Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Penggunaan Thermal Energy Storage sebagai Penyejuk Udara Ruangan dan Pemanas Air pada Residential Air Conditioning Hibrida Azridjal Aziz1,a *, Herisiswanto2,b, Rahmat Iman Mainil3,c, Eko Prasetyo4,d 1,2,3,4
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau Jl. Subrantas km 12,5, Pekanbaru, 28293, Indonesia
a
[email protected],
[email protected],
[email protected], d
[email protected]
Abstrak Penggunaan Thermal Energy Storage (TES) pada Residential Air Conditioning (RAC) di instalasi chiller dan pemanfaatan panas buang di kondensor untuk pemanasan air akan mempengaruhi kinerja mesin pengkondisian udara. Berbeda dengan sistem konvensional, brine (cairan pendingin sekunder) akan didinginkan di chiller dan kemudian disirkulasikan sebagian menuju TES, sebelum digunakan (proses charging), selanjutnya brine di TES akan disirkulasikan ke koil pendingin di ruangan yang dikondisikan (proses discharging). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan TES hibrida sebagai penyejuk udara ruangan dan pemanas air terhadap kinerja mesin pengkondisian udara. Hasil penelitian menunjukkan, terjadi penghematan energi pada penggunaan TES sebagai penyejuk udara ruangan (discharging) dibanding proses konvensional, sekaligus pemanfaatan panas buang kondensor untuk kebutuhan air panas selama proses charging. Penerapan sistem TES dan pemanas air pada mesin pengkondisian udara memungkinkan untuk dilakukan, namun terjadi biaya awal investasi yang lebih besar dibanding sistem AC konvensional (standar). Kata kunci : Thermal Energy Storage, Residential Air Conditioning, discharging, chille
Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi udara yang digunakan dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi penghuni yang berada dalam suatu ruangan/gedung. AC tidak hanya berfungsi untuk memberikan perasaan dingin tetapi yang lebih penting adalah memberikan rasa kenyamanan (comfort air conditioning) yaitu suatu proses perlakuan termodinamik terhadap udara untuk mengatur suhu, kelembaban, kebersihan, dan pendistribusiannya secara serentak guna mencapai kondisi nyaman yang dibutuhkan oleh penghuni yang berada di dalamnya [1].
menggunakan cairan sebagai media pendingin (umumnya air) pada sistem sekunder dimana evaporator pada sistem primer mendinginkan cairan (chilled water) pada siklus sekunder yang akan digunakan untuk mendinginkan ruangan melalui AHU (Air Handling Unit). Pada sistem chiller terjadi proses pengeluaran dan penyerapan panas. Air yang masuk ke chiller akan didinginkan, dan disirkulasi oleh pompa menuju AHU. Di unit ini terjadi proses pertukaran kalor antara udara dengan air dingin. Udara dingin yang keluar dari unit ini akan disirkulasi oleh fan menuju ruangan yang dikondisikan, chiller harus tetap hidup selama unit pengolah udara dijalankan.
Pada umumnya sistem pengkondisi udara sentral menggunakan sistem chiller. Sistem chiller adalah suatu sistem pendingin yang
Penggunaan energi listrik untuk sistem AC pada bangunan gedung berkisar 45% – 66%
Pendahuluan
KE-15
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Salah satu refrigeran alternatif pengganti refrigeran halokarbon R-22 adalah refrigeran hidrokarbon (hydrocarbon referigerant). Beberapa kelebihan yang dimiliki refrigeran hidrokarbon subsitusi R-22 yaitu dapat digunakan sebagai pengganti langsung (drop in substitute) tanpa penggantian komponen, ramah lingkungan (tidak merusak lapisan ozon), pemakaian refrigeran lebih sedikit, hemat energi, dan memenuhi standar internasional [5]. Chiller lebih umum digunakan pada bangunan gedung, pusat perkantoran dan pusat perbelanjaan. Penggunaan chiller di bangunan rumah (residential) masih sangat sedikit dilakukan, umumnya rumah menggunakan beberapa AC split untuk beberapa ruangan rumah yang perlu disejukkan. Penggunaan chiller berbasis mesin pendingin kompresi uap menggunakan hydrocarbon refrigerant yang ramah lingkungan yang dikombinasikan dengan penggunaan Encapsulated Ice Thermal Energy Storage di bangunan rumah yang menggunakan lebih dari 1 AC split dapat menghemat penggunaan energi listrik (Energy Efficient) [6-10]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan TES hibrida sebagai penyejuk udara ruangan dan pemanas air terhadap kinerja mesin pengkondisian udara residential (Residential Air Conditioning) hibrida.
