ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAN SENSORIK BREAKFAST FOOD DARI TEPUNG KOMPOSIT BERBASIS TALAS (Colocasia esculenta (L) Schoot) BERPEMANIS SORBITOL Sellen Gurusmatika 1), Ir. Nur Komar, MS 2), Dr. Ir. Bambang Dwi Argo ,DEA2) 1)Alumni 2)Staf
Jurusan Keteknikan Pertanian FTP – UB, Malang, Indonesia
Pengajar Jurusan Keteknikan Pertanian FTP – UB, Malang, Indonesia
ABSTRACT Breakfast food is fast food products that may be an option as a food substitute for rice because it has nutritional value and practicality are increasingly required by the public, especially in the morning. Raw material of breakfast food must contain high carbohydrate. Taro (Colocasia esculenta (L.) Schott) has advantages compared with other bulbs as the manufacture of breakfast food. To complement the nutritional content should be added with other ingredients such as bananas and green beans. Demand for health food products such as sugar-free food, low calorie food and high fiber food is rapidly increasing. This trend is based on his role in the prevention of hypertension, diabetes, colon cancer and other degenerative diseases. Therefore, the use of sorbitol in the process of making breakfast food intended to be a safe sugar substitute sweetener consumed by all walks of life This study aims to determine the effect of variations in the ratio of taro flour: starch banana flour, green beans and the proportion of sorbitol addition on the physical and sensory characteristics of breakfast food, as well as a selection of products most acceptable to the panelists in the organoleptic test. RAL-factorial experiment using treatments were tested, taro flour proportion: green bean flour: wheat banana (P) which consists of three levels, namely in a row: (50%: 30%: 20%); (50%: 25%: 25%); (50%: 20%: 30%). The proportions of sorbitol (S) which consists of two levels: 4% (8 g) and 8% (16 g). Analysis carried out in this study includes the analysis of physical (moisture content, expansion of volume, density kamba, rehydration coefficient, microstructure and mass balance), sensory analysis (taste, aroma, color and crispness). The selection of the best treatments on the product performed by the method of De Garmo. The results showed that the ratio of taro flour: green bean flour: wheat banana with sorbitol to determine the physical and sensory characteristics of breakfast food. The best treatment of the product obtained by the proportion of 100 grams of taro flour, 40 grams of green peas flour, banana flour 60 grams of sorbitol and the proportion of 4%. The resulting physical characteristics of the 2:45% bb moisture content; 0.0244 volume expansion / ˚ C; 0216 g / ml kamba density and the coefficient of rehydration 2214. The sensory properties acquired taste very good (6:03); aroma (5:20) and color (6:07) panellists preferred; and very crunchy crispness (5.43). The results of Scanning Electron Microscope (SEM) shows the microstructure of breakfast food evenly and a small cavity gelatinization perfect look. Keywords: Breakfast food, taro flour, green bean flour, banana flour, sorbitol Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
PENDAHULUAN
yang cukup prospektif dalam pengembangan
Berbagai penelitian yang berhubungan
sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai
dengan pentingnya sarapan menunjukkan bahwa
untuk diproses menjadi tepung mengingat bahwa
sarapan
komponen
sehat
prestasi
memberikan
pengaruh
pada
seperti rneningkatnya konsentrasi,
berkurangnya
rnasalah
kedisiplinan,
keluhan
menjadi
alternatif
sarapan
karena
penyusunnya
adalah
karbohidrat, serta memiliki vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh.
sakit kepala dan kelelahan. Jenis makanan pagi dapat
utama
Permintaan terhadap produk makanan kesehatan
seperti
makanan
bebas
gula ,
kandungan gizinya seimbang. Selain itu susu
makanan rendah kalori dan makanan kaya serat
yang ditambahkan saat menyantap breakfast
meningkat dengan pesat. Kecenderungan ini
food dapat menambah nilai gizi protein pada
didasarkan atas perannya dalam pencegahan
produk.
penyakit hipertensi, diabetes, kanker usus, dan Pada urnumnya produk breakfast food
penyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu,
berbahan dasar gandum, jagung dan kentang,
pemanfaatan bahan tambahan makanan sorbitol
sehingga
pada
melalui
penelitian
pembuatannya dengan
ini
dicoba
proses
pembuatan
breakfast
food
menggunakan bahan
dimaksudkan sebagai subtitusi pemanis gula
pangan lokal seperti umbi talas, pisang kepok
yang aman dikonsumsi oleh semua kalangan
dan kacang hijau yang dikecambahkan, hal ini
umur.
untuk
mengurangi
ketergantungan
terhadap
Sorbitol ditambahkan pemanis
dan
pada makanan
salah satu bahan dasar di atas bahkan dapat
sebagai
untuk
memberikan
menarnbah kandungan gizinya daripada produk
ketahanan mutu dasar pada produk tersebut.
lainnya.
