Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi Probabilitas Kebangkrutan Bank
Eko Widodo Lo
1
Yavida Norim dan Indra Wijaya
13
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan Intern Dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan Terhadap Keefektifan Pengendalian Anggaran: Suatu Studi Empiris
Hiras Pasaribu
27
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan Akan Standar Laporan Keuangan Dan Jasa Jaminan Lingkungan
Inge Gunawan
41
Agus Subardi dan Lita Kusumasari
51
Parwoto Wignjohartojo
59
Iswardono dan Sunaryadi
73
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk Mendeteksi Earnings Management
Mengenal Pasar Modal Dan Analisis Teknikal Hubungan Variabel Pembentuk Minal Berperilaku Menggunakan Forecast Reporting Untuk Keputusan Investasi Pada Sekuritas: Studi Pada Wakil Penjamin Emisi Efek
AG
01
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
US TUS 20
ISSN 0853-1269 - Akreditasi No. 118/DIKTI/Kep/2001
Rp4.000,-
SUSUNAN REDAKSI JURNAL AKUNTANSI DAN MANAJEMEN STIE YKPN YOGYAKARTA Pelindung Ketua STIE YKPN Pemimpin Umum/Redaksi Dr. Djoko Susanto, M.S.A., Akt. Redaktur Pelaksana Dra. Sinta Sudarini, M.S., Akt. Redaktur Ahli Drs. Al. Haryono Jusup, M.B.A., Akt. Prof. Dr. Arief Suadi, M.B.A. Dr. Djoko Susanto, M.S.A., Akt. Dr. Harsono, M.Sc. Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., Akt. Dr. Arief Ramelan Karseno, M.A. Dr. Soeratno, M.Ec. Dr. Su’ad Husnan, M.B.A. Dr. Basu Swatha Dharmmesta, M.B.A. Dr. Tandelilin Eduardus, M.B.A. Dr. Marwan Asri, M.B.A. Dr. Mardiasmo, M.B.A., Akt. Dr. Suwardjono, M.Sc., Akt. Dr. Indra Wijaya Kusuma, M.B.A., Akt. Dr. Jogiyanto H.M., M.B.A., Akt. Dr. Gudono, M.B.A., Akt. Dra. Enny Pudjiastuti, M.B.A., Akt. Sekretaris Redaksi Drs. Rudy Badrudin, M.Si. l
Jurnal Akuntansi dan Manajemen diterbitkan oleh Pusat Penelitian STIE YKPN Yogyakarta dengan ISSN: 0853-1269, Akreditasi No. 118/DIKTI/Kep/2001 l
Pendapat yang dinyatakan dalam jurnal ini sepenuhnya pendapat pribadi, tidak mencerminkan pendapat redaksi atau penerbit. l
Surat menyurat mengenai permohonan ijin untuk menerbitkan kembali atau menterjemahkan artikel dan sebagainya dapat dialamatkan kepada redaksi. l
Harga Jurnal Akuntansi dan Manajemen (JAM) Rp5.000,- (lima ribu rupiah) per eksemplar. l
Alamat Redaksi: Pusat Penelitian STIE YKPN Yogyakarta Jl. Seturan, Yogyakarta 55281 Telp. 62-274-486160, 486321 Fax. 62-274-486081
DARI REDAKSI
Pembaca yang terhormat Mulai edisi Agustus 2001, Jurnal Akuntansi & Manajemen STIE YKPN Yogyakarta telah Terakreditasi berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 118/DIKTI/Kep/2001 tanggal 8 April 2001. Dengan telah Terakreditasinya jurnal ini, maka Jurnal Akuntansi & Manajemen STIE YKPN Yogyakarta telah memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan berdasarkan hasil penilaian yang dilaksanakan oleh Komisi Khusus Publikasi Ilmiah Majelis Penelitian Perguruan Tinggi (MPPT) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Hasil Akreditasi jurnal ini bukanlah semata-mata upaya dari kami saja, melainkan hasil sinergi bersama: para Penulis naskah (artikel), Pembaca, dan Pengelola. Dalam edisi bulan Agustus 2001 ini, Jurnal Akuntansi & Manajemen menyajikan topik-topik sebagai berikut: Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi Probabilitas Kebangkrutan Bank, Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk mendeteksi Earnings
Management, Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan Intern Dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan Terhadap Keefektifan Pengendalian Pelaksanaan Anggaran: Suatu Studi Empiris, Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan Akan Standar Laporan Keuangan Dan Jasa Jaminan Lingkungan, Mengenal Pasar Modal Dan Analisis Teknikal, Hubungan Variabel Pembentuk Minat Berperilaku Menggunakan Forecast Reporting Untuk Keputusan Investasi Pada Sekuritas: Studi Pada Wakil Penjamin Emisi Efek, dan Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Harapan kami mudah-mudahan artikel-arikel tersebut dapat memberikan tambahan informasi khususnya bidang Akuntansi dan Manajemen bagi para pembaca. Selamat menikmati sajian kami pada edisi ini dan sampai jumpa pada edisi berikutnya dengan artikel-artikel yang lebih menarik.
Redaksi.
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
PENGGUNAAN RASIO KEUANGAN UNTUK PREDIKSI PROBABILITAS KEBANGKRUTAN BANK Eko Widodo Lo 1)
PENDAHULUAN Penelitian mengenai prediksi kebangkrutan bank dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan bank. Pihak-pihak yang dapat memanfaatkan suatu model prediksi kebangkrutan bank adalah para nasabah bank, investor bank, dan pemerintah terutama Bank Indonesia. Nasabah bank dapat memanfaatkan model prediksi kebangkrutan bank untuk membuat keputusan apakah akan menyimpan atau menarik uangnya di bank. Apabila bank diprediksi akan bangkrut, nasabah bank tersebut dapat segera mengamankan uangnya dengan menarik uangnya dari bank tersebut atau memindahkan uangnya ke bank lain yang lebih aman. Model prediksi kebangkrutan bank dapat digunakan investor bank dalam membuat keputusan investasi pada bank tertentu. Bank go public yang diprediksi akan mengalami kebangkrutan atau dalam kesulitan keuangan dapat diduga harga sahamnya akan turun. Apabila investor memiliki saham bank yang diduga akan bangkrut dapat segera menjual saham perusahaan tersebut. Bank Indonesia sebagai pengatur dan pengendali lembaga perbankan dapat memanfaatkan model prediksi kebangkrutan bank untuk melakukan pembinaan terhadap bank-bank yang diprediksi akan bangkrut atau mengalami kesulitan. Dengan menggunakan hasil prediksi, Bank Indonesia dapat secepatnya menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelematkan yang bersangkutan. Teknik analisis diskriminan dan analisis logit dapat digunakan untuk membuat model prediksi
1)
kebangkrutan. Analisis diskriminan merupakan teknik analisis yang populer digunakan untukmelakukan prediksi kebangkrutan. Penelitian-penelitian yang telah menggunakan analisis diskriminan untuk melakukan prediksi kebangkrutan perusahaan adalah Altman (1968), Deakin (1972), Edmister (1972), Altman, Haldeman, dan Narayanan (1977), Dambolena dan Khoury (1980), serta Lincoln (1984). Analisis logit digunakan dalam penelitian prediksi kebangkrutan oleh Ohlson (1980) dan untuk prediksi perusahaan target akuisisi oleh Palepu (1986). Beberapa penelitian mengenai kebangkrutan bank telah dilakukan di Indonesia. Surifah (1999) telah melakukan analisis kegagalan bank dengan menggunakan analisis logit. Surifah menguji kegunaan rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL sesuai dengan Surat Edaran BI No. 30/11/KEP/DIR tertanggal 30 April 1997. Wilopo (2000) menyampaikan bahwa Surifah tidak membagi sampel menjadi sampel estimasi dan sampel validasi dan menggunakan ukuran sampel yang sama untuk bank yang bangkrut dan bank yang tidak bangkrut. Wilopo juga menggunakan analisis logit untuk melakukan prediksi kebangkrutan bank. Wilopo membagi sampel menjadi sampel estimasi dan sampel validasi dan menggunakan ukuran sampel yang berbeda antara perusahaan yang tidak bangkrut. Kedua penelitian tersebut menggunakan analisis logit tapi tidak menjelaskan titik probabilitas cutoff prediksi kebangkrutan yang digunakan. Penentuan titik probabilitas cutoff prediksi tersebut
Drs. Eko Widodo Lo, M.Si., Akt., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta
1
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
sangat penting karena menentukan tingkat ketepatan prediksi. Penelitian ini juga menggunakan analisis logit untuk pembuatan model prediksi kebangkrutan bank karena tidak mensyaratkan asumsi distribui normal untuk variabel-variabel independen sehingga memungkinkan penggunaan variabel independen berskala nonmetriks dalam analisis. Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut adalah penelitian ini akan menentukan titik probabilitas cutoff untuk melakukan prediksi kebangkrutan dengan menggunakan distribusi frekuensi probabalitas bank bangkrut dan distribusi frekuensi probabilitas bank yang tidak bangkrut (Palepu, 1986). Sampel penelitian akan dibagi menjadi sampel estimasi dan sampel validasi dengan ukuran sampel yang berbeda sesuai dengan jumlah observasi yang berhasil diperoleh. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan melakukan analisis rasio keuangan bank untuk membuat model prediksi probabilitas kebangkrutan bank dengan teknik analisis logit. POKOK MASALAH Penelitian ini meneliti manfaat informasi akuntansi keuangan bank untuk pembuatan keputusan oleh pemakai misalnya nasabah, investor, dan Bank Indonesia yaitu dengan mempelajari kemampuan rasio keuangan yang dibuat berdasarkan laporan keuangan bank untuk melakukan prediksi kebangkrutan bank. Model prediksi yang dihasilkan oleh penelitian diharapkan dapat digunakan oleh para stakeholders bank untuk membuat keputusan ekonomi. PENGGUNAAN RASIO KEUANGAN Penelitian ini menggunakan rasio-rasio keuangan bank sebagai variabel independen untuk memprediksi kebangkrutan bank. Barnes (1987) mengemukakan terdapat dua alasan utama pengunaan rasio keuangan, yaitu: 1. Untuk mengendalikan pengaruh ukuran pada variabel keuangan yang diteliti. Penggunaan rasio keuangan memungkinkan perbandingan kondisi keuangan di antara perusahaan yang
2
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
2.
berbeda ukurannya. Untuk mengendalikan faktor industy-wide. Rasio membantu membandingkan antara perusahaan dengan industrinya. Dalam analisis keuangan mungkin diperlukan perbandingan antara perusahaan dengan industrinya, dalam hal ini dapat digunakan perbandingan rasio keuangan perusahaan dengan mean atau median rasio keuangan industri.
METODOLOGI PENELITIAN Sampel Penelitian Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Sampel penelitian diperoleh dari majalah Swa Sembada 10/XII/11-31 Juli 1996 yang berisi data keuangan 229 bank untuk per 31 Desember 1995 dan Swa Sembada 13/XIII/17-30 Juli 1997 yang berisi data keuangan 217 bank per 31 Desember 1996. Data keuangan yang digunakan untuk penelitian adalah tujuh rasio keuangan bank yang dicantumkan pada kedua tanggal penerbitan tersebut. Data bank yang dilikuidasi dan bank beku operasi diperoleh dari daftar pemilik, komisaris, dan direksi dari bank yang dilikuidasi dan bank beku operasi pada tahun 1997, yang dimuat oleh majalah Infobank edisi September No. 229/1998, yang berisi data 23 bank yang dilikuidasi dan 3 bank beku operasi. Penelitian ini membuat dua model estimasi dengan menggunakan sampel estimasi dari tahun 1995 -dua tahun sebelum kebangkrutan- dan tahun 1996 satu tahun sebelum kebangkrutan. Sampel estimasi yang pertama menggunakan data keuangan bank per 31 Desember 1995 terdiri atas 20 bank yang bangkrut karena dilikuidasi atau beku operasi dan 209 bank yang tidak bangkrut. Sampel estimasi yang kedua menggunakan data keuangan bank per 31 Desember 1996 yang terdiri atas 18 bank yang bangkrut karena dilikuidasi atau beku operasi dan 199 bank yang tidak bangkrut. Setiap sampel estimasi akan dibagi menjadi dua untuk membuat dua sampel validasi untuk pengujian model prediksi yang dihasilkan oleh sampel estimasi yang merupakan keseluruhan sampel. Cara pembagian sampel estimasi menjadi dua sampel validasi dilakukan berdasarkan urutan nilai aktiva bank -terdiri atas 3
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
kelompok- dan urutan skor rating yang diberikan oleh majalah Swa Sembada untuk setiap bank dalam setiap kelompok tersebut. Sampel estimasi dan kedua sampel validasi akan dianalisis dengan menggunakan analisis logit. Model prediksi yang dihasilkan oleh sampel estimasi akan dibandingkan dengan model prediksi yang dihasilkan oleh kedua sampel validasi.
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
4.
5. Variabel Penelitian Pembentukan model prediksi dalam penelitian ini menggunakan satu variabel dependen berskala nonmetriks dan delapan variabel independen dengan tujuh variabel berskala metriks dan 1 variabel nonmetriks. Variabel dependen adalah kondisi bank yang dinyatakan dalam dua kategori yaitu bank yang bangkrut -dinyatakan dengan angka 1- dan bank yang tidak bangkrut -dinyatakan dengan angka 0. Bank yang dinyatakan bangkrut adalah bank yang dilikuidasi atau bank beku operasi. Ketujuh variabel independen berskala metriks terdiri atas tujuh rasio keuangan bank (Swa Sembada, 10/XII/11-31 Juli 1996) sebagai berikut: 1. Return on risked assets (RORA) yaitu rasio laba sebelum pajak terhadap aktiva berisiko. Aktiva berisiko adalah penjumlahan kredit yang diberikan dan penempatan pada surat-surat berharga. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba sebelum pajak. 2. Net revenue from fund (NRFF) adalah selisih antara rasio pendapatan bunga terhadap jumlah kredit, penempatan di BI, bank lain, dan surat berharga, dengan rasio biaya bunga dari seluruh dana pihak ketiga termasuk surat berharga yang diterbitkan dan pinjaman yang diterima. NRFF menunjukkan marjin yang sebenarnya diterima oleh bank. Apabila NRFF lebih kecil daripada selisih antara tingkat bunga kredit dengan tingkat bunga deposito, dapat menjadi indikator bahwa bank mempunyai hambatan atau kemacetan kredit. 3. Fee based income (FBI) adalah rasio pendapatan nonbunga (fee based income) terhadap seluruh pendapatan bank. FBI menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan selain dari penyaluran kredit.
6.
7.
Capital adequacy ratio (CAR) adalah rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Perhitungan ATMR dalam penelitian ini mengikuti cara perhitungan yang dilakukan oleh Swa yang sedikit berbeda dengan rumusan BI, yaitu penjumlahan aktiva dengan 20% nilai kegiatan off-balanced sheet. Loan to core deposit ratio (LCDR) adalah rasio jumlah kredit terhadap jumlah dana dari masyarakat -giro, tabungan, dan deposito. LDCR yang rendah berarti banyak dana masyarakat yang tidak dimanfaatkan dalam penyaluran kredit. LDCR yang tinggi menunjukkan ketergantungan bank pada dana berisiko tinggi -misalnya, call money- yang apabila berkelanjutan dapat menimbulkan mismatch dalam pendanaan. Hasil Kredit (HS) adalah rasio pendapatan bunga terhadap jumlah kredit ditambah penempatan di BI, bank lain, dan surat berharga. Pendapatan kredit yang terlalu rendah mungkin berarti banyak kredit bermasalah atau banyak dana yang ditanamkan di luar kredit yang memberikan bunga rendah. Pendapatan kredit terlalu tinggi mungkin menunjukkan bank terlalu berani menempuh risiko dalam penyaluran kredit yaitu meminta bunga kredit tinggi dengan persyaratan pemberian kredit yang lunak. Produktivitas tenaga kerja (PTK) adalah rasio laba sebelum pajak terhadap biaya tenaga kerja. PTK yang tinggi berarti produktivitas tenaga kerja bank adalah tinggi, dan sebaliknya.
Satu variabel independen berskala nonmetriks adalah variabel ukuran bank berdasarkan nilai aktiva yang dimiliki yang terdiri atas 3 kelompok yaitu kelompok bank dengan nilai aktiva lebih dari 10 triliun rupiah -dinyatakan dengan angka 1-, kelompok bank dengan nilai aktiva dari 1 triliun s.d. 10 triliun rupiah -dinyatakan dengan angka 2-, dan kelompok bank dengan nilai aktiva kurang dari 1 triliun rupiah dinyatakan dengan angka 3.
3
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
Teknik Analisis dan Model Penelitian
HASIL ANALISIS DATA
Model prediksi yang dibuat menggunakan teknik analisis logit karena model yang dibentuk terdiri atas satu variabel dependen berskala nonmetriks dengan delapan variabel independen yang terdiri atas tujuh variabel berskala metriks dan satu variabel berskala nonmetriks. Analisis logit digunakan untuk pembentukan model dan bukannya analisis diskriminan untuk menghindari beberapa masalah dalam analisis diskriminan (Ohlson, 1980). Model prediksi kebangkrutan dengan analisis logit disajikan sebagai berikut:
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN MODEL PREDIKSI: DATA DUA TAHUN SEBELUM KEBANGKRUTAN
P( B) =
1 1 + e −( β0 + β1Ukuran+ β 2 RORA+ β3 NRFF+ β 4 FBI + β 5CAR+ β6 LCDR+ β 7 HS + β8 PTK )
Keterangan: P(B) = Probabilitas bangkrut e = Bilangan eksponensial ß0 = Konstanta ßn = Koefisien logit Ukuran = Ukuran aktiva RORA = Return on risked assets NRFF = Net revenue from fund FBI = Fee based income CAR = Capital adequacy ratio LCDR = Loan to core deposit ratio HS = Hasil kredit PTK = Produktivitas tenaga kerja Titik probabilitas cutoff untuk prediksi kebangkrutan menggunakan distribusi frekuensi probabilitas bank bangkrut dan distribusi frekuensi probabilitas bank yang tidak bangkrut (Palepu, 1986). Titik probabilitas cutoff adalah pada titik perpotongan antara distribusi frekuensi probabilitas kelompok bank yang bangkrut dengan kelompok bank yang tidak bangkrut. Model prediksi dibuat dengan analisis sampel estimasi yang merupakan keseluruhan sampel. Model prediksi dari sampel estimasi akan diuji dengan membandingkannya dengan model logit yang dihasilkan oleh kedua sampel validasi. Pengujian model prediksi dilakukan dengan membandingkan tanda koefisien regresi logit, pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, tingkat persentase akurasi prediksi, dan tingkat signifikansi model.
4
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
Model Prediksi Dengan Data Dua Tahun Sebelum Kebangkrutan Model prediksi pertama dibuat dengan menggunakan rasio keuangan bank tahun 1995 untuk keseluruhan sampel yang merupakan sampel estimasi. Hasil analisis data untukpembentukan model prediksi tahun 1995 disajikan sebagai berikut: Model: Logistic regression (logit) N of 0's:209 1's:20 Dep. var: BANGKRUT Loss: Max likelihood Final loss: 49.792789529 Chi²(8)=36.134 p=.00002 Estimation terminated at iteration number 7 because Log Likelihood decreased by less than .01 percent. -2 Log Likelihood 99.586 Goodness of Fit 141.291 Cox & Snell - R^2 .146 Nagelkerke - R^2 .326
Model Block Step
Chi-Square 36.134 36.134 36.134
df Significance 8 .0000 8 .0000 8 .0000
---------- Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit Test----------BANGKRUT = .00 BANGKRUT = 1.00 Group Observed Expected Observed Expected Total 1 23.000 22.999 .000 .001 23.000 2 23.000 22.976 .000 .024 23.000 3 23.000 22.915 .000 .085 23.000 4 23.000 22.749 .000 .251 23.000 5 22.000 22.402 1.000 .598 23.000 6 21.000 21.817 2.000 1.183 23.000 7 22.000 21.171 1.000 1.829 23.000 8 21.000 20.138 2.000 2.862 23.000 9 20.000 18.453 3.000 4.547 23.000 10 11.000 13.381 11.000 8.619 22.000 Chi-Square df Significance1 Goodness-of-fit test 3.6788 8 .8849
--------------------- Variables in the Equation --------------------Variable B S.E. Wald df Sig R Exp(B) UKURAN .2078 .4882 .1812 1 .6703 .0000 1.2310 RORA -64.2951 40.6786 2.4982 1 .1140 -.0606 .0000 NRFF -38.3638 18.0733 4.5058 1 .0338 -.1359 .0000 FBI -11.3279 8.1587 1.9278 1 .1650 .0000 .0000 CAR -24.5936 9.2739 7.0327 1 .0080 -.1926 .0000 LCDR -1.7850 .9622 3.4415 1 .0636 -.1031 .1678 HS 10.4282 5.6252 3.4367 1 .0638 .1029 33799.459 PTK .9627 .5240 3.3751 1 .0662 .1007 2.6188 Constant 1.8467 1.8263 1.0225 1 .3119
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
Penentuan Titik Cutoff Model Prediksi Dua Tahun Sebelum Kebangkrutan Probabilitas kebangkrutan tertinggi dalam sampel estimasi adalah 0,69. Distribusi frekuensi probabilitas kebangkrutan dibuat dalam rentang antara 0,00 s.d. 0,42 karena banyaknya observasi dengan probabilitas di atas 0,42 hanya 6 observasi. Distribusi frekuensi probabilitas kebangkrutan untuk model prediksi dengan sampel estimasi tahun 1995 disajikan sebagai berikut:
Estimasi Prob. Bangkrut Range NilaiMid 0,000-0,070 0.035 0,071-0,140 0,141-0,210 0,211-0,280 0,281-0,350 0,351-0,420 >0,420
0.105 0.175 0.245 0.315 0.385 20
Bank Bangkrut Bank tdk Bangkrut Jum. % f1(p) Jum. % f2 (p) f1(p)/f2(p) 3
15.00%
3 1 4 5 3 1
15.00% 5.00% 20.00% 25.00% 15.00% 5.00% 100.00%
141
67.46%
0.222
33 15.79% 16 7.66% 9 4.31% 4 1.91% 1 0.48% 5 2.39% 209 100.00%
0.950 0.653 4.644 13.063 31.350 2.090
Grafik fungsi densitas probabilitas empiris dari probabilitas kebangkrutan dengan sampel estimasi tahun 1995:
Classification Table for BANGKRUT The Cut Value is .18
Observed .00 1.00
0 1
Predicted .00 1.00 0 Ù 1 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ Ù 188 Ù 21 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ Ù 6 Ù 14 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ
Percent Correct
Ù
89.95%
Ù
70.00%
Overall
88.21%
Pengujian Model Prediksi Dengan Data Dua Tahun Sebelum Kebangkrutan Analisis Sampel Validasi Pertama: Data Tahun 1995. Hasil analisis logit terhadap sampel validasi yang pertama-115 observasi terdiri atas 106 bank tidak bangkrut dan 9 bank bangkrut- untuk pengujian model estimasi tahun 1995, disajikan sebagai berikut: Model: Logistic regression (logit) N of 0's:106 1's:9 Dep. var: BANGKRUT Loss: Max likelihood Final loss: 14.792699661 Chi²(8)=33.550 p=.00005 Estimation terminated at iteration number 9 because Log Likelihood decreased by less than .01 percent. -2 Log Likelihood 29.585 Goodness of Fit 150.298 Cox & Snell - R^2 .253 Nagelkerke - R^2 .599
Model Block Step
Chi-Square 33.550 33.550 33.550
df Significance 8 .0000 8 .0000 8 .0000
Classification Table for BANGKRUT The Cut Value is .18 Predicted .00 1.00 0 Ù 1 Observed ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ .00 0 Ù 98 Ù 8 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ 1.00 1 Ù 1 Ù 8 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ Overall
Percent Correct
Ù
92.45%
Ù
88.89% 92.17%
------------------ Variables in the Equation -------------------
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui perpotongan kedua distribusi probabilitas pada nilai probabilitas 18% yang merupakan titik cutoff penentuan prediksi kebangkrutan bank.
Variable B S.E. Wald UKURAN -.5683 .8806 .4164 RORA -245.616 135.1192 3.3043 NRFF -127.024 57.1735 4.9360 FBI -3.9788 13.6318 .0852 CAR -13.4059 14.0964 .9044 LCDR -1.5935 3.5371 .2029 HS 93.8407 43.4736 4.6594 PTK 2.0658 1.4640 1.9911 Constant -6.1451 6.5387 .8832
df 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sig R Exp(B) .5187 .0000 .5665 .0691 -.1437 .0000 .0263 -.2156 .0000 .7704 .0000 .0187 .3416 .0000 .0000 .6524 .0000 .2032 .0309 .2052 5.682E+40 .1582 .0000 7.8914 .3473
5
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
Analisis Sampel Validasi Kedua: Data Tahun 1995. Hasil analisis logit terhadap sampel validasi yang kedua -114 observasi terdiri atas 103 bank tidak bangkrut dan 11 bank bangkrut- untuk pengujian model estimasi tahun 1995, disajikan sebagai berikut: Model: Logistic regression (logit) N of 0's:103 1's:11 Dep. var: BANGKRUT Loss: Max likelihood Final loss: 25.358714007 Chi²(8)=21.628 p=.00566 Estimation terminated at Log Likelihood decreased -2 Log Likelihood Goodness of Fit Cox & Snell - R^2 Nagelkerke - R^2 Chi-Square Model Block Step
iteration number 7 because by less than .01 percent. 50.717 58.772 .173 .368
df Significance 21.628 8 21.628 8 21.628 8
.0057 .0057 .0057
------ Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit Test--------BANGKRUT = .00 BANGKRUT = 1.00 Group Observed Expected Observed Expected Total 1 11.000 11.000 .000 .000 11.000 2 11.000 10.993 .000 .007 11.000 3 11.000 10.951 .000 .049 11.000 4 11.000 10.852 .000 .148 11.000 5 11.000 10.730 .000 .270 11.000 6 11.000 10.532 .000 .468 11.000 7 10.000 10.227 1.000 .773 11.000 8 10.000 9.832 1.000 1.168 11.000 9 9.000 8.869 2.000 2.131 11.000 10 8.000 9.013 7.000 5.987 15.000
Variabel: Ukuran RORA NRFF FBI CAR LCDR HS PTK Konstanta Chi kuadrtat Siginifikansi model % Akurasi prediksi (cutoff 18%)
6
Sampel Estimasi Koef. Sig. 0,2078 -64,2951 -38,3638 -11,3279 -24,5936 -1,7850 10,4282 0,9625 1,8467
R
Chi-Square df Significance Goodness-of-fit test 1.3656 8 .9947 -------------------------------------------------------Classification Table for BANGKRUT The Cut Value is .18 Predicted .00 1.00 0 Ù 1 Observed ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ .00 0 Ù 90 Ù 13 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ 1.00 1 Ù 2 Ù 9 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ Overall
Percent Correct
Ù
87.38%
Ù
81.82% 86.84%
--------------------- Variables in the Equation --------------------Variable B S.E. Wald df Sig R Exp(B) UKURAN .8458 .8577 .9725 1 .3241 .0000 2.3298 RORA -103.317 64.4258 2.5717 1 .1088 -.0889 .0000 NRFF -24.5402 22.3535 1.2052 1 .2723 .0000 .0000 FBI -15.0301 11.1751 1.8089 1 .1786 .0000 .0000 CAR -40.9770 15.7713 6.7506 1 .0094 -.2563 .0000 LCDR -1.9520 1.3136 2.2080 1 .1373 -.0536 .1420 HS 5.8132 6.7854 .7340 1 .3916 .0000 334.6804 PTK .8085 .8791 .8458 1 .3577 .0000 2.2445 Constant 2.1426 3.0107 .5065 1 .4767
Perbandingan model probabilitas logit yang dihasilkan oleh sampel estimasi dengan dua sampel validasi dengan menggunakan data (tahun 1995) dua tahun sebelum kebangkrutan disajikan sebagai berikut: Perbandingan ketiga model yang dibuat berdasarkan
Sampel Validasi I Koef. Sig.
0,6703 0,1140 0,0338 0,1650 0,080 0,0636 0,0638 0,0662 0,3119
0,00 -0,060 -0.136 0,000 -0,193 -0,103 0,103 0,101 -
-0,5683 -245,616 -127,024 -3,9788 -13,4059 -1,5935 93,8407 2,0658 -6,1451
36,134 0,00002 88,21%
33,550 0,00005 92,17%
21,628 0,00566 86,84%
0,5187 0,0691 0,0263 0,7704 0,3416 0,6524 0,0309 0,1582 0,3473
R 0,000 -0,144 -0,216 0,000 0,000 0,000 0,2052 0,000 -
Sampel Validasi II Koef. Sig. 0,8456 -103,317 -24,5402 -15,0301 -40,9770 -1,9520 5,8132 0,8085 2,1426
0,3241 0,1088 0,2723 0,1786 0,094 0,1373 0,3916 0,3577 0,4767
R 0,000 -0,089 0,000 0,000 -2,563 -0,536 0,000 0,000 -
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
data rasio keuangan bank dua tahun sebelum kebangkrutan (1995) memberikan temuan sebagai berikut: 1. Terdapat konsistensi tanda koefisien regresi logit untuk ketiga model tersebut yaitu: a. Tanda koefisien negatif untuk variabel RORA, NRFF, FBI, CAR, LCDR. b. Tanda koefisien positif untuk variabel HS dan PTK. 2. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya probabilitas prediksi kebangkrutan, yang ditunjukkan oleh R tidak sama dengan 0, adalah RORA untuk ketiga model dan NRFF, CAR, LDCR, serta HS untuk dua model. 3. Ketiga model adalah signifikan dan model estimasi adalah yang paling signifikan. Ketiga model mempunyai persentase akurasi yang cukup tinggi di atas 50%. Berdasarkan hasil tersebut model estimasi tahun 1995 dapat dipertimbangkan sebagai model prediksi.
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN MODEL PREDIKSI: DATA SATU TAHUN SEBELUM KEBANGKRUTAN Model Prediksi Dengan Data Satu Tahun Sebelum Kebangkrutan Pembuatan model prediksi kebangkrutan kedua dengan menggunakan rasio keuangan bank tahun 1996 untuk keseluruhan sampel yang merupakan sampel estimasi. Hasil analisis data untuk pembentukan model prediksi tahun 1996 disajikan sebagai berikut: Model: Logistic regression (logit) N of 0's:199 1's:18 Dep. var: BANGKRUT Loss: Max likelihood Final loss: 45.931188009 Chi²(8)=32.224 p=.00009 Estimation terminated at iteration number 9 because Log Likelihood decreased by less than .01 percent. -2 Log Likelihood Goodness of Fit Cox & Snell - R^2 Nagelkerke - R^2
Model Block Step
91.862 123.111 .138 .317 Chi-Square 32.224 32.224 32.224
df Significance 8 .0001 8 .0001 8 .0001
----- Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit Test----BANGKRUT = .00 BANGKRUT = 1.00 Group Observed Expected Observed Expected 1 22.000 21.999 .000 .001 2 22.000 21.980 .000 .020 3 22.000 21.859 .000 .141 4 22.000 21.621 .000 .379 5 22.000 21.206 .000 .794 6 21.000 20.865 1.000 1.135 7 20.000 20.508 2.000 1.492 8 20.000 19.718 2.000 2.282 9 16.000 17.992 6.000 4.008 10 12.000 11.249 7.000 7.751
Goodness-of-fit test
Chi-Square 2.9461
Total 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 19.000
df Significance 8 .9377
------------------ Variables in the Equation ------------------Variable UKURAN RORA NRFF FBI CAR LCDR HS PTK Constant
B -.3779 -27.9175 -89.4136 2.6546 -11.3869 -.7021 36.0916 .2841 -2.8573
S.E. Wald df Sig R Exp(B) .5836 .4194 1 .5172 .0000 .6853 56.1104 .2476 1 .6188 .0000 .0000 26.8936 11.0537 1 .0009 -.2701 .0000 6.4029 .1719 1 .6784 .0000 14.2188 9.0506 1.5829 1 .2083 .0000 .0000 .9283 .5720 1 .4495 .0000 .4956 12.7207 8.0499 1 .0046 .2208 4.725E+15 .4168 .4646 1 .4955 .0000 1.3286 2.3578 1.4686 1 .2256
Penentuan Titik Cutoff Model Prediksi Satu Tahun Sebelum Kebangkrutan Probabilitas kebangkrutan tertinggi dalam sampel estimasi tahun 1996 adalah 0,6468. Distribusi frekuensi probabilitas kebangkrutan dibuat dalam rentang antara 0,00 s.d. 0,56 karena banyaknya observasi dengan probabilitas di atas 0,56 hanya sebanyak 5 observasi. Distribusi frekuensi probabilitas kebangkrutan untuk model prediksi dengan sampel estimasi tahun 1996 disajikan sebagai berikut: Estimasi Prob. Bangkrut Range NilaiMid 0,000-0,070 0.035 0,071-0,140 0.105 0,141-0,210 0.175 0,211-0,280 0.245 0,281-0,350 0.315 0,351-0,420 0.385 0,421-0,490 0.455 0,491-0,560 0.525 >0,560 18
Bank Bangkrut Jum. % f1(p) 3 2 5 3 1 1 1 1 1
16.67% 11.11% 27.78% 16.67% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 100.00%
Bank tdk Bangkrut Jum. % f2 (p) 143 32 10 6 1 1 2 0 4 199
f1(p)/f2(p)
71.86% 0.232 16.08% 0.691 5.03% 5.528 3.02% 5.528 0.50% 11.056 0.50% 11.056 1.01% 5.528 0.00% Tak terhingga 2.01% 2.764 100.00%
7
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
Grafik fungsi densitas probabilitas empiris dari probabilitas kebangkrutan dengan sampel estimasi tahun 1996:
Frekuensi
0.8 0.6 0.4 0.2
------ Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit Test--------BANGKRUT = .00 BANGKRUT = 1.00 Group Observed Expected Observed Expected Total 1 11.000 11.000 .000 .000 11.000 2 11.000 11.000 .000 .000 11.000 3 11.000 11.000 .000 .000 11.000 4 11.000 11.000 .000 .000 11.000 5 11.000 11.000 .000 .000 11.000 6 11.000 10.991 .000 .009 11.000 7 11.000 10.920 .000 .080 11.000 8 10.000 10.699 1.000 .301 11.000 9 10.000 9.028 1.000 1.972 11.000 10 3.000 3.362 7.000 6.638 10.000
0 0.035 0.105 0.175 0.245 0.315 0.385 0.455 0.525 Bank Bangkrut Bank Tidak Bangkrut
Prob. Kebangkrutan
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui perpotongan kedua distribusi probabilitas pada nilai probabilitas 12% yang merupakan titik cutoff penentuan prediksi kebangkrutan bank apabila menggunakan sampel estimasi tahun 1996. Classification Table for BANGKRUT The Cut Value is .12 Predicted .00 1.00 0 Ù 1 Observed ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ .00 0 Ù 168 Ù 31 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ 1.00 1 Ù 4 Ù 14 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ Overall
Percent Correct
Ù
84.42%
Ù
77.78% 83.87%
Model: Logistic regression (logit) N of 0's:100 1's:9 Dep. var: BANGKRUT Loss: Max likelihood Final loss: 11.349161229 Chi²(8)=39.431 p=.00000 Estimation terminated at iteration number 9 because Log Likelihood decreased by less than .01 percent.
