PENGGUNAAN POLA AGROFORESTRI PADA BUDIDAYA NANAS DI DESA TAMBAKMEKAR, KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG Devy P. Kuswantoro, Idin S. Ruhimat, dan Darsono Priono Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar Km. 4 Pamalayan, Po. BOX 5 Ciamis 46201 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Pineapple is one of the major commodity-seeded fruits of Subang district. The study was conducted through focus group discussions with farmers, field officers, and government officials in order to examine patterns of agroforestry in the cultivation of pineapple and the role of research results in support of its development. This research was conducted in the Tambakmekar village, Jalancagak subdistrict, Subang district. The study showed that there are differences in the pineapple yield in the different cropping patterns. Pineapples that grown in monoculture can produce high quality of pineapple called ―nanas simadu‖ with high prices, but the fruits are prone to burn. Under the agroforestry pattern with sengon, the pineapple produced a sour taste and tend to be small, but excellent for industrial raw materials for canning, jam, and chips. Research in agroforestry sengon+nanas can contribute to give the technology in pest and disease, determination of the optimal spacing, and forest tending techniques to produce good quality of pineapple under the stands. Key words: pineapple, sengon, agroforestry, Subang
1. Pendahuluan Nanas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan tanaman semak tropis yang mudah dibudidayakan dan menjadi salah satu buah tropis yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam era agribisnis, prospek budidaya dan peluang pasar nanas sangat terbuka. Hal ini disebabkan karena konsumsi buah nanas dapat dilakukan dalam bentuk buah segar dan berbagai produk olahan nanas. Di Indonesia, sentra penghasil nanas terbesar adalah Provinsi Lampung. Sementara itu di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Subang menjadi salah satu sentra penghasil nanas. Sentra nanas di Kabupaten Subang berada di wilayah Kecamatan Jalancagak, Ciater, Kasomalang, Serangpanjang, Cijambe, Sagalaherang, dan Cisalak dengan ketersediaan lahan mencapai 4.498 hektar. Kecamatan Jalancagak merupakan sentra utama produksi nanas di Kabupaten Subang dengan luas areal mencapai 2.250 hektar. Tabel 1 memperlihatkan jumlah panen dan produksi nanas di Kabupaten Subang. Varietas nanas yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Subang adalah Smooth Cayenne (Departemen Pertanian, 2007). Sejak tanggal 3 Juli 2002 varietas ini telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas unggul 448
dengan nama varietas Subang. Nanas ini diunggulkan karena buahnya berukuran besar antara 1,5 – 5 kg per buah. Kulitnya bermata buah datar, warna kulitnya tetap hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah berwarna kuning pucat sampai kuning, berserat kasar, dan berair. Rasa daging buah kurang manis dan agak asam. Nanas cv. Smooth Cayenne sangat cocok sebagai bahan olahan seperti selai, jus nanas, kripik atau sebagai buah kalengan. Tanaman nanas dalam pertumbuhannya sangat membutuhkan sinar matahari dengan rata-rata tahunan terkena sinar matahari sebanyak 2.000 jam. Akan tetapi, cahaya matahari yang cukup untuk tanaman nanas berkisar antara 33-71% saja (Soedarya, 2009). Oleh karena itu, dalam pembudidayaannya, tanaman nanas memerlukan naungan. Model budidaya semacam ini sudah diterapkan oleh petani Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak dengan menggunakan tanaman Sengon sebagai penaung dalam pola tanam agroforestri. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan pola agroforestri dalam budidaya nanas di Desa Tambakmekar yang dilakukan oleh petani serta peran dan masukan iptek bagi pengembangannya.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
