaan
Rata
Tidak dipersyaratkan
Kadar kotoran % (bobot/bobot 2.5 maksimal)
2.5
Kentang cacat % (bobot/bobot)
5
10
Ketuaan
Tua
Cukup tua
(Departemen Pertanian 1999)
5
Berdasarkan ukurannya, kentang digolongkan menjadi empat, yaitu kentang dengan berat < 50 gram per umbi (kentang kecil), kentang dengan berat 51-100 gram per umbi (kentang sedang), kentang dengan berat 101-300 gram per umbi (kentang besar), dan kentang dengan berat > 301 gram per umbi (kentang sangat besar). Presentase bagian kentang yang dapat dimakan adalah 85 % (BPS 2006). Komposisi utama umbi kentang adalah air 75-80%, pati 16-20%, dan protein 2.02.5% (FAO 2008). Komposisi ini dipengaruhi oleh varietas, keadaan tanah, pupuk, umur umbi ketika dipanen, waktu, dan suhu penyimpanan. Komposisi dan nilai gizi kentang dapat dilhat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi dan nilai gizi umbi kentang per 100 gram Kandungan Nilai Kalori (Kal)
83.00
Air (gram)
77.80
Karbohidrat (gram)
19.10
Protein (gram)
2.00
Lemak (gram)
0.10
Fosfor (mg)
56.00
Kalsium (mg)
11.00
Besi (mg)
0.70
Vitamin C (mg)
17.00
Vitamin B1 (mg)
0.11
Bagian dapat dimakan
85.00
( Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979) B. Reaksi Pencoklatan Reaksi pencoklatan biasa terjadi pada buah atau sayuran yang mengalami perlakuan mekanis yang dapat menyebabkan perubahan fisik, flavour, dan gizi. Pada umumnya reaksi pencoklatan dibagi menjadi dua yaitu pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis banyak terjadi pada buah dan sayuran terutama jika terjadi dekstrusi jaringan. Reaksi pencoklatan nonenzimatis terjadi pada pengolahan bahan pangan yang menggunakan panas dan selama penyimpanan bahan pangan (Koeswara 1991). Pencoklatan non-enzimatis
6
terdiri dari reaksi maillard, reaksi karamelisasi, dan reaksi pencoklatan akibat oksidasi vitamin C (Winarno 1992). Pencoklatan enzimatis menyebabkan perubahan warna, rasa yang tidak diinginkan dan penurunan nilai gizi bahan pangan (Lamikanra 2002). Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan dan sayuran jika jaringan buah atau sayuran itu terpotong atau terkelupas. Akibat reaksi ini akan timbul warna coklat karena konversi senyawa fenolat menjadi melanin dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Kontak antara jaringan yang terluka atau terpotong dengan udara akan menyebabkan pencoklatan. Hal tersebut dikarenakan senyawa fenol teroksidasi secara enzimatis menjadi o-kuinon yang secara cepat mengalami polimerisasi membentuk pigmen coklat (melanin). Senyawa fenol bersifat sangat mudah terdekomposisi pada suhu ruangan dan sangat sukar untuk diisolasi Tingkat reaksi pencoklatan enzimatis semakin tinggi jika konsentrasi fenolik (subtrat polifenol oksidase) pada buah dan sayuran tinggi dan konsentrasi asam askorbat yang rendah (Bauernfeind dan Pinkert 1970). Menurut Winarno (1992), banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai subtrat dalam reaksi pencoklatan enzimatis pada buah dan sayuran. Senyawa-senyawa fenolik tersebut diantaranya adalah katekin dan turunannya, seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, dan leukoantosianin. Pada umumnya reaksi oksidasi fenol dikatalisis oleh enzim kresolase dan katekolase. Kresolase mengkatilisis oksidasi monofenol (tirosin dan kresol) dengan mengubah gugus hidroksil pada posisi ortonya sehingga menjadi orto difenol. Katekolase menghilangkan dua atom hidrogen pada orto-difenol membentuk ortoquinon (Park dan Luh 1985). Menurut Eskin et al. (1971), katekolase mengkatalisis reaksi oksidasi ortodifenol menjadi orto-quinon; orto-quinon dengan orto difenol akan terhidroksilasi membentuk trihidroksi benzena; kemudian trihidroksi benzena bereaksi dengan orto quinon membentuk hidroksi quinon yang akhirnya berpolimerisasi membentuk warna merah kemudian coklat. Pembentukan senyawa melanin dari orto-quinon berlangsung secara spontan dan tidak bergantung pada adanya enzim atau oksigen.
7
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat reaksi pencoklatan enzimatis adalah kandungan komponen fenolik, aktivitas dari enzim polifenol oksidase, oksigen, ion logam, pH, dan suhu (Lisinska dan Leszczynski 1989). Reaksi pencoklatan enzimatis dapat dikontrol oleh inaktivasi enzim polifenol oksidase, pengeluaran oksigen, modifikasi komponen fenolik, penambahan agen pereduksi, interaksi dengan grup tembaga, mereduksi atau menjerat senyawa quinon, bahkan memindahkan produk akhir dari reaksi pencoklatan (Shahidi dan Naczk 1995). Enzim polifenol oksidase dapat diinaktivasi dengan perlakuan panas dengan suhu 900 C. Metode lain untuk memperlambat reaksi pencoklatan enzimatis adalah dengan menurunkan pH jaringan lebih kecil daripada pH optimum enzim polifenol oksidase yang berkisarantara 4.0-7.0. Asam yang dapat ditambahkan untuk menurunkan pH adalah asam sitrat, malat, askorbat, dan asam fosfat (Shahidi dan Naczk 1995). Menurut Eskin (1971) menyatakan bahwa ada 3 teori tentang reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi dalam suatu bahan makanan yaitu: karamelisasi, reaksi maillard dan oksidasi vitamin C. Karamelisasi terjadi karena bahan mengalami pemanasan pada suhu tinggi. Reaksi pencoklatan akibat oksidasi vitamin C disebabkan asam askorbat yang dikandung oleh bahan mengalami oksidasi sehingga senyawa tersebut terpecah menghasilkan furfural dan karbondioksida. Pencoklatan Maillard disebabkan terjadinya reaksi senyawasenyawa karbonil yang berasal dari pemecahan karbohidrat atau lemak dengan senyawa amino dalam bahan. Di dalam tepung kentang sistem pencoklatan yang terjadi adalah pencoklatan yang bersifat non-enzimatis (reaksi Maillard), hal ini disebabkan oleh reaksi senyawa asam amino dengan gula reduksi yang lebih cepat antara aldehid dan keton karena pemanasan di dalam tepung. Mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatis berlangsung sangat kompleks dan dalam reaksi ini tidak diperlukan oksigen untuk memulai prosesnya tetapi harus ada senyawa amino. Pembentukan warna coklat yang diakibatkan oleh reaksi gula dengan asam amino dimulai dengan pembentukan basa Schiff’s, dimana senyawa ini bersifat labil yang selanjutny akan mengalami siklisasi membentuk senyawa glikosilamine (N-Substituted glycosylamine). Selanjutnya senyawa ini mengalami isomerisasi dan mengalami penyusunan “Amadori”, serta mengalami berbagai
8
perubahan komplek sehingga dihasilkan senyawa melanoidin yang merupakan pigmen yang berwarna coklat. Menurut Winarno (1992), reaksi Maillard berlangsung melalui beberapa tahapan sebagai berikut (Gambar 1): a) Suatu aldosa bereaksi bolak balik dengan asam amino atau dengan gugus amino dari protein sehingga menjadi amino ketosa. b) Dehidrasi dari hasil reaksi amadori membentuk turunan-turunan furfuraldehid, misalnya heksosa diperoleh hidroksimetil furfural c) Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metal L-dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan L-dikarboksil seperti metilglioksal, asetol dan diasetil. d) Aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikut sertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna coklat yang disebut melanoidin.
Amadori
Aldosa
Basa Schiff
Glukosamin
Amino ketosa
Hidroksifurfuraldehida Furfural Gambar 1 Tahapan reaksi Maillard (Winarno 1992)
C. Tepung Kentang Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Tepung biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri.
9
Tepung kentang adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus yang terbuat dari kentang. Tepung kentang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi seperti pada Tabel 5. Tepung kentang biasa dimanfaatkan sebagai pengental, pengikat, pembentuk, bahan anti lengket atau bahan agar-agar. Selain itu, tepung kentang juga digunakan dalam produk-produk jadi seperti kudapan, daging olahan, makanan panggang, mie, makanan hewan piaraan, parutan keju, saus, gravies, kuah daging, dan sup. Penelitian terbaru memanfaatkan tepung kentang untuk penyaringan ragi dan bahan tambahan kosmetik dan farmasi (Kari 2010). Tabel 5 Komposisi dan nilai gizi tepung kentang per 100 gram Kandungan Presentase Kalori (Kal)
347.00
Air (gram)
13.00
Karbohidrat (gram)
85.60
Protein (gram)
0.30
Lemak (gram)
0.10
Fosfor (mg)
30.00
Kalsium (mg)
20.00
Besi (mg)
0.50
Vitamin C (mg)
0.00
Vitamin B1 (mg)
0.04
Bagian dapat dimakan
100.00
( Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979) D. Antipencoklatan Senyawa antipencoklatan adalah senyawa yang dapat digunakan untuk mencegah pencoklatan. Senyawa tersebut antara lain, asam karboksilat, asam askorbat dan turunannya, sulfur, asam fenolik, dan kalsium (Son et al. 2001). 1. Asam karboksilat Beberapa asam karboksilat mempunyai sifat antipencoklatan karena memiliki kemampuan untuk mengkelat logam atau menurunkan pH (Furia 1964
10
dalam Pizzocaro et al. 1993). Terdapat dua belas jenis asam karboksilat yang ditemukan dalam buah dan sayur yang memiliki sifat antipencoklatan. Keduabelas asam tersebut, yaitu asam oksalat, asam oleat, asam tartarat, asam malonat, asam piruvat, asam sitrat, asam malat, asam laktat, asam asetat, asam suksinat, asam fumarat, dan asam format. Asam sitrat biasa digunakan sebagai zat antipencoklatan secara komersial karena mampu menghambat aktivitas polifenol oksidase (Langdon 1987; Pizzocaro et al. 1993). Asam oksalat dan asam oksalasetat meliki aktivitas antipencoklatan lebih bagus dari pada asam sitrat. Hal ini diaplikasikan dalam irisan apel. Asam oksalat lebih berfungsi dalam bentuk asam bebas atau dalam bentuk garam potasium atau kalsium (Son et al. 2001). 2. Asam askorbat Asam askorbat mencegah pencoklatan enzimatis dengan mereduksi quinon dari komponen polifenol (Walker 1977). Pada irisan apel, asam askorbat 1% efektif mencegah pencoklatan (Son et al. 2001). 3. Sulfur Senyawa sulfit sejak lama digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno dan bangsa Romawi telah menggunakan asap hasil pembakaran belerang untuk sanitasi dalam pembuatan anggur. Penggunaannya berupa asap pembakaran belerang yang mengandung gas belerang dioksida (SO2), yang kemudian akan larut dalam air membentuk asam sulfit. Sekarang, senyawa-senyawa sulfit yang biasa digunakan berbentuk bubuk kering, misalnya natrium atau kalium sulfit, natrium atau kalium bisulfit dan natrium atau kalium matabisulfit. Tujuan penggunaan sulfit, yaitu untuk mengawetkan (sebagai senyawa antimikroba) dan untuk mencegah perubahan warna bahan makanan menjadi kecoklatan. Sulfit dapat mencegah reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Kemampuan sulfit dalam hal mencegah reaksi pencoklatan dan sekaligus mengawetkan belum dapat disaingi oleh bahan kimia lain. Itulah sebabnya
11
mengapa sulfit luas sekali pemakaiannya, misalnya untuk sayuran dan buahbuahan kering dan beku, asinan, manisan, sari buah, konsentrat, pure, sirup, anggur minuman dan bahkan untuk produk-produk daging serta ikan yang dikeringkan. Gas belerang dioksida dan sulfit dalam tubuh akan dioksidasi menjadi senyawa sulfat yang tidak berbahaya, yang kemudian akan dikeluarkan melalui urin. Mekanisme detoksifikasi ini cukup mampu untuk menangani jumlah sulfit yang termakan. Itulah sebabnya dalam daftar bahan aditif makanan, sulfit digolongkan sebagai senyawa GRAS (generally recognized as safe) yang berarti aman untuk dikonsumsi. Namun demikian, dosis penggunaannya dibatasi, karena pada konsentrasi lebih besar dari 500 ppm, rasa makanan akan terpengaruhi. Selain itu, pada dosis tinggi sulfit dapat menyebabkan muntah-muntah dan juga senyawa ini dapat menghancurkan vitamin B1(Muchtadi 1984). Oleh karena itu, sulfit tidak boleh digunakan pada bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber vitamin B1. Selain itu, sulfit juga dapat asma karena adanya gas belerang oksida. 4. Kalsium Garam kalsium dapat mencegah reaksi pencoklatan enzimatis. Hal ini dapat terjadi karena adanya reaksi ion kalsium dan asam amino. Garam kalsium yang biasa digunakan adala CaCl2, Ca-laktat, Ca-sitrat dan Ca-hidroksida (Kusmiadi 2008). E. Blansir Blansir adalah salah satu proses pemanasan dalam pengolahan bahan pangan. Fungsi blansir adalah untuk inaktivasi enzim, mengurangi jumlah mikroba awal, melembutkan tekstur, mengeluarkan oksigen dari jaringan bahan dan mencerahkan warna. Tujuan proses blansir bergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan. Contohnya pada produk yang akan dibekukan atau dikeringkan, blansir bertujuan inaktivasi enzim yang dapat merubah warna, citarasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan (Buckle et al. 1985). Pada pengolahan buah dan sayur target utama proses blansir adalah inaktivasi enzim polifenolase yang menyebabkan proses pencoklatan. Enzim tersebut 12
termasuk enzim yang tidak tahan terhadap perlakuan panas sehingga mudah untuk inaktif. Namun, biasanya kecukupan blansir ditentukan oleh inaktifnya enzim katalase. Enzim katalase merupakan enzim yang paling tahan panas. Sehingga apabila enzim ini inaktif maka enzim lainnya dapat dipastikan inaktif (Fellows 2000). Keefektifan proses blansir tegantung pada tipe bahan pangan, ukuran bahan pangan, suhu blansir, dan metode pemblansiran. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Tipe bahan pangan yang keras, proses blansir yang efektif adalah dengan cara mereduksi ukuran sampai batas tertentu, suhu pemblansiran tinggi, dan menggunakan metode blansir air panas (Fellows 2000). Pencegahan terjadinya warna coklat pada bahan pangan merupakan hal yang sangat penting karena warna coklat pada bahan pangan dapat menyebabkan penampakan kurang menarik dan menurunkan penerimaan konsumen. Proses blansir selain dapat mencegah terjadinya warna coklat pada bahan pangan, juga dapat menyebabkan bahan menjadi lebih cerah karena terjadi penghilangan udara dan debu pada permukaan bahan yang akan menyebabkan perubahan panjang gelombang cahay yang dipantulkan (Fellows 2000). Namun, proses blansir dapat menghilangkan zat gizi seperti vitamin, karbohidrat, protein, dan mineral. Hal ini dapat terjadi karena selama proses blansir zat gizi tersebut larut dalam air yang digunakan untuk pemblansiran. Proses blansir dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu dengan air panas dan uap panas. Kedua cara ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Blansir dengan air panas biasanya dilakukan pada suhu 900C-1000C selama 5 menit. Blansir dengan air panas ini mempunyai kelebihan distribusi pana yang merata sehingga bahan pangan mendapat kecukupan blansir yang seragam. Kekurangan dari metode ini adalah larutnya zat gizi dari bahan ke dalam air sehingga kandungan zat gizi bahan pangan berkurang. Kelebihan blansir dengan uap panas adalah dapat meminimalkan kehilangan zat gizi larut air sehingga kandungan gizi bahan relatif tidak berubah (Fellows 2000).
