Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
PENGGUNAAN TEPUNG TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schott) TERHADAP SIFAT FISIK DAN AKSEPTABILITAS NAGGET AYAM PETELUR AFKIR
Obin Rachmawan 1), Ahmad Taofik 2), Nono Suwarno 1) 1
2
) Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ) Jurusan Agroteknologi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung
Abstract The Objective of the research was to find out the concentration level of taro flour on chiken nugget culled layer with physical condition (water holding capacity, cooking loss and tenderness) same as treatment control and most preferable acceptability (taste, flavor, tenderness and acceptance). The experimental study was based on Completely Randomized Design, with for treatments (10% tapioca as control, and 10%, 15%, and 20% taro flour usage dosage) with five replication for each treatment. ANAVA test and Tukey test were held to find out the differences of each treatment effect in this reaearch. The result of research showed that taro flour can used in chiken nugget culled layer with concentration 15%. Key words: Chiken nugget culled layer, taro flour, water holding capacity, cooking loss, tenderness and acceptability.
PENDAHULUAN
bahan tambahan makanan yang diizinkan
Nugget
(Badan
merupakan produk olahan ayam
Standardisasi
Nasional
2001).
yang dicetak, dimasak dan dibekukan,
Pengolahan daging ayam petelur afkir
dibuat dari campuran daging ayam giling
menjadi nugget memerlukan adanya bahan
yang diberi bahan pelapis dengan atau
pengisi yang berupa tepung berkarbohidrat
penambahan bahan makanan lain dan
tinggi.
Bahan
pengisi
yang
biasa 152
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
digunakan berupa tepung terigu, tepung
dapat kembali lagi ke keadaan semula
tapioca, tepung maizena dan tidak menutup
(Winarno, 2004).
kemungkinan penggunaan bahan pengisi lain, seperti tepung yang berasal dari Talas
Tepung Talas Bogor dalam 100 gram
Bogor.
mengandung
Tepung Talas Bogor merupakan granular
sedangkan tepung tapioka juga dalam 100
karbohidrat yang terdapat dalam umbi talas,
gram mengandung 84,00 gram karbohidrat,
berwarna putih, tidak mempunyai rasa,
hal ini membuktikan kandungan karbohidrat
tidak berbau, dan dapat memberikan derajat
yang dimiliki Tepung Talas Bogor sama
pengembangan pada tingkat kadar air
denga Tepung Tapioka. Kadar amilosa dan
sedang dan suhu proses yang tinggi (Dedi,
amilopektin yang terkandung dalam Tepung
dkk,
Bogor
Talas Bogor juga tidaklah berbeda jauh
mengandung unsur yang diperlukan oleh
dengan kadar amilosa dan amilopektin dari
bahan pengisi yaitu pati. Pati mempunyai
Tepung
kemampuan dalam menyerap air dan
mengandung
mempertahankannya
proses
17,41% dan kadar amilopektin 82,13%, serta
pengolahan berlangsung, karena granula
suhu gelatinisasinya 520C (Haris, 2001).
pati
Tepung Talas Bogor mengandung kadar
1992).
akan
Tepung
Talas
selama
mengembang
ketika
pati
84,00
gram
Tapioka.
Tepung
kadar
amilosa
sebanyak
amilosa
molekul pati dalam granula akan menurun
amilopektin
sehingga air akan masuk kedalam granula
gelatinisasinya sekitar 69oC-72oC (Hartati
pati dan tidak dapat bergerak lagi. Proses
dan Titik, 2003). Ganula pati pada talas
ini
yaitu
sangat kecil ukurannya 1-4 µm, sedangkan
mengembangnya granula pati dan tidak
granula pati pada tepung tapioca ukurannya
juga
gelatinisasi
16,5%
Tapioka
dipanaskan dan daya tarik menarik antar
disebut
sebanyak
karbohidrat,
sebesar
dan
kadar
83,49%,
suhu
besar, yaitu 20 µm (Ali, 1996). 153
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
dan bahan tambahan. Bahan utamanya yaitu Penngunaan terhadap
filler
penyusutan
akan
berpengaruh
dalam
pemasakan
daging ayam petelur afkir strain Isa Brown berumur 18 bulan sebanyak
5 kg yang
adonan bila jumlah penambahannya lebih
diperoleh dari salah satu peternakan ayam
dari 15% (Sison dan Almira, 19775), karena
petelur di Daerah Pasir Bokor Kecamatan
waktu pemasakan menjadi lebih lama dan
Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Bahan
suhu pemasakan akan lebih tinggi dan
utama lain yang digunakan yaitu Talas
menyebabkan denaturasi protein sehingga
Bogor sebanyak 4 buah yang berumur 8
daya
bulan, yang diperoleh dari Petani Kecamatan
ikat
air
menurun
dan
kehilangan air daging (juice).