Tabel 1. Keragaan produksi nanas di Kabupaten Subang sampai tahun 2010 Jumlah tanaman Jumlah produksi (ton) Kecamatan 2008 2009 2010 2008 2009 2010 Sagalaherang 17.496 39.207 40.052 25 76 1.688 Serangpanjang 18.511 23.809 35 34 Jalancagak 186.440.000 163.225.000 162.394.000 225.667 330.437 309.710 Ciater - 26.000.000 11.120.000 49.270 18.955 Cisalak 3.858.000 2.517.000 1.111.124 70 4.849 5.305 Kasomalang 4.844.547 7.470.067 8.855 8.449 Cijambe 1.089.200 1.594.725 5.595.150 1.917 2.955 7.165 Cibogo 600 1.079 1.040 1 2 12 Subang 14.100 9.100 7.700 41 16 25 Purwadadi 7.930 11.105 10.500 15 21 21 Sumber: BPS Kabupaten Subang (2009, 2010b, 2011)
2. Metode penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang yang dilaksanakan pada Bulan Maret 2012. Data dikumpulkan dengan cara diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dengan perwakilan petani, pengurus kelompok tani, aparat desa, dan petugas UPTD Kehutanan Kecamatan Jalancagak. Pemilihan metode FGD ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum dan cepat mengenai pengusahaan hutan rakyat dan budidaya nanas di Desa Tambakmekar dan bukan budidaya di level masing-masing petani sampel.. Data yang diperoleh dari kegiatan diskusi kemudian dianalisis secara deskriptif. 3. Hasil dan pembahasan 3.1. Keadaan umum lokasi penelitian Desa Tambakmekar merupakan salah satu desa di wilayah Subang selatan dengan ketinggian 500 mdpl dengan kemiringan rata-rata 35% dengan luas wilayah 5,58 km2 (BPS Kabupaten Subang, 2010a). Daerah di wilayah Subang selatan rata-rata merupakan daerah pegununan. Penggunaan lahan di Desa Tambakmekar terbagi menjadi sawah seluas 63,32 ha, lahan tegalan seluas 15 ha, kebun seluas 202,06 ha; empang seluas 0,5 ha; perumahan seluas 14,14 ha; pekuburan seluas 1,55 ha, dan penggunaan lainnya seluas 165,43 ha. Jumlah penduduk di Desa Tambakmekar sampai akhir tahun 2009 berjumlah 5.842 jiwa dengan kepadatan 1.047 jiwa/km2 (BPS Kabupaten Subang, 2010a). Tingkat pendidikan penduduk di Desa Tambakmekar paling banyak tamat SLTP sehingga sebagian besar
sudah mengenyam pendidikan dasar 9 tahun. Sebagian besar penduduk berada pada tahapan Keluarga Sejahtera Tahap I sebanyak 637KK. Dengan demikian, paling tidak keluargakeluarga di Desa Tambakmekar sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal (pangan, sandang, papan) serta mampu membawa keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan. Jumlah penduduk yang bekerja sampai akhir tahun 2009 berjumlah 2.217 orang dan sebanyak 39% bekerja di sektor pertanian. 3.2. Praktik budidaya nanas dalam pola agroforestri di Desa Tambakmekar Usaha penanaman nanas di Desa Tambakmekar sudah dimulai sejak tahun 1980-an Petani di Desa Tambakmekar sebagian besar mengusahakan kebun/hutan rakyatnya dengan menanam nanas sebagai komoditas utama. Luas kebun petani berkisar antara 0,25 ha sampai dengan 2 ha per petani dengan rata-rata 0,5 ha. Petani menanam tanaman nanas dengan dua pola tanam yaitu monokultur nanas, maupun agroforestri antara nanas dan sengon. Pola tanam agroforestri seperti yang terlihat pada Gambar 1, lebih banyak dilakukan oleh masyarakat daripada pola tanam monokultur dengan jarak tanam yang teratur. Pola budidaya hutan rakyat agroforestri sengon + nanas di Desa Tambakmekar masih menerapkan pola agroforestri tradisional, dalam arti belum banyak input teknologi diterapkan dalam pengusahaannya. Banyak petani yang tidak melakukan pemupukan, pengendalian OPT, sanitasi kebun, serta mengabaikan cara pemanenan sesuai yang dianjurkan sehingga hasil produksi dan produktivitasnya pun masih rendah.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
449