13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas : a) bahan baku berupa umbi dari 2 varietas kentang yaitu Granola dan Atlantik, b) bahan kimia untuk pengolahan tepung yaitu natrium metabisulfit, c) bahan kimia untuk analisis mutu seperti heksana, buffer phosfat, pirogalol, NaOH, H2O2, HCl. Peralatan yang digunakan terdiri atas : a) peralatan untuk proses seperti : panci, pengiris, pisau, dan pengering, b) alat pembantu antara lain: baskom dan timbangan,
c)
alat
untuk
analisis
:
kromameter,
termometer,
oven,
spektrofotometer, brabender, dan aneka alat gelas. B. Metode Penelitian 1. Rancangan Penelitian Bahan baku (umbi kentang varietas Granola dan Atlantik) dicuci, dikupas dan kemudian diiris dengan ketebalan 2, 3, dan 4 mm. Irisan umbi kentang selanjutnya langsung dikeringkan dan adapula yang diblansir dengan air panas selama 5 menit dan diberi perlakuan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit (750, 1500, 2250, dan 3000 ppm) dan tanpa perendaman larutan natrium metabisulfit. Masing-masing perlakuan terdiri dari 2 kg irisan umbi kentang dan diulang dua kali. Irisan kentang yang telah diberi perlakuan tersebut selanjutnya dibilas, ditiriskan dan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering sampai kadar air ± 10%. Setelah proses pengeringan, irisan kentang tersebut ditepungkan dengan menggunakan mesin penepung tipe pin disc mill dengan kehalusan 80 mesh. Tepung kentang yang dihasilkan selanjutnya dikemas dan disimpan pada tempat yang kering. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang diamati pada irisan kentang sebelum dikeringkan adalah kadar polifenol oksidase. Setelah mengalami penepungan parameter yang diamati terdiri dari parameter fisik yang meliputi warna (kromameter); dan 14
parameter kimia meliputi indeks browning, polifenol oksidase dan residu sulfit. Hasil pengukuran parameter indeks browning, residu sulfit digunakan untuk menentukan tepung perlakuan terpilih. Tepung hasil perlakuan terpilih kemudian dilakukan uji sensori. Tepung terbaik hasil uji sensori selanjutnya dilakukan pengukuran parameter fisik yang terdiri dari kapasitas penyerapan air, gelatinisasi pati, dan densitas kamba serta parameter kimia yang terdiri dari kadar lemak, protein, pati, serat, air, dan abu. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. 2. Metode Analisis a. Analisis sifat fisik 1) Warna Pengukuran warna tepung dilakukan dengan kromameter Minolta Model CR-300. Pengukuran warna pada setiap perlakuan dilakukan sebanyak lima kali dengan menggunakan parameter warna L (kecerahan), a
(kehijauan-kemerahan),
dan
b
(kebiruan-kekuningan).
Sebelum
melakukan pengukuran, alat dikalibrasi dengan menggunakan standar putih. Tingkat kecerahan (nilai L) mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih), tingkat kemerahan (nilai a*) nilai positif (+) dari 0 sampai +100 menyatakan warna merah, dari 0 sampai -80 menyatakan warna hijau. Tingkat kekuningan (nilai b*), nilai positif (+) dari 0 sampai +70 menyatakan warna kuning dan nilai negatif (-) dari 0 sampai -70 menyatakan nilai biru (Kusnandar dan Andarwulan 2007). 2) Densitas kamba (Muchtadi 1984) Densitas kamba tepung ditentukan dengan mengisi sampel ke dalam gelas ukur 25 ml dengan tapping secara homogen. Kemudian gelas ukur berisi tepung ditimbang, dan densitas kamba (g/ml) dihitung sebagai perbandingan berat (g) dan volume (ml). Densitas kamba diukur sebanyak tiga kali untuk setiap perlakuan.
15
Input
Perlakuan
Kentang Granola dan Atlantik
Dikupas
Diiris dengan ketebalan 2, 3, dan 4 mm
Tanpa blansir
Analisis
Output (Tujuan)
Analisis Kimia : kadar air, lemak, protein, karbohidrat, pati, gula pereduksi, abu, PPO
Karakteristik kimia umbi kentang Atlantik dan Granola
Mengetahui pengaruh blansir dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit terhadap kadar PPO
Blansir 5 menit
Direndam larutan natrium metabisulfit 0, 750, 1500, 2250, dan 3000 ppm, 15 menit kemudian dibilas
Analisis Polifenol Oksidase
Dikeringkan 600 C
Ditepungkan 80 mesh
Tepung kentang
Analisis Polifenol Oksidase
Mengetahui pengaruh pengeringan dan penepungan terhadap perubahan kadar PPO
Analisis fisik : warna (kromameter) Analisis kimia :Indeks Browning, residu sulfit
Tepung kentang perlakuan terpilih
Uji Sensori
Analisis Kimia : kadar lemak, protein, pati, serat, air, abu Analisi fisik : kapasistas penyerapan air, gelatinisasi pati dan densitas kamba
Tepung kentang terbaik
Mengetahui karakteristik fisikokimia tepung kentang terbaik
Gambar 2 Rancangan penelitian.
16
3) Suhu gelatinisasi dan viskositas (metode amilografi) (Faridah et al. 2010) Sampel sebanyak 45 gram dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml kemudian ditambah 400 ml aquades. Kemudian diaduk selama 15 menit kemudian dipindahkan ke dalam mangkuk amilografi yang terpasang pada alat. Gelas piala dan gelas pengaduk dicuci dengan 50 ml aquades, kemudian air dituangkan ke dalam mangkuk amilograf. Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75 rpm, suhu dinaikkan mulai dari 300C sampai 900C dengan kenaikan suhu 1.50C permenit. Kemudian suhu diturunkan menjadi 500C dengan laju penurunan sama. Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan Brabender Unit (BU). Grafik yang diperoleh dapat diinterpretasikan menjadi tiga parameter (Gambar 3), yaitu : 1) Suhu awal gelatinisasi : suhu pada saat kurva mulai naik. Suhu awal gelatinisasi = suhu awal + (waktu (menit) х 1.5) 2) Suhu puncak gelatinisasi : suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu puncak gelatinisasi = suhu awal + (waktu (menit) х 1.5) 3) Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam Brabender Unit (BU).
Gambar 3 Grafik amilografi (Faridah et al. 2010)
17
Keterangan : A = awal proses gelatinisasi; B = viskositas maksimum; C = viskositas pada 95oC; D = viskositas setelah diaduk 95oC, E = viskositas pada 50oC (pendinginan); F = viskositas setelah diaduk 50oC. 4) Daya serap air (Sathe dan Salunkhe 1981) Sebanyak satu gram sampel dicampur dengan 10 ml air destilata dan diaduk selama 30 detik. Campuran didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut disenrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit. Volume supernatan diukur. Daya serap air dinyatakan dalam g/g dan dihitung dengan rumus (1): Air yang terserap (g) berat contoh g
Daya serap air =
.....................(1)
b. Analisis kimia 1) Kadar Air (AOAC 1995) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah mengukur jumlah air yang menguap dengan melihat selisih bobot bahan sebelum dan sesudah dikeringkan. Langkah awal pengukuran kadar air dengan mengeringkan cawan alumunium pada suhu 100 0C selama 15 menit, kemudian dikeringkan di dalam desikator selama 10 menit. Cawan alumunium kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (a gram). Sebanyak 2-10 gram (x gram) sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. x-(y-a)
Kadar air (% wb) =
x
x-(y-a)
Kadar air (% db) =
y-a
x 100
......................... (2.1)
x 100
......................... (2.2)
Keterangan: %wb = kadar air per bobot basah %db = kadar air per bobot kering 2) Kadar Abu (AOAC,1995) Pengukuran kadar abu dengan menimbang sisa hasil pembakaran senyawa organik. Cawan porselen dikeringkan dengan tanur pada suhu
18
500 0C selama satu jam, kemudian dikeringkan dalam desikator. Cawan porselen kemudian ditimbang dengan timbangan analitik (a gram). Sebanyak 2 gram sampel (w gram) ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya. Sampel diarangkan di dalam hot plate selama 30-60 menit sampai tidak berasap. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600 0C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (x gram). Kadar abu dihitung dengan rumus (3) : Kadar abu (%bb) =
x-a w
x 100
..................... (3)
3) Kadar Protein (Metode Kjeldahl) (AOAC 1995) Pengukuran kadar protein prinsipnya adalah pemecahan senyawa nitrogen dari komponen protein sehingga bereaksi dengan asam sulfat membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat dipecah oleh NaOH menghasilkan gas amoniak. Gas amoniak bereaksi dengan asam borat menghasilkan NH4H2BO3. Kemudian NH4H2BO3 dititrasi dengan asam klorida beraksi dengan amoniak menghasilkan amonium klorida. Asam klorida yang digunakan untuk titrasi menunjukkan jumlah N yang terukur. Jumlah protein kasar adalah jumlah N terukur dikalikan faktor konversi. Faktor konversi berbeda setiap bahan. Faktor konversi yang biasa dipakai adalah 6.25 yang menunjukkan bahwa senyawa N yang terkandung dalam protein adalah 16%. Contoh sebanyak 0.10-0.15 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjehdall, ditambahkan 1.90 gram campuran K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 pekat, kemudian dididihkan dalam hingga larutan menjadi jernih. Labu didinginkan dan ditambahkan 10 ml NaOH 60%. Destilat ditampung dalam 5 ml asam borat yang telah dicampur dengan lima tetes indikator MB:MM. Destilasi dilakukan selama 15 menit atau sampai volume penampung mencapai 50 ml. Larutan dititrasi dengan HCl 0.02 N. Kadar protein dihitung dengan rumus (4) : Kadar protein (%b/b) =
V HCl-V blankox N HCl x 14,007 X FK x 100 Bobot contoh (mg)
...(4)
Keterangan: FK= Faktor koreksi ( 5.71)
19
4) Kadar Lemak (Metode Hidrolisis) (AOAC 1995) Kadar lemak diperoleh dari selisih berat antara labu kosong dengan berat labu setelah ekstraksi menunjukkan jumlah lemak dalam bahan. Contoh sebanyak 10 gram ditambahkan air panas sebanyak 45 ml, dan HCL 25% sebanyak 55 ml. Sampel dipanaskan selama 15 menit kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan dikeringkan dalam oven 105 0C selama 3 jam. Analisa dilanjutkan dengan metode soxhlet, dimana sampel dimasukkan ke labu soxhlet dan diisi dengan ± 30 ml heksana, lalu direfluks 5-6 jam. Setelah itu dipanaskan pada oven 105 0C selama 30 menit atau sampai dengan pelarut pada labu lemak menguap semua. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar lemak dihitung dengan rumus (5) : Kadar lemak (% bb) =
x 100
.................. (5)
Keterangan: a= bobot contoh (g) b0= bobot kosong labu lemak (g) b1= bobot labu lemak berisi lemak (g) 5) Kadar pati SNI 01-2892-1992 (BSN 1992) Sebanyak 0.20 g sampel halus dimasukan ke dalam tabung sentrifuse. Ditambahkan alkohol 80% 20 ml. Campuran dipanaskan dalam waterbath suhu 100oC selama 15 menit. Campuran didiamkan sampai mengendap, kemudian larutan dituangkan ke dalam pinggan datar. Endapan dalam tabung sentrifuse diuapkan (dikeringkan) di atas waterbath. Tambahkan aquades 2 ml panaskan lagi selama ± 3 menit. Tambahkan HCLO4 9.20 N 2 ml dan panaskan 15 menit. Kemudian angkat dan tambahkan aquades 25 ml. Larutan disaring dalam labu ukur 100 ml. Volume ditera sampai 100 ml dengan aquades dan dikocok secukupnya. Sebanyak 2 ml dipipet ke dalam tabung reaksi 20 ml dan dibuat deret standar yang sama dengan standar karbohidrat dari standar baku 250 ppm (0, 2, 10, 15, 20, 25). Indikator phenol ditambahkan hingga warna merah jambu. NaOH 0,1 N ditambahkan untuk netralisasi. Pereaksi Cu 2 ml
20
ditambahkan hingga larutan berwarna ungu. Larutan dipanaskan dalam waterbath ± 10 menit. Larutan dinginkan selama ± 10 menit hingga warna merah bata. Pereaksi Nelson sebanyak 2 ml ditambahkan hingga warna biru tua. Aquades ditambahkan hingga volume menjadi 20 ml. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotmeter pada pajang gelombang 500 nm. Kadar pati dihitung dengan rumus (6) : Kadar pati =
/ /
..
x 100% ..(6)
6) Kadar serat kasar (metode gavimetri) (AOAC 1995) Kadar serat kasar merupakan sisa hasil reaksi sampel dengan asam dan basa kuat. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dan diekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Bila bahan mengandung lemak yang sangat kecil maka pemisahan lemak dapat diabaikan. Sampel dipindahkan ke dalam labu ekstraksi (500 ml) dengan pendingin tegak. Sampel dididihkan dengan 200 ml H2SO4 1.25% selama 30 menit. Kemudian disaring dengan corong buchneer yang dihubungkan dengan penyedot vakum dan dicuci dengan air panas. Sampel dipindahkan ke dalam labu ekstraksi 500 ml dan dididihkan dengan 200 ml NaOH 3.25% selama 30 menit. Sampel disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya (A). Endapan dicuci dengan H2SO4 1.25%, air panas, dan alkohol 95%. Kertas saring dan isinya dipindahkan kemudian dimasukkan ke cawan porselin yang telah diketahui bobotnya (B). Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan kemudian ditimbang sampai bobot tetap (C). Kemudian kadar serat kasar dihitung menggunakan rumus(7 : Kadar serat kasar =
C-(B-A) Berat contoh
х 100%
....................... (7)
7) Kadar gula pereduksi SNI 01-2892-1992, (BSN 1992) Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquades kemudian dikocok. Pb asetat setengah basa sebanyak 5 ml ditambahkan kemudian digoyangkan. Larutan ditetesi 1 tetes larutan (NH4)2HPO4 10% (bila timbul endapan
21
putih maka penambahan Pb asetat setengah basa sudah cukup). 15 ml larutan (NH4)2HPO4 10% ditambahkan untuk menguji apakah Pb asetat setengah basa sudah diendapkan seluruhnya. Apabila timbul endapan berarti penambahan (NH4)2HPO4 10% sudah cukup. Isi labu ukur ditepatkan sampai tanda tera dengan air suling. Larutan dikocok 12 kali, kemudian disaring. 10 ml larutan hasil penyaringan dipipet dan dimasukkan ke dalam elenmyer 500 ml. 15 ml air suling, larutan Luff dan batu didih ditambahkan. Larutan dipanaskan 10 menit kemudian diangkat dan segera didinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan H2SO4 25% ditambahkan. Larutan dititrasi dengan larutan tioulfat 0.10 N dengan larutan kanji 0.5% sebagai indikator (misalkan dibutuhkan V1). Blanko yang berisi 25 ml air dan 25 larutan Luff dititrasi dengan tiosulfat 0.01 N (misal dibutuhkan V2). Gula reduksi dihitung sebagai berikut : (V2-V1) ml tiosulfat yang dibutuhkan oleh sampel dijadikan ml 0.10 N, kemudian dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang digunakan (missal W1 mg). kadar gula pereduksi dihitung dengan rumus (8) : Kadar gula reduksi (%) =
..................... (8)
Keterangan : W1 = glukosa (mg) Fp = faktor pengenceran W = bobot sampel (mg) 8) Kadar Polifenol Oksidase (Lee dan Park 2005) Sebanyak 12.5 gram sampel dihomogenisasi dalam 62.5 ml buffer fospat 50 mM pada pH 6.6 selama 3 menit. Homogenat disentrifuse pada kecepatan 3100 rpm selama 20 menit, dan supernatan digunakan untuk menganalisis enzim polifenol oksidase (PPO). Seluruh tahapan dilakukan dalam suhu rendah. Kemudian sebanyak 0.10 ml supernatan diambil dan ditambahkan dengan 0.90 ml buffer fosfat lalu diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang 25oC. Sebagai substrat ditambahkan 1 ml pirogalol 0.20 M. aktivitas enzim ditunjukkan sebagai laju perubahan OD (Optical Density) pada panjang gelombang 420 nm.
