Vol 6 no 2 Th 2010
Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi
PENGGUNAAN ZAT WARNA “RHODAMIN B” PADA TERASI BERDASARKAN PENGETAHUAN & SIKAP PRODUSEN TERASI DI DESA BONANG KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG 1,2
Rahayu Astuti1, Wulandari Meikawati2, Siti Sumarginingsih3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang 3 Balai Besar POM Semarang Email:
[email protected]
ABSTRACT Background: Rhodamin B is colour substances who may not to add to food, based on PERMENKES No. 239/MEN.KES/PER/V/85, it is dangerous for health because it`s carsinogenic and poisonous substance. Purpose: This research aim to measure and analyze Rhodamin B on terasi based on the terasi producer`s knowledge and attitude in Bonang Village, Lasem District, Rembang Regency. Methods: This is Explanatory Research, the method that used to survey with the 30 sample. Responden is producer’s terasi. Terasi samples tested in laboratorium of “Balai Besar POM Semarang”. The statistical test used Chi Square Test or Fisher Exact Test. Results: Most of the terasi samples (70%) contains Rhodamin B. Responden’s knowledge about Rhodamin B the most classified “moderate” is 13 person (43,3%). The most of terasi’s producent (63,3%) don’t know about dangerous colour substances, 63,3% responden claim that Rhodamin B is food colour and they used to colouring the terasi. They argumented adding Rhodamin B to terasi in order to terasi’s colour more attractive. But most of responden (60%) have attitude was “support”, this means that most of producent have positive attitude (support) this means that responden not agree with using Rhodamin B to terasi., although in practice adding it to terasi. Conclusions: There is a significant association between the level of producer’s knowledge with the used of Rhodamin B on terasi (p-value 0,0031) and there is a significant association too between the producer’s attitude with the used of Rhodamin B on terasi (p-value 0,049) in Bonang Village, Lasem District, Rembang Regency. Keywords: Knowledge, Attitude, Rhodamin B, Terasi
ABSTRAK Latar belakang: Rhodamin B adalah zat warna yang tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan menurut PERMENKES No. 239/MEN KES/PER/V/85 merupakan bahan berbahaya bagi kesehatan karena bersifat racun dan karsinogenik. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis Rhodamin B pada terasi berdasarkan pada pengetahuan dan sikap produsen di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupeten Rembang. Metode: Penelitian ini merupakan “Explanatory Research”, metode yang digunakan adalah survey menggunakan 30 sampel. Responden adalah produsen terasi. Sampel terasi diuji di laboratorium “Balai Besar POM Semarang”. Uji satatistik yang digunakan adalah Uji Chi Square Test atau Fisher Exact. Hasil: Sebagian besar sampel terasi (70%) mengandung Rhodamin B. Pengetahuan responden tentang Rhodamin B sebagian besar dikategorikan “sedang” sebanyak 13 orang (43,3%). Sebagian besar produsen terasi (63,3%) tidak mengetahui tentang zat warna yang berbahaya, 63,3% responden juga mengatakan Rhodamin B adalah pewarna untuk makanan dan mereka menggunakannya untuk pewarna dalam terasi. Mereka beralasan menambahkan Rhodamin B ke terasi agar warrna terasi lebih menarik. Namun sebagian besar responden (60%) bersikap mendukung, hal ini menununjukkan bahwa sebagian besar produsen terasi bersikap positif (mendukung) artinya tidak setuju akan pemakaian
http://jurnal.unimus.ac.id
21
Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati
J Kesehat Masy Indones
Rhodamin B sebagai pewarna dalam terasi, walaupun dalam prakteknya menambahkannya ke dalam terasi. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan produsen dengan penggunaan zat warna Rhodamin B (p-value=0,0031) dan ada hubungan signifikan antara sikap produsen dengan penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi (p-value=0,049) di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Rhodamin B, Terasi.
