KARAKTERISTIK TEPUNG TALAS (Colocasia esculenta (L) Schott) DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBUATAN CAKE
SKRIPSI
FIKI FITRIYA SILMI KAFAH F14080027
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
CHARACTERISTICS OF TARO FLOUR (Colocasia esculenta (L) Schott) AND ITS UTILIZATION
Fiki Fitriya Silmi Kafah, Y. Aris Purwanto, and Dhiah Nuraini Department of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. e-mail :
[email protected]
ABSTRACT
Taro has high carbohydrate content. Taro is mostly consumed in the form of fresh tubers. To increase the utilization of Taro as a carbohydrate source in food, taro tubers should be processed into flour. Therefore, understanding the characteristics of taro flour is required to be able to handle taro flour properly during production storage, packaging, and processing. The objective of this study were to examine the physical and chemical characteristics of taro flour, and to determine the consumer preference level of taro cake. The results showed that yield of taro flour was 19.7%. The density was 0.534 g/ml and launch angle was 34º. The gelatinization temperature was relatively high, at 82.9ºC, due to high content of protein that inhibits the starch gelatinization. Peak viscosity of taro flour was 2865.3 cP. Taro flour was less stable during heating, this was indicated by a high value of breakdown viscosity i.e. 1155.7 cP. Setback viscosity was 636.3 cP. The largest part of the chemical composition was carbohydrates. The energy contained in taro flour worth was 369.04 kcal per 100 g taro flour. Taro sponge cakes were made in two levels of taro flour composition, i.e. 50% and 100%. It was resulted that taste, texture, aroma, pores, color of crumb, and crust color, sponge cake of 50% taro flour was more acceptable than 100%.
Key words : physicochemical characteristic, Colocasia esculenta (L) Schott , Taro flour, cake
FIKI FITRIYA SILMI KAFAH. F14080027. Karakteristik Tepung Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Cake. Di bawah bimbingan Y. Aris Purwanto dan Dhiah Nuraini. 2012
RINGKASAN
Ketahanan pangan merupakan hal yang penting sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Pangan adalah kebutuhan pokok. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun yang semakin terbatas harus diimbangi dengan adanya upaya diversifikasi pangan. Kebutuhan karbohidrat dari tahun ke tahun terus meningkat dimana, penyediaan karbohidrat dari serealia saja tidak mencukupi, sehingga peranan tanaman penghasil karbohidrat dari umbi-umbian, khususnya talas semakin penting. Tanaman talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peranan cukup strategis. Tanaman talas memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir sebagian besar bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi manusia. Tanaman talas yang merupakan penghasil karbohidrat berpotensi sebagai suplemen/substitusi beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya. Talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan makanan utama dan substitusi karbohidrat di beberapa negara termasuk di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pembuatan tepung talas dan produk olahannya misalnya berupa cake. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik fisika dan kimia tepung talas, menguji pengaruh penambahan tepung talas terhadap kualitas cake yang dihasilkan, dan menganalisis penerimaan konsumen terhadap cake yang berbahan baku tepung talas. Penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk mendukung upaya diversivikasi pangan, menambah nilai guna umbi talas, dan upaya subtitusi penggunaan tepung terigu dengan tepung berbahan baku umbi lokal. Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan tepung talas kemudian tepung talas tersebut diamati karakteristik fisika dan kimianya. Setelah itu tepung talas digunakan untuk membuat cake dengan komposisi tepung talas 50% dan 100%. Kualitas cake talas kemudian diuji secara organoleptik dengan 25 orang panelis. Talas yang digunakan adalah kultivar talas bentul. Tepung talas merupakan hasil penggilingan umbi talas yang dikeringkan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata rendemen pembuatan tepung talas adalah 19.7%. Densitas kamba tepung talas adalah 0.534 g/ml. Derajat putih tepung talas dipengaruhi oleh warna umbi talas. Terdapat hubungan positif antara derajat putih dan tingkat kehalusan. Semakin tinggi tingkat kehalusan tepung, didapatkan nilai derajat putih tepung talas yang semakin tinggi. Sudut peluncuran dari tepung talas adalah 34º. Warna tepung talas relatif lebih gelap, kasar, dan kering dibandingkan dengan tepung terigu protein sedang. Tepung talas termasuk ke dalam tipe A dalam pengelompokan gelatinisasi berdasarkan Schoch dan Maywald (1968). Profil gelatinisasi tepung talas mirip dengan profil gelatinisasi pati garut. Suhu awal gelatinisasi tepung talas cukup tinggi yaitu 82.9ºC yang diakibatkan tingginya kandungan protein tepung talas yang menghambat gelatinisasi. Viskositas puncak pada tepung talas bogor adalah 2865.3 cP. Tingginya viskositas puncak tersebut berpengaruh terhadap rendahnya rasio pengembangan volume cake yang dihasilkan. Tepung talas kurang stabil selama pemanasan, hal ini ditunjukkan oleh nilai breakdown yang tinggi yaitu 1155.7 cP. Perubahan viskositas yang terjadi selama pendinginan sebesar 636.3 cP. Hal ini menunjukkan kecenderungan produk tepung talas akan mengeras setelah dingin.
Kandungan tertinggi dalam komposisi kimia tepung talas adalah karbohidrat. Energi yang terkandung dalam tepung talas bernilai 369.04 kkal per 100 g tepung talas. Kadar karbohidrat yang tinggi membuat tepung talas diharapkan dapat menjadi sumber energi alternatif dalam upaya diversifikasi pangan. Berdasarkan SNI 3751:2009 mengenai tepung terigu untuk bahan makanan, kadar air dan kadar abu tepung talas bogor masih di bawah nilai batas maksimum. Penggunaan tepung talas dalam pembuatan sponge cake dilakukan dalam dua tingkat penggunaan yaitu 50% dan 100%. Secara rasa, tekstur, aroma, pori, warna remah, dan warna kerak, sponge cake dengan 50% tepung talas lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan sponge cake dengan 100% penggunaan tepung talas.
KARAKTERISTIK TEPUNG TALAS (Colocasia esculenta (L) Schott) DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBUATAN CAKE
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh FIKI FITRIYA SILMI KAFAH F14080027
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi : Karakteristik Tepung Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Cake Nama : Fiki Fitriya Silmi Kafah NIM : F14080027
Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik I
Dosen Pembimbing Akademik II
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc NIP. 19640307 198903 1 001
Ir. Dhiah Nuraini, M.Si NIP. 090012851
Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem
Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Karakteristik Tepung Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Cake adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan
Fiki Fitriya Silmi Kafah F14080027
© Hak cipta milik Fiki Fitriya Silmi Kafah, tahun 2012 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Fiki Fitriya Silmi Kafah dilahirkan di Bogor, 7 Mei 1990 dari pasangan Mumuh W. Sumarto (alm) dan Nunih Maknuniyah (alm), sebagai putri keempat dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SDN Bantarjati 5 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bogor pada tahun 2005. Pendidikan menengah atas penulis tamatkan tahun 2008 di SMAN 1 Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2008 penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif sebagai pengurus himpunan profesi mahasiswa Himateta 2009-2010 sebagai staf divisi Riset dan Keteknikan (Ristek), periode 2010-2011 sebagai sekretaris Biro Kewirausahaan, dan pada periode 2011-2012 sebagai anggota Badan Pengawas. Penulis juga menjadi staf divisi Science and Development organisasi IAAS 2008-2010. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan acara-acara di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti kegiatan masa perkenalan departemen, SAPA 2010 serta sebagai panitia kongres pertanian berskala internasional. Penulis melakukan Praktik Lapang (PL) pada tahun 2011 di CV Cihanjuang Inti Teknik, Cimahi dengan judul “Teknik Pengolahan Minuman Tradisional Serbuk di CV Cihanjuan Inti Teknik, Cimahi Jawa Barat”. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Karakteristik Tepung Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Cake” di bawah bimbingan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Ir. Dhiah Nuraini, M.Si.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karuniaNya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Karakteristik Tepung Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Cake” dilaksanakan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, laboratorium Biokimia Pangan, Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, dan Labolatorium Pilot Plant SEAFAST IPB sejak bulan Maret sampai dengan Juni 2012. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
9.
Mama (alm) dan Ayah (alm) orangtua tersayang, atas curahan doa, inspirasi, dan kasih sayangnya kepada penulis, semoga ini bisa menjadi persembahan yang indah untuk orangtua penulis. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Ir. Dhiah Nuraini, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama penelitian dan penyusunan skripsi. Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc (alm) selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingannya kepada penulis. Dr. Sutrisno selaku dosen penguji ujian skripsi penulis yang telah memberikan saran yang membangun. Yayu, Teteh, Kakak, AA, Mas, Hanif, Niha, Alia yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis. Teknisi laboratorium Bapak Sulyaden, Bapak Deni, Bapak Junaedi, Bapak Ilyas, Kak Firman, Bapak Ahmad, Bapak Darma dan Ibu Otih atas bantuannya selama penelitian. Liba, Diza, Dila yang selalu menemani dan menyemangati selama penelitian, Dea, Anggi, Mita, Ade, Panji, Ramon, Akay dan seluruh teman Magenta 45 atas perhatian dan dukungannya kepada penulis. Anita yang telah membantu dalam pengolahan data, Gita, Edo, dan Ahmad teman satu bimbingan yang saling mengingatkan dan menyemangati selama bimbingan skripsi, dan Aa yang menemani revisi dari jauh. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih ada kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan laporan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ vii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................ 1 B. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................................................... 2 C. MANFAAT PENELITIAN ................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS .............................................................................................................................. 3 B. SULFURISASI ................................................................................................................... 5 C. PENGERINGAN TALAS .................................................................................................. 6 D. PENGECILAN UKURAN ................................................................................................. 6 E. TEPUNG TALAS .............................................................................................................. 7 F. REOLOGI .......................................................................................................................... 8 G. GELATINISASI ................................................................................................................ 9 H. CAKE .................................................................................................................................. 11 III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN .......................................................................... 15 B. ALAT DAN BAHAN ......................................................................................................... 15 C. METODE PENELITIAN .................................................................................................... 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TEPUNG TALAS .............................................................................................................. 23 B. CAKE TALAS .................................................................................................................... 31 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN ................................................................................................................ 39 5.2. SARAN ............................................................................................................................ 39 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 40 LAMPIRAN ............................................................................................................................ 42
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16.
Halaman Komposisi kimia talas per 100 gram bahan mentah ......................................................... 4 Fraksi karbohidrat dalam umbi talas (berat basah) ........................................................... 4 Kandungan gula dalam talas yang telah dimasak ............................................................. 5 Analisis kadar pati, amilosa, amilopektin, dan serat kasar tepung dari beberapa kultivar talas ................................................................................................ 8 Alat untuk penelitian ........................................................................................................ 15 Komposisi bahan pembuat cake ....................................................................................... 20 Susut bobot dalam pengolahan tepung talas .................................................................... 23 Derajat putih tepung talas bogor ...................................................................................... 24 Perbandingan densitas kamba tepung talas, tepung talas belitung, dan tepung terigu Kunci Biru ............................................................................................ 26 Data amilogram tepung talas ............................................................................................ 26 Profil gelatinisasi tepung talas dan pati garut .................................................................... 27 Sudut peluncuran tepung talas .......................................................................................... 29 Komposisi kimia tepung talas, tepung gembili, dan tepung pati garut .............................. 30 Nilai L, a, b hasil pengukuran menggunakan chromameter ............................................ 32 Tinggi cake sebelum dan setelah dibakar ........................................................................ 35 Rata-rata kesukaan panelis terhadap cake dengan faktor penepungan dan komposisi tepung ....................................................................................................... 36
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3.
Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17.
Talas .............................................................................................................................. 3 Tahapan proses pembuatan tepung talas (Lingga 1986) ............................................... 8 Profil gelatinisasi dengan pengukuran menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) dan perubahan granula pati selama pemanasan (Srichuwong 2006 dalam Faridah 2011) ................................................................................................................. 10 Beberapa tipe profil amilogram (Chen 2003 dalam Anggriawan 2010) ........................ 10 Tahapan penelitian ......................................................................................................... 16 Tahapan proses pembuatan tepung talas ........................................................................ 17 Tahapan pembuatan cake ............................................................................................. 20 Tepung talas ................................................................................................................... 25 Amilogram dari suspensi tepung talas yang diukur dengan RVA ................................. 26 Amilogram pati garut (Faridah 2011) ............................................................................ 28 Perbandingan warna tepung talas dan tepung terigu ...................................................... 29 Warna remah cake kontrol (kiri), cake 50% tepung talas (tengah), cake 100% tepung talas (kanan) .................................................................................... 33 Perbandingan warna kerak dan remah pada cake ......................................................... 33 Retakan yang terdapat pada permukaan atas cake ......................................................... 34 Bentuk cake talas tampak samping ............................................................................... 34 Titik pengukuran tinggi cake setelah dibakar ............................................................... 34 Pori remah cake ............................................................................................................ 38
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10.
Halaman Hasil identifikasi talas ............................................................................................... 43 Formulir uji organoleptik cake talas ........................................................................ 44 Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan (SNI 3751:2009) ........................................ 45 Sintaks SAS ............................................................................................................... 46 Analisis sidik ragam rasa Cake tepung talas ............................................................. 52 Analisis sidik ragam aroma Cake tepung talas .......................................................... 55 Analisis sidik ragam tekstur Cake tepung talas ........................................................ 58 Analisis sidik ragam pori Cake tepung talas ............................................................. 61 Analisis sidik ragam warna remah Cake tepung talas ............................................... 64 Analisis sidik ragam warna kerak Cake tepung talas ................................................ 67
vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang penting sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia sehingga pangan menjadi hak asasi manusia. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa terpenuhi, maka upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produktivitas budidaya pangan dengan pemanfaatan teknologi dan upaya diversifikasi pangan. Upaya diversifikasi pangan menjadi sangat penting karena semakin terbatasnya kemampuan produksi pangan nasional. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan karbohidrat di masa mendatang terdapat berbagai macam kendala seperti laju pertumbuhan jumlah penduduk yang masih cukup besar, terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian khususnya lahan sawah di Pulau Jawa dan di beberapa propinsi di luar Pulau Jawa. Kebutuhan karbohidrat dari tahun ke tahun terus meningkat, dimana penyediaan karbohidrat dari serealia saja tidak mencukupi sehingga peranan tanaman penghasil karbohidrat dari umbi-umbian khususnya talas semakin penting. Tanaman talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peranan cukup strategis tidak hanya sebagai sumber bahan pangan, dan bahan baku industri tetapi juga untuk pakan ternak. Tanaman talas memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir sebagian besar bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Tanaman talas yang merupakan penghasil karbohidrat berpotensi sebagai suplemen/substitusi beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri, dan lain sebagainya. Talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan makanan utama dan substitusi karbohidrat di beberapa negara termasuk di Indonesia. Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan telah dikenal secara luas terutama di wilayah Asia dan Oceania. Di Indonesia, talas sebagai bahan makanan cukup populer dan produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang, dan Malang) yang merupakan sentra-sentra produksi talas. Pengolahan talas saat ini kebanyakan memanfaatkan umbi segar yang dijadikan berbagai hasil olahan, diantaranya yang paling populer adalah keripik talas. Produk olahan umbi talas dengan bahan baku tepung talas masih terbatas karena tepung talas belum banyak tersedia di pasaran. Padahal penggunaan tepung talas memungkinkan munculnya produk olahan talas yang lebih beragam seperti kerupuk, cake dan kue-kue lain. Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil talas yang cukup produktif di Indonesia. Dari 33 kecamatan di Kabupaten Bogor terdapat lima lokasi sentra produksi talas terbesar yang menghasilkan talas secara kontinyu. Lima lokasi terbesar itu adalah kecamatan Ciawi, Megamendung, Cijeruk, Darmaga, dan Caringin. Dengan kemudahan akses untuk mendapatkan bahan baku, maka diperlukan upaya pengolahan pasca panen talas menjadi produk olahan setengah jadi ataupun produk olahan lanjutan siap konsumsi. Konversi umbi segar talas menjadi tepung yang siap pakai terutama untuk produksi pangan olahan di samping mendorong munculnya produk-produk yang lebih beragam juga dapat mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung talas sehingga dapat meningkatkan nilai jual komoditi talas. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih. Tepung talas sebagai salah satu produk olahan talas berpotensi menjadi bahan baku industri pangan berbasis tepung-tepungan. Tepung talas dapat diperoleh dengan mengupas, mencuci, dan merajang umbi, kemudian dikeringkan dan digiling. Setelah tepung talas dihasilkan tentu diperlukan
pengetahuan mengenai karakteristik fisik dan kimia tepung talas untuk informasi terkait penanganan tepung talas selanjutnya. Setelah itu dilakukan pemanfaatan tepung talas untuk menjadi bahan baku pembuatan cake dan dianalisa penerimaannya oleh konsumen.