22
9) Residu Sulfit SNI 01-2894-1992 (BSN 1992) Sebanyak 10 gram sampel dilarutkan dalam 50 ml aquades, 50 ml metanol, dan 15 ml buffer posphat dalam labu destilasi. Labu destilasi disambungkan dengan alat destilasi. Campuran dipanaskan hingga mendidih. Gas sulfit yang terbentuk ditampung dengan penampung destilasi. Penampung destilasi berisis 10 ml peroksida 2%, 60 ml aquades, indikator, dan NaOH 0.01 N. Sulfit yang terbentuk dititrasi dengan NaOH 0.10 N. Kadar SO2 dihitung dengan rumus (9) : SO2 (mg/kg) =
b x c x 32 x 1000 a
...................... (9)
Keterangan : a = bobot sampel (g) b = volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi (ml) c = normalitas NaOH 10) Indeks Browning (Leeratanarak et al. 2006) Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dalam 20 ml asam asetat glasisal 2% kemudian disaring dengan kertas Whatman No. 3. Filtrat dicampur dengan dengan aseton dengan volume yang sama kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 3. Filtrat kemudian diukur absorbansinya dengan spektrometer pada panjang gelombang 420 nm. Nilai absorbansi 0 menunjukkan warna putih dan 1 menunjukkan warna coklat. c. Uji Sensori Uji sensori merupakan pengukuran secara subjektif menggunakan indra manusia. Uji sensori meliputi warna, aroma, tekstur, dan penerimaan umum panelis. Uji sensori dilakukan dengan menggunakan 30 panelis tidak terlatih. Uji sensori menggunakan uji rating hedonik dengan skala 1 (sangat suka) -5 (sangat tidak suka) dan uji ranking hedonik. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap nilai kesukaan data dianalisis dengan metode analisa of variance (ANOVA) pada taraf signifikasi 0.05 (selang kepercayaan 95%) dan uji lanjut Duncan, sedangkan untuk mengatahui formulasi produk yang paling disukai hingga paling tidak disukai digunakan metode analisis Friedman.
23
3.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan, dengan model matematik. Rancangan percobaan ini digunakan untuk menentukan perlakuan pengolahan tepung kentang terbaik. Yijk(n) = µ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + Eijk(n) Keterangan: Yijk(n) = Respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C
µ
= nilai tengah umum
Ai
= pengaruh varietas pada taraf ke i A1 = Varietas Granola A2 = Varietas Atlantik
Bj
= pengaruh ketebalan irisan (mm) pada taraf ke-j B1 = Ketebalan irisan 2 mm B2 = Ketebalan irisan 3 mm B3 = Ketebalan irisan 4 mm
Ck
= pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit [NaHSO3] pada taraf ke-k C1 = [NaHSO3] 0 ppm C2 = [NaHSO3] 750 ppm C3 = [NaHSO3] 1500 ppm C4 = [NaHSO3] 2250 ppm C5 =[NaHSO3] 3000 ppm
(AB)ij
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
(AC)ik
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor C
(BC)jk
= pengaruh interaksi taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C
(ABC)ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C Eijk(n)
= pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-n karena pengaruh Ai, Bj, Ck, (AB)ij, (AC)ik, (BC)jk, dan (ABC)ijk
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Kimia Umbi Kentang Varietas Atlantik dan Granola Analisis proksimat berguna untuk mengetahui komposisi kimia umbi kentang Atlantik dan Granola segar yang akan mempengaruhi proses pengolahan selanjutnya. Proses pengolahan yang dipengaruhi oleh komposisi kimia umbi antara lain proses pencoklatan dan rendemen. Komposisi kimia umbi kentang Atlantik dan Granola ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik kimia umbi kentang Granola dan Atlantik Varietas Direktorat Gizi Parameter Granola Atlantik Depkes Kadar air (%) 86.59 84.08 77.80 Kadar abu (%)
5.37
5.40
-
Gula pereduksi (%)
5.82
3.77
-
Lemak (%)
2.24
1.95
0.45
Protein (%)
17.75
18.78
9.01
Karbohidrat (%)
74.79
73.87
86.04
Pati (%)
60.25
65.33
-
1787.36
1267.93
PPO (unit/gram sampel bk)
Kadar abu, protein, dan pati basis kering umbi kentang Atlantik lebih besar dari pada umbi kentang Granola tetapi kadar air, kadar abu, gula pereduksi, lemak, dan karbohidrat lebih rendah. Apabila dibandingkan dengan data komposisi kimia umbi kentang dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan kadar air, lemak, dan protein kedua varietas kentang lebih tinggi, sedangkan kadar karbohidratnya lebih rendah. Perbedaan data ini disebakan oleh perbedaan varietas dan kondisi kentang yang dianalisa. Berdasarkan data gula pereduksi pada Tabel 6 umbi kentang
Granola
memiliki kadar gula pereduksi dan polifenol oksidase lebih tinggi dari kentang Atlantik sehingga kemungkinan reaksi pencoklatan non-enzimatis dan enzimatis pada kentang Granola lebih besar dari pada kentang Atlantik. Hal ini akan
25
mengakibatkan warna tepung kentang Granola lebih kecoklatan dari pada tepung kentang Atlantik. B. Pengaruh ketebalan irisan dan konsentrasi natrium metabisulfit pada pencegahan pencoklatan tepung kentang 1. Perubahan Kadar polifenol oksidase Reaksi pencoklatan enzimatik terhadap senyawa fenolik banyak dikatalisis oleh enzim katekol oksigenase (dalam bentuk polifenol oksidase, EC.1.10.3.1). Pada umumnya katekol oksigenase dapat mengkatalisis dua tipe reaksi yakni hidroksilasi (aktifitas kresolase) dan dehidrogenasi (aktifitas katekolase). Tipe reaksi pertama adalah hidroksilasi monofenol menjadi o-difenol. Sedangkan tipe kedua adalah oksidasi o-difenol menjadi kuinon. Polifenol oksidase pada apel memiliki keaktifan dua kali lebih aktif dengan asam klorogenat dibandingkan dengan katekin. Kedua kelas fenol ini berperan penting pada proses pencoklatan (Janovit-Klapp et al. 1989). 1.1. Kentang Segar Pengukuran polifenol oksidase pada irisan kentang yang telah diberi perlakuan bertujuan melihat efektivitas blansir dan natrium metabisulfit terhadap kadar polifenol oksidase irisan kentang. Hasil pengukuran kadar polifenol oksidase pada irisan kentang dapat dilihat pada Gambar 4. Kadar polifenol oksidase dihitung dengan menggunakan kurva standar dengan persamaan y=0.017x-0.010 dan R2= 0.985. Kadar polifenol oksidase awal kentang Granola 1787.36l unit/gram sampel bk dan Atlantik 1267.93k unit/gram sampel bk. Kadar polifenol oksidase kentang Granola lebih besar dari pada kentang Atlantik sehingga kemungkinan reaksi pencoklatan enzimatis pada kentang Granola lebih besar. Fenolik adalah komponen metabolit kedua pada tanaman yang mempengaruhi rasa dan karakteristik warna buah. Konsentrasi senyawa fenolik sangat tinggi pada buah muda dan menurun cepat selama proses penuaan. Setelah dipanen total fenolik relatif konstan atau menurun lambat dan komponen fenolik tunggal menunjukkan pengaruhnya terhadap pencoklatan (Jeong et al. 2008).
26
453.30
100
[NaHSO3] 2250 ppm
92.38 105.39 93.24 111.50 107.65
[NaHSO3] 3000 ppm 158.32 112.47 101.01 96.27 77.22
150
247.16 194.50 183.08 126.94 125.55
279.49
200
177.66 160.75 139.77 113.92
250
191.18 157.25 115.46 91.07 76.80
300
[NaHSO3] 1500 ppm 250.17
350
[NaHSO3] 750 ppm
199.84
400
[NaHSO3] 0 ppm
241.84
Kadar PPO (unit/g bk)
450
284.22
500
50 0 Granola:2
Granola:3
Granola:4
Atlantik:2
Atlantik:3
Atlantik:4
Varietas Kentang; Ketebalan (mm)
Gambar 4 Kadar polifenol oksidase pada irisan kentang Granola dan Atlantik sebelum dikeringkan. Setelah mengalami perlakuan blansir dan perendaman dalam [NaHSO3] kadar olifenol oksidase pada irisan kentang Granola mengalami penurunan 74.64%-95.70%. Sedangkan pada kentang Atlantik terjadi penurunan kadar polifenol oksidase sebesar 80.50%-93.91%. Dari prosentase penurunan polifenol oksidase menunjukkan bahwa kentang Atlantik lebih sensitif terhadap perlakuan blansir dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit. Pada Gambar 4 terlihat bahwa irisan kentang Granola memilik kadar polifenol oksidase yang lebih tinggi dari pada irisan Atlantik. Hal ini disebabkan oleh kadar polifenol oksidase awal kentang Granola lebih tinggi dari pada kentang Atlantik. Masih tingginya kadar polifenol oksidase pada irisan kentang Granola akan menyebabkan warna kecoklatan lebih besar dari pada kentang Atlantik. Sehingga tepung kentang Granola akan memiliki kecerahan (L) yang lebih rendah dari pada tepung kentang Atlantik. Polifenol oksidase
akan mengkatalis reaksi oksidasi fenol menjadi o-
quinone yang akan melakukan polimerasi spontan menghasilkan melanin yang berwarna coklat (Marshall et al. 2000). Menurut Winarno (1992), banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai subtrat dalam reaksi pencoklatan enzimatis. Senyawa-senyawa fenolik tersebut diantaranya adalah katekin dan
27
turunannya, seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, dan leukoantosianin. Klorogenat merupakan senyawak fenolik pada apel (Jeong et al. 2008). Kadar polifenol oksidase pada irisan kentang dipengaruhi oleh interaksi antara varietas, ketebalan irisan, dan [NaHSO3]. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada ketebalan 2 mm kadar polifenol oksidase pada kentang Atlantik dan Granola paling tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh luas permukaan pada ketebalan 2 mm yang lebih besar sehingga banyak enzim polifenol oksidase yang terekspos dengan udara sehingga menjadi aktif. Pada ketebalan 3 mm dan
4 mm konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar polifenol oksidase. Hal ini disebabkan oleh tidak terlukanya jaringan dan luas permukaan bahan yang lebih kecil yang menyebabkan polifenol tidak banyak yang teraktivasi. Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit kadar polifenol oksidase pada kentang relatif semakin kecil kecuali pada kentang Atlantik ketebalan irisan 4 mm. 1.2. Tepung Kentang Masih adanya polifenol oksidase pada irisan kentang setelah diberi perlakuan menunjukkan bahwa proses blansir dan perendaman dalam natrium metabisulfit tidak menginaktifkan seluruh polifenol oksidase. Dampaknya adalah selama proses pengeringan, reaksi pencoklatan enzimatis masih akan terjadi. Inaktivasi polifenol oksidase pada perendaman natrium metabisulfit dipengauhi oleh pH larutan. Menurut Duangmal, (1999) natrium matebisulfit lebih efektif digunakan pada pH 4.6 dari pada pH 6.8 untuk inaktivasi polifenol oksidase. Pada pH rendah (4.6) HSO3- jumlahnya paling banyak. HSO3- adalah komponen yang dapat merubah struktur polifenol oksidase. Setelah mengalami pengeringan dan penepungan, kadar polifenol oksidase masih ada tetapi jumlahnya relatif lebih kecil dari pada kadar polifenol oksidase pada irisan kentang. Suhu pengeringan yang berkisar 60oC ternyata tidak mampu menurunkan kadar polifenol oksidase secara signifikan. Kadar polifenol oksidase pada tepung kentang Granola dan Atlantik dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar polifenol oksidase pada tepung kentang dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dengan ketebalan irisan. Namun nilai perbedannya hanya terdapat
28
pada ketebalan 2 mm dimana kadar polifenol oksidase pada tepumg kentang Atlantik lebih besar dari pada tepung kentang Granola. Pada ketebalan 3 dan mm kadar polifenol oksidase tidak berbeda nyata pada kedua varietas. 971.88
987.27 583.24
73.01
89.99 97.55 96.37 76.635
121.49 83.93 152.60 90.30 96.16
390.68
98.38 121.51 76.98 104.46 108.61
200
91.18 63.64 76.69 90.94 43.16
400
131.13 79.59 110.46 86.30 55.56
600
487.02 140.43
800
723.41
1000
175.98 148.145 109.92 130.76
Kadar Polifenol oksidase (unit/g bk)
1200
0 Atlantik:2
Atlantik:3
Atlantik:4
Granola:2
Granola:3
Granola:4
Varietas Kentang; Ketebalan (mm) Kontrol
[NaHSO3] 0 ppm
[NaHSO3] 750 ppm
[NaHSO3] 1500 ppm
[NaHSO3] 2250 ppm
[NaHSO3] 3000 ppm
Gambar 5 Kadar polifenol oksidase pada tepung kentang Granola dan Atlantik Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan blansir dapat menurunkan kadar polifenol oksidase pada tepung. Setelah mengalami perlakuan variasi ketebalan dan konsentrasi larutan natrium metabisulfit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar polifenol oksidase tetapi semakin tinggi [NaHSO3] dan tebal irisan kentang kadar polifenol oksidase relatif semakin kecil. 2. Nilai Index Browning Nilai indeks browning menunjukkan tingkat pencoklatan pada kentang. Semakin tinggi nilai indeks browning menunjukkan bahwa warna tepung semakin coklat. Pencoklatan yang terukur adalah pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Nilai indeks browning berbanding terbalik dengan nilai kecerahan (L) pada pengukuran dengan kromameter. Nilai indeks browning tepung kentang Granola dan Atlantik dapat dilihat pada Gambar 6.
29
Nilai indeks browning pada tepung kentang dipengaruhi oleh interaksi antara varietas, ketebalan irisan, dan konsentrasi larutan natrium metabisulfit. Pencoklatan enzimatis pada kentang dapat dihambat dengan proses blansir dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit. Blansir dapat menginaktifkan enzim polifenol oksidase, begitu pula larutan natrium metabisulfit. Blansir dapat mempengaruhi laju pengeringan, dan kualitas produk akhir (Senadeera et al.
0.62
[NaHSO3] 0 ppm [NaHSO3] 750 ppm [NaHSO3] 1500 ppm
0.44
0,5
[NaHSO3] 2250 ppm
0,4
0.12 0.10 0.09 0.04
0.08 0.11 0.05 0.03 0.06
0.18
0.18 0.18
0.30 0.02 0.07 0.06 0.09
0.12 0.08 0.05
0.14
0.24 0.05 0.04
0,1
0.14 0.15
0,3 0,2
0.26 0.23
[NaHSO3] 3000 ppm
0.05 0.09 0.11 0.09
Nilai indeks browning
0,6
Kontrol
0.55
0,7
0.66
2000 dalam Leeratanak et al. 2006).