banyak Hal ini
Ciapus
Kotamadya
Bogor.
Bahan
menyebabkan serat daging menjadi pendek,
tambahannya berupa bumbu-bumbu yang
ikatan myofibril semakin kuat dan jaringan
digunakan yaitu garam 2%, merica bubuk
ikat akan mengkerut, akan tetapi apabila
1%, pala bubuk 1%, bawang putih 2%, telur
penggunaan bahan pengisi dalam jumlah
20% dari berat adonan.
sedikit, maka air yang terikat juga akan
dilakukan secara eksperimen di laboratorium
sedikit,
yang
dengan menggunakan Rancangan Acak
dihasilkan akan rendah sehingga produk
Lengkap (RAL) dengan banyak perlakuan 4,
akhir yang dihasilkan menjadi kurang
yaitu penggunaan tepung talas (10%, 15%,
kompak.
20%) dan control perlakuan (Tapioka 10%)
viskositas
dari
adonan
dengan BAHAN
DAN
METODE
PENELITIAN
pengulangan
Penelitian ini
sebanyak
5
kali,
sehingga diperoleh 20 kombinasi perlakuan. Peubah yang diamati Sifat Fisik adalah Daya Ikat
Air
(DIA),
Susut
Masak
dan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
Keempukan. Pengujian akseptabilitas dari
terdiri dari dua bagian, yaitu bahan utama
nugget ayam petelur afkir pada penelitian ini 154
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
yaitu dengan uji hedonik yang meliputi rasa,
dianalisis dengan menggunakan prosedur
aroma, keempukan dan total penerimaan.
analisis ragam (ANAVA).
Data yang diperoleh dari uji sifat fisik
HASIL DAN PEMBAHASAN
dianalisis dengan menggunakan Analisis
Daya Ikat Air
Sidik
mengetahui
Tingkat konsentrasi tepung talas bogor
perbedaan antar perlakuan dilakukan uji
berpengaruh nyata terhadap daya ikat air
Tukey
Significant
nugget ayam petelur afkir dan untuk
Difference/HSD) (Gaspertz, 1991). Untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan
penghitungan uji akseptabilitas data yang
dilakukan
diperoleh ditransformasikan terlebih dahulu
disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
dengan
Ragam
dan
untuk
(Honestly
x0.5,
transformasi
uji
Tukey
yang
hasilnya
kemudian
Tabel 1. Hasil Uji Tukey Daya Ikat Air Nugget Ayam Petelur Afkir pada Berbagai Perlakuan. Perlakuan Rataan Signifikansi (0.05) ____________________________________________________________________ ……..%......... P0 57,57 a P1 56,02 ab P2 52,51 bc P3 49,27 c ____________________________________________________________________Ke terangan : Huruf kecil yang sama ke arah kolom signifikansi menunjukkan berbeda tidak nyata.
Penggunaan tingkat konsentrasi tepung
konsentrasinya lebih sedikit dibandingkan
talas bogor 10% menghasilkan daya ikat air
penggunaan 15% dan 20%, sehingga
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
proporsi protein dalam adonan pada P1
penggunaan tingkat konsentrasi 15% dan
lebih tinggi daripada P2 dan P3.
