PENGHAMBATAN DAN KEBOCORAN MEMBRAN SEL Staphylococcus aureus OLEH GETAH PEPAYA
RIFAH HESTYANI ARUM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penghambatan dan Kebocoran Membran Sel Staphylococcus aureus oleh Getah Pepaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013
Rifah Hestyani Arum NIM F251110421
RINGKASAN RIFAH HESTYANI ARUM. Penghambatan dan Kebocoran Membran Sel Staphylococcus aureus oleh Getah Pepaya. Dibimbing oleh HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan BUDIATMAN SATIAWIHARDJA. Dangke merupakan produk curd susu tradisional atau biasa dikenal dengan tahu susu yang dibuat melalui proses koagulasi susu menggunakan getah pepaya. Produk ini biasanya disimpan pada suhu ruang hingga akan dikonsumsi dan mampu bertahan selama kurang lebih 24 jam. Getah pepaya pada pembuatan dangke diperkirakan tidak hanya berperan dalam proses kogulasi, melainkan juga memiliki peran sebagai antibakteri. Efek antibakteri getah pepaya terhadap S. aureus ditentukan dengan menggunakan metode kontak pada media cair dan dangke. Getah pepaya segar dikeringkan dengan menggunakan oven vakum pada suhu 50-55 selama 22 jam. Getah pepaya kering dengan konsentrasi 0,0277 g/100 mL mampu menurunkan jumlah S. aureus sebanyak 1 log CFU/mL, sedangkan 0,0011 g/100 mL papain tidak menunjukkan efek reduksi melainkan hanya mampu menghambat S. aureus setelah 24 jam. Getah pepaya kering dan papain juga menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan S. aureus pada dangke selama penyimpanan 24 jam pada suhu ruang. Aktivitas antibakteri komponen non-proteolitik dari getah papaya, seperti ekstrak etanol getah pepaya ditentukan dengan menggunakan metode macrodilution, diperoleh nilai KHM90 sebesar 8 mg/mL. Senyawa antibakteri mampu menghambat pertumbuhan bakteri melalui beberapa mekanisme, di antaranya adalah dengan mengganggu fungsi membran sel, mengganggu sintesis protein, dan mengganggu sintesis DNA. Getah pepaya yang mengandung enzim proteolitik sebagai komponen aktifnya diduga mampu mengakibatkan kebocoran pada membran sel. Kebocoran membran sel setelah pemaparan dengan antibakteri mengakibatkan keluarnya beberapa material dari dalam sel yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang 260 nm. Pada penelitian ini kebocoran material dari dalam sel dideteksi dengan mengukur absorbansi supernatan S. aureus pada panjang gelombang 260 nm. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan konsentrasi antibakteri mengakibatkan peningkatan absorbansi supernatan yang mengindikasikan antibakteri mampu mengakibatkan kebocoran pada membran S. aureus. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop fluoresens memperlihatkan pemaparan S. aureus dengan antibakteri menyebabkan kebocoran membran yang memberi kesempatan bagi Propidium Iodida (PI) untuk berpenetrasi ke dalam sel yang diidikasikan dengan perubahan warna fluoresens dari hijau menjadi merah. Kata kunci : dangke, getah pepaya kering, kebocoran membran
SUMMARY RIFAH HESTYANI ARUM. Inhibiton and Staphylococcus aureus Cell Membrane Leakage by Papaya Latex. Supervised by HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan BUDIATMAN SATIAWIHARDJA. Dangke is a traditional milk curd product, made by coagulation of milk using fresh papaya latex. This product is usually kept at room temperature until consumption and it can lasting until 24 hours. Dried papaya latex in dangke production was considered not only as coagulant but also act as antibacterial agent. In this study, the antibacterial activity of dried papaya latex toward S. aureus was determined by direct contact in broth media and dangke. Fresh papaya latex was dried using vacuum oven at 50-55 for 22 hours. As much as 0.0277 g/100 mL in concentration of dried papaya latex could reduce approximately 1 log CFU/mL of S. aureus and 0.0011 g/100 mL of papain showed inhibition effect instead of reducing effect against S. aureus in broth after 24 hours. Dried papaya latex and papain also showed ability to inhibit S. aureus growth in dangke within 24 hours storage at room temperature. The antibacterial activity of non-proteolytic compound of papaya latex, i.e ethanolic extract of papaya latex was determined by macrodilution method, resulted in the MIC90 of 8 mg/mL. Antibacterial agent could inhibit bacterial growth by some mechanisms, one of them is cell membrane damage, protein synthesize and DNA synthesize disruption. Papaya latex which contains proteolytic enzyme as bioactive compound was considered can cause the cell membrane leakage. The antibacterial activity toward cell membrane caused the leakage of 260 nm absorbing material from cell. In this study, the cell membrane leakage after exposure was detected by measuring the optical density of bacterial supernatant at 260 nm. The result showed that exposure to increasing antibacterial concentration resulted in increasing of optical density of S. aureus supernatant, indicating that the antibacterial caused the S. aureus membrane leakage. Imaging by fluorescence microscopy showed that S. aureus exposure to antibacterial caused the membrane leakage thus gave Propidium Iodide (PI) chance to penetrate onto the cell, which indicated by the changing of fluorescence color from green fluorescence to red fluorescence. Keywords : cell membrane leakage, dangke, dried papaya latex
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGHAMBATAN DAN KEBOCORAN MEMBRAN SEL Staphylococcus aureus OLEH GETAH PEPAYA
RIFAH HESTYANI ARUM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji luar Komisi pada ujian tesis : Dr Nur Wulandari, STP, M.Si
Judul Tesis : Penghambatan dan Kebocoran Membran Sel Staphylococcus aureus oleh Getah Pepaya Nama
: Rifah Hestyani Arum
NIM
: F251110421
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum Ketua
Dr Ir Budiatman Satiawihardja, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr
Tanggal Ujian: 16 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan bantuanNya maka karya ilmiah dengan judul Penghambatan dan Kebocoran Membran Sel Staphylococcus aureus oleh Getah Pepaya yang dilakukan mulai bulan Januari 2013 hingga September 2013 ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan tesis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta Arifalah Darminto dan Hesty, adik-adik tercinta Prabawati Amaliah dan Hidayah Tria Ananda yang selalu mendukung dan mencurahkan kasih sayang dan doanya. 2. Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan diskusi dalam penyelesian tesis ini. 3. Dr Ir Budiatman Satiawihardja, MSc selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan diskusi dalam penyelesian tesis ini. 4. Dr Nur Wulandari, STP, M.Si selaku penguji luar komisi. 5. Prof Dr Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan. 6. Mbak Ari, Pak Taufik, Mbak Fenny, Lita serta teman-teman Program Studi Ilmu Pangan yang ada di Laboratorium SEAFAST Center Gedung PAU yang sudah banyak membantu selama penelitian. 7. Teman-teman Pondok Cahaya yang selalu ada menemani di saat susah dan bahagia. 8. Sahabat-sahabat yang selalu bersedia menjadi tempat berbagi. 9. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan dana penelitian Hibah Desentralisasi dengan Skim Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2013. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak lain yang membantu dalam penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
Rifah Hestyani Arum
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian
1 1 2 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Dangke Getah Pepaya Getah Pepaya sebagai Antimikroba Kerusakan Membran Sel Bakteri Pengujian Aktivitas Antimikroba Berdasarkan Kerusakan Membran Sel
3 3 4 5 6 7
3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Alat Metodologi Metode Penelitian Prosedur Analisa Analisa Statistik
8 8 8 8 8 10 13 16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Getah Pepaya Segar, Getah Pepaya Kering, dan Papain Aktivitas Antibakteri Getah Pepaya Kering dan Papain Ekstrak Etanol Getah Pepaya Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Getah Pepaya Pengaruh Getah Pepaya Kering terhadap Membran S. aureus
16 16 20 25 25 28
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
32 39 43
DAFTAR TABEL
1 Komposisi gizi dangke dari susu sapi dan susu kerbau 2 Karakteristik getah pepaya segar, getah pepaya segar, getah pepaya kering dan papain dari getah pepaya 3 Hasil pembuatan dangke menggunakan dua macam penggumpal 4 Diameter penghambatan ekstrak etanol getah pepaya terhadap S. aurues 5 Komponen fitokimia ekstrak etanol getah pepaya
3 17 24 26 27
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian 2 Proses pengeringan getah pepaya dimulai dari (a)pengumpulan getah dari pohon, (b) getah yang telah dikumpulkan dan menggumpal, dan (c) getah kering 3 Aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada media pertumbuhan dengan metode kontak pada suhu 37 selama 24 jam 4 Penghambatan S. aureus oleh antibakteri sebelum inkubasi (a) dan setelah inkubasi 24 jam (b) pada media pertumbuhan 5 Aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada dangke selama penyimpanan suhu ruang 6 Proses pembuatan dangke, (a) pemanasan dan penambahan penggumpal, (b) Curd yang telah dipisahkan cairan dengan padatannya 7 Penghambatan ektrak etanol getah pepaya terhadap S. aureus dengan metode pengenceran makro pada suhu 37 selama 24 jam 8 Penentuan MIC ekstrak etanol getah pepaya, (a) sebelum inkubasi, (b) setelah inkubasi 24 jam 9 Jumlah S. aureus setelah pemaparan dengan antibakteri selama 2 jam pada suhu 37 pada media TSB 10 Absorbansi supernatan S. aureus pada panjang gelombang 260 nm setelah pemaparan dengan antibakteri selama 2 jam 11 Pewarnaan S. aureus dengan SYBR Green dan PI sebelum dan sesudah pemaparan dengan getah pepaya kering, (a) sebelum pemaparan (b) pemaparan dengan 1 kali konsentrasi antibakteri, (c) pemaparan dengan 3 kali konsentrasi antibakteri. Warna hijau menunjukkan bakteri dengan membran sel utuh, warna merah menunjukkan sel dengan membran yang rusak
9
18
20 21 22 24 27 27 28 29
31
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisa sidik ragam aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada media TSB dengan uji lanjut Duncan 2 Hasil analisa sidik ragam aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada dangke dengan uji lanjut Duncan 3 Hasil analisa sidik ragam zona hambat ekstrak etanol getah pepaya terhadap S. aureus pada dangke dengan uji lanjut Duncan
39 40 42
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Pepaya merupakan buah yang banyak ditemui tumbuh di daerah tropis. Pepaya dikenal mampu menghasilkan getah yang memiliki aktivitas sebagai enzim proteolitik. Salah satu pemanfaatan getah pepaya pada produk pangan adalah pada pembuatan dangke. Dangke merupakan produk khas dari daerah Enrekang, Sulawesi Selatan. Dangke atau yang secara umum dikenal dengan tahu susu diproduksi melalui proses pemanasan susu segar dan penggumpalan susu menggunakan getah pepaya. Getah pepaya pada proses pembuatan dangke menjadi sumber enzim papain yang berperan sebagai penggumpal protein susu (Geantaresa dan Supriyanti. 2010). Dangke yang disimpan pada suhu ruang dapat bertahan selama satu hari dan mampu bertahan selama kurang lebih satu minggu bila disimpan pada lemari pendingin. Produk yang telah jadi memiliki potensi untuk terkontaminasi oleh bakteri patogen, terlebih bila produk tidak ditangani dengan baik (post contamination). Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang banyak terlibat pada peristiwa kontaminasi ini, dikarenakan S. aureus merupakan bakteri yang dapat ditemui pada tubuh manusia, akibat penanganan bahan pangan yang tidak sesuai sehingga dapat memberikan kesempatan bagi bakteri ini untuk mengkontaminasi bahan pangan (FDA 2012). Dangke yang berbahan dasar susu juga memiliki potensi untuk terkontaminasi oleh S. aureus seperti yang dilaporkan de Oliveira et al. (2011), dimana S. aureus ditemukan pada 20 sampel produk susu pasteurisasi dengan jumlah rata-rata 3.5×103 CFU/mL. Aktivitas antibakteri getah pepaya telah diuji menggunakan media pertumbuhan, namun belum diuji aktivitasnya pada bahan pangan. Pada penelitian ini, digunakan dangke sebagai bahan pangan uji yang dibuat dengan bantuan getah pepaya. Pengujian aktivitas antibakteri getah pepaya dilakukan untuk melihat kemampuan getah pepaya menghambat pertumbuhan S. aureus pada dangke selama penyimpanan. Komponen-komponen yang terkandung dalam getah pepaya merupakan faktor yang diduga mempengaruhi sifat antibakteri getah pepaya. Papain yang dimurnikan dari getah pepaya dan ekstrak getah pepaya berdasarkan beberapa penelitian diketahui memiliki aktivitas antibakteri, seperti yang dilaporkan oleh Seenivasan et al. (2010) dan Ashok et al. (2011). Papain adalah enzim yang digolongkan ke dalam enzim proteolitik karena mampu memecah ikatan peptida pada protein (Seenivasan et al. 2010). Aktivitas antibakteri komponen utama yang dikandung getah pepaya ditentukan secara terpisah pada penelitian ini, dimana komponen utama yang digunakan adalah komponen protease dan senyawa bioaktif non-protease yang diperoleh melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Hal ini berdasarkan laporan Ashok et al. (1999) yang menemukan kemampuan ekstrak metanol dan petroleum eter getah pepaya dalam menghambat pertumbuhan beberapa bakteri dan kapang. S. aureus dapat dihambat oleh senyawa antibakteri melalui beberapa mekanisme (Mrozik et al. 2004). Salah satu mekanisme yang banyak dipelajari adalah terganggunya permeabilitas membran akibat aktivitas senyawa antibakteri. Mekanisme penghambatan bakteri oleh papain yang merupakan enzim proteolitik
2
adalah diduga dengan mengganggu ikatan peptida pada dinding sel sehingga mengakibatkan kebocoran pada membran sel (Seenivasan et al. 2010). Selain itu beberapa senyawa fitokimia lain yang dikandung getah pepaya juga diduga bekerja dengan mengakibatkan gangguan pada membran sel S. aureus sehingga sel akan kehilangan permeabilitasnya dan mengakibatkan material di dalam sel keluar. Efek tersebut dapat diperiksa dengan beberapa metode (O’Neill et al. 2004), di antaranya adalah dengan pengujian kebocoran β-galaktosidase, pengujian BacLight, pelepasan material yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang 260 nm, dan pelepasan ATP. Pada penelitian ini, pengujian kebocoran sel dilakukan melalui pengamatan menggunakan mikroskop fluoresens dengan bantuan pewarna DNA yang mampu masuk ke dalam sel yang mengalami kebocoran dan berikatan dengan DNA sehingga menimbulkan fluoresensi bila terpapar cahaya pada panjang gelombang tertentu (Otto et al. 2010). Kebocoran sel juga diperiksa dengan mengukur absorbansi supernatan pada panjang gelombang 260 nm untuk menentukan jumlah material sel yang dikeluarkan dari dalam sel (Xing et al. 2009). Perumusan Masalah Getah pepaya merupakan salah satu bahan utama yang digunakan pada pembuatan dangke. Getah pepaya mengandung bahan aktif yaitu papain yang tergolong sebagai enzim proteolitik dan diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri. S. aureus merupakan salah satu bakteri yang berpotensi mencemari dangke akibat penyimpanan pada suhu ruang. Getah pepaya berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Pengujian aktivitas antibakteri komponen getah pepaya banyak dilakukan pada media pertumbuhan, sedangkan aktivitasnya pada produk pangan belum banyak dipelajari. Untuk itu, pada penelitian ini kemampuan antibakteri getah pepaya selain diuji pada media pertumbuhan juga akan diuji pada produk pangan, yaitu dangke. Selain itu, mekanisme penghambatan bakteri komponen getah pepaya juga belum banyak dilaporkan sehingga salah satu hal yang akan dipelajari dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme penghambatan komponen getah pepaya terhadap S. aureus. Tujuan Penenelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui aktivitas getah pepaya sebagai antibakteri pada produk pangan dan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap membran sel bakteri patogen yaitu S. aureus. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : - Mengetahui kemampuan getah pepaya menghambat pertumbuhan S. aureus pada dangke selama penyimpanan pada suhu ruang.
