1
PENGGUNAAN VIDEO MONOLOG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 4 GEROKGAK
oleh
Ursula Christi Oktalia, NIM 0912011043 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
ABSTRAK
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan (1) mendeskripsikan penggunaan video monolog mampu atau tidak meningkatkan kemampuan siswa, (2) langkah-langkah yang tepat dalam penerapan media video monolog, (3) mendeskripsikan respons siswa terhadap penggunaan video monolog. Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak yang berjumlah 36 orang. Objek penelitian ini adalah penggunaan video monolog, langkah-langkah, dan respons siswa terhadap penggunaan video monolog dalam pembelajaran berbicara, khususnya bercerita. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, tes, dan metode angket/kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) tercapainya peningkatan kemampuan bercerita siswa berkat digunakannya media video monolog, (2) terdapat beberapa langkah dengan menggunakan video monolog untuk meningkatkan kemampuan bercerita siswa. Langkah-langkah tersebut menekankan pada pembelajaran bercerita dibantu dengan video monolog dan cerita langsung dari guru yang membuat siswa melakukan kegiatan bercerita dengan lebih baik, dan (3) siswa memberikan tanggapan sangat positif terhadap penggunaan video monolog dalam pembelajaran bercerita.
Kata kunci: video monolog, bercerita
2
THE USE OF MONOLOUGE VIDEOS TO IMPROVE THE STUDENTS’ ABILITY IN SMP NEGERI 4 GEROKGAK IN VII B CLASS TO TELL STORY
By Ursula Christi Oktalia, NIM 0912011043 Indonesian Language and Literature Department
Abstract This Classroom Action Research aimed (1) to describe the use of monologue videos whether can improve students’ ability or not, (2) the proper steps in the application of monologue videos as a media, (3) describe the response of students to the use of monologue videos. Subjects in this study were teachers and students of SMP Negeri 4 Gerokgak in VII B class which were 36 people. Object of this study were the use of monologue videos, the steps, and the students’ responses to the use of monologue videos in learning to speak, especially storytelling. Data collection methods that were used in this study were observation, tests, and inquiry/questionnaire methods. Data were analyzed by using descriptive qualitative and descriptive quantitative techniques. The results of this study were (1) an increase of students’ ability in to speak because of the use of monologue videos as a media, (2) there were several steps in using monologue videos to enhance students' storytelling ability. These steps emphasized in learning to tell story by helps of monologue videos and direct stories from the teachers who made the students performed better storytelling activities, and (3) students responded very positively to the use of monologue videos in learning to tell story.
Keywords
: monologue videos, storytelling
3
PENDAHULUAN Bahasa mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, baik interaksi antarindividu maupun interaksi sosial. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Depdiknas, 2008: 116). Hal ini senada dengan pendapat Martha (2009: 1) yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi yang tersusun oleh bunyi-bunyi bahasa dengan sistem tertentu, yang disepakati oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Sebagai alat komunikasi, bahasa mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Informasi tersebut tentunya mengandung pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada pembicara sehingga pikiran dapat diterima dan dimengerti oleh lawan bicaranya, baik secara lisan maupun tertulis. Agar setiap individu dapat menyampaikan pikiran, keinginan dan perasaannya dengan baik diperlukan adanya keterampilan. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah, keterampilan berbahasa terdiri atas empat aspek, yaitu keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan keterampilan berbicara. Seseorang dapat dikatakan terampil berbahasa apabila seseorang tersebut terampil dalam hal membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Oleh karena itu, keempat keterampilan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat karena keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan. Keterampilan berbicara sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa mempunyai peran penting di dalam kehidupan manusia. Dapat dikatakan demikian karena keterampilan berbicara dipandang memiliki peranan sentral dalam tujuan pembelajaran bahasa. Berbicara merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan manusia dalam berkomunikasi. Berbicara merupakan bentuk komunikasi manusia yang paling esensial yang membedakan manusia dengan yang lainnya sebagai suatu spesies (Larry King dalam Wendra, 2006: 3). Sejalan dengan itu, Tarigan (1983: 15) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