20%.
pada
Meningkatnya penggunaan tepung talas
10%,
bogor menyebabkan daya ikat air menurun
Hal
penggunaan
ini
dikarenakan
tepung
talas
155
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
dan kadar air nugget akan semakin rendah,
berkurang kelarutannya dan lapisan air
karena akan mengalami kehilangan air lebih
diantara molekul protein akan menurun,
banyak pada saat pemasakan, sehingga
dimana lapisan molekul protein bagian
selain kandungan protein yang rendah,
dalam bersifat hidrofobik berbalik ke luar,
jumlah protein yang terlarut juga akan
sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil
sedikit.
terlipat ke dalam.
Hal ini terjadi karena adanya
denaturasi protein pada proses pemasakan yang lama dan suhu pemasakan yang tinggi.
Susut Masak
Sejalan dengan pendapat Winarno (2004)
Tingkat konsentrasi tepung talas bogor
dan Soeparno (1998), bahwa pemasakan
berpengaruh nyata terhadap susut masak
menyebabkan perubahan daya ikat air
nugget ayam petelur afkir, dan untuk
karena adanya solubilitas protein daging.
mengetahui
Suhu yang tinggi meningkatkan denaturasi
dilakukan uji Tukey yang hasilnya disajikan
protein.
pada Tabel 2.
Protein yang terdenaturasi akan
perbedaan
antar
perlakuan
Tabel 2. Hasil Uji Tukey Susut Masak Nugget Ayam Petelur Afkir pada Berbagai Perlakuan. Perlakuan Rataan Signifikansi (0.05) ____________________________________________________________________ ……..%......... P0 3,43 a P1 3,84 a P2 5,85 b P3 6,44 b ____________________________________________________________________Ke terangan : Huruf kecil yang sama ke arah kolom signifikansi menunjukkan berbeda tidak nyata.
Penggunaan
tepung
tapioca
10%
Hal ini karena kandungan karbohidratnya
menghasilkan susut masak yang tidak
sama, demikian juga kandungan amilosa dan
berbeda dengan tepung talas bogor 10%.
amilopektinnya
tidak
berbeda
jauh. 156
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2 Penggunaan tapioca
tingkat
10%
ISSN 1979-8911
konsentrasi
berbeda
nyata
tepung
menyatakan bahwa susut masak merupakan
dengan
indicator
nilai
nutrisi
daging
yang
penggunaan tingkat konsentrasi tepung talas
berhubungan dengan kadar air daging, yaitu
bogor
banyaknya air yang terikat di dalam dan
15%
konsentrasi
dan tepung
penggunaan talas
tingkat
bogor
20%.
diantara otot.
Daya ikat air (DIA) yang
Semakin banyak tepung yang ditambahkan
rendah akan mengakibatkan nilai susut
akan
masak yang tinggi.
menurunkan
proporsi
kandungan
protein dalam adonan, sehingga daya ikat air oleh
protein
daging
akan
menurun.
Penurunan daya ikat air menyebabkan susut
Keempukan
masak meningkat, sehingga kualitas nugget
Tingkat konsentrasi tepung talas bogor
kurang baik.
Hal ini sejalan dengan
berpengaruh nyata terhadap keempukan
pendapat Soeparno (1998) bahwa daging
nugget ayam petelur afkir, dan untuk
dengan susut masak yang lebih rendah
mengetahui
mempunyai
dilakukan Uji Tukey disajikan pada Tabel 3.
kualitas
yang
lebih
baik
perbedaan
antar
perlakuan,
daripada daging dengan Soeparno (1998)
Tabel 3. Hasil Uji Tukey Keempukan Nugget Ayam Petelur Afkir pada Berbagai Perlakuan. Perlakuan Rataan Signifikansi (0.05) ____________________________________________________________________ ……..%......... P0 2,12 a P1 2,22 ab P2 2,37 ab P3 2,62 b ____________________________________________________________________Ke terangan : Huruf kecil yang sama ke arah kolom signifikansi menunjukkan berbeda tidak nyata.