0 Atlantik:2
Atlantik:3
Atlantik:4
Granola:2
Granola:3
Granola:4
Varietas; Ketebalan (mm)
Gambar 6 Nilai index browning tepung kentang Granola dan Atlantik. Pada tepung kentang kontrol semua varietas dan semua ketebalan memiliki nilai indeks browning paling tinggi kecuali tepung kentang Granola ketebalan 4 mm. Selain itu, pada tepung kentang Atlantik kontrol memiliki nilai indeks browning lebih tinggi dari pada tepung kentang Granola. Kemudian nilai indeks browning menurun dengan perlakuan blansir pada semua varietas dan ketebalan kecuali pada tepung kentang Granola ketebalan 4 mm. Nilai indeks browning pada tepung kentang Atlantik lebih besar dari pada tepung kentang Granola. Selanjutnya pada ketebalan 4 mm pada kedua varietas nilai indeks browning relatif semakin kecil. Hal tersebut tidak terjadi pada ketebalan 2 mm dan 3 mm. Penggunaan natrium metabisulfit dalam konsentrasi tinggi (> 1500 ppm) pada
30
semua ketebalan dan varietas menunjukkan nilai indeks browning yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 7). Ketebalan 3 mm pada semua varietas menunjukkan nilai indeks browning yang lebih rendah dari pada ketebalan 2 mm dan 4 mm. Pada ketebalan 3 mm kadar polifenol oksidase tepung kentang juga relatif rendah. Berdasarkan nilai indeks browning < 0.068 maka tepung kentang terpilih adalah tepung kentang Atlantik ketebalan 2 mm perendaman NaHSO3 750 ppm, ketebalan 3 mm perendaman NaHSO3 1500 ppm dan 2250 ppm, ketebalan 4 mm perendaman NaHSO3 3000 ppm. Selain itu, dari varietas Granola dengan perlakuan ketebalan 2 mm perendaman NaHSO3 750 ppm, 1500 ppm; ketebalan 3 mm perendaman NaHSO3 1500 ppm, 2250 ppm, dan 3000 ppm; ketebalan 4 mm perendaman NaHSO3 3000 ppm. Pemilihan tepung kentang ini berdasarkan uji statistik dengan SPSS 13 yaitu uji anova dan uji lanjut Duncan dengan taraf α 5% (Lampiran 8). Dimana tepung kentang terpilih memiliki nilai indeks browning paling rendah. 3. Hasil Pengukuran Warna Tepung Kentang Atlantik dan Granola (Kromameter) Pengukuran perubahan warna tepung kentang dilakukan menggunakan metode Hunter. Pengukuran warna dilakukan dengan mengukur warna dari banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan (Hutching 1999). Kecerahan tepung kentang Atlantik dan Granola dapat dilihat pada Gambar 7. Pada Gambar 7 terlihat bahwa tepung kentang kontrol memiliki nilai kecerahan paling rendah. Setelah mengalami perlakuan blansir kecerahan tepung meningkat pada semua varietas pada variasi ketebalan. Pada peningkatan konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan pada semua varietas dan ketebalan menunjukkan peningkatan kecerahan. Hal ini menunjukkan bahwa proses blansir dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit dapat digunakan sebagai perlakuan antipencoklatan. Tepung kentang kontrol memiliki tingkat kecerahan yang paling rendah sedangkan nilai indeks browning dan kadar polifenol oksidase paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kadar polifenol oksidase mempengaruhi kecerahan dan nilai indeks browning. semakin tinggi kadar polifenol oksidase maka kecerahan
31
semakin rendah dan nilai indeks browning semakin tinggi. Tetapi hal tersebut tidak berlaku pada tepung kentang yang telah mengalami blansir perendaman dalam larutan natrium metabisulfit. Secara umum kadar polifenol oksidase tepung kentang Atlantik lebih tinggi dari pada tepung kentang Granola, nilai indeks browning pun juga lebih tinggi tetapi nilai kecerahannya juga lebih tinggi. Nilai kecerahan yang tinggi ini dipengaruhi oleh warna dasar kentang Atlantik yang berwana putih. Selain itu warna kecoklatan yang mempengaruhi kecerahan juga dipengaruhi oleh reaksi pencoklatan non-enzimatis akibat adanya reaksi gula pereduksi dan protein. Gula pereduksi pada kentang Granola lebih
94.85
93.12 93.93 94.86 94.45
94.74
94.42 94,.8 94.36
94.18
94.86 94.49 94.38 94.94
88.96
93.68
96.72
96.45 96.51 96.81
96.68
87.18
88
85.72
96.88 96.82
95.94
87.92
90
88.78
Nilai kecerahan (L)
92
90.38
90.61
94
95.48
96
96.83
98
96.73 96.61
96.91 96.12
banyak dari pada kentang Atlantik.
86 84 82 80 Atlantik:2
Atlantik:3
Atlantik:4
Granola:2
Granola:3
Granola:4
Varietas kentang; Ketebalan (mm) Kontrol [NaHSO3] 1500 ppm
[NaHSO3] 0 ppm [NaHSO3] 2250 ppm
[NaHSO3] 750 ppm [NaHSO3] 3000 ppm
Gambar 7 Nilai kecerahan (L) tepung kentang Granola dan Atlantik. Nilai a (hijau-merah) turun drastis dari nonblansir ke perlakuan blansir dan semakin kecil pada tepung dengan perlakuan blansir dan direndam natrium metabisulfit >750 ppm tetapi tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 9). Tepung kentang Granola dengan ketebalan irisan 4 mm memiliki nilai a(-) yang paling besar. Nilai a (-) menunjukkan warna hijau tetapi karena nilainya kecil maka tidak terlihat oleh mata. Pada tepung kentang Granola kontrol nilai a(+) menunjukkan bahwa warna tepung tersebut merah. Warna merah juga menjadi indikasi pencoklatan. Perendaman dalam larutan natrium metabisulfit mempengaruhi warna kripik kentang goreng dimana nilai L (+) dan 32
a (-) (Troconso et al. 2009). Nilai a tepung kentang Atlantik dan Granola dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai b (biru-kuning) pada pengukuran tepung kentang bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa tepung kentang yang dihasilkan berwana kekuningan. Nilai b (biru-kuning) tepung kentang Atlantik dan Granola dapat dilihat pada Gambar 9 Tepung kentang Atlantik memiliki nilai b (biru-kuning) yang lebih kecil dari pada tepung kentang Granola. Apabila dihubungkan dengan nilai kecerahan (L) yang tinggi maka secara deskriptif warna tepung kentang Atlantik adalah kuning cerah dan tepung kentang Granola kuning dengan intensitas yang lebih tinggi. [NaHSO3] 0 ppm
[NaHSO3] 750 ppm
[NaHSO3] 1500 ppm
[NaHSO3] 2250 ppm
[NaHSO3] 3000 ppm
0.07
1
0.34
0.91
2
Kontrol
Atlantik:3
Atlantik:4
Granola:4
-5.05 -4.78
-5.06
-4.54 -5.02
-4.62
-4.52
-3.92 -4.78
-4.72
-4.13
-4.08 -4.41
-4.33
-4.39 -4.37
-4.61 -4.49
-4.56
-4.72
-0.42
Granola:3
-2.81
-0.32 -3.22 -4.60
Granola:2
-5.71
-6
-4.04
-5
-4.33
-4
-4.41
-3
-0.27
-2
-4.22
Atlantik:2
-1
-2.68 -3..25
Nilai (hijau-merah) a
0
-7 Varietas Kentang; Ketebalan (mm)
Gambar 8 Nilai a (hijau-merah) tepung kentang Granola dan Atlantik. Pada ketebalan irisan 3 mm dan 4 mm nilai b naik secara signifikan pada tepung kentang yang diberi perlakuan blansir dan perendaman dalam natrium metabisulfit. Tetapi pada ketebalan 2 mm nilai biru-kuning (b) pada tepung kontrol dan yang diblansir tidak berbeda nyata dan nilainya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa warna kekuningan dari tepung tertutup oleh pencoklatan.
33
26.10
25.62 26.55
25.95
25.70
20.81
10.96
11.72
25,16
20.34
25.55
25.36
24.73 24.61 24.59 9.76
10.10
23,80
18.48 18.72
15.12 16.67 18.52
17.78 17.44
17.11
16.68 16.78
17.84
17.58
17.48
10
10.22
15
11.58 11.94
20
13.37
Nilai biru-kuning (b)
25
26.55
30
5
0 Atlantik:2
Atlantik:3
Atlantik:4
Granola:2
Granola:3
Granola:4
Varietas kentang; Ketebalan (mm) Kontrol
[NaHSO3] 0 ppm
[NaHSO3] 750 ppm
[NaHSO3] 1500 ppm
[NaHSO3] 2250 ppm
[NaHSO3] 3000 ppm
Gambar 9 Nilai b (biru-kuning) tepung kentang Granola dan Atlantik. Berdasarkan warna yang diukur dengan mempertimbangkan nilai L (kecerahan) yang > 96.45 maka tepung kentang terpilih adalah tepung kentang Atlantik dengan ketebalan irisan 2 mm dan perendaman NaHSO3 750 ppm dan 2250 ppm, ketebalan 3 mm dan perendaman NaHSO3 750 ppm, 1500 ppm, 2250 ppm, dan 3000 ppm, serta ketebalan irisan 4 mm perendaman NaHSO3 3000 ppm. Pemilihan perlakuan tersebut berdasarkan uji statistik dengan SPSS 13 yaitu uji anova dan uji lanjut Duncan dengan taraf α 5% (Lampiran 10). Dimana nilai kecerahan (L) tepung kentang perlakuan terpilih adalah > 96.45. Penggunaan parameter kecerahan (L) sebagai dasar pemilihan karena kecerahan (L) menunjukkan tingkat kecerahan dimana apabila nilainya mendekati 100 maka menunjukkan warna yang semakin putih. 4. Kadar Residu Sulfit Sulfit adalah senyawa yang mampu mencegah reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis sekaligus dapat mengawetkan. Selain itu, sulfit dapat digunakan sebagai antioksidan, bahan pemutih, dan efektif pada konsentrasi rendah (Lauria et al.1998). Dalam daftar bahan aditif makanan, sulfit
34
digolongkan sebagai senyawa GRAS (generally recognized as safe) yang berarti aman untuk dikonsumsi.
[NaHSO3] 0 ppm
[NaHSO3] 1500 ppm
8.,70a,b,c
315.91d,e 385.64e,f
587.00h 260.99d
487.35g
33.51a,b
Atlantik:3
158.77c
383.18e,f
Atlantik:2
85.80a,b,c
200
54.07a,b 104.22b,c 159.80c
400
69.18a,b 96.80b,c
600
436.18f,g
[NaHSO3] 3000 ppm 382.46e,f 456.34g
800
613.41h
[NaHSO3] 2250 ppm
36.76a,b 157.02c
Residu SO2 (ppm)
1000
[NaHSO3] 750 ppm
847.765i
1200
1037.26j
1050.76j
Kontrol
0 Atlantik:4
Granola:2
Granola:3
Granola:4
Varietas kentang; Ketebalan (mm)
Gambar 10 Kadar residu sulfit (ppm) tepung kentang Atlantik dan Granola. Semakin tinggi konsentrasi sulfit yang digunakan maka semakin tinggi pula residu sulfit yang terkandung pada tepung kentang. Berdasarkan peratuan Menteri Kesehatan RI tentang bahan tambahan makanan batas residu sulfit pada tepung dihitung sebagai SO2 adalah 500mg/kg (500 ppm). Pada konsentrasi lebih tinggi dari 500 ppm, sulfit dapat mempengaruhi rasa makanan, menyebabkan muntah, dan menghancurkan vitamin B1 (Muchtadi, 1984). Dari data pada Gambar 10 maka tepung yang tidak memenuhi standar adalah tepung kentang Atlantik adalah perendaman natrium metabisulfit 3000 ppm dan tepung kentang Granola adalah perendaman natrium metabisulfit 2250 ppm dan 3000 ppm. Kadar residu sulfit dipengaruhi oleh interaksi antara varietas, ketebalan irisan kentang dan [NaHSO3]. Pada ketebalan dan konsentrasi perendaman yang sama tepung kentang Atlantik memiliki kadar residu sulfit yang lebih rendah dari pada tepung kentang Granola. Perbedaan kadar residu sulfit pada tepung disebabkan oleh perbedaan ukuran kentang. Kentang dengan ukuran kecil pada bobot yang sama jumlahnya lebih banyak sehingga apabila mengalami pengirisan luas permukaannya semakin besar. Pada pengirisan yang semakin
35
tebal pada bobot kentang yang sama mengakibatkan luas permukaannya semakin kecil. Sulfit dapat bereaksi dengan protein, enzim, gula pereduksi, dan pirimidin (Zhao dan Chang 1995). Berdasarkan karakteristik kimia umbi kentang terlihat bahwa kentang Granola memiliki kadar protein 17.75 % lebih rendah dari pada kentang Atlantik 18.78%. Kadar gula pereduksi kentang Granola (5.82%) lebih tinggi dari pada kentang Atlantik (3.77%). Kadar polifenol oksidase Granola (1787.36 unit/gram) lebih tinggi dari kentang Atlantik (1267.93 unit/gram). Setelah mengalami blansir dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit terlihat bahwa penurunan kadar polifenol oksidase pada irisan kentang Atlantik (80.50%-93.91%) lebih tinggi dari pada irisan kentang Granola (74.64%95.70%). Sehingga nilai residu sulfit yang lebih rendah pada tepung kentang Atlantik dapat disebabkan adanya reaksi dengan polifenol oksidase dan protein selain disebabkan oleh perbedaan luas permukaan irisan kentang. Pada percobaan dilakukan pencucian sebanyak tiga kali dengan cara menampung air dalam ember kemudian membuangnya. Hasilnya menunjukkan bahwa residu sulfit masih cukup tinggi pada contoh yang mengalami perendaman natrium metabisulfit konsentrasi tinggi. Berdasarkan pengamatan secara subjektif maka untuk memperkecil residu sulfit juga dapat dilakukan proses pencucian berulang menggunakan air mengalir karena sulfit yang masih menempel di permukaan bahan dapat larut dalam air pencucian. C. Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Tepung Kentang Atlantik Uji sensori yang dilakuakan berupa uji sensori rating hedonik dan ranking hedonik. Uji sensori dilakukan oleh 30 panelis tidak terlatih dengan parameter warna, tekstur, aroma, dan penerimaan umum. Skala penilaian 1 (sangat tidak suka) - 5 (sangat suka) untuk rating hedonik dan 1 (suka) - 4 (tidak suka) untuk ranking hedonik. Uji lanjut berupa uji Duncan dengan taraf signifikansi 5% dan tes Friedman. Sampel yang diujikan adalah tepung kentang Atlantik dengan perlakuan irisan ketebalan 2 mm dan perendaman natrium metabisulfit 750 ppm, perlakuan irisan ketebalan 3 mm dan perendaman natrium metabisulfit 1500 ppm dan 2250 ppm,
36
dan perlakuan irisan 4 mm dan perendaman metabisulfit 3000 ppm. Tepung
kentang tersebut diperoleh berdasarkan nilai indeks browning yang rendah < 0.068; nilai kecerahan (L) tinggi > 96.45; 96.45; dan residu sulfit di bawah 500 ppm merupakan tepung kentang pilihan yang selanjutnya akan dilakukan uji sensori. Irisan data pemilihan tepung kentang kentang perlakuan terpilih dapat dilihat pada Lampiran 13. 4,5
Tingkat kesukaan
4,0
4.00b 3.67b
3.63b
3,5
2.93a
3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
2;750
3;1500
3;2250
4;3000
Tepung kentang Atlantik; Ketebalan (mm); [NaHSO3] (ppm)
Gambar 11 Hasil uji sensori rating hedonik warna tepung kentang Atlantik. Pada Gambar 11 menunjukkan bahwa tepung kentang Atlantik dengan perlakuan ketebalan irisan 2 mm dengan perendaman natrium metabisulfit 750 ppm, dan perlakuan ketebalan irisan 3 mm dengan perendaman natrium metabisulfit 1500 ppm dan 2250 ppm tidak berbeda nyata penerimaan warnanya. Tingkat kesukaan berkisar dari netral sampai suka. Berdasarkan komentar terbuka, sebagian paneli paneliss telah mempunyai perspektif
terhadap warna tepung kentang, yaitu kuning cerah. Tepung kentang ketebalan irisan 4 mm dan perendaman NaHSO3 kurang disukai karena terlihat agak kusam. Gambar 12 menunjukkan bahwa aroma tepung kentang Atlantik dengan
perlakuan ketebalan irisan 2 mm dengan perendaman NaHSO3 750 ppm dan ketebalan irisan 3 mm dengan perendaman NaHSO3 1500 ppm berbeda nyata dengan sampel lainnya. Dimana tingkat penerimaan aroma dari netral sampai suka. Berdasarkan pertanyaan terbuka, aroma kentang pada tepung ini tidak tercium.
37
4,0
Tingkat kesukaan
3,5
3.40b
3.40b
3.13a,b 2.83a
3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
2;750
3;1500
3;2250
4;3000
Tepung kentang Atlantik; ketebalan (mm); [NaHSO3] (ppm)
Gambar 12 Hasil uji rating hedonik aroma tepung Kentang Atlantik. Gambar 13 menunjukkan hasil uji penerimaan umum juga menunjukkan hasil bahwa tepung kentang Atlantik dengan perlakuan ketebalan irisan 2 mm dengan
perendaman NaHSO3 750 ppm dan ketebalan irisan 3 mm dengan perendaman NaHSO3 1500 ppm berbeda nyata dengan sampel sampel lainnya. Dimana tingkat
Tingkat kesukaan
penerimaan umum dari netral sampai suka. 3,8 3,7 3,6 3,5 3,4 3,3 3,2 3,1 3,0 2,9 2,8
3.66b
3.69b 3.48a,b
3.14a
2;750
3;1500
3;2250
4;3000
Tepung kentang Atlantik; Ketebalan (mm); [NaHSO3] (ppm)
Gambar 13 Hasil uji sensori rating hedonik penerimaan umum tepung kentang Atlantik. Hasil uji sensori kesukaan tekstur menunjukkan tidak ada perbedaan penerimaan tingkat kesukaan diantara keempat sampel. Hal ini disebabkan oleh
ukuran partikel semua sampel sama, yaitu 80 mesh. Taraf penerimaan panelis berkisar dari netral sampai suka.