B. Tujuan Penelitian a. Menganalisis karakteristik fisika dan kimia tepung talas b. Menguji pengaruh perbedaan komposisi tepung talas yang digunakan (0%, 50%, dan 100%) terhadap kualitas cake yang dihasilkan c. Melakukan kajian penerimaan konsumen terhadap cake yang berbahan baku tepung talas
C. Manfaat Penelitian a. Mendukung program pemerintah dalam upaya diversivikasi pangan b. Menambah nilai guna umbi talas menjadi tepung talas c. Upaya subtitusi penggunaan tepung terigu dengan tepung berbahan baku umbi lokal
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Talas Dikutip dari Pranowo (2004), tanaman talas (Colocasia esculenta (L) Schott), merupakan tanaman monokotil asli daerah tropis. Tanaman ini berasal dari daratan India dan Cina yang selanjutnya dibawa ke Rusia oleh botanis Nikolai Ivanovich Vaviloc. Gambar talas dapat dilihat pada Gambar 1. Taksonomi tanaman ini adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotylae Ordo : Arales Famili : Araceae Genus : Colocasia Spesies : Colocasia esculenta (L) Schott
Gambar 1. Talas bentul Umbi talas terletak di bagian bawah pokok batang talas. Umbi inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Ada bermacam jenis talas, baik yang liar maupun yang dibudidayakan. Bahkan ada jenis tertentu yang ditanam sebagai tanaman hias. Jenis talas dapat dicirikan oleh warna daun dan tangkainya. Selain itu tanaman talas juga dibedakan berdasarkan warna dan rasa yang tergantung pada jenis talas (Lingga 1989). Di Indonesia tempat pengembangan talas adalah Bogor dan Malang yang menghasilkan kultivar yang enak rasa umbinya. Tingkat produksi tanaman talas tergantung pada kultivarnya, umur tanaman, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Pada kondisi optimal, produktivitas tanaman talas dapat mencapai 30 ton per hektar. Salah satu jenis talas yang digemari orang ialah Colocasia esculenta L. Schoott atau talas bogor. Bedanya dengan kimpul jenis ini mempunyai daun yang berbentuk hati dengan ujung pelepah daunnya tertancap agak ketengah helai daun sebelah bawah. Warna pelepah bermacammacam. Bunga terdiri atas tangkai seludang dan tongkol. Bunga betinanya terletak di pangkal tongkol, bunga jantan di sebelah atasnya, sedang diantaranya terdapat bagian yang menyempit. Pada ujung tongkolnya terletak bunga-bunga yang mandul, umbinya berbentuk silinder sampai agak membulat. Talas Bogor ini mengandung kristal yang menyebabkan rasa gatal. Terdapat keanekaragaman pada bentuk daun, warna pelepah, bentuk dan rasa umbi serta kandungan kristal. Untuk pertumbuhan talas diperlukan tanah yang kaya akan humus dan berdrainase baik (Deptan).
3
Komposisi kimia talas bervariasi bergantung pada jenis, usia, keadaan tempat tumbuh, dan tingkat kematangan. Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 1. Komponen utama dari karbohidrat umbi talas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi kimia talas per 100 gram bahan mentah Kandungan Gizi
Jumlah
Energi (kJ)
393
Kadar air (%)
75.4
Protein (g)
2.2
Lemak (g)
0.4
Serat (g)
0.8
Total karbohidrat dan serat (g)
21
Abu (g)
1
Ca (mg)
34
P (mg)
62
Fe (mg)
1.2
K (mg)
448
Na (mg)
10
Karoten (mg)
2
Thiamin (mg)
0.12
Riboflavin (mg)
0.04
Niacin (mg)
1
Asam askorbat (mg)
8
Sumber : FAO 1988 dalam Kusnandar 2007 Tabel 2. Fraksi karbohidrat dalam umbi talas (berat basah) Karbohidrat
%
Pati
77.9
Pentosan
2.6
Serat kasar
1.4
Dekstrin
0.5
Gula pereduksi
0.5
Skrosa
0.1
Sumber : Onwueme 1978 dalam Kusnandar 2007 Dalam Onwueme (1978) seperti yang dikutip oleh Kusnandar (2007), pati umbi talas terdiri dari 17-28% amilosa sedangkan sisanya yaitu 72-83% adalah amilopektin. Kandungan protein umbi
4
talas lebih tinggi dibandingkan umbi lainnya seperti ubi jalar, ubi kayu, dan ubi rambat. Kandungan protein tersebut kaya akan asam amino esensial tetapi jumlah histidin, lisin, isoleusin, tryptofan dan methioninnya rendah. Seperti halnya umbi-umbi lainnya, dalam umbi talas terkandung oligosakarida terutama rafinosa. Senyawa ini masih ditemukan pada talas yang telah dimasak dan bersifat tidak dapat dicerna. Walaupun jumlah kandungan rafinosa yang terdapat dalam talas hanya sedikit tetapi hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya masalah flatulen dalam usus besar. Flatulen menyebabkan orang yang mengkonsumsinya akan mengeluarkan gas-gas antara lain CO2, O2, dan N2. Kandungan rafinosa dalam umbi talas yang telah dimasak dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan tersebut berasal dari kultivar talas yang terdapat di Samoa dan nilainya akan bervariasi untuk setiap spesies talas. Tabel 3. Kandungan gula dalam talas yang telah dimasak Jenis Gula
Gram (berat basah)
Fruktosa
1
Glukosa
0.6
Sukrosa
94
Maltosa
1
Rafinosa
0.3
Sumber : FAO 1988 dalam Kusnandar 2007 Manfaat utama umbi talas adalah sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Di beberapa daerah seperti di Papua Barat, talas dikonsumsi sebagai makanan pokok. Selain itu umbi talas juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan tradisional, tepung talas (bahan pembuat roti, kue, zat pengental, dan makanan bayi), obat tradisional (encok, rematik, bisul, penawar racun, dan obat urusurus), dan produk fermentasi berupa pasta kental yang disebut poi. Tetapi karena kandungan karbohidrat yang cukup tinggi serta adanya kandungan nutrisi lainnya, kini talas lebih banyak dibudidayakan sebagai salah satu makanan untuk diversivikasi pangan. (Deptan) Umbi talas memiliki kandungan potensi karbohidrat dan protein, mineral Ca dan P yang cukup tinggi, kedua mineral tersebut penting bagi pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Selain itu pula mengandung vitamin A, C, sedikit B1 (Rukmana, 1998). Seperti yang dikutip dari Pranowo (2004), tepung talas memiliki kandungan gizi yang baik dibandingkan dengan tepung umbi lainnya. Tepung talas mengandung serat yang sangat berguna membantu pencernaan makanan dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan dengan mengkonsumsi tepung talas dapat mencegah seseorang terserang penyakit wasir, ambeien atau haemorroid.
B. Sulfurisasi Sulfurisasi merupakan perlakuan penambahan sulfur dioksida (SO2) untuk mempertahankan warna, cita rasa, dan mencegah kerusakan bahan pangan oleh aktivitas mikroorganisme serta mempertahankan stabilitas mutu selama penyimpanan berlangsung. Senyawa yang biasa digunakan adalah sulfur dioksida, garam natrium, senyawa sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bahan ini tidak diperbolehkan digunakan untuk daging dan bahan yang mengandung vitamin B 1 yang tinggi karena dapat merusak thiamin (B1) yang ada. Sedangkan natrium-metabisulfit (NaHSO3) yang aman pada kadar 2000-3000 ppm (Desrosier 1988).
5
C. Pengeringan Talas Pengeringan merupakan pengeluaran air dari suatu produk pertanian hingga mencapai kadar air yang setimbang dengan keadaan udara atmosfir secara normal. Pada kondisi akhir pengeringan diperoleh kadar air yang tidak menyebabkan aktivitas enzim tertentu, jamur, dan serangga yang dapat merusak kualitas (Pranowo 2004). Menurut Hubeis (1984), pengeringan merupakan cara untuk menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan bantuan energi panas dari sumber alami (sinar matahari) atau buatan (alat pengering). Pengeringan bahandapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penjemuran, pengeringan buatan, dan pengeringan beku. Penjemuran merupakan tindak pengeringan bahan dengan energi surya di udara terbuka dengan kelembaban udara, kecepatan udara serta suhu yang dipengaruhi cuaca. Pengeringan dengan cara penjemuran dapat dilakukan dengan cara menempatkan bahan yang akan dikeringkan pada tempat seperti lamporan/lantai penjemuran, tikar, atap rumah, dan di jalan raya. Keuntungan dari penjemuran yaitu tidak memerlukan peralatan yang khusus dan mahal serta penanganan yang sederhana. Sedangkan kerugian dari pengeringan cara ini adalah dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengeringan yang lebih lama, hasil pengeringan yang tidak merata dan adanya pengotoran oleh debu selama penjemuran. Pengeringan buatan merupakan tindak pengeringan dengan alat pengering pada kondisi suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara, dan waktu pengeringan yang dapat dikontrol. Pengering buatan dapat dikategorikan menjadi pengering kelompok adiabatik, yaitu pengeringan bahan oleh udara panas yang dialirkan pada alat pengering secara konduksi; dan kelompok pengering isotermik, yaitu pengeringan bahan oleh udara panas secara langsung melalui pelat logam di mana bahan itu ditempatkan. Beberapa alat pengering buatan yang digunakan untuk pengeringan biji-bijian dalam bentuk utuh dan tepung adalah drum dryer, tunnel dryer, cabinet dryer, dan tray dryer. Drum dryer berbentuk silinder tunggal atau ganda yang berputar pada porosnya. Pada alat ini bahan yang berbentuk larutan dikentalkan dahulu, lalu dipanaskan secara merambat pada dinding silinder yang telah dipanaskan dengan tenaga uap untuk menjadi lapisan tipis setebal 0.02 – 0.04 inci. Tunnel dryer berbentuk sebuah terowongan (panjang: 35 – 50 kaki) yang terdiri dari rak-rak yang ditempatkan pada kereta beroda, pipa pemanas, dan kipas angin. Pada alat ini, bahan yang berada di rak-rak dari kereta beroda dikeringkan dengan udara panas kering dari pipa pemanas yang dihembuskan oleh kipas angin secara sirkulasi. Cabinet dryer merupakan ruang pengering berbentuk persegi seperti lemari yang terdiri dari rak-rak yang disusun secara bertingkat dan sumber pemanas. Pada alat ini bahan ditempatkan pada rak dikeringkan dengan udara panas kering dari sumber pemanas (kayu, arang) yang berada di luar atau di dalam ruang pemanas (di bawah rak pengering) melalui dasar rak-rak tersebut. Tray dryer terdiri dari rak-rak yang disusun bertingkat untuk meletakkan nampan pengering, elemen listrik/ pemanas, dan kipas angin. Pada alat ini bahan yang ditempatkan dalam nampan pada rak akan dikeringkan dengan udara panas kering dari pemanas yang dialirkan oleh kipas angin berkekuatan 7 – 15 kaki/detik.
D. Pengecilan Ukuran Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran dari bahan padat/butiran dengan gaya mekanis menjadi berbagai fraksi ukuran yang lebih kecil. Dengan pengecilan ukuran ini, bahan dapat dipisahkan atas keperluannya dan meningkatkan daya reaktifitas (Hubeis 1984). Pengecilan ukuran (size reduction), mencakup beberapa pengertian sebagai berikut: pemotongan (cutting), penghancuran dan penggerusan (crushing and grinding) dan penggilingan
6
(milling). Karakteristik pengecilan ukuran antara lain menggunakan daya mekanis tanpa mengubah susunan kimia bahan yang diproses dan ukuran produk akhir sesuai atau mendekati ukuran yang diinginkan. Beberapa tujuan pengecilan ukuran adalah: 1. Mempermudah ekstraksi unsur tertentu dan struktur komposisi 2. Penyesuaian dengan kebutuhan spesifikasi produk atau mendapatkan bentuk tertentu. 3. Untuk menambah luas permukaan padatan 4. Mempermudah pencampuran bahan secara merata Bahan baku seringkali tersedia dalam ukuran yang terlalu besar untuk diolah sehingga harus dikecilkan terlebih dahulu. Operasi pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi dua kategori besar berdasarkan bentuk bahan yang diproses yaitu padatan atau cairan. Jika bahan berupa padatan, operasi disebut grinding dan cutting. Jika berupa cairan, operasi disebut emulsification atau atomization. Pembedaan didasarkan pada reaksi terhadap shearing forces di dalam padatan dan cairan.
E. Tepung Talas Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Pada proses penggilingan ukuran bahan diperkecil dengan cara diremuk yaitu bahan ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling (Hubeis 1984). Menurut Winarno (1997) tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah. Kadar air yang rendah berperan penting dalam menjaga keawetan suatu bahan pangan. Jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis/asal bahan, perlakuan yang telah dialami bahan pangan, kelembaban udara tempat penyimpanan, dan jenis pengemasan. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering. Menurut Lingga (1986) proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri. Proses pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Kemudian dilakukan pengeringan pada suhu sekitar 50-60°C sampai pada saat kadar air mencapai 12%. pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan tersebut dibolak-balik agar keringnya merata. Hasil dari pengeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling untuk menghasilkan tepung talas yang seragam dilakukan pengayakan. Bagan alir pembuatan tepung talas dengan cara kering dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Kadar pati, amilosa, amilopektin dan serat kasar dari tepung talas disajikan pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Analisis kadar pati, amilosa, amilopektin, dan serat kasar tepung dari beberapa kultivar talas Kadar pati, amilosa, amilopektin, dan serat kasar
No. koleksi
Pati (mg/g tepung) (%)
Amilosa (%)
Amilopektin (%)
Serat Kasar (%)
Ketan
412
70.99
10.88
89.12
6.2
Sutra
149
68.64
10.54
89.46
5.55
Bogor
155
72.39
16.5
83.49
6.67
Lampung
552
69.97
20.91
79.08
4.17
Bentul
24
70.92
21.44
78.56
5.3
Kultivar
Sumber : Hartati dan Titik (2003)
Talas Pengupasan
Perajangan
Pencucian dengan air
Perendaman dengan Na-Metabisulfit
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan dengan ukuran 100 mesh
Tepung talas Gambar 2. Tahapan proses pembuatan tepung talas (Lingga 1986)
F. Reologi Reologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat aliran dan perubahan bentuk suatu bahan cair atau fluida. Perubahan bentuk bahan terjadi jika aplikasi gaya yang diberikan akan mengubah bentuk atau ukuran bahan. Sedangkan bahan dikatakan mengalir jika tingkat perubahan
8
bentuk berubah secara kontinu. Di dalam reologi, bahan yang ideal dapat diklasifikasikan menjadi bahan yang elastis, plastis, dan kental tergantung dari perubahan bentuk yang terjadi jika diberikan suatu gaya. Bahan yang elastis akan meregang jika diberi gaya, sedangkan bahan yang bersifat plastis akan mengalami perubahan bentuk yang permanen dan bahan kental akan mengalir. Ukuran granula berperan penting dalam pembentukan karakter reologi dari suatu sistem dimana pati merupakan komponen utamanya. Pada umumnya, suatu cairan akan meningkat viskositasnya jika kandungan padatan di dalamnya meningkat dan suhunya menurun (Virgarini 1992).