Menurut Desrosier (1997), sorbitol mempunyai Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)
sifat plastis yang dapat memperbaiki tekstur
merupakan bahan pangan dengan kandungan
biskuit dan produk semi basah dimana bertujuan
karbohidrat tinggi. Talas mempunyai kelebihan
untuk mencegah produk menjadi kering dan
dibanding dengan umbi lainnya sebagai bahan
menjaga
pembuatan breakfast food. Untuk melengkapi
Bouvier (2001) menyebutkan sifat sorbitol adalah
kandungan gizinya perlu dikompositkan dengan
stabil dan secara kimia tidak reaktif. Selain itu,
bahan-bahan lain seperti kacang hijau dan
pemanis ini dapat bertahan pada suhu tinggi dan
pisang.
tidak mengakibatkan reaksi maillard (browning), Dengan
diharapkan
penambahan
dapat
kacang
meningkatkan
hijau
kandungan
kesegaran
selama
penyimpanan.
sehingga dapat memproduksi breakfast food dengan
warna
yang
segar.
Sorbitol
juga
protein produk. Suplementasi kacang hijau pada
mempunyai sifat sulit diserap oleh tubuh jika
talas dapat meningkatkan kandungan lisin dan
dibandingkan dengan gula, sehingga sering
metionin sehingga tujuan perbaikan mutu dapat
digunakan sebagai bahan pensubtitusi gula bagi
tercapai (Muchtadi, 1992). Pengolahan buah
penderita diabetes.
pisang menjadi tepung merupakan teknologi Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor tersebut diulang 3 kali, sehingga da 18
pengaruh variasi rasio tepung talas : tepung
satuan percobaan. Apabila terdapat beda nyata
pisang : tepung kacang hijau dan proporsi
pada analisa ragam (ANOVA), maka dilakukan uji
penambahan sorbitol terhadap karakteristik fisik
LSD/BNT dengan taraf 5% dan 1% untuk
dan sensorik breakfast food, serta mendapatkan
mengetahui rataan pada perlakuan.
pemilihan produk yang paling dapat diterima oleh panelis dalam uji organoleptik.
1. Pembuatan Tepung Proses pembuatan tepung talas dimulai
METODE
dengan pengukusan selama 15 menit, kemudian
Alat dan Bahan: Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, mesin penggiling hammer mill tipe
disk, mixer, timbangan digital, thermometer, dandang, kompor, loyang, toples, ayakan 100 mesh. Bahan yang digunakan adalah talas bentul, kacang hijau, pisang kapok dan sorbitol. Bahan
tambahan
yang
digunakan
dalam
pembuatan breakfast food yaitu, tepung tapioka, margarin, telur, susu bubuk, gula, garam, vanili, dan baking powder. Bahan tambahan yang digunakan
Prosedur Penelitian
dalam
pembuatan
tepung
yaitu:
Larutan garam (NaCl) dan Natrium metabisulfit (Na2S2O5).
dilanjutkan pengupasan kulit luar dan dicuci. Proses selanjutnya, talas diiris (slicing) bentuk lembaran tipis, setelah itu dilakukan perendaman larutan garam NaCl 1% selama 20 menit, perendaman
dilakukan
untuk
mengurangi
senyawa organik H2C2O4 (asam oksalat) yang masih ada dalam umbi talas. Chip umbi talas siap dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60˚C selama ±20 jam, setelah kering, kemudian
ditepungkan
dengan
mesin
penepungan hammer mill tipe disk dan diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh untuk mendapatkan tepung talas yang bersih dan lembut. Proses pembuatan tepung kacang hijau
Rancangan Percobaan
yaitu dimulai dengan sortasi dan pencucian untuk
Metode penelitian yang digunakan dalam
menghilangkan kotoran. Biji yang sudah bersih
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
direndam dalam air dengan perbandingan air dan
(RAL) yang disusun secara faktorial dan terdiri
kacang hijau yaitu 3:1 selama 24 jam sampai biji
dari dua faktor, dimana faktor I yaitu proporsi
berkecambah. Biji kecambah tersebut dikukus
tepung talas:tepung kacang hijau:tepung pisang
pada suhu 90˚C selama 15 menit dan didinginkan
(P) yang terdiri dari 3 level yaitu berturut-turut:
pada suhu ruang kamar ±25˚C selama 15 menit.