3
- Mengetahui pengaruh getah pepaya, papain, dan ekstrak etanol getah pepaya terhadap membran S. aureus yang ditentukan dari jumlah material sitoplasma yang dilepaskan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. - Mengetahui pengaruh getah pepaya, papain, dan ekstrak etanol getah pepaya terhadap membran S. aureus menggunakan DNA probe staining yaitu SYBR Green dan Propidium Iodida (PI). Hipotesis Getah pepaya diketahui memiliki efek antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Getah pepaya diperkirakan dapat menghambat pertumbuhan S. aureus pada produk pangan. Selain itu, juga diperkirakan mampu mengakibatkan kebocoran pada membran sel bakteri yang dapat dideteksi dengan menentukan jumlah material sel yang keluar akibat kebocoran dengan cara mengukur absorbansi supernatan pada panjang gelombang 260 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS serta dengan menggunakan pewarna DNA yang diamati menggunakan mikroskop fluoresens.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai alternatif bahan antibakteri yang bersifat alami dan dapat diterapkan pada proses pengolahan pangan. Selain itu, diharapkan pula penelitian ini menjadi sumber informasi mengenai salah satu metode untuk menguji mekanisme penghambatan oleh bahan antibakteri.
2 TINJAUAN PUSTAKA Dangke Dangke merupakan produk olahan susu sapi atau susu kerbau yang dibuat dengan cara memanaskan susu. Selama proses pemasakan, ditambahkan senyawa koagulan yaitu berupa getah pepaya hingga susu menggumpal. Gumpalan kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan hingga cairan terpisah (Permanasari 2008). Komposisi gizi dangke yang terbuat dari susu sapi dan susu kerbau dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1 Komposisi gizi dangke dari susu sapi dan susu kerbau Karakteristik Dangke susu sapi Dangke susu kerbau Kadar air (%) 55 62.8 Kadar abu (%) 2.1 2.3 Kadar lemak (%) 14.8 15.9 Kadar protein (%) 23.8 21.3 pH 6.4 6.4 Sumber : Hatta 2013
4
Teknologi pengolahan dangke merupakan teknologi pengolahan susu menjadi produk sejenis keju yang diproduksi dengan sistem pasteurisasi dengan bantuan enzim papain dari getah pepaya. Enzim papain yang ditambahkan berfungsi untuk menhidrolisis protein susu sehingga dapat terpisah dan menggumpal, yang kemudian dapat dijadikan dangke. Tahap pasteurisasi atau pemasakan memegang peranan penting pada proses penyimpanan, sebab produk ini sangat mudah terkontaminasi mikroorganisme sehingga proses ini penting untuk memperpanjang masa simpan produk (LIPI 2006). Proses penggumpalan yang optimal terjadi apabila aktivitas enzim dalam proses penggumpalan susu cukup baik, hal ini terjadi apabila jumlah enzim memadai untuk reaksi dan ketersediaan substrat untuk aktivitas enzim jumlahnya sebanding. Akan tetapi penambahan enzim yang terlalu banyak akan menimbulkan cita rasa yang kurang disukai konsumen (pahit). Oleh karena itu, beberapa produsen menambahkan garam sebagai bahan untuk mengurangi rasa pahit yang ditimbulkan akibat penambahan getah pepaya. Penambahan getah pepaya sebagai sumber papain pada pembuatan dangke umumnya dilakukan pada suhu sekitar 60 . Perlakuan ini memberikan hasil dengan jumlah protein yang lebih tinggi dibanding penggunaan suhu yang lebih rendah (Yuniwati et al. 2008). Getah Pepaya Pepaya menghasilkan cairan putih seperti susu yang biasa disebut getah yang terdiri dari beberapa kompleks senyawa kimia. Menurut El Muossaoui et al. (2001), getah pepaya mengandung air sekitar 85% dan beberapa komponen terlarut yang terdiri dari karohidrat (~10%), garam (~10%), lemak (~5%), dan beberapa biomolekul seperti glutation, sistein protease (~30%), serta beberapa protein lainnya (~5%). Getah pepaya mengandung beberapa macam enzim, di antaranya adalah papain, kimopapain dan lisosim. Secara umum yang dimaksud dengan papain adalah papain yang dimurnikan maupun papain yang masih kasar. Enzim papain adalah enzim proteolitik yang terdapat pada getah tanaman papaya (Carica papaya L). Semua bagian papaya seperti buah, daun, tangkai daun, dan batang mengandung enzim papain dalam getahnya, tetapi bagian yang paling banyak mengandung enzim papain adalah buahnya (Yuniwati et al. 2008). Papain dan kimopapain dikenal memiliki kemampuan untuk memperbaiki jaringan yang mengalami nekrosis dan mencegah infeksi. Kemampuan kedua enzim ini sebagai antimikroba dan antioksidan berhubungan dengan pengikatan gugus hidroksil dan kemampuan mengkelat besi (Anuar et al. 2008). Lebih lanjut, kedua enzim ini mampu menurunkan resiko kerusakan oksidatif pada jaringan, sehingga pada masyarakat tradisional, getah pepaya sering dimanfaatkan sebagai penyembuh luka karena kemampuannya dalam memperpendek waktu epitalisasi dan percepatan kontraksi luka (Gurung et al. 2009). Pepaya digunakan sebagai bahan untuk pengobatan karena adanya enzim proteolitik yang merupakan komponen aktif dari pepaya, yaitu papain dan kimopapain (Namita et al. 2012). Ekstrak pepaya memiliki aktivitas sebagai antimikroba, anti-inflamasi, antifertilitas, agen antihipertensi, terapi bisul kronik pada kulit dan efek diuretik. Pepaya hijau mengandung dua enzim utama yang memiliki aktivitas pencernaan cukup tinggi, yaitu papain dan kimopapain. Papain
5
dan kimopapain terdapat di dalam getah pepaya. Papain merupakan enzim yang digunakan sebagai pengempuk daging, memiliki kemampuan melarutkan jaringan yang telah mati dan merusak sel hidup. Batang, daun dan buah pepaya mengandung getah dalam jumlah yang hampir sama (Mahmood et al. 2005). Proses penyadapan getah pepaya sebaiknya dilakukan pada buah yang berumur 2.5 sampai 3 bulan untuk mendapatkan aktivitas proteolitik yang tinggi. Pengambilan getah dilakukan saat buah masih melekat di pohon dan ditoreh dengan kedalaman kurang lebih 2 mm dengan menggunakan pisau stainless steel. Penorehan dilakukan pada pukul 5 hingga 6.30 pagi atau sebelum terkena sinar matahari. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi kelembaban lingkungan yang tinggi agar kecepatan aliran getah pepaya menjadi lebih tinggi (Iswanto et al. 2009). Papain merupakan salah satu protein yang memiliki fungsi sebagai enzim golongan protease. Papain memiliki berat molekul sebesar 23406 DA dan tersusun atas 212 asam amino dengan empat jembatan disulfida dan residu yang berperan pada proses katalitiknya adalah Gln19, Cys25, His158, dan His159. Papain merupakan jenis sistein hidrolase yang stabil dan aktif dalam rentang kondisi yang luas, bahkan pada suhu yang cukup tinggi. pH optimum untuk aktivitas papain berkisar antara 3.0-9.0 yang berbeda untuk tiap substrat (Amri et al. 2012). Aktivitas proteolitik enzim pada getah pepaya yang diuji dengan menggunakan substrat kasein menunjukkan hasil optimum pada pH 8 dan suhu 75 (Chaiwut et al. 2007). Selain komponen proteolitik, beberapa komponen bioaktif yang dikandung getah pepaya juga memiliki peranan terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya. Beberapa komponen fitokimia yang dikandung oleh getah pepaya antara lain, campuran terpenoid, asam organik, dan alkaloid yang mampu menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri (Cowan 1999). Selain itu, ekstrak getah pepaya juga mengandung flavonoid, glikosida, saponin, dan steroid yang memiliki peranan terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya (Aravind et al. 2013). Getah Pepaya sebagai Antimikroba Getah pepaya mengandung beberapa macam komponen yang diduga memiliki peranan terhadap aktivitasnya. Salah satu yang paling utama adalah papain yang dikenal sebagai enzim proteolitik. Selain itu, getah pepaya juga mengandung alkaloid, terpenoid, dan carpain. Terpenoid inilah yang mungkin berkontribusi pada sifat antimikroba getah pepaya. Getah pepaya juga dapat dimanfaatkan pada pembuatan pakan ternak karena aktivitas antihelmintiknya (Adu et al. 2009). Getah pepaya memiliki aktivitas bakteriostatik terhadap Bacillus subtilis, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Salmonella Typhi, Staphylococcus aureus, dan Proteus vulgaris. Papain yang merupakan senyawa yang dikandung oleh getah pepaya juga memiliki aktivitas sebagai antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Papain dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada media agar. Penghambatan ini dikarenakan papain mampu merusak protein mikroorganisme yaitu dengan mengkatalisis ikatan peptida pada protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Enzim ini memiliki gugus sulfihidril pada sisi aktifnya yang bekerja pada dinding sel dan
6
membran sitoplasma bakteri. Besar kecilnya daya hambat dapat dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa antimikroba, jenis mikroba, suhu, waktu, jumlah mikroba, pH, dan zat atau bahan organik tertentu (Pakki et al. 2009). Mekanisme aksi antibakteri papain diperkirakan terjadi akibat interaksi dan perusakan dinding sel dan membran dari bakteri. Pada bakteri gram positif membran sel dilindungi oleh dinding sel yang tersusun dari 30-40 lapisan peptidoglikan yang mengandung GlcNAc, N-acetyl murmeric acid dan juga asam amino. Hal ini mengakibatkan asam amino yang bermuatan positif dapat terikat pada membran sel, yang akan mengakibatkan terjadinya osmotic shock dan kebocoran isi sitoplasma. Di sisi lain, bakteri Gram negatif memiliki membran luar dan tersusun atas lipopolisakarida yang berikatan dengan protein melalui interaksi elektrostatik, dimana sitooligomer dengan massa molekul yang lebih kecil dan lebih elektronegatif mampu memfasilitasi ikatan yang lebih efektif (Seenivasan et al. 2010). Kerusakan Membran Sel Bakteri Membran sel merupakan bagian yang bersentuhan langsung dengan lingkungan. Membran sel memisahkan komponen intraseluler dan lingkungan di luar sel. Fungsi utama membran sel adalah membentuk penghalang yang bersifat permeabel yang mengatur lintasan solut antara bagian dalam sel dengan lingkungan luar. Banyak faktor eksternal yang mempengaruhi sifat fisikokimia serta fungsi membran seperti suhu, tekanan, pH, aktivitas air, nutrien, ion, aktivitas enzim, fase pertumbuhan mikroba, dan xenobiotik. Perubahan yang dapat terjadi di antaranya adalah keseimbangan antara lapisan lipid bilayer dan nonbilayer, stabilitas dan fluiditas membran yang akan mengubah interaksi lipidprotein (Mrozik et al. 2004). Komponen bioaktif yang dikandung getah pepaya yang dianggap memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri adalah senyawa fitokima yang terdiri atas beberapa komponen dan masing-masing memiliki mekanisme penghambatan yang berbeda (Cowan 1999). Komponen flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri melalui beberapa mekanisme, di antaranya adalah dengan mengganggu sintesis asam nukleat, menganggu fungsi membran sitoplasma, dan mengganggu metabolisme energi (Hendra et al. 2011). Zakaria et al. (2006) memperoleh hasil penghambatan ekstrak etanol daun pepaya lebih tinggi pada bakteri Gram positif dibanding Gram negatif, hal ini dikarenakan komponen aktif yang terdapat pada ekstrak seperti flavonoid, alkaloid, dan saponin tidak mampu berinteraksi dengan senyawa lipopolisakarida yang terdapat pada membran bakteri Gram negatif sehingga penghambatan ekstrak menjadi lebih kecil dibandingkan dengan bakteri Gram positif yang membrannya lebih tipis. Membran sitoplasma bakteri merupakan komponen struktural yang dapat mengalami kerusakan dan gangguan sifat fungsional bila dipaparkan pada antimikroba. Ion K+ dan PO43- dapat keluar dari membran bila membran mengalami kerusakan, setelah itu beberapa molekul besar seperti DNA dan RNA juga dapat keluar dari sel. Keluarnya materi sel ini dapat dianalisis menggunkan spektrofotometer UV-VIS. S. aureus yang merupakan bakteri Gram positif dapat
7
mengeluarkan material sel yang lebih banyak dibanding bakteri Gram negatif seperti E. coli. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh komposisi dan struktur dinding sel kedua bakteri ini berbeda. E. coli memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan tipis peptidoglikan dan membran luar yang terbuat dari lipopolisakarida, lipoprotein, dan fosfolipid. Sedangkan lapisan peptidoglikan S. aureus tersusun dari sambungan yang berpori sehingga molekul asing dapat dengan mudah masuk ke dalam sel. S. aureus tidak memiliki membran luar yang mampu mencegah masuknya molekul asing sehingga bakteri ini lebih sensitif terhadap antimikroba dibanding bakteri Gram negatif seperti E. coli (Xing et al. 2009). Pengujian Aktivitas Antimikroba Berdasarkan Kerusakan Membran Sel Antimikroba yang berupa protein dan peptida sebagian besar targetnya pada sel adalah bagian lipid bilayer dimana peptida dapat memicu depolarisasi dan/atau masuk ke dalam sitosol dan berinteraksi dengan bagian dalam sel target. Banyak metode biofisika yang dapat digunakan untuk memperlajari mekanisme interaksi pepetida-membran. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan mikroskop fluoresens. Pendeteksian menggunakan mikroskop ini dapat dilakukan dengan bantuan pewarna fluoresens. Pewarna fluoresens yang paling umum digunakan untuk menguji viabilitas sel adalah SYTO9 dan PI. SYTO9 mewarnai DNA dari semua bakteri, baik dengan membran yang utuh atau rusak, sementara itu PI hanya mewarnai bakteri yang rusak dan mampu memindahkan SYTO9 bila kedua pewarna tersebut ada. Penggunaan kedua pewarna dengan jumlah yang tepat pada bakteri dengan membran yang utuh akan menghasilkan warna hijau, sementara bakteri dengan membran yang rusak akan menghasilkan warna merah (Torrent et al. 2010). Pemeriksaan sel dengan mikroskop fluoresens juga dapat dilakukan dengan menggunakan pewarna DNA seperti SYBR Green dan Sytox Green, prinsip yang digunakan sama dengan yang berlaku pada pengujian menggunakan SYTO9 dan PI (Klauth et al. 2004). PI merupakan pewarna DNA yang banyak digunakan untuk menguji viabilitas suatu sel serta pengujian kerusakan membran akibat aktivitas antibakteri. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan flow cytometry ataupun pengamatan menggunakan mikroskop fluoresens (Cho et al. 2009). Pengaruh antimikroba terhadap membran sel bakteri dapat dilihat dari jumlah materi sel seperti asam nukleat metabolit dan ion yang dikeluarkan akibat kebocoran membran. Material sel yang dikeluarkan dari dalam sel dapat ditentukan dengan melihat Optical Density (OD) dari suspensi bakteri dan antimikroba. Nilai OD260 ditentukan dengan menggunakan spektofotometer UVVIS pada panjang gelombang 260 nm. Semakin banyak material sel yang dilepaskan maka nilai OD260 yang diperoleh akan semakin tinggi (Oonmetta-aree et al, 2006).