G. Gelatinisasi Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula akan mulai mnggelembung. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60°C sampai 85°C. Granulagranula dapat menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85°C ganula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati menjadi makin kental membentuk sol. Pada pendinginan, jika perbandingan pati dan air cukup besar, molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan gelatinisasi (Gaman dan Sherrington 1992). Menurut Champbell (1950) karakteristik pati dan kualitas produk akhir dari produk dengan bahan baku yang mengandung pati, sangat dipengaruhi oleh absorbsi air, peningkatan volume (swelling), kepecahan (rupture), viskositas, dan pembentukan gel. Seluruh karakteristik tersebut berhubungan dengan proses gelatinisasi pati. Lalu lebih lanjut dijelaskan bahwa bentuk puncak pada kurva amilogram dapat tajam, sempit atau lebar tergantung pada laju pembengkakan dan ketahanan granula pati terhadap kepecahan. Pati dengan puncak tajam dan sempit membutuhkan pengawasan yang ketat selama pengolahan/ perlakuan panas jika diinginkan pembengkakan granula pati yang seragam selama pengolahan bahan pangan. Pati dengan puncak lebar atau plateau lebih disukai jika diinginkan pembengkakan yang seragam. Dalam proses gelatinisasi pati ini, granula pati secara berangsur-angsur mengalami pengembangan (swelling) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Pengembangan granula pati terjadi karena molekul-molekul air masuk ke dalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekulmolekul amilosa dan amilopektin. Dengan naiknya suhu suspensi pati, maka granula pati semakin membesar. Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan ikatan-ikatan hidrogen yang menghubungkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin semakin melemah dengan meningkatnya suhu pemanasan, sehingga mengganggu kekompakan granula pati. Di sisi lain, dengan meningkatnya suhu, maka molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula pati. Dengan demikian, bila suhu suspensi pati meningkat, maka air akan terikat secara simultan dalam molekul amilosa dan amilopektin yang mengakibatkan pengembangan ukuran granula pati tersebut. Setelah pengembangan granula mencapai maksimum pada suhu pemanasan tertentu, maka granula pati akan pecah (rupture), sehingga pemanasan pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan kekentalan pasta pati secara tajam (Meyer 2003, Parker 2003 dalam Faridah 2011). Proses gelatinisasi pati seperti dikemukakan di atas dapat diamati dengan menggunakan alat Brabender Viscoamilograph (BVA) atau Rapid Visco Analyzer (RVA). BVA dan RVA mencatat datadata profil gelatinisasi selama fase pemanasan dan pendinginan, yaitu suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas setback dan viskositas akhir. Profil gelatinisasi dengan pengukuran menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) dan perubahan granula pati selama
9
pemanasan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Profil gelatinisasi dengan pengukuran menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) dan perubahan granula pati selama pemanasan (Srichuwong, 2006 dalam Faridah 2011) Schoch dan Maywald (1968) mengelompokkan pati berdasarkan profil gelatinisasinya ke dalam empat jenis, yaitu tipe A, B, C, dan D. Profil gelatinisasi pati tipe A menunjukkan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum dan diikuti dengan penurunan viskositas selama pemanasan (mengalami breakdown), contohnya pati kentang, dan tapioka. Profil gelatinisasi pari tipe B mirip dengan tipe A, tetapi dengan viskositas maksimum lebih rendah, contohnya pati dari serealia. Profil gelatinisasi pati tipe C terdapat pada pati yang mengalami pengembangan yang terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi), contohnya pati kacang hijau, pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang dan heat moisture treatment (HMT). Profil gelatinisasi pati tipe D terdapat pada pati yang mengalami pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas, misalnya pati yang mengandung amilosa lebih dari 55,0%. Beberapa profil gelatinisasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Beberapa tipe profil amilogram (Chen 2003 dalam Anggriawan 2010)
10
H. Cake Cake merupakan produk “bakery” yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Pada pembuatan cake dibutuhkan pengembangan gluten dan biasanya digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentukan emulsi kompleks air dalam minyak di mana lapisan air terdiri dari gula terlarut dan partikel tepung terlarut (Sunaryo 1985). Jenis - jenis cake adalah chiffon cake, butter cake, genoise cake , dan cake adonan roti. Untuk chiffon cake lebih ringan dan lembut. Teknik pembuatannya putih telur dan kuning telur dikocok terpisah, sesudahnya baru dicampurkan dengan bahan lain. Butter cake atau cake mentega, untuk jenis ini mentega dan gula dikocok dahulu hingga lembut, baru bahan lain berturut–turut dimasukkan. Cara pembuatan genoise cake sama dengan sponge cake, tetapi telur dikocok sambil dipanaskan. Cara ini menghasilkan cita rasa cake yang tidak mengenyangkan. Cake adonan roti meskipun menggunakan ragi, kue-kue ini lebih umum disebut cake karena berbentuk utuh dan dihias (Boga 2002). 1. Daya Kembang Cake Tingkat pengembangan cake ditentukan dengan cara mengukur volume cake sebelum dan sesudah diolah. Pengembangan chiffon cake kulit singkong berkaitan erat dengan komposisi chiffon cake tersebut. Komposisi tersebut adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan sturktur pokok atau bahan pengikat didalam semua formula cake. Bahan yang digunakan untuk memproduksi cake memiliki pengaruh pengikat dan pengeras yang berbeda-beda terhadap adonan cake. Untuk perbedaan ini disebabkan oleh varietas gandum, teknik penggilingan, dan perlakuan penggilingan. Pengaruh pengerasan terhadap adonan cake dijumpai pada tepung yang digiling dari varietas gandum yang berbeda-beda. Pada gandum lunak terentang antara 7-10 %. Keadaan ini menciptakan suatu sistem yang akhirnya menghasilkan tekstur cake yang lebih lunak dan beremah (Desrosier 2008). Secara garis besar ada dua jenis tepung gandum yaitu tepung gandum keras (strong flour) dan tepung gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras biasanya digunakan untuk membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi serta puff pastry. Tepung terigu lunak biasanya digunakan untuk membuat biskuit dan kue. Perbedaan utama tepung terigu keras dan tepung terigu lunak terletak pada kandungan glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi dengan menggunakan ragi. Pada pembuatan tepung gandum seringkali ditambahkan bahan-bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan sifat-sifat tepung gandum yang dihasilkan. Salah satu bahan aditif yang dapat ditambahkan pada pembuatan tepung gandum yaitu L-sistein (biasanya dalam bentuk hidrokloridanya) yang berfungsi sebagai improving agent (meningkatkan sifat-sifat tepung gandum yang diinginkan). Sistein dapat melembutkan gluten (protein utama gandum yang berperan dalam pengembangan adonan yang dibuat dari tepung gandum). Selain pada tepung terigu, gula, margarin, kuning telur juga memiliki sifat sebagai pengemulsi dan pengempuk. Perbaikan rasa dan warna membantu membuat susunan, meningkatkan rasa dan butirannya menjadi lebih halus dan lembut (Wheat Associates 1983). 2. Sponge Cake Menurut US Wheat Associates (1983) sponge cake hampir sepenuhnya tergantung pada kocokan telur supaya ringan dan bergas. Keringanan dihasilkan karena pengocokan telur yang teliti dan yang membentuk gelembung-gelembung udara. Keadaan panas saat pembakaran menyebabkan udara dan cairan dalam gelembung-gelembung itu terus berkembang dan menyebabkan reaksinya semakin mengembang.
11
Ada dua jenis sponge cake yaitu straight sponge dan short sponge. Straight sponge mengandung telur, gula tepung, garam, dan bahan pewangi. Sedangkan short sponge mengandung bahan straight sponge ditambah dengan susu, lemak, air, bahan peragi/ pengembang, dan lain-lain. Telur merupakan bahan yang paling utama dalam pembuatan sponge cake, oleh karena itu harus berhati-hati dalam memilih telur. Telur harus bermutu baik, sehat, dan tidak berbau amis. 3. Fungsi Bahan dalam Pembuatan Cake Menurut Wheat Associates (1983), bahan dasar untuk pembuatan cake dibagi dalam dua jenis. Pertama jenis yang membentuk susunan cake: tepung, telur, dan susu. Kedua adalah jenis yang menjadikan cake empuk: gula, lemak, dan baking powder. a. Tepung Tepung merupakan unsur susunan adonan cake dan juga menahan bahan-bahan lainnya. Tepung dengan kadar protein 7% sampai 9% , butiran halus, dan yang telah diputihkan dengan baikcocok sekali utnuk tepung cake. Pemutihan membantu tepung lebih mudah menerima gula, air, dan lemak. Nilai pH tepung sekitar 5.2. b. Gula Gula digunakan sebagai bahan pemanis. Gula yang digunakan untuk semua jenis cake harus halus biturannya agar susunan cake rata dan empuk. Gula tersebut mudah larut dan akan menghasilkan susunan yang kasar pula. Bila mengkremkan gula dan lemak, yang paling baik ialah menggunakan gula sebanyak dua kali dari lemak. Kelebihan gula dari yang tercantum dalam formula harus dilarutkan dalam susu atau air. Jumlah gula yang sama dengan jumlah telur hasil kocokannya akan baik sekali. Gula akan mematangkan dan mengempukkan susunan sel, dan bila persentase gula terlalu tinggi dalam adonan maka hasil cake akan kurang baik dan cenderung jatuh di bagian tengahnya Gula invert, madu, molase, dan glukose mempunyai sifat-sifat higroskopis. Gula tersebut tidak hanya menahan cairan tetapi gula akan menimbulkan aroma dan rasa yang khas pada hasil produksi. Gula akan menurunkan titik penggulalian pada adonan sehingga memungkinkan kerak pada cake menjadi berwarna pada suhu yang lebih rendah. c. Lemak (Shortening) Lemak untuk cake harus mempunyai kemampuan yang baik dalam pengkreman, rasa, dan bau yang netral, harus mengemulsi dengan baik dan warnanya harus putih, harus bersifat plastis bila digunakan pada suhu antara 70º dan 75º F. Mentega termasuk lemak yang paling baik untuk pembakaran dilihat dari sudut rasa. Mutu pengkremannya aga kurang. Volume cakeyang dihasilkannya rendah dan butirannya lebih kasar bila dibandingkan dengan cake yang memakai lemak yang memiliki daya pengkreman sangat baik. Oleh karena itu para pengusaha menggunakan sebagian mentega untuk membangkitkan rasa atau aroma di samping menggunakan sebagian mentega untuk membangkitkan rasa atau aroma di samping memnggunakan sebagian lemak untuk meningkatkan volume dan butiran yang lebih halus. Lemak juga membantu menahan cairan dalam cake yang telah jadi. d. Telur Telur dan tepung membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai pembantu susunan bentuk cake. Telur segar memiliki nilai pH 7-7.5; apabila menjadi kurang sehat nilai pH akan berubah menjadi asam dan menyebabkan peragian dari formula menjadi tidak seimbang. Juga telur akan memberi cairan, aroma (rasa) dan warna pada kue. Sebelum digunakan telur harus dikocok dulu. Telur
12
harus dikocok sampai kocokannya bagus dan teguh. Letichin dalam kuning telur mempunyai daya pengemulsi, sedangkan lutein dapat membangkitkan warna pada hasil produksi. e. Susu Bila susu yang digunakan sebagai susu padat kering maka cake akan mempunyai susunan yang lengkap. Laktosa gula susu menghasilkan warna kerak. Susu padat membangkitkan rasa (aroma) dan merupakan bahan penahan cairan yang baik. Air yang ada dalam susu cair menimbulkan rasa lezat pada kue. f. Peragian/ Pengembangan (Leavening) Peragian/ pengembangan cake dapat dilakukan dengan tiga cara: 1. Memasukkan udara selama pencampuran 2. Menggunakan bahan peragi/ pengembang kimia 3. Menggunakan tekanan uap yang dibangkitkan pada oven Cara peragian/ perkembangannya tergantung pada jenis cake yang akan dibuat berdasa rkan pada banyaknya lemak dalam formula, kepadatan adonan, dan suhu pembakaran. 4. Penilaian Cake Menurut U.S. Wheat Associates (1983), agar dapat menilai cake yang tepat haruslah sudah ada gambaran tentang cake yang sempurna dan sekaligus menyimpulkannya. a. Simetri Istilah simetri dengan sendirinya sudah jelas. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi biasanya berbentuk: sisi rendah, sisi tinggi, tengah-tengah rendah, tengah-tengah tinggi dan tidak merata. b. Cerah (Bloom) Istilah bloom berhubungan dengan semaraknya cake. Warna yang cerah dan baik sangatlah penting. Bloom merupakan sifat warna yang berseri. c. Warna Kerak Warna kerak berbeda sesuai dengan jenis cake, dengan demikian untuk semua jenis cake tidak ada batasan tertentu mengenai warna kerak. Warna yang ideal untuk suatu jenis cake harus diketahui sehingga warna keraknya dapat ditentukan sesuai. d. Volume Walaupun seorang baker yang berpengalaman dapat memperkirakan volume dengan cukup tepat, namun cara yang terbaik ialah mengatur volume itu supaya menghasilkan cake yang sedap dipandang mata serta mempunyai susunan yang baik pada bagian dalamnya. Volume cake yang baik tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, agar susunan cake kelihatannya baik. e. Keadaan Kerak Keadaan kerak berbeda sesuai jenis cakenya. Beberapa jenis cake keraknya ada yang harus lebih empuk dari yang lain. Kerak cake yang baik seharusnya tidak terlalu empuk, sehingga cake tersebut tidak hancur namun kerak yang empuk tetap diinginkan.