(50% : 30% : 20%); (50% : 25% : 25%); (50% :
Kacang hijau bersih tanpa kulit siap dikeringkan
20% : 30%) dan faktor II terdiri dari 2 level yaitu
pada oven dengan suhu 60˚C selama ±20 jam.
proporsi penambahan sorbitol (S) yang terdiri dari
Kemudian
2 level yaitu: 4% (8 gram) dan 8% (16 gram).
hammer mill tipe disk, dilanjutkan dengan
Masing-masing kombinasi perlakuan dari kedua
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
digiling pada
mesin
penepungan
pengayakan menggunakan saringan ukuran 100
dengan memasukkan dalam oven pada suhu
mesh.
125˚C selama 25 menit atau hingga kering, Proses pembuatan tepung pisang dimuai
setelah matang breakfast food didinginkan dulu
dari pengukusan selama 15 menit, Pisang
sampai produk mengeras. Diagram alir proses
kemudian
pembuatan breakfast food disajikan
dikupas,
(ketebalan
lalu
irisan
diiris
sekitar
kecil-kecil
0.25cm-0.75cm),
selanjutnya direndam dalam larutan Na2S2O5 (Natrium Metabisulfit) 1000 ppm (1 gram Natrium Metabisulfit dalam 1 liter air) selama 10 menit. Tujuan perendaman untuk mengurangi reaksi
browning saat proses pembuatan tepung pisang, sehingga warna tepung yang dihasilkan menjadi baik
(lebih
putih).
Kemudian
irisan
pisang
dikeringkan pada oven dengan suhu 60˚C selama ±20 jam. Setelah kering, chip pisang kemudian
ditepungkan
dengan
mesin
pada
Gambar 2. Parameter Pengamatan Parameter yang diukur meliputi kadar air, koefisien ekspansi volume, densitas kamba, koefisien rehidrasi, mikrostuktur dengan SEM (Scanning Electron Microscope), keseimbangan massa selama proses pengolahan serta uji organoleptik
(rasa,
aroma,
warna
dan
kerenyahan). HASIL DAN PEMBAHASAN
penepungan hammer mill tipe disk dan diayak
Sifat Fisik Breakfast Food
dengan ayakan berukuran 100 mesh. Untuk
1. Kadar Air
mendapatkan tepung yang baik, dikeringkan
Hasil penelitian diperoleh nilai kadar air
kembali selama I hari di bawah sinar matahari
produk berkisar antara 2.45% hingga 3.167%.
2. Pembuatan Breakfast Food
Diagram
dengan
pembuatan
adonan
ke-1
yaitu
pencampuran bahan pelengkap yaitu margarin, gula, telur, sorbitol, dan vanili dikocok dengan menggunakan
alat
mixer,
pencampuran
berlangsung selama 5 menit. Pembuatan adonan
perbandingan
kadar
air
breakfast food ditunjukkan oleh Gambar 1. Kadar Air (%)bb
Pembutan breakfast food yang diawali
batang
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
3.083 3.167 2.733 2.8 2.45 2.683
P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2
ke-2 yaitu pencampuran tepung komposit dan
Perlakuan
bahan tambahan lain seperti baking powder, garam dan susu bubuk, kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit pada adonan pertama sambil dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan sampai adonan merata sempurna atau adonan kalis.
Adonan
pencetakan
yang
pada
sudah
loyang.
jadi, Setelah
dilakukan adonan
dicetak, kemudian dilakukan proses pemasakan
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8% Gambar 1. Grafik Kadar Air Breakfast Food Talas
Hasil
pengamatan
rerata
kadar
air
menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
kenaikan kadar air dengan semakin tingginya
perbedaan kadar air produk disebabkan oleh
kadar sorbitol yang ditambahkan. Fenomena ini
bervariasinya
disebabkan oleh jumlah cairan sorbitol yang
penyusunnya. Selain itu semakin kuat sistem
terperangkap dalam sistem akan semakin banyak
matriks pati-protein yang terbentuk, maka sistem
dengan semakin besarnya kadar sorbitol dalam
gel yang terbentuk mampu memperangkap air
sistem bahan. Hal ini serupa dengan pernyataan
lebih banyak.