Model Block Step
8
22.698 37.506 .304 .699 Chi-Square 39.431 39.431 39.431
Classification Table for BANGKRUT The Cut Value is .12 Predicted .00 1.00 0 Ù 1 Observed ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ .00 0 Ù 89 Ù 11 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ 1.00 1 Ù 1 Ù 8 ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ Overall
Pengujian Model Prediksi Dengan Data Satu Tahun Sebelum Kebangkrutan. Analisis Sampel Validasi Pertama: Data Tahun 1996. Hasil analisis logit terhadap sampel validasi yang pertama -109 observasi terdiri atas 100 bank tidak bangkrut dan 9 bank bangkrut- untuk pengujian model estimasi tahun 1996, disajikan sebagai berikut:
-2 Log Likelihood Goodness of Fit Cox & Snell - R^2 Nagelkerke - R^2
Chi-Square df Significance Goodness-of-fit test 2.4041 8 .9661 --------------------------------------------------------
df Significance 8 .0000 8 .0000 8 .0000
Percent Correct
Ù
89.00%
Ù
88.89% 88.99%
--------------------- Variables in the Equation --------------------Variable B S.E. Wald df Sig R Exp(B) UKURAN .2907 1.0507 .0765 1 .7820 .0000 1.3373 RORA 56.0228 162.4173 .1190 1 .7301 .0000 2.140E+24 NRFF -460.944 188.0144 6.0105 1 .0142 -.2541 .0000 FBI 2.5621 13.0065 .0388 1 .8438 .0000 12.9635 CAR -72.3533 37.8728 3.6497 1 .0561 -.1630 .0000 LCDR 1.7831 3.9891 .1998 1 .6549 .0000 5.9481 HS 190.7266 82.9535 5.2863 1 .0215 .2300 6.784E+82 PTK -.1257 1.4519 .0075 1 .9310 .0000 .8819 Constant -14.9012 8.8631 2.8266 1 .0927
Analisis Sampel Validasi Kedua: Data Tahun 1996. Hasil analisis logit terhadap sampel validasi yang kedua -108 observasi terdiri atas 99 bank tidak bangkrut dan 9 bank bangkrut- untuk pengujian model estimasi tahun 1996, disajikan sebagai berikut: Model: Logistic regression (logit) N of 0's:99 1's:9 Dep. var: BANGKRUT Loss: Max likelihood Final loss: 23.568249761 Chi²(8)=14.820 p=.06278 Estimation terminated at iteration number 10 because Log Likelihood decreased by less than .01 percent. -2 Log Likelihood Goodness of Fit Cox & Snell - R^2 Nagelkerke - R^2
Model Block Step
47.136 75.103 .128 .294 Chi-Square 14.820 14.820 14.820
df Significance 8 .0627 8 .0627 8 .0627
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
------ Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit Test--------BANGKRUT = .00 BANGKRUT = 1.00 Group Observed Expected Observed Expected Total 1 11.000 11.000 .000 .000 11.000 2 11.000 10.977 .000 .023 11.000 3 11.000 10.834 .000 .166 11.000 4 11.000 10.716 .000 .284 11.000 5 10.000 10.596 1.000 .404 11.000 6 10.000 10.482 1.000 .518 11.000 7 11.000 10.292 .000 .708 11.000 8 10.000 9.786 1.000 1.214 11.000 9 9.000 8.952 2.000 2.048 11.000 10 5.000 5.364 4.000 3.636 9.000 Chi-Square df Significance Goodness-of-fit test 2.7289 8 .9502 -------------------------------------------------------Classification Table for BANGKRUT The Cut Value is .12 Predicted .00 1.00 Percent Correct 0 Ù 1 Observed ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ .00 0 Ù 82 Ù 17 Ù 82.83% ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ 1.00 1 Ù 2 Ù 7 Ù 77.78% ÚØØØØØØØÚØØØØØØØÚ Overall 82.41% --------------------- Variables in the Equation --------------------Variable B S.E. Wald df Sig R Exp(B) UKURAN -.6537 1.0945 .3567 1 .5503 .0000 .5201 RORA -70.5396 74.8401 .8884 1 .3459 .0000 .0000 NRFF -85.6217 37.6549 5.1704 1 .0230 -.2262 .0000 FBI .1130 1.3939 .0066 1 .9354 .0000 1.1196 CAR -13.9076 12.7862 1.1831 1 .2767 .0000 .0000 LCDR -1.3067 1.4067 .8629 1 .3529 .0000 .2707 HS 33.8499 15.2572 4.9223 1 .0265 .2172 5.021E+14 PTK .0485 .7682 .0040 1 .9497 .0000 1.0497 Constant -.9180 3.3553 .0749 1 .7844
Variabel: Ukuran RORA NRFF FBI CAR LCDR HS PTK Konstanta Chi kuadrtat Siginifikansi model % Akurasi prediksi (cutoff 12%)
Koef.
Sampel Estimasi Sig.
R
-0,3779 -27,9175 -89,4136 2,6546 -11,3869 -0,7021 36,0916 0,2841 -2,8573
0,5172 0,6188 0,0009 0,6784 0,2083 0,4495 0,0046 0,4955 0,2256
0,000 0,000 -0,270 0,000 0,000 0,000 0,221 0,000 -
32,224 0,00009 83,87%
39,431 0,00000 88,99%
14,820 0,06278 82,41%
Perbandingan model probabilitas logit yang dihasilkan oleh sampel estimasi dengan dua sampel validasi dengan menggunakan data (tahun 1996) satu tahun sebelum kebangkrutan disajikan sebagai berikut (lihat pada tabel di bawah): Perbandingan ketiga model yang dibuat berdasarkan data rasio keuangan bank satu tahun sebelum kebangkrutan (1996) memberikan temuan sebagai berikut: 1. Terdapat konsistensi tanda koefisien regresi logit untuk ketiga model tersebut yaitu: a. Tanda koefisien negatif untuk variabel NRFF dan CAR. b. Tanda koefisien positif untuk variabel FBIdan HS. 2. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya probabilitas prediksi kebangkrutan, yang ditunjukkan oleh R tidak sama dengan 0, adalah NRFF dan HS untuk ketiga model. 3. Model estimasi tahun 1996 dan model validasi I adalah signifikan di bawah 0,05 sedangkan model validasi kedua adalah signifikan di bawah 0,10. Ketiga model mempunyai persentase akurasi yang cukup tinggi di atas 50%. Berdasarkan hasil tersebut model estimasi tahun 1996 dapat dipertimbangkan sebagai model prediksi. Sampel Validasi I Koef. Sig.
0,2907 56,0228 -460,944 2,5621 -72,3533 1,7831 190,7266 -0,1257 -14,9012
0,7820 0,7301 0,0142 0,8438 0,5610 0,6549 0,0215 0,9310 0,0927
R 0,000 0,000 -0,254 0,000 -0,163 0,000 0,230 0,000 -
Sampel Validasi II Koef. Sig. -0,6537 -70,5396 -85,6217 0,1130 -13,9076 -1,3067 33,8499 0,0485 -0,9180
0,9503 0,3459 0,0230 0,9354 0,2767 0,3529 0,0265 0,9497 0,7844
R 0,000 0,000 -0,226 0,000 0,000 0,000 0,217 0,000 -
9
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, beberapa kesimpulan dapat dibuat sebagai berikut: 1. Tanda koefisien regresi logit yang konsisten di antara kedua data sampel tahun 1995 (tiga model) dan tahun 1996 (tiga model) adalah: a. Tanda negatif untuk variabel NRFF dan CAR. b. Tanda positif untuk variabel HS. 2. Variabel yang secara konsisten berpengaruh terhadap probabilitas kebangkrutan di antara kedua data sampel tahun 1995 (tiga model) dan tahun 1996 (tiga model) adalah variabel NRFF untuk keenam model dan HS untuk lima model. 3. Model estimasi tahun 1995 maupun 1996 dapat dipertimbangkan sebagai model prediksi karena keduanya signifikan secara statistika dan
10
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
mempunyai persentase akurasi yang cukup tinggi namun model estimasi tahun 1995 lebih disarankan untuk digunakan karena mempunyai tingkat akurasi yang lebih tinggi dan lebih konsisten. Model estimasi dengan menggunakan data tahun 1995 (lebih lama) menghasilkan akurasi prediksi yang lebih tinggi daripada data tahun 1996 diduga karena bankbank yang merasa kondisi keuangannya buruk pada tahun 1995 menjadi panik dan melakukan manipulasi angka-angka keuangannya agar tampak lebih baik pada tahun berikutnya. Manipulasi angka-angka keuangan tersebut dapat menimbulkan distorsi dalam analisis yang menyebabkan perubahan akurasi prediksi terhadap bank yang bangkrut maupun tidak bangkrut.
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
DAFTAR PUSTAKA Altman, Edward I. "Financial Ratios, Discriminant Analysis, and the Prediction of Corporate Bankruptcy". The Journal of Finance (23:4, 1968): hal. 589-609. Altman, Edward I., Robert G. Haldeman, dan P. Narayan. "Zeta Analysis: A New Model to Identify Bankruptcy Risk of Corporation". The Journal of Banking and Finance (1:1, 1977): hal. 29-54. Barnes, Paul. "The Analysis and Use of Financial Ratios: A Review Article". Journal of Business Finance and Accounting (14: 4, 1987): hal. 449-461. Dambolena, Ismael G, dan Sarkis J. Khoury. "Ratio Stability and Corporate Failure". The Journal og Finance (35: 4, 1980): hal. 1017-1026. Deakin, Edward B. "A Discriminant Analysis of Predictors of Business Failure". The Journal of Accounting Reasearch (10:1,
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
1972): hal. 167-179. Edmister, Robert O. "An Empirical Test of Financial Ratios Analysis for Small Business Failure Prediction". The Journal of Financial and Quantitative Analysis (7:2, 1972): hal. 1477-1493. Lincoln, Mervyn. "An Empirical Study of the Usefulness of Accounting Ratios to Describe Levels of Insolvency Risk". The Journal of Banking and Finance (8: 2, 1984): hal. 321-340. Ohlson, James A. "Financial Rastios and the Probabilistic Prediction of Bankruptcy". Journal of Accounting Research: Vol. 18, 1980. Palepu, Krishna G. "Predicting Takeover Target: A Methodological and Empirical Analysis". Journal of Accounting and Economics: 8, 1986: hal. 3 - 35. Wilopo. "Prediksi Kebangkrutan Bank". SNA, 2000.
11
Jam STIE YKPN - Eko Widodo
12
Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Prediksi ......
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
PENGGUNAAN VARIABEL AKUNTANSI UNTUK MENDETEKSI EARNINGS MANAGEMENT Yavida Nurim *) Indra Wijaya Kusuma **)
ABSTRACT
LATAR BELAKANG
Earnings, published by management, is used to measure management performance. Earnings is calculated based on accruals accounting. The problem is how to the detect earnings manipulation towards accruals or earnings management. In previous research, earnings detection used discretionary accruals calculation (abnormal accruals). This method has its weakness, therefore the use of other methods is expected to be powerful in detecting earnings management. This research’s objective is to give an alternative, other than discretionary accruals, as a method in detecting earnings management. This method uses accounting variables that can give signals on the future prospect. Tha result suggest that this method is not powerful in detecting earnings management. The result also indicates the various types of earnings management (minimizing earnings, maximizing earnings, income smoothings, or taking a bath), so it is hard to predict earnings management behavior.
Earnings sebagai alat untuk mengukur kinerja perusahaan, memberikan informasi berkaitan dengan tanggung jawab manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Implikasinya, earnings diterbitkan oleh manajemen yang lebih mengetahui kondisi di dalam perusahaan (sesuai SFAC). Kondisi tersebut diprediksi oleh Dechow (1994) akan menimbulkan masalah karena manajemen sebagai pihak yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan sekaligus dievaluasi dan dihargai berdasarkan laporan tersebut. Manajemen menetapkan earnings berdasarkan accruals, berarti manajemen memiliki kesempatan untuk menetapkan beberapa kebijakan melalui accruals. Kebijakan tersebut digunakan sebagai usaha memaksimalkan utilitas manajemen yang berkaitan dengan rencana kompensasi (Holthausen et al., 1995 dan Gaver et al., 1995), penurunan kinerja (Pourciau, 1993, Murphy dan Zimmerman, 1993, dan Perry dan Grinaker, 1994), perjanjian utang (DeAngelo et al., 1994, DeFond dan Jiambalvo, 1994, dan Bowen et al., 1995). Masalah yang kemudian muncul adalah bagaimana mendeteksi adanya manipulasi dalam earnings yang disebut earnings management. Earnings
Key Words: Earnings management, discretionary accruals, accounting variables, earnings manipulation, non discretionary accruals
*) **)
Yavida Nurim, SE., M.Si., Akt., Alumnus Program Magister Sains Akuntansi UGM Dr. Indra Wijaya Kusuma, M.B.A., Dosen Fakultas Ekonomi UGM
13
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Management adalah suatu usaha untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan dalam jangka pendek, dengan harapan manajer dapat mempengaruhi investor dan sebagai alat untuk mencapai beberapa keuntungan pribadi manajemen (Schroeder dan Clark, 1995). Perilaku tersebut telah diprediksi oleh teori keagenan melalui hipotesisnya yaitu manajemen berusaha memaksi-malkan kesejahteraannya. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan kinerja melalui peningkatan laba dengan segera, tetapi bukan dengan usaha dalam rentang waktu yang lebih lama (sesuai proses yang wajar), sedangkan hal ini tidak selalu sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Wolk dan Tearney, 1997). Menurut Healy (1985), perilaku tersebut terjadi karena manajer memiliki informasi tentang earnings sebelum melakukan manipulasi dan pihak luar tidak memiliki kesempatan mempelajari earnings. Perilaku di atas mengakibatkan terjadinya informasi yang asimetris antara manajemen dengan pihak luar yang selanjutnya mendorong kebutuhan untuk mendeteksi guna mengidentifikasi adanya manipulasi. Deteksi manipulasi merupakan sesuatu yang penting, karena berkaitan dengan faktor-faktor yang mendorong manajer untuk mengelola laba bersih (net income) yang dilaporkan. Dengan demikian dapat diketahui kebijakan yang digunakan manajemen adalah sinyal atas informasi tertentu (khusus) yang cenderung mengambil kesempatan untuk memanipulasi earnings jika terjadi penurunan kinerja (Dechow, 1994). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi adanya earnings management yang memfokuskan pada penggunaan discretionary accruals (abnormal accruals). Model yang dapat digunakan untuk mengukur discretionary accruals antara lain: model Healy, model DeAngelo, model Jones, dan lainlain. Model tersebut mengukur discretionary accruals melalui penetapan total accruals atau memisahkan total accruals menjadi discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Akan tetapi, menurut Dechow (1994), penggunaan teknik tersebut tidak mendapatkan bukti sistimatik yang mengindikasikan adanya Earnings management. Dengan kata lain, model tersebut tidak dapat diharapkan menghasilkan pengujian yang powerful terhadap besaran earnings management. Menurut Young (1999), hal lain yang mungkin
14
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
terjadi adalah peneliti telah diarahkan untuk melakukan penyusunan kembali total accruals menjadi elemen discretionary dan non discretionary. Padahal model tersebut tidak efisien dalam mengisolasi elemenelemen discretionary dari total accruals, meskipun di satu sisi, sangatlah penting mendeteksi Earnings management didasarkan pada accruals. Akibatnya, peneliti dipaksa menggunakan prosedur yang menghasilkan pengukuran discretionary accruals yang berisiko mengalami kesalahan prediksi pengukuran pada tingkat yang signifikan. Hal tersebut terjadi karena adanya pengakuan accruals yang tidak sepenuhnya menggambarkan terjadinya earnings management. Dengan demikian terjadi kesalahan penggunaan variabel-variabel untuk memprediksi accruals, sebagai obyek yang dikelola oleh manajemen. Padahal, variabel-variabel tersebut tidak berkaitan dengan accruals. Selanjutnya, variabel-variabel yang seharusnya digunakan sebagai obyek untuk dideteksi, menjadi variabel yang terlepas dari deteksi terjadinya earnings management (Kang dan Shivaramakrishnan, 1995). Kesalahan lain yang dapat terjadi adalah kesalahan model dalam mengklasifikasikan nondiscretionary accruals, sehingga nondiscretionary accruals diklasifikasikan sebagai discretionary accruals. Apabila hal tersebut digunakan untuk menilai kinerja manajemen, akan menghasilkan koefisien positif atas discretionary accruals. Discretionary accruals positif berarti memberikan informasi adanya jumlah yang sangat besar atas earnings (Bernard dan Skinner, 1996). Meskipun model accruals menghasilkan kesalahan spesifikasi dan memiliki kelemahan dalam deteksi earnings management, secara keseluruhan model Jones menghasilkan kesalahan pengukuran terkecil (Dechow et al., 1995: Young, 1999). Menurut Jeter dan Shivakumar (1999) kesalahan pengukuran dapat diturunkan dengan mengukur abnormal accruals secara cross sectional sesuai sektor industri, guna mendapatkan parameter yang sama dalam mengukur abnormal accruals. Kesamaan parameter tersebut dapat digunakan untuk menetapkan mean abnormal accruals, sebagai dasar deteksi earnings management. Beneish (1999) menyarankan penggunaan variabel-variabel akuntansi yang dipertimbangkan memiliki sinyal akan prospek masa mendatang sebagai teknik untuk deteksi adanya manipulasi atas earnings
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
serta untuk melengkapi teknik deteksi yang telah ada. Teknik tersebut didasarkan pada pemikiran akan pentingnya informasi suatu perusahaan yang dapat menangkap hakekat operasi atau aktivitas perusahaan secara ekonomis (Schroeder dan Clark, 1995) atau memiliki kemampuan deteksi yang masuk akal secara ekonomis (Dechow, 1994). Penelitian ini memfokuskan pada kemampuan variabel akuntansi untuk mendeteksi Earnings management. Tujuannya memberikan alternatif lain deteksi Earnings management selain metoda accruals yaitu dengan menggunakan variabel akuntansi. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan pihak luar perusahaan, seperti investor dan pemegang saham, dasar pengambilan keputusan berkaitan dengan investment dan stewardship focus.
TINJAUAN LITERATUR PENELITIAN DETEKSI EARNINGS MANAGEMENT Deteksi earnings management adalah suatu cara untuk memprediksi kualitas suatu earnings berkaitan dengan kemampuannya menghasilkan cash flow di masa mendatang. Kualitas earnings didefinisikan sebagai tingkat hubungan antara laba akuntansi perusahaan dengan laba ekonomi. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama pelaporan laba yaitu untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan cash flow masa mendatang (Schroeder dan Clark, 1995). Munculnya perilaku earnings management didorong oleh perubahan penguasaan perusahaan. Perusahaan terdiri manajemen (agen) yang ditunjuk atau diberi delegasi oleh pemegang saham (prinsipal) untuk membuat keputusan. Keduanya berusaha memak-simalkan utilitasnya tetapi manajemen memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk memaksimalkan utilitasnya. Earnings Management dalam Contracting View Pada teori property rights yang menekankan pada hak dengan adanya perjanjian, bahwa akuntansi adalah bagian integral dari perjanjian (formal/infor-
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
mal) diwujudkan dalam perusahaan (Watts dan Zimmerman: 1986). Perjanjian terjadi karena keterbatasan setiap individu terhadap kecukupan modal serta kemampuan. Lebih dari itu, jika setiap individu menginvestasikan seluruh kesejahteraannya dalam perusahaan akan mendapatkan keuntungan dalam skala ekonomi, serta menerima biaya keagenan atas risiko yang dapat menurunkan utilitasnya. Akibatnya setiap individu akan menjual sebagian dari perusahaan, sehingga dapat menurunkan risiko secara portofolio. Dengan demikian, menurut Watts dan Zimmerman, perusahaan dipandang sebagai sebuah tim yang terdiri dari individu dengan berbagai kepentingan. Mereka mengakui bahwa kesejahteraannya tergantung pada kesuksesan perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan lain. Proses selanjutnya adalah setiap individu berusaha membandingkan kontribusi yang diberikan pada perusahaan dalam proses produksinya. Setiap individu juga mengakui bahwa individu lain akan berperilaku untuk memaksimalkan utilitasnya sendiri bukan utilitas individu lain. Akibatnya, timbullah kebutuhan untuk melakukan perjanjian diantara pihak yang berkepenti-ngan tersebut. Perjanjian tersebut tidak menjamin pelaksanaan perjanjian yang optimal, meski ada usaha yang optimal, karena terdapat pihak luar (pemegang saham, kreditur, pemerintah) yang tidak dapat mengobservasi perilaku pihak dalam perusahaan. Fakta menyatakan perusahaan publik dimiliki oleh pemegang saham, tetapi dikelola oleh individu yang memiliki sebagian kecil dari saham yang beredar. Diasumsikan masing-masing akan memaksimalkan utilitasnya yang mendorong terjadi konflik karena perilaku manajer memaksimalkan utilitasnya tanpa memaksimalkan utilitas yang diharapkan pemegang saham (Watts dan Zimmerman, 1986). Perilaku manajemen tersebut diteliti oleh Warfield, Wild, dan Wild (1995), yang menguji pengaruh pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan terhadap keakuratan earnings melalui pemilihan metode akuntansi oleh manajer. Penelitian didasarkan pada teori bahwa jika penguasaan atas ekuitas perusahaan semakin kecil prosentasenya, maka manajer terdorong memaksimalkan perilaku yang tidak memiliki nilai tambah bagi perusahaan. Hasil menyatakan biaya keagenan semakin meningkat dengan
15
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
adanya penurunan kesejahteraan (rendahnya kepemilikan) owner managers melalui peningkatan penyesuaian accrual yang dilakukan manajemen. Pengauditan dan sistem kontrol yang mempunyai peran dalam perjanjian ini ternyata tidak dapat mengeliminasi perilaku manajemen. Penelitian Evans dan Sridar (1996) dapat membuktikan hal tersebut dengan menguji hubungan antara sistem pelaporan keuangan dan sistem perjanjian pada model prinsipal-agen. Penelitian tersebut menyatakan bahwa sistem pelaporan keuangan yang tidak fleksibel (tidak mengijinkan manajer melakukan kebijakan dalam pelaporan earnings) akan menghasilkan pelaporan yang overstates sebagai respon terhadap perjanjian. Akibatnya manajer dapat memanipulasi pelaporan Earnings dengan tujuan peningkatan kompensasinya, karena kompensasi tergantung pada pelaporan earnings. Perilaku earnings management yang bertujuan memaksimalkan utilitas manajemen berkaitan dengan contracting view dibagi menjadi tiga yaitu berhubungan dengan peningkatan kompensasi, perjanjian utang, dan biaya politis. Perataan laba sebagai Earnings management Perataan laba (income smoothing) didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan oleh manajemen untuk menurunkan variabilitas aliran sejumlah angka dalam laba yang dilaporkan, relatif terhadap target aliran yang dipersepsikan, melalui manipulasi atas variabel-variabel akuntansi atau transaksi (Koch, 1981). Hal-hal yang dikategorikan sebagai perilaku perataan laba adalah pertama, perencanaan waktu keterjadian dan atau pengakuan suatu peristiwa dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang mengatur pengakuan kejadian secara akuntansi. Kedua, kebijakan yang mengendalikan penentuan periode yang dapat dipengaruhi oleh peristiwa tertentu berkaitan dengan keterjadian dan pengakuan suatu peristiwa. Ketiga, klasifikasi di antara items dalam laporan laba untuk menurunkan variabilitas pada periode tertentu (Barnea et al., 1976). Perataan laba, menurut Wolk dan Tearney (1997), selain untuk menurunkan varians earnings dari tahun ke tahun, juga bertujuan mempengaruhi persepsi pasar modal yang naïve karena tidak dapat mengintepretasi data akuntansi secara tepat. Hal ini
16
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
konsisten dengan bentuk semi kuat dari hipotesis pasar efisien. Hipotesis pasar efisiensi berkaitan dengan kecepatan sekuritas dalam pasar modal merespon informasi baru yang dipublikasikan. Salah satu bentuk hipotesis tersebut adalah bentuk semi kuat yaitu harga sekuritas merefleksikan seluruh informasi yang tersedia di masa lalu dan masa sekarang yang telah dipublikasikan. Implikasinya terdapat hubungan positif antara perubahan earnings yang dilaporkan dengan pergerakan harga sekuritas. Secara empiris Bloomfield (1996) telah membuktikan dengan pengujian secara eksperimen pengaruh tingkat keefisienan pasar modal terhadap penggunaan kebijakan dalam pelaporan manajer. Hasil menyatakan bahwa manajer berusaha membuat dan menyajikan informasi yang menguntungkan kepada investor pada pasar yang kurang efisien, tetapi tidak pada pasar yang lebih efisien. Meskipun perilaku perataan laba sebagai respon terhadap atau untuk mempengaruhi persepsi pasar modal, tetapi terdapat faktor-faktor yang mendorong terjadinya perilaku perataan laba. Dorongan tersebut menciptakan suatu kondisi yang merugikan manajemen berkaitan dengan persepsi pasar modal, sehingga sesuai teori keagenan, manajemen akan berusaha memaksimalkan utilitasnya. Faktor- faktor tersebut adalah: (1) ukuran perusahaan karena perusahaan besar menjadi subyek perhatian masyarakat ketimbang perusahaan yang lebih kecil, (2) tingkat kemampuan dalam menghasilkan laba yang rendah karena fluktuasi dalam aliran laba sangat berpengaruh terhadap perusahaan yang hanya mampu menghasilkan laba rendah, (3) perbedaan industri karena mengindikasikan adanya perbedaan ketidak-pastian lingkungan serta adanya struktur yang membatasi kesempatan, (4) negara sebagai tempat beroperasinya perusahaan karena setiap negara memiliki karateristik dan struktur ekonomi serta politik yang berbeda yang mempengaruhi penerapan prinsip-prinsip akuntansinya (Ashari et al., 1994). Selain keempat faktor diatas, menurut Koch (1981), faktor skema kompensasi perusahaan dan tingkat kepemilikan perusahaan menjadi pendorong perilaku perataan laba. Skema kompensasi perusahaan berkaitan dengan kemampuan pertumbuhan atas laba perusahaan, yang mengindikasikan adanya keefisienan dan keefektifan berkaitan dengan hubungan keagenan.
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Tingkat kepemilikan perusahaan mempengaruhi tingkat pengendalian manajer, sehingga perilaku perataan laba lebih besar terjadi pada perusahaan yang komposisi kepemilikan lebih tersebar dibandingkan perusahaan yang dikuasai oleh sedikit pemegang saham. Pemahaman metode atau tehnik yang digunakan untuk perataan laba sangat penting, disamping faktor-faktor tersebut, yaitu (1) menggu-nakan fleksibilitas yang diberikan oleh Prinsip-prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) untuk mengubah earnings yang dilaporkan tanpa mengubah cash flows, misal penyesuaian cadangan persediaan dan kerugian piutang, (2) perubahan operasi yang mendasari cash flow, misal skedul pengiriman, mempercepat atau memperlambat perbaikan aktiva perusahaan. Pengukuran Earnings Management Penelitian yang berkaitan dengan deteksi perilaku Earnings management selain bertujuan untuk memahami dorongan yang mendasari perilaku tersebut, juga memahami tehnik yang dapat digunakan untuk mendeteksi perilaku tersebut. Pada kenyataan perusahaan yang terdaftar (diperdagangkan) di pasar modal tidak seluruhnya bebas dari earnings management, meskipun perusahaan tersebut telah diaudit oleh auditor independen. Apalagi dengan adanya kebebasan yang diberikan Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), maka perusahaan dapat berdalih menggunakan suatu fasilitas atas manipulasi yang dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan metoda deteksi earnings management antara lain dilakukan oleh Dechow et al, (1995), yang mengevaluasi berbagai alternatif model untuk deteksi earnings management berdasarkan accruals. Perbandingan dilakukan terhadap lima model yaitu: model Healy, model DeAngelo, model Jones, model Modified Jones, model industri. Pengujian dilakukan untuk mengetahui kemampuan model dengan menerapkan pengujian statistik. Jika Dechow et al, (1995) membandingkan model, selanjutnya Kang dan Sivaramakrishnan (1995) mengkhususkan pada estimasi komponen discretionary accruals yang dimanipulasi, karena pihak luar organisasi hanya mampu melakukan penjumlahan atas
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
angka akuntansi yang tidak dimanipulasi (nondiscretionary) dan dimanipulasi. Peneliti menawarkan sebuah model berdasarkan model instrumental variable yang dapat memprediksi accruals yang tidak dimanipulasi. Model tersebut dibentuk secara simulasi dengan berbagai cara, tetapi tetap menggunakan model Jones sebagai perbandingan. Berkaitan dengan pengujian Dechow et al. (1995) yang menyimpulkan seluruh model yang menggunakan prosedur discretionary accruals menghasilkan kekuatan pengujian yang rendah, maka Young (1999) mengevaluasi discretionary accruals yang diestimasikan melalui lima metoda alternatif. Pengujian diharapkan dapat menyediakan informasi berkaitan dengan tingkat dan sumber kesalahan pengukuran secara sistimatik, pengendalian atas varians yang potensial terjadi pada perilaku earnings management. Berbagai penelitian diatas menitikberatkan pada pengujian metoda atau model melalui perbandingan model tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Beneish (1999) difokuskan pada pembentukan model untuk mendeteksi adanya manipulasi earnings.
METODA PENELITIAN Hipotesis Earnings merefleksikan kemampuan perusahaan yang ditetapkan dengan dasar accruals. SFAC 6 menyatakan bahwa akuntansi accrual adalah sebagai berikut: Attempts to record the financial effects on an entity of transactions and other events that have cash consequences for the entity in the periods in which those transaction, events, and circumstantes occur rather than only in periods in which cash received or paid by the entity. Attempts to recognize noncash events and circumstances as they occur and involves not only accruals but also deferrals, includings allocations and amortizations.
17
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Pengujian adanya earnings management dengan model Jones (1991) seperti halnya Gaver et al. (1995), sebagai model yang paling bagus yang tersedia untuk mendeteksi adanya manipulasi melalui accruals (Holthausen et al., 1995) dan strategi yang memiliki potensi pengungkapkan dengan cermat berkaitan dengan pengakuan penghasilan dan biaya (DeAngelo, 1986). Model ini menurunkan varians kesalahan pengukuran dalam nondiscretionary accruals yang akan menghasilkan pengujian earnings management yang lebih powerful (Young, 1999). Deteksi adanya earnings management dilakukan dengan mengukur abnormal accruals (discretionary accruals) masing-masing perusahaan dibandingkan dengan mean abnormal accruals dalam sektor industri yang sama. Penetapan mean abnormal accruals, menurut Jeter dan Shivakumar (1999), memiliki asumsi bahwa tidak terdapat Earnings management yang sistimatik karena tidak terdapat kejadian spesifik yang mendorong dilakukan Earnings management. Dengan demikian mean abnormal accruals dari model tersebut dapat diintepretasikan sebagai abnormal accruals relatif. Asumsi lain adalah industri pada sektor yang sama sebagai subyek atas faktor ekonomi dan kompetisi yang sama, sehingga dapat diperbandingkan atas kesempatan operasi, investasi, dan pendanaan (Perry dan Williams, 1994). Selanjutnya apabila suatu perusahaan memiliki abnormal accruals yang berbeda dari mean abnormal accruals di antara perusahaan sejenis (relatif terhadap industri), maka terjadi earnings management. Perbedaan dapat berarti lebih kecil dari mean atau lebih besar dari mean. Jika lebih kecil dikatakan perusahaan melakukan understated dan apabila lebih besar perusahaan melakukan overstated (Jeter dan Shivakumar, 1999). Hal itu dilakukan karena pada kenyataannya, sangatlah sulit memahami perilaku manajer dengan mengklasifikasikan perilaku manajer pada tingkat di atas atau di bawah batas rencana kompensasi seperti yang dilakukan Healy (1985) dan Scott (1997). Masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengetahui posisi manajer pada saat sekarang dan apakah mereka meningkatkan atau menurunkan kinerja keuangan untuk mencapai bonus maksimum (Holthausen, et al., 1995). Earnings merefleksikan kemampuan perusahaan dalam meraih keuntungan selama periode
18
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
tertentu, oleh karena itu earnings harus dapat memenuhi dua hal yaitu memiliki nilai bagi pemakainya sebagai dasar pengambilan keputusan dan memiliki informasi tentang perilaku manajemen berkaitan dengan tugas yang dilimpahkan dengan tujuan pengendalian atas perilaku manajemen tersebut (Gjesdal, 1981). Dengan demikian penting untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat memprediksi kemampuan atau kinerja earnings di masa mendatang. Apabila faktor tersebut dapat memberikan sinyal atas prospek masa mendatang maka tidak tertutup kemungkinan manajemen menggunakannya sebagai obyek manipulasi. Dengan demikian, metoda atau teknik yang memiliki kemampuan menangkap sinyal atas prospek mendatang, yang seharusnya diterapkan untuk mendeteksi adanya manipulasi pada earnings. Sehubungan dengan pentingnya suatu metoda yang dapat merefleksikan kemampuan atau kinerja perusahaan, maka penelitian ini menggunakan variabel yang telah diteliti oleh Beneish (1999). Penelitian Beneish (1999) bertujuan menetapkan model untuk mendeteksi manipulasi. Selanjutnya Beneish (1999) menyimpulkan variabel Day’s sales in receivable index (DSRI), Gross margin index (GMI), Assets quality index (AQI), dan Sales growth index (SGI), memiliki rata-rata lebih besar secara signifikan pada perusahaan yang melakukan manipulasi daripada tidak melakukan manipulasi. Pertimbangan Beneish (1999) menggunakan variabel tersebut, karena memiliki sinyal tentang prospek masa mendatang (seperti yang dikemukakan dalam literatur akademik dan praktisi) dan tidak adanya teori ekonomi atas manipulasi. Berikut ini uraian atas variabel yang dikemukakan oleh Beneish (1999): 1. Day’s sales in receivable index (DSRI) yaitu rasio jumlah hari penjualan dalam piutang pada tahun pertama terjadinya manipulasi dalam Earnings (tahun t) terhadap pengukuran tahun t – 1. Variabel tersebut mengukur piutang dan laba apakah pada posisi seimbang atau tidak pada dua tahun berturut – turut. Dengan demikian peningkatan jumlah hari penjualan dalam piutang dapat diartikan terdapat peru-bahan kebijakan kredit untuk meningkatkan penjualan dengan adanya peningkatan kompeti-si. Akan tetapi peningkatan piutang dengan cara tidak tepat dapat menurunkan penghasilan.
