PENGGUNAAN POMPA DC (DIRECT CURRENT AIR PUMP) DENGAN SUMBER ENERGI TENAGA SURYA PADA PEMELIHARAAN POSTLARVA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei
IMA FEBRIYA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENGGUNAAN POMPA DC (DIRECT CURRENT AIR PUMP) DENGAN SUMBER ENERGI TENAGA SURYA PADA PEMELIHARAAN POSTLARVA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
IMA FEBRIYA C14070044
ABSTRAK IMA FEBRIYA. Penggunaan pompa DC (Direct Current Air Pump) dengan sumber energi tenaga surya pada pemeliharaan postlarva udang vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO dan HARTON ARFAH. Pengembangan usaha budidaya perikanan khususnya di daerah terpencil menghadapi tantangan keterbatasan energi listrik, yang kemudian harus menggunakan listrik alternatif, antara lain dengan listrik energi surya. Sumber listrik tersebut dapat digunakan pada pompa DC dalam sebuah hatchery udang vaname untuk menghasilkan oksigen yang layak untuk udang tumbuh dan berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar kinerja pompa DC menggunakan bantuan sumber energi surya (SES) dan membandingkan penggunaan pompa DC dengan sumber energi PLN (SEP) yang dilihat dari segi kestabilan daya listrik (P), dissolved oxygen (DO), oxygen transfer rate (OTR), efektivitas pompa DC (E), kelangsungan hidup (SR), serta laju pertumbuhan spesifik (SGR). Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 09 November s.d. 28 November 2011, bertempat di Laboratorium Lingkungan 2, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penggunaan pompa DC dengan sumber energi surya (SES) dan penggunaan pompa DC dengan sumber energi PLN (SEP). Masing-masing pompa DC dilengkapi selang aerasi sebanyak 10 selang pada wadah dengan volume 400 liter dan dialiri listrik dengan tegangan 12 Volt. Hasil penelitian menunjukkan nilai DO pada perlakuan dengan listrik tenaga surya yaitu berkisar 1,6-11,8 mg/l, sedangkan pada PLN berkisar 5,0-11,7 mg/l. Pengukuran nilai OTR dan efektivitas pompa DC tertinggi pada perlakuan tenaga surya yaitu 1,65 x 103 kg O2/jam dan 6,1 %. Penggunaan pompa DC dengan sistem tenaga surya dan PLN tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname Litopenaeus vannamei. Kata kunci: tenaga surya, pompa DC, udang vaname, DO, OTR, efektivitas pompa DC
ABSTRACT IMA FEBRIYA. The using of direct current air pump and solar energy sources on the cultivation of vaname postlarvae Litopenaeus vannamei. Supervised by EDDY SUPRIYONO and HARTON ARFAH. Aquaculture business development especially in remote place faces the lack of electricity energy challenge that must use alternative electricity such as solar energy sources. It can be used on DC in vaname shrimp hatchery to get proper oxygen for the growth of shrimps. This observation aimed to measure the working result of direct current air pump through solar energy sources (SES) and compare the using of direct current air pump through PLN energy sources (SEP) viewed from electrical power stability aspect (P), dissolved oxygen (DO), oxygen transfer rate (OTR), direct current air pump effectiveness (E), survival rate (SR), and specific growth rate (SGR). This observation was done from November 9th until November 28th 2011 at Environment 2 Laboratory, Faculty of Fishery and Marine, Bogor Agricultural Institute. The method in conducting this research was Complete Random Design (CRD) through the using of DC air pump through solar energy sources (SES) and the using of DC air pump through PLN energy sources (SEP). Each DC air pump is completed by ten aeration pipes in a place with volume of 400 liter and it is streamed by 12 Volt power electric. The result of this observation showed DO value on solar energy sources was about 1,6-11,8 mg/l, while on PLN sources was about 5,0-11,7 mg/l. The highest measurement of OTR value and DC air pump effectiveness was on solar energy which was around 1,65 x 103 kg O2/hour and 6,1 %. It is concluded that the using of DC air pump through solar energy and PLN energy sources does not influence significantly to the survival rate and specific growth rate of vaname postlarvae Litopenaeus vannamei. Keywords: solar energy, DC air pump, vaname shrimp, DO, OTR, DC air pump effectiveness
PENGGUNAAN POMPA DC (DIRECT CURRENT AIR PUMP) DENGAN SUMBER ENERGI TENAGA SURYA PADA PEMELIHARAAN POSTLARVA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei
IMA FEBRIYA
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Penggunaan pompa DC (Direct Current Air Pump) dengan sumber energi tenaga surya pada pemeliharaan postlarva udang vaname Litopenaeus vannamei
Nama Mahasiswa
: Ima Febriya
NRP
: C14070044
Disetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. NIP. 196302 12198903 1 003
Ir. Harton Arfah, M.Si. NIP. 19661111 199103 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Penggunaan Pompa DC (Direct Current Air Pump) dengan Sumber Energi Tenaga Surya pada Pemeliharaan Postlarva Udang Vaname Litopenaeus vannamei ” ini telah berhasil diselesaikan. Penelitian yang bertema lingkungan perikanan budidaya ini dilaksanakan dari tanggal 09 November s.d. 28 November 2011, bertempat di Laboratorium Lingkungan 2, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Ahyat AD., ibunda Roswati, ayuk Ita Meiriya, kakak Ina Yunriya dan Ismail, adik M. Ikhwan Nuril Anwar dan ponakan tersayang Faqih Azzamy atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Eddy Supriyono selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan juga tema penelitian, Bapak Ir. Harton Arfah M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, serta Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku dosen penguji skripsi atas arahan dan masukannya untuk penyelesaian skripsi ini. Kemudian penulis menyampaikan penghargaan kepada Bapak Kukuh Adiyana, ST. selaku Peneliti Muda dari Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP yang sudah memberikan bantuan dana dan alat serta Bapak Ir. Ondang selaku Wakil Kepala Hatchery Udang dari PT Suri Tani Pemuka yang sudah memberikan bantuan benih (PL) udang vaname, tanpa bantuan dari beliau maka penelitian ini tidak dapat terlaksana. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Jajang, Bapak dan Ibu TU BDP, kang Abe, rekan sepenelitian Rahma Vida Anandasari, rekan-rekan Laboratorium Lingkungan, COMB44T (Agus, Inyonk, Mbah, Trian, Azis, Reky, Wahyu, Ikbal, Adit, Fatah, Wildan, Wiwik, Mirna, Vika), dan yang terkasih Ruly Ratannanda yang selalu ada dan mendukung terselesaikannya skripsi ini. Bogor, Maret 2012
Ima Febriya
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjungpandan Belitung, tanggal 7 Februari 1990 dari ayah Ahyat AD. dan ibu Roswati. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMAN 1 Tanjungpandan dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai Budidaya Laut Lampung dan praktek lapangan akuakultur (PLA) di Balai Benih Ikan Air Tawar Membalong, Belitung. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan semester genap 2010/2011 dan Manajemen Kualitas Air semester ganjil 2011/2012. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian dengan judul “Pemeliharaan benih ikan nila BEST, nila merah dan nila GIFT pada media ber-pH asam”. Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2009/2010 dan OMDA Ikatan Keluarga Pelajar Belitung (IKPB) periode 2008/2009. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Penggunaan pompa DC (Direct Current Air Pump) dalam menghasilkan oksigen terlarut dengan sumber energi tenaga surya pada pemeliharaan postlarva udang vaname Litopenaeus vannamei”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................
1 1 3
II. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 4 2.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 4 2.2 Prosedur Penelitian............................................................................. 4 2.2.1 Persiapan Sistem Pemeliharaan ............................................... 4 2.2.2 Prosedur Pemeliharaan ............................................................ 6 2.3 Rangkaian Sistem Sumber Daya Energi Surya.................................... 7 2.4 Daya Listrik Arus Searah ................................................................... 7 2.5 Parameter yang Diukur ....................................................................... 8 2.5.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR) ................... 8 2.5.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate,SGR) ........ 8 2.5.3 Laju Transfer Oksigen (Oxygen Transfer Rate, OTR) ............. 9 2.5.4 Efektivitas Alat Aerasi (E) ......................................................... 11 2.6 Analisa Kualitas Air ........................................................................... 11 2.7 Analisa Data....................................................................................... 11 III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 3.1 Hasil .................................................................................................. 3.1.1 Kestabilan Sumber Energi....................................................... 3.1.2 Parameter Kualitas Air ............................................................ 3.1.2.1 DO Media Pemeliharaan Postlarva Vaname ............... 3.1.2.2 Suhu Media Pemeliharaan Postlarva Vaname ............. 3.1.2.3 pH Media Pemeliharaan Postlarva Vaname ................ 3.1.2.4 Karbondioksida (CO2) Media Pemeliharaan Postlarva Vaname ...................................................................... 3.1.2.5 Amonia (NH3) Media Pemeliharaan Postlarva Vaname ...................................................................... 3.1.2.6 Salinitas Media Pemeliharaan Postlarva Vaname ........ 3.1.3 Pengukuran Oxygen Transfer Rate (OTR) dan Efektivitas Alat (E) ................................................................................... 3.1.4 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR) Postlarva Vaname .................................................................................. 3.1.5 Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesific Growth Rate, SGR) Postlarva Vaname ................................................................... 3.2 Pembahasan ........................................................................................
12 12 15 15 15 17 19 21 22 24 24 26 27 28
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 35 4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 35 4.2 Saran .................................................................................................. 35 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36 LAMPIRAN ................................................................................................... 38
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Alat dan metode yang digunakan dalam pengukuran parameter fisika dan kimia air ............................................................................................. 11
2.
Arus listrik pada hari ke-1, 5, 10, 15, dan 20 dengan sumber energi yang berbeda ..................................................................................................... 14 13
3.
Potensial listrik pada hari ke-1, 5, 10, 15, dan 20 dengan sumber energi yang berbeda ............................................................................................. 16 15
4.
Nilai DO pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber energi yang berbeda .................................................................................. 17
5.
Suhu pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber energi yang berbeda ............................................................................................. 19
6.
Kisaran nilai pH media pemeliharaan postlarva udang vaname.................. 19
7.
Nilai pH pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dengan sumber listrik yang berbeda....................................................................... 20
8.
Kisaran nilai CO2 media pemeliharaan postlarva udang vaname ................ 19 21
9.