kadar
air
bahan
Therik et al. (2006) yang menyatakan bahwa Mulai
Persiapan Alat dan Bahan
Pengukuran massa dan kadar air
Formulasi tepung talas:kacang hijau:pisang 1.(50:30:20)% ; 2. (50:25:25)% ; 3. (50:20:30)%
Proporsi penambahan Sorbitol: 1. 4% (8 gram) 2. 8% (16 gram)
Baking powder, tepung tapioka, susu bubuk dan garam
Margarin, vanili, gula, telur
Mixing
Mixing
Adonan 1
Adonan 2
Mixing
Adonan kalis
Pengukuran massa dan kadar air
Pencetakan adonan (forming) Pemanggangan pada oven suhu 135˚C selama 25 menit Breakfast Food Pengolahan dan analisa data: Kadar air (%) Ekspansi volume (cm/˚C) Densitas Kamba (g/ml) Koefisien rehidrasi
- Keseimbangan massa (g) - Analisa mikrostruktur - Organoleptik
Selesai
Gambar 2. Tahapan Pembuatan ©Breakfast Food Jurnal Keteknikan Pertanian 2012
mentah
2. Koefisien Ekspansi Volume
3. Densitas Kamba
Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien
Hasil
penelitian
menunjukkan
nilai
ekspansi volume produk breakfast food berkisar
densitas kamba produk breakfast food berkisar
antara
antara
0.0219/˚C
perbandingan
sampai
0.0257/˚C.
pengembangan
volume
Grafik pada
berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 3.
0.222g/ml
tersebut
tidak
sampai
jauh
0.204g/ml.
berbeda
dengan
Nilai hasil
penelitian yang dilakukan oleh Uswatun (2003)
yang
yang menghasilkan produk breakfast food ubi
kondisi
jalar berkisar antara 0.20 hingga 0.30 g/ml. Grafik
breakfast food talas yang semakin keras. Tepung
perbandingan densitas kamba pada berbagai
talas tidak mengandung gluten oleh karenanya
perlakuan disajikan pada Gambar 4.
Pengembangan semakin
rendah
nilai
volume
mengindikasikan
digunakan
menyebabkan
nilai
Densitas Kamba (g/ml)
semakin banyak jumlah tepung talas yang volume
Ekspansi Volume (/˚C)
pengembangan semakin rendah 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01
0.0232 0.0219 0.022 0.023
0.0257 0.0255
P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2 Perlakuan
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8% Gambar 3. Grafik Nilai Ekspansi Volume Breakfast
Food Talas
Baking
powder
pengembangan
juga
volume,
mempengaruhi baking
powder
merupakan leavening agent, yaitu bahan yang dapat melepaskan gas karbondioksida (CO2) pada kondisi tertentu. Bahan ini menciptakan gelembung gas pada adonan dan membuat adonan mengembang. Ketika produk tersebut dipanaskan
akan
terbentuk
kantung-kantung
udara yang mengakibatkan produk terasa ringan dan renyah.
0.30
0.216
0.215
0.204
0.214
0.215
0.222
0.20 0.10 0.00 P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2 Perlakuan
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8% Gambar 4. Grafik Nilai Densitas Kamba Breakfast
Food Talas
Kecenderungan
peningkatan
densitas
kamba pada breakfast food talas terjadi seiring dengan peningkatan penambahan kadar sorbitol. Hal
ini
disebabkan
terjadinya
peningkatan
kemampuan pemerangkapan air produk dengan adanya penambahan sorbitol terhitung berkaitan dengan sifatnya yang membentuk gel. Dengan semakin besarnya air yang dapat diabsorpsi oleh produk,
menjadikan
jarak
antara
molekul
penyusun menjadi semakin besar mengakibatkan kohesifitasnya
menurun
sehingga
ketahanan
produk juga menurun, maka berat produk per satuan volume akan semakin rendah yang
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
menghasilkan densitas kamba produk yang lebih
mudah larut. Setelah pati mengalami gelatanisasi
rendah.
maka
rehidrasi
produk
kering
merupakan banyaknya penyerapan air kembali oleh produk kering pada suhu kamar dalam tertentu.
Hasil
analisis
sidik
ragam
menunjukkan bahwa perlakuan komposisi tepung komposit talas : pisang : kacang hijau (P) dan perlakuan
penambahan
kadar
sorbitol
(S)
berpengaruh nyata (P ≤ 0.05) terhadap koefisien rehidrasi produk breakfast food talas, sedangkan interaksi keduanya yaitu (PXS) memberikan pengaruh yang sangat nyata (P ≤ 0.01) terhadap koefisien rehidrasi pada produk. Nilai rata-rata koefisien rehidrasi yang terendah 2.181 terdapat pada perlakuan P1T2, sedangkan nilai koefisien rehidrasi yang tertinggi terdapat pada perlakuan
Koefisein Rhidrasi
P2T2 yaitu sebesar 2.259. 2.30 2.25 2.20 2.15 2.10
degradasi
amilosa
dan
kecil. Molekul yang relative lebih kecil inilah yang mudah larut dalam air. Sifat Sensorik Breakfast Food 1. Rasa Rerata skor kesukaan panelis terhadap rasa breakfast food akibat variasi dari formulasi yang diberikan berkisar antara 4.3 - 6 (enak – sangat enak). Gambar 5 menunjukkan nilai kesukaan
rasa
terhadap
variasi
perlakuan
breakfast food talas. Kecenderungan rasa yang meningkat, dengan semakin besarnya jumlah tepung pisang yang ditambahkan, hal ini disebabkan oleh sugesti panelis dari penampilan warnanya. P1T1 lebih gelap dikarenakan penaruh dari proporsi tepung kacang hijau yang lebih banyak. Warna
2.259 2.214 2.181 2.182
2.249 2.212
dari tepung kacang hijau yang tidak terlalu putih mempengaruhi warna produk breakfast food talas yang dihasilkan.