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
2.
3.
4.
Selanjutnya peningkatan DSRI berkaitan dengan tingginya penghasilan dan tingginya earnings karena terjadi overstated. Penelitian DeAngelo et al. (1994) menggunakan kinerja penjualan untuk menghitung abnormal accruals pada perusahaan yang mengalami masalah, karena penjualan digunakan untuk merespon adanya penurunan permintaan produk. Selain itu penjualan kredit dan pengumpulan kas mempengaruhi laba dan neraca (Kang dan Sivaramakrishnan, 1995). Gross margin index (GMI) yaitu rasio gross margin dalam tahun t – 1 terhadap gross margin tahun t. Jika GMI lebih besar dari 1 maka terjadi penurunan pada gross margin dan bukti adanya sinyal buruk atas perusahaan. Dengan demikian terdapat hubungan positif antara GMI dan probabilitas terjadinya manipulasi dalam Earnings jika kinerja perusahaan menurun (lihat Hall dan Stammerjohan, 1997). Assets quality index (AQI) yaitu rasio noncurrent assets (tidak termasuk property, plant, dan equipment) terhadap total assets, yang mengukur proporsi total assets terhadap keuntungan di masa mendatang yang kurang memiliki kepastian. Dengan demikian AQI mengukur risiko dari assets pada tahun t terhadap tahun t – 1, jika AQI lebih besar dari 1 maka potensial terjadi peningkatan cost deferral. Akibatnya AQI memiliki hubungan positif dengan kemungkinan terjadinya manipulasi dalam earnings (lihat Sweeney, 1994: Hall dan Stammerjohan, 1997). Sales growth index (SGI) yaitu rasio penjualan tahun t terhadap penjualan t – 1. Pertumbuhan tidak mengindikasikan adanya manipulasi, akan tetapi pertumbuhan yang diikuti dengan penurunan harga saham akan mendorong perusahaan melakukan manipulasi terhadap earnings.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis penelitiannya adalah: H1a: Rata-rata DSRI under abnormal accruals < mean abnormal accruals < over abnormal accruals. H1b: Rata-rata GMI under abnormal accruals < mean abnormal accruals < over abnormal
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
accruals. H1c: Rata-rata AQI under abnormal accruals < mean abnormal accruals < over abnormal accruals. H1d: Rata-rata SGI under abnormal accruals < mean abnormal accruals < over abnormal accruals. Pengukuran Abnormal Accruals Pengukuran earnings management dengan abnormal accruals (discretionary accruals) memiliki formula total accruals dikurangi expected accruals (nondiscretionary accruals). Sesuai model Jones, regresi dilakukan atas expected accruals untuk memperoleh parameter yang sama dalam sektor industri yang sama, sekaligus berfungsi sebagai variabel pengendali terjadinya perubahan dalam nondiscretionary accruals berkaitan dengan kondisi ekonomi periode tersebut. Bentuk spesifik dari model expected accruals adalah: TAit/Ait-1 = xi [1/Ait-1]+β1i [ΔREVit/Ait-1]+β2i [PPEit-1/Ait-1]+εi t (persamaan 1) TAit = total accruals in year t for firm i, δREVit = revenue t minus revenue t-1 for firm i, PPEit-1 = gross property, plant, and equipment at end of year t-1 for firm i, = total assets at end of year t-1 for firm i, Ait-1 εit = error term in year t for firm i, = 1,…, N firms, i = 1,…, T years t
Regresi dilakukan untuk mengestimasikan ai, b1i, b2i, yang berguna untuk menetapkan parameter yang sama dalam model. Seluruh variabel dalam regresi diskala dengan assets pada awal tahun untuk menghindari heteroscedasticity. Berdasarkan expected accruals dari persamaan diatas, maka abnormal accruals didefinisikan sebagai berikut: AAip = TAip/Aip-1-(ai [1/Aip-1]+b1i [ΔREVip/Aip-1]+b2i [PPEip-1/Aip-1]) (persamaan 2) AAip ai , bji p
= abnormal accruals for firm i in hypothesized manipulation year p, = estimated coefficients (j=1,2) for expected accruals for firm i, = 1,…,P predicted manipulation years
19
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
Pengujian Variabel Akuntansi Formula yang ditawarkan oleh Beneish (1999) yang dapat memberikan sinyal atas prospek masa mendatang ditetapkan sebagai berikut:
2.
Receivables t / Sales t DSRI =
(persamaan 3) Receivables t-1 / Sales t-1 (Sales t-1 - Cost of Goods Sold t-1) / Sales t-1
GMI = (Sales t – Cost of Goods Sold t) / Sales t (1 - Current Assets t + PP&E t) / Total Assets t AQI
3.
= (1 - Current Assets t-1 + PP&E t-1) / Total Assets t-1 Sales t
SGI
= Sales t-1
Pengujian model dilakukan secara time series, alasannya adalah manajer akan memilih untuk membagi earnings yang dilaporkan dalam periode mendatang terhadap periode sekarang (lihat DeFond dan Jiambalvo, 1994: Bartov, 1993: Maydew, 1997), dan earnings management dalam satu periode selalu membentuk pelaporan earnings yang overreporting (Evan III dan Sridar, 1996).
di Bursa Efek Jakarta dari tahun 1994 sampai dengan 1999. Pengujian dalam penelitian ini membutuhkan perusahaan yang memiliki data laporan keuangan berurutan selama 6 tahun maka data yang diambil dari tahun 1994 sampai 1999. Menurut Koch (1981) yang menggunakan rentang waktu 4 sampai 6 tahun untuk menurunkan kesalahan klasifikasi perusahaan sebagai smoother dan nonsmoother. Perry dan Williams (1994) menekankan pada periode yang berurutan karena terdapat bukti manipulasi discretionary accruals diprediksi berkaitan dengan tahun-tahun sebelum sesuatu terjadi dalam perusahaan. Pengujian diterapkan pada kategori sektor industri yang sama. Perusahaan yang memiliki kesamaan industri menghadapi faktor-faktor ekonomi dan kompetisi yang sama, sehingga dapat diperbandingkan berkaitan dengan serangkaian kesempatan operasi, investasi, dan pendanaan. Selain itu industri yang sama diharapkan memiliki kebijakan yang sama pada periode tertentu sebagai respon terhadap perubahan ekonomi secara makro (lihat Sweeney, 1994 dan Schroeder dan Clark, 1995). Sampel penelitian diambil dari tiga jenis industri yaitu (1) consumer goods industry sebanyak 36 perusahaan, (2) miscellaneous industry sebanyak 39 perusahaan, dan (3) basic industry and chemicals sebanyak 37 perusahaan.
Pengujian Statistik Penelitian ini menggunakan pengujian ANOVA yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada beda rata-rata atas variabel DSRI, GMI, AQI, dan SGI pada kategori under, mean, dan over dari uabnormal accruals sesuai sektor industrinya. Pengujian beda rata-rata dilakukan terhadap rata-rata DSRI, GMI, AQI, dan SGI pada kategorikan under, mean, dan over dari abnormal accruals sesuai sektor industrinya. Pengumpulan Data dan Sampel Proses pengumpulan data dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data adalah seluruh perusahaan yang terdaftar
20
HASIL EMPIRIS Hasil Pengukuran Abnormal Accruals Secara keseluruhan hasil regresi signifikan pada a = 0.05 dan a = 0.1. Dengan demikian regresi dapat digunakan sebagai parameter spesifik dari tiap sektor industri (lihat tabel 1). Selanjutnya berdasarkan actual accruals setiap sektor industri dalam tiap-tiap periode dari 1994/1995 sampai 1998/1999 maka dapat ditentukan abnormal accruals masing masing perusahaan (persamaan 2). Langkah selanjutnya adalah melakukan ratarata tiap-tiap sektor industri dalam tiap-tiap periode
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
untuk menentukan mean abnormal accruals yang merupakan abnormal accruals relative tiap sektor industri. Dengan demikian dapat ditentukan under dan over abnormal accruals (lihat tabel 2). Berdasarkan pengukuran abnormal accruals dari tiap-tiap sektor industri dari tahun periode 1994/1995 sampai 1998/ 1999 maka didapat sampel perusahaan menurut kategori sektor sebagai berikut (lihat tabel 3).
TABEL 2 (hasil pengelompokkan dalam kriteria abnormal accruals) (a) Sektor industri Consumer Goods Periode
Under Ab.
Mean Ab.
Over Ab.
Rata-rata Ab.
1994/1995
-0.78 s.d. -0.1
-0.06 s.d. -0.01
0.01 s.d. 0.54
-0.01
0.01 s.d. 0.05
0.1 s.d. 0.27
0.02
1995/1996 -0.34 s.d. -0.03
TABEL 1 (hasil regresi)
1996/1997
-0.9 s.d. -0.11
-0.05 s.d. -0.01
0.0 s.d. 0.43
-0.03
1997/1998
-1.72 s.d. -0.2
-0.15 s.d. -0.12
-0.07 s.d. 0.57
-0.013
1998/1999
-0.39 s.d. -0.1
0.0 s.d. 0.09
0.1 s.d. 0.67
0.03
Over Ab.
Rata-rata
(a) Sektor industri Consumer Goods (b) Sektor industri Miscellaneous Periode 1994/1995
R.Square 0.284
F test 4.361
F table 2.92
Sig. 0.011
n 36
1995/1996 1996/1997
0.461 0.391
9.403 7.048
2.92 2.92
0.000 0.001
36 36
1997/1998 1998/1999
0.160 0.115
2.096 1.433
2.92 2.92
0.120 0.251
36 36
Tahun
Under Ab.
1994/1995
Mean Ab.
-0.35 s.d.0.00
0.01 s.d. 0.09
0.15 s.d. 0.37
0.01
1995/1996 -0.25 s.d. -0.01
0.02 s.d. 0.09
0.12 s.d. 0.41
0.04
1996/1997 -0.68 s.d. -0.12
-0.05 s.d. –0.02
0.00 s.d. 0.77
-0.02
1997/1998
-0.57 s.d. 2.8
3.07 s.d. 3.17
3.21 s.d. 17.25
3.15
1998/1999
-0.39 s.d. 0.00
0.01 s.d. 0.09
0.1 s.d. 0.35
0.01
(b) Sektor industri Miscellaneous (c) Sektor industri Basic Industry and Chemicals Tahun 1994/1995
R. Square 0.321
F test 5.677
F table 2.92
Sig. 0.003
n 39
1995/1996 1996/1997
0.949 0.303
223.235 5.215
2.92 2.92
0.000 0.004
39 39
1997/1998 1998/1999
0.527 0.326
13.752 5.803
2.92 2.92
0.000 0.002
39 39
Tahun
Mean Ab.
Over Ab.
Rata-rata
1994/1995 -0.39 s.d. -0.01
0.01 s.d. 0.09
0.11 s.d. 0.73
0.04
1995/1996 -0.73 s.d. -0.01
0.01 s.d. 0.08
0.14 s.d. 2.63
0.01
1996/1997 -4.54 s.d. -0.10
-0.09 s.d. -0.02
0.00 s.d. 0.93
-0.01
1997/1998 -1.29 s.d. -0.22
-0.12 s.d. -0.10
0.00 s.d. 2.09
-0.10
1998/1999 -0.74 s.d. –0.01
0.01 s.d. 0.08
0.1 s.d.0.67
0.03
Under Ab.
(c) Sektor industri Basic Industry and Chemicals
Tahun 1994/1995
R. Square 0.165
F test 2.023
F hitung 2.92
Sig. 0.129
n 37
1995/1996 1996/1997
0.134 0.304
1.755 4.956
2.92 2.92
0.179 0.006
37 37
1997/1998 1998/1999
0.181 0.293
2.503 4.702
2.92 2.92
0.076 0.007
37 37
TABEL 3 (jumlah sampel berdasarkan kriteria abnormal accruals)
Kategori Under
Consumer goods industry 60
Miscellaneous industry 91
Basic industry and chemicals 68
Mean Above
39 81
38 66
32 85
21
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
Pengujian Variabel Akuntansi
secara keseluruhan hasil tidak dapat menolak H0a, H0b, H0c, dan H0d, kecuali pada sektor basic industry and chemicals atas variabel DSRI yang dapat menolak H0a.
Berdasarkan pengukuran abnormal accruals dapat diketahui perusahaan yang melakukan earnings management. Melalui persamaan 3 yaitu DSRI, GMI, AQI, serta SGI pada tiap-tiap kategori abnormal accruals dalam tiap-tiap sektor industri, sehingga diperoleh rasio DSRI, GMI, AQI, SGI serta rata-rata DSRI, GMI, AQI, dan SGI sesuai kategori abnormal accruals dalam setiap sektor industri (lihat tabel 4). Pengujian homogenitas data atas sampel tiap sektor industri diterapkan untuk mengetahui apakah dapat dilakukan uji beda rata-rata atas ketiga kriteria abnormal accruals. Berdasarkan uji Levine yang menunjuk-kan bahwa data homogen, maka uji beda rata-rata dapat diterapkan pada data tersebut. Pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan, sample secara keseluruhan memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka dikatakan data tidak normal. Dengan demikian penelitian ini menggunakan pengujian non-parametrik untuk menguji beda rata-rata dari kategori abnormal accruals. Uji Kruskal-Wallis ANOVA diterapkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata antara kategori under, mean, dan over abnormal accruals dari tiap kategori industri (lihat tabel 5). Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian tersebut adalah bahwa
Analisis Berkaitan dengan hasil pengujian diatas, berikut beberapa penjelasan atas hasil tersebut: (1) Hasil pengujian yang menyatakan rata-rata DSRI, GMI, AQI, dan SGI tidak berbeda secara signifikan dan pola abnormal accruals yang tidak sesuai dengan hipotesis nol yang ditetapkan, dimungkinkan model tersebut tidak powerful untuk mengestimasikan sinyal prospek masa mendatang. (2) Rata-rata DSRI, GMI, AQI, dan SGI yang berbeda pada tiap kategori abnormal accruals tetapi polanya tidak sesuai dengan hipotesis yang ditetapkan, maka terdapat beberapa kemungkinkan yang dapat terjadi: Pertama, menurut penelitian Holthausen et al. (1995) bahwa pihak luar perusahaan tidak dapat melakukan observasi terhadap kepentingan manajemen apakah melakukan peningkatan atau penurunan accruals. Dengan demikian tidak diketahui apakah manajemen pada saat ini berada pada posisi meningkatkan atau menurunkan kinerja untuk mencapai bonus maksimum. Menurutnya, tidak terdapat bukti jika earnings
TABEL 4 (Rata-rata DSRI, GMI, AQI, dan SGI)
DSRI
Consumer Goods GMI AQI
SGI
DSRI
Miscellaneous GMI AQI
SGI
Basic Industry and Chemicals DSRI GMI AQI SGI
Under Mean
0.99 1.07
1.12 1.12
0.62 0.51
1.25 1.27
1.02 1.14
1.38 1.18
0.33 1.22
1.23 1.19
0.89 1.07
6.98 1.31
0.78 1.30
1.42 1.44
Above
0.99
1.16
5.83
1.29
1.01
0.90
1.04
1.62
1.11
1.09
1.01
1.36
TABEL 5 (Hasil Pengujian Kruskal Wallis atas rata-rata DSRI,GMI,AQI, dan SGI)
DSRI CSq Sig
22
0.2 0.907
Consumer Goods GMI AQI 1.1 0.588
3.2 0.205
SGI
DSRI
Miscellaneous GMI AQI
0.6 0.630
5.4 0.069
15.9 0.000
2.5 0.285
SGI 11.4 0.003
Basic Industry and Chemicals DSRI GMI AQI SGI 7.00 0.030
3.00 0.229
0.02 0.991
6.5 0.039
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
di bawah batas terendah untuk memperoleh bonus (low) maka CEO lebih terdorong menurunkan discretionary accruals, daripada di antara batas terendah dan teratas untuk memperoleh bonus yang direncana-kan (mid). Bahkan terdapat kecenderungan untuk menaikkan sebagai cara menghindari kehilangan jabatan dengan adanya kinerja yang buruk atau memaksimalkan bonus yang akan diterima. Kedua, pola di atas juga dapat terjadi berkaitan dengan perataan laba. Menurut Gaver et al. (1995) earnings management seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan rencana bonus tetapi juga dengan perataan laba (income smoothing), karena target manajer melakukan perataan laba untuk mendapatkan bonus. Ketiga, pola tersebut dapat terjadi berkaitan dengan rencana bonus yang ditetapkan bagi manajemen. Keterkaitan tersebut diteliti oleh Healy (1985) dengan hipotesis yang menyatakan bahwa manajer perusahaan akan memaksimalkan earnings yang dilaporkan sesuai ketetapan rencana bonus.
KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan melakukan deteksi atas manipulasi yang dilakukan oleh manajemen atau disebut earnings management. Manajemen menggunakan akuntansi accruals sebagai alat manipulasi. Selama ini, usaha untuk mendeteksi manipulasi dilakukan dengan menerapkan pengujian model Jones (1991) seperti halnya Gaver et al, (1995) dan Young (1999). Usaha mendeteksi manipulasi terhadap Earnings dapat pula menggunakan variabel-variabel
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
akuntansi yang dipertimbangkan memiliki sinyal akan prospek masa mendatang yaitu Day’s sales in receivable index (DSRI), Gross margin index (GMI), Assets quality index (AQI), dan Sales growth index (SGI). Berdasarkan rata-rata tiap variabel pada tiap kategori abnormal accruals dalam tiap sektor industri serta normalitas data, dilakukan uji Kruskal Wallis ANOVA sebagai usaha menerima/menolak hipotesis nol yang ditetapkan. Secara umum kesimpulan penelitian adalah tidak dapat menolak H0, karena model tidak powerful dalam mengestimasikan sinyal prospek masa mendatang dan juga terdapat berbagai kemungkinan terjadinya perilaku manipulasi seperti yang telah disimpulkan penelitian sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diperlukan model yang tidak hanya dapat membuktikan adanya manipulasi, tetapi juga powerful dalam mengestimasikan properti dalam model (Young, 1999). Keterbatasan yang terjadi dalam penelitian adalah bahwa kemungkinan manajer dalam melakukan mani-pulasi tidak menerapkan teknik yang sama terhadap keempat variabel akuntansi. Manajer dapat menerap-kan teknik memaksimalkan, meminimalkan, perataan, atau taking a bath, pada saat yang bersamaan. Diharapkan pada penelitian masa mendatang dilakukan pengujian yang memfokuskan pada usaha membandingkan berbagai metoda pengukuran manipulasi beserta prediksi kesalahan pengukuran berbagai metode tersebut, dengan menyertakan asumsi atas posisi yang telah dicapai manajer untuk memaksimalkan kompensasinya. Ketepatan prediksi posisi manajer sangat penting sebagai dasar untuk memprediksi ketepatan pengukuran besaran manipulasi.
23
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
DAFTAR PUSTAKA Ashari, N. et. al. (1994).”Factors Affecting Income Smoothing among Listed Companies in Singapore”. Accounting and Bussiness Research. Vol. 24 No. 96. 291-301. Barnea, A,. J. Ronen, dan S. Sadan (1976). “Classificatory Smoothing of Income with Extraordinary Items”. The Accounting Reviw. January. 110-122. Bartov, E. (1993) “The Timing of Asset Sales and Earnings Manipulation” The Accounting Review. Vol. 68 No. 4. Oktober. 840-855. Beneish, M.D. (1999). “The Detection of Earnings Manipulation”. Financial Analysts Journal. Septemeber/October. 24-36.
De Angelo, H. L. Angelo dan D.J. Skinner (1994). “Accounting Choice in Troubled Company”. Journal of Accounting & Economics. 17. 113-143. De Fond, M.L. dan J. Jiambalvo (1994). “Debt Covenent Violation and Manipulation of Accruals”. Journal of Accounting and Economics. 8. 3-42. Dechow. P.M. (1994). “Accounting Earnings and Cash Flow as Measures of Firm Performance The Role of Accounting Accruals”. Journal of Accounting & Economics. 17. 113-143. Dechow, P.M., R.G. Sloan, dan A.P. Sweeny (1995). “Detecting Earning Management”. The Accounting Review. Vol. 70 No. 2 April. 193-225.
Bernard, V.L. dan D.J. Skinner (1996). “What Motivates Managers’ choice of Discretionary Accruals?”. Journal of Accounting and Economics. 22. 313-325.
Denis, D. J. dan D.K. Denis (1995). “Performance Changes Following Top Managements Dismissals”. The Journal of Finance. Vol. L. No. 4. September. 1029-1057.
Bloomfield (1996). “The Interdependence of Reporting Discretion and Informational Efficiency in Laboratory Markets”. The Accounting Review. Vo. 71. No. 4 October. 493-511.
Evans, J.H. dan S.S.S. Sridar (1996). “Multiple Control Systems, Accual Accounting, and Earnings Management”. Journal of Accounting Research. Vol. 34 No.1. 4365.
Bowen, R.M., L. Ducharme, dan D. Shores (1995). “Stakeholders’ Implicit Claim and Accounting Method Choice”. Journal of Accounting and Economics. 20. 255-295.
FASB (1991/1992). “Statement of Financial Accounting Concepts: Accounting Standards”. 1991/1992 Edition. IRWIN. Homewood. Illinois 60430.
Cahan, S.F. (1992). “The Effect of Antitrust Investigations on Discretionary accruals: A Refined Test of the Political Cost Hypothesis”. The Accounting Review. Vol. 67 No. 1. January. 77-95.
24
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
Gaver J.J., K.M. Gaver, dan J.R. Austin (1995). “Additional Evidence on Bonus Plans and Income Management”. Journal of Accounting and econamicsI. 19. 3-28. Gjesdal, F (1981). “Accounting for Steward-
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
ship”. Journal of Accounting Reserch. Vol. 19 No. 1 Spring. 208-231. Hall, S.C. dan W.W. Stammerjohan (1997). “ Damage Award and Earnings Management in the Oil Industry”. The Accounting Review. Vol. 72 No. 1. January. 4765. Healy, P (1985). “The effect of Bonus Schemes of Accounting Decisions” dalam Scot, W.R. (1997). “Financial Accounting Theory”. Prentice Hall International Inc. Holthausen, R.W., D.F. Larcker, dan R.G. Sloan (1995). “Annual Bonus Schemes and The Manipulation of Earning”. Journal of Accounting and Economics. 19. 29-74. Jeter, D.C. dan L. Shivakumar (1999). “ Cross Sectional Estimation of Abnormal Accuals Using Quarterly and Annual Data: Effectiveness in Detecting Eventspecific Earnings management”. Accounting and Bussiness Research. Vol. 29 No. 4. 299-319. Jones, J.J. (1991). “Earnings Management during Import Relief Investigation.” dalam Dechow. P.M. (1994). “Accounting Earngs and Cash Flow as Measures of Firm Performance The Role of Accounting Accruals”. Journal of Accounting & Economics. 17. 113-143. Kang, S.H. dan K. Sivaramakrishnan (1995). “Issue in Testing Earnings Management and an Instrumental Variable Approach”. Journal of Accounting Research. Vol. 33 No. 2. Autumn. 353367. Koch, B (1981). “Income Smoothing: An Experiment”. The Accounting Review. Vol.
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
LVI No. 3 July. 574-586. Liberty, S.E. dan J.L. Zimmerman (1986). “Labor Union Contract Negotiation and Accounting Choices”. The Accounting Review. Vol. LXI No. 4 Oct. 692-712. Maydew, E.L. (1997). “Tax-Induced Earnings management By Firm With Net Operating Losses”. Journal of Accounting Research. Vol. 35 No.1. 83-96. Murphy, K. J. dan J. L. Zimmerman (1993). “Financial Performance Surrounding CEO Turnover”. Journal of Accounting and Economics. 16. 273-315. Paton, W. A. dan A. C. Littleton (1967). An Introduction to Corporate Accounting Standards. Thirteenth Printing. American Accounting Association. Perry, S. dan R. Grinaker (1994). “Earning Expectations and Discretionary Research and Development Spending”. Accounting Horizons. Vol. 8 No. 4. December. 43-51. Perry, S.E. dan T.H. Williams (1994). “Earnings Management Preceeding Management Buyout Offers”. Journal of Accounting and Economics. 18. 157-179. Pourciau, S (1993). “Earning Management and Non-routine Executive Changes”. Journal of Accounting and Economics. 16. 317-336. Schroeder, R. G. dan M. Clark (1995). Accounting Theory. Fifth Edition. Johm Wiley & Sons, Inc. Scott, W.R. (1997). “Financial Accounting Theory”. Prentice Hall International Inc.
25
Jam STIE YKPN - Yavida Nurim & Indra Wijaya
Sweeney, A. P. (1994). “ Debt Covenant Violations and Managers Accounting Response”. Journal of Accounting and Economics. 17. 281-308.
Wolk, H. I. dan M. G. Tearney (1997). ‘Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach”. Fourth Editions. South Western College Publishing.
Warfield, TD, J.J. Wild dan K.L. Wild (1995). “Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earnings”. Journal of Accounting and Economics. 20. 61-91.
Young, S. (1999). “Systemetic Measurement Error in The Estimation of Discretionary Accruals: An Evaluation of Alternative Modelling Procedures” Journal of Bussiness Finance and Accounting. 26 (7) & (8). Sept./Oct. 833-862.
Watts, R.L. dan J.L. Zimmerman (1986). “Positive Accounting Theory”. Prentice Hall Inc.
26
Penggunaan Variabel Akuntansi Untuk ....
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
PENGARUH PROFESIONALISME SATUAN PENGAWASAN INTERN DAN PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN TERHADAP KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN ANGGARAN: Suatu Penelitian Empiris Hiras Pasaribu 8)
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh profesionalisme Satuan Pengawasan Intern (SPI) dan pelaporan hasil pemeriksaan terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi pada Perum Pegadaian di Indonesia. Untuk memperoleh data penelitian digunakan metode survei pada 14 Kantor Daerah (Kanda) Perum Pegadaian di Indonesia. Seluruh anggota populasi dijadikan sebagai objek penelitian. Jumlah responden terdiri dari 43 orang, terdiri dari 1 Kepala SPI, 28 Staf SPI, 14 Kantor Daerah (Kanda). Data yang dikumpulkan dianalisis secara serempak dengan teknik statistik analisis jalur (Path Analysis), dan secara parsial menggunakan teknik Kendall’s Correlation Coefficient (tau). Hasil penelitian menunjukkan, secara bersama-sama, profesionalisme SPI berpengaruh positif terhadap pelaporan hasil pemeriksaan sebesar 23,23%. Pengaruh langsung searah antara profesionalisme SPI terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran adalah 66,75%, baik dilihat dari pengaruh langsung dan tidak langsung atau melalui variabel antara menunjukkan sebesar 69,90%. Pelaporan hasil pemeriksaan berpengaruh positif tetapi relatif kecil terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran sebesar 0,22%. Bila dilihat dari pengaruh bersama-sama antara profesionalisme SPI dan pelaporan hasil pemeriksaan menunjukkan 70,60%. Secara parsial, terdapat korelasi positif antara pembentuk profesionalisme, dan pelaporan hasil pemeriksaan intern dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran PENDAHULUAN Perkembangan Perum Pegadaian empat tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan yang positif. Dilihat dari perkembangan nasabah, jumlah pinjaman yang diberikan, pendapatan usaha dan laba bersih yang diperoleh dari tahun 1995 sampai tahun 1998 terus meningkat setiap tahunnya seperti terlihat pada tabel 1. Kredit yang disalurkan Perum Pegadaian pada tahun 1996 meningkat sebesar 123% dari tahun 1995,
*)
tahun 1997 peningkatan sebesar 149% dari tahun 1995, dan tahun 1998 terjadi peningkatan yang semakin besar, yaitu 224% dari tahun 1995. Seiring dengan itu laba yang dicapai tahun 1998 adalah 309%dari tahun 1995. Walaupun aktivitas Perum Pegadaian semakin meningkat, pelayanan kepada masyarakat tetap terpelihara dan ditingkatkan seperti adanya persyaratan mudah dalam pemberian kredit. Namun kemudahan ini bisa saja disalah gunakan oleh nasabah ataupun kalangan pegawai pegadaian, sehingga akan merugikan pegadaian. Nasabah bisa saja memanfaat-
Drs. Hiras Pasaribu, M.Si., Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Yogyakarta.
27
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
Tabel 1: Perkembangan Perum Pegadaian di Indonesia Tahun
Nasabah (Orang)
Pinjaman yang diberikan (dalam juta Rp)
Pendapatan Usaha
Laba bersih (dalam juta Rp)
1995 1996 1997 1998
4.457.964 5.030.276 5.305.095 9.757.187
1.401.166 1.723.580 2.088.250 3.131.320
127.456 160.937 194.424 334.731
17.204 33.964 34.817 53.117
kan kelemahan yang dimiliki oleh pihak pegadaian itu sendiri, misalnya lolosnya barang palsu. Kelemahan tersebut disebabkan ketidakcermatan atau kecerobohan dalam menguji, dan barang tersebut lolos karena sulit dideteksi tanpa menggunakan alat yang layak yang tidak tersedia di perusahaan. Kelemahan lain sangat berkaitan erat dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dikhawatirkan pegawai menyalahgunakan tugas yang digariskan oleh manajemen, misalnya antara petugas pegadaian dan nasabah melakukan transaksi diluar aktivitas Perum Pegadaian atau memperkecil harga barang yang dilelang setelah ada kesepakatan antara petugas Pegadaian dengan yang membayar lelang. Selain itu pelanggaran terhadap sistem pencatatan, pengklasifikasian dan pelaporan. Hal demikian tentu mempengaruhi terhadap keefektifan pelaksanaan anggaran. Untuk menghindari praktik-praktik demikian, Satuan Pengawasan Intern (SPI) perlu meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran baik secara harian maupun secara periodik. Pengawasan akan berhasil apabila SPI memiliki profesionalisme melaksanakan tugas pemeriksaan, yaitu dapat menilai semua kegiatan perusahaan guna membantu manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan. Profesionalisme akan tercermin dalam laporan hasil pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan intern harus memenuhi kriteria yang ditetapkan manajemen, sehingga dapat memberikan manfaat bagi manajemen untuk melakukan koreksi perbaikan terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran. Hubungan tersebut terlihat pada gambar 1 berikut:
28
PROFESIONALISME SPI (Faktor pembentuk profesionalisme
W
Sumber: Kantor Pusat Perum Pegadaian, Agustus 1999
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
W
W
KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN ANGGARAN
Gambar 1: Hubungan Pembentuk Profesionalisme dengan Keefektifan Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pembentukan SPI pada perusahaan bertujuan untuk membantu manajemen dalam fungsi pengendalian. SPI tidak akan berfungsi apabila tidak ada peningkatan kemampuan profesionalisme dan tidak mampu menjalankan profesinya sesuai standar yang ditetapkan dalam pemeriksaan. Pada hal untuk mendapatkan kepercayaan manajemen terhadap SPI tergantung apakah SPI mematuhi Kode Etik auditor internal yang ditetapkan dalam praktik pemeriksaan. Kode etik merupakan standar profesi yang disepakati bersama oleh para anggota Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pada suatu perusahaan. Dengan demikian pengaruh profesionalisme SPI terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi pada Perum Pegadaian perlu diteliti untuk mendapatkan pengujian secara empiris.
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah adalah: 1. Seberapa besar pembentuk profesionalisme SPI mempengaruhi laporan hasil pemeriksaan ? 2. Seberapa besar pembentuk profesionalisme SPI mempengaruhi keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi perusahaan ? 3. Seberapa besar laporan hasil pemeriksaan mempengaruhi keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi perusahaan ? 4. Apakah terdapat korelasi secara parsial antara faktor pembentuk profesionalisme SPI dan pelaporan hasil pemeriksaan dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi perusahaan ? Tujuan Penelitian Sesuai masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh pembentuk profesionalisme SPI terhadap laporan hasil pemeriksaan pada Perum Pegadaian di Indonesia. 2. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh pembentuk profesionalisme SPI terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi pada Perum Pegadaian di Indonesia. 3. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh laporan hasil pemeriksaan terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi pada Perum Pegadaian di Indonesia. 4. Untuk mendapatkan bukti empiris secara parsial korelasi antara faktor pembentuk profesionalisme SPI dan pelaporan hasil pemeriksaan dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran Perum Pegadaian di Indonesia. Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh Perum Pegadaian untuk meningkatkan profesionalisme auditor internal, sehingga kualitas SPI semakin baik terutama untuk mengendalikan pelaksanaan anggaran. Apabila pelaksanaan anggaran semakin efektif, maka
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
2.
akan mendorong kinerja perusahaan yang semakin baik pula. Memberikan pemikiran bagi peneliti yang ingin mengembangkan ilmu akuntansi khususnya audit internal dan anggaran perusahaan, melalui pengujian empirik tentang pengaruh profesionalisme SPI terhadap keefektifan pelaksanaan anggaran.
KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Christiawan (1994:44-47) mengartikan profesionalisme sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Ia menyebutkan bahwa seorang yang profesional, disamping mempunyai keahlian dan kecakapan teknis, harus mempunyai kesungguhan dan ketelitian bekerja, mengejar kepuasan orang lain, keberanian menang-gung resiko ketekunan dan ketabahan hati, integritas tinggi, konsistensi dan kesatuan pikiran, kata dan perbuatan. Robbin dalam alih bahasa Pujaatmaka (1996:168) mendefinisikan “kemampuan atau profesionalisme, sebagai keahlian yang dimiliki pada kapasitas seorang individu untuk mengerjakan tugas dalam suatu pekerjaan”. Dengan demikian profe-sionalisme merupakan keahlian yang dimiliki pada kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan sesuai sikap dan perilaku yang sesuai dengan profesinya. Menurut Ratliff et. al. (1988:59) terdapat lima persyaratan atau kriteria yang harus dipenuhi oleh auditor internal atau SPI: 1) Compliance with standard of conduct, 2) Knowledge, skills and disciplines, 3) Human relation and communication, 4) Continuance education, dan 5) Due professional care. Kelima persyaratan tersebut merupakan dimensi untuk mengukur profesionalisme SPI. Semakin baik kelima syarat tersebut, maka kemampuan atau profesionalisme SPI akan semakin baik pula. Masing-masing syarat tersebut dijelaskan di bawah ini. Compliance with standard of conduct (kesesuaian sikap dengan standar profesi). Kode etik merupakan standar profesi dan menetapkan dasar bagi SPI untuk melaksanakan pemeriksaan pada suatu organisasi. Kode etik menghendaki standar yang tinggi
29
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
bagi loyalitas, sikap obyektif, kejujuran, yang harus dipenuhi oleh anggota SPI. Knowledge, skills and disciplines. Pengetahuan, kecakapan dan disiplin ilmu yang sesuai merupakan dasar yang harus dimiliki oleh SPI dalam pelaksanaan pemeriksaan. Human relation and communication. Kemampuan untuk menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara efektif. Pelaporan hasil pemeriksaan SPI dengan temuan-temuannya, harus disampaikan kepada atasan mereka beserta rekomendasi untuk perbaikan. Dalam laporan mungkin banyak terdapat objek tidak efektif, tidak efisien, dan hal ini tidaklah mudah untuk dimengerti dan bahkan mungkin sebagai suatu yang potensial akan terjadinya konflik antar pribadi. Continuance education (pendidikan berkelanjutan). Anggota SPI berkewajiban menerus-kan pendidikannya dengan tujuan meningkatkan keahliannya. Mereka harus berusaha memperoleh informasi tentang kemajuan dan perkembangan baru dalam standar, prosedur, dan teknik-teknik audit. Hiro Tugiman dalam bukunya Standar Profesional Audit Internal (1997:31), menyebutkan pendidikan berkelanjutan dapat diperoleh: Melalui keanggotaan dan partisipasi dalam perkumpulan profesi, keahlian dalam berbagai konferensi, seminar, kursus-kursus yang diadakan oleh suatu Universitas, program latihan yang dilaksanakan oleh organisasi (in-house training program) dan partisipasi dalam proyek penelitian. Selain itu pada pasal 8 Kode Etik PAII disebutkan, para anggota harus secara terus-menerus berusaha meningkatkan keahlian dan keefektifan dalam melakukan pekerjaanya. Due professional care (ketelitian melaksanakan tugas secara profesional). Anggota SPI hendaklah melaksanakan tugas secara profesional yang sepantasnya dalam melaksanakan pemeriksaan. Hiro Tugiman (1979:32), menyebutkan: “SPI harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran ataupun kecurangan yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian, ketidak efisienan dan konflik kepentingan”. SPI dituntut menghindarkan diri dari pengendalian yang lemah dan merekomendasikan perbaikan untuk menciptakan kesesuaian dengan berbagai prosedur dan praktek yang
30
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
sehat. Apabila kelima syarat tersebut terpenuhi maka kemampuan atau profesionalisme SPI akan semakin tinggi. Hal ini akan memberikan kontribusi yang besar guna membantu manajemen dalam pengendalian intern (internal control). Dalam hal ini profesionalisme merupakan kriteria untuk mengukur keberhasilan SPI untuk melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan. Bilamana kriteria atau faktor yang membentuk profesionalisme SPI tersebut terpenuhi, maka seorang SPI akan memiliki perilaku dan pandangan profesionalisme, sehingga dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan dilakukan secara frofesional, yang pada akhirnya akan menghasilkan hasil pemeriksaan atau laporan hasil pemeriksaan yang baik Tinggi rendahnya profesionalisme SPI ditentukan lima faktor pembentuk profesionalisme tersebut, semakin tinggi profesionalisme SPI, maka akan semakin baik hasil pemeriksaan atau laporan hasil pemeriksaan. Hal ini ada hubungan antara profesionalisme dengan laporan hasil pemeriksaan. Hubungan tersebut perlu dijelaskan, bahwa semakin tinggi kesungguhan anggota SPI untuk menyesuaikan sikap dengan standar profesi, maka akan menghasilkan pemeriksaan yang lebih baik. Demikian pula pengetahuan, kecakapan dan disiplin yang semakin ditingkatkan secara berkesinambungan maka kemampuan untuk melakukan pemeriksaan akan semakin baik dan akan menghasilkan pemeriksaan yang lebih baik dari sebelumnya. Kemampuan mengkomunikasikan hasil pemeriksaan sangat penting kepada atasan mereka, sehingga sasaran hasil pemeriksaan yang dilaporkan dalam laporan hasil pemeriksaan mendapat tanggapan yang sesuai dari manajemen dan terhindar dari konflik antara pihak yang diperiksa dengan anggota SPI. Pendidikan berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan keahlian dan keefektifan pemeriksaan yang ideal, sehingga dapat meningkatkan mutu hasil pemeriksaan yang disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan. Ketelitian anggota SPI melaksanakan tugas secara profesional sangat membantu kinerja anggota SPI melaksanakan tugas pemeriksaan secara efisien dan efektif, sehingga data hasil pemeriksaan yang dilaporkan dalam laporan hasil pemeriksaan lebih dipercaya. Baik tidaknya laporan hasil pemeriksaan akan ditentukan oleh kemampuan profesionalisme anggota
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
SPI, semakin tinggi atau semakin baik kemampuan profesionalisme SPI, maka kemampuan untuk melaksanakan fungsi pemeriksaan akan semakin baik pula dan akan berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan semakin baik. Hasil pemeriksaan yang semakin baik akan dicerminkan dalam laporan hasil pemeriksaan yang semakin baik pula. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa masing-masing faktor pembentuk profesionalisme SPI tersebut ada hubungan dengan laporan hasil pemeriksaan. Courtemanche, Gil. (1986:191) memberikan 4 kriteria mendasar, yang menyangkut laporan hasil pemeriksaan yang baik, yaitu objektivitas, kewibawaan, keseimbangan, dan penulisan yang profesional. Objektivitas, isi laporan pemeriksaan tidak boleh dikaitkan dengan pihak yang diperiksa selaku pribadi, akan tetapi anggota SPI harus mengetahui tugasnya sebagai pemeriksa untuk melakukan penilaian dan bersedia tetap patuh pada prinsipnya, serta dapat mengatasi keadaan yang dapat menyeretnya keluar dari objektivitasnya. Anggota SPI tidak boleh menonjolkan diri sebagai pengawas internal, menggerakkan ataupun menyinggung perasaan pihak yang diperiksa. Kewibawaan (authoritativeness) berawal dari pernyataan yang jelas tentang tujuan dan lingkup pemeriksaan, fakta dan hasil observasi yang kuat, kriteria pengevaluasian yang pantas, relevansi dan waktu pemeriksaan serta rekomendasi yang layak. Keseimbangan merupakan keadilan memberikan gambaran tentang organisasi atau aktivitas yang ditinjau secara wajar dan realistik, serta adanya keadilan dalam penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Keseimbangan memperlakukan pihak yang diperiksa (auditee) sebagaimana SPI yang ingin diperlakukan seandainya mereka bertukar peran. Cara penulisan yang profesional, laporan yang didistribusikan kepada sejumlah pembaca yang heterogen harus dibuat sedemikian rupa, sehingga jelas dan dipahami oleh pembuat keputusan yang paling berpengaruh dalam menanggapi temuan audit. Walaupun pembuat keputusan tersebut mungkin bukan merupakan orang yang secara langsung menerima laporan hasil pemeriksaan, ia harus dianggap sebagai pembaca laporan yang sesungguhnya. Semakin baik laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh SPI, maka akan membantu organisasi untuk mengambil langkahlangkah perbaikan maupun koreksi apabila ada
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
indikasi penyimpangan pelaksanaan anggaran operasi. Hal ini akan memberikan keefektifan terhadap pengendalian pelaksanaan anggaran operasi. Beberapa penelitian empiris menunjukkan bahwa profesionalisme akan berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Kalbers dan Forgaty (1995), yang dikutip oleh Tugiman (1997:53). Jumlah sampel yang diambil cukup besar yaitu 498 responden dari 13 organisasi yang terdiri atas 5 perusahaan manufaktur, 3 bank, 2 perusahaan jasa publik, 1 perusahaan minyak, 1 perusahaan asuransi dan 1 organisasi pemerintah. Untuk memperoleh data dikumpulkan melalui kuesioner yang disebar ke 13 organisasi tersebut. Kalbers dan Forgaty menggunakan lima variabel profesionalisme, yaitu: (1) Afiliasi masyarakat profesional, (2) Kewajiban sosial, (3) Keyakinan pada regulasi auditor internal sendiri (4) Dedikasi pada profesi, dan (5) Permintaan terhadap otonomi. Kalbers dan Forgaty menghubungkan setiap dimensi profesionalisme dengan konsekuensi kerja. Konsekuensi kerja terdiri atas kepuasan kerja, dorongan untuk beralih kerja, kinerja tugas, dan komitmen organisasional baik komitmen efektif maupun komitmen berkesinambungan. Hasil penelitiannya menunjukkan: (1) pengalaman auditor internal berpengaruh positif terhadap afiliasi kominitas profesional, dan komitmen organisasi berkelanjutan, (2) pengalaman auditor internal berkorelasi negatif dengan dorongan berpindah pekerjaan. Hal ini berarti semakin berpengalaman, maka semakin rendah dorongan berpindah pekerjaan, (3). afiliasi komunikasi profesional berpengaruh positif terhadap kinerja auditor internal berdasarkan penilaian sendiri dan kepuasan kerja serta berkorelasi negatif dengan dorongan beralih posisi didalam perusahaan, (4) permintaan terhadap keotonomian berpengaruh positif terhadap kinerja auditor internal berdasarkan penilaian sendiri. (5) keyakinan terhadap pengaturan sendiri profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor internal berdasarkan penilaian atasan auditor. (6) dedikasi terhadap profesi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan kembali, bahwa profesionalisme auditor internal atau SPI bepengaruh terhadap kinerja auditor internal. Variabel profesionalisme yang dilakukan oleh peneliti berbeda dengan penelitian Kalbers dan Forgaty di atas.
31
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Semakin baik kemampuan profesionalisme SPI, maka secara langsung akan semakin baik laporan hasil pemeriksaan dan secara tidak langsung akan meningkatkan keefektifan pelaksanaan anggaran operasi, dengan demikian hipotesis penelitian ini adalah: 1. Pembentuk Profesionalisme SPI berpengaruh positif terhadap hasil pemeriksaan atau laporan hasil pemeriksaan pada Perum Pegadaian. 2. Pembentuk profesionalisme auditor internal berpengaruh positif terhadap keefektifan pelaksanaan anggaran operasi pada Perum Pegadaian. 3. Laporan hasil pemeriksaan berpengaruh positif terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi pada Perum Pegadaian. 4. Terdapat korelasi secara parsial antara faktor pembentuk profesionalisme SPI dan pelaporan hasil pemeriksaan dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran.
METODE RISET Pengumpulan Data Penelitian dilakukan pada Perum Pegadaian Indonesia. Untuk memperoleh data, penelitian ini menggunakan metode survei. Populasi dalam penelitian ini terdiri 14 Kantor Daerah terdiri dari 645 cabang Perum Pegadaian di Indonesia. Staf SPI yang bertugas untuk seluruh kantor daerah tahun 1999 terdapat 14 orang terdiri pemeriksa madya dan utama. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden terdiri dari 1 Kepala SPI, 14 Staf SPI yang sedang bertugas tahun 1999 pada Kantor Daerah Pegadaian di Indonesia. Data sekunder diperoleh dari Kantor Pusat Perum Pegadaian Jakarta yang terkait laporan keuangan setiap kantor daerah. Survei dilakukan dengan kuesioner yang disusun dalam bentuk summated rating model Likert dengan skala 1 sampai 5. Jumlah pertanyaan yang berkaitan langsung dengan profesionalisme SPI (X1) sebanyak 74 butir, sehingga skor yang dapat diperoleh minimal 2072 (skor terendah), dan maksimal 10360 (skor tertinggi). Laporan hasil pemeriksaan (X 2)
32
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
sebanyak 4 butir, sehingga skor yang dapat diperoleh minimal 112, dan maksimal 560. Keefektifan pelaksanaan anggaran (Y), digunakan klasifikasi lima kategori dengan interval masing-masing dihitung dari rasio pendapatan operasi tertinggi dikurangi rasio terendah, dibagi 5 kategori. Klasifikasi rasio pendapatan operasi terendah dimulai dengan sangat tidak efektif, tidak efektif, cukup efektif, efektif dan sangat efektif, dan klasifikasi rasio biaya operasi terendah dimulai dengan sangat efektif, efektif, cukup efektif, tidak efektif, dan sangat tidak efektif. Jumlah pertanyaan yang berkaitan dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi terdiri dari 2 butir, yaitu yang berkaitan dengan anggaran dan realisasi pendapatan operasi, serta anggaran dan realisasi biaya operasi, sehingga sekor yang diperoleh minimal 28 dan maksimal 140 dari seluruh responden. Pengukuran Variabel Secara operasional indikator dari masingmasing sub variabel X1, X2 dan Y dijabarkan sebagai berikut: - Profesionalisme SPI (X1): a. Kesesuaian sikap dengan standar profesi: diukur dari loyalitas, sikap objektif, kejujuran, kesesuaian dengan peraturan dan ketekunan. b. Pengetahuan serta kecakapan dan disiplin ilumu: diukur dari pendidikan formal dan keahlian dalam teknik akuntansi/prinsip-prinsip akuntansi dan pemeriksaan, kecakapan, dan pemahaman dasar-dasar ilmu pengetahuan. c. Hubungan dan komunikasi antar pribadi: diukur dari hubungan pada tingkat manajemen, tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan, waktu penyampaian informasi, dukungan pimpinan, dan kecermatan dan kebenaran informasi. d. Pendidikan berkelanjutan: diukur dari memperoleh informasi baru, keikut sertaan dalam organisasi profesi, aktif mengikuti berbagai pelatihan atau seminar, partisipasi dalam penelitian ataupun penulisan artikel atau ilmiah. e. Ketelitian melaksanakan tugas secara profesional: diukur dari ketelitian yang tidak memihak, dapat meningkatkan keefektifan dan
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Keefektifan adalah suatu ukuran seberapa baik atau seberapa jauh sasaran (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Keefektifan pelaksanaan anggaran adalah suatu ukuran seberapa baik atau seberapa jauh sasaran pelaksanaan anggaran telah tercapai. Ravianto,(1988:1.30) menyebutkan nilai keefektifan dicerminkan oleh perbandingan nilai keluaran aktual (Output) dengan keluaran yang ditargetkan (Input). Indikator yang digunakan mengukur keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran adalah: a.
b.
Perbandingan antara pendapatan operasi aktual dengan pendapatan yang dianggarkan (dinyatakan dalam rasio) Perbandingan antara rasio biaya operasi aktual dengan rasio biaya operasi yang dianggarkan. Rasio Biaya operasi aktual dihitung dari perbandingan biaya operasional aktual dengan pendapatan operasi aktual. Rasio Biaya operasi dianggarkan dihitung dari biaya operasi dianggarkan dengan pendapatan operasi dianggarkan.
Metode Analisis
X1
X2
PX2X1 Gambar 2: Substruktur 1 Variabel bebas = X1; Variabel tak bebas =X2. Keterangan: rX2X1: Parameter struktural yang menggambarkan besarnya pengaruh antara X1 terhadap X2 O Struktur 2 ρ X2X1
X2 ρY2Y1
X1 ρYX1
ρYe
ε
W
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner, sehingga kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaanpertanyaan merupakan hal yang sangat penting. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam pengujian yaitu test of validity (uji validitas) dan test of reliability (uji keandalan), guna menguji kesungguhan jawaban responden. Setelah data yang diperoleh dapat dianggap cukup memadai dari segi validitas dan reliabilitasnya, maka langkah selanjutnya adalah
O Struktur 1 W
- Keefektifan Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Operasi (Y)
W
- Laporan hasil pemeriksaan (X 2 ), diukur dari objektivitas, berwibawa, keseimbangan, penulisan yang profesional.
menganalisis data. Data dianalisis dengan teknik statistik namun di dalamnya terdapat analisis deskrifrif kualitatif. Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Analisis Jalur (Path Analisis) dan uji asosiasi non parametrik Kendall’s. Path Analisis akan digunakan untuk menghitung pengaruh secara serempak antara X1 terhadap X2 dan Pengaruh antara X2 terhadap Y serta pengaruh X 1 terhadap Y. Non parametrik Kendall’s akan digunakan untuk menghitung korelasi antara faktor-faktor pembentuk profesionalisme dengan pelaporan hasil pemeriksaan dan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran. Analisis jalur memerlukan skala pengukuran interval, maka pengukuran data ordinal perlu ditingkatkan menjadi interval, melalui method of Successive Interval. Berdasarkan hipotesis yang diajukan maka paradigma kerangka konseptual penelitian adalah:
W
efisiensi, terhindar dari konflik, dapat melaksanakan tugas yang berkualitas dan pada waktu yang tepat.
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
Y
Gambar 3: Struktur 2 (Paradigma hubungan struktural antar variabel X1, X2 dan Y)
33
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
Variabel bebas = X1 dan X2, tidak bebas = Y Keterangan: X1 : Kemampuan profesionalisme auditor internal X2 : Laporan hasil pemeriksaan Y : Keefektifan pelaksanaan anggaran operasi ρYX2 : Parameter struktural yang menggambarkan besarnya pengaruh antara X2 terhadap Y ρYX1 : Parameter struktural yang menggambarkan besarnya pengaruh antara X1 terhadap Y ε : Variabel lain yang berpengaruh terhadap keefektifan pelaksanaan anggaran. Hipotesis konseptual pertama diubah dalam hipotesis operasional yang bentuknya: H0 : ρX2X1 ≤ 0 H1 : ρX2X1 > 0 Hipotesis di atas diuji melalui Modifikasi Al Rasyid (Sitepu,1994) yaitu:
N
N
N
NΣ Xi1Xi2 - (Σ Xi1) (Σ Xi2) i=1 i=1 i=1
ρ
N
N
ρ
YXi = N
N
N
N
2 2 2 2 [NΣ Xi – (Σ Xi) ] [NΣ Y – (Σ Y) ] i=1 i=1 i=1 i=1
Keterangan: ρYXi merupakan koefisien korelasi antara Xi dengan Y PYXi merupakan koefisien jalur dari variabel Xi terhadap variabel Y yang dihitung berdasarkan rumus: PYXi = rYXi
Dengan alasan bahwa substruktur ini hanya ada sebuah variabel bebas dan terikat. Dipandang dari sudut regresi substruktur ini tidak lain dari struktur linier sederhana. Sedangkan untuk mencari koefisien jalur variabel lainnya dapat ditentukan melalui: PYe = 1- R2YXi 2 Sedangkan R YX1X2 = SPYXi . ρYXi; i=1, 2, ……., k Pengaruh R2YX1X2 = SPYX1. ρYX1 + PYX2 . ρ YX2. ANALISIS DATA
X2X1 = N
N
N
N
2 2 2 2 [NΣ Xi1 – (Σ Xi1) ] [NΣ Xi2 – (Σ Xi2) ] i=1 i=1 i=1 i=1
Keterangan: ρ X1X2 merupakan koefisien korelasi antara X1 dengan X2 s PX2X1 merupakan koefisien jalur variabel X1 terhadap X2 yang dihitung berdasarkan rumus: PX2X1 = ρX1X2
Dengan alasan substruktur ini hanya sebuah variabel bebas dan hanya sebuah variabel terikat. Dipandang dari sudut regresi substruktur ini tidak lain dari struktur linier sederhana. Hipotesis konseptual yang kedua dan ketiga diubah dalam hipotesis operasional yang bentuknya: Ho : PYXi ≤ 0 untuk i = 1 dan 2 H1 : PYXi > 0 Hipotesis di atas diuji melalui modifikasi Al Rasyid (Stepu,1994) yaitu:
34
N
NΣ XiY - (Σ Xi) (Σ Y) i=1 i=1 i=1
Pengembalian Kuesioner dan Demografi Responden Kuesioner diserahkan kepada responden tahap pertama pada bulan september 1999 dan kedua bulan Oktober 1999, seluruhnya telah dilengkapi dan diterima kembali oleh peneliti. Apabila kuesioner tahap pertama ada sebagian jawaban tidak dilengkapi, maka tahap kedua akan diserahkan kembali untuk dilengkapi sehingga kuesioner dapat diterima sepenuhnya. Total kuesioner yang telah dikirimkan kepada responden adalah 42 buah, dengan rincian 14 kuesioner ditujukan kepada Kepada SPI yang berkaitan dengan penilaian terhadap masing-masing Staf SPI yang bertugas di Kantor Daerah (Kanda) Perum Pegadaian di Indonesia, 14 kuesioner kepada Staf SPI yang bertugas di Kanda Perum pegadaian pada tahun 1998, dan 14 kuesioner untuk Kepala Kanda yang berkaitan dengan keefektifan pelaksanaan anggaran operasi. Berhubunga laporan keuangan tahun 1999 sudah tersedia di Kantor
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Pusat, maka data tersebut langsung diperoleh dari kantor pusat. Dengan demikian unit responden setiap Kantor Daerah adalah 3 orang dan responden keseluruhan adalah 29 orang. Pengujian Kualitas Data Uji Kesahihan (Validity Test) Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang disusun benar-benar mengukur apa yang perlu diukur. Dalam uji validitas ini, dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing skor jawaban butir pertanyaan/ pernyataan dari keseluruhan responden dengan total skor jawaban butir pertanyaan/pernyataan dengan menggunakan teknik korelasi Rank Spearman. Apabila r hitung > 0 berarti pertanyaan/pernyataan tersebut valid dan layak masuk dalam pengolahan data. Apabila r hitung < 0 berarti pertanyaan/pernyataan tersebut tidak valid dan tidak layak masuk dalam pengolahan data. Dari 80 butir pertanyaan yang disusun dalam suatu instrumen, pertanyaan butir 61 terdapat nilai korelasinya rs < 0, yaitu – 0,14381, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertanyaan/pernyataan nomor 61 adalah gugur dan tidak layak masuk dalam pengolahan data selanjutnya. Pertanyaan lainnya berkorelasi positif terhadap skor total dengan signifikasi pada level 0,01 Uji kehandalan (Reliability test) Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Mengingat jumlah pertanyaan/pernyataan dalam instrumen ini cukup banyak lebih dari 50 pertanyaan/pernyataan maka digunakan teknik belah dua. Pada teknik belah dua ini dari seluruh rangkaian pertanyaan/pernyataan yang valid, dibelah menjadi dua belahan, yaitu butir pertanyaan/pernyataan ganjil masuk pada belahan pertama dan butir pertanyaan/ pernyataan genap masuk pada belahan kedua. Skor belahan pertama dikorelasikan dengan skor belahan kedua dengan menggunakan korelasi Rank Spearman(rs). Menghitung angka reliabilitas untuk keseluruhan pertanyaan/ pernyataan tanpa dibelah ialah dengan mengkoreksi angka korelasi yang diperoleh dengan memasukkan ke dalam rumus: r.tot = 2(r.tt) dibagi dengan 1 + r.tt., dimana:
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
r.tot = Angka reliabilitas keseluruhan r.tt = Angka korelasi belah pertama dan kedua Setelah diketahui angka reliabilitas keseluruhan pertanyaan/pernyataan (r.tot), selanjutnya r.tot dibandingkan dengan angka korelasi belah pertama dan kedua (r.tt). Jika angka korelasi reliabilitas keseluruhan pertanyaan/pernyataan (r.tot) lebih besar daripada angka korelasi belah pertama dan kedua (r.tt), maka seluruh rangkaian pertanyaan/pernyataan pada instrumen dinyatakan andal (reliabel). Hasil uji reliabilitas dari kelima variabel kemampuan profesional dan keefektifan pelaksanaan anggaran operasi diuraikan pada tabel 2 berikut: Tabel 2: Uji Reliabilitas metode belah dua- Spearman brown Variabel (butir)
r.tt
r.tot
Keputusan
X1 (01-20) X1 (21-38)
0,71837 0,76854
0,83610 0,86912
Andal Andal
X1 (39-51) X1 (52-64)
0,53318 0,77717
0,69552 0,87461
Andal Andal
X1 (65-74) X2 (75-78)
0,77717 0,720
0,66909 0.837
Andal Andal
Y (79-80)
0,38378
0,55469
Andal
Dengan demikian tabel 2 menunjukkan, bahwa semua variabel X1, variabel X2 dan variabel Y adalah andal, karena r.tot (angka reliabilitas keseluruhan) lebih besar dari r.tt (angka korelasi belah pertama dan kedua). Pembahasan Analisis Terhadap Total Skor Pertanyaan Di dalam penelitian ini ada 3 buah variabel, yaitu: a. Profesionalisme SPI (X1) b. Laporan hasil pemeriksaan (X2) c. Keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran (Y3) Setiap variabel memiliki indikator yang mendukungnya. Dilihat dari skor keseluruhan responden
35
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Pengaruh profesionalisme SPI terhadap laporan hasil pemeriksaan pada Perum Pegadaian. Uji hipotesis pertama, tentang pengaruh variabel profesionalisme SPI (X1) terhadap variabel pelaporan hasil pemeriksaan (X2) dinyatakan dalam gambar 3 koefisien jalur substruktur 1 sebagai berikut:
36
W
X2
Gambar 3: Koefisien Jalur Substruktur 1 Koefisien jalur antara pelaporan hasil pemeriksaan (X2) atas profesionalisme SPI (X1) berdasarkan hasil perhitungan adalah 0,482 (ρ X2X1)= 0,482. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan, bahwa terdapat pengaruh positif antara profesionalisme SPI terhadap laporan hasil pemeriksaan, pengaruh tersebut merupakan pengaruh tidak langsung terhadap keefektifan pelaksanaan anggaran. Pengaruh Profesionalisme SPI dan Pelaporan hasil pemeriksaan terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi pada Perum Pegadaian. Uji hipotesis kedua, tentang pengaruh profesionalisme SPI (X 1) terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran (Y), tampak pada gambar 4 koefisien jalur substruktur 2 sebagai berikut:
X2 W
Analisis Hipotesis Penelitian Berhubung koefisien jalur dalam substruktursubstruktur untuk pengujian hipotesis diperoleh melalui sensus (complete enumeration), maka tidak dilakukan test of signifikan. Untuk memperoleh gambaran tujuan penelitian ini, di bawah ini akan dilakukan pengujian hipotesis yang diajukan.
0,482 X1
0,482
0,817
0,047 WY
W
X1
W
atas pembentuk profesionalisme SPI yang diperoleh menunjukkan 8399 atau 82,18% dari skor maksimal sebesar 10.220. Jika dibandingkan dengan rata-rata skor untuk setiap unit responden SPI Perum Pegadaian adalah 299,57 ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan atas profesionalisme SPI adalah cukup tinggi (dari skor terendah 240 dan skor maksimal 334) Skor Pelaporan hasil pemeriksaan menunjukkan 453 atau 80,89% dari skor maksimal sebesar 560. Jika dibandingkan dengan rata-rata skor untuk setiap responden Kanda Perum Pegadaian adalah 16,18. Ini menunjukkan, bahwa kualitas pelaporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh SPI Perum Pegadaian adalah cukup tinggi (dari skor terendah 12 dan skor tertinggi 20). Skor Keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi diperoleh 113 atau 80,71% dari skor maksimal 140. Jika dibandingkan dengan skor ratarata keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi setiap Kanda Perum Pegadaian adalah 8,07 berarti tingkat keefektifan pelaksanaan anggaran operasi adalah tinggi atau berada pada tahap yang sangat efektif (dari skor terendah 4 dan tertinggi 10). Dengan demikian berdasarkan skor rata-rata, maka tingkat kemampuan profesionalisme SPI terdapat 17 responden staf SPI mencapai sama dan di atas ratarata dan 11 responden staf SPI di bawah rata-rata. Tingkat keefektifan pelaksanaan anggaran operasi yang dicapai masing-masing Kanda Perum Pegadaian menunjukkan 5 Kanda mencapai skor di atas rata-rata, dan 9 Kanda mencapai skor di bawah rata-rata.
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
0,542 ε
Gambar 4: Koefisien Jalur Substruktur 2 Pengaruh profesionalisme SPI terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi, dinyatakan oleh nilai koefisien jalur antara keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi atas profesionalisme SPI (ρYX1) sebesar 0,817. Uji hipotesis ketiga, tentang pengaruh pelaporan hasil pemeriksaan (X2) terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran operasi (Y), tampak pada gambar 4 Koefisien jalur substruktur 2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pengaruh pelaporan hasil pemeriksaan terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran opersi dinyatakan oleh nilai
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
koefisien jalur (ρYX2) sebesar 0,047. Hasil perhitungan koefisien determinasi multiplenya adalah R2YX1X2 = 0,706. Pengaruh variabel-variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini adalah 0,542, yang didapat dari ρYε = Ö 1- 0,706. Dari gambar struktur hubungan kausal antara variabel-variabel dengan nilai struktur di atas, maka dapat ditentukan pengaruh dari suatu variabel ke variabel lainnya, baik langsung atau tak langsung. Untuk variabel Profesionalisme SPI (X1) adalah:
Tabel 3 Parameter Struktural Antar Variabel
W
W
X1
Y
= rYX1. rYX1 = 0,817 x 0,817 = 0,66749
W
Y
X1 X2
W
2). Pengaruh tidak langsung Y
= PYX1. PX2X1. PYX2 = 0,817 x 0,482 x 0,047 = 0,03149
3). Jumlah pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari X1 terhadap Y sebesar 0,69898 Untuk variabel Pelaporan hasil pemeriksaan (X2) adalah:
Tingkat Pengaruh
X1 terhadap X2
0,482
0,482
23,23%
X1 terhadap Y
-
0,817
66,75%
X1 melalui X2 terhadap Y
-
-
3,15%
Total X1 terhadap Y
-
-
69,90%
X2 terhadap Y
-
0,047
0,22%
X2 melalui X1 terhadap Y
-
-
3,15%
Total X2 terhadap Y
-
-
3,37%
X1, X2 bersama-sama terhadap Y
-
0,706
70,60%
e (faktor lain) terhadap Y
-
0,542
29,40%
1). Pengaruh langsung Y
Koefisien Koefisien Korelasi Jalur
Analisis korelasi secara parsial antara profesionalisme SPI dan laporan hasil pemeriksaan dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran. Uji Hipotesis keempat, tentang korelasi secara parsial antara pembentuk profesionalisme auditor internal dan pelaporan hasil pemeriksaan dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis yang ditunjukkan dalam tabel 3. Tabel 3: Nilai rs , Taksiran Koefisien Korelasi oleh Guillford dan taksiran hubungan
W
Y
X2
W
1). Pengaruh langsung Y = rYX2. rYX2 = 0,047 x 0,047 = 0,002209
2). Pengaruh tidak langsung sama dengan variabel X1, yaitu sebesar 0,03149 3). Jumlah pengaruh langsung dan tidak langsung dari X2 terhadap Y adalah 0,03370.
Korelasi X
Dengan Nilai tau (Y)
Taksiran hubungan dengan Y
X1-1 X1-2 X1-3 X1-4 X1-5 X2
0,7946 0,8104 0,7908 0,4500 0,7283 0,3999
Cukup tinggi Tinggi Cukup tinggi Sedang Cukup tinggi Rendah
Sumber: Data Primer,1999 Secara keseluruhan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 3.
Pada tabel 3 ditunjukkan bahwa nilai korelasi (tau) dari masing-masing variabel X1-1 – X1-5 dan X2 dengan Y lebih besar dari 0. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial terdapat korelasi positif antara kesesuaian sikap SPI dengan Kode Etik, pengetahuan
37
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
serta kecakapan dan disiplin ilmu, hubungan antara pribadi dan keahlian berkomunikasi, ketelitian melaksanakan tugas dan pelaporan hasil pemeriksaan dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran Perum Pegadaian.
KESIMPULAN Sesuai analisis yang dilakukan guna menjawab hipotesis penelitian ini, maka disimpulkan sebagai berikut: a. Profesionalisme SPI berpengaruh positif secara serempak terhadap pelaporan hasil pemeriksaan sebesar 23,23% b. Profesionalisme SPI berpengaruh positif secara serempak terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran cukup besar yaitu 66,75%. Baik dilihat dari pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung menunjukkan sebesar 69,90%. Jika dibandingkan pengaruh variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini relatif lebih kecil, yaitu 29,40%. c. Pelaporan hasil pemeriksaan berpengaruh relatif lebih kecil terhadap keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran sebesar 0,22%, baik dilihat dari pengaruh tidak langsung hanya sebesar 3,15%, maupun dari total pengaruhnya hanya 3,37%. d. Secara parsial menggunakan uji asosiasi non parametrik Kendall’s Tau menunjukkan, bahwa kesesuaian sikap SPI dengan Kode Etik, pengetahuan serta kecakapan dan disiplin ilmu, hubungan antar pribadi dan keahlian berkomunikasi, dan ketelitian melaksanakan tugas dan pelaporan hasil pemeriksaan berkorelasi positif dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran. Pendidikan berkelanjutan dan pelaporan hasil pemeriksaan terdapat korelasi yang sangat rendah dengan keefektifan pengendalian pelaksanaan anggaran. e. Hasil penelitian ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa profesionalisme SPI perlu ditingkatkan secara bertahap melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan sesuai kebutuhan, sehingga dapat menigkatkan pembentuk profesionalisme SPI sesuai standar profesi.