4
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Melalui berbicara, kita dapat mengungkapkan suatu hal yang kita rasakan kepada seseorang. Oleh karena itu, berbicara sangatlah penting dilakukan. Pentingnya berbicara terlihat dari aktivitas seseorang dalam kesehariannya. Tanpa berbicara kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Hampir setiap saat kita menghabiskan waktu hanya untuk berbicara kepada seseorang. Pekerjaan yang dipilih membutuhkan keterampilan berbicara sebagai penunjang. Sebagai orang yang berpendidikan, keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai. Penting untuk dikuasai karena keterampilan berbicara merupakan tingkah laku yang paling distingtif dan berarti (Wendra, 2009: 16). Oleh karena itu, keterampilan berbicara diajarkan di sekolah-sekolah. Salah satu bentuk keterampilan berbicara di sekolah, yakni bercerita. Bercerita merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, baik mengungkapkan pendapat, pikiran, gagasan dan perasaan yang pernah dialami. Bercerita memang bukan hal yang baru dalam pembelajaran berbicara. Cerita lebih menarik jika dalam penyampaiannya tepat, baik dari segi diksi, intonasi, maupun kronologi cerita yang ingin disampaikan. Jika dilihat sekilas memang kegiatan bercerita dianggap mudah oleh masyarakat pada umumnya. Walaupun masyarakat berpendapat demiikian, bukan berarti semua orang mampu bercerita dengan baik. Keterampilan bercerita bagi siswa merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting untuk dikuasai. Mengingat begitu pentingnya keterampilan berbicara, khususnya bercerita, dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat,
dalam dunia pendidikan, pembelajaran keterampilan
berbicara
dimasukkan ke dalam kurikulum dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Kurikulum yang dimaksud, khususnya kurikulum dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, yaitu sejak Kurikulum 1986 sampai dengan Kurikulum 2006 (KTSP) yang sedang berlaku. Tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia dalam KTSP, baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA adalah siswa mempunyai kemahiran dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan mendengar,
5
berbicara, membaca, dan menulis secara terpadu yang dijiwai oleh kemampuan bernalar secara sistematis (Suyono dalam Jumantini, 2011: 1). Artinya, yang menjadi fokus pembelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP adalah mewujudkan siswa yang terampil dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tertulis. Supaya siswa terbiasa berbicara, guru harus memberikan pelatihan secara berkesinambungan. Pelatihan berbicara dapat diselipkan oleh guru saat pembelajaran berlangsung, seperti memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab dan mengajukan pertanyaan mengenai materi yang dipelajari dan menceritakan pengalaman yang dialami siswa sebelum mengikuti pelajaran. Seiring dengan konsep KTSP, dalam pembelajaran berbicara tentunya siswa harus aktif dan lebih banyak berbicara, sedangkan guru bertindak hanya sebagai pengarah dan fasilitator. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 4 Gerokgak, yaitu Bapak Made Witara, S. Pd., Ina., mengatakan bahwa selama ini siswa tidak senang pembelajaran berbicara, khususnya bercerita. Hal ini disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri saat siswa berbicara. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa lebih banyak memilih berdiam diri daripada berbicara. Adakalanya juga, siswa bermain-main ataupun mengobrol dengan teman sebangkunya saat pelajaran berlangsung. Di samping itu, terkadang siswa ada pula yang mengantuk saat guru menjelaskan materi yang diajarkan. Kendala-kendala seperti itu sudah biasa terjadi. Kendala tersebut bisa saja terjadi karena siswa bosan atau kurang menikmati pelajaran, karena saat menyajikan materi guru kurang mampu menarik perhatian siswa. Ketika siswa diberikan suatu topik tertentu oleh guru, apalagi topik yang diberikan kurang menarik bagi siswa, tidak dikuasai oleh siswa, siswa akan sulit bercerita dengan topik yang diberikan. Hal inilah yang membuat siswa takut untuk bercerita di depan kelas. Siswa takut dan malu tampil di depan kelas untuk bercerita. Hal ini dikarenakan oleh yang diceritakan tidak sesuai dengan topik yang diberikan oleh guru. Di samping itu, siswa biasanya takut dan malu jika cerita yang disampaikan kurang menarik atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