PENDAHULUAN Rhodamin B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri tekstil. Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan mengandung Rhodamin B diantaranya kerupuk (58%), terasi (51%), dan makanan ringan (42%). Zat ini juga banyak ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap dan cendol. Rhodamin B sering digunakan sebagai zat pewarna pada kertas dan tekstil, zat ini paling berbahaya bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Dampaknya baru akan kelihatan setelah puluhan tahun kemudian. Zat ini tidak layak untuk dikonsumsi, jika sudah masuk dalam tubuh, maka akan mengendap pada jaringan hati dan lemak, tidak dapat dikeluarkan, dalam jangka waktu lama bisa bersifat karsinogenik 1. Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MenKes/Per/IX/88, Rhodamin B merupakan salah satu bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan 2. Dari hasil penelitian yang dilakukan Balai Besar POM Yogyakarta, Semarang, maupun Medan, menunjukkan setengah dari contoh produk pangan mengandung bahan tambahan pangan terlarang. Zat tambahan berbahaya yang paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna Rhodamin B dan methanyl yellow 3. Laporan tahunan Balai Besar POM Semarang tahun 2008 dari 33 sampel terasi yang dibeli dari penjual di Jawa Tengah baik yang di swalayan maupun pasar tradisional menunjukan sebanyak 18 (55%) terasi positif mengandung Rhodamin B 4. Sedangkan terasi yang beredar di kota Probolinggo sebagian besar adalah terasi udang, berwarna merah dan coklat, berwujud padat. Hasil uji laboratorium terhadap 10 sampel terasi menunjukkan 100% terasi mengandung bahan tambahan berbahaya yaitu Rhodamin B dan 40% mengandung formalin. Dari terasi yang telah diketahui mengandung Rhodamin B, sebagian besar (90%) berwarna merah. Agar dilakukan penyebarluasan informasi tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang aman terutama pewarna dan pengawet pada terasi untuk meningkatkan pengetahuan, kepedulian serta tanggung jawab produsen, distributor dan konsumen, serta peningkatan pengawasan yang berkelanjutan terhadap keamanan pewarna dan pengawet terasi yang beredar 5. Dari data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak di perbolehkan (Rhodamin B) masih dilakukan sehingga http://jurnal.unimus.ac.id
22
Vol 6 no 2 Th 2010
Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi
dipandang perlu untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. Penelitian dilakukan pada produsen terasi di Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Masalah yang akan diteliti adalah tentang penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi yang dihubungkan dengan pengetahuan dan sikap produsen terasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan hubungan antara pengetahuan dan sikap produsen terasi dengan keberadaan Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya di Bonang Lasem Rembang. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian ”Explanatory Research” yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis, dengan metode survei dan teknik pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner yang dilengkapi dengan uji laboratorium, dengan pendekatan belah lintang (Cross Sectional) dimana variabel bebas dan variabel terikat yang diteliti diambil dan diukur pada waktu yang bersamaan dan diobservasi sekali saja 6. Sebagai populasi dalam penelitian ini produsen terasi di desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang yang berjumlah 30 orang sedangkan Sampel diambil seluruhnya dari anggota populasi (sampling jenuh) sebanyak 30 orang. Sampel terasi yang diuji di laboratorium sebanyak 30 untuk mengetahui penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi yang diproduksi oleh masingmasing produsen terasi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap produsen terasi, sedangkan variabel terikatnya adalah penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square. HASIL DAN PEMBAHASAN : Analisis Univariat Karakteristik Produsen terasi Pada Tabel 1, 2 dan 3, dapat diketahui gambaran mengenai jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan responden yang merupakan sampel dari penelitian ini. Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin . Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Jumlah
http://jurnal.unimus.ac.id
Jumlah 8 22 30
Persentase (%) 26,7 73,3 100,0
23
Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati
J Kesehat Masy Indones