157
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
Penggunaan tepung tapioca 10% berbeda
Keempukan nugget semakin meningkat
nyata lebih empuk dibandingkan dengan
dengan bertambahnya penggunaan tingkat
penggunaan tingkat konsentrasi tepung
tepung talas bogor. Penurunan kandungan
talas bogor 20%.
protein
Hal ini dikarenakan
dalam
adonan
nugget
akan
bahwa penambahan tepung pada adonan
menyebabkan kehilangan air lebih banyak,
nugget
hal tersebut akan menurunkan keempukan
akan
berpengaruh
terhadap
keempukan nugget, kekerasan pada pada
nugget.
nugget akan semakin meningkat dengan
bahwa keempukan dipengaruhi oleh kadar
meningkatnya
air, lemak dan protein. Keempukan nugget
ditambahkan.
proporsi
tepung
yang
Keempukan dalam hal ini
juga
Kramlich (1973) menyatakan
dipengaruhi
daya
ikat
menjelaskan
air,
adalah tingkat kekerasan dari nugget ayam
Ockerman
petelur afkir, dimana nugget yang tinggi
peningkatan daya ikat air akan diikuti
nilai kekerasannya maka semakin keras
dengan peningkatan keempukan.
Lukman
nugget tersebut.
(1995)
semakin
Sebaliknya, semakin
(1983)
oleh
menambahkan
bahwa
bahwa
rendah nilai kekerasan, maka nugget yang
banyak tepung yang ditambahkan ke dalam
dihasilkan semakin empuk.
adonan maka kadar protein akan semakin sedikit, sehingga keempukan akan menurun.
Akseptabilitas ____________________________________________________________________ Perlakuan Peubah ____________________________________________________ P0 P1 P2 P3 Akseptabilitas Rasa 4,30a 4,10a 3,75a 3,65a Aroma 3,40a 3,75ab 4,00ab 4,20b Keempukan 3,85a 3,75ab 3,25ab 3,05b Total Penerimaan 3,85a 3,80a 3,20ab 3,00b Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama ke arah baris menunjukkan berbeda tidak nyata. 158
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2
ISSN 1979-8911
Rasa
pemasakan, maka akan timbul senyawa-
Rasa nugget ayam petelur afkir dengan
senyawa volatile yang akan menghasilkan
penggunaan tingkat konsentrasi tepung talas
flavor dan aroma yang unik dari daging
bogor tidak berpengaruh nyata terhadap
masak.
akseptabilitas rasa nugget ayam petelur afkir.
Hal ini disebabkan oleh sifat
fungsional yang dimiliki pati, dimana pati
Keempukan
tidak mempunyai rasa manis, tidak seperti
Penggunaan tingkat tepung talas bogor 15%
pada golongan karbohidrat monosakarida
menghasilkan keempukan yang disukai oleh
dan
panelis.
disakarida
(Fardiaz,
dkk.
1992).
Menurut Lawrie (2003) kesan
Adapun rasa yang terdapat dalam nugget
keempukan pada nugget secara keseluruhan
ayam petelur afkir tersebut berasal dari
meliputi tekstur dan melibatkan beberapa
bumbu,
aspek diantaranya mudah atau tidaknya gigi
khususnya
garam
yang
dapat
meningkatkan cita rasa.
berpenetrasi awal ke dalam nugget, mudah atau tidaknya dikunyah menjadi potonganpotongan yang lebih kecil dan jumlah residu
Aroma Penggunaan
tepung
talas
bogor
20%
yang tertinggal setelah dikunyah.
menghasilkan aroma yang paling disukai. Aroma yang terdapat dalam nugget ayam
Total Penerimaan
petelur afkir dikarenakan adanya protein dan
Penggunaan
lemak.
kontrol
Lemak
akan
menghasilkan
tepung tapioka 10% sebagai
tidak
berbeda
nyata
dengan
komponen volatile pada saat dipanaskan dan
penggunaan tepung talas bogor 10% dan
akan keluar bersama uap.
Hal ini sesuai
15%, akan tetapi berpengaruh nyata agak
dengan pendapat Forrest, dkk (1975) dan
suka dengan penggunaan tepung talas bogor
Soeparno (1998) bahwa dengan adanya
sebanyak 20%.