38
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
Asumsi hasil penelitian ini berhasil dikonfirmasi karena pengaruh profesionalisme terhadap pelaporan hasil pemeriksaan agak rendah.. Pelaporan hasil pemeriksaan intern akan berguna bagi manajemen apabila disusun dengan baik oleh SPI yang memiliki profesionalime yang tinggi. Dilain pihak faktor lain perlu diperhatikan seperti penempatan pegawai yang sesuai dengan keahlian.
KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Hasil penelitian ini perlu mempertimbangkan aspek lain yang mungkin mempengaruhi penilaian profesionalisme auditor internal. Dalam penelitian ini, profesionalisme SPI hanya dinilai oleh atasan langsung, yaitu Kepala SPI. Untuk menghindari penilaian sepihak, maka selain penilai Kepala SPI perlu juga dinilai oleh objek yang diperiksa (auditee) dalam hal ini oleh Kepala Kanda Pegadaian, karena kepala Kanda Perum Pegadaian dapat melihat secara langsung bagaimana pemeriksaan dilakukan oleh Staf SPI kantor pusat yang bertugas pada Kanda Perum Pegadaian. Dengan demikian Kepala Kanda Perum Pegadaian layak untuk menilai kemampuan profesional Staf SPI yang sedang bertugas di Kanda Perum Pegadaian. Faktor lain secara tidak langsung berhubungan dengan keefektifan pelaksanaan anggaran operasi antara lain, ditinjau dari fungsi SPI Perum Pegadaian, diantaranya tindak lanjut dari temuan hasil audit intern, seperti adanya perbaikan yang lebih dini serta ganti rugi bagi yang menyalahgunakan anggaran dan tindakan hukuman disiplin bagi yang tidak mentaati aturan yang ditetapkan dalam anggaran. Faktor dukungan pimpinan puncak terhadap independensi SPI sangat diperlukan untuk memberikan kewenangan memeriksa hal apapun dan pada saat apapun serta dapat menyatakan sesuatu seperti apa adanya, sehingga pengawas internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka dari berbagai pihak. Faktor pengawasan melekat sangat berperan untuk memberikan pengawasan setiap saat terhadap bawahannya, sehingga terhindar dari penyimpangan pelaksanaan anggaran yang sudah ditetapkan. Faktor lain yang secara langsung berhubungan
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
dengan keefektifan pelaksanaan anggaran adalah faktor motivasi para pelaksana anggaran (antara lain, tingkat kesulitan pencapaian anggaran, partisipasi manajemen puncak, kewajaran/keadilan, dan
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
keberadaan laporan). Faktor ini merupakan faktor penentu untuk menentukan keefektifan pelaksanaan anggaran. Oleh karena itu penelitian ini membuka peluang bagi peneliti selanjutnya.
39
Jam STIE YKPN - Hiras Pasaribu
DAFTAR REFERENSI Anthony, Robert and Vijay Govindarajan , 1998. Management Control System. Ninth Edition, Homewood Illionis: Richard D. Irwin,Inc. Ancok, Djamaluddin. 1995. Metode Penelitian Survey. Editor Masri Singarimbundan Sofyan. Jakarta:LP3S. Arens, Alvin A., and James K. Loebbecke. 1997. Auditing. Seventh Edition, New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Arikunto, Suharsimi.1990. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. ________1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Atkinson, Anthony A., Rajiv D. Banker, Robert S. Kaplan, and S. Mark Young. 1997. Management Accounting. Second Edition, London: Prentice Hall International, Inc. Azwar, Saiffuddin. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi ketiga, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Brink Victor Z. and Herbert Witt. 1982. Modern Internal Auditing, Appraising Operational and Controls. Fourth Edition, New York: John Wiley and Sons.
40
Pengaruh Profesionalisme Satuan Pengawasan .......
Wesley Publishing Company. Harahap, Sofyan Syafri. 1996. Budgeting (Penganggaran, Perencanaan Lengkap). Edisi Pertama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Horngren, Charles T., Garry L. Sundem and William O. Strattion. 1996. Introduction To Management Accounting. Tenth Edition, New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Profesional Akuntan Publik. Yogyakarta: STIE-YKPN. Mulyono Djokosantoso (1997). “Peranan Internal Auditor adalah Penting, dan Kerjasama yang Harmonis antara Direksi dan Audit Kommitee dalam Pengawasan Perusahaan”. Media Internal Audit, Media Komunikasi dan Informasi Internal Auditor. No. 3:13-15. Ratliff, L. Richard, Wanda A. Wallance, James K. Loebbecke and W.G. McFarland. 1988. Internal Auditing, Principles and Techniques. First Edition, Florida: The Institute Of Internal Auditors. Ravianto Putra, J. 1988. Dasar-Dasar Produktivitas. Jakarta: Karunia Jakarta. Robbin, Stephen P.1996. Perilaku Organisasi., (Alih bahasa Pujaatmaka, Hadyana), Jakarta: Prenhallindo.
Christiawan (1994). “Profesionalisme Dalam Era Industrialisasi”, Majalah Manajemen & Usahawan Indonesia. No. 03TH. XXIII : 44.
Sawyer, Lawrence B. 1996. Pemeriksaan Intern (Disadur oleh PPA-STAN). Jakarta: STAN.
Courtemanche, Gil.1997. The New Internal Auditing, (Saduran Hiro Tugiman), Yogyakarta: Kanisius
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Terjemahan Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang). Jakarta: Gramedia.
Cushing, Barry E. and Marchal B. Romney. 1994. Accounting Information System. Sixth Edition, New York: Addison &
Tugiman, Hiro. 1997. Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius.
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL: KEBUTUHAN AKAN STANDAR LAPORAN KEUANGAN DAN JASA JAMINAN LINGKUNGAN Inge Gunawan 1)
ABSTRACT Many companies are becoming more responsive to investors’ concerns about the environment by voluntarily compiling and issuing periodic environmental reports that are essentially independent of the annual financial reports. Until now, the environmental reports are still a disclosure, without verification that assures its credibitily. The need for external verification of environmental reports may create the primary challenges: the absence of environmental reporting standards, the absence of standards for verification of environmental reports, and the very scant of public accountants that are empowered to have kualification to offer a needed assurance service and verification.
PENDAHULUAN Sejak pertengahan tahun 1970-an banyak perusahaan industri yang berjuang dengan konsep pelaporan keuangan berkaitan dengan lingkungan. Beberapa perusahaan berusaha untuk peduli terhadap laporan keuangan berkaitan dengan biaya lingkungan, sementara beberapa lainnya bersikap pasif, bahkan dapat dikatakan cenderung untuk menghindari biaya lingkungan tersebut. Dewasa ini, tuntutan akan tanggung jawab lingkungan semakin berkembang. Hampir semua perusahaan industri wajib membayar biaya lingkungan tersebut jika tidak mau dikenai klaim berkaitan dengan 1)
limbah yang dikeluarkannya. Yang menjadi masalah adalah sampai saat ini belum ada standar laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan. Akibatnya, perusahaan tidak tahu bagaimana cara melaporkannya atau bagaimana perlakuan akuntansi biaya lingkungan tersebut. Selain itu, laporan keuangan yang ada menjadi berbeda-beda sehingga tidak dapat diperbandingkan satu sama lain. Tujuan tulisan ini untuk melihat praktik dan aturan akuntansi berkaitan dengan lingkungan yang telah ada, sekaligus melihat adanya kebutuhan akan standar laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan dan suatu jasa jaminan (asuransi) lingkungan yang melakukan verifikasi terhadap laporan keuangan lingkungan tersebut. Di samping itu, tujuan tulisan ini adalah untuk melihat cost and benefit bagi perusahaan atau industri yang membuat laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan. Beberapa perusahaan menjadi lebih respon terhadap pihak luar (eksternal) khususnya investor mengenai lingkungan. Di samping itu berbagai pihak, baik intern maupun ekstern membuat keputusan berdasarkan laporan keuangan. Tetapi sampai saat ini standar laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan belum ada, sehingga kredibilitas laporan keuangan tersebut dipertanyakan. Sementara laporan-laporan yang dibuat berkaitan dengan lingkungan masih berupa disclosure tanpa penilaian yang menjamin kredibilitasnya. Laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan tidak memiliki kredibilitas jika tidak diverifikasi secara independen oleh pihak ketiga.
Inge Gunawan, SE., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta
41
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
Meningkatnya tuntutan terhadap laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan, telah memberikan tempat bagi kantor akuntan publik untuk mengembangkan keahlian dalam hal memberikan penilaian dan verifikasi terhadap laporan keuangan lingkungan. Praktik dan Aturan Akuntansi Berkaitan dengan Lingkungan yang Telah Ada Banyaknya pertanyaan dan ketidakpastian mengenai biaya lingkungan telah menantang para akuntan dan badan-badan pembentuk standar. Namun demikian, sampai saat ini, masih sedikit sekali literatur petunjuk yang diotorisasi untuk mengatur akuntansi berkaitan dengan biaya lingkungan tersebut. Pada tahun 1975, FASB menerbitkan Statement on Financial Accounting Standards (SFAS) No.5 mengenai “accounting for contingencies”, yang mencoba membantu para akuntan mengetahui biayabiaya masa mendatang yang berpotensi, seperti perbaikan lingkungan (Schmidt Richard J, Dr., 1997). Rugi kontijensi harus dilaporkan dalam laporan keuangan jika di dalamnya mengandung peristiwa masa datang yang mengakibatkan utang dan jumlah rugi tersebut dapat diperkirakan. Walaupun SFAS No.5 merupakan statement yang berhubungan dengan risiko-risiko lingkungan, tetapi statement ini tidak khusus berbicara mengenai laporan keuangan lingkungan. Ada dua alasan yang membuat SFAS No.5 tidak memadai untuk dijadikan standar akuntansi berkaitan dengan lingkungan (diadopsi dari Johnson L. Todd, 1993). Alasan pertama, statement ini tidak jelas/samarsamar dalam memberikan petunjuk mengenai akuntansi lingkungan dan juga sangat terbuka untuk interpretasi yang subyektif. Alasan kedua adalah utang akibat biaya lingkungan tidak terjadi setelah adanya suatu kecelakaan/musibah, yang mengakibatkan terjadinya pendekatan reaktif lebih daripada pendekatan proaktif. Pada tahun 1976, sebuah interpretasi FASB “Reasonable Estimation of the Amount of a Loss”, menunjukkan bahwa salah satu kalimat dalam SFAS No.5 yang berbunyi “jumlah rugi harus memiliki alasan untuk diperkirakan” tidak menyediakan dasar kebenaran untuk menunda pencatatan biaya perbaikan
42
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
lingkungan yang diperkirakan (diadopsi dari Schmidt Richard J, Dr., 1997). Ketertarikan secara nasional dalam hal pembersihan limbah telah meningkatkan tekanan untuk adanya pemecahan/solusi secara hukum. Sebagai respon Pemerintah, dikeluarkan Resource Conservation and Recovery Act of 1976. Tetapi masih banyak perusahaan yang tidak mencantumkan disclosure untuk akuntansi pertanggungjawaban sosial. Oleh karena itu, dikeluarkanlah hukum federal yang kedua yaitu Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act of 1980 (CERCLA), yang menyediakan $1,6 milyar dana untuk menutup biayabiaya berkaitan dengan limbah, yang kemudian dikenal dengan istilah “superfund” (diadopsi dari Wood Dorothy, 1998). Langkah berikutnya adalah membentuk agen evaluasi federal yang bertanggung jawab yaitu Environmental Protection Agency (EPA) yang membuat prosedur berbadan hukum untuk pelaporan praktikpraktik pembuangan limbah perusahaan yang kemudian dijadikan analisis lingkungan. Pada awal tahun 1981, EPA telah mengidentifikasi lebih dari 30.000 tempat untuk diinvestigasi (Schmidt Richard J, Dr., 1997). Proses yang dilakukan EPA termasuk penilaian risiko dari kuantitas dan identitas substansi limbah di setiap tempat. Perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai tinggi akan dimasukkan ke dalam National Priorities List (NPL) untuk tindakan perbaikan terhadap lingkungan. NPL membuat perusahaan sulit untuk lari dari kewajibannya terhadap biaya lingkungan, tetapi sayangnya tidak ada pinalti/ hukuman untuk perusahaan-perusahaan yang tidak mencantumkan disclosure informasi lingkungan dalam laporan keuangannya. Tetap belum terbentuk standar, bahkan terjadi kebebasan dalam pelaporan disclosure. Pada tahun 1993, Financial Accounting Standard Board (FASB) melalui Emerging Issues Task Force (EITF) menerbitkan Accounting for Environmental Liabilities. EITF mencapai konsensus bahwa biaya-biaya utang perbaikan lingkungan seharusnya berdasar pada suatu rencana khusus yang sudah dipersiapkan untuk perbaikan akibat kontaminasi (diadopsi dari Johnson L. Todd, 1993). Hampir bersamaan dengan EITF, pada tahun 1994, The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) melalui Statement of Position, mengeluarkan Disclosure of Certain Significant Risk and Uncertainty, yang
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
berisi (1) perkiraan/estimasi akan berubah pada masa yang akan datang, dan (2) pengaruh perubahan akan sangat material untuk laporan keuangan (Schmidt Richard J, Dr., 1997). Tetapi secara keseluruhan, pelaporan keuangan hasil aturan atau discosure ini tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan dan arah yang jelas bagi akuntan untuk membuat laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan. Bagaimanapun usaha-usaha untuk membuat standar pelaporan keuangan berkaitan dengan lingkungan yang akan memaksa perusahaan bertanggung jawab atas lingkungannya, harus terus dilakukan akibat makin banyaknya limbah dan pencemaran lingkungan. Pada bulan Juni 1993, the Securities and Exchange Commission (SEC) menerbitkan Staff Accounting Bulletin 92 (SAB 92) yang menegaskan kebutuhan adanya disclosure yang lebih matang dan berkembang untuk laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan (diadopsi dari Chadick Bill, Rouse Robert W., dan Surma John, 1993). Tetapi satu tahun kemudian ditemukan bahwa lebih dari sepertiga perusahaan publik di US tidak melaporkan utang berkaitan dengan lingkungan pada laporan tahunan mereka. Akibat kepedulian SEC tersebut, AICPA menerbitkan Statement of Position 96-1 pada bulan Oktober 1996. Statement ini berusaha menyediakan klarifikasi bagi akuntan publik dan klien mereka suatu disclosure mengenai utang perbaikan lingkungan yang memadai. Pada bulan Februari 1997, AICPA kembali mengklarifikasi situasi dengan menerbitkan Statement of Position on Environmental Remediation Liabilities. Statement ini tidak menyediakan petunjuk untuk kontrol polusi yang sedang terjadi atau restorasi limbah di masa mendatang, tetapi fokusnya pada perbaikan sebelum terlambat (diadopsi dari Beets S. Douglas dan Souther Christopher C., 1999). Statement ini hanya beredar di US. Tekanan untuk membuat disclosure yang lebih baik, datang dari EPA pada tahun 1998. Pada awal tahun 1998, EPA mulai memberikan syarat tambahan berkaitan dengan biaya lingkungan, berupa disclosure melalui internet bagi lima industri besar yaitu industri minyak, baja, besi, otomobil, dan kertas (Beets S. Douglas dan Souther Christopher C., 1999). Sebenarnya mulai tahun 1990-an, EPA mulai memberi pinalti bagi perusahaan yang berusaha menghindari biaya lingkungan. Tetapi pada tahun 1996, EPA
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
memutuskan untuk mengurangi bahkan berusaha menghilangkan pinalti bagi tanggung jawab perusahaan untuk membentuk audit internal secara periodik, mengkoreksi masalah yang ditemukan, dan melaporkan secara sukarela informasi mengenai biaya lingkungan. Di Indonesia, laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan belum diatur dengan jelas dan tegas. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang mengatur laporan keuangan di Indonesia melalui PSAK No.8 berusaha mengatur laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan tersebut. PSAK No.8 berbicara mengenai Kontinjensi dan Peristiwa Setelah Tanggal Neraca. Dalam PSAK No.8 dikatakan bahwa “Kontinjensi merupakan suatu kondisi atau situasi, dengan hasil akhir berupa keuntungan atau kerugian, yang baru dapat dikonfirmasikan setelah terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang tidak pasti terjadi di masa depan”. Walaupun utang biaya lingkungan dapat dikategorikan dalam kontinjensi, tetapi PSAK No.8 tidak mengatur laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan tersebut secara spesifik. Kebutuhan akan Suatu Standar dan Verifikasi Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kreuze pada tahun 1996, dikatakan bahwa jumlah investasi lebih didasarkan pada kriteria etika, lingkungan, dan politik. Banyak investor dan pemegang saham membuat keputusan berdasarkan informasi laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan yang diterbitkan oleh perusahaan. Konsekuensinya, publikasi laporan keuangan harus komprehensif, akurat, dan reliabel. Untuk itu, laporan tersebut harus dijamin oleh verifikasi profesional eksternal. Sektor industri yang berkembang, percaya bahwa fungsi jaminan verifikasi laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan didukung dan diselesaikan oleh profesi akuntan publik. Kebutuhan akan verifikasi secara eksternal didukung oleh beberapa tuntutan utama. Pertama, ketika standar pelaporan berkaitan dengan lingkungan dirasakan penting, verifikasi eksternal akan memaksa perubahan pelaporan berkaitan dengan lingkungan tersebut sesuai kriteria yang ditetapkan. Kedua, verifikasi eksternal laporan-laporan berkaitan dengan
43
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
lingkungan secara periodik akan menjadi jaminan dan kredibilitas tambahan bagi laporan keuangan tahunan perusahaan, dengan pertimbangan, masalah lingkungan tersebut cukup significant (berarti). Ketiga, ancaman kesalahpahaman pengambilan keputusan oleh pemegang saham dan pemerintah yang dapat mengakibatkan proses pengadilan, dapat dikurangi bahkan dihilangkan dengan adanya verifikasi dari pihak ketiga yang independen. Masalah serius dapat disebabkan oleh isu-isu lingkungan, dari masalah perusahaan terkena pinalti sampai perusahaan tersebut bangkrut. Verifikasi eksternal dapat menjaga perusahaan dari pembuatan disclosure yang tidak memadai atau tidak akurat dan sekaligus menjamin terbentuknya disclosure yang reliabel. Keempat, tanpa kredibilitas yang direkomendasi melalui verifikasi eksternal yang kompeten, banyak investor hanya mempertimbangkan publikasi laporan berkaitan dengan lingkungan yang dikatakan “bersih”. Beberapa ahli lingkungan mengatakan bahwa publikasi laporan secara cerdik telah mengemas kembali data lingkungan yang telah tersedia dan mengambil kemungkinan terbaik untuk dimasukkan dalam publikasi laporan berkaitan dengan lingkungan tersebut. Beberapa studi mengenai preferensi dan tingkah laku investor, mengatakan bahwa makin banyak investor yang peduli dengan masalah lingkungan dan memutuskan investasinya dengan melihat catatan mengenai lingkungan yang baik. Ketika kebutuhan akan verifikasi eksternal laporan-laporan berkaitan dengan lingkungan muncul, tantangan-tantangan utama juga muncul yaitu belum adanya standar berkaitan dengan laporan keuangan lingkungan, belum adanya standar berkaitan dengan verifikasi laporan-laporan lingkungan, dan sangat jarangnya akuntan publik yang memiliki kualifikasi untuk melakukan jasa penilaian dan verifikasi tersebut. Pada tahun 1996, the Global Environmental Management Initiative (GEMI), suatu organisasi bisnis yang proaktif terhadap lingkungan, menerbitkan hasil studi mengenai laporan-laporan lingkungan (diadopsi dari Beets S. Douglas dan Souther Christopher C., 1999). Studi tersebut termasuk wawancara dengan ahli lingkungan, investor, media, pembuat aturan, dan perusahaan-perusahaan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pihak ketiga dalam laporan lingkungan, dalam hal ini akuntan publik, masih memiliki nilai yang
44
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
kecil karena tidak adanya petunjuk dan standar berkaitan dengan laporan dan verifikasinya. Selanjutnya hasil wawancara tersebut menyarankan bahwa standar yang dibutuhkan seharusnya meliputi lingkup, keterbatasan, dan isi dari verifikasi dan laporan pihak ketiga menuju pola pengesahan akuntansi yang berterima umum. Profesi akuntansi di US harus belajar mengenai tantangan-tantangan utama yang dihadapi dari praktik verifikasi lingkungan di Eropa. Pada tahun 1993, the European Council dari Uni Eropa mengadopsi the EcoManagement and Audit Scheme (EMAS), suatu rencara aturan yang ditujukan untuk promosi perubahan dalam perfomance lingkungan industri (diadopsi dari Beets S. Douglas dan Souther Christopher C., 1999). Dengan adanya standar khusus dan verifikasi eksternal, laporan-laporan berkaitan dengan lingkungan yang dipersiapkan di bawah EMAS lebih berguna dan lebih reliabel dari pada yang terjadi di US. Walaupun EMAS hanya memiliki pengaruh dalam waktu relatif singkat, tetapi terbukti bahwa EMAS tersebut sukses dan diterima oleh komunitas bisnis di Eropa. Ketika verifikasi eksternal dari program dan laporan lingkungan tidak dilakukan di US, beberapa perusahaan secara sukarela menjalani pengujian berkaitan dengan lingkungan yang dilakukan oleh pihak eksternal. Tetapi sedikit sekali perusahaan yang melampirkan hasil laporan berkaitan dengan lingkungan tersebut. Salah satu alasan utama tidak dibuatnya disclosure oleh perusahaan-perusahaan tersebut adalah tidak adanya standar pelaporan berkaitan dengan lingkungan. Tetapi beberapa perusahaan, bagaimanapun, percaya bahwa dengan menerbitkan laporan berkaitan dengan lingkungan yang diverifikasi akan membangun kepercayaan publik. Untuk menghadapi tantangan dalam mengembangkan standar pelaporan dan verifikasi berkaitan dengan lingkungan, beberapa langkah telah diambil oleh organisasi-organisasi yang beragam jenisnya. Selain GEMI yang telah disebutkan di atas, beberapa organisasi lain seperti, International Standards Organization (ISO), the Coalition for Environmentally Responsible Economics, dan the Council on Economics Priorities telah mengembangkan standar dan prinsip yang berguna, walaupun partisipasi dalam hal ini masih bersifat sukarela, dan sebagai konsekuen-sinya, belum
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
ada dampak dalam bentuk peraturan. Salah satu dari standar berkaitan dengan lingkungan secara sukarela yang lebih ekstensif adalah ISO 14000, yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1996 oleh ISO. Standar ini memampukan perusahaan untuk membuat design, mengimplementasikan, dan memonitor sistem manajemen lingkungan. Standar ISO 14000 juga menyediakan cara yang obyektif untuk memverifikasi laporan performance lingkungan perusahaan. Pentingnya Standar Pelaporan Lingkungan Standar pelaporan lingkungan yang diakui dan diterapkan secara luas akan memampukan perusahaan untuk mendefinisikan tanggung jawab mereka sekaligus memampukan mereka untuk menyampaikan laporan yang bermanfaat yang dibutuhkan, di lain pihak juga membantu manajemen perusahaan mempertimbangkan masalah lingkungan dalam operasi mereka. Beberapa kriteria berdasarkan laporan juga memampukan manajemen perusahaan untuk membandingkan usaha-usaha mereka dalam menghadapi masalah lingkungan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh pesaing mereka. Tetapi sampai saat ini, perusahaan yang proaktif terhadap lingkungan masih memiliki perbedaan yang kecil (tidak menonjol) dibanding perusahaan lain yang tidak proaktif terhadap lingkungan karena tidak adanya standar pelaporan lingkungan. Standar pelaporan lingkungan juga menguntungkan investor dan pemegang saham lain dengan cara membuat laporan tersebut lebih konsisten dan dapat diperbandingkan. Karena adanya perbedaan yang ekstrim dan laporan lingkungan periodik yang telah ada tidak dapat diperbandingkan, investor mengalami kesulitan dalam menggunakan laporan tersebut untuk menentukan perusahaan mana yang lebih berorientasi pada lingkungan. Akibat tidak adanya standar, laporan perusahaan berkaitan dengan lingkungan dapat berupa disclosure, tetapi sampai saat ini perusahaan masih bebas memilih informasi dan format laporan tersebut.
Pentingnya Standar Verifikasi Lingkungan dan Keahlian Akuntan Publik
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
Akibat belum terbentuknya standar laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan, perusahaan dan industri membuat dan menyajikan disclosure, yang sampai saat ini masih bebas baik isi maupun formatnya. Oleh karena itu, diperlukan verifikasi terhadap disclosure berkaitan dengan lingkungan tersebut dari pihak ketiga yang independen. Profesi akuntansi harus mempelajari dan mempertimbangkan isu-isu yang berhubungan dengan lingkungan untuk mengembangkan guidelines (petunjuk) verifikasi lingkungan ekternal. Utang biaya lingkungan harus dicantumkan baik dalam laporan keuangan perusahaan maupun dalam laporan khusus lingkungan. Pihak ketiga yang melakukan verifikasi harus memberikan penilaian terhadap disclosure yang dibuat oleh kliennya mengenai utang kontinjensi lingkungan dan risiko-risiko yang terkait di dalamnya. Tantangan utama lain untuk melakukan verifikasi terhadap laporan lingkungan adalah sangat jarangnya ahli verifikasi lingkungan dalam profesi akuntan publik. Para akuntan publik mungkin tertarik dalam mengembangkan jasa penjaminan atau pengesahan berkaitan dengan laporan-laporan lingkungan perusahaan, tetapi kualifikasi untuk penyediaan jasa tersebut harus dipertanyakan. Pada tahun 1997, dua organisasi yang berusaha menanggapi tantangan ini yaitu Environmental Auditing Roundtable dan the Institute of Internal Auditor (IIA) membentuk the Board of Environmental Auditor Certifications (BEAC), sebuah organisasi independen, non laba, yang menyediakan sertifikasi auditor lingkungan. Akuntan publik yang ingin mendapat BEAC 14000 plus sertifikasi harus berhasil menyelesaikan ujian dan memiliki pendidikan yang memadai, serta memiliki pengalaman melakukan audit lingkungan. Area Baru Bagi Akuntan Publik Peran akuntan publik dalam masyarakat dewasa ini berkembang dengan cepat dengan munculnya jasa jaminan yang semakin memperluas profesi akuntan ke dalam dimensi jasa klien yang belum pernah ditawarkan sebelumnya. Kredibilitas informasi lingkungan perusahaan sangat penting, karena mampu mempengaruhi keputusan investasi, di samping itu orang-orang yang berkecimpung dalam bidang
45
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
akuntansi, bisnis, dan komunitas lingkungan percaya bahwa akuntan publik seharusnya memiliki peran dalam mengesahkan disclosure berkaitan dengan lingkungan. Dengan menyediakan jasa jaminan terhadap laporan lingkungan, akuntan publik telah membantu investor dalam mengambil keputusan dan sekaligus mengembangkan jasa baru yang berpotensi bagi klien. Akibat pengalaman menggunakan jasa akuntan publik di masa lalu, maka banyak perusahaan yang bersikap skeptis terhadap kompetensi akuntan publik dalam menyediakan jasa jaminan yang memenuhi pengetahuan dan keahlian dalam menilai disclosure perusahaan berkaitan dengan lingkungan. Pertanyaan serupa juga muncul berkaitan dengan kompetensi Certified Public Accountants (CPA). Oleh karena itu, dalam rangka menyusun kembali jasa jaminan yang ditawarkan oleh akuntan publik dan usaha-usaha untuk mencapai kompetensi dalam penyediaan jasa tersebut, AICPA mengembangkan program serupa dengan BEAC 14000 (diadopsi dari Johnson L. Todd, 1993). Perusahaan akuntansi (akuntan publik) yang tertarik memasuki pasar verifikasi lingkungan harus mengembangkan hubungan kerjasama dengan perusahaan konsultan lingkungan. Tergantung pada tersedianya keahlian dan pengalaman verifikasi mengenai lingkungan, perusahaan akuntansi yang menyediakan jasa jaminan lingkungan perusahaan bisa sama atau bisa juga tidak sama dengan perusahaan yang melakukan audit terhadap laporan keuangan klien. Tetapi bagaimanapun, perusahaan yang mengontrak satu perusahaan akuntansi yang menyediakan jasa jaminan baik untuk laporan lingkungan maupun untuk laporan keuangan perusahaan akan mengurangi biaya jasa, sekaligus memperluas hubungan antara perusahaan akuntansi tersebut dengan kliennya. Telah dikatakan sebelumnya, isu-isu yang terus berkembang mengenai verifikasi laporan lingkungan adalah definisi kriteria atau standar yang dapat diterapkan. Walaupun kemudian beberapa kriteria telah dikembangkan, nilai pengesahan laporan (disclosure) masih terus dipertanyakan. Akibat lemahnya kriteria berterima umum dari laporan lingkungan perusahaan, telah menempatkan akuntan publik pada kondisi yang tidak menguntungkan di antara perusahaan konsultan yang tidak mau diikat dengan
46
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
standar manapun. Tekanan pembuatan laporan lingkungan bagi perusahaan atau industri harus diikuti dengan pembentukan standar yang berterima umum dan kualifikasi akuntan publik yang melakukan verifikasi terhadap laporan lingkungan tersebut. Cost and Benefit Pembuatan Laporan Lingkungan Cost and benefit pembuatan laporan lingkungan melahirkan apa yang dinamakan hak dan kewajiban. Perusahaan, misalnya, berhak memakai sumber daya masyarakat, dan sebaliknya, memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan semua akibat yang timbul. Pembicaraan mengenai adanya hubungan di atas diwarnai adanya perdebatan antara Ramanathan dan Tipgos. Ramanathan menggunakan istilah perjanjian sosial, sedangkan Tipgos menyebutnya proses sosial. Perjanjian sosial, menurut Ramanathan terjadi antara masyarakat dan perusahaan. Perjanjian ini secara tidak langsung mengakui bahwa kedudukan antara masyarakat dan perusahaan sama tingginya. Masyarakat memiliki kewajiban memberikan dukungan kepada perusahaan untuk berdiri dan beroperasi. Sebaliknya perusahaan mempunyai kewajiban untuk menghasilkan sesuatu yang memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan politik bagi masyarakat. Di lain pihak, Tipgos beranggapan bahwa kedudukan perusahaan dan masyarakat tidak sama tinggi. Masyarakat memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perusahaan. Tipgos berpendapat, perusahaan tidak diciptakan melalui perjanjian sosial, melainkan melalui proses sosial. Masyarakat dapat menuntut perusahaan untuk berperan aktif membantu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, meskipun peran itu bukan tujuan yang ingin dicapai perusahaan tersebut. Walaupun pandangan Ramanathan dan Tipgos ini berbeda, namun dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perusahaan tetap harus mempertanggungjawabkan semua sumber daya yang diperolehnya atau yang dipercayakan kepadanya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun politik (Usmansyah, 1989). Ada beberapa faktor yang menekan perusahaan atau industri untuk membuat laporan berkaitan dengan lingkungan. Pertama, faktor sosial, perusahaan ada karena diakui keberadaannya oleh masyarakat.
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
Pengakuan itu bisa berupa kepercayaan masyarakat untuk membeli produk perusahaan atau untuk menanamkan modal dalam operasi perusahaan. Kesemuanya itu tidak dapat diperoleh secara gratis dari masyarakat. Sebagai imbalannya, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk melaporkan apa saja yang telah diperbuatnya atas kepercayaan tersebut. Masyarakat mengharapkan sesuatu yang lebih dari perusahaan. Memang tidak ada kesepakatan mengenai apa yang dituntut masyarakat secara tepat, namun tuntutan tersebut makin hari makin meningkat. Walaupun perusahaan bukan satu-satunya penyebab pencemaran lingkungan, tetapi perusahaan dianggap penyebab utama pencemaran lingkungan tersebut. Ada harga yang harus dibayar oleh perusahaan berkaitan dengan lingkungan. Kedua, adanya peraturan pemerintah, kontrak antara perusahaan dengan negara. Peraturan pemerintah, entah proses legalisasinya melalui parlemen atau dalam bentuk peraturan yang ditetapkan pemerintah, merupakan satu hal yang sifatnya memaksa. Oleh karena itu, perusahaan mau tidak mau harus mengikutinya. Salah satu kemungkinan yang akan dilakukan oleh pemerintah jika perusahaan tidak melaporkan tanggung jawab lingkungannya adalah meningkatkan pembatasan-pembatasan melalui hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, adanya tekanan dari interest group. Ada banyak organisasi yang dipakai untuk menekan perusahaan membuat laporan lingkungan. Sebagian besar tekanan dari interest group dilakukan melalui badan yang mengelola pasar modal. Di pasar modallah, perusahaan-perusahaan melakukan go public, sehingga pembuatan dan verifikasi disclosure dirasakan sangat penting. Perusahaan dapat meningkatkan performance melalui disclosure yang telah diverifikasi oleh pihak ketiga. Badan yang mengelola pasar modal contohnya SEC, sedangkan di Indonesia, tekanan membuat laporan lingkungan dilakukan oleh Bapepam. Keempat, faktor yang terkait dengan hirarki kebutuhan Maslow, bahwa kebutuhan merupakan fungsi dari pencapaian tingkat ekonomi. Sebab, organisasi menyerupai individu dalam hal perkembangan dan pertumbuhannya. Ketika kebutuhan mendasar telah terpenuhi, individu atau organisasi akan mencoba memenuhi kebutuhan sosial
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
dan pengakuan diri yang lebih tinggi. Faktor terakhir, tetapi tidak berarti tidak penting, adalah kesadaran perusahaan. Para manajer merasa bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan akan meringankan kepentingan mereka sendiri. Mereka beranggapan bahwa memperhatikan lingkungan yang berarti memperhatikan kepentingan masyarakat, akan memberikan iklim usaha yang lebih kuat dan lebih menghasilkan laba daripada melakukan sebaliknya. Berdasarkan perspektif ekonomi-politik perusahaan akan bersikap proaktif untuk merumuskan pandangannya mengenai konstituen sosial dan politiknya. Dengan demikian, perusahaan mengharapkan akan memperoleh image positif dari masyarakat. Dari berbagai faktor yang membuat perusahaan membuat laporan berkaitan dengan lingkungan, perusahaan memperoleh hak dan banyak keuntungan. Perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, sekaligus meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat yang akan membeli produk perusahaan atau menanamkan modal dalam operasi perusahaan. Perusahaan juga dapat menghindari pinalti atau hukuman dari pemerintah dengan membuat laporan lingkungan tersebut. Demikian juga perusahaan dapat menghindari pinalti dari interest group yang dipakai untuk memaksa perusahaan membuat laporan lingkungan. Dengan menerima tanggung jawab lingkungan, perusahaan telah mencoba memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan diri yang lebih tinggi. Di samping itu, tanggung jawab lingkungan mengakibatkan meningkatnya kesadaran diri perusahaan, yang berarti perusahaan akan memperoleh image positif dari masyarakat.