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur . Umur Jumlah Persentase (%) 31 – 40 8 26,7 41 – 50 11 36,7 51 – 60 7 23,3 61 – 70 4 13,3 Jumlah 30 100,0 Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan . Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Sarjana Jumlah
Jumlah 2 13 11 3 1 30
Persentase (%) 6,7 43,3 36,7 10,0 3,3 100,0
Sebagian besar responden adalah perempuan sebanyak 22 orang (73,3%). Usia responden persentase terbesar antara 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 11 orang (36,7%) yang masih tergolong usia produktif. Dilihat dari pendidikannya, persentase terbanyak responden berpendidikan tamat SD sebanyak 13 orang (43,3%). Pengetahuan responden tentang Rhodamin B Tingkat pengetahuan produsen didasarkan pada pengetahuan mereka tentang sejauh mana pengertian mereka tentang zat warna Rhodamin B, apakah kegunaan dari zat warna Rhodamin B dan bagaimana dampak dari penggunaan zat warna Rhodamin B tersebut. Tingkat pengetahuan produsen dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan tentang Rhodamin B . Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah
Jumlah 7 13 10 30
Persentase (%) 23,3 43,3 33,3 100,0
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang Rhodamin B persentase terbanyak dalam kategori cukup yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). http://jurnal.unimus.ac.id 24
Vol 6 no 2 Th 2010
Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi
Sebagian besar produsen terasi (63,3%) tidak mengetahui tentang zat warna yang berbahaya, 63,3% responden juga mengatakan Rhodamin B adalah pewarna untuk makanan dan mereka menggunakannya untuk pewarna dalam terasi. Mereka menambahkannya dengan alasan agar warna terasi lebih menarik, hal ini dinyatakan oleh 70% responden. Mereka juga tidak mengetahui bahaya menambahkan Rhodamin B dalam makanan. Terasi yang bermutu baik teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek, dengan kandungan protein 15-20 %, warna asli seperti tanah yakni coklat kehitam-hitaman. Sikap responden tentang Rhodamin B Sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif (mendukung) dan sikap negatif (tidak mendukung). Penilaian sikap dalam penelitian ini didasarkan pada bagaimana tanggapan produsen terasi terhadap penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya dan dapat dilihat pada Tabel.5 Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap tentang Rhodamin B . Sikap tentang Jumlah Rhodamin Mendukung 18 (positif) Tidak mendukung 12 (negatif) Jumlah 30
Persentase (%) 60,0 40,0 100,0
Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden bersikap mendukung yaitu sebesar 18 orang (60%), sisanya bersikap tidak mendukung. Hal ini mununjukkan bahwa sebagian besar produsen terasi bersikap positif (mendukung) artinya tidak setuju akan pemakaian Rhodamin B sebagai pewarna dalam terasi dan sikap tidak mendukung berarti setuju terhadap penggunaan Rhodamin B ditambahkan pada terasi.
Identifikasi zat warna Rhodamin B pada terasi Hasil Uji Laboratorium sampel terasi Terasi hasil produksi responden diuji di laboratorium untuk mengetahui ada atau tidak ada zat warna Rhodamin B dan dilakukan uji kualitatif. Adapun hasil uji laboratorium seperti pada Tabel 6.
http://jurnal.unimus.ac.id
25
Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati
J Kesehat Masy Indones
Tabel 6. Distribusi frekuensi penggunaan zat pewarna Rhodamin B . Zat Pewarna Jumlah % Rhodamin B Ada Rhodamin B 21 70,0 (positif) Tidak ada 9 30,0 Rhodamin B (negatif) Jumlah 30 100,0 Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar (70%) terasi yang diperiksa mengandung Rhodamin B. Zat warna Rhodamin B sangat berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika dikonsumsi jangka panjang, Rhodamin B bisa memicu kanker jika dikonsumsi tahunan, karena bukan pewarna untuk makanan, karena Rhodamin B tidak bisa larut dicerna oleh tubuh, meskipun kadar Rhodamin B dalam terasi sangat kecil, lambat laun akan terjadi penumpukan dalam tubuh manusia. Penggunaan Rhodamin B dalam terasi disebabkan oleh ketidakpahaman produsen terhadap bahaya zat pewarna tersebut. Padahal, sebenarnya cita rasa bahan makanan itu tidak akan berubah tanpa zat pewarna itu. Banyak produsen memakai Rhodamine B karena harganya murah dan warnanya mencolok. Terasi yang mengandung zat pewarna berbahaya itu bisa dikenali melalui tampilan fisiknya yang berwarna merah mencolok dan berpendar . Analisis Bivariat Hubungan Pengetahuan Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna Rhodamin B pada Terasi Hasil penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan produsen terasi dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tabulasi Silang Hubungan Antara Pengetahuan Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna Rhodamin B pada Terasi Pengetahuan