13
f. Warna Remah Warna remah berlainan satu dengan yang lainnya tergantung pada jenis cake yang akan dibuat. Warna remah yang terang tetap disukai apa pun jenis cake yang dibuat. Warna remah menjadi tua atau muda tergantung dari bahan-bahan baku atau ketentuan formulanya. g. Butiran Cake Butiran cake tergantung pada jenis cake. Pound cake misalnya, butirannya harus rapat; tetapi jenis cake yang lain butirannya harus renggang sampai rapat. Hal itu tergantung pada ukuran, bentuk, dan sifat susunan sel remah. Keseragaman ukuran dan tipisnya dinding sel merupakan faktor yang paling dikehendai. Butiran yang tidak baik ialah yang sel-selnya kasar, tebal, berdinding, tidak rata, dan berlubang besar-besar. Untuk menilai butirannya, kita harus memotong cake itu pada bagian tengahnya. h. Aroma Aroma cake harus sedap. Udara dalam susunan sel yang mengantar aroma harus harum, manis, segar, dan murni. i. Rasa Untuk menentukan rasa cake, cara yang sebaik-baiknya ialah mencicipi sepotong cake. Kunyahlah dengan seksama sehingga dapat dirasakan rasa cake yang sebenarnya. Rasa merupakan kombinasi mutlak dari dua unsur: rasa dan harum. Rasa yang diinginkan serupa dengan aroma yang diinginkan. Yang paling kita sukai ialah rasa manis, lezat, dan menyenangkan. j. Mutu Simpan Mutu simpan cake merupakan faktor yang sangat penting, terutama mengenai cake yang dijual terbungkus di dalam pak, karena biasanya cake ini harus disimpan lama sebelum sampai kepada konsumen. Mutu simpan tiap jenis cake berbeda-beda tergantung pada berlemaknya cake itu, metode pembuatannya dan bahan-bahan yang digunakan. Namun demikian, terlepas dari jenis cake setiap cake harus memiliki mutu simpan yang baik, berarti harus selalu dalam keadaan baru/segar atau tetap lembab dan tidak bulukan.
14
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan Pilot Plant SEAFAST IPB. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret 2012 hingga Juli 2012.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah talas kultivar bentul (Lampiran 1). Bahan kimia yang akan digunakan untuk perendaman talas adalah larutan garam Natrium Clorida. Bahan yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan cake adalah tepung terigu protein sedang, margarin, telur, gula, susu bubuk, tepung maizena, dan emulsifier. 2. Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung talas dan cake tepung talas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Alat untuk penelitian Nama Alat
Fungsi
Pisau
Mengiris umbi talas dengan ketebalan tertentu
Baskom
Wadah larutan
Tray
Wadah untuk meniriskan irisan umbi talas
Water bath
Merendam irisan tepung talas
Pengering
Mengeringkan irisan umbi talas
Penggiling
Menggiling irisan talas kering menjadi tepung talas
Timbangan digital
Menimbang bahan pembuatan cake talas
Mixer
Mencampur bahan-bahan untuk pembuatan cake talas
Oven
Memanggang adonan cake talas
C. Metode Penelitian Tahapan penelitian dimulai dengan pembuatan tepung talas. Setelah tepung talas dihasilkan, maka dilakukan analisis karakteristik fisik dan kimia dari tepung talas tersebut. Tahapan penelitian dilanjutkan dengan pembuatan cake dengan komposisi tepung talas 0%, 50%, dan 100%. Setelah itu dilakukan analisis kualitas cake dan uji organoleptik dengan metode pengujian penerimaan cake 50% dan 100% tepung talas terhadap 25 orang panelis. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
15
Pembuatan tepung talas
Analisis karakteristik fisika dan kimia tepung
Pembuatan cake Komposisi tepung talas = 0%, 50%, dan 100%
Analisis kualitas cake
Analisis organoleptik cake Gambar 5. Tahapan penelitian 1. Pembuatan Tepung Talas Pembuatan tepung talas dilakukan berdasarkan metode Mayasari (2010) yang telah dimodifikasi. Tahapan-tahapannya meliputi pengupasan dan pengirisan umbi setebal 5mm, pencucian umbi dengan air, perendaman umbi dalam water bath 40°C selama 3 jam, perendaman dalam larutan NaCl 10% selama 1 jam, pencucian dengan air, pengeringan pada suhu 60°C selama 6 jam, serta penggilingan dan pengayakan 80 mesh. Diagram alir cara pembuatan tepung talas yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 6.
16
Talas
Pengupasan Kulit Perajangan Ketebalan 5mm
Umbi Busuk
Pencucian dengan air
Perendaman dalam water bath suhu 40°C selama 3 jam
Perendaman dengan larutan NaCl 10% selama 60 menit
Pencucian dengan air Lendir Gatal Pengeringan suhu ± 60ºC selama 6 jam
Penggilingan
Pengayakan dengan ukuran 80 mesh
Tepung Talas Kasar
Tepung Talas Gambar 6. Tahapan proses pembuatan tepung talas
2. Analisis a. Karakteristik Fisika 1) Derajat putih Pengukuran derajat putih tepung dilakukan dengan menggunakan whiteness meter Kett Electric C-300-3. Sampel dimasukkan ke dalam tempat yang sudah disediakan. Nilai derajat putih sampel akan semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai. 2) Densitas kamba Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volumenya mencapai 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi
17
sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 ml. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. Densitas Kamba = 3) Profil gelatinisasi Viskositas ditentukan dengan menggunakan RVA (Rapid Visco Analyzer). Alat ini digunakan untuk mengukur suhu gelatinisasi dan perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan. Pertama-tama atur alat supaya siap digunakan. Lalu masuk ke program perhitungan dengan memasukkan nilai kadar air tepung maka akan diketahui berat sampel dan berat aquades yang dibutuhkan. Setelah sampel dan aquades ditimbang di wadah terpisah, campurkan keduanya ke dalam canister. Masukkan paddle ke dalam canister lalu dorong bagian atas paddle ke dalam coupling. Tekan motor tower dan proses pengujian segera berjalan. Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase pemanasan, suspensi tepung dipanaskan dari suhu 50ºC hingga 95ºC dengan kecepatan 6ºC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95ºC menjadi 50ºC dengan kecepatan 6ºC/menit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan perubahan suhu (ºC) selama fase pemanasan dan pendinginan pada sumbu x. Data yang diperoleh dari pengukuran RVA adalah suhu awal gelatinisasi atau pasting temperature (PT), viskositas puncak atau peak viscosity (PV), viskositas pada 95ºC atau hot paste viscosity (HPV), viskositas breakdown (BD), viskositas setelah mencapai suhu 50ºC, viskositas akhir setelah dipertahankan di 50ºC atau cold paste viscosity (CPV), viskositas setback atau setback viscosity (SV), dan stabilitas pengadukan pada 50ºC. PT (ºC) adalah suhu pada saat nilai viskositas mulai terbaca yang menandakan pati mulai mengalami gelatinisasi. PV diukur saat pasta pati mencapai viskositas maksimum selama pemanasan. BD menunjukkan kestabilan viskositas terhadap pemanasan. BD menunjukkan kestabilan viskositas terhadap pemanasan yang dihitung dari selisih antara PV dengan HPV. SV menunjukkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi yang dihitung sebagai selisih antara CPV dan HPV. Tipe profil gelatinisasi pati selanjutnya ditentukan berdasarkan pengelompokkan oleh Schoch dan Maywald (1968). 4) Karakteristik aliran bahan kering Sudut peluncuran Parameter ini ditentukan dengan menempatkan tepung pada plat horizontal dan sudut plat diubah sampai tepung meluncur. Sudut dari posisi horizontal yang dibutuhkan oleh tepung untuk kehilangan posisinya dari atas plat tersebut disebut sebagai sudut peluncuran. 5) Karakteristik organoleptik tepung talas Karakteristik organoleptik yang dinilai dari tepung talas adalah warna, tekstur dan kehalusan. Ketiga karakteristik tersebut dilakukan dengan membandingkan tepung talas yang dihasilkan dan tepung terigu komersial protein sedang. Pengambilan tepung terigu protein sedang sebagai pembanding dikarenakan tepung terigu tersebut juga digunakan sebagai pembanding cake yang dihasilkan.
18
b. Karakteristik Kimia 1) Kadar air metode oven (AOAC, 1995) Sejumlah sampel (± 5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105ºC hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah dengan menggunakan rumus: Kadar Air (%bb) =
x100%
Dimana : a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g) 2) Kadar abu (AOAC, 1995) Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105-110ºC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600ºC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan rumus: Kadar Abu =
x100%
3) Kadar lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 105-110ºC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut heksana. Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus: Kadar Lemak =
x100%
4) Kadar protein, metode mikro-kjeldahl (AOAC, 1995) Sejumlah kecil sampel (1-2 g) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambanhkan 1.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H 2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan. Isi tabung dipindahkan ke alat distilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian biru metil 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0.0214 N
19
sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan prosedur yang sama tetapi tanpa sampel. %N =
x N HCl x 14.007 x 100 Kadar Protein = %N x 6.25
5) Kadar karbohidrat (by difference) (Apriyantono, 1989) Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (KA + A + L + P) Keterangan : KA A L P
= kadar air (%) = kadar abu (%) = kadar lemak (%) = kadar protein (%)
3. Pembuatan Cake Talas Penelitian selanjutnya bertujuan untuk membuat cake dari tepung talas yang dihasilkan. Cake yang dibuat dalam penelitian ini berjenis sponge cake. Dalam pembuatannya telur dan gula dikocok dengan mixer kecepatan tinggi hingga terbentuk krem lalu masukkan pengembang kue dan kocok kembali. Setelah itu masukkan tepung dan aduk menggunakan sendok karet dengan teknik adukan melipat. Masukkan margarin cair ke dalam adonan dan aduk kembali dengan sendok karet. Lalu adonan tersebut dituangkan ke dalam loyang dan dipanggang dalam oven yang telah diatur suhu dan waktunya, yaitu 180ºC selama 30 menit. Pendinginan dilakukan dengan cara membiarkan cake yang telah dikeluarkan dari oven pada suhu kamar. Setelah dingin cake talas siap untuk dipotong. Komposisi bahan pembuat cake dapat dilihat pada Tabel 6 dan cara pembuatan cake dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 6. Komposisi bahan pembuat cake
Bahan Terigu protein sedang (g) Tepung Talas (g) Telur (butir) Gula (g) Emulsifier (g) Susu bubuk (g) Maizena (g) Margarin (g)
Komposisi Tepung Talas 0% (Kontrol) 50% 100 50 0 50 4 4 90 90 15 15 17.5 17.5 12 12 100 100
100% 0 100 4 90 15 17.5 12 100
20
Gula dan telur
Emulsifier
Pencampuran dengan mixer
Tepung dan margarin cair
Pencampuran dengan spatula
Pencetakan
Pemanggangan
Cake
Gambar 7. Tahapan pembuatan cake 4. Analisis Kualitas Cake a. Daya Kembang Cake Daya kembang cake diukur dengan membandingkan volume awal adonan dan volume akhir cake setelah matang. Pada pembuatan cake digunakan cetakan yang sama berbentuk lingkaran berdiameter 18 cm, sehingga yang dibandingkan adalah tinggi dari adonan maupun cake yang dihasilkan. Rasio pengembangan volume cake didapatkan dengan rumus:
b. Warna Sejumlah sampel ditempatkan pada cawan petri lalu ditembakkan dengan chromameter. Kemudian diukur nilai L, a, dan b. Bagian cake yang diukur warnanya adalah kerak atas, kerak atas, dan remah. c. Bentuk Bentuk cake dilihat dan disesuaikan dengan standar acuan kualitas cake. Kualitas bentuk yang diamati adalah simetri dan keadaan kerak cake. 5. Uji Organoleptik Cake Penilaian karakteristik organoleptik cake talas dilakukan dilakukan dengan uji hedonik untuk mengetahui batas penerimaan konsumen terhadap produk cake talas. Penilaian yang dilakukan meliputi kesukaan terhadap rasa, aroma, tekstur, keseragaman pori, warna kerak, dan warna remah. Skala hedonik yang digunakan mempunyai rentang dari sangat tidak suka (skala numerik = 1), tidak
21
suka (skala numerik = 2), biasa (skala numerik = 3), suka (skala numerik = 4), sampai dengan skala sangat suka (skala numerik = 5). Formulir organoleptik yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program SAS dengan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (Randomize Complete Block Design). Model Yij = + i + j + ij ; i = 1, 2….t dan j = 1, 2,……r Dimana Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j = rataan umum i
= pengaruh perlakuan ke-i
j
= pengaruh kelompok ke-j
ij
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Hipotesis yang diuji Pengaruh perlakuan (komposisi tepung) : H0: 50= 100 (komposisi tepung tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1: paling sedikit ada 1 dimana i≠0 Pengaruh pengelompokkan (penepungan) : H0: 1 = 2 = 3 (penepungan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1: paling sedikit ada 1 dimana j ≠0
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tepung Talas Tahap awal dalam pembuatan tepung talas adalah pengupasan umbi yang bertujuan untuk menghilangkan kulit. Selanjutnya dilakukan pengirisan untuk memperkecil ukuran umbi talas menjadi lebih tipis sehingga bidang permukaan untuk penguapan menjadi lebih besar sehingga mempercepat pengeringan. Setelah itu irisan talas direndam dalam water bath dengan suhu 40ºC selama 3 jam. Setelah direndam dalam air hangat dilanjutkan dengan perendaman dengan larutan NaCl 10% selama 1 jam. Perendaman dengan air hangat dan larutan NaCl bertujuan untuk mengurangi kadar asam oksalat yang menimbulkan rasa gatal saat memakan talas (Mayasari 2010). Setelah dilakukan perendaman terbentuk lendir gatal yang menyelimuti talas maka setelah perendaman dengan NaCl dilakukan pencucian dengan air mengalir terlebih dahulu untuk menghilangkan lendir tersebut. Diagram pembuatan tepung talas dapat dilihat pada Gambar 6. Pengeringan dilakukan setelah pencucian. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven pengering tipe rak pada suhu ± 60ºC selama 6 jam pengeringan. Pada oven pengering tidak terdapat mekanisme penstabil suhu otomatis, oleh karena itu suhu dipertahankan dengan cara mengatur api pembakaran (sumber panas). Setelah umbi talas kering dilakukan penggilingan sampai menjadi tepung dengan menggunakan mesin penggiling tipe discmill. Penggiling tersebut dilengkapi ayakan 60 mesh. Setelah dilakukan penggilingan, tepung yang lolos dan tidak lolos ayak dipisahkan. Tepung yang lolos ayak kemudian diayak kembali menggunakan ayakan 80 mesh untuk mendapatkan tepung yang lebih halus. Pembuatan tepung talas dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Talas yang digunakan untuk ketiga ulangan tersebut adalah 10204.5 g umbi talas segar dan dihasilkan 2013.6 g tepung talas lolos ayak mesh 80. Hal ini menunjukkan rendemen penepungan bernilai 19.7%. Dalam proses perubahan dari umbi segar sampai menjadi tepung talas, banyak terjadi kehilangan bobot. Susut bobot dalam pengolahan tepung talas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Susut bobot dalam pengolahan tepung talas Tahapan Talas segar (g) Talas kupas (g) Talas iris (g) Talas kering (g) Tepung Talas (g) Tepung talas setelah diayak mesh 80 (g) Rendemen (%)
Nilai 10204.5 8792.5 8676.5 3001.0 2391.6 2013.6 19.7
Kehilangan bobot pada pembuatan tepung talas terjadi mulai pada proses awal yaitu pengupasan sampai dengan proses akhir yaitu pengayakan tepung. Pada proses awal yaitu pengupasan, bobot umbi berkurang karena adanya kehilangan kulit umbi. Selanjutnya pada proses pengirisan juga terjadi kehilangan bobot. Kehilangan bobot pada proses pengirisan dihasilkan dari pembuangan bagian umbi yang busuk atau menghitam. Selanjutnya pada proses pengeringan terjadi kehilangan bobot yang paling besar. Pada proses pengeringan terjadi kehilangan kandungan air dari umbi talas. Ketika proses penepungan menggunakan discmill terjadi kehilangan bobot akibat tepung yang mengalami pelayangan dan menempel pada mesin. Kehilangan bobot juga diakibatkan oleh adanya tepung talas kasar yang tidak lolos dari ayakan dalam mesin penggiling. Pada proses selanjutnya yaitu proses
23
penyakan masih terdapat kehilangan bobot. Hal ini diakibatkan oleh tepung talas yang tidak cukup halus untuk lolos ayakan 80 mesh sehingga tertinggal di atas ayakan.