Gambar 1. Pola tanam agroforestri dalam budidaya nanas Hasil pengamatan potensi hutan rakyat secara cepat memperlihatkan bahwa petani menanam sengon dengan jarak yang tidak beraturan dan hanya ditujukan agar tanaman nanas tidak terlalu terbuka sehingga menyebabkan paparan sinar matahari masuk 100%. Tanaman yang ditanam di kebun petani tidak memperlihatkan bahnyak variasi karena sebagian besar adalah tanaman nanas. Petani memilih menggunakan naungan Sengon dalam budidaya nanas karena nanas memerlukan naungan untuk menghindari terbakar sengatan matahari yang menyebabkan buahnya berkualitas rendah. Pemilihan Sengon sebagai tanaman penaung dikarenakan daunnya yang berukuran kecil dan jarang sehingga sinar matahari tetap dapat masuk sampai ke tanaman nanas. Daun Sengon juga dapat digunakan untuk pupuk hijau sehingga menghemat pemakaian pupuk. Tanaman Nenas yang ditanam petani, pada awalnya berjarak tanam 45 cm X 45 cm X 90 cm, akan tetapi pada saat ini, tanaman nenas yang terdapat di lahan petani sudah sangat rapat. Kepadatan optimal tanaman nanas dapat mencapai 77.000 batang/hektar. Perbanyakan tanaman nanas menggunakan bagian mahkota, tunas batang, dan tunas akar. Pada umumnya, petani membibitkan sendiri ataupun membeli bibit dari petani lainnya. Petani cenderung belum pernah mengganti ulang tanaman nanasnya sejak pertama kali menanam dahulu. Rumpun nanas setelah panen tidak dibongkar, melainkan hanya di tebas untuk kemudian tumbuh lagi. Meskipun masih tetap berproduksi, akan tetapi disinyalir dapat menurunkan produktivitas buahnya. Pemupukan tanaman nanas dilakukan menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk 450
dasar dan pupuk kimia pada umur tanaman 3 bulan dan menjelang perangsangan pembungaan (forcing) pada umur 7-10 bulan yaitu dengan campuran urea, SP, dan KCl. Rumpun nanas yang sudah siap berbunga dipercepat proses pembentukan bunganya dengan bantuan zat perangsang yang mengandung bahan aktif Etepon 480 PGR untuk merangsang pembungaan. Dengan bantuan karbit ini, rumpun nanas akan dipacu untuk pembentukan bunga/buahnya secara serentak. Dengan aplikasi perangsangan ini, 5-7 bulan kemudian buah nanas dapat dipanen. Pemanenan biasanya dilakukan oleh Bandar yang bahkan sudah menawar dengan system borongan kebun pada saat forcing dilakukan. Penanaman Sengon dilakukan dengan jarak tanam yang tidak beraturan. Jumlah tanaman sengon per 100 bata (1.400 m2) rata-rata adalah 100-200 pohon. Umumnya, tanaman Sengon yang sudah ditebang dipelihara tunggulnya sehingga tumbuh trubusan baru. Sengon hasil trubusan akan lebih cepat besar dan lebih cepat pula ditebang. Umur tanaman Sengon yang terdapat di Desa Tambakmekar saat ini berkisar antara 2-3 tahun. Tinggi rata-rata bebas cabang adalah 7 meter, tinggi total ratarata 15 meter, dan keliling rata-rata 55 cm. Pertumbuhan tanaman Sengon secara umum tidak terpengaruhi oleh keberadaan rumpun nanas. Petani tidak pernah secara khusus memberi pupuk kepada tanaman Sengon, melainkan dengan memelihara tanaman Nanas, maka otomatis tanaman Sengon dapat ikut terpelihara. Petani di Desa Tambakmekar memandang positif penerapan pola tanam agroforestri Sengon + Nanas. Hal ini dikarenakan adanya hubungan positif untuk budidaya nanas sebagai komoditi unggulan. Meskipun demikian, petani menyadari bahwa hasil buah nanas yang ditanam dengan naungan berbeda dengan nanas yang ditanam tanpa naungan. Nanas Subang terkenal dengan julukan ―Nanas Si Madu‖ yang berasa manis seperti madu, berbuah besar, dan harga jual lebih mahal. Harga nanas madu ini berkisar antara Rp 25.000,- sampai dengan Rp 35.000,- per buah. Para petani nanas di Kabupaten Subang menerangkan bahwa dari 10 atau 20 rumpun nanas, mungkin terselip 1 atau 2 buah nanas jenis "Si Madu". Hanya saja untuk memperoleh nanas ini lebih susah karena terdapat di areal yang tidak ternaungi dan buah yang dihasilkan rawan terbakar sinar matahari
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
yang menurunkan kualitasnya. Nanas yang dihasilkan dari pola tanam agroforestri dengan tanaman sengon menghasilkan nanas yang relatif kecil-kecil dan masam. Nanas ini sangat cocok untuk dijadikan bahan baku industri dodol, selai, kripik dan sebagainya. Adapun harga nanas ini berkisar antara Rp 2.000,sampai dengan Rp 2.500 per kilogram dengan berat 1 buah nanas rata-rata 3 kg.