energi listrik. Jelas bahwa biaya pemakaian energi listrik sangat tinggi, sesuai dengan kenaikan beban pendinginannya. Penggunaan thermal energy storage pada sistem chiller akan membantu penghematan pemakaian energi listrik untuk keperluan AC rumah. Berbeda dengan sistem chiller pada umumnya, brine (cairan pendingin sekunder) yang mengalir ke sistem chiller akan didinginkan dan kemudian disirkulasikan sebagian menuju AHU dan sebagian lainnya ke thermal energy storage. Pada thermal energy storage terjadi pertukaran kalor antara brine dengan air atau cairan dalam kemasan plastik (encapsuled ice), dan diharapkan semua air atau cairan dalam kemasan plastik (encapsuled ice) di dalam storage berubah fasa menjadi es. Kemudian siklus sirkulasi brine berubah dari thermal energy storage menuju unit pengolah udara sedangkan chiller dalam kondisi mati. Pemakaian listrik pada saat itu hanya untuk menghidupkan pompa saja. Oleh karena itu waktu kerja Chiller perlu disesuaikan dengan waktu kerja thermal energy storage sehingga diharapkan pemakaian listrik dapat seminimal mungkin (Energy Efficient). Idealnya pada jam – jam puncak (on peak) chiller tidak dinyalakan dan beban pendinginan diatasi oleh thermal energy storage, akibatnya pemakaian listrik pada jam puncak berkurang [2].
Metode Penelitian
Untuk mengoperasikan mesin refrigerasi dibutuhkan refrigeran sebagai fluida kerja. Refrigeran yang paling banyak digunakan adalah refrigeran halokarbon (halogenated refrigerant) salah satunya adalah jenis HCFC22 (Hydrochlorofluorocarbon) atau R-22 [3]. Refrigeran halokarbon R-22 menunjukkan sifat yang berdampak buruk terhadap lingkungan dapat merusak lapisan ozon dan berpotensi pemanasan global, sehingga penggunaan refrigeran tersebut dicanangkan untuk dihapuskan pembuatan dan pemakaiannya [4].
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu tahap persiapan penelitian berupa studi literatur terhadap konsep sistem pendingin kompresi uap yang menggunakan refrigeran hidrokarbon subsitusi R-22, dan kombinasi dengan konsep encapsulated ice thermal energy storage untuk sistem pengkondisian udara (AC) rumah. Selanjutnya tahap rancangan prototipe sistem, tahap pembuatan prototipe sistem, tahap kaji eksperimental dan pengumpulan data, tahap analisis data, kemudian terakhir adalah KE-15
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
pernyataan hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini.
Penggunaan refrigeran HCR-22 massa refrigeran lebih hemat 51,2 persen dari massa refrigeran R-22 [8]. Pada gambar 2 terlihat bahwa massa refrigeran optimum HCR-22 sebesar 440 gram pada COP 2,221. Setelah penambahan massa refrigeran COP cenderung turun, hal ini disebabkan massa refrigeran yang bertambah mengakibatkan daya kompresor meningkat. Hal ini menyebabkan COP mesin menurun karena adanya pengaruh peningkatan daya kompresor. COP merupakan perbandingan atau rasio antara daya pendinginan di evaporator dibandingkan terhadap daya kompresor yang menggerakkan mesin pendingin.
Instalasi Alat Uji
Gambar 1. Instalasi Alat Uji Mesin Refrigerasi Kompresi Uap Hibrida dengan sistem Thermal Energy Storage menggunakan Encapsulated Ice Pack
Proses Charging Pada gambar 3 dapat dilihat dampak pendinginan rata-rata dari HCR-22 adalah 1,151 kW, dampak pemanasan rata-rata 7,502 kW dengan daya kompresor rata-rata 0,754 kW. COP rata-rata dari mesin pada proses Charging adalah 1,528, PF rata-rata adalah 9,945 dan Tp rata-rata adalah 11,473.
Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada lemari pengering. Untuk instalasi siklus primer ( siklus refrigeran) , kompressor, sight glass, filter drier, katup ekspansi, kondensor dan evaporator ditempatkan di atas meja dudukan. Sedangkan koil pendingin, koil pemanas, pompa air sirkulasi, ditempatkan di bagian bawah meja dudukan alat.
Tampak di sini bahwa pola kecendrungan Gambar 3 dan Gambar 4 memiliki kecendrungan yang sama, hal ini karena COP, PF maupun TP merupakan rasio daya pada evaporator atau panas yang dimanfaatkan di kompresor terhadap kerja kompresor secara keseluruhan.
Hasil dan Pembahasan Massa Optimum Refrigeran HCR-22
Hidrokarbon
Pendinginan Pemanasan Kerja Kompresor
10.000 8.000 KW
Daya Evaporator - Massa Refrigeran
6.000 4.000 2.000
2.0
90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0
80
70
60
50
40
30
20
0.000
1.5
0 10
Daya Evaporator
2.5
Dampak Pendinginan, Dampak Pemanasan dan Kerja Kompresor
Waktu
1.0 0.5
Gambar 3. Dampak pendinginan, dampak pemanasan dan kerja kompresor
0.0 280
320 360 400 440 480 Massa Refrigeran (gram)
520
Gambar 2. Grafik massa refrigeran HCR-22 optimum dan daya evaporator KE-15
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Pada Gambar 6. dapat dilihat rata-rata temperatur air panas adalah 49,7 oC dengan temperatur ruang pengering/pemanas pada temperatur 40,7 oC. Temperatur ini diperoleh pada tekanan kondensor rata-rata 245 psi. Selisih antara temperatur air panas dan temperatur ruangan berkisar 10 oC, selisih ini terjadi karena adanya rugi-rugi kalor/panas saat terjadinya proses pertukaran kalor dan distribusi air panas di koil pemanas di ruang pemanas/pengering.
16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000
COP PF
80 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0
50 60 70
30 40
TP
0 10 20
Satuan
COP, PF dan TP
Waktu
Gambar 4. COP, PF dan TP mesin refrigerasi hibrida dengan Thermal Energy Storage (Ice Storage)
Temperatur temperatur air dingin rata-rata di evaporator adalah -5,8 oC dengan temperatur terendah pada -7,5 oC, sedangkan temperatur air dingin di Ice Storage rata-rata 2,6 oC dengan temperatur terendah -4,9 oC (Gambar 7). Temperatur tersebut didapatkan pada tekanan rata-rata evaporator 38 Psi.
Tekanan Evaporator
Tekanan Kondensor dan Evaporator
Tekanan Kondensor
300 250
Psi
200 150 100 50 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 Waktu
Temperatur Air Dingin Evaporator dan Temperatur Ice Strorage (TES)
Gambar 5. Tekanan kondensor dan evaporator Temperatur o C
Tekanan kerja pada kondensor dan evaporator seperti tampak pada Gambar 5 adalah tekanan rata-rata kondensor 245 psi dengan tekanan evaporator rata-rata 38 psi. Tekanan kerja evaporator cenderung turun dari tekanan standarnya yaitu 70 psi, hal ini terjadi karena temperatur di tangki evaporator /water chiller berada pada temperatur rata-rata -6 oC, sedangkan tekanan standar pada sistem refrigerasi berada temperatur rata-rata 10 oC.