Total penerimaan ini 159
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2 meliputi
ketiga
dilakukan,
jenis
yaitu
ISSN 1979-8911
penilaian
yang
aroma,
dan
rasa,
keempukan dari produk yang dihasilkan.
Terhadap Talas.
Sifat
Skripsi.
Kimia
Tepung
Fakultas Teknologi
Pertanian IPB. Bogor.
Rata-rata hasil skala hedonik yang diperoleh menunjukkan agak suka sampai suka. Hasil
Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar
keseluruhan dari penilaian akseptabilitas
Nasional Indonesia Naget Ayam
yang dilakukan, menunjukkan bahwa tepung talas
bogor
pembuatan
bisa
nugget
digunakan ayam
dalam
petelur
(Chicken
Nugget).
Dewan
Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta. 1.
afkir
sebanyak 15%, dengan skala hedonik agak
Dedi,
F.,
suka sampai suka, dan hasilnya sama dengan
Andarwulan., H. Wijaya. 1992. Petunjuk
dengan penggunaan filler tapioka 10%.
Puspitasari.,
Laboratorium Analisis
KESIMPULAN
N.L.,
Sifat
Teknik
Kimia
dan
Fungsional Komponen Pangan.
Depdikbud
Tepung talas bogor dapat digunakan sebagai
Ditjen PT PAUP dan G IPB.
filler dalam pembuatan nugget ayam petelur
Bogor. 1, 41-46.
afkir sebanyak 10% secara objektif dan
Forrest, .J.G., E.D,H.B. Aberle,,
secara subjektif dapat digunakan sampai
Hendrik. M.D. Judgeand R. A.
15%.
Merkel. 1975. Principles
DAFTAR PUSTAKA
N.
Science.
W.H.
of
Meat
Freeman
and
Company. San Fransisco. 25Ali, A.A.
1996. Mempelajari Pengaruh
52; 145-179.
Sulfurisasi dan Suhu Penegeringan 160
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2 Gasperz. Analisis
V.
1991.
Dalam
ISSN 1979-8911
Teknik Penelitian
Co.,
Westport,
Connecticut. 230-286.
Percobaan Jilid 1. Penerbit Tarsito. Bandung. 62-68, 89-92, 119-123.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi ke-5. UI Press. Jakarta. 244298.
Haris,
Helmi.
Kemungkinan
2001. Penggunaan
Edible Film dari Pati Tapioka Untuk Pengemas Lempuk. Jurnal
Ilmu-Ilmu
Pertanian
Indonesia Volume 3. Fakultas
Lukman, H. 1995.
Perbedaan
Karakteristik Daging Karkas dan Sifat Olahannya Antara Itik Afkir dan Ayam Petelur Afkir. Disertasi. Program Pascasarjana
Pertanian
IPB. Bogor.
Universitas Bengkulu. Bengkulu. Hartati, S.N. dan Titik, K.P.
Ockerman,
H.W.
1983.
2003. Analisis Kadar Pati dan
Chemistry of Meat Tissue. Dept.
Serat Kasar Tepung
of Animal Science. The
Beberapa Kultivar Talas. Pusat
Penelitian
Bioteknologi
LIPI, Cibinong.
Ohio Agricultural Research and
Bogor.
Departement
Kramlich, W.E., A.M. Person and F.W. Tauber. Meat. The AV.
Ohio State Univesity and The
1973. Processed
Center. Ohio. Hal. 1-38. Sison dan E.C. Almira.
1975.
Starchy Materials as Binder in Salami Sausage. 161
Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2 Philipines
Agriculturist.
58;367.
ISSN 1979-8911
Winarno,
F.G.
2004.
Pangan dan Gizi.
Soeparno.
1998.
Teknologi
Daging.
Ilmu
dan
Fakultas
Peternakan Universitas
Kimia Cetakan
kedelapan. Gramedia Pustakan Umum. Jakarta. Hal 27-35.
Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta. Hal 249-255, 283-312.
162