1. Analisa Tepung Talas a. Karakteristik Fisika 1) Derajat putih (Whiteness) Sifat atau mutu suatu komoditi banyak dikaitkan dengan warna. Produk tepung-tepungan sangat berkaitan dengan warna putih bersih. Jika warnanya menyimpang maka mutunya dinilai kurang baik. Nilai derajat putih dari tepung talas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Derajat putih tepung talas Kehalusan Tepung > mesh 60 (tidak lolos grinder) > mesh 80 (tidak lolos ayak) < mesh 60 (lolos grinder) < mesh 80 (lolos ayak)
Derajat Putih 42.8 51.7 68.7 71.6
Dari Tabel 8 dapat dilihat hubungan antara kehalusan tepung dan derajat putihnya. Semakin halus tepung maka semakin tinggi derajat putihnya. Hal ini dikarenakan saat pengeringan terjadi perubahan warna pada bagian luar irisan talas. Perubahan warna tersebut membuat bagian luar irisan talas semakin gelap tetapi tidak pada bagian dalamnya. Banyak makanan berpati juga mengandung dextrin. Pada talas yang dipanaskan akan menyebabkan dextrin terpolimerisasi membentuk senyawa kompleks yang berwarna coklat yaitu pirodextrin. Perubahan warna ini disertai dengan pengerasan bagian luar irisan talas. Saat irisan talas kering digiling, bagian luarnya yang lebih keras tidak ikut tergiling dan tidak lolos ayak. Maka dari itu tepung talas kasar yang tidak lolos ayak nilai derajat putihnya lebih rendah daripada tepung talas halus yang lolos ayak. Pada Gambar 8 dapat dilihat perbandingan visual tepung talas yang dihasilkan.
24
Gambar 8. Tepung talas 2) Densitas kamba Densitas kamba adalah sifat bahan pangan dari tepung-tepungan yang merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan. Suatu bahan dikatakan kamba apabila nilai densitas kambanya kecil, berarti dibutuhkan ruang (volume) yang besar untuk berat yang ringan. Densitas kamba tepung talas yang dihasilkan adalah 0.534 g/ml. Densitas kamba tepung talas lebih besar jika dibanding dengan tepung talas belitung dan hampir sama dengan densitas kamba tepung terigu protein lunak. Nilai perbandingan densitas kamba tepung talas dengan tepung talas belitung dan tepung terigu protein lunak dapat dilihat pada Tabel 9.
25
Tabel 9. Perbandingan densitas kamba tepung talas, tepung talas belitung, dan tepung terigu protein rendah Densitas Kamba (g/ml) Tepung Talas Tepung Talas Belitung a Tepung Terigu Protein Rendah b 0.534 0.496 0.533 Sumber : a. Indrasti, 2004 b. Kusfriadi, 2004 Dengan mengetahui densitas kamba, kita dapat memperkirakan keefektifan dan keefisienan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan pangan dengan berat tertentu. Semakin besar nilai densitas kamba maka semakin efektif dan efisien dalam penyimpanannya karena dengan jumlah volume (ruang) penyimpanan yang sama maka jumlah (bobot) bahan yang dapat ditampung akan lebih banyak. Hal ini dapat berperan penting seperti dalam proses pengisian silo, alat pencampur maupun konveyor. Oleh karena itu nilai densitas kamba juga dapat digunakan dalam merencanakan gudang penyimpanan, volume alat pengolahan atau pun sarana transportasinya. 3) Profil gelatinisasi Salah satu sifat fungsional karbohidrat yang penting dalam proses pengolahan pangan adalah sifat gelatinisasi pati. Granula pati bila disuspensikan dalam air dan dipanaskan akan mengalami proses gelatinisasi, yaitu dapat mengental selama proses pemanasan dan membentuk gel setelah didinginkan. Hal ini disebabkan oleh granula pati dapat menyerap air ketika dipanaskan dan mengalami proses pengembangan yang menyebabkan viskositasnya meningkat adanya sifat gelatinisasi pati ini menyebabkan pati banyak digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel dalam proses pengolahan pangan. Ditinjau dari sifat rheologinya, pati yang telah tergelatinisasi memiliki sifat mengalir sehingga yang diukur adalah nilai kekentalannya. Tetapi setelah proses gelatinisasinya selesai, maka sifatnya dapat berubah menjadi lebih bersifat elastis dan yang dapat diukur adalah nilai kekuatan gelnya. Salah satu metode untuk mengetahui profil gelatinisasi pati adalah dengan menggunakan instrumen Rapid Visco Analyzer (RVA). Amilogram dari suspensi tepung talas yang diukur menggunakan RVA dapat dilihat pada Gambar 9 dan amilogram yang diperoleh akan memberikan data-data seperti yang tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Data amilogram tepung talas Ulangan
PV
HPV
BD
CPV
SV
Peak Time 8.13 8.53 8.73 8.46
PT
I 3149 1801 1348 2576 775 82.5 II 2668 1636 1032 2185 549 82.85 III 2779 1692 1087 2277 585 83.35 Rata-rata 2865.3 1709.7 1155.6 2346 636.3 82.9 Keterangan : PT = Pasting Temperature (Suhu awal gelatinisasi dalam ºC) PV = Peak Viscosity (Viskositas puncak dalam cP) HPV = High Peak Viscosity (Viskositas pada suhu 95ºC setelah 5 menit dalam cP) BD = Breakdown (Perubahan viskositas selama pemanasan atau PV – HPV dalam cP) CPV = Cold Peak Viscosity (viskositas pada suhu 50ºC setelah 5 menit dalam cP) SV = Setback Viscosity (Perubahan viskositas selama pendinginan atau CPV – HPV dalam cP) Peak Time = Waktu granula pecah (menit)
26
Keterangan :
Ulangan I Ulangan II Ulangan III Suhu Gambar 9. Amilogram dari suspensi tepung talas yang diukur dengan RVA
Berdasarkan kurva RVA pada Gambar , maka tepung talas memiliki profil gelatinisasi pati tipe A berdasarkan pengelompokkan oleh Schoch dan Maywald (1968). Profil gelatinisasi pati tipe A ini ditandai dengan nilai viskositas puncak yang cukup tinggi dan viskositas breakdown yang cukup tajam. Profil gelatinisasi tepung talas mirip dengan profil gelatinisasi pati garut. Perbandingan data amilogram antara tepung talas dan pati garut dapat dilihat pada Tabel 11 dan amilogram pati garut dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel 11. Profil gelatinisasi tepung talas dan pati garut Parameter Tepung Talas * Suhu awal gelatinisasi (ºC) 82.9 Viskositas puncak (cP) 2865.3 Viskositas pada suhu 95ºC setelah 5 menit (cP) 1709.7 Viskositas breakdown (cP) 1155.6 viskositas pada suhu 50ºC setelah 5 menit (cP) 2346 Viskositas setback (cP) 636.3 *) Hasil rata-rata tiga kali ulangan tepung talas Sumber : a) Faridah (2011)
Pati Garut a 76.3 2715 1311 1434 2087 806
27
Gambar 10. Amilogram pati garut (Faridah 2011) Suhu awal gelatinisasi (PT) merupakan suhu dimana granula tepung mulai menyerap air atau dapat terlihat dengan mulai meningkatnya viskositas. Suhu awal gelatinisasi tepung talas yang dihasilkan adalah 82.9ºC. Suhu gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan. Kadar lemak atau protein yang tinggi mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula. Dengan demikian diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi (Glicksman 1969 dalam Richana dan Sunarti 2004). Suhu awal gelatinisasi tepung talas termasuk tinggi, hal ini dapat diakibatkan oleh kandungan protein tepung talas yang cukup tinggi. Peak viscosity atau viskositas puncak menunjukkan kondisi awal tepung tergelatinisasi atau mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutnya akan pecah. Viskositas puncak pada tepung talas adalah 2865.3 cP. Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence-nya dan granula sudah tidak mempunyai kristal lagi. Komponen yang menyebabkan sifat kristal dan birefringence adalah amilopektin. Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukkan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas. Penurunan viskositas yang terjadi selama pemanasan bernilai 1155.7 cP. Penurunan viskositas yang terjadi selama pemanasan pasta tepung cukup tinggi. Hal ini menunjukkan tepung talas tidak stabil terhadap pemanasan. Setback atau perubahan viskositas selama pendinginan. Setback diperoleh dari selisih antara viskositas akhir dengan viskositas setelah pemanasan (T=95ºC selama t=5 menit). Semakin tingginya nilai setback maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi. Fenomena retrogradasi pati disebabkan oleh terjadinya pembentukan kembali ikatan hidrogen antar molekul amilosa dan amilopektin. Perubahan viskositas yang terjadi selama pendinginan sebesar 636.3 cP. Hal ini menunjukkan kecenderungan tepung talas untuk mengalami retrogradasi cukup tinggi. Satuan Sistem Internasional (SI) untuk koofisien viskositas adalah Ns/m2 = Pa.s (pascal sekon). Satuan poise digunakan untuk mengenang seorang Ilmuwan Perancis yaitu Jean Louis Marie Poiseuille. 1 poise = 10-1 N.s/m2 maka 1 cP = 10-3 N.s/m2 = 1 mPa.s
28
4) Karakteristik aliran bahan kering Karakteristik curah bahan pangan berbentuk tepung kering memegang peranan penting dalam dalam berbagai proses, operasi penanganan, dan penyimpanan. Kesulitan untuk mengalir dan terjadinya caking merupakan masalah yang umum pada industri yang memproduksi atau menggunakan bahan pangan berbentuk bubuk. Beberapa bahan pangan bubuk seperti buah dan sayuran bubuk cenderung menyebabkan terjadinya kesulitan aliran, sedangkan tepung dan pati di bawah kondisi penyimpanan yang normal relatif lebih bebas untuk mengalir. Kelembaban yang tinggi, tekanan pemadatan, dan ukuran partikel yang kecil adalah beberapa penyebab terjadinya kesulitan mengalir (Peleg 1973). Cara bagaimana bahan makanan berbentuk granular atau tepung mengalir ke dalam atau ke luar wadah merupakan hal yang dibutuhkan oleh pabrik pengolahan. Sudut peluncuran adalah sudut dari posisi horisontal yang dibutuhkan oleh tepung untuk kehilangan posisinya dari atas plat. Plat yang digunakan dalam pengujian ini berbahan stainless steel. Hal ini dikarenakan sebagian besar pabrik pengolahan pangan menggunakan bahan tersebut untuk pengolahan ataupun pemindahan tempat bahan. Sudut peluncuran tepung talas dapat dilihat pada Tabel 12.
Ulangan I II III
Tabel 12. Sudut peluncuran tepung talas Sudut Luncur (º) 1 2 3 34 35.5 30.5 33 34 33 32.5 34.5 34
Rata-rata 33.33 33.33 33.67
Dari hasil percobaan, sudut peluncuran tepung talas berkisar antara 33.33º sampai 33.67º. Dapat dikatakan sudut peluncuran efektif untuk mengalirkan tepung talas adalah 34º. 5) Karakteristik organoleptik tepung talas a) Warna Tepung talas memiliki warna khas yaitu sedikit kecoklatan. Hal ini dipengaruhi oleh warna umbi talas segar dan juga warna talas kering yang telah mengalami reaksi pencoklatan akibat pengeringan. Warna tepung talas relatif lebih gelap dibandingkan dengan tepung terigu protein sedang. Perbandingan warna tepung terigu dan tepung talas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini. Tepung terigu dapat lebih putih daripada tepung talas juga dapat diakibatkan oleh proses pemutihan yang telah dialami tepung terigu.
Gambar 11. Perbandingan warna tepung talas dan tepung terigu
29
b) Tekstur dan kehalusan Perbandingan tekstur dan kehalusan dilakukan antara tepung terigu protein sedang dan tepung talas. Hasil perbandingan menunjukkan tepung talas terasa lebih kasar dibanding tepung terigu. Selain itu tepung talas terasa lebih kering saat disentuh. b. Karakteristik Kimia Sifat kimia tepung talas dipengaruhi oleh sifat kimia umbi talas segar dan kondisi selama pembuatan tepung. Sifat kimia yang dianalisa dari tepung talas adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Hasil analisa kimia tepung talas secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 13. Persentase komposisi kimia tepung talas tersebut dihitung dalam persen basis basah. Pada Tabel 13 dapat dilihat pula perbandingan komposisi kimia tepung talas dan dua tepung umbi lainnya yaitu tepung pati garut dan tepung gembili. Komposisi kimia proksimat tepung yang paling mirip dengan tepung talas adalah tepung gembili. Profil gelatinisasi tepung talas mirip dengan profil gelatinisasi tepung pati garut, namun proksimatnya berbeda. hal ini dikarenakan profil gelatinisasi lebih dipengaruhi kandungan pati (amilosa dan amilopektin). Walaupun fraksi amilosa dan amilopektin terhadap pati tepung gembili hampir sama dengan tepung talas, namun kandungan pati tepung gembili jauh lebih rendah dibandingkan pati tepung talas dan tepung pati gembili sehingga amilogram dari tepung talas dan tepung pati gembili memiliki kesamaan. Kandungan amilosa dan amilopektin pada tepung juga mempengaruhi kegunaan dari tepung tersebut. Pati dengan kadar amilosa tinggi banyak digunakan untuk berbagai produk seperti pada biodegradable film yang berfungsi sebagai substrat enzim maupun sebagai pengikat pada pembuatan tablet. Sebaliknya pati dengan kadar amilopektin tinggi sangat sesuai untuk bahan roti dan kue karena sifat amilopektin yang sangat berpengaruh terhadap swelling properties (sifat mengembang pada pati). Sedangkan pati free amylose sangat diperlukan untuk bahan baku makanan bayi dan kertas film. Amilosa juga berfungsi sebagai pelindung terhadap dehidrasi maupun mengurangi penyerapan minyak yang terlalu banyak saat proses penggorengan seperti pada produksi keripik kentang. Tabel 13. Komposisi kimia tepung talas, tepung gembili, dan tepung pati garut Komposisi Kimia Tepung Talas Tepung Gembili a Tepung Pati Garut b Proksimat Air (%) 7.84 6.44 11.48 Abu (%) 0.46 2.87 0.30 Protein (%) 6.56 6.11 0.21 Lemak (%) 0.44 0.89 0.60 Karbohidrat * (%) 84.70 83.69 87.41 c Pati (%) 70.92 51.34 86.83 Amilosa (%) 21.44 c 24.3 24.64 Amilopektin (%) 78.56 c 75.7 73.46 Energi (kkal) 369.04 367.21 355.88 *) hasil perhitungan metode by different Sumber : a) Richana dan Sunarti (2004) b) Faridah (2011) c) Hartati dan Titik (2003)
30
1) Kadar air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan tersebut. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan tingkat penerimaan, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Kadar air tepung talas dipengaruhi oleh kadar air awal umbi talas segar, lama pengeringan, dan suhu pengeringan. Kadar air tepung talas yang dihasilkan adalah 7.84% dalam basis basah (Tabel 13). Kadar air tepung talas masih lebih kecil dari kadar air tepung terigu untuk bahan pangan yang diperbolehkan SNI yaitu maksimal 14.5% basis basah (SNI 3751:2009). SNI terigu dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar air yang rendah ini memberikan keuntungan pada saat penyimpanan. Umur simpan tepung yag dihasilkan akan lebih panjang dibandingkan umur simpan umbi segarnya. Kadar air yang rendah dapat mencegah dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga aktivitas mikroorganisme dapat dicegah. Selain itu bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi (Muchtadi dan Sugiyono 1989). 2) Kadar abu Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan pangan menunjukkan jumlah kandungan mineralnya. Mineral-mineral tersebut terdiri atas kalsium, natrium, klor, fosfor, belerang, magnesium, dan komponen lain dalam jumlah kecil. Dari hasil pengujian diperoleh kandungan abu dalam tepung talas sebesar 0.46% basis basah. Nilai tersebut masih di bawah nilai kadar abu yang diperbolehkan untuk tepung terigu yaitu 0.7% (SNI 3751:2009). 3) Kadar protein Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N. Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Kadar protein tepung talas yang diperoleh adalah 6.56% (bb). Hasil ini menunjukkan bahwa tepung talas merupakan jenis tepung yang memiliki kadar protein rendah. Jika dibandingkan dengan klasifikasi tepung terigu berdasarkan kandungan proteinnya, jumlah protein yang terdapat dalam tepung talas masih lebih rendah dari jenis tepung terigu protein sedang yang biasa digunakan dalam pembuatan cake yang mempunyai kandungan protein 10%. Menurut U.S. Wheat Associates (1983) tepung yang cocok untuk pembuatan cake adalah tepung dengan kadar protein 7 sampai 9%. Hal ini membuat cake yang dihasilkan memiliki daya kembang yang lebih rendah dibanding dengan cake yang dibuat dari tepung terigu. 4) Kadar lemak Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh dan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kkal. Kadar lemak dalam tepung talas yang dihasilkan adalah 0.44% basis basah. Kandungan lemak yang sangat rendah ini membuat tepung talas yang dihasilkan tidak mudah rusak (tengik) akibat reaksi oksidasi dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. 5) Kadar karbohidrat Karbohidrat terdiri atas unsur C, H, dan O. Dalam bentuk sederhana, formula umum
31
karbohidrat adalah CnH2nOn. Karbohidrat pada tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pentosa, dektrin, selulosa, dan pati. Perhitungan karbohidrat dalam tepung talas dilakukan dengan metode perhitungan by difference. Kandungan karbohidrat tepung talas yang dihasilkan adalah 84.70% (bb). Tingginya kandungan karbohidrat dalam tepung talas diharapkan membuat tepung ini dapat menjadi bahan pangan sumber karbohidrat alternatif. 6) Energi Tepung talas mempunyai kadar karbohidrat yang cukup tinggi dan menyumbang proporsi terbesar dari total energi yang terkandung dalam tepung talas dibandingkan dengan lemak dan protein. Jumlah energi yang terkandung dalam 100 gram tepung talas adalah 369.04 kkal. Tingginya energi dalam tepung talas menjadikan tepung ini sebagai bahan pangan sumber energi alternatif yang potensial.