38
Berdasarkan hasil uji rating hedonik maka tepung kentang Atlantik dengan perlakuan ketebalan irisan 2 mm dengan perendaman NaHSO3 750 ppm dan ketebalan irisan 3 mm dengan perendaman NaHSO3 1500 ppm merupakan tepung kentang yang disukai oleh panelis. Namun, pada pada penelitian ini bertujuan mencari satu perlakuan terbaik. M Maka aka dilakukan uji ranking hedonik. Hasilnya menunjukkan bahwa tepung kentang Atlantik dengan ketebalan irisan 2 mm dengan perendaman
NaHSO3 750 pmm merupakan tepung kentang yang paling disukai oleh panelis. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Gambar 14. 3,5
3.07
3,0
Ranking
2,5
2.70 2.03
2.20
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
2;750
3;1500
3;2250
4;3000
Tepung kentang Atlantik; Ketebalan (mm); [NaHSO3] (ppm)
Gambar 14 Hasil uji ranking hedonik tepung kentang Atlantik. D. Karakteristik Fisikokimia Tepung Kentang Atlantik Terpilih Analisis proksimat tepung berguna untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari tepung kentang Atlantik perlakuan blansir, ketebalan irisan 2 mm dengan
perendaman NaHSO3 750 ppm. Tepung kentang tersebut diperoleh dari hasil uji sensori rating hedonik yang dilakukan terhadap 30 panelis. Hasil analisis
fisikokimia dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar air suatu bahan merupakan merupakan salah satu parameter yang utama. Kadar air berpengaruh pada umur simpan bahan tersebut. Semakin rendah kadar air suatu bahan maka umur simpannya semakin lama. Kadar air suatu bahan dapat diturunkan dengan cara pengeringan.
39
Kadar air tepung kentang hasil penelitian adalah 6.86 % (bb). Hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan kadar air tepung komersial dari pasar. Kadar air tepung kentang ini berbeda jauh dengan literatur yang nilainya mencapai 13% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979). Kadar air tepung kentang ini cukup rendah sehingga bisa disimpan cukup lama. Tabel 7 Karakteristik fisikokimia tepung kentang Atlantik terpilih dan komersial Tepung kentang Parameter Atlantik Komersial Kadar air (%)
6.86
6.93
Protein (% bk)
9.91
9.69
Lemak (% bk)
0.79
1.07
Pati (% bk)
81.34
76.53
Abu (% bk)
1.22
2.84
Serat (% bk)
0.67
-
88.07
86.40
725.36
707.61
96.90; -3.24; 13.37
91.57; -2.23; 15.94
0.046
0.096
3.53
2.25
63
52.5
Viskositas 930C
240
90
Viskositas 930C/20’
330
80
Viskositas 500C/20’
460
-
Kadar karbohidrat (% bk) Densitas kamba (g/L) Warna (L,a,b)
Indeks browning Kapasitas penyerapan air (g air/g tepung) Suhu gelatinisasi (0C)
Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi tubuh. Selain sebagai sumber energi, protein juga digunakan sebagai zat pengatur dan pembangun tubuh. Pada sebagain jaringan hidup protein merupakan komponen terbesar setelah air. Protein dalam tubuh manusia bertindak sebagai bahan membran, pembentuk jaringan baru, dan pembentuk jaringan inert. Pada sayuran dan buah, protein berupa enzim-enzim sepeti enzim fenolase, katalase, papain, dan bromelin (Winarno 1992).
40
Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi tubuh. Selain sebagai sumber energi, protein juga digunakan sebagai zat pengatur dan pembangun tubuh. Pada sebagain jaringan hidup protein merupakan komponen terbesar setelah air. Protein dalam tubuh manusia bertindak sebagai bahan membran, pembentuk jaringan baru, dan pembentuk jaringan inert. Pada sayuran dan buah, protein berupa enzim-enzim sepeti enzim fenolase, katalase, papain, dan bromelin (Winarno 1992). Protein akan mengalami kerusakan dan penurunan jumlahnya selama pengolahan pangan. Penurunan jumlah protein bergantung pada proses pengolahan yang dilakukan. Faktor yang mempengaruhi proses penurunan jumlah protein adalah suhu dan air. Suhu menyebabkan denaturasi protein dan air menyebabkan protein terlarut hilang bersama air. Hal ini terjadi pada pembuatan tepung kentang. Tepung kentang selama proses pembuatannya mengalami aplikasi panas pada proses pemblansiran dan pengeringan. Selain itu, juga dilakukan proses pencucian bahan baku sebelum dipotong dan diblansir, perendaman dalam larutan natrium metabisulfit, dan pembilasan. Hal tersebut merupakan potensi utama penurunan kadar protein tepung kentang. Kadar protein tepung kentang 9.91% jumlah ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan kadar protein tepung kentang komersial 9.69% (bk). Jumlah ini lebih rendah dari pada kadar protein umbi kentang Atlantik 18.78% (bk). Penurunan kadar protein tepung kentang mencapai 47.23% dari kadar protein umbi. Kadar protein ini jauh lebih tinggi dari pada kadar protein menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1979 yang nilainya hanya 0.34% (bk). Kadar protein tepung kentang Atlantik ini lebih tinggi dari pada kadar protein minimal yang disyaratkan oleh SNI 01-3751-2006 pada tepung terigu, yaitu sebesar 7%. Lemak merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena lemak merupakan pelarut vitamin A, D, E, dan K. selama proses pengolahan lemak dapat mengalami kerusakan baik secara hidrolisis maupun oksidasi. Dampak dari kerusakan lemak adalah rusaknya vitamin dan komponen lain yang larut lemak. Kadar lemak pada tepung kentang Atlantik adalah 0.79 % nilai tersebut lebih rendah dari pada tepung komersial yang nilainya 1.07% dan dari literatur 0.10%. Nilai tersebut lebih rendah dari pada kandungan lemak pada umbi yang nilainya
41
1.95% (bk). Penurunan kadar lemak pada tepung kentang mencapai 60% dari umbinya. Penurunan kadar lemak dapat terjadi karena proses blansir dan pengeringan serta adanya perendaman dalam larutan natrium metabisulfit. Mekanisme reaksinya adalah oksidasi lemak. Menurut Wong 1989, sulfit dapat menginduksi oksidasi lemak. Menurut Russel dan Gould 1991 menyatakan bahwa mekanisme sulfit mengoksidasi lemak adalah dengan merusak ikatan rangkap pada rantai asam tak jenuh. Kandungan pati pada tepung kentang cukup tinggi, yaitu 81.34% Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat pada tepung kentang sebagian besar adalah pati. Kadar pati tepung kentang Atlantik lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung kentang komersial. Kadar pati pada tepung meningkat dari pada umbinya yang hanya 65.33% (bk). Kandungan pati pada tepung kentang yang tinggi dapat menjadikan tepung kentang sebagai salah satu sumber energi. Hal ini dikarenakan pati merupakan senyawa yang mudah dicerna oleh tubuh dan diubah menjadi energi. Abu merupakan zat anorganik sisa pembakaran. Kadar abu juga menunjukkan total mineral yang terkandung di dalamnya. Kadar abu tepung kentang Atlantik sebesar 1.22%. Nilai tersebut jauh berbeda dengan tepung kentang komersial. Dan nilai kadar abu pada tepung kentang jauh berbeda dengan umbi yang nilainya mencapai 5.40%. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses penepungan banyak mineral terutama mineral larut air yang hilang karena proses blansir, perendaman, dan pencucian. Tetapi nilai kadar abu ini dua kali lebih banyak dari pada kadar abu pada tepung terigu yang disyaratkan SNI 01-3751-2006 maksimal 0.60%. Jenis karbohidrat lain yang penting dalam pangan adalah serat. Serat merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Analisis serat yang dilakukan adalah serat kasar. Serat kasar merupakan residu dari bahan pangan setelah diberi perlakuan asam dan basa kuat. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar serat tepung kentang Atlantik adalah 0.67%. Karbohidrat merupakan sifat fungsional yang penting dalam bahan makanan. Gula, pati, serat merupakan bagian dari karbohidrat. Kadar karbohidrat ditentukan
42
sebagai karbohidrat by difference. Nilainya merupakan hasil pengurangan 100 dengan kadar air, abu, lemak, dan protein. Hasil perhitungan kadar karbohidrat tepung kentang Atlantik 88.07%. Nilai tersebut lebih tinggi dari tepung kentang komersial yang senilai 86.40 dan lebih tinggi dari umbi yang senilai 73.87%. Terjadi peningkatan prosentase karbohidrat karena selama proses pengeringan terjadi penurunan kadar air, protein, lemak, dan abu. Oleh karena itu, kadar karbohidart meningkat. Densitas kamba dapat didefinisikan sebagai tingkat kepadatan bahan pangan dalam suatu ruang yang ditempati oleh bahan pangan tersebut. Informasi densitas kamba ini sangat penting terutama dalam pengemasan dan produk makanan pendamping ASI. Pada pengemasan nilai densitas kamba penting dalam menentukan ukuran kemasan yang akan digunakan. Semakin kecil nilai densitas kamba maka ukuran kemasan yang dibutuhkan semakin besar. Densitas kamba dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengetahu kelayakan suatu bahan sebagai bahan utama pembuatan MP ASI. Sebagai bahan utama MP ASI, bahan tersebut harus memiliki densitas kamba yang tinggi. Bahan dengan densitas kamba tinggi menyebabkan bayi tidak mudah merasa kenyang tetapi menerima gizi cukup tinggi. Nilai densitas kamba sangat dipengaruhi oleh kadar air. Perubahan nilai kadar air dapat menyebabkan perubahan densitas kamba. Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi pula densitas kambanya. Karena kadar air yang lebih tinggi dengan volume sama menyebabkan bobot yang lebih tinggi. Selain air hal lain yang mempengaruhi densitas kamba adalah ukuran partikel. Semakin halus ukuran partikel suatu bahan maka densitas kambanya semaki kecil. Ukuran partikel yang semakin kecil maka rongga yang terbentuk semakin besar sehingga densitas kambanya semakin kecil. Densitas kamba tepung kentang Atlantik adalah 725.36 g/L. Nilai tersebut lebih besar dari pada tepung kentang komersial yang hanya 707.61 g/L. Warna tepung kentang Atlantik menunjukkan nilai L (kecerahan)=96.90; a (hijau-merah= -3.24; dan b (biru-kuning)= 13.37 sedangkan warna tepung kentang komersial menunjukkan L (kecerahan) =91.57; a (hijau-merah) =-2.23; dan b (birukuning)=15.94. Dari hasil pengukuran warna menunjukkan bahwa tepung kentang
43
Atlantik memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dan warna kekuningan yang lebih rendah dari pada tepung kentang komersial. Tingkat kecerahan berbanding terbalik dengan nilai indeks browning. Nilai indeks browning tepung kentang Atlantik (0.046) lebih rendah dari pada tepung kentang komersial (0.096). Informasi kapasitas penyerapan air berfungsi untuk mengetahui kebutuhan air selama pembuatan adonan. Kapasitas penyerapan air menunjukkan seberapa besar air (g) yang diserap oleh satu gram tepung. Kapasitas penyerapan air tepung kentang Atlantik sebesar 3.53 g air/g tepung. Nilai ini lebih tinggi dari pada kapasitas penyerapan air tepung kentang komersial sebesar 2.25 g air/g tepung. Hal ini berkaitan dengan jumlah protein dan karbohidrat pada tepung kentang. Tepung kentang Atlantik memiliki kadar karbohidrat dan protein lebih tinggi dari pada tepung kentang komersial. Menurut Wianarno 1992, karbohidrat memiliki kemampuan menyerap air lebih tinggi dari pada protein. Suhu gelatinisasi menunjukkan suhu awal meningkatnya viskositas saat pemanasan atau awal terjadinya gelatinisasi yang disebabkan pembengkakan granola pati yang irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat dari pada daya tarik menarik di dalam granula (Leach et al. 1959). Suhu gelatinisasi tepung Atlantik adalah 630C, sedangkan tepung kentang komersial 52.50C. Menurut Collinson, 1968 suhu awal gelatinisasi dapat dipengaruhi oleh ukuran amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan. Lemak mampu berperan sebgai pengkompleks amilosa dengan membentuk endapan yang tidak larut air sehingga akan menghambat pengeluaran amilosa dari granula (Gliksman 1969). Dengan demikian digunakan energi yang lebih besar sehingga suhu awal gelatinisasi dapat meningkat. Viskositas tepung kentang Atlantik pada suhu 930C adalah 240 BU. Nilai ini jauh berbeda dengan viskositas tepung kentang komersial yang hanya 90 BU. Setelah mengalami pengadukan selama 20 menit viskositas tepung kentang meningkat menjadi 330 BU. Pada tepung kentang komersial viskositas selama pengadukan berkurang menjadi 80 BU. Hal ini menunjukkan bahwa selama pengadukan tepung kentang komersial lebih stabil dari pada tepung kentang Atlantik.
44
Viskositas tepung kentang Atlantik setalah suhu 500C dan diaduk 20 menit adalah 460 BU. Nilai tersebut lebih tinggi dari pada nilai viskositas selama pengadukan panas. Penentuan tepung kentang terpilih berdasarkan pada nilai indeks browning, nilai kecerahan (L), dan kadar residu sulfit. Dari data tersebut maka tepung kentang Atlantik dengan perlakuan irisan ketebalan 2 mm dan perendaman natrium metabisulfit 750 ppm, perlakuan irisan ketebalan 3 mm dan perendaman natrium metabisulfit 1500 ppm dan 2250 ppm, dan perlakuan irisan 4 mm dan perendaman metabisulfit 3000 ppm merupakan tepung kentang perlakuan terpilih. Tepung kentang tersebut memiliki nilai indeks browning rendah, nila L tinggi, dan kadar sulfitnya < 500 ppm. Kemudian, keempat sampel tersebut dilakukan uji sensori yang terdiri atas uji rating dan ranking hedonik. Hasil uji rating menunjukkan bahwa tepung kentang Atlantik ketebalan irisan 2 mm dan perendaman [NaHSO3] 750 ppm serta tepung kentang Atlantik dengan ketebalan irisan 3 mm dan perendaman [NaHSO3] 1500 ppm tingkat kesukaan warna, aroma, dan penerimaan umum tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji ranking maka tepung kentang Atlantik dengan ketebalan irisan 2 mm dan perendaman [NaHSO3] 750 ppm merupakan tepung kentang perlakuan terbaik. Selanjutnya, tepung kentang tersebut diuji sifat fisikokimianya untuk mengetahui karakteristik fisikokimia tepung kentang. Berdasarkan karakteristik fisikokimia tersebut maka tepung kentang Atlantik dapat digunakan sebagai bahan subtitusi tepung sumber karbohidrat lainnya.
45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Proses blansir dan perendaman dalam larutan metabisulfit menurunkan kadar polifenol oksidase, nilai indeks browning, dan nilai a (hijau-merah), serta meningkatkan nilai kecerahan (L), b (biru-kuning), dan kadar residu sulfit. Semakin tipis irisan kentang menurunkan nilai imdeks browning dan meningkatkan nilai kecerahan (L). Berdasarkan data nilai indeks browning < 0.068; kecerahan (L) > 96.45; dan residu sulfit < 500 ppm serta hasil uji sensori ranking hedonik bernilai 2.03 maka tepung kentang yang dipilih adalah tepung kentang dari varietas Atlantik dengan perlakuan blansir, ketebalan irisan 2 mm, dan konsentrasi larutan natrium metabisulfit sebagai perendam 750 ppm. Tepung tersebut memiliki karakteristik kimia seperti kadar air ,protein, pati, karbohidrat, lemak, abu, serat dan nilai indeks browning berturut-turut 6.86%, 9.91%, 81.34%, 88.07%, 0.79%, 1.22%, 0.67% (basis kering/bk) dan 0.046. Karakteristik fisik tepung kentang tersebut antara lain densitas kamba dan kapasitas penyerapan air sebesar 725.36g/L dan 3.53 g air/g tepung. Karakteristik warna tepung kentang seperti kecerahan (L), kehijauan (a), dan kekuningan (b) berturutturut 96.90, -3.24, dan 13.37. Selain itu tepung kentang tersebut memiliki suhu gelatinisasi dan viskositas pada 930C sebesar 630C dan 240 brabender unit (BU) serta viskositas pada 930C dan 500C setelah 20 menit sebesar 330 dan 460 BU. Secara keseluruhan tepung kentang Atlantik terpilih memiliki karakteristik fisikokimia yang lebih baik dari pada tepung kentang komersial. B. Saran Agar didapatkan tepung kentang dengan residu sulfit yang minimal perlu dilakukan pencucian lebih dari tiga kali dan menggunakan air mengalir. Tepung kentang Atlantik dengan perlakuan ketebalan irisan 2 mm dan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit 750 ppm perlu dilakukan uji penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi kesesuaian penggunaan tepung kentang dan sifat fungsional untuk pembuatan produk.