Nilai CO2 pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda ...................................................................... 21 22
10. Kisaran nilai amonia (NH3) media pemeliharaan postlarva udang vaname...................................................................................................... 19 22 11. Nilai amonia (NH3) pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber energi yang berbeda ..................................................................... 15 23 12. Kisaran salinitas media pemeliharaan postlarva udang vaname.................. 19 24 13. Tingkat kelangsungan hidup (SR,%) postlarva udang vaname dengan perlakuan pompa DC dan sumber energi yang berbeda ............................. 15 27 14. Laju pertumbuhan spesifik (SGR,%) postlarva udang vaname dengan perlakuan pompa DC dan sumber energi yang berbeda ............................. 15 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Wadah pemeliharaan udang vaname (a) dan DC air pump yang digunakan dalam penelitian (b)...................................................................... 65
2.
Panel Surya (a) dan rangkaian listrik solar cell yang digunakan dalam penelitian (b). ................................................................................................ 76
3.
Rancangan sistem listrik tenaga surya (tampak atas) pada pemeliharaan postlarva vaname. ......................................................................................... 87
4.
Grafik kestabilan arus listrik searah pada pompa DC dengan sumber energi yang berbeda selama 20 hari pemeliharaan postlarva udang vaname............ 13 12
5.
Grafik arus listrik searah pada pompa DC dengan sumber energi yang berbeda selama 20 hari pemeliharaan postlarva udang vaname. ................... 14 13
6.
Grafik kestabilan potensial listrik searah dengan sumber energi yang berbeda oleh pemakaian pompa DC pada pemeliharaan postlarva udang vaname ....................................................................................................... 15 14
7.
Grafik potensial listrik searah pada hari ke-1, 5, 10, 15, 20 dengan sumber energi yang berbeda oleh pemakaian pompa DC pada pemeliharaan postlarva udang vaname ....................................................... 15 14
8.
Grafik DO harian selama 19 pemeliharaan postlarva udang vaname ........... 16 16
9.
Grafik DO pada media pemeliharaan pukul 14.00 WIB ............................... 17 16
10. Grafik suhu harian selama 19 pemeliharaan postlarva udang vaname ...........18 6 11. Grafik suhu pada media pemeliharaan pukul 14.00 WIB ...............................18 6 12. Grafik pH pada media pemeliharaan dengan sumber energi yang berbeda ...................................................................................................... 20 13. Grafik nilai CO2 pada media pemeliharaan dengan sumber energi yang berbeda ...................................................................................................... 21 14. Grafik nilai amonia (NH3) pada media pemeliharaan dengan sumber energi yang berbeda ................................................................................... 22 23 15. Tingkat transfer oksigen pompa DC setiap perlakuan pada pemeliharaan postlarva udang vaname. ............................................................................. 23 25 16. Efektivitas alat pompa DC setiap perlakuan pada pemeliharaan postlarvaudang vaname. .............................................................................. 24 25
17. Tingkat kelangsungan hidup postlarva udang vaname pada perlakuan SES dan SEP. .............................................................................................. 24 26 18. Laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname pada perlakuan SES dan SEP ............................................................................................... 25 27
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Data logger yang digunakan pada perlakuan sumber energi surya (SES) ........................................................................................................ 39
2.
Alat adaptor yang digunakan pada perlakuan sumber energi PLN (SEP) ........................................................................................................ 39
3.
Data pengukuran nilai transfer oksigen dan efektivitas pompa DC ............ 39
4. Analisa statistik nilai oksigen terlarut (DO) pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ............................................................................ 40 5.
Analisa statistik nilai suhu pada media pemeliharaan postlarva udang vaname .................................................................................................... 41
6.
Analisa statistik nilai pH pada media pemeliharaan postlarva udang vaname...................................................................................................... 42
7.
Analisa statistik nilai CO2 pada media pemeliharaan postlarva udang vaname...................................................................................................... 43
8.
Analisa statistik nilai amonia (NH3) pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ............................................................................ 44
9.
Analisa statistik nilai kelangsungan hidup (SR) pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ...................................................... 45
10. Analisa statistik nilai laju pertumbuhan spesifik (SGR) pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ...................................................... 46 11. Bagan tata letak rangkaian sistem listrik tenaga surya ............................... 36 12. Perhitungan kebutuhan sistem energi surya ............................................... 48 13. Analisa usaha 20 tahun pemeliharaan udang vaname dengan pompa DC dan sumber energi tenaga surya ............................................... 49 48
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ketersediaan lahan dan air untuk proses akuakultur semakin terbatas
seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meningkatnya kegiatan industri, pertanian, dan pemukiman telah menggusur lahan budidaya ke tempat yang jauh dari pemukiman dan pembangunan industri. Lahan budidaya yang jauh dari pemukiman atau pada daerah terpencil juga terbatas pada sumber energi yang akan digunakan pada wilayah budidaya tersebut. Daerah tersebut yang memiliki pembangkit listrik PLN namun harus diadakan pemadaman bergilir hingga 12 jam setiap harinya, seperti daerah Pulau Selat Nasik, Belitung (Ahyat, 2012). Seperti halnya pada Pemerintah Daerah Kepulauan Meranti, Riau yang memprioritaskan bantuan
ketenagalistrikan
pada
daerah
terpencil
agar
perekonomian
masyarakatnya meningkat (Yuliar, 2012). Kebutuhan listrik PLN semakin meningkat, namun penyediaannya hingga saat ini masih mengalami keterbatasan. Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Peningkatan kebutuhan listrik dikemudian hari yang diperkirakan dapat tumbuh rata-rata 6,5% per tahun hingga tahun 2020. Konsumsi listrik Indonesia yang begitu besar akan menjadi suatu masalah bila dalam penyediaannya tidak sejalan dengan kebutuhan. Diketahui bahwa kebutuhan listrik nasional diperkirakan meningkat rata-rata 6,5% per tahun dari 91,72 TWh pada tahun 2003 menjadi 272,34 GWh pada tahun 2020 (Nurdyastuti, 2011). Mewujudkan wilayah budidaya perairan dengan adanya sumber energi listrik yang lengkap membuat para pembudidaya harus berpikir inovatif dengan teknologi yang digunakan pada sumber energi tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mencegah merosotnya produksi budidaya secara umum maka diperlukan teknologi alternatif atau sumber energi alternatif yang mewujudkan produksi akuakultur seperti yang sudah ditargetkan oleh KKP. Secara keseluruhan, dari total konsumsi listrik Indonesia hanya 44% yang berasal dari energi alternatif Potensi energi alternatif melimpah di Indonesia, namun belum dimanfaatkan
1
secara maksimal. Pasokan listrik selama ini masih mengandalkan dari pembangkit berbahan bakar minyak. Untuk itu pandangan Pemerintah tentang penyediaan energi alternatif mulai ditingkatkan antara lain energi listrik surya, angin, air, dan gelombang (Anonim, 2011). Pembangkit listrik tenaga surya (solar cell) menggunakan matahari sebagai sumber energinya kemudian dirubah menjadi listrik oleh panel surya. Listrik tenaga surya memiliki kelebihan yaitu ramah lingkungan dan sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan listrik dengan menggunakan batu bara dan minyak bumi yang sudah semakin sedikit jumlahnya dan kemungkinan habis di masa akan datang. Sumber energi listrik tenaga surya mulai banyak digunakan misal daerah pesisir Bangka Belitung dan pedalamannya yang jauh dari jangkauan listrik PLN. Dimulai tahun 2003 oleh Pemda Bangka Belitung sudah dilakukan pengadaan PLTS (Anonim, 2011). Bertujuan agar wilayah pedalaman dan terpencil ini mulai mengembangkan usaha mereka dan menonjolkan sumberdaya yang melimpah selain digunakan untuk penerangan juga untuk pertanian dan perikanan serta memiliki keuntungan dengan jangka waktu pemakaian selama 20 tahun. Di Indonesia, pemanfaatan energi surya merupakan komitmen nasional tertuang dalam buku Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) 1992 (Hutchinson, 1950 dalam Buletin Keteknikan Pertanian, 1998). Artinya tidak lama lagi seharusnya negara kita melakukan konversi energi dari basis energi migas menjadi energi terbarukan termasuk energi surya. Menurut Kementrian Kelautan Perikanan (2010), produksi perikanan tahun 2010 sebesar 10,83 juta ton atau melebihi sasaran produksi yang ditargetkan sebesar 10,76 juta ton. Sebanyak 5,478 juta ton atau 50,55% disumbangkan dari perikanan budidaya, atau selama kurun waktu 2006-2010 perikanan budidaya mengalami pertumbuhan sebesar 19,56%. Dalam periode 2010-2014 Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi udang windu dan vaname meningkat 74,75% dari produksi sebesar 400.000 ton pada tahun 2009 menjadi 699.000 ton pada tahun 2014. Peningkatan produksi udang khususnya vaname harus diikuti dengan pemenuhan bibit atau benih yang banyak pula, untuk itu peran hatchery udang harus ditingkatkan. Udang vaname memiliki keunggulan antara lain merupakan
2
primadona komoditas perikanan Indonesia dan bernilai ekonomis tinggi (KKP, 2011). Apalagi bagi pembudidaya, udang ini relatif lebih mudah untuk dipelihara karena pertumbuhannya cepat, dapat mengisi semua kolom air sehingga dapat dibudidaya dengan densitas tinggi, memiliki kandungan daging yang lebih banyak dibanding udang lainnya, hemat pakan, serta lebih tahan terhadap serangan penyakit (Erwinda, 2008). Dalam proses pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname sangat diperlukan oksigen terlarut yang cukup atau optimal. Pengadaan oksigen terlarut dapat disuplai oleh alat aerasi yang memerlukan sumber energi listrik tentunya. Energi listrik yang digunakan pada suatu hatchery udang vaname digunakan untuk pompa celup, penerangan dan alat aerasi dalam waktu 24 jam penuh (Anandasari, 2011). Alat aerasi digunakan untuk menyuplai oksigen terlarut pada media pemeliharaan udang vaname. Menurut Anonim (2003) dalam Tahe (2008) kualitas air yang layak untuk budidaya udang vaname pada DO nya sebesar >4 mg/L (toleransi minimum sebesar 0,8 mg/L). Adanya sumber energi alternatif yaitu sumber energi tenaga surya dapat memasok energi listrik yang sebelumnya sudah dikonversikan pada sebuah hatchery udang yang tidak terjangkau listrik PLN. Untuk menghasilkan oksigen yang layak dalam pemeliharaan udang vaname ini maka alat aerasi yang digunakan dapat dirangkai atau diberikan aliran listrik tenaga surya ini. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kinerja DC air pump atau pompa DC dalam meningkatkan kadar oksigen terlarut menggunakan bantuan sumber energi tenaga surya dengan membandingkan penggunaan DC air pump pada listrik PLN.
1.2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pengadaan aerasi
yang dihasilkan oleh DC air pump menggunakan sumber energi surya (SES) dengan DC air pump yang menggunakan sumber energi dari PLN (SEP) dalam pemeliharaan postlarva udang vaname Litopenaeus vannamei yang dilihat dari segi kestabilan daya listrik (P), perubahan kualitas air terutama kandungan oksigen terlarut (DO), oxygen transfer rate (OTR), efektivitas DC air pump (E), kelangsungan hidup (SR), serta laju pertumbuhan spesifik (SGR).