8
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga September 2013 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Kimia Pangan, dan Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST Center Gedung PAU, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah getah pepaya segar (diperoleh dari University Farm IPB, Bogor), susu sapi segar (kandang Fakultas Peternakan IPB, Bogor), kultur Staphylococcus aureus ATCC 25923, media Trypticase Soy Agar (TSA), media Trypticase Soy Broth (TSB), media Mueller Hinton Agar (MHA), media Baird Parker Agar (BPA), media Brain Heart Infution Broth (BHIB) (Oxoid, Hampshire, UK), kuning telur, Telurit 1%, HCl 6 M, etanol 96%, gas nitrogen, kasein (Merck, Dramstadt, Germany), trikloroasetat (Merck, Dramstadt, Germany), folin Ciocalteu’s (Merck, Dramstadt, Germany), Dimethyl sulfoxide (DMSO) (Merck, Dramstadt, Germany), dinatrium karbonat, tirosin (Merck, Dramstadt, Germany), Natrium klorida 0,85%, KH2PO4, K2HPO4, DNA probe propidium iodida (Invitrogen, Carlsbad, USA), SYBR Green (Kapa Biosystem, USA), kertas Whatman No. 1, trisodium sitrat, air deionisasi, commassie briliant blue (Merck, Dramstadt, Germany), asam fosfat 85% (Merck, Dramstadt, Germany). Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spektrofotometer 1800 UV (Shimadzu, Jepang), mikroskop fluoresens (Olympus CH30, Jepang), inkubator, oven vakum (VWR Scientific, Kanada), sonikator (cleaning bath) (BRANSONIC Ultrasonic cleaner 8510E-MTH, USA), termometer, rotary evaporator (BUCHI, Swiss), sentrifuse (Hermle Z383K, Germany), mortar, jar steril, laminar air flow, pipet mikro 10-100 µL, pipet mikro 100-1000 µL, pipet mikro 1-10 mL (finnpipette, Thermo Fisher Scientific, USA), alat-alat gelas. Metodologi Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang terdiri dari: 1) pengeringan getah pepaya menggunakan oven vakum pada suhu 55 selama 22 jam, 2) ekstraksi papain kasar dari getah pepaya segar dengan tujuan mengisolasi komponen proteolitik yang terdapat pada getah pepaya, 3) ekstraksi etanol getah pepaya untuk memperoleh komponen bioaktif non-proteolitik yang larut di dalam etanol, 4) pengujian aktivitas antibakteri getah pepaya dan papain pada media pertumbuhan yang dilanjutkan dengan pengujian aktivitas antibakteri getah pepaya dan papain pada dangke, 5) pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol
9
getah pepaya berdasarkan penentuan zona hambat dan dilanjutkan dengan menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM), 6) pengujian pengaruh getah pepaya kering, papain, dan ekstrak etanol terhadap membran S. aureus berdasarkan pelepasan material sel yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang 260 nm dan pengamatan dengan mikroskop fluoresens (Gambar 1).
Getah Pepaya
Ekstraksi Papain
Papain
Pengujian Antibakteri pada Media Pertumbuhan
Uji Kebocoran Membran
Uji Aktivitas Proteolitik
Ekstraksi Etanol
Ekstrak Etanol
Penetuan Zona Hambat
Pembuatan Dangke
Penentuan MIC
Dangke
Uji Kebocoran Membran
Uji penghambatan S. aureus
Pengeringan (50-55 0C)
Getah Pepaya Kering
Uji Aktivitas Proteolitik
Pengujian Antibakteri pada Media Pertumbuhan
Pembuatan Dangke Uji Kebocoran Membran Dangke
Uji penghambatan S. aureus
Gambar 1 Diagram alir penelitian Ket : Uji ketahanan membran dilakukan dengan pengukuran pelepasan material sitoplasma dan pengamatan kebocoran membran menggunakan mikroskop fluoresens dengan bantuan DNA probe berupa SYBR Green dan PI.
10
Metode Penelitian Pengeringan getah pepaya (Yapa et al. 1994) Getah pepaya dapat diperoleh dari beberapa bagian tanaman pepaya, salah satunya adalah bagian buah. Buah pepaya muda (2 sampai 5 bulan) ditoreh dengan kedalaman kurang lebih 2 sampai 3 mm. Penorehan getah pepaya dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 05.00 hingga pukul 06.30 untuk memperoleh hasil yang maksimal. Getah yang mengalir kemudian ditampung menggunakan wadah. Getah yang dikumpulkan selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven vakum pada suhu sekitar 50 sampai 55 hingga diperoleh getah yang kering dan tidak lengket. Getah kering yang diperoleh kemudian dihaluskan menjadi bubuk dan ditentukan aktivitas proteolitiknya dengan metode Bergmeyer (1984). Ekstraksi papain dari getah pepaya (Modifikasi Nitwasang et al. 2006) Ekstraksi papain dari getah pepaya dilakukan dengan terlebih dahulu menghomogenkan getah pepaya segar menggunakan buffer posfat pH 8. pH larutan kemudian dibuat menjadi 5.6 dengan menggunakan HCl 6 M lalu diaduk selama 15 menit pada suhu 4 . Filtrat dan bagian yang tidak larut dipisahkan dengan penyaringan menggunakan kertas saring Whatman no. 1. Filtrat yang diperoleh dipisahkan dan protease yang larut di dalamnya dipisahkan dengan presipitasi menggunakan etanol. Etanol ditambahkan pada filtrat dengan perbandingan 1:6 (v/v). Endapan yang diperoleh selanjutnya dipisahkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm dengan suhu 4 . Presipitat yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven vakum pada suhu 50 hingga diperoleh papain kasar kering lalu dihaluskan hingga diperoleh bubuk papain kasar. Papain kasar yang diperoleh dihitung rendemen dan aktivitas proteolitiknya dengan metode Bergmeyer (1984). Persiapan ekstrak etanol getah pepaya (Modifikasi Wang et al. 2008) Ekstrak etanol getah pepaya diperoleh dengan mencampurkan getah pepaya kering dan etanol dengan perbandingan 1:20 (b/v). Kemudian dilakukan ultrasonikasi menggunakan ultrasonikator selama 20 menit pada frekuensi 40 kHz. Larutan getah yang telah melalui proses ultrasonikasi disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan evaporasi menggunakan rotavapor pada suhu 40 Ekstrak kering diperoleh dengan menghembus ekstrak yang telah dievaporasi menggunakan gas nitrogen hingga diperoleh berat konstan. Rendemen ekstrak etanol yang diperoleh selanjutnya dihitung. Persiapan kultur S. aureus (Modifikasi Oonmetta-aree et al. 2006) Kultur S. aureus yang berada dalam media TSA miring diinokulasikan ke media BHIB lalu diinkubasi selama 18 sampai 24 jam pada suhu 37 . Suspensi bakteri yang diperoleh kemudian digores pada media TSA di cawan lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 . Koloni identik dan tunggal diambil
11
lalu diinokulasi ke dalam 10 mL media TSB dan diinkubasi selama 18 sampai 24 jam pada suhu 37 . Penghitungan jumlah koloni dilakukan berdasarkan metode BAM (2003). Suspensi S. aureus pada media TSB inilah yang digunakan sebagai kultur kerja untuk pengujian aktivitas antibakteri getah pepaya. Aktivitas antimikroba getah pepaya dan papain pada media pertumbuhan (Modifikasi Eshamah et al. 2013) Getah pepaya kering atau papain dimasukkan ke dalam 2 mL TSB hingga diperoleh konsentrasi yang setara dengan konsentrasi getah pepaya segar yang digunakan pada pembuatan dangke berdasarkan aktivitas proteolitiknya (0.0277 g/100 mL untuk getah pepaya kering dan 0.0011 g/100 mL untuk papain). Suspensi S. aureus dengan konsentrasi 108 CFU/mL diperoleh dengan menggunakan standar 0.5 Mc Farland dengan mengukur absorbansi suspensi S. aureus dalam 0.85% NaCl steril pada panjang gelombang 625 nm, konsentrasi 108 setara dengan nilai absorbansi sebesar 0.08 sampai 0.12 (Andrews 2005). Konsentrasi yang diperoleh berdasarkan standar 0.5 McFarland dikonfirmasi dengan menghitung jumlah koloni yang ditumbuhkan pada media TSA berdasarkan metode BAM (2003). Sebanyak 20 L S. aureus dengan konsentrasi 106 CFU/mL ditambahkan ke dalam media sehingga diperoleh konsentrasi kirakira 104 CFU/mL kemudian diinkubasi dengan inkubator bergoyang selama 24 jam pada suhu 37 . Penurunan jumlah S. aureus akibat aktivitas antimikroba ditentukan dengan menumbuhkan bakteri yang telah dipaparkan dengan antimikroba selama 24 jam pada media TSA dan dihitung dengan menggunakan metode BAM (2003). Pembuatan dangke dan penghambatan S. aureus pada dangke Kemampuan getah pepaya menghambat pertumbuhan S. aureus pada dangke ditentukan dengan menghitung jumlah S. aureus yang tumbuh pada dangke selama penyimpanan pada suhu ruang. Dangke dibuat dengan memanaskan susu sapi segar hingga mencapai suhu 63 selama 10 menit. Setelah suhu diturunkan hingga 50 , 0.0027 g getah pepaya kering atau 0.0011 g papain ditambahkan ke dalam 100 mL susu (setara dengan konsentrasi getah pepaya basah berdasarkan aktivitas proteolitik). CaSO4 1% juga digunakan sebagai koagulan untuk membuat dangke dengan konsentrasi sebanyak 250 mL/L susu, sebagai kontrol negatif. Pemanasan terus dilanjutkan dengan pengadukan hingga protein susu menggumpal dan terjadi pemisahan antara curd dan whey. Curd yang terbentuk disaring dan dipadatkan hingga air yang ada pada curd tidak tersisa lagi. Jumlah S. aureus pada dangke dihitung selama penyimpanan 0, 24, dan 48 jam pada suhu ruang berdasarkan metode BAM (2003). Aktivitas antimikroba ekstrak etanol getah pepaya metode difusi sumur (Baskaran et al. 2012) Pengujian awal aktivitas antibakteri ekstrak etanol getah pepaya adalah dengan menentukan zona penghambatan ekstrak etanol getah pepaya terhadap S. aureus. Penentuan zona hambat ekstrak etanol getah pepaya dilakukan dengan metode difusi sumur. Kultur S. aureus yang berumur 18-24 jam pada media TSB
12
disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit untuk dipisahkan pelet dengan supernatannya. Pelet yang diperoleh selanjutnya diresuspensi menggunakan NaCl 0.85% steril dan konsentrasinya dibuat menjadi kira-kira 108 CFU/mL berdasarkan standar 0.5 McFarland. Suspensi S. aureus kemudian disebar pada media MHA menggunakan cotton bud steril lalu dibuat sumur menggunakan pembolong agar steril berdiameter 4 mm. Ekstrak etanol getah pepaya dengan konsentrasi 100, 32, 16, 8, and 4 mg/mL masing-masing diteteskan ke sumur sebanyak 20 µL. Cawan yang telah diteteskan antimikroba didiamkan selama kurang lebih satu jam pada suhu ruang untuk memberikan kesempatan bagi antimikroba berdifusi ke agar, lalu diinkubasi pada suhu 37 selama 24 jam. Zona penghambatan ekstrak etanol getah pepaya yang ditandai dengan terbentuknya zona bening diukur diameternya. Penentuan KHM ekstrak etanol getah pepaya (Consentino et al. 1999) Konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol getah pepaya ditentukan dengan metode pengenceran makro atau macrodilution. Senyawa antimikroba dimasukkan ke dalam tabung berisi 2 mL TSB dan dibuat seri pengenceran dua kali hingga diperoleh konsentrasi antibakteri masing-masing 16 mg/mL; 8 mg/mL; 4 mg/mL; dan 2 mg/mL, sedangkan sebagai kontrol digunakan media TSB yang tidak ditambahkan antibakteri. Kultur S. aureus yang berumur 18 sampai 24 jam pada media TSB dipisahkan pelet dengan supernatannya dengan sentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Pelet yang diperoleh selanjutnya diresuspensi menggunakan NaCl 0.85% steril dan dibuat konsentrasinya menjadi kira-kira 108 CFU/mL berdasarkan standar 0.5 McFarland. Masing-masing tabung kemudian ditambahkan S. aureus dengan konsentrasi 106 cfu/mL sebanyak 100 µL. Inkubasi dilakukan dengan menggunakan inkubator bergoyang pada suhu 37 selama 24 jam. Penurunan jumlah S. aureus ditentukan dengan menumbuhkan masing-masing perlakuan pada media TSA dan dihitung jumlah S. aureus, KHM yang digunakan pada penelitian ini adalah KHM90, yaitu konsentrasi dimana senyawa antimikroba mampu menurunkan jumlah bakteri sebesar 90% atau 1 logaritma setelah inkubasi selama 24 jam. Pemaparan S. aureus dengan antibakteri untuk pengujian pengaruh antibakteri terhadap integritas membran berdasarkan OD 260 (Oonmettaaree et al. 2006) S. aureus diinokulasi pada 10 ml media TSB lalu diinkubasi selama 18 sampai 24 jam pada 37 . Sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit dilakukan setelah inkubasi selesai untuk memisahkan sel bakteri dengan media kemudian sel disuspensikan kembali di dalam NaCl 0.85% steril hingga diperoleh konsentrasi kira-kira 1010 CFU/mL. Konsentrasi 1010 CFU/mL diperoleh dengan mengukur absorbansi suspensi bakteri pada panjang gelombang 260 nm, konsentrasi 1010 CFU/mL diperoleh dengan nilai absorbansi sebesar 0.3 (Carson et al. 2002). Getah pepaya atau papain ditambahkan ke media dengan konsentrasi setengah, satu, dua kali, dan tiga kali konsentrasi yang digunakan pada pembuatan dangke serta setengah, satu, dan dua kali MIC untuk ekstrak
13
etanol. Suspensi bakteri kemudian diinokulasikan ke media, kemudian dikontakkan selama 2 jam pada suhu 37 . Kemampuan antimikroba dalam merusak membran sel ditentukan dengan menghitung nilai absorbansi supernatan pada panjang gelombang 260 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Pemaparan S. aureus dengan antibakteri untuk pengamatan antimikroba terhadap S. aureus menggunakan mikroskop fluoresens
efek
Untuk pengujian pengaruh antibakteri terhadap S. aureus, sel bakteri yang telah dipisahkan dengan media melaui sentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit dicuci sebanyak dua kali dengan NaCl 0.85% steril. Pencucian dilakukan dengan melarutkan pelet NaCl 0.85% steril sebanyak 1 mL lalu disentrifugasi dan supernatannya dipisahkan. Proses yang sama dilakukan sebanyak dua kali. Pelet yang telah dicuci selanjutnya diresuspensi menggunakan NaCl 0.85% steril dan dikonsentrasikan hingga konsentrasi kira-kira 108 CFU/mL (Iwalokun et al. 2004). Getah pepaya kering atau papain ditambahkan ke 1 mL suspensi bakteri hingga diperoleh konsentrasi yang setara dengan konsentrasi getah pepaya segar pada pembuatan dangke berdasarkan aktivitas proteolitik (0.0277 mg/100 mL untuk getah pepaya kering dan 0.0011 mg/100 mL untuk papain). Ekstrak etanol getah pepaya ditambahkan ke 1 mL suspensi bakteri hingga diperoleh konsentrasi yang setara dengan nilai KHM. Pemaparan dilakukan selama 2 jam pada suhu 37 . Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan DNA probe SYBR Green dan propidium iodida. Prosedur Analisa Penghitungan rendemen, getah pepaya kering, papain dan ekstrak etanol getah pepaya Rendemen papain dalam getah pepaya dihitung dengan membandingkan jumlah papain yang diperoleh setelah ekstraksi dengan berat getah pepaya basah yang digunakan. Persamaan yang digunakan adalah : Rendemen (%) = dimana : A = berat sampel yang digunakan (g) B = berat getah pepaya kering/papain/ekstrak yang diperoleh (g) Penentuan kadar air getah pepaya basah, getah pepaya kering, dan papain (AOAC 2005)
Pengukuran kadar air sampel dilakukan dengan metode termogravimetri dengan tahapan sebagai berikut, cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 2 g sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. Cawan yang berisi sampel kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105 selama 3 jam. Setelah itu, cawan didinginkan selama 3 sampai 5 menit kemudian ditimbang. Bahan
14
kembali dikeringkan kembali ke dalam oven ± 30 menit dan ditimbang kembali hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus :
dimana :
A = berat cawan kosong (g) B = berat cawan dan sampel (g) C = berat konstan cawan dan sampel (g)
Pengujian aktivitas proteolitik getah pepaya segar, getah pepaya kering, dan papain (Bergmeyer 1984) Aktivitas proteolitik enzim dihitung dengan mereaksikan enzim dan substrat, yang dalam hal ini digunakan kasein. 1 mL larutan kasein 2% (b/v) dicampur dengan 1 mL buffer pH 8 dan 0.2 mL larutan enzim kemudian diinkubasi pada suhu 37 selama 10 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 2 mL asam trikloroasetat 0.1 M dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 37 . Campuran kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi pada 9000 rpm selama 20 menit. Filtrat diambil sebanyak 1.5 mL dan dicampur dengan 5 mL dinatrium karbonat 0.5 M dan 1 mL pereaksi Folin Ciocalteu’s, dibiarkan 20 menit pada suhu 37 . Absorbansi diukur pada panjang gelombang 578 nm. Untuk blanko, larutan enzim diganti dengan air suling dan untuk standar, larutan enzim diganti dengan standar tirosin (5 mmol/L). Aktivitas protease dihitung dalam satuan unit mL enzim. Unit aktivitas protease dihitung dengan rumus : -
dimana: U = Unit aktivitas protease per menit (Unit/mL) Asp = Nilai absorbansi contoh Ast = Nilai absorbasi standar Abl = Nilai absorbansi blanko P = Faktor pengenceran T = Waktu inkubasi enzim (menit) Penghitungan jumlah bakteri (BAM 2003) Jumlah bakteri yang tumbuh dihitung dengan menyebar suspensi bakteri dari beberapa tingkat pengenceran pada permukaan media TSA sebanyak 0,1 mL. cawan diinkubasi selama 24 sampai 48 jam pada suhu 35 sampai 37 . Koloni yang tumbuh diamati dan dihitung jumlahnya. Cawan yang digunakan hanya yang koloninya berjumlah 25 sampai 250.