P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2 Perlakuan
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8% Gambar 5. Grafik Nilai Koefisien Rehidrasi Breakfast
Food Talas
Menurut (Yohana, 2008) semakin besar nilai derajat gelatanisasi, koefisien rehidrasi air akan semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pati yang telah tergelatanisasi lebih
Tingkat Kesukaan
waktu
terjadi
amilopektin menghasilkan molekul yang lebih
4. Koefisien Rehidrasi Koefisien
akan
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
4.37
4.83
4.90
5.43
6.03
5.37
P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2 Perlakuan
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8% Gambar 6. Hasil Uji Rasa Terhadap Perlakauan
Breakfast Food Talas
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
2. Aroma
3. Warna
Pengaruh
perlakuan
proporsi
tepung
Sebagian
dari
panelis
mengatakan
talas, tepung pisang dengan tepung kacang hijau
bahwa warna dan rasa berbanding lurus, jika
dan kadar sorbitol terlihat pada rerata tingkat
aroma produk breakfast food talas bagus maka
kesukaan aroma breakfast food talas yang
rasanya juga enak. Gambar 8 memperlihatkan
berkisar antara 4.70 (suka) hingga 5.70 (sangat
hasil uji organoleptik warna terhadap perlakuan
suka).
breakfast food talas.
Gambar
7 memperlihatkan hasil
uji
breakfast food talas. Nilai kesukaan terendah pada perlakuan dengan komposisi tepung talas 100 gram, tepung pisang 40 gram , tepung kacang hijau 60 gram
Tingkat Kesukaan
organoleptik aroma terhadap perlakuan pada
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
4.43
5.17
4.87
pada
perlakuan
P3T2
dengan
komposisi tepung talas 100 gram, tepung pisang 60 gram dengan tepung kacang hijau 40 gram dan ditambah sorbitol 8 gram. Nilai terendah, dikarenakan
aroma
pada
komposisi
P1T2
dipengaruhi oleh tepung yang browning pada
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8% Gambar 8. Hasil Uji Warna Terhadap Perlakauan
Breakfast Food Talas
dipengaruhi juga karena aroma dari tepung talas
Tingkat Kesukaan
kuat. 6.00
5.13
4.70
4.97
4.93
5.20
5.70
4.00
5.47
Perlakuan
saat pembuatan adonan dilakukan. Selain itu, maupun tepung kacang hijau yang kurang begiti
6.07
P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2
dan sorbitol 16 gram (P1T2). Nilai tertinggi diperoleh
5.43
Berdasarkan Gambar 40, nilai rata-rata yang diperoleh berkisar antara 4.43-6.07 (sukaamat sangat suka). Nilai tertinggi pada formula P3T1 dengan komposisi tepung talas 100 gram, tepung pisang 60 gram, tepung kacang hijau 40
2.00
gram dan sorbitol 8 gram. Sedangkan nilai rata-
0.00 P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2
rata yang terendah terdapat pada perlakuan
Perlakuan
dengan komposisi 100 gram tepung talas, 40
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8% Gambar 7. Hasil Uji Aroma Terhadap Perlakauan
Breakfast Food Talas
gram tepung pisang, 60 gram tepung kacang hijau
dan sorbitol
16
gram (P1T2)
.Pada
perlakuan P1T2 memiliki warna yang tidak disukai
dikarenakan
pengaruh
dari
tepung
kacang hijau yang agak browning dan suhu awal pemanasan dari oven yang digunakan, yaitu terlalu lama memanaskan oven dengan suhu yang tinggi.
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
Perubahan warna selama reaksi maillard
kekeringan produk yang dihasilkan, semakin
(browning) lebih lambat dari perubahan warna
produk memiliki kadar air yang kecil, maka
pada proses karamelisasi. Warna asli pada
kerenyahannya akan semakin meningkat. Faridi
bahan tersebut mula-mula berubah menjadi
(1994) menyatakan bahwa dari semua karakter
warna keemasan, kemudian coklat kemerahan
mutu biskuit, yang paling penting adalah sifat
dan menjadi warna coklat gelap. Reaksi maillard
kerenyahannya. Kerenyahan dinilai dari bunyi
(browning) tersebut dapat dipercepat dengan
yang
menaikkan
temperaturnya.