Hasil Uji Kualitatif Jumlah Rhodamin B Ada Tidak ada Baik 4 3 7 (57,1%) (42,9%) (100,0%) Cukup 7 6 13 (53,8%) (46,2%) (100,0%) Kurang 10 0 10 (100,0%) (0%) (100,0%) Jumlah 21 9 30 (70,0%) (30,0%) (100,0%) Pada Tabel 7 menunjukkan sebagian besar responden yang berpengetahuan baik namun ternyata (57,1 %) masih menggunakan Rhodamin B http://jurnal.unimus.ac.id
26
Vol 6 no 2 Th 2010
Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi
dalam terasi yang diproduksinya, demikian pula responden dengan pengetahuan cukup, sebanyak 53,8% menggunakan Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Dari 10 responden yang pengetahuannya kurang, seluruhnya menggunakan Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Hasil analisis Fisher Exact Test menunjukkan p value 0,031 (lebih kecil dari α, 0,05). Hal ini dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden tentang Rhodamin B dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya. Terlihat responden yang kurangnya pengetahuan tentang Rhodamin B, seluruhnya menambahkan Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Menurut Notoatmodjo, 2003 7, faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal bagi seseorang dalam berperilaku. Sedangkan menurut kerangka kerja Precede dari Green, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Pada umumnya orang yang berperilaku baik sudah mempunyai pengetahuan yang baik pula. Sebaliknya perilaku yang kurang pada seseorang didasari oleh pengetahuan yang kurang. Dalam penelitian ini perilaku produsen terasi ditentukan oleh pengetahuaannya. Produsen yang mempunyai pengetahuan baik tentang larangan penggunaan Rhodamin B serta bahayanya cenderung tidak menggunakan zat warna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Demikian pula produsen yang mempunyai pengetahuan cukup cenderung untuk tidak menggunakan zat warna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Sebaliknya produsen yang mempunyai pengetahuan kurang tentang Rhodamin B akan menggunakan zat warna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Hubungan Sikap Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna Rhodamin B pada Terasi Hubungan sikap produsen dengan penggunaan Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tabulasi Silang Hubungan Antara Sikap Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna Rhodamin B pada Terasi Sikap Hasil Uji Kualitatif Jumlah Rhodamin B Ada Tidak ada Mendukung 10 8 18 (55,6%) (44,4%) (100%) Tidak mendu11 1 12 kung (91,7%) (8,3%) (100%) 9 30 Jumlah 21 (70,0%) (30,0%) (100,0%) Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 18 orang yang bersikap positif (mendukung) terdapat 10 orang (55,6%) menggunakan zat pewarna Rhodamin B http://jurnal.unimus.ac.id
27
Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati
J Kesehat Masy Indones
dalam terasi yang diproduksinya dan 8 orang (44,4 %) tidak menggunakan zat pewarna Rhodamin B. Responden yang bersikap negatif (tidak mendukung) hampir seluruhnya menggunakan zat pewarna Rhodamin B yaitu 11 orang (91,7%) dan hanya 1 orang (8,3%) yang tidak menggunakan zat pewarna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Berdasarkan pengujian Fisher Exact Test diperoleh nilai p value sebesar 0,049 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap produsen dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya. Sikap produsen yang tidak mendukung diantaranya dengan mempertimbangkan harga Rhodamin B yang relatif lebih murah dibanding zat warna alami sehingga lebih menguntungkan. Selain itu pewarna Rhodamin B lebih tahan lama dibanding zat warna alami sehingga lebih menarik bagi pembeli. Pada umumnya sikap menentukan perilaku, tetapi kadang-kadang antara sikap dan perilaku tidak konsisten, artinya sikap tidak setuju tetapi melakukan tindakan juga. Demikian juga pada penelitian ini, meskipun 60% (18 orang) produsen memiliki sikap mendukung, tetapi terdapat 55,6% (10 orang) menggunakan zat pewarna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Sikap dan perilaku yang tidak konsisten ini, kemungkinan disebabkan oleh rendahnya pengetahuan produsen tentang pewarna yang diperbolehkan maupun yang dilarang. Dengan kata lain, produsen memiliki kemauan untuk menggunakan zat warna yang tidak berbahaya bagi kesehatan (zat warna yang diperbolehkan) akan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membedakan zat warna yang dilarang dan yang diperbolehkan, maka pengetahuan produsen perlu ditingkatkan. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan peran aktif produsen untuk mengikuti acara-acara atau pertemuan yang berkaitan dengan pangan atau pertemuan yang berkaitan dengan peran atau melalui peran aktif pemerintah melalui penyuluhan kepada produsen secara perseorangan maupun secara bersama-sama. Faktor lain yang kemungkinan berpengaruh adalah ketersediaan zat warna di toko-toko terdekat dan dalam kemasan-kemasan terkecil sekalipun. Dalam hal ini penjual bahan kimia termasuk dalam prioritas utama. Penjual zat warna dalam hal ini sebagai orang yang dianggap lebih mengetahui oleh produsen terasi, juga perlu mendapatkan informasi yang benar mengenai zat warna yang diperbolehkan untuk pangan, dengan ini penjual berkewajiban memberikan informasi yang sebenarnya mengenai zat warna sesuai dengan yang akan dipakai. Pengetahuan dan sikap bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Belum tentu mereka yang berpengetahuan dan bersikap baik dapat dipastikan tidak menggunakan zat warna Rhodamin B karena terbukti bahwa dalam penelitian ini mereka yang berpengetahuan baik dan bersikap positif (mendukung) masih menggunakan zat warna Rhodamin B. Dari hasil wawancara peneliti dengan responden diketahui bahwa sebenarnya responden memiliki kemauan untuk menggunakan zat warna yang diperbolehkan untuk makanan, tetapi karena harganya lebih mahal sehingga responden merasa keberatan dan zat warna untuk makanan warnanya tidak menarik/mudah memudar sehingga konsumen tidak menyukainya, meskipun demikian mereka berkeinginan untuk menggunakannya dengan syarat bahwa hal ini harus dilakukan oleh semua http://jurnal.unimus.ac.id
28
Vol 6 no 2 Th 2010
Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi
produsen terasi di desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, sehingga kemungkinan konsumen tetap mau untuk membeli terasi tersebut. Hal ini juga didukung oleh Dinas Kesehatan setempat untuk menyediakan zat warna yang diperbolehkan untuk makanan sehingga produsen diharapkan tidak menggunakan zat warna yang dilarang untuk makanan. KESIMPULAN Sebagian besar (70%) terasi yang diteliti mengandung Rhodamin B. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan produsen dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya dan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap produsen dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya. Saran bagi Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) melalui Dinas Kesehatan Kota (DKK) setempat hendaknya lebih memperhatikan produsen terasi yaitu dengan melakukan pembinaan dan pengawasan sehingga diharapkan produsen terasi tidak menggunakan zat pewarna yang dilarang untuk bahan pangan. Selanjutnya Balai POM melalui DKK setempat bisa memberikan sangsi tegas supaya produsen tidak meremehkan, dapat melakukan pengawasan dengan pengambilan sampel dan memberikan peringatan baik berupa teguran lisan maupun teguran tertulis terhadap produsen yang masih menggunakan zat warna yang dilarang. DAFTAR PUSTAKA 1. Food Watch Sistem Keamanan Terpadu. 2004. Bahan Tambahan Ilegal Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Food Watch. Jakarta. 2. Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/PER/IX/88 dalam Wisnu Cahyadi, 2008, Analis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan, Bumi Aksara. 3. Departemen Kesehatan RI. 2006. Bahaya Penggunaan Rhodamin B sebagai Pewarna Makanan. http://www,depkes.go.id/index.pt.p?option=viewarticle&sid=1556. Diakses tanggal 29 Januari 2008. 4. Balai Besar POM Semarang. 2008. Laporan Hasil Pengujian Deputi III. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan. Semarang 5. Laraswati,Y. 2006 Keamanan Terasi ditinjau dari Penggunaan Bahan Tambahan Pewarna dan Pengawet Sintetis: http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl.s1-2008 6. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta 7. Mutia SN. 2009. Sehatkan Jajanan di Sekolah? Jurnal Tekhnologi Pangan dan Gizi Universitas Djuanda Bogor, 16 March 2009. 8. Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.PT.Rineka Cipta. Jakarta.
http://jurnal.unimus.ac.id
29