15
Jumlah mikroba yang tumbuh pada cawan dihitung dengan persamaan :
dimana : N = total CFU/mL ∑C = jumlah koloni yang dihitung n1 = jumlah cawan yang digunakan pada pengenceran 1 n2 = jumlah cawan yang digunakan pada pengenceran 2 n3 = jumlah cawan yang digunakan pada pengenceran 3 d = pengenceran terendah Analisis kualitatif kandungan fitokimia ekstrak etanol getah pepaya Senyawa fitokimia yang diuji pada penelitian ini adalah alkaloid, flavonoid, fenol, hidroquinon, steroid, triterpenoid, tanin, dan saponin berdasarkan metode Harborne (2006) sebagai berikut : Analisis alkaloid. beberapa tetes NaOH ditambahkan ke 1 mL ekstrak lalu divorteks dan disaring. Kemudian beberapa tetes H2SO4 pekat ditambahkan ke filtrat lalu divorteks. Lapisan bening yang terbentuk di permukaan diambil dan diuji dengan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf. Uji positif alkaloid bila terbentuk endapan putih (pereaksi mayer), endapan coklat (pereaksi Wagner) dan terbentuk endapan merah bata (peraksi Dragendorf). Analisis flavonoid. 0.1 gram ekstrak ditambahkan air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Pada filtrat ditambahkan 0.5 gram serbuk magnesium dan 2 mL alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume sama) dan 2 mL amil alkohol. Campuran divortex dan terbentuknya warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. Analisis fenol. 0.1 sampai 0.2 gram ekstrak yang telah dilarutkan diteteskan pada cawan bercak dan ditambahkan NaOH 10%. Uji positif bila terbentuk warna merah. Analisis steroid dan triterpenoid. 1 mg ekstrak dilarutkan ke dalam 2 ml kloroform. 10 tetes asam asetat anhidrida dan 3 tetes asam sulfat pekat ditambhakan ke larutan ekstrak lalu dikocok secara perlahan dan dibiarkan selama beberapa menit. Uji positif steroid bila terbentuk warna hijau dan positif triterpenoid bila terbentuk warna merah atau ungu. Analisis tanin. 0.1 gram ekstrak ditambahkan air panas dan didihkan selama 5 menit lalu disaring. Beberapa ml larutan FeCl3 1% ditambahkan ke filtrat dan uji positif bila terterbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman. Analisis saponin. 0.5 ml ekstrak dilarutkan dalam 5 ml air suling. Larutan dikocok beberapa saat dan bila terbentuk busa yang konstan menunjukkan uji positif mengandung saponin.
16
Pengujian efek antibakteri terhadap S. aureus dengan pengukuran absorbansi supernatan pada 260 nm (Oonmetta-aree et al, 2006) Pengukuran absorbansi supernatan S. aureus yang telah dipaparkan antibakteri dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan sel dengan sentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit. Komponen sel yang keluar dari dalam sel akibat aktivitas antibakteri ditentukan dengan mengukur absorbansi supernatan yang diperoleh menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 260 nm. Pengamatan efek antibakteri terhadap S. aureus dengan mikroskop fluoresens Suspensi bakteri yang telah dipaparkan dengan antibakteri dipisahkan antara sel dengan media melalui sentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Pelet yang diperoleh dicuci menggunakan NaCl 0.85% steril. Pencucian dilakukan dengan menambahkan 1 ml NaCl 0.85% steril ke dalam tabung berisi pelet S. aureus kemudian disentrifugasi seperti perlakuan sebelumnya, proses ini dilakukan sebanyak dua kali. Larutan stok SYBR Green diencerkan sebanyak 25 kali dan larutan stok propidium iodida dengan konsentrasi 1 mg/mL diencerkan hingga diperoleh konsentrasi 0.02 mg/ml dengan menggunakan staining buffer berupa 20x saline sodium citrate (SSC). Sel bakteri diwarnai dengan menggunakan 200 L SYBR Green dan 200 L propidium iodida 0.2 mg/mL lalu diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang dan kondisi gelap, kemudian diamati menggunakan mikroskop fluoresens. Sebagai pembanding digunakan sel S. aureus yang tidak dipaparkan antibakteri. Sel bakteri yang utuh menghasilkan fluoresensi hijau dan sel dengan membran yang rusak menghasilkan fluoresensi merah. Fluoresensi hijau oleh SYBR Green terdeteksi dengan energi eksitasi 495 nm dan emisi 525 nm, sedangkan fluoresensi merah terdeteksi pada energi eksitasi maksimum 535 nm dan emisi maksimum 617 nm. Analisa Statistik Analisa dilakukan dengan dua ulangan dirata-ratakan. Data pengujian aktivitas antibakteri getah pepaya, papain, dan ekstrak etanol getah pepaya diolah menggunakan analisa sidik ragam dengan taraf signifikansi 0.05. Jika terdapat pengaruh yang nyata (p<0.05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Software yang digunakan adalah IBM SPSS Statistic 20. Hasil dilaporkan sebagai nilai ratarata ± standar deviasi (SD).
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Getah Pepaya Segar, Getah Pepaya Kering, dan Papain Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian terhadap karakteristik getah pepaya segar, getah pepaya kering, dan papain yang terdiri dari kadar air, rendemen, dan aktivitas proteolitik. Kadar air getah pepaya segar berdasarkan hasil yang diperoleh adalah sebesar 80.96% dan kadar air getah pepaya kering sebesar 9.75%. Rodrigues et al. (2009b) menyatakan bahwa getah pepaya merupakan cairan dengan penampakan menyerupai susu dan meskipun belum diketahui secara pasti, diperkirakan mengandung air sekitar 85% serta beberapa biomolekul yang terdiri dari proteinase sistein (~30%) dan protein lain (~10%). Kadar air papain kasar yang diperoleh berdasarkan Tabel 2 adalah sebesar 3.35 ± 0.08 dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Caro et al. (2000) yang mengukur kadar air beberapa jenis papain diperoleh kadar air untuk papain yang dimurnikan adalah sebesar 4.6% dan untuk getah pepaya yang diperoleh dari tanaman pepaya varietas Madagaskar adalah sebesar 6.6%. Pengukuran kadar air getah pepaya segar, getah pepaya kering, dan papain dilakukan untuk menghitung aktivitas proteolitik ketiga komponen tersebut berdasarkan jumlah padatannya untuk mendapatkan hasil yang setara. Berdasarkan berat kering bahan, aktivitas proteolitik getah pepaya segar lebih tinggi dibandingkan getah pepaya kering. Berkurangnya aktivitas proteolitik getah pepaya setelah dikeringkan ini diduga disebabkan rusaknya gugus tiol yang merupakan sisi aktif dari enzim proteolitik yang dikandung getah pepaya akibat pemanasan (Yapa et al. 1994). Aktivitas proteolitik dinyatakan dalam satuan unit/menit mg jumlah enzim. Unit aktivitas enzim yang dimaksud adalah jumlah produk berupa tirosin yang dihasilkan per satuan waktu per satuan jumlah enzim (Irena 2010). Chaiwut et al. (2007) mengukur aktivitas proteolitik getah pepaya kering sebesar 1623 U/g. Perbedaan karakteristik yang diperoleh pada penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah metode pengeringan serta varietas pepaya yang digunakan sebagai sumber getah. Perbandingan aktivitas proteolitik antara getah pepaya segar, getah pepaya kering, dan papain yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan jumlah getah pepaya kering dan papain yang akan digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri yang diekuivalenkan dengan jumlah getah pepaya segar yang digunakan pada praktik di lapangan. Tabel 2 Karakteristik getah pepaya segar, getah pepaya kering dan papain dari getah pepaya Komponen Getah segar Getah kering Papain a
Kadar air (bk) (%) 80.96 ± 0.29 9.75 ± 0.21 3.35 ± 0.08
Rendemen (%) 17.12 ± 1.26 1.5 ± 0.28
Aktivitas per berat kering bahan Aktivitas per berat getah bahan
b
Aktivitas proteolitik (U/mg)a 1944.86 ± 9.86 722.48 ± 19.97 677.93 ± 5.44
Aktivitas proteolitik (U/mg)b 371.35 ± 1.88 652.04 ± 18.02 655.22 ± 5.26
18
Getah pepaya yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun University Farm IPB dan merupakan pepaya varietas Calina IPB. Pengumpulan getah dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 6.00 sampai 9.00 dengan cara menyayat buah pepaya muda menggunakan pisau dengan kedalaman kurang lebih 2 sampai 3 mm sebanyak 5 hingga 6 sayatan pada satu buah (Gambar 2a). Waktu pengumpulan getah dilakukan pada pagi hari sebab jumlah getah yang mengalir lebih maksimal dibanding jumlah yang mengalir pada siang hari (Gurung et al. 2009). Getah pepaya merupakan cairan yang berwarna putih dan bersifat lengket yang dikeluarkan dari tanaman yang memiliki bagian laticifer atau penghasil getah. Getah pada pepaya dapat diperoleh dari beberapa bagian, seperti buah yang masih muda, daun, serta batang. Pada penelitian ini buah pepaya digunakan sebagai sumber getah sebab pada bagian buah jumlah dan aktivitas getah pepaya lebih tinggi dibandingkan getah yang diperoleh dari bagian batang dan daun (Kusumadjaja et al. 2005).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Proses pengeringan getah pepaya dimulai dari (a) pengumpulan getah dari pohon, (b) getah yang telah dikumpulkan dan menggumpal, dan (c) getah kering .Getah pepaya mengandung beberapa komponen aktif yang bila telah disadap dari bagian tubuh tanaman pepaya harus ditangani dengan baik untuk mempertahankan aktivitasnya. Salah satu usaha yang dilakukan menurut Rodrigues et al. (2009a) adalah dengan menyimpan getah pepaya segar pada suhu rendah (-20 atau 5 ). Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengeringan getah pepaya sehingga dapat disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Getah yang telah dikumpulkan dari tanaman pepaya akan segera mengalami penggumpalan bila dibiarkan pada kondisi ruang (Gambar 2b). Pengeringan getah pepaya pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan oven vakum pada suhu ±55 selama 22 jam hingga diperoleh getah kering dengan kadar air sebesar 9.75% kemudian dihaluskan menggunakan mortar hingga diperoleh bubuk getah pepaya kering (Gambar 2c). Getah kering yang diperoleh disimpan pada suhu 4 sampai 8 seperti yang dilaporkan oleh Chaiwut et al. (2007). Pengeringan dengan menggunakan oven vakum merupakan metode pengeringan yang lebih baik dibanding metode pengeringan menggunakan matahari. Hal ini dikarenakan penggunaan oven vakum memungkinkan pengaturan suhu yang lebih stabil dibanding pengeringan menggunakan matahari. Selain itu, pengeringan dengan oven mampu mengurangi reaksi oksidasi yang dapat merusak gugus thiol papain yang merupakan aktivator papain. Perbandingan pengeringan menggunakan oven vakum dengan pengeringan menggunakan
19
matahari telah dilakukan oleh Yapa et al. (1994) dan hasil yang diperoleh menunjukkan aktivitas proteolitik papain yang dikeringkan menggunakan oven vakum lebih tinggi. Proses pengeringan getah pepaya kering pada penelitian ini menghasilkan jumlah getah pepaya kering sebanyak 17.12% dari jumlah awal getah pepaya yang digunakan. Enzim proteolitik yang dikandung getah pepaya terdiri atas beberapa jenis yaitu papain, kimopapain, caricain, lisozim, dan lipase (Aravind et al. 2013). Papain digolongkan sebagai salah satu enzim protease sulfihidril yang akivitasnya tergantung pada keberadaaan gugus sulfihidril pada sisi aktifnya. Papain mampu bekerja pada suhu yang cukup tinggi dibanding proteolitik lainnya dengan suhu optimum berkisar antara 50 sampai 60 dan pH 5 sampai 7 (Yuniwati et al. 2008). Sebagai komponen aktif dari getah pepaya, papain diduga memiliki peranan terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya seperti yang dilaporkan oleh Seenivasan et al. (2010), dimana papain mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus subtilis. Ekstraksi papain dari getah pepaya pada penelitian ini dilakukan untuk menentukan peranan papain terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya, khususnya pengaruh terhadap membran S. aureus. Papain kasar dapat dipisahkan dari getah pepaya melalui serangkaian proses yang diawali dengan menghomogenkan getah pepaya dengan melarutkannya pada buffer posfat pH 8. pH larutan selanjutnya dibuat menjadi pH 5 menggunakan HCl dan diaduk selama 15 menit pada suhu 4 untuk membantu melarutkan komponen protein yang dikandungnya dan memberikan efek recovery aktivitas protease yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Nitsawang et al. (2006). Komponen yang tidak larut dipisahkan dengan filtrasi dan papain kasar yang larut pada filtrat diendapkan menggunakan etanol 70% dengan perbandingan 1:6 (v/v) dan diaduk selama 30 menit pada suhu 4 kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi. Presipitat yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven vakum pada suhu 55 hingga diperoleh serbuk papain kasar sesuai dengan yang dilakukan oleh Yapa et al. (1994). Salah satu tahap penting pada proses isolasi papain kasar adalah presipitasi yang bertujuan untuk memisahkan protein yang diinginkan dari komponen lainnya. Presisipitasi protein dapat dilakukan dengan beberapa metode, di antaranya adalah dengan menggunakan alkohol dan garam, hal ini dikarenakan protein tidak dapat larut pada kedua senyawa ini sehingga protein yang diinginkan dapat dipisahkan. Selain itu, pengendapan protein juga dapat dilakukan dengan mengubah pH larutan protein hingga mencapai pH isoelektriknya, dimana pada kondisi ini protein akan mengalami pengendapan. Presipitasi papain kasar pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan etanol sebab berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chawiut et al. (2007) dan Chanda et al. (2011) presipitasi enzim proteolitik dari getah yang dilakukan dengan menggunakan etanol menghasilkan enzim dengan aktivitas proteolitik yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses presipitasi menggunakan garam. Hal ini dikarenakan protease pada getah memiliki sifat hidrofobik yang lebih tinggi sehingga akan lebih mudah mengendap pada larutan alkohol dibanding garam. Papain digolongkan sebagai salah satu enzim proteolitik yang memiliki gugus sistein sebagai sisi aktifnya. Papain merupakan salah satu protease yang memiliki spektrum luas (broad specificity) sehingga papain mampu bekerja pada berbagai jenis substrat