Reaksi
maillard
(browning) menghasilkan warna coklat yang
produk
dipatahkan,
akan menurunkan kerenyahan. Sorbitol mempunyai kemampuan dalam meningkatkan kerenyahan produk jenis breakfast
4. Kerenyahan kerenyahan
tertinggi
pada
perlakuan P3T1 dengan proporsi tepung talas 100 gram, tepung pisang 60 gram dan tepung kacang hijau sebanyak 40 gram, serta ditambah sorbitol 8 gram yaitu 5.43 (sangat renyah). Sedangkan
saat
semakin tinggi daya patah pada produk maka
diketahui sebagai melanoid.
Nilai
ditimbulkan
nilai
terendah
terdapat
pada
food (puffed), seperti dijelaskan Hui (1992), bahwa campuran antara sorbitol atau manitol dengan lemak dalam bentuk sirup yang diaplikasi pada breakfast food akan menyebabkan produk itu tetap renyah ketika direndam dalam susu. Pemilihan Perlakuan Terbaik
perlakuan P2T2 dengan formulasi 100 gram
Dari hasil perhitungan perlakuan terbaik didapatkan
tepung kacang hijau dan sorbitol 16 gram yaitu
formulasi 100 gram tepung talas, 60 gram tepung
4.10 (renyah).
pisang, 40 gram tepung kacang hijau dan
Tingkat Kesukaan
tepung talas, 50 gram tepung pisang, 50 gram
kesimpulan
nilai
tertinggi
penambahan
sorbitol
4.00
menunjukkan
bahwa
2.00
mendapatkan nilai produk terbaik dari parameter
6.00
4.87
4.73
5.43 4.23
4.10
5.00
pada
8
gram,
perlakuan
ini
fisik dan sensorik. Perbandingan proporsi pati
0.00 P1T1 P1T2 P2T1 P2T2 P3T1 P3T2 Perlakuan
dengan
protein
Gambar 9. Hasil Uji Kerenyahan Terhadap Perlakauan
Breakfast Food Talas
kerenyahan
breakfast
food
ini
para panelis. Breakfast food tersebut memiliki rasa sangat enak (6.03), aroma yang disukai (5.20), warna yang sangat disukai (6.07) dan kerenyahan yang sangat renyah (5.43). Breakfast
food perlakuan terbaik ini telah memenuhi standart SNI 01-0222-1995 sehingga layak untuk dikonsumsi dan memenuhi nilai gizinya.
Dari hasil yang didapatkan, diketahui tingkat
pada
menghasilkan karakteristik yang disukai oleh
Keterangan: perbandingan tepung talas : kacang hijau : pisang berturut-turut, adalah P1T1 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 4% P1T2 = 50:30:20. Proporsi Sorbitol 8% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 4% P2T2 = 50:25:25. Proporsi Sorbitol 8% P3T1 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 4% P3T2 = 50:20:30. Proporsi Sorbitol 8%
bahwa
sebesar
pada
tergantung
dari
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
Tabel 1. Hasil Parameter Perlakuan Terbaik dan
granula
Terburuk
dilakukan. Analisa SEM yang dilakukan pada Breakfast food
Parameter
Perlakuan
terbaik
Terbaik
Terburuk
perhitungan
2.45
2.733
Ekspansi Volume (/˚C)
0.0244
0.0238
Densitas Kamba (g/ml)
0.216
0.215
2.214
2.212
Koefisien Rehidrasi
perbedaan
formulasi
yang
hanya pada produk dengan perlakuan yang
Perlakuan
Sifat Fisik Kadar Air (%bb)
akibat
dan
terburuk, pemilihan
berdasarkan produk
terbaik.