3
II. 2.1
BAHAN DAN METODE
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian DC air pump dengan sumber energi tenaga surya (A) dan pemakaian DC air pump dengan sumber energi listrik PLN (B). Pompa dialiri listrik selama 24 jam dan masing-masing DC air pump juga dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 10 selang. Air laut yang dimasukkan dalam tandon pemeliharaan yaitu sebanyak 80% air laut sebesar 400 l. Setiap harinya dilakukan pergantian air sebanyak 10-15% dan dilakukan penyiponan setiap pagi. Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Yij = µ + τi + εij Keterangan: Yij
= data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai tengah data
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
2.2
Prosedur Penelitian
2.2.1 Persiapan Sistem Pemeliharaan Masa persiapan terdiri dari persiapan wadah, instalasi dan bahan. Wadah budidaya udang yang digunakan berupa tandon dengan kapasitas 500 ml sebanyak 4 buah. Setiap wadah dipasang 5 buah selang aerasi yang dihubungkan pada pompa DC. Wadah ini dibersihkan menggunakan detergen dan air tawar kemudian dikeringkan selama 24 jam. Setelah itu air yang digunakan sebagai media pemeliharaan adalah air laut dengan salinitas 30 ppt. Air yang telah diletakkan di dalam wadah pemeliharaan didesinfeksi dengan 30 ppm klorin (diaerasi kuat 24 jam) kemudian diberi tiosulfat dengan dosis setengah dari klorin (diaerasi kuat 24 jam). Sebelum biota dimasukkan ke wadah pemeliharaan, bagian dasar wadah disipon terlebih dahulu. Gambar pompa DC dan wadah yang digunakan ditunjukkan oleh Gambar 1. berikut.
48
(a)
(b)
Gambar 1. Wadah pemeliharaan udang vaname (a) dan DC air pump yang digunakan dalam penelitian (b). Persiapan listrik yang dihasilkan dengan tenaga surya dirangkai dengan komponen-komponen nya. Modul panel surya dipasang di atap tempat penelitian yaitu Lab Lingkungan 2 Lt.2 sebanyak 8 panel surya jenis polikristal. Panel surya akan menangkap energi matahari kemudian dimasukkan ke dalam baterai. Baterai yang digunakan sebanyak 8 buah yang dikontrol oleh 4 buah charge control. Setelah listrik tenaga surya siap dipakai yang ditandai dengan lampu hijau pada controller kemudian langsung dapat digunakan pada pompa DC. Aki sebanyak 2 buah dipasang paralel dengan 1 buah controller dan dihubungkan dengan 1 buah data logger yang berfungsi menyimpan data-data arus dan voltase yang masuk dan keluar baterai. Gambar data logger dapat dilihat pada Lampiran 1. Bagan dan tata letak panel serta komponennya dapat dilihat di lampiran 11 dan perhitungan kebutuhan panel serta komponennya juga dapat dilihat di Lampiran 12. Setelah listrik tenaga surya siap digunakan, disiapkan terlebih dahulu selang aerasi sebanyak 10 buah dengan panjang yang disesuaikan hingga mencapai tandon. Pompa DC yang menggunakan energi listrik PLN dihubungkan dengan adaptor untuk mengubah listrik AC menjadi listrik DC dan berguna untuk menstabilkan listrik PLN kemudian baru bisa digunakan untuk aerasi. Gambar alat adaptor dapat dilihat pada Lampiran 2. Satu pompa DC dapat dipasang 10 buah selang aerasi, kemudian masing-masing 5 selang aerasi diatur penempatannya pada 2 tandon pemeliharaan. Modul panel surya dan komponennya ditunjukkan oleh Gambar 2. di bawah.
5
(a)
(b)
Gambar 2. Panel Surya (a) dan rangkaian listrik solar cell yang digunakan dalam penelitian (b). Biota yang digunakan adalah udang vaname Litopenaeus vannamei PL10. Udang dipelihara di tandon berkapasitas 500 liter dengan padat tebar 200 ekor/m3 (Samocha and Lawrence, 1992) selama 20 hari. Sebelum ditebar, dilakukan aklimatisasi yakni udang yang masih berada dalam plastik diapungkan di air laut yang akan dijadikan media pemeliharaan, kemudian udang dimasukkan ke dalam baskom dan dialiri air laut sedikit demi sedikit hingga air laut yang baru tercampur homogen dengan air yang telah ditransportasikan bersama udang. Udang siap di tebar setelah 12 jam dibiarkan di dalam baskom yang diberi aerasi.
2.2.2 Prosedur Pemeliharaan Biota yang digunakan yaitu udang vaname Litopenaeus vannamei PL 10. Udang ditebar dengan kepadatan 80 ekor/400 l air laut. Masa pemeliharaan terdiri dari pemberian pakan udang, sampling pertumbuhan ikan dan analisa kualitas air. Masa pemeliharaan akan berlangsung selama 20 hari yaitu mulai ukuran PL 10 hingga PL 30. Pemberian pakan udang dilakukan 4-5 jam sekali, yaitu sebanyak 4 kali pemberian pakan. Pakan yang diberikan berupa pakan serbuk sebanyak 0,8 g setiap tandon. Cara pemberian pakan adalah dengan melarutkan pakan serbuk kedalam gelas 250 ml dan air laut, kemudian ditebar merata pada masing-masing wadah budidaya. Sampling pertumbuhan udang dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan dengan parameter yang diukur berupa pertambahan bobot dan panjang udang.
6
2.3
Rangkaian Sistem Sumber Daya Energi Surya Pertama yang dirangkai adalah sumber energi tenaga surya karena
memerlukan waktu yang cukup lama. Kemudian perlakuan pompa dengan sumber enerdi listrik PLN dilengkapi pemasangan adaptor. Masing-masing pompa DC dipasang rangkaian selang aerasi hingga mencapai wadah pemeliharaan vaname. Rangkaian penelitian dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Adaptor
Gambar 3. Rancangan sistem listrik tenaga surya (tampak atas) pada pemeliharaan postlarva vaname. Panel surya seperti yang tertera pada gambar 1 diatas, diletakkkan di luar ruangan penelitian agar dapat menangkap cahaya matahari dengan mudah. Satu rangkai panel surya dipasang sebanyak empat buah panel dan dipasang miring kebawah sebesar 15°. Setelah panel menangkap energi matahari kemudian diubah menjadi arus listrik dan dialirkan masuk ke baterai atau aki yang sebelumnya diatur pemasukan voltase sebesar 12 volt oleh charge controller 12 volt. Lampu hijau pada kontrol menunjukkan listrik solar siap digunakan ke pompa.
2.4
Daya Listrik Arus Searah Daya listrik didefinisikan sebagai laju hantaran energi listrik dalam
rangkaian listrik. Satuan Internasional (SI) daya listrik adalah watt. Arus listrik yang mengalir dalam rangkaian dengan hambatan listrik menimbulkan kerja (Harnovi, 2011). Arus listrik merupakan gerakan kelompok partikel bermuatan listrik dalam arah tertentu. Arah arus listrik yang mengalir dalam suatu konduktor
7
adalah dari potensial tinggi ke potensial rendah (berlawanan arah dengan gerak elektron). Arus searah (DC) merupakan arus listrik yang nilainya hanya positif atau hanya negatif saja (tidak berubah dari positif kenegatif, atau sebaliknya). Rumus untuk menghitung daya listrik adalah sebagai berikut:
P=VI
Keterangan: P = daya listrik (watt) V = perbedaan potensial listrik (volt) I = kuat arus listrik (ampere)
2.5
Parameter yang Diukur
2.5.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR) Tingkat kelangsungan hidup postlarva udang vaname atau sintasan (SR) menurut Effendi (2004) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: SR =
Nt No
x 100%
Keterangan: SR
= tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt
= jumlah postlarva udang hidup pada akhir pengamatan
No
= jumlah postlarva udang pada awal pengamatan
2.5.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate,SGR) Pertumbuhan bobot total diamati pada awal dan akhir penelitian. Menurut Effendi (2004) pertumbuhan bobot postlarva udang vaname dihitung berdasarkan pertambahan bobot berdasarkan rumus berikut :
α = {(
- 1 ) x 100% }
Keterangan:
α
= laju pertumbuhan spesifik postlarva udang (%)
t
= lama waktu pemeliharaan postlarva udang (hari) 8
Wt
= bobot rata-rata akhir postlarva udang (mg)
Wo
= bobot rata-rata awal postlarva udang (mg)
2.5.3 Laju Transfer Oksigen (Oxygen Transfer Rate, OTR) Oxygen Transfer Rate (OTR) menggambarkan seberapa besar oksigen yang ditransfer dari udara ke dalam perairan melalui kinerja aerator. Eckenfelder and Ford (1968) dalam Boyd (1982) menyajikan persamaan berikut untuk menghitung koefisien transfer oksigen : (
(KLa) T =
)– (
)
x 1,024 T-20
(1)
Setelah penghitungan koefisien transfer oksigen, kemudian dilanjutkan dengan penghitungan jumlah oksigen yang ditransfer persatuan waktu sebagai berikut :
(OTR) T = (KLa)
T x Cs x volume tangki (liter) : 106
(mg/kg)
(2)
Keterangan : (OTR) T
= oksigen yang ditransfer persatuan waktu pada suhu yang diinginkan(kg O2/jam)
(KLa)α
= koreksi oksigen transfer (/jam)
Cs
= kejenuhan oksigen untuk suhu dan tekanan yang ada (mg/l)
C1
= konsentrasi oksigen awal (mg/l)
C2
= konsentrasi oksigen akhir (mg/l)
t1
= waktu awal aerasi (jam)
t2
= waktu akhir aerasi (jam)
T
= suhu (°C)
Penghitungan nilai laju transfer oksigen dalam penelitian dilakukan dengan cara antara lain menyiapkan wadah akuarium yang diisi air laut 52 liter sebanyak 3 buah akuarium untuk perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP serta kontrol. Kontrol dimaksudkan sebagai faktor selisih dari 9
nilai laju transfer oksigen yang terukur pada kedua perlakuan. Penghitungan dilakukan dalam keadaan salinitas 32 ppt, suhu 26 °C, waktu 30 menit, serta penghitungan nilai konsentrasi oksigen terlarut jenuh sebesar 6,98 mg/l (Toonen, 2006). Disetiap wadah terlebih dahulu diukur nilai oksigen terlarutnya kemudian diberikan bahan kimia Natrium Sulfit (Na2SO3) dengan dosis 7,9 mg/l untuk menghilangkan 1 mg/l oksigen terlarut, untuk memastikan oksigen hilang sempurna umumnya ditambahkan 1,5-2 kali dari dosis (Boyd, 1982). Setelah dimasukkan Natrium Sulfit, kemudian diukur kembali hingga nilai oksigen terlarutnya minimum. Setelah itu dilakukan aerasi selama 30 menit baru kemudian diukur kembali nilai oksigen terlarut akhirnya. Khusus wadah kontrol tidak dilakukan aerasi karena faktor difusi dari udara ke dalam air meningkat karena perbedaan tekanan dalam air dan udara setelah dilakukan pengurangan oksigen terlarut dalam air, oleh karena itu nilai laju transfer oksigen kontrol sebagai selisih dari nilai laju transfer oksigen terlarut yang sudah dihitung.