20
(Nitsawang et al. 2006). Beberapa substrat yang mampu dihidrolisis oleh papain sebagai enzim proteolitik berdasarkan Ha et al. (2012) adalah ester, kasein, dan kolagen. Aktivitas Antibakteri Getah Pepaya Kering dan Papain Penghambatan S. aureus pada media pertumbuhan Getah pepaya kering mampu menurunkan jumlah S. aureus dari jumlah awal yaitu dari 2.96×103 CFU/mL menjadi 2.45×102 CFU/mL (Gambar 3). Pemaparan S. aureus dengan papain menunjukkan kemampuan papain untuk cenderung mempertahankan jumlah S. aureus yaitu 2.66×103 CFU/mL pada awal inkubasi menjadi 4.7×103 CFU/mL pada akhir waktu inkubasi bila dibandingkan dengan kontrol yang tidak dikontakkan dengan getah pepaya kering dan papain yaitu dari 2.84×103 CFU/mL menjadi 3.49×108 CFU/mL. Pebedaan hasil ini secara visual dapat dilihat pada Gambar 4a dan 4b, dimana setelah inkubasi selama 24 jam terjadi perubahan tingkat kekeruhan suspensi bakteri. Hal ini menunjukkan getah pepaya memiliki kemampuan menurunkan jumlah S. aureus lebih tinggi bila dibandingkan dengan papain meskipun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kemampuan getah pepaya yang lebih tinggi ini dipengaruhi oleh kandungan getah pepaya yang lebih kompleks bila dibandingkan papain. Getah pepaya selain mengandung papain sebagai komponen aktifnya juga mengandung beberapa senyawa bioaktif lain yang berperan terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya (Cowan 1999). Hasil uji statistik dengan uji Duncan memperlihatkan pada kondisi akhir inkubasi terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah S. aureus yang tumbuh pada kontrol dengan jumlah S. aureus yang tumbuh pada media yang ditambahkan getah pepaya dan papain, sedangkan jumlah S. aureus yang tumbuh pada media yang diberi perlakuan getah pepaya dan papain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 1).
Gambar 3 Aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada media pertumbuhan dengan metode kontak pada suhu 37 selama 24 jam. Huruf di samping angka pada gambar batang menunjukkan perbandingan rata-rata jumlah S. aureus berdasarkan Uji Duncan (p<0.05).
21
Beberapa penelitian menunjukkan getah beberapa jenis tanaman memiliki kemampuan sebagai senyawa antibakteri, seperti yang dilakukan oleh Ganpati et al. (2011) yang menggunakan getah segar Euphorbia thymifolia yang dilarutkan sebagai bahan antibakteri dan memperoleh KHM untuk S. aureus sebesar 1:13. Arekemase et al. (2011) menggunakan ekstrak dan getah dari tanaman Jatropha curcas dan KHM getah segar yang diperoleh adalah sebesar 0.05 mL. Hasil yang diperoleh menunjukkan penggunaan getah pepaya dengan konsentrasi sebesar 0.0227 g/100 mL mampu menurunkan jumlah S. aureus sebesar 1 log. Bila dibandingkan dengan aktivitas antibakteri getah tanaman yang lain seperti yang disebutkan sebelumnya, aktivitas antibakteri getah pepaya lebih tinggi. Penggunaan ekstrak getah pepaya sebagai antibakteri dan kemampuan penghambatannya terhadap bakteri patogen dengan metode difusi agar telah dilakukan oleh Ashok et al. (2011). Selain itu, Pakki et al. (2009) menemukan kemampuan penghambatan krim papain terhadap S. aureus pada media glucose nutrient agar (GNA) menggunakan metode sumur. Pada penelitian ini, aktivitas antibakteri getah pepaya pada media pertumbuhan diuji dengan menggunakan metode kontak untuk mengkuantifikasi kemampuan getah pepaya menghambat pertumbuhan bakteri. Pengujian dilakukan dengan menambahkan getah pepaya kering dan papain pada konsentrasi yang sama dengan yang digunakan pada pembuatan dangke (0.0227 mg/100 mL untuk getah pepaya dan 0.0011 mg/100 mL untuk papain) ke dalam media cair yang mengandung S. aureus sebanyak 104 CFU/mL. Media yang telah berisi antibakteri dan S. aureus ini kemudian diinkubasi menggunakan inkubator bergoyang selama 24 jam pada suhu 37 ± 2 setelah terlebih dahulu dihitung jumlahnya. Kemampuan bahan antibakteri (getah pepaya kering dan papain) menghambat pertumbuhan ditentukan dengan menghitung jumlah S. aureus pada akhir waktu inkubasi yang dibandingkan dengan jumlah awal S. aureus sebelum diinkubasi. Beberapa senyawa fitokimia yang dikandung getah pepaya dan diperkirakan memiliki peranan terhadap aktivitas antibakteri adalah alkaloid, saponin, flavonoid dan terpenoid seperti yang ditemukan pada senyawa antibakteri lainnya yang berasal dari getah tanaman. Bila dibandingkan dengan papain, aktivitas antibakteri getah pepaya kering lebih tinggi sebab papain merupakan komponen protease yang dipisahkan dari getah pepaya sehingga telah kehilangan komponenkomponen lain yang tidak ikut terekstrak bersama protease (Chaiwut et al. 2007).
A
B
(a)
C
A
B
C
(b)
Gambar 4 Penghambatan S. aureus oleh antibakteri sebelum inkubasi (a) dan setelah inkubasi 24 jam (b) pada media pertumbuhan. (A) papain, (B) kontrol tanpa antibakteri, dan (C) getah pepaya
22
Penghambatan S. aureus pada dangke selama penyimpanan Kemampuan getah pepaya menghambat S. aureus pada dangke ditentukan dengan menghitung jumlah S. aureus pada penyimpanan dangke selama 24 jam dan 48 jam. Gambar 5 menunjukkan pada awal penyimpanan jumlah S. aureus tidak jauh berbeda untuk dangke yang dibuat dengan getah pepaya kering, papain, dan CaSO4 yaitu 1.86×104 CFU/mL, 2.45×104 CFU/mL, dan 3.32×104 CFU/mL. Setelah penyimpanan selama 24 jam, terjadi peningkatan jumlah S. aureus khususnya pada dangke yang dibuat menggunakan CaSO4 yaitu sebanyak 1.74×105 CFU/mL sedangkan untuk dangke yang dibuat menggunakan getah pepaya kering dan papain adalah sebanyak 2.75×104 CFU/mL dan 2.97×104 CFU/mL. Peningkatan lebih tinggi terjadi setelah penyimpanan selama 48 jam, yaitu untuk dangke yang dibuat menggunakan getah pepaya kering, papain, dan CaSO4 berturut-turut adalah 7×107 CFU/mL, 2.5×107 CFU/mL, dan 1.17×108 CFU/mL. Keberadaan S. aureus pada awal masa penyimpanan dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah proses pemanasan yang tidak memadai untuk membunuh bakteri yang mencemari susu sehingga masih mampu bertahan, selain itu kontaminasi yang dapat terjadi selama proses pembuatan dangke juga berpengaruh terhadap jumlah S. aureus pada dangke sehingga setelah penyimpanan selama 48 jam jumlah S. aureus yang ditemukan cukup tinggi. Cemaran S. aureus pada produk olahan susu juga ditemukan oleh de Olievera et al. (2011) pada susu pasteurisasi di daerah Bahia, Brazil, dimana pada contoh susu pasteurisasi yang diuji ditemukan S. aureus sebanyak 3.5×103 CFU/ mL. Hasil uji statistik yang membandingkan pengaruh getah pepaya kering dan papain terhadap jumlah S. aureus selama penyimpanan menunjukkan selama penyimpanan 0 jam tidak terdapat perbedaan jumlah S. aureus yang nyata antara masing-masing perlakuan. Perbedaan yang nyata terlihat setelah penyimpanan selama 24 jam, dimana jumlah S. aureus yang tumbuh pada dangke yang digumpalkan dengan CaSO4 lebih banyak dibanding jumlah S. aureus yang tumbuh pada dangke yang digumpalkan dengan getah pepaya kering dan papain (Lampiran 2).
Gambar 5 Aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada dangke selama penyimpanan suhu ruang. Huruf di samping angka pada gambar batang menunjukkan perbandingan rata-rata jumlah S. aureus berdasarkan Uji Duncan (p<0.05).
23
Jumlah S. aureus pada dangke yang dibuat dengan menggunakan getah pepaya dan papain selama penyimpanan 24 jam tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan (Gambar 5). Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaaan jumlah S. aureus yang nyata pada penyimpanan 24 jam antara dangke yang dibuat dengan menggunakan bahan penggumpal berupa CaSO4 bila dibandingkan dengan dangke yang dibuat dengan menggunakan penggumpal berupa getah pepaya dan papain yang tidak menunjukkan perbedaan nyata satu sama lain. Perbedaan ini dipengaruhi aktivitas antibakteri getah pepaya dan papain, dimana getah pepaya dan papain diketahui mengandung enzim proteolitik sebagai komponen aktifnya. Susu sapi segar pada pembuatan dangke terlebih dahulu dipanaskan hingga mencapai suhu 63 dan dipertahankan selama 10 menit, hal ini dilakukan untuk membunuh sebagian bakteri patogen yang mengkontaminasi susu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhu selanjutnya diturunkan hingga mencapai dan getah pepaya kering dan papain ditambahkan untuk menggumpalkan 50 protein susu dan juga digunakan dan batu tahu (CaSO4) sebagai kontrol. Interaksi antara getah pepaya atau papain dengan susu mampu menggumpalkan protein susu sebab getah pepaya dan papain mengandung enzim proteolitik sebagai komponen aktifnya. Penggumpalan protein oleh enzim proteolitik terjadi akibat terganggunya struktur tiga dimensi protein sehingga mengakibatkan perubahan konformasi yang berakibat terjadinya koagulasi protein. Proses ini seperti yang dijelaskan oleh Geantaresa et al. (2010), kasein yang dikandung susu berinteraksi dengan enzim proteolitik yang dikandung oleh getah pepaya dan papain mengakibatkan gangguan ikatan peptida pada ĸ-kasein dan merusak strukturnya hingga terbentuk para-kappa-kasein yang memiliki bagian hidrofobik yang kemudian akan berikatan satu sama lain membentuk struktur protein yang terkoagulasi (Gambar 6). Penurunan suhu awal pemasakan dangke yang sebelumnya mencapai 63 menjadi 50 dilakukan dengan tujuan untuk mencapai suhu optimum aktivitas getah pepaya yang menurut Kusumadjaja et al. (2005) dan Yapa et al. (1994) adalah berkisar antara 50 sampai 60 . Dangke merupakan produk yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar berupa susu, baik susu sapi maupun susu kerbau. Hasil analisis statistik yang diperoleh menunjukkan kandungan gizi dan karakteristik dangke yang dibuat dengan menggunakan susu sapi dan susu kerbau tidak menunjukkan perbedaan nyata. Masyarakat secara umum menggunakan getah pepaya segar sebagai bahan penggumpal pada pembuaan dangke. Pada penelitian ini digunakan getah pepaya kering sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan penggunaannya sebab getah pepaya kering dapat disimpan pada suhu yang lebih tinggi yaitu pada suhu 4 sampai 8 dibandingkan getah pepaya segar yang membutuhkan suhu penyimpanan -20 (Gurung et al. 2009). Selain itu, sebagian besar industri menggunakan getah pepaya yang telah dikeringkan sebagai sumber papain untuk mempercepat proses produksi dan mengurangi bahaya bagi lingkungan (Macalood et al. 2013). Penggunaan getah pepaya kering dianggap lebih efektif sebab berdasarkan Tabel 2, aktivitas proteolitik getah pepaya dalam kondisi kering lebih tinggi dibanding dalam kondisi segar sebab kadar airnya yang lebih rendah. Kemampuan getah pepaya kering sebagai penggumpal dangke tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan dibandingkan dengan getah pepaya segar berdasarkan
24
parameter waktu pembuatan dangke dan perbandingan whey dan curd yang dihasilkan (Tabel 3). Jumlah susu yang digunakan untuk membuat dangke pada penelitian ini adalah sebanyak 500 ml. Tabel 3 Hasil pembuatan dangke menggunakan dua macam penggumpal Rendemen curd Penggumpal Waktu (menit) (%) Getah pepaya segar (0.04 g/100 mL) 10 8.22 Getah pepaya kering (0.0027 g/100 mL) 13.5 9.62 Enzim proteolitik yang dikandung getah pepaya dan papain memiliki kemampuan memutus ikatan peptida pada protein sehingga dapat mengakibatkan gangguan fungsi protein. Hal inilah yang berperan dalam menghambat pertumbuhan S. aureus pada dangke, dimana enzim proteolitik mampu memutus ikatan peptida protein sehingga mengganggu struktur dinding dan membran sel bakteri (Eshamah et al 2013). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Seenivasan et al. (2010), dimana enzim proteolitik yang diekstraksi dari getah pepaya mampu menghambat pertumbuhan S. aureus yang diakibatkan oleh terganggunya struktur protein yang menyusun membran selnya. Getah pepaya selain mengandung enzim proteolitik sebagai komponen aktifnya juga mengandung beberapa komponen lain yang diduga berperan terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya. Getah pepaya mengandung beberapa komponen bioaktif yang terdiri atas adalah alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid, dan saponin. Komponen-komponen inilah yang diduga berperan terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya seperti yang dinyatakan oleh Baskaran et al. (2012).