pada Nilai
terbaik yang didapatkan pada perlakuan P3T1 dengan formulasi 100 gram tepung talas, 40 gram tepung kacang hijau dan 60 gram tepung pisang dengan penambahan sorbitol sebesar 8 gram (4%b/b), sedangkan pemilihan perlakuan
Sifat Sensorik (Skala 1-7) Rasa
6.03
4.37
yang terburuk dengan nilai yang terendah yaitu
Aroma
5.20
5.13
Warna
pada perlakuan P2T2 dengan formulasi tepung
6.07
4.43
5.43
4.87
talas sebanyak 100 gram, tepung kacang hijau
Kerenyahan
50 gram dan tepung pisang sebanyak 50 gram, serta penambahan sorbitol dengan kadar 16
Mikrostruktur dengan SEM Banyak faktor yang mempengaruhi mutu suatu produk pangan, antara lain penampakan
gram (8%b/b) a1
b1
a2
b2
(ukuran, bentuk), warna, rasa dan tekstur. Tekstur berkaitan dengan mikrostruktur dari komponen penyusun produk. Munculnya SEM merupakan alat yang ampuh untuk ahli pangan guna
meneliti
struktur
mikro
permukaan
makanan. Produk bakery merupakan sistem yang kompleks, karena melibatkan sejumlah besar
ingredient. Selama pemasakan adonan kue, panas menyebabkan perubahan fisik dan kimia komponen sistem adonan. Perubahan akibat panas tersebut menghasilkan struktur dengan karakteristik tekstur, flavor dan aroma yang secara subyektif disukai (Wirakartakusuma et al., 1992).
Gambar 10. Hasil Pengamatan SEM Perlakuan
Analisa menggunakan
Microscope)
mikrostruktur SEM dilakukan
(Scanning bertujuan
dengan
Terburuk a dan Perlakuan Terbaik b.
Electron
(a1, b1) perbesaran 250x : (a2, b2)
untuk
mengetahui bentuk granula produk breakfast
food secara umum dan perubahan morfologi Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
perbesaran 1000x
a
Keterangan: (1) Rongga pori-pori ;(2)Granula pati
b
yang diselubungi bahan lain ;(3)Komponen lain selain pati
Gambar 11. Perbandingan ukuran diameter pori (a) Perlakuan Terburuk dengan rata-rata diameter Perlakuan
pori
166.927µm
Terbaik
dan
dengan
(b)
rata-rata
diameter pori 133.540µm
Gambar 10 terlihat bahwa granula pati sudah melebur menjadi satu dengan bahanbahan lainnya, terlihat granula pati diselimuti (coating) oleh bahan-bahan lain tetapi masih terlihat
granula-granula
pati
yang
terpisah.
Dengan proses pencampuran dalam pembuatan adonan, bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat adonan akan melapisi granula pati. Gambar 10b, menunjukka bahwa pati dalam adonan mengalami pengembangan dikarenakan pati ini menyerap air dari bahan-bahan lain
Gambar 13. Bagian – bagian struktur mikro breakfast
food perlakuan terbaik perbesaran 1000x Keterangan: (1) Rongga pori-pori ;(2)Granula pati yang diselubungi bahan lain ;(3)Komponen lain selain pati
Permukaan partikel Gambar 10a1 terlihat kasar sedangkan Gambar 10b1 lebih halus, dikarenakan banyak
pada
perlakuan
terburuk
terbentuk
kerusakan
pati
lebih
daripada
perlakuan terbaik. Berdasarkan Gambar didapat
informasi
terlihat
disekitar
10
agregat
granula terdapat serpihan-serpihan granula pati. Menurut Arintorini (2002), selama perendaman pada saat proses
pembuatan tepung oleh
berbagai bahan baku terjadi leaching matriks protein dan komponen lainnya dari granula pati menyebabkan struktur partikel pada P3T1 lebih halus dan sedikit kerusakan pati. Be
Miller
dan
Wishtler
(1994)
menyatakan pemanasan di atas suhu akhir akan Gambar 12. Bagian – bagian struktur mikro breakfast
food 1000x
perlakuan
terburuk
perbesaran
menyebabkan dinding granula rusak sehingga isi granula
terbebaskan
ke
medium
dan
menghasilkan pasta. Pada Gambar 10 terlihat bahwa perlakuan terburuk menunjukkan bahwa produk yang terbentuk memilik banyak rongga. Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
Sedangkan pada perlakuan terbaik menghasilkan
KESIMPULAN
produk
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
yang
memiliki
sedikit
rongga
dan
permukaan yang tampak lebih halus karena
adalah:
sudah terbentuknya film dari tepung tapioka, hal
1. Hasil uji sensitifitas menunjukkan bahwa
ini berkaitan dengan suhu gelatanisasi dari
variasi
tepung tapioka yang sudah mendekati sempurna.
penambahan sorbitol memberikan pengaruh
Selain itu, tampak protein dari putih telur yang
pada karakteristik fisik dan sensorik breakfast
bersifat hidrofilik yaitu albumin tersebar merata
food. Parameter fisik yang dihasilkan yaitu
permukaan produk. Hal ini berkaitan dengan
kadar
albumin yang hidrofilik dapat terdistribusi merata.