2.5.4 Efektivitas Alat Aerasi (E) Efektivitas dari sebuah aerator bisa digunakan sebagai indikator yang menunjukkan seberapa besar gas yang ditransfer dari udara ke dalam sebuah perairan atau pengurangan jumlah gas yang berlebih dalam air (supersaturated). Efektivitas aerator juga bisa digunakan untuk membandingkan berbagai tipe aerator, tetapi harus diuji dalam sistem dan kondisi yang sama. Rumus dari efektivitas aerator menurut Lekang (2007) adalah sebagai berikut :
E = [(Cout – Cin) / (Csat – Cin)] x 100 Keterangan : E
= efektivitas aerator (%)
Cout
= konsentrasi gas terlarut yang keluar dari sebuah sistem (mg/l)
Cin
= konsentrasi gas terlarut yang masuk ke dalam sebuah sistem (mg/l)
Csat
= konsentrasi gas terlarut dalam keadaan jenuh (saturasi) (mg/l)
10
2.6
Analisa Kualitas Air Analisa kualitas air dilakukan setiap 7 hari sekali dengan parameter berupa
pH, total amoniak nitrogen (TAN), CO2, dan salinitas. Sedangkan pengukuran DO dan suhu dilakukan tiap 8 jam sekali setiap harinya. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan alat dan metode yang digunakan dalam analisa kualitas air. Tabel 1. Alat dan metode yang digunakan dalam pengukuran parameter fisika dan kimia air Parameter Suhu
2.7
Satuan o
C
Alat/Metode DO meter
pH
-
pH meter
DO
mg/l
DO meter
TAN
mg/l
Spektrofotometer
CO2
mg/l
Titrasi
Salinitas
g/l
Refraktometer
Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian ditabulasi dan
dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0, yang meliputi Analisis Ragam (ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%. Program tersebut digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik udang vaname yang digunakan pada penelitian.
11
III.
3.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
3.1.1 Kestabilan Sumber Energi Kestabilan sumber energi surya (SES) dan sumber enrgi PLN (SEP) dapat dilihat dari kestabilan arus dan voltase listrik. Arus listrik dari dua sumber energi listrik yang berbeda ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Grafik kestabilan arus listrik searah pada pompa DC menggunakan sumber energi yang berbeda selama 20 hari pemeliharaan postlarva udang vaname. Berdasarkan grafik kestabilan arus listrik searah pada pompa DC menggunakan sumber energi yang berbeda selama 20 hari pemeliharaan postlarva udang vaname dapat diketahui bahwa arus listrik searah pada SES hari ke-1 hingga hari ke-17 berkisar 1,177 A hingga 7,474 A. Kemudian pompa DC mati dikarenakan listrik yang tersimpan dalam baterai habis dari hari ke-5 sampai hari ke-9 dan dari hari ke-17 hingga hari ke-20 (arus 0 Ampere). Sedangkan arus perlakuan SEP stabil dikarenakan adanya pemakaian adaptor dengan nilai arus 5 A. Kuat arus listrik pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 5 hari selama 20 hari pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 5. berikut.
48
Gambar 5. Grafik arus listrik searah pada hari ke-1, 5, 10, 15, dan 20 dengan sumber energi yang berbeda oleh pemakaian pompa DC pada pemeliharaan postlarva udang vaname. Berdasarkan grafik arus listrik di atas dapat diketahui bahwa nilai arus perlakuan SES pada hari ke-1 yaitu 6,36±0,32 A menuju hari ke-5 mengalami penurunan arus menjadi 0,00±0,00 A, kemudian naik pada hari ke-10 yaitu 3,37±0,23 A hingga hari ke-15 sebesar 7,13±0,11 A. Dari hari ke-15 mengalami penurunan lagi menjadi 0,00±0,00 A pada hari ke-20. Perlakuan SEP menunjukkan hasil nilai arus yang stagnan atau tetap yaitu 5 A. Menurut Gambar 5. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Arus listrik pada hari ke-1, 5, 10, 15, dan 20 dengan sumber energi yang berbeda Kuat Arus (Ampere) Hari Ke-
SES
SEP
1
6,36±0,32
a
5,00±0,00b
5
0,00±0,00a
5,00±0,00b
10
3,37±0,23a
5,00±0,00b
15
7,13±0,11a
5,00±0,00b
20
0,00±0,00a
5,00±0,00b
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
Berdasarkan hasil pengamatan kuat arus listrik searah dari sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa arus listrik dari sumber energi surya maupun PLN berbeda nyata pada hari ke1, 5, 10, 15, dan 20. Setelah pengukuran kuat arus listrik kemudian dilakukan pengukuran potensial atau tegangan listrik yang dapat dilihat pada Gambar 6. berikut.
13
Gambar 6. Grafik kestabilan potensial atau tegangan listrik searah pada pompa DC menggunakan sumber energi yang berbeda selama 20 hari pemeliharaan postlarva udang vaname. Grafik kestabilan potensial listrik searah pada kedua perlakuan yang ditunjukkan oleh Gambar 6. di atas dapat diketahui bahwa voltase listrik pada perlakuan SES terus menerus ada (kontinu) kecuali pada musim penghujan yaitu pada hari ke-5 hingga hari ke-8 dan hari ke-17 hingga ke-20 berkisar 0,012-0,082 Volt. Kemudian pada hari ke-1 hingga hari ke-5 pukul 07.00 berkisar 11,11212,311 Volt, hari ke-9 hingga hari ke-17 pukul 07.00 berkisar 11,379-12,896 Volt. Kemudian voltase pada listrik PLN (SEP) adalah 12 volt. Tegangan atau potensial listrik pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 5 hari selama 20 hari pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 7. di bawah.
Gambar 7. Grafik potensial listrik searah pada hari ke-1, 5, 10, 15, dan 20 dengan sumber energi yang berbeda oleh pemakaian pompa DC pada pemeliharaan postlarva udang vaname. 14
Berdasarkan grafik potensial atau tegangan listrik searah di atas dapat diketahui bahwa potensial listrik atau voltase perlakuan SES dan SEP hari ke-1 dan 10 tidak berbeda nyata antara lain 12,242±0,000 Volt, dan 12,124±0,320 Volt. Sedangkan pada hari ke-5, 15 dan 20, nilai voltasenya berbeda nyata antara kedua perlakuan yaitu 11,749±0,016 Volt, 11,369±0,507 Volt dan 0,092±0,025 Volt . Menurut Gambar 7. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Potensial listrik pada hari ke-1, 5, 10, 15, dan 20 dengan sumber energi yang berbeda Potensial Listrik (Volt) Hari Ke-
SES
SEP
1
12,242±0,000a
12,000±0,000a
5
11,369±0,507
12,000±0,000b
10
12,124±0,320a
12,000±0,000a
15
11,749±0,016a
12,000±0,000b
20
0,092±0,025a
12,000±0,000b
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa potensial listrik atau voltase listrik pada perlakuan SES dan perlakuan SEP hari ke-1 dan 10 tidak berbeda nyata. Sedangkan nilai voltase pada hari ke- 5, 15 dan 20 berbeda nyata.
3.1.2 Parameter Kualitas Air 3.1.2.1 DO Media Pemeliharaan Postlarva Vaname Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang utama pada penelitian ini dan dapat dilihat pada Gambar 8. berikut.
15
Gambar 8. Grafik DO harian selama 19 hari pemeliharaan postlarva udang vaname. Berdasarkan pengamatan, dapat diketahui bahwa nilai DO harian pada sumber energi surya lebih fluktuatif dibanding nilai DO listrik PLN. Nilai DO pada perlakuan SES berkisar 2,3-11,8 mg/l. Sedangkan nilai DO pada perlakuan SEP berkisar 5,6-11,7 mg/l. Oksigen terlarut pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 5 hari selama 20 hari pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 9. di bawah.
Gambar 9. Grafik DO pada media pemeliharaan udang vaname pada pukul 14.00 WIB, hari ke-1, 5, 10, 15, dan 19.
16
Grafik DO harian di atas menunjukkan bahwa nilai DO kedua perlakuan pada hari ke-1 relatif sama yaitu 6,6±0,00 mg/l. Kemudian pada ke-5 dan ke-10 mengalami penurunan nilai DO sebesar 4,2±0,14 mg/l dan 4,25±0,07 mg/l untuk perlakuan SES. Sama halnya dengan nilai DO perlakuan SEP mengalami penurunan dari hari ke-5 dan 10 sebesar 10,1±0,42 mg/l dan 5,55±0,07 mg/l. Pada hari ke-15 nilai DO kedua perlakuan naik menjadi 6,9±0,42 mg/l dan 6,95±0,49 mg/l. Sedangkan pada hari terakhir pemeliharaan hari ke-20 menunjukkan nilai DO sebesar 3,85±1,34 mg/l pada surya dan 7,4±0,14 mg/l pada PLN. Menurut Gambar 9. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 (Lampiran 4) yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Nilai DO media pemeliharaan dengan sumber energi yang berbeda DO (mg/l) Hari Ke1 5 10 15 19
SES
SEP a
6,60±0,00 4,20±0,14a 4,25±0,07a 6,90±0,42a 3,85±1,34a
6,60±0,00a 10,1±0,42b 5,55±0,07b 6,95±0,49a 7,40±0,14b
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
Nilai DO dari perlakuan SES maupun SEP yang ditunjukkan oleh Tabel 4 di atas yaitu pada hari ke-1 dan hari ke-15 memberikan hasil yang tidak beda nyata. Sedangkan nilai DO pada hari ke-5, 10 dan 19 memberikan hasil yang beda nyata. 3.1.2.2 Suhu Media Pemeliharaan Postlarva Vaname Pengukuran suhu dilakukan setiap 8 jam sekali bersamaan dengan pengukuran oksigen terlarut menggunakan DO meter. Suhu pada kedua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10. berikut.