B. Cake Talas Berdasarkan penelitian terdahulu telah banyak dibuktikan bahwa penggunaan tepung nonterigu sebagai bahan subtitusi dalam pembuatan pangan dapat dilakukan dengan berbagai tingkat konsentrasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dibuktikan penerimaan konsumen terhadap cake yang dibuat dari tepung talas. 1. Kualitas Cake Tepung Talas Selain dinilai dari uji organoleptik, kualitas cake tepung talas juga dinilai dari warna yang diukur menggunakan chromameter, keadaan kerak, bentuk simetri dan daya kembang. a. Warna Cake Selain perlu diuji secara organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap cake tepung talas, warna cake juga diuji secara percobaan menggunakan chromameter untuk mengetahui tingkat kecerahan dari cake tepung talas. Nilai dari chromameter dari cake tepung talas dapat dilihat pada Tabel 14. Nilai L menunjukkan kecerahan (brightness) dan mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Dimana semakin besar nilai L maka sampel akan berwarna semakin cerah. Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –adari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Pada cake talas tersebut yang menjadi ukuran kesukaan adalah tingkat kecerahan (L) dan tingkat kekuningan cake (+b). Tabel 14. Nilai L, a, b hasil pengukuran menggunakan chromameter Konsentrasi Tepung Talas (%) Bagian cake L A 0 (kontrol) Kerak Atas 54.83 15.00 Kerak Bawah 40.96 11.36 Dalam 75.90 -2.39 50 Kerak Atas 61.73 10.04 Kerak Bawah 41.73 11.85 Dalam 62.35 6.32 100 Kerak Atas 60.19 10.64 Kerak Bawah 40.47 10.18 Dalam 57.54 4.90
B 24.14 12.68 37.50 28.02 12.88 24.62 27.06 10.63 21.21
32
Dari Tabel 14 dapat dilihat nilai L yang beragam namun memiliki hubungan antara tingkat kecerahan dengan kandungan tepung talas. Hal ini dipengaruhi oleh warna tepung talas. Tepung terigu memiliki warna yang lebih putih dibandingkan dengan tepung talas sehingga cake kontrol (0% tepung talas) memiliki warna yang lebih cerah baik warna kerak maupun warna remahnya. Cake dengan kandungan tepung talas lebih tinggi memiliki warna yang lebih gelap. Perbandingan warna cake talas dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Warna remah cake kontrol (kiri), cake 50% tepung talas (tengah), cake 100% tepung talas (kanan) Warna remah lebih cerah dibanding warna keraknya terutama warna kerak pada bagian bawah. Hal ini dipengaruhi reaksi pencoklatan yang dialami kerak karena efek pemanggangan pada suhu tinggi. Perbandingan warna remah dan kerak dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Perbandingan warna kerak dan remah pada cake b. Keadaan Kerak Pada cake yang dihasilkan terdapat retakan pada kerak bagian atasnya seperti pada Gambar 14. Menurut U.S. Wheat Associates (1983) kesalahan pada kerak (crust faults) ini dapat diakibatkan oleh oven terlalu panas, udara dalam oven kering, terlalu sedikit pemakaian gula, adonan terlalu tegar, terlalu banyak adonan dalam cetakan, dan kurang udara dalam adonan. Pada kasus ini retakan pada kerak atas cake diakibatkan oleh kurangnya udara dalam adonan.
33
Gambar 14. Retakan yang terdapat pada permukaan atas cake Adonan yang terlalu dingin atau terlalu panas, udaranya tidak cukup untuk dapat mengembangkan susunan cake. Hal serupa ini dapat terjadi bila pengkreman adonan terlalu singkat. Bila adonan kurang berudara cakenya cenderung akan retak-retak selama pembakaran. Aturlah sedemikian rupa agar pemasukan udara selama pencampuran benar-benar cukup dengan pengkremannya menurut waktu dan suhu yang tepat. c. Bentuk dan Daya Kembang Cake talas yang dihasilkan memiliki bentuk yang asimetris dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai pengukuran tinggi cake sebelum dan setelah dibakar dapat dilihat pada Tabel 15.
Gambar 15. Bentuk cake talas tampak samping Pengukuran tinggi cake yang asimetris dilakukan di tiga titik pengukuran. Ketiga titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 16. Dengan mengukur ketiga titik tersebut sehingga dapat mengetahui kecenderungan bentuk dari cake tersebut.
1
2
3
Gambar 16. Titik pengukuran tinggi cake setelah dibakar
34
Tabel 15. Tinggi cake sebelum dan setelah dibakar
Konsentrasi Tepung Talas (%) 0 (kontrol) 50 100
Sebelum Dibakar 3.00 2.83 2.82
Tinggi Cake (cm) Setelah Dibakar t1 t2 t3 rata-rata 5.85 5.50 5.10 5.48 5.25 4.97 4.60 4.94 4.67 4.57 4.28 4.51
Rasio Pengembangan Volume 1.83 1.74 1.60
Dilihat dari Tabel 15 tinggi cake pada titik pengukuran 1 lebih tinggi dibandingkan kedua titik pengukuran lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa cake yang dihasilkan memiliki bentuk yang memuncak di tengah. Menurut U.S. Wheat Associates (1983) bentuk cake yang memuncak di tengah dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu tepung yang digunakan terlalu kuat, pengadukan yang kurang memadai, dan terlalu panas di bagian atas. Pada kasus ini yang menyebabkan bentuk cake yang memuncak di tengah adalah pengadukannya yang kurang memadai. Ini disebabkan oleh pencampuran yang tidak benar, terlalu lama atau terlalu singkat. Pencampuran yang berlebihan (over mixing) mengakibatkan hilangnya udara. Hilangnya udara mengakibatkan cake tidak dapat berkembang rata dan tepat, akibatnya bagian samping cake rendah serta di tengah-tengahnya memuncak. Sedangkan adonan yang pencampurannya kurang (undermixing) cake tidak mempunya cukup udara untuk berkembang dengan sepantasnya. Dengan demikian waktu pencampuran yang tepat dan pengadonannya yang merata harus diperhatikan. Selain dari faktor teknis pembuatan cake, kualitas cake juga dipengaruhi oleh profil gelatinisasi dan komposisi kimia dari tepung talas yang menjadi bahan bakunya. Viskositas maksimum sangat berpengaruh terhadap produk olahan misalnya untuk cake atau produk rerotian, volume cake berkorelasi negatif terhadap viskositas puncak (Mizokushi 1985 dalam Richana dan Sunarti 2004). Hal ini berarti terdapat kecenderungan menurunnya rasio pengembangan cake seiring dengan tingginya viskositas puncak tepung talas. Dengan viskositas puncak yang tinggi, kemungkinan baik untuk bahan pengisi atau pengental. Viskositas puncak tepung terigu protein sedang adalah 210 BU (Winata, 2001). Dari rendahnya nilai viskositas puncak tepung terigu protein sedang tersebut mengakibatkan rasio pengembangan volume cake yang paling tinggi dibandingkan dengan cake tepung talas. Cake yang dibuat dengan campuran tepung terigu dan tepung talas (kandungan tepung talas 50%) akan memiliki nilai rasio pengembangan volume cake yang lebih tinggi dibandingkan cake tepung talas 100% dan lebih rendah dibandingkan dengan cake tepung terigu (kandungan tepung talas 0%). Semakin tinggi viskositas puncak maka kekentalan adonan cake akan meningkat. Adonan cake yang terlalu kental akan menyebabkan udara yang berada pada adonan tidak memiliki cukup ruang untuk mengembang. Oleh karena itu cake dengan 100% tepung talas memiliki rasio pengembangan volume yang paling kecil. Jika digunakan 100% tepung talas, adonan membutuhkan bahan cari yang lebih banyak supaya viskositas adonan tidak terlalu tinggi. Selain dipengaruhi oleh viskositas puncak, pengembangan cake berbahan baku tepung terigu juga dipengaruhi oleh kandungan gluten pada tepung terigu. Pengikatan air pada adonan dipengaruhi oleh gluten pada tepung (Bennion dan Bamford 1979). Pada cake berbahan baku tepung terigu, cairan pada adonan yang terbentuk pada saat pengkreman akan tetap terperangkap pada saat ditambahkan terigu. Pada cake yang dibuat dari 100% tepung talas, air pada adonan menjadi tidak dapat terperangkap dengan baik sehingga cake yang dihasilkan memiliki pengembangan yang rendah dan lebih padat karena air menguap. Pada cake yang dibuat dari 50% tepung talas dan 50% tepung terigu, air pada adonan cukup dapat terperangkap dan mengembang dengan baik walaupun tidak seluruhnya. Viskositas balik mencerminkan kemampuan asosiasi atau retrogradasi molekul pati pada
35
proses pendinginan. Tepung talas memiliki viskositas balik yang cukup tinggi, hal ini menunjukkan pati talas lebih cepat mengalami retrogradasi. Fenomena ini biasa terjadi karena pada waktu gelatinisasi granula pati tidak mengembang secara maksimal, akibatnya energi untuk memutuskan ikatan hidrogen intermolekul kurang. Ketika pendinginan terjadi, amilosa dapat bergabung dengan cepat membentuk kristal yang tidak larut. Viskositas balik yang tinggi tidak diharapkan untuk produk kue, cake, maupun untuk rerotian, karena menyebabkan kekerasan sesudah produk dingin. Namun sebagai bahan pengisi dan pengental justru lebih baik, karena akan menghasilkan produk yang lebih stabil. 2. Karakteristik Organoleptik Cake Talas Untuk mengetahui daya terima panelis terhadap cake talas dilakukan uji organoleptik yang meliputi rasa, aroma, tekstur, pori, warna kerak dan warna remah. Penilaian cake talas dilakukan oleh 25 orang panelis. Metode yang digunakan dalam organoleptik cake talas ini adalah metode penerimaan. Oleh karena itu cake dengan 0% tepung talas (kontrol) tidak diikutsertakan dalam pengujian karena panelis akan cenderung membandingkan antara cake dengan komposisi yang berbeda tersebut sedangkan tujuan dari organoleptik metode penerimaan adalah untuk mengetahui daya terima panelis tanpa membandingkan satu sama lain. Pembuatan cake talas dilakukan tanpa tambahan perasa, penambah aroma, dan pewarna makanan. Hal ini ditujukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap efek penambahan tepung talas secara organoleptik tanpa terpengaruh rasa dan aroma tambahan. Parameter orgaloleptik dipengaruhi oleh lemak, telur, susu skim, gula, dan konsentrasi tepung talas yang digunakan. Bahanbahan yang digunakan dalam pembuatan cake berjumlah sama kecuali konsentrasi tepung talas yang digunakan yaitu 50% dan 100% sehingga yang membedakan rasa, aroma, tekstur, pori , warna remah, dan warna kerak cake talas adalah konsentrasi tepung talas yang digunakan. Hasil penilaian rata-rata karakteristik organoleptik cake talas diuji secara statistik. Hasil ratarata statistik karakteristik organoleptik cake talas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-rata kesukaan panelis terhadap cake dengan faktor penepungan dan komposisi tepung Komposisi Tepung 50%
100%
3.62
Keseragaman Pori 3.58
Warna Remah 3.62
Warna Kerak 3.76
Penepungan
Rasa
Aroma
Tekstur
I
3.3
3.46
II
3.96
3.64
3.72
3.56
3.82
3.74
III
3.82
3.46
3.82
3.36
3.6
3.68
I
3.4
3.38
3.24
3.32
3.4
3.28
II
3.34
3.3
3.32
3.32
3.54
2.94
III
3.54
3.48
3.42
3.22
3.38
3.06
Pada sebagian respon, penepungan yang berbeda memberikan nilai rataan respon yang berbeda (di bagian rasa khususnya), ada indikasi ketiga penepungan memang menghasilkan karakteristik tepung yang berbeda sehingga menghasilkan respon yang berbeda. Dalam kasus ini penepungan didekati sebagai kelompok. Rancangan acak kelompok lengkap sangat baik digunakan jika keheterogenan unit percobaan berasal dari satu sumber keragaman. Percobaan rancangan acak kelompok cukup baik digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam mempersiapkan unit percobaan homogen dalam jumlah besar. Proses pengelompokkan disini adalah membuat keragaman dalam kelompok sekecil mungkin dan keragaman antar kelompok menjadi sebesar mungkin. Sintaks SAS untuk pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4.