(a)
(b)
Gambar 6 Proses pembuatan dangke, (a) pemanasan dan penambahan penggumpal, (b) Curd yang telah dipisahkan cairan dengan padatannya Peningkatan jumlah S. aureus setelah penyimpanan selama 24 jam hingga 48 jam diakibatkan beberapa organisme yang tidak mati pada awal kontak mampu beradapatasi dan melanjutkan pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena antibakteri terikat secara tidak dapat balik dengan sel bakteri atau komponen bahan pangan sehingga antibakteri kehilangan aktivitasnya terhadap sel lain yang belum berikatan (Rhoades et al. 2000). Berdasarkan hasil perhitunganjumlah S. aureus yang ada pada dangke, baik pada kondisi awal maupun setelah penyimpanan maka dianjurkan sebelum mengkonsumsi produk ini perlu dilakukan peroses pemasakn terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah bakteri
25
yang mencemari produk ini. Selain itu, untuk mempertahankan mutu produk dan memperpanjang masa simpan maka penyimpanan produk sebaiknya dilakukan pada suhu rendah. Ekstrak Etanol Getah Pepaya Hasil pengujian aktivitas antibakteri getah pepaya dengan menggunakan metode kontak menunjukkan getah pepaya memiliki kemampuan untuk menurunkan jumlah S. aureus yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan papain. Hal ini diduga disebabkan kerena getah pepaya masih mengandung beberapa komponen aktif yang berperan terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya. Untuk mempelajari lebih lanjut komponen getah pepaya yang aktif sebagai antimikroba, digunakan ekstrak etanol getah pepaya. Etanol dipilih sebagai pelarut sebab etanol mampu mengekstrak komponen yang lebih banyak dibanding pelarut jenis lainnya khususnya yang bersifat polar karena mampu melarutkan komponen-komponen seperti tanin, polifenol, poliasetilen, flavonol, terpenoid, sterol, alkaloid, dan propolis (Cowan 1999). Rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan proses ultrasonikasi adalah sebesar 17.27% ± 0.49. Ekstrak etanol tersebut yang selanjutnya digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri untuk mengetahui pengaruh komponen selain papain terhadap aktivitas antibakteri getah pepaya. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode ultrasonikasi dengan tujuan untuk mempersingkat waktu ekstraksi dan memperoleh rendemen yang lebih tinggi. Optimasi proses ekstraksi dengan menggunakan metode ultrasonikasi telah beberapa kali diuji dengan dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional seperti maserasi dan soxlet (Rodriguz-Rojo et al. 2012; Kongkiatpaiboon e al. 2013; Jadhav et al. 2009). Proses ekstraksi menggunakan metode ultasonikasi menunjukkan hasil ekstraksi yang lebih tinggi dilihat dari rendemen dan aktivitas ekstrak yang diperoleh dibandingkan dengan proses ekstraksi dengan metode konvensional. Proses ekstraksi dengan menggunakan metode ultrasonikasi lebih efektif bila dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan metode konvensional disebabkan kemampuan proses ini untuk mengakibatkan destruksi sel yang lebih cepat. Gelombang suara yang dipancarkan pada proses sonikasi mampu mengakibatkan terbentuknya gelembung yang dapat mengakibatkan terjadinya efek kapitasi, dimana gelembung-gelembung ini akan mengisi ruang pelarut. Selama siklus komplesi, gelembung dan gas yang ditimbulkan juga akan mengalami kompresi sehingga mengakibatkan peningkatan suhu dan tekanan. Hal ini mengakibatkan pecahnya gelembung dan terjadi ‘kejut gelombang’ yang akan meningkatkan pencampuran antara pelarut dan bahan (Rodriguez-Rojo et al, 2012). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Getah Pepaya Aktivitas antibakteri ekstrak etanol kasar getah pepaya ditentukan dengan terlebih dahulu melakukan skrining terhadap kemampuan ekstrak etanol kasar getah pepaya menghambat pertumbuhan S. aureus. Pengujian dilakukan dengan dengan mengukur luas daerah penghambatan terhadap pertumbuhan S. aureus pada media padat menggunakan metode difusi sumur berdasarkan Basrakan et al. (2012). Pengujian dilakukan dengan menggunakan beberapa tingkat konsentrasi
26
ektrak etanol kasar kemudian diukur diameter penghambatannya berdasarkan zona bening yang terbentuk setelah inkubasi selama 24 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka zona bening yang terbentuk juga semakin tinggi (Tabel 4). Luas zona penghambatan yang diperoleh dari berbagai konsentrasi ini kemudian digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) ektrak etanol kasar terhadap S. aureus, dimana pada penentuan KHM digunakan konsentrasi 16 mg/mL sebagai konsentrasi tertinggi sebab berdasarkan hasil pengujian zona hambat, pada konsentrasi ini ekstrak etanol kasar masih memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan S. aureus dan merupakan konsentrasi terendah yang memberikan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 3). Tabel 4 Diameter penghambatan ekstrak etanol getah pepaya terhadap S. aureus 4 Diameter Zona Hambat (mm)
Konsentrasi Ekstrak (mg/mL) 8 16 32
0,57 ± 0,14c 0,41 ± 0,13c 0,76 ± 0,04c 6,17 ± 0,71b
100 12,67 ± 0,94a
Huruf di samping angka menunjukkan perbandingan rata-rata zona penghambatan S. aureus berdasarkan Uji Duncan (p<0.05). Penentuan KHM dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran makro atau macrodilution. Prinsip metode ini adalah bahan antibakteri dikontakkan dengan suspensi bakteri pada konsentrasi tertentu. Konsentrasi ekstrak tertinggi yang digunakan adalah 16 mg/mL lalu dibuat pengenceran dengan kelipatan dua (16, 8, 4, dan 2 mg/mL) untuk kemudian dikontakkan dengan S. aureus. Jumlah awal bakteri yang ditambahkan dihitung berdasarkan metode BAM (2003) dan kontak dilakukan selama 24 jam menggunakan inkubator bergoyang untuk memudahkan terjadinya kontak yang merata antara bakteri uji dengan komponen antibakteri. Perbedaan kemampuan penghambatan masing-masing kosentrasi ekstrak etanol yang digunakan dapat dilihat dari perbedaan kekeruhan suspensi sebelum dan setelah inkubasi selama 24 jam (Gambar 8). Jumlah S. aureus yang tumbuh setelah inkubasi selama 24 jam dihitung kemudian ditentukan KHM-nya, dimana KHM adalah konsentrasi antibakteri yang mampu menurunkan jumlah bakteri sebanyak 1 logaritma dari jumlah awal (Cosentino et al. 1999). Penghambatan ekstrak etanol getah pepaya pada tabel 4 menunjukkan konsentrasi yang mampu menurunkan jumlah S. aureus sebanyak 1 logaritma dari jumlah awal pada konsentrasi 8 mg/ml, dimana konsentrasi awal yang digunakan adalah 1×105 CFU/ml dan jumlah akhir S. aureus yang dipaparkan dengan ekstrak etanol getah pepaya pada konsentrasi 8 mg/ml adalah sebesar 4,45×104 CFU/ml (Gambar 7). Komponen-komponen fitokimia yang terdapat pada ekstrak etanol getah pepaya berdasarkan Tabel 5 masing-masing diketahui memiliki peranan sebagai antibakteri. Alkaloid memiliki kemampuan menghambat beberapa bakteri seperti Escerichia coli, Stahpylococcus aureus, Klesbiella pneumonia, Bacillus subtilis, dan Pseudomonas aeruginosa (Maatalah et al. 2012). Komponen flavonoid yang diekstraksi dari tanaman juga diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri seperti Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klesbiella pneumonia, dan Escerichia coli (Hendra et
27
al. 2011). Saponin dilaporkan oleh Hassan et al. (2010) mampu menghambat Escerichia coli, Stahpylococcus aureus, Lactobacillus spp, dan Salmonella Typhimurium dan aktivitas antibakteri saponin ini dipengaruhi oleh gugus aglikon yang dimilikinya. Cowan (1999) melaporkan aktivitas komponen alkaloid sebagai senyawa antibakteri adalah dengan berinterkalasi dengan dinding sel dan atau dengan DNA, sedangkan terpenoid mampu mengakibatkan kerusakan membran sel. Komponen-komponen yang dikandung oleh ekstrak etanol getah pepaya inilah yang diduga berperan terhadap aktivitas antibakteri ekstrak etanol getah pepaya.
Gambar 7 Penghambatan ekstrak etanol getah pepaya terhadap S. aureus dengan metode pengenceran makro pada suhu 37 selama 24 jam Tabel 5 Komponen fitokimia ekstrak etanol getah pepaya Senyawa Alkaloid Flavonoid Fenol hidroquinon Steroid Triterpenoid Tanin Saponin
Ekstrak Etanol +++ + + ++ ++
Ket : (+) teridentifikasi; (-) tidak teridentifikasi
(a)
(b)
Gambar 8 Penentuan MIC ekstrak etanol getah pepaya, (a) sebelum inkubasi, (b) setelah inkubasi 24 jam
28
Pengaruh Getah Pepaya Kering terhadap Membran S. aureus Efek pemaparan selama 2 jam terhadap jumlah sel S. aureus Bedasarkan Gambar 9, getah pepaya kering dan ekstrak etanol mampu menurunkan jumlah S. aureus sebanyak 1 log setelah pemaparan selama 2 jam pada suhu 37 . Hal berbeda ditunjukkan oleh papain yang tidak menunjukkan efek reduksi terhadap S. aureus melainkan hanya mampu mempertahankan jumlah S. aureus selama kontak 2 jam. Penurunan jumlah S. aureus setelah pemaparan selama 2 jam menunjukkan getah pepaya kering dan ekstrak etanol getah pepaya memiliki kemampuan untuk mereduksi S. aureus. Gambar 9 menunjukkan papain tidak mengakibatkan efek reduksi terhadap jumlah S. aureus, hasil yang sama diperoleh setelah pemaparan selama 24 jam pada media TSB berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil ini memperlihatkan setelah 2 jam kemampuan papain menghambat pertumbuhan S. aureus tidak menunjukkan perubahan hingga waktu inkubasi 24 jam.
Gambar 9 Jumlah S. aureus setelah pemaparan dengan antibakteri selama 2 jam pada suhu 37 pada media TSB Kemampuan antibakteri menghambat pertumbuhan bakteri dapat berlangsung melalui beberapa mekanisme, di antaranya adalah gangguan pada membran, inaktivasi enzin, pengikatan ke protein sel dan interaksi dengan DNA sel (Cowan 1999). Salah satu mekanisme yang dianggap paling mungkin terjadi adalah terganggunya membran bakteri akibat aktivitas antibakteri seperti yang dilaporkan oleh Xing et al. (2009). Pemeriksaan efek antibakteri terhadap membran bakteri dapat dilakukan melalui bebapa metode seperti yang dilaporkan oleh O’Neil et al. (2004), di antaranya adalah dengan pemeriksaan kebocoran βgalaktosidase, kebocoran material yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang 260 nm, pelepasan ATP, dan pemeriksaan dengan BacLight. Pelepasan material sitoplasma Absorbansi supernatan masing-masing perlakuan menunjukkan terdapat perubahan untuk tiap konsentrasi yang digunakan. Sebagai kontrol negatif dan
29
pembanding digunakan suspensi antibakteri dalam larutan garam fisiologis. Pengukuran absorbansi yang dilakukan untuk masing-masing perlakuan menunjukkan perubahan nilai absorbansi seiring perubahan konsentrasi antibakteri yang digunakan, dimana semakin tinggi konsentrasi nilai absorbansi yang diperoleh juga semakin tinggi (Gambar 10). Perubahan nilai absorbansi supernatan menandakan terjadi perubahan jumlah komponen yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang 260 nm akibat aktivitas antibakteri. Material yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang 260 nm ini berasal dari dalam sel bakteri yang mengalami kebocoran akibat aktivitas antibakteri, sehingga semakin tinggi konsentrasi antibakteri yang digunakan jumlah material dalam sel yang dikeluarkan juga akan semakin banyak (Liu et al. 2004).