46
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis of AOAC International, Edisi 16. The Association Analytical Chemists, Inc., Washington D. C. 1141 Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni. Bandung. 106. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Gula. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Bahan Pengawet dan Bahan Tambahan Makanan yang Dilarang. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 2 Bauernfeind JC, dan Pinkert DM. 1970. Food processing with Added Ascorbic Acid. Adv. Food Res. No. 18. Bhupinder K, Sarabjit S, Harinder K, Amarjeet K, dan Gursharan K. 2006. Effect of potato cultivar, drying temperature and baking quality on wheat flour/potato flour blends. Abstract. Advances in Food Science. 28 (3) : 158-168. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2006. Survei pertanian : Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan di Indonesia. www.bps.go.id. [16 Maret 2009] Buckle KA. Edwards RA, Flet GH dan Wooton M. 1987. Ilmu pangan. Penterjemah : Purnama H dan Afiono. Penerbit ui press. Jakarta. 365. Collinson R. 1968. Sweeling and Gelation of Starch. Di dalam Radley JA. (ed). Starch and ts Derivatives. Champman and Hall, Ltd. London [Deptan] Departemen pertanian. 1999. Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Kentang. Bhratara. Jakarta. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta. 57. [Ditjen] Hortikultura. 2006. Perkembangan ketersediaan per kapita sayuran di Indonesia periode 2003-2006. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian. Duangmal K dan Apenten RKO. 1999. A comparative study of pholyphenoloxidases from taro (Colacasia esculenta) and potato (Solanum tuberosum var. Romano). Food Chemistry 64 (1999), 351-359. Embs RJ dan Markakis P. 1965. The mechanism of sulphite inhibition of browning caused by polyphenol oxidase. J. Food Sci. 30,753-758. Eskin NAM, Henderson HM, dan Townsend RJ. 1971. Browning Reaction in Food. Biochemistry of Foods. Academic Press, New York, San Fransisco, London. 69-108. [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2008. International year of The Potato 2008. www.fao.org. [16 Maret 2008]
47
Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Kusumaningrum HD, Wulandari N, dan Indrasti D. 2010. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. 117. Fellows PJ. 2000. Food Processing Technology Principles and Practices Second Edition. Woodhead Publishing Limited. Cambridge, England. 575. Furia TE. 1964. ETA in foods. Food technology. 18 : 50-58. Glicksman M. 1969. Gum Technology in Food Industry. Academic Press. London Hutching John B. 1999. Food Color and Apperance. Second Edition. Aspen Publisher, Inc. Maryland. Janovit-Klap A. Richard F. Dan Nicolas J. 1989. Polyphenol oxidase from apple. Partial purification and some properties, phytochemistry. 28 : 2903. Jeong HL, Jin WJ, Kwang DM, dan Kee JP. 2008. Effects of antibrowning agents on polyphenol oxidase activity and total phenolics as related to browning of fresh cut ‘Fuji’ apple. ASEAN Food Journal. 15 (1) : 79-87. Kabira JN dan Imungi JK. 1991. Possibility of incoporating potato flour into three tradisional Kenyan foods. Africans Study Monographs. 12 (4) : 211-217. Kari D. 2010. Whats is potato starch flour?a Scandinavian cooking definitation. www.about.com http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://scandinavianfood.about.com/od/scandinavianfoodglossary/g/pot atostarch.htm [6 juli 2010] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 Koeswara S. 1991. Kontrol Terhadap Reaksi Browning dalam Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kulkarni KD, Govinden N, dan Kulkarni D. 1996. Production and use of raw potato flour in mauritian traditional foods. Foods and Nutrition Bulletin. 17 (2). Kusmiadi R. 2008. Manisan buah. http://www.ubb.ac.id. [10 September 2009] Kusnandar F dan Andarwulan N. 2007. Analisis Warna Bahan Pangan. Fateta, IPB Laminkara O. 2002. Fresh-Cut Fruits and Vegetables Science, Technology, and Market. CRC Press, New York. Langdon TT. 1987. Preventing of browning in fresh prepared potatoes without the use of sulfiting agents. Food Technology, 41(64), 66-67. Lauria E, Kervinen R, dan Ahvenainen R. 1998. The inhibition of enzymatic browning in minimally processed vegetables and fruits. Phostharvest News and Information. 9 (4) : 53-66. Leach HW, Mc Cowe LD, dan Schooh TJ. 1959. Structur of the starch granule I : Swelling and solubility of various starch. Journal Cereal Chem. 36:534. Lee MK. dan Park I. 2005. Inhibition of potato polyphenol oxidase by maillard reaction product. Food Chemistry. 91 : 57-61.
48
Leeratanak N, Sakamon D, dan Naphaporn C. 2006. Drying Kinectics and Quality of Potato Chips Undergoing Different Drying Techniques. Journal of Food Engineering. 77 : 635 – 643. Lisinska G, dan Leszcynski W. 1989. Potato Science and Technology. Elsevier Science Publishers, New York. 391. Lister CE, dan Munro J. 2000. Nutrition and Health qualities of potatoes-a future focus. Crop & Food Research Confidential report no. 143. New Zealand Institute for Crop & Food Research Limited. March 2000. Marshall RM, Kim J, adan Wei CI, 2000. Enzymatic Browning in Fruits, Vegetables and Seafood. Food and Agriculture Organzation. http://www.fao.org.com/ag/ags/agsi/ENZYMFINAL.Image3. [09 Maret 2009] Muchtadi TR. 1984. Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 412. Palmer JK. 1963. Banana Polyphenoloxidase. Preparation and Properties. Plant Physiol. 38 : 508. Park EY, dan Luh BS. 1985. Polyphenol Oxidase of Kiwi fruit. J. Food Sci. 51, No. 1. 679-684 Pizzocaro F, Torreggini D, dan Gilardi G. 1993. Inhibition of aplle polyphenoloxidase by askorbic acid, citric acid, and sodium chloride. Journal of Food Processing and Protection, 17, 21-30. Rahma dan Langkong J. 2006. Studi pembuatan tepung kentang dan aplikasinya menjadi kue kering kentang. Majalah teknik Industri. 11 (19) : 21-25. Russell N, dan Gould GW. 1991. Food Preservatives. AVI Book, Van Nostrand Reinhold. New York. Sathe SK dan Salunkhe DK. 1981. Functional properties of the great Nothern Bean (Phaseolus vulgaria L) protein’s, emulsion, foamty, viscosity, and gelatin properties. Jornal Food Science, 46 : 81. Schwimmer S. 1981. Sources of Food Enzymologi. The AVI Publishing. Co. Inc., Westport, Connecticut. Shahidi F dan Nackz M. 1995. Phenolic compounds in cereals and legumes. In: Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects, Applications. Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster PA: 13–18. Soewito M. 1990. Bercocok Tanam Kentang (seri memanfaatkan lahan-7). CV Titik Terang, Jakarta. 66. Son SM, Moon KD, dan Lee CY. 2001. Inhibitory effects of various antibrowning agents on aplle slices. Food Chemistry. 73 : 23-30. Sunarjono H. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia Pustaka, Jakarta. 104.
49
Tamaki DS, Ichi HJ, dan Kazuhiko I. 2003. Effect of low temperature storage on the quality of different processing cultivars of potato tubers. Food Preservation Science. 29 (5) : 275-280. Troncoso E, Pedrischi F, dan Zuniga RN. 2009. Comparative study of psysical and sensory properties of pre-treated potato slices during vacuum and atmospheric frying. LWT-Food Science and Technology 42 (2009) : 187-195 Walker JRL. 1977. Enzymatic browning in foods, its chemistry and control. Food Technology in New Zealand. 12 : 19-25. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 253. Wong DWS. 1989. Mechanism and theory in Food Chemistry. AVI Book, Van Agric. Food. Chem. 27 : 446-449. Yadav AR, Mahadevamma S, Tharanathan RN dan Ramteke, RS. 2007. Characteristic of acetylated and enzyme-modified potato and sweet potato flours. Food Chemistry. 103 Zhao YP. dan Chang KC. 1995. Sulfite and starch affect colour and caratenoid of dehydrated carrots (Daucus carota) during storage. Journal of Food Science. Vol. 60, No. 2 : 234-326.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Kadar air tepung kentang Atlantik dan Granola Ketebalan (mm)/[NaHSO3] Kontrol (ppm) Ulangan 1 5.6320 2 2 6.4123 1 7.0110 3 2 7.5692 1 7.3185 4 2 7.3792 1 2 1 2 1 2
2 3 4
7.0246 7.1493 6.1222 6.9106 7.6393 7.2759
Kadar Air (% BB) 0
750
7.2367 5.7909 6.1480 7.0125 7.5933 8.0659 7.5174 6.4976 7.0371 6.9301 6.4831 6.9005
1500
Atlantik 6.8462 7.1234 6.8798 6.3971 7.7155 7.2017 7.7092 6.7162 8.1728 9.1059 8.4858 7.4715 Granola 7.3698 8.7115 6.8347 7.5309 7.3605 6.3966 7.0064 7.3259 6.3026 6.5532 7.0646 6.6156
2250
3000
6.3905 6.5555 7.0259 5.6970 7.0366 7.0919 7.5457 6.6991 7.5670 10.0594 7.1525 7.5590 5.4171 6.5777 7.0941 7.4213 7.3399 6.5532
7.1550 6.7387 6.6348 7.3712 6.5314 7.2649
Lampiran 2. Kurva standar polifenol oksidase Konsentrasi 1.074 5.370 10.310 15.470 21.480
Absorbansi 0.009 0.062 0.185 0.269 0.343
Kurva Standar Absorbansi
0,4 0,3
y = 0,017x - 0,010 R² = 0,985
0,2 0,1 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi (unit/ml)
52
Lampiran 3. Kadar Polifenol Oksidase pada Irisan Kentang Atlantik dan Granola
Varietas
[NaHSO3) (ppm) Awal
0
750 Atlantik 1500
2250
3000
Awal
0
750 Granola 1500
2250
3000
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Kadar PPO (unit/g sampel BK) Ketebalan irisan (mm) 2 3 4 1267.93 1271.42 1269.67k 245.36 167.22 94.19 248.97 149.43 90.56 247.16h,i 158.32b,c,d,e,f 92.38a,b 201.70 116.10 98.37 187.29 108.84 112.42 112.47a,b,c 105.39a,b 194.50e,f,g,h 181.80 97.13 96.69 184.37 104.88 89.78 d,e,f,g,h a,b 183.08 101.01 93.23a,b 126.94 87.52 120.34 126.94 105.02 102.65 126.94a,b,c,d 96.27a,b 111.50a,b,c 73.54 118.41 123.73 127.37 80.90 96.88 125.55a 77.22a 107.65a,b,c 1755.48 1819.23 1787.36l 506.02 173.80 274.08 400.60 208.56 284.90 453.31j 191.18e,f,g,h 279.49i 289.39 167.74 189.01 279.05 146.77 166.31 284.22i 157.25b,c,d,e,f 177.66c,d,e,f,g 282.15 115.46 159.60 201.54 115.46 161.90 241.84g,h,i 115.46a,b,c,d 160.75b,c,d,e,f 276.78 93.18 135.40 223.56 88.95 144.13 250.17h,i 91.07a,b 139.77a,b,c,d,e 206.21 76.80 124.27 193.48 76.80 103.56 f,g,h a 199.84 76.80 113.92a,b,c,d
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
53
Lampiran 4. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar polifenol oksidase irisan kentang Atlantik dan Granola Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi : PPO Sumber Contoh terkoreksi Intercept Varietas Ketebalan Konsentrasi_sulfit Varietas * Ketebalan Varietas * Konsentrasi_sulfit Ketebalan * Konsentrasi_sulfit Varietas * Ketebalan * Kesalahan Total Jumlah terkoreksi a R2 = .996 (R2 penyesuaian= .993)
Jumlah kuadrat tipe III
df
7658518.044(a) 5761592.196 193163.120 144885.932 5717978.291 21920.985 162196.802 17962.280 11079.839 27695.008 11609031.500 7686213.052
Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi : PPO Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Contoh terkoreksi 7658518.044(a) 31 Intercept 3922818.448 1 Perlakuan 7658518.044 31 Kesalahan 27695.008 32
Rata-rata2 247048.969 3922818.448 247048.969 865.469
Rata-rata2 31 247048.969 1 5761592.196 1 193163.120 2 72442.966 5 1143595.658 2 10960.492 5 32439.360 8 2245.285 8 1384.980 32 865.469 64 63
F 285.451 4532.593 285.451
F 285.451 6657.191 223.189 83.704 1321.359 12.664 37.482 2.594 1.600
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .026 .164
Sig. .000 .000 .000
54
Lampiran 4. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar polifenol oksidase irisan kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) Uji antara pengaruh utama (lanjutan) Faktor yang dipengaruhi : PPO Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Rata-rata2 Total 11609031.500 64 Jumlah terkoreksi 7686213.052 63 2 2 a R = .996 (R penyesuaian = .993)
F
Sig.
PPO Duncan Perlakuan G;3;3000 A;3;3000 G;3;2250 A;4;0 A;4;1500 A;3;2250 A;3;1500 A;4;750 G;4;3000 A;4;2250 A;3;750 G;4;3000 G;3;1500 A;2;3000
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Subset 1 76.802 77.218 91.067 92.376 93.237 96.271 101.007 105.394 107.649 111.496 112.467 113.916 115.458 125.552
2
91.067 92.376 93.237 96.271 101.007 105.394 107.649 111.496 112.467 113.916 115.458 125.552
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
107.649 111.496 112.467 113.916 113.916 115.458 115.458 125.552 125.552 125.552
55
Lampiran 4. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar polifenol oksidase irisan kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) PPO Duncan (lanjutan) Subset PerlakuN an 1 2 3 4 5 6 7 8 A;2;2250 2 126.944 126.944 126.944 126.944 126.944 G;4;2250 2 139.766 139.766 139.766 139.766 139.765 139.766 G;3;750 2 157.252 157.252 157.252 157.252 157.252 A;3;0 2 158.320 158.320 158.320 158.320 158.320 G;4;1500 2 160.753 160.753 160.753 160.753 160.753 G;3;750 2 177.657 177.657 177.657 177.657 177.657 A;2;1500 2 183.085 183.085 183.085 183.085 183.085 G;3;0 2 191.180 191.180 191.180 191.180 A;2;750 2 194.498 194.498 194.498 194.498 G;2;3000 2 199.843 199.843 199.843 G;2;1500 2 241.844 241.844 A;2;0 2 247.164 G;2;2250 2 250.169 G;4;0 2 G;2;750 2 G;2;0 2 A;K 2 G;K 2 Sig. .083 .057 .052 .053 .054 .089 .062 .054 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = 865.469. a Ulangan = 2. b α= .05.