36
a. Rasa Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra pencicip (lidah). Kesatuan antara interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai. Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur disukai namun jika rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut. Rasa cake talas dipengaruhi oleh margarin, susu, gula, dan kandungan tepung talas. Cake talas yang dihasilkan memiliki rasa gurih. Hasil analisa SAS untuk rasa (Lampiran 5) menunjukkan nilai p-value(0.0013) lebih kecil dari alpha(0.05) maka model nyata dan minimal ada satu faktor yang berpengaruh nyata terhadap respon rasa. Coefficient variable (CV) menunjukkan keragaman. Percobaan dengan potensi keragaman hasil percobaan yang besar seperti yang dilakukan di ruangan terbuka dapat ditoleransi pada kisaran 20-25. CV pada uji rasa bernilai 24.2 maka keragaman hasil percobaan masih dalam batas toleransi. Ulangan yang seimbang dan tidak adanya missing value menyebabkan dua analisis keragaman bernilai sama. Faktor tepung (komposisi tepung) dan pembuatan (penepungan) nyata pada taraf 5% maka dapat dilakukan uji lanjut pada faktor tersebut. Hasil uji lanjut pada komposisi tepung menunjukkan bahwa komposisi tepung 50% (TP50) dan komposisi tepung 100% (TP100) memberikan rasa yang berbeda, ditunjukkan oleh huruf Duncan Grouping yang berbeda. Rasa cake dengan komposisi 50% tepung talas lebih disukai (A) dibandingkan rasa cake dengan 100% tepung talas (B). Hasil uji lanjut pada komposisi tepung menunjukkan bahwa faktor penepungan memberikan rasa yang berbeda, ditunjukkan oleh huruf Duncan Grouping yang berbeda. Penepungan kedua dan ketiga memberikan rasa yang tidak jauh berbeda (kelompok A Duncan Grouping). Penepungan pertama berbeda nyata dengan penepungan kedua dan ketiga karena masuk ke dalam kelompok B. b. Aroma Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf yang berada dalam rongga hidung. Aroma cake keluar pada saat pemanggangan. Hasil uji aroma dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai alpha pada aroma lebih besar dari 0.05 maka tidak tolak H0. Faktor penepungan dan faktor komposisi tepung tidak berpengaruh nyata terhadap aroma. Hal ini juga dapat dilihat pada hasil uji Duncan yang menunjukkan semua cake berada pada Duncan Grouping yang sama. c. Tekstur Penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan/ keempukan, elastisitas, dan kerenyahan. Tekstur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keempukan atau kemudahan dikunyah dan ditelan. Keempukan cake talas dipengaruhi oleh tepung yang digunakan, telur, lemak, gula, emulsifier, dan susu. Cake talas yang dihasilkan memiliki tekstur yang empuk, tidak banyak menghasilkan remah saat dipotong, dan cukup padat. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat diketahui bahwa H0 ditolak karena alpha lebih kecil dari 0.05. Yang mempengaruhi tekstur adalah perbedaan komposisi tepung sedangkan faktor penepungan tidak mempengaruhi tekstur cake. Dari hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat tekstur cake yang lebih disukai adalah cake dengan komposisi 50% tepung talas. d. Pori Sponge cake hampir sepenuhnya tergantung pada kocokan telur supaya ringan dan bergas.
37
Keringanan dihasilkan karena pengocokan telur yang teliti dan yang membentuk gelembunggelembung udara. Keadaan panas waktu pembakaran menyebabkan udara dan cairan dalam gelembung-gelembung itu terus berkembang dan menyebabkan reaksinya semakin mengembang (U.S. Wheat Associates, 1983). Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan cake sama satu dengan yang lainnya kecuali konsentrasi tepung talas yang dipakai. Waktu pengocokan dan pencampuran bahan juga sama satu dengan yang lainnya. Sehingga perbedaan keseragaman pori yang dihasilkan dipengaruhi oleh penggunaan tepung talas yang berbeda. Pori cake yang dihasilkan adalah rapat dan terdapat pori yang lebih besar pada bagian dalam cake. Pori pada remah cake dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Pori remah cake Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung talas berpengaruh nyata terhadap pori cake. Komposisi tepung talas pada cake berpengaruh nyata terhadap pori cake tetapi faktor penepungan tidak mempengaruhi pori cake. Pori cake yang paling disukai panelis adalah cake dengan 50% tepung talas. e. Warna Remah Warna remah cake berlainan satu dengan yang lainnya tergantung dengan bahan baku yang digunakan. Biasanya warna remah yang diinginkan berwarna cerah. Warna merupakan parameter visual yang dinilai panelis sebelum membaui aroma dan mencicipinya. Warna remah dapat dilihat setelah setelah cake dipotong. Analisa sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa alpha lebih kecil dari 0.05 maka minimal terdapat satu faktor yang mempengaruhi warna remah. Faktor yang mempengaruhi warna remah adalah perbedaan komposisi tepung talas pada cake sedangkan faktor penepungan tidak mempengaruhi warna remah. Dengan uji lanjut Duncan diketahui bahwa warna remah cake dengan 50% tepung talas lebih disukai daripada warna remah cake dengan 100% tepung talas. g. Warna Kerak Warna merupakan faktor yang memegang peranan penting. Kesan pertama yang didapat dari produk pangan adalah warna. Warna merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan terhadap suatu produk pangan oleh konsumen. Warna kerak terlebih dahulu dilihat oleh konsumen sebelum melihat warna remahnya. Warna kerak dipengaruhi oleh warna tepung talas dan karamelisasi gula sederhana. Pada saat pembakaran terjadi reaksi pencoklatan yang menyebabkan warna cake menjadi gelap. Nilai p-value uji warna kerak lebih kecil dari 0.05 menunjukkan H0 ditolak dan terdapat minimal satu faktor yang mempengaruhi warna kerak (Lampiran 10). Yang mempengaruhi warna kerak adalah faktor komposisi tepung pada cake. Warna kerak yang lebih disukai panelis adalah cake dengan 50% tepung talas dibanding dengan cake dengan 100% tepung talas.
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Tepung talas merupakan hasil penggilingan umbi talas yang dikeringkan. Tepung talas memiliki komposisi kimia yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan makanan misalnya cake. Rendemen penepungan talas yang dihasilkan adalah 19.7%. Densitas kamba tepung talas adalah 0.534 g/ml. Derajat putih tepung talas dipengaruhi oleh warna umbi talas. Terdapat hubungan positif antara deraja putih dan tingkat kehalusan. Semakin tinggi tingkat kejalusan tepung, didapatkan nilai derajat putih tepung talas yang semakin tinggi. Sudut peluncuran dari tepung talas adalah 34º. Warna tepung talas relatif lebih gelap dibandingkan dengan tepung terigu protein sedang. Tekstur dan kehalusan tepung talas juga relatif lebih kasar dibandingkan dengan tepung terigu protein sedang. Tepung talas termasuk ke dalam tipe A dalam pengelompokan gelatinisasi berdasarkan Schoch dan Maywald (1968). Profil gelatinisasi tepung talas mirip dengan profil gelatinisasi pati garut. Suhu awal gelatinisasi tepung talas adalah 82.9ºC. suhu awal gelatinisasi yang tinggi diakibatkan cukup tingginya kandungan protein tepung talas yang menghambat gelatinisasi. Viskositas puncak pada tepung talas adalah 2865.3 cP. Tingginya viskositas puncak tersebut berpengaruh terhadap rendahnya rasio pengembangan volume cake yang dihasilkan. Breakdown yang terjadi selama pemanasan bernilai 1155.7 cP. Penurunan viskositas yang terjadi cukup besar menunjukkan kurang stabilnya pasta tepung talas selama pemanasan. Perubahan viskositas yang terjadi selama pendinginan sebesar 636.3 cP. Hal ini menunjukkan kecenderungan produk tepung talas akan mengeras setelah dingin. Kandungan tertinggi dalam komposisi kimia tepung talas adalah karbohidrat. Energi yang terkandung dalam tepung talas bernilai 369.04 kkal per 100 g tepung talas. Kadar karbohidrat yang tinggi membuat tepung talas diharapkan dapat menjadi sumber energi alternatif dalam upaya diversifikasi pangan. Berdasarkan SNI 3751:2009 mengenai tepung terigu untuk bahan makanan, kadar air dan kadar abu tepung talas masih di bawah nilai batas maksimum. Penggunaan tepung talas dalam pembuatan sponge cake dilakukan dalam dua tingkat penggunaan yaitu 50% dan 100%. Secara organoleptik dengan parameter rasa, tekstur, aroma, pori, warna remah, dan warna kerak, sponge cake dengan 50% tepung talas lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan sponge cake 100% tepung talas.
B. Saran Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia dari cake talas yang dihasilkan 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan cake dengan mempertimbangkan parameter suhu dan waktu pembakaran. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai analisis ekonomi pembuatan tepung talas untuk mengetahui kelayakan pembuatannya secara komersial. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai proses pembuatan tepung talas dengan berbagai perlakuan yang dapat memperbaiki karakteristik tepung talas.
39
DAFTAR PUSTAKA Anggriawan R. 2010. Pengaruh Metode Penggilingan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Jagung Kuning Hibrida [skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Universitas Jendral Soedirman Purwokerto. Bennion E dan Bamford GST. 1979. The Technology of Cake Making. London: Leonard Hill Books. AOAC. 1995. Official Methode of Analysis. Association of Official Agricultural Chemists, Washington DC, USA. Chen Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet Potato Starches and Their Application in Noodle Products [Thesis]. The Netherland Wageningen University. DEPTAN. Talas (Colocasia esculenta (L) Schott). Jakarta Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia: Jakarta Earle RL. 1983. Unit Operations in Food Processing. Second Edition. Pergamon Press. United Kingdom. Faridah DN. 2011. Perubahan Karakteristik Kristalin Pati Garut (maranta arundinaceae l.) dalam Pengembangan Pati Resisten Tipe III [disertasi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Gaman PM dan Sherrington KB. 1981. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Inggris: Pergamon Press. Hartati NS dan Titik KP. 2003. Analisis kadar pati dan serat kasar tepung beberapa kultivar talas (Colocasia esculenta L. Schott). Jurnal Natur Indonesia 6(1): 29-33 Hubeis M. 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Indrasti D. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagitifolium) dalam Pembuatan Cookies [skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kusfriadi MK. 2004. Kajian Pemanfaatan Tepung Talipuk dari Biji Bunga Teratai Putih (Nymphae pubescens Willd) sebagai Bahan Subtitusi dalam Pembuatan Biskuit. [skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kusnandar F, Nuraida, dan Palupi. 2007. Pemanfaatan Talas, Garut, dan Sukun sebagai Prebiotik dan Formulasi Sinbiotik sebagai Suplemen Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Lingga P. 1986. Bertanam Ubi-ubian. PT Penebar Swadaya. Mayasari N. 2010. Pengaruh Penambahan Larutan Asam dan Garam sebagai Upaya Reduksi Oksalat pada Tepung Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) [skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Mayasari O. 2011. Pembuatan serbuk minuman jewawut (Pennisetum glaucum) instan dan uji penerimaan konsumennya [skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Meyer LH. 2003. Food Chemistry. Textbook Publisher, New York. Mizokoshi M. 1985. Model Studies of Cake Baking: VI. Effects of cake ingredients and cake formula
40
on shear modulus of cake, careal chem. 62: 4. Muchtadi TR dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muharam S. 1992. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan Modifikasi Pengukusan, Penyangraian dan Penambahan GMS serta Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar [Skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Onwueme IC. 1978. The Tropical Tuber Crops. John Willey and Sons, New York. Parker R. 2003. Introduction to Food Science. United States of America: Delmar, Thomson Learning. Pranowo D. 2004. Perencanaan Agroindustri Tepung Talas. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Rauf AW dan Martina SL. 2009. Pemanfaatan komoditas pangan lokal sebagai sumber alternatif pangan di Papua. Jayapura: BPTP Papua. Rukmana R. 1998. Budidaya Talas. Swadaya: Jakarta. Richana N dan Sunarti TC. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubikelapa, dan gembili. J. Pascapanen 1 (1) 2004: 29-37. Schoch TJ and Maywald E. 1968. Preparation and properties of various legume starches. Cereal Chemistry 45: 564-573. Srichuwong S, Sunarti TC, Mishima T, Isono N, Hisamatsu M. 2005a. Starches from different botanical sources I: contribution of amylopectin fine structure to thermal properties and enzyme digestibility. Carbohydrate Polymers 60(4): 529-538. Sunaryo E. 1985. Pengolahan Produk Serealiadan Biji-bijian. Fateta-IPB. Bogor. U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan. Virgarini D. 1992. Mempelajari Karakteristik Reologi Berbagai Jenis Tepung Ubi Kayu (Manihot escolanta Crantz) [skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Talas
43
Lampiran 2 . Form Organoleptik Cake Talas
44
Lampiran 3. Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan (SNI 3751:2009)
No 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 15.1 15.2 15.3 16 17 17.1 17.2 17.3 17.4
Jenis Uji
Spesifikasi persyaratan mutu Satuan
Keadaan Bentuk Bau Rasa Warna Benda asing Serangga dalam semua bentuk stadia dan potonganpotongannya yang tampak Kehalusan, lolos ayakan 212 milimikron (mesh 70) Air Abu Protein Keasaman Falling number (atas dasar kadar air 14%) Besi (Fe) Seng (Zn) Vitamin B1 (thiamin) Vitamin B2 (riboflavin) Asam folat Cemaran logam Timbal (Pb) Raksa (Hg) Kadmium (Cd) Cemaran arsen Cemaran mikroba Angka lempeng total E. coli kapang Bacillus cereus
Persyaratan
-
Serbuk Normal (bebas dari bau asing) Normal (bebas dari bau asing) Putih, khas terigu Tidak boleh ada Tidak boleh ada
-
Min. 95%
%, b/b %, b/b %, b/b mg KOH/100g detik
Maks. 14.5% Maks. 0.7% Min. 7.0% Maks. 50 Min. 300
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Min. 50 Min. 30 Min. 2.5 Min. 4 Min. 2
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1.0 Maks. 0.05 Maks. 0.1 Maks. 0.5
koloni/g APM/g koloni/g
Maks. 106 Maks. 10 Maks. 104
45
Lampiran 4. Sintaks SAS data orlep; input tepung$ pembuatan$ rasa aroma tekstur pori remah kerak; cards; TP50 T1 3 3 4 4 4 4 TP50 T1 4 4 4 3 4 3 TP50 T1 2 3 3 3 4 4 TP50 T1 3 3 4 4 4 4 TP50 T1 4 3 4 4 4 4 TP50 T1 3 3 3 2 3 4 TP50 T1 5 4 3 4 4 3 TP50 T1 4 4 4 4 4 5 TP50 T1 4 4 4 4 4 4 TP50 T1 5 4 4 4 5 5 TP50 T1 3 4 2 3 3 4 TP50 T1 3 3 3 4 4 4 TP50 T1 2 3 4 4 5 4 TP50 T1 4 4 4 4 4 4 TP50 T1 4 2 4 4 4 4 TP50 T1 3 4 4 2 2 3 TP50 T1 2 3 4 4 3 4 TP50 T1 2 3 3 4 2 3 TP50 T1 4 4 4 4 4 3 TP50 T1 4 3 4 5 4 4 TP50 T1 3 3 4 3 4 4 TP50 T1 2 3 2 4 5 5 TP50 T1 5 5 4 4 4 4 TP50 T1 4 4 5 4 4 4 TP50 T1 2 4 4 3 4 4 TP50 T1 3 3 4 4 4 4 TP50 T1 3 4 4 3 4 3 TP50 T1 3 3 3 3 4 4 TP50 T1 3 3 4 5 4 5 TP50 T1 4 4 3 3 3 3 TP50 T1 3 4 4 2 3 4 TP50 T1 2 4 3 4 3 3 TP50 T1 3 4 3 3 4 4 TP50 T1 4 4 4 4 4 4 TP50 T1 4 4 4 4 5 4 TP50 T1 4 4 2 4 4 4 TP50 T1 2 3 2 3 4 2 TP50 T1 2 3 3 3 3 3 TP50 T1 4 4 4 4 5 5 TP50 T1 4 3 4 3 3 4 TP50 T1 3 3 3 2 2 2 TP50 T1 3 4 3 3 2 3 TP50 T1 2 3 4 4 4 4 TP50 T1 4 4 4 4 4 3 TP50 T1 4 3 4 5 3 4 TP50 T1 3 3 4 3 4 4 TP50 T1 3 3 2 4 2 3 TP50 T1 4 3 5 4 3 4 TP50 T1 5 3 5 3 2 3 TP50 T1 2 3 4 3 2 4 TP50 T2 3 3 4 3 4 4 TP50 T2 4 4 4 4 4 4 TP50 T2 4 4 3 4 4 3