Proses DisCharging Pada Gambar 8 kondisi temperatur yang diperoleh pada proses discharging, temperatur terendah pada ice storage perlahan-lahan naik seiring terjadinya pertukaran kalor antara air dingin di koil pendingin di ruang pendingin dengan temperatur di ruang pendingin. Proses pendinginan pada saat disCharging berlangsung selama 170 menit, dimana proses pendinginan di evaporator saat Charging berlangsung selama 150 menit, sehingga terdapat penghematan penggunaan pendinginan selama 20 menit, atau penghematan daya kompresor dikurangi daya
T Drying Room 50.000 oC
40.000 30.000 20.000 10.000 150
140
130
120
110
90
100
80
70
60
50
40
30
20
0
0.000 10
Water Chiller
Gambar 7. Temperatur air dingin di evaporator dan temperatur Ice Storage
60.000
Temperatur
Ice Storage
Waktu
Temperatur Air Panas Kondensor dan Ruang Pengering/Pemanas T Hot Water
Waktu
2.000 1.000 0.000 -1.000 -2.000 -3.000 -4.000 -5.000 -6.000 -7.000 -8.000 -9.000
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0
0
Gambar 6. Temperatur ruang pengering/pemanas dan temperatur air panas di tangki kondensor KE-15
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
pompa sebesar 0,6 kW. Penggunaan refrigeran hidrokarbon HCR-22 juga dapat menghemat daya kompresor sekitar 25% 30%, sehingga terjadi penghematan energi yang cukup berarti pada sistem Ice Storage.
COP, PF dan TP 25.000
Satuan
20.000 COP
15.000
PF 10.000
TP
5.000 0.000 10 20 30 40 50 60 70 80 9 100 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0 0
Waktu
Gambar 10. COP, PF dan TP mesin refrigerasi proses konvensional
T Cold Room T Ice Storage T Surrd T Cold Rooml IN
Tekanan kerja pada kondensor dan evaporator seperti tampak pada Gambar 11 adalah tekanan rata-rata kondensor 245 psi dengan tekanan evaporator rata-rata 39 psi. Tekanan kerja evaporator cenderung turun dari tekanan standarnya yaitu 70 psi, hal ini terjadi karena temperatur di tangki evaporator /water chiller berada pada temperatur ratarata -3 oC, sedangkan tekanan standar pada sistem refrigerasi berada temperatur rata-rata 10 oC.
80 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0
60 70
40 50
T Cold Room OUT
20 30
36 33 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 -3 -6 -9
0 10
Temperatur o C
Temperatur Ruang pendingin dan Temperatur Ice Strorage (TES)
Waktu
Gambar 8. Temperatur ruang pendingin dan temperatur Ice Storage Proses Konvensional/Evaporator Chiller Pada gambar 9 dapat dilihat dampak pendinginan rata-rata dari HCR-22 adalah 3,383 kW, dampak pemanasan rata-rata 8,847 kW dengan daya kompresor rata-rata 0,748 kW. Dampak Pendinginan, Dampak Pemanasan dan Kerja Kompresor
Tekanan Evaporator
Pendinginan
Tekanan Kondensor dan Evaporator
Tekanan Kondensor
Pemanasan Kerja Kompresor
12.000
300 250
10.000
200
90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0
70 80
10 20
0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0
10
80 90
70
50 60
0
40
50
0.000 20 30
100
2.000
50 60
150
4.000
30 40
Psi
6.000
10
KW
8.000
Waktu
Waktu
Gambar 9. Dampak pendinginan, dampak pemanasan dan kerja kompresor
Gambar 11. Tekanan kondensor dan evaporator
COP rata-rata dari mesin pada proses Charging adalah 4,544, PF rata-rata adalah 11,315 dan Tp rata-rata adalah 15,859. Tampak di sini bahwa pola kecendrungan gambar 9 dan gambar 10 memiliki kecendrungan yang sama, hal ini karena COP, PF maupun TP merupakan rasio daya pada evaporator atau panas yang dimanfaatkan di kompresor terhadap kerja kompresor secara keseluruhan.
Pada Gambar 12 dapat dilihat rata-rata temperatur air panas adalah 49,3 oC dengan temperatur ruang pengering/pemanas pada temperatur 40,7 oC. Temperatur ini diperoleh pada tekanan kondensor rata-rata 245 Psi. Selisih antara temperatur air panas dan temperatur ruangan berkisar 10 oC, selisih ini terjadi karena adanya rugi-rugi kalor/panas saat terjadinya proses pertukaran kalor dan KE-15
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
distribusi air panas di koil pemanas di ruang pemanas/pengering.
Berdasarkan hasil kajian dapat diambil kesimpulan bahwa massa refrigeran hidrokarbon HCR-22 yang digunakan pada sistem adalah sebesar 440 gram pada COP 2,221 dengan daya kompresor 0,526 kW.