Kabupaten Subang merupakan salah satu bentuk intervensi dalam pemenuhan bahan baku bagi industri/UKM. Dinas dan instansi terkait serta peran swasta sangat diharapkan sinerginya mengingat komoditas unggulan harus mempunyai kejelasan pasar dan orientasi ekspornya. Investasi dalam pengembangan komoditi unggulan daerah menjadi penting untuk keberlanjutan produksinya.
3.3. Dukungan iptek dalam budidaya nanas dengan pola agroforestri Petani menyadari bahwa dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi masukan positif bagi peningkatan produktivitas usaha. Dalam hal perolehan ilmu pengetahuan teknologi, petani merasakan masih kurangnya perhatian dalam diseminasi hasil penelitian untuk membantu petani, misalnya dalam hal upaya penanggulangan serangan hama dan penyakit. Sengon di Kabupaten Subang juga terkena serangan penyakit karat tumor dan hama penggerek batang seperti di tempattempat lain. Sampai saat ini, petani masih mengeluhkan penanggulangan hama dan penyakit tersebut karena berakibat pada menurunnya kualitas kayu. Akan halnya pada tanaman nanas, penyakit yang lazim menyerang adalah penyakit busuk akar dan pangkal. Aspek pemeliharaan tanaman yang sering diabaikan oleh petani sedikit banyak mempengaruhi kecepatan serangan. Hasil-hasil kajian pola agroforestri diyakini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan produktivitas usaha Sengon + Nanas ini. Penelitian hubungan faktor alam (tanah dan cahaya) dan perbaikan jarak tanam dapat memberikan dukungan positif bagi pengembangan nanas yang sudah menjadi komoditi unggulan Kabupaten Subang. Sosialisasi dan penyuluhan akan input teknologi yang dapat dilaksanakan petani diharapkan dapat memberikan masukan dan membawa perubahan bagi petani. Peran multipihak sangat besar dalam pengembangan agroforestri berbasis komoditi unggulan daerah seperti yang dinyatakan oleh Kuswantoro (2011) bahwa agroforestri berbasis komoditi unggulan merupakan bentuk pengusahaan hutan rakyat yang potensial untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kejelasan pemasaran hasilnya sehingga dapat membantu meningkatkan perekonomian petani. Kebijakan yang diambil oleh dinas dan instansi terkait inas Kehutanan dan Perkebunan
4. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian pola agroforestri Sengon + Nanas di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang ini adalah: 1) Penerapan pola tanam agroforestri memberi keuntungan bagi petani dengan mendapatkan hasil ganda yaitu panen buah Nanas dan kayu Sengon yang memberikan kontribusi bagi pendapatan rumah tangga petani. 2) Petani menyadari pentingnya masukan input teknologi dalam peningkatan produktivitas usaha. Temuan iptek seperti penanggulangan hama dan penyakit bagi tanaman Sengon maupun Nanas, perbaikan jarak tanam, dan teknik pemeliharaan dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman Nanas di bawah tegakan serta produktivitas tegakan Sengon sendiri. 5.
Daftar pustaka
BPS Kabupaten Subang. 2009. Subang dalam Angka 2009. BPS Kabupaten Subang. Subang. ---------. 2010a. Kecamatan Jalancagak dalam Angka 2010. BPS Kabupaten Subang. Subang. ---------. 2010b. Subang dalam Angka 2010. BPS Kabupaten Subang. Subang. ---------. 2011. Subang dalam Angka 2011. BPS Kabupaten Subang. Subang. Departemen Pertanian. 2007. Profil Nenas di Kabupaten Subang. Website: http://www.deptan.go.id/pesantren/ditbua h/Komoditas/Sentra/Kab_subang.htm. Diakses tanggal 1 Desember 2007.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
451
Kuswantoro, D.P. 2011. Pengembangan Agroforestri Berbasis Komoditi Daerah untuk Meningkatkan Produktivitas Hutan Rakyat. Prosiding Seminar Nasional Kontribusi Litbang dalam Peningkatan Produktivitas dan Kelestarian Hutan tanggal 29 November 2010 di Bogor. Hlm. 429-434. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor. Soedarya, A.P. 2009. Agribisnis Nanas. CV. Pustaka Grafika. Bandung.
452
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012