Gambar 10 Absorbansi supernatan S. aureus pada panjang gelombang 260 nm setelah pemaparan dengan antibakteri selama 2 jam Konsentrasi yang dimaksud adalah jumlah yang digunakan pada pembuatan dangke untuk getah pepaya kering dan papain serta nilai KHM untuk ekstrak etanol getah pepaya Kebocoran membran akibat aktivitas antibakteri dapat mengakibatkan beberapa efek bagi bakteri. Salah satunya adalah terlepasnya beberapa material yang terdapat di dalam sel seperti beberapa ion serta molekul-molekul yang berberat molekul rendah termasuk nukleotida dan komponen strukturnya (purin, pirimidin, pentosa, dan posfat inorganik), asam amino dan ion inorganik (Oonmetta-aree et al. 2006). Pelepasan material sitoplasma dari sel bakteri dapat diperiksa dengan mengukur absorbansi supernatan pada panjang gelombang 260 nm seperti yang dilakukan oleh Xing et al. (2009) dimana pada panjang gelombang tersebut, level purin dan pirimidin serta turunannya dapat diukur. Pengaruh atibakteri terhadap membran S. aureus ditentukan dengan terlebih dahulu memaparkan antibakteri dengan S. aureus pada beberapa konsentrasi, yaitu ½, 1, 2, dan 3 kali konsentrasi yang digunakan pada pembuatan dangke untuk getah pepaya kering dan papain serta ½, 1, dan 2 kali MIC untuk ekstrak etanol getah pepaya. Suspensi S. aureus yang berumur 18 sampai 24 jam terlebih dahulu disentrifugasi lalu diambil peletnya dan kemudian disuspensikan kembali pada larutan garam fisiologis. Suspensi S. aureus dengan konsentrasi 108 CFU/mL
30
kemudian dipaparkan dengan antibakteri pada berbagai konsentrasi dan diinkubasi selama 2 jam sesuai dengan waktu yang digunakan pada pembuatan dangke. Supernatan selanjutnya dipisahkan dengan sentrifugasi kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 260 nm. Getah pepaya kering mampu mengakibatkan kebocoran pada membran sel bakteri akibat aktivitas senyawa-senyawa aktif yang dikandungnya, antara lain adalah enzim papain, yang merupakan salah satu enzim proteolitik (El Moussaoui et al. 2001). Protein yang menyusun membran sel bakteri inilah yang menjadi target kerja papain yang terdapat pada getah pepaya. Terganggunya struktur protein pada membran sel mengakibatkan gangguan permeabilitas membran sel seperti yang dilaporkan oleh Seenivasan et al. (2010) membran sel bakteri Gram positif dilapisi oleh dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan yang mengandung GlcNAc, N-acetyl murmeric acid dan asam amino D- dan L- yang mampu berikatan dengan ion positif dari senyawa antibakteri. Ikatan yang terbentuk ini menyebabakan gangguan pada membran sel hingga terjadi kebocoran akibat perubahan tekanan osmotik Deteksi kebocoran membran S. aureus pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur densitas supernatan pada panjang gelombang 260 nm. Pengujian dengan mengukur OD 260 menurut merupakan metode yang paling efektif digunakan bila dibandingkan dengan metode yang lain sebab metode ini lebih cepat dan mudah dikerjakan serta memberikan hasil yang cukup akurat dibanding pengujian lainnya seperti pengukuran kebocoran potasium dan posfat (O’ Neill et al. 2004). Pengamatan dengan mikroskop fluoresens Hasil pengujian aktivitas antibakteri getah pepaya kering, papain, dan ekstrak etanol getah pepaya dengan menggunakan mikroskop fluoresens disajikan pada Gambar 11. Pada kondisi awal sel bakteri yang tidak dipaparkan bahan antibakteri dan diwarnai dengan DNA probe menunjukkan fluoresensi hijau (Gambar 11a). Pemaparan bahan antibakteri terhadap S. aureus mengakibatkan terganggunya membran sel yang diperlihatkan dengan perubahan warna fluoresensi menjadi merah (Gambar 11b). Gambar 11c memperlihatkan semakin tinggi konsentrasi antibakteri yang digunakan, jumlah sel yang berwarna merah yang terlihat semakin banyak. Fluoresensi hijau dan merah yang dihasilkan oleh S. aureus merupakan hasil dari interaksi antara pewarna yang digunakan dengan DNA bakteri. Pada penelitian ini digunakan dua jenis pewarna atau yang biasa disebut DNA probe yaitu SYBR Green dan propidium iodida. SYBR Green merupakan pewarna yang banyak digunakan untuk mewarnai DNA bakteri maupun sel lainnya. Hasil pewarnaan dengan SYBR Green menghasilkan fluoresensi yang tidak terlalu terang seperti yang tampak pada Gambar 11a, hal ini dikarenakan fluoresensi yang dihasilkan dari pewarnaan DNA menggunakan SYBR Green dapat hilang dalam waktu yang cepat seperti yang dilaporkan oleh Suzuki et al. (1997). Penggunaan SYBR Green sebagai pewarna pada penelitian ini dikarenakan proses pewarnaan yang lebih sederhana dan tidak memerlukan perlakuan RNA-se sehingga dapat memberikan hasil dalam waktu yang lebih cepat (Marie et al. 1997).Pemanfaatan SYBR Green untuk deteksi dan enumerasi bakteri telah digunakan pada beberapa penelitian, seperti
31
yang dilakukan Broadaway et al. (2003) yang mendeteksi keberadaan bakteri dalam jumlah yang sedikit dengan cepat menggunakan laser-cytometry. Vítová et al. (2005) menggunakan SYBR Green untuk mewarnai DNA Chlorophyta, Rhodophyta, dan Cyanophyta.
(a)
(b)
(c)
Gambar 11 Pewarnaan S. aureus dengan SYBR Green dan PI sebelum dan sesudah pemaparan dengan getah pepaya kering, (a) sebelum pemaparan (b) pemaparan dengan 1 kali konsentrasi antibakteri, (c) pemaparan dengan 3 kali konsentrasi antibakteri dengan perbesaran 10×100. Warna hijau menunjukkan bakteri dengan membran sel utuh, warna merah menunjukkan sel dengan membran yang rusak. Konsentrasi yang dimaksud adalah jumlah yang digunakan pada pembuatan dangke. Aktivitas antibakteri yang mampu mengakibatkan kebocoran membran sel bakteri dapat diperiksa dengan melakukan pewarnaan DNA bakteri yang menghasilkan fluoresensi pada eksitasi tertentu (Nocker et al. 2010). Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan dua jenis pewarna yang memiliki mekanisme yang berbeda sehingga dapat dijadikan pembeda antara sel yang hidup dan mati, metode pewarnaan yang banyak dilakukan adalah dengan menggunakan kit BacLight seperti yang dilakukan oleh Berney et al. (2007). Prinsip yang dimanfaatkan pada pengujian ini adalah mekanisme yang digunakan oleh pewarna untuk masuk ke dalam sel. Pewarna pertama yang digunakan adalah SYBR Green yang mampu berdifusi ke dalam sel dan mewarnai DNA sehingga terbentuk fluoresensi hijau di bawah mikroskop (Bennett et al. 2004). Hasil yang diperoleh dari pewarnaan menggunakan PI setelah pemaparan S. aureus dengan antibakteri menghasilkan fluoresensi merah, hal ini mengindikasikan terjadinya kebocoran pada membran sel. Hal ini dikarenakan propidium iodida (PI) merupakan pewarna yang hanya mampu masuk ke dalam sel melalui membran yang mengalami kebocoran. PI tidak mampu berdifusi melalui membran yang utuh karena ukuran molekulnya yang besar (BM 668,4) sehingga PI hanya dapat masuk ke dalam sel bila terdapat bagian yang lubang pada membran sel (Santo et al. 2011).
32
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan . Getah pepaya mampu mereduksi jumlah S. aureus pada media pertumbuhan, sedangkan papain tidak menunjukkan kemampuan mereduksi seperti getah pepaya melainkan hanya mampu mempertahankan jumlah S. aureus. Getah pepaya dan papain pada dangke menunjukkan kemampuan sebagai bakteriostatik terhadap S. aureus selama penyimpanan 24 jam pertama. Komponen bioaktif lain pada getah pepaya yang diekstrak menggunakan etanol menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan S. aureus berdasarkan metode penghambatan dengan difusi sumur dan pada media TSB. Getah pepaya serta senyawa yang dikandungnya mampu mengakibatkan gangguan pada membran S. aureus yang ditandai dengan keluarnya material sel yang diukur berdasarkan absorbansi 260 nm supernatan S. aureus dan melalui pengamatan menggunakan mikroskop fluoresens. Saran Pemeriksaan aktivitas antibakteri terhadap membran bakteri dapat dilakukan dengan beberapa macam metode, untuk penelitian yang akan datang pemeriksaan pengaruh antibakteri terhadap membran dapat dilakukan dengan metode yang lain untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Selain itu, efektifitas getah pepaya sebagai antibakteri perlu diuji pada produk pangan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adu OA, Akingboye KA, Akinfemi A. 2009. Potency of pawpaw (Carica papaya) latex as antihelmintic in poultry production. Bot Res Int 2(3). 139-142. Amri E, Mamboya F. 2012. Papain, a plant enzime of biological importance : A Review. Am J Biochem Bitechnol. 8(2). 99-104. doi: 10.3844/ ajbbsp.2012.99.104. Andrews JM. 2005. BSAC standardized disc susceptibility testing method (version 4). J Antimicrob Chemother 56: 60-76. doi: 10.1093/jac/dki124. Anuar NS, Zahari SS, Talib LA, Rahman MT. 2008. Effect of green papaya and ripe Carica papaya epicarp extracts on wound healing and during pregnancy . Food Chem Toxicol. 46, 2384-2389. [AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analytical of The Assosaition of Official Analytical Chemist. Washington DC (US): AOAC. Aravind G, Bhowmik D, Duraivel S, Harish G. 2013. Traditional and medicinal uses of Carica papaya. J Med Plant Stu 1(1). 7-15.
33
Aref HL, Salah KBH, Chaumont JP, Fekih A, Aouni M, Said K. 2010. In vitro antimicrobial activity of four Ficus carica Latex fractions against resistant human pathogens (antimicrobial activity of Ficus carica Latex). Pak J Pharm Sci 23(1). 53-58. Ashok CD, Prachu BM, Umesh JU, Manohar PV. 2011. Antibacterial and antioxidant activity of plant latex. J Pharm Res 4: 406-407. [BAM] Bacterial Analytical Manual (BAM). 2001. Chapter 3 Aerobic plate count. [FDA] Food and Drug Administration. [diunduh 30 Januari 2013]. Tersedia pada www.fda.gov. Baskaran C, Ratha bai V, Velu S, Kumaran K. 2012. The efficacy of Carica papaya leaf extract on some bacterial and a fungal strain by well diffusion method. Asian Pac J Trop Dis (2012). S658-662. Bennett TN, Paguio M, Gligorijevic B, Seudieu C, Kosar AD, Davidson E, Roepe PD. 2004. Novel, rapid, and inexpensive cell-based quantification of antimalarial drug efficacy. Antimicrob Agents Chemother 48(5): 18071810. doi: 10.1128/AAC.48.5.1807-1810.2004. Bergmeyer HU (ed). 1984. Methods of Enzymatic Analysis. Vol V. 3rd edition. 121. Weinheim (DE). Verlag Chemie. Berney M, Hammes F, Bosshard F, Weilenmann H, Egli T. 2007. Assessment an interpretation of bacterial viability by using LIVE/DEAD BacLight kit in combination with flow cytometry. Appl Environ Mircobiol 73(10). 32833290. doi:10.1128/AEM.02750-06. Broadaway SC, Barton SA, Pyle BH. 2003. Rapid staining and enumeration of small numbers of total bacteria in water by solid-phase laser cytometry. Appl Environ Microbiol 69(7). 4274-4273. doi: 10.1128/ AEM.69.7.4272–4273.2003. Caro Y, Villeneuve P, Pina M, Reynes M, Graille J. 2000. Investigation of crude papaya latex from carious Carica papaya varieties for lipid bioconversions. J Am Oil Chem Sos. 77(8): 891-902. Carson CF, Mee BJ, Riley TV. 2002. Mechanism of action of Melaleuca alternifolia (Tea Tree) oil on Staphylococcus aureus determined by timekill, lysis, leakage, and salt tolerance assays and electron microscopy. Antimicrob Agents Chemother. 46(6): 1914-1920. doi:10.1128/ AAC.46.6.1914–1920.2002. Chaiwut P, Nitsawang S, Shank L, Kanasawud P. 2006. A Comparative study on properties and proteolytic components of papaya peel and latex proteases. 2007. Chiang Mai J Sci. 34(1):109-118. Chanda I, Basu SK, Dutta SK, Das SRC. 2011. A protease isolated from the latex of Plumeria rubra Linn (Apocynaceae) 1: Purification and characterization. Antimicrob Agents Chemother. 10(6): 705-711. doi:10.4314/tjpr.v10i6.2. Cho S, Law J, Ng CK. 2009. Effect of growth at sub-lethal concentration of kanamycin on the cell membrane integrity and amount of capsular glucoronic acid in wild-type Escherichia coli and strain with cpsB mutation. J Exp Microbiol Immunol. 13: 29-35. Choliq A. 2008. Aktivitas enzim protease dari Mucor javanicus yang ditumbuhkan pada media tepung singkong (Mannihot utilissima). Berita Biologi. 9(3):299-303.
34
Conesa C, Rota C, Castillo E, Perez MD, Calvo M, Sanchez L. 2010. Effect of heat treatment on the antibacterial activity of bovine lactofer.rin against three foodborne pathogens. Int J Dairy Technol. 63(2):209-215. doi: 10.1111/j.1471-0307.2010.00567. Cosentino S, Tuberoso CIG, Pisano B, Satta M, Mascia V, Arzedi E, Palmas F. 1999. In-vitro Antimicrobial activity and chemical composition of sardinian Thymus essential oils. Lett Appl Microbiol. 29:130-135. Cowan MM. 1999. Plant Products as antimicrobial agents. Clin Microbial Rev. 12(4):564-582. De Oliveira LP, Barros LSS, Silva VC., Cirqueria MG., 2011. Study of Staphylococcus aureus in raw and pasteurized milk consumed in the Reconcavo area of the State of Bahia, Brazil. J Food Process Technol. 2(6):1-5. doi:10.4172/2157-7110.1000128. Di Giannatale E, Prencipe V, Tonelli A, Marfoglia C, Migliorati G. 2011. Characterisation of Staphylococcus aureus strains isolated from food for human consumption. Vet Italiana. 47 (2): 165-173. El Moussaoui A, Nijs M, Paul C, Wintjens R, Vincentelli J, Azarkan M, Looze Y. 2001. Review : Revisiting the Enzyme Storage in the Laticifers of Catica papaya in the Contxt of their possible participation in the plant defence mechanism. Cell Mol Life Sci. 58: 556-570. Eshamah H, Han I, Naas H, Rieck J, Dawson P. 2013. Bactericidal effects of natural tenderizing enzymes on Escherichia coli and Listeria monocytogenes. J Foor Res. 2(1):8-18. Esti M, Benucci I, Lombardelli C, Liburdi K, Garzillo AMV. 2013. Papain from papaya (Carica papaya L.) fruit and latex: Preliminary characterization in alcoholic-acidic buffer for wine application. Food Bioprod Process. (2013). 1-4. doi:10.1016/j.fbp.2013.02.003. [FDA] Food and Drug Administration. 2012. Bad Bug Book, Foodborne Pathogenic Mincroorganisms and Natural Toxins. Staphylococcus aureus. Second Edition. [diunduh 30 Januari 2013]. Tersedia pada www.fda.gov. Ganpati KS, Gurudas DR, Tukaran KU, Veerkumar BN, Suni MS. 2011. antimicrobial activity and phytochemical screening of fresh latex of Euphorbia thymifolia Linn. Int J Res Ayurveda Pharm. 2(5):1553-1555. Geantaresa E, Supriyanti FMT. 2010. pemanfaatan ekstrak kasar papain sebagai koagulan pada pembuatan keju cottage menggunakan bakteri. J Si Tek Kim. 1(1):38-43. Gurung S, Skalko-Basnet N. 2009. Wound healing properties of Carica papaya latex : in vivo evaluation in mice burn model. J Ethnoparm. 121: 338341. doi:10.1016/j.jep.2008.10.030. Ha M, Bekhit AED, Carne A, Hopkins DL. 2012. Characterisation of commercial papain, bromelain, actinidin and zingibain protease preparations and their activities toward meat proteins. Food Chem. 134:95-105. doi:10.1016/j.foodchem.2012.02.071. Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia. Penerjemah: Patmawinata K dan Soediro I. Edisi Kedua. Bandung (ID): Penerbit ITB.