6
Dalam pembelajaran di sekolah guru jarang menggunakan media saat pembelajaran berlangsung. Hanya sesekali saja guru menggunakan media sebagai alat bantu pembelajaran saat proses belajar mengajar berlangsung. Guru hanya berceramah kepada siswa saat memberikan materi pelajaran. Hal itulah yang menyebabkan siswa terkadang tidak tertarik dengan materi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian ini dengan menggunakan media pembelajaran, khususnya media video monolog untuk menarik perhatian siswa saat pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini siswa dapat berbicara dengan baik, khususnya dalam hal bercerita. Hambatan yang dikemukakan di atas merupakan hambatan berbicara pada umumnya. Terjadinya kendala dalam peningkatan kemampuan berbicara siswa, khususnya bercerita seperti dipaparkan di atas, juga terjadi di SMP Negeri 4 Gerokgak. Berdasarkan observasi awal, kemampuan berbicara siswa di kelas VII B, khususnya bercerita masih kurang karena belum mencapai standar ketuntasan. Hal itu terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa hanya mencapai 66,70, sedangkan KKM di sekolah tersebut adalah 71,00. Kegiatan bercerita merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Kegiatan menceritakan pengalaman pribadi pada jenjang SMP kelas VII diwujudkan dengan standar kompetensi yang berbunyi mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita. Kompetensi dasarnya berbunyi bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Dari kompetensi dasar tersebut dirumuskan beberapa indikator, yakni (1) siswa mampu menyebutkan pokok-pokok cerita; (2) siswa mampu menyusun pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang baik dan menarik; dan (3) siswa mampu bercerita dengan urutan yang baik, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat (Silabus kelas VII). Kurangnya kemampuan siswa di kelas VIIB dalam berbicara, khususnya bercerita disebabkan oleh tidak tepatnya strategi yang digunakan selama mengajar. Kebiasaan buruk yang mungkin tanpa sadar telah dilakukan guru, yaitu guru sering membatasi topik pembicaraan serta kurangnya penggunaan media yang inovatif
7
dalam pembelajaran berbicara. Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru cenderung menggunakan metode ceramah yang sifatnya teoretis, kemudian dilanjutkan dengan penguasaan tanpa menggunakan media. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya minat berbicara siswa. Di sinilah peran dan tugas guru untuk menyediakan suasana yang menyenangkan selama proses belajarmengajar. Guru harus mencari cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Djamarah (2002: 137-138) menyatakan bahwa kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting dalam proses belajar-mengajar. Dalam kondisi ini, media pembelajaran yang digunakan memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru. Berdasarkan hal tersebut, media pembelajaran sangatlah penting untuk membantu kelancaran proses belajar-mengajar. Setiap media pembelajaran baik audio, visual maupun audio-visual tidaklah selalu sempurna jika digunakan sebagai alat bantu mengajar di sekolah. Contohnya video, film dokumenter, drama, dan juga televisi. Masing-masing media tersebut pastinya memiliki kekurangan dan kelebihan, baik dari penyajiannya maupun dari peralatan yang akan digunakan. Peneliti harus mampu melihat kekurangan dan kelebihan media pembelajaran yang nantinya akan digunakan. Dalam hal ini, media yang digunakan adalah media video monolog. Ihzandy (dalam Atambuasih, 2012: 4) menyatakan bahwa dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, penggunaan media juga mengalami perkembangan yang cukup pesat dan salah satunya adalah media video pembelajaran. Dengan memanfaatkan media ini, maka materi pelajaran yang bersifat abstrak akan menjadi lebih konkret atau nyata, sehingga siswa tidak mengalami miskonsepsi dan kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Adanya fitur animasi, suara, teks, model, dan gambar bergerak pada media ini akan membuat siswa lebih berminat dan termotivasi mengikuti pembelajaran. Dikuasainya materi pelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa di sekolah. Media video pembelajaran mampu mempresentasikan informasi secara lebih menarik kepada siswa. Bertitik tolak dari pentingnya media