46
TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50
T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3
5 4 4 3 4 5 4 4 2 1 5 5 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 3 4 3 4 4 5 4 4 3 5 5 4 5 5 3 4 5 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 5 3 3 3 4 4 4 5
4 4 4 5 4 5 4 4 3 1 5 4 3 3 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 1 5 4 4 4 4 3 4 4 3 2 3 4 3 4 3 5 4 3 2 4 4 4 3
5 3 4 3 5 4 4 3 4 1 5 3 3 2 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 5 4 3 4 4 4 3 2 3 3 4 4 4 4
5 3 4 3 4 4 4 5 2 1 3 3 3 2 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 3 4 4 3 3 5 4 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3
5 3 4 3 5 4 4 5 4 3 5 2 2 4 3 3 3 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 5 5 5 4 4 2 3 3 2 4 4 4 2 5 4 4 4 4 5 3 3 5 4 3 4 3
5 3 4 3 5 4 4 5 3 2 5 3 2 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 2 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 5 4 3 4 4
47
TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP50 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100
T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1
2 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 3 4 3 4 4 4 3 5 4 4 3 4 3 4 2 4 4 4 5 4 3 2 2 5 3 2 2 2 3
2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 2 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 5 5 4 3 3 3 3 4 4 3 2 5 3 3 4 3 5 2 4 4 4 4 3 4 2 2 5 4 2 3 3 2
3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 5 5 4 4 3 4 3 4 4 4 5 5 4 3 4 3 4 2 4 4 4 3 3 2 2 2 4 3 4 4 3 2
3 4 4 3 3 2 2 3 3 4 2 5 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 5 5 4 4 3 4 3 4 3 4 3 2 4 4 4 2 3 2 4 4 4 3 4 3 2 2 4 3 3 4 2 2
4 4 4 3 3 3 3 2 3 3 4 3 2 2 4 4 4 5 4 4 3 4 3 4 4 4 5 5 4 4 3 3 3 3 4 4 2 4 4 4 4 3 3 2 4 4 3 3 2 4 4 3 4 2 3 3 2 3
4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 5 3 3 4 3 3 3 5 4 3 3 4 3 5 4 4 5 5 4 4 4 3 2 4 4 4 3 1 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 2 3 3 2 4
48
TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100
T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2
4 4 4 5 4 4 3 3 3 2 3 4 4 4 5 4 3 3 4 5 3 2 3 2 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 2 1 3 3 4 3 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 4 3
4 4 4 5 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 5 4 2 3 3 3 4 4 3 4 2 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 5 4 3 3 5 3 4 4 4 4 3 4 3 2 3 3 4 4
4 3 4 4 2 2 4 3 2 3 3 3 4 4 4 4 4 2 4 5 2 3 2 3 3 4 4 4 2 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 3 4 3 3 2 4 4 4 3
3 4 3 3 4 4 4 4 2 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 5 4 3 2 3 2 3 3 4 3 3 4 4 3 3 2 4 3 4 4 3 4 3 4 5 4 4 3 4 3 2 4 4 3 2 4 4 3 3
2 3 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 5 3 3 3 2 3 5 3 4 4 3 2 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 5 4 3 2 4 4 4 3 3 3 4 5 4 3 5
4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 2 3 5 3 3 3 2 3 4 4 3 3 2 2 3 3 4 4 3 3 2 3 3 4 3 2 2 4 3 2 3 2 2 4 3 2 3 3 2 3 5
49
TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100 TP100
T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3
3 2 4 4 3 3 4 2 4 2 3 3 1 3 4 3 3 4 3 4 4 2 4 4 3 3 5 2 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 5 2 4 3 2 4 2 3 4 3 4 2
3 3 3 3 3 3 4 3 4 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 5 3 4 4 3 3 4 3 3 4 2 3 3 4 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 5 4 2 4 3 4 5 3 3 2 3 3 3
2 3 2 3 3 4 3 4 3 2 3 4 1 4 2 4 3 4 3 3 5 3 2 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 2 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 3 5 2 4 3 2 4 2 3 3 3 3 4
3 3 2 3 3 4 3 4 2 4 3 3 2 4 2 4 2 3 4 2 4 5 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 2 3 3 3 2 4 4 3 4 5 2 3 5 4 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4
3 3 2 3 3 4 4 3 4 4 3 3 2 3 3 4 3 4 3 5 4 3 4 3 5 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 2 4 2 4 4 3 2 3 3 2 4 5 4 3 4 2 3 2 3 1 4 3 3
3 4 2 3 3 3 4 2 4 2 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 4 4 3 3 3 4 3 3 4 2 4 3 3 3 2 3 3 3 5 3 3 3 2 3 3 4 1 3 3 3
50
TP100 T3 4 4 4 TP100 T3 4 3 3 TP100 T3 5 5 4 TP100 T3 4 5 4 TP100 T3 3 3 1 TP100 T3 3 3 4 TP100 T3 2 3 3 TP100 T3 4 3 4 TP100 T3 2 3 3 TP100 T3 4 3 4 TP100 T3 4 4 3 TP100 T3 3 4 3 TP100 T3 5 5 5 TP100 T3 5 5 5 TP100 T3 4 4 4 ; proc glm data=orlep; class tepung pembuatan; model rasa = tepung pembuatan; means tepung pembuatan; means tepung pembuatan/duncan; run; proc glm data=orlep; class tepung pembuatan; model aroma = tepung pembuatan; means tepung pembuatan; means tepung pembuatan/duncan; run; proc glm data=orlep; class tepung pembuatan; model tekstur = tepung pembuatan; means tepung pembuatan; means tepung pembuatan/duncan; run; proc glm data=orlep; class tepung pembuatan; model pori = tepung pembuatan; means tepung pembuatan; means tepung pembuatan/duncan; run; proc glm data=orlep; class tepung pembuatan; model remah = tepung pembuatan; means tepung pembuatan; means tepung pembuatan/duncan; run; proc glm data=orlep; class tepung pembuatan; model kerak = tepung pembuatan; means tepung pembuatan; means tepung pembuatan/duncan; run;
4 2 3 4 2 4 4 4 2 4 2 3 3 5 2
5 4 3 4 2 3 3 4 4 4 3 3 4 5 4
5 3 3 4 2 3 2 4 3 3 3 1 3 5 3
51
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Rasa Cake Tepung Talas Rasa The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
tepung
2
TP100 TP50
pembuatan
3
T1 T2 T3
Number of Observations Read
300
Number of Observations Used
300
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: rasa Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
11.9933333
3.9977778
5.38
0.0013
Error
296
219.9266667
0.7429955
Corrected Total
299
231.9200000
R-Square
Coeff Var
Root MSE
rasa Mean
0.051713
24.21269
0.861972
3.560000
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
tepung
1
5.33333333
5.33333333
7.18
0.0078
pembuatan
2
6.66000000
3.33000000
4.48
0.0121
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
tepung
1
5.33333333
5.33333333
7.18
0.0078
pembuatan
2
6.66000000
3.33000000
4.48
0.0121
52
The SAS System The GLM Procedure Level of tepung
N
rasa Mean
Std Dev
TP100
150
3.42666667
0.87735621
TP50
150
3.69333333
0.86658062
Level of pembuatan
N
rasa Mean
Std Dev
T1
100
3.35000000
0.90313707
T2
100
3.65000000
0.92523543
T3
100
3.68000000
0.77694039
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for rasa Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
0.742995
2 .1959
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tepung
A
3.69333
150
TP50
B
3.42667
150
TP100
53
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for rasa Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296 0.742995
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.2399
.2526
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
3.6800
100
T3
A
3.6500
100
T2
B
3.3500
100
T1
A
pembuatan
A
54
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Aroma Cake Tepung Talas Aroma The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
tepung
2
TP100 TP50
pembuatan
3
T1 T2 T3
Number of Observations Read
300
Number of Observations Used
300
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: aroma Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
1.5000000
0.5000000
0.85
0.4694
Error
296
174.8466667
0.5906982
Corrected Total
299
176.3466667
R-Square
Coeff Var
Root MSE
aroma Mean
0.008506
22.25586
0.768569
3.453333
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tepung
1
1.33333333
1.33333333
2.26
0.1341
Pembuatan
2
0.16666667
0.08333333
0.14
0.8685
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tepung
1
1.33333333
1.33333333
2.26
0.1341
Pembuatan
2
0.16666667
0.08333333
0.14
0.8685
55
The SAS System The GLM Procedure Level of tepung
N
aroma Mean
Std Dev
TP100
150
3.38666667
0.79247016
TP50
150
3.52000000
0.73930858
Level of pembuatan
N
aroma Mean
Std Dev
T1
100
3.42000000
0.72724747
T2
100
3.47000000
0.79715403
T3
100
3.47000000
0.78438034
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for aroma Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
0.590698
2 .1747
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
tepung
3.52000
150
TP50
3.38667
150
TP100
A A
56
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for aroma Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296 0.590698
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.2139
.2252
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
pembuatan
3.4700
100
T3
3.4700
100
T2
3.4200
100
T1
A A A A
57
Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Tekstur Cake Tepung Talas Tekstur The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
tepung
2
TP100 TP50
pembuatan
3
T1 T2 T3
Number of Observations Read
300
Number of Observations Used
300
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: tekstur Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
13.4100000
4.4700000
7.46
<.0001
Error
296
177.4266667
0.5994144
Corrected Total
299
190.8366667
R-Square
Coeff Var
Root MSE
tekstur Mean
0.070270
21.97404
0.774219
3.523333
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tepung
1
11.60333333
11.60333333
19.36
<.0001
Pembuatan
2
1.80666667
0.90333333
1.51
0.2233
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tepung
1
11.60333333
11.60333333
19.36
<.0001
Pembuatan
2
1.80666667
0.90333333
1.51
0.2233
58
The SAS System The GLM Procedure Level of tepung
N
tekstur Mean
Std Dev
TP100
150
3.32666667
0.82329072
TP50
150
3.72000000
0.72463830
Level of pembuatan
N
tekstur Mean
Std Dev
T1
100
3.43000000
0.81964516
T2
100
3.52000000
0.82241330
T3
100
3.62000000
0.74914092
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for tekstur Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
0.599414
2 .1759
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tepung
A
3.72000
150
TP50
B
3.32667
150
TP100
59
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for tekstur Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296 0.599414
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.2155
.2268
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
pembuatan
3.6200
100
T3
3.5200
100
T2
3.4300
100
T1
A A A A
60
Lampiran 8. Analisis Sidik Ragam Pori Cake Tepung Talas Pori The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
tepung
2
TP100 TP50
pembuatan
3
T1 T2 T3
Number of Observations Read
300
Number of Observations Used
300
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: pori Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
5.0200000
1.6733333
2.74
0.0434
Error
296
180.5666667
0.6100225
Corrected Total
299
185.5866667
R-Square
Coeff Var
Root MSE
pori Mean
0.027049
23.01688
0.781039
3.393333
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
tepung
1
3.41333333
3.41333333
5.60
0.0187
pembuatan
2
1.60666667
0.80333333
1.32
0.2695
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
tepung
1
3.41333333
3.41333333
5.60
0.0187
pembuatan
2
1.60666667
0.80333333
1.32
0.2695
61
The SAS System The GLM Procedure Level of tepung
N
Pori Mean
Std Dev
TP100
150
3.28666667
0.80549011
TP50
150
3.50000000
0.75751271
Level of pembuatan
N
Pori Mean
Std Dev
T1
100
3.45000000
0.77034690
T2
100
3.44000000
0.80804040
T3
100
3.29000000
0.78231720
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for pori Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
0.610023
2 .1775
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tepung
A
3.50000
150
TP50
B
3.28667
150
TP100
62
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for pori Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296 0.610023
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.2174
.2288
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
pembuatan
3.4500
100
T1
3.4400
100
T2
3.2900
100
T3
A A A A
63
Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam Warna Remah Cake Tepung Talas Remah The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
tepung
2
TP100 TP50
pembuatan
3
T1 T2 T3
Number of Observations Read
300
Number of Observations Used
300
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: remah Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
6.5000000
2.1666667
3.18
0.0242
Error
296
201.4200000
0.6804730
Corrected Total
299
207.9200000
R-Square
Coeff Var
Root MSE
remah Mean
0.031262
23.17157
0.824908
3.560000
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tepung
1
4.32000000
4.32000000
6.35
0.0123
Pembuatan
2
2.18000000
1.09000000
1.60
0.2033
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tepung
1
4.32000000
4.32000000
6.35
0.0123
Pembuatan
2
2.18000000
1.09000000
1.60
0.2033
64
The SAS System The GLM Procedure Level of tepung
N
Remah Mean
Std Dev
TP100
150
3.44000000
0.81496078
TP50
150
3.68000000
0.83802260
Level of pembuatan
N
remah Mean
Std Dev
T1
100
3.51000000
0.83478661
T2
100
3.68000000
0.81501069
T3
100
3.49000000
0.84680028
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for remah Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
0.680473
2 .1875
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tepung
A
3.68000
150
TP50
B
3.44000
150
TP100
65
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for remah Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296 0.680473
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.2296
.2417
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
pembuatan
3.6800
100
T2
3.5100
100
T1
3.4900
100
T3
A A A A
66
Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Warna Kerak Cake Tepung Talas Kerak The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
tepung
2
TP100 TP50
pembuatan
3
T1 T2 T3
Number of Observations Read
300
Number of Observations Used
300
The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: kerak Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
31.9433333
10.6477778
18.47
<.0001
Error
296
170.6266667
0.5764414
Corrected Total
299
202.5700000
R-Square
Coeff Var
Root MSE
kerak Mean
0.157690
22.26503
0.759237
3.410000
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
tepung
1
30.08333333
30.08333333
52.19
<.0001
pembuatan
2
1.86000000
0.93000000
1.61
0.2010
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
tepung
1
30.08333333
30.08333333
52.19
<.0001
pembuatan
2
1.86000000
0.93000000
1.61
0.2010
67
The SAS System The GLM Procedure Level of tepung
N
kerak Mean
Std Dev
TP100
150
3.09333333
0.77152918
TP50
150
3.72666667
0.74991424
Level of pembuatan
N
kerak Mean
Std Dev
T1
100
3.52000000
0.73140242
T2
100
3.34000000
0.85540468
T3
100
3.37000000
0.87218523
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for kerak Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
0.576441
2 .1725
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tepung
A
3.72667
150
TP50
B
3.09333
150
TP100
68
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for kerak Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
296 0.576441
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.2113
.2225
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
pembuatan
3.5200
100
T1
3.3700
100
T3
3.3400
100
T2
A A A A
69