17
Gambar 10. Grafik suhu harian media pemeliharaan postlarva udang vaname. Berdasarkan grafik suhu harian medi pemeliharaan postlarva vaname di atas dapat dilihat bahwa nilai suhu pada perlakuan listrik surya PLN relatif sama. Nilai suhu pada perlakuan SES berkisar 25-28,6 °C, sedangkan nilai suhu pada perlakuan SEP berkisar 25-28,1 °C. Oksigen terlarut pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 5 hari selama 20 hari pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 11. di bawah.
Gambar 11. Grafik suhu media pemeliharaan udang vaname pukul 14.00 pada hari ke1, 5, 10, 15, dan 19. Berdasar grafik suhu media pemeliharaan postlarva vaname setiap 5 hari, dapat diketahui bahwa nilai suhu pada hari ke-1 relatis sama yaitu 27,00±0,00 °C. Kemudian keduanya turun pada hari ke-5 yaitu 25,75±0,07 °C pada perlakuan
18
SES dan 25,90±0,00 °C pada perlakuan SEP. Suhu hari ke-10 dan hari ke-15 perlakuan SES dan SEP berurutan antara lain 26,75±0,07 °C dan 27,00±0,14 °C serta 28,05±0,07 °C dan 27,3±0,14 °C. Setelah itu terus mengalami kenaikan hingga hari ke-19 yaitu 27,95±0,07 °C pada SES dan 27,90±0,00 °C pada SEP. Menurut Gambar 11. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 (Lampiran 5) yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Suhu pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber energi yang berbeda Suhu (°C) Hari Ke-
SES
SEP
27,00±0,00
a
27,00±0,00a
5
25,75±0,07
a
25,90±0,00a
10
26,75±0,07a
27,00±0,14b
15
28,05±0,07a
27,30±0,14b
19
27,95±0,07a
27,90±0,00a
1
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai suhu kedua perlakuan yaitu SES dan SEP pada hari ke-1, 5 dan 19 tidak berbeda nyata. Sedangkan nilai suhu kedua perlakuan pada hari ke-10 dan hari ke-15 berbeda nyata. 3.1.2.3 pH Media Pemeliharaan Postlarva Vaname Pengukuran kualitas air berupa parameter pH pada media pemeliharaan postlarva udang vaname yang diukur setiap 7 hari sekali dapat dilihat pada Tabel 6. berikut. Tabel 6. Kisaran nilai pH media pemeliharaan postlarva udang vaname Parameter Kualitas Air Perlakuan pH SES
7,48 - 8,49
SEP
8,10- 8,49
Pengukuran nilai pH dilakukan 7 hari sekali selama pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 6 di atas, kisaran pH cenderung sama pada kedua perlakuan. Nilai pH perlakuan SES berkisar 7,48-8,49. Kisaran nilai pH media pemeliharaan postlarva udang vaname perlakuan SEP berkisar 8,10-8,49. 19
Nilai pH pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 7 hari selama pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 12. di bawah.
Gambar 12. Grafik nilai pH pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda.
Berdasarkan grafik nilai pH pada media pemeliharaan postlarva udang vaname pada perlakuan SES berkisar 8,49±0,00 pada hari ke-1 turun pada hari ke5 sebesar 7,99±0,71, naik pada hari ke-10 sebesar 8,23±0,21 dan kembali turun pada hari ke-20 sebesar 7,64±0,09. Sedangkan pada perlakuan SEP mengalami penurunan hingga hari terakhir pemeliharaan yaitu dari 8,49±0,00 pada hari ke-1 menjadi 8,13±0,09 di hari ke-20. Menurut Gambar 12. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 (Lampiran 6) yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Nilai pH pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dengan sumber listrik yang berbeda pH Hari Ke-
SES
SEP a
8,49±0,00a
0
8,49±0,00
7
7,99±0,071a
8,25±0,01a
14
8,23±0,01a
8,23±0,01a
20
7,64±0,09a
8,13±0,04b
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
20
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada perlakuan pompa DC dengan sumber energi surya (SES) dan sumber energi PLN (SEP) menghasilkan nilai pH yang tidak berbeda nyata pada pengukuran hari ke-1, 7 dan 14. Sedangkan pada pengukuran hari ke-20, kedua perlakuan memiliki nilai yang tidak beda nyata.
3.1.2.4 Karbondioksida (CO2) Media Pemeliharaan Postlarva Vaname Pengukuran karbondioksida (CO2) dilakukan setiap 7 hari sekali. Nilai dari karbondioksida pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Kisaran nilai CO2 media pemeliharaan postlarva udang vaname Parameter Kualitas Air Perlakuan CO2 (mg/l) SES
4,875 - 87,754
SEP
4,875 - 87,754
Pengukuran nilai CO2 dilakukan 7 hari sekali selama pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 8 di atas, kisaran CO2 cenderung sama pada kedua perlakuan. Kisaran nilai CO2 media pemeliharaan postlarva udang vaname berkisar 4,87587,754 mg/l. Nilai CO2 pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 7 hari selama pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 13. di bawah.
Gambar 13. Grafik nilai CO2 pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber energi listrik yang berbeda.
21
Pengukuran nilai CO2 dilakukan tiap 7 hari sekali selama pemeliharaan. Berdasar Gambar 13. di atas dapat diketahui bahwa pengukuran nilai CO2 pada kedua perlakuan menurun dari hari ke-1 hingga hari ke-14. Sedangkan pengukuran CO2 kedua perlakun pada hari ke-20 kembali naik. Menurut Gambar 13. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 (Lampiran 7) yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Nilai CO2 pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber listrik berbeda CO2 (mg/l) Hari Ke0 7 14 20
SES 87,75±0,00a 56,06±3,45a 4,88±0,00a 9,75±6,89a
SEP 87,75±0,00a 43,88±34,47a 4,88±0,00a 7,31±3,45a
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai CO2 kedua perlakuan dari minggu ke-0 hingga minggu ke-20 menghasilkan nilai yang tidak beda nyata.
3.1.2.5 Amonia (NH3) Media Pemeliharaan Postlarva Vaname Nilai amonia (NH3) pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 7 hari sekali selama pemeliharaan ditunjukkan oleh Tabel 10 di bawah. Tabel 10. Kisaran nilai amonia (NH3) media pemeliharaan postlarva udang vaname Perlakuan
Parameter Kualitas Air Amonia (mg/l)
SES
0,008 - 0,173
SEP
0,008 - 0,178
Pengukuran nilai amonia (NH3)
dilakukan 7 hari sekali selama
pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 10 di atas, kisaran amonia (NH3) cenderung sama pada kedua perlakuan. Kisaran nilai amonia (NH3) media pemeliharaan postlarva udang vaname perlakuan SES berkisar 0,008-0,173 mg/l, sedangkan perlakuan SEP berkisar 0,008-0,178 mg/l.
22
Nilai amonia (NH3) pada perlakuan pompa DC dengan SES dan pompa DC dengan SEP setiap 7 hari selama pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 14. di bawah.
Gambar 14. Grafik nilai amonia (NH3) pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber energi yang berbeda. Berdasarkan grafik nilai amonia pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa nilai amonia kedua perlakuan pada hari ke-0 relatif sama yaitu 0,01±0,00 mg/l. Kemudian berangsur naik hingga hari ke-14 yaitu 0,160±0,020 mg/l pada perlakuan SES. Nilai amonia perlakuan SEP juga mengalami kenaikan di hari ke-14 sebesar 0,150±0,045 mg/l. Nilai amonia perlakuan SES dan SEP berurutan di hari ke-20 mengalami penurunan yaitu 0,020±0,004 mg/l dan 0,020±0,004 mg/l. Menurut Gambar 14. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 (Lampiran 8) yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Nilai amonia (NH3) pada media pemeliharaan udang vaname dengan sumber energi yang berbeda Hari Ke0 7 14 20
Amonia (mg/l) SES SEP a 0,010±0,000 0,010±0,000a a 0,020±0,004 0,110±0,001b 0,160±0,020a 0,150±0,045a 0,020±0,004a 0,070±0,004b
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
23
Berdasarkan tabel nilai amonia pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa nilai amonia pada perlakuan SES dan perlakuan SEP tidak memberikan nilai yang beda nyata pada pengukuran hari ke-0, hari ke-14 dan hari ke-20. Sedangkan nilai amonia kedua perlakuan pada hari ke-7 menghasilkan nilai amonia yang beda nyata.
3.1.2.6 Salinitas Media Pemeliharaan Postlarva Vaname Salinitas media pemeliharaan postlarva udang vaname diukur setiap 7 hari sekali, ditunjukkan oleh Tabel 12. berikut. Tabel 12. Salinitas media pemeliharaan postlarva vaname Parameter Kualitas Air Perlakuan Salinitas (g/l) SES
31 - 33
SEP
31 - 33,5
Berdasarkan tabel nilai salinitas yang terukur, dapat diketahui bahwa salinitas perlakuan SES berkisar 31-35 ppt, sedangkan salinitas perlakuan SEP berkisar 31-33,5 ppt.
3.1.3 Pengukuran Oxygen Transfer Rate (OTR) dan Efektivitas Alat (E) Nilai transfer oksigen yang diukur pada penelitian penggunaan pompa DC dengan sumber energi surya (SES) dan sumber energi PLN (SEP) pada pemeliharaan postlarva vaname ditunjukkan oleh Gambar 15. di bawah ini.
24
Oxygen Transfer Rate (kg O2/jam)
0,0018 0,0016 0,0014 0,0012 0,001 0,0008 0,0006 0,0004 0,0002 0
1,65x10-3 1,17x10-3
9,8x10-5 Kontrol
SES cell Solar
SEP PLN
Perlakuan
Gambar 15. Laju transfer oksigen pompa DC setiap perlakuan pada pemeliharaan postlarva udang vaname. Oxygen Transfer Rate (OTR) menggambarkan seberapa besar oksigen yang ditransfer dari udara ke dalam perairan melalui kinerja aerator. Laju transfer oksigen kedua perlakuan relatif sama yaitu pada perlakuan SES yaitu 0,00165 kg O2/jam. Sedangkan laju transfer oksigen perlakuan SEP sebesar 0,00117 kg O2/jam. Nilai OTR kontrol sebesar 0,000098 kg O2/jam. Pengukuran efektivitas alat yatu pompa DC ini dilakukan dalam kondisi suhu, salinitas dan tekanan yang sama (Lampiran 3). Hasil pengukuran efektivitas pompa DC pada penelitian pemeliharaan postlarva udang vaname terlihat pada
Efektivitas Alat (%)
Gambar 16. berikut. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
86,1 75,3
11,2
Kontrol
Solar SEScell
PLN SEP
Perlakuan
Gambar 16. Efektivitas alat pompa DC setiap perlakuan pada pemeliharaan postlarva udang vaname.