9
10
11
12
241.844 247.164 250.169 279.489 284.220
453.308 1269.674 .208
1.000
1.000
1787.363 1.000
56
Lampiran 5. Kadar polifenol oksidase pada tepung kentang Atlantik dan Granola
Varietas
Ketebalan (mm) 2
Atlantik
3
4
2
Granola
3
4
[NaHSO3] (ppm)/kadar PPO (unit/g sampel bk) Ulangan Kontrol 0 750 1500 2250 1 621.42 156.67 173.32 133.03 135.10 2 334.62 124.19 178.64 163.26 84.75 Χ 487.02 140.43 175.98 148.145 109.92 1 285.66 93.22 26.87 96.35 75.27 2 495.69 169.04 132.31 124.56 97.32 Χ 390.68 131.13 79.59 110.46 86.30 1 532.09 87.98 56.68 63.72 79.88 2 634.40 94.37 70.24 89.66 102.00 Χ 583.24 91.18 63.64 76.69 90.94 1 610.76 79.06 108.68 77.66 97.86 2 1363.78 117.70 134.34 76.31 111.05 Χ 987.27 98.38 121.51 76.98 104.46 1 585.38 83.06 68.51 49.00 126.42 2 861.43 159.92 99.35 256.19 54.18 Χ 723.41 121.49 83.93 152.60 90.30 1 1170.41 97.91 115.57 106.10 89.57 2 773.35 82.07 79.94 86.64 63.70 Χ 971.88 89.99 97.55 96.37 76.635
3000 92.97 168.56 130.76 22.28 88.83 55.56 24.73 61.60 43.165 111.95 105.27 108.61 106.09 86.22 96.16 68.77 77.25 73.01
57
Lampiran 6. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar polifenol oksidase padat tepung kentang Atlantik dan Granola Tes antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: Kadar_PPO Sumber
Jumlah kuadrat tipe III
Contoh terkoreksi Intercept Varietas Konsentrasi_sulfit Ketebalan Varietas * Konsentrasi_sulfit Varietas * Ketebalan Konsentrasi_sulfit * Ketebalan Varietas * Konsentrasi_sulfit * Ketebalan Error Total Jumlah terkoreksi a R2= .518 (R2 penyesuaian = .052)
df
51516.655(a) 608779.886 138.199 6579.158 17305.197 1766.590 9751.065 11100.451 4875.996 47990.698 708287.239 99507.353
Rata-rata2
29 1776.436 1 608779.886 1 138.199 4 1644.789 2 8652.598 4 441.647 2 4875.533 8 1387.556 8 609.499 30 1599.690 60 59
F 1.110 380.561 .086 1.028 5.409 .276 3.048 .867 .381
Sig. .388 .000 .771 .409 .010 .891 .062 .554 .922
Tes antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: Kadar_PPO Sumber Jumlah kuadrat tipe III Contoh terkoreksi 27194.461(a) Intercept 608779.886 Perlakuan 27194.461 Error 72312.892 Total 708287.239 Jumlah terkoreksi 99507.353 2 2 a R = .273 (R penyesuaian = .206)
df 5 1 5 54 60 59
Rata-rata2 5438.892 608779.886 5438.892 1339.128
F 4.062 454.609 4.062
Sig. .003 .000 .003
58
Lampiran 6. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar polifenol oksidase padat tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) Kadar_PPO Duncan Subset Varietas; N ketebalan ( 2mm) 1 2 Atlantik; 4 10 73.086 Granola; 4 10 86.752 Atlantik; 3 10 92.605 Granola;2 10 101.988 Granola;3 10 108.894 108.894 Atlantik;2 10 141.049 Sig. .054 .055 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = 1339.128. a Ulangan = 10. b α = .05.
59
Lampiran 7. Nilai indeks browning pada tepung kentang Atlantik dan Granola Varietas
Ketebalan (mm) Ulangan
2
Atlantik
3
4
2 Granola
3
4
1 2 Χ 1 2 X 1 2 Χ 1 2 Χ 1 2 Χ 1 2 Χ
Kontrol 0.600 0.638 0.619 0.236 0.243 0.240 0.642 0.673 0.658 0.436 0.440 0.438 0.173 0.192 0.182j 0.186 0.182 0.184
0 0.560 0.548 0.554m 0.126 0.146 0.136g,h,i 0.233 0.296 0.264k,l 0.263 0.312 0.288l 0.094 0.076 b,c,d,e,f,g 0.085 0.148 0.226 0.187j
[NaHSO3[ (ppm) 750 1500 0.072 0.096 0.021 0.084 a,b,c c,d,e,f,g,h,i 0.046 0.090 0.154 0.040 0.154 0.065 0.154i,j 0.052a,b,c,d 0.260 0.120 0.206 0.118 k 0.233 0.119f,g,h,i 0.029 0.064 0.022 0.072 a a,b,c,d,e,f 0.026 0.068 0.102 0.038 0.116 0.056 e,f,g,h,i 0.109 0.047a,b,c 0.110 0.120 0.132 0.088 f,g,h,i d,e,f,g,h,i 0.121 0.104
2250 0.111 0.120 0.112e,f,g,h,i 0.038 0.042 0.040a,b,c 0.085 0.076 0.080b,c,d,e,f 0.059 0.070 a,b,c,d,e 0.064 0.031 0.034 0.032a,b 0.067 0.105 b,c,d,e,f,g 0.086
3000 0.116 0.058 c,d,e,f,g,h 0.087 0.141 0.140 0.141h,i,j 0.030 0.076 0.053a,b,c,d 0.082 0.096 c,d,e,f,g,h,i 0.090 0.074 0.050 a,b,c,d,e 0.062 0.041 0.036 0.038a,b,c
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
60
Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan nilai indeks browning pada tepung kentang Atlantik dan Granola Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: nilai_ib (indeks browning) Sumber Contoh terkoreksi Intercept Varietas Ketebalan Konsentrasi_Sulfit Varietas * Ketebalan Varietas * Konsentrasi_Sulfit Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit Varietas * Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit Error Total Jumlah terkoreksi a R2 = .977 (R2 penyesuaian = .956)
Jumlah kuadrat tipe III .644(a) .851 .038 .035 .281 .003 .028 .224 .034 .015 1.510 .659
df 29 1 1 2 4 2 4 8 8 30 60 59
Rata-rata2 .022 .851 .038 .018 .070 .002 .007 .028 .004 .000
F 44.765 1714.099 77.472 35.378 141.307 3.421 14.310 56.476 8.607
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .046 .000 .000 .000
61
Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan nilai indeks browning pada tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: nilai_ib (indeks browning) Sumber
Jumlah kuadrat tipe III
Contoh terkoreksi .644(a) Intercept .851 Perlakuan .644 Error .015 Total 1.510 Jumlah terkoreksi .659 a R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .956)
df
Rata-rata2
29 1 29 30 60 59
.022 .851 .022 .000
F
Sig.
44.765 1714.099 44.765
.000 .000 .000
nilai_ib (indeks browning) Duncan Perlakuan G;2;750 G;3;2250 G;4;3000 A;3;2250 A;2;750 G;3;1500 A;3;1500 A;4;3000 G;3;3000 A;2;2250
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 .026 .032 .038 .040 .046 .047 .052 .053 .062 .064
2
3
4
5
.032 .038 .040 .046 .047 .052 .053 .062 .064
.038 .040 .046 .047 .052 .053 .062 .064
.052 .053 .062 .064
.062 .064
6
Subset 7 8
9
10
11
12
13
62
Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan nilai indeks browning pada tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) nilai_ib (indeks browning) Duncan (lanjutan) Perlakuan
N
1
2 .081 .085 .086
3 .081 .085 .086 .087 .089 .090
4 .081 .085 .086 .087 .089 .090 .104
5 .081 .085 .086 .087 .089 .090 .104 .109 .116
6 .081 .085 .086 .087 .089 .090 .104 .109 .116 .119 .121
Subset 7 8
9
10
11
A;4;2250 2 G;3;0 2 .085 G;4;2250 2 .086 A;2;3000 2 .087 G;2;3000 2 .089 .089 A;2;1500 2 .090 .090 G;4;1500 2 .104 .104 .104 G;3;750 2 .109 .109 .109 A;2;2250 2 .115 .116 .116 A;4;1500 2 .119 .119 .119 G;4;750 2 .121 .121 .121 A;3;0 2 .136 .136 .136 A;3;3000 2 .141 .141 .141 A;3;750 2 .154 .154 G;4;0 2 .187 A;4;750 2 .233 A;4;0 2 .264 G;2;0 2 A;2;0 2 Sig. .116 .051 .062 .059 .051 .053 .061 .056 .061 .056 .168 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = 0.
12
13
.264 .288 .554 .310 1.000 a Ulangan = 2. b α = .05.
63
Lampiran 9. Hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (kromameter) Ketebalan (mm)
[NahSO3] (ppm)
Kontrol
0
750 2 1500
2250
3000
Kontrol
0
750 3 1500
2250
3000
4
Kontrol
L (kece- a (hijaurahan) merah) Atlantik 1 89.01 -0.27 2 88.56 -0.27 Rata-rata 88.78 -0.27 1 95.52 -2.74 2 95.69 -2.62 Rata-rata 90.61g -2.68m 1 96.84 -3.35 2 96.97 -3.14 Rata-rata -3.25a,b,c 96.91j 1 96.11 -4.37 2 96.14 -4.29 Rata-rata 96.12h,i -4.33c,d,e,f,g,h,i 1 96.86 -4.39 2 96.60 -4.43 j e,f,g,h,i Rata-rata 96.73 -4.41 1 96.62 -4.66 2 96.60 -4.53 j c,d,e,f,g,h Rata-rata 96.61 -4.60 1 90.57 -0.34 2 90.19 -0.30 Rata-rata 90.38 -0.32 1 95.57 -3.12 2 96.32 -3.32 g.h Rata-rata 95.94 -3.22g,h,i 1 96.70 -4.16 2 96.96 -3.95 j Rata-rata 96.83 -4.04i,j 1 96.90 -4.56 2 96.87 -4.42 j Rata-rata -4.49a,b,c,d 96.88 1 96.75 -4.58 2 96.90 -4.54 Rata-rata 96.82j -4.56a,b,c 1 96.83 -4.68 2 96.54 -4.54 Rata-rata 96.68j -4.61h,i,j 1 88.14 -0.41 2 87.70 -0.43 Rata-rata 87.92 -0.42 Ulangan
b (birukuning) 11.51 11.64 11.58 11.89 11.99 11.94a 13.43 13.31 13.37b 17.75 17.40 17.58f,g 17.55 17.40 17.48f 17.85 17.83 17.84g 10.09 10.32 10.22 16.72 16.64 16.68d 16.79 16.76 16.78d,e 17.07 17.12 17.11e 17.77 17.79 17.78f,g 17.58 17.31 17.44f 10.18 9.33 9.76
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
64
Lampiran 9. Hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (kromameter) (lanjutan) Ketebalan (mm)
[NahSO3] (ppm) 0
750
4
1500
2250
3000
Kontrol
0
750 2 1500
2250
3000
Kontrol 3 0
Ulangan
L (kecerahan) 95.46 95.51 95.48g 96.69 96.21 96.45i,j 96.61 96.41 96.51i,j 96.63 96.99 96.81j 96.81 96.64 96.72j
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata Granola 1 89.01 2 88.92 Rata-rata 88.96 1 93.92 2 93.45 Rata-rata 93.68b 1 94.91 2 94.82 Rata-rata 94.86e,f 1 94.40 2 94.58 Rata-rata 94.49d,e,f 1 94.49 2 94.26 Rata-rata 94.38c,d,e 1 94.97 2 94.92 Rata-rata 94.94f 1 87.04 2 87.31 Rata-rata 87.18 1 93.88 2 94.47 Rata-rata 94.18c,d
a (hijaumerah) -2.95 -2.67 -2.81k,l -4.00 -4.44 -4.22k -4.48 -4.30 -4.39f,g,h,i -4.32 -4.42 -4.37b,c,d,e,f -4.62 -4.04 -4.33a,b,c,d
b (birukuning) 14.98 15.25 15.12c 16.73 16.61 16.67d 18.62 18.43 18.52h 18.83 18.14 18.48h 18.66 18.77 18.72h
0.89 0.93 0.91 -4.10 -4.06 -4.0l -4.39 -4.42
10.13 10.07 10.10 20.30 20.37 20.34i 23.92 23.68 23.8k 24.68 24.78 24.73m 24.47 24.75 24.61m 24.65 24.53 24.59l 11.85 11.60 11.72 20.88 20.73 20.81j
-4.41e,f,g,h,i -4.86 -4.57 a,b,c,d,e,f -4.72 -5.22 -5.04 a,b,c,d,e -5.13 -5.84 -5.57 -5.71c,d,e,f,g,h,i 0.08 0.06 0.07 -4.02 -3.82 -3.92b,c,d,e,f,g
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
65
Lampiran 9. Hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (kromameter) (lanjutan) Ketebalan (mm)
[NahSO3] (ppm) 750 1500
3
2250
3000
Kontrol
0
750 4 1500
2250
3000
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
L (kecerahan) 94.32 94.52 94.42d,e 94.73 94.63 94.68e,f 94.48 94.24 94.36c,d,e 94.76 94.71 94.74e,f 85.43 86.02 85.72 93.13 93.12 93.12a 94.21 93.66 93.93b,c 94.90 94.82 94.86e,f 94.76 94.14 94.45d,e,f 94.81 94.89 94.85e,f
a (hijaumerah) -5.01 -4.54 b,c,d,e,f -4.78 -4.49 -4.76 -4.62a,b,c -4.44 -4.60 -4.52a,b -4.86 -4.58 -4.72a,b,c,d,e 0.37 0.32 0.34 -4.54 -4.54 -4.54j -4.94 -5.10 -5.02f,g,h,i -5.10 -4.47 -4.78d,e,f,g,h,i -5.00 -5.09 b,c,d,e,f,g -5.05 -5.08 -5.04 -5.06a,b,c
b (birukuning) 25.21 25.12 25.16m 25.12 25.56 25.36n 25.82 25.57 25.70o,p 26.67 26.43 26.55r 10.96 10.96 10.96 25.45 25.65 25.55n,o 25.99 25.90 25.95p,q 25.46 25.77 25.62o,p 26.65 26.45 26.55r 26.03 26.16 26.10p
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
66
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: nilai_L (kecerahan) Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Rata-rata2 Contoh terkoreksi 77.953(a) 29 2.688 Intercept 546479.897 1 546479.897 Varietas 64.792 1 64.792 Ketebalan .548 2 .274 Konsentrasi_Sulfit 9.077 4 2.269 Varietas * Ketebalan .181 2 .091 Varietas * Konsentrasi_Sulfit .857 4 .214 Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit 2.105 8 .263 Varietas * Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit .394 8 .049 Error 1.379 30 .046 Total 546559.230 60 Jumlah terkoreksi 79.332 59 2 2 a R = .983 (R penyesuaian = .966) Tes antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: nilai_L (kecerahan) Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Rata-rata2 Contoh terkoreksi 77.953(a) 29 2.688 Intercept 546479.897 1 546479.897 Perlakuan2 77.953 29 2.688 Error 1.379 30 .046 Total 546559.230 60 Jumlah terkoreksi 79.332 59 2 2 a R = .983 (R penyesuaian = .966)
F 58.467 11886457.793 58.467
F 58.467 11886457.793 1409.289 5.957 49.358 1.970 4.659 5.723 1.071
Sig. .000 .000 .000 .007 .000 .157 .005 .000 .409
Sig. .000 .000 .000
67
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) nilai_L (kecerahan) Duncan Perlakuan G;4;0 G;2;0 G;4;750 G;3;0 G;3;2250 G;2;2250 G;3;750 G;4;2250 G;2;1500 G;3;1500 G;3;3000 G;4;3000 G;4;1500 G;2;750 G;2;3000 A;4;0 A;2;0 A;3;0 A;2;1500 A;4;750
Subset
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 93.125
2 93.685 93.935
3
93.935 94.175 94.360 94.375
4
94.175 94.360 94.375 94.420 94.450 94.490
5
94.360 94.375 94.420 94.450 94.490 94.680 94.735 94.850 94.860 94.865
6
7
8
9
10
94.450 94.490 94.680 94.735 94.850 94.860 94.865 94.945 95.485 95.605 95.945
95.945 96.125
96.125 96.450
96.450
68
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) nilai_L (kecerahan) Duncan (lanjutan) Perlakaun
N
Subset
1
2
3
4
5
6
7
A;4;1500 2 A;2;3000 2 A;3;3000 2 A;4;3000 2 A;2;2250 2 A;4;22500 2 A;3;2250 2 A;3;750 2 A;3;1500 2 A;2;750 2 Sig. 1.000 .253 .069 .207 .053 .054 .050 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan)) = .046. a Ulangan = 2. b α = .05.