KESIMPULAN Tuntutan akan tanggung jawab lingkungan semakin berkembang. Hampir semua perusahaan industri dipaksa untuk membayar biaya lingkungan dan mempertanggungjawabkan biaya tersebut melalui laporan lingkungan. Yang menjadi masalah adalah sampai saat ini belum ada standar pelaporan keuangan berkaitan dengan lingkungan. Akibatnya, laporan keuangan yang ada menjadi berbeda-beda sehingga tidak dapat diperbandingkan satu sama lain. Di
47
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
samping itu, kredibilitas laporan keuangan lingkungan dipertanyakan. Sementara laporan-laporan lingkungan yang dibuat masih berupa disclosure tanpa penilaian yang menjamin kredibilitasnya. Laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan tidak memiliki kredibilitas jika tidak diverifikasi secara independen oleh pihak ketiga. Publikasi laporan keuangan harus komprehensif, akurat, dan reliabel. Untuk itu, laporan tersebut harus dijamin oleh verifikasi profesional eksternal. Sektor industri yang berkembang, percaya bahwa fungsi jaminan verifikasi laporan keuangan berkaitan dengan lingkungan didukung dan diselesaikan oleh profesi akuntan publik. Peran akuntan publik dalam masyarakat dewasa ini berkembang dengan cepat dengan munculnya jasa jaminan yang semakin memperluas profesi akuntan publik. Kredibilitas informasi lingkungan perusahaan
48
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
sangat penting, karena mampu mempengaruhi keputusan investasi, di samping itu orang-orang yang berkecimpung dalam bidang akuntansi, bisnis, dan komunitas lingkungan percaya bahwa akuntan publik seharusnya memiliki peran dalam mengesahkan disclosure berkaitan dengan lingkungan. Cost and benefit pembuatan laporan lingkungan melahirkan apa yang dinamakan hak dan kewajiban. Perusahaan, misalnya, berhak memakai sumber daya masyarakat, dan sebaliknya, memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan semua akibat yang timbul. Ada berbagai faktor yang menekan perusahaan untuk melakukan kewajibannya, membayar harga dalam memenuhi tanggung jawab lingkungan, tetapi sebaliknya, ada berbagai faktor keuntungan bagi perusahaan yang telah melakukan tanggung jawab lingkungan.
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
DAFTAR ACUAN Beets S. Douglas dan Souther Christopher C., “Corporate Environmental Reports: The Need for Standards and an Environmental Assurance Service”, American Accounting Association, Accounting Horizons, 1999. Chadick Bill, Rouse Robert W., dan Surma John, “Perspectives on Environmental Accounting”, the CPA Journal, January, 1993. Ikatan Akuntan Indonesia, “Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juni 1999”, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, 1999. Johnson L. Todd, “Research on Environmental Reporting”, American Accounting Association, Accounting Horizons, 1993. Kreuze Jerry G., CPA., Newell Gale E.,CMA., dan Newell Stephen J., “Environmental Disclosure: What Companies Are Reporting”, Management Accounting (NAA), 1996.
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
Plishner Emily S., “Environmental Financial Disclosure”, Chemicalweek, 1993. Reinstein Alan, CPA., DBA., Ellis Jeffrey, CPA., dan Wierda Jon, CPA., “Reporting Environmental Remediation Liabilities”, the Ohio CPA Journal, JanuaryMarch, 1998. Schmidt Richard J., Dr., “Disclosing Past Sins: Financial Reporting of Environmental Remediation”, NPA, 1997. Stanko Brian B. dan Zeller Thomas L., “Environmental Liability in Financial Reporting”, Business & Economic Review (BER), 1995. Usmansyah, “Telaah Alternatif Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial di Indonesia”, Media Akuntansi, 1989. Williams Georgina, CPA., dan Phillips Thomas J, CPA., “Cleaning Up Our Act: Accounting for Environmental Liabilities”, Management Accounting (NAA), 1994. Wood Dorothy, “Environmental Liabilities – Is a Standar Needed?”, Australian CPA (AAA), 1998.
49
Jam STIE YKPN - Inge Gunawan
50
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan ....
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
MENGENAL PASAR MODAL DAN ANALISIS TEKNIKAL Agus Sabardi *) Lita Kusumasari **)
The investors turn to stock market due to the low return on interest deposits and still have to pay tax. The stock market promises a high return for the investors who know how to play. To deal with the stock market will need knowledge of it. The paper discusses Indonesian’s stock market that has a primary market and secondary market (non-regular market, cash market, and regular market). To place an order in Indonesian’s stock market will need to know the trading regulation and the structure of Indonesian’s stock market. The players in stock market use many methods to analyze the price in stock market. They can use the fundamental method or the technical method. In practice, many players use the technical method due to the easiness. The history of technical method began with Candlestick method, Dow Jones Index, and Dow Theory, and Elliot Wave Theory. Today, the using of technical method expands because of the growing up in personal computer and especially in Indonesia from using the Jakarta Automated Trading System, Information Market Quote, and Real Time Information.
PENDAHULUAN Perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sekarang ini semakin marak dengan semakin banyaknya investor dalam negeri yang menginvestasikan modalnya ke BEJ. Apalagi dengan semakin kecilnya bunga deposito dan semakin besarnya pajak bunga deposito, banyak deposan mengalihkan uangnya *) **)
ke pasar modal. Investasi di pasar modal lainnya berusaha mendapatkan return terbaik dari investasinya dengan membuka diri dari setiap metoda untuk digunakan mengurangi risiko kehilangan uang dan meningkatnya kesempatan meraih keuntungan yang besar. Para investor besar, dalam bertransaksi saham kebanyakan menggunakan fund manager untuk mengelola modal mereka, sedangkan investor kecil mengelola sendiri modalnya karena tidak sanggup membayar fund manager. Sebagian investor cukup memahami seluk beluk pasar modal dan beberapa metoda serta teknik yang harus digunakan dalam strategi bertransaksi, namun sebagian lainnya belum cukup memahami bahkan ada yang tidak mengenal alat-alat analisis yang harus digunakan. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas tentang pasar modal Indonesia dan sejarah singkat analisis teknikal yang semakin populer digunakan oleh para pelaku di BEJ. PASAR MODAL Pasar modal adalah pasar bagi instrumen finansial (misal obligasi dan saham) jangka panjang (lebih dari satu tahun jatuh temponya). Terdapat dua macam pasar modal yaitu, pasar modal perdana (primary market) dan pasar sekunder (secondary market). Surat berharga baru, harus dijual melalui penawaran perdana ke publik (initial public offering atau IPO), bagi perusahaan yang pertama kali menerbitkan surat berharga setelah diberi ijin emisi oleh Bapepam sampai dengan saat pencatatan
Drs. Agus Sabardi, M.M., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta Lita Kusumasari, M.S.A., Akt., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta
51
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
di bursa. Perusahaan juga dapat menjual tambahan surat berharga baru ke publik (right issues), bila perusahaan tersebut sudah pernah mengeluarkan surat berharga yang dijual ke publik. Surat berharga tersebut, pertama kali harus dijual melalui pasar perdana. Selanjutnya, surat berharga yang telah dimiliki oleh para pemodal (publik) dapat dijual-belikan melalui pasar sekunder. Jadi, pasar perdana adalah tempat penjualan surat berharga baru dari perusahaan (emiten) kepada masyarakat melalui sindikasi penjaminan, sebelum surat berharga tersebut diperdagangkan di Bursa Efek. Sedangkan pasar sekunder adalah tempat perdagangan surat berharga yang sudah beredar. Pasar sekunder dilaksanakan di Bursa Efek, harga ditentukan secara lelang kontinyu (continous auction system), transaksi dilaksanakan oleh wakil perantara pedagang efek (WPPE) yang disebut Securities Dealer-Broker Representative.Perdagangan di BEJ menggunakan sistem otomatisasi atau Jakarta Automated Trading System (JATS). Pasar sekunder terdiri dari pasar nonregular, pasar tunai dan pasar regular. PASAR NON REGULAR Transaksi pasar non regular menggunakan sistem negosiasi, terdiri dari pasar odd lot, pasar tutup sendiri, pasar block sale dan pasar porsi asing. Pasar odd lot adalah transaksi perdagangan saham yang kurang dari satu lot. Diketahui untuk industri non perbankan 1 lot = 500 lembar dan industri perbankan 1 lot = 5000 lembar. Pasar tutup sendiri adalah transaksi saham yang baik penjual dan pembeli menggunakan broker yang sama untuk melaksanakan transaksinya. Pasar block sale adalah transaksi perdagangan saham dengan minimum 400 lot atau 200.000 lembar. Pasar porsi asing adalah transaksi perdagangan saham khusus bagi pemodal asing.
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
warkat. PASAR REGULAR Di dalam pasar reguler, tawar menawar dan pengalokasian transaksi memperhatikan price priority dan time priority. Price priority artinya order pada harga terbaik yang akan memiliki prioritas untuk dialokasikan lebih dahulu, sedangkan time priority artinya pada harga yang sama, order yang lebih dahulu memiliki prioritas untuk didahulukan. Ukuran satuan perdagangan saham dan waran dilakukan dalam bentuk satuan lot, untuk industri non perbankan 1 lot = 500 lembar dan perbankan 1 lot = 5000 lembar. Di dalam pasar modal untuk perdagangan saham ada tiga fraksi harga yang digunakan yaitu Rp 5, Rp 25, dan Rp 50. Saham dengan harga Rp 500 ke bawah fraksinya Rp 5, dengan setiap kali perubahan maksimum Rp 50. Untuk saham dengan harga di atas Rp 500 sampai dengan Rp 5.000, fraksinya Rp 25. Golongan saham ini setiap kali perubahan maksimum Rp 250. Terakhir untuk saham dengan harga di atas Rp 5.000, fraksinya Rp 50 dengan setiap kali perubahan maksimum Rp 500. Waran memiliki fraksi harga empat golongan yaitu Rp1, Rp5, Rp10, dan Rp25. Fraksi tersebut digunakan dengan ketentuan sebagai berikut: waran dengan harga kurang dari Rp 100 ditetapkan fraksinya Rp 1, dengan setiap kali perubahan maksimum Rp 10. Harga waran di atas Rp 100 sampai dengan Rp 1.000 fraksinya Rp 5, dengan setiap kali perubahan maksimum Rp 50. Waran dengan rentang harga Rp 1.000 sampai dengan Rp 5.000 ditetapkan fraksinya Rp 10, dengan setiap kali perubahan maksimum Rp 100. Untuk waran harga Rp 5.000 ke atas, fraksinya Rp 25 dengan setiap kali perubahan maksimum Rp 250. PROSES PERDAGANGAN
PASAR TUNAI Transaksi perdagangan saham menggunakan sistem negosiasi dengan pembayaran tunai dan penyerahan phisik saham dilakukan saat itu juga. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kegagalan penyelesaian transaksi. Sejak tahun 2001, tidak perlu penyerahan phisik saham karena semua sudah melakukan perdagangan tanpa
52
Untuk dapat melakukan transaksi perdagangan saham, pemodal harus melakukan hal-hal sebagai berikut: pemodal membuka rekening di perusahaan pialang atau anggota bursa (AB), kemudian mengisi formulir pembukaan rekening, menandatangani perjanjian rekening, fotokopi KTP atau paspor dan deposit sebagai jaminan transaksi. Setelah tahap pertama maka
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
kemudian pemodal akan diminta untuk memberikan amanat atau order beli/jual secara jelas, kode saham, harga, jumlah, tanggal. Nama pemodal dan paraf. Pada saat dilakukannya transaksi, AB menerima order kemudian diteruskan ke bursa dan diproses ke JATS, kemudian trader di bursa memberikan hasil transaksi. Selanjutnya AB memberikan konfirmasi perdagangan saham kepada pemodal maksimal T+1.
PROSES PENYELESAIAN TRANSAKSI Penyelesaian transaksi dilakukan sesuai dengan konfirmasi dari AB, kemudian pemodal menyerahkan uang kepada AB maksimal T+4. Setelah menerima uang dari pemodal, AB menyerahkan uang ke Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) maksimal T+4 atau menerima uang dari KPEI maksimal T+5. Setelah itu AB menyerahkan uang ke pemodal maksimal T+6. Penyerahan atau penerimaan phisik saham dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) setelah perdagangan tanpa warkat tidak diperlukan lagi.
Penawaran Umum (Public Offering)
1. Rencana Go Public 2. RUPS 3. Penunjukan: - Underwriter - Profesi Penunjang - Lembaga Penunjang 4. Mempersiapkan dokumen-dokumen 5. Konfirmasi sebagai agen penjual oleh penjamin emisi 6. Kontrak Pendahuluan dengan bursa efek 7. Penandatanganan perjanjian-perjanjian 8. Public expose
Sesudah Emisi
Pasar Sekunder
W
Pasar Primer
W
BAPEPAM
Emisi
W
Intern Perusahaan
W
Sebelum Emisi
Pelaporan
1. Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual 2. Penjatahan kepada pemodal oleh Sindikasi Penjamin Emisi dan Emisten 3. Penyerahan efek kepada Pemodal
1. Emiten menyampaikan pernyataan pendaftaran 2. Ekspose terbatas di BAPEPAM 3. Tanggapan atas: - Kelengkapan dokumen - Kecakupan dan Kejelasan Informasi - Keterbukaan (dari aspek hukum, akuntansi, keuangan dan manajemen) 4. Komentar tertulis dalam waktu 45 hari 5. Pernyataaan pendaftaran dinyatakan efektif
1. Emiten mencatatkan Efeknya di Bursa 2. Perdagangan efek di bursa
1. Laporan Berkala, misalnya Laporan Tahunan dan Laporan Tengah Tahunan 2. Laporan Kejadian Penting dan Relevan, misalnya Akusisi, Pergantian Direksi
53
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
Struktur Pasar Modal di Indonesia
Sebelum Emisi BAPEPAM
Profesi Penunjang
W
W
W Perusahaan Efek Lembaga Penunjang Pasar Modal
W
W Bursa Efek Jakarta Bursa Efek Surabaya KDEI
Profesi Penunjang
W
W Perusahaan Efek Lembaga Penunjang Pasar Modal
W
W Badan Usaha
Profesi Penunjang
PEFINDO
W
W
Efek
W
Profesi Penunjang
W
Profesi Penunjang
W
Profesi Penunjang
Modal
Pasar Sekunder
Pasar Perdana
Profesi Penunjang
4
W
Lembaga Penunjang
BAPEPAM
5 2
W W
E M I T E N
1
W
Struktur Pasar Modal di Indonesia
3
8
7
WW W Bursa Efek Jakarta
6
54
9
W
W Penawaran Umum (Penawaran Perdana)
Pasar Sekunder
1. Profesi dan Lembaga Penunjang Pasar Modal membantu Emiten dalam menyiapkan kelengkapan dokumen. 2. Emiten mengajukan permohonan Kontrak pendahuluan 3. Kontrak pendahuluan antara Emiten dengan Bursa Efek ditandatangani 4. Emiten mengajukan pernyataan pendaftaran efektif 5. BAPEPAM mengeluarkan pernyataan pendaftaran efektif 6. Emiten dan Lembaga Penunjang Pasar Modal melakukan Penawaran Umum 7. Emiten mengajukan permohonan pencatatan di bursa efek 8. Persetujuan Pencatatan dan Pengumuman di Bursa 9. Perdagangan Efek di Pasar Sekunder (Bursa Efek Jakarta)
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
Perdagangan Efek di Indonesia Saham, bukti right, waran, obligasi dan obligasi konversi adalah jenis-jenis efek yang diperdagangkan di BEJ. Kegiatan perdagangan atau transaksi efek dilakukan di lantai Gedung Bursa Efek Jakarta, Jl. Jendral Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190. Kantor manajemen PT BEJ terdapat di lantai 4 gedung yang sama. Bagi para pengunjung yang ingin mengamati langsung kegiatan transaksi di lantai bursa dapat mengunjungi Galeri di lantai 1. Pemodal dapat mengikuti langsung transaksi yang menampilkan data seketika BEJ (Real Time Information) di kantor-kantor perusahaan pialang atau melalui Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) yang ada. Waktu pelaksanaan transaksi efek di BEJ dilakukan pada hari-hari yang disebut dengan hari Bursa, yaitu: Senin – Kamis
Sesi I Sesi II
Jam 09.30 - 12.00 WIB Jam 13.30 - 16.00 WIB
Jumat
Sesi I Sesi II
Jam 09.30 - 11.30 WIB Jam 14.00 - 16.00 WIB
SEJARAH SINGKAT ANALISIS TEKNIKAL Analisis teknikal lahir di Jepang dalam abad 18. Untuk pertama kalinya harga-harga dicatat untuk meramalkan harga di waktu mendatang. Pada waktu itu komoditas kunci adalah beras, dan pertama kali pertukaran untuk masa mendatang terjadi sekitar tahun 1700, memperdagangkan beras di waktu mendatang dikenal sebagai keranjang kosong. Seorang pedagang dan rentenir sukses dari keluarga Honma bernama Munehisma bersama keponakannya bernama Mitsuoka sangat populer karena meramalkan harga dengan metoda Candlestick. Caranya adalah dengan mengeplot harga-harga menjadi grafik pergerakan harga dan meramalkan harga di waktu mendatang. Metoda tersebut dikenal di luar Jepang sekitar tahun 1889/1890, pada saat Steve Nison seorang analis Amerika Serikat secara sukses memperkenalkan teknik tersebut di pasar saham Amerika (Reuter, 1999, hal. 9). Kemudian Charles Dow memperkenalkan Dow Jones Index dan Dow Theory sebagai grafik modern dan analisis teknikal. Charles Dow juga sebagai pendiri
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
The Wall Street Journal, dia sangat peduli terhadap pasar modal sampai akhir hayatnya pada tahun 1902. Sekitar tahun 1950 W.D. Gann seorang pemain saham dari Amerika Serikat mampu meraih keuntungan $50 juta dengan menggunakan analisis teknikal dengan teori putarannya. Ralph Nelson Elliot (1940-1955) memperkenalkan dengan sukses Elliot Wave Theory (Sabardi, 2000, JAM Edisi Februari, hal. 29). Awal tahun 1960 merupakan periode sulit bagi para analis teknikal karena adanya teori efisiensi pasar. Teori tersebut menjadi pegangan kaum fundamentalis (pemakai analisis fundamental), menurut mereka pergerakan harga di pasar terjadi secara random dan tidak dapat diramalkan. Pasar valuta asing yang sebelumnya cukup tenang, pada akhir tahun 1971 situasinya berubah secara drastis. Secara temporer ukuran pengendalian nilai tukar mata uang asing dan pengendalian hambatan perdagangan internasional gagal, dan pada musim semi tahun 1971 Amerika Serikat melakukan suspend terhadap standar emas. Kemudian disetujui tingkat pertukaran mata uang asing yang mengambang, merupakan era baru bagi perdagangan valuta asing. Hasilnya, nilai tukar mata uang asing sangat tidak stabil, sehingga perusahaanperusahaan menyadari perlunya melindungi investasi (hedge). International Monetary Market (IMM) dibentuk sebgai cabang the Chicago Mercantile Exchange (CME), berhubungan dengan finansial di masa mendatang dan mulai kontrak sertifikat deposito. Akhirnya mereka menggunakan prinsip-prinsip analisis teknikal untuk kegiatan transaksi mereka, sehingga sekarang merkea sangat ahli dalam analisis teknikal. Pada tahun 1976, pertama kali diperkenalkan personal computer di UK-the Commodore Pet sampai IBM memperkenalkan PC-nya pada tahun 1981 dan dijadikan standar bagi semua orang. Komputer dapat menyimpan data yang besar dan memporses dengan cepar serta memanfaatkan data tersebut ke berbagai perhitungan matematika yang kompleks. Hal inilah yang mengorbitkan analisis teknikal secara cepat ke seluruh dunia. Kebutuhan memahami pergerakan harga di pasar adalah cukup sulit karena meningkatnya volatility. Oleh karena itu, para teknisian meyakini bahwa alat analisis mereka sanat ideal dengan personal computer. Tidaklah berlebihan bila dengan adanya
55
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
personal computer tersebut telah terjadi revolusi analisis teknikal. Sejak tahun 1980 para analis tenikal mulai menggunakan analisis teknikal lanjutan untuk strategi transaksi mereka. Sejak tanggal 22 Mei 1995 Bursa Efek Jakarta menggunakan sistem otomatisasi dalam transaksi saham, dikenal dengan nama Jakarta Automated Trading System (JATS). JATS sebagai suatu sistem mampu mengolah data besar dan mengirimkan ke komputer broker secara cepat (broker harus menggunakan Information Market Quote (IMQ) atau Real Time Information (RTI). Oleh karena itu, para pemain di BEJ sangat mudah untuk menggunakan analisis teknikal dalam strategi transaksi mereka.
56
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
PENUTUP Setelah cukup mengenal pasar modal dan analisis teknikal yang penggunaannya relatif cukup mudah karena tersedianya personal computer, JATS, IMQ, dan RTI, diharapkan semua partisipan di pasar modal lebih mampu mendalami berbagai teknik dan metoda analisis teknikal. Analisis teknikal lanjutan yang sering digunakan untuk pedoman transaksi saham adalah indikator momentum atau oskilator. Indikator ini terdiri dari tiga jenis yaitu Relative Strength Index (RSI), Stochastic, dan Moving Average Convergence Divergence (MCAD). Diharapkan para akademisi juga mau mengembangkan analisis teknikal tersebut dan menyebarluaskan kepada masyarakat.
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
DAFTAR PUSTAKA Cohen, A.W. (1984) How to Lise the ThreePoint Reversal Method of Point and Figure Stock Market Trading, Larchmont, NY: Chartcraft. Colby, Robert M. and Thomas A.. Meyers (1988). The Encyclopedia of Technical Market Indicators. Homewood, IL: Dow Jones Irwin. Edwards, Robert D. and John Magee (1981). Technical Analysis of Stock Trends. Boston, MA: John Magee, Inc. Fosbeck, Norman G. (1976). Stock Market Logic. Fort Lauderdale: The Institute for Economic Research. Frost, AJ. And Prechter, Robert (1990). Elliot Wave Principle. USA: Probus Publising Co. Jakarta Stock Exchange, Fact Book 1995, special edition 1995. Laing, Jonathan R. (1998). Ride that Wave. Barron’s vol. 78, 26 October. Meyers, Thomas A. (1992) The Technical Analysis Course. Tokyo: Toppan Co. Ltd.
Murphy, John J. (1986). The Technical Analysis of the Futures Markets. New York: New York Intstitute of Finance. Prechter, Robert (1998). Track of the Bear: The Post-Crash Rally, Says a Technician: is Ending. Barron’s vol. 68. 31 October, p:16-18. Pring, Martin J. (1985). Technical Analysis Explained. New York: McGraw-Hill. “……………..” (1999). Introduction to Technical Analysis, International Edition, Singapore: McGraw-Hill. Reksohadiprodjo, Sukanto (1996). Peranan Pasar Modal Dalam PJPT II, Edisi Revisi. Yogya: Program Magister Manajemen, UGM. Reuter Limited, (1999). An Introduction to Techical Analysis, Singapore: John Wiley & Sons Pte. Ltd. Sabardi, Agus dan Primidya K. Miranda (2000). Analisis Teknikal di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE YKPN, Februari.
57
Jam STIE YKPN - Agus Sabardi dan Lita Kusumasari
58
Mengenal Pasar Modal dan Analisis Teknikal
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
HUBUNGAN VARIABEL PEMBENTUK MINAT BERPERILAKU MENGGUNAKAN FORECAST REPORTING UNTUK KEPUTUSAN INVESTASI PADA SEKURITAS Studi Pada Wakil Penjamin Emisi Efek Parwoto Wignjohartojo1
ABSTRACT This study was conducted to measure the causal relationship among components building the intention of financial analyst working as an underwriter in using forecast reporting as additional information on financial statements to make investment decision on securities. Survey research was applied. Questionnaires were used to measure and collect data. The classical path analysis was employed. The result of the study shows that attitude has a positive and significant effect toward intention of financial analyst working as an underwriter using forecast reporting in investment decision making on securities. However, the study also shows insignificant causal relationships between belief and attitude, between normative belief and subjective norm, between subjective norm and intention. Keywords : Belief, Attitude, and Intention, Forecast Reporting.
PENDAHULUAN Laporan keuangan suatu perusahaan dipandang sebagai sumber informasi penting dan relevan untuk membuat keputusan investasi (Paton and Littleton, 1940 : 1; American Accounting Association, 1966 : 1; Accounting Principles Board, 1970: para. 9; Finan-
1
cial Accounting Standard Board, 1978:viii; Komite PAI, 1994: paras 12-21). Analisis historis atas laporan keuangan dilaksanakan untuk mempelajari kekuatan dan kelemahan perusahaan, mengidentifikasi arah dan perkembangan, mengevaluasi efisiensi operasional, dan memahami sifat serta operasi perusahaan. Beberapa peneliti juga menyatakan bahwa investor menggunakan informasi akuntansi untuk keputusan investasi pada sekuritas (Chang, Most, and Brain, 1983; Susanto, 1992:106; Yunus, 1992 : 1065). Tetapi laporan keuangan yang diterbitkan setiap perusahaan mengandung keterbatasan (APB, 1970: paras. 22-35; FASB, 1978: paras. 17-23). Di antara keterbatasan tersebut ialah bahwa laporan keuangan mengandung informasi historis, sedangkan keputusan investasi mempertimbangkan keadaan masa yang akan datang. Di samping adanya keterbatasan laporan keuangan tersebut, pada sisi yang lain telah terjadi pengembangan pelaporan keuangan (development in financial reporting) yang dapat mengkompensasi berkurangnya manfaat informasi keuangan akibat keterbatasan laporan keuangan (Lee, 1986:vii-viii). Pengembangan pelaporan keuangan tersebut antara lain ialah forecast reporting. Pada aspek lain, terdapat pendekatan perilaku dalam akuntansi yang mempelajari perilaku pemakai laporan keuangan dalam hubungan dengan penggunaan informasi akuntansi. Dari segi pengembangan akuntansi pendekatan perilaku ini akan mengarahkan penilaian dan pemilihan teknik-teknik
Dr. Parwoto Wignjohartojo, Akt., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.
59
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
akuntansi yang mengacu pada tujuan dan perilaku pemakai informasi akuntansi. Pendekatan perilaku dalam akuntansi ini memandang penggunaan informasi akuntansi dan manfaatnya sebagai obyek minat berperilaku, sedangkan minat berperilaku terbentuk oleh beberapa varaibel pembentuk minat berperilaku. Fishbein dan Ajzein (1975, 1980) melalui teori tindakan yang beralasan (theory of reasoned action) menjelaskan adanya empat konsep pembentuk minat berperilaku dan hubungan ke empat konsep tersebut dalam suatu kerangka konseptual yang dapat digunakan sebagai model pengukuran konsep tersebut, Secara garis besar hubungan tersebut dapat diklasifikasi, (1) hubungan antara keyakinan dan sikap, (2) hubungan keyakinan normatif dan norma subyektif, (3) hubungan antara sikap dan norma subyektif dengan minat berperilaku dan (4) hubungan antara minat berperilaku dan perilaku. Rangkaian beberapa variabel pembentuk minat berperilaku menggunakan pengembangan laporan keuangan di satu pihak dan pengembangan laporan keuangan yang dapat mengkompensasi berkurangnya manfaat informasi akuntansi akibat keterbatasan laporan keuangan, mengandung permasalahan yang cukup penting untuk dikaji, yang akan dapat memberikan sumbangan pada keputusan investasi pada sekuritas yang lebih baik. Rumusan Masalah Pada penelitian ini masalah yang akan diteliti ialah: (1) Bagaimana hubungan antara keyakinan dan sikap Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting, (2) Bagaimana hubungan antara Keyakinan Normatif dan Norma Subyektif Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting, (3) Bagaimana hubungan antara sikap dan minat berperilaku Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting, (4) Bagaimana hubungan antara Norma Subyektif dan Minat Berperilaku Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini ialah mengkaji hubungan kausal antara Keyakinan, Sikap, Keyakinan Normatif, Norma Subyektif, dan Intensi atau Minat berperilaku Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan forecast reporting. Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
60
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
pada pengembangan pendekatan perilaku dalam akuntansi dan untuk mengetahui apakah model yang digunakan cocok, untuk mencari bukti empiris bahwa forecast reporting bermanfaat bagi pemakainya.
TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS Studi ini termasuk dalam bidang behavioral accounting research. Studi semacam ini memberikan tekanan pada relevansi aspek perilaku pemakai informasi akuntansi dengan informasi akuntansi yang dikomunikasikan kepadanya. Aspek perilaku yang menjadi variabel studi ialah komponen-komponen pembentuk minat berperilaku penggunaan forecast reporting. Menurut Mar’at (1984 : 13) dan Azwar (1988 : 17), dilihat dari segi strukturnya, komponen pembentuk minat berperilaku terdiri dari : pertama, komponen kognitif (cognitive) yang berhubungan dengan beliefs, ide, dan konsep. Kedua, komponen afektif (affective) yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang. Ketiga, komponen konatif (conative) merupakan kecenderungan atau niat untuk bertindak. Studi yang akan dilakukan meminjam model psikologi itu yang dapat mengkaji variabel-variabel pembentuk minat berperilaku penggunaan forecast reporting. Ancok (1993 : 1) menjelaskan hubungan antara pengetahuan, sikap, intensi dan tindakan. Dia menyatakan bahwa dalam bidang pengetahuan psikologi telah banyak dikaji oleh ahli-ahli yang bersangkutan tentang hubungan antara empat konsep yaitu pengetahuan, sikap, intensi dan tindakan. Masalah yang menyangkut hubungan empat konsep tersebut banyak dibahas dalam konteks keikutsertaan seseorang dalam suatu aktivitas tertentu. Para ahli beranggapan bahwa pengetahuan seseorang atas manfaat suatu aktivitas akan menimbulkan keyakinan orang tersebut pada manfaat aktivitas yang bersangkutan dan pada giliran berikutnya keyakinan itu akan menimbulkan sikap seseorang atas manfaat aktivitas tersebut. Selanjutnya sikap tersebut akan mempengaruhi intensi yaitu niat untuk ikut dalam aktivitas tersebut. Intensi untuk ikut serta dalam kegiatan sangat tergantung pada arah sikap terhadap kegiatan tersebut. Bila sikap yang timbul positif dan terdapat konsistensi antara sikap dan intensi, maka
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
intensi akan positif terhadap kegiatan tersebut. Intensi ini merupakan kecenderungan untuk bertindak. Intensi ini akan mempengaruhi aktivitas dimaksud yang merupakan tindakan yang ditampakkan seseorang dalam aktivitas tersebut. Model psikologi yang menjelaskan hubungan antara empat konsep seperti telah diuraikan di atas relevan dan sesuai untuk dijadikan model pengkajian untuk studi yang dilaksanakan ini, sesuai pula dalam melakukan behavioral accounting research, teori yang digunakan masih banyak meminjam dari disiplin lain, di antaranya banyak menggunakan model-model psikologi. Bila model psikologi di atas dipinjam untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang dikaji dalam studi ini, maka model tersebut akan juga menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang dikaji tersebut. Fishbein dan Ajzen (1980 : 8) mengemukakan teori tindakan yang beralasan (theory of the reasoned action) yang menjelaskan hubungan antara empat konsep seperti diuraikan di atas (keyakinan yang timbul dari pengetahuan, sikap, intensi dan tindakan) seperti pada Gambar 1. Hubungan antara empat konsep dalam model ini dijelaskan berikut ini. Keyakinan pada akibat tindakan
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
terbentuk dari pengetahuan tentang x. Sikap ini dapat positif atau negatif tergantung pada segi positif atau segi negatif dari komponen pengetahuan yang membentuk keyakinan. Bila komponen pengatahuan makin positif, maka sikap yang terbentuk juga positif terhadap tindakan x. Begitu sebaliknya, bila komponen pengetahuan negatif, maka sikap yang terbentuk juga negatif. Keyakinan normatif pada tindakan x juga merupakan komponen pengetahuan. Berbeda dengan keyakinan yang diuraikan terdahulu, maka keyakinan normatif ini merupakan komponen pengetahuan tentang tindakan x yang merupakan pandangan orang-orang lain yang berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Pandangan orang lain ini tentang keharusan atau tidak keharusan seseorang ikut serta dalam tindakan x. Dalam pelaksanaan studi, pandangan ini hanya sekedar persepsi responden tentang bagaimana pandangan orang lain terhadap keikut sertaan seseorang dalam tindakan x. Norma subyektif terhadap tindakan x merupakan keputusan seseorang setelah mempertimbangkan pandangan orang-orang yang mempengaruhi norma subyektif terhadap tindakan x. Seseorang dapat terpengaruh oleh pandangan orang lain, dan dapat pula tidak W
Keyakinan Normatif terhadap Tindakan X W
W
Sikap terhadap Tindakan X W Intensi terhadap Tindakan X W
W
Keyakinan Akibat Tindakan X
W
W
Tindakan X
Norma Subyektif terhadap Tindakan X W
Gambar1 Model Hubungan Keyakinan, Sikap, Intensi, dan Tindakan dalam Teori Tindakan yang Beralasan (theory of the reasoned action) x adalah komponen yang berisikan pengetahuan tentang x, termasuk pengetahuan tentang akibat positif maupun akibat negatif yang terjadi karena keikut sertaan dalam tindakan x. Sikap terhadap tindakan x
terpengaruh. Sejauh mana seseorang akan terpengaruh atau tidak terngaruh, sangat tergantung pada kekuatan kepribadian seseorang yang bersangkutan dalam menghadapi kehendak orang lain.