25
Berdasarkan grafik efektivitas alat pompa DC pada media pemeliharaan postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa persentase alat kedua perlakuan relatif sama yaitu pada perlakuan SES sebesar 86,1 %. Sedangkan persentase pompa DC pada perlakuan SEP sebesar 75,3 %. Nilai efektivitas pada kontrol adalah sebesar 11,2 %.
3.1.4 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR) Postlarva Vaname Tingkat kelangsungan hidup postlarva udang vaname dapat dilihat pada Gambar 17. Di bawah ini. 105
95
98,125
a
a
SR (%)
100 95 90 85 80
Solar Cell
PLN
SES
SEP
Sumber Listrik Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
Gambar 17. Tingkat kelangsungan hidup postlarva udang vaname pada perlakuan SES dan SEP. Berdasarkan grafik tingkat kelangsungan hidup postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa nilai kelangsungan hidup (SR) pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata. Tingkat kelangsungan hidup udang vaname pada perlakuan pompa DC dengan sumber energi surya (SES) sebesar 95±7,07% dan perlakuan penggunaan pompa DC dengan sumber energi PLN (SEP) sebesar 98,125±2,65%. Menurut Gambar 17. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 (Lampiran 9) yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
26
Tabel 13. Tingkat kelangsungan hidup (SR,%) postlarva udang vaname dengan perlakuan pompa DC dan sumber energi yang berbeda Tingkat Kelangsungan Hidup (SR,%) SES 95,00±7,07
SEP a
98,13±2,65a
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
Berdasarkan tabel tingkat kelangsungan hidup postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup (SR) pada perlakuan SES sebesar 95 %, sedangkan tingkat kelangsungan hidup (SR) pada perlakuan SEP sebesar 98,13 %. Nilai kelangsungan hidup kedua perlakuan tersebut tidak beda nyata.
3.1.5 Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesific Growth Rate, SGR) Postlarva Vaname Laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname yang dipelihara selama 20 hari dapat dilihat pada Gambar 18. berikut. 6 2,59
SGR Bobot (%)
5 4 3
1,61
2 1 0
a
a Solar Cell
PLN
SES
SEP
Sumber Listrik Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
Gambar 18. Laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname pada perlakuan SES dan SEP. Laju pertumbuhan spesifik udang vaname yang dipelihara selama 20 hari pada perlakuan listrik surya dan listrik PLN tidak berbeda nyata seperti ditunjukkan oleh Gambar 18. di atas. Sedangkan laju pertumbuhan spesifik udang vaname pada perlakuan pompa DC dengan listrik PLN (SEP) sebesar
27
2,59±2,19%, sedangkan pada perlakuan pompa DC dengan solar cell (SES) sebesar 1,61±0,87%. Menurut Gambar 18. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 (Lampiran 10) yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini. Tabel 14. Laju pertumbuhan spesifik (SGR,%) postlarva udang vaname dengan perlakuan pompa DC dan sumber energi yang berbeda Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR,%) SES 1,61±0,87
SEP a
2,59±2,20a
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05).
Berdasarkan tabel laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan spesifik potlarva udang vaname pada perlakuan SES sebesar 1,61 %, sedangkan laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname dengan perlakuan SEP sebesar 2,59 %. Nilai laju pertumbuhan spesifik (SGR) kedua perlakuan tidak beda nyata.
3.2
Pembahasan Listrik alternatif diperlukan karena sesuai faktanya konsumsi listrik PLN
terus meningkat hingga tahun 2020 mendatang sedangkan penyediaannya tidak ikut meningkat atau terbatas (Nurdyastuti, 2011). Oleh karena itu diperlukan listrik alternatif yang dapat menggantikan listrik PLN untuk disalurkan ke daerahdaerah terpencil khususnya. Instalasi listrik tenaga surya sebagai pembangkit listrik memerlukan beberapa komponen antara lain panel surya (solar cells), charge controller, inverter, dan baterai. Panel surya menghasilkan energi listrik tanpa biaya, dengan mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik (Edwards et al., 1965). Menurut Razykov et al. (2011) solar panel mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik. Sel silikon (solar cells) yang disinari matahari/surya, membuat photon yang menghasilkan arus listrik. Sebuah solar cells menghasilkan kurang lebih tegangan 0.5 Volt. Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36 sel (untuk menghasilkan 17 Volt tegangan maksimun). Sistem listrik tenaga surya ini diharapkan mampu menjadi sumber energi alternatif yang digunakan terutama
28
pada peralatan pompa untuk meningkatkan oksigen terlarut dalam suatu sistem budidaya. Pada budidaya perairan biasanya listrik didapatkan dari PLN, namun banyak areal budidaya yang belum dijangkau PLN. Banyak areal yang belum dijangkau PLN ini disebabkan lokasinya yang terpencil. Listrik sangat berperan dalam peningkatan produktivitas dalam budidaya perairan. Pada daerah terpencil dan sumber daya alam yang melimpah umumya cocok digunakan untuk sebuah areal budidaya, hatchery udang vaname misalnya. Pada sebuah hatchery vaname sangat diperlukan listrik untuk menunjang prasarana dalam peningkatan produktivitas udang vaname. Listrik pada hatchery udang vaname digunakan untuk pompa aerasi selain untuk penerangan (Anandasari, 2011). Sedangkan aerasi merupakan faktor penting untuk menyuplai oksigen terlarut pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih udang vaname. Proses aerasi diperlukan untuk meningkatkan kembali kandungan oksigen dalam air sehingga mencukupi untuk proses oksidasi biologis pada perlakuan air selanjutnya dengan prinsip proses difusi dari udara ke dalam air (Boyd, 1982). Aerasi dapat digunakan untuk secara mekanis meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut dalam kolam. Aerasi kadangkala dipakai untuk mencegah sratifikasi suhu dan oksigen dalam kolam. Selama penelitian dilakukan pengukuran kestabilan sumber energi yang dilihat dari kestabilan arus listrik dan potensial listrik (voltase) kedua perlakuan. Pengukuran dilakukan pada pukul 07.00, 13.00 dan 19.00 atau selama 6 jam sekali. Nilai arus listrik perlakuan listrik surya dari hari ke-1 hingga hari ke-4 berkisar 5,216-6,498 Ampere. Kemudian nilai arus dari hari ke-5 hingga hari ke-9 pukul 07.00 sebesar arus 0 A, disebabkan pompa DC mati dan listrik yang tersimpan dalam baterai habis . Mati listrik menyebabkan pompa DC pada listrik surya mati pula sehingga tidak ada aerasi selama 5 hari. Kemudian listrik mulai diisi kembali oleh panel surya yang disimpan dalam aki dengan kuat arus berangsur naik dari 1,177 Ampere hingga 7,474 Ampere pada hari ke-15. Setelah itu terjadi mati listrik kembali pada hari ke-17 hingga selesai pemeliharaan pada hari ke-20 (arus 0 A). Sedangkan kestabilan listrik pada listrik PLN relatif stabil sebesar 5 A dikarenakan pada perlakuan pompa DC dengan listrik PLN dilakukan
29
pemasangan adaptor hingga listrik PLN tersebut stabil (12 V, 5A) dan merupakan alat yang merubah arus AC menjadi arus DC. Voltase pada listrik surya juga stabil yaitu berkisar 11,379-12,896 Volt ketika listrik pada baterai terisi penuh, sedangkan berkisar 0,012-0,082 Volt ketika listrik dalam baterai mulai kosong dan dalam keadaan sedang pengisian (charge). Dilihat dari kestabilan arus dan voltase listrik perlakuan tenaga surya ada terus menerus (kontinu), kecuali ketika kondisi hujan atau musim penghujan dimana panel surya tidak dapat menangkap energi matahari. Disolved Oxygen (DO) merupakan faktor yang sangat penting pada sistem intensif. Menurut Boyd and Linchtkoppler (1982b), kelarutan oksigen dalam air tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah suhu, salinitas dan ketinggian. Untuk lingkungan air tawar oksigen terlarut tergantung dari suhu dan ketinggian, sedangkan pada lingkungan air laut oksigen terlarut tergantung dari salinitas dan suhu. Menurut Effendi (2009), kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada pencampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Oleh karena itu, pengukuran oksigen terlarut lebih baik diukur per hari untuk melihat fluktuatif nilai DO selama penelitian. Pengukuran oksigen terlarut pada penelitian dilakukan secara 8 jam sekali. Pengukuran DO yang dilakukan setiap hari dengan nilai tertinggi yaitu pada hari ke-4 pukul 07.00 sebesar 11,5 mg/l dengan suhu 25,9 °C. nilai DO terendah terukur pada hari terakhir pemeliharaan sebesar 2,3 mg/l dengan suhu 27,8 °C pada pukul 22.00. Menurut Anonim (2003) dalam Tahe (2008) kualitas air yang layak untuk budidaya udang vaname pada DO nya sebesar >4 mg/L (toleransi minimum sebesar 0,8 mg/L). Oksigen terlarut pada media pemeliharaan postlarva udang vaname perlakuan SES masih dalam batas toleransi minimum sehingga udang masih bisa bertahan hidup. Nilai DO pada awal penelitian naik secara bertahap dari hari kehari yaitu hingga hari ke-4. Kemudian mulai hari ke-5 hingga hari ke-10 aerasi mati dikarenakan baterai pada sistem tenaga surya kosong dengan pengukuran DO sebesar 3,8 mg/l pada hari ke-10, jadi diperlukan waktu 5 hari hingga lampu kontrol berwarna hijau dan siap digunakan. Solar charge controller akan mengisi
30
baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan drop, maka baterai akan diisi kembali (Chiras, 2010). Pengisian ke dalam baterai memakan waktu hingga 5 hari dikarenakan musim pada bulan November yaitu mulai penelitian ini adalah musim hujan sehingga ketika running penelitian panel surya mendapatkan sedikit energi matahari. Setelah baterai penuh, listrik surya dapat digunakan selama 6 hari sehingga nilai DO tidak terlalu turun yaitu dari hari ke-11 hinga hari ke-16 sebesar 5,9-8,7 mg/l. Namun pada hari ke-17 baterai kembali kosong hingga pemeliharaan berakhir. Pada perlakuan listrik PLN memiliki nilai DO berkisar 5,6-11,6 mg/l. Nilai DO pada listrik PLN tidak mengalami mati aerasi seperti pada perlakuan SES sehingga nilai DO eperlakuan SEP tidak mengalami penurunan yang drastis seperti pada perlakuan SES. Kelarutan oksigen dalam air menurun dengan meningkatnya suhu dan dengan meningkatnya salinitas (Boyd, 1982a). Pengukuran suhu dilakukan secara bersamaan pengukuran DO menggunakan DO meter. Nilai kisaran suhu pada perlakuan SES adalah 25-28,6 °C, sedangkan perlakuan SEP berkisar 25-28,1 °C. Salinitas media pemeliharaan perlakuan SES dan SEP berurutan berkisar 31-33 ppt dan 31-33,5 ppt. Nilai kisaran suhu dan salinitas pada pemeliharaan postlarva udang vaname ini masih dalam batas kisaran normal kualitas air pada budidaya udang vaname yaitu sebesar 26-30 °C dan sebesar 5-35 ppt (Brock and Main, 1994). Nilai suhu dan salinitas media pemeliharaan dalam kisaran normal, sehingga nilai oksigen terlarutpun dalam kisaran normal. Nilai oksigen >4 mg/l yaitu sebesar 2,3 mg/l pada perlakuan SES disebabkan faktor lain yaitu daya listrik yang dialirkan ke pompa DC yang mengaerasi media pemeliharaan postlarva udang vaname. Nilai pH berkisar antara 7,48 - 8,49 masih berada dalam kisaran normal menurut Brock and Main (1994) yaitu pH 7-9. pH air laut cenderung basa, oleh karena itu biasanya nilai CO2 rendah. Pengukuran CO2 dilakukan dengan nilai CO2 tertinggi pada awal pengukuran yaitu sebelum aerasi dijalankan sebesar 87,75 mg/l. Kemudian setelah aerasi dijalankan terus menerus, nilai CO2 menjadi menurun hingga 4,875 mg/l. Hal ini juga masih dalam kisaran normal menurut Brock and Main (1994) yaitu sebesar <20 mg/l. Namun pada terakhir pengukuran yaitu pada hari ke-20 nilai CO2 kembali naik dikarenakan aerasi tidak ada (baterai
31
kosong) tapi tidak berakibat fatal pada udang vaname. Nilai CO2 yang rendah ini dikarenakan adanya aerasi terus menerus dan adanya pergantian air setiap pagi hari sebanyak 10% volume media. Pergantian air yang biasanya digunakan dalam kolam udang berkisar 10% sampai 15% volume kolam per hari. Tidak dianjurkan untuk dilakukan terus menerus pada kolam pemeliharaan udang dikarenakan unsur hara, nutrien, dan fitoplankton akan ikut terbuang. Pergantian air sebanyak 2% sampai 5% volume kolam per hari dapat meminimalkan peningkatan salinitas selama musim kering (Jana and Webster, 2003). Nilai pH berpengaruh pada nilai amonia media pemeliharaan. Nilai pH yang basa atau tinggi menyebabkan nilai amonia yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan sipon feses dan sisa pakan setiap hari. Kisaran amonia sebesar 0,008 0,173 mg/l pada SES dan 0,008-0,178 mg/l pada perlakuan SEP juga masih dalam batasan normal yaitu berkisar <1 mg/l (Brock and Main, 1994). Amonia yang terukur masih dalam batas normal budidaya udang vaname dikarenakan adanya penyiponan feses dan sisa pakan setiap pagi hari juga adanya pergantian air. Pada kolam intensif, pergantian air diperlukan untuk membuang amonia berlebihan (Jana and Webster, 2003). Sedangkan pengukuran salinitas berkisar 31-33,5 ppt yang juga masih dalam batasan normal yaitu sebesar 5-35 ppt. Pengukuran nilai transfer oksigen terlarut dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar oksigen yang ditransfer dari udara ke dalam perairan atau laju transfer oksigen melalui kinerja alat aerasi. Kemudian perlu juga dilakukan penghitungan nilai persentase efektivitas dari sebuah alat aerasi yang bisa digunakan sebagai indikator yang menunjukkan seberapa besar gas yang ditransfer dari udara ke dalam sebuah perairan atau pengurangan jumlah gas yang berlebih dalam air (supersaturated). Efektivitas aerator juga bisa digunakan untuk membandingkan berbagai tipe aerator, tetapi harus diuji dalam sistem dan kondisi yang sama (Lekang, 2007). Nilai OTR pompa DC pada perlakuan solar cell dan PLN adalah 1,65 x 10-3 dan 1,17 x 10-3 kg O2/jam. Nilai kontrol sebesar 9,8 x 10-5 dengan perlakuan tanpa aerasi pompa DC dan dengan sistem penurunan oksigen menggunakan Na2SO3. Stuckenberg et al. (1977) dalam Boyd (1982) membahas prosedur baku untuk mengevaluasi berbagai alat aerasi dengan menghilangkan oksigen dalam air terlebih dahulu dengan Na2SO3 dengan dosis 7,9 mg/l untuk
32
menghilangkan 1 mg/l oksigen terlarut, untuk memastikan oksigen hilang sempurna umumnya ditambahkan 1,5-2 kali dari dosis. Sedangkan pada perlakuan SES dan SEP dilakukan aerasi dengan pompa DC dengan sebelumnya menurunkan DO minimal menggunakan Natrium Sulfit (Na2SO3), kemudian dimulai aerasi hingga 30 menit dalam kondisi suhu dan salinitas yang sama yaitu 26 °C dan 32 ppt serta penghitungan nilai konsentrasi oksigen terlarut jenuh sebesar 6,98 mg/l (Toonen, 2006). Begitu pula dengan nilai efektivitas dengan nilai E sebesar 86,1 % dan 75,3 % pada perlakuan A dan B. Kedua perlakuan ini dikatakan efektif karena persentase efektivitas alat yang cukup tinggi. Diperlukan strategi untuk menghasilkan DO yang tinggi dengan cara pemakaian pompa aerasi dengan listrik PLN ketika cuaca hujan dan menggunakan pompa aerasi dengan listrik tenaga surya ketika cuaca panas agar produktivitas budidaya tinggi. Berdasarkan nilai transfer oksigen dan efektivitas alat aerasi, penggunaan DC air pump dengan sumber listrik tenaga surya efektif digunakan di daerah budidaya terpencil. Pemakaian listrik surya efektif diterapkan pada tambak udang dengan menunjukkan nilai oksigen terlarut hingga supersaturasi yaitu 11,8 mg/l karena lebih menjanjikan bagi kelangsungan hidup vaname. Selain itu listrik tenaga surya memiliki keuntungan antara lain ramah lingkungan, energi matahari yang bisa dipanen sebanyak-banyaknya dan penghematan bahan bakar bumi yang sudah semakin menurun jumlahnya. Namun tidak terlepas dari kelemahan suatu alat adalah adanya perawatan rangkaian listrik surya yaitu penurunan nilai pemakaian baterai atau aki misalnya (penurunan kualitas aki). Berdasar nilai perhitungan ekonomis antara energi surya dan energi PLN (Lampiran 13) maka lebih disarankan untuk diterapkan di daerah yang tidak dimasuki listrik PLN serta daerah kecil dan terpencil dengan listrik PLN yang amat tidak stabil agar efektif penggunaannya didaerah-daerah tersebut. Kemudian adanya tantangan pada musim atau cuaca menyebabkan para pembudidaya harus berfikir strategis untuk menghemat daya pemakaian listrik surya (menambah baterai dan charge controller agar listrik yang disimpan semakin banyak) untuk digunakan pada usaha budidaya udang vaname tersebut. Tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase udang vaname yang dipelihara dari PL 10 hingga PL 30. Sedangkan laju pertumbuhan spesifik
33
menggambarkan persentase pertambahan bobot postlarva udang vaname setiap harinya. Hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan SES dan SEP memberikan hasil tidak beda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname. Nilai kelangsungan hidup udang vaname pada perlakuan listrik PLN dan perlakuan listrik surya sebesar 98,125 % dan sebesar 95 %. Laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan PLN dan perlakuan energi listrik surya berurutan yaitu 2,59 % dan 1,61 %.
34
IV. 4.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kestabilan sumber energi listrik surya dilihat dari nilai arus yang
dihasilkan relatif kontinu sebanding dengan listrik PLN dalam memasok energi listrik untuk menghidupkan atau menggerakkan pompa DC, kecuali pada musim penghujan dimana panel surya sering tidak dapat menangkap energi matahari. Penggunaan energi listrik yang berbeda untuk menghidupkan pompa DC sebagai alat aerasi pada media pemeliharaan postlarva udang vaname tidak memberikan pengaruh yang secara nyata terhadap kualitas air terutama konsentrasi oksigen terlarut. Hal tersebut ditunjang dengan kinerja pompa DC berdasarkan nilai transfer oksigen dan efektivitas pompa DC yang relatif sama. Pemeliharaan postlarva udang vaname yang menggunakan aerasi dari sumber energi
listrik yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan postlarva udang vaname yang ditunjukkan dengan nilai kelangsungan hidup (SR) yang berkisar 95-98,125 % serta laju pertumbuhan (SGR) berkisar 1,61-2,59 %. Dengan demikian sumber energi listrik tenaga surya dapat dijadikan sebagai alternatif sumber energi listrik bagi kegiatan pembenihan udang terutama dalam mengoperasikan sistem aerasi dengan sumber arus DC.
4.2
Saran Diperlukan strategi penerapan listrik surya dengan adanya tantangan
musim penghujan untuk menghemat pemakaian listrik surya ketika usaha budidaya berlangsung dan strategi untuk menambah baterai serta controller agar energi listrik surya dapat diserap dan disimpan ke dalam baterai tersebut untuk kemudian digunakan. Kemudian diperlukan penelitian lanjutan untuk menggerakkan fasilitas peralatan budidaya lainnya seperti kincir air, pompa dan prasarana lainnya.
48
DAFTAR PUSTAKA Ahyat A.D. 2012. Pemanfaatan panel surya dan aplikasinya di perikanan Pulau Selat Nasik [Komunikasi pribadi]. [07 Februari 2012]. Anandasari R.V. 2011. Pembenihan udang vaname Litopenaeus vannamei di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur. Laporan Praktik Lapangan Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian bogor. Anonim. 2011. Potensi energi alternatif. Bangka Pos. http://cetak.bangkapos.com/ [07 Februari 2012]. Boyd C.E. 1982a. Water quality management for pond fish culture. Netherlands: Elsevier Science Publishers. Boyd and Linchtkoppler. 1982b. Water quality development series no 22. International Center for Aquaculture. Aquaculture Experiment Station, Auburn, Alabama. Brock J.A. and Main K.L. 1994. A guide to common problems and disease of cultured Penaeus vannamei. World Aquaculture Society, USA. Buletin Keteknikan Pertanian. 1998. Penerapan energi surya dalam proses termal pengolahan hasil pertanian. IPB Press : Vol.12 No.1. Chiras Dan. 2010. Solar electricity basics. Canada: New Society Publishers. Edwards D.K, Bayard de Volo N, Catton I, Leung A. 1965. Basics heat transfer studies related to the use and control of solar energy. Journal of Solar Energy 64, 161 p. Effendi Hefni. 2009. Telaah kualitas air. Yogyakarta. Kanisius. Effendi Irzal. 2004. Pengantar akuakultur. Penebar Swadaya. Depok. Erwinda Y.E. 2008. Pembenihan udang putih Pennaeus vannamei secara intensif. Tugas Bioteknologi Hewan. Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Harnovi. 2011. Daya listrik arus searah dan bolak balik. Persatuan Mahasiswa Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Jana B.B and Webster C.D. 2003. Sustainable aquaculture : global perspective. The Haworth Press, Inc. New York.