35
Hatta W. 2013. Survei potensi pengembangan dangke susu sapi sebagai alternatif dangke susu kerbau di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan [disertasi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Hassan SM, Haq AU, Byrd JA, Berhow MA, Cartwright AL, Bailey CA. 2010. Haemolytic and antimicrobial activities of saponin-rich extract from guar meal. Food Chem. 119:600-605. doi: 10.1016/ j.foodchem.2009.06.066. Hendra R, Ahmad S, Sukari A, Ahukor MY, Oskoueian E. 2011. Flavonoid analysis and antimicrobial activity of various parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.) boerl fruit. Int J Mol Sci. 12:3422-3431. doi:10.3390/ijms12063422. Irena A. 2010. Isolasi dan optimasi protease bakteri termofilik dari sumber air panas tangkuban perahu Bandung [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Iswanto KN, Sudarminto, Saparianti E. 2009. Karakteristik aktivitas proteolitik enzim papain kasar (kajian zat pengaktif dan suhu pengeringan). Malang (ID). Universitas Brawijaya Malang. Iwalokun BA, Ogunledun A, Ogbolu DO, Bamiro SB, Jimi-Omojola J. 2004. In Vitro antimicrobial properties of aqueous garlic extract agaist multidrugresistant bacteria and Candida Species from Nigeria. J Med Food. 7(3): 327-333. Jadhav D, Rekha BN, Gogate PR, Rathod VK. 2009. Extraction of vanillin from vanilla pods: A comparison study of conventional soxhlet and ultrasound assisted extraction. J Food Eng. 93: 421-426. doi:10.1016/ j.jfoodeng.2009.02.007. Kareem SO, Akpan I, Ojo OP. 2008. Antimicrobial activity of Calotropis procera on selected pathogenic microorganism. Afr J Biomed Res. 11(2008). 105110. Klauth P, Wilhelm R, Klumpp E, Poschen L, Groemeweg J. 2004. Enumeration of soil bacteria with the green fluorescent nucleic acid dye Sytox green in the presence of soil particles. J Microbiol Method. 59:189-198. doi:10.1016/j.mimet.2004.07.004 Kongkiatpaiboon S, Gritsanapan W. Optimized extraction for hingh yield of insecticidal didehydrostemofoline alkaloid in Stemona collinsiae root extracts. Ind Crop Prod. 41: 371-374. doi:10.1016/j.indcrop.2012.04.047. Kusumadjaja AP, Dewi RT. 2005. Determination of optimum condition of papain enzyme from papaya var java (Carica papaya). Indo J Chem. 5(2):147151. Krishna KL, Paridhavi M, Patel JA. 2008. Review on nutritional, medicin and pharmalogical properties of Papaya (Carica papaya Linn.). Nat Prod Rad. 7(4):364-373. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006. Peningkatan produktivitas sapi perah untuk mendukung UMKM pengolah dangke. Buletin IptekdaLIPI. V (3). 1-6. Liu H, Du Y, Wang X, Sun L. 2004. Chitosan kills bacteria trough cell membran damage. Int J Food Microbiol. 95 (2):147-155. Maatalah MB, Bouzidi NK, Bellahouel S, Merah B, Fortas Z, Soumalini R, Saidi S, Derdour A. 2012. Antimicrobial activity of the alkaloid and saponin extract of Anabasis articulata. J Biotech Pharm Res. 3(3). 54-57.
36
Macalood JS, Vicente HJ, Boniao RD, Gorospe JG, Roa EC. 2013. Chemical analysis of Carica papaya L. crude latex. Am J Plant Sci. 4: 1941-1948. doi: 10.4236/ajps.2013.410240. Mahmood AA, Sidik K, Salmah. 2005. Wound healing activity of Carica papaya L. aquoeus leaf extract in rats. Int J Med Adv Sci. I (4): 398-401. Marie D, Partensky F, Jacquet S, Vaulot D. 1997. Enumeration and cell cycle analysis of natural population marine picoplankton by flow cytometry using the nucleic acid stain SYBR Green I. Am Soc Microbiol. 63(1): 186-193. Mrozik A, Piotrowska-Seget Z, Labuzek S. 2004. Cytoplasmic bacterial membrane responses to environmental perturbation. Pol J Environ Stud. 13(5): 487-494. Namita P, Mukesh R. 2012. Medicinal plants used as antimicrobial agents : A review. Int Res J Phar. 3(1): 31-40. Nitsawang S, Hatti-Kaul R, Kanasawud P. 2006. Purification of papain from Carica papaya Latex : aqueous two-phase extraction versus two-step salt precipitation. Enzyme Microb Techn. 39: 1103-1107. doi:10.1016/ j.enzmictec.2006.02.013. Nocker A, Richter-Heitmann T, Montijn R, Schuren F, Kort R. 2010. Discrimination between live and dead cells in bacterial communities from environmentasl water samples analyzed by 454 pyrosequencing. Int Microbiol. 13(2): 59-65. doi: 10.2436/20.1501.01.11. Normanno G, La Salandra G, Dambrosio A, Quaglia NC, Corrente M, Parisi A, Santagada G, Firinu A, Crisetti E, Celano GV. 2007. Occurence, characterization and antimicrobial resistance of enterotoxigenic Staphylococcus aureus isolated from meat and diary products. Int J Food Microbiol. 115: 290-296. doi:10.1016/j.ijfoodmicro.2006.10.049. O’Neill AJ, Miller K, Oliva B, Chopra I. 2004. Comparison of assays for detection if agents causing membrane damage in Staphylococcus aureus. J Antimicrob Chemother. 54: 1127-1129. doi: 10.1093/jac/dkh476. Oonmetta-aree J, Suzuki T, Gasaluck P, Eumkeb G. 2006. Antimicrobial properties and action of galangal (Alpina galanga Linn.) on Staphylococcus aureus. Lebensm Wiss Technol. 39: 1214-1220. doi:10.1016/j.lwt.2005.06.015. Otto CC, Cunningham TM, Hansen MR, Haydel SE. 2010. Effects of antibacterial mineral leachates on the cellular ultrastructure, morphology, and membrane integrity of Escherichia coli and methicillin-resistant Staphylococcus aureus. Annals Clin Microbiol Antimicrob. 9 (26). 1-13. Pakki E, Kasim S, Rewa M, Karangan S. 2009. Uji aktivitas antibakteri enzim papain dalam sediaan krim terhadap Staphylococcus aureus. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 13 (1). 21-24. Permanasari AG. 2008. Isolasi enzim dari getah pepaya dan pemanfaatannya dalam pembuatan dangke [Skripsi]. Makassar (ID). Politeknik Negeri Ujung Pandang. Raghavendra R, Mahadevan GD. 2011. In vitro antimicrobial activity of various plant latex against resistant human pathogens. Int J Pharm Pharm Sci. 3(4). 70-72.
37
Rhoades J, Roller S. 2000. Antimicrobial actions of degraded and native chitosan against spoilage organisms in laboratory media and foods. App Environ Microb. 66: 80-86. doi: 10.1128/AEM.66.1.80-86.2000. Rodrigues SP, Andrade JS, Ventura JA, Fernandes PMB. 2009a. New approach for papaya latex storage without virus degradation. Braz J Mirobiol. 40:122-124. Rodrigues SP, Da Cunha M, Ventura JA, Fernandes PMB. 2009b. Effects of the Papaya meleira virus on papaya latex structure and composition. Plant Cell Rep. 28:861-871. doi: 10.1007/s00299-009-0673-7. Rodriguez-Rojo S, Visentin A, Maestri D, Cocero MJ. 2012. Assisted extraction of rosemary antioxidants with green solvents. J Food En.g 109: 98-103. doi:10.1016/j.jfoodeng.2011.09.029. Santo CE, Lam EW, Elowsky CG, Quaranta D, Domaille DW, Chang CJ, Grass G. 2011. Bacterial killing by dry metallic copper surfaces. Appl Environ Microbiol. 77: 794-802. doi:10.1128/AEM.01599-10. Shah AM, Memon MS, Memon AN, Ansari AW, Arain BA. 2010. Analysis of protein by spectrophotometric and computer colour based intensity methode from stem pea (Pisum sativum) at different stages. Pak J Anal Environ Chem. 11(2). 63-71. Seenivasan R. Roopa L. Gheeta S. 2010. Investigation on purification, charachterization and antimicrobial activity of enzyme papain from Carica papaya Linn. J Pharm Res. 3 (5): 1092-1095. Singh P, Prakash A. 2010. Prevalence of coagulase positive pathogenic Staphylococcus aureus in milk and milk products collected from unorganized sector of agra. Acta Agr Slov. 96 (1): 37-41. Suzuki T, Fujikura K, Higashiyama T, Takata K. 1997. DNA Staining for fluorescence and laser confocal microscopy. J Histochem Cytochem. 45(1): 49-53. doi: 10.1177/002215549704500107. Torrent M, Shancez-Chardi A, Nogues MV, Boix E. 2010. Assessment of antimicrobial compounds by microscopy techniques. A. Méndez-Vilas and J. Díaz (Ed). Microscopy: Science, Technology, Applications and Education. FORMATEX. 1115-1126. Vítová M, Hendrychová J, Cepák V, Zachleder V. 2005. Visualization of DNAcontaining structures in various species of Chlorophyta Rhodophyta, and Cyanophyta using SYBR Green I Dye. Folia Microbiol. 50(4): 333-340. Wang J, Sun B, Cao Y, Tian Y, Li X. 2008. Optimisation of ultrasound-assisted extraction of phenolic compounds from wheat bran. Food Chem. 106:804-810. doi:10.1016/j.foodchem.2007.06.062. Wirdahayati RB. 2007. Upaya peningkatan produksi susu kerbau untuk kelestarian produk dadih di sumatera barat. Wartazoa. 17(4): 178-184. Xing K, Chen XG, Kong M, Liu CS, Cha DS, Park HJ. 2009. Effect of oleoylchitosan nanoparticles as a novel antibacterial dispersion system on viability, membrane permeability and cell morphology of Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Carbo Pol. 76:17-22. doi: 10.1016/j.carbpol.2008.09.016. Yapa PAJ, Deshapriya R. 1994. Some aspects of enhancement of protelolytic activity of papain. Vidyodaya J sci. 5(1): 99-106.
38
Yuniwati M, Yusran, Rahmadany. 2008. pemanfaatan enzim papain sebagai penggumpal dalam pembuatan. Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi. Yogyakarta. IST AKPRIND. Hal 127-130. Zakaria ZA, Jais AMM, Sulaiman MR, Mohamed Isa SSP, Riffin S. 2006. The in vitro antibacterial activity of methanol and ethanol extract of Carica papaya flowers and Mangifera indica leaves. J Pharmacol Toxicol. 1(3). 278-283.
39
Lampiran 1 Hasil analisa sidik ragam aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada media TSB dengan uji lanjut Duncan Jumlah sel awal Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah_sel_awal Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
17,474
Penggumpal
,011
2
Ulangan
,184
1
Error
,187
2
,094
Total
70,082
6
Model
69,895
186,685
,005
,005
,056
,947
,184
1,963
,296
a. R Squared = ,997 (Adjusted R Squared = ,992)
Jumlah_sel_awal a,b
Duncan
Penggumpal
N
Subset 1
Papain
2
3,3650
Kontrol
2
3,3950
Getah_pepaya
2
3,4650
Sig.
,764
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
Jumlah sel akhir Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah_sel_akhir Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
45,690
169,181
,006
46,500
2
23,250
86,089
,011
Ulangan
,411
1
,411
1,521
,343
Error
,540
2
,270
Total
183,301
6
Model Penggumpal
182,761
a. R Squared = ,997 (Adjusted R Squared = ,991)
40
Jumlah_sel_akhir a,b
Duncan
Penggumpal
N
Subset 1
2
Getah_pepaya
2
1,9850
Papain
2
3,7250
Kontrol
2
8,5650
Sig.
,079
1,000
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
Lampiran 2 Hasil analisa sidik ragam aktivitas antibakteri getah pepaya kering dan papain terhadap S. aureus pada dangke dengan uji lanjut Duncan Penyimpanan 0 jam Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah_sel Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
26,910
115,736
,009
Penggumpal
,276
2
,138
,594
,627
Ulangan
,008
1
,008
,035
,869
Error
,465
2
,233
Total
108,107
6
Model
107,642
a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,987)
Jumlah_sel a,b
Duncan
Penggumpal_dangke
N
Subset 1
papain 0 jam
2
3,9600
getah 0 jam
2
4,2450
CaSO4 0 jam
2
4,4850
Sig. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
,372
41
Penyimpanan 24 jam Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah_sel Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
35,329
1109,234
,001
1,939
2
,970
30,440
,032
Ulangan
,079
1
,079
2,491
,255
Error
,064
2
,032
Total
141,380
6
Model
141,316
Penggumpal
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = ,999)
Jumlah_sel a,b
Duncan
Penggumpal_dangke
N
Subset 1
2
getah 24 jam
2
4,3650
papain 24 jam
2
4,4700
CaSO4 24 jam
2
5,6200
Sig.
,616
1,000
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
Penyimpanan 48 jam Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah_sel Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
88,202
238,342
,004
Penggumpal
,601
2
,300
,812
,552
Ulangan
,002
1
,002
,005
,948
Error
,740
2
,370
Total
353,550
6
Model
352,810
a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,994)
42
Jumlah_sel a,b
Duncan
Penggumpal_dangke
N
Subset 1
papain 48 jam
2
7,2250
getah 48 jam
2
7,7950
CaSO4 48 jam
2
7,9650
Sig.
,330
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
Lampiran 3 Hasil analisa sidik ragam zona hambat ekstrak etanol getah pepaya kering terhadap S. aureus dengan uji lanjut Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Zona_hambat Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
6
66,600
298,352
,000
,529
1
,529
2,370
,199
229,818
4
57,455
257,384
,000
Error
,893
4
,223
Total
400,490
10
Model
399,597
Ulangan Ekstrak
a.
R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,994)
Zona_hambat Duncana,b Ekstrak
N
Subset 1
2
Etanol_8
2
,4100
Etanol_4
2
,5700
Etanol_16
2
,7550
Etanol_32
2
Etanol_100
2
Sig.
6,1700 12,6650 ,511
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
3
1,000
1,000
43
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan pada 13 Maret 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Arifalah Darminto dan Hesty. Penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 3 Makale. Pendidikan S1 ditempuh di Universitas Hasanuddin Program Studi Teknologi Hasil Pertanian tahun 2007 sampai 2011. Tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan. Karya ilmiah berjudul Reduksi Sel dan Perusakan Membran Staphylococcus aureus oleh Getah Pepaya Kering pada Dangke telah disajikan sebagai poster pada Seminar Nasional PATPI di Jember pada September 2013. Sebuah artikel dengan judul Aktivitas Antibakteri Getah Pepaya Kering terhadap Staphylococcus aureus pada Dangke telah dikirim ke Jurnal Teknologi dan Industri Pangan (JTIP). Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian S-2 penulis.