61
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Intensi untuk melakukan tindakan x merupakan niat untuk melakukan tindakan x. Secara teoretis terbentuknya intensi ditentukan oleh interaksi antara kedua komponen yang mendahuluinya yaitu sikap terhadap tindakan x dan norma subyektif terhadap tindakan x. Ketidak serasian antara kedua komponen itu dapat terjadi, misalnya sikap positif sedang norma subyektif negatif. Dalam keadaan demikian, apakah seseorang akan mempunyai niat untuk melakukan tindakan x, sangat tergantung kepribadian orang tersebut. Bila dia berani menentang kehendak orang-orang di lingkungannya, maka ia akan tetap mempunyai niat untuk ikut melakukan tindakan x. Tindakan x merupakan tindakan yang nyatanyata dilakukan. Jadi tindakan x merupakan niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak. Tindakan ini timbulnya dipengaruhi oleh intensi, tetapi bukan hanya intensi saja yang menentukan terjadinya tindakan, melainkan masih banyak faktor-faktor lain baik yang berada di dalam maupun di luar individu yang bersangkutan. Studi ini juga akan meminjam model pengukuran sikap seperti telah diuraikan di atas, tetapi dengan modifikasi sedikit yaitu tidak menggunakan seluruh komponen dalam model tersebut. Komponen yang tidak digunakan ialah hubungan antara intensi dengan tindakan, mengingat adanya banyak faktor di luar intensi baik yang berada di dalam maupun di luar seseorang yang berpengaruh untuk terjadinya tinadakan. Faktor-faktor lain tersebut berada di luar lingkup studi ini. Penyimpulan atau inferensi sikap subyek tidak dapat langsung dilakukan dengan hanya melihat langsung perilaku subyek, karena hubungan antara sikap dan perilaku bukanlah hubungan langsung yang sistematis. Karena itu, perilaku tidak selalu dapat dijadikan indikator sikap sesungguhnya. Menanyakan langsung pada sikap individu ternyata juga bukan metode pengungkapan sikap yang dapat selalu dipercaya. Suatu metode pengungkapan sikap yang hingga kini dapat dianggap terandalkan adalah dengan menggunakan skala sikap (Azwar, 1988 : 12). Skala sikap merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan sikap terhadap obyek sikap. Jawaban subyek terhadap skala sikap tersebut dapat disimpulkan mengenai karakteristik sikap yang berupa arah, intensitas, luasnya dan konsistensi sikap subyek.
62
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
Arah menunjukkan sikap yang positif atau negatif. Intensitas menunjukkan sikap yang lebih positif atau lebih negatif. Keluasan sikap menunjukkan luasnya cakupan obyek sikap yang dimintakan respon. Konsistensi menunjukkan tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Karakteristik sikap ini menjadi bagian penting dalam menyusun instrumen untuk pengumpulan data tentang sikap, di samping variabel yang terkait, yang dalam studi ini ialah variabel aspek perilaku dan variabel akuntansi. Pengukuran sikap seharusnya mencakup semua karakteristik sikap yang diuraikan di atas. Aspek informasi akuntansi dalam studi ini merupakan obyek sikap. Berbagai aspek tentang manfaat informasi akuntansi untuk investor memberikan indikasi bahwa para investor atau calon investor dan para analis keuangan yang membantu mereka akan menggunakan informasi akuntansi untuk kepentingan membuat keputusan investasi pada saham dengan berbagai variasinya. Hal ini relevan dengan studi ini yang ingin mengetahui minat berperilaku penggunaan forecast reporting. Akuntansi keuangan berorientasi ke masa lalu. Tekanannya pada kinerja keuangan dan posisi keuangan masa lalu. Laporan keuangan mencerminkan catatan historis aktivitas perusahaan yang telah lalu. Karakteristik ini merupakan keterbatasan laporan keuangan bila dikaitkan dengan kebutuhan informasi akuntansi para pemakai untuk membuat keputusan investasi pada saham, karena keputusan investor berorientasi ke masa yang akan datang. Sampai seberapa jauh forecast reporting dapat melengkapi informasi akuntansi akibat keterbatasan laporan keuangan, berbagai bukti teoretis maupun empiris dapat memberikan argumentasi untuk maksud ini. Argumentasi baik teoritis (AICPA dalam Trueblood Report, 1973: 15-46; FASB dalam SFAC, 1978; ASC, 1975: 56; IAI. 1994; Bapepam, 1992: 198-211) maupun empiris (Foster. 1973, Dev dan Webb, 1972; Dev, 1973; Ferris, 1975; Ferris, 1976} menyatakan bahwa laporan ramalan mempunyai manfaat bagi pemakai informasi akuntansi untuk membuat keputusan investasi pada saham. Pengambil keputusan memperhatikan data baik yang terjadi di masa lalu maupun yang akan terjadi di masa yang akan datang. Ramalan harus disediakan bila dikehendaki bahwa laporan keuangan menyajikan informasi yang
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
Keyakinan Normatif terhadap Penggunaan Forcast Reporting
W
Keyakinan terhadap Penggunaan Forcast Reporting
W
akan meningkatkan prediksi para pemakainya. Bukti empiris juga menunjukkan bahwa terdapat kenaikan volume transaksi perdagangan saham dan terjadi perubahan harga saham yang abnormal selama minggu pengumuman laporan ramalan, dan cenderung menegaskan hipotesis bahwa para investor meman-dang ramalan manajerial mempunyai kandungan informasi. Bila laporan ramalan perusahaan yang dipublikasikan bermanfaat untuk membuat keputusan, maka informasi tersebut harus menstimulasi beberapa jenis tindakan yang dapat diobservasi. Sesuai dengan tujuan studi yang ingin mengetahui respon subyek yang diteliti terhadap laporan ramalan untuk memperluas kandungan informasi akuntansi laporan keuangan akibat sifat historis laporan keuangan untuk kepentingan membuat keputusan investasi pada saham, maka penjelasan di atas tepat untuk dimintakan respon para responden dalam studi ini. Di samping itu, gambaran tentang isi laporan ramalan seperti diatur di UK, dapat menjadi bahan untuk pengumpulan data tentang penggunaan laporan ramalan dalam studi ini. Pengaturan ini menyatakan bahwa pelaporan ramalan dapat disajikan dengan berbagai cara, namun minimal perlu menyajikan informasi tentang tingkat laba yang akan datang, tingkat dan prospek ketenaga kerjaan yang akan datang, tingkat investasi yang akan datang, asumsi-asumsi pokok yang mendasari laporan tentang prospek perusahaan yang bersangkutan. Studi ini akan meminjam model pengukuran minat berperilaku seperti pada bidang psikologi dengan modifikasi yang disesuaikan dengan lingkup dan tujuan studi. Model yang telah dimodifikasi ini dimaksudkan sebagai kerangka konseptual yang
menunjukkan kerangka berpikir yang logis untuk menggambarkan proses penalaran ilmiah dalam melaksanakan studi. Modifikasi yang dimaksud ialah bahwa dalam model untuk studi ini tidak memasukkan hubungan antara intensi dan tindakan, dengan pertimbangan karena terjadinya tindakan tidak hanya ditentukan oleh intensi melainkan juga oleh banyak faktor-faktor lain baik yang berada di dalam maupun di luar diri individu. Faktor-faktor di luar intensi tersebut tidak berada dalam lingkup studi ini dan studi ini juga tidak bertujuan untuk mengukur faktor-faktor tersebut, melainkan hanya akan meminjam model yang telah biasa digunakan untuk mengukur sikap. Berdasar kristalisasi teori yang relevan dan penting serta alur pikir seperti diuraikan di atas, maka kerangka konseptual untuk studi ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.
HIPOTESIS Hipotesis untuk penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Keyakinan berpengaruh positif pada sikap Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting, (2) Keyakinan Normatif berpengaruh positif pada Norma Subyektif Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting, (3) Sikap berpengaruh positif pada minat berperilaku Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting, (4) Norma subyektif berpengaruh positif pada minat berperilaku Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan Forecast Reporting.
Sikap terhadap Penggunaan Forcast Reporting
Norma terhadap terhadapPenggunaan Forcast Reporting
W Intensi terhadap Penggunaan Forcast Reporting W
Gambar 2 Model Hubungan Keyakinan, Sikap, Keyakinan Normatif, Norma Subyektif, dan Intensi Penggunaan Forecast Reporting
63
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Dari permasalahannya, penelitian ini bersifat causal relationship yang berusaha menguji hubungan kausal antara variabel keyakinan, sikap untuk berperilaku, keyakinan normative, norma subyektif, serta intensi atau minat untuk berperilaku yang berpijak pada theory of reasoned action atau teori tindakan yang beralasan seperti yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (1975, 1980) para Wakil Penjamin Emisi Efek dalam menggunakan forecast reporting. Dari data yang dianalisis, penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan rancangan data crosssectional. Dari analisis datanya penelitian ini merupakan penelitian analitis, yang menggunakan statistik induktif untuk menganalisis data sampel yang digeneralisasikan menuju populasi.
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
tural equation modeling sampel minimalnya sebaiknya di atas 50. Kemudian karena data akan diambil dengan menggunakan kuesioner yang dikirimkan dengan menggunakan pos pada umumnya memiliki tingkat kembalian 50 persen (Kerlinger, 1986 : 13) maka kuesioner yang dikirimkan harus 2 kali 30. Untuk menjaga risiko tidak kembalinya kuesioner seperti yang diperkirakan Kerlinger penelitian ini akan menggunakan kuesioner sebanyak 80 buah yang dikirimkan lewat pos. Pengambilan data dilakukan pada tahun 1995 yang dipandang masih relevan, karena penelitian ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan Wignjohartojo (1995). Penelitian sebelumnya tersebut hanya mengukur arah, intensitas, dan keluasan dari minat serta variabel-variabel pembentuknya dalam kerangka teori tindakan yang beralasan tanpa menguji kejelasan hubungan antar variabelnya. Variabel dan Pengukuran
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini merupakan keseluruhan wakil penjamin emisi efek yang merupakan para analis keuangan yang bekerja untuk kepentingan penjamin emisi efek dengan karakteristik telah lulus serta mendapat sertifikat analis keuangan, telah mendapat izin praktik dan terdaftar di Bapepam, bukan merupakan warga negara asing yang belum lancar berbahasa Indonesia, dan tidak merangkap sebagai penasihat Investasi. Jumlah keseluruhan wakil pen-jamin emisi efek yang mejadi elemen populasi 200 orang. Karena sifat elemen populasi relatif homogen serta untuk menjaga agar sampel yang dipilih representative sehingga dapat digeneralisir metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sample. Jumlah sampel yang akan diambil dengan mempertimbangkan model analisis yang akan digunakan yakni classical path analysis, sebagaimana yang disarankan Bentler (1993) ukuran sampel minimalnya adalah 5 kali parameter yang diestimasi. Parameter yang diestimasi dalam penelitian ini pada dasarnya seperti yang terdapat dalam hipotesis yakni 4 (empat) sehingga sampel minimal 20. Untuk menjaga normalitas sebaran, data harus di atas 30 (Hadi, 1987, Siegel, 1986). Dengan mempertimbangkan pula saran dari Hair (1992) bahwa dalam struc-
64
Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel-variabel yang akan diuji hubungan kausalnya, baik independent variable atau exogenous dalam kerangka analisis jalur, variabel intervening (antara), maupun dependend variable atau endogenous dalan kerangka analisis jalur. Keseluruhan variabel tersebut adalah keyakinan terhadap penggunaan forecast reporting, keyakinan normative terhadap penggunaan forecast reporting sebagai variabel independen, kemudian variabel sikap terhadap penggunaan forecast reporting dan norma subyektif terhadap penggunaan forecast reporting sebagai variabel intervening, dan intensi untuk menggunakan forecast reporting sebagai variabel independen. Definisi dari masing-masing variabel yang diteliti adalah sebagai berikut : Keyakinan terhadap penggunaan forecast reporting: merupakan keyakinan para Wakil Penjamin Emisi Efek bahwa penggunaan forecast reporting akan menimbulkan akibat tertentu baik positif maupun negatif. Sikap terhadap penggunaan forecast reporting: merupakan hasil evaluasi perasaan para Wakil Penjamin Emisi Efek (afeksi) yang ditunjukkan dengan setuju atau tidak setuju terhadap penggunaan forecast reporting.
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
Keyakinan normative: merupakan keyakinan para Wakil Penjamin Emisi Efek bahwa individu atau kelompok tertentu yang menjadi referensinya berpikir apakah seyogyanya mereka menggunakan forecast reporting atau tidak, dan motivasinya untuk mengikuti anjuran tersebut. Norma subyektif: merupakan keputusan para Wakil Penjamin Emisi Efek tentang apa yang diinginkan individu atau kelompok lain yang menjadi referensinya tentang apakah harus menggunakan forecast reporting atau tidak. Intensi dalam penggunaan forecast reporting: merupakan intensi atau minat para Wakil Penjamin Emisi Efek terhadap penggunaan forecast reporting. Forecast Reporting: merupakan salah satu pengembangan laporan keuangan yang memberikan informasi tentang estimasi kinerja dan posisi keuangan masa yang akan datang, estimasi peningkatan kapasitas perusahaan masa yang akan dating, estimasi volume aktivitas perusahaan yang dicerminkan dalam penjualan masa yang akan datang, estimasi laba dan laba per lembar saham masa yang akan dating, dan asumsi-asumsi yang realistis sebagai dasar yang rasional membuat forecast reporting Pengukuran seluruh variabel yang diteliti meng-gunakan skala Likert dengan pernyataan positif dan negatif . Kategori respon terhadap pernyataan yang diajukan terdiri dari enam tingkatan, yakni (sangat tidak setuju, tidak setuju, kurang setuju, agak setuju, setuju, dan sangat setuju). Tingkatan skala atas respon tersebut adalah 1,2,3,4,5,6 untuk pernyataan positif
dan 6,5,4,3,2,1 untuk pernyataan negatif. Skala Likert, yang digunakan pengukuran variabel memang dapat dikatakan ordinal, namun demikian seperti yang dijelaskan Kerlinger (1986 : 401) bahwa skala ordinal dalam penelitian behavioral dan psikologi cukup mendekati skala pengukuran interval. Dengan demikian statistik parametrik termasuk regresi dapat digunakan untuk analisis. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dikirimkan lewat pos. Untuk menjaga reliabilitas kuesioner dan validitas data yang diperoleh sebelum digunakan diuji cobakan terlebih dahulu kepada calon responden dan pihak-pihak yang dianggap memahami indikator yang digunakan. Pengujian terhadap validitas data menggunakan teknik Hoyt, dan uji reliabilitas dengan menggunakan teknik Cronbach alpha. Model dan Teknik Analisis Data Model yang akan digunakan untuk menjawab masalah serta menguji hipotesis yang diajukan sesuai dengan kerangka konseptualnya adalah classical path analysis. Prosesdur analisisnya adalah : mengembangkan diagram jalur (path diagram) yang menujukkan hubungan kausal sesuai dengan kerangka konseptualnya sebagai berikut :
W SKPFR
W
W
KNPFR
Er5
NSPFR W
Er2
ITPFR
W
W W
KYPFR
W
Er1
W
Er3
Er4 Gambar 3 Diagram Jalur Hubungan antara Keyakinan, Sikap, Keyakinan Normatif, Norma Subyektif, dan Intensi Wakil Penjamin Emisi Efek Terhadap Penggunaan Forecast Reporting
65
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
lah dan hipotesis yang diajukan. Besarnya hubungan kausal pengaruh antar variabel akan dilihat dari koefisien jalur (regresi terstandar), kemudian jalur dianggap signifikan apabila nilai t hitung lebih besar daripada t table. Intepretasi berikutnya berdasarkan hubungan kausal, yakni efek langsung, efek tidak langsung, serta efek total antar variabel. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan beberapa paket program komputer statistik, yakni SPS-2000, SPSS Release 10,1, dan AMOS (Analysis of Moment Structure) Version 4 for Windows.
Spesifikasi dari diagram jalur di atas adalah : : Keyakinan terhadap penggunaan forecast reporting SKPFR : Sikap terhadap penggunaan forecast re porting KNPFR : Keyakinan normatif terhadap penggunaan forecast reporting NSPFR : Norma Subyektif terhadap penggunaan forecast reporting ITPFR : Intensi penggunaan forecast reporting Er 1,2,3,4,5 : Residual : Arah pengaruh (hubungan kausal) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur yang ditaksir dengan koefisien regresi terstandar (Beta) W
KYPFR
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Jalur Dari 80 kuesioner yang dkirimkam lewat pos ternyata hanya kembali sebanyak 59 buah. Jumlah ini memenuhi syarat untuk dianalisis karena telah lebih dari 5 kali parameter yang diestimesi seperti yang dianjurkan Bentler (1993), lebih dari 50 seperti yang dianjurkan oleh Hair (1992). Setelah asumsi normalitas data, multikolinieritas, dan asumsi penting lainnya terpenuhi berikutnya dari hasil analisis dengan program AMOS 4, dihasilkan koefisien jalur antar variabel yang ditunjukkan oleh regresi terstandar dan hasil uji hipotesis model seperti tampak pada gambar 4.
Untuk menguji model diagram jalur tahap berikutnya dilakukan uji asumsi normalitas data, multikolinieritas, dan uji asumsi klasik lainnya. Bila terjadi pelanggaran dilakukan tindakan perbaikan seperlunya. Tahap berikutnya adalah menguji hipotesis model antara lain dengan Chi-Square, RMSEA, GFI, CFI, dan TLI. Apabila hipotesis model yang diajukan tidak diterima atau tidak sesuai dengan data, tahap berikutnya adalah melakukan modifikasi berdasarkan modification index dan dukungan teori. Setelah model memiliki kesesuaian dengan data berikutnya dilakukan intepretasi sesuai dengan masa-
W
W SKPFR
.58
W W
.07
W
W
KNPFR
.19
NSPFR
ITPFR
W
Er2
KYPFR
W
Er1
W
Er3
Uji Hipotesis Model Chi-Square=7.398 Probability=.286 RMSEA=.063 GFI=.951 AGFI=.878 TLI=.903 CFI=.942
.02
Er4 Gambar 4 Hasil Jalur Hubungan antara Keyakinan, Sikap, Keyakinan Normatif, Norma Subyektif, dan Intensi Wakil Penjamin Emisi Efek Terhadap Penggunaan Forecast Reporting
66
Er5
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
Untuk menguji apakah model gambar 4 memiliki kesesuaian dengan data, digunakan beberapa kriteria Goodness of Fit Indices yang sesuai dengan
terstandar), nili t hitung serta t tabelnya. Kriteria signifikan apabila nilai t hitung lebih besar daripada t tabel.
Tabel 1 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indicate Kriteria Hasil Chi-Square 7,39 Probability 0,285 RMSEA 0,063 GFI 0,951 TLI 0,903 CFI 0,942 Sumber : *) Hair (1992), Arbukle (1997), Muller (1996)
Nilai Kritis *) Relatif Kecil ³ 0,05 £ 0,08 ³ 0,90 ³ 0,95 ³0,95
Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Marginal Marginal
Tabel 2 Koefisien Jalur (Regresi terstandar) Hubungan Antarvariabel Jalur KYPFR>SKPFR KNPFR>NSPFR SKPFR>ITPFR NSPFR>ITPFR
Koefisien Jalur
T hitung
0,186 0,067 0,582 0,016
1,443 0,513 5,457 0,188
jumlah sampel maupun tujuan analisis yang diinginkan. Beberapa kriteria, nilai kritis, serta kesimpulan yang bisa diambil disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa model yang diajukan menunjukkan adanya kesesuaian dengan antara model yang dikembangkan dengan data terbukti dari adanya nilai Chi-Square yang relatif kecil dan tidak signifikan (nilai p ³ 0,05) dan RMSEA lebih kecil dari 0,08. Kondisi tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan antara besaran dalam sampel (covariance sample) dan parameter populasi yang diestimasi (covariance poulasi) . GFI (Goodness of Fit) juga di atas 0,90 meskipun TLI dan CFI dengan penerimaan marginal, maka model ini relatif dapat diterima dan sesuai dengan data. Untuk menguji hipotesis yang diajukan disajikan Tabel 2 yang menunjukkan besarnya koefisien jalur (regresi
T table (α =5%)
Probability (p)
Keterangan
1,94 1,94 1,94 1,94
0,14 0,60 0,00 0,85
Tidak Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dikemukakan bahwa hipotesis alternatif 1 (satu) yang diajukan bahwa keyakinan berpengaruh terhadap sikap wakil penjamin emisi efek terhadap penggunaan pengembangan laporan keuangan forecasting tidak signifikan atau ditolak, karena nilai t hitung lebih kecil daripada t table pada tingkat kesalahan (a) 5 persen dan DF 6. Namun hanya bisa diterima pada peluang kesalahan 14 persen (nilai probability). Untuk hipotesis 2 (dua) yang menyatakan bahwa keyakinan normative berpengaruh terhadap norma subyektif wakil penjamin emisi efek terhadap penggunaan pengembangan laporan keuangan forecasting juga tidak signifikan karena t hitung lebih kecil dari t table, dan hanya dapat diterima pada peluang kesalahan yang tinggi yakni 60 persen. Berdasarkan hipotesis 3 (tiga) yang menyatakan bahwa sikap berpengaruh terhadap
67
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
intensi wakil penjamin efek dalam menggunakan pengembangan laporan keuangan forecasting diterima, terlihat dari nilai t hitung lebih besar daripada t table dan nilai p = 0. Berdasarkan Tabel 1 juga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 (empat) yang menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh terhadap intensi wakil penjamin emisi efek tidak diterima, karena t hitung lebih kecil daripada t tabel. Hubungan kausal antar variabel yang diteliti berikutnya dapat diamati dari efek langsung, efek tidak langsung, dan efek total yang distandarisir dari masingmasing variabel seperti yang terlihat pada Tabel 3. Keyakinan wakil penjamin emisi efek hanya memiliki pengaruh langsung pada sikap terhadap penggunaan forecast reporting dengan nilai 0,19, dan pengaruh tidak langsung terhadap intensi menggunakan pengembangan laporan keuangan melalui sikap sebesar 0,11. Kemudian keyakinan normative hanya memiliki pengaruh langsung kepada norma subyektif sebesar 0,07 dan efek tidak langsung terhadap intensi menggunakan pengembangan laporan keuangan forecasting melalui norma subyektif sebesar 0,001.
hubungan lainnya antara keyakinan dengan sikap, keyakinan normatif dan norma subyektif, dan antara norma subyektif dengan intensi menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Hasil pembuktian empiris tersebut dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa memang ada berbagai pendekatan tentang teori sikap dan perilaku. Bukti empiris dalam penelitian ini , bisa terjadi wakil penjamin emisi efek sebagai praktisi analis keuangan yang bekerja pada underwriter, sikapnya terhadap penggunaan forecast reporting lebih didominasi oleh pengalaman praktiknya dan bukan ditentukan oleh pengetahuan yang mendasari keyakinannya. Sehingga dalam hal ini sikap lebih mantap daripada pengetahuan serta keyakinannya. Minat mereka terhadap penggunaan forecast reporting juga lebih banyak ditentukan oleh sikapnya, bukan oleh pengaruh orang maupun kelompok lain. Apabila dilihat dari pengujian terdahulu (Wignjohartojo, 1995) tampak bahwa para wakil penjamin emisi efek memiliki sikap positif serta memiliki minat untuk menggunakan forecast reporting untuk
Tabel 3 Rekap Efek Langsung, Efek Tidak Langsung, dan Efek Total Antarvariabel Variabel
KNPFR
NSPFR
KYPFR
SKPFR
Terikat
EL
ETL
ET
EL
ETL
ET
EL
ETL
ET
EL
ETL
ET
NSPFR
0,07
0,00
0,07
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
SKPFR
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,19
0,00
0,19
0,00
0,00
0,00
ITPFR
0,00
0,001 0,001
0,02
0,00
0,02
0,00
0,11
0,11
0,58
0,00
0,58
Sumber : Lampiran Keterangan : EL = ETL = ET =
Efek Langsung Efek Tidak Langsung Efek Total
Pembahasan Berdasarkan Gambar 4 dan Tabel 2 beserta intepretasinya, ternyata hubungan kausal antara sikap dan intensi wakil penjamin emisi efek terhadap penggunaan forecast reporting yang signifikan, yaitu sikap berpengaruh positif terhadap intensi, sedangkan
68
menganalisis dalam mengambil keputusan investasi. Dengan demikian dua hasil pengujian ini konsisten, serta memiliki implikasi bahwa me-ningkatnya minat penggunaan forecast reporting pada wakil penjamin emisi efek akan banyak ditentukan oleh sikap positif mereka.
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
KESIMPULAN
IMPLIKASI
Berdasarkan hasil analisis dapat diberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Argumentasi teoritis dan hasil penelitian empiris sebelumnya menyatakan bahwa forecast reporting memiliki kandungan informasi yang bermanfaat untuk mengambil keputusan investasi pada sekuritas. Pernyataan di atas didukung oleh penelitian Wignjohartojo (1995) dan hasil pengujian ini bahwa pada hakekatnya memberikan bukti empiris bahwa wakil penjamin emisi efek sebagai analis keuangan yang bekerja pada underwriter mempunyai sikap positif yang ternyata juga konsisten dengan minat mereka untuk menggunakan forecast reporting dalam mengambil keputusan investasi pada sekuritas. 2. Adanya hubungan kausal yang tidak signifikan antara keyakinan dan sikap, keyakinan normatif dan norma subyektif, serta norma subyektif dan intensi, karena para wakil penjamin emisi efek sebagai praktisi analis keuangan yang bekerja pada underwriter kemantapan sikapnya barangkali lebih banyak ditentukan oleh pengalaman praktiknya.
Dari argumentasi teoritis, penelitian empiris terdahulu serta bukti empiris dari hasil penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut: 1. Badan Pengawas Standar Akuntansi untuk menyusun aturan yang memasukkan forecast reporting sebagai produk dari akuntansi keuangan. 2. Lembaga pendidikan akuntansi untuk memasukkan forecast reporting dalam materi pendidikan. 3. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang variabel pembentuk minat, dapat dilakukan pengembangan penelitian dengan memasukkan variabel pengalaman seperti yang diduga dari hasil penelitian ini. Sebagai alternatif model dapat digunakan pengembangan dari model theory of resoned action, yakni theory of planned behavior yang dikembangkan oleh Ajzen (1985) yang memang memasukkan pengalaman. Pengembangan penelitian juga diharapkan dapat lebih memperbaruhi data.
69
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
DAFTAR PUSTAKA Accounting Principles Board, 1970. Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements of Business Enterprices. APB Statement No. 4. American Institute of Certified Public Accountants, USA. Accounting Standards Committee. The Corporate Report, ASC, 1975. Ajzen I, 1985. “From Intention to Action : A Theory of Planned Behavior,” dala J. Kuhl and Beckmann (Eds), Action-control : From Cognition to behavior. Springer. Heidelberg American Accounting Associstion, 1966. A Statement of Basic Accounting Theory. American Accounting Association, USA. American Institute Of Certified Public Accountants, 1973. Objective of Financial Statement. American Institute of Certified Public Accountnts, Inc. Ancok, Djamaludin. 1993. Teknik Penyusunan Skala Pengukur. Pusat Penelitian Kependudukan Gajah Mada, Yogyakarta. Arbuckle JL, 1999. Amos 4 User Guide. Smallwaters Corporation. Chicago Azwar, Saifuddin, 1998. Sikap Manusia - Teori dan Pengukurannya. Liberty, Yogyakarta. Bentler P, 1993. EQS : Structural Equation Program Manual. Los Angeles : Scientific Software International Bapepam, 1992. Peraturan Pasar Modal. Edisi
70
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
1992, Penerbit Yayasan Mitradana, Jakarta, April. Chang, Lucia S., Kenneth S. Most, Carlos W. Brain, (1983). The Untility of Annual Reports: An International Study. Journal of International Business Studies, Spring/summer, 63-84. Dev, S., 1973. Problem in Interpreting Profit Forecasts. Accounting and Business Research, Spring, 110-116. __________ and M. Webb, 1972. The Accuracy of Company Profit Forecasts. Journal of Business finance, Autum, 26-39. Ferris, K.R., 1975. Profit forecasts Disclosure: The Effect on Managerial Behaviour. Accounting and Business Research, Spring, 133-139. __________, 1976. The Apparent Effect of Profit Forecast Disclosure on Managerial Behavior: An Empirical Examination. Journal of Business Finance and Accounting, Vol.3 No.3, 53-56. Financial Accounting Standard Board, 1978. Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises. Statement of Financial Accounting Concept No. 1. FASB, Stamford, Connecticut, November. Fishbein M, dan Ajzen I, 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior. Reading, Addison-Wesley. Massachusett __________, 1980. Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. New York. Prentice-Hall Foster, G, 1973. Stock Market Reaction to Estimates of Earnings per Share by Company Officials. Journal of Accounting
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
Research, Spring, 25-37. _________, 1977. Quaterly Accounting data: Time-Series Properties and PredictiveAbility Results. The Accounting Review, Jaunuary, 1-21. Gray, Sidney J., 1981. Segmental or Disaggregated Financial Statements, in Thomas Lee (Ed.) Development in Financial reporting, Philip Allan Publishers Limited, (Reprinted 1984, 1986). Hadi, Sutrisno, 1987. Metodologi Research. Jilid 3. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Hair Joseoh H, Ralph E. Anderson, Tathan R, dan William C. Black, 1992. Multivariate Data Analysis. New York : Macmillan Publishing Company. Kerlinger Fred N, 1986. Multiple Regression in Behavioral Research. Holt, Richart & Winston, Inc. New York Komite PAI, 1994. Standar Akuntansi Indonesia. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Lee, Thomas A., 1986. Developments in Financial Reporting. Philip Allan Publishers, Southampton, Great Britain. Mar’at, 1984. Sikap Manusia - Perubahan serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia, Jakarta. Muller Ralp O, 1996. Basic Principles of Structural Equation Modelling. An Introduc-
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
tion to Lisrel and EQS. New York : Springer Nazir M, 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Paton, W.A. and A.C. Littleton, 1940. An Introduction To Corporate Accounting Standards. American Accounting Association, (Twenth-First Printing, 1992). Sekaran U, 2000. Research Methods for Business : A Skill-Building Approach. John Wiley & Sons. New York Siegel, S, 1986. Terjemahan, Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, PT. Gramedia, Jakarta. Susanto, Djoko, 1992. An Empirical Investigation of The Extent of Corporate Disclosure in Annual Reports of Companies Listed on The Jakarta Stock Exchange. Unpublished Doctoral Dissertation, University of Arkansas. Wignjohartojo, Parwoto, 1995. Sikap Akuntan Pendidik dan Pemakai Laporan Keuangan terhadap Penggunaan Pengembangan Laporan Keuangan untuk Membuat Keputusan Investasi pada Saham. Disertasi Doktor. Universitas Airlangga. Surabaya. Yunus, Hadori, 1992. External Financial Reporting In Indonesia And Its Inplications For Accounting Development. Unpublished Doctoral Dissertation, The University of Hull, U.K.
71
Jam STIE YKPN - Parwoto Wignjohartojo
72
Hubungan Variabel Pembentuk Minat ....
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
KINERJA PEMASARAN USAHA KECIL DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Iswardono S.P 1 ) Sunaryadi 2 )
ABSTRAKSI Pengembangan usaha kecil menjadi tema sentral dalam rangka memberdayakan ekonomi rakyat, tak terkecuali di Yogyakarta. Dalam pengembangan tersebut masih banyak mengalami hambatan. Perspektif masyarakat masih beranggapan bahwa pengembangan usaha kecil yang terpenting adalah modal. Apabila diamati lebih jauh, modal hanyalah salah satu bagian pengembangan usaha kecil. Justru hal terpenting dan krusial adalah pemasaran tetapi hal tersebut masih mendapatkan suara minor dari pengusaha kecil. Padahal, pasar merupakan ujung tombak dalam usaha. Untuk itulah artikel ini mencoba mengedepankan aspek pemasaran dalam pengembangan usaha kecil yang ada di Yogyakarta. Maksudnya, agar pengembangan usaha kecil tersebut dapat diketahui kinerja pemasarannya, yang nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan pola pembinaan terhadap usaha kecil yang ada di Yogyakarta.