8
dalam dunia pendidikan, maka solusi yang efektif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan media video sebagai bagian dari media pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, peran guru sebagai pengarah dan fasilitator sangat dibutuhkan untuk menarik minat dan perhatian siswa saat proses belajar mengajar. Penggunaan media sangat penting kehadirannya dalam pembelajaran. Media video memiliki peranan/keunggulan tersendiri dalam proses pembelajaran, yaitu (1) dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar; (2) memperjelas makna bahan pengajaran sehingga mudah dipahami siswa; (3) metode pengajaran lebih bervariasi, dan (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar. Tayangan yang nyata maupun rekayasa pada media video dapat menghantarkan jalan pikiran siswa untuk memahami sesuatu. Melalui tayangan tersebut materi yang sifatnya abstrak akan lebih mudah dipahami. Hal itu dikarenakan media video memberikan pengaruh terhadap gaya belajar siswa baik secara audio, visual, maupun audio visual. Oleh karena itu, penggunaan media video monolog dirasa sangat tepat untuk membantu siswa dalam keterampilan berbicara, khususnya bercerita. Minimnya penggunaan media oleh guru selama ini perlu diatasi perlahan. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya tinggi kualitas teoretisnya, tetapi juga tinggi kualitas praktisnya. Dengan menggunakan media video monolog, siswa dapat mengemukakan pikiran yang kemudian diuraikan dalam bentuk cerita. Dari video yang telah diperlihatkan atau ditonton, siswa akan menjadi tertarik melihat sehingga imajinasi muncul dalam pikiran siswa. Imajinasi yang muncul dari pikiran siswa kemudian dituangkan dalam bentuk cerita, yang nantinya akan diceritakan di depan kelas dengan pembendaharaan kata yang tidak monoton serta bervariasi sesuai dengan kemampuan berbahasa siswa. Berdasarkan kesepakatan peneliti dan guru, dipilihlah video monolog untuk pengajaran keterampilan berbicara, khususnya bercerita. Penggunaan video monolog mampu memberikan imajinasi siswa dalam berbicara, khusus bercerita. Alasan lain yang peneliti kemukakan adalah dengan ditampilkan video monolog, siswa akan
9
belajar menumbuhkan rasa percaya diri dalam berbicara, sehingga pembicaraan atau cerita yang nantinya dibicarakan akan menjadi lebih baik jika diperdengarkan. Dipilih SMP Negeri 4 Gerokgak sebagai tempat penelitian karena pada saat observasi awal, peneliti menemukan permasalahan dalam pembelajaran keterampilan berbicara, khususnya bercerita. Di samping itu, peneliti menemukan kurangnya penerapan media pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan kemampuan siswa, khususnya kemampuan bercerita. Selain itu, pemilihan siswa kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak sebagai subjek penelitian disebabkan oleh skor yang diperoleh siswa di kelas VIIB inilah yang paling terendah jika dibandingkan dengan kelas yang lainnya. Selain itu, siswa kelas VIIB masih mengalami kesulitan dalam berbicara, khususnya bercerita. Berdasarkan kesepakatan peneliti dan guru, dipilihlah video monolog untuk pengajaran keterampilan berbicara, khususnya bercerita. Penggunaan video monolog mampu memberikan imajinasi siswa dalam berbicara, khusus bercerita. Alasan lain yang peneliti kemukakan adalah dengan ditampilkan video monolog, siswa akan belajar menumbuhkan rasa percaya diri dalam berbicara, sehingga pembicaraan atau cerita yang nantinya dibicarakan akan menjadi lebih baik jika diperdengarkan. Beranjak dari uraian dan pemikiran tersebut, peneliti mencoba melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Penggunaan Video Monolog untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak” . Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas tentang (1) peningkatan kemampuan bercerita siswa kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak, (2) langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran bercerita, (3) respons siswa terhadap penggunaan video monolog dalam pembelajaran bercerita. Sejalan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) peningkatan kemampuan bercerita siswa kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak, (2) langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran bercerita, (3) respons siswa terhadap penggunaan video monolog dalam pembelajaran bercerita.