volume
Pengamatan
komposit
(2.455bb-3.167%bb);
(0.0205-0.0244
cm/˚C);
proporsi
ekspansi densitas
(0.204-0.222g/ml); koefisien rehidrasi (2.181-
Electron
2.259); mikrostruktur yang secara umum
Microscope) mendukung analisa perhitungan
terlihat gelatanisasi sempurna. Parameter
yang dihasilkan dari parameter fisik lainnya.
sensorik yang dimiliki yaitu rasa (4.37-6.03);
dengan
Rongga
pada
SEM
produk
mikrostuktur
air
tepung
yang
dilakukan
hasil
rasio
(Scanning
breakfast
food
aroma (4.70-5.70); warna (4.43-6.07) dan
mempengaruhi sifat rehidrasi yang dimiliki. Pada
kerenyahan
perlakuan terbaik memiliki sedikit rongga yang
penambahan sorbitol menyebabkan kadar air
merata, hal tersebut mempengaruhi koefisien
meningkat yang akan berpengaruh terhadap
rehidrasi yang dihasilkan yaitu sebesar 2.212,
parameter lainnya.
sedangkan
Peningkatan
panelis sesuai dengan metode pembobotan,
koefisien rehidrasi yang terjadi, dikarenakan pada
yaitu terbaik dengan nilai (0.300) pada
produk yang memiliki rongga pori yang besar
perlakuan dengan formulasi 100 gram tepung
namun tidak merata dapat menyerap air dalam
talas, 40 gram tepung kacang hijau dan 60
jumlah besar dan cepat, sehingga menyebabkan
gram tepung pisang serta penambahan
proses rehidrasi yang terjadi menjadi meningkat,
sorbitol 8 gram. Perlakuan terbaik dapat
dibanding dengan produk yang memiliki rongga
diterima karena memiliki rasa yang sangat
pori yang sedikit dan merata. Hal itu juga
enak dan memiliki kadar air yang sangat
didukung dari ukuran diameter rata-rata rongga
rendah
pori pada perlakuan terbaik sebesar 133.540 μm,
Karakteristik fisik yang didapatkan adalah
sedangkan pada perlakuan terburuk sebesar
kadar air sebesar 2.45%bb; ekspansi volume
166,927 μm. Perbedaan ukuran diameter rongga
0.0244/˚C; densitas kamba 0.216g/ml dan
pori diduga adanya perbedaan pengaruh yang
koefisien
rehidrasi
disebabkan
sensorik
yaitu
pengembang.
sebesar
oleh
baking
2.259.
pada
besar
2. Pemilihan produk yang dapat diterima oleh
yaitu
rehidrasi
Semakin
produk
terburuk
koefisien
(4.10-5.43).
powder
sebagai
dari
perlakuan
yang
sebesar
menghasilkan
lainnya.
2.214.
Sifat
rasa
yang
sangat enak (0.603), aroma (5.20) dan warna (6.07)
yang
disukai
panelis,
dengan
kerenyahan yang sangat renyah (5.43). Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
DAFTAR PUSTAKA Arintorini,
MJ.
Muchtadi,
Jani.
Formulasi, Simpan
2002.
Mikrostruktur
Produk
Berbahan
Kajian
(Nemipterus
Ikan
Tamboluoides).
Ringan Kurisi
H.D
and
RL.
Whistler.
2001.
Terjemahan
Muljoharjo.
Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta Faridi, H. 1994. The Science of Cooking and Crackre Production. Chapman and Hall. New York
Subtitusi
Talas Tepung
Jurnal Media Gizi dan Keluarga 24 (1):45-52 Uswatun,
Khasanah.
2003.
Formulasi,
Karakterisrik
Fisiko-Kimia
Organoleptik
Produk
dan
Makanan
Sarapan Ubi Jalar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Intitusi Pertanian Bogor IPB. Bogor Wirakartakusuma, M.A.A Abdullah dan A. M, Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan PAU
Hui. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willey and Sons Inc. Canada
Bahan
Tepung
Terigu Dalam Pembuatan Cookies.
Carbohydrates. di dalam: Fennema
Desrosier. 1997. Teknologi Pengawetan Pangan.
Pemanfaatan
Sebagai
1994.
Dekker Inc. New York
Laboratorium
Therik, F., S. A. Marliyati, dan L. N. Yulianti.
Tesis,
RO, editor. Food Chemistry. Marcel
Petunjuk
PAU Pangan dan Gizi. Bogor
Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor BeMiller,
1992.
Teknologi Pengolahan Pangan Nabati.
dan Umur
Makanan
Dasar
Analisis
T.
Pangan dan Gizi IPB. Bogor Yohana, 2008. Karakteristik Fisiko-Kimia Produk Makanan
Sarapan
Talas.
Skipsi
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012
Bogor
67
hal
Jurnal Keteknikan Pertanian © 2012