8
.408
9 96.510
.099
10 96.510 96.610 96.685 96.725 96.730 96.810 96.825 96.830 96.885 96.905 .081
69
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: nilai_a (hijau-merah) Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Rata-rata2 Contoh terkoreksi 25.715(a) 29 .887 Intercept 1150.363 1 1150.363 Varietas 7.676 1 7.676 Ketebalan .188 2 .094 Konsentrasi_Sulfit 12.438 4 3.110 Varietas * Ketebalan 1.163 2 .581 Varietas * Konsentrasi_Sulfit 1.767 4 .442 Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit 2.066 8 .258 Varietas * Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit .417 8 .052 Error .961 30 .032 Total 1177.038 60 Jumlah terkoreksi 26.675 59 a R2 = .964 (R2 penyesuaian = .929) Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: nilai_a (hiajau-merah) Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Rata-rata2 Contoh terkoreksi 25.715(a) 29 .887 Intercept 1150.363 1 1150.363 Perlakuan 25.715 29 .887 Error .961 30 .032 Total 1177.038 60 Jumlah terkoreksi 26.675 59 2 2 a R = .964 (R penyesuaian = .929)
F 27.695 35930.140 27.695
F 27.695 35930.140 239.735 2.937 97.123 18.155 13.796 8.067 1.629
Sig. .000 .000 .000 .068 .000 .000 .000 .000 .158
Sig. .000 .000 .000
70
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) nilai_a (hijau-merah) Duncan Perlakuan G;2;300 G;2;2250 G;4;3000 G;4;2250 G;4;750 G;4;1500 G;3;750 G;3;3000 G;2;1500 G;3;1500 A;3;3000 A;2;3000 A;3;2250 G;4;0 G;3;2250 A;3;1500 A;2;2250 G;2;750 A;4;1500 A;4;2250
N
1 2 -5.705 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2
-5.130 -5.060 -5.045 -5.020 -4.785 -4.775 -4.720 -4.715
3
-5.020 -4.785 -4.775 -4.720 -4.715 -4.625 -4.610
4
5
-4.785 -4.775 -4.720 -4.715 -4.625 -4.610 -4.595 -4.560 -4.540 -4.520 -4.490 -4.410 -4.405 -4.390 -4.370
-4.720 -4.715 -4.625 -4.610 -4.595 -4.560 -4.540 -4.520 -4.490 -4.410 -4.405 -4.390 -4.370
Subset 6
-4.625 -4.610 -4.595 -4.560 -4.540 -4.520 -4.490 -4.410 -4.405 -4.390 -4.370
7
8
-4.490 -4.410 -4.405 -4.390 -4.370
-4.410 -4.405 -4.390 -4.370
9
10
11
71
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) nilai_a (hijau-merah) Duncan (lanjutan) Subset PerlakuN an 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A;2;1500 2 -4.330 -4.330 -4.330 -4.330 -4.330 A;4;3000 2 -4.330 -4.330 -4.330 -4.330 -4.330 A;4;750 2 -4.220 -4.220 -4.220 -4.220 G;2;0 2 -4.080 -4.080 -4.080 A;3;750 2 -4.055 -4.055 G;3;0 2 -3.920 A;2;750 2 A;3;0 2 A;4;0 2 A;2;0 2 Sig. 1.000 .053 .053 .061 .077 .066 .058 .099 .051 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = .032. a Ulangan = 2. b α = .05.
10
11
-3.245 -3.220
-2.810 -2.680 .890 .473
72
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: nilai_b (biru-kuning) Sumber
Jumlah kuadrat tipe III
Contoh terkoreksi Intercept Varietas Ketebalan Konsentrasi_Sulfit Varietas * Ketebalan Varietas * Konsentrasi_Sulfit Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit Varietas * Ketebalan * Konsentrasi_Sulfit Error Total Jumlah terkoreksi a R2 = .999 (R2 penyesuaian = .999)
1157.925(a) 25863.639 958.241 44.977 102.491 1.997 7.169 17.904 25.147 .788 27022.352 1158.713
df 29 1 1 2 4 2 4 8 8 30 60 59
Rata-rata2 39.928 25863.639 958.241 22.489 25.623 .998 1.792 2.238 3.143 .026
F 1520.891 985156.373 36499.777 856.600 975.984 38.024 68.268 85.244 119.732
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: Nilai_b (biru-kuning) Sumber Jumlah kuadrat tipe III Contoh terkoreksi 1157.925(a) Intercept 25863.639 Perlakuan 1157.925 Error .788 Total 27022.352 Jumlah terkoreksi 1158.713 2 2 a R = .999 (R penyesuaian = .999)
df 29 1 29 30 60 59
Rata-rata2 39.928 25863.639 39.928 .026
F 1520.891 985156.373 1520.891
Sig. .000 .000 .000
73
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) Nilai_b (biru-kuning) Duncan Perlakuan A;2;0 A;2;750 A;4;0 A;4;750 A;3;0 A;3;750 A;3;1500 A;3;3000 A;2;2250 A;2;1500 A;3;2250 A;2;3000 A;4;2250 A;4;1500 A;4;3000 G;2;0 G;3;0 G;2;750 G;2;3000 G;2;2250
Subset N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2 11.94 2 13.37 2 15.12 2 16.67 2 16.68 2 16.78 16.78 2 17.10 2 17.44 2 17.48 2 17.58 17.58 2 17.78 17.78 2 17.84 2 18.48 2 18.52 2 18.72 2 20.34 2 20.81 2 23.80 2 24.59 2 24.61
13
14
15
16
17
74
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan hasil pengukuran warna tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) Nilai_b (biru-kuning) Duncan (lanjutan) Perlakuan G;2;1500 G;3;750 G;3;1500 G;4;0 G;4;1500 G;3;2250 G;4;750 G;4;3000 G;4;2250 G;3;3000 Sig.
N
1
2
3
4
5
6
7
8
Subset 9
10
11
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
12 24.73
13
14
25.16 25.34 25.34 25.55 25.62 25.70
1.000 1.000 1.000
.547
.058
.067
.132
.190 1.000 1.000 1.000
.423
.289
.052
15
16
17
25.62 25.70 25.94 25.94 26.10
.062
26.55 26.55 .362 1.00
Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = .026. a Ulangan = 2. b α = .05.
75
Lampiran 11. Kadar residu sulfit tepung kentang Atlantik dan Granola
Varietas
Ketebalan (mm) Ulangan 2
Atlantik
3
4
2
Granola
3
4
1 2 Χ 1 2 Χ 1 2 Χ 1 2 Χ 1 2 Χ 1 2 Χ
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
[NaHSO3) (ppm) 750 1500 39.30 164.96 34.23 149.09 157.02 36.76 69.16 103.18 69.19 90.42 69.18 96.80 55.70 105.20 52.44 103.24 54.07 104.22 103.13 179.39 68.46 138.15 158.77 85.80 34.43 261.96 32.59 260.02 260.99 33.51 80.80 290.62 82.60 341.20 81.70 315.91
2250 397.18 367.74 382.46 392.29 374.07 383.18 191.14 128.46 159.80 439.10 535.60 487.35 683.06 490.94 587.00 405.46 365.83 385.64
3000 431.99 498.69 456.34 628.28 613.41 613.41 418.81 453.55 436.18 963.76 1137.77 1050.76 825.71 869.82 847.76 1027.68 1046.84 1037.26
76
Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar residu sulfit tepung kentang Atlantik dan Granola Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: residu_sulfit Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Rata-rata2 Contoh terkoreksi 6179595.206(a) 35 176559.863 Intercept 3825673.046 1 3825673.046 Varietas 311155.309 1 311155.309 Ketebalan 9619.683 2 4809.841 Konsentrasi_sulfit 5138323.779 5 1027664.756 Varietas * Ketebalan 21989.713 2 10994.856 Varietas * Konsentrasi_sulfit 498111.528 5 99622.306 Varietas * Ketebalan * Konsentrasi_sulfit 200395.195 20 10019.760 Error 48657.910 36 1351.609 Total 10053926.161 72 Jumlah terkoreksi 6228253.115 71 a R2 = .992 (R2 penyesuaian = .985) Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: residu_sulfit Sumber Jumlah kuadrat tipe III df Rata-rata2 F Sig. Contoh terkoreksi 6179595.206(a) 35 176559.863 130.629 .000 Intercept 3825673.046 1 3825673.046 2830.459 .000 perlakuan 6179595.206 35 176559.863 130.629 .000 Error 48657.910 36 1351.609 Total 10053926.161 72 Jumlah terkoreksi 6228253.115 71 a R2= .992 (R2 penyesuaian = .985)
F 130.629 2830.459 230.211 3.559 760.327 8.135 73.706 7.413
Sig. .000 .000 .000 .039 .000 .001 .000 .000
77
Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar residu sulfit tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) residu_sulfit Duncan PerlaN kuan A;2;K 2 A;2;0 2 A;3;K 2 A;3;0 2 A;4;K 2 A;4;0 2 G;2;K 2 G;2;0 2 G;3;K 2 G;3;0 2 G;4;K 2 G;4;0 2 G;2;750 2 A;2;750 2 A;4;750 2 A;3;750 2 G;4;750 2 G;2;750 2 A;3;1500 2 A;4;1500 2 A;2;1500 2
Subset
1 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 33.510 36.765 54.070 69.175 81.700 85.795
2
33.510 36.765 54.070 69.175 81.700 85.795 96.800 104.220
3
4
5
6
7
8
9
10
81.700 85.795 96.800 104.220 157.025
78
Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar residu sulfit tepung kentang Atlantik dan Granola (lanjutan) residu_sulfit Duncan (lanjutan) Subset PerlaN kuan 1 2 3 4 5 6 7 8 G;2;1500 2 158.770 A;4;2250 2 159.800 G;3;1500 2 260.990 G;4;1500 2 315.910 315.910 A;2;2250 2 382.460 382.460 A;3;2250 2 383.180 383.180 G;4;2250 2 385.645 385.645 A;4;3000 2 436.180 436.180 A;2;3000 2 465.340 G;2;2550 2 487.350 G;3;2250 2 587.000 A;3;3000 2 620.845 G;3;3000 2 G;4;3000 2 G;2;3000 2 Sig. .061 .106 .072 .144 .090 .191 .197 .363 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = 1351.609. a Ulangan = 2. b α = .05.
9
10
847.765
1.000
1037.260 1050.765 .716
79
Lampiran 13. Data tepung kentang perlakuan terpilih berdasarkan nilai indeks browning, kecerahan (L), dan residu sulfit Tepung kentang varietas; ketebalan (mm); [NaHSO3] Atlantik;2;0 Atlantik;2;750 Atlantik;2;1500 Atlantik;2;2250 Atlantik;2;3000 Atlantik;3;0 Atlantik;3;750 Atlantik;3;1500 Atlantik;3;2250 Atlantik;3;3000 Atlantik;4;0 Atlantik;4;750 Atlantik;4;1500 Atlantik;4;2250 Atlantik;4;3000 Granola;2;0 Granola;2;750 Granola;2;1500 Granola;2;2250 Granola;2;3000 Granola;3;0 Granola;3;750 Granola;3;1500 Granola;3;2250 Granola;3;3000 Granola;4;0 Granola;4;750 Granola;4;2250 Granola;4;3000 Keterangan :
Nilai indeks browning (<0.068) x √ x x x x x √ √ x x x x x √ x √ √ √ x x x √ √ √ x x x √
Kecerahan (L) (>96.45) x √ x √ √ x √ √ √ √ x √ √ √ √ x x x x x x x x x x x x x x
Residu sulfit (<500 ppm) √ √ √ √ √ √ √ √ √ x √ √ √ √ √ √ √ √ √ x √ √ √ x x √ √ √ x
√ = memenuhi persyaratan X = tidak memenuhi syarat
80
Lampiran 14. Quisioner uji sensori tepung kentang Atlantik Uji Hedonik Tepung Kentang Nama :
Tanggal :
Mohon kiranya saudara/i untuk dapat membantu Kami dalam menilai tingkat kesukaan terhadap produk tepung kentang hasil percobaan Kami di BB Litbang Pascapanen. Penilaian meliputi komponen warna, tekstur, aroma dan penerimaan umum. Nilai tingkat kesukaan meliputi : 1. Tidak suka 2. Kurang suka 3. Biasa 4. Agak suka 5. Sangat suka Mohon cantumkan nilai tingkat kesukaan (1, 2, 3, 4,dan 5) yang saudara/i pilih terhadap 4 contoh sampel tepung kentang pada tabel di bawah ini. No. Sampel Warna Tekstur Aroma Penerimaan umum 681 301 199 756 Selain itu mohon diurutkan tepung yang paling disukai hingga tidak disukai (1, 2, 3, dan 4) dari 4 sampel tepung tersebut pada tabel di bawah ini. No. Sampel
Warna
Tekstur
Aroma
Penerimaan umum
681 301 199 756 Komentar terbuka mengenai tepung kentang :
Terima kasih, Tim peneliti tepung kentang
81
Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan dan Friedman uji sensori tepung kentang Atlantik Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: Warna Jumlah kuadrat Sumber df Rata-rata2 F tipe III Contoh terkoreksi 18.092(a) 3 6.031 6.507 Intercept 1519.408 1 1519.408 1639.548 Sampel 18.092 3 6.031 6.507 Kesalahan 107.500 116 .927 Total 1645.000 120 Jumlah terkoreksi 125.592 119 2 2 a R = .144 (R penyesuaian = .122)
Sig. .000 .000 .000
Warna Duncan Sampel
N
Subset 1
2
A;4;3000 30 2.93 A;3;2250 30 3.63 A;2;750 30 3.67 A;3;1500 30 4.00 Sig. 1.000 .167 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = .927. a Ulangan = 30. b α = .05. Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: Tekstur Jumlah kuadrat Sumber df Rata-rata2 F Sig. tipe III Contoh terkoreksi 3.825(a) 3 1.275 1.245 .297 Intercept 1562.408 1 1562.408 1526.012 .000 Sampel 3.825 3 1.275 1.245 .297 Kesalahan 118.767 116 1.024 Total 1685.000 120 Jumlah terkoreksi 122.592 119 a R2 = .031 (R2 penyesuaian = .006)
82
Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan dan Friedman uji sensori tepung kentang Atlantik (lanjutan) Tekstur Duncan Subset 1 A;3;2250 30 3.43 A;4;3000 30 3.50 A;2;750 30 3.60 A;3;1500 30 3.90 Sig. .106 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = 1.024. a Ulangan = 30. b α = .05. Sampel
N
Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: Aroma Jumlah kuadrat Sumber df Rata-rata2 F tipe III Contoh terkoreksi 6.558(a) 3 2.186 2.641 Intercept 1222.408 1 1222.408 1476.564 Sampel 6.558 3 2.186 2.641 Kesalahan 96.033 116 .828 Total 1325.000 120 Jumlah terkoreksi 102.592 119 2 2 a R = .064 (R penyesuaian = .040)
Sig. .053 .000 .053
Aroma Duncan Sampel
N
Subset 1
2
A;4;3000 30 2.83 A;3;2250 30 3.13 3.13 A;2;750 30 3.40 A;3;1500 30 3.40 Sig. .204 .289 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = .828. a Ulangan = 30. b α = .05.
83
Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan dan Friedman uji sensori tepung kentang Atlantik (lanjutan) Uji antara pengaruh utama Faktor yang dipengaruhi: Penerimaan_umum Jumlah kuadrat Sumber df Rata-rata2 F Sig. tipe III Contoh terkoreksi 5.543(a) 3 1.848 2.605 .055 Intercept 1414.009 1 1414.009 1993.359 .000 Sampel 5.543 3 1.848 2.605 .055 Kesalahanα 79.448 112 .709 Total 1499.000 116 Jumlah terkoreksi 84.991 115 2 2 a R = .065 (R penyesuaian = .040) Penerimaan_umum Duncan Subset 1 2 A;4;3000 29 3.14 A;3;2250 29 3.48 3.48 A;2;750 29 3.66 A;3;1500 29 3.69 Sig. .122 .383 Rata-rata untuk kelompok yang sama telah ditunjukkan berdasarkan pada jumlah kuadrat tipe III Hubungan kesalahan adalah rata-rata kuadrat (kesalahan) = .709. a Ulangan = 29. b α = .05. Sampel
N
Uji Ranking Ranks Sampel Ranking rata-rata A_2_750 2.03 A_3_1500 2.20 A_3_2250 2.70 A_4_3000 3.07 Uji Statistik(a) a Uji Friedman N 30 Chi-Square 12.040 df 3 Asymp. Sig. .007
84