10
METODE PENELITIAN Jenis
penelitian
ini
adalah
penelitian
tindakan
kelas/PTK
yang
pelaksanaannya berupa pelatihan di lapangan. Menurut Suyanto (1997: 4), penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat diperbaiki atau dapat meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian ini diprediksi akan dilaksanakan dalam dua siklus dan dalam setiap siklusnya terdiri atas empat tahap, yaitu (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Artinya, penelitian yang dilakukan berbasis kelas dan dilakukan di dalam kelas. Penelitian tindakan kelas ini melibatkan kolaborasi guru dan peneliti. Peneliti dan guru mempersiapkan semua rancangan pembelajaran. Selanjutnya, guru mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa selama proses pembelajaran. Sementara itu, peneliti mengobservasi dan mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Setelah proses tersebut, guru dan peneliti mengadakan refleksi untuk merancang pembelajaran bagi pelaksanaan siklus berikutnya. Dalam penelitian ini, peneliti merancang metode dan instrumen pengumpulan data, dan analisis data. Suandi (2008: 31) menyatakan bahwa subjek penelitian merupakan benda, orang, hal tempat variabel tersebut melekat, dan yang dipermasalahkan dalam penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa/siswi pada kelas VIIB di SMP Negeri 4 Gerokgak yang berjumlah 36 orang dan seorang guru yang mengajarkan pembelajaran berbicara, khususnya bercerita di kelas VIIB di SMP Negeri 4 Gerokgak. Sugiyono (2009: 298) menyatakan bahwa objek penelitian merupakan hal yang ingin dipahami secara lebih mendalam “sesuatu yang terjadi di dalamnya”. Pendapat tersebut sejalan dengan Arikunto (2005: 118) menyatakan bahwa objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi titik perhatian atau sasaran yang akan diteliti. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah penggunaan video monolog, langkah-langkah media pembelajaran dalam pembelajaran bercerita siswa, dan respons siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara, khususnya bercerita. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi,
11
metode tes, dan metode angket/kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Penelitian tindakan kelas (PTK) ini mengandung data kualitatif dan data kuantitatif. Data tentang kemampuan bercerita siswa dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif.
Data langkah-langkah pembelajaran bercerita dengan
menggunakan video monolog menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Langkahlangkah pembelajaran dideskripsikan sedemikian rupa sesuai dengan data yang diperoleh. Data yang menyangkut respon siswa dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif dan kualitatif untuk memperoleh data respon siswa secara klasikal. Sesuai dengan data tersebut, penelitian ini menggunakan tiga metode, yakni metode observasi, tes dan metode angket/kuesioner. Penelitian ini menggunakan instrumen sebagai alat untuk mendukung penggunaan metode tersebut. Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan, keberhasilan penelitian tindakan ditandai oleh adanya perubahan menuju ke arah perbaikan dari proses belajar dan pembelajaran. Kriteria keberhasilan untuk meningkatkan kemampuan bercerita siswa ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil pembelajaran. Kriteria keberhasilan dari respon siswa ditunjukkan dengan peningkatan nilai yang diperoleh siswa. Jika 75% siswa mendapat nilai 71 ke atas, barulah tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini dianggap berhasil serta siswa secara keseluruhan merespon positif. Jika persentase respon positif siswa 75% dari jumlah siswa, tindakan yang dilakukan dalam penelitian tersebut dapat dihentikan. Siklus tindakan yang mampu mencapai kriteria keberhasilan tersebut sekaligus dianggap sebagai tindakan terbaik yang memenuhi kriteria keberhasilan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak tahun ajaran 2012/2013. Jumlah siswa kelas VIIB sebanyak 36 orang, dengan siswa lakilaki berjumlah 18 orang dan siswa perempuan berjumlah 18 orang. Semua siswa terlibat dalam penelitian ini guna melengkapi data yang dicari. Data yang diperoleh berupa data hasil observasi, baik terhadap guru maupun siswa selama proses belajar
12
mengajar berlangsung. Selain itu, diperoleh pula data tentang respons siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan peneliti. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Materi untuk setiap siklus adalah sama, yaitu bercerita. Pada siklus I, penelitian dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran berupa video monolog. Pada akhir pembelajaran, guru memberikan tes kepada siswa terkait dengan materi yang diajarkan. Pada siklus II, peneliti menggunakan media sebagaimana seperti pada siklus I namun, dengan video yang berbeda dari yang sebelumnya. Ada beberapa temuan yang diperoleh dalam penelitian ini. Temuan pertama yaitu penerapan media video monolog mampu meningkatkan kemampuan bercerita siswa. Hal ini dibuktikan dari nilai rata-rata awal sebelum dilakukan tindakan adalah 71. Setelah dilakukan tindakan, pada siklus I nilai rata-rata menjadi 66,38 sedangkan skor rata-rata yang diperoleh siswa pada siklus II adalah 79,75. Pada siklus I rata-rata skor siswa lebih rendah dibandingkan siklus II. Peningkatan tersebut terjadi karena guru melakukan perbaikan dengan lebih menekankan penjelasannya pada materi bercerita, cara membuat pokok-pokok cerita, hal-hal yang perlu diperhatikan menyusun pokok-pokok cerita, dan hal-hal yang perlu diperhatikan saat bercerita. Tidak hanya itu, guru memberikan penjelasan secara terperinci mengenai media pembelajaran dan mengarahkan siswa agar lebih fokus menyimak dan memerhatikan tayangan yang telah disediakan oleh guru saat pembelajaran berlangsung. Selain itu, guru juga memberikan contoh langsung agar siswa lebih paham dengan materi yang diajarkan. Temuan itu sejalan dengan pendapat Munadi (dalam Atambuasih, 2012: 38) mengemukakan video juga bisa dimanfaatkan untuk hampir semua topik, tipe pembelajar, dan setiap ranah, seperti ranah kognitif, afektif, psikomotor, dan interpersonal. Pada ranak kognitif, pembelajar bisa mengobservasi rekreasi dramatis dari kejadian masa lalu dan rekaman aktual dari peristiwa terkini, karena unsur warna, suara, dan gerak mampu membuat karakter berasa lebih hidup. Selain itu, menonton video setelah atau sebelum membaca, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi ajar. Hal itu terbukti setelah digunakannya media video
13
monolog, siswa lebih mudah menangkap materi pelajaran sehingga secara tidak langsung
akan
mempercepat
proses
belajar-mengajar.