48
KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2010. Rencana strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010-2014. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Lekang O.I. 2007. Aquaculture engeenering. Blackwell Publishing, Ltd. Garnington Road, Oxford. Nurdyastuti I. 2011. Analisis pemanfaatan energi pada pembangkit tenaga listrik di Indonesia. http:// www.oocities.org/markal_bppt/publish/slistrk/ slnurd.pdf. [07 Februari 2012]. Razykov T.M, Ferekides C.S, Morel D, Stefanakos E, Ullal H.S, Upadhyaya H.M. 2011. Solar photovoltaic electricity: current status and future prospects. Journal of Solar Energy 85, 1580-1608. Yuliar A. 2012. Listrik desa terpencil Rp. 21 M . Riau Pos. http://riaupos.co/ cetak.php. [07 Februari 2012]. Samocha and Lawrence. 1992. Shrimp nursery system sand management. Page 88 In Wyban J, editor. Proceedings of the special session on shrimp farming. World Aquaculture Society, USA. Tahe S. 2008. Pengaruh starvasi ransum pakan terhadap pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname Litopenaeus vannamei dalam wadah terkontrol. J. Ris. Akuakultur Vol. 3 No. 3 Tahun 2008 : 401-412. Toonen R. 2006. Oxygen saturation. http://www.reefs.org/article/r_toonen14.html [01 Januari 2012].
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Data logger yang digunakan pada perlakuan sumber energi surya (SES)
Lampiran 2. Alat adaptor yang digunakan pada perlakuan sumber energi PLN (SEP)
Lampiran 3. Data pengukuran nilai transfer oksigen dan efektivitas pompa DC Perlakuan Cs (mg/l) C1 (mg/l) C2 (mg/l) T (°C) t2 (jam) t1 (jam) v.air (liter) KLa (/jam) OTR (kg O2/jam) E (%)
A 6.98 2.1 6.3 26 16.54 16.24 52 4.54
B 6.98 2.6 5.9 26 15.31 15.01 52 3.23
Kontrol 6.98 2.5 3 26 15.47 15.17 52 0.27
1.65 x 10^-3 86,1
1.17 x 10^-3 75,3
9.8 x 10^-5 11,2
39
Lampiran 4. Analisa statistik nilai oksigen terlarut pemeliharaan postlarva udang vaname
(DO)
pada
media
ANOVA DO_H0 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.000
2
.000
Total
.000
3
F
Sig. .
.
ANOVA DO_H5 Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
32.490
1
32.490
.040
2
.020
32.530
3
F
Sig.
1.625E3
.001
ANOVA DO_H10 Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
1.690
1
1.690
.010
2
.005
1.700
3
F
Sig.
338.000
.003
ANOVA DO_H15 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.002
1
.002
Within Groups
.425
2
.213
Total
.428
3
F
Sig. .012
.924
40
ANOVA DO_H19 Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
12.603
1
12.603
1.825
2
.912
14.428
3
F
Sig.
13.811
.065
Keterangan : Angka Sig. < 0,05 dimaksudkan bahwa parameter yang diuji menghasilkan nilai yang berbeda nyata.
Lampiran 5. Analisa statistik nilai suhu pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ANOVA Suhu_H0 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.000
2
.000
Total
.000
3
F
Sig. .
.
ANOVA Suhu_H5 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.022
1
.022
Within Groups
.005
2
.003
Total
.027
3
F 9.000
Sig. .095
ANOVA Suhu_H10 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.062
1
.062
Within Groups
.025
2
.013
Total
.088
3
F 5.000
Sig. .155
41
ANOVA Suhu_H15 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.563
1
.563
Within Groups
.025
2
.012
Total
.588
3
F
Sig.
45.000
.022
ANOVA Suhu_H19 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.003
1
.003
Within Groups
.005
2
.003
Total
.008
3
F
Sig.
1.000
.423
Keterangan : Angka Sig. < 0,05 dimaksudkan bahwa parameter yang diuji menghasilkan nilai yang berbeda nyata. Lampiran 6. Analisa statistik nilai pH pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ANOVA pH_H0 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.000
2
.000
Total
.000
3
F
Sig. .
.
ANOVA pH_H7 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.070
1
.070
Within Groups
.510
2
.255
Total
.580
3
F
Sig. .275
.652
42
ANOVA pH_H14 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.000
2
.000
Total
.000
3
F
Sig. .000
1.000
ANOVA pH_H20 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.245
1
.245
Within Groups
.010
2
.005
Total
.255
3
F
Sig.
47.810
.020
Lampiran 7. Analisa statistik nilai CO2 pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ANOVA CO2_H0 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.000
2
.000
Total
.000
3
F
Sig. .
.
ANOVA CO2_H7 Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
148.474
1
148.474
Within Groups
1199.652
2
599.826
Total
1348.126
3
F
Sig. .248
.668
43
ANOVA CO2_H14 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.000
2
.000
Total
.000
3
F
Sig. .
.
ANOVA CO2_H20 Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
5.954
1
5.954
Within Groups
59.390
2
29.695
Total
65.343
3
F
Sig. .200
.698
Keterangan : Angka Sig. < 0,05 dimaksudkan bahwa parameter yang diuji menghasilkan nilai yang berbeda nyata. Lampiran 8. Analisa statistik nilai amonia (NH3) pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ANOVA amonia_H0 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.000
2
.000
Total
.000
3
F
Sig. .
.
ANOVA amonia_H7 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.009
1
.009
Within Groups
.000
2
.000
Total
.009
3
F 361.000
Sig. .003
44
ANOVA amonia_H14 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.000
1
.000
Within Groups
.002
2
.001
Total
.002
3
F
Sig. .022
.895
ANOVA amonia_H20 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.003
1
.003
Within Groups
.000
2
.000
Total
.003
3
F
Sig.
25.000
.038
Keterangan : Angka Sig. < 0,05 dimaksudkan bahwa parameter yang diuji menghasilkan nilai yang berbeda nyata.
Lampiran 9. Analisa statistik nilai kelangsungan hidup (SR) pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ANOVA SR Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
9.000
1
9.000
Within Groups
58.000
2
29.000
Total
67.000
3
F
Sig. .310
.633
Keterangan : Angka Sig. < 0,05 dimaksudkan bahwa parameter yang diuji menghasilkan nilai yang berbeda nyata.
45
Lampiran 10. Analisa statistik nilai laju pertumbuhan spesifik (SGR) pada media pemeliharaan postlarva udang vaname ANOVA SGR Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
.960
1
.960
Within Groups
5.574
2
2.787
Total
6.534
3
F
Sig. .345
.617
Keterangan : Angka Sig. < 0,05 dimaksudkan bahwa parameter yang diuji menghasilkan nilai yang berbeda nyata.
46
Lampiran 11. Bagan tata letak rangkaian sistem listrik tenaga surya
(1)
Ke beban / inverter (+)
(-) (+)
(-)
(1)
(-)
(+) (+)
(2)
(-)
(-)
(1)
(3)
(-) (3)
(1)
(-)
(+) (+)
(2)
(-)
(+)
(1)
(3)
(-) (3)
(-)
(1)
(-)
(+) (+)
(2)
(-)
(+)
(1)
(3)
(-) (3)
(+) (2)
(-)
(+)
(1)
(+)
(3)
(3)
Keterangan : 1 = Panel surya 100 wp, 12 Volt (8 buah) 2 = Controller 12V, 20 A (4 buah) 3 = Accu/ battery 100 AH, 12 V (8 buah)
48
Lampiran 12. Perhitungan kebutuhan sistem energi surya Sistem panel surya diperlukan untuk menggerakkan pompa DC (12 volt) atau AC (220volt) @ 120 watt selama 24 jam :
Kebutuhan daya total : = 120 watt x 24 jam = 2880 Wh
Jumlah panel surya yang dibutuhkan : = 2880 Wh/ (100 wp x 4 jam) = 7,2 panel = 8 panel; 4 jam adalah waktu penyinaran dalam sehari
Kebutuhan controller : = 8 x 8,33 x 1,2 = 79,97 A; controller yang digunakan @ 20 A sehingga dibutuhkan 4 controller.
Kebutuhan baterai minimum (baterai hanya digunakan 50% untuk pemenuhan kebutuhan listrik), dengan demikian kebutuhan dikalikan 2 x lipat : = 2880 x 2 = 5760 Watthour = 5760 / 12 Volt / 100 Amp = 6 baterai 100 Ah (2 baterai sebagai cadangan jika tidak ada panas/ cuaca hujan)
48
Lampiran 13. Analisa usaha 20 tahun pemeliharaan udang vanamedengan pompa DC dan sumber energi tenaga surya Satuan
1. Penerimaan 6750 Udang PL 30 Total Penerimaan 2. Pengeluaran 2.1 Biaya Penyusutan 6 Panel Surya 6 Accu 1 Pompa DC 3 Wadah Pemeliharaan 1 Timbangan Peralatan Aerasi 3 Alat Sampling 2.2 Biaya Tetap Listrik 2.3 Biaya Variabel Udang PL 10 Pakan Udang Bahan Desinfeksi 2.4 Faktor resiko 4 x Gagal Panen Total Pengeluaran 3. Keuntungan 4. R/C Rasio
Harga Satuan
Umur Ekonomis
(Rp)
(tahun)
Harga Total SES (Rp)
Harga Total SEP (Rp)
ekor
55
89100000 89100000
89100000 89100000
buah buah buah
2450000 2000000 860000
30 5 5
9800000 48000000 3440000
3440000
buah buah buah
250000 100000 60000 12000
10 7 3 5
1500000 286000 400000 144000
1500000 286000 400000 144000
bulan
120000
-
28800000
ekor kg
12 15000
21600000 691200 200000
21600000 691200 200000
siklus
371250
86061200 3038800 1,035309756
29700000 86761200 2338800 1,02695675
Asumsi: Faktor resiko pada penggunaan SEP yaitu terjadi mati listrik 4 kali atau 4 siklus dalam 1 tahun. Padat tebar juvenil udang = 5 ekor/liter. 1 pompa DC dengan daya 60 watt dapat mengaerasi 1500 liter air. Listrik penerangan mampu dipenuhi oleh sumber energi surya.
49