PENDAHULUAN Pertumbuhan usaha kecil yang ada di Yogyakarta sejak tahun 1986 sampai tahun 1996 mencapai 3,43%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha kecil merupakan sektor yang masih banyak diminati oleh masyarakat. Pemerintah sebagai penyelenggara publik perlu merespon kondisi tersebut. Apalagi jika
1 2
dikaitkan dengan kondisi krisis sekarang ini, realitas menunjukkan bahwa usaha kecil mampu membuktikan sebagai sektor yang kuat. Posisi tersebut akan lebih solid jika ditopang oleh kebijakan yang kondusif. Wujud dari kebijakan ini adalah keberpihakan yang memberikan keleluasaan perkembangan usaha kecil. Selama ini, kebijakan perekonomian Orde Baru lebih banyak dinikmati oleh konglomerat. Hal ini menyebabkan usaha kecil berkembang hanya sesuai dengan kekuatan yang dimiliki. Hikmah yang bisa dipetik adalah usaha kecil tidak tergantung pada fasilitas pemerintah dan tahan banting pada gejolak perekonomian. Selama ini memang sudah banyak kebijakan yang menguntungkan pengusaha kecil, tetapi tidak sebesar apa yang diberikan pada konglomerat. Dengan demikian, reorientasi terhadap kebijakan usaha kecil sekarang ini merupakan hal yang mutlak diperlukan. Dasar orientasi tersebut adalah kinerja perekonomian agar tidak mengulangi kesalahan dalam pembuatan kebijakan baru. Berbagai macam tanggapan terhadap usaha kecil merupakan awal keberpihakan terhadap kebijakan yang ada. Tanggapan tersebut dimaksudkan untuk memberi masukan terhadap pengambil kebijakan. Dalam hal ini respon pemerintah sangat dibutuhkan dalam rangka mengembangkan usaha kecil. Salah satu kunci pengembangan usaha kecil adalah pemasaran. Tetapi, berkaitang dengan riset pemasaran ini usaha kecil banyak mengalami hambatan untuk melakukan sendiri. Hal ini disebabkan oleh
Drs. Iswardono S.P., MA., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sunaryadi, SE., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta
73
74
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
kemampuan, waktu yang tidak ada, atau bahkan kurangnya kepedulian. Dengan demikian peranan pemerintah maupun swasta diperlukan yang kapasitasnya sebagai konsultan. Selama ini keputusan pengusaha kecil dalam membuka usaha dan berproduksi acuan pasarnya stereotip (baca: melihat pengalaman milik pihak lain). Jika usaha pihak lain tersebut bagus maka mereka akan membuat keputusan berusaha seperti milik pihak lain tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pengusaha kecil kurang responsif terhadap terhadap pasar. Responsifitas tersebut dapat dikembangkan jika arahan dan kebijakan terhadap usaha kecil kondusif. Secara umum ada dua hal yang menjadi kendala dalam pengembangan pemasaran usaha kecil, yakni kesadaran usaha kecil terhadap pengetahuan dan kebijakan yang tidak kondusif. Kelemahan tersebut harus diselesaikan secara simultan, baik yang berasal dari dalam maupun luar pengusaha kecil. Apabila kedua hal tersebut bisa berjalan serentak maka keputusan terhadap pengembangan usaha kecil menjadi aplikatif dan sustainable. Hal yang dimaksud adalah sesuai dengan kondisi usaha kecil dan akhirnya mereka mampu menindaklanjuti sendiri. Pemasaran usaha kecil sendiri masih banyak menyimpan persoalan. Hal ini membutuhkan perhatian yang khusus agar kinerja pemasaran tersebut mendapatkan arahan kebijakan yang aplikatif dari pemerintah. Tetapi perlu disadari, pemikiran tersebut perlu mendapatkan bantuan dari pihak-pihak terkait agar usaha kecil yang selama ini menjadi obyek mampu menjadi subyek yang mandiri. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sikap dari pengusaha kecil yang selama ini bersikap ‘apriori’ terhadap pengetahuan pemasaran. Kondisi ini menyebabkan kebijakan terhadap kinerja pemasaran tidak bisa tertransfer secara baik. Kebanyakan mereka mengatakan modal menjadi kesulitan utama. Kreatifitas terhadap segmentasi dan orientasi pasar kurang diperhatikan oleh mereka, yang diakibatkan oleh kesadaran pengetahuan. Belajar dari pengalaman, biasanya Depkop dan PPK maupun lembaga lain sering mengadakan training dan diklat pemasaran terhadap usaha kecil, tetapi kebanyakan tidak mendapatkan tanggapan yang baik, adapun biasanya alasannya adalah hanya menghabiskan waktu alias tidak berguna. Bahkan, ada pameran
atau work shop pun tidak banyak mendapatkan respon. Hal inilah yang sering menjadi tantangan dalam pengembangan pemasaran usaha kecil. Kondisi-kondisi di atas menyebabkan keberadaan pemasaran usaha kecil menjadi sesuatu yang serba sulit dan membingungkan, jika hal tersebut tidak diamati secara menyeluruh. Pengamatan ini menjadi penting agar kebijakan yang sudah dilakukan perlu diganti atau diteruskan, agar kebijakan terhadap usaha kecil menjadi lebih handal. Pada akhirnya, suara-suara yang sumbang terhadap pengembangan usaha kecil menjadi lebih merdu yang didasarkan permasalahan riil yang dihadapi. Maksud dari tulisan ini adalah mengamati dari dekat tentang permasalahan pemasaran usaha kecil untuk periode akhir tahun 1998 sampai dengan 1999. Harapan dari tulisan ini adalah referensi kebijakan bagi instansi terkait ataupun sumber informasi bagi pelaku bisnis.
METODOLOGI Metodologi yang dipakai dalam mengamati kinerja pemasaran usaha kecil yang ada di Yogyakarta adalah metode pengambilan sampel dan alat analisis. Penjelasan metodologi ini dimaksudkan sebagai bentuk batasan permasalahan sekaligus pendekatan pemecahan permasalahan. Sumber data yang dikumpulkan adalah merupakan data primer melalui wawancara dengan responden. Data tersebut diambil dari lima Dati II yang tersebar di Yogyakarta. Jumlah sampel sampel tiap Dati II tidak sama tergantung sektor basis (keunggulan komparatif) daerah tersebut. Adapun data tersebut merupakan hasil penelitian bersama antara PAU-SE (Pusat Antar Universitas dan Studi Ekonomi UGM) dengan Bank Indonesia Yogyakarta, yakni sebanyak 585 (lima ratus delapan puluh lima) responden yang tersebar di seluruh wilayah Yogyakarta. Responden yang dimaksud adalah pengusaha kecil yang ada di Yogyakarta dengan kriteria omset Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) per tahun. Metode pengambilan sampel tersebut menggunakan konsep LQ (location Quentient). Analisis ini digunakan untuk mengetahui sektor basis di dati II. Secara matematis alat anlisis tersebut adalah sebagai berikut:
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Q(x) Kabupaten
: PDRB Kabupaten
Q(x) Propinsi
: PDRB Propinsi
LQ (x) Kabupaten = Di mana: LQ (x) Kabupaten = angka LQ sektor x di kabupaten Q(x) Kabupaten = nilai tambah bruto sektor x di kabupaten PDRB Kabupaten = PDRB kabupaten Q(x) Propinsi = nilai tambah bruto sektor x di kabupaten PDRB Propinsi = PDRB propinsi Bila angka LQ suatu sektor lebih dari satu maka sektor ini merupakan sektor basis di dati II yang bersangkutan. Sebaliknya jika angkanya kurang dari satu maka sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan di daerah tersebut. Dengan demikian, semakin angka LQ tersebut semakin tinggi keunggulan komparatif dari daerah yang bersangkutan pada sektor tersebut. Penjumlahan sampel ditetapkan bukan berdasar random sampling akan tetapi didasarkan pada sampel yang bersifat purposive sampling methode. Metode ini mengacu pada keunggulan dari sektor basis yang telah ditentukan dalam LQ. Dengan demikian jumlah sampel menyesuaikan dengan banyaknya sektor unggulan. Adapun metode analisis yang dipakai adalah sistim modus yang ditabulasikan dari hasil wawancara dengan responden. Modus tersebut didapatkan dari skor yang didapatkan dari kriteria pemasaran usaha kecil. Adapun hasil skor tersebut sebagai berikut:
1 (kurang baik), 2 (cukup baik), 3 (baik). Skor tersebut memperlihatkan baik/tidaknya kinerja pemasaran usaha kecil. Dalam hal penggunaan alat analisis, metode modus lebih baik dibandingkan dengan metode rata-rata, karena tidak ada angka yang pecahan. Karena pendekatan rata-rata didapatkan angka yang pecahan sehingga sulit pendekatan ke atas dan ke bawah. Kesulitan lain pendekatan rata-rata adalah adanya deviasi standar. Hal ini ahkan menyebakan ketidakakurasian dalam analisis. Permasalahan deviasi standar ini akibat bilangan yang pecahan sehingga mempersulit pendekatan ke atas maupun kebawah. Apabila hal tersebut dipaksakan maka pada analisis data menyebabkan kesalahan dalam estimasi. Variabel pengamatan pemasaran usaha kecil yang ada di Yogyakarta secara garis besar ada 3 hal, yakni: (a) sistem distribusi usaha kecil, (b) cara promosi usaha kecil, (c) keterpaduan usaha kecil. Ketiga variabel utama tersebut bukan merupakan variabel yang berdiri sendiri, akan tetapi ada variabel penentu yang mempengaruhi variabel tersebut. Adapun kerangka kinerja pemasaran usaha kecil dapat dilihat dari tabel berikut ini: Kerangka pikir skor diatas merupakan konsep yang dijadikan acuan dalam memahami pemasaran usaha kecil di Yogyakarta. Acuan di atas sangat ketat, apabila dijadikan pengamatan terhadap kinerja usaha kecil, yang sebagian besar masih jago kandang bahkan lokal dan masih subsisten. Adanya pengamatan terhadap usaha kecil secara ketat diharapkan menjadikan usaha kecil siap mengahadapi pasar nasional bahkan global.
75
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 1. Variabel kinerja pemasaran usaha kecil di Yogyakarta Variabel Utama
Variabel Penjelas pemanfaatan saluran distribusi
Sistem Distribusi
lingkup pemasaran
pengetahuan ekspor
kemampuan trade margin
persediaan produk
konsumen akhir
Cara Promosi
pelaksana penjualan
cara promosi
efektifitas promosi
Keterpaduan Penjualan
keterlibatan
respon konsumen
ketepatan penjualan
sistem penjualan
pertumbuhan penjualan
Variabel Pengamatan Skor tidak memanfaatkan kadang memanfaatkan selalu memanfaatkan Lokal Nasional Ekspor tidak tahu tidak tahu prosedur tahu sedikit (0%-5%) harga jual (5%-10%) harga jual (10%-25%) harga jual kurang cukup lebih dari permintaan pendapatan rendah pendapatan sedang pendapatan tinggi pimpinan staf pimpinan tenaga penjualan ikut pameran kerjasama sendiri tidak tercapai agak tercapai tercapai bagian pemasaran bagian pemasaran dan bagian yang lain semua terlambat agak lambat cepat tidak tepat kadang-kadang tepat selalu tepat kontan kredit kontan dan kredit rendah sedang tinggi
Skor Kurang Baik 1
Sumber: Kuesioner Bank Indonesia Yogyakarta kerjasama dengan PAU-SE UGM
76
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Cukup baik
Baik 2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
PEMBAHASAN
indikator yang dimaksud pertama adalah pemanfaatan distribusi. Berdasarkan indikator pemanfaatan distribusi ini, sebagian besar usaha kecil yang ada di Yogyakarta tidak memanfaatkan saluran distribusi yang formal. Bahkan mempunyai kecenderungan mengandalkan penjualan yang seadanya dengan tingkat fluktuatif usaha besar. Adapun kondisi usaha kecil yang termasuk dalam kategori seperti ini terletak di Dati II Gunung Kidul dan Sleman dengan jumlah persentase terhadap total usaha kecil masing-masing 72,13% dan 57,61%. Sedangkan Dati II yang sudah memanfaatkan saluran distribusi formal adalah Kodya, Bantul, dan Kulon Progo. Adapun persentase usaha kecilnya masing-masing 40% (Kodya), Bantul (44,33%), dan 47,22% (Kulon Progo). Permasalahan lain dalam sistem Distribusi adalah wilayah pemasaran. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar usaha kecil yang ada di Yogyakarta pemasaran produknya masih lokal (satu kabupaten). Hal ini dapat dilihat dari skor usaha yang menunjukkan angka 1 (kurang baik). Adapun Dati II yang masih menunjukkan lingkup pemasarannya paling sempit adalah Gunung Kidul. Hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan
Pengamatan terhadap usaha kecil di Yogyakarta lebih banyak didasarkan pada kinerja dari dalam usaha kecil sendiri. Artinya, selama ini sudah seberapa jauh usaha kecil memperjuangkan kinerja pemasarannya dan memanfaatkan peluang yang ada dalam usaha kecil tersebut. Hal ini membutuhkan pengamatan yang jeli dalam memahami kinerja tersebut. Harus disadari bahwa pengamatan terhadap usaha kecil yang didasarkan pada metodologi tersebut tidak mampu menganalisis secara keseluruhan terhadap permasalahan pemasaran usaha kecil yang dihadapi. Akan tetapi, paling tidak metodologi tersebut bisa dijadikan acuan dalam kinerja usaha kecil. Berdasarkan pengamatan terhadap usaha kecil dilihat gambaran usaha kecil adalah sebagai berikut: Saluran Distribusi Secara umum saluran distribusi usaha kecil yang ada di Yogyakarta memperlihatkan skor yang kurang baik (1). Adapun gambaran tersebut dapat dilihat dari tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Saluran distribusi usaha kecil di Yogyakarta No 1 2 3 4 5 6 7
Kinerja Saluran Distribusi Sistem Distribusi Pemanfaatan distribusi Lingkup pemasaran Pengetahuan ekspor Cara ekspor Kemampuan trade margin Jaminan tersedia prod. Gol. Konsumen akhir
Bantul M
% 1 1 1 1 1 1 2 2
44,33 53,61 35,05 22,68 36,08 48,45 63,92
Gunung M 1 1 1 1 2 3 3 2
Kidul % 72,13 83,61 44,26 11,48 47,54 49,18 57,58
Kulon Progo M % 1 1 47,22 1 58,33 1 40,28 2 18,08 3 52,78 2 47,22 3 54,17
Sleman M % 2 1 57,61 1 64,13 1 25,00 3 8,70 2 22,83 2 58,70 2 44,55
Kodya M
% 2 1 1 1 2 2 2 2
40,00 64,21 30,51 8,42 30,53 66,32 66,26
Sumber: Baseline Economic Survey, PAU-SE UGM dan Bank Indonesia Yogyakarta, 1999, diolah. Berdasarkan tabel tersebut memperlihatkan bahwa saluran distribusi usaha kecil di Yogyakarta belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar modus indikator sistem distribusi tersebut, yang memperlihatkan skor kurang baik (1). Adapun
daerah yang paling terisolir. Berdasarkan total jumlah usaha kecil yang ada di daerah tersebut sebanyak 83,61% hanya mengandalkan pemasaran tingkat kabupaten sendiri. Keberadaan ini berkebalikan dengan yang terjadi di Kabupaten Bantul. Wilayah ini
77
78
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
berkaitan dengan wilayah pemasaran, jumlah pengusaha kecilnya paling banyak, yakni mencapai 45,39%. Adapun Dati II yang lain besarnya pemasaran lokal secara relatif masing-masing adalah Kulon Progo (58,33%), Sleman (64,13%), Kodya (64,21%). Hal yang unik adalah Kodya, wilayah pemasarannya merupakan rangking kedua terburuk setelah Gunung Kidul. Kategori sistem distribusi yang lain adalah peluang ekspor. Beradasarkan tabel di atas berkaitan dengan peluang ekspor usaha kecil yang ada di Yogyakarta sebagian besar belum mengetahui dan tidak tahu prosedur. Hal ini terlihat jelas dari skor kurang baik (1). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar usaha kecil yang ada di Yogyakarta tidak kreatif dalam memperluas pangsa pasarnya. Tetapi ada Dati II yang sebagian besar mengetahui pleuang ekspor, yakni Sleman. Daerah ini jumlah pengusaha kecil yang tidak mengetahui peluang ekspor sama sekali hanya 25%, Tetapi yang patut di sayangkan walaupun mereka mengetahui peluang ekspor tetapi tidak tahu prosedurnya. Dati II yang lain yang tidak mengetahui peluang ekspor masing-masing adalah: Kodya (30,51%), Bantul (35,05%), Kuon Progo (40,28%), dan Gunung Kidul (44,26%). Berikutnya adalah tata cara ekspor yang dilakukan oleh pengusaha kecil di Yogyakarta. Berdasarkan kategori ini ekspor yang dilakukan oleh pengusaha kecil yang paling rendah skornya adalah Kabupaten Bantul. umumnya ekspor yang dilakukan masih menggunakan tenaga pengumpul lokal, yakni sebanyak 22,68%. Adapun Dati II lain yang paling baik tata cara ekspornya adalah Sleman. kabupaten ini telah mampu mengadakan ekspor secara langsung sebanyak 8,7%. Adapun Dati II yang lain kebanyakan ekspornya masih menggunakan jasa eksportir dan pedagang besar. Adapun besaran relatif masing-masing adalah: Kulon Progo (18,08%), Gunung Kidul (11,48%), dan Kodya (8,42%). Kategori lain sistem distribusi adalah rentabilitas usaha kecil. Semakin besar rentabilitas maka kategorinya semakin baik. Rentabilitas usaha kecil Dati II berdasarkan tabel di atas yang tergolong baik (skor 3) adalah Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul. Hal ini memperlihatkan bahwa kedua kabupaten tersebut mempunyai trade margin sebesar antara 10% – 25% terhadap nilai penjualan. Adapun
jumlah usaha kecil di kedua daerah tersebut yang mampu menghasilkan trade margin itu adalah Kulon Progo 52,78% dan Gunung Kidul 47,54%. Kemampuan trade margin yang cukup baik ada di dua Dati II, yakni Sleman dan Kodya. Kedua daerah ini mampu mengahsilkan trade margin berkisar antara 5% - 10%. Tingkat rentabilitas terkecil terletak di Kabupaten Bantul, ini merupakan rentabilitas yang tergolong kurang baik (skor 1). Adapun persentase jumlah usaha kecil yang menghasilkan trade margin sebesar itu adalah 36,08%. Ketersediaan produk bagi usaha kecil menunjukkan kesesuaian antara produksi dengan konsumen. Secara umum ketersediaan produksi usaha kecil dapat terpenuhi. Dengan demikian pelayanan terhadap konsumen cukup baik. hal ini dapat dilihat dari skor ketersediaan produk cukup baik (2). Dati II yang mampu menyediakan produk yang sesuai dengan permintaan (skor 3), hanyalah di Gunung Kidul. Wilayah ini konsumen hampir tidak pernah mengalami kekurangan barang, bahkan dapat dikatakan melimpah. Adapun jumlah usaha kecil yang termasuk kategori ini mencapai 49,18%. Sedangkan Dati II yang lain ketersediaan produksinya hanya termasuk kategori cukup. Dati II yang dimaksud adalah Bantul, Kulon Progo, Sleman, dan Kodya. Adapun jumlah pengusaha kecil persentasenya masing-masing adalah: 48,45%; 47,22%; 22,83%; 66,23%. Konsumen akhir pengusaha kecil yang ada di Yogyakarta umumnya hanya terdiri dari dua kategori, yakni berpendapatan sedang dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha kecil di daerah tersebut menunjukkan kondisi yang cukup baik dan baik. Hal ini cukup masuk akal jika produknya mampu memberikan trade margin yang tidak mengecewakan. Konsumen masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi merupakan masyarakat yang mementingkan mutu. Dengan demikian mutu dari usaha kecil yang ada di Yogyakarta dapat menjadi daya tarik tersendiri. Dati II yang konsumen akhirnya adalah masyarakat berpenghasilan tinggi adalah Kulon Progo. Hal ini terlihat dari skor baik (3). Adapun jumlah usaha kecilnya mencapai 54,17%. Sedangkan Dati II yang lain konsumennya sebagian besar adalah golongan menengah. Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan tabel di atas dengan skor 2 (cukup baik). Adapun jumlah pengusaha kecilnya adalah Kodya (66,26%), Bantul
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
(63,92%), Gunung Kidul (57,38%), Sleman (44,55%).
di atas menunjukkan bahwa tiga wilayah Dati II sudah termasuk dalam kategori baik (skor 3). Adapun ketiga Dati II tersebut adalah Kodya, Sleman, dan Gunung Kidul. Kategori tersebut menunjukkan bahwa ketiga daerah tersebut sudah melakukan promosi secara mandiri (menyelengarakan sendiri). Adapun persentase jumlah usaha kecil yang sudah menyelenggarakan pameran sendiri Kodya (43,16%), Sleman (34,78%), dan Gunung Kidul ((37,7%). Sedangkan Kabupaten Kulon Progo cara promosi masih menggunakan cara kerjasama dengan perusahaan lain. Cara promosi yang paling konservatif dilakukan oleh usaha kecil adalah pameran. Hal ini menunjukkan promosi yang dilakukan oleh usaha kecil tidak pro aktif. Kategori cara promosi usaha kecil seperti ini banyak terdapat di Kabupaten Bantul. Kategori cara promosi yang ketiga adalah efektifitas pelaksanaan promosi. Usaha kecil di Yogyakarta secara umum promosi yang dilakukan sudahtermasuk kategori efektif. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3. di atas yang sebagian besar Dati II sudah menunjukkan skor baik (3), hanya satu yang menunjukkan skor cukup baik (2), yakni Kodya Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa keempat Kabupaten, yakni Kulon Progo, Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul promosi yang dilakukan oleh usaha kecil sudah mencapai target. Adapun untuk wilayah Kodya Yogyakarta hanya termasuk agak tercapai sasaran (skor 2).
Cara Promosi Usaha Kecil Promosi merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi pengusaha kecil dalam memasarkan produknya. Secara umum, kondisi cara promosi usaha kecil baik paling tidak di tiga wilayah Dati II, yakni Gunung Kidul, Sleman, dan Kodya. Hal ini dapat dilihat dari skor yang nialainya adalah 3. Adapun Dati II yang termasuk kategori kurang baik (1) adalah Bantul. Sedangkan Kabupaten Kulon Progo termasuk dalam kategori cukup baik (2). Penilaian ini didasarkan pada pada kategori: penjualan produksi, cara pelaksanaan promosi, dan efektifitas promosi. Adapun hasil kategori cara promosi usaha kecil yang ada di Yogyakarta dapat dilihat dari tabel berikut ini: Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa cara pelaksnaan penjualan usaha kecil di Yogyakarta menunjukkan kategori baik (skor 3), hanya terdapat di dua wilayah Dati II, yakni Sleman dan Kodya. dengn demikian kedua Dati II tersebut sudah menggunakan tenaga penjualan khusus. Adapun persentase jumlah usaha kecil yang sudah menggunakan tenaga penjualan khusus tersebut mencakup 18,84% (Sleman) dan 34,74% (Kodya). Sedangkan Dati II yang lain yang meliputi Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progo pelaksan penjualan sebagian besar adalah pemilik/ pemimpin. Hal ini dapat dilihat dari skor pelaksana penjualan yang masih menunjukkan kurang baik (2). Adapun jumlah persentase usaha kecil yang termasuk dalam kategori ini adalah Bantul (63,92%), Gunung Kidul (81,97%), dan Kulon Progo (56,94%). Kategori berikutnya adalah cara yang dilakukan oleh usaha kecil dalam promosi. Berdasarkan tabel 3.
Keterpaduan Penjualan Keterpaduan penjualan usaha kecil secara umum di Yogyakarta baik (skor 3). Kategori ini palin tidak terdapat di empat Dati II, yakni Bantul, Gunung
Tabel 3. Cara promosi usaha kecil di Yogyakarta No 1 2 3
Katagori Cara Promosi Cara Promosi Pelaksana penjualan Cara Promosi Efektifitas promosi
Bantul M 1 1 1 3
% 63,92 32,99 32,99
Gunung M 3 1 3 3
Kidul % 81,97 37,70 34,43
Kulon Progo M % 2 1 56,94 2 29,17 3 38,89
M 3 3 3 3
Sleman % 18,84 34,78 36,96
Kodya M 3 3 3 2
% 34,74 43,16 42,11
Sumber: Baseline Economic Survey, PAU-SE UGM dan Bank Indonesia Yogyakarta, 1999, diolah.
79
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Kidul, Sleman, dan Kodya. Hanya terdapat satu Dati II yang termasuk dalam kategori cukup bail (skor 2), yakni Kulon Progo. Keterpaduan ini dapat dilihat dari keterlibatan karyawan dan pimpinan dalam pemasaran, respon terhadap konsumen, sistem penjualan, ketepatan memenuhi pesanan, dan volume penjualan. Kelemahan yang ada pada pengusaha kecil berkaitan dengan keterpaduan ini adalah sistem penjualan dan pertumbuhan volume usaha yang diakibatkan oleh krisis ekonomi. Adapun keterpaduan penjualan lebih terperinci dapat dilihat dari tabel berikut ini: Berdasarkan tabel 4. di atas menunjukkan bahwa keterlibatan penjualan pengusaha kecil yang ada di Yogyakarta sudah menunjukkan skor yang baik (3). Hal ini mengindikasikan semua tenaga kerja usaha kecil tersebut terlibat dalam pemasaran. Adapun jumlah persentase usaha kecil yang termasuk dalam kategori ini di masing-masing Dati II adalah Bantul (45,36%), Gunung Kidul (37,70%), Kulon Progo (47,22%), Sleman (46,74%), dan Kodya Yogyakarta (52,63%). Dengan demikian ada pengusaha kecil yang penjualannya hanya melibatkan bagian pemasaran saja. Berkaitan dengan respon usaha kecil terhadap konsumen sebagian besar belum menunjukkan cepat tanggap. Respon yang paling cepat terdapat di Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini ditunjukkan oleh tabel 4. diatas yang skornya adalah baik (3). Sedangkan Dati II yang lain respon tersebut hanya ditunjukkan dengan cukup baik (2). Kategori ini menunjukkan
respon terhadap konsumen yang tidak stabil kadang cepat tetapi kadang tidak. Sistem pejualan produk usaha kecil kebanyakan menggunakan sistem kontan. Hal ini dipandang sebagai kelemahan karena kurang memperhitungkan kepuasan konsumen, yang berbeda-beda. Hal lain seringkali usaha kecil kurang berhubungan dengan bank, sehingga jarang sekali yang pembayarannya melalui bank yang relatif aman terhadap resiko kehilangan uang terutama transaksi yang berjumlah besar. Besarnya jumlah persentase usaha kecil yang pembayarannya menggunakan sistem kontan di Dati II Yogyakarta adalah Bantul (53,61%), Gunung Kidul (67,21%), Kulon Progo (54,17%), Sleman (50,00%), dan Kodya (54,74%). Berkaitan dengan ketepatan memenuhi pesanan, sebagian usaha kecil di Yogyakarta sudah menunjukkan skor yang baik (3). Hal ini ditunjukkan oleh empat Dati II dengan besaran persentase usaha kecil yang cukup meyakinkan, yakni Bantul (70,10%), Gunung Kidul (81,89%), Sleman (59,78%), dan Kodya (48,21%). Kategori semacam ini berarti empat wilayah Dati II tersebut sudah menunjukkan ketepatan dalam pesanan. Adapun Kabupaten Kulon Progo belum menunjukkan ketepatan secara penuh dalam memenuhi pesanan, dengan jumlah usaha kecil secara persentase yang termasuk kategri ini (skor 2/cukup baik) adalah 56,94%. Pertumbuhan penjualan produksi usaha kecil di Yogyakarta fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh
Tabel 4. Keterpaduan penjualan usaha kecil di Yogyakarta
No. 1 2 3 4 5
Katagori Keterpaduan Penjualan Keterpaduan Keterlibatan pemasaran Respon terhadap konsumen Sistem penjualan Ketepatan penjualan Pertumbuhan penjualan
M 1 3 2 1 3 2
Bantul % 45,36 54,64 53,61 70,10 52,56
Gunung M 3 3 3 1 3 2
Kidul % 37,70 62,30 67,21 81,89 42,62
Kulon Progo Sleman M % M % 2 3 3 47,22 3 46,74 2 47,22 2 45,65 1 54,17 1 50,00 2 56,94 3 59,78 1 44,44 2 40,22
Sumber: Baseline Economic Survey, PAU-SE UGM dan Bank Indonesia Yogyakarta, 1999, diolah.
80
M 3 3 2 1 3 1
Kodya % 52,63 54,74 54,74 48,42 44,21
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
kondisi ekonomi yang kurang stabil. Bahkan di dua dati II, yakni Kulon Progo dan Kodya mengalami volume penjualan yang menurun. Sedangkan di tiga dati II yang lain pertumbuhannya relatif tetap, yakni Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul. Dengan demikian pada masa krisis jarang ditemukan usaha kecil yang penjualannya mengalami kenaikan.
Kendala eksternal disamping faktor krisis adalah lemahnya pola kebijakan yang berkaitan dengan pemasaran usaha kecil. Pola kebihjakan tersebut kurang acceptable, accountable yang diakibatkan oleh kurang informasi fakta lapangan. Hal ini mengakibatkan usaha kecil ‘apriori’ terhadap kebijakan pemerintah.
KESIMPULAN
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Secara umum, kondisi pemasaran usaha kecil yang ada di Yogyakarta belum menunjukkan kondisi yang baik. Hal ini disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Adapun kondisi pemasaran usaha kecil yang ada di Yogyakarta secara terperinci dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Saluran distribusi memperlihatkan kondisi yang kurang baik. Hal ini disebabkan oleh kurang memanfaatkan saluran distribusi, sempitnya lingkup pemasaran dan kurangnya pengetahuan ekspor. 2. Cara promosi memperlihatkan kondisi yang cukup baik, tetapi kurang optimal. Hal ini ditunjukkan oleh pelaksanaan promosi yang sudah melibatkan semua tenaga kerja, promosi sudah dilakukan, tetapi yang masih belum optimal hasil dari promosi (terkadang kurang efektif). 3. Keterpaduan penjualan usaha kecil sudah baik. Hal ini didukung oleh keterlibatan semua unsur tenaga kerja dalam penjualan, respon terhadap konsumen yang baik, sistem pembayaran, dan ketepatan penjualan. Kelemahan internal mendasar yang dialami oleh pengusaha kecil adalah tampil apa adanya sehingga kurang kerja keras untuk mencapai kemajuan. Selain itu mereka kurang responsif dan kreatifitasnya dalam mengembangkan pemasaran. Penyebab lain adalah kurang mengharagai ilmu pengetahuan dan lebih mengedepankan faktor modal. Akibatnya usaha kecil tampil subsisten.
Permasalahan pemasaran usaha kecil memerlukan kebijakan yang menyeluruh dan membumi. Dasar kebijakan tersebut mengacu pada realitas dan kebijakan yang sudah ada dan mengamati kembali permasalahan yang ada pada pengusaha kecil sehingga dapat direkomendasikan sebagai berikut: 1. Perubahan struktur pemasaran usaha dari top down menuju bottom up, dengan kolaborasi antara policy maker, konsultan, dan pengusaha kecil. 2. Reorientasi pola kebijakan pemasaran dan modal dengan bobot 80% dan 20%. Sifat kedua kebijakan tersebut merupakan gabungan yang harus dilakukan bersamaan. Adapun dasar kebijakan ini adalah daya tarik dan pemahaman terhadap pola kebijakan. 3. Diversifikasi yang mengacu pada permasalahan pemasaran yang ada pada masing-masing Dati II. 4. Khusus berhubungan dengan ekspor, pola kebijakan pemerintah harus pro aktif dalam mengembangkan kerjasama antara usaha kecil dan usaha besar, pameran dagang, serta pembukaan kran ekspor sebagai peluang usaha kecil. 5. Pembentukan tim asistensi teknis untuk usaha kecil. Implementasi kebijakan di atas membutuhkan kesabaran mengingat kondisi sosial, budaya, dan pendidikan usaha kecil.
81
Jam STIE YKPN - Iswardono - Sunaryadi
DAFTAR PUSTAKA
Kadin, Peta Potensi Ekonomi Yogyakarta, 1998
BI dan PAU-SE UGM, Prioritas Pengembangan Usaha Kecil di Yogyakarta, 1999
Loekman Soetrisno, Memberdayakan Ekonomi Rakyat dan Ekonomi Indonesia, PAUSE UGM, 1996
BI, Sejarah Peranan BI dalam pengembangan Usaha Kecil, 1997 BPS Kantor Statistik Yogyakarta, Sensus Ekonomi 1996, 1997
82
Kinerja Pemasaran Usaha Kecil Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Sutojo, Heru dkk, Profil Usaha Kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan di Indonesia, Lemabaga manajemen, Jakarta, 1994
KEBIJAKAN EDITORIAL Jurnal Akuntansi & Manajemen Format Penulisan 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
8.
Naskah adalah hasil karya penulis yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar. Naskah diketik di atas kertas ukuran kwarto (8.5 x 11 inch.) dengan jarak 2 spasi pada satu permukaan dan diberi nomor untuk setiap halaman. Naskah ditulis dengan menggunakan batas margin minimal 1 inch untuk margin atas, bawah, dan kedua sisi. Halaman pertama harus memuat judul, nama penulis (lengkap dengan gelar kesarjanaan yang disandang), dan beberapa keterangan mengenai naskah dan penulis yang perlu disampaikan (dianjurkan dalam bentuk footnote). Naskah sebaiknya diawali dengan penulisan abstraksi berbahasa Indonesia untuk naskah berbahasa Inggris, dan abstraksi berbahasa Inggris untuk naskah berbahasa Indonesia. Abstraksi berisi keyword mengenai topik bahasan, metode, dan penemuan. Penulisan yang mengacu pada suatu referensi tertentu diharuskan mencantumkan bodynote dalam tanda kurung dengan urutan penulis (nama belakang), tahun, dan nomor halaman. Contoh penulisan: a Satu referensi: (Kotler 1997, 125) b. Dua referensi atau lebih: (Kotler & Armstrong 1994, 120; Stanton 1993, 321) c. Lebih dari satu referensi untuk penulis yang sama pada tahun terbitan yang sama: (Jones 1995a, 225) atau (Jones 1995b, 336; Freeman 1992a, 235) d. Nama pengarang telah disebutkan dalam naskah: (Kotler (1997, 125) menyatakan bahwa ....... e. Referensi institusi: (AICPA Cohen Commission Report, 1995) atau (BPS Statistik Indonesia, 1995) Daftar pustaka disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomor urut. Contoh penulisan daftar pustaka: Kotler, Philip and Gary Armstrong, Principles of Marketing, Seventh Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1996 Indriantoro, Nur. “Sistem Informasi Strategik; Dampak Teknologi Informasi terhadap Organisasi dan Keunggulan Kompetitif.”KOMPAK No. 9, Februari 1996; 12-27. Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig.”Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review (Summer 1994): 57-67. Paliwoda, Stan. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince., 1994.
Prosedur Penerbitan JAM 1. 2. 3. 4.
Naskah dikirim dalam bentuk print-out untuk direview oleh Redaktur Ahli JAM. Editing terhadap naskah hanya akan dilakukan apabila penulis mengikuti kebijakan editorial di atas. Naskah yang sudah diterima/disetujui akan dimintakan file naskah dalam bentuk disket kepada penulis untuk dimasukkan dalam penerbitan JAM. Koresponden mengenai proses editing dilakukan dengan Redaktur Pelaksana.