Pernyataan
tersebut
mengindikasikan bahwa penerapan media video monolog mampu meningkatkan kemampuan bercerita siswa. Temuan yang kedua yaitu beberapa langkah tepat yang harus ditempuh guru dalam menerapkan media video monolog untuk meningkatkan kemampuan bercerita siswa. Adapun beberapa langkah utama yang harus ditempuh oleh guru dalam menerapkan media video monolog dalam upaya meningkatkan kemampuan bercerita, antara lain terletak pada (1) kegiatan awal, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan akhir. Media video monolog diaplikasikan pada saat siswa dan guru bersama-sama mengikuti kegiatan inti pembelajaran berbicara, khususnya bercerita. Guru memaparkan secara jelas dan terperinci materi bercerita, cara membuat pokok-pokok cerita, hal-hal yang perlu diperhatikan menyusun pokok-pokok cerita, dan hal-hal yang perlu diperhatikan saat bercerita. Tidak hanya itu, guru memberikan penjelasan secara terperinci mengenai pengertian media pembelajaran, jenis-jenis media dan menayangkan contoh video sebagai alat untuk menarik perhatian siswa sehingga menimbulkan motivasi belajar. Setelah itu, aktivitas inti dilakukan dengan memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa mengenai hal-hal yang terkait dengan pelajaran yang sedang berlangsung. Guru juga harus memotivasi siswa untuk bertanya apabila ada hal-hal yang kurang jelas tetang kegiatan bercerita. Guru kemudian menugaskan siswa untuk membuat cerita yang menarik sesuai dengan ketentuan dan arahan yang sudah disampaikan setelah menyaksikan video yang ditayangkan oleh guru. Selajutnya, siswa ditugaskan untuk menyelesaikan cerita yang dibuat jika ada yang belum selesai membuat guru menyarankan siswa menyelesaikannya dirumah dan pada pertemuan berikutnya cerita akan diceritakan di depan kelas. Kegiatan pembelajaran pun diakhiri dengan memberikan penguatan dan pengarahan kepada siswa. Rangkaian pelaksanaan aktivitas tersebut mampu dilaksanakan secara tepat, baik, dan efisien, sehingga kemampuan bercerita siswa dapat ditingkatkan.