Temperatur Air Panas Kondensor dan Ruang Pengering/Pemanas T Hot Water T Drying Room
Temperatur o C
60 50
Terjadi penghematan waktu pendinginan selama 20 menit antara proses Charging dan proses DisCharging, dengan penghematan daya listrik untuk operasional sistem 0,6 kW. Pada proses Charging terjadi pemanfaatan panas buang kondensor untuk keperluan pemanasan (energy efficient). Terjadi pemanfaatan panas buang untuk keperluan pemanasan (energy efficient), pada proses konvensional selama proses pendinginan berlangsung.
40 30 20 10
17 0
15 0
13 0
11 0
90
70
50
30
10
0 Waktu
Gambar 12. Temperatur ruang pengering/pemanas dan temperatur air panas di tangki kondensor
Temperatur
3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -12 -13
Water Chiller
Penambahan koil pemanas dummy menjaga kestabilan kerja sistem pada pemanfaatan panas buang untuk keperluan pemanasan. Penerapan sistem ice storage untuk keperluan pendinginan di rumah tangga memungkinkan untuk dilakukan, namun terjadi biaya awal investasi yang lebih besar dibanding sistem AC Split standar.
10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0
oC
Temperatur Air Dingin Evaporator
Waktu
Gambar 13. Temperatur air dingin di evaporator pada proses konvensional
Referensi
Temperatur temperatur air dingin rata-rata di evaporator adalah -3,4 oC dengan temperatur terendah pada -11,7 oC, seperti dapat dilihat pada Gambar 13. Sedangkan temperatur ruang dingin rata-rata adalah 26,6 o C seperti dapat dilihat pada Gambar 14.
36 33 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0
T Cold Room T Surrd T Cold Rooml IN
81 91 10 1 11 1 12 1 13 1 14 1 15 1 16 1
61 71
41 51
T Cold Room OUT
21 31
1 11
Temperatur o C
Temperatur Ruang pendingin pada proses konvesional
Waktu
Gambar 14. Temperatur ruang pendingin pada proses konvensional Kesimpulan KE-15
[1] W.F. Stoecker, dan J.W. Jones, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Erlangga1994, Jakarta. [2] Soejono Tjitro dan Herry Sunandar, , Pemakaian Thermal Storage pada Sistem Pengkondisi Udara, Jurnal Teknik Mesin, 1 (1999) 19-23. [3] Agarwal, Radhey S., Retrofitting of Domestic and Small Capacity Commercial Refrigeration Appliances Using Hydrocarbon Blends, Proceedings Seminar on ODS PhaseOut: Solutions for the Refrigeration Sector, Kuta, 1997. [4] Pasek, A.D.,Tandian, N.P., Adriansyah W., Training of Trainer Refrigeration Servicing Sector, Training Manual, ITB, Bandung, 2004 [5] A.D. Pasek dan N.P. Tandian, , Short Course on the Applications of Hydrocarbon Refrigerants, International Conference on
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Fluid and Thermal Energy Conversion 2000, Bandung, 2000. [6] Hauer, Andreas, Innovative Thermal Energy Storage Systems for Residential Use, Bavarian Center for Applied Energy Research, ZAE Bayern, 2008. [7] Azridjal Aziz dan Afdhal Kurniawan Mainil, Penggunaan Encapsulated Ice Thermal Energy Storage Pada Residential Air Conditioning Menggunakan Refrigeran Hidrokarbon Substitusi R-22 Yang Ramah Lingkungan, Jurnal Teknik Mesin, 7 (2010) 92-98. [8] Azridjal Aziz, Kinerja Perangkat Pengkondisian Udara Siklus Kompresi Uap Hibrida pada Massa Refrigeran Hidrokarbon HCR22 Optimum, Jurnal Sains dan Teknologi, 6 (2006) 1-11. [9] Komang Metty Trisna Negara, Hendra Wijaksana, Nengah Suarnadwipa, dan Made Sucipta, Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik pada Sistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakra, 4 (2010) 43-50. [10] Shaowei Wang, Zhenyan Liu, Yuan Li, Keke Zhao, dan Zhigang Wang, Experimental study on split air conditioner with new hybrid equipment of energy storage and water heater all year round, Energy Conversion and Management, 46 (2005) 3047–3059.
KE-15