14
Siswa sangat senang dan antusias saat mengikuti pembelajaran berbicara, khususnya bercerita dengan menggunakan media video monolog. Ini merupakan temuan penting terakhir dalam penelitian ini. Pemanfaatan media video monolog di kelas VIIB Negeri 4 Gerokgak ternyata dapat meningkatkan kemampuan bercerita siswa. Hal ini disebabkan karena video monolog yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar memotivasi siswa untuk belajar. Video yang ditayangkan juga video sederhana yang sesuai dengan kebutuhan siswa agar imajinasi, ide, atau pengalaman yang didapat siswa saat menyaksikan video tersebut mampu mengarahkan siswa untuk membuat cerita yang menarik sehingga pendengar mampu menangkap isi dari cerita yang disampaikan karena sudah sesuai. Mengacu pada hasil angket, ternyata siswa memberikan respons positif terhadap pemanfaatan
media video monolog untuk meningkatkan kemampuan
bercerita siswa. Mereka berpendapat, suasana pembelajaran yang sangat menyenangkan dan santai akan membuat mereka lebih akrab. Di samping itu, saat guru mengajar tak jarang guru menyisipkan kata-kata humor agar suasana di kelas menjadi lebih akrab saat proses belajar mengajar. Kusnandar (dalam Atambuasih, 2012: 35) mengemukakan keberhasilan pembelajaran di kelas sangat ditentukan oleh kemampuan dan peran guru untuk menciptakan proses belajar pada siswa. Banyak media
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengoptimalkan
pemahaman
dan
interaktivitas siswa dalam belajar. Dengan demikian, belajar dalam suasana yang menyenangkan dan menerapkan media pembelajaran akan memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran. Jadi, penggunaan video monolog dapat meningkatkan kemampuan bercerita siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata hasil tes bercerita pada siklus II yakni 79,75, jika dibandingkan dengan hasil tes pada siklus I yakni 66,38. Untuk mengatasi beragam permasalahan yang ditemui oleh guru maupun siswa dalam pembelajaran berbicara, khususnya bercerita, guru dapat mengaplikasikan media pembelajaran yaitu media video monolog. Video monolog dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan alternatif dalam upaya peningkatan kemampuan bercerita siswa.
15
SIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, melalui proses belajar mengajar yang baik dan terencana, hasil pembelajaran bercerita siswa kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak dengan penerapan media video monolog dapat meningkat. Hal itu dapat diketahui dari adanya peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Pada tindakan siklus I, skor rata-rata kelas sebesar 66,38, sedangkan pada tindakan siklus II, nilai rata-rata kelas sebesar 79,75. Dari siklus I ke siklus II, terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Negeri 4 Gerokgak. Sekaligus pada siklus II, ketuntasan belajar klasikal yang dicapai oleh siswa sudah memenuhi tuntutan kurikulum atau sesuai dengan yang diharapkan. Kedua, Langkah-langkah penerapan media video monolog dalam meningkatkan kemampuan bercerita siswa sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara, khususnya bercerita siswa. Ketiga, penerapan media video monolog pada pembelajaran bercerita menumbuhkan respons sangat positif terhadap terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. Siswa sangat senang dan antusias saat mengikuti pembelajaran berbicara, khususnya bercerita dengan menggunakan media video monolog. Berdasarkan
temuan-temuan
dalam
penelitian
ini,
peneliti
dapat
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut. (1) dalam pembelajaran berbicara, khususnya bercerita, guru bidang studi bahasa Indonesia dapat menerapkan media pembelajaran. Tidak hanya media video, tetapi media-media pembelajaran lainnya juga harus diterapkan. (2) Peneliti menyarankan agar siswa menerapkan teknik pembelajaran dalam mencapai peningkatan hasil belajar. Dari cara mencari ide sampai akhirnya menjadi cerita yang menarik. Melalui pengetahuan dan pemahaman itu siswa diharapkan dapat meningkatkan kualitas belajar. (3)Peneliti menyarankan kepada peneliti lain, agar paparan yang terdapat dalam penelitian ini dapat dijadikan pedoman/bahan dalam meneliti masalah lain yang sejenis dengan penelitian ini. Peneliti yakin bahwa dalam penelitian ini masih ada hal yang belum dibahas dan terselesaikan, oleh sebab itu peneliti lain bisa menemukan tindakan lebih lanjut dalam mengatasinya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Atambuasih, Ni Wayan Eka Suwariastini. 2012. Pengembangan Media Video Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Jepang pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Widya Wisata Graha Amlapura Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Teknologi Pendidikan. Universitas Pendidikan Ganesha. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar-Mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara. Jumantini, Ni Made Lilik. 2011. Strategi Guru dalam Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah dengan Memanfaatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IS di SMA Negeri 4 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Martha, I Nengah. 2009. Buku Ajar Fonologi. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Suandi, I Nengah. 2008. Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif & R & D). Bandung: Alfabeta. Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kela Bagian I, Pengenalan PTK. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IKIP Yogyakarta. Tarigan, Henry Guntur. 1983. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbicara. Bandung: Angkasa.
17
Wendra. 2006. Buku Ajar Keterampilan Berbicara. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. -------. 2009. Buku Ajar Keterampilan Berbicara. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.